Strategic Outlook

Page 1

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

1


2

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


Jurnal Politik dan Keamanan Nasional Edisi 1 - February 2014

Susunan Redaksi Dewan Redaksi : Dr. Hotmangaradja Pandjaitan, M.H, Rudi Siahaan, Ir., MM., M.Sc Pemimpin Redaksi : Dr. Tri Yogabudi Prasetyo, M.Si | Redaktur Eksekutif : Stepi Anriani S.IP., M.Si | Anggota Redaksi : Victor Tobing | Kosim, S.IP, Yusup Rahman Hakim, S.Pd | Koordinator Usaha: Dyon Lopes, S.IP, Arjuna Sirait, SH Alamat Redaksi : Grand Wijaya Blok C No. 31-32 Lantai 2, Jalan Wijaya II Kebayoran Baru Jakarta Selatan | Telp/Fax. +6221-7207848 Email : dipcentrejakarta@gmail.com | Website : www.dipcentre.org

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

1


Jurnal Strategic Outlook merupakan jurnal di bidang politik dan keamanan nasional yang menyajikan berbagai permasalahan strategis dengan tujuan memberikan pencerahan dan menambah wawasan bagi para pembaca. Jurnal Strategic Outlook yang merupakan terbitan pertama ini adalah salah satu produk dari lembaga DIP Centre. Democracy, Integrity and Peace Centre (DIP Centre) sebagai sebuah lembaga kajian dan penelitian yang fokus pada bidang keamanan nasional bertujuan menghimpun potensi dan gagasan konstruktif masyarakat khususnya akademisi, peneliti dan aktor yang terkait dalam bidang keamanan nasional untuk ikut memberikan pencerahan dan solusi terhadap permasalahan yang ada. Pada terbitan perdana ini Jurnal Strategic Outlook menampilkan tulisan yang berjudul “Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara “ yang ditulis dan disampaikan oleh B.j Habibie, Presiden ke 3 Indonesia. Tulisan ini membahas pentingnya reaktualisasi pancasila dan nilai-nilainya yang sudah ditinggalkan. Bagaimana membumikan pancasila menjadi sebuah pegangan dasar bagi kehidupan sehari-hari termasuk mengarahkan demokrasi yang saat ini sedang berjalan. Tulisan ini baik dipahami dalam rangka memperkuat pondasi Keamanan Nasional. Tulisan kedua yang berjudul Demokratisasi dan Keamanan Nasional ditulis oleh pengamat militer dan dosen Universitas Indonesia, Andi Widjajanto. Tulisan ini memaparkan korelasi antara proses demokratisasi dan sistem keamanan nasional Indonesia. Dengan mengasumsikan bahwa perdamaian demokratik di Indonesia dapat tercipta di periode 2025-2030, tulisan ini menawarkan rekomendasi tentang perlunya pembentukan suatu Sistem Keamanan Nasional untuk memperkuat proses kematangan demokrasi di Indonesia. “Hubungan Australia – Indonesia di Abad Asia” merupakan tulisan ketiga yang dibuat Nadjib Riphat Kesoema, Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu. Dalam tulisannya penulis memaparkan tentang Abad 21 yang merupakan Abad Asia dimana Australia telah mengambil kebijakan dan strategy untuk merapatkan diri kepada Asia, untuk meraih benefits dari pertumbuhan ekonomi Asia. Dalam tulisan ini juga dipaparkan mengenai peluang dan tantangan hubungan bagi kedua negara. Tulisan ini menjadi salah satu bagian dari korelasi Keamanan Nasional dan Hubungan Internasional. Tulisan keempat yang berjudul Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha: Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi. Ditulis oleh Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia 2003 sampai saat ini berisi gambaran umum dunia usaha pasca reformasi dan kendala yang dihadapi para pengusaha. Tulisan ini merupakan masukan bagi konsep ketahanan ekonomi yang akan memperkuat keamanan nasional. 2

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


Dr.Hotmangaradja Pandjaitan.,M.H Direktur DIP Centre Tulisan selanjutnya berjudul Pokok-pokok pikiran menjadikan Indonesia Berdaulat pangan sebagai Lumbung Pangan Dunia. Ditulis oleh Tualar Simarmata Guru Besar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Tulisan ini membahas secara rinci mengenai import pangan dan masalah dalam pertanian yang menjadi ancaman serius bagi Ketahanan Pangan. Tulisan ini merupakan bagian dari pencerahan bagi permasalahan pangan dan upaya menjadikan Indonesia berdaulat pangan yang merupakan bagian dari Keamanan Nasional. “What is the grand strategy of Indonesia today? What it should be?” adalah tulisan keenam yang merupakan tulisan dalam bahasa inggris dalam jurnal kali ini. Ditulis oleh Wibawanto Nugroho, Mahasiswa berprestasi Indonesia (Kandidat PhD) dari National Defense University, Washington Amerika Serikat. Dalam tulisannya dibahas mengenai Strategi Indonesia yang sudah dijalankan maupun yang sebaiknya dilakukan dalam menghadapi ancaman dan tantangan yang ada hari ini, termasuk di kawasan regional dan global. Tulisan selanjutnya berjudul Critical Review RUU Kamnas. Ditulis oleh Poengky Indarti sebagai Direktur Eksekutif Imparsial, Pemerhati isu Papua, Reformasi sektor Keamanan, Serta Beberapa isu Hak Asasi Manusia. Dalam tulisan ini dibahas mengenai Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang masih kontroversial. Terakhir merupakan resensi buku yang berjudul “Problem Filosofis Tentang Konsep ‘Perdamaian Abadi” karya Immanuel Kant yang ditulis resensinya oleh Wagiman Martedjo, peneliti hukum. Buku ini membahas pendekatan interdisipliner mengenai teori dan konsep perdamaian dari para ahli serta hubungan perdamaian dengan demokrasi. Pada tataran konseptual, tulisan dalam jurnal ini diharapkan dapat menjembatani pemikiran serta interaksi di berbagai konsep dan teori yang terkait politik dan keamanan nasional. Sedangkan pada tataran praktis, berbagai permasalahan yang disajikan baik data, konsep dan teori semoga bisa menjadi referensi pelengkap bagi para pembaca, akademisi dan pemerhati masalah kebangsaan. Redaksi dan Lembaga DIP Centre mengucapkan terima kasih kepada para penulis. Semoga Jurnal ini dapat memberikan pencerahan bagi para pembacanya.

Jakarta, Februari 2014 Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

3


Jurnal Politik dan Keamanan Nasional Volume 1, Edisi 1, Februari 2014

Hal

Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

6

Oleh : Bacharuddin Jusuf Habibie Presiden Republik Indonesia ke-3

Demokratisasi dan Sistem Keamanan Nasional

12

Oleh : Andi Widjajanto Dosen Universitas Indonesia dan Pengamat Militer

Hubungan Australia - Indonesia di Abad Asia

20

Oleh : Nadjib Riphat Kesoema Duta Besar Indonesia untuk Australia

Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha : Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi Oleh : Sofjan Wanandi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia 2003-saat ini

4

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

26


Hal Pokok-Pokok Pikiran Menjadikan Indonesia Berdaulat Pangan dan Sebagai Lumbung Pangan Dunia

32

Oleh : Tualar Simarmata Guru Besar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

What is the grand strategy of Indonesia 46 Today? What it should be? By : Wibawanto Nugroho Former International Fellow from Indonesia at US National Defense University, Washington DC. Currently a PhD Presidential Fulbright Scholar at the GMU School of Public Policy, Arlington – VA.

Critical Review RUU Kamnas

58

Oleh : Poengky Indarti dan Team Imparsial Direktur Eksekutif Imparsial, Pemerhati isu Papua, Reformasi sektor Keamanan, Serta Beberapa isu Hak Asasi Manusia

Problem Filosofis Tentang Konsep “Perdamaian Abadi”

66

Oleh : Wagiman Martedjo Peneliti hukum. Mendalami studi tentang perdamaian pada Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Studi formal S1 dan S2 bidang hukum internasional di Unpad Bandung, saat ini tengah menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum di UI Jakarta

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

5


Oleh : Bacharuddin Jusuf Habibie Presiden Republik Indonesia ke-3

Makalah ini disampaikan oleh B.J Habibie dalam rangka peringatan Hari Kelahiran Pancasila di hadapan Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI).

Pekembangan Pancasila Melewati Dialektika

alur dialektika peradaban yang menguji

Peradaban

ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa

Pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno

Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah. Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di

menyampaikan pandangannya tentang pondasi

satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar

dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan

reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi

istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag

di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan

(dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung

kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada

(pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita

Selama enam puluh enam tahun perjalanan

renungkan bersama:

bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak zaman demokrasi parlementer, era demokrasi

Di manakah Pancasila kini berada? Pertanyaan ini penting dikemukakan

terpimpin, era demokrasi Pancasila, hingga

karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-

demokrasi multipartai di era reformasi saat

olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa

ini. Di setiap zaman, Pancasila harus melewati

lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan

6

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah

Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan

hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila

bangsa yang telah berubah baik di tingkat

semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas,

domestik, regional maupun global. Situasi dan

dan apalagi diterapkan, baik dalam konteks

lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945

kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun

sampai saat ini telah mengalami perubahan yang

kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di

amat nyata, dan akan terus berubah pada masa

sebuah lorong sunyi, justru di tengah denyut

yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita

kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-

alami antara lain:

pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

(1) Terjadinya proses globalisasi dalam segala

Mengapa hal itu terjadi?

(2) Perkembangan gagasan hak asasi manusia

aspeknya; Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

(HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);

Pentingnya Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berikut penjelasan mengapa Pancasila seolah “lenyap� dari kehidupan kita, di antaranya :

(3) Lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

7


rentan terhadap “manipulasi� informasi

akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap

dengan segala dampaknya.

penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong

mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi

terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa

reformasi untuk menanggalkan segala hal yang

Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup

dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu

masyarakat pada umumnya, termasuk dalam

dan menggantinya dengan sesuatu yang baru,

corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi

berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional’

yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan

tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai

tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai

grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi

pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa

payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga

Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan

yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya,

yang dihadapi saat ini dan yang akan datang,

bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara

baik persoalan yang datang dari dalam maupun

formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi

dari luar. Dapat digambarkan kondisi sebelum

tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa

keberhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-

yang penuh problematika saat ini.

nilai Pancasila tersebut, seakan menyebabkan

Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan

keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata

terhadap segala hal yang berhubungan dengan

bangsa Indonesia.

Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila

Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai

kini absen dalam kehidupan berbangsa dan

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya.

8

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang

regional maupun global, memerlukan solusi yang

terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila

tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan

secara sistematis, terstruktur dan massif yang

nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju

tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis

hari esok Indonesia yang lebih baik.

untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham

Oleh karena Pancasila tidak terkait dengan

dengan pemerintah sebagai “tidak Pancasilais”

sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama,

atau “anti Pancasila”1. Pancasila diposisikan sebagai

Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila

alat penguasa melalui monopoli pemaknaan

seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan

dan penafsiran Pancasila yang digunakan

menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami

untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.

setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari

Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di

waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar

era reformasi, muncullah demistifikasi dan

negara, kita akan kehilangan arah perjalanan

dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai

bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai

simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim

bidang yang kian kompleks dan rumit.

sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena

Reformasi dan demokratisasi di segala bidang

dianggap menjadi ornamen sistem politik yang

akan menemukan arah yang tepat manakala

represif dan bersifat monolitik sehingga membekas

kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila

sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.

dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara

Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim

yang penuh toleransi di tengah keberagaman

pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan

bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi

kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah

Pancasila semakin menemukan relevansinya

era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada

di tengah menguatnya paham radikalisme,

masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi

fanatisme kelompok dan kekerasan yang

sekelompok orang, golongan atau orde tertentu.

mengatasnamakan agama yang kembali marak

Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi

beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur

pilar penyangga bangunan arsitektural yang

demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap

bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih

intoleransi dan kecenderungan mempergunakan

ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya.

kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan,

Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu

apalagi mengatasnamakan agama, menjadi

dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi

kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang

dasar negara akan tetap ada dan tidak akan

multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok,

menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!

penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan

Dalam merefleksi Pancasila, penting

teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa

digarisbawahi apa yang sudah dikemukakan

obsesi membangun budaya demokrasi yang

banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan

beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi

reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-

keberagaman dan menghargai perbedaan masih

nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan

jauh dari kenyataan.

bernegara, terutama dalam rangka menghadapi

Krisis ini terjadi karena luluhnya kesadaran

berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa

akan keragaman dan hilangnya ruang publik

datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi

sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran

semakin kompleks, baik dalam skala nasional,

komunikasi bersama atas dasar solidaritas

1 Sebagaimana disinyalir oleh Gumilar R Somantri dalam “Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia Modern”, Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila, Universitas Indonesia, Jakarta 31 Mei 2006

warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

9


jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme

Implementasi sila kelima untuk menghadapi

kelompok dan partisipasi politik atas nama

globalisasi dalam makna neo-colnialism atau

pengedepanan politik komunal dan pengabaian

“VOC-baju baru” itu adalah bagaimana kita

terhadap hak-hak sipil warganegara serta

memperhatikan dan memperjuangkan “jam

pelecehan terhadap supremasi hukum.

kerja” bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi

meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai

Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham

kebijakan dan strategi yang berorientasi pada

kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan

kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan

jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke

dengan usaha meningkatkan “Neraca Jam Kerja”

mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di

tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan

tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan

“nilai tambah” berbagai produk kita agar menjadi

ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan

lebih tinggi dari “biaya tambah”; dengan ungkapan

itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman

lain, “value added” harus lebih besar dari “added

kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang

cost”. Hal itu dapat dicapai dengan peningkatan

bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma

produktivitas, daya saing dan lapangan kerja

lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti,

untuk SDM di Indonesia dengan mengembangkan

keramat dan sakral, yang justru membuatnya

serta menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi

teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam

yang didorong oleh kebutuhan pasar global dan

berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah

domestik. Pasar domestik nasional harus menjadi

tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu

pendorong utama.

diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih

saya mengajak kepada seluruh lapisan

‘membumi’ sehingga mudah diimplementasikan

masyarakat, khususnya para tokoh dan

dalam berbagai bidang kehidupan.

cendekiawan di kampus-kampus serta di

Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima

lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius

Pancasila mengamanatkan terpenuhinya “keadilan

merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, bagaimana

yang terkandung dalam lima silanya dalam

implementasinya pada kehidupan ekonomi yang

berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks

sudah mengglobal sekarang ini?

masa kini dan masa depan. Yang juga tidak

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi

kalah penting adalah peran para penyelenggara

mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada

Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas

pandangan dan sikap suatu Negara dalam

dan konsekuen serta konsisten menjabarkan

merespon fenomena tersebut. Salah satu

implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam

manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi,

berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program

misalnya, adalah pengalihan kekayaan suatu

yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian

Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan

sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai

nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual

pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan’ lagi

produk-produk ke manca negara, sedemikian

dalam kehidupan kita.

rupa sehingga rakyat harus “membeli jam kerja” bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian

Kesimpulan Reaktualisasi Pancasila merupakan upaya

sejarah kita, suatu “VOC (Verenigte Oostindische

serius yang harus dilakukan oleh seluruh

Companie) dengan baju baru”.

komponen bangsa untuk menjadikan Pancasila

10

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa saat ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan tersebut. Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi pondasi, perekat sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan

berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi

bangsa di masa datang sehingga memposisikan

politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan

Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam

menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa

persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila,

yang akan datang.

dasar negara itu akan ditempatkan dalam

Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-

kesadaran baru, semangat baru dan paradigma

nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan

baru dalam dinamika perubahan sosial politik

kembali memori publik tentang dasar negaranya

masyarakat Indonesia.

tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para

Oleh karena itu saya menyambut gembira

penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di

upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

daerah dalam menjalankan roda pemerintahan

yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan

yang telah diamanahkan rakyat melalui proses

kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental:

pemilihan langsung yang demokratis. Saya

Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika

percaya, demokratisasi yang saat ini sedang

dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah

bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang

lama dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh

yang sedang berlangsung akan lebih terarah

para founding fathers kita di masa lalu. Akan

manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan

tetapi, karena zaman terus berubah yang kadang

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

11


Oleh : Andi Widjajanto Dosen Universitas Indonesia dan Pengamat Militer

Tulisan ini memaparkan korelasi antara proses demokratisasi dan sistem keamanan nasional Indonesia. Dengan mengasumsikan bahwa perdamaian demokratik di Indonesia dapat tercipta di periode 2025-2030, tulisan ini menawarkan rekomendasi tentang perlunya pembentukan suatu Sistem Keamanan Nasional untuk memperkuat proses kematangan demokrasi di Indonesia.

Instalasi Demokratisasi

dikenal sebagai transisi demokrasi. Kajian transisi

Evolusi pemikiran tentang demokratisasi

demokrasi merupakan salah satu konsentrasi

didominasi oleh literatur tentang tahapan transisi

akademik yang berkembang pesat ditandai dengan

rezim yang harus dilalui suatu negara untuk

maraknya kajian-kajian tentang gelombang

membangun suatu rezim demokratis. Definisi

demokratisasi yang tejadi di Eropa Selatan dan

tentang demokratisasi cenderung telah disepakati

Amerika Latin di akhir dekade 1970-an hingga

dan mengacu kepada karya seminal Samuel

dekade 1990-an. Studi-studi demokratisasi seperti

Huntington yang memberikan kerangka substantif

yang terlihat pada karya Di Palma, Diamond,

demokratisasi sebagai: (1) berakhirnya sebuah

Huntington, Linz, Lipset , Lowenthal, O’Donnel,

rezim otoriter; (2) adanya proses transisi yang

Przeworksi, Remmer, Schmitter, Share, dan Stepan

memberikan kesempatan pada partisipasi publik

sangat diilhami oleh gelombang demokrasitisasi

dan liberalisasi politik menuju pembentukan rezim demokratis; serta (3) konsolidasi rezim demokrasi.

1

Proses menuju pembentukan rezim demokratis ini mencakup beberapa tahapan yang 1 Samuel P. Huntington, The Third Wave of Democratization in the Late Twentieh Century (Norman: University of Oklahoma Press, 1991), hal.58.

12

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

ketiga. Pada dasarnya, para akademisi sepakat bahwa transisi demokrasi adalah tahap awal proses demokratisasi yang ditandai dengan peningkatan partisipasi publik, liberalisasi politik, peningkatan


hak sipil, serta implementasi prosedur-prosedur

yang menginisiasi tiga jalur (top-down, bottom-up,

demokrasi dalam ruang-ruang publik. Tahap

dan negosiasi3, atau Linz yang menawarkan dua

transisi ini di setiap negara terjadi melalui

jalur transisi, yakni reforma dan ruptura4; atau

beberapa jalur yang berbeda tergantung dari

Lynn Karl yang menemukan jalur akar rumput dan

prakondisi demokrasi yang ada di masing-masing

jalur elit5; serta Stepan yang juga melihat adanya

negara.

tiga variasi transisi: demokratisasi oleh rezim,

Share, misalnya, mengungkapkan empat jalur dominan proses transisi yang divergensinya

demokratisasi oleh oposisi, serta perang6. Kajian tentang tahapan demokratisasi ini

tergantung pada akselerasi demokratisasi serta

mencapai kulminasinya dengan diterbitkannya

komitmen politik pemimpin rezim.2 Berdasarkan

karya Huntington (1991) yang berjudul “The Third

dua variabel tersebut, Share membuat empat

Wave of Democratization in the Late Twentieh

kategori jalur transisi yaitu (1) demokratisasi bertahap; (2) transaksi konsesual; (3) transisi revolusioner; serta (4) transisi disintegratif. Upaya pemetaan jalur transisi juga dilakukan oleh Rustow 2 Donald Share, “Transition to Democracy and Transition to Througg Transaction”, Comparative Politics Vol. 19, No.4, 1987.

3 Dankwart A. Rustow, “The Surging Tide of Democracy”, Journal of Democracy, No.1, 1992, hal.119-122. 4 Juan Linz, “Crisis, Breakdown, and Reequilibrium, dalam Juan Linz dan Alfred Stepan, The Breakdown of Democratic Rezimes (Baltimore: The John Hopkins University Press, 1978), hal.34 5 T. Lynn Karl, “Dilemmas of Democratization in Latin America,“ Comparative Politics, No. 5, Oktober 1990. 6 Alfred Stepan,”Paths Toward Democratization: Theoritical and Comparative Considerations,” dalam Guillermo O’Donnel, et.al., (eds.), Transitions from Authoritarian Rule: Comparative Perspectives (Baltimore: The John Hopkins University Press, 1986), hal.103-107.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

13


Century”. Di karya klasik tersebut, Huntington

ketiga adalah struktur sosial yang ditandai dengan

mengungkapkan adanya empat model transisi

keberadaan kelompok tertentu dalam masyarakat

menuju demokrasi.7 Jalur pertama adalah

seperti akademisi, pekerja media massa, kelompok

transformation yang prosesnya diinisiasi oleh elit

menengah, aktivis masyarakat sipil yang secara

politik yang sedang berkuasa. Jalur kedua adalah

konsisten mendukung demokrasi. Kajian-kajian

transplacement yang dilakukan melalui negosiasi

tentang asosiasi antara struktur sosial dan

politik antara rezim politik dengan kekuatan

demokratisasi dilakukan misalnya oleh Moore

oposisi. Jalur ketiga adalah replacement yang

yang melihat peran kelompok Borjuis di Inggris

terjadi karena adanya gerakan politik massa yang

dalam transisi demokrasi12; dan Therborn yang

menuntut perubahan rezim. Jalur terakhir adalah

melihat peran kelompok pemilik modal dalam

intervention yang dilakukan oleh negara lain secara

transisi demokrasi13.

politik, ekonomi, atau operasi militer. Model transisi dan waktu pelaksanaan transisi

Proses transisi ini hanya akan menghasilkan instalasi sistim demokrasi jika diikuti dengan

akan berbeda antar satu negara dengan negara

konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi,

lainnya. Perbedaan ini muncul disebabkan oleh

menurut Whitehead, mencakup peningkatan

ragam prakondisi demokrasi yang ada di masing-

secara fundamental komitmen publik untuk

masing negara.

menggunakan prosedur-prosedur demokratis

Ada tiga prakondisi demokrasi yang akan

untuk menata ruang publik yang muncul dalam

menimbulkan deviasi transisi demokrasi.

proses bernegara.14 Tanpa adanya konsolidasi

Prakondisi pertama adalah modernisasi dan

demokrasi, prosedur-prosedur demokrasi yang

kesejahteraan. Prakondisi ini diungkapkan oleh

diterapkan cenderung hanya akan menjadi estalase

Seymour M. Lipset yang secara tegas menyatakan

demokrasi yang tidak memiliki penetrasi ke

bahwa “Semakin kaya suatu bangsa, semakin besar

dalam sistem politik negara. Prosedur-prosedur

peluang negara tersebut untuk melangsungkan

demokratis untuk melakukan instalasi demokrasi

demokrasi.”8 Pendapat Lipset ini didukung oleh

terdiri dari dan tidak terbatas pada pelaksanaan

Dahl yang mengatakan bahwa korelasi positif

pemilihan umum, amandemen konstitusi negara,

antara tingkat modernisasi dan kesejahteraan suatu

devolusi politik, desentralisasi dan dekonsentrasi,

negara dengan keberhasilan demokratisasi sebagai

serta revisi sistem hukum nasional. Pada dasarnya,

tesis yang sulit untuk diperdebatkan.9 Huntington

komitmen publik terhadap prosedur demokratis

juga melakukan afirmasi bagi tesis Lipset dengan

ini merupakan langkah awal untuk membangun

mengelaborasi sejumlah faktor kondusif yang

budaya politik demokratik yang diharapkan

ditimbulkan dari modernisasi dan kesejahteraan

muncul setelah proses institusionalisasi demokrasi

bagi demokratisasi seperti tingkat melek huruf dan

terjadi.15

tingkat pendidikan, urbanisasi, serta media massa.

Namun, analisa sistemik kontemporer

Prakondisi kedua adalah budaya politik. Konsep

diberikan oleh Kaplan yang melihat bahwa

10

yang diperkenalkan oleh Almond dan Verba

proses pembentukan negara-bangsa di dunia III

ini menekankan aspek fenomenologis sebagai

cenderung diwarnai oleh instabilitas demokratisasi,

prasyarat tumbuhnya demokrasi. Prakondisi

kemunculan gejala tribalism, perang saudara, dan

7 Huntington, Op.Cit., h.145. Lihat juga versi awalnya pada Huntington, “Will More Countries Become Democratic?,” Political Science Quaterly, No.99, 1984. 8 Seymor MartinLipset, “Some Social Requisites of Democracy: Economic Development and Political Legitimacy,” American Political Science Review, No.53, 1959, hal.75. 9 Robert A. Dahl, Polyarchy: Participation and Opposition (New Haven: Yale University Press, 1971), hal.65. 10 Huntington, Log.Cit., h. 199. 11 Gabriel Almond dan Sydney Verba, Civiv Culture: Political Attitudes and Democracy in Five Nations (Boston: Little & Brown, 1963).

ethnic cleansing. Gejala chaos di daerah pinggiran

11

14

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

12 Barrington Moore, Jr., Social Origins of Dictartorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the Modern World (Boston: Beacon Press, 1966). 13 Goran Therborn, “The Rule of Capital and the Rise of Democracy, “ dalam David Held, et.al., (eds.), States and Societies (Oxford: Martin Robertson, 1983). 14 Laurence Whitehead, “The Consolidation of Fragile Democracies”, dalam Robert Pastor (ed.), Democracy in the Americas (New York: Holmes, 1989), hal.30. 15 Robert Putnam, Making Democracy Work (Princeton: Princeton University Press, 1993).


ini dikaji oleh Kaplan secara resiprokal dengan

state). Kuadran II tercipta saat pertemuan sumbu

berusaha mencari garis penghubung antara

otoritarian dan perdamaian membentuk tipe

dinamika sistemik dengan proses demokratisasi. 16

negara pseudo democratic. Kuadran III tercipta

Secara teoritis, proses demokratisasi

saat pertemuan sumbu demokrasi dan perang

memang lebih identik dengan konflik daripada

membentuk tipe negara transisi demokrasi.

perdamaian. Mansfield dan Snyder, misalnya,

Kuadran IV adalah tipe negara ideal yang

memperingatkan bahwa proses demokratisasi di

terbentuk saat pertemuan sumbu demokrasi dan

suatu negara yang memiliki legitimasi vertikal

perdamaian membentuk tipe negara demokrasi.

17

yang cenderung rendah seperti Indonesia akan diikuti dengan (1) pelebaran spektrum politik;

Bagan 1. Kuadran Perdamaian Demokratik

(2) kemunculan kepentingan sesaat yang dapat di

Untuk konteks Indonesia, proses reformasi

negosiasikan di kalangan elit; (3) kompetisi untuk

politik yang diinisiasi tahun 1998 mengarahkan

mendapat dukungan massa seluas-luasnya; dan (4) melemahnya otoritas politik pusat.18 Keempat dampak proses demokratisasi ini cenderung akan membawa masyarakat ke arah konflik horizontal terutama karena institusi politik yang ada tidak dapat mengantisipasi ledakan partisipasi politik yang begitu besar. Dengan demikian, proses demokratisasi akan cenderung diiringi dengan proses konsolidasi kekuatan yang dapat secara efektif mengelola potensi penggunaan kekerasan. Kompetisi untuk mengelola kekerasan ini akan menghantui proses demokratisasi dan kegagalan institusi politik untuk

Indonesia untuk berevolusi dari tipe negara

mengelola kekerasan memicu terjadinya perang

predator menuju tipe negara demokrasi melalui

internal.19

tahapan negara demokrasi transisional. Evolusi ini cenderung disertai oleh eksperimentasi politik

Trajektori Demokratisasi 2045 Kajian tentang proses demokratisasi

untuk mendapatkan proses demokratisasi yang sesuai dengan budaya politik Indonesia serta

tersebut merupakan dasar bagi pembentukan

konflik internal baik vertikal maupun horizontal

trajektori politik keamanan nasional 2045.

sebagai konsekuensi terjadinya perluasan

Trakjektori ini dilakukan dengan menggabungkan

partisipasi politik secara drastis.

variabel demokratisasi dan proses perdamaian

Proses transisi tersebut disertai dengan

untuk membentuk suatu kuadran perdamaian

terjadinya gelombang kekerasan baik horizontal

demokratik (lihat bagan 1). Kuadran I terbentuk

maupun vertikal. Cukup banyak akademisi yang

saat pertemuan sumbu otoritarian dan perang

berupaya untuk menjelaskan fenomena kekerasan

membentuk tipe negara predator (predatory

yang terjadi di konteks ruang dan waktu yang

16 Robert. D Kaplan, The Coming of Anarchy: Shattering Dreams of the Post Cold War (New York: Vintage Books, 2000). 17 . Pembahasan tentang konsep legitimasi baik vertikal dan horizontal lihat K.J. Holsti, The State, War, and the State of War (Cambridge: CUP, 1996), Bab.5. Lihat juga Barry Buzan, People States & Fear : An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era, 2nd ed. (London: Harvester Wheatsheaf, 1991), Bab. 3 18 Edward D. Mansfield dan Jack Snyder, “Democratization and the Danger of War� International Security, Vol.20, No.1 (Summer 1995). 19 Ibid..hal. 255-293.

spesifik. Pola induksi ini digunakan oleh Schulze20,

20 Kirsten E.Schulze, “Laskar Jihad and the Conflict in Ambon,� The Brown Journal of World Affairs Vol.IX, Issue 1, Spring 2002.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

15


Untuk mencegah jatuhnya Indonesia dalam kategori failed state, suatu proses rekayasa perdamaian demokratik harus dilakukan. Arah dari proses demokratisasi di Indonesia, akan ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu kapasitas sipil untuk mengelola negara dan profesionalitas aktor militer dan keamanan.

16

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


Bertrand21, Van Klinken22 dan Aditjondro23 untuk

dipertanyakan antara lain oleh Emmerson30, Dibb

menganalisa “perang saudara” yang terjadi di

dan Prince31, Rotberg32, dan Wanandi33.

Maluku. Kajian induktif juga dilakukan oleh

Untuk mencegah jatuhnya Indonesia dalam

Rohde untuk mendeskripsikan konflik agama

kategori failed state, suatu proses rekayasa

dan etnik yang terjadi di Poso.24 Ravich25 dan

perdamaian demokratik harus dilakukan. Arah

Sukma menggunakan pendekatan yang sama

dari proses demokratisasi di Indonesia, akan

untuk menjabarkan konflik yang terjadi di Aceh.

ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu kapasitas

Kontribusi yang sama juga diberikan oleh Djuli

sipil untuk mengelola negara dan profesionalitas

dan Jereski yang berupaya untuk melakukan

aktor militer dan keamanan.

26

komparasi tentang konflik sumberdaya yang terjadi di Aceh dan Papua.27 Gelombang kekerasan diatas terjadi

Dengan mengasumsikan bahwa hubungan sipil-militer di Indonesia akan memperkuat proses demokratisasi, maka kematangan demokrasi di

antara lain karena Indonesia memiliki struktur

Indonesia diperkirakan akan tercapai setelah

negara yang lemah (weak state). Dalam suatu

Indonesia berhasil melakukan tujuh kali proses

negara lemah, kebijakan politik yang diambil

pemilihan umum demokratis secara berturut

terkondisikan oleh instabilitas politik, krisis

turut. Jika pemilihan umum demokratis pertama

legitimasi, lemahnya identitas nasional, tidak

kali dianggap telah terjadi tahun 1999, maka

berfungsinya institusi sosial politik, kemiskinan

kematangan demokrasi di Indonesia cenderung

ekonomi dan sangat rentan terhadap tekanan-

dicapai di pemilihan umum 2029 dan akan segera

tekanan eksternal. Hal ini membuat elit politik

diikuti dengan muncul perdamaian struktural di

terus-menerus berada dalam process of crisis

dekade 2030 (lihat Bagan 2).

28

management atau yang lebih dikenal dengan the politics of survival. 29 Kajian tentang adanya kaitan antara gelombang kekerasan dan struktur negara bangsa dan gelombang kekerasan di Indonesia menimbulkan pertanyaan tentang adanya kemungkinan bagi Indonesia untuk mengalami kondisi yang jauh lebih buruk dan menjelma menjadi failed state seperti yang dialami oleh Afghanistan, Angola, Congo, Liberia, Sierra Leone, dan Sudan atau bahkan menjelma menjadi collapsed state seperti Somalia. Kemungkinan ini 21 Jacques Bertrand, “Legacies of the Authoritarian Past: Religious Violence in Indonesia’s Mollucan Islands,” Pacific Affairs, Vol.71, No.1, Spring 2002. 22 Gerry van Klinken, “The Maluku wars; Bringing society back in,” Indonesia, No. 71, 2001, h.1-26. 23 George Junus Aditjondro, “Guns, pamphlets and handie-talkies: How the military exploited local ethno-religious tensions in Maluku to preserve their political and economic priveleges,” dalam Ingrid Wessel dan Gerogria Wimhofer (eds.), Violence in Indonesia (Hamburg: Abera, 2001). 24 David Rohde, “Indonesia Unravelling?,” Foreign Affairs Vol.80, No.4, July/ August, 2001. 25 Samantha F. Ravich,”Eyeing Indonesia through the lens of Aceh,” Washington Quaterly Vol.23, No.3, Summer, 2000. 26 Rizal Sukma, “The Acehnese Rebellion:Secessionist Movement In Post-Suharto Indonesia,” dalam Andrew T.H. Tan and J.D. Kenneth Boutin (ed.), Non Traditional Security Issues in Southeast Asia (New York: Select Publishing, 2001). 27 M.N. Djuli dan Robert Jereski, “Prospects for Peace and Indonesia’s Survival,” The Brown Journal of World Affairs Vol.IX, Issue 1, Spring, 2002. 28 Richard Jackson, “The State and Internal Conflict” Australian Journal of Internal Affairs, Vol.55, No.1, April, 2001, h.65-82. 29 J. Migdal, Strong Societies and Weak States: State-Society Relations and State Capability in the Third World, (Princeton, NJ:Princeton University Press, 1988).

Skenario optimis tersebut memungkinkan Indonesia untuk mengembangkan Strategi Keamanan Nasional 2045 berdasarkan pondasi hubungan sipil-militer yang demokratis. Strategi Keamanan Nasional 2045 dibangun berdasarkan asumsi adanya kapasitas sipil untuk membentuk suatu Sistem Keamanan Nasional dan sudah 30 Donald K.Emmerson, “Will Indonesia Survive?” Foreign Affairs, May/June 2000, p.95. 31 Paul Dibb dan Peter Prince, “Indonesia’s Grim Outlook,” Orbis, Fall 2001, h. 625-626. 32 Robert I. Rotbert, “The New Nature of Nation-State Failure,” The Washington Quaterly, , Vol.25, , No. 3, Summer 2002, h. 85-96. 33 Jusuf Wanandi, “Indonesia: A Failed State?” The Washington Quaterly, , Vol.25, , No. 3, Summer 2002, h. 135-147.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

17


terbentuknya profesionalitas aktor keamanan

Pertimbangan pertama berkaitan dengan

untuk menjalankan tugas dan fungsinya di era

perkembangan pemahaman dan praktek yang

demokrasi.

menempatkan keamanan nasional sebagai suatu konsep yang merangkum berbagai subyek, dimensi

Penutup: Simpul Strategis Keamanan Nasional Pembentukan suatu Sistem Keamanan

ancaman, serta sumber daya; dan tidak sematamata berdimensi tunggal yang berpusat pada

Nasional hanya mungkin terjadi jika Indonesia

negara. Konsekuensinya, pemahaman atas konsep

memiliki suatu UU Keamanan Nasional. UU

pertahanan dan keamanan negara perlu diperluas

ini dibutuhkan untuk memberikan legitimasi

untuk menjangkau bukan hanya keamanan sebuah

politik bagi kehadiran negara sebagai penjamin

negara sebagai entitas politik yang sah berdaulat

kedaulatan politik, keutuhan wilayah, serta

tetapi juga keamanan manusia (human security).

keselamatan bangsa. Pemerintah –sebagai

Keamanan manusia meliputi enam kelompok

instrumen negara, membutuhkan sebuah UU

hak sebagai berikut: (1) hak-hak dasar individu,

Keamanan Nasional sebagai simpul strategis untuk

mencakup: hak hidup, kedudukan sama di mata

mengatur berbagai institusi yang terlibat, batas-

hukum, perlindungan terhadap diskriminasi

batas kewenangan dan hubungan antarinstitusi

yang berbasis ras, etnik, jenis kelamin atau

yang terlibat dan sumber daya yang digunakan.

agama; (2) hak-hak legal, mencakup: akses

Dalam konteks Indonesia, ada tiga pertimbangan

mendapatkan perlindungan hukum serta hak

yang menjadi dasar pemikiran dibutuhkannya UU

untuk mendapatkan proses hukum yang sah; (3)

Keamanan Nasional yaitu pertimbangan strategis,

kebebasasan sipil, meliputi: kebebasan berpikir

politik, dan legal.

berpendapat dan menjalankan ibadah agama/

18

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


kepercayaan; (4) hak-hak kebutuhan dasar, terdiri

keamanan nasional. Dalam sistem politik

atas: akses ke bahan pangan, jaminan dasar

demokrasi, keamanan nasional tidak lagi semata-

kesehatan dan terpenuhinya kebutuhan hidup

mata menjadi wilayah kekuasaan negara secara

minimum; (5) hak-hak ekonomi, meliputi: hak

eksklusif tetapi menjadi wilayah bersama dari

untuk bekerja, hak rekreasi serta hak jaminan

aktor-aktor yang lebih luas. Oleh karena itu, perlu

sosial; dan (6) hak-hak politik, yang mencakup:

adanya pengaturan tentang keamanan nasional

hak dipilih dan memilih dalam jabatan-jabatan

yang mencerminkan kepentingan aktor-aktor

politik serta hak untuk berpartisipasi dalam

(stakeholders) yang lebih luas.

penyelenggaran negara. Sumber daya untuk melindungi keamanan

Pertimbangan ketiga berkaitan dengan kerangka legal. UU Keamanan Nasional diperlukan

nasional dalam pengertian seperti itu perlu

untuk: (1) mengoperasionalkan ketentuan UUD

disusun dengan memperhatikan kapasitas politik

1945 Pasal 30; (2) menutup ketidakkonsistenan

nasional, dinamika hubungan antarnegara di

dan sekaligus menyelaraskan regulasi-regulasi

kawasan tertentu maupun global, demokrasi,

yang menyangkut pertahanan dan keamanan

hak-hak asasi manusia serta norma, kaidah, dan

negara seperti tertera di UU No. 2/2002 dan UU

hukum-hukum internasional. Konsep maupun

No. 3/2002 dan UU No. 34/2004; dan (3) mengisi

modalitas tersebut perlu ditempatkan dalam

sebagian kekosongan hukum di bidang keamanan

konteks dan perspektif yang tepat sehingga

nasional.

memberi peluang bagi pendayagunaan instrumen

Berdasarkan tiga pertimbangan strategis

negara dan sekaligus menjamin perlindungan

tersebut, UU Keamanan Nasional merupakan

kepada kepentingan masyarakat baik sebagai

simpul strategis yang dbutuhkan negara untuk

kelompok maupun perorangan.

membentuk sistem keamanan nasional yang

Pertimbangan kedua, dari sudut politik

integratif dalam suatu sistim politik yang

perumusan UU Keamanan Nasional merupakan

demokratis. UU Keamanan Nasional dibutuhkan

kebutuhan mendesak untuk mengatur kembali

untuk memberikan pedoman yang jelas terhadap

peran dan posisi institusi-institusi yang

arah gerak instansi-instansi keamanan nasional.

bertanggung jawab untuk mewujudkan sistem

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

19


Oleh : Nadjib Riphat Kesoema Duta Besar Indonesia untuk Australia

Sejak Oktober 2012 Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia merangkap Vanuatu; Pada tahun 2011-2012 menjabat sebagai Deputi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan bidang Koordinasi Politik Luar Negeri; 20062010 bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Uni Eropa, Belgia dan Luksemburg.

Asia di abad 21 Abad 21 dinyatakan oleh banyak analis sebagai masa terjadinya pergeseran center of

ekonomi dan politik, Asia juga menyimpan aneka potensi konflik yang menyebabkan kawasan ini mendapat perhatian khusus .

gravity dinamika global dari Barat ke Timur.

Dalam berbagai literatur dan pendapat para

Fenomena pertumbuhan ekonomi Asia yang

pakar strategi, politik, pertahanan dan ekonomi,

dahsyat, dengan rata-rata 4,5%, (RRC sekitar 9%

negara Asia yang saat ini dianggap memegang

dan Indonesia yang berturut-turut selama 5 tahun

peran besar dalam percaturan internasional

diatas 6%) telah mencengangkan dunia. Dari

secara politik maupun ekonomi dan sangat

kacamata politik-strategis, dengan ASEAN berada

layak diperhitungkan adalah China, Jepang,

ditengahnya, kawasan ini terus berupaya mengajak

Korea Selatan, India dan Indonesia. Kelima

dunia untuk bermain cantik, meredam berbagai

negara ini memiliki karakteristik yang berbeda

ketegangan melalui jalan dialog. Inilah abad

dari sisi jumlah penduduk, keragaman budaya,

dimana Asia menjadi primadona dan mempunyai

pertumbuhan dan kinerja ekonomi, stabilitas

daya tarik kuat bagi negara dikawasan lain, juga

politik dan kekuatan militer sehingga dipandang

bagi negara-negara barat. Namun di pihak lain,

akan menjadi significant players di abad 21 ini.

sebagai kawasan yang sangat dinamis secara

20

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

Indonesia sebagai Negara yang memegang


peran besar di ASEAN, anggota dari G20, APEC,

termasuk Indonesia. Australia saat ini masuk

Negara demokrasi ketiga terbesar, negara dengan

dalam kelompok Negara maju dan mempunyai

penduduk muslim terbesar di dunia, mau tak mau

hubungan tradisional yang kuat dengan AS,

menjadi perhatian Negara-negara di kawasan dan

Inggris Raya (sekutu) dan Negara-negara barat

di luar kawasan.

lainnya. Australia secara aktif berperan sebagai

Bagaimana hubungannya dengan Australia?

anggota PBB yang ikut menciptakan perdamaian

Secara geografis jarak terdekat antara titik terluar

dunia. Di tingkat kawasan, Australia adalah salah

Indonesia dengan Australia tidak lebih dari 250

satu partisipan dari East Asia Summit, bersama

Kilometer. Indonesia adalah tetangga terdekat di

Indonesia sebagai penggagas Bali Process dan

Utara Australia yang memiliki perbatasan dengan

pendukung kuat dari Bali Democracy Forum

Negara-negara ASEAN lainnya dan dengan

serta anggota aktif Pacific Islands Forum (PIF)

perairan yang paling strategis yaitu Laut China

sehingga mempunyai hubungan erat dengan

Selatan. Walaupun Australia memiliki kedekatan

berbagai negara kawasan pasifik selatan. Australia

secara geografis dengan Asia, namun dari latar

pun merupakan sumber pemenuhan komoditas

belakang sejarah kebangsaan dan budaya Australia

penting untuk Indonesia seperti gandum, kapas,

sangat berbeda dengan negara-negara Asia,

produk pertanian dan peternakan serta peralatan

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

21


teknologi maju. Fakta ini menunjukan bahwa

National Security Strategy. Naskah yang berisikan

Australia adalah negara yang sangat strategis dan

berbagai tantangan, peluang dan harapan di

penting bagi Indonesia di kawasan Asia Pasifik.

bidang strategi pertahanan, dengan mitranya di tingkat global dan regional, secara spesifik juga

Kebijakan Australia terhadap Asia Secara mendalam Australia menganalisis dan

memuat harapan yang besar dalam berhubungan dengan Indonesia baik dalam bidang kerjasama

mengalkulasi berbagai tantangan dan peluang yang

strategis, ekonomi dan budaya serta antar

akan dihadapinya 20-30 tahun mendatang . Hasil

masyarakat. Di dalam National Security Strategy

kajiannya yang menyebut abad 21 sebagai abad

Australia 2013 menempatkan Indonesia sebagai

Asia, mengarahkan Australia untuk mengambil

Negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap

kesempatan besar dari raihan yang dicapai Asia

kestabilan keamanan di kawasan dan Australia.

terutama di bidang ekonomi. Berbagai pandangan

Australia melihat bahwa Indonesia mempunyai

strategis dan rencana tertuang dalam peta jalan

potensi besar untuk memainkan perannya dalam

menuju masa depan sampai dengan 2025 yaitu

menjaga kestabilan di kawasan, dan atas dasar

White paper: Australia in Asian Century yang

itu hubungan yang erat, khususnya kerjasama

dicanangkan pada bulan Nopember 2012. Pada

pertahanan dengan Indonesia menjadi salah satu

Buku Putih itu Australia melihat potensi kekuatan

prioritas bagi Australia

Asia di abad 21 dan tidak ada pilihan lain bagi negara tersebut selain melakukan penyesuaian kebijakan dan merapatkan diri kepada Asia, untuk

Peluang dan tantangan Bagaimana Indonesia menyikapi

meraih benefits dari pertumbuhan ekonomi Asia.

perkembangan ini? Saat ini hubungan bilateral

Australia telah mengindikasikan bahwa China,

Australia dan Indonesia berada pada tahap yang

India, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia akan

paling baik dan stabil, terutama pada tingkatan

menjadi orientasi utama dan negara-negara target

antar pemerintah (G to G). Mekanisme terpenting

penting dalam membangun pondasi hubungan

hubungan antar kedua negara telah disepakati

yang lebih erat dengan Asia.

untuk dilakukan setiap tahun, yaitu Pertemuan

Hubungan people to people menjadi kunci

antara Kepala Negara (Annual Leaders’ Meeting),

dari buku putih ini yang harus dibangun dan

Pertemuan antara Menlu dan Menhan kedua

dikembangkan terhadap negara-negara kunci di

Negara (2+2 Ministerial Meeting), Pertemuan

Asia, termasuk Indonesia. Pemahaman budaya

Australia-Indonesia Dialogue yang melibatkan

dan bahasa dari negara-negara tersebut akan

para tokoh masyarakat (second track) dari kedua

terus diprioritaskan oleh Pemerintah Australia

Negara. Diluar mekanisme tersebut terdapat

sebagai gerbang untuk mendekatkan diri kepada

tingginya intensitas saling kunjung dari para

Asia. Pemahaman dari dua aspek yaitu budaya dan

pejabat kedua negara baik eksekutif maupun

bahasa diharapkan akan memperkokoh jembatan

legislatif. Meskipun demikian, masih amat banyak

yang menghubungkan Australia dengan Asia di

peluang yang dapat diraih oleh Indonesia dalam

berbagai bidang kehidupan berbangsa.

hubungan Bilateral dengan Australia terutama dari

Tidak cukup dengan buku putih, pada bulan Januari 2013, menjelang pengumuman

sisi people to people link dan ekonomi. Nilai Investasi Australia ke Indonesia

pelaksanaan Pemilu Nasional, Perdana Menteri

sebesar US$ 89 juta (urutan 14 negara investor

Julia Gillard meluncurkan sebuah naskah penting

terbesar di Indonesia). Nilai perdagangan bilateral

dalam kehidupan berbangsa bagi Australia yaitu

Indonesia-Australia 2011 berada di pusaran US$

22

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


14 Milyar, namun angka ini

bagi masyarakat Australia.

masih relatif kecil dibanding

Sampai saat ini, Indonesia

volume perdagangan

dan Australia telah berhasil

Australia dengan beberapa

membangun kerjasama

Negara ASEAN lain. Banyak

pendidikan dalam berbagai

komoditas dan produk

skema dan program dalam

manufaktur kebutuhan

rangka meningkatkan

Australia yang saat ini

kualitas sumber daya

dipenuhi oleh Negara Asia

manusia Indonesia dengan

lain, sebenarnya dengan

menikmati standard

mudah dapat diisi oleh

pendidikan kelas dunia

Indonesia, namun nyatanya

di Australia, dan juga

belum terwujud, karena

membangun jaringan yang

masih sangat asingnya

kuat generasi muda kedua

kedua belah pihak terhadap

Negara.

satu sama lain. Demikian

Dengan adanya

juga aneka kebutuhan

kebijakan baru terhadap

pasar Indonesia yang saat

Asia ini, tentunya perlu

ini diimpor dari Negara-

dibangun suatu pola yang

negara Eropa bisa dipenuhi

tidak hanya memberi

Australia. Saling mengenal

kesempatan besar bagi

antara para pebisnis

masyarakat/generasi muda

kedua negara, karakter

Australia untuk mempelajari

dan aturan main sangat

budaya dan bahasa

perlu untuk ditingkatkan.

Indonesia, tetapi juga perlu

Penyelesaian perjanjian IA-

dibangun mekanisme yang

CEPA (Indonesia-Australia

mendorong agar generasi

Comprehensive Economic

muda Australia bergairah

Partnership Agreement) yang

untuk memanfaatkan

diharapkan dapat menjadi

kesempatan tersebut. Perlu

push factor bagi peningkatan perdagangan kedua Negara perlu dipercepat. Disadari oleh Australia, bahwa sebagaimana layaknya tetangga yang mempunyai latar belakang budaya yang sangat berbeda tentunya kebijakan pendekatan tehadap Asia harus didukung oleh pemahaman terhadap budaya dan bahasa Asia

Disadari oleh Australia, bahwa sebagaimana layaknya tetangga yang mempunyai latar belakang budaya yang sangat berbeda tentunya kebijakan pendekatan tehadap Asia harus didukung oleh pemahaman terhadap budaya dan bahasa Asia bagi masyarakat Australia.

kiranya ada intervensi dari pihak-pihak terkait di Indonesia untuk membantu upaya Pemerintah Austrilia mengajak warganya mempelajari budaya Asia. Hal ini merupakan Momentum yang tepat untuk menciptakan pondasi jembatan yang menghubungkan masyarakat kedua Negara, yang akhirnya

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

23


Indonesia dan negara-negara kunci Asia lainnya, telah diposisikan sebagai mitra sekaligus jembatan utama bagi Australia untuk meningkatkan interaksi dengan Asia di abad 21.

dapat menciptakan berbagai peluang kerjasama

dari roadmap kerjasama bilateral RI-Australia

yang menguntungkan.

maupun kerjasama Trilateral RI-Australia-

Berbagai tantangan yang harus dijawab

Timor Leste. Dengan kata lain, kita perlu segera

atas kondisi ini adalah bagaimana inisiatif

mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang

Australia terhadap terjalinnya hubungan yang

sekiranya dapat diperoleh melalui kerjasama

solid kedua Negara dapat memberi manfaat bagi

dengan Australia, mengingat jalan yang tersedia

kemakmuran masyarakat Indonesia? Bagaimana

akan semakin terbuka lebar.

kita bisa memanfaatkan kebijakan luar negeri

Sedangkan terkait dengan peningkatan

Australia terhadap Asia untuk mendukung peran

peran Indonesia di kawasan dapat digambarkan

Indonesia memainkan perannya secara aktif dalam

dengan adanya perkembangan dimana Australia

percaturan politk di kawasan dan global?

mulai melihat Cina sebagai mitra yang perlu

Sebagai gambaran dari pertanyaan pertama

didekati secara komprehensif, mengingat naik

di atas adalah upaya percepatan pembangunan

turunnya hubungan Cina-AS akan memberi

Indonesia bagian timur dapat menjadi bagian

pengaruh kepada kestabilan di kawasan. Selain

24

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


itu, kedekatan Australia dengan AS sebagai sekutu

terdekat tentunya terdapat banyak peluang

terkuat dan terdekat di kawasan Asia tidak selalu

untuk direbut dan diisi, karena Indonesia akan

berefek positif bagi Australia di kawasan. Untuk

mempunyai akses yang lebih besar tidak hanya

itu, Indonesia sebagai Negara yang mempunyai

untuk target Australia tetapi juga target ke Negara

hubungan dekat dengan Cina dan AS terdekat

Asia lainnya.

dan paling diperhitungkan oleh Australia perlu

Sebagai dua negara bertetangga dekat yang

mengambil peluang ini sebagai momentum

sangat berbeda satu dengan lain, tentunya sangat

menjadi pihak yang dapat menjembatani kekuatan

wajar jika terjadi pergesekan yang berasal dari

besar di Asia, sesuai dengan kepentingan nasional

salah pengertian, namun dampak buruk yang

kita.

berasal dari hal ini dapat ditekan apabila terus dilakukan komunikasi positif dan kerjasama yang

Kesimpulan Dari beberapa catatan di atas, maka terlihat

baik antar semua lapisan masyarakat. Adanya saling pengertian atas berbagai hambatan dan

jelas gambaran umum hubungan bilateral RI-

tantangan masing-masing Negara diharapkan akan

Australia di abad 21 ini dengan fakta fakta yatitu:

mendorong dan menciptakan berbagai peluang

pertumbuhan ekonomi Asia yang diatas rata-rata,

kerjasama yang kuat dan solid demi masa depan

ambisi Australia menjadi salah satu 10 negara

bersama.

dengan GDP terbesar di dunia, kebijakan Australia yang berorientasi terhadap Asia, kedekatan

Canberra, 10 Februari 2013

geografis RI-Australia, Indonesia sebagai partner terpenting Australia di kawasan, saling ketergantungan di berbagai bidang, kebutuhan atas stabilitas keamanan di kawasan membuat hubungan bilateral RI-Australia menjadi bernilai sangat strategis dan harus juga dikelola secara strategis dan terukur. Langkah nyata berbentuk reaksi positif, terarah dan terintegrasi perlu dimunculkan terhadap berbagai gagasan Australia untuk mendekat dan kerjasama dengan Asia, khususnya Indonesia. Penyesuaian kebijakan yang signifikan dari Australia dalam menjalin engagement dengan Asia utamanya Indonesia telah dilakukan secara meluas. Indonesia tidak lagi dianggap sekedar halaman yang tak perlu diperhatikan atau bumper bagi Australia dalam menghadapi ancaman dari utara. Indonesia dan negara-negara kunci Asia lainnya, telah diposisikan sebagai mitra sekaligus jembatan utama bagi Australia untuk meningkatkan interaksi dengan Asia di abad 21. Sebagai tetangga, mitra strategis serta jembatan

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

25


Oleh : Sofjan Wanandi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia 2003-saat ini

Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha :

Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi Dunia usaha Indonesia saat ini cukup

ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung

kondusif walaupun masih banyak aspek yang perlu

oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh

diperbaiki. Secara umum para pengusaha yang ada

pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke

saat ini belajar banyak dari kejadian tahun 1997

dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut

dan 1998. Para pengusaha yang sering disebut

dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas

pemain lokal dan dekat dengan kekuasaan di

politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan

zaman Orde Baru selama 32 tahun berada dalam

pemerataan pembangunan. Hal ini berhasil karena

zona nyaman sehingga tidak waspada terhadap

selama lebih dari 30 tahun, tata pemerintahan

segala kemungkinan bisnis karena stabilnya iklim

sangat stabil, stabilitas politik terbangun sehingga

usaha saat itu. Paska 1998 terjadi titik balik dalam

menunjang stabilitas ekonomi.

dunia usaha, pengusaha yang telah jatuh dalam

Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu

krisis moneter justru semakin maju sekarang. Saat

dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan

ini para pengusaha Indonesia banyak yang telah

dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya

menjadi pemain internasional karena belajar dari

selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat

kesalahan masa lalu.

(DPR) untuk disahkan menjadi APBN. APBN

Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan

26

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar


yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,

itu para pengusaha mulai menjalani usaha

harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai

kecil-kecilan dan bermunculan banyak agen-

tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Asumsi-

agen di lapangan, para pengusaha mulai belajar

asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran

memakai kekuatan buruh untuk membangun

fundamental ekonomi nasional. Hal itu berakibat

industri terutama yang terkait bahan yang dapat

kepada berkembangnya para pengusaha di zaman

disubstitusi.

Orde Baru, hal ini tidak terjadi di Orde Lama saat

Pada Tahun 1998 usaha yang sudah

Bung Karno memimpin karena masih kekurangan

berkembang selama 30 tahunan hancur karena

modal dan kesulitan di berbagai lini. Fokus

ternyata usaha yang dibangun hanya dipermukaan

Bung karno pada saat itu adalah peningkatan

tidak sampai ke dasar atau keropos. Para pengusah

nasionalisme sehingga aspek ekonomi belum

berlomba-lomba investasi dengan kelompok

terlalu di prioritaskan .

tertentu, sebagian kelompok menggurita dan

Kebaikan yang ada pada saat Orde Baru

hanya sebagian saja yang mendominasi. Selam

yang paling menonjol adalah repelita (rencana

orde baru berbagai usaha berkembangdengan salah

pembangunan lima tahun) sehingga target

satunya menguasai eksport dari tekstile, sepatu,

mendirikan industri, perbaikan buruh dan

barang tradisional, komoditi seperti kopi, karet,

pengelolaan sumber daya alam jelas. Pada masa

lada sampai kita masuk kelapa sawit, padahal dulu

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

27


Kualitas sumber daya manusia yang rendah namun sumber daya alam yang too rich sehingga tidak seimbang dan memaksa pengusaha membangun infrastruktur dan menanggung cost nya lebih besar.

28

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


usaha utama hanyalah seputar minyak dan gas. Hal

lebih dari 8% bahkan 9% namun sekarang hanya

ini hancur pada saat krisis moneter dengan nilai

6,2%. Sisa 2% nya terbayarkan untuk biaya

tukar rupiah anjlok lebih 17.000/dollar.

demokrasi, otonomi daerah dan korupsi, bahkan

Pasca 1998 betul-betul telah terjadi

otonomi daerah membuat birokrasi semakin

konsolidasi antar pengusaha, konsolidasi di

gemuk. Para pengusaha dituntut berubah dan

bidang-bidang khusus, para pengusaha mulai

sudah banyak berubah terhadap lingkungan usaha

belajar banyak termasuk bagaimana masuk ke

dan manajemen organisasinya namun mengapa

industri yang lebih luas termasuk tekstil, sepatu

pemerintah tidak bisa seperti kami. Dengan

sampai membangun kelapa sawit. Anak-anak

adanya otonomi daerah dan demokratisasi cost

pengusaha yang orang tua nya gulung tikar terkena

birokrasi akan lebih mahal terbukti di APBD

krisis moneter banyak yang sekolah ke luar negeri

beberapa daerah jumlah belanja pegawai melebihi

dan kembali ke Indonesia untuk membangun

belanja modal.

perusahaan orang tuanya dari nol, ternyata

Selain itu kendala lainnya adalah kualitas

anak-anak ini mempunyai pandangan yang lebih

sumber daya manusia yang rendah namun

baik dan member efek positif dalam dunia usaha.

sumber daya alam yang too rich sehingga tidak

Tidak sampai lima tahun setelah reformasi terjadi

seimbang dan memaksa pengusaha membangun

perbaikan yang signifikan dan tentunya dengan

infrastruktur dan menanggung cost nya lebih

bantuan pemerintah serta berbagai upaya untuk

besar. Kondisi market juga tidak terpengaruh

terus berkembang sampai saat ini. Bahkan jika

status Indonesia yang banyak disebut pihak

dibandingkan sebelum 1998 justru semakin maju

asing sebagai negara demokrasi. Gelar negara

dan kuat saat ini.

demokrasi tidak lantas membuat negara maju mau menginvestasikan uangnya di Indonesia. Justeru

Kendala Dalam Dunia Usaha Pasca Reformasi Satu hal yang belum diperbaiki setelah krisis,

sebaliknya negara maju lebih senang berinvestasi di China yang merupakan negara otoriter karena

adalah efisiensi birokrasi di pemerintahan. Hal

keamanannya lebih terjamin, sehingga janganlah

ini menjadi kendala tersendiri, justru pemerintah

terlena dengan gelar atau sebutan yang diberikan

tidak mengefisienkan diri dan berubah dengan

pihak asing. Para pengusaha harus tetap fokus

cepat. Para pengusaha berani mengefisienkan

terhadap pekerjaan rumah nya masing-masing.

organisasi dengan PHK walaupun ini adalah

Kendala selanjutnya menjadi pengusaha di

jalan yang sulit, namun disisi lain birokrasi tetap

Indonesia adalah karena tenaga kerjanya yang

gemuk. Pemerintah harus bertanggung jawab

mayoritas unskilled sehingga membutuhkan

dalam pembenahan birokrasi di lingkungannya.

cost tambahan untuk melatihnya. Dilema bagi

Secara umum hal ini sangat dibutuhkan karena

pengusaha karena 50% buruh adalah unskilled

dinamika globalisasi hari ini membuat dunia usaha

hanya lulusan SD dan 6 % lulusan SMP dan SMA

kita lebih kompetitif , jadi efisiensi dan efektivitas

oleh karena itu Indonesia hanya bisa mengirim

merupakan hal yang mutlak diberikan pemerintah

TKI jutaan orang setiap tahunnya.

dalam porsi apapun termasuk saat bekerjasama dengan pengusaha Adanya kegemukan di birokrasi dengan

Di sisi lain masalah upah minimum regional (UMR) yang harus dipenuhi pemilik usaha juga seringkali menimbulkan persoalan dan

tatanan yang tidak efektif menjadi salah satu

membenturkan selalu pengusaha versus buruh.

kendala besar bagi dunia usaha paska reformasi.

Salah satu kesalahannya ada pada undang-undang,

Seharusnya Ekonomi Indonesia dapat tumbuh

UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

29


yang salah karena seharusnya upah minimum

khususnya dengan melihat persaingan global

seharusnya ditentukan perusahaan tergantung

dan meninjau pengalaman yang ada maka Hal

jenis perusahaan dan besar kecilnya perusahaan.

Pertama, Rubah Undang-undang No.13 Tahun

Pemerintah seharusnya menentukan safety nett nya

2003 mengenai‌.lalu Kedua, Perkuat Social

saja agar perusahaan lebih fleksibel dan tidak ada

Security dan Ketiga, Sama-sama bertanggung

yang dirugikan. Seharusnya UMR ada perbedaan

jawab terhadap buruh dan lingkungan kerja.

bagi yang sudah menikah atau belum, bagi yang

Harapan bagi Pemerintah kedepan, yang

sudah berpengalaman atau belum. Keberatan akan

Pertama tegakkan kepastian hukum. Jangan

UMR ini akhirnya membuat pengusaha memilih

ada overlapping aturan, jangan ada aparat yang

menggunakan mesin dan akhirnya mengimport

memeras pengusaha, berikan keamanan untuk

teknologi serta barang dari luar yang akhirnya

berusaha yang adil. Banyaknya pungutan liar

merugikan buruh sendiri.

akan membuat high cost economy dan Kedua,

Masalah dan kendala tersebut bermuara dari

bangunlah infrastruktur di berbagai bidang karena

aturan, adapun aturan atau undang-undang yang

akan mempercepat perekonomian dan membantu

menciptakannya Pemerintah sehingga di kawasan

kami mengurangi cost usaha di Indonesia. Ketiga,

manapun para invrestor dan pengusaha berharap

Pemerintah dan pengusaha harus bertanggung

pemerintah bisa netral. Buruh boleh bicara apa

jawab dan bersatu bersama, melakukan apa

saja dan akan didengar serta dihargai namun

yang bisa dilakukan dan masing-masing pihak

para pengusaha juga mempunyai hak yang sama,

menjalankan peranannya. Selama ini pemerintah

didengar dan dihargai. Sudah bukan zamannya

selalu kalah jika ada permasalahan karena

buruh dibenturkan dengan pengusaha seperti

Pemerintah tidak menggunakan SDM terbaik

ajaran komunis dan Karl Marx , saat ini Pengusaha

yang dimiliki republik, faktor subjektivitas masih

dan buruh adalah partner, saling membutuhkan

sangat tinggi dilingkungan pemerintahan. Hal ini

dan mengisi, tidak boleh ada yang dirugikan.

juga yang membuat Indonesia tidak siap bersaing dalam Asean Connectivity 2015 karena banyak

Peran Apindo Apindo berperan dan berkontribusi dari ide

tertinggal dari pendidikan sampai kesehatan apalagi infrastruktur. Tenaga SDM yang diperlukan

dan konsep pengembangan ekonomi nasional

Indonesia saat ini adalah tenaga ahli menengah,

sampai berbagai program sosial. Pengusaha

lulusan STM seperti technical school.

yang tergabung dalam Apindo ikut membuat

Para pengusaha Indonesia terutama yang

Infrastruktur nasional, investasi anggota Apindo

tergabung dalam Apindo berkepentingan agar

sampai 70% dari kekuatan ekonomi nasional

pemerintahan yang akan dipilih 2014 kedepan

termasuk PT Freeport di dalamnya. Pemerintah

akan menjadi pemerintahan yang kuat. Jangan

bisa mencapai kemajuan ekonomi sampai 6,2%

lagi ada pemerintahan lemah dan jatuh karena

itu karena salah satunya peran Apindo. Apindo

kesalahan yang sama.

membantu pemerintah mengambil resiko memajukan perekonomian nasional dari membuka lapangan pekerjaan, memberikan upah sampai kesejahteraannya. Saran dan Harapan Untuk memperbaiki dunia usaha kedepan

30

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

.


Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

31


Oleh : Tualar Simarmata Guru Besar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

ABSTRAK Indonesia sebagai negara agraris yang

berkurang hingga 0,8%) pada tahun 2050 jumlah penduduk dapat mencapai sekitar 480 juta

memiliki sinar matahari, sumber daya lahan dan

memerlukan sekitar 48 – 50 juta ton beras, 24,65

air yang melimpah ternyata sangat tergantung

juta ton jagung, 3,04 juta ton kedelai dan 3,96

pada pangan impor. Indonesia pada tahun 2012

juta ton gula. Pemenuhan pangan pokok yang

mengimpor 1,8 juta ton beras (5 - 8 % dari

bergantung pada impor merupakan ancaman yang

kebutuhan), 1,7 ton jagung (8 -10 %), 1,9 juta

serius terhadap ketahanan pangan dan kedaulatan

ton kacang kedelai (70%), 6,3 juta ton gandum

bangsa. Peluang Indonesia untuk berswasembada

(100 %), 91,1 ribu ton gula pasir (50%), 40 ribu

pangan, bahkan berdaulat pangan dan menjadi

ton daging sapi (20%) dan 2,2 juta ton garam

lumbung pangan dunia (Indonesia feed the world)

(50 - 60 % ). Ancaman terhadap ketahanan dan

sangatlah besar. Lahan yang sesuai perluasan areal

kemandirian pangan terus meningkat sejalan

tanam pangan (ektensifikasi) masih tersedia sekitar

dengan pertambahan jumlah penduduk dan

16,77 juta ha yang terdiri dari sekitar 3,51 juta

berkurangnya lahan pertanian akibat terjadinya

ekosistem lahan basah (rawa) dan 13,26 juta ha

konversi lahan ke non pertanian (sekitar 150.000

ekosistem lahan kering. Di lain pihak, intensifikasi

ha/tahun). Diproyeksikan dengan perhitungan

berbasis teknologi peningkatan produksi ramah

konservatif (laju pertambahan penduduk terus

lingkungan terpadu masih mampu meningkatkan

32

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


produktivitas pangan sekitar 25 – 50% (padi

sepenuhnya memberdayakan petani sebagai mitra

menjadi 6 – 8, jagung 6 – 8 dan kedelai 2 -3 ton/

(plasma) dalam suatu managemen atau usaha.

ha). Perluasan aeral sekitar 5 – 10 juta ha dan

Misalnya perkebunan pangan (food estate) atau

dipadukan dengan program intensifikasi dan

bentuk lainnya. BUMD, Koperasi dan badan

pemulihan kesehatan lahan (soil quality and soil

usaha lainnya berperan sebagai inti dengan fokus

helath) tidak saja menjadikan Indonesia berdaulat

kegiatannhya adalah industri pangan (pangan,

pangan tetapi mampu menjadi lumbung pangan

tepung, pakan ternak, dan lain-lainnya) dan

dunia secara berlanjut. Kunci suksesnya antara lain

memberikan bimbingan teknis pada mitranya.

adalah; (1) kebijakan anggaran yang berpihak pada

Alokasi luas lahan untuk setiap petani di desain

sektor pertanian (setidak-tidaknya 10 – 15 % dari

untuk mampu menjadikan petani menjadi

APBN)(saat ini masih < 3%), (2), pembangunan

makmur (memaksa petani menjadi kaya).

dan perbaikan infrastruktur yang mendukung

Kata Kunci: Ketahanan Pangan, Kemandirian

pertanian (waduk, jaringan irigasi, jalan, dll), (3)

pangan, Lumbung Pangan, intensifikasi,

pengembangan agrobisnis pangan berbasis industri

ekstensifikasi, impor pangan, petani kaya

pedesaan, (4) peningkatan daya saing pertanian dan kualitas sumber daya manusia. Pengembangan agrobisnis pangan berbasis pedesaan dengan

I. PENDAHULUAN (NEGARA AGRARIS Sulit untuk dipahami bahwa ketahanan

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

33


pangan Indonesia sebagai negara agraris yang

2012 telah mencapai 241 juta jiwa dengan laju

memiliki sumber daya alam melimpah ternyata

pertambahan sekitar 1,4% per tahun, konsumsi

masih mengkhawatirkan (rawan) dan sangat

beras sebagai pangan utama sekitar 135 - 139

tergantung pada impor. Indonesia pada tahun

kg/kapita/tahun. Diperkirakan dalam waktu

2012 mengimpor 1,8 juta ton beras (sekitar 5-8%),

sekitar 40 tahun (doubling time) atau pada

1,7 juta ton jagung (sekitar 8-10%), 6,3 juta ton

tahun 2050 jumlah penduduk di Indonesia akan

gandum (100 %), 479,7 ribu ton terigu (100 %),

mencapai sekitar 480 juta jiwa (Simarmata, 2008;

91,1 ribu ton gula pasir (50%), 40.338 ton daging

Simarmata, 2009; Simarmata et al., 2011). Proyeksi

sapi (20 %), 6.797 kg daging ayam, 2,2 juta ton

kebutuhan pangan pokok dengan perhitungan

garam (50 - 60%), 13,3 ribu ton singkong, 54,1 ribu

yang konservatif, maka tahun 2050 Indonesia

ton kentang, 1,9 juta ton kedelai (60– 70 %) (BPS,

memerlukan 48 – 50 juta ton beras atau 80 – 90

2012, BIN, 2012, PDSIP, 2012). Ketergantungan

juta ton GKG (asumsi konsumsi beras menurun

akan impor untuk bahan pangan strategis tersebut

dari 139 kg menjadi 100 kg/kapita/tahun), 24,65

sekitar 5-8% beras, trigu 100%, kedelai 70%, gula

juta ton jagung, 3,04 juta ton kedelai, 12,73 juta

50% daging 20 % (Bin, 2012). Diperkirakan total

ton ubi kayu, 3,96 juta ton gula dan 0,36 juta ton

nilai impor pangan tersebut pada tahun 2012

daging (Tabel 1) (BPS, 2012; Pambudi, 2013). Hal

sekitar 80 triliun dan tahun 2013 naik menjadi

ini berarti untuk dapat berswasembada untuk

90 trilyun (Warta Eknomi, 2013, MITI, 2012).

3 komoditas pangan utama setidak-tidaknya

Ancaman terhadap ketahanan pangan maupun

diperlukan sekitar 17 – 18 juta ha areal panen

kemandirian pangan semakin serius (Setkab, 2013;

padi (produktivitas 4,5 – 5 ton/ha), 5 juta ha

MITI; 2013). Tampaknya, ketergantungan akan

areal jagung (produktivitas 4 - 5 ton/ha), dan 2,6

pangan impor akan terus meningkat. Bila tidak

juta ha luas areal kedelai (produktivitas 1,5 – 2,0

dilakukan penanganan dan antisipasi dengan

ton/ha). Hasil kajian mengindikasikan bahwa

baik dapat menyebabkan gejolak dan bencana

untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan

pangan nasional. Krisis pangan telah terbukti

pangan dan berkurangnya lahan sawah akibat

dapat menyebabkan kekacauan dan runtuhnya

konversi lahan ke non pertanian sekitar 150.000

kedaulatan di berbagai negara.

ha per tahun, khususnya beras setidak-tidaknya

Jumlah penduduk di Indonesia pada tahun

diperlukan pertambahan produksi sekitar 5% per

Tabel 1. Proyeksi kebutuhan bahan pangan pokok 2010-2050 (Sudaryanto et al. 2010) Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 Tren +

34

Beras 33.065 35.123 37.021 38.720 40.183 42.317 44.500 46.787 48.182 0,92

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

Jagung 16.859 17.420 18.940 19.407 20.812 21.145 22.400 23.569 24.650 0,68

Kebutuhan pangan pokok (000 ton) Kedelai Ubi Kayu 2.057 9.727 2.222 10.337 2.381 10.901 2.531 11.408 2.668 11.845 2.791 12.203 2.896 12.475 2.980 12.653 3.043 12.735 0,98 0,67

Gula 2.175 2.346 2.530 2.727 2.940 3.169 3.416 3.681 3.966 1,50

Daging 244 263 281 298 314 328 340 349 356 0,94


tahun. Konsekuensinya diperlukan upaya dan

meningkat., (4). Luas lahan potensial (arable land)

terobosan teknologi untuk meningkatkan produksi

masih banyak yang belum dimanfaatkan.

tanaman dengan signifikan secara berlanjut,

Upaya untuk mengantisipasi masalah

melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi

ancaman terhadap ketersediaan dan ketahanan

(Apriyantono, 2009; Simarmata, 2008; Simarmata

pangan maupun kemandirian pangan atau

et al. 2012)

menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan

Pada dasarnya, modal utama untuk mengembangkan pertanian di Indonesia

dapat dilakukan sebagai berikut: Perluasan Areal Panen. Peningkatan

sudah tersedia dengan melimpah (keunggulan

produksi dapat dilakukan dengan menggenjot

komparatif). Sumber energi untuk tanaman

peningkatan luas area panen dari yang sekarang

sebagai pabrik atau mesin biologis (fotosintesis)

12 juta ha menjadi 20 – 30 juta ha atau naik

yaitu sinar matahari melimpah (sekitar 12 jam per

10 – 20 juta ha secara bertahap dan terencana

hari), luas daratan sekitar 188,8 juta hektar dan

dalam waktu 10 tahun. Perluasan areal tanaman

luas perairan laut 450 juta ha, sumber daya air

mutlak diperlukan untuk meningkatkan produksi

sangat melimpah, sumber daya manusia sekitar 241

pangan dan mengimbangi terjadinya konversi

juta jiwa, dan didukung oleh berbagai teknologi

lahan penggunaan non pertanian. Tanpa perluasan

tepat guna maupun teknologi modern. Semestinya

areal akan terjadi persaingan atau kompetisi antar

peluang untuk menjadikan Indonesia berdaulat

komoditas pertanian. Misalnya, bila luas areal

pangan, bahkan menjadi lumbung pangan

tanaman jagung meningkat maka akan terjadi

dunia (Indonesia feed the world) sangatlah besar.

penurunan luas areal panen tanaman kedelai

Sangatlah ironis, ternyata untuk berswasembada

atau tanaman pangan lainnya. Potensi perluasan

pangan saja, tidak mampu?. Permasalahan

areal untuk pengembangan tanaman pangan

utamanya antara lain adalah (1) kebijakan yang

di Indonesia masih tebuka luas, bahkan dapat

belum berpihak pada sektor pertanian dan

dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia sebagai

pengembangan infrastruktur pertanian. Dari

lumbung pangan

sekitar 1600 triliun ABPN tahun 2012, alokasi

Intensifikasi. Program intensifikasi untuk

untuk sektor pertanian hanya sekitar 40 triliun

meningkatkan produktivitas padi sekitar 25 –

(sekitar < 3%) padahal jumlah penduduk yang

50% yaitu dari 5 ton/ha menjadi 6 – 8 ton/ha.

terlibat dalam sektor pertanian sekitar 70%, (2).

Meningkatkan produktivitas rata-rata menjadi 6 –

Infrastruktur pertanian tidak memadai dan sangat

8 ton dengan pola sawah konvensional relatif sulit.

mengkhawatirkan, (a) aksesibilitas`ke sentra

Upaya peningkatan produktivitasnya tampaknya

pertanian tidak memadai, (b) jaringan irigasi

semakin sulit karena sebagian besar lahan

sudah banyak yang rusak , (c) hampir tidak ada

pertanian di Indonesia (lahan sawah maupun

penambahan waduk/bendungan selama kurun

lahan kering) sudah termasuk lahan kelelahan dan

20 tahun terakhir untuk menjamin ketersediaan

sakit (fatigue and sick soils). Sekitar 70 % lahan

irigasi, (2). Sistem produksi yang tidak efisien

sawah memiliki kandungan bahan organik sekitar

akibat kurangnya dukungan infrastruktur dan luas

1,5% dan 90 % lahan kering memiliki kandungan

lahan usaha tani yang relatif kecil mengakibatkan

C-organik sekitar 1–1,5% sudah terdegradasi berat

produk lokal tidak mampu bersaing dengan

atau sakit berat (Simarmata dan Yuwariah, 2009;

produk pangan impor (globalisasi perdagangan)

Simarmata et al., 2011; Simarmata et al., 2012.).

(3) perubahan iklim dan pemanasan global

Implementasi teknologi hemat air (IPAT-BO

menyebabkan resiko dan kegagalan panen semakin

= intensifikasi padi aerob terkendali berbasis

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

35


organik) berbasis kompos jerami (pupuk organik)

Konsekuensinya, diperlukan upaya peningkatan

dan pupuk hayati dengan konsep menagamen

produksi dan program ketahanan pangan melalui

pemupukan ramah lingklungan terpadu (integrated

perluasan, intensifikasi, diversifikasi pangan dan

eco-friendly fertilizers management) dapat diadopsi

pengendalian pertambahan jumlah penduduk

memulihkan kesehatan maupun kesuburan tanah

secara terpadu (Simarmata, 2008).

dan meningkatkan produktivitas tanaman secara

Bagaimanakah peluang Indonesia

berlanjut (sustainable agricultural practises).

meningkatkan produksi pangan secara berlanjut,

Mengendalikan Pertambahan Jumlah

bagaimanakah potensi dan daya dukung sumber

Penduduk. Pengendalian pertambahan jumlah

daya lahan untuk meningkatkan produksi pangan?,

penduduk berkaitan dengan ketahanan pangan.

upaya dan strategi apakah yang dilakukan untuk

Pertumbuhan penduduk diharapkan dalam waktu

menjadikan Indonesia mampu berdaulat pangan,

yang relatif singkat dapat diturunkan, bahkan

bahkan mampu menjadi lumbung pangan dunia

diupayakan menjadi zero growth melalui program

(indonesia feed the world) khususnya beras,

keluarga berencana.

menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini.

Diversifikasi Pangan. Pola konsumsi pangan yang terfokus pada beras sangatlah rawan. Untuk

II. KETERSEDIAAN LAHAN DAN

itu perlu dilakukan diversifikasi pangan sehingga

KERAGAAN PRODUKSI PANGAN

tingkat konsumsi beras 139 kg/kap/tahun harus

2.1. Ketersediaan Lahan

diturunkan menjadi 70 – 90 kg/kapita/tahun. Hasil

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki

kajian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras

total luas daratan sekitar 188,2 juta ha yang

berkaitan dengan tingkat penghasilan. Masyarakat

terdiri dari 144 juta ha lahan kering dan 44,20

miskin (penghasilan rendah) mengkonsumsi beras

juta ha lahan basah (Hidayat dan Mulyani 2002;

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat

Ritung et al, 2011). Sekitar 94,07 juta ha dari

berpenghasilan tinggi.

total luas daratan tersebut dapat dimanfaatkan

Upaya Terpadu. Permasalahan ketersediaan

untuk pertanian (arable land) atau yang sesuai

dan ketahanan pangan sangat kompleks.

untuk pertanian (BBSDLP 2008; Las dan Mulyani,

Tabel 2. Keragaan luas ekosistem lahan basah (rawa) dan lahan kering (nonrawa) yang sesuai untuk pertanian (Mulyani et al, 2011) Lahan Rawa (juta ha)

Lahan non Rawa (juta ha)

LBS (Sawah)

TS

TT

LBS (Sawah)

TS

TT

Jumlah

Sumatera

1,49

0,16

1,67

3,70

7,59

11,51

26,18

Jawa

0,057

0

0,018

0,31

1,96

2,77

9,11

-

0

0

0,48

1,23

1,63

3,34

Kalimantan

1,91

0

1,41

3,51

8,95

12,26

28,04

Sulawesi

0,23

0,10

0,018

1,69

0,69

0,77

6,51

Maluku dan Papua

0,11

0

0,71

7,92

4,40

7,80

20,96

Indonesia

3,80

0,26

3,82

21,62

24,83

39,74

94,.07

Pulau

Bali dan Nusa Tenggara

LBS = Lahan basah semusim, TS = Tanaman Semusim, TT = Tanaman Tahunan. Sumber: BBSDLP (2008) 36

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


Table 3. Keragaan ketersediaan lahan yang telah digunakan dan yang potensial untuk perluasan aeral pertanian pada ekosistem lahan basah (rawa) dan lahan kering (LK) (Mulyani dan Agus, 2006) Pulau

Lahan Sesuai (juta ha)

Eksisting Lahan Sawah (juta ha)

Lahan Potensial untuk Ekstensfikasi (juta ha)

Rawa

LK

Rawa

Irigasi

Rawa

LK

Total

Sumatera

2.432

3.617

0.509

1.604

1.924

2.013

3.937

Jawa

0.124

4.463

0.002

3.341

0.122

1.121

1.242

Bali + NTT

0

0.482

0.0096

-

-

0.085

0.085

Kalimantan

1.425

1.587

0.412

0.556

1.014

1.038

2.044

Sulawesi

0.310

2.075

0.0030

0.961

0.307

1.113

1.421

Papua + Maluku

0.148

7.891

0

0

0.148

7.891

8.040

Total

4.441

20.115

0.927

6.860

3.514

13.255

16.770

2009; Mulyani et al, 2011). Lahan yang telah

kedelai sekitar 0,56 – 0,66 juta ha dengan tingkat

dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 70,17 juta ha

produktivitas sekitar 1,4–1,5 ton/ha (Tabel 4).

sehingga masih terdapat sekitar 23,90 juta ha yang

Secara garis besar tampak pada Tabel 4, bahwa

dapat dikategorikan sebagai lahan potensial untuk

produktivitas dari 3 komoditas utama relatif jauh

perluasan pertanian (Tabel 2). Lebih lanjut pada

lebih rendah dari potensi hasil atau produktivitas

Tabel 2 terlihat bahwa`lahan yang sesuai sekitar

dari hasil kajian dengan memanfaatkan teknologi

24,5 juta ha yang terdiri dari 4,41 juta ha lahan

dan managemen input baik. Adopsi teknologi

rawa dan 20,15 juta ha lahan kering. Lahan yang

hemat air (IPAT-BO), pengelolaan tanaman

telah dimanfaatkan sebagai lahan sawah adalah

terpadu (PTT) dan teknologi lainnya baik

sekitar 0,927 juta ha lahan rawa dan 6.860 juta ha

dengan pengelolaan air irigasi yang tepat mampu

lahan sawah (Mulyani dan Agus, 2006; Mulyani

menghasilkan sekitar 8 – 10 ton padi per hektar

et al, 2011). Hal ini berarti lahan potensial untuk

atau mendekati, bahkan melebihi potensi hasil. Hal

ekstensifikasi (perluasan areal) produksi pangan

ini berarti untuk menaikkan produktivitas`padi

(padi, jagung, kedelai atau komoditas pangan

menjadi 6 - 8 ton/ha dapat dicapai dengan mudah.

lainnya) masih tersedia dengan luasan yang cukup

Adopsi teknologi pemupukan pada tanaman

besar yakni sekitar 16,77 juta ha yang terdiri dari

jagung, mampu menghasilkan jagung sekitar 8 –

sekitar 3,51 juta ha ekosistem lahan rawa dan

12 ton/ha atau mendekati potensi hasil tanaman

13,26 juta ha ekosistem lahan kering. Lahan-lahan

jagung hibrida yaitu sekitar 10 – 14 ton/ha. Hal

potensial yang cukup luas untuk tanaman pangan,

yang relatif sama juga terjadi pada tanaman

umumnya tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan

kedelai, produktivitas rata-rata saat ini masih jauh

dan Papua.

lebih rendah dari potensi hasil sekitar 3 – 4 ton/ ha atau hasil kajian sekitar 3 ton/ha. Hal ini berarti

2.2.. Keragaan Produksi dan Produktivitas Data BPS (2012) memperlihatkan bahwa

bahwa, peluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai dan

luas`areal panen tanaman padi dalam 3 tahun

tanaman pangan lainnya) sebesar 25 – 50 % masih

terakhir sekitar 12 - 13 juta ha dengan tingkat

sangat besar (Simarmata et al. 2011; Simarmata

produktivitas tanaman padi sekitar 4,9 – 5,1 ton/

and Yuwariah, 2009).

ha, jagung sekitar 3,9 – 4,0 juta hektar dengan tingkat produktivitas 4,4 – 4,8 ton/ha, dan kacang

III. MENJADI LUMBUNG PANGAN ?? Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

37


Tabel 4. Keragaan perkembangan luas panen (LP), produksi dan produktivitas tanaman pangan utama (padi, jagung dan kedelai) di Indobesia (BPS, 2012) TahunÂ

Padi

Jagung

Kedelai

LP (Juta ha)

Produksi (juta ton)

Prodkt (ku/ha)

LP (juta ha)

Produksi (Juta ton)

Prodkt (ku/ha)

LP (juta ha)

Produksi (juta ton)

Prodkt (ku/ha)

2000

11,8

51,9

44.0

3,5

9,7

27.7

0,82

1,01

12.3

2001

11,5

50,5

43.9

3,3

9,3

28.5

0,67

0,83

12.2

2002

11,5

51,5

44.7

3,1

9,6

30.9

0,54

0,67

12.4

2003

11,5

52,1

45.4

3,3

10,9

32.4

0,53

0,67

12.8

2004

11,9

54,1

45.4

3,3

11,2

33.4

0,56

0,72

12.8

2005

11,8

54,1

45.7

3,6

12,5

34.5

0,62

0,88

13.0

2006

11,8

54,4

46.2

3,3

11,6

34.7

0,58

0,75

12.9

2007

12,1

57,2

47.1

3,6

13,3

36.6

0,50

0,59

12.9

2008

12,3

60,3

48.9

4,0

16,3

40.8

0,59

0,77

13.1

2009

12,9

64,4

50.0

4,2

17,6

42.4

0,77

0.97

13.5

2010

13,2

66,5

50.2

4,1

18,3

44.4

0,66

0,91

13.7

2011

13,2

65,7

49.8

3,9

17,6

45.7

0,62

0,85

13.7

2012

13,4

69,0

51.4

3,9

19,4

48.9

0,56

0,85

15.0

Berdasarkan analisis ketersediaan lahan dan

12 juta hektar, maka total produksi yang

tingkat produktivitas tanaman pangan utama

dicapai menjadi sekitar 72 – 86 juta ton GKG

(padi, jagung, kedelai), seharusnya Indonesia

per tahun. Hasil berbagai kajian intensifikasi

tidak hanya mampu untuk mencapai kemandirian

saat ini dengan memanfaatkan benih unggul,

maupun kedaulatan pangan, tetapi mampu

pengairan, pemupukan dan pengendalian OPT

menjadi lumbung pangan dan menjadi eksportir

dan penanganan panen dan pasca panen, untuk

pangan (Indonesia feed the world). Upaya

mencapai tingkat produktivitas padi menjadi 8 ton

peningkatan produksi pangan dilakukan melalui

masih relatif mudah (Simartmata, 2008; Simarmata

(1) Intensifikasi dan ekstensifikasi (perluasan

et al., 2012). Keberhasilan program intensifikasi

areal). Peluang meningkatan produksi melalui

sangat tergantung pada upaya pemulihan sawah

program intensifikasi masih sangat besar.

yang telah tergradasi akibat rendahnya kandungan

Implementasi teknologi intensifikasi dengan

bahan organik tanah. Sekitar 73 % lahan sawah

dukungan infrastrukur pengairan (perbaikan

sudah terdegrasi dan 90 % lahan kering sudah

dan penambahan jaringan irigasi) dan teknologi

terdegrasi berat sehingga termasuk kategori

pemupukan terpadu (pupuk organik, pupuk

lahan sakit (sick soils). Pemulihan kesehatan dan

hayati dan anorganik) dapat meningkatkan

kesuburan lahan sawah maupun lahan kering dapat

produktivitas padi dari sekitar 5 ton menjadi 6

dilakukan dengan memanfaatkan limbah pertanian

-8 ton/ha. Bila luas areal panen saat ini sekitar

maupun limbah perkotaan sebagai bahan kompos

38

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


Keberhasilan program intensifikasi sangat tergantung pada upaya pemulihan sawah yang telah tergradasi akibat rendahnya kandungan bahan organik tanah.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

39


atau pupuk organic. Pemulihan kesuburan lahan

Pembangunan berbasis pedesaan akan membuka

sawah dengan memanfaatkan kompos jerami dan

kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan

pupuk hayati memerlukan waktu sekitar 3 tahun

dan mengurangi urbanisasi. Tanpa dukungan

atau 6 musim tanam (Simarmata et al, 2012).

infrastruktur dan managemen pengelolaan

Oleh Karena itu, pengelolaan bahan organik tanah

air, maka Indonesian akan selalu berlinang

secara terpadu merupakan kunci keberhasilan

air mata. Menangis pada musim hujan karena

peningkatan produksi secara berlanjut.

banjir dan menangis pada musim kemarau

Upaya peningkatan produksi melalui

karena kekeringan. Sejak 3 dekade terahkir

perakitan benih berumur genjah atau super genjah

pembangunan waduk dan jaringan irigasi praktis

memegang peranan penting untuk menggenjot

tidak berarti, bahkan jaringan irigasi yang sudah

produksi tanaman pangan di masa mendatang.

ada setidak-tidaknya sekitar 25% sudah tidak

Tanaman padi varietas unggul baru (VUB) saat ini

berfungsi atau rusak. Salah satu kendala utama

rata-rata berumur sekitar 110 – 120 hari sehingga

dalam memanfaatkan lahan basah ekosistem rawa

penanaman maksimal 2 - 3 kali dalam setahun.

adalah sangat tergantung pada managemen tata

Bila umur padi dapat dipersingkat menjadi sekitar

air dan dukungan aksesibilitas (jalan). Walaupun

70 hari (super genjah) maka penanaman dapat

biaya untuk membangun sistem pengairan dan

dilakukan hingga 4 kali dalam setahun (IP 400).

tata air (jaringan irigasi) maupun jalan relatif

Sebagaimana diuraikan di atas potensi

besar, tetapi dalam jangka pendek pembangunan

ekstensifikasi atau perluasan tanaman pangan

fisik menjadi penggerak ekonomi, dalam jangka

masih terbuka lebar (Tabel 3). Dengan

panjang berperan dalam menjamin ketahanan

memperluas`areal tanam sekitar 5 juta ha, maka

dan kemandirian pangan atau kedaulatan pangan

luas areal sawah akan menjadi sekitar 13 juta

serta pengembangan sentra ekonomi berbasis

hektar. Bila setahun 2 kali tanam dengan tingkat

pedesaan. Di berbagai tempat di Indonesia setiap

produktivitas sekitar 5 ton/ha, maka produksi

tahun dilanda banjir karena buruknya managemen

padi dapat mencapai 130 juta ton/tahun atau

pengelolaan air. Pengelolaan air secara langsung

setara dengan 78 juta ton beras (rendemen 60

akan meningkatkan ketersediaan air pada musim

%). Bila dilakukan penambahan areal 10 juta ha,

kemarau dan mengurangi bencana banjir.

maka luas areal tanam sekitar 18 juta ha akan

Modal utama dalam pertanian yaitu sinar

mampu menghasilkan sekitar 190 juta ton gabah/

matahari yang tersedia gratis sepanjang tahun,

tahun atau sekitar 114 juta ton beras. Pergiliran

tidak dimanfaatkan dengan baik. Bahkan pada

atau rotasi penanaman, secara langsung akan

musim kemarau sinar matahari dibiarkan

meningkatkan luas tanam dan panen komoditas

berlalu atau disia-siakan. Bila keunggulan

pangan lainnya. Adopsi pola tanam padi-

komparatif yang dimiliki Indonesia tersebut,

padi-jagung atau kedelai secara langsung akan

dipadukan dengan kebijakan yang berpihak pada

meningkatkan produksi jagung atau kedelai

pembangunan sektor pertanian akan mampu

dengan sangat signifikan dan mampu menjadi

menjadikan Indonesia berdaulat pangan dan

eksportir jagung dan kedelai..

menjadi lumbung pangan dunia. Adapun upaya

Kunci sukses pengembangan pertanian tanaman pangan sangat tergantung pada infrastruktur irigasi dan jalan. Pada dasarnya

dan strategi untuk menjadikan Indonesia berdaulat pangan antara lain adalah: Program perluasan areal pertanian pada

pembangunan insfrastrukur ini sekaligus sebagai

lahan basah (rawa) dan ekosistem lahan kering.

motor penggerak roda ekonomi berbasis pedesaan.

Penambahan areal sekitar 1 juta ha per tahun,

40

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


maka dalam 10 tahun Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia

keharusan untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas lahan pertanian 5. Intensifikasi padi lahan kering (padi gogo).

Program Intensifikasi untuk meningkatkan

Kontribusi padi gogo saat ini sekitar 5%

produktivitas tanaman pangan melalui:

dari total produksi padi dengan tingkat

1. Pengembangan benih unggul berumur genjah

produktivitas yang masih rendah sekitar 2 ton.

dan super genjah sehingga dapat melakukan

Adopsi teknologi intensifikasi dengan benih

tanam dan panen 4 kali dalam setahun (IP

unggul dapat meningkatkan produktivitas padi

400). Saat ini sudah mulai dikembangkan

gogo hingga 3 – 4 ton/ha.

padi berumur super genjah (70 hari), hanya produktivitasnya masih rendah. 2. Managemen bahan organik tanah dan

6. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terpadu. Salah satu kendala yang menyebabkan kegagalan atau berkurangnya

teknologi pemupukan ramah lingkungan

hasil tanaman adalah gangguan OPT.

terpadu (eco-friendly fertilizer management)

Implementasi pengendalian OPT terpadu

untuk memulihkan kesehatan & kesuburan

diharapkan mampu mengendalikan OPT dan

tanah dan meningkatkan produksi tanaman

meningkatkan hasil serta mengurangi dampak

secara berlanjut. Penggunaan pupuk

negatif terhadap lingkungan

organik (kompos jerami) dan pupuk hayati (biofetilizers) dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga 50% dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 3. Pengembangan teknologi hemat air (water

7. Adopsi dan implementasi berbagai teknologi untuk mengantisipasi perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global. 8. Pembangunan Infrastruktur Pengairan dan Jalan. Faktor pembatas utama pertanian adalah (1) sinar matahari sebagai sumber

saving technologi). Salah satunya adalah

energi bagi tanaman sebagai mesin biologis,

IPAT-BO (intensifikasi padi aerob terkendali

(2) ketersediaan air (mutlak diperlukan

berbasis organik). Hasil lapang dari tahun

dalam proses fotosintesis dan penyerapan

2007 – 2012 di berbagai tempat di Indonesia,

hara), (3) sumber daya lahan sebagai media

IPAT-BO selain mampu meningkatkan

tanam, (4) sumber daya manusia dan

produksi setidak-tidaknya 25%-50%, juga

(5) teknologi yang efisien. Pertumbuhan

mengurangi penggunaan air sekitar 30-

tanaman sepenuhnya tergantung faktor

40%, mengembalikan kesuburan lahan dan

sinar matahari, ketersediaan air dan nutrisi.

mengurangi penggunaan pupuk anorganik

Akibatnya, pertanian merupakan pabrik

sekitar 25% (Simarmata et al., 2011)

biologis yang sangat bergantung pada

4. Peningkatan efisiensi usaha tani dengan

kondisi alam dan faktor eksternal yang sulit

memanfaatkan alat dan mesin pertanian

atau tidak dapat dikendalikan. Pertanian

(Alsintan) dan pengelolaan panen dan pasca

konvensional sepenuhnya bergantung pada

panen. Di berbagai daerah telah terjadi

kondisi agroekologis. Akibatnya, dinamika

kelangkaan tenaga kerja dan berkurangnya

pertumbuhan dan perkembangan tanaman

minat orang bekerja dalam pertanian

bervariasi sesuai dengan kondisi agroekologis.

konvesional semakin sedikit. Oleh Karena

Pembangunan infrastruktur irigasi dapat

itu penggunaan mesin tanam, pengolah

mengurangi ketergantungan pada alam secara

tanah, panen dan pasca panen merupakan

signifikan dan mengurangi tingkat kegagalan

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

41


42

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


setidak-tidaknya hingga 90%. Ketersediaan

kandungan bahan organik tanah hingga > 2%.

air sawah irigasi menyebabkan produksi lebih

Sumber utama kebutuhan bahan organik yaitu

tinggi dan lebih stabil dibandingkan padi

jerami tersedia dalam jumlah yang besar di

lahan kering (padi gogo). Konsekuensinya,

lahan atau limbah pertanian lainnya. Potensi

pencapaian ketahanan atau kemandirian

produksi jerami sekitar 10 ton/ha (sekitar 1,5

pangan di Insdonesia sangat tergantung

x hasil gabah) atau setara dengan 4 – 6 ton

pada pembangunan sarana dan prasarana

kompos jerami/ha/musim (Simarmata et al.,

pengairan. Infrakstruktur jalan merupakan

2011). Potensi jerami sebagai pupuk untuk

faktor pembatas utama di sentra pertanian.

mensubstitusi pupuk anorganik sangat besar

Buruknya aksesibilitas menyebabkan biaya

yaitu setiap 5 ton jerami setara dengan 75 kg

tinggi dan produk pertanian Indonesia tidak

urea, 25 kg SP-36 dan 125 kg KCl. Kompos

mampu bersaing dengan produk impor dari

jerami selain kaya akan C-organik (sekitar 30

manca negara. Sebagian besar infrastruktur

-40%), juga mengandung hara yang lengkap

pengairan (waduk, bendungan dan jaringan

baik makro (1,5 % N, 0,3 – 0,5 % P2O5, 2 – 4%

irigasi) sudah tidak berfungsi dengan baik

K2O, 3 – 5 % SiO2) maupun mikro (Cu, Zn,

akibat terjadinya pendangkalan dan kerusakan

Mn, Fe, Cl, Mo) dan mengandung organisme

jarangan irigasi.

menguntungkan. Pengembalian jerami atau

9. Pemulihan Kesehatan dan kesuburan lahan

aplikasi 2 – 5 ton kompos jerami per hektar

sawah yang terdegradasi. Kesehatan dan

dan pupuk hayati mampu mengurangi pupuk

kesuburan lahan sawah di Indonesia saat

anorganik sekitar 25 – 50 % meningkatkan

ini sudah sangat kritis dan sebagian besar

produksi dan memulihkan kesehatan tanah

sudah tidak dapat melakukan fungsinya

dalam waktu sekitar 3 tahun (Simarmata et al,

dengan baik. Akibatnya, respon terhadap

2012; Simarmata, 2012).

pemupukan semakin melandai (leveling off)

10. Peningkatan Daya saing dan kualitas SDM.

dan produktivitas padi rata-rata nasional

Daya saing merupakan faktor yang sangat

dari tahun 1990-an sampai tahun 2006 hanya

menentukan keberlanjutan pertanian

sekitar 4,6 ton per hektar dan kualitas tanah

Indonesia. Kondisi eksis saat ini menunjukkan

terus menurun (BPS, 2012). Tanah yang

bahwa berbagai produk pertanian Indonesia

telah mengalami degradasi tersebut dapat

khususnya tanaman pangan dan hortikultura

dikelompokkan sebagai lahan sawah sakit dan

tidak mampu bersaing dengan produk impor.

kelelahan (sick soils and fatigue). Balai Besar

Upaya meningkatkan daya saing dapat

Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

dilakukan dengan pembangunan, maupun

Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian

perbaikan infrastruktur dan pengembangan

Pertanian mengungkapkan bahwa saat ini,

teknologi yang efisien (on farm and off

sekitar 73 % lahan sawah (sekitar 5 juta ha)

farm)) untuk mendukung pertanian dan

memiliki kandungan C-organik yang sangat

meningkatkan efisiensi usaha tani. Oleh karena

rendah sampai rendah (C-organik <2%), 22

itu, peningkatan kualitas sumber daya petani

% memiliki kandungan C-organik sedang

dan pengembangan industri berbasis pedesaan

(2 – 3 % C-org) dan 4 % memiliki kandungan

merupakan faktor penting untuk menaikkan

C-organik tinggi (> 3% C-org). Upaya

daya saing. Selain itu, daya saing berkaitan

pemulihan kesehatan dan kesuburan tanah

erat dengan luasan usaha tani. Usaha tani yang

relatif mudah, yaitu dengan meningkatkan

relatif kecil di Indonesia mengakibatkan usaha

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

43


tani kurang efisien dan berbiaya tinggi. 11. Pengembangan Agrobisnis Pangan

atau tanaman jagung dengan produktivitas 6 ton/ha menghasilkan 5 x 6 x Rp 3000 = Rp

berbasis Pedesaan untuk mendesain petani

90.000.000,-. Dengan penghasilan di atas Rp

menjadi kaya dan usaha tani yang berdaya

20 juta per bulan pastilah petani menjadi

saing. Pengembangan pertanian pangan

makmur. Hal ini berarti bahwa impian

melalui ekstensifikasi pada basah atau

menjadikan petani menjadi kaya dapat

lahan kering merupakan momentum untuk

terwujud

memberdayakan masyarakat dan menciptakan usaha tani yang kompetitif atau berdaya saing. Oleh karena itu, dukungan kebijakan

Berdasarkan paparan dan uraian di atas dapat

yang konsisten untuk membangun sarana

disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

dan prasarana sangat diperlukan dalam

1. Sebagian besar pangan pokok (beras, jagung,

pengembangan pertanian yang efisien. Pola

kacang kedelai, terigu, gula, daging dan pangan

pengembangan agribisnis berbasis pedesaan

lainnya) masih bergantung pada impor sehingga

dan perberdayaan masyarakat dalam suatu

ancaman terhadap ketahanan dan kemandirian

managemen pertanian moderen dalam suatu kawasan (1000 – 10.000 ha) sebagai

pangan semakin serius 2. Adopsi dan implementasi intensifikasi berbasis

perkebunan pangan (food estate) atau bentuk

teknologi ramah lingkungan terpadu masih

lainnya dapat digunakan menjadikan petani

mampu meningkatkan produktivitas tanaman

makmur (memaksa petani menjadi kaya).

pangan sekitar 25 – 50%, yaitu padi dari 5 ton

Misalnya, pengembangan agrobisnis pangan

menjadi 6 – 8 ton/ha, jagung dari sekitar 4 ton

berbasis tanaman pangan (padi, jagung atau

menjadi 6 – 8 ton dan kedelai dari sekitar 1,5 ton

tanaman lainnya), setiap petani mengelola

menjadi sekitar 2 – 3 ton/ha.

lahan yang memenuhi skala usaha yang

3. Indonesia memiliki lahan potennsial yang sesuai

efisien (untuk padi dan jagung sekitar 5 ha)

untuk perluasan tanaman pangan, yakni sekitar

dalam suatu mangemen (BUMD atau Swasta

16,77 juta hektar yang teridiri dari 3,51 juta ha

dengan dukungan kebijakan dari pemerintah

ekosistem lahan basah (rawa) dan 13,26 juta ha

membentuk sutau pola inti dan plasma. Petani berperan sebagai plasma dan Inti

ekosistem lahan kering. 4. Peningkatan produksi melalui Intensifikasi

berperan dalam memberi bimbingan teknis

dan dipadukan dengan perluasan areal sekitar

dan mengembangkan industri hilir (Industri

5 – 10 juta ha akan menjadikan Indonesia

penggilingan beras, pakan ternak, dst). Bila

mampu berdaulat pangan dan menjadi lumbung

seorang petani mengelola lahan sekitar 5 ha

pangan dunia (Indonesia feed the world) secara

dan menanam padi dan menghasilkan 6 ton

berkelanjutan

gabah/ha per musim tanam, maka dalam

5. Pembangunan dan perbaikan infrastruktrur

setahun menghasilkan 5 x 6 x 2. = 60 ton

pertanian (waduk, jaringan irigasi dan jalan)

GKG x Rp 4000/kg = Rp. 240.000.000 per

merupakan kunci sukses pengembangan

tahun. Ditambah penghasilan dari tanaman

tanaman pangan dan mengurangi

sela kedelai atau jagung satu kali dalam

ketergantungan pada alam, meningkatkan

setahun. Bila kedelai dengan hasil 2 ton/

efisiensi usaha tani dan daya saing serta

ha, maka menghasilkanl 5 x 2 ton = 10.000

meningkatkan kesejahteraan petani

kg x Rp 5000 = Rp. 50.000.000 per tahun

44

KESIMPULAN DAN SARAN

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

6. Program ekstensifikasi dapat dipadukan dengan


pengembangan agrobisnis berbasis pedesaan berpola kemitraan dalam suatu unit usaha atau perkebunan pangan (food estate) dengan memberdayakan petani/masyarakat sebagai mitra. BUMD, Koperasi atau swasta sebagai inti (mitra strategis) dalam mengolah hasil pertanian tanaman pangan (industri hilir) dan petani sebagai plasmanya mengelola lahan dengan luasan optimal sekitar 5 ha. 7. Kunci sukses keberhasilan Indonesia menjadikan berdaulat pangan dan lumbung pangan adalah keberpihakan kebijakan alokasi anggaran setidak-tidaknya sekitar 10 -15% dari total APBN (saat ini < 3 % ) untuk membangun sektor pertanian yang efisien, berdaya saing tinggi dan memakmurkan petani. PUSTAKA

Apriyantono, A. 2009. Kebijakan dan strategi pengembangan lahan pertanian untuk keberlanjutan ketahanan pangan dan pengembangan bioenergi. hlm. 9−12 Dalam Prosiding Semiloka Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi.Fakultas Pertanian, IPB, Bogor BBSDLP. 2008. Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Pertanian. BBSDLP, Bogor. BIN. 2012. Hari Pangan Sedunia: Ancaman Krisis Dalam Kemandirian Pangan Indonesia. http://www.bin.go.id/wawasan/ detil/141/3/25/09/2012/hari-pangan-sedunia-ancaman-krisis-dalamkemandirian-pangan-indonesia BPS. 2012. Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id/aboutus. php?pub=1&pubs=47 BPS. 2012. Luas Panen dan Produktivitas Tanaman Pangan di Seluruh Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Buku Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 246 Las, I. dan A. Mulyani. 2009. Sumber daya lahan potensial tersedia untuk mendukung ketahanan pangan dan energi. hlm. 64−74 Dalam Prosiding Semiloka Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi.Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. MITI. 2012. 10 Bahan Pangan Indonesia Masih Impor. http:// beranda.miti.or.id/?p=664 MITI, 2013. Menyongsong Kedaulatan Pangan Indonesia. http:// beranda.miti.or.id/?p=688 Mulyani, A. and F. Agus. 2006. Potensi Lahan Mendukung Revitalisasi Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/ prosiding/mflp2006/ani.pdf Mulyani, A., S. Ritung, dan I. Las. 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber DayaLahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2), 2011. pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3302115.pdf Pambudi R. 2013. Proyeksi Ketahanan Pangan Indonesia. http:// rachmadpambudi.wordpress.com/2013/01/04/proyeksi-ketahanan-panganindonesia/ Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (PDSIP) . 2012. Buku Saku Statistik Makro Pertanian.Vol. 4 No. 2. http://www.deptan.go.id/ infoeksekutif/e_makro/tw2-2012/buku-saku-tw2-2012.pdf. Ritung, S., Z. Abidin, Sunaryo dan Nurmegawati.2010. Identifikasi Potensi Lahan Terlantar dan Bekas Tambang di Kalimantan Timur Seluas 3 Juta ha, Skala 1:250.000 untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Biofuel. Laporan Akhir. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Setkab. 2013. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian. http://www.setkab.go.id/artikel-6833-.html

Simarmata, T. 2008. Teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) untuk melipatgandakan produksi padi dan mempercepat pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada tanggal 2 Mei. 2008 di Universitas Padjadjaran. Simarmata, T. 2009. Less water for better soil biological activity and growth of paddy rice in system of organic based aerobic rice intensification. Presented Paper on Internasional Seminar of Sustainable Resources Development: Management of Water and Land Resources from October 6th – 8th 2009 in Central Kalimantan. Prosiding of Internasional Seminar of Sustainable Resources Development: Management of Water and Land Resources from October 6th – 8th 2009 in Central Kalimantan Simarmata, T. 2012. Teknologi Pemulihan Kesehatan Dan Peningkatan Produktivitas Lahan Suboptimal Untuk Mempercepat Pencapaian Kedaulatan Pangan Di Indonesia. Makalah pada Workshop Konsorsium Lahan Suboptimal tanggal 23 – 24 Februari 2012 di Palembang Simarmata, T. and Y. Yuwariah. 2009. Water Saving And Reducing Inorganic Fertilizers Technology For Increasing The Soil Biological Activity and Rice Productivity In System Of Organic Based Aerobic Rice Intensification (SOBARI). Prosiding of Internasional Conference & Seminar: Agriculture on Crossroad, November 25 – 26th, 2009 in Padjadjaran University, Bandung Indonesia Simarmata, T., Benny Joy and Mahfud Arifin. 2012. Agricultural Soils And Practices for Enhancing The Food Security In Indonesia. Paper on Conference of Agriculture Development and Studies 27-30 March 17-30th 2012, at Campus of Agriculture Faculty, University of Ain Syams, Syubra Khaima, Cairo Simarmata, T., B. Joy and T. Turmuktini, 2011. Management of Water Saving and Organic Based Fertilizers Technology for Remediation and Maintaining The Health of Paddy Soils And To Increase The Sustainability of Rice Productvity In Indonesia. Call Paper on Conference of Sustainable Agriculture and Food security: Challenge and Opportunities, 27 – 28 September 2011, University of Padjadjaran Bandung - Indonesia Simarmata, T., B. Joy and T. Turmuktini, 2011. Water Saving and Organic Fertilizers Based Technology to Remediate the Health of Paddy Soils and to Increase Rice Productivity in Indonesia. Tropentag 2011. University of Bonn, October 5 - 7, 2011. Simarmata, T., Tien Turmuktini, Anya Citraresmi and Benny Joy. 2012 Application of Straw Compost and Biofertilizers to Remediate The Soils Health and To Increase The Productivity of Paddy Rice In Indonesia. Paper presented on Tropentag, September 19 - 21, 2012 in Göttingen, Germany. Sudaryanto, T., R. Kustiari, dan H.P. Saliem. 2010. Perkiraan kebutuhan pangan tahun 2010−2050. hlm. 1−23 Dalam Buku Analisis Sumber Daya Lahan Menuju Ketahanan Pangan Bekelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, hlm. 163 Warta Ekonomi. 2013. Kala Impor Pangan Kian Merisaukan. http:// wartaekonomi.co.id/berita7682/kala-impor-pangan-kian-merisaukan-bag-i. html

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

45


By : Wibawanto Nugroho Former International Fellow from Indonesia at US National Defense University, Washington DC. Currently a PhD Presidential Fulbright Scholar at the GMU School of Public Policy, Arlington – VA.

Revisiting Indonesia’s Grand Strategy and Looking Ahead “Near-term policies have long-term consequences, and a central responsibility of grand strategy is a concern with the long term rather than merely the immediate.” Steven D. Biddle1 Introduction By one definition, grand strategy is an overarching concept guiding how a nation employs all instruments of national power to shape the strategic environment for achieving its specific, well defined national security objectives. For lack of guidance a nation falls, but many advisers make victory sure (Proverbs 11:14).2 As Liddle Hart said, while the horizon of strategy is bounded by the war, grand strategy looks beyond the war to the

46

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

subsequent peace.3 This essay explores Indonesia’s grand strategy that emerged in the wake of democratic era, particularly during President Yudhoyono era (2004 – current). With the respect toward the tremendous efforts of grand strategy development during the reformation era, transcending from President B.J. Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, through the incumbent President SB Yudhoyono; the Indonesia’s grand strategy has inherent weaknesses in its premises, focus, and implementation. What Indonesia’s current grand strategy looks like, what went wrong with that, and what it should be become the central thesis question of this essay. I argue that Indonesia needs to revisit its grand strategy and shift toward the big-push strategy.


National Interests, End-State, and Indonesia’s Grand Strategy Indonesia, a non-nuclear power4 and the world’s largest archipelagic country, is located between two oceans (Indian and Pacific) and two continents (Australia and Asia), has three of the world’s most strategic sea lanes (Malacca, Lombok, and Sunda Strait), 17500 islands, and 240 million people (the fourth largest populous country in the world). Amid this, the country has sociodemographic complexities it faces in its progress toward democratic cohesion and economic development. To be precise, Indonesia is now the world’s 16th-largest economy, rapidly growing due to a combination of domestic consumption and productivity growth. McKinsey & Company predicts that by 2030 Indonesia could be the world’s 7th largest economy.

Based on these national interests, the strategic objectives of Indonesia’s grand strategy fall into four broad categories: territorial integrity and maintaining national unity; internal stability; national political, economic, and social development; and regional-international stability. To achieve these strategic objectives, Indonesia’s current grand strategy is based on three underlying premises: inward looking, in-depth total defense, a non-alliance policy sustained by the slogan of “a thousand friends and zero enemies” and the bebas aktif policy (traditional free and active foreign policy).5 Indonesia is also bound to the title VII of UN Charter where according to Indonesia’s interpretation, it will only use its military forces overseas for the peacekeeping purpose, not for the peace enforcement and preemptive or preventive strikes.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

47


Figure 1. Indonesia’s General Figure on Economy 2012

2030

Economic Size

16th-largest

7th largest

Consuming Class

45 million

135 million

Productivity

53% of the population in cities producing 74% of GDP

71% of the population in cities producing 86% of GDP

Skilled workers in the economy

55 million skilled workers in the Indonesia’s economy

113 million skilled workers needed

Market opportunity in consumer services, agriculture and fisheries, resources, and education

$0.5 Trillion

$1.8 Trillion

Source: The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential (McKinsey Global Institute, September 2012)

Correspondingly, Indonesia’s grand strategy is a multilayered,6 inextricable strategy combining military and non-military elements (diplomacy, information, economy, intelligence, law enforcement, psychology-strategic culture, and technology) all the way through multifaceted web of connections to Southeast Asia (ASEAN)7 and international world in deterring threats, securing and advancing national interests, and dealing with other multidimensional challenges.8 Strategic deterrence encompassing military and nonmilitary layers as the integral part of Indonesian Defense Posture (2009 – 2029) has become a new feature of Indonesia’s current grand strategy.9 International Logic of Current Indonesia’s Grand Strategy The propensity of global environment is much different than that of the Cold War era; the world has now become a partially multi-polar world. As such, five trends shape the logic of Indonesia’s current grand strategy. First, the rise of Asia in terms of its vibrancy, dynamism, economic growth, and also its risks influence the current Indonesia’s grand strategy. Specifically, the emergence of India and China as an economic, political, and military powers are also an important factor in shaping the strategic environment in the region that in turn impacts Indonesia’s national interests.10 Second, the U.S. preeminence still influences the balance of power and power politics in the Asia-Pacific region, and President Obama’s pivot

48

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

strategy in Asia-Pacific has a significant and influential impact for the region and Indonesia. Through Indonesia – U.S. comprehensive partnership, Indonesia’s grand strategy is to some extent aligned with President Obama’s Asia Pacific policy.11 Third, Indonesia sees that the distribution of benefits in globalization as the key economic challenge for Asian states where the weaker states have relatively benefited less than the stronger states. The economies of major Asian states are generally sound, but frictions among states over effects of the foreign direct and portfolio investment diversion, oil prices, trade, energy supply, and currency valuations will potentially generate friction among regional actors in Asia. For example, since the ASEAN – China Free Trade Agreement came into effect on January, 1 2010 Indonesia has been importing more from China than China has from Indonesia.12 Fourth, the military power in the region and Indonesia’s non-alliance foreign policy significantly shape Indonesia’s grand strategy. Besides the five permanent members of UN Security Council, other countries such as Japan, India, Malaysia, Singapore and Australia have grown their military power in the region giving strategic implications for Indonesia. A regional defense pact, Five Power Defense Agreement (FPDA) consisting of UK, Australia, New Zealand, Singapore, and Malaysia has become an Indonesia’s concern. Correspondingly, as a non-allied country,


Indonesia has a strong interest in making ASEAN strong and solid, and this interest impacts Indonesia’s grand strategy that places ASEAN as a priority.13 Fifth, other security challenges, including those in different regions, are also shaping Indonesia’s grand strategy. These challenges include the issues in the Middle East, Islamic radical terrorism, WMD and nuclear proliferation,14 cyber security, the advanced use of space for military purposes, borderless world, environmental security, energy security, food security, clean water sufficiency, and growing significance of non-state actors. Figure 2. Multifaceted Web of Connections through ASEAN15

██ ASEAN full members; ██ ASEAN observers; ██ ASEAN candidate members; ██ ASEAN + 3; ███ East Asia Summit; ██████ ASEAN Regional Forum. Source: www.asean.org Figure 3. Indonesia, ASEAN, and Other Multilateral Bodies

(Note: in 2011U.S. and Russia were added into East Asia Summit).16 Source: CSIS Domestic Logic of Current Indonesia’s Grand Strategy Indonesia’s inward looking national security mainly deals with domestic issues: territorial integrity; internal stability and security; democratic development; accelerated economic growth and equitability, and social development. First, territorial integrity is a sensitive issue for Indonesia, particularly after Indonesia lost two of its islands to Malaysia, the separation of East Timor, recent separatist movements in Aceh and the ongoing separatist movements in Papua. In addition, China’s encroachment in the region (e.g. the South China sea) and infiltration of religious radicalism from the Middle East have added other complexities into Indonesia’s national security. Such challenges have pushed national security planners to shift from President Soeharto’s concentric policy focusing on Java Island into a policy that focuses more on development and security building outside Java and on Indonesia’s remote islands.17 Second, Indonesia’s post-independence history has been highlighted with examples that indicate how internal fractures such as Islamic radicalism, separatism, and communal conflicts have permitted global rivalries to pervade the country and exacerbate domestic conflicts. As a result, throughout history Indonesia’s national security has been multifaceted and intermingled with the domestic, regional, and international environments, where domestic aspects dominate grand strategy and national security formulation.18 Third, Indonesia is committed to build its democratic society and strengthen participative democratization by reforming various institutions and processes. Indonesia is being observed by the global community as an example of secular credentials which adopt a positive stance against Islamic radical terrorism. In the context of domestic and international challenges, Indonesia is

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

49


a nation that is reawakening. Fourth, even though Indonesia is now the world’s 16th-largest economy, its economic disparity becomes a serious challenge for the nation’s democracy. With Gini Coefficient - inequality index - of 37% and around 100 millions of its population (40%) still live on less than $ 2 dollar per day, Indonesia is still far from providing a quality democracy for its people.19 Fifth, other social issues such as education, justice, corruption, pluralism, religious intolerance, energy scarcity, infrastructure development, electricity, water, and public health are also haunting Indonesian government and significantly impacting Indonesia’s grand strategy.20 What Went Wrong According to the 2012 Foreign Policy Failed States Index, Indonesia is in the danger category, ranked 63rd (1st is the worst) and scored 80.6 (114.9 is the worst). In terms of Human Development Index (HDI) Indonesia also ranks lower than five of its ASEAN counterparts, with Singapore leading (26th place), followed by Brunei (33rd), Malaysia (61st), Thailand (103rd) and the Philippines (112nd). Indonesia’s 2011 HDI placing, which scores 0.617 (124 out of 185), however, is still higher than that of Vietnam (128th), Laos (138th), Cambodia (139th) and Myanmar (149th).21 There are a number of reasons contributing to this condition. These reasons fall into two broad categories: the vagueness of Indonesia’s grand strategy and weak presidential leadership that reflects a failure to secure Indonesia’s center of gravity. According to Clausewitz, “one must keep the dominant characteristics of both belligerents in mind. Out of these characteristics a certain center of gravity develops, the hub of all power and movement, on which everything depends. That is the point against which all our energies should be directed.” Ambiguous Premises I was involved to drafting Indonesian Defense Posture 2009 – 2029, and in my view this

50

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

argument is not entirely true. But, this argument has its partial truth given the fact that Indonesia keeps increasing the variety of its weapon system portfolio, ranging from China, Russia, Israel, U.S., and other Western countries. Such procurement policy hinders the interoperability and increases maintenance costs. In other words, Indonesia’s defense posture and procurement reflects its ambiguous grand strategy and foreign policy. A number of Indonesian and foreign analysts also argue that in dealing with China’s rising, Indonesia is also ambiguous. Indonesian foreign policy is marked by the paradigm of win-win solutions, through which it reduces the risk of diplomatic backlash by making everybody happy. Instead, this policy is often frustrating for Indonesia’s ASEAN neighbors such as Vietnam and Philippines, which have border disputes with China over the South China Sea. This ambiguous policy has the impact of showing that Indonesia lacks the commitment to stand together with other ASEAN countries against such territorial threats. Many argue that although in the short-run Indonesia’s win-win approach works to serve its interests in maintaining the regional status quo and its peaceful relationship with U.S. and China; in the long-run this unclear and ambiguous policy can undermine Indonesia’s ASEAN (ambitious) vision and its own credibility in international affairs. By sticking to this behavior, Indonesia keeps its position as a country that is more reactive, rather than being a country that acts strategically by shaping the environment. Ignorance of Strategic Culture This is ironic since national ideology is the center of gravity for a nation. The lack of invigoration leads to the fragmentation of society, infiltration by Islamic radical ideology, rampant corruption, economic disparity, and ambiguous attitude toward war and strategic environment. Not only that, based on a number of surveys, Indonesians generally feel that they have been outperformed by Malaysians in terms of GDP per capita, national security, and Human Development


Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

51


Index.22 Therefore, the invigoration of national ideology as the strategic culture for 240 million Indonesians is very important, since strategic culture influences morale that impacts strategic outcomes. This importance is captured by many military strategists. These ideas are well captured by Almond and Verba (1965), who argue that the nation’s strategic culture includes a commitment to certain values like democratic principles, ideas about morality and the use of force, the rights of individuals and collectivities, and predispositions toward the role of a country in the world. Traditional analyses of peace and conflict have also pointed to the influence of strategic culture throughout history. From Sun Tzu’s Art of War into Western understanding of peace and conflict as a result of Thucydides’ commentary on the Peloponnesian War and Clausewitz’s writings on the nature of war, it is clear that there are competitions between various strategic cultures that impact the overall society. Ineffectiveness in Addressing Domestic Issues and Ambitious Foreign Policy The international community will respect Indonesia if it can solve its domestic problems and become a strong nation, rather than just by making a series of rhetoric statements in its foreign policy. Ineffectiveness at solving its domestic problems and grandiose political rhetoric in the international community will only widen the gap between the reality of domestic politics and foreign policy. This is what I call as the ideals exceeding the means. First, Indonesia should tame its population explosion by managing its 1.6% of annual birth rate. Second, Indonesia needs to maximize its vast natural resources not only for the macro economic growth, but also for the economic equitability and accelerated development across the archipelago.23 In other words, Indonesia should look at the long term sustainability and shift the significant amount of investment into the people. Third, Indonesia needs a strong and effective

52

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

government, as opposed to the current weak government that is characterized by inefficiency and corruption. According to many sources, Indonesia at least lost $20 billion dollar per year of its resources (e.g. forestry and fishery) since 1998. Fourth, Indonesia needs to specifically address its economic disparity (37% of Gini Coefficient).24 Disparity will create instability, where instability cannot create prosperity. Fifth, Indonesia needs to bolster its infrastructure development and electrical capacity across the archipelago. Sixth, Indonesia needs to assure that its strategic culture and government can ensure pluralism and religious tolerance as well as thwarting the growth and underlying causes of Islamic radicalism. Less Focus on Quality Human Development Indonesia’s current grand strategy does not integrate the importance of quality human development, but rather focus on the acceleration of basic education sufficiency. As of today, Indonesian government only allocates a tiny percentage of its budget for advance education, intellectual property as well as research and development.25 Indonesia is endowed with vast natural sources of power (e.g. energy, mining, agriculture, and fishery). However, natural resources of power are not sufficient to determine the strength of archipelago. In fact, the incapability or failure of managing these resources will lead Indonesia into a despair where wide geography becomes porous and susceptible to threats; unmanaged over-population becomes the precursor for various social problems (e.g. unemployment and crime); and mismanagement of rich natural resources will lead a nation into a vicious relationship of the resources-curse (a country with rich potential resources, but poor in socio-economic conditions). Therefore, it is important for Indonesia’s grand strategy to emphasize the production of superb human assets equipped with strategic skill and mindset. It will definitely take time, and


education is a key to that. Like Benjamin Franklin once said, “an investment in knowledge will pay the best interest.” World history has proven that the quality of human resources is the most significant determining variable for the competitive advantage of a nation. The key is not natural instruments of power, but rather the quality of mind that knows how to manage such given natural resources. Lack of Strategic Leadership Strategic leadership plays critical roles in the weakness of Indonesia’s current grand strategy and its ineffective implementation. A number of analysts argue that the President’s decisions and policies during the last eight years have widened the gap between what he has achieved at the domestic level and what he has projected in the international community with his political rhetoric and jargons. According to most of his critics, the President’s leadership style at the domestic level appears as indecisive, image-building oriented and superficial, all of which are reflected in Indonesia’s foreign policy since 2004. His critics argue that his presidential leadership is ineffective if we measure it from Machiavelli’s principle of leadership. He fails to exploit his virtu, fails to grab the fortuna, and fails to become a respected and effective leader. However, for the purpose of building a learning and educated democratic society, we need to build a leadership framework to measure the effectiveness of Indonesian presidential leadership from president Soekarno to President Yudhoyono since it is important for Indonesians to take more objective lesson learnt from their Presidents. Looking Ahead: Toward a Big-Push Strategy Looking forward, Indonesia needs to revisit its grand strategy, massively reinvigorate Indonesian national secular ideology (Pancasila), and execute strong, effective presidential leadership. The revisit of a grand strategy along with massive reinvigoration of Pancasila and strong, effective presidential leadership is required if Indonesia wants to achieve its target in the future. In order to achieve the target of becoming the world’s 7th

largest economy in 2030 with a stable democracy, Indonesia has to deal with several challenges that can be categorized into two broad categories: national security and economy. National Security Overarching national security is the prerequisite to achieve Indonesia’s 2030 target. Indonesia needs to ensure that its national security system addresses all four interrelated layers: human security; public security; internal security; and external security. Having said that, future leadership needs to pass national security bill into an act. The national security bill that has been drafted since 2006 and passed to the Congress in 2011 divides Indonesia’s national security into these four interrelated layers. However, until today this bill has not been passed into an act. This act should become the foundation of Indonesia’s national security: grand strategy; national security architecture; system; and policy. First, human security which focuses on human rights and human development education, health, welfare - must become the central of Indonesia’s national security to address current challenge in low Human Development Index (rank 124 of 185 in the world). Second, public security which focuses on law enforcement and public order since is important to ensure the supremacy of the law. Currently, two main challenges of law enforcement and public order is corruption and weak protection of minority rights. To be precise, until today there are no less than 281 executive leaders at the local level (e.g. governors and mayors) are involved in the legal issues either as the witness, suspect, defendant, and prisoner.26 Indonesia needs to tackle the root causes of corruption not only within the government but also outside the government, and consistently enforce the law if Indonesia wants to secure its long-term goals. Along with that, since Indonesia is a secular country with a positive law (not Shari’a law), central government and national leadership need to be adamant in enforcing the domestic law, including by giving sanctions against

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

53


local government leaders who act in opposition with Indonesia’s secular ideology and positive law. Third, internal security which focuses on internal stability is to ensure that Indonesia is politically and socially stable. To achieve this stability, the Indonesian government should properly address two main challenges for its internal security, which are separatism and Islamic radical terrorism. Fourth, external security which focuses on territorial integrity is critical to Indonesian sovereignty. In the last ten years, Indonesia has lost two islands to Malaysia and has lost about $20 billion per year from illegal fishing and illegal logging due to poor management of its external security.27 Indonesian government should ensure that its military has the required resources to uphold its territorial integrity, including border controls to deal with human trafficking, smuggling, and other unconventional, transnational threats.

54

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

Economy Indonesia’s economy has enormous promise. During period of 2010 – 2012 Indonesia has 5% of average economic growth, decreasing share of government debt as a share of GDP that is lower than in the vast majority of advanced economies, and decreasing inflation from double into single figures. However, Indonesia is at a critical juncture since its archipelago economy is confronting four major challenges if it aims to secure its target in 2030. First, from 2012 to 2030 Indonesia needs to boost its labor productivity growth by 70% from the rate achieved from 2010 to 2012.28 Labor productivity is an important variable for Indonesia’s economic growth since labor productivity has accounted for more than 65% of economic growth over the past two decades. Second, Indonesia needs to address the issue of inequality. With current Gini Coefficient - the


inequality index - of 37% and around 40% out of its 240 million of population still live on less than $2 dollar per day, Indonesia is still far from providing a quality democracy for its people. Third, Indonesia needs to ensure that infrastructure development and energy security will be able to correspond with projected growing of economic consumption in the long-run. While infrastructure development must be accelerated and distributed evenly across the archipelago, Indonesia also needs to utilize its conventional sources of energy such as coal, natural gas, and oil as well as unconventional sources of energy such as coal-bed methane, next-generation bio-fuels, geothermal power, and biomass. Some experts and think-tanks predict that for the next two decades Indonesia could meet up to 20% of its energy needs by turning to unconventional sources. Fourth, Indonesia needs to tackle problems relating to the high cost economy deriving from politics and excessive bureaucracy. In regard to politics, Indonesia needs to lower its high political cost. Since Indonesia embraced democracy in 1998, many experts assess that Indonesian politics has spent no less than $1.5 Billion per year for local, provincial, and general elections combined.29 In regard to excessive bureaucracy, Indonesia needs to ensure that its bureaucracy meets the good governance standard of United Nations which is consensus oriented, participatory, following the rule of law, effective and efficient, accountable, transparent, responsive, equitable, and inclusive. The big-push strategy is required to bolster and accelerate Indonesia’s domestic development through strong leadership, effective governance, and reinvigoration of Indonesia’s strategic culture.30 Domestic development should involve several key aspects: internal security; law enforcement; accelerated economic development and equitability across the archipelago (the opening of new quality living spaces throughout the archipelago); education; employment; environmental security;31 food security; the sufficiency of clean water; energy security (conventional and unconventional sources)32 for domestic industry; accelerated

development of electrical, transportation, and other infrastructure; research and technology; and the strengthening of Indonesia’s agricultural sector (60% Indonesians work as farmers who only receive 3% of current annual government spending). By having its own economic strength, many experts have been optimistic that Indonesia will benefit from the global shifting of economic and political power to Asia.33 If Indonesia becomes strong economically and politically, it can absorb economic sources (e.g. portfolio and foreign direct investment) and political power coming to the region. Indonesia’s economic, cultural, and democratic success can also create its unique soft power, and make Indonesia a good alternative to China for economic, business, and political affairs, where it can attract investors, speculators, businesses, organizations, and countries. Not only that, successful democratic Indonesia can also become an inspiration or beacon for the Islamic world. The current build-up is aimed to keep up with the recent military technology available in the global market and to accelerate the modernization process of Indonesian weapons system. However, the real next challenge is how to ensure that this blueprint can be progressively well implemented for the next two decades (until 2029), along with the capability development in cyber and space that have not been seriously touched by Indonesian defense planners. As a result Indonesia often avoids conflict by prioritizing negotiation over violence and supporting multilateral solutions. This attitude might be true, but not always right in terms of policy choice. I personally argue that Indonesia needs to revisit two of its grand strategy’s underlying premises: non-alliance policy and inward looking approach. Many problems such as terrorism and separatism are partially triggered by Indonesia’s incapability in dealing proactively beyond its borders. The big-push strategy also needs to seriously consider these two aspects should Indonesia want to evolve as a nation that can shape

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

55


strategic environment more effectively. Sun Tzu stated two-and-a-half-thousand years ago that the aim of warfare is not to destroy the enemy but to bend his will, and that the primary target in any war is not the enemy’s organization but his strategy. Having said that, future studies will be needed to develop the ideas elaborated in this short essay, which is the elaboration of Indonesia’s future grand strategy - the big-push strategy - in much greater detail.

8

9

End-Notes (Endnotes) 1

Steven D. Biddle, “American Grand Strategy After 9/11: An Assessment,” Strategic Studies Institute (April 2005): 18. http://www.carlisle.army.mil/ssi. 2 Where there is no counsel, the people fall; But in the multitude of counselors there is safety (The NKJV Maxwell Leadership Bible). 3 According to Clausewitz, the original means of strategy is victory – that is……; its ends, in the final analysis, are those objects which will lead directly to peace (Howard and Paret, 1976: 143) 4 Sriyana (Indonesian National Nuclear Energy Agency); Current Status of Indonesia’s Nuclear Power Programme Presented in IAEA Technical Meeting/Workshop on Topical Issues on Infrastructure Development: Managing the Development of National Infrastructure for NPP; Vienna, 24 – 27 January 2012). 5 This policy was initiated by the Indonesian first President, Soekarno. The Soekarno leadership was a populist rezime, which was keen on seeking international support from anywhere including India, China, U.S., and Soviet Union. At the same time the rezime also supported Afro-Asian nations and the Non Aligned Movement (NAM) under the principle of ‘free and active’ (bebas dan aktif) policy. The orientation of policy encompasses national, regional, as well as international. As a new modern nation state, it learn to be assertive, meaning critical, in international forum against the domination of US, British and Western nation in the United Nations. It cut connections with the former colonial master in terms of language, bilateral relations and other postcolonial structure. The policy was actually idealistic as well as pragmatic. Later his policy has been nurtured (with some adjustments) by his successors until today. 6 Multilayer strategy is influenced by Confucian doctrines like Guanxi, which is reciprocal relationships and Yizhan, which is principle of just or righteous warfare emerging in the Ancient China. According to contemporary international political sociology, Guanxi could mean a network of balanced interactions among states, each with many layers below the surface. Guanxi is different from the balance of power ensuing from formation of alliances and confrontation among them. 7 ASEAN: Association of South East Asian Nations consists of Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam, Laos, Burma, Cambodia, and Brunei Darussalam. ASEAN covers a land area of 4.46 million km², which is 3% of the total land area of Earth, and has a population of approximately 600 million people, which is 8.8% of the world’s population. The sea area of ASEAN is about three times larger than its land counterpart. In 2010, its combined nominal GDP had grown to U.S.$1.8 trillion. If ASEAN were

56

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

10

11

12

a single entity, it would rank as the ninth largest economy in the world, behind the United States, China, Japan, Germany, France, Brazil, the United Kingdom, and Italy. These multidimensional threats include ideological, political, economic, socio-cultural, technological, informational, and threats to public safety such as man-made and natural disasters (Indonesian Defense White Paper, 2008). Broadly defined, deterrence is the threat of force intended to con­vince a potential aggressor not to undertake a particular action because the costs will be unacceptable or the probability of success extremely low. This threat has always been one of the central strategic principles by which nations attempted to prevent conflict. See, for example, George Quester, Deterrence before Hiroshima: The Airpower Background of Modern Strategy (New Brunswick, N.J.: Transaction Books, 1986); and Richard Ned Lebow, “Thucydides and Deter­rence,” Security Studies, 16 (April-June 2007), 163-88 PRC likes to revitalize links with Indonesian Chinese Diaspora as well as its maritime territorial claim in Natuna islands and surrounding territorial sea. With regard to relations with India, many experts and policy-makers argue that there is inherent inertia despite ambitious bilateral engagement from both Indonesian and Indian leaderships. India has been prioritizing its ties with Singapore, Malaysia, Thailand and Vietnam and subtly ignoring Indonesia. In terms of connectivity, Singapore and Malaysia are members of the Commonwealth along with India. Vietnam gains importance because of India’s strategic rivalry with China. There is hope for enhancing IndonesiaIndia bilateral relations in the present and future as the trade and investment relation is growing in strategic industry. In 2011, President Obama and President Yudhoyono signed the U.S. – Indonesia Comprehensive Partnership Agreement. For the latest update see http://csis.org/publication/ comprehensive-partnership-nudges-us-indonesia-relationsnew-levels-cooperation. Extracted on October 1, 2012. Also see Remarks at the Third Annual U.S.-Indonesian Joint Commission Meeting by Hillary Rodham Clinton (Secretary of State) and Marty Natalegawa (Indonesian Foreign Minister) in Washington, DC; September 20, 2012. http:// www.state.gov/secretary/rm/2012/09/197977.htm Extracted on October 2, 2012. I argue that Obama’s security policies and focus on the AsiaPacific region are entirely strategic. According to Thomas Donilon (the U.S. National Security Adviser), during his second term President Obama will keep focusing on Asia – Pacific and any possible defense budget reduction will not made at the cost of Asia – Pacific engagement. There are several lines of engagement that will be used by President Obama. These lines of engagement clearly reflect Obama’s constructive national security approaches. First, President Obama will tap his personal relationship with leaders and counterparts of Asia’s emerging powers including China, India, and ASEAN countries. Second, President Obama will deepen U.S. relationship with Asia’s emerging power. Third, given the importance of ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) in terms of regional stability, political, and economic aspects (e.g. market size, trade, investment, and natural resources including energy) President Obama will emphasize his focus on ASEAN (e.g. he already proved it by appointing the first U.S. ambassador for ASEAN). Fourth, President Obama will constructively manage the U.S. – China “cooperation-competition” relationship without necessarily creating suspicious perspectives among Asian countries. Fifth, President Obama commit to advance global economic architecture through his pivot to Asia strategy. Having said that, his policies have definitely also influenced Indonesia, the world’s biggest archipelagic state; that in turn is developing the shared interests between these two states.


For more, see the speech of The Hon Thomas Donilon, the National Security Adviser on November 15, 2012 pertaining the importance of Asia and ASEAN for President Obama’s foreign policy. http://csis.org/event/statesmens-forum-honorable-thomas-edonilon-us-national-security-advisor/?zbrandid=4263&zidTy pe=CH&zid=14244373&zsubscriberId=1043178039&zbdom =http://csis.informz.net Private interview with the Vice President of Indonesian – Chinese Committee at Indonesian Chamber of Commerce, Mr Wicahyo Ratomo in October 5, 2012. 13 Since his appointment as the Indonesian foreign minister in 2009, Marty Natalegawa has been ordered to prioritizing the ASEAN region in the new foreign policy orientation. ASEAN also considers accepting Japan, China, and Korea into existing ASEAN framework. However, before doing so, the unity of the existing member should be fostered first. 14 Until today Indonesia supports a world free of nuclear weapons, and complete disarmament with regard to North Korean and Iran issues. 15 http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=File:ASEAN_ member_states.svg&page=1 Extracted on October 1, 2012. 16 http://cogitasia.com/a-new-paradigm-for-apec/ Extracted on October 1, 2012. 17 In terms of national unity, Indonesia is facing again a grave challenge similar to the problem in 1960s. Recently, there has been worsening communal conflicts in Ambon, Maluku, and Poso and rehabilitation in Aceh (conflict though resolved after Helsinki accord in 2005) and intensification of unrest in Papua. 18 See Leonard C. Sebastian, Realpolitik Ideology – Indonesia’s Use of Military Force (Singapore: ISEAS, 2006), 373. 19 Comparatively, as of August 2011, thirty million Indonesians still live below the poverty line (earning less than $1 per day). Despite Indonesia’s efforts to eliminate statistical poverty, the facts are clear — one hundred million out of two-hundredand-forty-five million Indonesians still live on less than $2 per day. Considering the World Bank’s set of the poverty line at $1.25 a day, the Indonesian government’s insistence that only thirty million are living in the poverty becomes clouded. See: http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2011/07/01/15055920/Jumlah.Penduduk.Miskin. Turun.1.Juta http://www.globalenvision.org/2011/08/23/redefiningpoverty-line-indonesia http://www.globalenvision.org/2011/08/23/redefiningpoverty-line-indonesia 20 Corruption is still a major challenge despite many attempts to enhance operational accountability. See http://www.economist.com/node/21548266. The clean water is also a major problem in today’s Indonesia. Currently the sufficiency of clean water is 52 liter / capita / year. Ideally, it should be at least 1000 liter/ capita / year. 21 UNDP HDI Report 2011. Sustainability and Equity: A Better Future for All. 22 Not to mention how many Indonesian migrant workers working in Malaysia suffer from abuse, without government effective capability to deal with this issue. 23 Until 2012, resources particularly palm oil, coal, and oil and gas, remain critical to Indonesia’s trade balance as they represent 68% of exports. However, the economic disparity and imbalance economic growth across the archipelago are still prevalent. While most of Indonesian tycoons have generated their money from recent coal’s booming, around 100 million of Indonesian population still lives on less than $2 dollar per day. One of Indonesian tycoons whose money mostly comes from coal industry just bought 55% shares of DC United and 15% shares of Philadelphia 76ers in 2012. Some Indonesian philanthropists also begin to contribute for

donation and scholarship advancement in the U.S. Based on the current rate of coal production and identified reserves, Indonesia’s reserve of coal is predicted to survive for the next 17 – 34 years (compared to U.S. that will last for next 239 years). See SBY Touts Indonesian Natural Resources on Wall Street http://www.thejakartapost.com/news/2012/09/26/sby-toutsri-natural-resources-wall-street.html The President explained that “You can find almost everything in Indonesia: oil and gas, coal, geothermal, tin, copper, nickel, aluminum, bauxite, iron, cacao, coffee,” The President also assured that Indonesia would treat its wealth of resources in a sustainable manner, ensuring that the country would not fall into the so-called resource trap. The government recently issued a set of ministerial regulations imposing a 20% export tax on 65 types of minerals — excluding coal, and encouraging investment in smelters ahead of the full ban on mineral exports in 2014. However, the reason not to currently taxing the coal export because coal is the main source of political parties especially they will compete for Indonesian general and presidential election in 2014. The election will need a huge amount of money, and coal is the source for them and also for boosting the macro economic growth. I do not think exploiting coal export for short-term political interests as a strategic decision. 24 Based on the World Bank Gini Coefficient Index 2011 -the measurement of economic inequality-, the gap between rich and poor in Indonesia is 37%. 25 Indonesia to Increase R&D Budget. http://www. thejakartapost.com/news/2010/01/22/indonesia-increaserampd-budget.html Extracted on October 5, 2012. 26 Official Statement of Indonesian Internal Affairs Minister before the Congress / Parliament on November 8, 2012 http://nasional.kompas.com/read/2012/11/08/21542374/ Mendagri.281.Kepala.Daerah.Terjerat.Masalah.Hukum?utm_ source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp 27 Courtesy of Indonesian source. 28 As advised by McKinsey & Company in its report (September 2012). See 29 the Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential (McKinsey Global Institute, September 2012). Courtesy of Indonesian source. 30 Another explanation about the Big-Push Strategy can be referred to http://www.youtube.com/ watch?v=LKgr0WxAOnA 31 See Defending Our Regional Environmental Security (Former Indonesian Minister of Defense, Prof Juwono Sudarsono). http://www.thejakartapost.com/news/2012/04/10/defendingour-regional-environmental-security.html 32 Conventional sources are coal, natural gas, and oil; and unconventional sources are coal-bed methane, nextgeneration biofuels, geothermal power, and biomass. McKinsey Global Institute’s report in September 2012 predicts that Indonesia could meet up to 20% of its energy needs by turning to unconventional sources. 33 See also http://centerforworldconflictandpeace.blogspot. com/2012/07/searching-for-indonesias-lost-grand.html. Extracted on October 7, 2012.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

57


Oleh : Poengky Indarti dan Team Imparsial Direktur Eksekutif Imparsial, Pemerhati isu Papua, Reformasi sektor Keamanan, Serta Beberapa isu Hak Asasi Manusia

Derasnya arus gelombang demokratisasi, bergesernya kecenderungan konflik dari inter-state menjadi intra-state, laju arus globalisasi yang tak

menempatkan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelolanya. Di Indonesia, melalui proses reformasi

terelakan, kemajuan teknologi dan arus informasi

sektor keamanan berbagai tetapan-tetapan dan

yang begitu cepat, pengakuan universalitas HAM

capaian-capaian positif di bidang keamanan telah

serta kompleksitas ancaman yang berkembang

dihasilkan di masa reformasi guna memperbaiki

pasca perang dingin tentulah menjadi faktor-

dan memperkuat strategi dan sistem keamanan.

faktor yang secara langung maupun tidak langsung

Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan

memaksa banyak negara untuk kembali menata

di level regulasi, instutsi maupun perubahan

ulang strategi dan sistem keamanannya.

peran dan fungsi aktor-aktor keamanan. Namun

Di masa kini, keamanan tidak lagi sebatas

demikian, perubahan-perubahan itu dinilai belum

menjadikan “negara� sebagai obyek yang harus

cukup apalagi memadai sehingga Pemerintah

di jaga tetapi juga harus menjaga dan melindungi

menginisiasi RUU Keamanan Nasional melalui

rasa aman manusia dan kemanusiaan itu sendiri.

Surat Presiden Nomor: R-28/Pres/05/2011 tanggal

Dengan demikian keamanan harus ditempatkan

23 Mei 2011 yang ditujukan kepada DPR RI.

sebagai barang publik (public goods) yang berhak

Akan tetapi, RUU Kamnas versi Pemerintah

dinikmati oleh setiap warga baik individu,

mendapatkan kritik dari banyak kalangan, baik itu

kelompok, maupun sebagai bangsa dengan

dari anggota DPR, akademisi maupun masyarakat

58

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


sipil. RUU Kamnas dinilai tidak menghormati

diajukan atas usulan/inisiatif Pemerintah melalui

tata nilai HAM dan demokrasi serta dimensi

Departemen Pertahanan bersama dengan tiga

ancaman serta ruang lingkup yang diatur terlalu

RUU lainnya yakni RUU Peradilan Militer, RUU

luas sehingga bernuansa sekuritisasi. RUU Kamnas

Rahasia Negara, dan RUU Komponen Cadangan.3

juga dipandang mempunyai kelemahan secara

Perdebatan tentang RUU Kamnas pada saat itu

substansial, seperti tidak menghormati hak asasi

diantaranya adalah tentang masalah pelibatan TNI

manusia yang seharusnya menjadi tata nilai dan

dalam masalah keamanan dalam negeri.

paradigma dalam pembahasan RUU tersebut.

Menteri Pertahanan (Menhan) pada saat itu,

RUU Kamnas dianggap memiliki kerancuan

Juwono Sudarsono, mengatakan bahwa koordinasi

tanggung jawab dan tumpang tindih fungsi dan

antara TNI dan Polri akan dimantapkan dan

kewenangan antar aktor keamanan karena ruang

disinkronkan dalam Rancangan Undang-Undang

lingkup keamanan nasional dan jenis ancaman

(RUU) Pertahanan dan Keamanan Negara

yang terlalu luas.

(Hankamneg).4 Juwono juga menegaskan bahwa

Rancangan Undang-undang tentang

secara struktural, tugas dan fungsi TNI-Polri tetap

Keamanan Nasional (Kamnas) sebetulnya telah

ada pemisahan, namun dalam pelaksanaan tugas

muncul semenjak tahun 2005. Pada saat itu

dan fungsi di lapangan, perlu ada koordinasi yang

1

RUU Kamnas, yang semula bernama RUU

lebih jelas. Koordinasi tersebut diperlukan guna

Pertahanan dan Keamanan Negara (Hankamneg) , 2

memberikan landasan yang jelas tentang tugas Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

59


dan fungsi TNI-Polri yang masih tumpang tindih

intelijen dalam merespon dinamika lingkungan

dalam pelaksanaan keamanan dan pertahanan.

strategis. Selain itu juga harus dibahas soal

5

Pada tahun 2007 RUU Hankamneg berubah

kedudukan Polri yang seharusnya tidak lagi

nama menjadi RUU kamnas. Draft yang disusun

langsung di bawah Presiden melainkan harus di

oleh Menko Polhukam tersebut kemudian

bawah otoritas sipil yang tunduk kepada Presiden,

mengusulkan untuk menempatkan Kepolisian

seperti juga diterapkan pada TNI. Menurut Yuddy,

sebagai penanggungjawab keamanan dalam

Presiden SBY seharusnya bisa legowo untuk

negeri (internal security)Â untuk berada dibawah

melepaskan institusi itu dari kendali langsungnya

Departemen, baik itu dibawah Departemen

seperti terjadi selama ini.

6

Hukum dan HAM maupun Departemen Dalam Negeri.

RUU Keamanan Nasional kemudian sempat diserahkan kepada Lembaga Ketahanan Nasional

Kontroversi RUU Kamnas sendiri kemudian

(Lemhanas).10 Lemhanas diminta untuk mengkaji

muncul ketika Polri enggan untuk berada di

guna menyusun naskah akademik dan meminta

bawah departemen. Kapolri Jend. Pol Sutanto

masukan dari berbagai pihak untuk kemudian

pada saat itu menilai keberadaan Polri di bawah

diserahkan kepada Presiden. Selanjutnya

departemen akan mengurangi kemandirian

Presidenlah yang menentukan draft RUU seperti

institusi penegak hukum itu dalam menjalankan

apa yang akan diserahkan ke DPR untuk dibahas

peran dan fungsinya seperti yang diamanatkan

sebagai usulan pemerintah.11

dalam undang-undang. Sutanto juga menegaskan 7

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional

bahwa penempatan Polri dibawah Departemen

(Lemhannas) Muladi juga menegaskan naskah

berarti mengembalikan paradigma lama dengan

akademik RUU Kamnas nantinya dapat menjadi

menyatukan pertahanan dan keamanan, dan itu

kerangka konseptual untuk merumuskan

berarti kembali ke masa lalu.8 Menanggapi hal

kebijakan keamanan secara nasional. Muladi juga

itu, Panglima TNI yang pada saat itu dijabat oleh

meminta agar jangan ada egoisme sektoral dalam

Marsekal Djoko Suyanto menilai harusnya Polisi

pembahasan RUU Kamnas ini, karena semua ini

tidak perlu resisten untuk diletakkan dibawah

untuk kepentingan nasional.12 Selain itu beliau

departemen karena TNI sendiri akan berada di

juga menegaskan tidak perlu ada perdebatan lagi

bawah departemen pertahanan.

nantinya soal apakah institusi tertentu, seperti TNI

Sementara itu, peneliti senior LIPI, Ikrar

atau Polri, punya kewenangan atau ditugaskan

Nusa Bhakti mengatakan perlu dipikirkan apakah

menangani satu permasalahan terkait keamanan

Polri tetap di bawah Presiden secara langsung

nasional.

atau di bawah departemen tertentu di dalam RUU

Guna menghindari terjadinya benturan

Kamnas. Jika Polri tidak mau berada di bawah

kepentingan antar dua institusi, yakni Kepolisian

sejumlah instansi yang ada sekarang seperti

dan Departemen Pertahanan, Menkopolhukam

Depdagri, Depkum HAM, atau Kejakgung, bisa

menunda pembahasan tentang RUU Kamnas.

saja nanti dibentuk departemen khusus.

Pembahasan kembali RUU Kamnas baru

9

Kritikan terhadap RUU Kamnas juga

kemudian muncul pada pertengahan tahun 2008.13

diberikan oleh Yuddy Chrisnandi, anggota

Namun, kritikan yang muncul dari kalangan

komisi III DPR-RI pada saat itu. Menurut Yuddy,

masyarakat sipil pada saat itu adalah bahwa

isu terpenting yang harus dibahas dalam RUU

presiden SBY diduga enggan melepas Kepolisian

Kamnas adalah sistem koordinasi antar instansi

untuk lepas dari pengendaliannya.14

terkait masalah pertahanan, keamanan, dan

60

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

Diawal tahun 2009, pembahasan RUU


Keamanan Nasional semakin memanas. Perdebatan di DPR-pun semakin kencang

Penangkapan Pemberian kewenanangan khusus bagi TNI

mengingat Kepolisian tetap bersikukuh menolak

dan BIN untuk melakukan pemeriksaan dan

ditempatkan dibawah departemen. Akhirnya, RUU

penangkapan mengancam penegakkan hukum,

Keamanan Nasional gagal disepakati dan disahkan

HAM dan demokrasi itu sendiri.

oleh DPR periode 2004-2009 bersama dengan

Pemberian kewenangan menangkap kepada

beberapa RUU lainnya seperti RUU Peradilan

BIN dan TNI bukan hanya akan merusak

Militer dan RUU Rahasia Negara.

mekanisme criminal justice system tetapi juga akan membajak sistem penegakkan hukum itu sendiri.

Kritik terhadap RUU Kamnas

Sebagai lembaga yang bukan menjadi bagian dari

Ancaman: Multitafsir, represif dan subversif.

aparat penegak hukum, pemberian kewenangan

Penjelasan tentang bentuk ancaman tidak

menangkap BIN dan TNI sama saja melegalisasi

15

bersenjata yang mengategorikan pemogokan

kewenangan penculikan di dalam RUU Keamanan

massal, penghancuran nilai-nilai moral dan etika

nasional mengingat proses yang dilakukan tanpa

bangsa, ideologi, diskonsepsional perumusan

di damping pengacara, tidak diketahui keluarga

legislasi dan regulasi, kebodohan, ketidakadilan,

ataupun pihak lain yang terkait sebagaimana di

sebagai bentuk ancaman keamanan nasional

atur dalam KUHAP.

jelas-jelas bersifat karet, tidak pada tempatnya dan

Penting untuk diingat bahawa kewenangan

multitafsir sehingga mengancam kebebasan dan

penangkapan sebagai bentuk upaya paksa dalam

demokrasi.

proses penegakan hukum hanya bisa dan boleh

Penjelasan tentang ancaman aktual dan

dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni Polisi,

potensial bersifat multitafsir dan berpotensi

Jaksa dan lembaga penegak hukum lainnya. Dalam

penyalahgunaan kekuasaan mengingat penentuan

konteks itu, BIN maupun TNI bukanlah bagian

ancaman aktual dan potensial itu ditetapkan secara

dari aparat penegak hukum sehingga adalah salah

sepihak oleh Presiden melalui keputusan Presiden.

dan keliru apabila mereka diberikan kewenangan

Dengan demikian Presiden dapat menentukan

menangkap.

secara sepihak semua hal yang menurutnya

Lebih dari itu, pemberian kewenangan

mengancam kekuasaannya sebagai ancaman yang

penangkapan kepada lembaga intelejen dan

potensial dan aktual yang mengancam keamanan

TNI akan menimbulkan tumpang tindih kerja

nasional. Itu artinya bisa saja kelompok yang kritis

antar aktor keamanan khususnya antara BIN,

terhadap negara, aksi mahasiswa, aksi buruh, aksi

TNI dengan institusi kepolisian. Hal ini akan

petani, pers yang kritis, dll dapat dianggap sebagai

menimbulkan kerumitan dalam tata kelola sistem

ancaman aktual dan potensial oleh presiden karena

keamanan nasional dan menimbulkan persoalan

dianggap menganggu keselamatan bangsa dan

dalam pertanggungjawaban (akuntabilitas)

negara sehingga harus ditangani dan dihadapi

dalam pelaksanaaanya. Pemberian kewenangan

secara represif.

menangkap dan memeriksa itu langkah mundur

Ancaman haruslah bersifat nyata (existential threats) berbentuk : agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase,

bagi reformasi sektor keamanan. Penyadapan Pemberian kewenanangan khusus bagi aktor-

aksi teror bersenjata (terorisme internasional),

aktor keamanan untuk melakukan penyadapan

ancaman keamanan laut dan udara, konflik

mengancam hak-hak privasi warga negara dan

komunal dan kerusuhan massa yang anarkis.

kebebasan pers. Di dalam RUU Kamnas ini tidak

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

61


diatur mengenai mekanisme penyadapan apakah

termasuk dalam status keamanan nasional karena

perlu melalui ijin pengadilan atau tidak. Itu artinya

kondisi tertib sipil juga tidak dikenal dalam

RUU Kamnas memberikan cek kosong bagi aktor-

peraturan perundang-undangan lain berkait

aktor keamanan untuk melakukan penyadapan.

dengan hukum tata negara terkait dengan status

Adalah suatu hal yang sangat berbahaya apabila mekanisme penyadapan tidak diatur

darurat dan juga tidak dikenal istilah tertib sipil dalam UU 23/1959.

secara rinci dalam perundang-undangan. Pengaturan yang tidak rinci akan sangat mudah disalahgunakan oleh kekuasaan (abuse of power).

Militer dan Tertib Sipil Pengaturan tentang pengerahan TNI pada

Mengacu kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi

status tertib sipil bias sekuritisasi dan bias

no 006/PPU-1/2003; no 012-016-019/PUU-

dominasi militer.

IV/2006; no 5/PUU-VIII/2010, MK berpendapat perlu ditetapkan perangkat peraturan tersendiri tentang penyadapan setingkat undang-undang

Legalisasi Kelompok Sipil Bersenjata atau Milisi RUU Kamnas berupaya untuk melegalisasi

untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan

satuan-satuan sipil bersenjata atau milisi dalam

kewenangan untuk penyadapan dan perekaman.

darurat militer. Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan negara haruslah

Paradigma/Dasar Mengingat Paradigma/dasar mengingat RUU Kamnas

diatur secara jelas baik bentuk dan sarananya namun penjelasan pasal tersebut sangat luas

belum menjadikan tata nilai HAM sebagai salah

dan multitafsir sehingga dapat menjadi dasar

satu dasar paradigma di dalam RUU. Hal itu dapat

hukum bagi militer untuk menggunakan pasal ini

dilihat dari tidak dimasukkannya pasal-pasal

membentuk satuan-satuan sipil bersenjata atau

tentang HAM dalam Kostitusi (pasal 28 A sampai

milisi selama darurat militer.

Pasal 28 I) dalam dasar mengingat RUU. Padahal perlindungan terhadap HAM adalah inti dari

Pembentukan KCPN (militerisasi sipil) dengan

keamanan. Hal ini dapat menimbulkan persoalan

Keputusan Presiden

pada penegakkan HAM.

Pembahasan RUU KCPN yang mendapatkan tantangan luas dari masyarakat ternyata masih

Status Keadaan Keamanan Nasional Indonesia sebenarnya telah memiliki UU

dilanjutkan dalam RUU Kamnas, yang menyatakan bahwa penentuan unsur utama dan unsur

Darurat No. 23/1959 dan seharusnya UU itu yang

pendukung ditetapkan oleh presiden. Pengaturan

direvisi. Sementara itu di RUU Kamnas tidak

komponen cadangan melalui penetapan Presiden

disebutkan apakah dengan adanya RUU Kamnas

adalah tidak tepat dan tidak pada tempatnya.

itu artinya UU 23/1959 tidak diberlakukan

Pengaturan KCPN melalui penetapan

kembali. Dengan demikian Indonesia memiliki

presiden akan membuka ruang masalah baru

dua peraturan tentang kondisi darurat yang

dalam beberapa aspek yakni bertentangan

berbeda dengan substansi yang berbeda semisal di

dengan HAM terkait dengan tidak diaturnya hak

dalam undang-undang no 23/1959 tidak dikenal

penolakan warga atas keyakinan (conscientious

istilah tertib sipil tetapi di RUU Kamnas dikenal

objection) ; menimbulkan konflik horizontal

istilah tertib sipil sebagai bagian dari status

mengingat dalam RUU Kamnas melihat pelibatan

keamanan nasional .

masyarakat sebagai komponen cadangan tidak

Sudah semestinya status tertib sipil tidak

62

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

hanya untuk menghadapi ancaman dari luar


namun termasuk menghadapi ancaman dari dalam bahkan ancaman yang tidak bersenjata; pelegalan milisi dan paramiliter; dll.

dan Intelijen Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan intelijen memiliki kewenangan yang luas yakni sebagai institusi yang membuat

Dewan Keamanan Nasional Kewenangan dewan keamanan nasional

kebijakan dan juga pelaksana kebijakan. Hal ini berbeda dengan pengaturan antara Kementrian

terlalu luas yakni sampai memiliki kewenangan

Pertahanan dan TNI yang diatur dalam RUU

untuk menetapkan kondisi keamanan nasional

Kamnas, yang setidaknya telah mengatur

sesuai dengan eskalasi ancaman. Sudah seharusnya

antara institusi pembuat kebijakan (kementrian

penetapan itu menjadi kewenangan Presiden

pertahanan) dengan institusi pelaksana kebijakan

sedangkan dewan keamanan nasional hanya

(TNI).

memberikan pandangan dan masukan meski

Sudah seharusnya polisi dan intelijen

Presiden juga sebagai ketua DKN akan tetapi

hanya sebagai pelaksana kebijakan dan bukan

keputusan terakhir penetapan itu tetap ada di

pembuat kebijakan.Karenanya penting untuk

Presiden. Selain itu dewan keamanan nasional

memisahkan antara institusi pembuat kebijakan

juga tidak perlu memiliki kewenangan untuk

dengan institusi pelaksana kebijakan dalam RUU

mengendalikan penyelenggaraan keamanan

kamnas terkait dengan polisi dan intelijen. Hal

nasional.

ini untuk memisahkan akuntabilitas antara aktor

Struktur, Kedudukan dan Kewenangan Polisi

penanggungjawab atas kebijakan dan aktor yang

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

63


bertanggungjawab secara operasional. Dengan demikian pertanggungjawabannya menjadi jelas. Hal ini merupakan prasyarat demokrasi yang mensyaratkan perlunya diferensiasi fungsi dan kerja antar actor pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Pemerintah Daerah Tidak diperlukan pengaturan tentang pemerintah daerah, mengingat fungsi pertahanan dan keamanan adalah bersifat terpusat dan tidak didesentralisasikan karenanya Pasal-pasal yang mengatur tentang pemerintah daerah sebaiknya dihapus. Tugas Perbantuan Karena tujuan utama RUU ini adalah untuk sinkronisasi kerja antar aktor keamanan maka seharusnya pengaturan tentang tugas perbantuan tidak hanya terkait dengan tugas perbantuan internasional. Seharusnya tugas perbantuan yang perlu diatur dalam RUU ini adalah pengaturan tentang tugas perbantuan TNI kepada Polisi yakni mengatur tentang batas-batas dan prinsip-prinsip tentang tugas perbantuan itu. Secara empiris, sebenarnya selama ini TNI sudah dilibatkan untuk membantu kepolisian di dalam menghadapi ancaman dalam negeri semisal dalam penanganan konflik Ambon dan Konflik Poso. Mekanisme pelibatan itu berpijak pada Protap (Prosedur tetap) yang dimiliki oleh polisi maupun oleh TNI itu sendiri. Masalahnya adalah Protap bukanlah bagian dari tata peraturan perundang-undangan sehingga status hukumnya lemah dan tidak memiliki kekuatan mengikat (legaly binding). Dalam praktiknya, kadangkala justru terjadi rivalitas dan kurangnya koordinasi akibat kelemahan pengaturan tentang tugas perbantuan itu. Rencana pengaturan tugas perbantuan TNI ke polisi dalam kerangka operasi militer selain perang sudah sepantasnya memperhatikan beberapa

64

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

prasayarat berikut ini yakni tugas perbantuan baru bisa dilakukan apabila: 1. Adanya ancaman nyata dan tingkat eskalasinya telah meningkat tajam 2. Adanya kondisi dimana aparat kepolisian sudah tidak bisa lagi menanggulanginya secara sendiri 3. Adanya permintaan aparat kepolisian ke otoritas sipil untuk meminta perbantuan dari TNI 4. Adanya penilaian dari otoritas sipil atas permintaan itu 5. Adanya keputusan dari otoritas sipil untuk melibatkan TNI membantu kepolisian maupun dalam menghentikan tugas perbantuan itu sendiri; 6. Kendali pasukan TNI yang diperbantukan dilapangan harus tetap berada di bawah kendali pimpinan kepolisian kecuali dalam situasi darurat militer 7. Memperhatikan prinsip proporsionalitas dalam pengerahan kekuatan TNI 8. Perbantuan itu sifatnya sementara dan tidak permanen 9. Pelibatan TNI merupakan alternatif terakhir; 10. Adanya pembagian tugas yang jelas diantara keduanya guna menghindari tumpang tindih kerja 11. Memperhatikan tata nilai HAM dalam tugas perbantuan 12. Adanya pengawasan dan evaluasi dari otoritas sipil dari pelaksanaan tugas perbantuan itu. Pembiayaan (Anggaran) RUU Kamnas membuka ruang adanya pembiayaan kepada aktor keamanan selain dari APBN. Karena fungsi pertahanan dan keamanan adalah terpusat dan tidak didesentralisasikan maka pembiayaan untuk aktor keamanan hanya diperbolehkan melalui APBN. Karena itu perlu ada penegasan pasal baru dalam RUU Kamnas yang menyebutkan bahwa pembiayaan untuk aktor


keamanan dibiayai melalui APBN. Aspek Legalitas Pembentukan RUU Keamanan nasional belum secara utuh memenuhi asas-asas dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UndangUndang No. 10 Tahun 2004. Hal itu salah satunya terlihat dari belum jelasnya rumusan pengaturan RUU Kamnas terutama terkait dengan masalah sistematika dan pilihan kata atau terminology dan bahasa hukumnya yang belum jelas dan belum mudah dimengerti, sehingga menimbulkan berbagai macam interpretasias. Kesimpulan RUU Kamnas ini multitafsir, represif, dan bersifat subversive sehingga mengancam HAM, penegakkan hukum, mengancam kebebasan sipil, kebebasan pers dan mengancam demokrasi itu sendiri Mengingat ketentuan yang tercantum dalam RUU Kamnas ini masih banyak mengandung

(Endnotes) 1 “Menhan; RUU kamnas jangan setali tiga uang”: http:// www.detiknews.com/read/2005/12/23/194725/505196/ 10/menhan-ruu-keamanan-nasional-jangan-setali-tigauang?nd992203605. 2 “TNI –Polri tetap dipisah”; http://www.suarakarya-online. com/news.html?id=117984 3 :Menhan ajukan empat RUU ke DPR”: http://www. mimbarpini.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle& artid=743 4 “TNI –Polri tetap dipisah”; http://www.suarakarya-online. com/news.html?id=117984 5 “TNI –Polri tetap dipisah”; http://www.suarakarya-online. com/news.html?id=117984 6 “RUU Kamnas; Dephan Tetap Pegang Kendali”: http://www. arsip.net/id/link.php?lh=VQECAlFVCAFX 7 “Sutanto Tolak Polri di Bawah Depdagri”: http://www. berpolitik.com/static/internal/2007/02/news_1349.html 8 “Sutanto Tolak Polri di Bawah Depdagri”: http://www. berpolitik.com/static/internal/2007/02/news_1349.html 9 “RUU Kamnas Kembali”: http://nasional.kompas.com/ read/2008/07/07/21322725/RUU.Kamnas.Kembali. 10 Soal kamnas; jangan ada ego sektoral”: http://nasional. kompas.com/read/2008/03/26/2040527/Soal.Kamnas.Jangan. ada.Ego-Sektoral. 11 Soal kamnas; jangan ada ego sektoral”: http://nasional. kompas.com/read/2008/03/26/2040527/Soal.Kamnas.Jangan. ada.Ego-Sektoral. 12 Soal kamnas; jangan ada ego sektoral”: http://nasional. kompas.com/read/2008/03/26/2040527/Soal.Kamnas.Jangan. ada.Ego-Sektoral. 13 “RUU Kamnas Kembali”: http://nasional.kompas.com/ read/2008/07/07/21322725/RUU.Kamnas.Kembali. 14 “RUU Kamnas Kembali”: http://nasional.kompas.com/ read/2008/07/07/21322725/RUU.Kamnas.Kembali. 15 RUU Kamnas versi Maret / Oktober 2011

kelemahan-kelemahan baik itu secara substansial maupun redaksional maka adalah tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki kembali RUU yang ada. RUU Keamanan Nasional seharusnya lebih dominan membahas tentang hubungan koordinasi dan kerjasama antar aktor keamanan (interagency cooperation)/tugas perbantuan dalam menanggulangi ancaman terhadap keamanan nasional. RUU Keamanan Nasional semestinya konsisten dengan konsideran menimbang (RUU ini dimaksudkan untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundangundangan yang ada) sehingga tidak mengatur kewenangan baru kepada aktor-aktor keamanan dan harus merujuk pada UU Organiknya yakni UU TNI, UU Polisi, dan UU Intelijen yang sedang dibentuk.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

65


Oleh : Wagiman Martedjo Peneliti hukum. Mendalami studi tentang perdamaian pada Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Studi formal S1 dan S2 bidang hukum internasional di Unpad Bandung, saat ini tengah menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum di UI Jakarta

Berbagai jenis penelitian interdisipliner dan kontribusinya guna menciptakan perdamaian

perdamaian.2 Pada perkembangannya pula, cara pandang

dan keamanan dirasakan semakin mendapat

terhadap tatanan dunia internasional saat ini

tempat di Indonesia dalam beberapa tahun

sangat berbeda dengan dunia internasional pada

terakhir. Adapun terdapat hambatan dalam

saat perang dunia II. Fokus negara-negara pada

kelembagaan dan profesional untuk penelitian

waktu lalu adalah bagaimana memiliki wilayah

interdisipliner yang perlu dipahami sejak awal. Hal

luas. Caranya dengan melakukan penguasaan

itu dikarenakan agenda substantif untuk penelitian

terhadap wilayah milik negara lain. Pada konteks

masa depan sangat mendesak bagi para peneliti

setting demikian, arah pemikiran Immanuel Kant

untuk mencurahkan perhatian pada analisis

tentang perdamaian akan memiliki relevansi

penyebab konflik-konflik internasional.1 Lebow

yang penting.3 Konsep ‘perdamaian abadi’ yang

menggambarkan bahwa dalam beberapa tahun

dinarasikan Kant harus dimengerti dalam konteks

terakhir minat dalam penelitian interdisipliner

‘tidak terdapat pertengkaran atau konflik fisik

pada kajian perdamaian dan keamanan tumbuh

antara satu negara dengan lain negara’.

dan berkembang. Yayasan-yayasan besar seperti

Peran besar manusia dalam mewujudkan

Yayasan MacArthur, Ford Foundation, dan

perdamaian dipahami dalam lingkup negara.

Carnegie Corporation mengalokasikan dana yang

Negara merupakan pengejawantahan dari peran-

cukup besar untuk penelitian-penelitian di bidang 1 Richard Ned Lebow, Interdisciplinary Research and the Future of Peace and Security Studies, artikel dimuat dalam Political Psychology, Vol. 9, No. 3, 1988, hlm.507.

66

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

2 Ibid. 3 Immanuel Kant mengajar di sebuah Universitas Konigsberg, Prusia. Kant merupakan peserta aktif dalam perdebatan-perdebatan filosofis di zamannya. Gagasannya terus membentuk dan mempengaruhi bidang penyelidikan filosofis dan mustahil untuk meremehkan pentingnya karya-karya Kant di kemudian hari. Filsafat kritis yang di terbitkan khususnya esai On Perpetual Peace: A PhilosophicalSketch yang ditulis tahun 1795 sangat di signifikan hingga dewasa ini.


Judul: “Toward Perpetual Peace: A Philosophical Project.� Translated by Ted Humphrey in Immanuel Kant, Perpetual Peace and Other Essays (Indianapolis: Hackett, 1983), pp. 107-39. Translated by H. B. Nisbet in Immanuel Kant, Political Writings, edited by Hans Reiss, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), pp. 93-130. Translated by Mary J. Gregor in Immanuel Kant, Practical Philosophy, edited by Mary J. Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1996), pp. 317-51. Kontroversi seputar perdamaian yang demokratis tidak lagi tentang sejarah, tetapi tentang teori.1

1 Jarrod Hayed, Review Article: The Democratic Peace and the New Evolution of an Old Idea.

peran individu. Bagi Kant individu merupakan

dari pihak asing. Inilah inti dari pemikiran

bentukan dari alam. Konsekuensinya, alam melalui

Immanuel Kant yang menetang apa yang disebut

peran individu-individu itu mengatur dunia.

intervensi. Negara merupakan representasi dari

Perilaku individu akan berkorelasi dalam peran-

setiap individu-individu yang berada di dalamnya.

peran moral. Kant memandang peran moralitas

Pada saat individu di dalam suatu negara saling

dalam negara sangat dominan. Penciptaan

berelasi, tentunya akan hadir atau terjadi

perdamaian abadi memerlukan integritas moral.

kemungkinan adanya konflik-konflik didalmnya.

Moral merupakan elemen wajib yang ada di

Cara pandang Immanuel Kant ini dalam

dalam individu setiap orang. Pada tataran makro,

konteks di atas, selaras dengan pemikiran Thomas

moral diejawantahkan dalam politik. Kumpulan

Hobbes. Perbedaannya, Kant berpendapat peran

orang-orang dalam suatu negara diwajibkan untuk

manusia dalam bernegara sangat dominan.

memiliki pemahaman bahwa negara dibangun

Guna menanggulangi konflik antar warga negara,

untuk mencapai keperluan bersama. Untuk

diperlukan perdamaian. Organisasi internasional

mewujudkan keperluan bersama itu diperlukan

menurut Kant juga diperlukan untuk menjada

suatu kondisi yang damai.

keamanan.

Manusia yang berada pada suatu keadaan bernegara tidak tunduk pada negara. Mereka tunduk pada manusia-manusia yang berada

Mengapa Manusia Beperang? Maksud dari suatu usaha untuk terbebas

didalamnya. Negara dapat mengembangkan

dari peperangan secara filosofis sukar untuk

kondisi bernegara tanpa perlu adanya intervensi

dipahami. Pertanyaan yang problematik, apakan

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

67


suatu peperangan berasal dari faktor-faktor

Catatan historis yang juga menarik

situasional? Ataukan perang sejatinya merupakan

untuk diungkap terkait dengan pengepungan

pembawaan lahir umat manusia? Apabila dilihat

Konstantinopel di tahun 1453. Taktik peperangan

dalam perspektif filosofis, terdapat dua aliran besar

yang dilakukan para komandan militer dengan

terhadap cara pandang tentang perang, yaitu aliran

penggunaan formasi infanteri. Turki juga

realis dan aliran idealis.

mengeksplorasi peperangan dalam mengepung

Aliran realis memandang bahwa perang

Konstantinopel melalui apa yang kemudian

(karena terus menerus terjadi, dan tidak dapat

dikenal dengan pola menyebar empat belas baris

dihindari) menujukkan bahwa perang sejatinya

pasukan primitif namun dipandandang berhasil

melekat dalam kehidupan umat manusia namun

dalam menguasai Kota Konstantinopel. Pola dan

pandangan dari aliran idealis berbeda. Aliran ini

formasi pengembangan militer dikemudian hari

memandang perang dengan cara sebaliknya, yaitu

terus diperbaharui dan dikembangkan. “Negara

peperangan sesungguhnya bisa dihindari. Cara

modern basisnya adalah kekuatan militer yang

menghindarinya adalah dengan menciptakan suatu

superior�, demikian disebutkan Couloumbis.7

situasi lingkungan sosio-politik yang sehat pada

Revolusi Perancis juga membawa pembelajaran

setiap negara-negara. Jika kita melihat fakta hingga

secara teoretikal. Henri Baron de Jomini menulis

saat ini, perang masih dijadikan suatu instrumen

suatu studi klasik tentang strategi peperangan.

kenegaraan untuk menyelesaikan suatu masalah.

Ia menginventarisasi tiga model perang besar,

Celakanya, perang masih diterima oleh mayoritas

yaitu perang suatu bangsa melawan penjajahan

negara-negara di dunia.

asing; perang saudara; serta perang opini. Catatan

4

Secara historis, perang dilakukan untuk

penting, perang opini tidak terjadi pada saat

memperoleh suatu tujuan tertentu. Perang primitif

perang Napoleon. Dengan demikian tradisi perang

dilakukan untuk mengejar untuk apa yang disebut

sebagaimana aliran realis tetap ada hingga kini

‘kepentingan umum’. Perang pada zaman abad

dengan format yang menonjol berupa perang

pertengahan dilakukan dengan mengatasnamakan

opini.

5

dinasti-dinasti penguasa. Menilik pada sejarah

Masih tersisa pertanyaan penting, mengapa

di Italia pada abad 15 selalu memelihara

manusia berperang? Secara teoretik perlu

perimbangan kekuatan. Hal ini terjadi karena

dibedakan penyebab perang yang fundamental

peperangan yang terus menerus berulang-ulang

dengan penyebab perang sebagai konsekuensi

yang dilakukan Condottieri. Abad 15, demikian

dari alasan-alasan yang dibuat oleh pemerintahan

Couloumbis, merupakan awal berakhirnya

yang menghendakinya. Pada kasus penyebab yang

perang di bidang politik antara negara-negara

fundamental, dapat merujuk pada pemberontakan

kota dan kerajaan-kerajaan di Eropa. Implikasi

yang terjadi di Kota Coryra yang kemudian

atas peperangan tersebut menghasilkan dua

menimbulkan konflik yang meluas. Dari studi

perkembangan yaitu, lahirnya angkatan bersenjata

ditemukan bahwa hal fundamental menjadi

tetap dan realisasi potensi militer, sebagaimana

penyebabnya karena munculnya kekuatan Athena

hadir saat ini.

dan ambisi imperialis. Kekuatan dan ambisi

6

4 Theodore Couloumbis, 1986, Introduction to International Relations: Power and Justice, Prentice Hall, Englewood Cliffs, hlm.193-194. 5 Couloumbis menjelaskan, tujuan yang ingin dicapai dalam tradisi perang klasik untuk memperoleh bahan makanan bagi sukunya. Hal itu ditujukkan pada fosil tengkorak manusia di Tanzania sebagai bukti pra sejarah bahwa telah terjadi konflik-konflik kekerasan. Lihat, Theodore Couloumbis, 1986, Introduction to International Relations: Power and Justice, Prentice Hall, Englewood Cliffs, hlm.193-194. 6 Condottieri merupakan resimen pasukan profesional yang menjual tenaganya kepada penawar tertinggi. Investasi untuk korps ini sangat besar dan mahal. Operasi-operasi militer yang dilakukannya sangat singkat dan fokus pada pencapaian keuntungan praktis. Machiavelli menjelaskan bahwa peperangannya bersifat khas. Pertempuran memutuskan nasib suatu kerajaan, tetapi hanya ada satu nyawa yang hilang, itupun karena bernasib sial terjatuh dari kudannya. Lihat, Theodore Couloumbis, Ibid.

68

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

tersebut dipersepsi secara luas oleh para elit penguasa. Menurut Thucydides sebagai penyebab fundamental terjadinya perang.8 Penyebab 7 Ibid. 8 Thucydides merupakan komandan lapangan tentara Athena ketika berhadapan dengan Sparta. Ia berusahan mengintepretasikan pengalaman berperangnya tersebut guna menjelaskan penyebab terjadi perang. Theodore Couloumbis, Ibid.


perang dari perspektif kepentingan pemerintah,

relasi ‘yang memerintah dan yang diperintah’. Pola

bisa beragam bentuknya. Secara umum terdapat

relasi ini menurut Aristoteles setidaknya terdapat

beberapa bentuk penyebab perang dalam konteks

dua model, model primitif (hubungan tuan dan

kepentingan pemerintah yaitu, konspirasi

budak) dan model keluarga.

kelompok kecil; imperialisme ekonomi; atau

Pada model primitif status politik ditujukan

ekspansi. Analisis terhadap sebab-sebab terjadinya

sepenuhnya pada kepentingan penguasa. Tuan dan

peperangan dikemudian hari akan membuka jalan

budak secara natural memiliki kepentingan yang

bagi studi-studi tentang teori konflik.

sama namun dalam prakteknya selalu memihak

9

Immanuel Kant dalam tulisan Eternal Peace

pada kepentingan sang tuan. Sang tuan harus

berpandangan “No conclusion of peace shall be

tetap memenuhi keperluan budak. Alasannya,

held to be such, which is made with the secret

jika budak terabaikan akan memiliki konsekuensi

reservation of the material for a future war”. Ia

keperluan sang tuan tidak terpenuhi. Konsep

(Kant) sangat khawatir dalam mengatasi perang.

Aristoteles terformulasi, tanpa budak, tidak

Ia menyebutkan dengan penuh penekanan, “If

akan ada tuan. Inti ajaran dari model primitif ini

justice meet utter wreck, then there is no worth

mengajarkan bahwa hakekat kekuasaan itu bersifat

whatever in the continued existence of human life

timbal balik atau resipokal.

10

in this world”.11 Konsep keadilan akhirnya menjadi

Model kedua, seperti rumah tangga

tumpuan. Keadilan dibahas panjang lebar melalui

(hubungan orang tua dan anaknya). Model ini

dialog Socrates di dalam buku Plato ‘Republik’.

mengasumsikan kekuasaan digunakan untuk

Santo Agustinus, dengan mengutip ajaran

memenuhi semua kepentingan. Seorang ayah

Man Galilea, yang pernah bertanya pada para

memimpin rumah tangga bukan untuk kebaikan

pengikutnya, “Without justice, what are kingdom

orang tuanya saja tetapi juga anaknya. Apabila

highway robberies on a grand scale?”12 Daniel

model ini diterapkan pada negara modern maka

Webster berpendapat, keadilan adalah “is the

akan menghasilkan tata politik demokratis. Di

greatest interest of man on earth. It is the ligament

dalam politik demokratis, menurut Aristoteles,

which holds civilized nations together”. Alexander

negara bergerak di dalam kerangka prinsip

Hamilton menulis juga “Justice is the end of

kesetaraan antara manusia.16

13

government. It is the end of civil society. It ever has

Studi literatur mengenai hubungan

been, and ever will be pursued, until it is obtained,

internasional kontemporer, senantiasa

or until liberty be lost in the pursuit.”14

menjumbuhkan hipotesis perdamaian demokratis pada rencana perdamaian yang dipelopori atau

Perdamaian dan Demokrasi Aristoteles berpendapat bahwa perdamaian

digagas oleh Immanuel Kant.17 Namun dalam banyak studi kuantitatif saat ini telah kehilangan

dapat hadir pada negara-negara setelah melalui

dimensi penting dari visi Kant tersebut.18 Erik

tiga tahapan yaitu demokrasi perwakilan;

Cederman mencoba untuk menafsirkan kembali

kepatuhan terhadap hukum dan organisasi

konsep perdamaian demokratis tersebut.

internasional; serta integrasi perekonomian.15 Di

Konsep perdamaian demokratis diposisikan

dalam negara terdapat struktur kekuasaan dalam

Cederman sebagai konsep yang dinamis dan

9 Ibid. 10 Immanuel Kant artikel dimuat dalam The Advocate of Peace (1894-1920), Vol. 59, No. 5 (May 1897), hlm.111. 11 What Price Peace? Artikel dimuat dalam “Advocate of Peace through Justice”, Vol. 92, No. 4 (November, 1930), hlm.220. 12 Ibid. 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Bruce M. Russett, 2001, Triangulating Peace: Democracy, Interdependence, and International Organizations, W.W. Norton, Review oleh G. John Ikenberry.

dialektis.19 Merujuk pada perspektif Kant, kecenderungan konflik antar negara-negara

16 Christopher Shields, Aristotle, Routledge, London, 2007, hlm. 5-14. 17 Lars-Erik Cederman, Back to Kant: Reinterpreting the Democratic Peace as a Macrohistorical Learning Process. Artikel dimuat dalam The American Political Science Review, Vol. 95, No. 1 (Mar., 2001), hlm.15. 18 Ibid. 19 Ibid.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

69


demokrasi menunjukkan kecenderungan terus

secara mutlak tidak boleh dikuasai oleh negara

menurun sejak abad kesembilan belas. Dalam

lain. Ketiga, ‘standing armies shall in time be totally

‘Perpetual Peace’ Kant menetapkan argumen

abolished’. Kant menegaskan perlombaan senjata

utama dalam apa yang disebutnya tiga artikel

harus ditiadakan sebagai syarat perdamaian.

definitif untuk perdamaian benar-benar abadi.

Bagi Kant, tentara yang bersiap perang justru

Pertama, secara kondisional mengharuskan suatu

akan menimbulkan perang. Immanuel Kant

negara menjadi republik. Dalam terminologi

mengasumsikan terdapat tiga kekuatan dapat

saat ini dapat diterjemahkan sebagai menganut

memicu perang yaitu, kekuatan militer, kekuatan

sistem demokrasi liberal. Kedua, untuk suatu

aliansi, bahkan kekuatan uang.

konfederasi negara bebas untuk membentuk untuk

Keempat, ‘National debts shall not be

pra pelayanan terhadap perdamaian. Ketiga, rasa

contracted with a view to the external friction

keterbatasan kewarganegaraan dunia diperlukan

of states’ . Menurut Kant suatu negara tidak

untuk mengamankan dua kondisi pertama di

diperkenankan berhutang untuk biaya perang.

atas. Kant beranggapan bahwa transendensi

Apabila hal ini terjadi akan berakibat krisis

kekuasaan politik dapat memberikan kedamaian

ekonomi suatu negara. Kelima, ‘No state shall by

yang lebih stabil. Pikiran Kant ini sejalan dengan

force interfere with the constitution or government of

generasi pemikir realis yang telah menempatkan

another state’. Kant berpandangan suatu negara

keseimbangan kekuasaan sebagai cara terbaik

tidak diperkenankan mencampuri urusan negara

untuk mencegah terjadinya perang.

lain menyangkut konstitusi atau pemerintahan.

20

Pada ‘Pasal Pendahuluan (The Preliminary

Apabila hal ini terjadi akan membuat otonomi

Articles for Perpetual Peace Among States)’ yang

negara menjadi rusak. Keenam, ‘No state

ditulis Immanuel Kant, terangkum enam tesis

shall, during war, permit such acts of hostility which

utama pikiran darinya.21 Pertama, ‘No treaty of

would make mutual confidence in the subsequent

peace shall be held valid in which there is tacitly

peace impossible: such are the employment of

reserved matter for a future war’. Kant menegaskan

assassins, poisoners, breach of capitulation, and

bahwa perjanjian perdamaian yang didalamnya

incitement to treason in the opposing state”. Kant

terkandung maksud tersembunyi (yaitu adanya

berpendapat bahwa dua negara yang sedang

usaha untuk mempersiapkan perang di waktu

berperang tidak dibenarkan melakukan tindakan

mendatang) adalah dilarang atau dianggap tidak

yang mengakibatkan hilangnya perdamaian.

sah. Sejatinya, suatu perjanjian dibuat bukan

Contohnya menggunakan pembunuh bayaran atau

untuk menghentikan perang sementara. Perjanjian

penggunaan racun untuk membunuh.

diupayakan guna mengakhiri perang hingga

Pada bagian II buku Kant membehas

tercipta kedamaian. Kedua, ‘No independent

tentang ‘Artikel Definitif untuk Perdamaian

states, large or small, shall come under the

Abadi Antar Negara (Containing the definitive

dominion of another state by inheritance, exchange,

articles for perpetual peace among states)’. Isinya

purchase, or donation’. Kant menegaskan bahwa

antara lain menyebutkan ‘Keadaan perdamaian

negara yang berdaulat tidak dapat dikuasai

di antara manusia hidup berdampingan sejatinya

atau dialihtangankan kepada negara lain, baik

bukanlah keadaan alami. Secara alami kehidupan

melalui pewarisan, pembelian, pemberian, atau

berdampingan tersebut merupakan masa jeda

pertukaran. Negara yang telah memiliki kekuasaan

dalam perang. Dengan demikian perang tidak

20 Ibid. 21 Menuju Perdamaian Abadi: Sebuah Sketsa Filosofi. Artikel diunduh dari http:// pembawaperdamaian.blogspot.com/2011/05/perpetual-peace-by-immanuel-kant.html

70

EDISI 1 | FEBRUARI 2014

selalu berarti permusuhan yang terbuka sifatnya, tetap terjadi ancaman perang secara terus-


menerus. Oleh karena itu menurut Kant, keadaan

menggambarkan penolakan Hegel terhadap Kant

damai harus tetap diciptakan.

terkait dengan konsep moral. Pertama, kritik ini

Keadaan perdamaian di antara manusia

adalah merupakan awal dari penolakan Hegel

hidup berdampingan bukanlah keadaan alami

terhadap Kant tentang konsep politik. Kedua,

(status Naturalis), keadaan alam merupakan salah

menurut Hegel, perang meskipun harus dikutuk ,

satu perang. Ini tidak selalu berarti permusuhan

harus dibatasi secara quantatif.

terbuka, tapi setidaknya ancaman terus-menerus

Ulasan buku ini akan ditutup dengan

perang. Sebuah keadaan damai, oleh karena itu,

ungkapan menarik dari penulis John Basset

harus ditetapkan, dalam rangka untuk diamankan

Moore dalam bukunya International Law and

terhadap permusuhan itu tidak cukup bahwa

Some Current Illusions yang terbit tahun 1924 dan

permusuhan hanya akan tidak melakukan, dan,

mengatakan, “If we would keep men and nations at

kecuali keamanan ini berjanji untuk masing-

peace, we must remove the causes of their discontent,

masing oleh tetangganya (hal yang dapat terjadi

elevate their moral sentiments, inculcate a spirit of

hanya dalam sebuah negara sipil), masing-masing

justice and toleration, and compose and settle their

dapat mengobati tetangganya, dari siapa ia

differences”.23

menuntut keamanan ini, sebagai musuh Kritik Hegel Terhadap Konsep Perdamaian Kant Hegel merupakan filsuf beraliran idealisme di Jerman. Ajaran terkenal Hegel tentang dialektika. Dielektika mengajarkan dua hal berbeda (bahkan kontras) akan bertemu dan membentuk hal baru.

Hegel membedakan antara rasio murni (dari pandangan Kant) sebagai kesadaran manusia, namun ada yang lebih dari itu yaitu intelek. Intelek bagi Hegel senantiasa mengerjakan kinerja rasio dan intelektualitas sehingga dialektika terus terjadi. Roh Absolut (intelek) bekerja dan menyatakan dirinya dalam proses sejarah manusia. Pekerjaan Roh itu dapat mencapai tujuannya dalam alam semesta ketika terjadi dialektika antara subjek dan objek. Pada beberapa hal, terdapat kritik Hegel terhadap Konsep perdamaian yang diajukan Immanuel Kant. Terdapat perbedaan dalam dua sudut pandang filosofis.22 Mertens memandang fokus kritik Hegel atas pandangan Kant tentang dua hal yaitu, perdamaian dan hukum internasional. Untuk dua alasan yang berbeda tersebut, Hegel memulainya dengan 22 Thomas Mertens, Hegel’s Homage to Kant’s Perpetual Peace: An Analysis of Hegel’s “Philosophy of Right”. Artikel dimuat dalam The Review of Politics, Vol. 57, No. 4 (Autumn, 1995), hlm.665-667.

23 What Price Peace? Artikel dimuat dalam “Advocate of Peace through Justice”, Vol. 92, No. 4 (November, 1930), hlm.222.

Jurnal Politik dan Keamanan Nasional

71




74

EDISI 1 | FEBRUARI 2014


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.