Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
1
2
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional Edisi 1 - February 2014
Susunan Redaksi Dewan Redaksi : Dr. Hotmangaradja Pandjaitan, M.H, Rudi Siahaan, Ir., MM., M.Sc Pemimpin Redaksi : Dr. Tri Yogabudi Prasetyo, M.Si | Redaktur Eksekutif : Stepi Anriani S.IP., M.Si | Anggota Redaksi : Victor Tobing | Kosim, S.IP, Yusup Rahman Hakim, S.Pd | Koordinator Usaha: Dyon Lopes, S.IP, Arjuna Sirait, SH Alamat Redaksi : Grand Wijaya Blok C No. 31-32 Lantai 2, Jalan Wijaya II Kebayoran Baru Jakarta Selatan | Telp/Fax. +6221-7207848 Email : dipcentrejakarta@gmail.com | Website : www.dipcentre.org
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
1
Jurnal Strategic Outlook merupakan jurnal di bidang politik dan keamanan nasional yang menyajikan berbagai permasalahan strategis dengan tujuan memberikan pencerahan dan menambah wawasan bagi para pembaca. Jurnal Strategic Outlook yang merupakan terbitan pertama ini adalah salah satu produk dari lembaga DIP Centre. Democracy, Integrity and Peace Centre (DIP Centre) sebagai sebuah lembaga kajian dan penelitian yang fokus pada bidang keamanan nasional bertujuan menghimpun potensi dan gagasan konstruktif masyarakat khususnya akademisi, peneliti dan aktor yang terkait dalam bidang keamanan nasional untuk ikut memberikan pencerahan dan solusi terhadap permasalahan yang ada. Pada terbitan perdana ini Jurnal Strategic Outlook menampilkan tulisan yang berjudul “Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara “ yang ditulis dan disampaikan oleh B.j Habibie, Presiden ke 3 Indonesia. Tulisan ini membahas pentingnya reaktualisasi pancasila dan nilai-nilainya yang sudah ditinggalkan. Bagaimana membumikan pancasila menjadi sebuah pegangan dasar bagi kehidupan sehari-hari termasuk mengarahkan demokrasi yang saat ini sedang berjalan. Tulisan ini baik dipahami dalam rangka memperkuat pondasi Keamanan Nasional. Tulisan kedua yang berjudul Demokratisasi dan Keamanan Nasional ditulis oleh pengamat militer dan dosen Universitas Indonesia, Andi Widjajanto. Tulisan ini memaparkan korelasi antara proses demokratisasi dan sistem keamanan nasional Indonesia. Dengan mengasumsikan bahwa perdamaian demokratik di Indonesia dapat tercipta di periode 2025-2030, tulisan ini menawarkan rekomendasi tentang perlunya pembentukan suatu Sistem Keamanan Nasional untuk memperkuat proses kematangan demokrasi di Indonesia. “Hubungan Australia – Indonesia di Abad Asia” merupakan tulisan ketiga yang dibuat Nadjib Riphat Kesoema, Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu. Dalam tulisannya penulis memaparkan tentang Abad 21 yang merupakan Abad Asia dimana Australia telah mengambil kebijakan dan strategy untuk merapatkan diri kepada Asia, untuk meraih benefits dari pertumbuhan ekonomi Asia. Dalam tulisan ini juga dipaparkan mengenai peluang dan tantangan hubungan bagi kedua negara. Tulisan ini menjadi salah satu bagian dari korelasi Keamanan Nasional dan Hubungan Internasional. Tulisan keempat yang berjudul Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha: Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi. Ditulis oleh Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia 2003 sampai saat ini berisi gambaran umum dunia usaha pasca reformasi dan kendala yang dihadapi para pengusaha. Tulisan ini merupakan masukan bagi konsep ketahanan ekonomi yang akan memperkuat keamanan nasional. 2
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Dr.Hotmangaradja Pandjaitan.,M.H Direktur DIP Centre Tulisan selanjutnya berjudul Pokok-pokok pikiran menjadikan Indonesia Berdaulat pangan sebagai Lumbung Pangan Dunia. Ditulis oleh Tualar Simarmata Guru Besar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Tulisan ini membahas secara rinci mengenai import pangan dan masalah dalam pertanian yang menjadi ancaman serius bagi Ketahanan Pangan. Tulisan ini merupakan bagian dari pencerahan bagi permasalahan pangan dan upaya menjadikan Indonesia berdaulat pangan yang merupakan bagian dari Keamanan Nasional. “What is the grand strategy of Indonesia today? What it should be?” adalah tulisan keenam yang merupakan tulisan dalam bahasa inggris dalam jurnal kali ini. Ditulis oleh Wibawanto Nugroho, Mahasiswa berprestasi Indonesia (Kandidat PhD) dari National Defense University, Washington Amerika Serikat. Dalam tulisannya dibahas mengenai Strategi Indonesia yang sudah dijalankan maupun yang sebaiknya dilakukan dalam menghadapi ancaman dan tantangan yang ada hari ini, termasuk di kawasan regional dan global. Tulisan selanjutnya berjudul Critical Review RUU Kamnas. Ditulis oleh Poengky Indarti sebagai Direktur Eksekutif Imparsial, Pemerhati isu Papua, Reformasi sektor Keamanan, Serta Beberapa isu Hak Asasi Manusia. Dalam tulisan ini dibahas mengenai Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang masih kontroversial. Terakhir merupakan resensi buku yang berjudul “Problem Filosofis Tentang Konsep ‘Perdamaian Abadi” karya Immanuel Kant yang ditulis resensinya oleh Wagiman Martedjo, peneliti hukum. Buku ini membahas pendekatan interdisipliner mengenai teori dan konsep perdamaian dari para ahli serta hubungan perdamaian dengan demokrasi. Pada tataran konseptual, tulisan dalam jurnal ini diharapkan dapat menjembatani pemikiran serta interaksi di berbagai konsep dan teori yang terkait politik dan keamanan nasional. Sedangkan pada tataran praktis, berbagai permasalahan yang disajikan baik data, konsep dan teori semoga bisa menjadi referensi pelengkap bagi para pembaca, akademisi dan pemerhati masalah kebangsaan. Redaksi dan Lembaga DIP Centre mengucapkan terima kasih kepada para penulis. Semoga Jurnal ini dapat memberikan pencerahan bagi para pembacanya.
Jakarta, Februari 2014 Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
3
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional Volume 1, Edisi 1, Februari 2014
Hal
Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
6
Oleh : Bacharuddin Jusuf Habibie Presiden Republik Indonesia ke-3
Demokratisasi dan Sistem Keamanan Nasional
12
Oleh : Andi Widjajanto Dosen Universitas Indonesia dan Pengamat Militer
Hubungan Australia - Indonesia di Abad Asia
20
Oleh : Nadjib Riphat Kesoema Duta Besar Indonesia untuk Australia
Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha : Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi Oleh : Sofjan Wanandi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia 2003-saat ini
4
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
26
Hal Pokok-Pokok Pikiran Menjadikan Indonesia Berdaulat Pangan dan Sebagai Lumbung Pangan Dunia
32
Oleh : Tualar Simarmata Guru Besar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
What is the grand strategy of Indonesia 46 Today? What it should be? By : Wibawanto Nugroho Former International Fellow from Indonesia at US National Defense University, Washington DC. Currently a PhD Presidential Fulbright Scholar at the GMU School of Public Policy, Arlington – VA.
Critical Review RUU Kamnas
58
Oleh : Poengky Indarti dan Team Imparsial Direktur Eksekutif Imparsial, Pemerhati isu Papua, Reformasi sektor Keamanan, Serta Beberapa isu Hak Asasi Manusia
Problem Filosofis Tentang Konsep “Perdamaian Abadi”
66
Oleh : Wagiman Martedjo Peneliti hukum. Mendalami studi tentang perdamaian pada Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Studi formal S1 dan S2 bidang hukum internasional di Unpad Bandung, saat ini tengah menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum di UI Jakarta
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
5
Oleh : Bacharuddin Jusuf Habibie Presiden Republik Indonesia ke-3
Makalah ini disampaikan oleh B.J Habibie dalam rangka peringatan Hari Kelahiran Pancasila di hadapan Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI).
Pekembangan Pancasila Melewati Dialektika
alur dialektika peradaban yang menguji
Peradaban
ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa
Pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno
Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah. Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di
menyampaikan pandangannya tentang pondasi
satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar
dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan
reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi
istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag
di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan
(dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung
kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada
(pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.
sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita
Selama enam puluh enam tahun perjalanan
renungkan bersama:
bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak zaman demokrasi parlementer, era demokrasi
Di manakah Pancasila kini berada? Pertanyaan ini penting dikemukakan
terpimpin, era demokrasi Pancasila, hingga
karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-
demokrasi multipartai di era reformasi saat
olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa
ini. Di setiap zaman, Pancasila harus melewati
lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan
6
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah
Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan
hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila
bangsa yang telah berubah baik di tingkat
semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas,
domestik, regional maupun global. Situasi dan
dan apalagi diterapkan, baik dalam konteks
lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945
kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun
sampai saat ini telah mengalami perubahan yang
kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di
amat nyata, dan akan terus berubah pada masa
sebuah lorong sunyi, justru di tengah denyut
yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita
kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-
alami antara lain:
pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.
(1) Terjadinya proses globalisasi dalam segala
Mengapa hal itu terjadi?
(2) Perkembangan gagasan hak asasi manusia
aspeknya; Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?
(HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
Pentingnya Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berikut penjelasan mengapa Pancasila seolah “lenyap� dari kehidupan kita, di antaranya :
(3) Lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
7
rentan terhadap “manipulasi� informasi
akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap
dengan segala dampaknya.
penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang
Ketiga perubahan tersebut telah mendorong
mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi
terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa
reformasi untuk menanggalkan segala hal yang
Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup
dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu
masyarakat pada umumnya, termasuk dalam
dan menggantinya dengan sesuatu yang baru,
corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi
berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional’
yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan
tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai
tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai
grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi
pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa
payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga
Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan
yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya,
yang dihadapi saat ini dan yang akan datang,
bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara
baik persoalan yang datang dari dalam maupun
formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi
dari luar. Dapat digambarkan kondisi sebelum
tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa
keberhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-
yang penuh problematika saat ini.
nilai Pancasila tersebut, seakan menyebabkan
Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan
keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata
terhadap segala hal yang berhubungan dengan
bangsa Indonesia.
Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila
Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai
kini absen dalam kehidupan berbangsa dan
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya.
8
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang
regional maupun global, memerlukan solusi yang
terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila
tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan
secara sistematis, terstruktur dan massif yang
nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju
tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis
hari esok Indonesia yang lebih baik.
untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham
Oleh karena Pancasila tidak terkait dengan
dengan pemerintah sebagai “tidak Pancasilais”
sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama,
atau “anti Pancasila”1. Pancasila diposisikan sebagai
Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila
alat penguasa melalui monopoli pemaknaan
seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan
dan penafsiran Pancasila yang digunakan
menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami
untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.
setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari
Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di
waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar
era reformasi, muncullah demistifikasi dan
negara, kita akan kehilangan arah perjalanan
dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai
bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai
simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim
bidang yang kian kompleks dan rumit.
sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena
Reformasi dan demokratisasi di segala bidang
dianggap menjadi ornamen sistem politik yang
akan menemukan arah yang tepat manakala
represif dan bersifat monolitik sehingga membekas
kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila
sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.
dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara
Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim
yang penuh toleransi di tengah keberagaman
pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan
bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi
kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah
Pancasila semakin menemukan relevansinya
era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada
di tengah menguatnya paham radikalisme,
masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi
fanatisme kelompok dan kekerasan yang
sekelompok orang, golongan atau orde tertentu.
mengatasnamakan agama yang kembali marak
Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi
beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur
pilar penyangga bangunan arsitektural yang
demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap
bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih
intoleransi dan kecenderungan mempergunakan
ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya.
kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan,
Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu
apalagi mengatasnamakan agama, menjadi
dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi
kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang
dasar negara akan tetap ada dan tidak akan
multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok,
menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!
penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan
Dalam merefleksi Pancasila, penting
teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa
digarisbawahi apa yang sudah dikemukakan
obsesi membangun budaya demokrasi yang
banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan
beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi
reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-
keberagaman dan menghargai perbedaan masih
nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
jauh dari kenyataan.
bernegara, terutama dalam rangka menghadapi
Krisis ini terjadi karena luluhnya kesadaran
berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa
akan keragaman dan hilangnya ruang publik
datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi
sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran
semakin kompleks, baik dalam skala nasional,
komunikasi bersama atas dasar solidaritas
1 Sebagaimana disinyalir oleh Gumilar R Somantri dalam “Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia Modern”, Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila, Universitas Indonesia, Jakarta 31 Mei 2006
warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
9
jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme
Implementasi sila kelima untuk menghadapi
kelompok dan partisipasi politik atas nama
globalisasi dalam makna neo-colnialism atau
pengedepanan politik komunal dan pengabaian
“VOC-baju baru” itu adalah bagaimana kita
terhadap hak-hak sipil warganegara serta
memperhatikan dan memperjuangkan “jam
pelecehan terhadap supremasi hukum.
kerja” bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara
Dalam perspektif itulah, reaktualisasi
meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai
Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham
kebijakan dan strategi yang berorientasi pada
kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan
jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke
dengan usaha meningkatkan “Neraca Jam Kerja”
mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di
tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan
tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan
“nilai tambah” berbagai produk kita agar menjadi
ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan
lebih tinggi dari “biaya tambah”; dengan ungkapan
itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman
lain, “value added” harus lebih besar dari “added
kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang
cost”. Hal itu dapat dicapai dengan peningkatan
bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma
produktivitas, daya saing dan lapangan kerja
lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti,
untuk SDM di Indonesia dengan mengembangkan
keramat dan sakral, yang justru membuatnya
serta menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam
yang didorong oleh kebutuhan pasar global dan
berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah
domestik. Pasar domestik nasional harus menjadi
tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu
pendorong utama.
diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih
saya mengajak kepada seluruh lapisan
‘membumi’ sehingga mudah diimplementasikan
masyarakat, khususnya para tokoh dan
dalam berbagai bidang kehidupan.
cendekiawan di kampus-kampus serta di
Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima
lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius
Pancasila mengamanatkan terpenuhinya “keadilan
merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, bagaimana
yang terkandung dalam lima silanya dalam
implementasinya pada kehidupan ekonomi yang
berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks
sudah mengglobal sekarang ini?
masa kini dan masa depan. Yang juga tidak
Kita tahu bahwa fenomena globalisasi
kalah penting adalah peran para penyelenggara
mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada
Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas
pandangan dan sikap suatu Negara dalam
dan konsekuen serta konsisten menjabarkan
merespon fenomena tersebut. Salah satu
implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam
manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi,
berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program
misalnya, adalah pengalihan kekayaan suatu
yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian
Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan
sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai
nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual
pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan’ lagi
produk-produk ke manca negara, sedemikian
dalam kehidupan kita.
rupa sehingga rakyat harus “membeli jam kerja” bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian
Kesimpulan Reaktualisasi Pancasila merupakan upaya
sejarah kita, suatu “VOC (Verenigte Oostindische
serius yang harus dilakukan oleh seluruh
Companie) dengan baju baru”.
komponen bangsa untuk menjadikan Pancasila
10
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa saat ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan tersebut. Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi pondasi, perekat sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan
berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi
bangsa di masa datang sehingga memposisikan
politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan
Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam
menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa
persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila,
yang akan datang.
dasar negara itu akan ditempatkan dalam
Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-
kesadaran baru, semangat baru dan paradigma
nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan
baru dalam dinamika perubahan sosial politik
kembali memori publik tentang dasar negaranya
masyarakat Indonesia.
tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para
Oleh karena itu saya menyambut gembira
penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di
upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
daerah dalam menjalankan roda pemerintahan
yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan
yang telah diamanahkan rakyat melalui proses
kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental:
pemilihan langsung yang demokratis. Saya
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika
percaya, demokratisasi yang saat ini sedang
dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah
bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang
lama dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh
yang sedang berlangsung akan lebih terarah
para founding fathers kita di masa lalu. Akan
manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan
tetapi, karena zaman terus berubah yang kadang
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
11
Oleh : Andi Widjajanto Dosen Universitas Indonesia dan Pengamat Militer
Tulisan ini memaparkan korelasi antara proses demokratisasi dan sistem keamanan nasional Indonesia. Dengan mengasumsikan bahwa perdamaian demokratik di Indonesia dapat tercipta di periode 2025-2030, tulisan ini menawarkan rekomendasi tentang perlunya pembentukan suatu Sistem Keamanan Nasional untuk memperkuat proses kematangan demokrasi di Indonesia.
Instalasi Demokratisasi
dikenal sebagai transisi demokrasi. Kajian transisi
Evolusi pemikiran tentang demokratisasi
demokrasi merupakan salah satu konsentrasi
didominasi oleh literatur tentang tahapan transisi
akademik yang berkembang pesat ditandai dengan
rezim yang harus dilalui suatu negara untuk
maraknya kajian-kajian tentang gelombang
membangun suatu rezim demokratis. Definisi
demokratisasi yang tejadi di Eropa Selatan dan
tentang demokratisasi cenderung telah disepakati
Amerika Latin di akhir dekade 1970-an hingga
dan mengacu kepada karya seminal Samuel
dekade 1990-an. Studi-studi demokratisasi seperti
Huntington yang memberikan kerangka substantif
yang terlihat pada karya Di Palma, Diamond,
demokratisasi sebagai: (1) berakhirnya sebuah
Huntington, Linz, Lipset , Lowenthal, O’Donnel,
rezim otoriter; (2) adanya proses transisi yang
Przeworksi, Remmer, Schmitter, Share, dan Stepan
memberikan kesempatan pada partisipasi publik
sangat diilhami oleh gelombang demokrasitisasi
dan liberalisasi politik menuju pembentukan rezim demokratis; serta (3) konsolidasi rezim demokrasi.
1
Proses menuju pembentukan rezim demokratis ini mencakup beberapa tahapan yang 1 Samuel P. Huntington, The Third Wave of Democratization in the Late Twentieh Century (Norman: University of Oklahoma Press, 1991), hal.58.
12
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
ketiga. Pada dasarnya, para akademisi sepakat bahwa transisi demokrasi adalah tahap awal proses demokratisasi yang ditandai dengan peningkatan partisipasi publik, liberalisasi politik, peningkatan
hak sipil, serta implementasi prosedur-prosedur
yang menginisiasi tiga jalur (top-down, bottom-up,
demokrasi dalam ruang-ruang publik. Tahap
dan negosiasi3, atau Linz yang menawarkan dua
transisi ini di setiap negara terjadi melalui
jalur transisi, yakni reforma dan ruptura4; atau
beberapa jalur yang berbeda tergantung dari
Lynn Karl yang menemukan jalur akar rumput dan
prakondisi demokrasi yang ada di masing-masing
jalur elit5; serta Stepan yang juga melihat adanya
negara.
tiga variasi transisi: demokratisasi oleh rezim,
Share, misalnya, mengungkapkan empat jalur dominan proses transisi yang divergensinya
demokratisasi oleh oposisi, serta perang6. Kajian tentang tahapan demokratisasi ini
tergantung pada akselerasi demokratisasi serta
mencapai kulminasinya dengan diterbitkannya
komitmen politik pemimpin rezim.2 Berdasarkan
karya Huntington (1991) yang berjudul “The Third
dua variabel tersebut, Share membuat empat
Wave of Democratization in the Late Twentieh
kategori jalur transisi yaitu (1) demokratisasi bertahap; (2) transaksi konsesual; (3) transisi revolusioner; serta (4) transisi disintegratif. Upaya pemetaan jalur transisi juga dilakukan oleh Rustow 2 Donald Share, “Transition to Democracy and Transition to Througg Transaction”, Comparative Politics Vol. 19, No.4, 1987.
3 Dankwart A. Rustow, “The Surging Tide of Democracy”, Journal of Democracy, No.1, 1992, hal.119-122. 4 Juan Linz, “Crisis, Breakdown, and Reequilibrium, dalam Juan Linz dan Alfred Stepan, The Breakdown of Democratic Rezimes (Baltimore: The John Hopkins University Press, 1978), hal.34 5 T. Lynn Karl, “Dilemmas of Democratization in Latin America,“ Comparative Politics, No. 5, Oktober 1990. 6 Alfred Stepan,”Paths Toward Democratization: Theoritical and Comparative Considerations,” dalam Guillermo O’Donnel, et.al., (eds.), Transitions from Authoritarian Rule: Comparative Perspectives (Baltimore: The John Hopkins University Press, 1986), hal.103-107.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
13
Century”. Di karya klasik tersebut, Huntington
ketiga adalah struktur sosial yang ditandai dengan
mengungkapkan adanya empat model transisi
keberadaan kelompok tertentu dalam masyarakat
menuju demokrasi.7 Jalur pertama adalah
seperti akademisi, pekerja media massa, kelompok
transformation yang prosesnya diinisiasi oleh elit
menengah, aktivis masyarakat sipil yang secara
politik yang sedang berkuasa. Jalur kedua adalah
konsisten mendukung demokrasi. Kajian-kajian
transplacement yang dilakukan melalui negosiasi
tentang asosiasi antara struktur sosial dan
politik antara rezim politik dengan kekuatan
demokratisasi dilakukan misalnya oleh Moore
oposisi. Jalur ketiga adalah replacement yang
yang melihat peran kelompok Borjuis di Inggris
terjadi karena adanya gerakan politik massa yang
dalam transisi demokrasi12; dan Therborn yang
menuntut perubahan rezim. Jalur terakhir adalah
melihat peran kelompok pemilik modal dalam
intervention yang dilakukan oleh negara lain secara
transisi demokrasi13.
politik, ekonomi, atau operasi militer. Model transisi dan waktu pelaksanaan transisi
Proses transisi ini hanya akan menghasilkan instalasi sistim demokrasi jika diikuti dengan
akan berbeda antar satu negara dengan negara
konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi,
lainnya. Perbedaan ini muncul disebabkan oleh
menurut Whitehead, mencakup peningkatan
ragam prakondisi demokrasi yang ada di masing-
secara fundamental komitmen publik untuk
masing negara.
menggunakan prosedur-prosedur demokratis
Ada tiga prakondisi demokrasi yang akan
untuk menata ruang publik yang muncul dalam
menimbulkan deviasi transisi demokrasi.
proses bernegara.14 Tanpa adanya konsolidasi
Prakondisi pertama adalah modernisasi dan
demokrasi, prosedur-prosedur demokrasi yang
kesejahteraan. Prakondisi ini diungkapkan oleh
diterapkan cenderung hanya akan menjadi estalase
Seymour M. Lipset yang secara tegas menyatakan
demokrasi yang tidak memiliki penetrasi ke
bahwa “Semakin kaya suatu bangsa, semakin besar
dalam sistem politik negara. Prosedur-prosedur
peluang negara tersebut untuk melangsungkan
demokratis untuk melakukan instalasi demokrasi
demokrasi.”8 Pendapat Lipset ini didukung oleh
terdiri dari dan tidak terbatas pada pelaksanaan
Dahl yang mengatakan bahwa korelasi positif
pemilihan umum, amandemen konstitusi negara,
antara tingkat modernisasi dan kesejahteraan suatu
devolusi politik, desentralisasi dan dekonsentrasi,
negara dengan keberhasilan demokratisasi sebagai
serta revisi sistem hukum nasional. Pada dasarnya,
tesis yang sulit untuk diperdebatkan.9 Huntington
komitmen publik terhadap prosedur demokratis
juga melakukan afirmasi bagi tesis Lipset dengan
ini merupakan langkah awal untuk membangun
mengelaborasi sejumlah faktor kondusif yang
budaya politik demokratik yang diharapkan
ditimbulkan dari modernisasi dan kesejahteraan
muncul setelah proses institusionalisasi demokrasi
bagi demokratisasi seperti tingkat melek huruf dan
terjadi.15
tingkat pendidikan, urbanisasi, serta media massa.
Namun, analisa sistemik kontemporer
Prakondisi kedua adalah budaya politik. Konsep
diberikan oleh Kaplan yang melihat bahwa
10
yang diperkenalkan oleh Almond dan Verba
proses pembentukan negara-bangsa di dunia III
ini menekankan aspek fenomenologis sebagai
cenderung diwarnai oleh instabilitas demokratisasi,
prasyarat tumbuhnya demokrasi. Prakondisi
kemunculan gejala tribalism, perang saudara, dan
7 Huntington, Op.Cit., h.145. Lihat juga versi awalnya pada Huntington, “Will More Countries Become Democratic?,” Political Science Quaterly, No.99, 1984. 8 Seymor MartinLipset, “Some Social Requisites of Democracy: Economic Development and Political Legitimacy,” American Political Science Review, No.53, 1959, hal.75. 9 Robert A. Dahl, Polyarchy: Participation and Opposition (New Haven: Yale University Press, 1971), hal.65. 10 Huntington, Log.Cit., h. 199. 11 Gabriel Almond dan Sydney Verba, Civiv Culture: Political Attitudes and Democracy in Five Nations (Boston: Little & Brown, 1963).
ethnic cleansing. Gejala chaos di daerah pinggiran
11
14
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
12 Barrington Moore, Jr., Social Origins of Dictartorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the Modern World (Boston: Beacon Press, 1966). 13 Goran Therborn, “The Rule of Capital and the Rise of Democracy, “ dalam David Held, et.al., (eds.), States and Societies (Oxford: Martin Robertson, 1983). 14 Laurence Whitehead, “The Consolidation of Fragile Democracies”, dalam Robert Pastor (ed.), Democracy in the Americas (New York: Holmes, 1989), hal.30. 15 Robert Putnam, Making Democracy Work (Princeton: Princeton University Press, 1993).
ini dikaji oleh Kaplan secara resiprokal dengan
state). Kuadran II tercipta saat pertemuan sumbu
berusaha mencari garis penghubung antara
otoritarian dan perdamaian membentuk tipe
dinamika sistemik dengan proses demokratisasi. 16
negara pseudo democratic. Kuadran III tercipta
Secara teoritis, proses demokratisasi
saat pertemuan sumbu demokrasi dan perang
memang lebih identik dengan konflik daripada
membentuk tipe negara transisi demokrasi.
perdamaian. Mansfield dan Snyder, misalnya,
Kuadran IV adalah tipe negara ideal yang
memperingatkan bahwa proses demokratisasi di
terbentuk saat pertemuan sumbu demokrasi dan
suatu negara yang memiliki legitimasi vertikal
perdamaian membentuk tipe negara demokrasi.
17
yang cenderung rendah seperti Indonesia akan diikuti dengan (1) pelebaran spektrum politik;
Bagan 1. Kuadran Perdamaian Demokratik
(2) kemunculan kepentingan sesaat yang dapat di
Untuk konteks Indonesia, proses reformasi
negosiasikan di kalangan elit; (3) kompetisi untuk
politik yang diinisiasi tahun 1998 mengarahkan
mendapat dukungan massa seluas-luasnya; dan (4) melemahnya otoritas politik pusat.18 Keempat dampak proses demokratisasi ini cenderung akan membawa masyarakat ke arah konflik horizontal terutama karena institusi politik yang ada tidak dapat mengantisipasi ledakan partisipasi politik yang begitu besar. Dengan demikian, proses demokratisasi akan cenderung diiringi dengan proses konsolidasi kekuatan yang dapat secara efektif mengelola potensi penggunaan kekerasan. Kompetisi untuk mengelola kekerasan ini akan menghantui proses demokratisasi dan kegagalan institusi politik untuk
Indonesia untuk berevolusi dari tipe negara
mengelola kekerasan memicu terjadinya perang
predator menuju tipe negara demokrasi melalui
internal.19
tahapan negara demokrasi transisional. Evolusi ini cenderung disertai oleh eksperimentasi politik
Trajektori Demokratisasi 2045 Kajian tentang proses demokratisasi
untuk mendapatkan proses demokratisasi yang sesuai dengan budaya politik Indonesia serta
tersebut merupakan dasar bagi pembentukan
konflik internal baik vertikal maupun horizontal
trajektori politik keamanan nasional 2045.
sebagai konsekuensi terjadinya perluasan
Trakjektori ini dilakukan dengan menggabungkan
partisipasi politik secara drastis.
variabel demokratisasi dan proses perdamaian
Proses transisi tersebut disertai dengan
untuk membentuk suatu kuadran perdamaian
terjadinya gelombang kekerasan baik horizontal
demokratik (lihat bagan 1). Kuadran I terbentuk
maupun vertikal. Cukup banyak akademisi yang
saat pertemuan sumbu otoritarian dan perang
berupaya untuk menjelaskan fenomena kekerasan
membentuk tipe negara predator (predatory
yang terjadi di konteks ruang dan waktu yang
16 Robert. D Kaplan, The Coming of Anarchy: Shattering Dreams of the Post Cold War (New York: Vintage Books, 2000). 17 . Pembahasan tentang konsep legitimasi baik vertikal dan horizontal lihat K.J. Holsti, The State, War, and the State of War (Cambridge: CUP, 1996), Bab.5. Lihat juga Barry Buzan, People States & Fear : An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era, 2nd ed. (London: Harvester Wheatsheaf, 1991), Bab. 3 18 Edward D. Mansfield dan Jack Snyder, “Democratization and the Danger of War� International Security, Vol.20, No.1 (Summer 1995). 19 Ibid..hal. 255-293.
spesifik. Pola induksi ini digunakan oleh Schulze20,
20 Kirsten E.Schulze, “Laskar Jihad and the Conflict in Ambon,� The Brown Journal of World Affairs Vol.IX, Issue 1, Spring 2002.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
15
Untuk mencegah jatuhnya Indonesia dalam kategori failed state, suatu proses rekayasa perdamaian demokratik harus dilakukan. Arah dari proses demokratisasi di Indonesia, akan ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu kapasitas sipil untuk mengelola negara dan profesionalitas aktor militer dan keamanan.
16
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Bertrand21, Van Klinken22 dan Aditjondro23 untuk
dipertanyakan antara lain oleh Emmerson30, Dibb
menganalisa “perang saudara” yang terjadi di
dan Prince31, Rotberg32, dan Wanandi33.
Maluku. Kajian induktif juga dilakukan oleh
Untuk mencegah jatuhnya Indonesia dalam
Rohde untuk mendeskripsikan konflik agama
kategori failed state, suatu proses rekayasa
dan etnik yang terjadi di Poso.24 Ravich25 dan
perdamaian demokratik harus dilakukan. Arah
Sukma menggunakan pendekatan yang sama
dari proses demokratisasi di Indonesia, akan
untuk menjabarkan konflik yang terjadi di Aceh.
ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu kapasitas
Kontribusi yang sama juga diberikan oleh Djuli
sipil untuk mengelola negara dan profesionalitas
dan Jereski yang berupaya untuk melakukan
aktor militer dan keamanan.
26
komparasi tentang konflik sumberdaya yang terjadi di Aceh dan Papua.27 Gelombang kekerasan diatas terjadi
Dengan mengasumsikan bahwa hubungan sipil-militer di Indonesia akan memperkuat proses demokratisasi, maka kematangan demokrasi di
antara lain karena Indonesia memiliki struktur
Indonesia diperkirakan akan tercapai setelah
negara yang lemah (weak state). Dalam suatu
Indonesia berhasil melakukan tujuh kali proses
negara lemah, kebijakan politik yang diambil
pemilihan umum demokratis secara berturut
terkondisikan oleh instabilitas politik, krisis
turut. Jika pemilihan umum demokratis pertama
legitimasi, lemahnya identitas nasional, tidak
kali dianggap telah terjadi tahun 1999, maka
berfungsinya institusi sosial politik, kemiskinan
kematangan demokrasi di Indonesia cenderung
ekonomi dan sangat rentan terhadap tekanan-
dicapai di pemilihan umum 2029 dan akan segera
tekanan eksternal. Hal ini membuat elit politik
diikuti dengan muncul perdamaian struktural di
terus-menerus berada dalam process of crisis
dekade 2030 (lihat Bagan 2).
28
management atau yang lebih dikenal dengan the politics of survival. 29 Kajian tentang adanya kaitan antara gelombang kekerasan dan struktur negara bangsa dan gelombang kekerasan di Indonesia menimbulkan pertanyaan tentang adanya kemungkinan bagi Indonesia untuk mengalami kondisi yang jauh lebih buruk dan menjelma menjadi failed state seperti yang dialami oleh Afghanistan, Angola, Congo, Liberia, Sierra Leone, dan Sudan atau bahkan menjelma menjadi collapsed state seperti Somalia. Kemungkinan ini 21 Jacques Bertrand, “Legacies of the Authoritarian Past: Religious Violence in Indonesia’s Mollucan Islands,” Pacific Affairs, Vol.71, No.1, Spring 2002. 22 Gerry van Klinken, “The Maluku wars; Bringing society back in,” Indonesia, No. 71, 2001, h.1-26. 23 George Junus Aditjondro, “Guns, pamphlets and handie-talkies: How the military exploited local ethno-religious tensions in Maluku to preserve their political and economic priveleges,” dalam Ingrid Wessel dan Gerogria Wimhofer (eds.), Violence in Indonesia (Hamburg: Abera, 2001). 24 David Rohde, “Indonesia Unravelling?,” Foreign Affairs Vol.80, No.4, July/ August, 2001. 25 Samantha F. Ravich,”Eyeing Indonesia through the lens of Aceh,” Washington Quaterly Vol.23, No.3, Summer, 2000. 26 Rizal Sukma, “The Acehnese Rebellion:Secessionist Movement In Post-Suharto Indonesia,” dalam Andrew T.H. Tan and J.D. Kenneth Boutin (ed.), Non Traditional Security Issues in Southeast Asia (New York: Select Publishing, 2001). 27 M.N. Djuli dan Robert Jereski, “Prospects for Peace and Indonesia’s Survival,” The Brown Journal of World Affairs Vol.IX, Issue 1, Spring, 2002. 28 Richard Jackson, “The State and Internal Conflict” Australian Journal of Internal Affairs, Vol.55, No.1, April, 2001, h.65-82. 29 J. Migdal, Strong Societies and Weak States: State-Society Relations and State Capability in the Third World, (Princeton, NJ:Princeton University Press, 1988).
Skenario optimis tersebut memungkinkan Indonesia untuk mengembangkan Strategi Keamanan Nasional 2045 berdasarkan pondasi hubungan sipil-militer yang demokratis. Strategi Keamanan Nasional 2045 dibangun berdasarkan asumsi adanya kapasitas sipil untuk membentuk suatu Sistem Keamanan Nasional dan sudah 30 Donald K.Emmerson, “Will Indonesia Survive?” Foreign Affairs, May/June 2000, p.95. 31 Paul Dibb dan Peter Prince, “Indonesia’s Grim Outlook,” Orbis, Fall 2001, h. 625-626. 32 Robert I. Rotbert, “The New Nature of Nation-State Failure,” The Washington Quaterly, , Vol.25, , No. 3, Summer 2002, h. 85-96. 33 Jusuf Wanandi, “Indonesia: A Failed State?” The Washington Quaterly, , Vol.25, , No. 3, Summer 2002, h. 135-147.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
17
terbentuknya profesionalitas aktor keamanan
Pertimbangan pertama berkaitan dengan
untuk menjalankan tugas dan fungsinya di era
perkembangan pemahaman dan praktek yang
demokrasi.
menempatkan keamanan nasional sebagai suatu konsep yang merangkum berbagai subyek, dimensi
Penutup: Simpul Strategis Keamanan Nasional Pembentukan suatu Sistem Keamanan
ancaman, serta sumber daya; dan tidak sematamata berdimensi tunggal yang berpusat pada
Nasional hanya mungkin terjadi jika Indonesia
negara. Konsekuensinya, pemahaman atas konsep
memiliki suatu UU Keamanan Nasional. UU
pertahanan dan keamanan negara perlu diperluas
ini dibutuhkan untuk memberikan legitimasi
untuk menjangkau bukan hanya keamanan sebuah
politik bagi kehadiran negara sebagai penjamin
negara sebagai entitas politik yang sah berdaulat
kedaulatan politik, keutuhan wilayah, serta
tetapi juga keamanan manusia (human security).
keselamatan bangsa. Pemerintah –sebagai
Keamanan manusia meliputi enam kelompok
instrumen negara, membutuhkan sebuah UU
hak sebagai berikut: (1) hak-hak dasar individu,
Keamanan Nasional sebagai simpul strategis untuk
mencakup: hak hidup, kedudukan sama di mata
mengatur berbagai institusi yang terlibat, batas-
hukum, perlindungan terhadap diskriminasi
batas kewenangan dan hubungan antarinstitusi
yang berbasis ras, etnik, jenis kelamin atau
yang terlibat dan sumber daya yang digunakan.
agama; (2) hak-hak legal, mencakup: akses
Dalam konteks Indonesia, ada tiga pertimbangan
mendapatkan perlindungan hukum serta hak
yang menjadi dasar pemikiran dibutuhkannya UU
untuk mendapatkan proses hukum yang sah; (3)
Keamanan Nasional yaitu pertimbangan strategis,
kebebasasan sipil, meliputi: kebebasan berpikir
politik, dan legal.
berpendapat dan menjalankan ibadah agama/
18
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
kepercayaan; (4) hak-hak kebutuhan dasar, terdiri
keamanan nasional. Dalam sistem politik
atas: akses ke bahan pangan, jaminan dasar
demokrasi, keamanan nasional tidak lagi semata-
kesehatan dan terpenuhinya kebutuhan hidup
mata menjadi wilayah kekuasaan negara secara
minimum; (5) hak-hak ekonomi, meliputi: hak
eksklusif tetapi menjadi wilayah bersama dari
untuk bekerja, hak rekreasi serta hak jaminan
aktor-aktor yang lebih luas. Oleh karena itu, perlu
sosial; dan (6) hak-hak politik, yang mencakup:
adanya pengaturan tentang keamanan nasional
hak dipilih dan memilih dalam jabatan-jabatan
yang mencerminkan kepentingan aktor-aktor
politik serta hak untuk berpartisipasi dalam
(stakeholders) yang lebih luas.
penyelenggaran negara. Sumber daya untuk melindungi keamanan
Pertimbangan ketiga berkaitan dengan kerangka legal. UU Keamanan Nasional diperlukan
nasional dalam pengertian seperti itu perlu
untuk: (1) mengoperasionalkan ketentuan UUD
disusun dengan memperhatikan kapasitas politik
1945 Pasal 30; (2) menutup ketidakkonsistenan
nasional, dinamika hubungan antarnegara di
dan sekaligus menyelaraskan regulasi-regulasi
kawasan tertentu maupun global, demokrasi,
yang menyangkut pertahanan dan keamanan
hak-hak asasi manusia serta norma, kaidah, dan
negara seperti tertera di UU No. 2/2002 dan UU
hukum-hukum internasional. Konsep maupun
No. 3/2002 dan UU No. 34/2004; dan (3) mengisi
modalitas tersebut perlu ditempatkan dalam
sebagian kekosongan hukum di bidang keamanan
konteks dan perspektif yang tepat sehingga
nasional.
memberi peluang bagi pendayagunaan instrumen
Berdasarkan tiga pertimbangan strategis
negara dan sekaligus menjamin perlindungan
tersebut, UU Keamanan Nasional merupakan
kepada kepentingan masyarakat baik sebagai
simpul strategis yang dbutuhkan negara untuk
kelompok maupun perorangan.
membentuk sistem keamanan nasional yang
Pertimbangan kedua, dari sudut politik
integratif dalam suatu sistim politik yang
perumusan UU Keamanan Nasional merupakan
demokratis. UU Keamanan Nasional dibutuhkan
kebutuhan mendesak untuk mengatur kembali
untuk memberikan pedoman yang jelas terhadap
peran dan posisi institusi-institusi yang
arah gerak instansi-instansi keamanan nasional.
bertanggung jawab untuk mewujudkan sistem
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
19
Oleh : Nadjib Riphat Kesoema Duta Besar Indonesia untuk Australia
Sejak Oktober 2012 Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia merangkap Vanuatu; Pada tahun 2011-2012 menjabat sebagai Deputi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan bidang Koordinasi Politik Luar Negeri; 20062010 bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Uni Eropa, Belgia dan Luksemburg.
Asia di abad 21 Abad 21 dinyatakan oleh banyak analis sebagai masa terjadinya pergeseran center of
ekonomi dan politik, Asia juga menyimpan aneka potensi konflik yang menyebabkan kawasan ini mendapat perhatian khusus .
gravity dinamika global dari Barat ke Timur.
Dalam berbagai literatur dan pendapat para
Fenomena pertumbuhan ekonomi Asia yang
pakar strategi, politik, pertahanan dan ekonomi,
dahsyat, dengan rata-rata 4,5%, (RRC sekitar 9%
negara Asia yang saat ini dianggap memegang
dan Indonesia yang berturut-turut selama 5 tahun
peran besar dalam percaturan internasional
diatas 6%) telah mencengangkan dunia. Dari
secara politik maupun ekonomi dan sangat
kacamata politik-strategis, dengan ASEAN berada
layak diperhitungkan adalah China, Jepang,
ditengahnya, kawasan ini terus berupaya mengajak
Korea Selatan, India dan Indonesia. Kelima
dunia untuk bermain cantik, meredam berbagai
negara ini memiliki karakteristik yang berbeda
ketegangan melalui jalan dialog. Inilah abad
dari sisi jumlah penduduk, keragaman budaya,
dimana Asia menjadi primadona dan mempunyai
pertumbuhan dan kinerja ekonomi, stabilitas
daya tarik kuat bagi negara dikawasan lain, juga
politik dan kekuatan militer sehingga dipandang
bagi negara-negara barat. Namun di pihak lain,
akan menjadi significant players di abad 21 ini.
sebagai kawasan yang sangat dinamis secara
20
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Indonesia sebagai Negara yang memegang
peran besar di ASEAN, anggota dari G20, APEC,
termasuk Indonesia. Australia saat ini masuk
Negara demokrasi ketiga terbesar, negara dengan
dalam kelompok Negara maju dan mempunyai
penduduk muslim terbesar di dunia, mau tak mau
hubungan tradisional yang kuat dengan AS,
menjadi perhatian Negara-negara di kawasan dan
Inggris Raya (sekutu) dan Negara-negara barat
di luar kawasan.
lainnya. Australia secara aktif berperan sebagai
Bagaimana hubungannya dengan Australia?
anggota PBB yang ikut menciptakan perdamaian
Secara geografis jarak terdekat antara titik terluar
dunia. Di tingkat kawasan, Australia adalah salah
Indonesia dengan Australia tidak lebih dari 250
satu partisipan dari East Asia Summit, bersama
Kilometer. Indonesia adalah tetangga terdekat di
Indonesia sebagai penggagas Bali Process dan
Utara Australia yang memiliki perbatasan dengan
pendukung kuat dari Bali Democracy Forum
Negara-negara ASEAN lainnya dan dengan
serta anggota aktif Pacific Islands Forum (PIF)
perairan yang paling strategis yaitu Laut China
sehingga mempunyai hubungan erat dengan
Selatan. Walaupun Australia memiliki kedekatan
berbagai negara kawasan pasifik selatan. Australia
secara geografis dengan Asia, namun dari latar
pun merupakan sumber pemenuhan komoditas
belakang sejarah kebangsaan dan budaya Australia
penting untuk Indonesia seperti gandum, kapas,
sangat berbeda dengan negara-negara Asia,
produk pertanian dan peternakan serta peralatan
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
21
teknologi maju. Fakta ini menunjukan bahwa
National Security Strategy. Naskah yang berisikan
Australia adalah negara yang sangat strategis dan
berbagai tantangan, peluang dan harapan di
penting bagi Indonesia di kawasan Asia Pasifik.
bidang strategi pertahanan, dengan mitranya di tingkat global dan regional, secara spesifik juga
Kebijakan Australia terhadap Asia Secara mendalam Australia menganalisis dan
memuat harapan yang besar dalam berhubungan dengan Indonesia baik dalam bidang kerjasama
mengalkulasi berbagai tantangan dan peluang yang
strategis, ekonomi dan budaya serta antar
akan dihadapinya 20-30 tahun mendatang . Hasil
masyarakat. Di dalam National Security Strategy
kajiannya yang menyebut abad 21 sebagai abad
Australia 2013 menempatkan Indonesia sebagai
Asia, mengarahkan Australia untuk mengambil
Negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap
kesempatan besar dari raihan yang dicapai Asia
kestabilan keamanan di kawasan dan Australia.
terutama di bidang ekonomi. Berbagai pandangan
Australia melihat bahwa Indonesia mempunyai
strategis dan rencana tertuang dalam peta jalan
potensi besar untuk memainkan perannya dalam
menuju masa depan sampai dengan 2025 yaitu
menjaga kestabilan di kawasan, dan atas dasar
White paper: Australia in Asian Century yang
itu hubungan yang erat, khususnya kerjasama
dicanangkan pada bulan Nopember 2012. Pada
pertahanan dengan Indonesia menjadi salah satu
Buku Putih itu Australia melihat potensi kekuatan
prioritas bagi Australia
Asia di abad 21 dan tidak ada pilihan lain bagi negara tersebut selain melakukan penyesuaian kebijakan dan merapatkan diri kepada Asia, untuk
Peluang dan tantangan Bagaimana Indonesia menyikapi
meraih benefits dari pertumbuhan ekonomi Asia.
perkembangan ini? Saat ini hubungan bilateral
Australia telah mengindikasikan bahwa China,
Australia dan Indonesia berada pada tahap yang
India, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia akan
paling baik dan stabil, terutama pada tingkatan
menjadi orientasi utama dan negara-negara target
antar pemerintah (G to G). Mekanisme terpenting
penting dalam membangun pondasi hubungan
hubungan antar kedua negara telah disepakati
yang lebih erat dengan Asia.
untuk dilakukan setiap tahun, yaitu Pertemuan
Hubungan people to people menjadi kunci
antara Kepala Negara (Annual Leaders’ Meeting),
dari buku putih ini yang harus dibangun dan
Pertemuan antara Menlu dan Menhan kedua
dikembangkan terhadap negara-negara kunci di
Negara (2+2 Ministerial Meeting), Pertemuan
Asia, termasuk Indonesia. Pemahaman budaya
Australia-Indonesia Dialogue yang melibatkan
dan bahasa dari negara-negara tersebut akan
para tokoh masyarakat (second track) dari kedua
terus diprioritaskan oleh Pemerintah Australia
Negara. Diluar mekanisme tersebut terdapat
sebagai gerbang untuk mendekatkan diri kepada
tingginya intensitas saling kunjung dari para
Asia. Pemahaman dari dua aspek yaitu budaya dan
pejabat kedua negara baik eksekutif maupun
bahasa diharapkan akan memperkokoh jembatan
legislatif. Meskipun demikian, masih amat banyak
yang menghubungkan Australia dengan Asia di
peluang yang dapat diraih oleh Indonesia dalam
berbagai bidang kehidupan berbangsa.
hubungan Bilateral dengan Australia terutama dari
Tidak cukup dengan buku putih, pada bulan Januari 2013, menjelang pengumuman
sisi people to people link dan ekonomi. Nilai Investasi Australia ke Indonesia
pelaksanaan Pemilu Nasional, Perdana Menteri
sebesar US$ 89 juta (urutan 14 negara investor
Julia Gillard meluncurkan sebuah naskah penting
terbesar di Indonesia). Nilai perdagangan bilateral
dalam kehidupan berbangsa bagi Australia yaitu
Indonesia-Australia 2011 berada di pusaran US$
22
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
14 Milyar, namun angka ini
bagi masyarakat Australia.
masih relatif kecil dibanding
Sampai saat ini, Indonesia
volume perdagangan
dan Australia telah berhasil
Australia dengan beberapa
membangun kerjasama
Negara ASEAN lain. Banyak
pendidikan dalam berbagai
komoditas dan produk
skema dan program dalam
manufaktur kebutuhan
rangka meningkatkan
Australia yang saat ini
kualitas sumber daya
dipenuhi oleh Negara Asia
manusia Indonesia dengan
lain, sebenarnya dengan
menikmati standard
mudah dapat diisi oleh
pendidikan kelas dunia
Indonesia, namun nyatanya
di Australia, dan juga
belum terwujud, karena
membangun jaringan yang
masih sangat asingnya
kuat generasi muda kedua
kedua belah pihak terhadap
Negara.
satu sama lain. Demikian
Dengan adanya
juga aneka kebutuhan
kebijakan baru terhadap
pasar Indonesia yang saat
Asia ini, tentunya perlu
ini diimpor dari Negara-
dibangun suatu pola yang
negara Eropa bisa dipenuhi
tidak hanya memberi
Australia. Saling mengenal
kesempatan besar bagi
antara para pebisnis
masyarakat/generasi muda
kedua negara, karakter
Australia untuk mempelajari
dan aturan main sangat
budaya dan bahasa
perlu untuk ditingkatkan.
Indonesia, tetapi juga perlu
Penyelesaian perjanjian IA-
dibangun mekanisme yang
CEPA (Indonesia-Australia
mendorong agar generasi
Comprehensive Economic
muda Australia bergairah
Partnership Agreement) yang
untuk memanfaatkan
diharapkan dapat menjadi
kesempatan tersebut. Perlu
push factor bagi peningkatan perdagangan kedua Negara perlu dipercepat. Disadari oleh Australia, bahwa sebagaimana layaknya tetangga yang mempunyai latar belakang budaya yang sangat berbeda tentunya kebijakan pendekatan tehadap Asia harus didukung oleh pemahaman terhadap budaya dan bahasa Asia
Disadari oleh Australia, bahwa sebagaimana layaknya tetangga yang mempunyai latar belakang budaya yang sangat berbeda tentunya kebijakan pendekatan tehadap Asia harus didukung oleh pemahaman terhadap budaya dan bahasa Asia bagi masyarakat Australia.
kiranya ada intervensi dari pihak-pihak terkait di Indonesia untuk membantu upaya Pemerintah Austrilia mengajak warganya mempelajari budaya Asia. Hal ini merupakan Momentum yang tepat untuk menciptakan pondasi jembatan yang menghubungkan masyarakat kedua Negara, yang akhirnya
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
23
Indonesia dan negara-negara kunci Asia lainnya, telah diposisikan sebagai mitra sekaligus jembatan utama bagi Australia untuk meningkatkan interaksi dengan Asia di abad 21.
dapat menciptakan berbagai peluang kerjasama
dari roadmap kerjasama bilateral RI-Australia
yang menguntungkan.
maupun kerjasama Trilateral RI-Australia-
Berbagai tantangan yang harus dijawab
Timor Leste. Dengan kata lain, kita perlu segera
atas kondisi ini adalah bagaimana inisiatif
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang
Australia terhadap terjalinnya hubungan yang
sekiranya dapat diperoleh melalui kerjasama
solid kedua Negara dapat memberi manfaat bagi
dengan Australia, mengingat jalan yang tersedia
kemakmuran masyarakat Indonesia? Bagaimana
akan semakin terbuka lebar.
kita bisa memanfaatkan kebijakan luar negeri
Sedangkan terkait dengan peningkatan
Australia terhadap Asia untuk mendukung peran
peran Indonesia di kawasan dapat digambarkan
Indonesia memainkan perannya secara aktif dalam
dengan adanya perkembangan dimana Australia
percaturan politk di kawasan dan global?
mulai melihat Cina sebagai mitra yang perlu
Sebagai gambaran dari pertanyaan pertama
didekati secara komprehensif, mengingat naik
di atas adalah upaya percepatan pembangunan
turunnya hubungan Cina-AS akan memberi
Indonesia bagian timur dapat menjadi bagian
pengaruh kepada kestabilan di kawasan. Selain
24
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
itu, kedekatan Australia dengan AS sebagai sekutu
terdekat tentunya terdapat banyak peluang
terkuat dan terdekat di kawasan Asia tidak selalu
untuk direbut dan diisi, karena Indonesia akan
berefek positif bagi Australia di kawasan. Untuk
mempunyai akses yang lebih besar tidak hanya
itu, Indonesia sebagai Negara yang mempunyai
untuk target Australia tetapi juga target ke Negara
hubungan dekat dengan Cina dan AS terdekat
Asia lainnya.
dan paling diperhitungkan oleh Australia perlu
Sebagai dua negara bertetangga dekat yang
mengambil peluang ini sebagai momentum
sangat berbeda satu dengan lain, tentunya sangat
menjadi pihak yang dapat menjembatani kekuatan
wajar jika terjadi pergesekan yang berasal dari
besar di Asia, sesuai dengan kepentingan nasional
salah pengertian, namun dampak buruk yang
kita.
berasal dari hal ini dapat ditekan apabila terus dilakukan komunikasi positif dan kerjasama yang
Kesimpulan Dari beberapa catatan di atas, maka terlihat
baik antar semua lapisan masyarakat. Adanya saling pengertian atas berbagai hambatan dan
jelas gambaran umum hubungan bilateral RI-
tantangan masing-masing Negara diharapkan akan
Australia di abad 21 ini dengan fakta fakta yatitu:
mendorong dan menciptakan berbagai peluang
pertumbuhan ekonomi Asia yang diatas rata-rata,
kerjasama yang kuat dan solid demi masa depan
ambisi Australia menjadi salah satu 10 negara
bersama.
dengan GDP terbesar di dunia, kebijakan Australia yang berorientasi terhadap Asia, kedekatan
Canberra, 10 Februari 2013
geografis RI-Australia, Indonesia sebagai partner terpenting Australia di kawasan, saling ketergantungan di berbagai bidang, kebutuhan atas stabilitas keamanan di kawasan membuat hubungan bilateral RI-Australia menjadi bernilai sangat strategis dan harus juga dikelola secara strategis dan terukur. Langkah nyata berbentuk reaksi positif, terarah dan terintegrasi perlu dimunculkan terhadap berbagai gagasan Australia untuk mendekat dan kerjasama dengan Asia, khususnya Indonesia. Penyesuaian kebijakan yang signifikan dari Australia dalam menjalin engagement dengan Asia utamanya Indonesia telah dilakukan secara meluas. Indonesia tidak lagi dianggap sekedar halaman yang tak perlu diperhatikan atau bumper bagi Australia dalam menghadapi ancaman dari utara. Indonesia dan negara-negara kunci Asia lainnya, telah diposisikan sebagai mitra sekaligus jembatan utama bagi Australia untuk meningkatkan interaksi dengan Asia di abad 21. Sebagai tetangga, mitra strategis serta jembatan
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
25
Oleh : Sofjan Wanandi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia 2003-saat ini
Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha :
Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi Dunia usaha Indonesia saat ini cukup
ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung
kondusif walaupun masih banyak aspek yang perlu
oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh
diperbaiki. Secara umum para pengusaha yang ada
pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke
saat ini belajar banyak dari kejadian tahun 1997
dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut
dan 1998. Para pengusaha yang sering disebut
dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas
pemain lokal dan dekat dengan kekuasaan di
politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
zaman Orde Baru selama 32 tahun berada dalam
pemerataan pembangunan. Hal ini berhasil karena
zona nyaman sehingga tidak waspada terhadap
selama lebih dari 30 tahun, tata pemerintahan
segala kemungkinan bisnis karena stabilnya iklim
sangat stabil, stabilitas politik terbangun sehingga
usaha saat itu. Paska 1998 terjadi titik balik dalam
menunjang stabilitas ekonomi.
dunia usaha, pengusaha yang telah jatuh dalam
Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu
krisis moneter justru semakin maju sekarang. Saat
dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan
ini para pengusaha Indonesia banyak yang telah
dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya
menjadi pemain internasional karena belajar dari
selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
kesalahan masa lalu.
(DPR) untuk disahkan menjadi APBN. APBN
Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan
26
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar
yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,
itu para pengusaha mulai menjalani usaha
harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai
kecil-kecilan dan bermunculan banyak agen-
tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Asumsi-
agen di lapangan, para pengusaha mulai belajar
asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran
memakai kekuatan buruh untuk membangun
fundamental ekonomi nasional. Hal itu berakibat
industri terutama yang terkait bahan yang dapat
kepada berkembangnya para pengusaha di zaman
disubstitusi.
Orde Baru, hal ini tidak terjadi di Orde Lama saat
Pada Tahun 1998 usaha yang sudah
Bung Karno memimpin karena masih kekurangan
berkembang selama 30 tahunan hancur karena
modal dan kesulitan di berbagai lini. Fokus
ternyata usaha yang dibangun hanya dipermukaan
Bung karno pada saat itu adalah peningkatan
tidak sampai ke dasar atau keropos. Para pengusah
nasionalisme sehingga aspek ekonomi belum
berlomba-lomba investasi dengan kelompok
terlalu di prioritaskan .
tertentu, sebagian kelompok menggurita dan
Kebaikan yang ada pada saat Orde Baru
hanya sebagian saja yang mendominasi. Selam
yang paling menonjol adalah repelita (rencana
orde baru berbagai usaha berkembangdengan salah
pembangunan lima tahun) sehingga target
satunya menguasai eksport dari tekstile, sepatu,
mendirikan industri, perbaikan buruh dan
barang tradisional, komoditi seperti kopi, karet,
pengelolaan sumber daya alam jelas. Pada masa
lada sampai kita masuk kelapa sawit, padahal dulu
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
27
Kualitas sumber daya manusia yang rendah namun sumber daya alam yang too rich sehingga tidak seimbang dan memaksa pengusaha membangun infrastruktur dan menanggung cost nya lebih besar.
28
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
usaha utama hanyalah seputar minyak dan gas. Hal
lebih dari 8% bahkan 9% namun sekarang hanya
ini hancur pada saat krisis moneter dengan nilai
6,2%. Sisa 2% nya terbayarkan untuk biaya
tukar rupiah anjlok lebih 17.000/dollar.
demokrasi, otonomi daerah dan korupsi, bahkan
Pasca 1998 betul-betul telah terjadi
otonomi daerah membuat birokrasi semakin
konsolidasi antar pengusaha, konsolidasi di
gemuk. Para pengusaha dituntut berubah dan
bidang-bidang khusus, para pengusaha mulai
sudah banyak berubah terhadap lingkungan usaha
belajar banyak termasuk bagaimana masuk ke
dan manajemen organisasinya namun mengapa
industri yang lebih luas termasuk tekstil, sepatu
pemerintah tidak bisa seperti kami. Dengan
sampai membangun kelapa sawit. Anak-anak
adanya otonomi daerah dan demokratisasi cost
pengusaha yang orang tua nya gulung tikar terkena
birokrasi akan lebih mahal terbukti di APBD
krisis moneter banyak yang sekolah ke luar negeri
beberapa daerah jumlah belanja pegawai melebihi
dan kembali ke Indonesia untuk membangun
belanja modal.
perusahaan orang tuanya dari nol, ternyata
Selain itu kendala lainnya adalah kualitas
anak-anak ini mempunyai pandangan yang lebih
sumber daya manusia yang rendah namun
baik dan member efek positif dalam dunia usaha.
sumber daya alam yang too rich sehingga tidak
Tidak sampai lima tahun setelah reformasi terjadi
seimbang dan memaksa pengusaha membangun
perbaikan yang signifikan dan tentunya dengan
infrastruktur dan menanggung cost nya lebih
bantuan pemerintah serta berbagai upaya untuk
besar. Kondisi market juga tidak terpengaruh
terus berkembang sampai saat ini. Bahkan jika
status Indonesia yang banyak disebut pihak
dibandingkan sebelum 1998 justru semakin maju
asing sebagai negara demokrasi. Gelar negara
dan kuat saat ini.
demokrasi tidak lantas membuat negara maju mau menginvestasikan uangnya di Indonesia. Justeru
Kendala Dalam Dunia Usaha Pasca Reformasi Satu hal yang belum diperbaiki setelah krisis,
sebaliknya negara maju lebih senang berinvestasi di China yang merupakan negara otoriter karena
adalah efisiensi birokrasi di pemerintahan. Hal
keamanannya lebih terjamin, sehingga janganlah
ini menjadi kendala tersendiri, justru pemerintah
terlena dengan gelar atau sebutan yang diberikan
tidak mengefisienkan diri dan berubah dengan
pihak asing. Para pengusaha harus tetap fokus
cepat. Para pengusaha berani mengefisienkan
terhadap pekerjaan rumah nya masing-masing.
organisasi dengan PHK walaupun ini adalah
Kendala selanjutnya menjadi pengusaha di
jalan yang sulit, namun disisi lain birokrasi tetap
Indonesia adalah karena tenaga kerjanya yang
gemuk. Pemerintah harus bertanggung jawab
mayoritas unskilled sehingga membutuhkan
dalam pembenahan birokrasi di lingkungannya.
cost tambahan untuk melatihnya. Dilema bagi
Secara umum hal ini sangat dibutuhkan karena
pengusaha karena 50% buruh adalah unskilled
dinamika globalisasi hari ini membuat dunia usaha
hanya lulusan SD dan 6 % lulusan SMP dan SMA
kita lebih kompetitif , jadi efisiensi dan efektivitas
oleh karena itu Indonesia hanya bisa mengirim
merupakan hal yang mutlak diberikan pemerintah
TKI jutaan orang setiap tahunnya.
dalam porsi apapun termasuk saat bekerjasama dengan pengusaha Adanya kegemukan di birokrasi dengan
Di sisi lain masalah upah minimum regional (UMR) yang harus dipenuhi pemilik usaha juga seringkali menimbulkan persoalan dan
tatanan yang tidak efektif menjadi salah satu
membenturkan selalu pengusaha versus buruh.
kendala besar bagi dunia usaha paska reformasi.
Salah satu kesalahannya ada pada undang-undang,
Seharusnya Ekonomi Indonesia dapat tumbuh
UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
29
yang salah karena seharusnya upah minimum
khususnya dengan melihat persaingan global
seharusnya ditentukan perusahaan tergantung
dan meninjau pengalaman yang ada maka Hal
jenis perusahaan dan besar kecilnya perusahaan.
Pertama, Rubah Undang-undang No.13 Tahun
Pemerintah seharusnya menentukan safety nett nya
2003 mengenai‌.lalu Kedua, Perkuat Social
saja agar perusahaan lebih fleksibel dan tidak ada
Security dan Ketiga, Sama-sama bertanggung
yang dirugikan. Seharusnya UMR ada perbedaan
jawab terhadap buruh dan lingkungan kerja.
bagi yang sudah menikah atau belum, bagi yang
Harapan bagi Pemerintah kedepan, yang
sudah berpengalaman atau belum. Keberatan akan
Pertama tegakkan kepastian hukum. Jangan
UMR ini akhirnya membuat pengusaha memilih
ada overlapping aturan, jangan ada aparat yang
menggunakan mesin dan akhirnya mengimport
memeras pengusaha, berikan keamanan untuk
teknologi serta barang dari luar yang akhirnya
berusaha yang adil. Banyaknya pungutan liar
merugikan buruh sendiri.
akan membuat high cost economy dan Kedua,
Masalah dan kendala tersebut bermuara dari
bangunlah infrastruktur di berbagai bidang karena
aturan, adapun aturan atau undang-undang yang
akan mempercepat perekonomian dan membantu
menciptakannya Pemerintah sehingga di kawasan
kami mengurangi cost usaha di Indonesia. Ketiga,
manapun para invrestor dan pengusaha berharap
Pemerintah dan pengusaha harus bertanggung
pemerintah bisa netral. Buruh boleh bicara apa
jawab dan bersatu bersama, melakukan apa
saja dan akan didengar serta dihargai namun
yang bisa dilakukan dan masing-masing pihak
para pengusaha juga mempunyai hak yang sama,
menjalankan peranannya. Selama ini pemerintah
didengar dan dihargai. Sudah bukan zamannya
selalu kalah jika ada permasalahan karena
buruh dibenturkan dengan pengusaha seperti
Pemerintah tidak menggunakan SDM terbaik
ajaran komunis dan Karl Marx , saat ini Pengusaha
yang dimiliki republik, faktor subjektivitas masih
dan buruh adalah partner, saling membutuhkan
sangat tinggi dilingkungan pemerintahan. Hal ini
dan mengisi, tidak boleh ada yang dirugikan.
juga yang membuat Indonesia tidak siap bersaing dalam Asean Connectivity 2015 karena banyak
Peran Apindo Apindo berperan dan berkontribusi dari ide
tertinggal dari pendidikan sampai kesehatan apalagi infrastruktur. Tenaga SDM yang diperlukan
dan konsep pengembangan ekonomi nasional
Indonesia saat ini adalah tenaga ahli menengah,
sampai berbagai program sosial. Pengusaha
lulusan STM seperti technical school.
yang tergabung dalam Apindo ikut membuat
Para pengusaha Indonesia terutama yang
Infrastruktur nasional, investasi anggota Apindo
tergabung dalam Apindo berkepentingan agar
sampai 70% dari kekuatan ekonomi nasional
pemerintahan yang akan dipilih 2014 kedepan
termasuk PT Freeport di dalamnya. Pemerintah
akan menjadi pemerintahan yang kuat. Jangan
bisa mencapai kemajuan ekonomi sampai 6,2%
lagi ada pemerintahan lemah dan jatuh karena
itu karena salah satunya peran Apindo. Apindo
kesalahan yang sama.
membantu pemerintah mengambil resiko memajukan perekonomian nasional dari membuka lapangan pekerjaan, memberikan upah sampai kesejahteraannya. Saran dan Harapan Untuk memperbaiki dunia usaha kedepan
30
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
31
Oleh : Tualar Simarmata Guru Besar pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
ABSTRAK Indonesia sebagai negara agraris yang
berkurang hingga 0,8%) pada tahun 2050 jumlah penduduk dapat mencapai sekitar 480 juta
memiliki sinar matahari, sumber daya lahan dan
memerlukan sekitar 48 – 50 juta ton beras, 24,65
air yang melimpah ternyata sangat tergantung
juta ton jagung, 3,04 juta ton kedelai dan 3,96
pada pangan impor. Indonesia pada tahun 2012
juta ton gula. Pemenuhan pangan pokok yang
mengimpor 1,8 juta ton beras (5 - 8 % dari
bergantung pada impor merupakan ancaman yang
kebutuhan), 1,7 ton jagung (8 -10 %), 1,9 juta
serius terhadap ketahanan pangan dan kedaulatan
ton kacang kedelai (70%), 6,3 juta ton gandum
bangsa. Peluang Indonesia untuk berswasembada
(100 %), 91,1 ribu ton gula pasir (50%), 40 ribu
pangan, bahkan berdaulat pangan dan menjadi
ton daging sapi (20%) dan 2,2 juta ton garam
lumbung pangan dunia (Indonesia feed the world)
(50 - 60 % ). Ancaman terhadap ketahanan dan
sangatlah besar. Lahan yang sesuai perluasan areal
kemandirian pangan terus meningkat sejalan
tanam pangan (ektensifikasi) masih tersedia sekitar
dengan pertambahan jumlah penduduk dan
16,77 juta ha yang terdiri dari sekitar 3,51 juta
berkurangnya lahan pertanian akibat terjadinya
ekosistem lahan basah (rawa) dan 13,26 juta ha
konversi lahan ke non pertanian (sekitar 150.000
ekosistem lahan kering. Di lain pihak, intensifikasi
ha/tahun). Diproyeksikan dengan perhitungan
berbasis teknologi peningkatan produksi ramah
konservatif (laju pertambahan penduduk terus
lingkungan terpadu masih mampu meningkatkan
32
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
produktivitas pangan sekitar 25 – 50% (padi
sepenuhnya memberdayakan petani sebagai mitra
menjadi 6 – 8, jagung 6 – 8 dan kedelai 2 -3 ton/
(plasma) dalam suatu managemen atau usaha.
ha). Perluasan aeral sekitar 5 – 10 juta ha dan
Misalnya perkebunan pangan (food estate) atau
dipadukan dengan program intensifikasi dan
bentuk lainnya. BUMD, Koperasi dan badan
pemulihan kesehatan lahan (soil quality and soil
usaha lainnya berperan sebagai inti dengan fokus
helath) tidak saja menjadikan Indonesia berdaulat
kegiatannhya adalah industri pangan (pangan,
pangan tetapi mampu menjadi lumbung pangan
tepung, pakan ternak, dan lain-lainnya) dan
dunia secara berlanjut. Kunci suksesnya antara lain
memberikan bimbingan teknis pada mitranya.
adalah; (1) kebijakan anggaran yang berpihak pada
Alokasi luas lahan untuk setiap petani di desain
sektor pertanian (setidak-tidaknya 10 – 15 % dari
untuk mampu menjadikan petani menjadi
APBN)(saat ini masih < 3%), (2), pembangunan
makmur (memaksa petani menjadi kaya).
dan perbaikan infrastruktur yang mendukung
Kata Kunci: Ketahanan Pangan, Kemandirian
pertanian (waduk, jaringan irigasi, jalan, dll), (3)
pangan, Lumbung Pangan, intensifikasi,
pengembangan agrobisnis pangan berbasis industri
ekstensifikasi, impor pangan, petani kaya
pedesaan, (4) peningkatan daya saing pertanian dan kualitas sumber daya manusia. Pengembangan agrobisnis pangan berbasis pedesaan dengan
I. PENDAHULUAN (NEGARA AGRARIS Sulit untuk dipahami bahwa ketahanan
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
33
pangan Indonesia sebagai negara agraris yang
2012 telah mencapai 241 juta jiwa dengan laju
memiliki sumber daya alam melimpah ternyata
pertambahan sekitar 1,4% per tahun, konsumsi
masih mengkhawatirkan (rawan) dan sangat
beras sebagai pangan utama sekitar 135 - 139
tergantung pada impor. Indonesia pada tahun
kg/kapita/tahun. Diperkirakan dalam waktu
2012 mengimpor 1,8 juta ton beras (sekitar 5-8%),
sekitar 40 tahun (doubling time) atau pada
1,7 juta ton jagung (sekitar 8-10%), 6,3 juta ton
tahun 2050 jumlah penduduk di Indonesia akan
gandum (100 %), 479,7 ribu ton terigu (100 %),
mencapai sekitar 480 juta jiwa (Simarmata, 2008;
91,1 ribu ton gula pasir (50%), 40.338 ton daging
Simarmata, 2009; Simarmata et al., 2011). Proyeksi
sapi (20 %), 6.797 kg daging ayam, 2,2 juta ton
kebutuhan pangan pokok dengan perhitungan
garam (50 - 60%), 13,3 ribu ton singkong, 54,1 ribu
yang konservatif, maka tahun 2050 Indonesia
ton kentang, 1,9 juta ton kedelai (60– 70 %) (BPS,
memerlukan 48 – 50 juta ton beras atau 80 – 90
2012, BIN, 2012, PDSIP, 2012). Ketergantungan
juta ton GKG (asumsi konsumsi beras menurun
akan impor untuk bahan pangan strategis tersebut
dari 139 kg menjadi 100 kg/kapita/tahun), 24,65
sekitar 5-8% beras, trigu 100%, kedelai 70%, gula
juta ton jagung, 3,04 juta ton kedelai, 12,73 juta
50% daging 20 % (Bin, 2012). Diperkirakan total
ton ubi kayu, 3,96 juta ton gula dan 0,36 juta ton
nilai impor pangan tersebut pada tahun 2012
daging (Tabel 1) (BPS, 2012; Pambudi, 2013). Hal
sekitar 80 triliun dan tahun 2013 naik menjadi
ini berarti untuk dapat berswasembada untuk
90 trilyun (Warta Eknomi, 2013, MITI, 2012).
3 komoditas pangan utama setidak-tidaknya
Ancaman terhadap ketahanan pangan maupun
diperlukan sekitar 17 – 18 juta ha areal panen
kemandirian pangan semakin serius (Setkab, 2013;
padi (produktivitas 4,5 – 5 ton/ha), 5 juta ha
MITI; 2013). Tampaknya, ketergantungan akan
areal jagung (produktivitas 4 - 5 ton/ha), dan 2,6
pangan impor akan terus meningkat. Bila tidak
juta ha luas areal kedelai (produktivitas 1,5 – 2,0
dilakukan penanganan dan antisipasi dengan
ton/ha). Hasil kajian mengindikasikan bahwa
baik dapat menyebabkan gejolak dan bencana
untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan
pangan nasional. Krisis pangan telah terbukti
pangan dan berkurangnya lahan sawah akibat
dapat menyebabkan kekacauan dan runtuhnya
konversi lahan ke non pertanian sekitar 150.000
kedaulatan di berbagai negara.
ha per tahun, khususnya beras setidak-tidaknya
Jumlah penduduk di Indonesia pada tahun
diperlukan pertambahan produksi sekitar 5% per
Tabel 1. Proyeksi kebutuhan bahan pangan pokok 2010-2050 (Sudaryanto et al. 2010) Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 Tren +
34
Beras 33.065 35.123 37.021 38.720 40.183 42.317 44.500 46.787 48.182 0,92
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Jagung 16.859 17.420 18.940 19.407 20.812 21.145 22.400 23.569 24.650 0,68
Kebutuhan pangan pokok (000 ton) Kedelai Ubi Kayu 2.057 9.727 2.222 10.337 2.381 10.901 2.531 11.408 2.668 11.845 2.791 12.203 2.896 12.475 2.980 12.653 3.043 12.735 0,98 0,67
Gula 2.175 2.346 2.530 2.727 2.940 3.169 3.416 3.681 3.966 1,50
Daging 244 263 281 298 314 328 340 349 356 0,94
tahun. Konsekuensinya diperlukan upaya dan
meningkat., (4). Luas lahan potensial (arable land)
terobosan teknologi untuk meningkatkan produksi
masih banyak yang belum dimanfaatkan.
tanaman dengan signifikan secara berlanjut,
Upaya untuk mengantisipasi masalah
melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi
ancaman terhadap ketersediaan dan ketahanan
(Apriyantono, 2009; Simarmata, 2008; Simarmata
pangan maupun kemandirian pangan atau
et al. 2012)
menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan
Pada dasarnya, modal utama untuk mengembangkan pertanian di Indonesia
dapat dilakukan sebagai berikut: Perluasan Areal Panen. Peningkatan
sudah tersedia dengan melimpah (keunggulan
produksi dapat dilakukan dengan menggenjot
komparatif). Sumber energi untuk tanaman
peningkatan luas area panen dari yang sekarang
sebagai pabrik atau mesin biologis (fotosintesis)
12 juta ha menjadi 20 – 30 juta ha atau naik
yaitu sinar matahari melimpah (sekitar 12 jam per
10 – 20 juta ha secara bertahap dan terencana
hari), luas daratan sekitar 188,8 juta hektar dan
dalam waktu 10 tahun. Perluasan areal tanaman
luas perairan laut 450 juta ha, sumber daya air
mutlak diperlukan untuk meningkatkan produksi
sangat melimpah, sumber daya manusia sekitar 241
pangan dan mengimbangi terjadinya konversi
juta jiwa, dan didukung oleh berbagai teknologi
lahan penggunaan non pertanian. Tanpa perluasan
tepat guna maupun teknologi modern. Semestinya
areal akan terjadi persaingan atau kompetisi antar
peluang untuk menjadikan Indonesia berdaulat
komoditas pertanian. Misalnya, bila luas areal
pangan, bahkan menjadi lumbung pangan
tanaman jagung meningkat maka akan terjadi
dunia (Indonesia feed the world) sangatlah besar.
penurunan luas areal panen tanaman kedelai
Sangatlah ironis, ternyata untuk berswasembada
atau tanaman pangan lainnya. Potensi perluasan
pangan saja, tidak mampu?. Permasalahan
areal untuk pengembangan tanaman pangan
utamanya antara lain adalah (1) kebijakan yang
di Indonesia masih tebuka luas, bahkan dapat
belum berpihak pada sektor pertanian dan
dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia sebagai
pengembangan infrastruktur pertanian. Dari
lumbung pangan
sekitar 1600 triliun ABPN tahun 2012, alokasi
Intensifikasi. Program intensifikasi untuk
untuk sektor pertanian hanya sekitar 40 triliun
meningkatkan produktivitas padi sekitar 25 –
(sekitar < 3%) padahal jumlah penduduk yang
50% yaitu dari 5 ton/ha menjadi 6 – 8 ton/ha.
terlibat dalam sektor pertanian sekitar 70%, (2).
Meningkatkan produktivitas rata-rata menjadi 6 –
Infrastruktur pertanian tidak memadai dan sangat
8 ton dengan pola sawah konvensional relatif sulit.
mengkhawatirkan, (a) aksesibilitas`ke sentra
Upaya peningkatan produktivitasnya tampaknya
pertanian tidak memadai, (b) jaringan irigasi
semakin sulit karena sebagian besar lahan
sudah banyak yang rusak , (c) hampir tidak ada
pertanian di Indonesia (lahan sawah maupun
penambahan waduk/bendungan selama kurun
lahan kering) sudah termasuk lahan kelelahan dan
20 tahun terakhir untuk menjamin ketersediaan
sakit (fatigue and sick soils). Sekitar 70 % lahan
irigasi, (2). Sistem produksi yang tidak efisien
sawah memiliki kandungan bahan organik sekitar
akibat kurangnya dukungan infrastruktur dan luas
1,5% dan 90 % lahan kering memiliki kandungan
lahan usaha tani yang relatif kecil mengakibatkan
C-organik sekitar 1–1,5% sudah terdegradasi berat
produk lokal tidak mampu bersaing dengan
atau sakit berat (Simarmata dan Yuwariah, 2009;
produk pangan impor (globalisasi perdagangan)
Simarmata et al., 2011; Simarmata et al., 2012.).
(3) perubahan iklim dan pemanasan global
Implementasi teknologi hemat air (IPAT-BO
menyebabkan resiko dan kegagalan panen semakin
= intensifikasi padi aerob terkendali berbasis
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
35
organik) berbasis kompos jerami (pupuk organik)
Konsekuensinya, diperlukan upaya peningkatan
dan pupuk hayati dengan konsep menagamen
produksi dan program ketahanan pangan melalui
pemupukan ramah lingklungan terpadu (integrated
perluasan, intensifikasi, diversifikasi pangan dan
eco-friendly fertilizers management) dapat diadopsi
pengendalian pertambahan jumlah penduduk
memulihkan kesehatan maupun kesuburan tanah
secara terpadu (Simarmata, 2008).
dan meningkatkan produktivitas tanaman secara
Bagaimanakah peluang Indonesia
berlanjut (sustainable agricultural practises).
meningkatkan produksi pangan secara berlanjut,
Mengendalikan Pertambahan Jumlah
bagaimanakah potensi dan daya dukung sumber
Penduduk. Pengendalian pertambahan jumlah
daya lahan untuk meningkatkan produksi pangan?,
penduduk berkaitan dengan ketahanan pangan.
upaya dan strategi apakah yang dilakukan untuk
Pertumbuhan penduduk diharapkan dalam waktu
menjadikan Indonesia mampu berdaulat pangan,
yang relatif singkat dapat diturunkan, bahkan
bahkan mampu menjadi lumbung pangan dunia
diupayakan menjadi zero growth melalui program
(indonesia feed the world) khususnya beras,
keluarga berencana.
menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini.
Diversifikasi Pangan. Pola konsumsi pangan yang terfokus pada beras sangatlah rawan. Untuk
II. KETERSEDIAAN LAHAN DAN
itu perlu dilakukan diversifikasi pangan sehingga
KERAGAAN PRODUKSI PANGAN
tingkat konsumsi beras 139 kg/kap/tahun harus
2.1. Ketersediaan Lahan
diturunkan menjadi 70 â&#x20AC;&#x201C; 90 kg/kapita/tahun. Hasil
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki
kajian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras
total luas daratan sekitar 188,2 juta ha yang
berkaitan dengan tingkat penghasilan. Masyarakat
terdiri dari 144 juta ha lahan kering dan 44,20
miskin (penghasilan rendah) mengkonsumsi beras
juta ha lahan basah (Hidayat dan Mulyani 2002;
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat
Ritung et al, 2011). Sekitar 94,07 juta ha dari
berpenghasilan tinggi.
total luas daratan tersebut dapat dimanfaatkan
Upaya Terpadu. Permasalahan ketersediaan
untuk pertanian (arable land) atau yang sesuai
dan ketahanan pangan sangat kompleks.
untuk pertanian (BBSDLP 2008; Las dan Mulyani,
Tabel 2. Keragaan luas ekosistem lahan basah (rawa) dan lahan kering (nonrawa) yang sesuai untuk pertanian (Mulyani et al, 2011) Lahan Rawa (juta ha)
Lahan non Rawa (juta ha)
LBS (Sawah)
TS
TT
LBS (Sawah)
TS
TT
Jumlah
Sumatera
1,49
0,16
1,67
3,70
7,59
11,51
26,18
Jawa
0,057
0
0,018
0,31
1,96
2,77
9,11
-
0
0
0,48
1,23
1,63
3,34
Kalimantan
1,91
0
1,41
3,51
8,95
12,26
28,04
Sulawesi
0,23
0,10
0,018
1,69
0,69
0,77
6,51
Maluku dan Papua
0,11
0
0,71
7,92
4,40
7,80
20,96
Indonesia
3,80
0,26
3,82
21,62
24,83
39,74
94,.07
Pulau
Bali dan Nusa Tenggara
LBS = Lahan basah semusim, TS = Tanaman Semusim, TT = Tanaman Tahunan. Sumber: BBSDLP (2008) 36
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Table 3. Keragaan ketersediaan lahan yang telah digunakan dan yang potensial untuk perluasan aeral pertanian pada ekosistem lahan basah (rawa) dan lahan kering (LK) (Mulyani dan Agus, 2006) Pulau
Lahan Sesuai (juta ha)
Eksisting Lahan Sawah (juta ha)
Lahan Potensial untuk Ekstensfikasi (juta ha)
Rawa
LK
Rawa
Irigasi
Rawa
LK
Total
Sumatera
2.432
3.617
0.509
1.604
1.924
2.013
3.937
Jawa
0.124
4.463
0.002
3.341
0.122
1.121
1.242
Bali + NTT
0
0.482
0.0096
-
-
0.085
0.085
Kalimantan
1.425
1.587
0.412
0.556
1.014
1.038
2.044
Sulawesi
0.310
2.075
0.0030
0.961
0.307
1.113
1.421
Papua + Maluku
0.148
7.891
0
0
0.148
7.891
8.040
Total
4.441
20.115
0.927
6.860
3.514
13.255
16.770
2009; Mulyani et al, 2011). Lahan yang telah
kedelai sekitar 0,56 – 0,66 juta ha dengan tingkat
dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 70,17 juta ha
produktivitas sekitar 1,4–1,5 ton/ha (Tabel 4).
sehingga masih terdapat sekitar 23,90 juta ha yang
Secara garis besar tampak pada Tabel 4, bahwa
dapat dikategorikan sebagai lahan potensial untuk
produktivitas dari 3 komoditas utama relatif jauh
perluasan pertanian (Tabel 2). Lebih lanjut pada
lebih rendah dari potensi hasil atau produktivitas
Tabel 2 terlihat bahwa`lahan yang sesuai sekitar
dari hasil kajian dengan memanfaatkan teknologi
24,5 juta ha yang terdiri dari 4,41 juta ha lahan
dan managemen input baik. Adopsi teknologi
rawa dan 20,15 juta ha lahan kering. Lahan yang
hemat air (IPAT-BO), pengelolaan tanaman
telah dimanfaatkan sebagai lahan sawah adalah
terpadu (PTT) dan teknologi lainnya baik
sekitar 0,927 juta ha lahan rawa dan 6.860 juta ha
dengan pengelolaan air irigasi yang tepat mampu
lahan sawah (Mulyani dan Agus, 2006; Mulyani
menghasilkan sekitar 8 – 10 ton padi per hektar
et al, 2011). Hal ini berarti lahan potensial untuk
atau mendekati, bahkan melebihi potensi hasil. Hal
ekstensifikasi (perluasan areal) produksi pangan
ini berarti untuk menaikkan produktivitas`padi
(padi, jagung, kedelai atau komoditas pangan
menjadi 6 - 8 ton/ha dapat dicapai dengan mudah.
lainnya) masih tersedia dengan luasan yang cukup
Adopsi teknologi pemupukan pada tanaman
besar yakni sekitar 16,77 juta ha yang terdiri dari
jagung, mampu menghasilkan jagung sekitar 8 –
sekitar 3,51 juta ha ekosistem lahan rawa dan
12 ton/ha atau mendekati potensi hasil tanaman
13,26 juta ha ekosistem lahan kering. Lahan-lahan
jagung hibrida yaitu sekitar 10 – 14 ton/ha. Hal
potensial yang cukup luas untuk tanaman pangan,
yang relatif sama juga terjadi pada tanaman
umumnya tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan
kedelai, produktivitas rata-rata saat ini masih jauh
dan Papua.
lebih rendah dari potensi hasil sekitar 3 – 4 ton/ ha atau hasil kajian sekitar 3 ton/ha. Hal ini berarti
2.2.. Keragaan Produksi dan Produktivitas Data BPS (2012) memperlihatkan bahwa
bahwa, peluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai dan
luas`areal panen tanaman padi dalam 3 tahun
tanaman pangan lainnya) sebesar 25 – 50 % masih
terakhir sekitar 12 - 13 juta ha dengan tingkat
sangat besar (Simarmata et al. 2011; Simarmata
produktivitas tanaman padi sekitar 4,9 – 5,1 ton/
and Yuwariah, 2009).
ha, jagung sekitar 3,9 – 4,0 juta hektar dengan tingkat produktivitas 4,4 – 4,8 ton/ha, dan kacang
III. MENJADI LUMBUNG PANGAN ?? Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
37
Tabel 4. Keragaan perkembangan luas panen (LP), produksi dan produktivitas tanaman pangan utama (padi, jagung dan kedelai) di Indobesia (BPS, 2012) TahunÂ
Padi
Jagung
Kedelai
LP (Juta ha)
Produksi (juta ton)
Prodkt (ku/ha)
LP (juta ha)
Produksi (Juta ton)
Prodkt (ku/ha)
LP (juta ha)
Produksi (juta ton)
Prodkt (ku/ha)
2000
11,8
51,9
44.0
3,5
9,7
27.7
0,82
1,01
12.3
2001
11,5
50,5
43.9
3,3
9,3
28.5
0,67
0,83
12.2
2002
11,5
51,5
44.7
3,1
9,6
30.9
0,54
0,67
12.4
2003
11,5
52,1
45.4
3,3
10,9
32.4
0,53
0,67
12.8
2004
11,9
54,1
45.4
3,3
11,2
33.4
0,56
0,72
12.8
2005
11,8
54,1
45.7
3,6
12,5
34.5
0,62
0,88
13.0
2006
11,8
54,4
46.2
3,3
11,6
34.7
0,58
0,75
12.9
2007
12,1
57,2
47.1
3,6
13,3
36.6
0,50
0,59
12.9
2008
12,3
60,3
48.9
4,0
16,3
40.8
0,59
0,77
13.1
2009
12,9
64,4
50.0
4,2
17,6
42.4
0,77
0.97
13.5
2010
13,2
66,5
50.2
4,1
18,3
44.4
0,66
0,91
13.7
2011
13,2
65,7
49.8
3,9
17,6
45.7
0,62
0,85
13.7
2012
13,4
69,0
51.4
3,9
19,4
48.9
0,56
0,85
15.0
Berdasarkan analisis ketersediaan lahan dan
12 juta hektar, maka total produksi yang
tingkat produktivitas tanaman pangan utama
dicapai menjadi sekitar 72 â&#x20AC;&#x201C; 86 juta ton GKG
(padi, jagung, kedelai), seharusnya Indonesia
per tahun. Hasil berbagai kajian intensifikasi
tidak hanya mampu untuk mencapai kemandirian
saat ini dengan memanfaatkan benih unggul,
maupun kedaulatan pangan, tetapi mampu
pengairan, pemupukan dan pengendalian OPT
menjadi lumbung pangan dan menjadi eksportir
dan penanganan panen dan pasca panen, untuk
pangan (Indonesia feed the world). Upaya
mencapai tingkat produktivitas padi menjadi 8 ton
peningkatan produksi pangan dilakukan melalui
masih relatif mudah (Simartmata, 2008; Simarmata
(1) Intensifikasi dan ekstensifikasi (perluasan
et al., 2012). Keberhasilan program intensifikasi
areal). Peluang meningkatan produksi melalui
sangat tergantung pada upaya pemulihan sawah
program intensifikasi masih sangat besar.
yang telah tergradasi akibat rendahnya kandungan
Implementasi teknologi intensifikasi dengan
bahan organik tanah. Sekitar 73 % lahan sawah
dukungan infrastrukur pengairan (perbaikan
sudah terdegrasi dan 90 % lahan kering sudah
dan penambahan jaringan irigasi) dan teknologi
terdegrasi berat sehingga termasuk kategori
pemupukan terpadu (pupuk organik, pupuk
lahan sakit (sick soils). Pemulihan kesehatan dan
hayati dan anorganik) dapat meningkatkan
kesuburan lahan sawah maupun lahan kering dapat
produktivitas padi dari sekitar 5 ton menjadi 6
dilakukan dengan memanfaatkan limbah pertanian
-8 ton/ha. Bila luas areal panen saat ini sekitar
maupun limbah perkotaan sebagai bahan kompos
38
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Keberhasilan program intensifikasi sangat tergantung pada upaya pemulihan sawah yang telah tergradasi akibat rendahnya kandungan bahan organik tanah.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
39
atau pupuk organic. Pemulihan kesuburan lahan
Pembangunan berbasis pedesaan akan membuka
sawah dengan memanfaatkan kompos jerami dan
kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan
pupuk hayati memerlukan waktu sekitar 3 tahun
dan mengurangi urbanisasi. Tanpa dukungan
atau 6 musim tanam (Simarmata et al, 2012).
infrastruktur dan managemen pengelolaan
Oleh Karena itu, pengelolaan bahan organik tanah
air, maka Indonesian akan selalu berlinang
secara terpadu merupakan kunci keberhasilan
air mata. Menangis pada musim hujan karena
peningkatan produksi secara berlanjut.
banjir dan menangis pada musim kemarau
Upaya peningkatan produksi melalui
karena kekeringan. Sejak 3 dekade terahkir
perakitan benih berumur genjah atau super genjah
pembangunan waduk dan jaringan irigasi praktis
memegang peranan penting untuk menggenjot
tidak berarti, bahkan jaringan irigasi yang sudah
produksi tanaman pangan di masa mendatang.
ada setidak-tidaknya sekitar 25% sudah tidak
Tanaman padi varietas unggul baru (VUB) saat ini
berfungsi atau rusak. Salah satu kendala utama
rata-rata berumur sekitar 110 â&#x20AC;&#x201C; 120 hari sehingga
dalam memanfaatkan lahan basah ekosistem rawa
penanaman maksimal 2 - 3 kali dalam setahun.
adalah sangat tergantung pada managemen tata
Bila umur padi dapat dipersingkat menjadi sekitar
air dan dukungan aksesibilitas (jalan). Walaupun
70 hari (super genjah) maka penanaman dapat
biaya untuk membangun sistem pengairan dan
dilakukan hingga 4 kali dalam setahun (IP 400).
tata air (jaringan irigasi) maupun jalan relatif
Sebagaimana diuraikan di atas potensi
besar, tetapi dalam jangka pendek pembangunan
ekstensifikasi atau perluasan tanaman pangan
fisik menjadi penggerak ekonomi, dalam jangka
masih terbuka lebar (Tabel 3). Dengan
panjang berperan dalam menjamin ketahanan
memperluas`areal tanam sekitar 5 juta ha, maka
dan kemandirian pangan atau kedaulatan pangan
luas areal sawah akan menjadi sekitar 13 juta
serta pengembangan sentra ekonomi berbasis
hektar. Bila setahun 2 kali tanam dengan tingkat
pedesaan. Di berbagai tempat di Indonesia setiap
produktivitas sekitar 5 ton/ha, maka produksi
tahun dilanda banjir karena buruknya managemen
padi dapat mencapai 130 juta ton/tahun atau
pengelolaan air. Pengelolaan air secara langsung
setara dengan 78 juta ton beras (rendemen 60
akan meningkatkan ketersediaan air pada musim
%). Bila dilakukan penambahan areal 10 juta ha,
kemarau dan mengurangi bencana banjir.
maka luas areal tanam sekitar 18 juta ha akan
Modal utama dalam pertanian yaitu sinar
mampu menghasilkan sekitar 190 juta ton gabah/
matahari yang tersedia gratis sepanjang tahun,
tahun atau sekitar 114 juta ton beras. Pergiliran
tidak dimanfaatkan dengan baik. Bahkan pada
atau rotasi penanaman, secara langsung akan
musim kemarau sinar matahari dibiarkan
meningkatkan luas tanam dan panen komoditas
berlalu atau disia-siakan. Bila keunggulan
pangan lainnya. Adopsi pola tanam padi-
komparatif yang dimiliki Indonesia tersebut,
padi-jagung atau kedelai secara langsung akan
dipadukan dengan kebijakan yang berpihak pada
meningkatkan produksi jagung atau kedelai
pembangunan sektor pertanian akan mampu
dengan sangat signifikan dan mampu menjadi
menjadikan Indonesia berdaulat pangan dan
eksportir jagung dan kedelai..
menjadi lumbung pangan dunia. Adapun upaya
Kunci sukses pengembangan pertanian tanaman pangan sangat tergantung pada infrastruktur irigasi dan jalan. Pada dasarnya
dan strategi untuk menjadikan Indonesia berdaulat pangan antara lain adalah: Program perluasan areal pertanian pada
pembangunan insfrastrukur ini sekaligus sebagai
lahan basah (rawa) dan ekosistem lahan kering.
motor penggerak roda ekonomi berbasis pedesaan.
Penambahan areal sekitar 1 juta ha per tahun,
40
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
maka dalam 10 tahun Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia
keharusan untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas lahan pertanian 5. Intensifikasi padi lahan kering (padi gogo).
Program Intensifikasi untuk meningkatkan
Kontribusi padi gogo saat ini sekitar 5%
produktivitas tanaman pangan melalui:
dari total produksi padi dengan tingkat
1. Pengembangan benih unggul berumur genjah
produktivitas yang masih rendah sekitar 2 ton.
dan super genjah sehingga dapat melakukan
Adopsi teknologi intensifikasi dengan benih
tanam dan panen 4 kali dalam setahun (IP
unggul dapat meningkatkan produktivitas padi
400). Saat ini sudah mulai dikembangkan
gogo hingga 3 â&#x20AC;&#x201C; 4 ton/ha.
padi berumur super genjah (70 hari), hanya produktivitasnya masih rendah. 2. Managemen bahan organik tanah dan
6. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terpadu. Salah satu kendala yang menyebabkan kegagalan atau berkurangnya
teknologi pemupukan ramah lingkungan
hasil tanaman adalah gangguan OPT.
terpadu (eco-friendly fertilizer management)
Implementasi pengendalian OPT terpadu
untuk memulihkan kesehatan & kesuburan
diharapkan mampu mengendalikan OPT dan
tanah dan meningkatkan produksi tanaman
meningkatkan hasil serta mengurangi dampak
secara berlanjut. Penggunaan pupuk
negatif terhadap lingkungan
organik (kompos jerami) dan pupuk hayati (biofetilizers) dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga 50% dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 3. Pengembangan teknologi hemat air (water
7. Adopsi dan implementasi berbagai teknologi untuk mengantisipasi perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global. 8. Pembangunan Infrastruktur Pengairan dan Jalan. Faktor pembatas utama pertanian adalah (1) sinar matahari sebagai sumber
saving technologi). Salah satunya adalah
energi bagi tanaman sebagai mesin biologis,
IPAT-BO (intensifikasi padi aerob terkendali
(2) ketersediaan air (mutlak diperlukan
berbasis organik). Hasil lapang dari tahun
dalam proses fotosintesis dan penyerapan
2007 â&#x20AC;&#x201C; 2012 di berbagai tempat di Indonesia,
hara), (3) sumber daya lahan sebagai media
IPAT-BO selain mampu meningkatkan
tanam, (4) sumber daya manusia dan
produksi setidak-tidaknya 25%-50%, juga
(5) teknologi yang efisien. Pertumbuhan
mengurangi penggunaan air sekitar 30-
tanaman sepenuhnya tergantung faktor
40%, mengembalikan kesuburan lahan dan
sinar matahari, ketersediaan air dan nutrisi.
mengurangi penggunaan pupuk anorganik
Akibatnya, pertanian merupakan pabrik
sekitar 25% (Simarmata et al., 2011)
biologis yang sangat bergantung pada
4. Peningkatan efisiensi usaha tani dengan
kondisi alam dan faktor eksternal yang sulit
memanfaatkan alat dan mesin pertanian
atau tidak dapat dikendalikan. Pertanian
(Alsintan) dan pengelolaan panen dan pasca
konvensional sepenuhnya bergantung pada
panen. Di berbagai daerah telah terjadi
kondisi agroekologis. Akibatnya, dinamika
kelangkaan tenaga kerja dan berkurangnya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
minat orang bekerja dalam pertanian
bervariasi sesuai dengan kondisi agroekologis.
konvesional semakin sedikit. Oleh Karena
Pembangunan infrastruktur irigasi dapat
itu penggunaan mesin tanam, pengolah
mengurangi ketergantungan pada alam secara
tanah, panen dan pasca panen merupakan
signifikan dan mengurangi tingkat kegagalan
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
41
42
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
setidak-tidaknya hingga 90%. Ketersediaan
kandungan bahan organik tanah hingga > 2%.
air sawah irigasi menyebabkan produksi lebih
Sumber utama kebutuhan bahan organik yaitu
tinggi dan lebih stabil dibandingkan padi
jerami tersedia dalam jumlah yang besar di
lahan kering (padi gogo). Konsekuensinya,
lahan atau limbah pertanian lainnya. Potensi
pencapaian ketahanan atau kemandirian
produksi jerami sekitar 10 ton/ha (sekitar 1,5
pangan di Insdonesia sangat tergantung
x hasil gabah) atau setara dengan 4 – 6 ton
pada pembangunan sarana dan prasarana
kompos jerami/ha/musim (Simarmata et al.,
pengairan. Infrakstruktur jalan merupakan
2011). Potensi jerami sebagai pupuk untuk
faktor pembatas utama di sentra pertanian.
mensubstitusi pupuk anorganik sangat besar
Buruknya aksesibilitas menyebabkan biaya
yaitu setiap 5 ton jerami setara dengan 75 kg
tinggi dan produk pertanian Indonesia tidak
urea, 25 kg SP-36 dan 125 kg KCl. Kompos
mampu bersaing dengan produk impor dari
jerami selain kaya akan C-organik (sekitar 30
manca negara. Sebagian besar infrastruktur
-40%), juga mengandung hara yang lengkap
pengairan (waduk, bendungan dan jaringan
baik makro (1,5 % N, 0,3 – 0,5 % P2O5, 2 – 4%
irigasi) sudah tidak berfungsi dengan baik
K2O, 3 – 5 % SiO2) maupun mikro (Cu, Zn,
akibat terjadinya pendangkalan dan kerusakan
Mn, Fe, Cl, Mo) dan mengandung organisme
jarangan irigasi.
menguntungkan. Pengembalian jerami atau
9. Pemulihan Kesehatan dan kesuburan lahan
aplikasi 2 – 5 ton kompos jerami per hektar
sawah yang terdegradasi. Kesehatan dan
dan pupuk hayati mampu mengurangi pupuk
kesuburan lahan sawah di Indonesia saat
anorganik sekitar 25 – 50 % meningkatkan
ini sudah sangat kritis dan sebagian besar
produksi dan memulihkan kesehatan tanah
sudah tidak dapat melakukan fungsinya
dalam waktu sekitar 3 tahun (Simarmata et al,
dengan baik. Akibatnya, respon terhadap
2012; Simarmata, 2012).
pemupukan semakin melandai (leveling off)
10. Peningkatan Daya saing dan kualitas SDM.
dan produktivitas padi rata-rata nasional
Daya saing merupakan faktor yang sangat
dari tahun 1990-an sampai tahun 2006 hanya
menentukan keberlanjutan pertanian
sekitar 4,6 ton per hektar dan kualitas tanah
Indonesia. Kondisi eksis saat ini menunjukkan
terus menurun (BPS, 2012). Tanah yang
bahwa berbagai produk pertanian Indonesia
telah mengalami degradasi tersebut dapat
khususnya tanaman pangan dan hortikultura
dikelompokkan sebagai lahan sawah sakit dan
tidak mampu bersaing dengan produk impor.
kelelahan (sick soils and fatigue). Balai Besar
Upaya meningkatkan daya saing dapat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
dilakukan dengan pembangunan, maupun
Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian
perbaikan infrastruktur dan pengembangan
Pertanian mengungkapkan bahwa saat ini,
teknologi yang efisien (on farm and off
sekitar 73 % lahan sawah (sekitar 5 juta ha)
farm)) untuk mendukung pertanian dan
memiliki kandungan C-organik yang sangat
meningkatkan efisiensi usaha tani. Oleh karena
rendah sampai rendah (C-organik <2%), 22
itu, peningkatan kualitas sumber daya petani
% memiliki kandungan C-organik sedang
dan pengembangan industri berbasis pedesaan
(2 – 3 % C-org) dan 4 % memiliki kandungan
merupakan faktor penting untuk menaikkan
C-organik tinggi (> 3% C-org). Upaya
daya saing. Selain itu, daya saing berkaitan
pemulihan kesehatan dan kesuburan tanah
erat dengan luasan usaha tani. Usaha tani yang
relatif mudah, yaitu dengan meningkatkan
relatif kecil di Indonesia mengakibatkan usaha
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
43
tani kurang efisien dan berbiaya tinggi. 11. Pengembangan Agrobisnis Pangan
atau tanaman jagung dengan produktivitas 6 ton/ha menghasilkan 5 x 6 x Rp 3000 = Rp
berbasis Pedesaan untuk mendesain petani
90.000.000,-. Dengan penghasilan di atas Rp
menjadi kaya dan usaha tani yang berdaya
20 juta per bulan pastilah petani menjadi
saing. Pengembangan pertanian pangan
makmur. Hal ini berarti bahwa impian
melalui ekstensifikasi pada basah atau
menjadikan petani menjadi kaya dapat
lahan kering merupakan momentum untuk
terwujud
memberdayakan masyarakat dan menciptakan usaha tani yang kompetitif atau berdaya saing. Oleh karena itu, dukungan kebijakan
Berdasarkan paparan dan uraian di atas dapat
yang konsisten untuk membangun sarana
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
dan prasarana sangat diperlukan dalam
1. Sebagian besar pangan pokok (beras, jagung,
pengembangan pertanian yang efisien. Pola
kacang kedelai, terigu, gula, daging dan pangan
pengembangan agribisnis berbasis pedesaan
lainnya) masih bergantung pada impor sehingga
dan perberdayaan masyarakat dalam suatu
ancaman terhadap ketahanan dan kemandirian
managemen pertanian moderen dalam suatu kawasan (1000 – 10.000 ha) sebagai
pangan semakin serius 2. Adopsi dan implementasi intensifikasi berbasis
perkebunan pangan (food estate) atau bentuk
teknologi ramah lingkungan terpadu masih
lainnya dapat digunakan menjadikan petani
mampu meningkatkan produktivitas tanaman
makmur (memaksa petani menjadi kaya).
pangan sekitar 25 – 50%, yaitu padi dari 5 ton
Misalnya, pengembangan agrobisnis pangan
menjadi 6 – 8 ton/ha, jagung dari sekitar 4 ton
berbasis tanaman pangan (padi, jagung atau
menjadi 6 – 8 ton dan kedelai dari sekitar 1,5 ton
tanaman lainnya), setiap petani mengelola
menjadi sekitar 2 – 3 ton/ha.
lahan yang memenuhi skala usaha yang
3. Indonesia memiliki lahan potennsial yang sesuai
efisien (untuk padi dan jagung sekitar 5 ha)
untuk perluasan tanaman pangan, yakni sekitar
dalam suatu mangemen (BUMD atau Swasta
16,77 juta hektar yang teridiri dari 3,51 juta ha
dengan dukungan kebijakan dari pemerintah
ekosistem lahan basah (rawa) dan 13,26 juta ha
membentuk sutau pola inti dan plasma. Petani berperan sebagai plasma dan Inti
ekosistem lahan kering. 4. Peningkatan produksi melalui Intensifikasi
berperan dalam memberi bimbingan teknis
dan dipadukan dengan perluasan areal sekitar
dan mengembangkan industri hilir (Industri
5 – 10 juta ha akan menjadikan Indonesia
penggilingan beras, pakan ternak, dst). Bila
mampu berdaulat pangan dan menjadi lumbung
seorang petani mengelola lahan sekitar 5 ha
pangan dunia (Indonesia feed the world) secara
dan menanam padi dan menghasilkan 6 ton
berkelanjutan
gabah/ha per musim tanam, maka dalam
5. Pembangunan dan perbaikan infrastruktrur
setahun menghasilkan 5 x 6 x 2. = 60 ton
pertanian (waduk, jaringan irigasi dan jalan)
GKG x Rp 4000/kg = Rp. 240.000.000 per
merupakan kunci sukses pengembangan
tahun. Ditambah penghasilan dari tanaman
tanaman pangan dan mengurangi
sela kedelai atau jagung satu kali dalam
ketergantungan pada alam, meningkatkan
setahun. Bila kedelai dengan hasil 2 ton/
efisiensi usaha tani dan daya saing serta
ha, maka menghasilkanl 5 x 2 ton = 10.000
meningkatkan kesejahteraan petani
kg x Rp 5000 = Rp. 50.000.000 per tahun
44
KESIMPULAN DAN SARAN
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
6. Program ekstensifikasi dapat dipadukan dengan
pengembangan agrobisnis berbasis pedesaan berpola kemitraan dalam suatu unit usaha atau perkebunan pangan (food estate) dengan memberdayakan petani/masyarakat sebagai mitra. BUMD, Koperasi atau swasta sebagai inti (mitra strategis) dalam mengolah hasil pertanian tanaman pangan (industri hilir) dan petani sebagai plasmanya mengelola lahan dengan luasan optimal sekitar 5 ha. 7. Kunci sukses keberhasilan Indonesia menjadikan berdaulat pangan dan lumbung pangan adalah keberpihakan kebijakan alokasi anggaran setidak-tidaknya sekitar 10 -15% dari total APBN (saat ini < 3 % ) untuk membangun sektor pertanian yang efisien, berdaya saing tinggi dan memakmurkan petani. PUSTAKA
Apriyantono, A. 2009. Kebijakan dan strategi pengembangan lahan pertanian untuk keberlanjutan ketahanan pangan dan pengembangan bioenergi. hlm. 9−12 Dalam Prosiding Semiloka Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi.Fakultas Pertanian, IPB, Bogor BBSDLP. 2008. Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Pertanian. BBSDLP, Bogor. BIN. 2012. Hari Pangan Sedunia: Ancaman Krisis Dalam Kemandirian Pangan Indonesia. http://www.bin.go.id/wawasan/ detil/141/3/25/09/2012/hari-pangan-sedunia-ancaman-krisis-dalamkemandirian-pangan-indonesia BPS. 2012. Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id/aboutus. php?pub=1&pubs=47 BPS. 2012. Luas Panen dan Produktivitas Tanaman Pangan di Seluruh Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Buku Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 246 Las, I. dan A. Mulyani. 2009. Sumber daya lahan potensial tersedia untuk mendukung ketahanan pangan dan energi. hlm. 64−74 Dalam Prosiding Semiloka Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi.Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. MITI. 2012. 10 Bahan Pangan Indonesia Masih Impor. http:// beranda.miti.or.id/?p=664 MITI, 2013. Menyongsong Kedaulatan Pangan Indonesia. http:// beranda.miti.or.id/?p=688 Mulyani, A. and F. Agus. 2006. Potensi Lahan Mendukung Revitalisasi Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/ prosiding/mflp2006/ani.pdf Mulyani, A., S. Ritung, dan I. Las. 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber DayaLahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2), 2011. pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3302115.pdf Pambudi R. 2013. Proyeksi Ketahanan Pangan Indonesia. http:// rachmadpambudi.wordpress.com/2013/01/04/proyeksi-ketahanan-panganindonesia/ Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (PDSIP) . 2012. Buku Saku Statistik Makro Pertanian.Vol. 4 No. 2. http://www.deptan.go.id/ infoeksekutif/e_makro/tw2-2012/buku-saku-tw2-2012.pdf. Ritung, S., Z. Abidin, Sunaryo dan Nurmegawati.2010. Identifikasi Potensi Lahan Terlantar dan Bekas Tambang di Kalimantan Timur Seluas 3 Juta ha, Skala 1:250.000 untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Biofuel. Laporan Akhir. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Setkab. 2013. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian. http://www.setkab.go.id/artikel-6833-.html
Simarmata, T. 2008. Teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) untuk melipatgandakan produksi padi dan mempercepat pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada tanggal 2 Mei. 2008 di Universitas Padjadjaran. Simarmata, T. 2009. Less water for better soil biological activity and growth of paddy rice in system of organic based aerobic rice intensification. Presented Paper on Internasional Seminar of Sustainable Resources Development: Management of Water and Land Resources from October 6th – 8th 2009 in Central Kalimantan. Prosiding of Internasional Seminar of Sustainable Resources Development: Management of Water and Land Resources from October 6th – 8th 2009 in Central Kalimantan Simarmata, T. 2012. Teknologi Pemulihan Kesehatan Dan Peningkatan Produktivitas Lahan Suboptimal Untuk Mempercepat Pencapaian Kedaulatan Pangan Di Indonesia. Makalah pada Workshop Konsorsium Lahan Suboptimal tanggal 23 – 24 Februari 2012 di Palembang Simarmata, T. and Y. Yuwariah. 2009. Water Saving And Reducing Inorganic Fertilizers Technology For Increasing The Soil Biological Activity and Rice Productivity In System Of Organic Based Aerobic Rice Intensification (SOBARI). Prosiding of Internasional Conference & Seminar: Agriculture on Crossroad, November 25 – 26th, 2009 in Padjadjaran University, Bandung Indonesia Simarmata, T., Benny Joy and Mahfud Arifin. 2012. Agricultural Soils And Practices for Enhancing The Food Security In Indonesia. Paper on Conference of Agriculture Development and Studies 27-30 March 17-30th 2012, at Campus of Agriculture Faculty, University of Ain Syams, Syubra Khaima, Cairo Simarmata, T., B. Joy and T. Turmuktini, 2011. Management of Water Saving and Organic Based Fertilizers Technology for Remediation and Maintaining The Health of Paddy Soils And To Increase The Sustainability of Rice Productvity In Indonesia. Call Paper on Conference of Sustainable Agriculture and Food security: Challenge and Opportunities, 27 – 28 September 2011, University of Padjadjaran Bandung - Indonesia Simarmata, T., B. Joy and T. Turmuktini, 2011. Water Saving and Organic Fertilizers Based Technology to Remediate the Health of Paddy Soils and to Increase Rice Productivity in Indonesia. Tropentag 2011. University of Bonn, October 5 - 7, 2011. Simarmata, T., Tien Turmuktini, Anya Citraresmi and Benny Joy. 2012 Application of Straw Compost and Biofertilizers to Remediate The Soils Health and To Increase The Productivity of Paddy Rice In Indonesia. Paper presented on Tropentag, September 19 - 21, 2012 in Göttingen, Germany. Sudaryanto, T., R. Kustiari, dan H.P. Saliem. 2010. Perkiraan kebutuhan pangan tahun 2010−2050. hlm. 1−23 Dalam Buku Analisis Sumber Daya Lahan Menuju Ketahanan Pangan Bekelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, hlm. 163 Warta Ekonomi. 2013. Kala Impor Pangan Kian Merisaukan. http:// wartaekonomi.co.id/berita7682/kala-impor-pangan-kian-merisaukan-bag-i. html
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
45
By : Wibawanto Nugroho Former International Fellow from Indonesia at US National Defense University, Washington DC. Currently a PhD Presidential Fulbright Scholar at the GMU School of Public Policy, Arlington – VA.
Revisiting Indonesia’s Grand Strategy and Looking Ahead “Near-term policies have long-term consequences, and a central responsibility of grand strategy is a concern with the long term rather than merely the immediate.” Steven D. Biddle1 Introduction By one definition, grand strategy is an overarching concept guiding how a nation employs all instruments of national power to shape the strategic environment for achieving its specific, well defined national security objectives. For lack of guidance a nation falls, but many advisers make victory sure (Proverbs 11:14).2 As Liddle Hart said, while the horizon of strategy is bounded by the war, grand strategy looks beyond the war to the
46
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
subsequent peace.3 This essay explores Indonesia’s grand strategy that emerged in the wake of democratic era, particularly during President Yudhoyono era (2004 – current). With the respect toward the tremendous efforts of grand strategy development during the reformation era, transcending from President B.J. Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, through the incumbent President SB Yudhoyono; the Indonesia’s grand strategy has inherent weaknesses in its premises, focus, and implementation. What Indonesia’s current grand strategy looks like, what went wrong with that, and what it should be become the central thesis question of this essay. I argue that Indonesia needs to revisit its grand strategy and shift toward the big-push strategy.
National Interests, End-State, and Indonesia’s Grand Strategy Indonesia, a non-nuclear power4 and the world’s largest archipelagic country, is located between two oceans (Indian and Pacific) and two continents (Australia and Asia), has three of the world’s most strategic sea lanes (Malacca, Lombok, and Sunda Strait), 17500 islands, and 240 million people (the fourth largest populous country in the world). Amid this, the country has sociodemographic complexities it faces in its progress toward democratic cohesion and economic development. To be precise, Indonesia is now the world’s 16th-largest economy, rapidly growing due to a combination of domestic consumption and productivity growth. McKinsey & Company predicts that by 2030 Indonesia could be the world’s 7th largest economy.
Based on these national interests, the strategic objectives of Indonesia’s grand strategy fall into four broad categories: territorial integrity and maintaining national unity; internal stability; national political, economic, and social development; and regional-international stability. To achieve these strategic objectives, Indonesia’s current grand strategy is based on three underlying premises: inward looking, in-depth total defense, a non-alliance policy sustained by the slogan of “a thousand friends and zero enemies” and the bebas aktif policy (traditional free and active foreign policy).5 Indonesia is also bound to the title VII of UN Charter where according to Indonesia’s interpretation, it will only use its military forces overseas for the peacekeeping purpose, not for the peace enforcement and preemptive or preventive strikes.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
47
Figure 1. Indonesia’s General Figure on Economy 2012
2030
Economic Size
16th-largest
7th largest
Consuming Class
45 million
135 million
Productivity
53% of the population in cities producing 74% of GDP
71% of the population in cities producing 86% of GDP
Skilled workers in the economy
55 million skilled workers in the Indonesia’s economy
113 million skilled workers needed
Market opportunity in consumer services, agriculture and fisheries, resources, and education
$0.5 Trillion
$1.8 Trillion
Source: The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential (McKinsey Global Institute, September 2012)
Correspondingly, Indonesia’s grand strategy is a multilayered,6 inextricable strategy combining military and non-military elements (diplomacy, information, economy, intelligence, law enforcement, psychology-strategic culture, and technology) all the way through multifaceted web of connections to Southeast Asia (ASEAN)7 and international world in deterring threats, securing and advancing national interests, and dealing with other multidimensional challenges.8 Strategic deterrence encompassing military and nonmilitary layers as the integral part of Indonesian Defense Posture (2009 – 2029) has become a new feature of Indonesia’s current grand strategy.9 International Logic of Current Indonesia’s Grand Strategy The propensity of global environment is much different than that of the Cold War era; the world has now become a partially multi-polar world. As such, five trends shape the logic of Indonesia’s current grand strategy. First, the rise of Asia in terms of its vibrancy, dynamism, economic growth, and also its risks influence the current Indonesia’s grand strategy. Specifically, the emergence of India and China as an economic, political, and military powers are also an important factor in shaping the strategic environment in the region that in turn impacts Indonesia’s national interests.10 Second, the U.S. preeminence still influences the balance of power and power politics in the Asia-Pacific region, and President Obama’s pivot
48
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
strategy in Asia-Pacific has a significant and influential impact for the region and Indonesia. Through Indonesia – U.S. comprehensive partnership, Indonesia’s grand strategy is to some extent aligned with President Obama’s Asia Pacific policy.11 Third, Indonesia sees that the distribution of benefits in globalization as the key economic challenge for Asian states where the weaker states have relatively benefited less than the stronger states. The economies of major Asian states are generally sound, but frictions among states over effects of the foreign direct and portfolio investment diversion, oil prices, trade, energy supply, and currency valuations will potentially generate friction among regional actors in Asia. For example, since the ASEAN – China Free Trade Agreement came into effect on January, 1 2010 Indonesia has been importing more from China than China has from Indonesia.12 Fourth, the military power in the region and Indonesia’s non-alliance foreign policy significantly shape Indonesia’s grand strategy. Besides the five permanent members of UN Security Council, other countries such as Japan, India, Malaysia, Singapore and Australia have grown their military power in the region giving strategic implications for Indonesia. A regional defense pact, Five Power Defense Agreement (FPDA) consisting of UK, Australia, New Zealand, Singapore, and Malaysia has become an Indonesia’s concern. Correspondingly, as a non-allied country,
Indonesia has a strong interest in making ASEAN strong and solid, and this interest impacts Indonesia’s grand strategy that places ASEAN as a priority.13 Fifth, other security challenges, including those in different regions, are also shaping Indonesia’s grand strategy. These challenges include the issues in the Middle East, Islamic radical terrorism, WMD and nuclear proliferation,14 cyber security, the advanced use of space for military purposes, borderless world, environmental security, energy security, food security, clean water sufficiency, and growing significance of non-state actors. Figure 2. Multifaceted Web of Connections through ASEAN15
██ ASEAN full members; ██ ASEAN observers; ██ ASEAN candidate members; ██ ASEAN + 3; ███ East Asia Summit; ██████ ASEAN Regional Forum. Source: www.asean.org Figure 3. Indonesia, ASEAN, and Other Multilateral Bodies
(Note: in 2011U.S. and Russia were added into East Asia Summit).16 Source: CSIS Domestic Logic of Current Indonesia’s Grand Strategy Indonesia’s inward looking national security mainly deals with domestic issues: territorial integrity; internal stability and security; democratic development; accelerated economic growth and equitability, and social development. First, territorial integrity is a sensitive issue for Indonesia, particularly after Indonesia lost two of its islands to Malaysia, the separation of East Timor, recent separatist movements in Aceh and the ongoing separatist movements in Papua. In addition, China’s encroachment in the region (e.g. the South China sea) and infiltration of religious radicalism from the Middle East have added other complexities into Indonesia’s national security. Such challenges have pushed national security planners to shift from President Soeharto’s concentric policy focusing on Java Island into a policy that focuses more on development and security building outside Java and on Indonesia’s remote islands.17 Second, Indonesia’s post-independence history has been highlighted with examples that indicate how internal fractures such as Islamic radicalism, separatism, and communal conflicts have permitted global rivalries to pervade the country and exacerbate domestic conflicts. As a result, throughout history Indonesia’s national security has been multifaceted and intermingled with the domestic, regional, and international environments, where domestic aspects dominate grand strategy and national security formulation.18 Third, Indonesia is committed to build its democratic society and strengthen participative democratization by reforming various institutions and processes. Indonesia is being observed by the global community as an example of secular credentials which adopt a positive stance against Islamic radical terrorism. In the context of domestic and international challenges, Indonesia is
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
49
a nation that is reawakening. Fourth, even though Indonesia is now the world’s 16th-largest economy, its economic disparity becomes a serious challenge for the nation’s democracy. With Gini Coefficient - inequality index - of 37% and around 100 millions of its population (40%) still live on less than $ 2 dollar per day, Indonesia is still far from providing a quality democracy for its people.19 Fifth, other social issues such as education, justice, corruption, pluralism, religious intolerance, energy scarcity, infrastructure development, electricity, water, and public health are also haunting Indonesian government and significantly impacting Indonesia’s grand strategy.20 What Went Wrong According to the 2012 Foreign Policy Failed States Index, Indonesia is in the danger category, ranked 63rd (1st is the worst) and scored 80.6 (114.9 is the worst). In terms of Human Development Index (HDI) Indonesia also ranks lower than five of its ASEAN counterparts, with Singapore leading (26th place), followed by Brunei (33rd), Malaysia (61st), Thailand (103rd) and the Philippines (112nd). Indonesia’s 2011 HDI placing, which scores 0.617 (124 out of 185), however, is still higher than that of Vietnam (128th), Laos (138th), Cambodia (139th) and Myanmar (149th).21 There are a number of reasons contributing to this condition. These reasons fall into two broad categories: the vagueness of Indonesia’s grand strategy and weak presidential leadership that reflects a failure to secure Indonesia’s center of gravity. According to Clausewitz, “one must keep the dominant characteristics of both belligerents in mind. Out of these characteristics a certain center of gravity develops, the hub of all power and movement, on which everything depends. That is the point against which all our energies should be directed.” Ambiguous Premises I was involved to drafting Indonesian Defense Posture 2009 – 2029, and in my view this
50
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
argument is not entirely true. But, this argument has its partial truth given the fact that Indonesia keeps increasing the variety of its weapon system portfolio, ranging from China, Russia, Israel, U.S., and other Western countries. Such procurement policy hinders the interoperability and increases maintenance costs. In other words, Indonesia’s defense posture and procurement reflects its ambiguous grand strategy and foreign policy. A number of Indonesian and foreign analysts also argue that in dealing with China’s rising, Indonesia is also ambiguous. Indonesian foreign policy is marked by the paradigm of win-win solutions, through which it reduces the risk of diplomatic backlash by making everybody happy. Instead, this policy is often frustrating for Indonesia’s ASEAN neighbors such as Vietnam and Philippines, which have border disputes with China over the South China Sea. This ambiguous policy has the impact of showing that Indonesia lacks the commitment to stand together with other ASEAN countries against such territorial threats. Many argue that although in the short-run Indonesia’s win-win approach works to serve its interests in maintaining the regional status quo and its peaceful relationship with U.S. and China; in the long-run this unclear and ambiguous policy can undermine Indonesia’s ASEAN (ambitious) vision and its own credibility in international affairs. By sticking to this behavior, Indonesia keeps its position as a country that is more reactive, rather than being a country that acts strategically by shaping the environment. Ignorance of Strategic Culture This is ironic since national ideology is the center of gravity for a nation. The lack of invigoration leads to the fragmentation of society, infiltration by Islamic radical ideology, rampant corruption, economic disparity, and ambiguous attitude toward war and strategic environment. Not only that, based on a number of surveys, Indonesians generally feel that they have been outperformed by Malaysians in terms of GDP per capita, national security, and Human Development
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
51
Index.22 Therefore, the invigoration of national ideology as the strategic culture for 240 million Indonesians is very important, since strategic culture influences morale that impacts strategic outcomes. This importance is captured by many military strategists. These ideas are well captured by Almond and Verba (1965), who argue that the nation’s strategic culture includes a commitment to certain values like democratic principles, ideas about morality and the use of force, the rights of individuals and collectivities, and predispositions toward the role of a country in the world. Traditional analyses of peace and conflict have also pointed to the influence of strategic culture throughout history. From Sun Tzu’s Art of War into Western understanding of peace and conflict as a result of Thucydides’ commentary on the Peloponnesian War and Clausewitz’s writings on the nature of war, it is clear that there are competitions between various strategic cultures that impact the overall society. Ineffectiveness in Addressing Domestic Issues and Ambitious Foreign Policy The international community will respect Indonesia if it can solve its domestic problems and become a strong nation, rather than just by making a series of rhetoric statements in its foreign policy. Ineffectiveness at solving its domestic problems and grandiose political rhetoric in the international community will only widen the gap between the reality of domestic politics and foreign policy. This is what I call as the ideals exceeding the means. First, Indonesia should tame its population explosion by managing its 1.6% of annual birth rate. Second, Indonesia needs to maximize its vast natural resources not only for the macro economic growth, but also for the economic equitability and accelerated development across the archipelago.23 In other words, Indonesia should look at the long term sustainability and shift the significant amount of investment into the people. Third, Indonesia needs a strong and effective
52
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
government, as opposed to the current weak government that is characterized by inefficiency and corruption. According to many sources, Indonesia at least lost $20 billion dollar per year of its resources (e.g. forestry and fishery) since 1998. Fourth, Indonesia needs to specifically address its economic disparity (37% of Gini Coefficient).24 Disparity will create instability, where instability cannot create prosperity. Fifth, Indonesia needs to bolster its infrastructure development and electrical capacity across the archipelago. Sixth, Indonesia needs to assure that its strategic culture and government can ensure pluralism and religious tolerance as well as thwarting the growth and underlying causes of Islamic radicalism. Less Focus on Quality Human Development Indonesia’s current grand strategy does not integrate the importance of quality human development, but rather focus on the acceleration of basic education sufficiency. As of today, Indonesian government only allocates a tiny percentage of its budget for advance education, intellectual property as well as research and development.25 Indonesia is endowed with vast natural sources of power (e.g. energy, mining, agriculture, and fishery). However, natural resources of power are not sufficient to determine the strength of archipelago. In fact, the incapability or failure of managing these resources will lead Indonesia into a despair where wide geography becomes porous and susceptible to threats; unmanaged over-population becomes the precursor for various social problems (e.g. unemployment and crime); and mismanagement of rich natural resources will lead a nation into a vicious relationship of the resources-curse (a country with rich potential resources, but poor in socio-economic conditions). Therefore, it is important for Indonesia’s grand strategy to emphasize the production of superb human assets equipped with strategic skill and mindset. It will definitely take time, and
education is a key to that. Like Benjamin Franklin once said, “an investment in knowledge will pay the best interest.” World history has proven that the quality of human resources is the most significant determining variable for the competitive advantage of a nation. The key is not natural instruments of power, but rather the quality of mind that knows how to manage such given natural resources. Lack of Strategic Leadership Strategic leadership plays critical roles in the weakness of Indonesia’s current grand strategy and its ineffective implementation. A number of analysts argue that the President’s decisions and policies during the last eight years have widened the gap between what he has achieved at the domestic level and what he has projected in the international community with his political rhetoric and jargons. According to most of his critics, the President’s leadership style at the domestic level appears as indecisive, image-building oriented and superficial, all of which are reflected in Indonesia’s foreign policy since 2004. His critics argue that his presidential leadership is ineffective if we measure it from Machiavelli’s principle of leadership. He fails to exploit his virtu, fails to grab the fortuna, and fails to become a respected and effective leader. However, for the purpose of building a learning and educated democratic society, we need to build a leadership framework to measure the effectiveness of Indonesian presidential leadership from president Soekarno to President Yudhoyono since it is important for Indonesians to take more objective lesson learnt from their Presidents. Looking Ahead: Toward a Big-Push Strategy Looking forward, Indonesia needs to revisit its grand strategy, massively reinvigorate Indonesian national secular ideology (Pancasila), and execute strong, effective presidential leadership. The revisit of a grand strategy along with massive reinvigoration of Pancasila and strong, effective presidential leadership is required if Indonesia wants to achieve its target in the future. In order to achieve the target of becoming the world’s 7th
largest economy in 2030 with a stable democracy, Indonesia has to deal with several challenges that can be categorized into two broad categories: national security and economy. National Security Overarching national security is the prerequisite to achieve Indonesia’s 2030 target. Indonesia needs to ensure that its national security system addresses all four interrelated layers: human security; public security; internal security; and external security. Having said that, future leadership needs to pass national security bill into an act. The national security bill that has been drafted since 2006 and passed to the Congress in 2011 divides Indonesia’s national security into these four interrelated layers. However, until today this bill has not been passed into an act. This act should become the foundation of Indonesia’s national security: grand strategy; national security architecture; system; and policy. First, human security which focuses on human rights and human development education, health, welfare - must become the central of Indonesia’s national security to address current challenge in low Human Development Index (rank 124 of 185 in the world). Second, public security which focuses on law enforcement and public order since is important to ensure the supremacy of the law. Currently, two main challenges of law enforcement and public order is corruption and weak protection of minority rights. To be precise, until today there are no less than 281 executive leaders at the local level (e.g. governors and mayors) are involved in the legal issues either as the witness, suspect, defendant, and prisoner.26 Indonesia needs to tackle the root causes of corruption not only within the government but also outside the government, and consistently enforce the law if Indonesia wants to secure its long-term goals. Along with that, since Indonesia is a secular country with a positive law (not Shari’a law), central government and national leadership need to be adamant in enforcing the domestic law, including by giving sanctions against
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
53
local government leaders who act in opposition with Indonesia’s secular ideology and positive law. Third, internal security which focuses on internal stability is to ensure that Indonesia is politically and socially stable. To achieve this stability, the Indonesian government should properly address two main challenges for its internal security, which are separatism and Islamic radical terrorism. Fourth, external security which focuses on territorial integrity is critical to Indonesian sovereignty. In the last ten years, Indonesia has lost two islands to Malaysia and has lost about $20 billion per year from illegal fishing and illegal logging due to poor management of its external security.27 Indonesian government should ensure that its military has the required resources to uphold its territorial integrity, including border controls to deal with human trafficking, smuggling, and other unconventional, transnational threats.
54
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Economy Indonesia’s economy has enormous promise. During period of 2010 – 2012 Indonesia has 5% of average economic growth, decreasing share of government debt as a share of GDP that is lower than in the vast majority of advanced economies, and decreasing inflation from double into single figures. However, Indonesia is at a critical juncture since its archipelago economy is confronting four major challenges if it aims to secure its target in 2030. First, from 2012 to 2030 Indonesia needs to boost its labor productivity growth by 70% from the rate achieved from 2010 to 2012.28 Labor productivity is an important variable for Indonesia’s economic growth since labor productivity has accounted for more than 65% of economic growth over the past two decades. Second, Indonesia needs to address the issue of inequality. With current Gini Coefficient - the
inequality index - of 37% and around 40% out of its 240 million of population still live on less than $2 dollar per day, Indonesia is still far from providing a quality democracy for its people. Third, Indonesia needs to ensure that infrastructure development and energy security will be able to correspond with projected growing of economic consumption in the long-run. While infrastructure development must be accelerated and distributed evenly across the archipelago, Indonesia also needs to utilize its conventional sources of energy such as coal, natural gas, and oil as well as unconventional sources of energy such as coal-bed methane, next-generation bio-fuels, geothermal power, and biomass. Some experts and think-tanks predict that for the next two decades Indonesia could meet up to 20% of its energy needs by turning to unconventional sources. Fourth, Indonesia needs to tackle problems relating to the high cost economy deriving from politics and excessive bureaucracy. In regard to politics, Indonesia needs to lower its high political cost. Since Indonesia embraced democracy in 1998, many experts assess that Indonesian politics has spent no less than $1.5 Billion per year for local, provincial, and general elections combined.29 In regard to excessive bureaucracy, Indonesia needs to ensure that its bureaucracy meets the good governance standard of United Nations which is consensus oriented, participatory, following the rule of law, effective and efficient, accountable, transparent, responsive, equitable, and inclusive. The big-push strategy is required to bolster and accelerate Indonesia’s domestic development through strong leadership, effective governance, and reinvigoration of Indonesia’s strategic culture.30 Domestic development should involve several key aspects: internal security; law enforcement; accelerated economic development and equitability across the archipelago (the opening of new quality living spaces throughout the archipelago); education; employment; environmental security;31 food security; the sufficiency of clean water; energy security (conventional and unconventional sources)32 for domestic industry; accelerated
development of electrical, transportation, and other infrastructure; research and technology; and the strengthening of Indonesia’s agricultural sector (60% Indonesians work as farmers who only receive 3% of current annual government spending). By having its own economic strength, many experts have been optimistic that Indonesia will benefit from the global shifting of economic and political power to Asia.33 If Indonesia becomes strong economically and politically, it can absorb economic sources (e.g. portfolio and foreign direct investment) and political power coming to the region. Indonesia’s economic, cultural, and democratic success can also create its unique soft power, and make Indonesia a good alternative to China for economic, business, and political affairs, where it can attract investors, speculators, businesses, organizations, and countries. Not only that, successful democratic Indonesia can also become an inspiration or beacon for the Islamic world. The current build-up is aimed to keep up with the recent military technology available in the global market and to accelerate the modernization process of Indonesian weapons system. However, the real next challenge is how to ensure that this blueprint can be progressively well implemented for the next two decades (until 2029), along with the capability development in cyber and space that have not been seriously touched by Indonesian defense planners. As a result Indonesia often avoids conflict by prioritizing negotiation over violence and supporting multilateral solutions. This attitude might be true, but not always right in terms of policy choice. I personally argue that Indonesia needs to revisit two of its grand strategy’s underlying premises: non-alliance policy and inward looking approach. Many problems such as terrorism and separatism are partially triggered by Indonesia’s incapability in dealing proactively beyond its borders. The big-push strategy also needs to seriously consider these two aspects should Indonesia want to evolve as a nation that can shape
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
55
strategic environment more effectively. Sun Tzu stated two-and-a-half-thousand years ago that the aim of warfare is not to destroy the enemy but to bend his will, and that the primary target in any war is not the enemy’s organization but his strategy. Having said that, future studies will be needed to develop the ideas elaborated in this short essay, which is the elaboration of Indonesia’s future grand strategy - the big-push strategy - in much greater detail.
8
9
End-Notes (Endnotes) 1
Steven D. Biddle, “American Grand Strategy After 9/11: An Assessment,” Strategic Studies Institute (April 2005): 18. http://www.carlisle.army.mil/ssi. 2 Where there is no counsel, the people fall; But in the multitude of counselors there is safety (The NKJV Maxwell Leadership Bible). 3 According to Clausewitz, the original means of strategy is victory – that is……; its ends, in the final analysis, are those objects which will lead directly to peace (Howard and Paret, 1976: 143) 4 Sriyana (Indonesian National Nuclear Energy Agency); Current Status of Indonesia’s Nuclear Power Programme Presented in IAEA Technical Meeting/Workshop on Topical Issues on Infrastructure Development: Managing the Development of National Infrastructure for NPP; Vienna, 24 – 27 January 2012). 5 This policy was initiated by the Indonesian first President, Soekarno. The Soekarno leadership was a populist rezime, which was keen on seeking international support from anywhere including India, China, U.S., and Soviet Union. At the same time the rezime also supported Afro-Asian nations and the Non Aligned Movement (NAM) under the principle of ‘free and active’ (bebas dan aktif) policy. The orientation of policy encompasses national, regional, as well as international. As a new modern nation state, it learn to be assertive, meaning critical, in international forum against the domination of US, British and Western nation in the United Nations. It cut connections with the former colonial master in terms of language, bilateral relations and other postcolonial structure. The policy was actually idealistic as well as pragmatic. Later his policy has been nurtured (with some adjustments) by his successors until today. 6 Multilayer strategy is influenced by Confucian doctrines like Guanxi, which is reciprocal relationships and Yizhan, which is principle of just or righteous warfare emerging in the Ancient China. According to contemporary international political sociology, Guanxi could mean a network of balanced interactions among states, each with many layers below the surface. Guanxi is different from the balance of power ensuing from formation of alliances and confrontation among them. 7 ASEAN: Association of South East Asian Nations consists of Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam, Laos, Burma, Cambodia, and Brunei Darussalam. ASEAN covers a land area of 4.46 million km², which is 3% of the total land area of Earth, and has a population of approximately 600 million people, which is 8.8% of the world’s population. The sea area of ASEAN is about three times larger than its land counterpart. In 2010, its combined nominal GDP had grown to U.S.$1.8 trillion. If ASEAN were
56
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
10
11
12
a single entity, it would rank as the ninth largest economy in the world, behind the United States, China, Japan, Germany, France, Brazil, the United Kingdom, and Italy. These multidimensional threats include ideological, political, economic, socio-cultural, technological, informational, and threats to public safety such as man-made and natural disasters (Indonesian Defense White Paper, 2008). Broadly defined, deterrence is the threat of force intended to convince a potential aggressor not to undertake a particular action because the costs will be unacceptable or the probability of success extremely low. This threat has always been one of the central strategic principles by which nations attempted to prevent conflict. See, for example, George Quester, Deterrence before Hiroshima: The Airpower Background of Modern Strategy (New Brunswick, N.J.: Transaction Books, 1986); and Richard Ned Lebow, “Thucydides and Deterrence,” Security Studies, 16 (April-June 2007), 163-88 PRC likes to revitalize links with Indonesian Chinese Diaspora as well as its maritime territorial claim in Natuna islands and surrounding territorial sea. With regard to relations with India, many experts and policy-makers argue that there is inherent inertia despite ambitious bilateral engagement from both Indonesian and Indian leaderships. India has been prioritizing its ties with Singapore, Malaysia, Thailand and Vietnam and subtly ignoring Indonesia. In terms of connectivity, Singapore and Malaysia are members of the Commonwealth along with India. Vietnam gains importance because of India’s strategic rivalry with China. There is hope for enhancing IndonesiaIndia bilateral relations in the present and future as the trade and investment relation is growing in strategic industry. In 2011, President Obama and President Yudhoyono signed the U.S. – Indonesia Comprehensive Partnership Agreement. For the latest update see http://csis.org/publication/ comprehensive-partnership-nudges-us-indonesia-relationsnew-levels-cooperation. Extracted on October 1, 2012. Also see Remarks at the Third Annual U.S.-Indonesian Joint Commission Meeting by Hillary Rodham Clinton (Secretary of State) and Marty Natalegawa (Indonesian Foreign Minister) in Washington, DC; September 20, 2012. http:// www.state.gov/secretary/rm/2012/09/197977.htm Extracted on October 2, 2012. I argue that Obama’s security policies and focus on the AsiaPacific region are entirely strategic. According to Thomas Donilon (the U.S. National Security Adviser), during his second term President Obama will keep focusing on Asia – Pacific and any possible defense budget reduction will not made at the cost of Asia – Pacific engagement. There are several lines of engagement that will be used by President Obama. These lines of engagement clearly reflect Obama’s constructive national security approaches. First, President Obama will tap his personal relationship with leaders and counterparts of Asia’s emerging powers including China, India, and ASEAN countries. Second, President Obama will deepen U.S. relationship with Asia’s emerging power. Third, given the importance of ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) in terms of regional stability, political, and economic aspects (e.g. market size, trade, investment, and natural resources including energy) President Obama will emphasize his focus on ASEAN (e.g. he already proved it by appointing the first U.S. ambassador for ASEAN). Fourth, President Obama will constructively manage the U.S. – China “cooperation-competition” relationship without necessarily creating suspicious perspectives among Asian countries. Fifth, President Obama commit to advance global economic architecture through his pivot to Asia strategy. Having said that, his policies have definitely also influenced Indonesia, the world’s biggest archipelagic state; that in turn is developing the shared interests between these two states.
For more, see the speech of The Hon Thomas Donilon, the National Security Adviser on November 15, 2012 pertaining the importance of Asia and ASEAN for President Obama’s foreign policy. http://csis.org/event/statesmens-forum-honorable-thomas-edonilon-us-national-security-advisor/?zbrandid=4263&zidTy pe=CH&zid=14244373&zsubscriberId=1043178039&zbdom =http://csis.informz.net Private interview with the Vice President of Indonesian – Chinese Committee at Indonesian Chamber of Commerce, Mr Wicahyo Ratomo in October 5, 2012. 13 Since his appointment as the Indonesian foreign minister in 2009, Marty Natalegawa has been ordered to prioritizing the ASEAN region in the new foreign policy orientation. ASEAN also considers accepting Japan, China, and Korea into existing ASEAN framework. However, before doing so, the unity of the existing member should be fostered first. 14 Until today Indonesia supports a world free of nuclear weapons, and complete disarmament with regard to North Korean and Iran issues. 15 http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=File:ASEAN_ member_states.svg&page=1 Extracted on October 1, 2012. 16 http://cogitasia.com/a-new-paradigm-for-apec/ Extracted on October 1, 2012. 17 In terms of national unity, Indonesia is facing again a grave challenge similar to the problem in 1960s. Recently, there has been worsening communal conflicts in Ambon, Maluku, and Poso and rehabilitation in Aceh (conflict though resolved after Helsinki accord in 2005) and intensification of unrest in Papua. 18 See Leonard C. Sebastian, Realpolitik Ideology – Indonesia’s Use of Military Force (Singapore: ISEAS, 2006), 373. 19 Comparatively, as of August 2011, thirty million Indonesians still live below the poverty line (earning less than $1 per day). Despite Indonesia’s efforts to eliminate statistical poverty, the facts are clear — one hundred million out of two-hundredand-forty-five million Indonesians still live on less than $2 per day. Considering the World Bank’s set of the poverty line at $1.25 a day, the Indonesian government’s insistence that only thirty million are living in the poverty becomes clouded. See: http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2011/07/01/15055920/Jumlah.Penduduk.Miskin. Turun.1.Juta http://www.globalenvision.org/2011/08/23/redefiningpoverty-line-indonesia http://www.globalenvision.org/2011/08/23/redefiningpoverty-line-indonesia 20 Corruption is still a major challenge despite many attempts to enhance operational accountability. See http://www.economist.com/node/21548266. The clean water is also a major problem in today’s Indonesia. Currently the sufficiency of clean water is 52 liter / capita / year. Ideally, it should be at least 1000 liter/ capita / year. 21 UNDP HDI Report 2011. Sustainability and Equity: A Better Future for All. 22 Not to mention how many Indonesian migrant workers working in Malaysia suffer from abuse, without government effective capability to deal with this issue. 23 Until 2012, resources particularly palm oil, coal, and oil and gas, remain critical to Indonesia’s trade balance as they represent 68% of exports. However, the economic disparity and imbalance economic growth across the archipelago are still prevalent. While most of Indonesian tycoons have generated their money from recent coal’s booming, around 100 million of Indonesian population still lives on less than $2 dollar per day. One of Indonesian tycoons whose money mostly comes from coal industry just bought 55% shares of DC United and 15% shares of Philadelphia 76ers in 2012. Some Indonesian philanthropists also begin to contribute for
donation and scholarship advancement in the U.S. Based on the current rate of coal production and identified reserves, Indonesia’s reserve of coal is predicted to survive for the next 17 – 34 years (compared to U.S. that will last for next 239 years). See SBY Touts Indonesian Natural Resources on Wall Street http://www.thejakartapost.com/news/2012/09/26/sby-toutsri-natural-resources-wall-street.html The President explained that “You can find almost everything in Indonesia: oil and gas, coal, geothermal, tin, copper, nickel, aluminum, bauxite, iron, cacao, coffee,” The President also assured that Indonesia would treat its wealth of resources in a sustainable manner, ensuring that the country would not fall into the so-called resource trap. The government recently issued a set of ministerial regulations imposing a 20% export tax on 65 types of minerals — excluding coal, and encouraging investment in smelters ahead of the full ban on mineral exports in 2014. However, the reason not to currently taxing the coal export because coal is the main source of political parties especially they will compete for Indonesian general and presidential election in 2014. The election will need a huge amount of money, and coal is the source for them and also for boosting the macro economic growth. I do not think exploiting coal export for short-term political interests as a strategic decision. 24 Based on the World Bank Gini Coefficient Index 2011 -the measurement of economic inequality-, the gap between rich and poor in Indonesia is 37%. 25 Indonesia to Increase R&D Budget. http://www. thejakartapost.com/news/2010/01/22/indonesia-increaserampd-budget.html Extracted on October 5, 2012. 26 Official Statement of Indonesian Internal Affairs Minister before the Congress / Parliament on November 8, 2012 http://nasional.kompas.com/read/2012/11/08/21542374/ Mendagri.281.Kepala.Daerah.Terjerat.Masalah.Hukum?utm_ source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp 27 Courtesy of Indonesian source. 28 As advised by McKinsey & Company in its report (September 2012). See 29 the Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential (McKinsey Global Institute, September 2012). Courtesy of Indonesian source. 30 Another explanation about the Big-Push Strategy can be referred to http://www.youtube.com/ watch?v=LKgr0WxAOnA 31 See Defending Our Regional Environmental Security (Former Indonesian Minister of Defense, Prof Juwono Sudarsono). http://www.thejakartapost.com/news/2012/04/10/defendingour-regional-environmental-security.html 32 Conventional sources are coal, natural gas, and oil; and unconventional sources are coal-bed methane, nextgeneration biofuels, geothermal power, and biomass. McKinsey Global Institute’s report in September 2012 predicts that Indonesia could meet up to 20% of its energy needs by turning to unconventional sources. 33 See also http://centerforworldconflictandpeace.blogspot. com/2012/07/searching-for-indonesias-lost-grand.html. Extracted on October 7, 2012.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
57
Oleh : Poengky Indarti dan Team Imparsial Direktur Eksekutif Imparsial, Pemerhati isu Papua, Reformasi sektor Keamanan, Serta Beberapa isu Hak Asasi Manusia
Derasnya arus gelombang demokratisasi, bergesernya kecenderungan konflik dari inter-state menjadi intra-state, laju arus globalisasi yang tak
menempatkan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelolanya. Di Indonesia, melalui proses reformasi
terelakan, kemajuan teknologi dan arus informasi
sektor keamanan berbagai tetapan-tetapan dan
yang begitu cepat, pengakuan universalitas HAM
capaian-capaian positif di bidang keamanan telah
serta kompleksitas ancaman yang berkembang
dihasilkan di masa reformasi guna memperbaiki
pasca perang dingin tentulah menjadi faktor-
dan memperkuat strategi dan sistem keamanan.
faktor yang secara langung maupun tidak langsung
Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan
memaksa banyak negara untuk kembali menata
di level regulasi, instutsi maupun perubahan
ulang strategi dan sistem keamanannya.
peran dan fungsi aktor-aktor keamanan. Namun
Di masa kini, keamanan tidak lagi sebatas
demikian, perubahan-perubahan itu dinilai belum
menjadikan â&#x20AC;&#x153;negaraâ&#x20AC;? sebagai obyek yang harus
cukup apalagi memadai sehingga Pemerintah
di jaga tetapi juga harus menjaga dan melindungi
menginisiasi RUU Keamanan Nasional melalui
rasa aman manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Surat Presiden Nomor: R-28/Pres/05/2011 tanggal
Dengan demikian keamanan harus ditempatkan
23 Mei 2011 yang ditujukan kepada DPR RI.
sebagai barang publik (public goods) yang berhak
Akan tetapi, RUU Kamnas versi Pemerintah
dinikmati oleh setiap warga baik individu,
mendapatkan kritik dari banyak kalangan, baik itu
kelompok, maupun sebagai bangsa dengan
dari anggota DPR, akademisi maupun masyarakat
58
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
sipil. RUU Kamnas dinilai tidak menghormati
diajukan atas usulan/inisiatif Pemerintah melalui
tata nilai HAM dan demokrasi serta dimensi
Departemen Pertahanan bersama dengan tiga
ancaman serta ruang lingkup yang diatur terlalu
RUU lainnya yakni RUU Peradilan Militer, RUU
luas sehingga bernuansa sekuritisasi. RUU Kamnas
Rahasia Negara, dan RUU Komponen Cadangan.3
juga dipandang mempunyai kelemahan secara
Perdebatan tentang RUU Kamnas pada saat itu
substansial, seperti tidak menghormati hak asasi
diantaranya adalah tentang masalah pelibatan TNI
manusia yang seharusnya menjadi tata nilai dan
dalam masalah keamanan dalam negeri.
paradigma dalam pembahasan RUU tersebut.
Menteri Pertahanan (Menhan) pada saat itu,
RUU Kamnas dianggap memiliki kerancuan
Juwono Sudarsono, mengatakan bahwa koordinasi
tanggung jawab dan tumpang tindih fungsi dan
antara TNI dan Polri akan dimantapkan dan
kewenangan antar aktor keamanan karena ruang
disinkronkan dalam Rancangan Undang-Undang
lingkup keamanan nasional dan jenis ancaman
(RUU) Pertahanan dan Keamanan Negara
yang terlalu luas.
(Hankamneg).4 Juwono juga menegaskan bahwa
Rancangan Undang-undang tentang
secara struktural, tugas dan fungsi TNI-Polri tetap
Keamanan Nasional (Kamnas) sebetulnya telah
ada pemisahan, namun dalam pelaksanaan tugas
muncul semenjak tahun 2005. Pada saat itu
dan fungsi di lapangan, perlu ada koordinasi yang
1
RUU Kamnas, yang semula bernama RUU
lebih jelas. Koordinasi tersebut diperlukan guna
Pertahanan dan Keamanan Negara (Hankamneg) , 2
memberikan landasan yang jelas tentang tugas Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
59
dan fungsi TNI-Polri yang masih tumpang tindih
intelijen dalam merespon dinamika lingkungan
dalam pelaksanaan keamanan dan pertahanan.
strategis. Selain itu juga harus dibahas soal
5
Pada tahun 2007 RUU Hankamneg berubah
kedudukan Polri yang seharusnya tidak lagi
nama menjadi RUU kamnas. Draft yang disusun
langsung di bawah Presiden melainkan harus di
oleh Menko Polhukam tersebut kemudian
bawah otoritas sipil yang tunduk kepada Presiden,
mengusulkan untuk menempatkan Kepolisian
seperti juga diterapkan pada TNI. Menurut Yuddy,
sebagai penanggungjawab keamanan dalam
Presiden SBY seharusnya bisa legowo untuk
negeri (internal security)Â untuk berada dibawah
melepaskan institusi itu dari kendali langsungnya
Departemen, baik itu dibawah Departemen
seperti terjadi selama ini.
6
Hukum dan HAM maupun Departemen Dalam Negeri.
RUU Keamanan Nasional kemudian sempat diserahkan kepada Lembaga Ketahanan Nasional
Kontroversi RUU Kamnas sendiri kemudian
(Lemhanas).10 Lemhanas diminta untuk mengkaji
muncul ketika Polri enggan untuk berada di
guna menyusun naskah akademik dan meminta
bawah departemen. Kapolri Jend. Pol Sutanto
masukan dari berbagai pihak untuk kemudian
pada saat itu menilai keberadaan Polri di bawah
diserahkan kepada Presiden. Selanjutnya
departemen akan mengurangi kemandirian
Presidenlah yang menentukan draft RUU seperti
institusi penegak hukum itu dalam menjalankan
apa yang akan diserahkan ke DPR untuk dibahas
peran dan fungsinya seperti yang diamanatkan
sebagai usulan pemerintah.11
dalam undang-undang. Sutanto juga menegaskan 7
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional
bahwa penempatan Polri dibawah Departemen
(Lemhannas) Muladi juga menegaskan naskah
berarti mengembalikan paradigma lama dengan
akademik RUU Kamnas nantinya dapat menjadi
menyatukan pertahanan dan keamanan, dan itu
kerangka konseptual untuk merumuskan
berarti kembali ke masa lalu.8 Menanggapi hal
kebijakan keamanan secara nasional. Muladi juga
itu, Panglima TNI yang pada saat itu dijabat oleh
meminta agar jangan ada egoisme sektoral dalam
Marsekal Djoko Suyanto menilai harusnya Polisi
pembahasan RUU Kamnas ini, karena semua ini
tidak perlu resisten untuk diletakkan dibawah
untuk kepentingan nasional.12 Selain itu beliau
departemen karena TNI sendiri akan berada di
juga menegaskan tidak perlu ada perdebatan lagi
bawah departemen pertahanan.
nantinya soal apakah institusi tertentu, seperti TNI
Sementara itu, peneliti senior LIPI, Ikrar
atau Polri, punya kewenangan atau ditugaskan
Nusa Bhakti mengatakan perlu dipikirkan apakah
menangani satu permasalahan terkait keamanan
Polri tetap di bawah Presiden secara langsung
nasional.
atau di bawah departemen tertentu di dalam RUU
Guna menghindari terjadinya benturan
Kamnas. Jika Polri tidak mau berada di bawah
kepentingan antar dua institusi, yakni Kepolisian
sejumlah instansi yang ada sekarang seperti
dan Departemen Pertahanan, Menkopolhukam
Depdagri, Depkum HAM, atau Kejakgung, bisa
menunda pembahasan tentang RUU Kamnas.
saja nanti dibentuk departemen khusus.
Pembahasan kembali RUU Kamnas baru
9
Kritikan terhadap RUU Kamnas juga
kemudian muncul pada pertengahan tahun 2008.13
diberikan oleh Yuddy Chrisnandi, anggota
Namun, kritikan yang muncul dari kalangan
komisi III DPR-RI pada saat itu. Menurut Yuddy,
masyarakat sipil pada saat itu adalah bahwa
isu terpenting yang harus dibahas dalam RUU
presiden SBY diduga enggan melepas Kepolisian
Kamnas adalah sistem koordinasi antar instansi
untuk lepas dari pengendaliannya.14
terkait masalah pertahanan, keamanan, dan
60
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
Diawal tahun 2009, pembahasan RUU
Keamanan Nasional semakin memanas. Perdebatan di DPR-pun semakin kencang
Penangkapan Pemberian kewenanangan khusus bagi TNI
mengingat Kepolisian tetap bersikukuh menolak
dan BIN untuk melakukan pemeriksaan dan
ditempatkan dibawah departemen. Akhirnya, RUU
penangkapan mengancam penegakkan hukum,
Keamanan Nasional gagal disepakati dan disahkan
HAM dan demokrasi itu sendiri.
oleh DPR periode 2004-2009 bersama dengan
Pemberian kewenangan menangkap kepada
beberapa RUU lainnya seperti RUU Peradilan
BIN dan TNI bukan hanya akan merusak
Militer dan RUU Rahasia Negara.
mekanisme criminal justice system tetapi juga akan membajak sistem penegakkan hukum itu sendiri.
Kritik terhadap RUU Kamnas
Sebagai lembaga yang bukan menjadi bagian dari
Ancaman: Multitafsir, represif dan subversif.
aparat penegak hukum, pemberian kewenangan
Penjelasan tentang bentuk ancaman tidak
menangkap BIN dan TNI sama saja melegalisasi
15
bersenjata yang mengategorikan pemogokan
kewenangan penculikan di dalam RUU Keamanan
massal, penghancuran nilai-nilai moral dan etika
nasional mengingat proses yang dilakukan tanpa
bangsa, ideologi, diskonsepsional perumusan
di damping pengacara, tidak diketahui keluarga
legislasi dan regulasi, kebodohan, ketidakadilan,
ataupun pihak lain yang terkait sebagaimana di
sebagai bentuk ancaman keamanan nasional
atur dalam KUHAP.
jelas-jelas bersifat karet, tidak pada tempatnya dan
Penting untuk diingat bahawa kewenangan
multitafsir sehingga mengancam kebebasan dan
penangkapan sebagai bentuk upaya paksa dalam
demokrasi.
proses penegakan hukum hanya bisa dan boleh
Penjelasan tentang ancaman aktual dan
dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni Polisi,
potensial bersifat multitafsir dan berpotensi
Jaksa dan lembaga penegak hukum lainnya. Dalam
penyalahgunaan kekuasaan mengingat penentuan
konteks itu, BIN maupun TNI bukanlah bagian
ancaman aktual dan potensial itu ditetapkan secara
dari aparat penegak hukum sehingga adalah salah
sepihak oleh Presiden melalui keputusan Presiden.
dan keliru apabila mereka diberikan kewenangan
Dengan demikian Presiden dapat menentukan
menangkap.
secara sepihak semua hal yang menurutnya
Lebih dari itu, pemberian kewenangan
mengancam kekuasaannya sebagai ancaman yang
penangkapan kepada lembaga intelejen dan
potensial dan aktual yang mengancam keamanan
TNI akan menimbulkan tumpang tindih kerja
nasional. Itu artinya bisa saja kelompok yang kritis
antar aktor keamanan khususnya antara BIN,
terhadap negara, aksi mahasiswa, aksi buruh, aksi
TNI dengan institusi kepolisian. Hal ini akan
petani, pers yang kritis, dll dapat dianggap sebagai
menimbulkan kerumitan dalam tata kelola sistem
ancaman aktual dan potensial oleh presiden karena
keamanan nasional dan menimbulkan persoalan
dianggap menganggu keselamatan bangsa dan
dalam pertanggungjawaban (akuntabilitas)
negara sehingga harus ditangani dan dihadapi
dalam pelaksanaaanya. Pemberian kewenangan
secara represif.
menangkap dan memeriksa itu langkah mundur
Ancaman haruslah bersifat nyata (existential threats) berbentuk : agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase,
bagi reformasi sektor keamanan. Penyadapan Pemberian kewenanangan khusus bagi aktor-
aksi teror bersenjata (terorisme internasional),
aktor keamanan untuk melakukan penyadapan
ancaman keamanan laut dan udara, konflik
mengancam hak-hak privasi warga negara dan
komunal dan kerusuhan massa yang anarkis.
kebebasan pers. Di dalam RUU Kamnas ini tidak
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
61
diatur mengenai mekanisme penyadapan apakah
termasuk dalam status keamanan nasional karena
perlu melalui ijin pengadilan atau tidak. Itu artinya
kondisi tertib sipil juga tidak dikenal dalam
RUU Kamnas memberikan cek kosong bagi aktor-
peraturan perundang-undangan lain berkait
aktor keamanan untuk melakukan penyadapan.
dengan hukum tata negara terkait dengan status
Adalah suatu hal yang sangat berbahaya apabila mekanisme penyadapan tidak diatur
darurat dan juga tidak dikenal istilah tertib sipil dalam UU 23/1959.
secara rinci dalam perundang-undangan. Pengaturan yang tidak rinci akan sangat mudah disalahgunakan oleh kekuasaan (abuse of power).
Militer dan Tertib Sipil Pengaturan tentang pengerahan TNI pada
Mengacu kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi
status tertib sipil bias sekuritisasi dan bias
no 006/PPU-1/2003; no 012-016-019/PUU-
dominasi militer.
IV/2006; no 5/PUU-VIII/2010, MK berpendapat perlu ditetapkan perangkat peraturan tersendiri tentang penyadapan setingkat undang-undang
Legalisasi Kelompok Sipil Bersenjata atau Milisi RUU Kamnas berupaya untuk melegalisasi
untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan
satuan-satuan sipil bersenjata atau milisi dalam
kewenangan untuk penyadapan dan perekaman.
darurat militer. Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan negara haruslah
Paradigma/Dasar Mengingat Paradigma/dasar mengingat RUU Kamnas
diatur secara jelas baik bentuk dan sarananya namun penjelasan pasal tersebut sangat luas
belum menjadikan tata nilai HAM sebagai salah
dan multitafsir sehingga dapat menjadi dasar
satu dasar paradigma di dalam RUU. Hal itu dapat
hukum bagi militer untuk menggunakan pasal ini
dilihat dari tidak dimasukkannya pasal-pasal
membentuk satuan-satuan sipil bersenjata atau
tentang HAM dalam Kostitusi (pasal 28 A sampai
milisi selama darurat militer.
Pasal 28 I) dalam dasar mengingat RUU. Padahal perlindungan terhadap HAM adalah inti dari
Pembentukan KCPN (militerisasi sipil) dengan
keamanan. Hal ini dapat menimbulkan persoalan
Keputusan Presiden
pada penegakkan HAM.
Pembahasan RUU KCPN yang mendapatkan tantangan luas dari masyarakat ternyata masih
Status Keadaan Keamanan Nasional Indonesia sebenarnya telah memiliki UU
dilanjutkan dalam RUU Kamnas, yang menyatakan bahwa penentuan unsur utama dan unsur
Darurat No. 23/1959 dan seharusnya UU itu yang
pendukung ditetapkan oleh presiden. Pengaturan
direvisi. Sementara itu di RUU Kamnas tidak
komponen cadangan melalui penetapan Presiden
disebutkan apakah dengan adanya RUU Kamnas
adalah tidak tepat dan tidak pada tempatnya.
itu artinya UU 23/1959 tidak diberlakukan
Pengaturan KCPN melalui penetapan
kembali. Dengan demikian Indonesia memiliki
presiden akan membuka ruang masalah baru
dua peraturan tentang kondisi darurat yang
dalam beberapa aspek yakni bertentangan
berbeda dengan substansi yang berbeda semisal di
dengan HAM terkait dengan tidak diaturnya hak
dalam undang-undang no 23/1959 tidak dikenal
penolakan warga atas keyakinan (conscientious
istilah tertib sipil tetapi di RUU Kamnas dikenal
objection) ; menimbulkan konflik horizontal
istilah tertib sipil sebagai bagian dari status
mengingat dalam RUU Kamnas melihat pelibatan
keamanan nasional .
masyarakat sebagai komponen cadangan tidak
Sudah semestinya status tertib sipil tidak
62
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
hanya untuk menghadapi ancaman dari luar
namun termasuk menghadapi ancaman dari dalam bahkan ancaman yang tidak bersenjata; pelegalan milisi dan paramiliter; dll.
dan Intelijen Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan intelijen memiliki kewenangan yang luas yakni sebagai institusi yang membuat
Dewan Keamanan Nasional Kewenangan dewan keamanan nasional
kebijakan dan juga pelaksana kebijakan. Hal ini berbeda dengan pengaturan antara Kementrian
terlalu luas yakni sampai memiliki kewenangan
Pertahanan dan TNI yang diatur dalam RUU
untuk menetapkan kondisi keamanan nasional
Kamnas, yang setidaknya telah mengatur
sesuai dengan eskalasi ancaman. Sudah seharusnya
antara institusi pembuat kebijakan (kementrian
penetapan itu menjadi kewenangan Presiden
pertahanan) dengan institusi pelaksana kebijakan
sedangkan dewan keamanan nasional hanya
(TNI).
memberikan pandangan dan masukan meski
Sudah seharusnya polisi dan intelijen
Presiden juga sebagai ketua DKN akan tetapi
hanya sebagai pelaksana kebijakan dan bukan
keputusan terakhir penetapan itu tetap ada di
pembuat kebijakan.Karenanya penting untuk
Presiden. Selain itu dewan keamanan nasional
memisahkan antara institusi pembuat kebijakan
juga tidak perlu memiliki kewenangan untuk
dengan institusi pelaksana kebijakan dalam RUU
mengendalikan penyelenggaraan keamanan
kamnas terkait dengan polisi dan intelijen. Hal
nasional.
ini untuk memisahkan akuntabilitas antara aktor
Struktur, Kedudukan dan Kewenangan Polisi
penanggungjawab atas kebijakan dan aktor yang
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
63
bertanggungjawab secara operasional. Dengan demikian pertanggungjawabannya menjadi jelas. Hal ini merupakan prasyarat demokrasi yang mensyaratkan perlunya diferensiasi fungsi dan kerja antar actor pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Pemerintah Daerah Tidak diperlukan pengaturan tentang pemerintah daerah, mengingat fungsi pertahanan dan keamanan adalah bersifat terpusat dan tidak didesentralisasikan karenanya Pasal-pasal yang mengatur tentang pemerintah daerah sebaiknya dihapus. Tugas Perbantuan Karena tujuan utama RUU ini adalah untuk sinkronisasi kerja antar aktor keamanan maka seharusnya pengaturan tentang tugas perbantuan tidak hanya terkait dengan tugas perbantuan internasional. Seharusnya tugas perbantuan yang perlu diatur dalam RUU ini adalah pengaturan tentang tugas perbantuan TNI kepada Polisi yakni mengatur tentang batas-batas dan prinsip-prinsip tentang tugas perbantuan itu. Secara empiris, sebenarnya selama ini TNI sudah dilibatkan untuk membantu kepolisian di dalam menghadapi ancaman dalam negeri semisal dalam penanganan konflik Ambon dan Konflik Poso. Mekanisme pelibatan itu berpijak pada Protap (Prosedur tetap) yang dimiliki oleh polisi maupun oleh TNI itu sendiri. Masalahnya adalah Protap bukanlah bagian dari tata peraturan perundang-undangan sehingga status hukumnya lemah dan tidak memiliki kekuatan mengikat (legaly binding). Dalam praktiknya, kadangkala justru terjadi rivalitas dan kurangnya koordinasi akibat kelemahan pengaturan tentang tugas perbantuan itu. Rencana pengaturan tugas perbantuan TNI ke polisi dalam kerangka operasi militer selain perang sudah sepantasnya memperhatikan beberapa
64
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
prasayarat berikut ini yakni tugas perbantuan baru bisa dilakukan apabila: 1. Adanya ancaman nyata dan tingkat eskalasinya telah meningkat tajam 2. Adanya kondisi dimana aparat kepolisian sudah tidak bisa lagi menanggulanginya secara sendiri 3. Adanya permintaan aparat kepolisian ke otoritas sipil untuk meminta perbantuan dari TNI 4. Adanya penilaian dari otoritas sipil atas permintaan itu 5. Adanya keputusan dari otoritas sipil untuk melibatkan TNI membantu kepolisian maupun dalam menghentikan tugas perbantuan itu sendiri; 6. Kendali pasukan TNI yang diperbantukan dilapangan harus tetap berada di bawah kendali pimpinan kepolisian kecuali dalam situasi darurat militer 7. Memperhatikan prinsip proporsionalitas dalam pengerahan kekuatan TNI 8. Perbantuan itu sifatnya sementara dan tidak permanen 9. Pelibatan TNI merupakan alternatif terakhir; 10. Adanya pembagian tugas yang jelas diantara keduanya guna menghindari tumpang tindih kerja 11. Memperhatikan tata nilai HAM dalam tugas perbantuan 12. Adanya pengawasan dan evaluasi dari otoritas sipil dari pelaksanaan tugas perbantuan itu. Pembiayaan (Anggaran) RUU Kamnas membuka ruang adanya pembiayaan kepada aktor keamanan selain dari APBN. Karena fungsi pertahanan dan keamanan adalah terpusat dan tidak didesentralisasikan maka pembiayaan untuk aktor keamanan hanya diperbolehkan melalui APBN. Karena itu perlu ada penegasan pasal baru dalam RUU Kamnas yang menyebutkan bahwa pembiayaan untuk aktor
keamanan dibiayai melalui APBN. Aspek Legalitas Pembentukan RUU Keamanan nasional belum secara utuh memenuhi asas-asas dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UndangUndang No. 10 Tahun 2004. Hal itu salah satunya terlihat dari belum jelasnya rumusan pengaturan RUU Kamnas terutama terkait dengan masalah sistematika dan pilihan kata atau terminology dan bahasa hukumnya yang belum jelas dan belum mudah dimengerti, sehingga menimbulkan berbagai macam interpretasias. Kesimpulan RUU Kamnas ini multitafsir, represif, dan bersifat subversive sehingga mengancam HAM, penegakkan hukum, mengancam kebebasan sipil, kebebasan pers dan mengancam demokrasi itu sendiri Mengingat ketentuan yang tercantum dalam RUU Kamnas ini masih banyak mengandung
(Endnotes) 1 “Menhan; RUU kamnas jangan setali tiga uang”: http:// www.detiknews.com/read/2005/12/23/194725/505196/ 10/menhan-ruu-keamanan-nasional-jangan-setali-tigauang?nd992203605. 2 “TNI –Polri tetap dipisah”; http://www.suarakarya-online. com/news.html?id=117984 3 :Menhan ajukan empat RUU ke DPR”: http://www. mimbarpini.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle& artid=743 4 “TNI –Polri tetap dipisah”; http://www.suarakarya-online. com/news.html?id=117984 5 “TNI –Polri tetap dipisah”; http://www.suarakarya-online. com/news.html?id=117984 6 “RUU Kamnas; Dephan Tetap Pegang Kendali”: http://www. arsip.net/id/link.php?lh=VQECAlFVCAFX 7 “Sutanto Tolak Polri di Bawah Depdagri”: http://www. berpolitik.com/static/internal/2007/02/news_1349.html 8 “Sutanto Tolak Polri di Bawah Depdagri”: http://www. berpolitik.com/static/internal/2007/02/news_1349.html 9 “RUU Kamnas Kembali”: http://nasional.kompas.com/ read/2008/07/07/21322725/RUU.Kamnas.Kembali. 10 Soal kamnas; jangan ada ego sektoral”: http://nasional. kompas.com/read/2008/03/26/2040527/Soal.Kamnas.Jangan. ada.Ego-Sektoral. 11 Soal kamnas; jangan ada ego sektoral”: http://nasional. kompas.com/read/2008/03/26/2040527/Soal.Kamnas.Jangan. ada.Ego-Sektoral. 12 Soal kamnas; jangan ada ego sektoral”: http://nasional. kompas.com/read/2008/03/26/2040527/Soal.Kamnas.Jangan. ada.Ego-Sektoral. 13 “RUU Kamnas Kembali”: http://nasional.kompas.com/ read/2008/07/07/21322725/RUU.Kamnas.Kembali. 14 “RUU Kamnas Kembali”: http://nasional.kompas.com/ read/2008/07/07/21322725/RUU.Kamnas.Kembali. 15 RUU Kamnas versi Maret / Oktober 2011
kelemahan-kelemahan baik itu secara substansial maupun redaksional maka adalah tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki kembali RUU yang ada. RUU Keamanan Nasional seharusnya lebih dominan membahas tentang hubungan koordinasi dan kerjasama antar aktor keamanan (interagency cooperation)/tugas perbantuan dalam menanggulangi ancaman terhadap keamanan nasional. RUU Keamanan Nasional semestinya konsisten dengan konsideran menimbang (RUU ini dimaksudkan untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundangundangan yang ada) sehingga tidak mengatur kewenangan baru kepada aktor-aktor keamanan dan harus merujuk pada UU Organiknya yakni UU TNI, UU Polisi, dan UU Intelijen yang sedang dibentuk.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
65
Oleh : Wagiman Martedjo Peneliti hukum. Mendalami studi tentang perdamaian pada Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Studi formal S1 dan S2 bidang hukum internasional di Unpad Bandung, saat ini tengah menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum di UI Jakarta
Berbagai jenis penelitian interdisipliner dan kontribusinya guna menciptakan perdamaian
perdamaian.2 Pada perkembangannya pula, cara pandang
dan keamanan dirasakan semakin mendapat
terhadap tatanan dunia internasional saat ini
tempat di Indonesia dalam beberapa tahun
sangat berbeda dengan dunia internasional pada
terakhir. Adapun terdapat hambatan dalam
saat perang dunia II. Fokus negara-negara pada
kelembagaan dan profesional untuk penelitian
waktu lalu adalah bagaimana memiliki wilayah
interdisipliner yang perlu dipahami sejak awal. Hal
luas. Caranya dengan melakukan penguasaan
itu dikarenakan agenda substantif untuk penelitian
terhadap wilayah milik negara lain. Pada konteks
masa depan sangat mendesak bagi para peneliti
setting demikian, arah pemikiran Immanuel Kant
untuk mencurahkan perhatian pada analisis
tentang perdamaian akan memiliki relevansi
penyebab konflik-konflik internasional.1 Lebow
yang penting.3 Konsep ‘perdamaian abadi’ yang
menggambarkan bahwa dalam beberapa tahun
dinarasikan Kant harus dimengerti dalam konteks
terakhir minat dalam penelitian interdisipliner
‘tidak terdapat pertengkaran atau konflik fisik
pada kajian perdamaian dan keamanan tumbuh
antara satu negara dengan lain negara’.
dan berkembang. Yayasan-yayasan besar seperti
Peran besar manusia dalam mewujudkan
Yayasan MacArthur, Ford Foundation, dan
perdamaian dipahami dalam lingkup negara.
Carnegie Corporation mengalokasikan dana yang
Negara merupakan pengejawantahan dari peran-
cukup besar untuk penelitian-penelitian di bidang 1 Richard Ned Lebow, Interdisciplinary Research and the Future of Peace and Security Studies, artikel dimuat dalam Political Psychology, Vol. 9, No. 3, 1988, hlm.507.
66
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
2 Ibid. 3 Immanuel Kant mengajar di sebuah Universitas Konigsberg, Prusia. Kant merupakan peserta aktif dalam perdebatan-perdebatan filosofis di zamannya. Gagasannya terus membentuk dan mempengaruhi bidang penyelidikan filosofis dan mustahil untuk meremehkan pentingnya karya-karya Kant di kemudian hari. Filsafat kritis yang di terbitkan khususnya esai On Perpetual Peace: A PhilosophicalSketch yang ditulis tahun 1795 sangat di signifikan hingga dewasa ini.
Judul: â&#x20AC;&#x153;Toward Perpetual Peace: A Philosophical Project.â&#x20AC;? Translated by Ted Humphrey in Immanuel Kant, Perpetual Peace and Other Essays (Indianapolis: Hackett, 1983), pp. 107-39. Translated by H. B. Nisbet in Immanuel Kant, Political Writings, edited by Hans Reiss, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), pp. 93-130. Translated by Mary J. Gregor in Immanuel Kant, Practical Philosophy, edited by Mary J. Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1996), pp. 317-51. Kontroversi seputar perdamaian yang demokratis tidak lagi tentang sejarah, tetapi tentang teori.1
1 Jarrod Hayed, Review Article: The Democratic Peace and the New Evolution of an Old Idea.
peran individu. Bagi Kant individu merupakan
dari pihak asing. Inilah inti dari pemikiran
bentukan dari alam. Konsekuensinya, alam melalui
Immanuel Kant yang menetang apa yang disebut
peran individu-individu itu mengatur dunia.
intervensi. Negara merupakan representasi dari
Perilaku individu akan berkorelasi dalam peran-
setiap individu-individu yang berada di dalamnya.
peran moral. Kant memandang peran moralitas
Pada saat individu di dalam suatu negara saling
dalam negara sangat dominan. Penciptaan
berelasi, tentunya akan hadir atau terjadi
perdamaian abadi memerlukan integritas moral.
kemungkinan adanya konflik-konflik didalmnya.
Moral merupakan elemen wajib yang ada di
Cara pandang Immanuel Kant ini dalam
dalam individu setiap orang. Pada tataran makro,
konteks di atas, selaras dengan pemikiran Thomas
moral diejawantahkan dalam politik. Kumpulan
Hobbes. Perbedaannya, Kant berpendapat peran
orang-orang dalam suatu negara diwajibkan untuk
manusia dalam bernegara sangat dominan.
memiliki pemahaman bahwa negara dibangun
Guna menanggulangi konflik antar warga negara,
untuk mencapai keperluan bersama. Untuk
diperlukan perdamaian. Organisasi internasional
mewujudkan keperluan bersama itu diperlukan
menurut Kant juga diperlukan untuk menjada
suatu kondisi yang damai.
keamanan.
Manusia yang berada pada suatu keadaan bernegara tidak tunduk pada negara. Mereka tunduk pada manusia-manusia yang berada
Mengapa Manusia Beperang? Maksud dari suatu usaha untuk terbebas
didalamnya. Negara dapat mengembangkan
dari peperangan secara filosofis sukar untuk
kondisi bernegara tanpa perlu adanya intervensi
dipahami. Pertanyaan yang problematik, apakan
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
67
suatu peperangan berasal dari faktor-faktor
Catatan historis yang juga menarik
situasional? Ataukan perang sejatinya merupakan
untuk diungkap terkait dengan pengepungan
pembawaan lahir umat manusia? Apabila dilihat
Konstantinopel di tahun 1453. Taktik peperangan
dalam perspektif filosofis, terdapat dua aliran besar
yang dilakukan para komandan militer dengan
terhadap cara pandang tentang perang, yaitu aliran
penggunaan formasi infanteri. Turki juga
realis dan aliran idealis.
mengeksplorasi peperangan dalam mengepung
Aliran realis memandang bahwa perang
Konstantinopel melalui apa yang kemudian
(karena terus menerus terjadi, dan tidak dapat
dikenal dengan pola menyebar empat belas baris
dihindari) menujukkan bahwa perang sejatinya
pasukan primitif namun dipandandang berhasil
melekat dalam kehidupan umat manusia namun
dalam menguasai Kota Konstantinopel. Pola dan
pandangan dari aliran idealis berbeda. Aliran ini
formasi pengembangan militer dikemudian hari
memandang perang dengan cara sebaliknya, yaitu
terus diperbaharui dan dikembangkan. â&#x20AC;&#x153;Negara
peperangan sesungguhnya bisa dihindari. Cara
modern basisnya adalah kekuatan militer yang
menghindarinya adalah dengan menciptakan suatu
superiorâ&#x20AC;?, demikian disebutkan Couloumbis.7
situasi lingkungan sosio-politik yang sehat pada
Revolusi Perancis juga membawa pembelajaran
setiap negara-negara. Jika kita melihat fakta hingga
secara teoretikal. Henri Baron de Jomini menulis
saat ini, perang masih dijadikan suatu instrumen
suatu studi klasik tentang strategi peperangan.
kenegaraan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Ia menginventarisasi tiga model perang besar,
Celakanya, perang masih diterima oleh mayoritas
yaitu perang suatu bangsa melawan penjajahan
negara-negara di dunia.
asing; perang saudara; serta perang opini. Catatan
4
Secara historis, perang dilakukan untuk
penting, perang opini tidak terjadi pada saat
memperoleh suatu tujuan tertentu. Perang primitif
perang Napoleon. Dengan demikian tradisi perang
dilakukan untuk mengejar untuk apa yang disebut
sebagaimana aliran realis tetap ada hingga kini
â&#x20AC;&#x2DC;kepentingan umumâ&#x20AC;&#x2122;. Perang pada zaman abad
dengan format yang menonjol berupa perang
pertengahan dilakukan dengan mengatasnamakan
opini.
5
dinasti-dinasti penguasa. Menilik pada sejarah
Masih tersisa pertanyaan penting, mengapa
di Italia pada abad 15 selalu memelihara
manusia berperang? Secara teoretik perlu
perimbangan kekuatan. Hal ini terjadi karena
dibedakan penyebab perang yang fundamental
peperangan yang terus menerus berulang-ulang
dengan penyebab perang sebagai konsekuensi
yang dilakukan Condottieri. Abad 15, demikian
dari alasan-alasan yang dibuat oleh pemerintahan
Couloumbis, merupakan awal berakhirnya
yang menghendakinya. Pada kasus penyebab yang
perang di bidang politik antara negara-negara
fundamental, dapat merujuk pada pemberontakan
kota dan kerajaan-kerajaan di Eropa. Implikasi
yang terjadi di Kota Coryra yang kemudian
atas peperangan tersebut menghasilkan dua
menimbulkan konflik yang meluas. Dari studi
perkembangan yaitu, lahirnya angkatan bersenjata
ditemukan bahwa hal fundamental menjadi
tetap dan realisasi potensi militer, sebagaimana
penyebabnya karena munculnya kekuatan Athena
hadir saat ini.
dan ambisi imperialis. Kekuatan dan ambisi
6
4 Theodore Couloumbis, 1986, Introduction to International Relations: Power and Justice, Prentice Hall, Englewood Cliffs, hlm.193-194. 5 Couloumbis menjelaskan, tujuan yang ingin dicapai dalam tradisi perang klasik untuk memperoleh bahan makanan bagi sukunya. Hal itu ditujukkan pada fosil tengkorak manusia di Tanzania sebagai bukti pra sejarah bahwa telah terjadi konflik-konflik kekerasan. Lihat, Theodore Couloumbis, 1986, Introduction to International Relations: Power and Justice, Prentice Hall, Englewood Cliffs, hlm.193-194. 6 Condottieri merupakan resimen pasukan profesional yang menjual tenaganya kepada penawar tertinggi. Investasi untuk korps ini sangat besar dan mahal. Operasi-operasi militer yang dilakukannya sangat singkat dan fokus pada pencapaian keuntungan praktis. Machiavelli menjelaskan bahwa peperangannya bersifat khas. Pertempuran memutuskan nasib suatu kerajaan, tetapi hanya ada satu nyawa yang hilang, itupun karena bernasib sial terjatuh dari kudannya. Lihat, Theodore Couloumbis, Ibid.
68
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
tersebut dipersepsi secara luas oleh para elit penguasa. Menurut Thucydides sebagai penyebab fundamental terjadinya perang.8 Penyebab 7 Ibid. 8 Thucydides merupakan komandan lapangan tentara Athena ketika berhadapan dengan Sparta. Ia berusahan mengintepretasikan pengalaman berperangnya tersebut guna menjelaskan penyebab terjadi perang. Theodore Couloumbis, Ibid.
perang dari perspektif kepentingan pemerintah,
relasi ‘yang memerintah dan yang diperintah’. Pola
bisa beragam bentuknya. Secara umum terdapat
relasi ini menurut Aristoteles setidaknya terdapat
beberapa bentuk penyebab perang dalam konteks
dua model, model primitif (hubungan tuan dan
kepentingan pemerintah yaitu, konspirasi
budak) dan model keluarga.
kelompok kecil; imperialisme ekonomi; atau
Pada model primitif status politik ditujukan
ekspansi. Analisis terhadap sebab-sebab terjadinya
sepenuhnya pada kepentingan penguasa. Tuan dan
peperangan dikemudian hari akan membuka jalan
budak secara natural memiliki kepentingan yang
bagi studi-studi tentang teori konflik.
sama namun dalam prakteknya selalu memihak
9
Immanuel Kant dalam tulisan Eternal Peace
pada kepentingan sang tuan. Sang tuan harus
berpandangan “No conclusion of peace shall be
tetap memenuhi keperluan budak. Alasannya,
held to be such, which is made with the secret
jika budak terabaikan akan memiliki konsekuensi
reservation of the material for a future war”. Ia
keperluan sang tuan tidak terpenuhi. Konsep
(Kant) sangat khawatir dalam mengatasi perang.
Aristoteles terformulasi, tanpa budak, tidak
Ia menyebutkan dengan penuh penekanan, “If
akan ada tuan. Inti ajaran dari model primitif ini
justice meet utter wreck, then there is no worth
mengajarkan bahwa hakekat kekuasaan itu bersifat
whatever in the continued existence of human life
timbal balik atau resipokal.
10
in this world”.11 Konsep keadilan akhirnya menjadi
Model kedua, seperti rumah tangga
tumpuan. Keadilan dibahas panjang lebar melalui
(hubungan orang tua dan anaknya). Model ini
dialog Socrates di dalam buku Plato ‘Republik’.
mengasumsikan kekuasaan digunakan untuk
Santo Agustinus, dengan mengutip ajaran
memenuhi semua kepentingan. Seorang ayah
Man Galilea, yang pernah bertanya pada para
memimpin rumah tangga bukan untuk kebaikan
pengikutnya, “Without justice, what are kingdom
orang tuanya saja tetapi juga anaknya. Apabila
highway robberies on a grand scale?”12 Daniel
model ini diterapkan pada negara modern maka
Webster berpendapat, keadilan adalah “is the
akan menghasilkan tata politik demokratis. Di
greatest interest of man on earth. It is the ligament
dalam politik demokratis, menurut Aristoteles,
which holds civilized nations together”. Alexander
negara bergerak di dalam kerangka prinsip
Hamilton menulis juga “Justice is the end of
kesetaraan antara manusia.16
13
government. It is the end of civil society. It ever has
Studi literatur mengenai hubungan
been, and ever will be pursued, until it is obtained,
internasional kontemporer, senantiasa
or until liberty be lost in the pursuit.”14
menjumbuhkan hipotesis perdamaian demokratis pada rencana perdamaian yang dipelopori atau
Perdamaian dan Demokrasi Aristoteles berpendapat bahwa perdamaian
digagas oleh Immanuel Kant.17 Namun dalam banyak studi kuantitatif saat ini telah kehilangan
dapat hadir pada negara-negara setelah melalui
dimensi penting dari visi Kant tersebut.18 Erik
tiga tahapan yaitu demokrasi perwakilan;
Cederman mencoba untuk menafsirkan kembali
kepatuhan terhadap hukum dan organisasi
konsep perdamaian demokratis tersebut.
internasional; serta integrasi perekonomian.15 Di
Konsep perdamaian demokratis diposisikan
dalam negara terdapat struktur kekuasaan dalam
Cederman sebagai konsep yang dinamis dan
9 Ibid. 10 Immanuel Kant artikel dimuat dalam The Advocate of Peace (1894-1920), Vol. 59, No. 5 (May 1897), hlm.111. 11 What Price Peace? Artikel dimuat dalam “Advocate of Peace through Justice”, Vol. 92, No. 4 (November, 1930), hlm.220. 12 Ibid. 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Bruce M. Russett, 2001, Triangulating Peace: Democracy, Interdependence, and International Organizations, W.W. Norton, Review oleh G. John Ikenberry.
dialektis.19 Merujuk pada perspektif Kant, kecenderungan konflik antar negara-negara
16 Christopher Shields, Aristotle, Routledge, London, 2007, hlm. 5-14. 17 Lars-Erik Cederman, Back to Kant: Reinterpreting the Democratic Peace as a Macrohistorical Learning Process. Artikel dimuat dalam The American Political Science Review, Vol. 95, No. 1 (Mar., 2001), hlm.15. 18 Ibid. 19 Ibid.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
69
demokrasi menunjukkan kecenderungan terus
secara mutlak tidak boleh dikuasai oleh negara
menurun sejak abad kesembilan belas. Dalam
lain. Ketiga, ‘standing armies shall in time be totally
‘Perpetual Peace’ Kant menetapkan argumen
abolished’. Kant menegaskan perlombaan senjata
utama dalam apa yang disebutnya tiga artikel
harus ditiadakan sebagai syarat perdamaian.
definitif untuk perdamaian benar-benar abadi.
Bagi Kant, tentara yang bersiap perang justru
Pertama, secara kondisional mengharuskan suatu
akan menimbulkan perang. Immanuel Kant
negara menjadi republik. Dalam terminologi
mengasumsikan terdapat tiga kekuatan dapat
saat ini dapat diterjemahkan sebagai menganut
memicu perang yaitu, kekuatan militer, kekuatan
sistem demokrasi liberal. Kedua, untuk suatu
aliansi, bahkan kekuatan uang.
konfederasi negara bebas untuk membentuk untuk
Keempat, ‘National debts shall not be
pra pelayanan terhadap perdamaian. Ketiga, rasa
contracted with a view to the external friction
keterbatasan kewarganegaraan dunia diperlukan
of states’ . Menurut Kant suatu negara tidak
untuk mengamankan dua kondisi pertama di
diperkenankan berhutang untuk biaya perang.
atas. Kant beranggapan bahwa transendensi
Apabila hal ini terjadi akan berakibat krisis
kekuasaan politik dapat memberikan kedamaian
ekonomi suatu negara. Kelima, ‘No state shall by
yang lebih stabil. Pikiran Kant ini sejalan dengan
force interfere with the constitution or government of
generasi pemikir realis yang telah menempatkan
another state’. Kant berpandangan suatu negara
keseimbangan kekuasaan sebagai cara terbaik
tidak diperkenankan mencampuri urusan negara
untuk mencegah terjadinya perang.
lain menyangkut konstitusi atau pemerintahan.
20
Pada ‘Pasal Pendahuluan (The Preliminary
Apabila hal ini terjadi akan membuat otonomi
Articles for Perpetual Peace Among States)’ yang
negara menjadi rusak. Keenam, ‘No state
ditulis Immanuel Kant, terangkum enam tesis
shall, during war, permit such acts of hostility which
utama pikiran darinya.21 Pertama, ‘No treaty of
would make mutual confidence in the subsequent
peace shall be held valid in which there is tacitly
peace impossible: such are the employment of
reserved matter for a future war’. Kant menegaskan
assassins, poisoners, breach of capitulation, and
bahwa perjanjian perdamaian yang didalamnya
incitement to treason in the opposing state”. Kant
terkandung maksud tersembunyi (yaitu adanya
berpendapat bahwa dua negara yang sedang
usaha untuk mempersiapkan perang di waktu
berperang tidak dibenarkan melakukan tindakan
mendatang) adalah dilarang atau dianggap tidak
yang mengakibatkan hilangnya perdamaian.
sah. Sejatinya, suatu perjanjian dibuat bukan
Contohnya menggunakan pembunuh bayaran atau
untuk menghentikan perang sementara. Perjanjian
penggunaan racun untuk membunuh.
diupayakan guna mengakhiri perang hingga
Pada bagian II buku Kant membehas
tercipta kedamaian. Kedua, ‘No independent
tentang ‘Artikel Definitif untuk Perdamaian
states, large or small, shall come under the
Abadi Antar Negara (Containing the definitive
dominion of another state by inheritance, exchange,
articles for perpetual peace among states)’. Isinya
purchase, or donation’. Kant menegaskan bahwa
antara lain menyebutkan ‘Keadaan perdamaian
negara yang berdaulat tidak dapat dikuasai
di antara manusia hidup berdampingan sejatinya
atau dialihtangankan kepada negara lain, baik
bukanlah keadaan alami. Secara alami kehidupan
melalui pewarisan, pembelian, pemberian, atau
berdampingan tersebut merupakan masa jeda
pertukaran. Negara yang telah memiliki kekuasaan
dalam perang. Dengan demikian perang tidak
20 Ibid. 21 Menuju Perdamaian Abadi: Sebuah Sketsa Filosofi. Artikel diunduh dari http:// pembawaperdamaian.blogspot.com/2011/05/perpetual-peace-by-immanuel-kant.html
70
EDISI 1 | FEBRUARI 2014
selalu berarti permusuhan yang terbuka sifatnya, tetap terjadi ancaman perang secara terus-
menerus. Oleh karena itu menurut Kant, keadaan
menggambarkan penolakan Hegel terhadap Kant
damai harus tetap diciptakan.
terkait dengan konsep moral. Pertama, kritik ini
Keadaan perdamaian di antara manusia
adalah merupakan awal dari penolakan Hegel
hidup berdampingan bukanlah keadaan alami
terhadap Kant tentang konsep politik. Kedua,
(status Naturalis), keadaan alam merupakan salah
menurut Hegel, perang meskipun harus dikutuk ,
satu perang. Ini tidak selalu berarti permusuhan
harus dibatasi secara quantatif.
terbuka, tapi setidaknya ancaman terus-menerus
Ulasan buku ini akan ditutup dengan
perang. Sebuah keadaan damai, oleh karena itu,
ungkapan menarik dari penulis John Basset
harus ditetapkan, dalam rangka untuk diamankan
Moore dalam bukunya International Law and
terhadap permusuhan itu tidak cukup bahwa
Some Current Illusions yang terbit tahun 1924 dan
permusuhan hanya akan tidak melakukan, dan,
mengatakan, “If we would keep men and nations at
kecuali keamanan ini berjanji untuk masing-
peace, we must remove the causes of their discontent,
masing oleh tetangganya (hal yang dapat terjadi
elevate their moral sentiments, inculcate a spirit of
hanya dalam sebuah negara sipil), masing-masing
justice and toleration, and compose and settle their
dapat mengobati tetangganya, dari siapa ia
differences”.23
menuntut keamanan ini, sebagai musuh Kritik Hegel Terhadap Konsep Perdamaian Kant Hegel merupakan filsuf beraliran idealisme di Jerman. Ajaran terkenal Hegel tentang dialektika. Dielektika mengajarkan dua hal berbeda (bahkan kontras) akan bertemu dan membentuk hal baru.
Hegel membedakan antara rasio murni (dari pandangan Kant) sebagai kesadaran manusia, namun ada yang lebih dari itu yaitu intelek. Intelek bagi Hegel senantiasa mengerjakan kinerja rasio dan intelektualitas sehingga dialektika terus terjadi. Roh Absolut (intelek) bekerja dan menyatakan dirinya dalam proses sejarah manusia. Pekerjaan Roh itu dapat mencapai tujuannya dalam alam semesta ketika terjadi dialektika antara subjek dan objek. Pada beberapa hal, terdapat kritik Hegel terhadap Konsep perdamaian yang diajukan Immanuel Kant. Terdapat perbedaan dalam dua sudut pandang filosofis.22 Mertens memandang fokus kritik Hegel atas pandangan Kant tentang dua hal yaitu, perdamaian dan hukum internasional. Untuk dua alasan yang berbeda tersebut, Hegel memulainya dengan 22 Thomas Mertens, Hegel’s Homage to Kant’s Perpetual Peace: An Analysis of Hegel’s “Philosophy of Right”. Artikel dimuat dalam The Review of Politics, Vol. 57, No. 4 (Autumn, 1995), hlm.665-667.
23 What Price Peace? Artikel dimuat dalam “Advocate of Peace through Justice”, Vol. 92, No. 4 (November, 1930), hlm.222.
Jurnal Politik dan Keamanan Nasional
71
74
EDISI 1 | FEBRUARI 2014