KALPATARU HM PWK FT UB 2016/2017

“kumpulan artikel penataaan ruang”

kal pataru Himpunan Mahasiswa Periode 2016-2017 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

“Delivering New Urban Agenda to Your City”

Sambutan ketua jurusan ketua hima

Artikel infrastruktur trasportasi permukiman perkotaan pedesaan kewilayahan

http://hmpwk.teknik.ub.ac.id

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

kal pataru Published by Himpunan Mahasiswa Periode 2016-2017 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

“harmonisasi dalam berkarya orientasi memberi inspirasi�

Kepala Departemen Keilmuan I Putu Jagadhita

Sekretaris Departemen Keilmuan M. Rosulinanda

Pimpinan Redaksi Efma Haryani

Editor Nadhia Maharany S.

Layouter Puji Abraham P. Silalahi

Kontributor Anindita Indah M. Bunga Adelia Ike Karwinto Putri Indah Cahyaning Sari Nadya Chrisyanti Putri Nyoman Widhi Surya W. Muhammad Iqbal Ashari Maria Nicolaus Y. K. Y. Reklina Dinka Hermawati Rhisma Lisha Novianti Muchammad Rosulinanda Safiyah Fakhrona Yunita Ratih W. Liarizza Wardhani Nyimas Atika M. M. Hanifah Muslimah M. Thoriqul Falahi Galih Surya Prasetya

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

(145060601111037) (145060600111013) (145060601111022) (145060600111006) (155060600111032) (145060601111033) (145060600111001) (155060600111017) (145060601111007) (145060600111003) (145060607111014) (145060600111002) (145060601111060) (135060607111013) (135060601111055) (135060600111043)

https://oehha.ca.gov www.ence.umd.edu http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id http://assets.kompas.com http://banten.pattiro.org http://images1.rri.co.id http://maritimtours.com http://www.netralitas.com http://www.cendananews.com http://www.suarasurabaya.net http://surabaya.tribunnews.com http://mediaindonesia.com http://nusurabaya.or.id http://surabaya.tribunnews.com http://hallojakarta.com http://riauair.com/ https://nusantara.news http://goodnewsfrommalang.com http://kfk.kompas.com http://media.halomalang.com https://media-cdn.tripadvisor.com http://www.enciety.co http://malangvoice.com http://www.sumberpengetahuan.com http://www.berdikarionline.com

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Sambutan Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Indonesia yang terdiri dari 416 kabupaten dan 98 kota dan tersebar di 34 propinsi, menjadikan negara terbesar di dunia. Sebagai negara terbesar dengan berbagai kekayaan alamnya tentu menjadikan potensi maupun masalah tersendiri. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat di kota-kota besar yang menjanjikan kesejahteraan hidup lebih baik menjadi daya tarik tersendiri bagi para urban.

Potensi dan masalah perkotaan di Indonesia yang terkelola dengan baik tentu akan membuat kota menjadi sehat secara ekonomi, sosial, politik, maupun lingkungannya. Namun, kenyataannya kota-kota di Indonesia terkendala oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak berbanding lurus dengan kebutuhannya. Tentu hal ini sangat rentan munculnya permasalahan kota yang semakin komplek.

Sesuai dengan tujuan pembangunan global dalam SDGs yakni Kota Inklusif yang Aman, Tangguh dan Lestari, maka berbagai permasalahan kota dapat dihadapi dan diselesaikan secara arif guna mewujudkan keadilan ditengah masyarakat kota.

Lahirnya kumpulan artikel “KALPATARU� merupakan ekspresi kegelisahan para perencana agar semakin peka terhadap fenomena kota yang dihadapi. Permasalahan kota yang semakin kekinian tentu tidak dapat di selesaikan dengan cara, teknik, ataupun metode usang.

Harus diimbangi dengan kekayaan wawasan yang lebih dari sekedar biasanya. Materi yang terdapat dalam KALPATARU mencoba menyajikan berbagai fakta, teori, dan upaya pengelolaan masalah perkotaan.

Akhir kata, semoga KALPATARU dapat memberikan sumbangsih pengetahuan, membuka wawasan, dan inspirasi pembaca khususnya mahasiswa PWKUB maupun PWK di seluruh Indonesia.

Malang, 3 Mei 2017

Dr. Ir. Abdul Wahid Hasyim, MSP. Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Sambutan Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Oase Muhammad

Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga KALPATARU edisi Tahun 2016/2017 telah terbit. Terimakasih kepada tim redaksi dan seluruh kontributor yang terlibat dalam kegiatan penerbitan KALPATARU. Dalam kesempatan kali ini perkenankanlah saya selaku Ketua Himpunan Mahasiswa PWK FT UB Tahun 2016/2017 untuk mempersembahkan karya Mahasiswa PWK FT UB dalam bentuk sekumpulan artikel penataan ruang yang disebut sebagai KALPATARU. Penerbitan KALPATARU memiliki tujuan untuk memberikan informasi terkait isuisu kota serta menambah wawasan kepada mahasiswa PWK se-Indonesia.

Pada edisi perdana KALPATARU akan membahas "Delivering New Urban Agenda to Your City".

Tema yang diusung terkait dengan pembangunan perkotaan dan permukiman hingga tahun 2036.

New Urban Agenda merupakan penjabaran lebih detail pada point ke 11 dalam Sustainable Development Goals yaitu "Menuju Kota Inklusif, Aman, Tangguh dan Lestari". Semoga dalam pembahasan kali ini pembaca dapat lebih memahami serta turut berpartisipasi atau berkontribusi dalam New Urban Agenda.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

daftar isi Sambutan Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Ketua Himpunan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Artikel Penerapan Pengelolaan Alternatif Air Hujan Berbasis Low Impact Development di Kota Malang Kampung Kumuh: Sumber Rejeki?

Imperialisme Perkotaan dan The City That We Want Sudut Pandang Kemaritiman : One Map Policy Surabaya Tanpa Macet?

Urbanisasi, Masalah atau Peluang sih?

Mengatasi Permukiman Kumuh sebagai Upaya Mewujudkan Hunian yang Nyaman dan Berkelanjutan Malang Ijo Loyo-Loyo Pengelolaan Kampung Kota untuk Mewujudkan Kota yang lebih Nyaman dan Berkelanjutan 1 Desain Pedesaan di Indonesia, Sebuah Hambatan ataukah Stimulus menuju Proses Pengkotaan?

Malang Berkaca untuk Menuju Kota Berkelanjutan

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Anindita Indah M. Bunga Adelia

(145060601111037) (145060600111013)

Mengapa

diperlukan mengelola air sejak dini? Kota Malang adalah salah satu kota terbesar di Jawa Timur yang memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Pertambahan penduduk di Kota Malang tidak lain dikarenakan semakin pesatnya pertumbuhan sarana di Kota Malang, salah satunya seperti sarana pendidikan yaitu adanya berbagai universitas favorit di Kota Malang yang mempunyai lingkungan yang asri, fasilitas yang lengkap, serta terbukti mutunya sehingga memberikan daya tarik yang besar kepada calon mahasiswa. Setiap tahunnya kepadatan penduduk yang disebabkan oleh pertambahan mahasiswa sangat dirasakan oleh masyarakat Kota Malang.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Kota Malang yang sangat pesat mengakibatkan semakin melonjaknya kebutuhan air rumah tangga di Kota Malang. Mayoritas penduduk Kota Malang sangat bergantung dengan adanya distribusi air bersih dari PDAM Kota Malang. Dirasakan oleh masyarakat, PDAM Kota Malang memiliki pelanggan yang sangat banyak dan mengakibatkan pelayanannya kepada masyarakat menjadi semakin menurun. Hal ini ditunjukkan dengan semakin seringnya volume aliran PDAM yang semakin bertambah kecil pada pagi dan sore hari ditambah lagi juga tidak banyak pelanggan yang mengeluh akibat sering matinya aliran PDAM setiap bulannya.

Dikarenakan masyarakat masih bertumpu pada satu sumber air yaitu PDAM perlu diciptakannya inovasi baru agar masyarakat mempunyai cadangan air bersih sendiri walaupun Pemerintah Kota Malang masih mengupayakan perluasan distribusi PDAM. Alangkah lebih baiknya bagi pengelola perumahan ataupun masyarakat dapat mengelola sendiri sumber air rumah tangganya walaupun hanya diterapkan pada skala kecil.

Salah satu sumber air yang sering tidak dimanfaatkan keberadaannya ialah air hujan, yang seharusnya air hujan tersebut dapat dimanfaatkan dan dikelola sebagai cadangan air bersih di Kota Malang.

Menurut Anie Yulistyorini (2011) bahwa pemakaian air hujan sangat bermanfaat di perkotaan, selain digunakan sebagai alternatif air bersih, air hujan dapat digunakan untuk mengisi kembali air tanah sehingga muka air tanah tetap terjaga dan volume limpahan air hujan yang dapat menimbulkan banjir dapat dikurangi.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Saat ini pemanenan air hujan sudah semestinya disosialisasikan kepada masyarakat luas, mengingat di Indonesia banyak terdapat wilayah yang mengalami kekurangan air bersih (Zhang, 2009). Cara ini merupakan suatu tindakan positif dalam rangka pengelolaan sumber daya air.

Teknologi apa saja yang dibutuhkan pada pengelolaan air bersih?

LID adalah suatu konsep pengelolaan air hujan di dalam kawasan yang terintegrasi dengan rencana pembangunan lahan di kawasan tersebut. Pengelolaan air hujan dengan memfokuskan pada menahan, meretensi, dan menyimpan air hujan sebanyak-banyaknya sebelum dilakukan pembangunan (https://www.itb.ac.id/ news/4467.xhtml). LID dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada dan murah tetapi dapat mempertahankan kelestarian lingkungan akibat dari pengembangan suatu daerah dengan mencapai keseimbangan antara konservasi, perkembangan, proteksi ekosistem dan kualitas hidup. LID bertujuan untuk melindungi sumber daya air dan fungsi hidrologi daerah tangkapan air.

Gagasan dasar dari LID adalah menahan selama mungkin limpasan hujan pada suatu kawasan tanpa menimbulkan genangan yang tidak diinginkan (Dwinanti, 2002).

Bagaimana Bentuk Penerapan Pengelolaan Air Bersih Berbasis LID?

Berikut merupakan salah satu contoh bangunan yang termasuk penerapan pengelolaan yang sesuai dengan gagasan LID: 1. Sarana Bioretensi (Bioretention Facilities) Bioretensi dapat dibuat pada sebidang lahan dengan luas lahan daerah yang lebih rendah dari daerah sekitar/layanan karena diharapkan limpasan hujan akan mengalir ke daerah bioretensi. Topografi yang rendah diisi dengan tanah dan tanaman yang mampu menyimpan dan menginfiltrasi air. Material yang digunakan dalam pembuatan sarana bioretensi adalah pasir, batu kerikil, pepohonan, semak belukar, rumput (minimal terdapat 3 spesies alami), pipa yang berlubang, tanah humus dengan ketebalan 3 inchi untuk tanah penutup, dan material penyaring.

2. Saluran Terbuka Berumput (Grassed Swales) Lapisan saringan berumput digunakan sebagai perlengkapan perlakuan awal untuk penerapan kendali limpasan hujan. Saluran terbuka berumput dibagi menjadi dua tipe yaitu saluran kering (dry swales) dan saluran basah (wet swales). Saluran ini digunakan untuk sebagai drainase untuk transportasi air hujan dari jalan raya, komplek perumahan. Saluran terbuka berumput berfungsi untuk saluran yang menghubungkan ke daerah bioretensi. Saluran terbuka berumput kering untuk menyediakan pengendali kuantitas dan kualitas limpasan air hujan untuk infiltrasi.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Skala Penerapan LID Skala penerapan bangunan pengeloaaan paling optimal (Best Management Practise/BMP) dibagi 3 skala penerapan. Skala penerapan ditentukan oleh besarnya biaya pembuatan dan luas lahan yang dibutuhkan.

3. Sumur Kering (Dry Wells) Sumur kering berfungsi sebagai sistem infiltrasi untuk mengendalikan limpasan hujan dari atap bangunan yang merupakan galian lubang yang berisi kerikil batu. Sumur kering sangat efektif untuk membersihkan sedimen, timah, seng dan juga efektif untuk mengurangi jumlah nitrogen dan fosfor. Sumur Kering bertujuan untuk menampung dan mengelola limpasan air hujan di dalam sumur (galian lubang) yang berasal dari atap rumah dan diinfiltrasikan kedalam tanah.

4. Perkerasan Jalan Permeabel (Permeable Pavement) Permeable pavement umumnya diperuntukkan bagi lahan parkir. Dalam perencanaan, beberapa hal yang harus dipertimbangkan, seperti lokasi, karakteristik tanah dasar aktual di lapangan, karakteristik material yang akan digunakan.

5. Bak Air (Cistern) Bak air merupakan alat pengelolaan air hujan pada atap dengan menyediakan volume tampungan retensi di dalam atau di atas tanah.

Aplikasi dari cistern ialah untuk menahan dan menampung limpasan air hujan yang berasal dari atap bangunan.

6. Lubang Resapan Biopori Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah.

Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.

1. Rumah Tangga Skala Penerapan Rumah Tangga yang sesuai adalah rain barrel, sumur kering dan lubang resapan biopori dikarenakan bangunan tersebut berfungsi untuk mengendalikan limpasan hujan yang berasal dari atap rumah, sehingga diharapkan penerapan bangunan ini di setiap rumah tangga sangat efektif dan efisien.

2. Komunal Penerapan yang sesuai untuk skala komunal adalah Cistern dan Bioretensi karena bangunan tersebut memerlukan biaya dan luas layanan cukup besar.

3. Wilayah Maka bangunan yang cocok untuk skala wilayah adalah sarana bioretensi dengan skala besar, yang juga bisa berfungsi sebagai taman kota, saringan, saluran terbuka berumput yang berfungsi sebagai drainase jalan raya, dan permeable pavement, yang bisa difungsikan untuk jalan lingkungan dan areal parkir kendaraan.

Sudah jelas kan penjelasan tentang pemanfaatan air hujan yang dapat dilakukan dengan prinsip Low Impact Development. Ayo tunggu apa lagi, segera coba dan lakukan pengelolaan air hujan berbasis LID ini sehingga masyarakat dapat memenuhi sebagian kebutuhan air bersihnya dengan mengandalkan air hujan yang bisa diperoleh secara cuma-cuma.

Kalau bukan kita yang melakukan siapa lagi? Let’s keep our environment save and healthy!

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Ike Karwinto Putri

(145060601111022)

Tahukah anda bahwa permukiman kumuh dapat dijadikan sebagai salah satu sumber mata pencaharian banyak orang?

Pro-poor tourism adalah paradigma baru yang dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan di daerah kumuh. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang terjadi di sebagian besar kota di Indonesia, salah satunya Kota Malang.

Berdasarkan Laporan Kinerja Pemerintah Kota Malang Tahun 2016, penyelesaian permasalahan permukiman kumuh menjadi salah satu prioritas utama Permerintah Kota Malang. Hal tersebut dikarenakan permukiman kumuh dapat menjadi salah satu indikator dari permasalahan lainnya seperti tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, tingginya angka pengangguran, belum optimalnya pemenuhan derajat kesehatan masyarakat, dan masalah terkait permukiman kumuh lainnya.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Pada era SDGs atau Sustainable Development Goals muncul solusi baru yang dapat menangani masalah permukiman atau kawasan kumuh yang ada di kotakota besar yakni Pro-Poor Tourism. Propoor tourism adalah solusi tepat untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan di daerah kumuh. Pro-poor tourism adalah paradigma baru, dimana wisata ini memanfaatkan apa yang dimiliki masyarakat yang berada di kawasan kumuh, seperti kondisi lingkungan, sosial, dan budaya yang ada di kawasan kumuh, dengan tujuan utama untuk mengangkat ekonomi masyarakat miskin. Dengan menjadikan permukiman kumuh sebagai salah satu objek wisata, maka Pemerintah terbantu dalam mengatasi kekumuhan dalam permukiman, pendapatan masyarakat meningkat, dan secara tidak langsung masyarakat akan terdidik.

Dengan begitu, permukiman kumuh dapat menjadi permukiman yang layak huni, berkelanjutan, dan tertata.

Secara sekilas pro-poor tourism hampir sama dengan sustainable tourism dan community based tourism, namun demikian sebenarnya berbeda, hal ini dijelaskan oleh Ashley, dkk. (2001) bahwa:

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

a. Fokus utama penerapan pro-poor tourism adalah pada wilayah dunia bagian selatan. b. S u s t a i n a b l e tourism lebih mengutamakan aspek lingkungan dan sosial dalam kegiatan utamanya sedangkan pro-poor tourism menjadikan kemiskinan sebagai fokus utamanya. c. Dalam pro-poor tourism sudah dije las kan pe t ujuk atau t e knis penerapannya karena biasanya langsung merujuk pada bentuk kegiatan dan hal tersebut bisa digabungkan dengan sustainable tourism. d. Community based tourism lebih diarahkan pada keterlibatan masyarakat secara umum atau menyeluruh, sedagkan pro-poor tourism lebih mengutamakan pada keterlibatan masyarakat miskin.

Telah banyak dilakukan penelitian atau pengkajian terkait solusi pro-poor tourism tersebut, salah satunya di Indonesia.

Jakarta Hidden Tour (JHT) dan Jodipan merupakan salah satu bentuk penerapan konsep pro-poor tourism tersebut. Jakarta Hidden Tour kini menjadi salah satu objek wisata yang menjadi salah satu objek wisata yang wajib dikunjungi ketika berwisata di Ibukota Negara kita. Jakarta Hidden Tour sudah dikenal dalam skala global, sehingga bukan hal yang aneh lagi ketika banyak turis manca negara yang banyak memilih untuk mangambil paket wisata Jakarta Hidden Tour tersebut dengan harga yang tidak lagi diukur dengan mata uang kita yaitu Rupiah, namun sudah dalam besaran Dollar.

Dengan adanya wisata JHT yang mengambil lokasi di permukiman kumuh di Jakarta, maka didapat banyak dampak positif.

“Pada era SDGs atau Sustainable Development Goals muncul solusi baru yang dapat menangani masalah permukiman atau kawasan kumuh yang ada di kota-kota besar yakni Pro-Poor Tourism�

Selain peningkatan ekonomi masyarakat setempat, namun juga lingkungan di permukiman kumuh tersebut menjadi tertata dan bersih, selain itu kualitas sumber daya manusia setempat juga meningkat, hal tersebut dikarenakan setiap orang diharuskan mampu menjadi guide tour sehingga kini masyarakat menjadi terdidik, dan telah banyak yang mampu atau masih dalam tahap belajar bahasa asing, karena rata-rata wisatawan yang datang bukan dari wisatawan lokal tapi juga mancanegara. Sama halnya yang terjadi di Kelurahan Jodipan, Kota Malang.

Kelurahan Jodipan merupakan salah satu permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai tepat di area pusat Kota Malang.

Banyak masalah yang terjadi di Kelurahan Jodipan sepertinya rendahnya tingkat perekonomian masyarakat, tingginya tingkat pengangguran, permukiman yang kumuh, dan sumber daya manusia yang rendah. Namun, ketika Jodipan berubah menjadi salah satu objek wisasta, lingkungan permukiman di Kelurahan Jodipan menjadi bersih dan tertata. Selain itu, masyarakat setempat mendapatkan penghasilan dari kegiatan wisata tersebut, sehingga pengangguran berkurang, begitu juga dengan tingkat kemiskinan masyarakat. Sumber daya manusia setempat juga menjadi lebih baik, dan modal sosial yang dimiliki masyarakat setempat juga meningkat karena terjadi hubungan yang erat antar masyarakat di Kelurahan Jodipan.

Masalah yang terjadi di perkotaan dapat diselesaikan dengan cara memanfaatkan apa yang telah ada di masyarakat.

Konsep pro-poor tourism ini juga mampu menjadi salah satu solusi efektif untuk mengatasi masalah yang ada dengan memanfaatkan potensi lokal dengan ciri khas masing-masing dari setaip lokasi.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Indah Cahyaning Sari

(145060600111006)

“A wish for our city�, ketika berbicara terkait harapan untuk sebuah kota, maka “City for all� merupakan pemikiran yang mungkin timbul di benak masyarakat.

Masih minimnya kesadaran masyarakat akan urgensi pemanfaatan ruang dalam suatu kota tidak bisa dipungkiri, hanya segelintir orang berpendidikan menyadari dan memahami, tapi bukanlah kesalahan masyarakat jika memang tidak ada andil pemerintah untuk bersosialisasi maupun berupaya untuk turut serta melibatkan masyarakat. New urban agenda merupakan dokumen tertulis yang berisi harapan-harapan akan suatu perkotaan masa depan yang ideal, sebuah acuan pembangunan perkotaan untuk 20 tahun yang akan datang sebagai arah dan bentuk indikator pencapaian yang disetujui oleh 142 negara di dunia.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah new urban agenda hanya akan menjadi sebuah idealisme belaka ataukah bisa di implementasikan menjadi realita?

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Realita perkotaan yang ada saat ini terlebih di Indonesia cukup menyiratkan banyak makna, tak heran jika abad 21 sering disebut-sebut sebagai dunia yang mengalami pengkotaan, ketika memang muncul babak baru dalam sejarah habitat manusia dimana pada tahun 2050 diperkirakan 70% populasi penduduk dunia akan tinggal di perkotaan, bukanlah hal yang tidak mungkin jika nantinya muncul permasalahan-permasalahan baru di perkotaan, yang bahkan permasalahan yang telah ada seperti urbanisasi maupun kemacetan merupakan masalah klasik namun aktual yang sampai saat ini belum sepenuhnya terselesaikan. Jika berbicara terkait Imperialisme perkotaan, mungkin bisa dikatakan imperialisme yang dimaksud adalah hal yang kasat mata, tidak bisa dilihat secara transparan oleh masyarakat biasa atau bahkan tidak bisa dipahami oleh rakyat jelata. Ketika kota bukan lagi milik rakyat tetapi milik raja kecil terlebih sejak era otonomi daerah, bukan menjadi masalah jika memang rajaraja kecil tersebut mengutamakan people centred development yang memang sangat memperhatikan pembangunan kota untuk rakyat, tetapi yang banyak terjadi saat ini adalah raja-raja kecil pemain politik yang dibisikkan oleh pemegang uang untuk melancarkan kepentingannya, tak jarang jika public private partnership adalah formalitas dibalik besarnya kepentingan.

Berikut merupakan beberapa realita perkotaan yang memiliki kaitan dengan poin dalam new urban agenda.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

sector, namun Public-Public Partnership (PuP) yang terdapat dalam poin new urban agenda bisa menjadi solusi dalam skema baru dalam hal pembiayaan. pembangunan guna pemenuhan pelayan publik perkotaan dimana bentuk kerja sama ini berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

“Jika berbicara terkait Imperialisme perkotaan, ketika kota bukan lagi milik rakyat tetapi milik raja raja kecil pemain politik yang dibisikkan oleh pemegang uang untuk melancarkan kepentingannya” Pertama, Resillient Cities, sebuah bentuk penataan ruang yang berbasis ketahanan dengan kecenderungan ketahanan terhadap bencana, mengingat Indonesia merupakan negara tempat bertemunya tiga lempeng tektonik dengan patahan aktif yang bergerak dalam jangka waktu tertentu, berbagai kerawanan maupun risiko bencana di tanggung oleh daerahdaerah tertentu di Indonesia. Melihat kejadian barubaru ini seperti longsor yang terjadi di P o n o r o g o maupun Nganjuk Jawa Timur, bencana tersebut b u k a n l a h bencana yang datang secara tiba-tiba tetapi bisa diprediksi sebelumnya.

Kesiap-siagaan masyarakat, bentuk mitigasi bencana oleh pemerintah adalah hal yang memang harus disiapkan dan dilaksanakan.

Bahkan sekarang pertanyaannya a p a k a h pembahasan t e r k a i t kerawanan bencana ada dalam dokumen perencanaan tata ruang?

Jika kita melihat RTRW beberapa kabupaten hanya sedikit membahas terkait ketahanan terhadap bencana, meskipun terdapat badan yang memang telah memiliki spesifikasi di bidang kebencanaan, tetap diperlukan adanya koordinasi dari hierarki tiap-tiap dokumen perencanaan dalam satu wilayah itu sendiri. Tumpang tindihnya peran dan fungsi serta koordinasi dari kelembagaan yang berperan bisa menghambat terlaksananya upaya, lantas siapa kemudian yang seharusnya bertanggung jawab dan mengatasi? Pemerintah Indonesia memang sudah seharusnya mempertimbangkan banyak hal dalam proses perencanaan mengingat Indonesia adalah negara kepulauan (island–based planning), ataupun negara dengan tingkat kerentanan bencana tinggi, sehingga kekurangpekaan terhadap keseimbangan ekologis adalah hal yang dapat diminimalisir.

Kedua, Inclusive Cities, yang identik dengan kata “City for all” ataupun “Right to The Cities”, merupakan salah satu point penting dalam new urban agenda untuk meminimalisir adanya gejala eksklusivisme dari private sector. Tak heran jika vandalisme perencanaan perkotaan sudah menjadi hal yang biasa, karena banyak penyimpangan dan pelanggaran tata ruang perkotaan, tanpa sanksi bagi pelanggarnya. Kegilaan membangun segala hal yang gigantik di pusat kota yang memang sudah sangat sumpek dan kian memadat tanpa kendali, hingga memakan daerah belakang menjadi kawasan konurbasi. Perencanaan dan penciptaan perkotaan yang ramah dengan pembangunan infrastruktur ke depan haruslah mengakomodasi kaum rentan dan termarjinalkan dalam wilayah perkotaan dimana kota dirancang memang untuk berinovasi agar layak untuk semua lapisan masyarakat. Pemerintah memang tidak dapat seutuhnya bergerak sendiri tanpa adanya keterlibatan private

Akhirnya, Sustainable Cities, merupakan istilah yang sangat sering di dengar dan tak asing di telinga, memiliki tiga pilar yang berbasis sosial, ekonomi dan lingkungan. Belum adanya indikator ataupun parameter pengukuran sustainable city menyebabkan tidak bisa teridentifikasinya bagaimana bentuk ataupun kota yang sustainable. Di Indonesia sendiri dapat dilihat dari beberapa kota yang mulai menjadi bentuk percontohan kota-kota lainnya seperti Bandung ataupun Surabaya yang terus berinovasi, di samping memang memiliki pemerintahan y ang baik, bagi pemerintahan yang bekerja dan memahami, new urban agenda baginya bukan sekadar slogan kosong, melainkan sudah diaktualisasikan dalam kiprahnya sehari-hari.

Sebagai bentuk mendukung adanya new urban agenda, telah diciptakannya panduan SDGs untuk pemerintah daerah (kota dan kabupaten) dan pemangku kepentingan daerah dalam mewujudkan pergerakan pemerintah secara masif.

Dalam memperingati Hari Habitat Dunia, Sekjen PBB Ban Ki-Moon berpesan “Perencanaan kota hanya terwujud bila ada tata pemerintah yang baik…” jika membahas terkait pemerintah yang baik, entah itu good governance, clean governant, ataupun open governance, hal yang seharusnya pemerintah lakukan adalah melibatkan masyarakat dimana mereka memiliki andil dan berperan serta sebagai subjek pembangunan. New urban agenda bukan hanya sekedar komitmen aksi propaganda melainkan harapan tertulis masyarakat dunia yang mulai menyadari akan keberlanjutan ruang sebagai tempat hidup mereka. Setidaknya new urban agenda kiranya layak dijadikan salah satu landasan pemikiran guna penyelamatan kota-kota kita pada masa depan serta sebagai pintu utama dan awal untuk mewujudkan kota yang kita harapkan.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Nadya Chrisyanti Putri (15506060

Indonesia

merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah 5,8 juta km2. Selain itu, Indonesia memiliki kawasan laut lebih luas daripada daratannya, yaitu perairan laut Indonesia 7,9 juta km2 (termasuk ZEE), wilayah perairan kepulauan Indonesia 3,1 juta km2 dan wilayah laut 0,3 juta km2. Kawasan laut utama yang terdapat di Indonesia di antaranya adalah Laut Jawa, Laut Banda, Laut Aru, Laut Flores dan lainlain.

Dengan luasnya lautan Indonesia dan kepemilikan Indonesia terhadap laut-laut utama, hal ini mengakibatkan Indonesia sering kali mendapat julukan sebagai negara maritim. Kemaritiman Indonesia tentu saja menghasilkan dampak yang positif, namun tak dapat dipungkiri akan mendatangkan berbagai p e r m a s a l a h a n kemaritiman pula. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan -permasalahan kemaritiman tersebut, Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan One Map Policy.

Relasi antara kawasan kepulauan dengan kawasan laut Indonesia tidak dapat dipisahkan, keduanya saling berkaitan. Hal ini dikarenakan keduanya menimbulkan aspeka sp e k ke m ar it i m a n sebagaimana Negara maritim harusnya miliki, seperti aspek perkapalan, pelayaran, pe r dagangan, p e r o m p a k a n , pengetahuan bahari, tradisi bahari dan perikanan.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

00111032)

Pertama, Resillient Cities, sebuah bentuk penataan ruang yang berbasis ketahanan dengan kecenderungan ketahanan terhadap bencana, mengingat Indonesia merupakan negara tempat bertemunya tiga lempeng tektonik dengan patahan aktif yang bergerak dalam jangka waktu tertentu, berbagai kerawanan maupun risiko bencana di tanggung oleh daerahdaerah tertentu di Indonesia. Melihat kejadian baru-baru ini seperti longsor yang terjadi di Ponorogo maupun Nganjuk Jawa Timur, bencana tersebut bukanlah bencana yang datang secara tiba-tiba tetapi bisa diprediksi sebelumnya. Kesiapsiagaan masyarakat, bentuk mitigasi bencana oleh pemerintah adalah hal yang memang harus disiapkan dan dila ks ana kan . B ah kan s e kar ang pertanyaannya apakah pembahasan terkait kerawanan bencana ada dalam dokumen perencanaan tata ruang? “Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Jokowi memaparkan lima pilar utama yang akan menjadikan Indonesia mewujudkan cita-citanya sebagai poros maritim dunia�

Dewasa ini, Indonesia tak dapat menempatkan diri sebagaimana Negara maritim seharusnya. Laut sebenarnya bukanlah penghalang maupun pemisah antar kepulauan yang menyebabkan terjadinya kesulitan pemenuhan kebutuhan, permasalahan aksesibilitas terhadap berbagai bidang kehidupan (pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana lainnya) maupun ketertinggalan/terpencil. Laut juga bukan pula pencipta persengketaan, menjadi bahan rebutan antar Negara akibat ketidaksadaran akan zonasi laut yang sesungguhnya.

Seiring berkembangnya zaman, harusnya kita sadar bahwa laut memiliki sudut pandangnya sendiri. Laut dapat menjadi pemersatu antar pulau, potensi bagi pulau tertinggal/terpencil, pemberi wawasan dan pengetahuan, memenuhi kesulitan kebutuhan dan lain sebagainya dengan memanfaatkan aspek-aspek kemaritiman yang ada.

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Jokowi memaparkan lima pilar utama yang akan menjadikan Indonesia mewujudkan citacitanya sebagai poros maritim dunia.

Kelima pilar itu yakni pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Pilar kedua adalah komitmen

menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Pilar ketiga adalah komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan adalah pilar keempat agenda pembangunan itu. Pilar terakhir adalah sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudra, Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim (http:// www.presidenri.go.id/maritim/indonesiasebagai-poros-maritim-dunia.html).

Selain itu, untuk mengatasi permasalahanpermasalahan kemaritiman tersebut, Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan One Map Policy Pada Skala 1:50.000. One Map Policy mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal. Manfaat pengimplementasian dari One Map Policy (http://setkab.go.id/ menuju-satu-peta-one-map-penetapanperaturan-presiden-nomor-9-tahun-2016tentang-percepatan-pelaksanaankebijakan-satu-peta/) diantaranya adalah: a. M e m p e r m u d a h penyusunan perencanaan pemanfaatan ruang skala luas dengan dokumen Rencana Tata Ruang akan terintegrasi. b. Mempermudah dan mempercepat penyelesaian konflik pemanfaatan lahan, termasuk tanah ulayat c. Mempercepat pelaksanaan programprogram pembangunan baik pengembangan kawasan maupun infrastruktur d. Mempermudah dan mempercepat penyelesaian batas daerah seluruh Indonesia. e. Mempermudah dan mempercepat proses percepatan penerbitan perizinan yang terkait dengan pemanfaatan lahan. f. Mempermudah pelaksanaan simulasi yang memerlukan peta, misalnya mitigasi bencana, menjaga kelestarian lingkungan, serta keperluan pertahanan. g. Meningkatkan kehandalan informasi terkait lokasi dari berbagai aktivitas ekonomi, hal ini akan memberikan kepastian usaha yang sangat dibutuhkan pada saat ini.

Dengan adanya One Map Policy, kita dapat memandang laut dari sudut pandang kemaritiman. Indonesia dapat menggerakkan berbagai bidang kehidupan melalui potensi yang dimiliki oleh laut. Selain itu, Indonesia juga dapat menjaga kelestarian dari ekosistem laut yang ada dan tidak merusak habitatnya.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Nyoman Widhi Surya W. Muhammad Iqbal Ashari Maria Nicolaus Y. K. Y.

(145060601111033) (145060600111001) (155060600111017)

Kota

Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang juga menjadi Ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kota ini juga dikenal sebagai kota pahlawan karena terdapat nilai historis perjuangan negara Indonesia dalam merebut kemerdekaan.

Secara administrasi Kota Surabaya memiliki luas wilayah yaitu 326,81 km2 dan jumlah penduduk 2.853.661 jiwa menurut data BPS pada bulan Desember 2014, sehingga Kota ini juga digolongkan ke dalam kota metropolitan.

Surabaya juga terkenal dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi karena adanya kegiatan perdagangan barang dan adanya pusat industri. Hal ini dikarenakan di kota Surabaya sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) memilik pusat perdagangan nasional Indonesia yang berlokasi di Tanjung Perak sehingga pendapatan kota ini juga tergolong tinggi dan juga terdapat pusat industri SIER yang terletak Kecamatan Rungkut.

Namun selain perkembangan ekonomi yang pesat dari bidang perdagangan dan juga industri, Kota Surabaya juga terkenal dengan tingkat kemacetan yang cukup tinggi.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Surabaya memiliki kondisi transportasi yang tergolong cukup buruk, faktanya adalah kota pahlawan ini berada pada urutan ke-7 sebagai kota dengan kemacetan terparah di Dunia setelah kota Cebu di Chile, Bogor, Denpasar, dan Bandung menurut data dari Waze.

Menurut data Dinas Perhubungan Kota Surabaya, setiap bulan pertambahan kendaraan di Surabaya selalu di atas 17.000 unit. Rata-rata, setiap bulan sepeda motor di Surabaya bertambah 13.441. Sementara itu, kendaraan roda empat atau lebih setiap bulan rata-rata bertambah 4.042. Jika ditotal, setiap bulan rata-rata kendaraan di Surabaya bertambah 17.483.

Jumlah kendaraan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dari penduduk Surabaya. Sebab, saat ini penduduk Surabaya hanya 2.853.661 jiwa. Artinya, hampir di semua rumah penduduk Surabaya, terdapat minimal dua kendaraan (http://www.cowasjp.com/ read/1496/20160719/163047/tidakada-jalan-macet-lagi-di-surabaya/). Bisa jadi, di setiap rumah, terdapat dua motor atau satu motor dan satu mobil. Dengan rata-rata pertambahan sebanyak itu, terbuka kemungkinan dalam lima tahun ke depan, jumlah kendaraan di Surabaya dua kali lipat lebih banyak daripada penduduk Surabaya. Maka diperlukan solusi yang dapat memecahkan permasalahan di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur tersebut.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah kemacetan di ibu kota Provinsi Jawa Timur ini, salah satunya adalah semakin bertambahnya volume kendaraan yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan yang tersedia.

Namun masih terdapat beberapa faktor lain yang juga memperumit masalah kemacetan di Surabaya, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk penggunaan moda transportasi umum dan lebih memilih menggunakan transportasi pribadi. Salah satu contoh nyatanya adalah banyak warga S ur abay a y ang bepe rgian seor ang diri namun mas ih menggunakan kendaraan roda 4, sebenarnya hal tersebutlah yang membuat permasalahan macet semakin buruk. Namun kita tidak bisa menyalahkan masyarakat s e pe n u h n y a , k a r e n a m o d a transportasi umum yang disediakan o le h pe me rint ah khus u s ny a pemerintah kota Surabaya banyak yang tidak layak dan belum sesuai standar. Sehingga masyarakat masih enggan untuk menggunakan alat transportasi umum, dan masih menggunakan kendaraan pribadi mereka Karena alasan kenyamanan serta keamanan.

Selain faktor kendaraan, kemacetan juga ditimbulkan oleh adanya hambatan samping di beberapa ruas jalan di Kota Surabaya. Salah satu hambatan samping yang menyebabkan kemacetan adalah adanya PKL atau pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan hingga mengganggu pergerakan kendaraan lainnya. Namun permasalahan kemacetan juga kurang direspon oleh pemerintah khususnya polantas atau polisi lalu lintas, yang dimana seharusnya mengatur lalu lintas agar tetap lancar. Tapi pada kenyataannya polantas kurang peduli dalam pengaturan lalu lintas pada titik – titik kemacetan di kota Surabaya.

Permasalahan kemacetan di Kota Surabaya memang perlu segera dibenahi.

Masalah kemacetan tentunya akan berpengaruh pada sektor lainnya, tentunya waktu perjalanan akan banyak terbuang sia- sia dan akhirnya kegiatan lainnya tidak bisa terlaksana karena terjadi macet. Dampak lainnya adalah kerugian ekonomi karena boros dalam penggunaan bahan bakar minyak, kemudian banyak kegiatan produktif yang terhambat karena terkendala macet.

Salah satu kegiatan yang terhambat jika terjadi macet adalah terganggunya kelancaran kendaraan darurat seperti pemadam kebakaran dan ambulans dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk melayani masyarakat kota.

Dampak selanjutnya adalah timbulnya rasa Lelah karena berkendara dalam kurun waktu yang lama, sehingga menimbulkan rasa letih dan mungkin akan timbul perasaan emosi dan mudah tersinggung akibat rasa lelah tersebut.

Sedangkan dampak yang ditimbulkan yang berpengaruh pada penurunan kualitas lingkungan yaitu, penurunan kualitas udara akibat peningkatan gas buang kendaraan atau gas emisi sehingga meningkatkan polusi udara yang juga berpengaruh pada dampak global yaitu Global Warming atau pemanasan global.

Terdapat 3 cara untuk menyelesaikan kemacetan yaitu; peningkatan kapasitas, keberpihakan kepada angkutan umum, dan pembatasan kendaraan pribadi, dijelaskan hal berikut: 1. P e ningkat an kapasit as siste m prasarana jalan: memperlebar jalan, mengubah sistem sirkulasi jalan, pembatasan arus lalu lintas.

2. Keberpihakan kepada angkutan umum: pengembangan jaringan pelayanan angkutan umum, pengembangan jalur khusus bus, pengembangan sistem kereta api dalam kota.

3. Pembatasan angkutan pribadi: Electronic Road Pricing (ERP), peningkatan biaya pemilikan kendaraan pribadi, pembatasan lalu lintas bagi kendaraan tertentu di ruas jalan tertentu.

Menurut oleh Ni Wayan Nining Ismiranti dkk (2016) untuk mengatasi kemacetan maka diusulkan untuk memperbaiki sistem angkutan umum, menggunakan teknologi untuk mengawasi dan menegakkan aturan, membuat aturan 3 in 1, membuat aturan road pricing, mengoptimalkan manajemen jalan, membuat aturan zonasi jalan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari keenam alternatif tersebut, alternatif terbaik yang bisa digunakan untuk menangani kemacetan lalu lintas di Kota Denpasar adalah alternatif memperbaiki sistem angkutan umum.

Terdapat beberapa solusi dari permasalahan kemacetan di Kota Surabaya yang dapat diterapkan adalah yang pertama kerja sama antara masyarakat pengguna jalan dan juga pihak pemerintah selaku pihak yang melakukan pembangunan dan penyedia moda transportasi. Solusi yang bisa dilaksanakan oleh pihak pemerintah adalah yang pertama yaitu mempertegas atau membuat aturan terkait tata lalu lintas, contohnya adalah pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dengan peningkatan tarif pajak kendaraan maupun pajak retribusi parkir sehingga masyarakat akan beralih ke penggunaan alat transportasi umum. Namun pemerintah juga harus menyediakan alat transportasi umum yang sesuai standar (aman, nyaman, dan ekonomis untuk dijangkau semua kalangan masyarakat), serta pembuatan sistem transportasi multimoda, sehingga me mudahkan masy arakat dalam menentukan moda apa yang akan digunakan ke tempat yang akan dituju.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Reklina Dinka Hermawati

(145060601111007)

Perkembangan

perkotaan di berbagai negara terjadi begitu pesat dan hampir tidak terprediksi lagi. Di saat kota-kota tua di Eropa berhenti berkembang dan cenderung stagnant, ribuan kota lain di negara berkembang seperti Indonesia, sedang ‘heboh’ berkembang dan sulit untuk dikendalikan arah perkembangannya. Disamping terjadinya perkembangan tersebut, pasti timbul dampak positif maupun negatif yang tentu tidak dapat dihindari. Seperti halnya siang yang selalu berdampingan dengan malam, begitu pula dengan kota, dimana ada pertumbuhan disitu pasti ada kebalikannya, yaitu kemiskinan.

Lalu bagaimana dengan urbanisasi?

Apakah urbanisasi termasuk dampak positif? Ataukah justru menjadi dampak negatif yang tidak terelakkan dan harus dicegah dari sebuah perkotaan?

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

P e r ke mbangan se buah kawasan perkotaan memicu adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang lazim disebut urbanisasi. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di berbagai negara di dunia. Saat ini ada sekitar 55% penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan. Bahkan diperkirakan 70% populasi dunia akan hidup di perkotaan pada tahun 2050. Dilihat dari angka tersebut, arus urbanisasi terjadi begitu cepat dalam jumlah yang besar.

Apabila tidak diantisipasi dengan bijak dari awal, akan menyebabkan sejumlah persoalan. Hal ini menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan, mengenai apa saja masalah dan keuntungan yang timbul dari fenomena urbanisasi ini. Selain itu juga perlu diketahui apa yang harus dilakukan kota di masa yang akan datang, terutama pada degradasi kualitas hidup penduduk, seperti dari aspek permukiman, ketersediaan air bersih, pasokan energi, dan tentunya lingkungan.

Di Indonesia sendiri, urbanisasi menjadi salah satu masalah sosial yang semakin serius bagi beberapa wilayah kota besar.

Persebaran penduduk yang tidak merata di desa dan kota menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin besar.

Selain Jakarta, yang menjadi tujuan utama penduduk dalam urbanisasi adalah kotakota lain seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Medan, dan Malang.

Dalam ilmu kependudukan, urbanisasi tidak bisa hanya dimaknai sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota semata. Namun perpindahan penduduk desa ke kota hanya menjadi penyebab terjadinya urbanisasi. Masih banyak penyebab lain yang menjadi faktor terjadinya urbanisasi, seperti perubahan status suatu wilayah dari perdesaan menjadi perkotaan, serta gaya hidup dan ketersediaan lapangan pekerjaan.

Penetapan kebijakan dan peraturan di daerah juga bisa menjadi faktor terjadinya urbanisasi.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

media massa, desakan kebutuhan ekonomi, bahkan ke inginan pribadi. Faktanya, sebagaimana dicatat oleh Badan Pusat Statistik, konsentrasi penduduk kota di Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat. Tahun 1971 hingga tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup drastis penduduk yang tinggal di perdesaan dan perkotaan sehingga telah menimbulkan k e t i m p a n g a n persebaran penduduk yang berujung pada kesenjangan sosial dan lingkungan.

Perserikatan Bangsabangsa (PBB) meyakini bahwa urbanisasi telah s e c ar a s ig n i f i k a n m e n d o r o n g pertumbuhan ekomomi, menghasilkan pembangunan, dan m e n c i p t a k a n kesejahteraan di beberapa tempat.

Me ski pu n ba ny ak dampak yang timbul akibat urbanisasi.

Fasilitas di desa yang kurang memadai, penghasilan rendah, serta tanah di desa yang menjadi semakin tidak subur menyebabkan penduduk desa mencari peruntungan dan penghidupan baru di kota. Akibatnya, konsentrasi penduduk di kota pun membesar sehingga menimbulkan permasalahan.

Faktor momentum juga menjadi faktor penting urbanisasi di Indonesia, contohnya hari raya, bencana alam, atau momentum lain yang menyebabkan masyarakat berpikir bahwa membutuhkan kehidupan baru di perkotaan (Saefulloh, Asep Achmad: Urbanisasi, Kesempatan Kerja dan Kebijakan Ekonomi Terpadu, 2013).

Momentum yang paling memicu urbanisasi di Indonesia adalah hari raya. Terjadinya urbanisasi besar-besaran pasca hari raya sering kali dipengaruhi oleh ajakan sanak saudara, kesalahan menerima informasi di

Sehingga Habitat sebagai konferensi 20 tahunan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai permukiman telah menyusun dokumen yang disebut Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda). Dokumen tersebut digunakan sebagai acuan pembangunan perkotaan selama 20 tahun mendatang. Pada 25-27 Juli 2016 lalu, telah dilakukan negosiasi mengenai dokumen tersebut dalam acara Preparatory Committee Meeting for Habitat III di Surabaya. Dalam acara tersebut, ada sebanyak 4200 peserta yang berasal dari 142 negara yang berbeda.

Partisipasi dari para peserta menjadi masukan penting untuk mencapai New Urban Agenda.

New Urban Agenda merupakan dokumen yang menggambarkan perkotaan masa depan yang ideal. Beberapa poin penting dalam negosiasi New Urban Agenda antara lain right of the cities, LGBT, incusive cities, multilevel partnership dan kerjasama antar stakeholder, leadership, serta publicpublic partnership (PuP). Disamping poinpoin yang dibahas tersebut, Indonesia sebagai negara kepulauan juga memperjuangkan gagasan seperti islandbased planning. Dimana perhatian terhadap kota-kota pesisir dimasa yang akan datang menjadi fokus utama.

Dari berbagai tantangan yang ada dan mengacu pada New Urban Agenda, pengembangan pulau-pulau di luar Jawa melalui pusat-pusat pengembangan wilayah terpilih, menjadi salah satu solusi untuk menekan arus urbanisasi yang terjadi. Implementasi kebijakan ini adalah dengan melakukan pembangunan di desa, dengan tujuan agar penduduk di desa tidak pindah ke kota dan tetap betah untuk berada di desa. Kebijakan tersebut dilakukan melalui Program Dana Desa yang dilakukan di bawah kendali Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Meskipun seringkali dianggap sebagai dampak negatif dari sebuah perkembangan perkotaan, hendaknya kita sedikit merubah cara pandang terhadap urbanisasi. Karena pergerakan arus urbanisasi tidak akan bisa dibendung. Jika urbanisasi dianggap menimbulkan masalah, sekarang kita harus lebih terbuka dan menjadikannya sebagai peluang baru dalam mobilisasi yang memberikan dampak positif bagi kemajuan Indonesia.

Dengan cara pandang baru, urbanisasi dijadikan sebagai kendaraan bagi mobilisasi sosial dan ekonomi. namun hal tersebut memerlukan dukungan dari para pemangku kepentingan, seperti halnya untuk menegakkan regulasi tentang rencana tata ruang, serta proses perencanaan urbanisasi yang lebih baik.

“Faktor terjadinya urbanisasi, seperti perubahan status suatu wilayah dari perdesaan menjadi perkotaan, serta gaya hidup dan ketersediaan lapangan pekerjaan�

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh

Rhisma Lisha Novianti (145060600111003)

Apabila

diamati, kemiskinan yang terjadi di Indonesia saat ini sudah menjadi hal yang umum menjadi hal yang umum terjadai. Walaupun pemerintah telah memberikan program-program yang menurutnya dapat membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin, namun bagi rakyat miskin dirasa kurang membantu. Bahkan biasanya bantuan itu tidak sampai kepada tangan yang benarbenar membutuhkan dan sering kali hal ini didominasi oleh kepentingan politik atau kepentingan kelompok saja. Akhirnya rakyat miskin sendiri yang berpikir dan berusaha mencari akal agar mereka dapat bertahan hidup dan memenuhi segala macam bentuk kebutuhannya.

Banyak masyarakat miskin yang merantau ke kota-kota besar seperti Kota Malang.

Karena mereka berpikir dengan bekerja di kota minimal mereka dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tetapi pada kenyataannya mereka hanya mampu memadati kota saja dan faktor kemiskinan tersebut tetap ada. Salah satu bentuk kemiskinan yang tercermin adalah ketidakmampuan masyarakat untuk menyewa rumah yang lebih layak huni.

Jangankan rumah, untuk makan saja mereka merasa sangat sulit. Akhirnya banyak di antara mereka yang tinggal di permukiman kumuh karena keterbatasan ekonomi. Maka dari itu banyak terdapat permukiman kumuh di kota-kota besar, salah satunya adalah Kota Malang.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Permukiman Kumuh Perkotaan, Permukiman kumuh didefinisikan sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Hingga pada tahun 2017, Kota Malang masih menghadapi persoalan terkait permukiman kumuh. Berdasarkan data Pemerintah Kota Malang total permukiman kumuh mencapai 608,6 hektare yang tersebar di 29 titik. Permukiman kumuh paling banyak tercatat di Kelurahan Bareng yakni seluas 80,56 hektare. Posisi kedua sebagai permukiman paling kumuh adalah Kelurahan Ciptomulyo dengan luas 62,6 he kt are ht t p:/ / nasional.republika.co.id/berita/nasional/ dae rah/17/ 02/10/o l4fs9284 - kot a malang-masih-hadapi-permukiman-kumuh).

Beberapa penyebab timbulnya permukiman kumuh menurut Herry Budiyanto (2014) di antaranya yaitu kurangnya ketersediaan rumah layak yang terjangkau terjangkau, kemiskinan, ketiadaan sarana dan prasarana (karena memang tidak disediakan oleh pemerintah dan pemerintah belum mampu menyediakan), ketiadaan legalitas status penggunaan lahan atau ketidakpastian penggusuran serta masyarakat mengabaikan atau tidak peduli pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan.

Permukiman kumuh harus segera diatasi, jika tidak hal ini dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permukiman kumuh adalah yang pert ama de ngan membangun rumah susun, masyarakat yang masih tinggal di permukiman kumuh dapat tinggal di rumah susun.

Walaupun biaya yang dikeluarkan tidak terlalu murah namun fasilitas dan kelayakan dapat di pertimbangkan.

Rumah susun yang dibangun sebaiknya dilengkapi dengan kemudahan aksesibilitas sarana dan prasarana permukiman agar masyarakat yang tinggal merasa nyaman. Selain itu, rumah susun merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan pemerintah untuk mengurangi penggunaan lahan sebagai permukiman, karena rumah susun merupakan vertical building yang banyak digunakan oleh kota-kota besar sebagai program pembangunan kotanya. Disini adanya intervensi pemerintah sangat diharapkan agar harga sewa rumah susun tidak terlalu memberatkan masyarakat kategori menengah ke bawah. Sehingga masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh tidak memiliki alasan harga rumah susun yang terlalu mahal untuk tidak bersedia pindah.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

“Bahkan biasanya bantuan itu tidak sampai kepada tangan yang benar-benar membutuhkan dan sering kali hal ini didominasi oleh kepentingan politik atau kepentingan kelompok saja�

Upaya kedua yang dapat dilakukan selain dengan adanya pembangunan rumah susun adalah dengan memberikan penyuluhan tentang dampak tinggal di permukiman kumuh. Kondisi permukiman kumuh yang jauh dari kata layak dapat menyebabkan berbagai dampak negatif yang mengancam baik pada penghuni rumah maupun lingkungan sekitar. Salah satunya adalah dampak wabah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan rumah yang kurang bersih sehingga menjadi sarang bakteri dan virus dan dapat menyerang tubuh manusia. Kebanyakan permukiman kumuh terdapat di pinggiran seperti pinggir/kolong jembatan, pinggiran rel kereta api dan pinggiran sungai (tepat di sempadan sungai), sehingga tidak terlepas tentang penyakit.

Selain itu, masalah lingkungan kebanyakan disebabkan oleh kondisi sanitasi masyarakat yang kurang baik contohnya masyarakat membuang kotoran ke sungai dan membuang sampah ke sungai, hal ini dapat mengganggu ekosistem sungai sehingga banyak tumbuhan sungai mati, ikan-ikan di sungai mati dan kondisi air sungai yang tidak lagi bersih. Maka dari itu pemerintah harus dapat memberikan penyuluhan tentang dampak yang ditimbulkan dari permukiman kumuh agar masyarakat bisa sadar dan peka terhadap bahayanya tinggal di permukiman kumuh.

Apabila upaya pertama dan kedua gagal, maka pemerintah dapat melakukan program perbaikan kampung. Pemerintah dapat memperbaiki struktur dan fasilitas di desa, sehingga masyarakat dapat tertarik untuk kembali ke kampung halamannya. Salah satu caranya adalah dengan membangun fasilitas di desa yang sama seperti yang ada di kota atau dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat membantu masyarakat untuk memperoleh penghasilan dan mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Muchammad Rosulinanda

(145060607111014)

Malang Ijo Royo-Royo, semboyan lama kota malang yang dicanangkan kembali masa kepemerintahan walikota Abah Anton (Walikota Malang, red). Program tersebut adalah tanggapan pemerintah akan fenomena alam yang dirasakan oleh penduduk setempat Kota Malang. “banjeer rek jalan suhat....�, “sumer e malang saiki beh...� adalah secuil reaksi masyarakat menanggapi kondisi lingkungan Kota Malang yang berubah total pada saat ini.

Kata orang dulu Kota Malang jam 11 siang masih kerasa dinginnya, sekarang kita mandi pagi pun dinginnya sudah tidak terasa lagi. Pemanasan global sangat diyakini sebagai penyebab akan meningkatnya suhu di Kota Malang saat ini. Pemanasan global salah satunya dihasilkan oleh gas emisi kendaraan bermotor. Data Satlantas Polres Kota Malang seperti dikutip oleh harian Koran Surya Malang pertumbuhan kendaraan bermotor kota malang mencapai 175.000 unit roda dua dan 2.500 unit roda empat.

Dalam satu bulan pertumbuhan motor mencapai 3.000 unit motor baru dan mobil mencapai 500 unit baru. Saking banyaknya kendaraan bermotor, pendaftaran nomor kendaraan bermotor Kota Malang harus menggunakan tiga dijit huruf dibagian belakang untuk mengatasi membeludaknya pertumbuhan kendaraan bermotor. Dapat dibayangkan betapa besar gas emisi yang dihasilkan oleh Kota Malang sendiri? Hal ini dapat diukur dengan merasakan suhu malang pada hari -hari nya.

Selain disebabkan oleh kendaraan bermotor, dari segi pembangunan juga berkontribusi dalam perubahan iklim Kota Malang. Kota Malang adalah kota pendidikan dengan terdapat 62 perguruan tinggi baik negeri dan swasta yang tercatat dalam database Kemenristek Dikti, dengan jumlah mahasiswa di Kota Malang dapat mencapai ratusan ribu mahasiswa. Dapat dirasakan seberapa besar rantai ekonomi yang muncul akibat dari sektor pendidikan Kota Malang yang cukup signifikan dalam pertumbuhan kota. Rumah kos, warung makan, mall, perumahan formal, apartemen adalah beberapa sektorsektor pendukung yang muncul setelah adanya sektor utama yakni pendidikan.

Namun kenyataanya dalam ranah penataan ruang, kebanyakan pembangunan di Kota Malang hanya memandang pada keuntungan ekonomi semata tidak melihat kelestarian lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan. Banyak pembangunan yang menimbulkan kontroversi.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Lahan-lahan resapan, ruang terbuka, kawasan penyangga yang seharusnya sebagai tempat resapan air limpasan air hujan telah berubah menjadi tanaman beton. Maka tak heran bahwa Kota Malang kini telah berubah. Komitmen awal Kota Malang yakni Malang Ijo Royo-Royo mulai di pertanyakan, masihkan Malang Ijo Royo-Royo apa sudah “Malang ijone wes loyo-loyo�.

Masih membahas makna Malang Ijo RoyoRoyo, dalam konteks kali ini Kota Malang adalah sebuah kota yang harus menyediakan lahan terbuka hijau minimal kota untuk dapat dikatakan sebagai Malang Ijo Royo-Royo. Menurut UU Nomor 26 tahun 2007 menyaratkan RTH Kota minimal adalah 30% dari luas administrasi kota, dimana 20% adalah RTH Publik dan 10% RTH privat. Jika melihat pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang tahun 2010-2030 pada rencana pola ruang bahwa RTH Kota Malang kurang dari 17%. Sudahkah Malang Ijo Royo-Royo? atau ijone wes loyo. Uang membutakan komitmen kota yang sebelumnya sudah disemarakkan.

Pemenuhan kebutuhan minimal RTH kota saja masih belum dapat dipenuhi oleh pemerintah setempat. Memang program taman-taman sekarang banyak dilakukan oleh pemerintah Kota Malang, seperti perbaikan Taman Merjosari di Kelurahan Merjosari, Taman Selamet, Taman KunangKunang dan lainnya. Namun itu adalah program perbaikan yang artinya sudah ada taman disitu namun pemerintah hanya memperbaiki agar fungsinya semakin baik, tapi tidak ada penambahan RTH yang selama ini dilakukan. Terakhir isu yang beredar adalah hutan malabar yang merupakan huta kota sebagai paru-paru kota akan diprivatisasi dan dirubah menjadi taman. Pro dan kontra juga semakin banyak menyikapi langkah pemerintah dalam menjalankan perannya mengelola kota. Hutan kota yang seharusnya lebih berfungsi ekologis akan dirubah menjadi taman yang fungsional untuk masyarakat dapat gunakan.

Bukan keputusan yang salah namun pembangunan pastinya akan dilakukan di taman tersebut seperti jalur pejalan kaki, lampu-lammpu, jaringan listrik kursi yang pastinya akan mengganggu fungsi ekologis dari hutan kota sendiri. Maka dari itu komitmen dalam mewujudkan Malang Ijo Royo-royo harus dievaluasi kembali agar tidak tergeser dengan kepentingan eknomi maupun pihak-pihak tertentu. “Kata orang dulu Kota Malang jam 11 siang masih kerasa dinginnya, sekarang kita mandi pagi pun dinginnya sudah tidak terasa lagi.

Pemanasan global sangat diyakini sebagai penyebab akan meningkatnya suhu di Kota Malang saat ini.

Pemanasan global salah satunya dihasilkan oleh gas emisi kendaraan bermotor�

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh

Safiyah Fakhrona

(145060600111002)

Kota terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan, hal ini membuat masyarakat desa tertarik untuk tinggal di kota sehingga menyebabkan arus urbanisasi yang cukup pesat.

Ketidaksiapan kota menghadapi pesatnya arus urbanisasi memunculkan kawasankawasan di perkotaan yang identik dengan kata tidak memanusiakan manusia, tidak berkeadilan, kumuh, ilegal, dan kata negatif lainnya. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran berbagai pihak, bahkan bukan hanya di Indonesia namun juga di hampir seluruh negara di dunia sehingga memunculkan “New Urban Agenda” yang lahir secara khusus dari poin kesebelas SDGs yaitu “Make Cities and Human Settlement Inclusive, Safe, Resilient, and Sustainable”.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Di Indonesia, ketidaksiapan kota dalam menghadapi urbanisasi dapat dilihat dari fenomena kampung kota. Kampung kota muncul di antaranya karena masyarakat desa datang ke kota tanpa persiapan sehingga menempati lahan-lahan yang tidak semestinya ataupun karena perkembangan kota yang semakin meluas ke pinggiran sehingga kampung yang awalnya berada di sekitar pusat kota menjadi menyebar ke wilayah pinggiran kota. Memang masih belum ada definisi kampung kota yang disepakati, tetapi kampung ini selalu diidentikkan dengan kekumuhan, ketidakteraturan, keilegalan, dsb. Namun, jika dikelola dengan baik ternyata kampung kota dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mewujudkan kota yang lebih nyaman dan berkelanjutan sehingga mendukung terwujudnya cita-cita New Urban Agenda dan poin kesebelas SDGs khususnya untuk indikator pertama yakni “by 2030, ensure access for all to adequate, safe, affordable housing and basic services and upgrade slums”. Dengan melakukan pengelolaan pada kampungkampung kota, lingkungan tempat tinggal yang semula tidak layak dapat berubah menjadi lingkungan yang nyaman untuk ditinggali.

Pengelolaan kampung kota sebenarnya sudah banyak dilakukan dan menunjukkan keberhasilan di kota-kota di Indonesia.

Kampung kota yang awalnya identik de ngan ke ku m uha n, k e padat an, ketidaknyamanan, dan hal-hal negatif lainnya setelah dilakukan pengelolaan berubah menjadi tempat tinggal yang bukan hanya nyaman, aman, dan berkelanjutan secara fisik, namun juga dapat meningkatkan produktivitas dan berkelanjutan secara fisik, namun juga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Contoh dari keberhasilan pengelolaan kampung kota tersebut dapat kita lihat pada Kampung Genteng di Surabaya dan Kampung Glintung di Kota Malang.

Kampung Genteng merupakan salah satu kampung yang berada di Kota Surabaya.

Keberhasilan Kampung Genteng dalam menata lingkungannya dibuktikan dengan eksistensi Kampung Genteng sebagai salah satu tempat wisata kampung ecotourism yang terkenal di Surabaya.

Setelah dilakukan pengelolaan, Kampung Genteng bukan hanya menjadi lingkungan tempat tinggal yang nyaman di huni, namun juga menjadi tempat tinggal yang dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan warganya. Meskipun kepadatan bangunan di Kampung Genteng termasuk ke dalam klasifikasi cukup padat, namun berjalan-jalan dan tinggal di Kampung Genteng tetap terasa nyaman.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Hal ini dikarenakan lingkungan Kampung Genteng yang rindang dan bersih.

Mas y ar ak at be rsa m a - s ama i k ut berpartisipasi menghijaukan kampung dengan menanami lingkungan dengan berbagai pohon dan tanaman.

Masyarakat di kampung ini juga sudah melakukan pemilahan sampah sebelum membuangnya sehingga kualitas lingkungan meningkat. Selain peningkatan yang bersifat fisik, terjadi juga peningkatan secara non fisik yakni berupa peningkatan produktivitas masyarakat.

Masyarakat Kampung Genteng secara rutin melakukan daur ulang sampah menjadi kerajinan yang bernilai ekonomi dan juga menghasilkan berbagai olahan herbal dari tanaman-tanaman yang mereka tanam sendiri.

Contoh lain keberhasilan pengelolaan kampung kota dapat kita lihat pada Kampung Glintung Go Green atau biasa dikenal dengan Kampung 3G di Kota Malang. Kampung Glintung dulunya merupakan salah satu kampung di Kota Malang yang dapat dikatakan kumuh dan langganan banjir. Namun setelah melakukan penataan, kampung ini menjadi kampung yang nyaman, bersih, asri dan sudah tidak lagi dilanda banjir. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk menata kampung menjadi lebih baik dan bebas banjir ialah dengan melakukan penghijauan serta pembuatan sumur resapan dan lubang biopori.

Oleh karena hal tersebut sekarang Kampung Glintung terkenal menjadi tempat wisata edukasi dan percontohan bagi kampung-kampung lainnya karena keberhasilan mengubah kampung yang awalnya kumuh menjadi lebih layak huni.

Kampung Glintung dipenuhi dengan berbagai tanaman berupa tanaman dalam pot, vertical garden, dan pergola sehingga lingkungan menjadi nyaman dan asri.

Selain itu terdapat juga sumur resapan dan lubang biopori yang bukan hanya dimaksudkan untuk mengurangi banjir namun juga berfungsi untuk menambah cadangan air. Selain itu, sama halnya dengan Kampung Genting, pengelolaan di Kampung Glintung bukan hanya berdampak pada hal-hal yang bersifat fisik, namun juga memberikan dampak lain contohnya ialah dampak ekonomi. Warga Kampung Glintung me ndapatkan penghasilan tambahan dari kerajinan daur ulang sampah dan hasil dari tanaman yang mereka tanam.

Melihat keberhasilan Kampung Genteng dan Kampung Glintung nampaknya pengelolaan kampung kota dapat dijadikan alternatif untuk mewujudkan lingkungan kota yang lebih nyaman dan layak huni. Setidaknya terdapat dua faktor utama yang dapat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan kampung kota, yakni komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat.

Komitmen pemerintah dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan kampung kota. Komitmen yang dimaksud dapat berupa menciptakan programprogram yang mendukung peningkatan kualitas kampung kota dan dukungan baik berupa materi (uang, alat, dsb) maupun non materi (pelatihan, penyuluhan, dsb).

Sedangkan partisipasi masyarakat dibutuhkan karena perubahan lingkungan tempat tinggal hanya dapat terjadi jika masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut ingin dan ikut berpartisipasi dengan melakukan aksi-aksi nyata.

Masyarakat harus ditanamkan rasa memiliki dan rasa ingin merubah lingkungan tempat tinggalnya menjadi lingkungan yang lebih nyaman sehingga secara otomatis ikut bergerak dalam upaya-upaya peningkatan kualitas lingkungan.

Melihat Kampung Genteng dan Kampung Glintung, nampaknya perwujudan New Urban Agenda di Indonesia salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan pengelolaan pada kampung-kampung kota yang ada. Pengelolaan kampung kota dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Hal ini dibuktikan dengan sudah berhasilnya beberapa pengelolaan kampung kota seperti contohnya Kampung Genteng di Surabaya dan Kampung Glintung di Malang. Dengan komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat maka lingkungan kampung di perkotaan yang tadinya kumuh dan tidak layak huni dapat dijadikan lingkungan tempat tinggal yang nyaman, asri, hijau, dan berkelanjutan, dengan begitu persentase masyarakat yang tinggal di lingkungan tergolong kumuh menjadi berkurang.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Oleh Yunita Ratih W.

Dewasa

(145060601111060)

ini penelitian mengenai perancangan/desain pedesaan atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) skala desa telah dikaji oleh penelitipeneliti di luar Indonesia. Desain pedesaan sendiri adalah cara berpikir yang saat ini tidak ada dalam kurikulum desain atau perencanaan. Hal ini merupakan sebuah disiplin desain baru yang menjelaskan dan menunjukkan cara yang dapat dilakukan masyarakat pedesaan untuk menyelesaikan masalah penggunaan lahan. Cara ini digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan lahan kompleks pedesaan dengan segala aspeknya dari estetika dengan metode perencanaan berbasis masyarakat. Proses pemecahan masalah desain pedesaan adalah cara baru untuk membantu warga pedesaan mengidentifikasi nilai-nilai penting, menemukan aset masyarakat dan lanskap mereka, dan melihat bagaimana mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Keberadaan desain pedesaan ini secara tidak langsung menjadi jawaban atas masalah urbanisasi yang merupakan magnet masyarakat untuk menuju ke kota.

Kita tahu sendiri bahwa urbanisasi selalu akan menimbulkan permasalahan lahan, baik bagi kota yang dituju maupun bagi desa yang ditinggalkan. World bank, memprediksi sebanyak 68% dari populasi Indonesia akan memadati wilayah perkotaan pada 2025 sedangkan hasil proyeksi di tahun yang sama jumlah penduduk Indonesia mencapai 284,8 juta (bappenas.go.id). Sehingga sekitar 193,7 juta penduduk Indonesia nantinya akan mendiami suatu kota. Pertanyaannya adalah apakah lahan di kota mampu menampung jumlah penduduk sebesar itu?

Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Perkotaan, satu orang memerlukan 15 m3/jam udara segar dalam ruang bila tinggi atap rata-rata untuk Indonesia 2,5 m, sehingga kebutuhan luas lantai per orang adalah 15/2,5 = 6m2. Bila satu keluarga terdiri dari 5 orang, maka kebutuhan luas lantai utama 5 x 6 m2 = 30 m2, luas lantai pelayanan 50% x 30 m2 = 15 m2, luas total lantai 45 m2.

Bila satu keluarga terdiri dari 5 orang, maka kebutuhan luas lantai utama 5 x 6 m2 = 30 m2, luas lantai pelayanan 50% x 30 m2 = 15 m2, luas total lantai 45 m2.

Bila building covered 50%, maka luas kavling minimal untuk sebuah keluarga adalah 50% : 45 m2 = 90 m2. Maka pada tahun 2025, diperlukan lahan seluas 3551,4 juta m2. Bandingkan dengan luas pulau-pulau besar di Indonesia (pulau Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Sumatera, Jawa, Timor, Halmahera, Seram, Sumbawa, Flores) jika ditotal hanya didapatkan luas sebesar 2388,9 juta m2. Berawal dari sini kita tahu bahwa lahan di pulau Indonesia tidak dapat menampung penduduk pada tahun 2025, apalagi lahan di kota yang persentasenya lebih kecil dibandingkan dengan desa. “Keberadaan desain pedesaan ini secara tidak langsung menjadi jawaban atas masalah urbanisasi yang merupakan magnet masyarakat untuk menuju ke kota�

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Lalu apakah nantinya semua wilayah mulai dari suburban dan hinterland akan menjadi kota? Jika demikian adanya, maka identitas suatu wilayah akan sama semua dan kita tidak dapat membedakan antar wilayah yang satu dengan wilayah lainnya.

Disinilah sebenarnya RTBL hadir sebagai pembeda antara wilayah yang satu dengan yang lain. Adapun kedudukannya dalam perencanaan di Indonesia berada di dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Dan Wilayah). Tetapi RTBL yang ada saat ini sifatnya hanya mengakomodir untuk lingkup kota, sedangkan untuk desa diakomodir dalam RTR (Rencana Tata Ruang) yang kemudian di dalamnya terdapat rencana kawasan agropolitan, minapolitan dan lain-lain. Rencana kawasan agropolitan ataupun minapolitan sendiri sejatinya memiliki tujuan yang sama dengan RTBL yakni menjadi pembeda atau memberikan identitas antar wilayah.

Bila desain pedesaan (RTBL skala desa) ini diterapkan di Indonesia, akankah sesuai?

Mengingat Indonesia telah memiliki rencana yang hampir serupa dengan desain pedesaan. Dikhawatirkan produk rencana ini akan saling tumpang tindih dan jika dipaksakan maka perlu adanya restruktur rencana tata ruang yang berlaku dan banyak perubahan peraturan -peraturan. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama., sedangkan pembangunan harus tetap berlanjut.

Kekhawatiran selanjutnya ialah apakah isi dari dokumen RTBL skala desa ini nantinya sama dengan kota atau sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan?

Bila sama isinya tentu saja akan membuat desa menjadi kota. Selain itu, ditinjau dari sisi desain juga harus ada pembeda RTBL desa dan kota.

Oleh karena itu, desain pedesaan yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat penelitian di luar Indonesia perlu disikapi dengan bijak bila nantinya akan diterapkan di Indonesia. Karena tentunya memerlukan penyesuaian dengan rencanarencana yang sudah ada sebelumnya serta peraturan-peraturan yang telah berlaku saat ini, dengan begitu ke depannya tidak terjadi copy paste RTBL kota ke desa ataupun sebaliknya.

Walaupun sebenarnya RTBL skala desa ini merupakan cara berpikir baru yang sangat baik, selain dapat menjadi penghambat laju urbanisasi karena dapat memberikan identitas berupa keindahan visual melalui desain yang saat ini belum terdapat dalam sebuah dokumen perencanaan tingkat desa, padahal pada abad 21 ini visualisasi menjadi faktor penting dalam sebuah perencanaan dan perancangan suatu wilayah.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Sejarah Perkembangan Kota Malang Oleh Liarizza Wardhani Nyimas Atika M. M. Hanifah Muslimah

(135060607111013) (135060601111055) (135060600111043)

Pada

tanggal 22 Oktober 2015, Indonesia menjadi tuan rumah dalam Habitat III Asia-Pasific Regional Meeting (The Jakarta Declaration for Habitat III) dengan tema pembahasan Sustainable Urbanization to Accelerate Development.

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa Indonesia menerima Agenda 2030 and Sustainable Development Goals (SDGs) termasuk di dalamnya yaitu SDGs poin 11: “Make cities and human settlement inclusive, safe, resilient and sustainable.� Adanya deklarasi tersebut menandakan bahwa Indonesia akan berusaha memenuhi SDGs, khususnya pada poin 11, untuk menciptakan kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.

Terdapat beberapa target yang harus dicapai untuk dapat memenuhi poin 11 dalam SDGs, salah satunya yaitu dengan berkomitmen untuk mendorong promosi warisan sejarah dan identitas budaya untuk mendorong perekonomian perkotaan dan tingkat kelayakan huni perkotaan.

Malang sebagai salah satu kota di Indonesia yang juga perlu dibangun dengan mewujudkan Agenda 2030 dan SDGs poin 11 tersebut. Malang memiliki beberapa keragaman dan sejarah permukiman yang dapat dilestarikan sebagai warisan budaya, sehingga dalam pengembangan Kota Malang tetap mendorong promosi warisan budayanya sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Deklarasi Jakarta untuk Habitat III. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri�, pernyataan dari Soekarno sebagai proklamator kemerdekaan RI tersebut sering kita dengar namun jarang ada yang memaknai dari sudut pandang perencanaan dan perancangan suatu Kota. Pernyataan tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan juga dalam perencanaan pembangunan, khususnya di Kota Malang.

Mengapa Kota Malang juga harus ikut andil dalam promosi warisan budaya dan sejarahnya? Karena Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur dengan sejuta sejarah. Kota Malang merupakan salah satu kota hasil perencanaan kolonial Belanda yang dapat dikatakan berhasil. Oleh karena itu sejarah perkembangan Kota Malang menjadi penting dalam perencanaan Kota Malang. Malang perlu tahu mengapa dirancang sedemikian rupa, Malang perlu tahu sejarahnya, agar dapat melestarikan nilai sejarahnya dan mengambil pelajaran dari nilai sejarah tersebut untuk membangun kota.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017

Malang dianggap tumbuh pesat dari kota pedalaman menjadi sebuah kotamadya sejak memisahkan diri dari Karesidenan Pasuruan dan membuat pusat pemerintahannya sendiri. Berkat adanya keputusan desentralisasi pada tahun 1905 berdasarkan undang-undang tahun 1903 yang memberikan wewenang mengelola pemerintahannya sendiri untuk kota-kota yang ditetapkan sebagai gementee atau biasa disebut kotamadya, maka Kota Malang memiliki kesempatan untuk berdiri sendiri mengatur wilayahnya pada 1 April 1914. Sedangkan untuk perkembangan terkait sarana dan prasaran di Kota Malang mulai berkembang sejak dibangunnya rel kereta api pada tahun 1870 jauh sebelum Kota Malang menjadi kotamadya (gementee). Perkembangan sarana prasarana tersebut akibat undangundang yang ditetapkan Pemerintah Belanda yang memperbolehkan pihak swasta untuk berdagang di HindiaBelanda (melalui undang-undang suikerwet dan agrarischwet). Sehingga dapat dikatakan Malang tumbuh dan berkembang sejak tahun 1870-an ketika masih masuk Karesidenan Pasuruan, meskipun perkembangan pesatnya adalah ketika Malang berwenang mengatur wilayahnya sendiri. Poin penting dari titik pertumbuhan Kota Malang adalah ketika Malang diberikan infrastruktur yang meningkatkan aksesibilitasnya, yaitu sekitar tahun 1870-an, ketika rel kereta api mulai dibangun, dan berkembang pesat karena adanya kewenangan dalam mengatur wilayahnya sendiri.

Sumber: Handoko (1960)

Pada saat itu Kota Malang dihuni oleh tiga warga negara, yaitu penduduk pribumi, Penduduk Timur Asing (Cina, Arab, dan Timur Asing lainnya), serta penduduk Belanda. Permukiman ini pada awal perkembangan Kota Malang hanya berada di sekitar alun-alun Kota Malang, yaitu: 1. Penduduk Belanda tinggal di daerah pusat pemerintahan dan jalan-jalan bernilai tinggi, yaitu di sebelah barat daya alun-alun Tolaan, Tongan, Sawahan, dan sekitarnya, serta disekitar Kayoetangan, Oro-oro Dowo, Tjelaket, Klodjenlor, dan Rampal.

2. Penduduk Cina tinggal di sebelah tenggara alun-alun (yang sekarang merupakan kawasan Pasar Besar), sedangkan orang Arab tinggal di belakang masjid (sekarang daerah Kauman).

3. Sedangkan orang-orang Pribumi tinggal di kampung-kampung di sebelah tenggara alun-alun (sekarang di sekitar Pasar Besar).

Pada saat itu Alun-alun menjadi pusat berkembang Kota Malang sebelum adanya rencana Bowplan yang berisi perluasan wilayah Kota Malang. Alun-alun Kota Malang seperti Alun-alun pada kotakota kolonial lain di Indonesia dirancang sebagai civic center, dimana pusat pemerintahan seperti Kantor Bupati dan Kantor Asisten Residen, bangunan keagamaan seperti masjid dan gereja dibangun di sekitar alun-alun. Sedangkan permukiman berada mengelompok di sekitar bangunan-bangunan pemerintahan dan keagamaan berdasarkan masyarakat majemuk. Masyarakat majemuk dalam hal ini adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih unsur tertib sosial yang hidup berdampingan, namun tanpa melebur ke dalam satu kesatuan politik. Hal ini menunjukkan adanya keanekaragaman budaya yang hidup berdampingan di masa itu yang sampai saat ini dapat dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan bangunan yang masih tersisa, seperti alun-alun, Kantor Balai Kota, Gereja, Mas j id , P a sar B e s ar, Kauman, dan Kampung Kebalen, dan lain-lain.

Namun sayangnya peninggalan tersebut tidak lantas diatur dan dilestarikan sehingga menjadi bukti sejarah sebagai pusat berkembangnya Kota Malang.

Kumpulan Artikel Penataan Ruang

Ir. Herman Thomas Karsten merancang Kota Malang sejak ia dimandati sebagai Adviseur (penasehat) untuk urusan perluasan dan perkembangan Kota Malang pada bulan Agustus tahun 1929. Salah satu hal yang diatur oleh Karsten adalah jaringan j a l a n d e n g a n memperhatikan keindahan Kota Malang. Jalan-jalan di Kota Malang pada saat itu dibuat berdasarkan sumbu jalan dengan memperhatikan irama sehingga memunculkan orientasi. Sumbu-sumbu yang diambil juga memperlihatkan pemandangan gununggunung yang mengelilingi K o t a m a l a n g .

Pemandangan gununggunung yang berusaha diperlihatkan dari desai jalan Karsten adalah pemandangan Gunung Kawi di sebelah Barat, Gunung Semeru di sebelah Timur, Gunung Arjuna di sebelah Barat Daya. Selain gunung, sungai juga menjadi pertimbangan Karsten dalam merencanakan jaringan jalan Kota Malang, yaitu Sungai Brantas. Berikut merupakan rencana jalan yang dirancang oleh Karsten: Keindahan jalan yang dahulu menjadi bahan pertimbangan Karsten kini jarang menjadi salah satu aspek yang diperhatikan dalam perencanaan. Selain dari segi keindahan Karsten juga memperhatikan segi kebutuhan jalan Kota Malang sehingga ia juga merencanakan jalan lingkar (outher ringroad) di Kota malang untuk menghindari kemacetan.

Namun sayangnya rencana Karsten tersebut untuk penduduk kurang lebih 80.000 jiwa, sedangkan saat ini penduduk Kota Malang lebih dari 800.000 jiwa dengan jenis kendaraan lebih beragam, jumlah kendaraan yang lebih banyak, dengan jaringan jalan yang masih sama.

Oleh karena itu tidak heran jika saat ini Malang sering macet, baik di hari kerja maupun akhir pekan.

Sejarah Pusat Berkembangnya Kota Malang dalam Perencanaan Kota Malang Berkelanjutan

Sejarah perkembangan Kota Malang seharusnya menjadi acuan dalam arahan rencana pengembangan Kota Malang.

Kawasan sekitar Alun-alun Malang sebagai kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan Kota Malang untuk pertama kalinya sebaiknya dilestarikan dengan melakukan preservasi, sehingga terdapat bukti kebanggaan bahwa di masa itu (dibuktikan dengan bentuk bangunan dan gaya arsitekturnya) Kota Malang sudah mulai berkembang pesat.

Sumber: Handoko (1966) Pelestarian yang dilakukan tidak tentu mempertahankan fungsinya seperti dahulu kala. Pembangunan yang dilakukan terhadap kawasan bersejarah ini bisa disesuaikan dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk mencapai Malang sebagai Kota Berkelanjutan. Isu yang sedang akan diterapkan sebagai kota berkelanjutan di Malang adalah Green City. Urban Heritage berupa pelestarian kawasan sekitar Alun-alun Kota Malang dapat disandingkan dengan konsep Kota Hijau Malang. Sehingga pembangunan yang dilakukan di Kota Malang tidak hanya memperhatikan segi environtment namun juga dari segi sosial-budayanya.

Maka akan tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Dengan adanya pelestarian di kawasan sekitar alun-alun maka generasi selanjutnya dapat mengetahui secara fisik tentang masa Kota Malang mulai berkembang dan Kota Malang mulai memiliki kewenangan mengatur wilayahnya sendiri.

Perencanaan yang mendukung Malang menuju kota berkelanjutan dengan konsep Green City pun juga harus memperhatikan estetika lingkungan seperti yang telah dirancang oleh Karsten pada masa tahun 1914 – 1940. Malang merupakan kota indah namun kini sudah kurang terlihat keindahannya. Malang merupakan salah satu kota yang pernah menjadi acuan tata ko t a lainny a, namun se karang perencanaan tersebut tidak terlihat.

Memperhatikan landscape kota yang didukung dengan keberadaan gununggunung yang mengelilingi Kota malang, adanya berbagai kebudayaan yang sebenarnya masih tercermin dalam kehidupan saat ini seperti kawasan pecinan di Pasar Besar, peninggalan berupa Gereja, Balai Kota, dan Kampung Kebalen yang menunjukkan awal berkembangnya Kota Malang.

Pembangunan yang dilakukan saat ini harusnya juga memperhatikan kelestarian sejarah pusat pertumbuhan Kota Malang.

Selain itu landscape yang saat itu diperhatikan Karsten dalam merencanakan jaringan jalan juga perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan di Kota Malang saat ini.

Perencanaan Kota Malang yang berkelanjutan seharusnya juga mempertimbangkan segi keindahan kota seperti pada perencanaan yang dilakukan Karsten. Gunanya adalah memunculkan karakter atau identitas kota, serta secara tidak langsung mendukung branding Kota Malang , yaitu Beautiful Malang.

Oleh karena itu untuk mewujudkan SDGs poin 11: “Make cities and human settlement inclusive, safe, resilient and sustainable,� maka Kota Malang perlu melestarikan warisan budaya terkait permukiman di Kota Malang. Kebudayaan peradaban Kota Malang di masa Kota Malang me miliki ke wenangan me nge lola wilayahnya sendiri, melestarikan keragaman budaya, termasuk di dalamnya yaitu gaya arsitektural bangunan Malang tempo dulu yang masih tersisa seperti bangunan di jalan dengan nama gunung-gunung (Jalan Ijen, Jalan Kawi), daerah kayu tangan. Selain itu juga melestarikan keberagaman budaya warga Kota Malang sejak dahulu seperti kawasan pecinan dan kauman.

Menilik sejarah perlu dilakukan agar karakter asli kota yang menunjukkan identitas kota tersebut tidak luntur.

KALPATARU | EDISI 1 | MEI 2017