Mingguan jawa barat

Page 10

EDISI 85 MEI-17 Let-_Ikhsan-Ramdhani 01/01/2002 2:35 Page 10

SEJARAH

MINGGUAN

Kerajaan Talaga Manggung Majalengka

Tahun Ke 3. Edisi 85/V-2017

K

Mingguan Jawa Barat

Makam Sunan Wanaperih yang terletak di Kabupaten Majalengka

erajaan Talaga Manggung adalah kerajaan yang didirikan Pada kira-kira sebelum abad ke-15, oleh Sunan Talaga manggung

putra Pandita Prabu Darmasuci putra Batara Gunung Picung putera Suryadewata putera bungsu dari Maharaja Sunda yang bernama Ajiguna

Menguak Peninggalan Jejak

Hayam Wuruk di Majalaya

M

ahkota Ulun Umbul di temukan di Kampung Leuwidulang Desa Sukamaju Kecamatan Majalaya,Kabupaten Bandung. Kini tersimpan di salah seorang warga yang merasa menjadi ahli waris pemiliknya. Mahkota ini berukuran kurang lebih 40 cm dengan diameter sekitar 25 cm, berundak tiga. Memiliki totem ukiran motif bunga, melalui sistem tempa. Menurut penemunya yang seorang guru SMA Pasundan Majalaya, Dede (50), mahkota ini merupakan kelengkapan raja saat upacara pelantikan, dan bukan untuk digunakan sehari-hari. Selain digunakan pada saat pelantikan, juga dikenakan pada upacara-upacara besar kerajaan. Mahkota Ulun Mahkota Ulun Umbul ditemukan di Majalaya Umbul sempat dipakai oleh Raja Sungging Perbangkara dalam kisah mithologi Sangkuriang, terbuat dari unsur kuningan, emas, dan tembaga. Entah ini hanya kisah forklore atau benar adanya, perlu dibuktikan dengan penelitian sejarah bahwa Kecamatan Majalaya di Kabupaten Bandung ternyata menyimpan sejarah tentang Kerajaan Majapahit. Daerah yang sempat dijuluki ‘Kota Dolar’ karena menjadi sentra industri ini, disinyalir pernah menjadi tempat pengasingan Raja Majapahit, Hayam Wuruk. Bahkan disebutkan pula Hayam Wuruk moksa di Majalaya, tepatnya di Leuwidulang. Dugaan tersebut didasarkan pada penemuan mahkota Ulun Umbul yang juga diduga milik Hayam Wuruk. “Mahkota Ulun Umbul di temukan masyarakat sudah cukup lama sebenarnya, sekitar tahun 2009 silam. Untuk mengetahui sejarah dan keaslian mahkotanya, kami telah mengirimkan foto mahkota ini ke Balai Penelitian Arkeologi. Sementara mahkotanya sendiri hingga kini masih di simpan di rumah penemunya,” jelas Kepala Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Bandung, Dedi Sutardi kepada Balebandung,.com di ruang kerjanya, Senin (29/12/14). Menurut Dedi, dari hasil penelitian diketahui mahkota bukan peninggalan Kerajaan Sunda melainkan kerajaan di Jawa, entah dari Jawa Timur atau Jawa Tengah. “Mahkota memang diduga milik kerajaan di Jawa. Sebab Kerajaan Sunda, khususnya di wilayah Kabu-

paten Bandung saat itu, tidak pernah ada mahkota dengan corak sedemikian rupa. Tapi untuk memastikan kerajaan mana, perlu ada penelitian mendalam dari ahli sejarah dan arkeologi,” kata Dedi. Meski belum dipastikan peninggalan kerajaan mana, lanjut Dedi, penuturan para tokoh dan sesepuh di Majalaya atau cerita rakyat yang turun temurun (folklore), mahkota ini diduga milik Raja Hayam Wuruk. Bahkan di Majalaya ada beberapa tokoh yang mengenal asalmuasal cerita tersebut, meski penyebarannya hanya dari mulut ke mulut. Cerita tentang Raja Hayam Wuruk sampai di Majalaya, bermula ketika Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 memerangi sejumlah kerajaan, termasuk Kerajaan Sunda untuk menguasai Nusantara. Saat memerangi Kerajaan Sunda yang dikenal dengan Perang Bubat, Hayam Wuruk merasa bersalah karena Majapahit telah menyerang Kerajaan Sunda. Dia berpikir untuk menaklukkan Kerajaan Sunda bukan lewat peperangan. Ketika Kerajaan Majapahit mulai runtuh, untuk menebus penyesalan ini Raja Hayam Wuruk mengasingkan diri di suatu daerah yang disinyalir sekarang disebut Majalaya. Dalam pengasingan ini, Hayam Wuruk menjadi masyarakat biasa, meski ada sejumlah pengawal mengiringinya, termasuk Patih Gadjah Mada di ceritakan sempat melatih militer di Majalaya. “Meski sudah tidak menjadi raja, namun jiwa dan pengabdiannya kepada Tanah Air tidak luntur hingga masyarakat menyebutnya Ulun Umbul. Makanya ketika mahkota milik Hayam Wuruk ini ditemukan, masyarakat menyebutnya mahkota Ulun Umbul,” tutur Dedi. Bukti lain adanya peninggalan Raja Hayam Wuruk di Majalaya adalah situs Batu Talun. Menurut cerita Batu Talun adalah batu tempat Raja Hayam Wuruk dan Putri Diah Pitaloka menye-mbah. Lebih lanjut Dedi menuturkan, Pemkab Bandung turut menjaga agar mahkota Ulun Umbul tidak hilang atau rusak, meski sekarang disimpan penemunya. “Kalau di simpan di Pemkab Bandung pun, kita belum punya tempat yang representatif untuk menyimpannya dan belum punya museum,” tukas Dedi. Ia pun beralasan pihannya hanya tinggal menunggu pendanaan agar penelitian atas penemuan mahkota ini bisa dikaji lebih mendalam secara akademis. Red- MJB

Linggawisesa (1333-1340) di Galuh Kawali, Ciamis. lokasinya kini di kewadanaan Talaga adalah bekas salah satu kerajaan, yang terletak di Kabupaten Majalengka, bertahta bernama Sunan Talaga Manggung, asal keturunan Raja Prabu Siliwangi yang dimaksud mungkin Suryadewata putra Maharaja Ajiguna Linggawisesa. Kerajaan di Sangiang. Dia mempunyai dua orang putra, satu laki-laki dan satu perempuan, yang laki-laki bernama Raden Panglurah dan yang perempuan bernama Ratu Simbar Kencana. Di Naskah Wangsakerta. Prabu Ajiguna Linggawisesa, menikah dengan Ratna Umalestari, adiknya Prabu Citraganda penguasa kerajaan Sunda Galuh tahun (1303-1311) Masehi. Pada masa pemerintahan Prabu Ajiguna Linggawisesa, ibukota Kerajaan Sunda beralih, dari Pakuan Bogor ke Kawali, Ciamis. Dari pernikahannya dengan

Uma Lestari, Prabu Ajiguna Linggawisesa memperoleh putera, di antaranya: 1.Ragamulya Luhur Prabawa, atau Aki Kolot (kelak menjadi raja pengganti) Prabu Ajiguna Linggawisesa; 2.Dewi Kiranasari, diperisteri oleh Prabu Arya Kulon; 3.Suryadewata, leluhur Kerajaan Talaga di Majalengka. Dengan kata lain, Prabu Suryadewata adalah putra Prabu Ajiguna Linggawisesa penguasa Kerajaan Sunda, yang ditempatkan di Kerajaan Talaga dan kelak akan melahirkan raja-raja di Kerajaan Talaga sebagai negara bawahan Kerajaan Sunda Galuh dimana ayahnya Prabu Ajiguna Linggawisesa dan kakaknya, Prabu Ragamulya Luhurprabawa alias Aki Kolot (1340-1350) M berkuasa di Galuh Kawali Ciamis. Kebataraan Kemaharajaan Sunda Daerah Kabataraan adalah tahta suci yang lebih menitik-

@Mingguan Jabar

beratkan pada bidang kebatinan, keagamaan atau spiritual, dengan demikian seorang Batara selain berperan sebagai Raja juga berperan sebagai Brahmana atau Resiguru. Seorang Batara di Kemaharajaan Sunda mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan penting karena ia mempunyai satu kekuasaan istimewa yaitu kekuasaan untuk mengabhiseka atau mentahbiskan atau menginisiasi penobatan seorang Maharaja yang naik tahta Sunda. Kabataraan Galunggung. Didirikan oleh Batara Semplak Waja putera dari Sang Wretikandayun (670702), pendiri Kerajaan Galuh. Para Batara yang pernah bertahta di Galunggung antara lain: •Batara Semplak Waja, •Batara Kuncung Putih, •Batara Kawindu, •Batara Wastuhayu, dan •Batari Hyang. Berdasarkan keterangan Prasasti Geger Hanjuang, Batari Hyang dinobatkan sebagai penguasa Galunggung pada tanggal 21 Agustus 1111 M atau 13 Bhadrapada 1033 Caka. Kabataraan Galunggung adalah cikal bakal Kerajaan Galunggung yang dikemudian hari menjadi Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya). Kebataraan Gunung Sawal. Pendiri Kerajaan Panjalu adalah Batara Tesnajati yang petilasannya terdapat di Karantenan Gunung Sawal. Mengingat gelar Batara yang disandangnya, maka kemungkinan besar pada awal berdirinya Panjalu. Besar kemungkinan setelah berakhirnya periode Kabataraan Galunggung itu kekuasaan kabataraan di Kemaharajaan Sunda dipegang oleh Batara Tesnajati dari Karantenan Gunung Sawal Panjalu. Adapun para batara yang pernah bertahta di Karantenan Gunung Sawal adalah :

Mingguanjawabarat

•Batara Tesnajati •Batara Layah dan •Batara Karimun Putih. Pada masa kekuasaan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang atau Sanghyang Rangga Sakti putera Batara Karimun Putih, Panjalu berubah dari kabataraan menjadi sebuah daerah Kerajaan Panjalu. Kabataraan Gunung Tembong Agung. Kabataraan Sunda dilanjutkan oleh Batara Prabu Guru Aji Putih di Gunung Tembong Agung, Prabu Guru Aji Putih adalah seorang tokoh yang menjadi perintis Kerajaan Sumedang Larang. Prabu Guru Aji Putih di gantikan oleh puteranya yang bernama Batara Prabu Resi Tajimalela, menurut sumber sejarah Sumedang Larang, Prabu Resi Tajimalela hidup sezaman dengan Maharaja Sunda Galuh yang bernama Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350) di Galuh Kawali. Prabu Resi Tajimalela di gantikan oleh puteranya yang bernama Prabu Resi Lembu Agung, kemudian Prabu Resi Lembu Agung digantikan oleh adiknya yang bernama Prabu Gajah Agung yang berkedudukan di Ciguling. Dibawah pemerintahan Prabu Gajah Agung, Sumedang Larang bertransisi dari daerah kabataraan menjadi Kerajaan Sumedang Larang. Kabataraan Gunung Picung. Kekuasaan kabataraan di Kemaharajaan Sunda kemudian dilanjutkan oleh Batara Gunung Picung yang menjadi cikal bakal Kerajaan Talaga (Majalengka). Batara Gunung Picung adalah putera Suryadewata, sedangkan Suryadewata adalah putera bungsu dari Maharaja Sunda yang bernama Ajiguna Linggawisesa (1333-1340). Batara Gunung Picung di gantikan oleh puteranya yang bernama Pandita Prabu Darmasuci, sedangkan Pandita Prabu Darmasuci kemudian

9

Mingguan Jawa Barat

digantikan oleh puteranya yang bernama Begawan Garasiang. Begawan Garasiang digantikan oleh adiknya sebagai Raja Talaga yang bernama Sunan Talaga Manggung dan sejak itu pemerintahan Talaga digelar selaku kerajaan Talaga. Kerajaan Talaga Raden Panglurah. Dia tidak ada di keraton sedang melakukan tetapa di Gunung Bitung sebelah selatan Talaga. Ratu Simbar Kencana mempunyai suami kepala seorang patih di keraton tersebut, yang bernama Palembang Gunung, berasal dari Palembang. Patih Palembang Gunung setelah dirinya dipercaya oleh mertuanya, yaitu Sunan Talaga Manggung dan ditaati oleh masyarakatnya, timbul pikiran yang murka ingin menjadi seorang raja di Sangiang Talaga, dengan maksud akan membunuh mertuanya, Sunan Talaga Manggung. Setelah mendapat keterangan dari seorang mantra yang bernama Citra Singa, bahwa sang raja sangat gagah perkasa tidak satu senjata atau tumbak yang mampu mengambil patinya raja, melainkan oleh suatu senjata tumbak kawannya raja sendiri ketika ia lahir, dan oleh Citra Singa diterangkan bahwa yang dapat mengambil senjata itu hanya seorang gendek kepercayaan raja yang bernama Centang Barang. Setelah mendapatkan tombak tersebut, kemudian Palembang Gunung membujuk dengan perkataan yang manis-manis dan muluk-muluk kepada Centang Barang untuk mengambil senjata tersebut, dan melakukan pembunuhannya, bila berhasil akan diganjar kenaikan pangkatnya. Redaksi

Asal Mula Situ Cileunca Pangalengan

Situ Cileunca terletak di desa Panggalengan sekitar 45 km sebelah selatan kota Bandung. Pada saat itu,Tuan Kuhlan, seorang Belanda yang memimpin daerah tersebut ingin membuat pembangkit tenaga listrik agar daerah Panggalengan menjadi terang benderang.Namun keinginanya tak munkin terwujud apabila tidak terdapat danau atau dam untuk menggerakan generator Beliau akhirnya memanggil juragan Arya,Pak Mahesti dan Pak Nurbayin yang terkenal sakti di desanya. Dengan mengarahkan seluruh warga desa dan ke tiga orang sakti tersebut,akhirnya mereka bergotong royong membuat danau.Uniknya,pembuatan danau tersebut tanpa menggunakan peralatan dari besi,namun menggunakan alu.Oleh karena itu,tak mungkin pembuatan proyek tersebut terwujud apabila tak melibatkan orang orang sakti seperti Juragan Arya ,Pak Mahesti dan Pak Nurbayin. Ketiga orang sakti tersebut meminta bantuan pada leluhur mereka.Leluhur mereka berjanji akan membantu pembuatan danau tersebut pada malam hari.Beliau juga memberikan tiga buah alu sakti kepada ketiga orang sakti tersebut. Akhinya berkat keuletan serta kesabaran penduduk setempat,setelah memakan waktu selama tujuh tahun,akhirnya tepat pada

tahun 1928 terbentuklah danau Situ Culeunca..Namun sejak danau Situ Cileunca selesai.Juragan Arya bagai menghilang tanpa meninggalkan bekas. Sebagai acara peresmian danau Situ Cileunca, Tuan Kuhlan berencana akan menyelenggarakan hiburan wayang golek. Acara tersebut akan digelar di tengah Situ. Oleh sebab itu, kini sedang dibuat perahu besar untuk menampung para nayaga dan peralatannya. Siang hari sebelum acara dimulai, kepala kerbau jantan yang akan digunakan untuk ritual tidak ada. Meraka begitu cemas. Mereka takut para lelembut marah karena sesaji tidak lengkap. Namun apa boleh dikata, acara tidak mungkin ditunda karena tamu undangan sudah banyak berdatangan. Malampun tiba. Para tamu undangan berduyun – duyun menuju tepi Situ Cileunca untuk

menyaksikan pegelaran wayang golek. Namun saat penonton sedang menikmati acara, tiba – tiba berhembuslah angin kencang. Makin lama angin tersebut semakin kencang, membuat par penonton dan pemain wayang golek panik. Ditambah lagi keadaan yang begitu gelap, karena lampu dan obor padam. Hanya dalam waktu singkat, angina topan itu menyapu bersih para nayaga di atas perahu. Akhirnya mereka tenggelam ke dasar Situ. Sementara itu, Pak Mehesti dan Pak Nurbayin tidak dapat berbuat banyak. Walau bagaimanapun, kekuatan alam tak mungkin dapat dilawan. Sejak peristiwa itu, Situ Cileunca tampak sunyi. Kini Tuan Kuhlan juga lebih banyak duduk sambil merenung. Danau yang diperkirakannya akan menjadi sumber penghasilan para warga, kini sirnalah sudah. Antara

kenyataan dan mistik berkecambuk menjadi astu di jiwa seotang belanda ini. Sejak kejadian itu pula, samar – samar sering terdengar tetabuhan tembang Sunda yang mnengharukan sekali dari tengah Situ. Bahkan pernah juga muncul arwah para nayaga di tengah Situ. Mereka berdiri di atas air dengan wajah yang menyeramkan dan suara tangis yang menyayat hati. Di suatu malam, betapa terkejutnya Tuan Kuhlan, ketika tiba – tiba arwah para penabuh wayang golek mendatanginya. Seketika wajah Tuan Kuhlan pusat pasi bagaikan mayat. Ia hanya mampu diam berdiri memetung di tempatnya. Para arwah itu berpesan agar ia segera melangkapi sesaji kepala kerbau hitam, agar mereka tidak lagi disandra oleh penguasa Situ Cileunca. Keesokan harinya, di tepi Situ cileunca segera diadakan

ritual untuk menyempurnakan arwah penasaran. Setalah diadakan ritual, suara tetabuhan tembang sunda itu tetap saja terdengar, walaupun arwah penasaran itu tidak lagi muncul. Bahkan sering juga muncul sapi putih dal lulun samak jelmaan siluman. Sudah pernah ada dua orang pemuda yang menjadi tumbal. Satu selamat dan satu tidak. Pak Mahesti lalu berpesan kepada warga desa agar selalu berhati – hati dan tidak mengganggu apabila suatu saat muncul sapi putih atau lulun samak Pak Mahesti yang merasa mempunyai tanggung jawab menjaga keselamatan warga desapun tak tinggal diam. Dengan memusatkan seluruh panca indranya, ia berusaha menghubungi alam lelembut di dalam Situ. Mantra dari ayat suci Al-Quran mengalir deras seiring dengan semerbak kemenyan. Tak lama kemudian, terjadi dialog antara Pak Mahesti dengan penguasa Situ Cileunca. Pak Mahesti menegaskan agar mereka pindah dari daerah itu. Pak Mahesti yakin bahwa sehebat – hebatnya bangsa siluman, tidak akan mampu mengalahkan bangsa manusia yang harkatnya lebih tinggi. Sejak saat itu, makhluk halus penghuni Situ Cileunca tidak pernah manampakan diri lagi. Mareka telah pindah ke Situ Bagendit, Kabupaten Garut sebelah timur. Red-MJB


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.