3 EDUCATiON
Kilasan kompleksitas dalam dunia pendidikan.
Kilasan kompleksitas dalam dunia pendidikan.
Lika-Liku dan Kontroversi dalam Implementasinya
Sistem zonasi sebenarnya bertujuan untuk pemerataan akses pendidikan dan penghapusan sekolah favorit.
Sistem ini diberlakukan dengan harapan setiap siswa memiliki peluang yang sama dalam menerima pendidikan. Meskipun memiliki tujuan yang mulia, sistem ini masih dinilai kurang memuaskan bagi sebagian orang. Mereka yang tak puas kemudian menggunakan cara-cara ilegal demi mendapatkan sekolah yang diimpikan. Saat ini, kecurangan zonasi sedang marak terjadi dan telah menjadi anca-
man serius yang dapat mengganggu integritas sistem pendidikan.
Tindak kecurangan yang pernah
terjadi salah satunya adalah jual beli kursi. Aduan jual beli kursi pada sistem seleksi PPDB pernah diterima oleh Kemendikbud. Mengutip dari
suara.com, tindak kecurangan ini dilakukan dengan modus
mendaftarkan nama fiktif yang
nantinya akan dijual kursinya setelah
lolos seleksi PPDB. Siswa yang tidak lolos kemudian membayar sejumlah uang agar dapat memiliki “kursi” tersebut.
kecurangan yang terjadi pada sistem zonasi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan mereka pernah menemukan peserta PPDB Zonasi yang mendaftarkandirinyamenggunakankartu keluarga orang lain. Orang tua siswa melakukan kecurangan ini dengan memanfaatkan kebijakan sistem zonasi, yaitu siswa bisa berpindah ke Kartu Keluarga(KK)oranglain yangalamatnya dekatdengansekolahminimalsatutahun sebelumikutPPDBzonasi.
In frame : Reni Erita (sumber : Nada Riau)
Zonasi merupakan sistem seleksi yang berdasar pada jarak. Tak hanya perpindahan KK, pemalsuan KK juga menjadi modus kecurangan dalam seleksi PPDB Zonasi. Modusnya, orang tua siswa nekat mengedit kartu keluarganya, kemudian menggunakan KK tersebut untuk mendaftarkan anaknya pada PPDB Zonasi. Mengutip dari tempo.co, Reni Erita, Wakil Humas SMA Negeri 8 Kota Pekanbaru menyebutkan, “Karena penemuan tersebut, KK peserta PPDB dengan sistem zonasi kami kirimkan ke Disdukcapil. Hasil verifikasi ditemukan 31 KK telah dipalsukan.”.
“Karena dilaksanakan mandiri, ada oknum tidak bertanggung jawab yang curang dengan mengubah lokasi rumahnya agar lebih dekat dengan sekolah yang ingin dituju,”
-SriWulandari
Haltersebutjugadiaminioleh salah satu wali murid yang merasakan langsung kebijakan PPDB zonasi, Sri Wulandari. Wali murid yang tinggal di kota pahlawan ini menuturkan bahwasanya terjadi beberapa kecurangan pada tahun ini. Menurut pengakuannya, terdapat desas-desus yang menyebutkan bahwa terjadi manipulasi domisili. Hal tersebut membuat domisili peserta didik tersebut berbeda dengan alamat yang tertera pada KK dan membuat lokasi rumahnya lebihdekatdengansekolah.
Kecurangan dalam sistem zonasi dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya interaksi antara pihak-pihak terkait yang saling bekerja sama untuk mencapai kepentingan atau tujuan tertentu.
Kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh beberapa pihak dapat
dimanfaatkan untuk memengaruhi proses zonasi agar menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu. Korupsi juga dapat memengaruhi keputusan sistem zonasi dengan cara memberikan suap atau hadiah kepada pejabat yang
berwenang untuk memanipulasi hasil zonasi sesuai dengan keinginan pemberi suap. Memanipulasi informasi atau data diri, data diri atau informasi penting
tentang wilayah yang akan di zonasi
mungkin dimanipulasi agar menghasilkan hasil zonasi yang diinginkan. Mekanisme pengawasan yang tidak efektif dapat menimbulkan
timbulnya perasaan lebih bebas dari para pelaku kecurangan. Akibatnya, pelaku tidak segan untuk melakukan tindakan yang melanggar ketentuan dalam proses zonasi.
Hal-hal diatas dapat berakibat pada pembagian zonasi yang tidak adil dan tidak sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Untuk mencegah kecurangan zonasi, penting untuk memastikan adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik yang efektif, serta sistem pengawasan yang kuat. Juga, dibutuhkan keterlibatan aktif dari berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat, untuk memastikan bahwa keputusan zonasi didasarkan pada data yang akurat dan menguntungkan kepentingan umum. Tak berhenti di situ, pemerintah daerah perlu melakukan kajian mengenai kebutuhan peserta didik dan evaluasi secara berkala.
Dilansir langsung dari laman theconversation.com diketahui ada beberapa keluh kesah warga
Indonesia terkait kebijakan baru
pemerintah “Zonasi” ini. Yang
pertama adalah dampak orang tua
wali murid yang kurang nyaman
terhadap kebijakan baru ini, Dimana para wali murid lebih menyukai
sistem sebelumnya yaitu sistem “prestasi” yang lebih mementingkan
nilai dari peserta murid baru dalam mendaftar sekolah jenjang selanjutnya.
Selanjutnya dampak yang
terjadi pada siswa itu sendiri yang
dimana Ketika siswa pun
mengalami tantangan akibat
komposisi kelas yang heterogen.
Siswa yang lambat dalam belajar
bisa tertinggal dari temantemannya dan menjadi tidak
nyaman dalam belajar. Kemudian, siswa yang cepat dalam belajar dapat kehilangan motivasi jika tidak mendapatkan tantangan.
Selain wali murid dan siswa itu sendiri tak lupa juga yang sangat berdampak pada kasus ini adalah seorang Guru. Diliput dari kompasiana.com keadaan ini memaksa guru yang biasanya mengajar dengan kemampuan yang tinggi sekarang harus beradaptasi dengan menyamaratakan kemampuan siswanya dalam belajar. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan waktu yang singkat.
Alhasil, proses pembelajaran di kelas tidak dapat berjalan secara optimal sebagaimana mestinya dan malah dapat menciptakan kebingungan dan rasa kaget dalam hal ngajar-mengajar yang justru akan mengganggu proses belajar di kelas dan dapat berakibat pada nilai siswa.
Dari dampak negatif yang
disebutkan terdapat juga dampak
positif yang didapat dari kebijakan baru pemerintah ini. Salah satunya adalah sekolah swasta yang
akreditasinya akan menjadi baik
dikarenakan siswa yang tertolak di SMA atau SMP favorit yang mereka inginkan akan terbuang atau
melarikan diri ke sekolah swasta.
Dari sini juga akan meningkatkan
persentase siswa yang masuk ke swasta dibanding negeri dan secara tidak langsung akan
menguntungkan
pihak sekolah swasta itu sendiri.
Dari semua dampak yang telah
terjadi dapat disimpulkan bahwa
ada beberapa pihak yang setuju
maupun tidak setuju dan ada pula
pihak yang diuntungkan maupun
pihak yang dirugikan. Tetapi dengan
sistem ini tidak menutup
kemungkinan pemerataan siswa di Indonesia akan semakin merata, dan tidak ada lagi SMA dan SMP favorit.
Segala sistem serta kebijakan yang ada pasti selalu memiliki kekurangan.
Salah satunya adalah kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi ini. Namun, sebenarnya esensi serta tujuan adanya kebijakan PPDB dengan sistem zonasi ini merupakan suatu inovasi yang visioner bagi dunia pendidikan Indonesia. Lalu, mengapa demikian?
Ada beberapa poin yang bisa menjadi dasar pernyataan tersebut, diantaranya sebagai berikut.
Mengutp dari laman resmi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), esensi awal dari adanya kebijakan ini adalah guna mempercepat pemerataan dalam sektor pendidikan. Kemendikbud menegaskan
bahwasanya sistem zonasi ini merupakan salah satu upaya preventif terkait penumpukan sumber daya manusia berkualitas secara tidak
Sekolah ‘Favorit’
Sistem zonasi juga merupakan upaya pemerintah untuk dapat
menghilangkan persepsi sekolah
‘favorit’ dan sekolah ‘non-favorit’.
Dilansir dari Radar Sumbawa, Dikotomi tersebut sebenarnya tidak sesuai
dengan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional nomor 20 tahun
2003 yang menyebutkan bahwa
pendidikan adalah hak dasar yang harus dapat dinikmati secara layak dan merata oleh setiap masyarakat.
Karakter Anak
Tak hanya itu, kebijakan ini juga merupakan upaya pemerintah untuk
mendekatkan Tri Sentra Pendidikan, yakni keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Pendekatan tersebut, dilansir dari laman resmi Kominfo, dapat menghasilkan beragam
manfaat, salah satunya adalah
penguatan pendidikan karakter anak. Sehingga, kebijakan tersebut
diharapkan dapat menghasilkan
sinergi antara tri sentra pendidikan.
Pemerintah harus proaktif mengenai banyaknya kasus yang terjadi pada sistem
zonasi tersebut. Sebagai pembuat regulasi, pemerintah juga harus memiliki peraturan yang tegas mengenai sistem zonasi tersebut. Hal tersebut bertujuan agar dapat mengurangi penyelewengan dalam sistem zonasi ini.
Salah satu wali murid yang terdampak, Sri Wulandari, menyampaikan beberapa masukannya mengenai zonasi ini. Wanita yang akrab disapa Sri tersebut mengungkapkan bahwasannya pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan tersebut. Pasalnya, peserta didik yang memiliki rumah jauh dengan sekolah negeri akan sangat dirugikan.
Tak berhenti di situ, Sri juga menceritakan pengalamannya mengenai ketentuan akreditasi sekolah. Hal tersebut agaknya kurang sesuai dengan esensi serta kebijakan zonasi karena masih menganggap terdapat sekolah ‘favorit’ yang disimbolkan dengan akreditasi yang lebih tinggi. Apabila pemerintah ingin terus mempertahankan kebijakan zonasi, alangkah lebih baik jika penilaian akreditasi sekolah tersebut dihapuskan.
Seperti yang sudah dikatakan pada bagian awal, segala sistem serta kebijakan yang ada pasti selalu memiliki kekurangan. Ketika terdapat sesuatu yang salah pada sebuah proses, tentu kita harus membenahi bagian yang salah, bukan membatalkan proses tersebut. Begitu pula dengan PPDB Zonasi ini. Dengan esensi serta
tujuan yang jelas dari pemerintah, alangkah lebih baik apabila semua pihak bekerja sama guna
menyukseskan kebijakan zonasi. Harapannya, kebijakan zonasi ini bisa terus dikembangkan menjadi lebih baik serta menjadi pijakan pertama dunia pendidikan Indonesia menuju arah yang lebih baik.
“Apabila zonasi dilanjutkan, alangkah lebih baik apabila kulitas pendidikan lebih diratakan dan
sekolah negeri tersedia di setiap kelurahan,”
-Sri Wulandari