Kapas Kapas di Langit (pipiet senja)

Page 16

Peter ke hotel yang telah dipesannya akan memerlukan waktu yang cukup panjang. “Ada apa?” tanya Peter cemas dan menangkap kegelisahannya. Garsini berusaha tetap tersenyum riang. “Tak ada apa-apa, tapi aku harus shalat maghrib dulu. Mmh, begini saja kita ke kafetaria itu dulu, ya? Sementara aku shalat kau bisa menikmati…” “Sake! Ya, aku mau sake Jepang!” kata Peter menukas cepat. “Huss!” Garsini tertawa geli melihat semangat sepupunya yang super tinggi itu. Tapi diantarnya juga sepupunya ke sebuah coffee house. Matanya telah menangkap suatu sudut yang lumayan sepi di sekitar situ. Ketika Garsini menunaikan shalat maghribnya di sudut sepi itu, mata Peter tak lepas-lepas mengawasi kelakuannya. Apa yang terjadi dengan anak itu? Begitu taatnya dia menjalankan syariat agamanya. Di tengah kesibukan tibatiba harus shalat. Apa dia tak menemukan kesulitan hidup seperti itu, di tengah bangsa asing begini? Peter teringat ibunya yang masih mengaku orang Islam, tapi belangbentong menunaikan shalat lima waktunya. Seketika pemuda itu merasa penasaran sekali. Begitu Garsini kembali menghampirinya, ia langsung menohoknya dengan pertanyaan, “Apa menjadi Muslimah itu sulit, Garsini?” “Insya Allah tidak!” sahut Garsini mantap membuat Peter terperangah. ***

Setelah satu malam tinggal di hotel bergaya Barat, Peter memutuskan menerima saran sepupunya, pindah ke ryokan7 ala Jepang. Ia sangat mengandalkan sepupunya, terutama berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Ketika Garsini menunjukkan sebuah penginapan tradisional, wajah Peter langsung ditekuk lucu. “Bagaimana kalau kamu nggak ada nanti? Bisa bicara apa aku di sini?” tanyanya seperti bocah ketakutan, hingga Garsini tertawa geli.

7

penginapan

16


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.