Antologi Ramadan 1438 H/2017 M [HIMPUNAN 29 NASKAH TULISAN DALAM 29 HARI RAMADAN]

Page 1


[Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu...]

i


Antologi RAMADAN 1438 H/2017 M [HIMPUNAN 29 NASKAH TULISAN DALAM 29 HARI RAMADAN]

Penulis Editor Desain Cover dan Layout

: Ahmad Hanif Firdaus : Amalia Eka Rakhmania dan Azhar Syahida : Ahmad Habib Elfikri

Diterbitkan oleh: GEMINI Publishing, Yogyakarta Jl. Wates KM. 4, Somodaran No. 122 A, Gamping, Sleman, Yogyakarta. HP. 081355998953 Facebook : www.facebook.com/geminipublishing Email : surel@geminipublishing.web.id/geminipublishing22@gmail.com Website : www.geminipublishing.web.id

Bekerja sama dengan: Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Republik Cina (Taiwan) Andi Azhar d/a Dorm 4, Asia University, No. 500, Lioufeng Road, Wufeng, Taichung Republic of China (R.O.C). HP: +886972835414. Line: @use7486v. Twitter : @PCIMTaiwan Email : chairman@suryaformosa.com Website : www.suryaformosa.com

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Koordinator Komisariat Universitas Brawijaya Kompleks Masjid Al Khairat, Jl Watu Gilang III/41 Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Kode Pos 65145. HP: +6285655452324. Line: @ley6043a. Twitter : @imm_ub Email : Korkom.imm.ub@gmail.com Website : www.imm-brawijaya.or.id

ISBN. 978-602-18605-6-4 xx+488 hal; 14,8 x 21,0 cm

Cetakan Pertama, Dzulhijjah 1438 H/September 2017 © Copyright 1438 H/2017 M

ii


Untuk yang telah memberikan inspirasi, Terima kasih! iii


PENGANTAR PENULIS

Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirobbil‘alamiin, puji syukur Kami haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga. Selawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, tabiin, thabiut tabiin dan orangorang saleh sampai datang yaumul qiyamah. Sejujurnya buku yang ada di hadapan para pembaca saat ini adalah buku yang tak direncanakan pada mulanya karena hanya berupa kumpulan tulisan ringan dan terkesan asal-asalan yang memang sengaja Kami sajikan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadan 1438 H. Tulisan tersebut Kami buat dan bagikan setiap hari selama Ramadan via aplikasi chatting and broadcasting di WhatsApp dan hanya terbatas pada kalangan tertentu saja. Sedikit berbagi cerita bahwa setiap menjelang Ramadan tiba penulis mempunyai kebiasaaan sejak dari zaman mahasiswa untuk selalu menetapkan target pribadi tentang amal yaumi yang akan dilakukan selama sebulan, dan salah satu “resolusi” Ramadan tahun ini bagi penulis adalah gerakan satu hari satu tulisan. Atas saran dari beberapa orang sahabat, akhirnya penulis memutuskan untuk menghimpun kembali tulisan yang berserak sebelumnya dengan penyempurnaan di beberapa bagian hingga akhirnya menjadi sebuah buku seperti yang saat ini ada di tangan pembaca. Tentu karena sifatnya iv


mendadak masih sangat banyak dijumpai kekurangan di sana-sini, terlebih tulisan ini pada awalnya hanya dipersiapkan sesuai standar tulisan di media sosial dengan bahasa yang ringan dan pembahasan yang sangat sederhana, disamping keterbatasan pengetahuan penulis juga sebagai manusia biasa. Oleh karenanya saran dan masukan yang membangun dari para pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan ke depannya. Tema yang Kami angkat dari setiap tulisan sangat beragam karena menyesuaikan dengan situasi kondisi pada hari ketika tulisan tersebut dihasilkan

yang

sebagian

besar

merupakan

hasil

pengamatan,

pengalaman, elaborasi, refleksi, dan kontemplasi penulis pribadi. Meskipun demikian, secara umum dapat Kami kelompokkan ke dalam dua tema besar, yakni tentang “Al Islam dan Kemuhammadiyahan”. Tema Al Islam Kami tulis bersinggungan dengan tema besar Ramadan tetapi dengan Kami beri penekanan bahwa Ramadan harus dimaknai secara lebih luas bukan hanya sebagai bulan untuk beribadah secara personal namun juga sebagai sarana refleksi diri dan meningkatkan rasa kepedulian sosial. Di samping itu, memahami dan mengejawantahkan ajaran agama harus dilakukan dengan semangat kerahmatan, teguh pendirian namun tetap toleran terhadap perbedaan. Adapun tema Kemuhammadiyahan tidak bisa terlepas dari penulis yang merupakan kader Muhammadiyah, oleh karenanya dalam beberapa segmen sengaja Kami tulis mengenai dinamika Persyarikatan Muhammadiyah beserta tokoh-tokoh maupun organisasi otonomnya. Di beberapa bagian dalam buku ini, sengaja kami sisipkan kutipan katakata hikmah orang-orang besar dari kalangan ulama, cendekiawan, tokoh, dan ahli baik dari internal umat Islam dan Indonesia maupun yang v


berasal dari pihak eksternal. Mulai dari Jalaluddin Rumi, Ibnu Athaillah, Ibnu Khaldun, Muhammad Al Fatih, K. H. Ahmad Dahlan, K. H. Hasyim Asy’ari, Buya Hamka, Dr. Haedar Nashir, Quraish Shihab, Buya Syafi’i Ma’arif, H. O. S Tjokroaminoto, Kuntowijoyo, dll. Kesemuanya kami sajikan dengan harapan agar bisa memotivasi kita semua untuk mengambil semangat dan ibrah-nya serta memberikan sudut pandang dan wawasan yang lebih luas dan komprehensif dalam memandang suatu fenomena. Meminjam perkataan Jalaluddin Rumi dalam bukunya Fihi Ma Fihi, ia berucap: “Menyebut orang-orang yang utama bisa membangkitkan keutamaan. Seperti seorang penyanyi yang dengan lantunan lagunya bisa menguatkan pengaruh minuman.” Dalam kesempatan ini tak lupa juga penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang baik secara langsung maupun tak langsung turut serta membantu segala proses hingga terbitnya buku ini. Kedua orang tua terhebat: Bapak Drs. H. Maksum dan Ibuk Hj. Maimunah, juga Mbak Diyah, Mas Arif, dan Adik Iif. Para ustaz, ustazah, dan guruguru kami baik dalam pendidikan formal maupun non-formal. Mas Zulfikar dan tim Gemini Publishing yang bersedia menerbitkan buku sederhana ini. Para senior, mentor, instruktur, muallim, dan murabbi di Muhammadiyah,

IRM/IPM,

IMM

dan

Rohis

Kampus.

Crew

“Muhammadiyah Garis Tebal dan Miring”: Mas Amir, Mas Acep, Koh Maghfur “Apung”, Pak “RT” Erwin, Om Didi “Solo”, Cak Fajar, Ghulam “Cromok”, Hanafi, Uda Fauzan, Zuhri, Mas Tarom “Pangeran Kodok”, Kang Robby, Mas Miftah, Bli Arief, Cak Irul, Ustaz Wahyudi, Mas Machsuni, dan Imuhar. Teman-teman pengurus PCIM Taiwan: Sam Adam yang telah sudi memberikan kata pengantar dan juga sekaligus sebagai motivasi, Om Andi yang membantu proses perijinan penerbitan, Bli Rizal, Ayahanda Nanda, Ibunda Ochi, Bli Ardian (PRIM Taiwan Selatan), dan vi


Uda Syauqi (PRIM Taiwan Utara). Kader aktif dan alumni IMM Brawijaya: Immawan Azhar yang membantu mengoreksi draft tulisan Kami, Immawan Habib yang telah bersedia mendesainkan sampul berkali-kali, serta Immawan Farid yang mewakili IMM UB memberikan sepatah dua kata di bagian awal buku ini. Serta semua yang telah sudi menerima dan membaca spam tulisan kami selama Ramadan, khususnya mahasiswa Program Studi Teknik Mesin dan Pendidikan Biologi angkatan 2016 Universitas Muhammadiyah Surabaya. Tak lupa ucapan khusus penulis sampaikan kepada Ukhti Nia (yang tidak mau disebut sebagai Bu dosen dan ustazah), yang telah banyak memberikan bantuan, koreksi, saran, dan masukan terhadap tulisan ini. Semoga Allah Taala menghitungnya sebagai sedekah jariah yang pahalanya masih akan terus mengalir walau nanti kita semua telah tiada. Akhirnya, tulisan sederhana ini Kami persembahkan untuk seluruh kaum muslimin pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya di mana pun berada. Semoga mampu memberikan sedikit sumbangsih ilmu pengetahuan, wawasan, dan pencerahan bagaimana seharusnya melihat Ramadan dari perspektif yang berbeda. Doa dan harapan kita semua, semoga dapat kembali berjumpa dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya. Selamat membaca! Billahi fi sabilil haq, fastabiqul khairat Nasrun minallah, wafathun qoriib Lamongan,

4 Syawal 1438 H 28 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus vii


PENGANTAR KETUA IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH KOORDINATOR KOMISARIAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERIODE 2017-2018

Alhamdulillah, telah hadir karya nyata dari kader IMM Universitas Brwawijaya. Sebuah buku berjudul Antologi Ramadan 1438 H/2017 M; Himpunan 29 Naskah Tulisan dalam 29 Hari Ramadan merupakan karya dari Kakanda Ahmad Hanif Firdaus yang pada tahun 2010-2011 menjadi Ketua Umum IMM Universitas Brawijaya. Dari karya ini Saya pribadi dapat belajar bahwa sebagai kader ikatan harus senantiasa memegang prinsip berilmu amaliyah, beramal ilmiah sebagai jati diri kader ikatan yang paripurna. Saya pribadi tidak menyangka tulisan yang pada mulanya di-broadcast dari aplikasi chatting WhatsApp ini berkembang menjadi buku yang dapat dicetak dan disebarluaskan. Saya pribadi dapat mengambil hikmah bahwa perlu adanya pemanfaatkan posistif media sosial seperti aplikasi chatting ini dalam arah pembaharuan dakwah, sehingga strategi dakwah semakin progresif dan mencerahkan. Tulisan dalam buku ini sangat baik untuk kita kosumsi karena tidak hanya memuat tentang kejadiankejadian normatif yang ada pada bulan Ramadan yang namun dipadukan dengan hasil pengamatan, pengalaman, dan refleksi penulis. Banyak nilai-nilai yang Saya ambil dari tulisan Kakanda Hanif ini. Tulisan yang rutin dikirim dalam 29 hari selama Ramadaan dengan tema-tema yang berbeda seakan memberikan pelajaran dan wawasan Keislaman baru karena selain diperkuat dengan Alquran dan Hadis terdapat juga viii


padangan dari tokoh-tokoh muslim. Selain itu, cerita soal kondisi realita di masyarakat Indonesia menjadi nilai tambah bagi Saya pribadi dalam menikmati tulisan ini. Banyak tambahan juga tentang nilai Kemuhammadiyahan yang dapat kita ambil dalam buku ini karena penulis mungkin sepenuh hidupnya berproses di lingkungan muhammadiyah. Saya kenal betul dengan Kakanda Hanif ini, selain beliau adalah senior Saya di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Brawijaya, beliau juga memiliki kedekatan daerah dengan Saya pribadi, yakni sama-sama berasal dari Lamongan Jawa Timur, daerah tempat tumbuh, berkembang, dan majunya

Muhammadiyah.

Banyak

sekali

nilai-nilai

perjuangan

Muhammadiyah di Lamongan yang menjadi rujukan inspirasi buku ini. Terakhir, bagiku tulisan ini bukan hanya sekedar penyampaian nilai-nilai Al Islam dan Kemuhammadiyahan tapi ini sebagai bukti bahwa setiap Kader IMM diproses dalam tiga intregrasi pemahaman: Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Kemasyarakatan. Salam...

Malang,

2 Muharram 1439 H 21 September 2017 M

Muhammad Farid Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Koordinator Komisariat Universitas Brawijaya Periode 2017-2018

ix


PENGANTAR KETUA PIMPINAN CABANG ISTIMEWA MUHAMMADIYAH TAIWAN PERIODE 2014-2016

Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Demikian kiranya sangat tepat untuk menggambarkan buku Antologi Ramadan 1437 H/2017 M; Himpunan 29 Naskah Tulisan dalam 29 Hari Ramadan. Hadirnya 29 naskah dalam 29 hari Ramadan adalah buah dari ketelatenan dan keistiqamah-an dalam menulis, yang barangkali tidak diniatkan untuk dibukukan sebelumnya. Dari judul buku ini saja sudah memberikan pesan kuat yang menginspirasi kepada publik bahwa ke-istiqamah-an dalam hal kecil bisa membuahkan hasil yang besar, dari satu naskah tulisan dalam sehari dapat menghasilkan satu buah buku. Itulah mengapa Allah SWT mencintai amalan yang kecil namun berkelanjutan daripada amalan yang besar namun hanya sekali saja.

‫أَ َحبُّ األَ ْع َما ِل إِلَى ه‬ ِ‫َّللا‬

‫( تَ َعالَى أَ ْد َو ُمهَا َوإِ ْن قَ هل‬HR. Muslim no. 783). Sekaligus juga buku ini menjadi penantang diri Sdr. Ahmad Hanif Firdaus untuk senantiasa istiqamah dalam menulis setiap hari sehingga dapat menghasilkan 12 buku dalam setahun atau minimal setiap Ramadan sehingga dapat menghasilkan satu buku setiap tahunnya. Jikalau tidak, maka Sdr. Hanif barangkali termasuk orang yang merugi. Momen Ramadan juga secara jeli mampu dioptimalkan Sdr. Hanif dalam berkarya. Sebagaimana dalam tulisannya, bulan Ramadan sering disebut dengan bulan pendidikan (syahrul at-tarbiyah), bulan ibadah (syahrul ibadah), bulan ampunan (syahrul maghfiroh), bulan penuh berkah (syahrul mubarak), bulan turunnya Alquran (syahrul quran), bahkan x


bulan perniagaan (syahrul at tijaroh), maka bagi saya, Sdr. Hanif ini mampu menjadikan bulan Ramadhan ini menjadi bulan literasi (syahrul qira'at walkitaba). Secara sekelebatan saya melihat, tingkat literasi meningkat di bulan Ramadhan. Sehingga, disamping sang penulis termotivasi menuliskan naskahnya, si pembaca juga mempunyai ghirah berlebih untuk membaca artikel. Buku ini cukup apik. Saya sangat menikmati buah pikir mendalam dari Sdr. Hanif tatkala membacanya naskah demi naskah. Goresan pena yang belum terbukukan, dan baru sekedar berbagi tulisan melalui media sosial WhatsApp mampu memberikan wejangan dan peringatan jauh dari kesan menggurui. Disamping artikel-artikel dalam buku ini cukup kokoh karena menyitir dalil Alquran dan Hadis serta pendapat para ulamaulama besar melalui kitabnya, juga sangat menarik karena disertai dengan kisah para orang saleh terdahulu dan kemudian, atau dibumbui dengan kondisi nyata yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Melalui yang sedemikian itu menjadi cara cerdik Sdr. Hanif untuk menghenyak pembaca untuk beramal saleh meneladani dari ibrah para orang saleh tersebut atau untuk mengajak pembaca berpikir, ber-muhasabah diri, dan berhijrah melalui satire halus akan kondisi masyarakat yang disajikannya. Nafas Muhammadiyah sangat kentara dalam lembaran manuskrip karya Sdr. Hanif ini, meskipun tulisannya telah dikelompokkan dalam dua tema besar, “Al Islam dan Kemuhammadiyahan”. Hal ini sangat dipahami mengingat lebih separuh usianya telah diwarnai oleh Muhammadiyah mulai dari siswa dari perguruan Muhammadiyah hingga menjadi pengajar di Perguruan Tinggi Muhammadiyah, mulai dari aktivis pergerakan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas xi


Brawijaya hingga merupakan salah satu pendiri Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan dan menjadi salah satu pengurus di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Sebagai sparring partner-nya selama di PCIM Taiwan, saya banyak berguru pada Sdr. Hanif dalam banyak hal. Salah satunya adalah satunya kata dengan perbuatan, khususnya dalam ber-Muhammadiyah. Sdr. Hanif, tidak hanya pandai berwacana, namun juga lincah dalam mewujudkan rencana. Buku ini seolah melengkapi kepiawaian Sdr. Hanif dalam

mencermati

pranata

sosial

keagamaan

yang

kemudian

direfleksikan berdasar pemahamannya akan ajaran Al Islam. Terakhir, meski beberapa tulisan dalam buku ini menyangkut dengan Ramadan,

namun

nasihat,

pesan,

dan

hikmahnya

tetap

bisa

diaktualisasikan di luar bulan Ramadan. Karenanya, buku ini tetap asyik dinikmati kapan saja untuk sembari membaca pemaknaan Ramadan atas refleksi keberimanan hingga amal kemanusiaan versi Sdr. Hanif. Selamat membaca! Salaam..

Yogyakarta,

14 Dzulqa′ dah 1438 H 7 Agustus 2017 M

M. Adam Jerusalem, S.H., S.T., M.T., Ph.D Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan Periode 2014-2016

xii


PENGANTAR PENERBIT

Alhamdulillah satu karya lagi hadir dari sebuah ide sederhana yang diniatkan oleh Mas Ahmad Hanif Firdaus. Kami terkesan ketika menerima permintaan untuk menerbitkan sebuah karya yang berasal dari kumpulan tulisan yang dibuat dan dibagikan via aplikasi percakapan dan siaran di WhatsApp selama Ramadan. Atas ketekunan dan semangat untuk mewujudkan “resolusi” Ramadan penulis yakni gerakan satu hari satu tulisan, maka buku Antologi Ramadan 1438 H/2017 M: Himpunan 29 Naskah Tulisan dalam 29 Hari Ramadan dapat hadir di tangan pembaca. Kami sangat mengapresiasi atas terbitnya buku yang diinisiasi oleh cendekiawan muslim yang berdakwah melalui tulisan-tulisan sederhana yang sarat makna dan juga merupakan salah satu pendiri Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan dan juga pernah menjadi

aktivis

di

Ikatan

Mahasiswa

Muhammadiyah

(IMM)

Koordinator Komisariat Universitas Brawijaya. Kedua lembaga yang pernah menaungi Mas Hanif ini turut berkontribusi sehingga buku ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Terus berkarya untuk Mas Hanif, semoga keberadaan di tengah-tengah masyarakat senantiasa memberi kebermanfaatan dan menjadi oase bagi para pembaca yang haus dengan ilmu-ilmu baru. Mas Hanif telah menjalankan amanat untuk menyampaikan sesuatu walau satu ayat. Hal ini mempunyai makna mendalam untuk berbagi apa yang kita miliki dan xiii


disampaikan dengan cara-cara yang baik. Mari mulai dari diri kita dan hari ini dengan menyampaikan nasihat-nasihat baik dari buku ini kepada orang-orang di sekitar kita.

Yogyakarta,

24 Dzulhijjah 1438 H 15 September 2017 M

Achmad Zulfikar, S.IP., M.Si., M.H. Direktur Gemini Publishing

xiv


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL [ii] PENGANTAR PENULIS [iv] PENGANTAR KETUA IMM KORKOM UB PERIODE 2017-2018 [viii] PENGANTAR KETUA PCIM TAIWAN PERIODE 2014-2016 [x] PENGANTAR PENERBIT [xiii] DAFTAR ISI [xv] TESTIMONI [BAGIAN #1] [xvii]

TEMA #1: “AL ISLAM” #1. MENYEGERAKAN MEMOHON MAAF DAN AMPUNAN [2] #2. ISLAM JALAN DAMAI [13] #3. MERAIH DERAJAT TAKWA [42] #4. MERAPIKAN DAN MERAPATKAN KEMBALI BARISAN PERJUANGAN [64] #5. MENGGUGAH SEMANGAT KEDERMAWANAN KAUM BERIMAN [77] #6. MENYUDAHI KESEDIHAN, MELANJUTKAN KEHIDUPAN, MENGGAPAI RIDA TUHAN [92] #7. MENCARI KETENANGAN DALAM KEIKHLASAN [104] xv


#8. SABARKAN DIRI, RAIH PERTOLONGAN ILLAHI [117] #9. MENJADI HAMBA ALLAH YANG PANDAI BERSYUKUR [132] #10. KESEDERHANAAN ITU MENGAGUMKAN [148] #11. RAMADAN DAN REFLEKSI KEBERIMANAN-BAGIAN PERTAMA (TADABUR QS. AL ANFAL [8]: 2-4) [161] #12. RAMADAN DAN REFLEKSI KEBERIMANAN-BAGIAN KEDUA (TADABUR QS. AL BAQARAH [2]: 177) [176] #13. RAMADAN DAN REFLEKSI KEBERIMANAN-BAGIAN KETIGA (TADABUR QS. AL MU'MINUN [23]: 1-11) [191] #14. PUASA DAN PENGENDALIAN NAFSU MANUSIA [208] #15. MENEMUKAN SISI KEMANUSIAAN BULAN RAMADAN [224] #16. FATAMORGANA DUNIA [235] #17. RAMADAN DAN PERNIAGAAN YANG MELALAIKAN [255] #18. AKHLAK KAUM BERIMAN (TADABUR QS. AL HUJURAT [49]: 10-13) [271] #19. YANG PERGI DAN (TAK) (PASTI) KEMBALI [284] xvi


#20. MENGEMBALIKAN FUNGSI MASJID SEBAGAI PUSAT PEMBINAAN UMAT [298] #21. URGENSI ZAKAT SEBAGAI MEDIA PENGUAT UMAT [315]

TEMA #2: “KEMUHAMMADIYAHAN” #22. MUHAMMADIYAH DAN GERAKAN PEMBELAAN KAUM LEMAH [335] #23. BELAJAR IKHLAS DARI MUHAMMADIYAH [356] #24. PENEGUHAN IDEOLOGI MUHAMMADIYAH (RINGKASAN MATERI BAITUL ARQAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA OLEH DR. ABDUL MU'TI) [377]

TEMA #3: “TOPIK KHUSUS” #25. MERESAPI NILAI-NILAI ISLAMI PANCASILA (REFLEKSI ATAS PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA DAN PERAN ULAMA DI DALAMNYA) [388] #26. SELAYANG PANDANG EMPAT GENERASI IMM BRAWIJAYA; KILAS BALIK PERIODE 2009-2013 (SEBUAH CATATAN PRIBADI TENTANG IMM BRAWIJAYA JELANG MILAD SEPEREMPAT ABAD) [407]

xvii


#27. LAHIRNYA SANG CENDEKIAWAN MUSLIM DARI BUMI FORMOSA (DIDEDIKASIKAN KHUSUS MENYAMBUT KELULUSAN KETUM PCIM TAIWAN PERTAMA) [425] #28. BERBUDAYA DI JALAN RAYA; SEBUAH CATATAN MENYAMBUT ARUS MUDIK 1438 H [436] #29. MOMENTUM HARI RAYA; DARI SILATURAHMI NASIONAL HINGGA REKONSILIASI MASSAL [446]

BAHAN BACAAN [468] INDEKS [473] TENTANG PENULIS [484] TESTIMONI [BAGIAN #2] [488]

xviii


TESTIMONI [BAGIAN #1]

“Sangat layak dibaca. Buku ini mengajak pembacanya untuk merenungkan kembali bahwa Ramadan datang menghampiri umat Islam tidak sekedar untuk diisi dengan rangkaian ibadah ritual semata, melainkan untuk menggugah spirit manusia dalam rangka bermetaformosa menjadi insan sempurna.” [Amirudin, S. Ag. Sekretaris Eksekutif Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah]

“Buku ini memberikan perspektif yang berbeda tentang memahami Ramadan. Mas Hanif sukses membius saya untuk berimajinasi tentang Ramadan yang berkemajuan. Bahwa Islam sebagai agama yang produktif dimanifestasikan dengan lahirnya antologi ini. Ramadan dalam pengalaman penulis, tidak hanya menghasilkan jiwa yang takwa, tetapi juga karya tulis yang bermakna dan inspiratif. Selamat berkarya !” [Ardian Bakhtiar Rivai, M.A., M.Sc. Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Taiwan Selatan]

“Tulisan Hanif yang satu ini memang beda. Tulisannya runtut, mudah dipahami, dan memberikan wawasan yang baru tentang topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dari masalah fikiyah seperti zakat, sampai muamalah seperti silaturahmi. Patut dibaca untuk semua kalangan.” [Amalia Eka Rakhmania, S.T., M.T., M.Sc. Dosen Politeknik Negeri Malang]

“Lamongan membuktikan kembali sebagai lumbung kader Muhammadiyah di bidang literasi. Meski background eksakta, tak menghalangi tulisan Hanif yang bisa dibaca dan dipahami oleh semua kalangan.” [Maghfur El Muhammady, S.E. Ketua MPI PDM Jember 2016-2021]

xix


“Kader dengan tri kompetensi yaitu religiusitas, intelektualitas, dan humanitas. Tak sekedar mumpuni pada bidang profesinya saja, tetapi dapat mengaktualisasikan dalam kesehariannya. Mungkin tulisan Hanif ini bagian dari refleksi aktualisasi tri kompetensi kekaderannya” [Adi Sucipto, S.T., M.T., Koordinator Muhammadiyah IT Society]

“Menyelesaikan S1 dan S2 bidang teknik mesin dan menjadi dosen teknik mesin tak membuat penulis diam di menara gading. Diam-diam Hanif justru melakukan refleksi mendalam pada hal yang bukan bidang studinya. Hasilnya bisa kita baca dalam buku ini. [Robby R. Karman, S.E.I. Aktivis Muhammadiyah Jawa Barat]

“Tulisan seorang akademisi yang selalu melihat realitas di lingkungannya. Tulisan-tulisannya sangat relevan dan dapat dijadikan sebuah refleksi dari kondisi saat ini” [Habib Elfikri. Ketum IMM Koms. “Acacia Science” Univ. Brawijaya 2016-2017]

“Sebuah pembelajaran tersendiri ketika suatu pengalaman religius dipadukan dengan pembelajaran teori dapat membuahkan tulisan-tulisan bermakna serta bermanfaat untuk kebanyakan orang. Dari tulisan-tulisan Bapak Hanif membuktikan bahwa suatu kemanfaatan tak selalu diperlihatkan secara tampak mata, namun juga bisa melalui tulisan. Sebagai pelajar di fakultas teknik yang masih dalam tahap pembelajaran, melalui tulisan-tulisan ini, mengajarkan kepada saya pribadi bahwa sebagai insan yang berpendidikan alangkah indahnya jika kita mampu mengekspresikan pengalaman, pandangan, maupun pengetahuan kita melalui tulisan-tulisan yang bermanfaat.” (Ahmat Muhaimin. Mahasiswa Fakultas Teknik UM Surabaya)

xx


1


#1 MENYEGERAKAN MEMOHON MAAF DAN AMPUNAN

Muqoddimah Setiap manusia di dunia tak ada satu pun yang luput dari salah dan dosa. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadis bahwasanya manusia adalah tempat salah dan lupa. Manusia sejatinya diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik penciptaan, dilengkapi dengan berbagai "perangkat" canggih yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya.

       "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At Tin [95]: 4)

Namun kelengkapan itu bukan lantas secara otomatis menghindarkan manusia dari kealpaan dan kesalahan karena hawa nafsu yang diberikan kepada manusia tabiatnya memang demikian. Alat paling canggih dan mahal di dunia pun suatu saat pasti akan mengalami kerusakan.

                   2


"Dan

aku

tidak

membebaskan

diriku

(dari

kesalahan),

karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yusuf [12]: 53)

Potensi kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh anak Adam semakin bertambah besar manakala iblis dan anak cucunya bersumpah setia akan menggoda manusia sampai hari kiamat agar berbuat maksiat dan menjadi bahan bakar api neraka sebagaimana yang diterangkan dalam Alquran Surat Al Hijr ayat yang ke-39.

          

"Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya". (QS. Al Hijr [15]: 39)

Sumpah iblis tersebut bukan hanya tertulis sekali di dalam Alquran namun setidaknya tiga kali diulang-ulang dengan redaksional yang berbeda, sebagaimana bisa ditemukan pada QS. Al A'raf: 16; QS. Al Isra': 62; dan QS. Sad: 82. Hal ini tentu mengandung isyarat yang sangat nyata bagi semua anak Adam bahwa musuh yang nyata itu benar adanya, yang tak akan menyerah menyesatkan manusia dari Nabi Adam sampai manusia terakhir yang hidup nantinya. 3


        

"Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh setan; sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Zukhruf [43]: 62)

Peringatan Allah ini juga sedikitnya 8 kali tertulis kembali dalam Alquran (QS. Al Baqarah: 168, 208; QS. Al A'raf: 22; QS. Al An'am: 142; QS. Yusuf: 5; QS. Al Isra': 53; QS. Qasas: 15; dan QS. Yasin: 60) dan seharusnya lebih dari cukup untuk membuat kita semua bersiap diri dan berhati-hati. Semoga rahmat dan hidayah-Nya senantiasa menyertai, Aamiin.

Bersegera Memohon Maaf dan Ampunan Tuhan Di dalam Alquran, kata "maaf" dan "ampun" bergantian digunakan namun ada pula yang digunakan bersamaan dalam satu ayat. Secara kuantitas penggunaan kata "ampun" dan derivasinya yang berbentuk kata "ampunan", "pengampun", "mengampuni" dan seterusnya lebih banyak digunakan daripada kata "maaf", "pemaaf", "maafkan", dan "memaafkan". Sebenarnya dalam Alquran ada penggunaan kata lain yang sepadan dengan kata "permohonan maaf" dan "permohonan ampun" yakni kata "tobat". Dalam kesempatan ini penulis tidak akan lebih jauh menjelaskan apa perbedaan tafsir diantara ketiganya dan mengapa ada perbedaan jumlah penggunaannya dalam Alquran dan apa makna yang terkandung di dalamnya. Sebagai seorang manusia biasa tentu setidaknya sekali seumur hidup kita pasti pernah berbuat salah dan dosa, baik yang disengaja maupun 4


yang tidak disengaja. Islam telah jelas memberi panduan bagaimana seharusnya bersikap manakala salah dan dosa terlanjur kita lakukan. Jika salah dan dosa itu kaitannya dengan hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah) dalam bentuk kealpaan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya maka tak ada jalan lain kecuali bersegera memohon maaf dan ampunan.

َ‫ُكلُّ بَنِي آ َد َم خَ طهاء َوخَ ْي ُر ْالخَطهائِ ْينَ الت ه هوابُوْ ن‬ “Setiap Bani Adam berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertobat.” (HR. Ibnu Majah)

Memang banyak dalil baik dari Alquran maupun Hadis Nabi tentang adanya waktu dan tempat-tempat yang terbaik (mustajabah) untuk berdoa yang sekaligus bisa digunakan untuk memohon maaf dan ampunan. Bulan Ramadan ini misalnya, banyak sekali Hadis yang menjelaskan keutamaan Ramadan dibanding dengan bulan-bulan lainnya, semisal yang pertama bulan Ramadan adalah bulan penghapus dosa (HR. At Thabrani). Kedua, bulan mustajabah untuk berdoa (HR. Al Bazaar, HR. At Thabrani). Dan yang ketiga, malaikat akan berdoa memohon ampunan kepada orang yang berpuasa serta Allah akan membuka luas pintu ampunan (HR. Ahmad) dan lain sebagainya. Dalil-dalil tersebut seharusnya kita maknai sebagai penambah semangat dalam berdoa dan memohon ampunan manakala kita disampaikan umur berjumpa

dengan

Ramadan

maupun

waktu-waktu

dan

tempat

mustajabah lainnya. Amat sangat disayangkan bila kita tidak cermat 5


dalam mengambil pesan-pesan mulia yang tersirat maupun tersurat di dalamnya. Berdoa dan lebih-lebih memohon ampunan kepada Allah tidak lantas harus ditunda-tunda, menunggu waktu, momen, dan tempat yang mustajabah dahulu karena siapa yang bisa menjamin umur setiap manusia? Berdoa dan memohon ampunan Allah tidak perlu menunggu harus berjumpa Ramadan atau menunggu bisa menginjakkan kaki di tanah suci, berdoa di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Raudhoh, dan tempat-tempat mustajabah lainnya karena siapa yang bisa menjamin kita dilapangkan dan bisa berziarah ke sana? Memohon maaf dan ampunan atas segala dosa, khilaf, dan salah haruslah disegerakan. Menyegerakan pertobatan menunjukkan salah satu bentuk keseriusan kita dalam memohon ampunan. Ibarat berbuat salah kepada atasan di tempat bekerja atau melanggar peraturan perusahaan maka pasti kita akan sesegera mungkin menghadap dan meminta maaf kepada atasan tanpa menunda-nunda waktu dan kesempatan. Lalu kepada Allah, Tuhan sekalian alam, raja diraja dari semesta seisinya, patutkah kita berbuat salah dan dosa lalu tak segera bersimpuh memohon ampunan? Bukankah Rasulullah yang telah dijamin masuk surga sehari semalam tak kurang dari 70 kali (HR. Bukhari) atau 100 kali (HR. Muslim) beristigfar memohon ampunan?

             "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orangorang yang bertakwa." (QS. Ali Imran [3]: 133) 6


Salah satu sifat Allah adalah ke-Maha Pengampunan-Nya yang meliputi segala sesuatu. Allah akan mengampuni dosa setiap hamba-Nya yang bertobat dan memohon ampun selain dosa syirik. Bahkan disebutkan ampunan Allah itu lebih besar dari dosa-dosa manusia di dunia. Namun demikian Allah hanya akan menerima

tobat hamba-Nya yang

bersungguh-sungguh menyesali, berjanji tidak akan mengulangi, dan mengganti setiap kesalahan yang dilakukan dengan kebaikan-kebaikan (tobat nasuha)

              …        "Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobatan nasuhaa (tobat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…" (QS. At Tahrim [66]: 8)

Saling Memaafkan Sesama Insan Manusia diciptakan Allah mulanya dari asal usul yang satu lalu kemudian dijadikan berbangsa dan bersuku-suku (QS. Al Hujurat: 13). Konsekuensi penciptaan yang demikian menjadikan manusia memiliki sifat dan kepribadian spesifik yang khas, unik, dan berbeda satu sama lainnya, tak terkecuali antar saudara kembar sekali pun pasti akan tidak sama persis perangainya bahkan bisa sangat berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya perbedaan lingkungan 7


tempat mereka dilahirkan (bangsa, suku, ras, dan lain sebagainya), perbedaan cara asuhan dan perlakuan, sampai kepada pengaruh faktor genetik (keturunan) dan bahan makanan serta minuman yang diberikan. Watak dan tabiat manusia di dunia sangat beraneka ragam macamnya, ada yang pendiam, penakut, pemberani, pendendam, pemaaf, serius, suka bercanda, kaku, egois, setia kawan, baik hati, sombong, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial yang menurut Aristoteles disebut sebagai zoon politicon atau zoon socialis tentu dalam kesehariannya tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan bantuan dari orang lain, dan bantuan itu tidak akan bisa terwujud bila tidak ada proses interaksi dan komunikasi satu sama lain. Manusia memiliki ketergantungan satu dengan yang lain. Dalam proses interaksi antar sesama manusia (hablun minannas) di dalam urusan-urusan

dunia

inilah (dalam bahasa agama disebut sebagai urusan muamalah duniawiyah) kemudian yang kadangkala menimbulkan kesalahpahaman yang berujung perselisihan, permusuhan, dan bahkan berujung perpecahan dan peperangan. Jika hal ini diteruskan dan tidak menemui penyelesaian niscaya tinggal menunggu waktu peradaban manusia akan menemui kehancuran. Salah satu akhlak terpuji yang dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabat dan orang-orang saleh terdahulu adalah tentang budaya untuk saling maaf-memaafkan setiap saat, setiap waktu, dan setiap kesempatan. Sebagai manusia biasa, adakalanya hari ini kita berbuat salah sehingga dituntunkan untuk segera meminta maaf namun di lain hari boleh jadi terjadi sebaliknya, orang lain yang berbuat salah kepada kita sehingga kita diposisikan sebagai seseorang yang memberi maaf dan ampunan. Keduanya

memerlukan

kebesaran

hati

untuk

bisa

melakukan. 8


Membuang jauh-jauh sikap egois, mau menang sendiri, keras kepala, sombong, dan angkuh yang tak berkesudahan. Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW ketika berdakwah harus menerima berbagai macam fitnah, cacian, bahkan sampai mengalami kekerasan fisik yang tidak hanya sekali. Rasul dikatakan sebagai orang gila, dilempari batu dan kotoran binatang, bahkan luka serius pernah pula didapatkan ketika peperangan. Dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim diceritakan tentang perlakuan buruk penduduk Thaif ketika Rasul hendak berhijrah ke sana. Sampai-sampai Allah mengutus Malaikat Penjaga Gunung untuk menawarkan "bantuan" kepada Rasulullah bilamana diizinkan untuk membinasakan penduduk Thaif dengan menimpakan Akhsabain (dua gunung besar di Mekah, yaitu Gunung Abu Qubais dan Gunung Qu’aiqi’an. Ada juga yang mengatakan Gunung Abu Qubais dan Gunung Al Ahmar) sebagaimana yang pernah dilakukan kepada kaum-kaum penentang dakwah tauhid nabi dan rasul terdahulu. Rasulullah Muhammad SAW melarang dan justru berdoa agar kelak semoga Allah menjadikan anak keturunan mereka tersebut menjadi kaum yang beriman dan bertakwa. Ketika peristiwa penaklukan atau pembebasan kota Mekah (Fathul Mekah), Rasul juga memberikan amnesti massal (pengampunan) kepada hampir seluruh kaum kafir yang dahulu memusuhi dan memeranginya. Rasulullah memaafkan semua kesalahan bahkan sebelum orang-orang yang bersalah meminta maaf kepadanya dan tidak menaruh dendam kepada mereka semua. Sungguh akhlak yang sangat mulia yang seharusnya bisa menginspirasi kita. Di dalam negeri, kita bisa belajar bagaimana sikap saling maaf dan memaafkan juga telah ditunjukkan oleh orang-orang besar di Republik ini. Kisah Buya Hamka Allahuyarham dan Pramoedya Ananta Toer 9


misalnya. Hubungan keduanya pernah renggang tatkala Pramoedya pernah menuduh Hamka sebagai maling. Melalui lembar Lentera di Harian Bintang Timoer milik Pram, Pram menuduh Hamka sebagai seorang plagiat. Tuduhan yang sangat menyakitkan karena dilakukan secara terbuka melalui media massa yang sangat kental dengan nuansa pembunuhan karakter dan pencemaran nama baik seorang Hamka. Namun apa yang kemudian terjadi? selang beberapa tahun kemudian Pram memerintahkan anak gadisnya, Astuti untuk mengislamkan Daniel Setiawan (calon suami Astuti yang keturunan Cina) kepada Hamka sekaligus belajar agama kepadanya. Pram mempercayakan anak gadis dan calon menantunya itu untuk belajar agama hanya kepada Hamka. Lalu bagaimana dengan sikap Hamka? Menolakkah dia? Ternyata Hamka pun dengan tangan terbuka menerima kehadiran keduanya tanpa sedikit pun mengungkit-ungkit bagaimana perlakuan Pram kepadanya beberapa tahun sebelumnya. Lihatlah bagaimana sikap Hamka yang berbesar hati memaafkan orang yang pernah menuduhnya dan lihatlah juga bagaimana bentuk lain permohonan maaf Pram kepada Hamka dengan mengirimkan anak dan calon menantunya kepada Hamka untuk belajar agama. Indah! Kisah indah selanjutnya masih tentang Buya Hamka, kali ini tentang hubungannya dengan Presiden Soekarno. Sewaktu Soekarno wafat, Beliau meninggalkan wasiat yang isinya jika Beliau meninggal minta kesediaan Buya Hamka untuk mensalatinya. Buya Hamka yang dihubungi oleh Sekjen Kementerian Agama saat itu, Kafrawi langsung meluncur ke rumah duka untuk kemudian menunaikan wasiat Soekarno. Jadilah Hamka memimpin salat jenazah Presiden pertama sekaligus proklamator kemerdekaan Indonesia itu, nampak kesedihan terpancar dari wajah Hamka melihat Soekarno telah tiada, air matanya pun tak 10


kuasa untuk ditahankan. Begitu luar biasa Hamka, sungguh mulia budi dan akhlaknya, beliau bersedia memimpin salat jenazah orang yang pernah mengirimkannya ke penjara selama 2 tahun 4 bulan lamanya, disiksa sedemikian rupa di dalamnya. Hamka justru bersyukur karena di dalam penjaralah ia akhirnya bisa menyusun Tafsir Al Azhar yang fenomenal itu lengkap 30 juz banyaknya. Hamka tak dendam dan memaafkan sikap Soekarno kepadanya, pun Soekarno wasiat terakhirnya adalah isyarat bahwasanya ia meminta maaf kepada Hamka atas semua salahnya. Cerita tentang ketinggian akhlak Rasulullah, pun tentang indahnya kisah Hamka, Soekarno, dan Pramoedya yang saling maaf-memaafkan dengan cara yang elegan cukuplah bisa kita teladani dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya ketika saat ini kita semua sedang berada di bulan Ramadan, bulan yang disebut juga sebagai bulan ampunan (syahrul maghfiroh).

Khotimah Menyegerakan memohon maaf dan ampunan adalah salah satu kebaikan, dan kebaikan tidak semestinya ditunda-tunda untuk segera ditunaikan. Meminta maaf, memohon ampunan, dan bertobat kepada Allah adalah jalan lain kita untuk merengkuh kebahagiaan. Seberapa banyakpun pahala dan amal saleh tak akan ada artinya jika disaat yang bersamaan dosa dan salah juga tak kunjung berkurang. Dalam kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia, marilah kita semua belajar untuk ringan memberikan maaf atas kesalahan orang lain dan tidak enggan untuk segera memohon maaf manakala kesalahan telah 11


kita lakukan. Baik meminta maaf atau memberi maaf keduanya sama mulianya di hadapan Allah dan bernilai kebaikan, keduanya pun pernah Rasul dan sahabat contohkan. Mudah-mudahan di bulan yang mulia ini Allah SWT berkenan memberikan ampunan-Nya kepada kita semua sehingga derajat takwa bisa kita raih nantinya. Aamiin. Nasrun minallah, wa fathun qoriib

Lamongan,

2 Ramadan 1438 H 28 Mei 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga diampunkan segala khilaf, dosa, dan kesalahan

12


#2 ISLAM JALAN DAMAI

Muqoddimah Beberapa hari sebelum datangnya bulan suci Ramadan tahun ini, kita dikejutkan oleh peristiwa teror baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Sebagaimana biasa, semua mata langsung tertuju kepada umat Islam sebagai pihak pertama yang harus dicurigai. Stempel teroris begitu lekat kepada diri umat ini bilamana peristiwa serupa terjadi. Padahal terorisme adalah perbuatan yang dibenci oleh kebanyakan manusia apa pun latar belakang agama, bangsa, suku, dan rasnya (kecuali sebagian kecil saja yang menikmati karena berbagai kepentingan kelompok maupun pribadi). Terorisme adalah musuh semua agama karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan kepada setiap pemeluknya. Lebih jauh, terorisme sejatinya adalah bentuk penyimpangan terhadap fitrah manusia yang menginginkan kehidupan yang damai dan bahagia. Pelaku teror lebih tepat disebut sebagai orang yang telah kehilangan petunjuk dalam beragama. Saat berbuat teror sejatinya para pelakunya tersebut telah menanggalkan semua nilai-nilai agamanya, mereka menjadi mesinmesin teror tanpa agama. Maka tepatlah kiranya semua pemeluk agama bersatu padu melawan terorisme apa pun bentuknya karena terorisme tidaklah mewakili salah satu agama mana pun di dunia, (terrorism has no religion). 13


Kalau kita merujuk ke arti harfiah teror itu sendiri yang dimaknai sebagai usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Maka terorisme bisa muncul dengan berbagai macam wajah dan latar belakang. Tindakan teror pun bisa terjadi di segala bidang kehidupan dengan berbagai macam motif dan tujuan. Dalam dunia politik, ekonomi (persaingan usaha), agama, bahkan sampai ke masalah pendidikan dan olahraga pun tindakan teror sangat mungkin dilakukan. Sesungguhnya banyak sekali teori yang mengemuka tentang bagaimana terorisme bisa tercipta. Mulai dari kesalahan memahami teks-teks kitab suci, faktor kemiskinan, keputusasaan, ketidakadilan, ketertindasan, kesenjangan sosial, kekecewaan, dendam, sakit hati sampai kepada teori yang mengatakan bahwa sejatinya terorisme itu sengaja diciptakan dan dipelihara oleh pihak-pihak tertentu guna tujuan tertentu yang lebih besar dan menguntungkan. Yang jelas akar terorisme atau radikalisme agama tidaklah dibentuk oleh sebab tunggal, namun dibentuk oleh berbagai macam sebab yang saling berkaitan. Haidar Bagir dalam bukunya Islam Tuhan, Islam Manusia mengutip gagasan Noor Huda Ismail yang mengatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor yang mendorong seseorang untuk terlibat dalam gerakan radikal atau teror, yakni: pertama, individu yang termarjinalkan; kedua, adanya kelompok yang memfasilitasi; dan yang ketiga, ideologi yang membenarkan.

Islam Rahmat Bagi Seluruh Alam Stigma negatif Islam sebagai agama kekerasan yang mengajarkan kekerasan dan teror kepada pemeluknya kini tak dapat lagi dihindari bahkan tuduhan ini sudah dimulai sejak beberapa dekade terakhir. 14


Terlepas dari grand design negara-negara barat dan media-media sekuler non-muslim yang tampak begitu bergairah mengkampanyekan sisi-sisi negatif Islam dan pemeluknya kita juga harus introspeksi diri jangan-jangan memang selama ini benih-benih terorisme dan kekerasan telah ada dalam hati sehingga sewaktu-waktu bagaikan bom waktu yang siap meledak jika dicabut pemicunya. Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam, membawa pesan-pesan kedamaian sebagaimana yang Rasulullah contohkan. Berislam berarti siap untuk menebarkan as salam (keselamatan, kedamaian, ketenangan) kepada seluruh umat manusia tidak hanya kepada sesama muslim saja, bahkan kepada makhluk Tuhan lainnya seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan keseluruhan alam semesta seisinya. Berislam berarti siap menjaga alam, menjaga lingkungan, tidak membabat hutan, tidak membuang

sampah

sembarangan,

tidak

mengotori

lautan

dan

seterusnya. Sejatinya beginilah wajah Islam sesungguhnya yang dicontohkan Rasulullah dan para sahabatnya. Lalu, bagaimana kini Islam di mata dunia? Islamophobia melanda di mana-mana, simbol-simbol Islam menggelisahkan orang awam yang melihatnya. Negara-negara barat dan minoritas muslim lainnya menjaga jarak karena Islam dianggap berbahaya. Di negeri muslim sendiri, Islam mengalami keadaan yang jauh lebih menyedihkan, nilai-nilai luhurnya ditinggalkan oleh para pemeluknya, korupsi di mana-mana, hukum bisa dibeli oleh siapa pun juga. Negeri muslim namun tidak Islami katanya. Wajah

Islam

tercoreng

oleh

ulah

oknum

manusia

yang

mengatasnamakan agama atas tindakan bodohnya. Mereka berlindung dibalik baju suci agama dan mengaku melakukan tindakan teror karena 15


menjalankan perintah agama. Miris sekali mendengarnya. Walaupun di atas sudah penulis jelaskan bahwasanya ketika seorang pelaku teror melakukan aksinya ketika itu pula mereka telah kehilangan agamanya, tak terkontrol dan buta segalanya, buta mata dan jiwa, gelap kesemuanya namun dihadapkan pada fakta bahwa ada pelaku teror yang beridentitas sebagai muslim membuat sesak di dada. Pendistorsian makna jihad sebagai perintah suci agama yang hanya dimaknai sebagai qital (perang) menjadi salah satu sebab musabab pembenaran tindakan-tindakan teror dan kekerasan atas nama agama. Berdalih berjihad padahal yang dilakukan adalah tindakan keji dan jahat. Begitu

mudahnya

mengangkat

senjata,

melakukan

pengeboman

membunuh manusia tak berdosa dengan dalih menjalankan perintah agama seakan-akan menganggap nyawa manusia tak ada harganya. Yang lebih parah nyawa kaum mukmin pula yang jadi sasarannya.

                 "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS. An Nisa’ [4]: 93)

Ibnu Khaldun dalam karya femomenalnya Muqaddimah yang ditulis pada akhir abad ke-14 berkata bahwa: “perang dan berbagai macam 16


pertempuran selalu terjadi di dunia sejak Tuhan menciptakan manusia dan merupakan sesuatu yang alamiah. Tidak ada bangsa dan ras yang terbebas dari perang.” Sohail H. Hashmi, Profesor di Mount Holyoke College dalam bidang Hubungan Internasional menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia cenderung berperang dalam tulisannya yang berjudul Interpretasi Terhadap Etika Islam Tentang Perang dan Damai. Pertama, sifat dan kapasitas manusia untuk berbuat salah, selalu ada mereka yang memilih untuk melanggar hakikat kemanusiaan dan melanggar hukum-hukum Tuhan. Kedua, tiap-tiap nabi menghadapi penentangan dari golongan mayoritas yang terus memberontak dan menolak ajaran Tuhan. Dan yang ketiga, tidak mungkin individu atau masyarakat akan secara penuh mengikuti prinsip-prinsip islam. Dalam buku Radikalisme dan Terorisme; Akar Ideologi dan Tuntutan Aksi karya Prof. Dr. Achmad Jainuri, MA, kata jihad dalam Alquran disebutkan kurang lebih 35 kali dan dalam tradisi intelektual Islam memiliki beragam makna. Namun demikian secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua konsep besar, yakni yang pertama jihad dimaknai sebagai perjuangan melawan hawa nafsu atau diri sendiri (jihad an nafs atau jihad al akbar) dan yang kedua diartikan lebih kepada konsep politik sebagai “perang yang adil” (jihad al asghar). Menurut Richard Bonney dalam karyanya yang berjudul Jihad: from the Quran to bin Laden kedua konsep tersebut di atas senantiasa berubah sesuai perkembangan zaman. Pertama, ketika masa-masa peradaban Islam dibangun yang belum ada batas kekuasaan wilayah Islam, jihad diartikan sebagai sebuah konsep perang (qital) namun kemudian pemahaman ini berubah ketika pemerintahan Islam telah menentukan batas kekuasaannya. Dalam konteks era modern seperti saat ini di mana negara muslim telah hidup berdampingan secara damai dengan negara non-muslim makna 17


jihad sebagai “perang” justru merupakan suatu yang anakronistis dan merusak reputasi Islam sebagai agama perdamaian dan keselamatan. Tidak banyak yang mengetahui bahwa perintah jihad dengan perang baru turun ketika awal-awal Rasul hijrah ke Madinah. Hal ini berarti selama 13 tahun di Mekah kaum muslimin tidak disyariatkan melawan dan membalas tindakan kaum kafir dengan perang dan kekerasan. Sesaat ketika perintah jihad turun sekitar tahun ke-2 Hijriah umat Islam langsung melakukan peperangan besar pada tanggal 17 Ramadan yang terkenal dengan sebutan Perang Badar yang akhirnya dimenangkan kaum muslimin walau secara jumlah lebih sedikit dibandingkan kaum kafir. Delapan tahun setelah itu tak kurang dari 70 pertempuran militer mulai dari skala kecil sampai besar diizinkan atau dipimpin oleh Nabi sendiri. Walaupun demikian peperangan tetaplah dianggap sebagai hal yang tidak diinginkan, Sohail bahkan menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai “tentara setengah hati” berdasarkan banyak literatur. Dalam beberapa kesempatan Rasulullah mendesak penggunaan cara tanpa kekerasan atau meminta pengakhiran permusuhan lebih awal, sehingga seringkali berhadapan dengan pendapat oposisi keras dari para sahabat. Kristalisasi sikap Beliau terhadap perang sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Hai manusia, janganlah mau berjumpa dengan musuh, dan mintalah pertolongan Allah, tetapi jika kamu berjumpa musuhmu, bersabarlah, dan ingatlah bahwa surga berada dalam kilatan pedang.” Allah yang Maha Mengetahui mengapa syariat jihad baru diturunkan setelah 13 tahun Rasul dan Sahabat menahan diri terhadap cacian, hinaan, dan siksaan. Barangkali kita bisa ambil hikmah dari peristiwa ini bahwa Allah ingin menguji sejauh mana Muhammad dan para 18


sahabatnya bisa bersabar dan bertahan dalam menghadapi segala macam halangan dan rintangan. Barangkali juga Allah ingin menguji kesungguhan para sahabat Rasulullah dalam berislam, apakah mereka tetap akan memeluk Islam atau kembali kafir disebabkan berbagai tekanan dan siksaan yang mereka dapatkan. Barangkali juga Allah melihat kaum muslimin secara kuantitas dan kualitas belum siap untuk berperang ketika masih berada di Mekah, Allah memberi kesempatan agar pondasi akidah dan keimanan harus terlebih dahulu dikokohkan sebelum akhirnya terjun ke medan perang. Atau justru Allah secara tersirat ingin mengabarkan bahwa syariat jihad atau perang adalah jalan terakhir yang dilakukan manakala jalan damai dan diplomasi tidak membuahkan hasil, dan ketika melihat penderitaan demi penderitaan yang dialami oleh kaum muslimin yang harus segera dihentikan. Wallahualam.

                             "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah [2]: 216)

Ketika akhirnya perang tak terelakkan pun kaum muslimin tidak serampangan membabi buta menebas siapa pun lawan yang ada di 19


depan mata. Islam mengajarkan adab-adab berperang untuk tidak membunuh wanita, anak-anak, orang yang sedang beribadah di rumahrumah ibadah, orang-orang tua, serta orang yang sudah pikun, pun tidak merusak tanaman dan membunuh hewan kecuali untuk dimakan dan tidak pula merobohkan bangunan. Tuntunan ini diajarkan oleh Abu Bakar As Shidiq kepada Yazid bin Abi Sufyan, kaum muslimin dilarang pula untuk mencincang jenazah kaum kafir yang terbunuh di medan pertempuran. Perang yang dilakukan pun adalah wujud dari pembelaan diri karena membalas serangan kaum kafir dan Allah melarang untuk melampau batas, bilamana kaum kafir menyerah dan bertobat maka perang harus dihentikan. Begitulah sejatinya jihad dimaknai sebagai perintah suci agama, walaupun wujudnya perang namun dilakukan secara beradab dan menghindarkan diri dari kerusakan yang lebih dahsyat, lebih jauh perang sesungguhnya adalah jalan terakhir ketika jalan-jalan yang lain telah dilakukan dan menemui kebuntuan. Namun demikian, Sohail menjelaskan bahwa menurut Ibnu Rushd, para ahli hukum islam abad pertengahan berbeda pendapat tentang kapan perang harus dihentikan. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan yang terkesan kontraproduktif antara “ayat-ayat damai” dan “ayat-ayat perang” dalam Alquran. Sebagai contoh QS. 8: 61 tentang ayat perdamaian harus dihadapkan dengan QS. 9: 5 dan 29 yang berisi perintah peperangan. Ibnu Rushd dan beberapa ahli hukum islam berpendapat bahwa ayat-ayat perang harus dimaknai dalam konteks ayat-ayat perdamaian sehingga penguasa atau imam kaum muslimin wajib mengakhiri perang bila diperlukan. Di sisi lain, sebagian ahli hukum berpendapat bahwa ayat-ayat perang harus tetap dimaknai sebagai ayat peperangan terhadap kaum kafir sampai mereka semuanya dimasukkan ke dalam darul islam. Golongan ini menjustifikasi 20


pendapatnya dengan kenyataaan bahwa ayat-ayat perang diturunkan setelah ayat-ayat damai, maka menurut mereka perintah untuk melakukan jihad melawan non-muslim telah menggantikan izin untuk melakukan hubungan damai. Tetapi terkait dengan tujuan jihad dengan perang mayoritas ahli hukum abad pertengahan sepakat bahwa hal itu bukan ditujukan untuk memaksa orang kafir untuk masuk islam, karena akan bertentangan dengan beberapa ayat Alquran, diantaranya dalam QS. 2: 256 dan QS. 10: 99.

Bassam Tibi, seorang professor hubungan internasional kelahiran Damaskus, Suriah yang mengajar di George August University, Gottingen, Jerman dalam tulisannya yang berjudul Perang dan Perdamaian Dalam Islam sebagaimana dimuat dalam buku Etika Politik Islam mengatakan bahwa dalam doktrin Islam klasik, konsep perang dipahami lewat dua cara. Pertama, perang dalam makna bahasa, pertempuran (qital) yang dalam islam dipahami sebagai pilihan terakhir untuk mengikuti aturan Alquran untuk menjamin penyebaran Islam, biasanya ketika non-muslim menghalangi upaya-upaya penyebaran islam. Dan yang kedua, perang sebagai sebuah kondisi permanen antara orang islam dan kafir. Namun demikian Alquran membedakan antara perang (qital) dan agresi (‘idwan), Alquran melarang orang-orang islam untuk menjadi agresor (QS. Al Baqarah [2]: 190).

              

21


"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS.Al Baqarah [2]: 190)

Imam Yahya dalam tulisannya yang berjudul Jihad dan Perang Dalam Literatur Muslim yang dimuat dalam buku Islam dan Urusan Kemanusiaan menjelaskan bahwa konsep perang dalam Islam baru dilakukan manakala telah dalam kondisi yang mendesak, yakni yang pertama karena kaum muslimin dianiaya dan untuk mempertahankan diri (QS. Al Hajj [22]: 39-40), dan yang kedua karena kebebasan agama yang terampas (QS. Al Baqarah [2]: 216). Dalam perspektif politik, perang sejatinya adalah politik dalam bentuk lain. Hal ini sebagaimana yang dikenalkan oleh ahli strategi militer berkebangsaan Amerika yang bernama Clausewitz yang mengatakan bahwa perang adalah kelanjutan dari strategi politik dan baru akan dilakukan jika negosiasi politik gagal. Hampir pasti pemahaman inilah yang melandasi Amerika Serikat di banyak kesempatan senantiasa menggunakan kekuatan militer dalam rangka melancarkan agenda-agenda politiknya. Dalam bahasa berbeda Syafi’iyah berkata:

“Diwajibkan jihad itu karena ada sebab, bukan suatu tujuan akhir, karena yang menjadi tujuan akhir adalah memberikan hidayah bagi orang kafir. Maka membunuh orang kafir itu bukanlah tujuan, karena apabila mereka sudah mendapatkan hidayah, jihad (dengan perang) bukanlah cara yang terbaik” 22


Lalu bagaimana seharusnya konteks jihad saat ini kita dudukkan? Tentu kondisi saat ini sangatlah berbeda dengan ketika dahulu zaman Rasulullah atau para sahabat. Saat itu jihad dengan qital (perang) menjadi semacam kewajiban yang harus ditunaikan bila tidak ingin umat Islam yang hanya hitungan jari binasa dan terputuslah risalah Islam di dunia. Ancaman bagi orang-orang yang enggan turun ke medan jihad juga tidak main-main sebagaimana dijelaskan dalam Alquran balasannya adalah neraka jahanam yang apinya menyala-nyala.

                               “Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (QS. At Taubah [9]: 38)

                             

23


"Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui." (QS. At Taubah [9]: 81)

Maka ketika kini jumlah umat Islam yang miliaran banyaknya dan Islam menjadi agama dengan jumlah pemeluk terbanyak kedua di dunia bahkan diprediksi beberapa tahun ke depan akan menjadi mayoritas tentu sangatlah banyak pilihan perjuangan yang bisa dilakukan untuk menafsirkan perintah jihad selain dengan jalan kekerasan dan peperangan karena makna kata jihad sendiri adalah "bersungguhsungguh." Bersungguh-sungguh dalam setiap apa pun yang kita lakukan selama itu dalam koridor kebaikan. Jihadnya seorang pelajar dan mahasiswa adalah dengan belajar yang tekun. Jihadnya guru, dosen, ustaz, ustazah adalah dengan mendidik dan mengajar dengan baik. Jihadnya anak adalah dengan berbakti kepada kedua orang tua sebagaimana kisah seorang sahabat yang meminta izin ikut berperang tapi dilarang oleh Rasulullah dan diminta untuk merawat orang tuanya yang masih hidup. Jihadnya orang tua adalah dengan merawat anak, mendidik, dan menyayanginya. Jihad seorang bapak dan suami adalah dengan bekerja mencari nafkah yang halal, mendidik anak dan istrinya. Jihad seorang istri dan ibu adalah dengan menjaga kehormatan diri, suami, dan keluarganya, mematuhi perintah suami, mendidik anak-anak, dan seterusnya. Semua itu adalah tergolong jihad, jihad dalam pengertian yang seluas-luasnya, jihad yang damai dan tidak perlu dengan mengangkat senjata, menyisakan permusuhan, kerusakan, dan air mata. 24


Bahkan dalam Alquran disebutkan haruslah ada segolongan umat yang harus tetap menuntut ilmu dan memberikan peringatan serta tidak perlu ikut semuanya untuk terjun ke medan perang.

                         'Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. At Taubah [9]: 122)

Jihad dengan soft power sebagaimana yang penulis sebut di atas tidak dalam maksud untuk mengerdilkan perintah "perang suci" dalam Alquran karena sesungguhnya kaum kafir itu baik dari golongan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun kaum musyrikin sampai dengan yaumul qiyamah tetap tidak akan rela Islam berjaya. Sebagaimana pendudukan Zionis Yahudi atas tanah Palestina yang tak kunjung ada habisnya, mereka diusir dari negerinya sendiri, diperangi hingga tidak ada lagi yang tersisa. Maka terhadap musuh yang terang benderang demikian umat Islam wajib melakukan perlawanan dan perjuangan karena

demikianlah

yang

diperintahkan

oleh

Alquran.

Namun

perlawanan itu pun harus dilakukan sebagaimana yang agama 25


tuntunkan, terukur, dan tidak serampangan dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang menguasai medan dan siasat perang disamping telah kokoh benteng keimanan.

                       "Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Mumtahanah [60]: 9)

Sesungguhnya hari ini yang dikhawatirkan adalah ketika sebagian kecil dari umat ini memilih jihad dengan kekerasan dan peperangan namun musuh yang dilawan masih samar-samar bahkan terkesan ngawur karena juga menjadikan orang-orang mukmin sebagai target sasaran. Menganggap semua tempat di bumi sebagai medan perang sehingga merasa benar ketika melakukan serangan, pengeboman, dan lain sebagainya di negeri yang sesungguhnya tidak dalam kondisi peperangan. Lebih jauh orang-orang yang awam yang masih belum kaffah keislamannya, yang tidak mengetahui siasat dan adab perang justru dijadikan garda terdepan. Maka benarlah sabda Rasul bahwa tinggal menunggu kehancuran saja bila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya. Bila tidak diantisipasi tanda-tanda kehancuran Islam yang kini mulai tampak dengan adanya stigma negatif sebagai agama 26


kekerasan, teroris, bar-bar dan semacamnya hanya gara-gara ulah segelintir manusia yang salah memaknai teks-teks kitab suci akan semajin meluas. Jihad sebagai panggilan suci kini terkotori oleh orangorang yang mengaku berjuang tapi sebenarnya tanpa didasari ilmu yang mumpuni. Peristiwa pengeboman bunuh diri yang terjadi beberapa kali di dalam negeri termasuk yang terakhir terjadi kemarin yang menyebabkan korban jiwa baik dari umat Islam maupun non-muslim tetaplah tidak dapat dibenarkan. Meskipun ada khilaf diantara para ulama tentang hukum bom bunuh diri, di mana sebagian membolehkan (dengan syarat dan ketentuan berlaku) karena merupakan bagian dari siasat perang dan adanya unsur dhorurot disebabkan berada dalam kondisi peperangan namun sebagian ulama yang lain mengharamkan karena membinasakan diri adalah terlarang dalam Alquran dan dianggap sebagai salah satu bentuk keputusasaan dalam berjuang dan menggapai rahmat Allah yang juga terlarang di lakukan. K. H. Mu’ammal Hamidy dalam bukunya yang berjudul Islam Dalam Kehidupan Keseharian tatkala ditanya tentang hukum bom bunuh diri Beliau menerangkan bahwa pada dasarnya semua bentuk bunuh diri adalah terlarang dalam islam, sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran dan Hadis.

          … “…Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’ [4]: 29) 27


ُ ‫نار جهن ه َم‬ ِ ‫َم ْن قَت َ​َل نَ ْف َسهُ بِ َح ِد ْي َد ٍة فَحديدتُهُ فِ ْي يَ ِد ِه يتوجهأ بِهَا فِ ْي بطنِ ِه في‬ ‫خالدًا ُمخلهدًا فيها أبدًا‬ “Siapa saja yang membunuh dirinya sendiri dengan alat besi, maka alat besinya itu akan berada di tangannya yang ditusuk-tusukkan ke perutnya nanti di hari kiamat di neraka jahanam, dengan kekal abadi di sana.” (HR. Bukhari dan Muslim)

ُ‫صلهى َّللاُ َعلَي ِه َو َسل ه َم بِ َرج ٍُل قَت َ​َل نَ ْف ُسه‬ َ ‫ال أُتِ َي النهبِ ُّي‬ َ َ‫ابشر ب ِْن َس ُم َرةَ ق‬ ِ ‫ع َْن َج‬ )‫ُصلِّ َعلَ ْي ِه (رواه مسلم‬ َ ‫بِ َم َشاقِص فَلَ ْم ي‬ “Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Didatangkan kepada Nabi seorang laki-laki yang mati karena bunuh diri dengan sebilah pisau besar, tetapi Beliau tidak mau mensalatinya.” (HR. Muslim)

Namun jika dihadapkan pada kondisi dhorurot demi kejayaan islam dan sebagai satu-satunya jalan untuk mengalahkan musuh maka menurut Kiai Mu’ammal hal itu bisa dibenarkan dengan syarat harus dilakukan dengan perhitungan yang matang dan secermat-cermatnya oleh pihak yang berkompeten. Sebisa mungkin juga dihindari timbulnya korban manusia yang tidak berdosa dan terlarang dibunuh dalam peperangan apalagi sesama muslim karena hal itu jelas dilarang dalam Alquran.

28


             …  …        “…Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya...” (QS. Al Maidah [5]: 32)

Pendapat Kiai Mua’ammal yang membolehkan hukum bom bunuh diri ini disandarkan pada kasus Nu’aim bin Mas’ud yang meminta izin kepada Rasulullah untuk menyusup ke dalam pasukan kaum kafir dengan maksud mengadu domba mereka. Padahal tindakan menyusup ke tengah-tengah kaum kafir dapat dikatakan sebagai tindakan “bunuh diri” karena beresiko sangat tinggi. Rasulullah yang awalnya melarang namun setelah Nu’aim dapat menyakinkan akhirnya Rasulullah mengizinkan. Kepercayaan Rasulullah tersebut dibayar lunas oleh Nu’aim yang berhasil selamat dan sukses menjalankan misinya untuk membuat kocarkacir pasukan kaum kafir. Hal yang senada pernah juga dilakukan oleh seorang laki-laki dari Azdi Syanu’ah yang menghadang pasukan musuh sendirian dalam perang Damsyik di bawah pimpinan Amr bin Ash. Tatkala orang-orang berteriak dan mengatakan bahwa tindakan tersebut berarti bunuh diri, Amr bin Ash justru membenarkannya.

29


Meskipun demikian, khusus untuk kasus-kasus teror termasuk di dalamnya bom bunuh diri yang dilakukan di negeri-negeri yang aman dan bukan medan perang seperti Indonesia maka sungguh tindakan tersebut adalah sesat menyesatkan dan tidak dapat dimaafkan. Para pelakunya tak ubahnya orang-orang pengecut yang tak berani hidup dan bersusah payah melakukan kerja-kerja nyata yang bermanfaat untuk sesama dan agama namun lebih memilih mati dan mematikan orang lain karena

menginginkan

surga

yang

katanya

telah

menunggu

kedatangannya. Jihad sesungguhnya adalah jihad berani untuk hidup, berani untuk menghadapi tantangan-tantangan di dalamnya, bukan berani untuk mati dan binasa, itu namanya berputus asa! Maka sebenarnya di jalan siapakah mereka berjuang? Di jalan Tuhan ataukah di jalan setan? Kalau mereka beriman tentu yang dilakukan selalu berlandaskan aturan Tuhan.

                       "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah." (QS. An Nisa’ [4]: 76)

Islam Indonesia, Islam Wasathiyah, Islam yang Ramah Perintah untuk menjadi umat yang wasathiyah, pertengahan, dan moderat (ummatan washatan) secara eksplisit maupun implisit telah 30


diterangkan dalam Alquran dan Hadis. Wasath secara umum berarti tengah, proporsional, moderat, seimbang, adil, tidak ekstrem kiri mapun kanan. Hal ini sebagaimana pendapat beberapa mufassir dalam memaknai kata tersebut, Ibnu Katsir menafsirkan kata wasath ini sebagai al khiyar wal ajwad (pilihan dan yang terbaik), senada dengan pendapat Imam At Thabari yang memaknai ummatan wasathan sebagai umat yang ‘adl (adil) dan khiyar (pilihan). Pendapat lainnya ialah seperti yang dikatakan oleh Ibnu Faris, wasath bermakna adil dan pertengahan, sedang menurut Al Zubaidi berarti yang paling utama (afdal).

            “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. Al Baqarah [2]: 143)

Muhbib Abdul Wahab dalam tulisannya yang dimuat di Harian Online Republika edisi 16 Maret 2014 dengan judul Ummatan Washatan mengidentifikasi 3 sifat yang melekat pada diri islam moderat, yakni: Pertama, Al Khairiyah (serba berorientasi yang terbaik), kedua Al Bainiyyah (pertengahan, moderat, tidak ekstrem kiri atau kanan), dan yang ketiga, senantiasa berada pada Al Shirat Al Mustaqim (jalan yang lurus). Menurut Ibnu Taimiyah, Islam adalah agama yang moderat dan 31


jalan tengah, tidak berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk dalam masalah beragama (ghuluw), dalam beribadah kepada Allah dan dalam mencintai Rasulullah. Oleh karenanya Islam tidak mengenal konsep rahbaniyah (kerahiban) sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka

sebagai

Tuhan

selain

Allah.

Beliau

(Ibnu

Taimiyah)

menambahkan berada di jalan yang lurus dan benar merupakan puncak moderasi karena berada di tengah-tengah kebenaran dan tidak menyimpang.

                        “Katakanlah:

"Hai

ahli

kitab,

janganlah

kamu

berlebih-lebihan

(melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS. Al Maidah [5]: 77)

                          “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih 32


putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah [9]: 31)

Secara ringkas ummatan washatan adalah suatu sikap untuk tetap berada di tengah-tengah dalam memandang suatu masalah; seimbang, dan senantiasa proporsional dalam masalah hablun minallah dan hablun minannas, akhirat dan dunia, material dan spiritual, individu dan sosial (komunal), Ketuhanan dan kemanusiaan, akal dan wahyu, masa lalu dan masa depan, duka dan bahagia, kikir dan boros, dan seterusnya.

            “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqan [25]: 67)

                 "(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak

33


menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Al Hadid [57]: 23)

Konsep wasathiyah dalam Islam diperkuat dengan peristiwa lain yang menceritakan bahwa Jabir RA meriwayatkan sebuah sabda Nabi yang berbunyi: “Aku diutus dengan membawa agama yang lurus lagi toleran, atau (dalam redaksi lain) mudah; siapa pun yang menyalahi tradisiku, dia bukanlah bagian dariku”. Dalam kesempatan lain, Ibnu Mas’ud RA dan Jabir Ibn ‘Abdullah RA menyampaikan bahwa suatu ketika mereka melihat Rasulullah SAW membuat sebuah garis lurus dengan tangan beliau sendiri, kemudian bersabda: “Inilah jalan Allah yang lurus.” Setelah itu Beliau membuat lagi dua garis di sebelah kanan dan kiri garis sebelumnya dan lalu berkata: ”Inilah jalan-jalan (yang lain). Tidak satu pun jalan darinya, kecuali terdapat setan yang menyeru kepadanya. Kemudian Rasulullah membacakan ayat dalam Surat Al An’am ayat ke153. Dari peristiwa ini dapat diketahui bahwa Nabi tidak memilih garis yang kiri maupun kanan namun garis yang tengah. Secara simbolik hal ini bisa dimaknai bahwa Rasul hendak memberikan pelajaran kepada umatnya untuk senantiasa berada di tengah-tengah, tidak condong ke kiri maupun ke kanan dalam beragama.

                    “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), 34


karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am [6]: 153)

Lalu, bukankah Islam masuk ke tanah air tercinta ini dengan damai, tanpa kekerasan, tanpa peperangan, dan tanpa pertumpahan darah? Negeri yang awalnya berisi kepercayaan animisme dan dinamisme lalu dilanjutkan dengan era Hindu-Budha kini telah berubah menjadi negeri dengan mayoritas muslim di dalamnya. Islam masuk dan berkembang di Indonesia lewat perdagangan, hubungan perkawinan, lewat akulturasi budaya dan jalan damai lainnya. Watak Islam Indonesia yang sejak dahulu terkenal sebagai Islam yang moderat, toleran, ramah, damai haruslah tetap dijaga. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus dihayati dan dilaksanakan oleh semua anak bangsa tak terkecuali umat Islam sebagai umat mayoritas di negeri tercinta. Bangsa ini dahulu diperjuangkan oleh seluruh anak bangsa dari berbagai macam latar belakang suku, ras, dan agama. Bangsa ini menjadi besar karena mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dari segala macam perbedaan yang dimiliki tanah air Indonesia. Umat Islam harus menjadi teladan bagaimana seharusnya menghargai sebuah perbedaan, yang mayoritas tidak menindas minoritas, yang minoritas tidak menyinggung yang mayoritas. Masing-masing harus tahu diri dan berbuat sesuai dengan porsinya. Pemerintah pun harus pandai dalam mengelola perbedaan agar perbedaan itu bisa menciptakan kekuatan. Umat Islam sebagai umat mayoritas tentu tidak bisa disamakan perlakuannya dengan mereka yang minoritas. Ibarat orang gemuk dan kurus, maka yang gemuk tidak bisa dipaksakan memakai baju 35


yang sama

ukurannya

dengan yang kurus, bukan bermaksud

diskriminasi namun harus sesuai porsi. Dan itulah sebenarnya yang dimaksudkan dengan konsep keadilan, sesuai dengan porsinya, bukan sama rata sama rasa sebagaimana yang diusung oleh kaum sosialis. Tumbuh kembangnya paham-paham radikal beberapa dekade terakhir di Indonesia harus sigap dicari tahu penyebabnya. Karena sejatinya sifatsifat tersebut bukanlah otentik milik Islam Indonesia. Kecurigaan bahwa benih-benih terorisme di tanah air adalah karena pengaruh dari luar Indonesia boleh saja dijadikan hipotesis. Justru jika itu penyebabnya maka relatif lebih muda pencegahannya karena tinggal membendung dan memblokade pengaruh-pengaruh paham radikal dari luar negeri masuk ke Indonesia. Kekhawatiran terbesar banyak kalangan justru tertuju pada kemungkinan paham-paham radikal itu lahir dan tumbuh subur disebabkan oleh faktor internal kondisi bangsa dan jika hal ini yang terjadi maka lebih sulit lagi untuk memberantasnya. Kemiskinan, diskriminasi, bobroknya penegak hukum, banyaknya korupsi yang terjadi, kekerasan oleh aparat yang mendapatkan pembiaran adalah faktor-faktor yang sangat berpotensi menjadi sebab munculnya paham-paham radikal di tubuh anak bangsa. Seakan-akan para pengusung paham radikal itu memposisikan dirinya sebagai pemberontak yang siap melawan segala macam bentuk ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa. Maka kritik terhadap program deradikalisasi yang digawangi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agaknya mulai bisa dipahami sebabnya. Jangan sampai program pemberantasan terorisme malah akan melahirkan teroris-teroris yang baru disebabkan oleh tindakan tak beradab para aparat yang begitu mudah menembakkan senjata. Radikalisasi harusnya 36


ditangkal dengan program-program moderasi, mengembalikan corak beragama setiap anak bangsa kepada nilai-nilai genuine Islam Indonesia. Disamping pemerintah, penegak hukum, para pemuka agama dan kita semua harus introspeksi diri, jangan-jangan kita turut andil dalam menciptakan teroris-teroris selanjutnya. Mari kita bentengi diri dan keluarga dari pemahaman parsial tentang agama, menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan keji yang mencederai keluhuran ajaran agama Islam yang kita cinta. Zunly Nadia dalam tulisannya yang dimuat di buku Islam dan Urusan Kemanusiaan dengan judul Konsep Jihad dan Perang Dalam Tafsir Al Mishbah Karya Muhammad Quraish Shihab menjelaskan pandangan Quraish Shihab ketika berbicara tentang konsep jihad dan perang serta relevansinya dengan masyarakat Indonesia yang pluralistik. Beliau mengatakan bahwa perang bisa dilakukan sebagai jalan terakhir ketika tidak ada lagi solusi lain (jalan damai) yang bisa dilakukan dalam menghadapi perselisihan. Perang diizinkan manakala umat Islam berada dalam kondisi yang tertindas dan teraniaya. Bagi Quraish Shihab, perang adalah upaya dalam mempertahankan diri (defensif) dan tidak sama dengan terorisme. Pandangan Quraish Shihab ini bagi penulis sangat Indonesia dan Pancasilais yang sangat berbeda dengan pendapat pemimpin Ikhwanul Muslimin di Mesir, Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Dzilalil Quran yang bependapat bahwa jihad tidak hanya bermakna defensif namun juga harus ofensif untuk merealisasikan syariat Allah dalam kehidupan. Quthb mengatakan bahwa jihad merupakan keharusan bagi dakwah apabila penjelasaan dirasa tidak cukup, baik ketika negara Islam dalam kondisi aman maupun saat mengalami gangguan dari negeri-negeri non-Islam. Quthb bahkan tegas mengkritik mereka yang memaknai jihad sebagai perang defensif (mempertahankan dan 37


membela diri dari serangan musuh) sebagai orang yang kurang pemahamannya terhadap agama dan kalah terhadap tipu daya para orientalis yang mereduksi makna jihad. Tentu pendapat Sayyid Quthb yang demikian ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultur tempat di mana ia berfatwa. Dalam konteks keindonesiaan pendapat Quraish Shihab lah yang menurut penulis lebih relevan digunakan karena mewakili cita rasa asli Indonesia dan mengingat bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultural dan telah terbiasa hidup damai berdampingan satu dengan lainnya.

Khotimah Sesungguhnya telah amat jelas watak kasih sayang dan welas asih ajaran Islam. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan di banyak ayat dan Hadis bahwa islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Allah SWT, Tuhannya kaum muslimin tak kurang-kurangnya di dalam Alquran disebut sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi, Mahacinta, dan seterusnya.

                              “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun ‘alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa 38


yang berbuat kejahatan diantara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al An’am [6]: 54)

           “Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Hud [11]: 90)

               “Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl [16]: 7)

Muhammad SAW, nabinya kaum muslimin juga disebutkan di banyak ayat dan riwayat sebagai nabi dan rasul yang berakhlak mulia, penuh dengan cinta kasih kepada sesama, tidak hanya kepada kaum muslimin saja namun juga kepada kaum kafir yang memusuhinya. Salah satunnya disebutkan di dalam Surat Ali Imran ayat yang ke-159 39


                                   “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah

mereka,

mohonkanlah

ampun

bagi

mereka,

dan

bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya.” (QS. Ali Imran [3]: 159)

Memperjuangkan dan menegakkan agama ini memang banyak cara yang bisa dilalui. Namun dari sekian banyak cara itu marilah kita pandaipandai memilah memilih cara dan metode mana yang lebih sesuai. Salah memilih jalan maka boleh jadi tidak sampai ke tujuan namun malah akan merugi. Yang tidak banyak disadari adalah bahwa orang-orang ghairu Islam melihat Islam pertama kali bukan dari Alquran atau Hadis namun dari perilaku umat Islam sendiri. Ketika umat Islam ini identik dengan kekerasan maka seperti itulah persangkaan yang muncul tentang Islam, ketika umat ini bodoh dan terbelakang maka seperti itu pula penilaian mereka tentang Islam, di saat kondisi negeri-negeri muslim kumuh, miskin, dan korup maka seperti itu pula wajah Islam yang mereka yakini.

40


Islam jalan damai adalah salah satu solusi yang nampaknya bisa menjadi antitesis Islam radikal atau garis keras yang terlanjur dianggap sebagai wajah Islam sesungguhnya, khususnya di dunia barat dan negeri-negeri minoritas muslim lainnya. Islam jalan damai tidak lantas dimaknai sebagai Islam yang bisa berdamai dengan siapa pun tanpa terkecuali, termasuk berdamai dan bersahabat karib dengan golongan-golongan yang nyata-nyata memusuhi Islam sepanjang masa. Islam jalan damai adalah Islam yang mengedepankan cara-cara damai dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan. Islam yang ramah, santun, toleran, namun tetap teguh dan kokoh keyakinan serta tegas dalam hubungannya dengan akidah dan keimanan. Islam jalan damai adalah bentuk lain dari Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang tidak menjadi ancaman bagi siapa pun yang bernaung di dalamnya, sebagaimana yang Rasulullah contohkan ketika mendirikan Negara Madinah, umat Islam bisa hidup berdampingan dengan umat lainnya dalam suasana ketenteraman dan perdamaian. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

3 Ramadan 1438 H 29 Mei 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Pengutuk segala bentuk kekerasan atas nama agama

41


#3 MERAIH DERAJAT TAKWA

Muqoddimah Definisi takwa oleh para ulama sangatlah banyak namun takwa secara umum dimaknai sebagai sikap diri untuk menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Pelaksanaan perintah maupun penjauhan larangan yang dimaksudkan tentulah harus didasarkan pada niat yang ikhlas semata-mata karena Allah dan ittiba’ kepada Rasulullah jika itu kaitannya dengan ibadah khusus (mahda). Takwa oleh Imam Ahmad bin Hanbal disebutkan sebagai meninggalkan hasrat nafsu untuk mendapatkan rida Allah, sedang Ibnu Qoyyim Al Jauziyah berpendapat bahwa hakikat takwa adalah beramal dengan penuh ketaatan kepada Allah dengan penuh keimanan dan ihtisab (mengharapkan

pahala)

dalam

melaksanakan

perintah

maupun

meninggalkan larangan. Takwa oleh Prof. Quraish Shihab dimaknai secara lebih sederhana sebagai sikap “berhati-hati”, maksudnya ialah berhati-hati dalam setiap apa yang diucapkan dan dilakukan jangan sampai melanggar segala apa yang dilarang dan dibenci-Nya. Satu-satunya tujuan Allah mewajibkan syariat puasa Ramadan yang secara eksplisit tercantum dalam Alquran adalah agar orang-orang yang telah beriman bisa mencapai derajat ketakwaan. Dengan kata lain meraih predikat takwa itu bisa dilakukan melalui jalan puasa Ramadan sebagaimana yang Allah SWT firmankan. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah hanya dengan bermodalkan puasa Ramadan secara 42


otomatis gelar takwa akan didapatkan? Tentu memahami Alquran tidak bisa dilakukan secara parsial dan sepotong-potong melainkan harus secara utuh dan komprehensif, apalagi sampai memilah-milih ayat, jika sesuai dengan kehendak hati maka akan dilaksanakan namun jika tidak sesuai akan diabaikan. Jika kita merujuk ke ayat lainnya dalam Alquran rupanya puasa saja tidaklah cukup untuk bisa mengantarkan seseorang meraih maqom ketakwaan tanpa dibarengi dengan sikap adil dan suka memaafkan, (pembahasan kedua sikap ini secara khusus akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam tulisan ini) atau dengan kata lain puasa “biasa” saja seperti yang kebanyakan orang lakukan dengan hanya sekedar berpuasa dari makan, minum, dan berhubungan suami istri di siang hari belumlah cukup untuk bisa dijadikan jaminan mendapatkan gelar ketakwaan. Puasa yang bisa berbuah takwa adalah manakala puasa itu tidak sekedar puasanya anggota badan, namun juga dibarengi dengan puasanya hati dan pikiran, puasa demikian oleh Imam Ghazali yang disebut sebagai puasa khusus atau khususil khusus.

               "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al Baqarah [2]: 183)

Perintah agar kaum mukmin bertakwa kepada Allah disebutkan ratusan kali dalam Alquran yang mengandung pengertian bahwa begitu 43


pentingnya derajat ini untuk didapatkan. Umat Islam siapa pun, di mana pun, dan bagaimana pun keadaannya harus berusaha sekuat tenaga, mengeluarkan segala daya upaya agar dapat menjadi hamba Allah yang penuh dengan ketakwaan. Takwa dalam arti sebenar-benarnya yang tidak dikotori oleh motif dan tujuan lain kecuali hanya mengharap keridaan Tuhan.

             "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya." (QS. Ali Imran [3]: 102)

Untuk memperoleh predikat takwa, Allah SWT memerintahkan setiap orang beriman agar saling membantu sama lain. Tidak semestinya orang beriman hanya mementingan dirinya sendiri dan abai terhadap keselamatan orang lain. Tidak sepatutnya orang beriman hanya khusyuk beribadah di dalam masjid namun tidak terjun ke masyarakat untuk berdakwah dan memberi peringatan. Tidak patut pula seorang yang mengaku beriman berdiam diri melihat saudaranya berkubang dalam lumpur kemaksiatan. Menjadi saleh saja tidak cukup namun juga harus bisa menjadi seorang yang mushlih (men-saleh-kan orang lain) karena surga itu masih terlalu luas untuk kita tempati sendiri tanpa mengajak orang lain.

 …            44


"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan

jangan

tolong-menolong

dalam

berbuat

dosa

dan

pelanggaran…" (QS. Al Maidah [5]: 2)

Takwa adalah Kedudukan yang Paling Mulia dan Tertinggi Disebutkan di dalam Alquran bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah yang dikerjakan dimaksudkan agar bisa membantu manusia untuk mendapatkan gelar ketakwaan yang merupakan gelar tertinggi dan

paling mulia.

Penghargaan atas predikat takwa Allah sebutkan dengan kata-kata yang memakai superlative degree yang menandakan tingkat tertinggi atas semua pembandingnya. Allah menyebut orang-orang yang bertakwa sebagai utusan yang terhormat

       "(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat." (QS. Maryam [19]: 85)

Berbeda dengan manusia yang seringkali hanya menilai seseorang dari tampak luarnya, yang sangat mudah terpesona oleh wajah yang rupawan, kedudukan yang tinggi di masyarakat, dan harta yang melimpah. Lebih terpana dengan sesuatu yang tampak "wah" namun sejatinya hanya kosmetik belaka dibandingkan dengan sesuatu yang 45


nampak biasa namun otentik dan apa adanya. Penglihatan manusia acapkali menjadi kabur jika dihadapkan pada perhiasan-perhiasan dunia yang sebenarnya hanya fatamorgana. Namun penglihatan Allah meliputi segala sesuatu, bahkan kepada apa-apa yang masih tersembunyi di dalam hati setiap manusia. Allah-lah sebaik-baik hakim yang adil dalam memutuskan suatu perkara. Tak terkecuali dalam menilai seseorang yang dipandang paling mulia. Semua manusia di dunia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah apa pun warna kulit, suku, ras, bangsa, strata pendidikan, status sosial maupun harta kekayaannya. Satu-satunya pembeda manusia satu dengan lainnya di hadapan Allah hanyalah tingkat ketakwaanya. Dan Allah memuji orang-orang yang paling takwa diantara manusia sebagai orang yang memiliki kedudukan yang paling mulia di sisi-Nya.

 …      "Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu…" (QS. Al Hujurat [49]: 13)

Selangkah Lebih Dekat Menuju Takwa Di dalam Alquran, Allah memberikan petunjuk tentang amalan-amalan yang bisa mendekatkan kita kepada derajat ketakwaan. Sebagaimana yang telah penulis sampaikan dalam muqoddimah bahwa puasa (lahiriah) saja tidak cukup untuk bisa meraih predikat takwa namun harus dibarengi dengan puasa batiniah yang berwujud amal kebaikan. 46


Setidaknya yang penulis bisa sajikan ada 2 jenis amalan yang bisa kita lakukan untuk dapat semakin dekat kepada predikat ketakwaan yang kita idam-idamkan. Pertama adalah ringan dalam memberi maaf terhadap kesalahan orang lain. Sebagai manusia biasa adalah hal yang lumrah pada suatu saat kita berbuat salah kepada orang lain, baik kesalahan yang disengaja maupun yang tidak. Oleh karenanya sebagai insan beriman kita dituntunkan 2 hal dalam kaitannya dengan hubungan muamalah duniawiyah, yakni harus segera meminta maaf manakala bersalah dan bersedia memaafkan bilamana orang lain berbuat salah kepada kita, keduanya adalah sifat yang mulia. Khusus tentang keutamaan memberikan maaf kepada orang-orang yang menyakiti kita diterangkan dalam banyak ayat dan Hadis. Salah satu diantaranya adalah kisah seorang lelaki yang dikabarkan oleh Rasulullah sebagai ahli surga. Kabar ini tentu saja membuat sahabat lainnya bertanya-tanya amalan apakah kiranya yang dilakukan oleh lelaki tersebut hingga membuatnya disebut Rasulullah sebagai ahli surga. Lalu berangkatlah salah seorang sahabat ke rumah lelaki tersebut dan meminta izin untuk menginap selama beberapa hari. Sahabat tersebut ingin melihat langsung apakah gerangan amalan istimewa yang bisa mengantarkan lelaki itu menjadi ahli surga. Singkat cerita hari demi hari, malam demi malam sang sahabat memperhatikan

dengan

seksama

perilaku

lelaki

tersebut

dan

didapatinya sesuatu yang biasa saja, tidak ada amalan yang istimewa. Karena masih diliputi oleh tanda tanya, sang sahabat akhirnya memberanikan diri langsung bertanya kepada lelaki tersebut perihal amalan apa yang sebenarnya ia lakukan hingga Rasul menyebutnya sebagai ahli surga. Sang lelaki tersebut akhirnya paham apa sebenarnya 47


tujuan utama sahabat itu menginap di rumahnya. Sang lelaki kemudian menjelaskan bahwasanya apa yang dia lakukan sehari-hari tidak ada yang istimewa, sama dengan amalan sahabat-sahabat Nabi lainnya namun ada satu kebiasaannya yang boleh jadi inilah yang menjadikannya disebut Rasulullah sebagai ahli surga. Yakni pada setiap malam menjelang tidur, dia berdoa kepada Allah, mengikhlaskan serta memaafkan dosa semua orang baik yang disengaja maupun tidak kepadanya pada hari itu. Dia lakukan kebiasaan itu setiap harinya tanpa pernah terlupa. Subhanallah amalan yang terbilang sederhana namun bisa mengantarkannya ke surga. Di dalam Alquran disebutkan pula bahwa orang-orang yang suka memberi maaf itu dekat dengan takwa, dan takwa itu dekat dengan surga. Penjelasan lebih lengkap tentang bab ini bisa dibaca di tulisan saya sebelumnya dengan judul "Menyegerakan Memohon Maaf dan Ampunan" edisi 2 Ramadan 1438 H.

 …     "Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa…" (QS. Al Baqarah [2]: 237)

Amalan kedua yang bisa mendekatkan diri kita kepada ketakwaan adalah perilaku yang adil, adil dalam setiap perkataan dan perbuatan. Adil ialah menempatkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya. Adil bukanlah sebagaimana yang dijelaskan kaum sosialis dengan istilah sama rata sama rasa. Bukanlah suatu keadilan manakala seorang orang tua memberi uang saku yang sama bagi anaknya yang masih SMP dengan yang sudah kuliah, karena keduanya memiliki kebutuhan yang berbeda. 48


Bukan suatu keadilan pula jika antara murid atau mahasiswa yang pandai dan kurang pandai, yang rajin masuk sekolah atau kuliah dan yang suka membolos oleh dosen atau gurunya diberikan nilai yang sama hanya karena biar tidak ada kecemburuan diantara sesamanya. Adil ialah menempatkan segala sesuatu ke tempat yang semestinya, sesuai dengan porsinya. Perintah untuk berbuat adil juga berulang kali disebut dalam Alquran. Adil menjadi suatu sifat yang sangat penting dimiliki karena seringkali berhubungan dan sangat menentukan nasib orang lain. Dalam perniagaan misalnya, harus adil dalam menakar timbangan. Dalam memutuskan suatu perkara hukum, hakim juga wajib berbuat adil dan membela kebenaran apalagi jika sampai berkaitan dengan nyawa manusia. Dalam pertandingan sepak bola atau apa pun cabang olahraga lainya, wasit harus adil dalam memimpin pertandingan, dan seterusnya. Berlaku adil dituntunkan kepada semua orang tanpa terkecuali, sekali pun kepada orang-orang yang kita benci. Lawan dari adil ialah zalim yang harus sekuat mungkin kita hindari.

 …             "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…" (QS. Al Maidah [5]: 8)

Dalam kitab Minhajul Muslim karangan Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri diceritakan bagaimana adilnya sosok Khalifah Umar bin Khattab RA 49


tatkala memutuskan suatu hukum meskipun melibatkan salah satu gubernurnya. Alkisah ketika itu datanglah seorang pria penduduk Mesir mengadukan perlakuan semena-mena putra Amru bin Ash (Gubernur Mesir) kepadanya. Pria itu terlibat perlombaan pacuan kuda dengan putra sang gubernur dan menang, namun ternyata kemenangannya itu tidak dapat diterima oleh sang putra gubernur sehingga si pria itu dicambuk dengan cemeti. Sang gubernur yang mengetahui hal tersebut rupanya tidak menghukum sang putra namun justru malah mengurung si pria tersebut karena khawatir akan mengadukan ke khalifah. Si pria akhirnya bisa meloloskan diri dan kabur dari penjara untuk melaporkan perlakuan gubernur Amru bin Ash dan putranya kepada Khalifah Umar bin Khattab RA. Mendengar laporan itu Khalifah Umar kemudian mengirim Surat kepada Amru bin Ash untuk memerintahkannya bersama dengan putranya menunaikan ibadah haji ke Mekah. Selepas ibadah haji tersebut, keduanya kemudian menghadap ke Khalifah yang ternyata disambut dengan “qishas” atas segala kezaliman yang mereka lakukan kepada si pria Mesir sebelumnya. Khalifah Umar memberikan cemeti ke pria tersebut dan memerintahkannya untuk mencambuk putra sang Gubernur. Setelah puas mencambuk putra sang gubernur, Khalifah Umar lalu memerintahkan si Pria Mesir tersebut untuk memukulkan tongkat ke kepala Gubernur Amru bin Ash yang telah mendiamkan kelakuan zalim putranya dan justru memenjarakan rakyatnya yang tidak bersalah. Sungguh luar biasa Khalifah Umar, Beliau tidak melindungi oknum bawahannya yang melakukan kesalahan walaupun hanya berhadapan dengan rakyat biasa. Baginya, hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya tanpa pandang bulu, pejabat atau rakyat biasa jika bersalah maka harus siap menanggung akibatnya.

50


Salah satu hikmah sifat adil ialah timbulnya ketenangan dalam jiwa sebagaimana yang dirasakan oleh Khalifah Umar bin Khattab RA. Diriwayatkan bahwa suatu ketika seorang utusan Raja Romawi yang bertugas untuk memata-matai aktivitas Umar telah tiba di Kota Madinah. Di sana ia bertanya kepada penduduk Madinah tentang keberadaan Umar, utusan itu berkata, “Di manakah Raja kalian?”, orang-orang pun menjawab, “ Kami tidak punya Raja, tapi kami memiliki pemimpin dan Beliau sedang pergi ke daerah pinggiran Madinah”. Utusan itu kemudian pergi mencari Umar dan mendapati Khalifah Umar ternyata sedang tertidur pulas di atas pasir dengan berbantalkan tongkat kecilnya. Utusan itu kemudian berkata dalam hatinya, “Orang yang ditakuti semua raja karena kewibawaannya, tetapi seperti ini keadaannya? Sangat sederhana. Wahai Umar, engkau telah berbuat adil sehingga engkau bisa tidur pulas, sedangkan Raja kami berbuat zalim, maka tidak diragukan lagi bahwa ia senantiasa tidak bisa tidur karena merasa takut.” Dalam perspektif berbeda, jika dihubungkan dengan pembelaan Islam terhadap kaum lemah keadilan mengandung konsep anti penindasan dan monopoli terhadap kekayaan. Begitulah yang disampaikan oleh Asghar Ali Engineer dalam bukunya yang berjudul Islam dan Teologi Pembebasan. Menurutnya dalam masalah keadilan, kata kunci yang digunakan di dalam Alquran ialah ‘adl dan qist. Kata kunci pertama yakni ‘adl ternyata bukan diartikan sebagai keadilan namun lebih dekat maknanya ke penyamarataan (equalizing) dan kesamaan (levelling) sedangkan kata kunci kedua qist dimaknai sebagai distribusi, angsuran, jarak yang merata, dan juga keadilan, kejujuran, serta kewajaran. Taqassata salah satu kata turunannya juga bermakna hampir serupa yakni distribusi yang merata bagi masyarakat. Jika digabungkan kedua kata kunci dalam konsep keadilan Islam tersebut bermakna sebagai 51


distribusi yang merata, termasuk di dalamnya adalah distribusi materi sehingga tidak dibenarkan adanya penimbunan kekayaan oleh segelintir orang atau pihak tertentu kecuali dengan tujuan khusus seperti untuk kepentingan sosial.

 …        … “… supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…” (QS. Al Hashr [59]: 7)

Diceritakan oleh Buya Hamka dalam bukunya yang berjudul Lembaga Budi bahwa Hasan Al Bashri, seorang Ulama besar dan masyhur di zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat balasan kepada Sang Khalifah yang meminta fatwa dan nasehat. Hasan Al Bashri berkata: “Ya Amirul Mukminin, bahwasanya Allah Ta’ala menjadikan imam yang adil itu, sebagai peningkat mana yang condong, tempat berlindung orang yang teraniaya, memperbaiki mana yang binasa, menjadi kekuatan bagi yang lemah, membela orang yang tertindas, dan tempat mengadu orang yang kemalangan. Imam yang adil, ya Amirul Mukminin adalah bagaikan seorang pelindung anak yatim yang menerima wasiat dari ayah anak itu ketika dia akan wafat. Imam yang adil tempat penyimpanan barang bagi si miskin, yang kecil diasuhnya dan yang besar dibelanya.” Abu Dzar Al Ghiffari RA, seorang sahabat Nabi yang terkenal sangat jujur dan terhormat yang memiliki nama asli Jundud bin Junadah pernah melayangkan protes kepada Khalifah Ustman bin Affan RA karena saat 52


masa pemerintahan Ustman itulah terjadi penimbunan dan monopoli harta kekayaan oleh segelintir orang sehingga menyebabkan cahaya Islam mulai meredup disebabkan para pemimpin dan orang-orang kaya terlelap dalam kemakmuran. Protes Abu Dzar tersebut didasarkan pada ayat Alquran yang secara tegas melaknat orang yang gemar menimbun kekayaan tanpa mau memperhatikan kondisi sosial kemasyarakatan yang memerlukan pertolongan akibat jatuh dalam kemiskinan. Ayat yang dimaksud itu ialah Surat At Taubah ayat yang ke 34-35. Semangat revolusioner Islam Abu Dzar ini juga bisa dilihat dari pandangannya yang mengatakan bahwa ukhuwah islamiyah tidak akan berarti tanpa pemerataan sosio-ekonomi. Oleh karenanya ia juga sangat kritis terhadap kebijakan Bani Umayyah yang pada waktu itu sangat bersemangat mengkapling-kapling tanah dalam jumlah yang besar untuk kepentingan pribadi. Abu Dzar juga lantang menentang usaha Mu’awiyah yang berniat mengganti istilah mal al muslimin (harta umat Islam) menjadi mal al Allah (harta milik Allah) disebabkan akan memiliki implikasi yang serius, yakni harta kekayaan dapat dipindahtangankan dengan

mudah

menjadi

milik

pribadi

tanpa

harus

ada

pertanggungjawaban terhadap umat Islam. Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada Abu Dzar, ”Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai ada pembesar yang mengambil upeti untuk diri mereka sendiri?”, maka Abu Dzar menjawab, “Demi Allah yang telah mengurus Rasululullah dengan kebenaran akan aku tebas leher mereka dengan pedangku”. Abu Dzar ialah sosok sahabat yang konsisten dan menjadi role model pembelaan Islam terhadap kaum yang tertindas, dimulai saat masih bersama Nabi dilanjutkan saat masa khulafaur rasyidin dan pemerintahan Islam sepeninggal Nabi sampai dengan akhir hayatnya. Bahkan ketika beliau wafat, ia tidak sanggup untuk membeli kain kafan 53


karena hidup dalam kesederhanaan. Rasulullah memuji Abu Dzar sebagai seseorang yang benar lahir dan batinnya, benar pula akidah dan ucapannya.

           …         

  

            “…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At Taubah [9]: 34-35]

Begitu esensinya keadilan dalam Islam yang menjadikannya sebagai salah satu indikator kedekatan seseorang terhadap ketakwaan dipahami betul oleh Ibnu Taimiyah. Pendapat beliau yang sangat terkenal dan tergolong kontroversial ialah tatkala berkata, “Kehidupan manusia di dunia yang diatur dengan keadilan dan kerja sama dengan kejahatan, masih lebih baik daripada dengan tirani yang saleh (pious tyrany). Inilah mengapa kemudian dikatakan Allah lebih “menghargai” negara yang adil 54


meskipun kafir (ma’al kufr) dibandingkan dengan negara yang tidak adil (zalim) meskipun muslim”

Fungsi Takwa Dalam Kehidupan Hidup di dunia hanyalah sementara, ibarat perjalanan panjang yang dimulai sejak sebelum kita dilahirkan (alam roh dan alam kandungan) sampai nantinya kita dihadapkan kepada dua pilihan, surga atau neraka. Dunia hanyalah tempat persinggahan semata, singgah untuk beristirahat sejenak, untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju tempat abadi di akhirat sana. Setidak-tidaknya tahapan perjalanan yang masih akan dilewati oleh setiap manusia di dunia ini ialah alam kubur (barzakh), datangnya hari kiamat (kehancuran hari kiamat), hari manusia dibangkitkan kembali dari kuburnya, hari manusia dikumpulkan di padang mahsyar (yaumul mahsyar), hari perhitungan segala amal perbuatan manusia (yaumul hisab), hari antrian untuk mendapatkan catatan amal perbuatan, sampai nantinya menuju ke surga atau neraka lewat titian shirat (jembatan). Sungguh perjalanan yang masih sangat panjang jika dibandingkan dengan kehidupan di dunia yang hanya berkisar di angka 60 atau 70-an tahun, padahal 1000 tahun di dunia hanya setara dengan 1 hari saja ketika nanti di akhirat sana. Hidup di dunia selain sebagai tempat persinggahan juga merupakan kesempatan kita semua untuk menyiapkan bekal dalam melanjutkan perjalanan. Dan sebaik-baik bekal perjalanan adalah takwa kata Alquran. Perumpamaan bekal takwa ini barangkali seperti bekal makanan 4 sehat 5 sempurna ketika kita dalam perjalanan. Bekal bisa bermacam-macam sesuai dengan selera kita, namun yang terbaik dan menyehatkan tetaplah bekal makanan 4 sehat 5 sempurna. Seperti itulah takwa, ia adalah 55


sebaik-baik bekal yang akan memastikan kita sampai kepada tujuan yang hakiki di surga, mendapatkan keridaan-Nya.

           … “…Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah [2[: 197)

Fungsi lain dari takwa yang disebutkan dalam Alquran adalah sebagai "pakaian" yang mempunyai 2 fungsi utama, yakni sebagai penutup aurat (aib-aib kita) dan sebagai perhiasan yang sedap dipandang mata. Seseorang yang bertakwa kepada Allah pastilah terhindar dari segala macam keburukan-keburukan dunia. Allah akan memuliakan orangorang yang bertakwa di dunia dan akhirat, menutupi segala aib nya dan mengampuni segala dosa-dosanya. Tidak ada kekhawatiran sedikit pun bagi orang yang bertakwa akan terhina di dunia karena Allah sebagai penjaminnya. Seseorang yang bertakwa dalam kehidupan sehari-harinya senantiasa sedap dipandang mata. Karena seorang yang bertakwa pastilah baik budi pekertinya, halus tutur katanya, tidak suka gibah dan memfitnah, tertib ibadahnya, dan baik hubungan sosialnya. Takwa adalah perhiasan yang tiada duanya di dunia. Siapa pun yang melihat dan berinteraksi dengan orang-orang yang bertakwa (muttaqin) pasti akan terpana karena keindahan hati, lisan, dan akhlaknya. 56


               "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik…" (QS. Al A'raf [7]: 26)

Ciri-Ciri Orang Bertakwa Orang-orang yang dianugerahi derajat takwa dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri yang disebutkan dalam Alquran. Pertama, orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa menafkahkan hartanya di jalan Allah, baik dalam bentuk zakat, infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya. Dalam keadaan lapang maupun sempit senantiasa tetap mengeluarkan hartanya seberapa pun banyaknya untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, fasilitas umum, menyantuni anak yatim, orang miskin, orangorang yang tertimpa musibah dan seterusnya. Orang yang bertakwa adalah orang-orang yang berinfak dengan harta yang dicintainya. Kedua, ciri orang yang bertakwa itu mampu untuk menahan amarahnya, disebutkan dalam suatu Hadis orang yang mampu menahan amarah adalah orang yang kuat. Ketika seseorang marah seketika itu pula setan menguasai dirinya, itulah sebabnya dituntunkan ketika kita marah sambil berdiri diperintahkan untuk duduk, ketika duduk masih marah dibuat untuk berbaring, ketika berbaring masih marah maka segeralah mengambil air wudu dan melaksanakan salat karena sesungguhnya setan itu terbuat dari api dan api bisa dipadamkan dengan air. Ciri ketiga 57


seorang muttaqin ialah sebagaimana yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, yakni tentang sikap suka memaafkan kesalahan orang lain. Ketiga sifat ini disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat yang ke-134.

               "(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran [3]: 134)

Orang-orang yang senantiasa bersegera untuk bertobat (dengan tobat nasuha) dan memohon ampun kepada Allah manakala telah melakukan dosa dan salah, baik kepada dirinya, orang lain, maupun kepada Allah adalah ciri keempat seseorang disebut sebagai hamba Allah yang bertakwa. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya dari Surat Ali Imran di atas.

                       

58


"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Ali Imran [3]: 135)

Ciri selanjutnya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al Baqarah ayat 3 dan 4 yaitu, sebagai ciri yang kelima ialah beriman kepada hal yang gaib, termasuk di dalamnya beriman kepada para surga dan neraka. Keenam adalah orang yang senantiasa mendirikan salat. Ketujuh

beriman kepada Alquran dan kitab-kitab terdahulu yang

diturunkan sebelum Alquran, termasuk suhuf-suhuf (lembaran-lembaran wahyu yang tidak dalam bentuk kitab). Dan yang terakhir, kedelapan adalah beriman kepada adanya kehidupan akhirat, sehingga orang yang bertakwa senantiasa dalam kehidupan di dunia ini juga menyiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan kekal di akhirat nantinya.

                      "(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Alquran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,

59


serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat." (QS. Al Baqarah [2]:3-4)

Balasan Bagi Orang Bertakwa Allah SWT menjanjikan balasan yang istimewa bagi orang-orang yang bertakwa baik ketika masih hidup di dunia dengan diberikan rezeki, naungan Allah, pahala yang besar, kemenangan, ampunan, petunjuk dan keberuntungan maupun nanti ketika kehidupan di akhirat dengan dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga yang luasnya seluas langit dan bumi dengan berbagai macam kenikmatan yang tak pernah bisa dibayangkan sebelumnya, mereka kekal di dalamnya. Secara lebih lengkap pahala bagi orang-orang yang bertakwa dijelaskan Allah SWT di banyak tempat dalam Alquran diantaranya dalam QS. 2: 212; QS. 3: 15, 120, 172, 179, 198; QS. 4: 77; QS. 5: 65, 100; QS. 6: 32; QS. 8: 29; QS. 9: 4, 7, 36, 109, 123; QS. 10: 62-63; QS. 12: 57, 109; QS. 15: 45; QS. 16: 30, 63: QS. 19: 85; QS. 24: 52; QS. 25: 15; QS. 27: 53; QS. 39: 20; QS. 39: 73; QS. 64: 16; QS. 65: 2; QS. 68: 34; QS. 77: 41; dan QS. 78: 31.

                        “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak 60


mendatangkan

kemudharatan

kepadamu.

Sesungguhnya

Allah

mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran [3]: 120)

         

"Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Al Baqarah [2]:5)

                         "Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orangorang kafir ialah neraka." (QS. Ar Ra'du [13]: 35)

   "Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu." (QS. Al Lail [92]: 17)

61


       …  "Dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran [3]: 133)

                 "Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (QS. Ali Imran [3]: 136)

Khotimah Ramadan adalah salah satu kesempatan kita untuk berusaha semaksimal mungkin

mendapatkan

disyariatkannya

berpuasa.

derajat Di

takwa

bulan

ini

sebagaimana

tujuan

marilah

semua

kita

memanfaatkan setiap detik yang ada untuk menabung sebanyak mungkin pahala. Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi siapa saja hamba yang beribadah kepada-Nya. Marilah kita semua berlindung kepada Allah dari kerugian besar yang siap menerpa. Lepas dari bulan Ramadan namun tak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Pamit dengan bulan Ramadan namun tak mendapatkan ampunan-Nya. Berpisah dengan bulan Ramadan namun tak mendapatkan derajat takwa padahal belum ada jaminan bertemu Ramadan tahun berikutnya. 62


“Ketika engkau melambung ke angkasa atau pun terpuruk ke dalam jurang, ingatlah kepada-Ku. Karena Aku-lah jalan itu” [Jalaluddin Rumi]

Nasrun minallah wafathun qoriib

Lamongan,

4 Ramadan 1438 H 30 Mei 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dimasukkan ke dalam golongan orang yang bertakwa

63


#4 MERAPIKAN DAN MERAPATKAN KEMBALI BARISAN PERJUANGAN

Muqoddimah Islam adalah agama yang sempurna, penyempurna semua risalah kenabian yang dibawa mulai nabi dan rasul pertama. Kesempurnaan Islam ditandai dengan kemampuan Islam dalam menjawab semua tantangan perkembangan zaman dan relevansinya terhadap perubahan waktu dan tempat (Al Islam shalih li kulli zaman wa makan). Oleh karenanya, ajaran agama harus ditafsirkan sesuai dengan perkembangan manusia dari zaman ke zaman, karena tanpa itu semua, agama tak lagi dapat memberi dampak bagi kehidupan manusia yang dinamis (berubahubah) dan kehilangan “kesempurnaan”nya. Ajaran Islam mengatur semua aspek kehidupan dari perkara yang sederhana sampai urusan bangsa dan bahkan alam semesta. Dari perkara akidah sampai muamalah duniawiyah. Dari masalah dunia sampai nanti kehidupan selanjutnya di akhirat sana. Konsep ke-universalitas-an Islam adalah suatu keniscayaan yang harus diyakini oleh seluruh kaum beriman di mana pun berada. Universalitas Islam menurut Yusuf Al Qardhawi diartikan sebagai risalah Islam yang meliputi seluruh dimensi waktu, tempat dan kemanusiaan. Sedangkan menurut Hasan Al Banna universalitas Islam ialah sistem yang universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Maka sebagai konsekuensinya adalah Islam berada dalam segala lini kehidupan yang 64


mencakup banyak hal seperti negara, pemerintahan, rakyat, keadilan, hukum, ilmu pengetahuan, undang-undang, materi dan kekayaan, jihad dan dakwah, militer dan pertahanan, dan seterusnya. Salah satu perkara yang dituntunkan dalam agama ini sebagai bagian dari ke-universalitas-an Islam adalah perihal berjemaah, berkelompok, atau berorganisasi ketika berjuang dalam segala hal khususnya terkait masalah dakwah dan amal kebaikan. Ada satu ungkapan terkenal (bukan Hadis) yang sebagian orang menisbatkan kepada perkataan Ali bin Abi Thalib RA namun sebagian yang lain memandang ungkapan ini tidak jelas sumbernya dan hanya dibuat oleh seseorang dengan maksud memberi semangat dalam mengorganisasi kebaikan, wallahualam. Terlepas dari itu semua penulis sengaja tetap menyajikan karena ada pesan kebaikan yang bisa kita teladani dan praktikkan.

َ ِ ‫ظا ٍم ي َ ْغلِبُهُ ْالبَا ِط ُل بِن‬ َ ِ ‫ال ن‬ َ ِ ‫ْال َح ُّق ب‬ ‫ظا ٍم‬ "Al-Haq (kebenaran) tanpa terorganisasi akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi."

Setiap manusia di dunia pasti mempunyai cita-cita, keinginan, harapan, tujuan hidup atau apa pun penyebutannya yang semakna dengan itu. Oleh karenanya manusia dituntut untuk senantiasa berusaha dan bekerja keras serta diiringi dengan doa dalam rangka mewujudkan apa yang menjadi keinginannya itu. Pun demikian dengan agama ini, ia menanti untuk didakwahkan dan dilanjutkan risalahnya sampai yaumul qiyamah melalui kerja-kerja dakwah dari setiap hamba-Nya yang beriman 65


sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, sahabat, dan orang-orang saleh terdahulu. Dan untuk mencapai tujuan individu maupun agama itu, Islam menuntunkan untuk melakukannya dengan mendayagunakan kekuatan berjemaah dan berkelompok agar lebih mudah dalam merealisasikannya, serta lebih sempurna hasilnya.

Amal kebaikan

haruslah diorganisasi secara rapi agar memberi dampak yang lebih luas dan efektif di masyarakat.

Perintah

Berjuang Dalam

Barisan

yang Teratur

Dibanding

Sendirian Dituntunkan dalam melakukan amar makruf nahi mungkar maupun tujuan lain asalkan dalam koridor kebaikan untuk dilakukan secara berkelompok dan bersama-sama. Hal ini untuk lebih dapat menjaga tujuan yang diinginkan lebih mudah tercapai dan lebih baik hasilnya. Berpikir dengan satu kepala dengan banyak kepala tentu akan berbeda hasilnya

karena

masing-masing

akan

memberikan

sumbangsih

pemikiran dan saling melengkapi satu dengan lainnya. Bekerja seorang diri dengan tenaga hanya dari satu orang dengan bekerja secara berjemaah yang terdiri dari banyak orang tentu akan memberikan hasil yang berbeda pula.

         "Demi (rombongan) yang bersaf-saf dengan sebenar-benarnya. Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatanperbuatan maksiat).

Dan demi (rombongan)

yang membacakan

pelajaran." (QS. As Saaffat [37]: 1-3) 66


Alquran

menerangkan

bahwasanya

tradisi

untuk

berjemaah,

berkelompok, dan berbaris dalam barisan atau saf yang teratur dalam mengerjakan sesuatu juga dilakukan oleh para malaikat dalam rangka menunaikan perintah Allah. Hal ini diterangkan dalam Surat As Shaffat ayat yang ke-165.

    "Dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah)." (QS. As Saaffat [37]: 165)

Bahkan disebutkan bala tentara Nabi Sulaiman AS yang terdiri dari golongan jin, manusia, dan burung juga diatur dengan rapi dan tertib dalam suatu barisan. Bergerak dalam suatu barisan yang teratur lebih dapat menggetarkan musuh dan menguatkan persatuan antar pasukan. Barisan yang teratur juga menunjukkan bahwa telah terjadi koordinasi yang matang di dalam kelompok tersebut dan telah mempunyai visi dan misi yang sama sehingga lebih sulit untuk digoyahkan dan dikalahkan dibanding dengan pasukan yang tercerai berai apalagi mereka yang sendirian.

          "Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan)." (QS An Naml [27]: 17) 67


Penegasan tuntunan untuk berjuang di jalan Allah secara bersama-sama dalam barisan yang teratur disebutkan oleh Allah dalam Surat As Shaf ayat yang ke-4. Pengertian berjuang atau berjihad di jalan Allah tidak hanya berarti qital (perang) melainkan juga pengertian umum lainnya sebagaimana makna asal kata jihad. Menuntut ilmu karena Allah adalah jihad. Bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarga adalah jihad. Menafkahkan harta untuk pembangunan masjid, musala, dan madrasah juga termasuk jihad. Karena jihad tidak hanya berwujud mengorbankan nyawa namun juga harta. Bahkan di dalam Alquran penyebutan jihad dengan harta didahulukan daripada jihad dengan jiwa atau nyawa, setidaknya disebutkan 5 kali di dalam QS. An Nisa’: 95; QS. Al Anfal: 72; QS. At Taubah: 81; Al Hujurat: 15; dan QS. As Shaf: 11.

            "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang (berjihad atau berjuang) dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. As Shaf [61]: 4)

Keutamaan Berjuang Dalam Barisan dan Jemaah yang Rapi Sesungguhnya keutamaan hidup dan berjuang dalam suatu barisan yang rapi sangatlah banyak disebutkan dalam Alquran maupun Hadis. Setidaktidaknya dalam setiap kita akan memulai salat berjemaah imam dituntunkan agar mengingatkan makmum untuk meluruskan dan merapatkan saf demi kesempurnaan ibadah salat kita. Disebutkan bahwa setan akan menggoda setiap orang yang salat dan masuk ke celah-celah 68


saf yang tidak rapat bagaikan anak domba. Itulah keutamaan pertama berada dalam jemaah yakni tidak mudah untuk digoda setan dalam bentuk

kemalasan,

panjang

angan-angan

dan

lain

sebagainya.

Keutamaan kedua ialah musuh akan gentar menyerang manakala kita bersatu padu dalam satu barisan yang kokoh dan berada dalam kelompok secara bersama-sama. Lihatlah bagaimana singa itu lebih mudah menerkam mangsanya bila sendirian dan terlepas dari kelompok besarnya.

 …             "Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok..." (QS. Al Hashr [59]: 14)

Dan yang ketiga adalah dengan berjemaah akan menghindarkan diri kita dari rasa lemah, takut, lesu, dan mudah berputus asa. Akan banyak sahabat-sahabat

seperjuangan

yang

akan

mengingatkan

dan

memompakan kembali semangat yang mulai sirna. Begitulah hikmahhikmah yang terkandung dalam tuntunan berkelompok dan berjemaah, akan banyak manfaat yang didapatkan dibanding berjuang sebatang kara.

                       69


"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran [3]: 146)

Larangan untuk Berpecah Belah dan Bercerai-berai Hendaklah ketika kini kita berada dalam suatu barisan maka sudah menjadi

kewajiban

untuk

senantiasa

menjaga

persatuan

dan

menghindari perpecahan. Masing-masing bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas dan fungsinya demi meraih tujuan bersama yang diimpi-impikan. Berjemaah laksana membangun sebuah rumah yang tersusun dari berbagai macam bagian. Maka untuk bisa tetap tegak berdiri masing-masing bagian harus bertanggung jawab jawab atas tugasnya disamping membantu tugas bagian lainnya. Yang menjadi atap harus rida berada paling atas terkena hujan dan panas, yang menjadi lantai pun harus legowo tiap hari diinjak-injak dan dikotori kaki-kaki yang melewatinya. Yang menjadi dinding pun demikian, harus rela menahan dirinya dari terpaan angin dan menjadi pelindung agar rumah tidak dimasuki maling maupun hewan. Masing-masing bagian itu harus saling bekerja sama, bersatu, dan tidak saling menegasikan satu dengan yang lainnya, tidak merasa paling berjasa sehingga menafikan peran yang lainnya. Saling menghormati satu sama lain, mengutamakan kemaslahatan bersama dibandingkan kepentingan

pribadinya,

menghindari

perpecahan

dan

merawat

persatuan. 70


 …        "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai..." (QS. Ali Imran [3]: 103)

           "Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)." (QS. Al Mu'minun [23]: 53)

            …           "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu diantaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain..." (QS. An Nahl [16]: 92)

                71


"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." (QS. Ali Imran [3]: 105)

Menyatukan Barisan Hati Sesungguhnya persatuan jasad tak akan berarti apa-apa jika tidak dibarengi dengan persatuan hati. Bersatunya raga tanpa kehadiran jiwa adalah kebohongan belaka dan sesuatu yang sia-sia. Jasadiyah tanpa ruhiyah bagaikan jenazah yang tidak bisa apa-apa. Bersatunya hati adalah pokok perkara yang memberi jaminan adanya persatuan yang sebenarnya. Persatuan raga semata adalah berbahaya jika tidak ada persatuan jiwa. Tampak bersama-sama namun sejatinya dalam hati saling curiga. Tampak bersatu tapi dibelakang saling menggerutu. Tampak bekerja sama namun dalam hati saling menghina.

           … "...Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti." (QS. Al Hashr [59]: 14)

Maka dari itu, barisan yang kuat selalu dimulai dari adanya pertautan yang juga kuat dan melekat di dalam hati. Karena hati adalah inti, baik buruknya perbuatan yang dilakukan tubuh bergantung segumpal darah 72


yang kita sebut hati. Maka benarlah firman Allah SWT bahwa rahasia kemenangan kaum muslimin dahulu dimulai dari bersatunya hati.

                       "Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahagagah lagi Mahabijaksana." (QS. Al Anfal [8]: 63)

             ... "...Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu…" (QS. Ali Imran [3]: 103)

Minoritas Berkualitas Lebih Utama daripada Mayoritas Tak Berkelas Berkelompok dan berjemaah dengan berkumpul dengan banyak manusia yang mempunyai visi dan misi yang sama adalah baik namun jangan sampai

melupakan

kualitas

orang-orang

di

dalamnya.

Allah 73


memperingatkan di dalam Alquran tentang bahaya terlalu bangga sebagai mayoritas namun tidak diimbangi dengan kualitas bahkan lalu menjadi angkuh karena banyaknya jumlah. Seringkali manusia menjadi lupa dan terlena manakala merasa secara kuantitas telah besar dengan banyaknya anggota atau jemaah. Padahal lewat pintu itulah kemudian setan bekerja. Membisikkan ke dalam hati setiap manusia untuk berbangga-bangga (angkuh, congkak, dan sombong) dengan jumlah yang acapkali dibarengi dengan sikap meremehkan golongan lain (musuh) yang lebih sedikit jumlahnya. Setan membisikkan ke dalam dada setiap manusia agar berpuas diri dengan kuantitas dan abai dengan kualitas yang jauh lebih penting untuk dipersiapkan sebenarnya. Setan membisikkan ke dalam telinga setiap manusia untuk lengah dengan menganggap musuh yang lebih sedikit jumlahnya sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan biasa. Maka cukuplah kisah dalam peperangan Hunain berikut menjadi ibrah bagi kita semua.

                          "Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, 74


dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai." (QS. At Taubah [9]: 25)

Menjadi minoritas bukanlah akhir dari segalanya. Tidak perlu takut kalah dan tertindas jika kita telah menyiapkan bekal ilmunya. Menjadi minoritas yang berkualitas lebih utama dibandingkan menjadi mayoritas namun tak berkelas. Telah banyak contoh yang bisa kita jadikan pelajaran. Salah satu diantaranya yang paling terkenal adalah bagaimana dalam Perang Badar kaum muslimin yang hanya berjumlah 313 orang harus menghadapi 1000 tentara kaum kafir Quraisy namun nyatanya bisa meraih kemenangan. Meskipun demikian, akan jauh lebih baik manakala selain bagus kualitasnya namun juga banyak kuantitasnya. Menjadi golongan mayoritas-berkualitas adalah cita-cita yang harus terus diperjuangkan karena akan lebih memudahkan kita dalam menggapai impian serta menebarkan kebajikan.

             ...    "...Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata:

"Berapa

banyak

terjadi

golongan

yang

sedikit

dapat

mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah..." (QS. Al Baqarah [2]: 249)

75


Khotimah Sesungguhnya tujuan apa pun selama dalam kebaikan haruslah diperjuangkan lewat strategi yang terukur, sistematis, dan berkelanjutan. Berjuang seorang diri memanglah sangat mungkin dilakukan namun berjuang dengan banyak orang akan semakin banyak manfaat yang dihasilkan. Masalah-masalah kebangsaan dan keumatan mengantri untuk dituntaskan selain masalah pribadi dan keluarga yang tidak boleh juga untuk diabaikan. Marilah kita rapikan dan rapatkan kembali barisan. Mari bersatu dalam satu perjuangan. Perjuangan untuk menebarkan nilai-nilai kebajikan. Perjuangan untuk melawan segala bentuk kebatilan. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

5 Ramadan 1438 H 31 Mei 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga berada dalam barisan perjuangan yang diridai-Nya

76


#5 MENGGUGAH SEMANGAT KEDERMAWANAN KAUM BERIMAN

Muqoddimah Salah satu kemuliaan ajaran Islam adalah perhatiannya yang sangat besar kepada nasib kaum yang lemah dan papah. Umat Islam dituntunkan untuk dapat memiliki sifat cinta kasih kepada sesamanya. Kepedulian sosial menjadi salah satu indikator seorang bisa disebut beriman atau masuk golongan para pendusta agama (QS. Al Maun: 1-7). Sifat kedermawanan (filantropi) menjadi hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap insan beriman yang menginginkan derajat kaffah. Tidaklah sempurna iman seseorang manakala di dalam hatinya tidak ada memiliki rasa kasih sayang kepada sesamanya.

“Kasih sayang dan toleransi adalah kartu identitas orang Islam” [K. H. Ahmad Dahlan]

Allah dengan sifat pengasih dan penyayang-Nya adalah contoh nyata bagaimana seharusnya manusia bersikap dan bertutur kata. Allah adalah Zat yang cinta kasih-Nya kepada hamba-Nya sungguh luar biasa. Dia menyediakan semua apa yang ada di dunia untuk manusia. Allah pun memberi rezeki kepada semua hamba-Nya, baik yang beriman maupun 77


yang kufur kepada-Nya. Allah juga Maha Pengampun yang siap sedia mengampuni setiap dosa hamba-Nya yang bertobat kepada-Nya. Kasih sayang-Nya selalu melebihi kemurkaan-Nya

                "Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hashr [59]:22)

Sifat kedermawanan juga dicontohkan oleh tuntunan kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Bahkan disebutkan sifat kedermawanan Rasul di bulan Ramadan itu laksana angin yang berhembus saking dermawannya. Rasul adalah orang yang sangat halus budi pekertinya dan siap membantu apa pun kesulitan umatnya. Tatkala ada seorang tamu yang meminta sedekah karena belum makan beberapa hari, Rasulullah memberikan roti terakhir yang dipunyainya padahal ketika itu Rasul sedang berpuasa dan tidak ada makanan lainnya untuk berbuka. Lihatlah pula bagaimana sifat kedermawanan juga dimiliki oleh sahabat Nabi yang mulia. Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan dan sahabat

lainnya

berlomba-lomba

mengeluarkan

hartanya

untuk

kepentingan dakwah. Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya untuk perjuangan agama. Umar bin Khattab memanggul sendiri bahan pangan untuk diberikan kepada rakyatnya. Bahkan boleh dikatakan Islam masih 78


bisa tetap ada sampai sekarang adalah salah satu sebabnya karena spirit kedermawanan

orang-orang

beriman

pada

tiap-tiap

masanya.

Dermawan dalam mengeluarkan harta, jiwa, tenaga, pikiran dan lain sebagainya guna keperluan agama. Lihatlah perintah dalam Alquran, perintah berjihad dengan harta senantiasa didahulukan dibandingkan jihad dengan jiwa (QS. An Nisa': 95; QS. Al Anfal: 72; QS. At Taubah: 81; Al Hujurat: 15; dan QS. As Shaf: 11).

Filantropisme Islam; Antara Cinta Kasih dan Spirit Berbagi Istilah filantropi (philanthropy) adalah kata lain yang digunakan untuk menunjukkan sifat kedermawanan seseorang dan mengandung dua makna utama yakni perasaan cinta kasih dan spirit berbagi. Filantropisme Islam mendasarkan bahwa cinta kasih dan sifat mudah berbagi serta memberi kepada sesama bukan hanya dipengaruhi oleh aspek sosiologis-historis belaka namun juga adanya aspek teologis yang menyertai. Alquran mengabarkan bahwa rasa kasih sayang di dalam hati orang-orang yang beriman adalah merupakan karunia Tuhan. Rasa kasih sayang itulah kemudian yang dapat menumbuh kembangkan sifat kedermawanan insan beriman.

          "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." (QS. Maryam [19]: 96)

79


Salah satu ciri khas sifat kedermawanan adalah tak adanya diskriminasi di dalamnya. Selama dalam keadaan yang lemah dan membutuhkan pertolongan maka harus segera dibantu apa pun latar belakang agama, suku, dan bangsanya. Maka kemudian marilah kita kembali mengingat kisah Rasulullah yang memberi makan seorang wanita Yahudi tua yang buta di pasar Kota Madinah, meskipun berbeda keyakinan dan mendapatkan cacian dari wanita tua tersebut sebagai orang gila Rasulullah tetap menyuapinya, kebiasaan yang terus menerus dilakukan Rasulullah setiap harinya sampai wafatnya. Semoga Allah memberikan rasa kasih sayang dalam hati kita kepada semua hamba-Nya bahkan kepada orang-orang yang kita anggap musuh diantara sesama manusia.

                   "Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi diantara mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Mumtahanah [60]:7)

Spirit berbagi, memberi sebagian rezeki kepada yang membutuhkan maupun menafkahkan harta untuk keperluan perjuangan Islam adalah salah satu wujud kebajikan dalam arti sebenar-benarnya. Gerakan filantropi dalam tataran teknisnya bisa berwujud banyak hal diantaranya menyantuni anak yatim, menganjurkan atau memberi makan orang fakir 80


dan miskin, memberi beasiswa bagi anak-anak kurang mampu, memberi sumbangan bagi pembangunan masjid, musala, dan madrasah, dan lain sebagainya. Allah menjanjikan pahala yang besar bagi orang-orang yang berderma di jalan-Nya.

                             "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (QS. An Nisa’ [4]: 114)

Dalam kaitannya dengan berderma dengan harta, Islam mengatur di banyak ayat tentang siapa saja orang yang layak dibantu beserta prioritasnya. Secara garis besar agama menuntunkan untuk menjadikan keluarga dan kerabat sebagai prioritas utama, setelah itu baru orang lain yang secara langsung tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan kita. Penyebutan memberi sedekah kepada keluarga (orang tua, saudara, karib kerabat) selalu didahulukan dibandingkan dengan yang lainnya. Seandainya dalam anggota keluarga kita ada yang miskin, maka anggota keluarga

tersebut

lebih

berhak

didahulukan

untuk

dientaskan

kemiskinannya dibandingkan yang lainnya. Hal ini bukan dimaknai sebagai diskriminasi dalam memberi pertolongan namun hanya sebagai 81


prioritas manakala dihadapkan pada kondisi yang diharuskan memilih. Perintah

untuk

memprioritaskan

menjaga

diri

dan

keluarga

dibandingkan orang lain dari siksaan api neraka juga terdapat dalam Alquran (QS. At Tahrim: 6).

                         …        "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya... " (QS. Al Baqarah [2]: 177)

Lalu bagaimana seharusnya harta yang kita sedekahkan? Barangkali inilah cobaan terbesar bagi kita semua tak terkecuali bagi penulis juga. (Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua). Dalam QS. Al Baqarah ayat 177 di atas dan juga QS. Ali Imran ayat 92 Islam menuntunkan dan menekankan bahwa harta yang terbaik untuk disedekahkan adalah harta yang kita cintai, bukan harta yang sudah tidak kita ingini, bukan pula barang-barang yang sudah tidak terpakai. Bersedekah dengan harta atau barang yang sisa atau bekas dan 82


seterusnya adalah baik dan insya Allah tetaplah berpahala selama ikhlas niatnya namun yang terbaik tetaplah bersedekah dengan harta yang masih kita cinta. Marilah kita semua berdoa kepada Allah agar dimudahkan dalam menjalaninya karena perkara ini sungguh luar biasa beratnya bagi kita semua manusia biasa.

                "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali Imran [3]: 92)

Menteri

Pendidikan

dan

Kebudayaan

yang

juga

Ketua

PP

Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP dalam paparannya yang berjudul Membangun Karakter Filantropi Melalui Pendidikan pada Kajian Ramadan 1438 H yang diselenggarakan oleh PWM Jawa Timur di dome Universitas Muhammadiyah Malang mengatakan bahwa filantropi dalam pengertian yang lebih luas tidak hanya sekedar berbicara tentang pemberian (charity) namun juga termasuk di dalamnya adalah pemberdayaan (empowerment). Dalam hal gerakan filantropi dimaknai sebagai pemberian atau spirit berbagi pun sangat luas tidak hanya berwujud materi, namun juga banyak bentuk yang lainnya, seperti berbagi ilmu lewat pemberian akses pendidikan, berbagi “sehat” lewat pemberian dan pelayanan fasilitas kesehatan, pemberian pertolongan dalam misi-misi kemanusiaan serta kebencanaan dan lain sebagainya. 83


Filantropi sebagai gerakan pemberdayaan sebagaimana yang telah Kami jelaskan pada bagian pertama dari buku ini dititikberatkan pada usaha untuk mendidik manusia yang lemah dan tidak berdaya untuk bisa menjadi berdaya yang kemudian dengan bekal kemampuannya tersebut bisa bertahan dalam menghadapi segala persoalan hidup yang dihadapinya. Singkat kata, filantropisme Islam berwujud dalam banyak rupa dan bentuknya yang kesemuanya didasarkan oleh aspek teologis sebagai pijakan utama.

“Siapa menjadi muslim yang baik, dengan sendirinya kita akan menjadi sosialis, dan karena kita adalah kaum muslim, maka dengan sendirinya kita adalah sosialis” [H. O. S. Tjokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam]

Dermawan Ciri Orang Beriman Iman adalah keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Iman tanpa amal adalah dusta, perintah iman selalu disandingkan dengan amal saleh di dalam Alquran. Salah satu bentuk amal saleh yang menjadi ciri kaum beriman adalah adanya sifat kedermawanan. Allah memuji kaum Ansar di dalam firmanNya sebagai orang yang benar keimanannya karena memberikan tempat tinggal dan memberikan pertolongan bagi kaum Muhajirin yang sedang berhijrah. Dalam riwayat yang lain bahkan diceritakan kaum Ansar rela untuk menceraikan salah satu istrinya agar bisa dinikahi oleh saudaranya dari kaum Muhajirin.

84


                    "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia." (QS. Al Anfal [8]:74)

Sifat kedermawanan sebagai ciri orang beriman yang dikaitkan dengan pemberian sebagian rezeki di jalan Allah bahkan disebutkan berulang kali dalam Alquran diantaranya ialah dalam QS. As Sajdah ayat 16, QS. Al Anfal ayat yang ke-3, QS. Al Baqarah: 177, dan QS.Al Mu’minun: 4.

            "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan.” (QS. As Sajdah [32]: 16)

   

85


"Dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka." (QS. Al-Anfal [8]: 3)

…   “Dan menunaikan zakat” (QS. Al Baqarah [2]: 177)

     "Dan orang-orang yang menunaikan zakat." (QS. Al Mu’minun [23]: 4)

Balasan Kaum Dermawan Dikarenakan begitu besarnya dampak sosial yang bisa dihasilkan dari sifat kedermawanan diantaranya adalah terentasnya kemiskinan dan terurusnya anak yatim, di mana kefakiran dan kemiskinan adalah salah satu penyebab terbukanya pintu kekafiran maka Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi siapa saja orang beriman yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Apalagi dalam momentum bulan Ramadan yang mulia ini amal ibadah akan berkali kali lipat digandakan kembali sesuai yang Allah kehendaki. Inilah balasan pertama yang Allah janjikan kepada orang-orang beriman yang dermawan.

                          

86


"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah [2]: 261)

Balasan kedua adalah Allah akan mengampuni dosa-dosa orang yang dermawan, suka memberi bantuan kepada kerabat dan orang-orang miskin dan siapa pun yang membutuhkan pertolongan. Kedermawanan adalah jalan lain untuk mendapatkan ampunan. Pembahasan mengenai masalah ini secara lebih lengkap bisa dibaca pada tulisan saya sebelumnya dengan judul "Menyegerakan Memohon Maaf dan Ampunan" edisi 2 Ramadan 1438 H.

                              "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah 87


mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An Nur [24]: 22)

Yang ketiga dan sebagai pamungkas, Allah menjelaskan dalam Alquran Surat Al Insan ayat yang ke-8 bahwa salah satu golongan yang dijanjikan surga adalah mereka yang memiliki ciri-ciri sifat kedermawanan, yang suka memberikan bantuan dan memberikan makan kepada orang-orang miskin dan anak yatim serta kepada mereka yang memerlukan pertolongan. Maka lengkap sudah kebahagiaan orang-orang yang ikhlas menafkahkan hartanya di jalan Allah. Ia akan memperoleh pahala yang berlipat, mendapatkan ampunan, dan akan dimasukkan ke dalam surgaNya Allah SWT. Sungguh nikmat yang tiada terkira.

        "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (QS. Al Insan [76]: 8)

Ancaman bagi Kaum yang Enggan Bersedekah dan Menelantarkan Kaum Duafa dan Mustadh'afin Bila orang-orang yang dermawan dijanjikan surga dan ampunan maka sebaliknya orang-orang yang enggan peduli dengan nasib kaum duafa wal mustadh'afin akan disiksa oleh Allah di dalam neraka. Mereka adalah para pendusta agama yang tidak peduli terhadap nasib sesamanya. "Kejahatan" tidak menganjurkan atau memberikan makan kepada orang miskin disandingkan oleh Allah dengan dosa orang yang tidak beriman 88


dan yang meninggalkan salat. Maka dari itu marilah kita berlindung kepada Allah atas kejahatan yang kelihatan sepele ini namun sejatinya suatu perkara yang besar. Naudzubillahi min dzalik.

                         "Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Mahabesar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin." (QS. Al Haqqah [69]: 31-34)

                   "Tentang

(keadaan)

orang-orang

yang

berdosa,

"Apakah

yang

memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin." (QS. Al Muddatsir [74]: 4144)

Khotimah Sesungguhnya tidak sembarang orang diberi kekuatan untuk bisa menjadi orang yang dermawan. Bukan karena tak dikaruniai harta kekayaaan. Karena yang dimaksudkan sebagai orang dermawan itu tak 89


harus beramal dengan harta yang melimpah jumlahnya. Beramal itu sesuai dengan kemampuannya karena setiap orang diberikan rezeki yang berbeda-beda. Bila pun tak ada harta maka bisa menyedekahkan pikiran atau tenaganya. Banyak jalan untuk bisa menjadi seorang dermawan.

“Dalam cangkir kedermawanan, terdapat porsi untuk bumi” [Anonim, dikutip dari buku Fihi Ma Fihi karangan Jalaluddin Rumi]

Tapi amatlah sangat sedikit kaum beriman yang tergolong di dalamnya. Allah

sudah

mengabarkan

kepada

kita

semua

bahwa

sifat

kedermawanan dan kepedulian terhadap kaum duafa wal mustadh'afin adalah jalan yang sukar dan mendaki, sehingga hanya orang-orang terpilih saja yang bisa melalui.

                                  "Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan atau memberi makan pada hari kelaparan. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan dia (tidak pula) termasuk orangorang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang." (QS. Al Balad [90]: 12-17) 90


Bukankah memang demikian tabiat manusia untuk cinta kepada harta benda dan perhiasan dunia? Itulah barangkali yang menjadi penyebab utama begitu minoritasnya kaum dermawan diantara orang-orang yang beriman. Semoga kita semua tergolong menjadi bagian dari yang minoritas tersebut.

                           "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran [3]: 14) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Di bus kota, dalam perjalanan Lamongan − Malang,

7 Ramadan 1438 H 2 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang masih terus belajar untuk memiliki sifat kedermawanan

91


#6 MENYUDAHI KESEDIHAN, MELANJUTKAN KEHIDUPAN, MENGGAPAI RIDA TUHAN

Muqoddimah Kehidupan dunia hanyalah sementara, sekedar untuk singgah barang sejenak menyiapkan bekal untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan ke kehidupan yang abadi di akhirat sana. Dunia adalah tempat bercocok tanam, akhiratlah tempat memanennya. Apa yang kita perbuat di dunia, di akhiratlah akan kita tuai hasilnya. Kehidupan di dunia ini singkat namun mempunyai arti yang sangat penting karena akan menentukan nasib kita di akhirat. Dunia adalah tempat ujian kehidupan, jika kita mampu melewatinya maka bahagia akan kita dapatkan. Allah SWT mengingatkan bahwa setiap manusia yang hidup di dunia akan melewati dua macam ujian yakni diuji dengan kenikmatankenikmatan dan juga diuji dengan kesulitan-kesulitan. Baik ujian kenikmatan maupun ujian kesengsaraan keduanya harus dihadapi dan dimenangkan. Amat banyak orang yang lulus ujian kesengsaraan namun kemudian kalah ketika diuji dengan kenikmatan, mereka menjadi ingkar dan kufur terhadap segala nikmat yang diberikan. Sebaliknya tidak sedikit pula yang lulus ujian kenikmatan namun tak lulus ketika duji dengan kemelaratan, mereka menjadi kafir dan murtad karena menggadaikan iman hanya demi selembar dua lembar rupiah atau menjadi musyrik karena kemudian pergi ke dukun-dukun dan tempat92


tempat yang dianggap keramat untuk mendapatkan jimat-jimat pesugihan.

             “Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali.” (QS. Al-Anbiya [21]: 35)

Sesungguhnya Allah tatkala akan mengangkat derajat hamba-Nya maka akan terlebih dahulu diuji untuk melihat kesungguhan keimanannya. Allah akan mempergilirkan duka dan bahagia, kejayaan dan kehancuran, kemenangan dan kekalahan diantara manusia. Hal ini memberikan hikmah dan pelajaran kepada manusia agar tidak sombong manakala telah berada pada kondisi yang jaya dan bahagia serta tidak mudah berputus asa ketika berada pada kondisi yang lemah dan kalah.

                           “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah ingin memberi bukti kebenaran kepada beriman (dengan orang-orang kafir) 93


dan menjadikan sebagian diantara kalian sebagai syuhada’. Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim.” (QS. Ali Imran [3]: 140)

Maka segala apa pun kesulitan hidup di dunia ini haruslah dimaknai sebagai ujian dari Allah SWT dalam rangka menguji keimanan kita untuk nantinya Allah akan mengangkat derajat kita di hadapan-Nya. Sesungguhnya sangatlah manusiawi ketika dilanda ujian, kesulitan, dan kesempitan hidup, kita akan merasakan kesedihan. Itu pula lah yang pernah Rasulullah rasakan manakala ditinggal wafat oleh sang istri, Khadijah RA dan paman tercinta, Abu Thalib hingga pada waktu tersebut terkenal dengan sebutan "Tahun Kesedihan". Kesedihan yang mendalam pernah pula dirasakan oleh para sahabat dan kaum muslimin tatkala Rasulullah wafat, bahkan semenjak itulah sahabat Nabi yang suara terompahnya terdengar di Surga, Bilal bin Rabbah tak pernah bisa lagi menyelesaikan azan karena teringat Rasulullah saat sampai di kalimat Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah. Namun kemudian marilah kita melihat bagaimana cara Rasulullah dan para sahabat menghadapi segala kesedihan tersebut. Rasulullah mengganti segala kesedihan dengan amal saleh, diantaranya langsung melakukan perintah salat 5 waktu yang baru diterima perintahnya ketika peristiwa isra mikraj. Tatkala para sahabat larut dalam kesedihan mendalam sepeninggal Rasulullah, nyaris hilang semangat dalam berjuang dan berislam, bahkan dihantui akan kembali kufurnya orangorang yang telah beriman, Abu Bakar As Shidiq tampil di depan, mengingatkan kaum muslimin agar segera bangkit dari kesedihan.

94


                              "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran [3]: 144)

Tak berapa lama kemudian, kaum muslimin bergerak cepat dengan menetapkan Abu Bakar As Shidiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah, memimpin perjuangan Islam, memerangi orang-orang yang murtad dan tak mau membayar zakat. Lihatlah betapa hebatnya para sahabat mengganti kesedihan mendalam karena ditinggal wafat Rasulullah namun segera beranjak untuk melanjutkan kehidupan. Umat Islam segera tegak kembali kepalanya dan mampu bertahan sampai dengan 14 abad kemudian hingga sampai saat ini dan masih akan terus bertahan sampai dengan hari pembalasan. Demikianlah hidup harus terus dilanjutkan dengan atau tanpa orangorang yang sebenarnya sangat kita harapkan untuk bisa menemani dalam perjalanan. Allah yang lebih tahu apa-apa yang terbaik untuk kita begitu pun sebaliknya. Yakinkan diri bahwa rencana Allah pasti ada hikmahnya. Mari hapus segala kesedihan dan

mari melanjutkan

kehidupan! 95


                      "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 216)

Jangan Larut dalam Kesedihan Islam menuntunkan untuk tidak larut dalam meratapi kesedihan apa pun penyebabnya. Sedih karena ditinggal orang-orang tercinta, sedih karena tak tergapai cita-cita, sedih karena tak mampu membahagiakan sesama, dan lain sebagainya. Kesedihan adalah pemanis perjalanan hidup di dunia bila kita mampu mengambil hikmahnya. Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan dalam menghadapi kesedihan, begitu pula sebaliknya, berlebih-lebihan dalam merayakan kegembiraan.

                 "(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak

96


menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. AlHadid [57]: 23)

Allah memberi jaminan bahwa tidak ada kesedihan yang abadi, selalu ada bahagia yang akan siap untuk mengganti selagi kita bertekad diri untuk menyudahi segala kesedihan yang kita alami. Lebih-lebih bagi kita semua kaum beriman maka sudah sepantasnya kita menghapus segala kesedihan karena ada Allah yang siap membantu segala permasalahan yang kita hadapi.

 …      … "...Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita..." (QS. At Taubah [9]: 40)

          "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran [3]: 139)

Kesedihan jika diperturutkan hanya akan melemahkan diri dan mengecilkan

semangat

hidup

dalam

melaksanakan

tugas-tugas 97


kekhalifahan di bumi. Kesedihan yang berlarut-larut akan menjadi pembuka pintu setan dalam melemahkan dan menguasai hati. Kita harus menyakinkan dalam hati dan pikiran bahwa segala kesulitan hidup pasti akan ada akhir dan jalan keluarnya suatu saat nanti. Bukankah Allah telah berfirman bahwa dibalik setiap kesulitan selalu ada kemudahankemudahan yang telah menanti?

          "Karena

sesungguhnya

sesudah

kesulitan

itu

ada

kemudahan.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Alam Nasyrah [94]: 5-6)

Lupakah pula bahwa Allah tidak akan membebani manusia kecuali sesuai dengan kesanggupannya? Allah tak menghendaki kesulitan bagi hambaNya, Allah justru menghendaki kemudahan-kemudahan. Oleh karenanya, janganlah larut dalam kesedihan, selalu ada jalan keluar bagi kita semua hamba-Nya yang beriman. Tugas kita hanya terus berusaha dan berdoa.

 …       "Allah

tidak

membebani

seseorang

melainkan

sesuai

dengan

kesanggupannya..." (QS. Al Baqarah [2]: 286)

98


…         … "....Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..." (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Hidup Harus Terus Berjalan Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Perjuangan serorang mukmin sejati itu tidak akan pernah berhenti sebelum kedua telapak kaki telah sampai di depan pintu surga.” Hidup adalah perjuangan, hidup adalah juga sebuah perjalanan. Berhenti terlalu lama pada satu tempat hanya akan membuat kita merugi karena akan sampai lebih lama ke tempat tujuan, bahkan boleh jadi tidak akan pernah sampai ke tempat yang diinginkan karena telah dahulu dijemput oleh kematian. Islam mengajarkan kita untuk memiliki etos kerja yang tinggi, tidak berlama-lama berhenti dan meratapi atas segala kesedihan yang dialami juga tak berlama-lama terlena atas keberhasilan yang telah diraih. Bila telah selesai satu urusan maka

segeralah

menyelesaikan

urusan

yang

lainnya

dengan

kesungguhan hati.

    "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain." (QS. Alam Nasyrah [94]: 7)

99


Satu-satunya alasan untuk sejenak berhenti adalah dalam rangka untuk memperbaiki diri, menuntut ilmu pengetahuan lagi, dan memperbaharui semangat untuk kemudian melanjutkan kembali perjalanan. Istirahatnya seorang mukmin adalah dengan tetap menyiapkan perbekalan guna melanjutkan perjuangan. Bukanlah seorang yang benar-benar beriman bila hari-harinya dihabiskan untuk bermalas-malasan, waktu-waktunya habis untuk meratapi kegagalan dan kesedihan tanpa mau untuk bangkit dan melawan.

“Burung terbang dengan kedua sayapnya, dan orang mukmin terbang dengan semangat yang dimilikinya.” [Jalaluddin Rumi]

Seorang yang beriman haruslah bersegera melanjutkan kehidupan dan menjadikan segala kegagalan dan kesedihan sebagai pelajaran. Tak malukah kita kalah dengan golongan Jin padahal manusia adalah sebaikbaiknya penciptaan?

                    "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan

Alquran,

pembacaan(nya)

lalu

maka

mereka

tatkala

berkata:

mereka

"Diamlah

menghadiri kamu

(untuk 100


mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan." (QS. Al Ahqaf [46]: 29)

Kaum beriman harus teguh pendirian dan kuat keyakinan dalam menjalankan tugas-tugas kekhalifahan. Senantiasa fokus kepada tujuan yang telah ditetapkan. Tidak lemah dan berputus asa manakala dihadapkan pada ujian dan rintangan di tengah jalan. Tidak mudah goyah dan berbelok arah tatkala berjumpa dengan godaan-godaan yang melemahkan. Bagi seorang yang beriman, ujung dari perjalanan ini adalah untuk meraih rida Tuhan.

               "Maka pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutlah mereka dari belakang dan janganlah seorang pun diantara kamu menoleh kebelakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu". (QS. Al Hijr [15]: 65)

Allah memberikan amanah kepada manusia sebagai khalifah di dunia. Mengatur dan mengurus segala sumber daya yang ada di bumi demi kemaslahatan bersama dan terwujudnya peradaban yang utama. Allah juga memberikan nikmat kehidupan agar kita dapat menghayati tujuan mengapa manusia diciptakan. Hidup di dunia haruslah tetap dihadapi 101


dan diteruskan sampai Allah memberikan ketetapan. Kehidupan di dunia haruslah digunakan dalam rangka mempersiapkan kehidupan di akhirat nantinya. Berorientasi akhirat yang penuh dengan keabadian tidak lantas melupakan dunia yang juga harus diperjuangkan.

                “Apabila telah ditunaikan salat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al Jumuah [62]: 10)

Khotimah Apa pun kesedihan yang saat ini kita hadapi yakinkan diri bahwa semua akan segera berganti. Kesulitan-kesulitan hidup dan berbagai macam kesedihan adalah cara Allah untuk lebih mendewasakan diri ini. Kesedihan, kesengsaraan, kekurangan, penderitaan adalah ujian sejauh mana kita layak atau tidak untuk dimasukkan ke dalam surga illahi. Satu hal yang harus kita ingat, selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa selagi kira berbaik sangka! Allah itu sesuai dengan prasangka hambaNya. Dalam memandang segala sesuatu manusia selalu memiliki dua pilihan, melihatnya dari perspektif negatif dan senantiasa suudzon kepada Allah atau sebaliknya melihat segala sesuatu dengan kacamata positif dan selalu husnudzon. Semoga kita termasuk hamba yang

102


memandang segala sesuatu dengan berbaik sangka kepada Allah, satusatunya Tuhan.

                                 "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al Baqarah [2]: 214) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Malang,

8 Ramadan 1438 H 3 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dikuatkan menghadapi segala kesedihan sehingga terus dapat melanjutkan kehidupan

103


#7 MENCARI KETENANGAN DALAM KEIKHLASAN

Muqoddimah Diantara sekian banyak fitrah manusia adalah keinginan untuk mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Siapa pun orangnya di dunia ini pasti mendambakan kehidupan yang damai dan tenteram. Orang yang kaya sekali pun, yang serba berkecukupan, yang semua keinginannya bisa dipenuhi pasti akan tetap merasa ada yang kurang manakala ketenangan hidup tidak mereka dapatkan. Mereka akan bersusah payah untuk meraihnya namun sayangnya ketenangan hidup tidak dapat dibeli dengan harta benda berapa pun banyak jumlahnya. Ketenangan itu adanya di dalam hati setiap manusia dan didapatkan dari Allah SWT dengan berikhtiar kepada-Nya. Ketenangan jiwa setiap hamba adalah berasal dari ketaatan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketenangan adalah barang mahal yang diidam-idamkan oleh semua orang di dunia

                      "Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan 104


bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. Al Fath [48]: 4)

Ada begitu banyak cara kita dalam mendapatkan ketenangan hidup di dunia,

lewat

jalan

keikhlasan

salah

satunya.

Ikhlas

adalah

mempersembahkan segala apa yang dilakukan hanya kepada Allah semata, dengan tulus hati dan kerelaan diri tanpa keinginan untuk mendapatkan pujian dan balasan lainnya dari sesama manusia. Ikhlas juga berarti rida atas segala apa yang dialami dengan tetap berbaik sangka kepada Allah Taala. Ikhlas adalah salah satu dari sekian banyak akhlak terpuji yang mestinya dimiliki oleh setiap orang yang beriman dan bertakwa. Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk beragama secara tulus dan ikhlas, hanya diniatkan kepada Allah semata dan tidak sekali-kali menyekutukan-Nya.

          "Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yunus [10]: 105)

Ikhlas adalah perkara yang dituntunkan dalam setiap lini kehidupan kita. Ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya, ikhlas dalam menjalankan perintahNya, ikhlas dalam menjauhi larangan-Nya, ikhlas dalam menghadapi cobaan serta ujian, dan seterusnya. Ikhlas merupakan salah satu bentuk kebaikan yang dicontohkan pula oleh Rasulullah dan sahabatnya. Salah 105


satu balasan atas perbuatan yang baik adalah Allah memberikan ketenangan dalam hati kaum mukhlisin (orang-orang yang ikhlas), ketenangan hidup di dunia dan ketenangan kelak di hari kiamat tatkala setiap diri akan mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya semasa hidup di dunia.

            "Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari pada kejutan yang dahsyat pada hari itu." (QS. AnNaml (27): 89)

Ikhlas Kunci Ibadah Sesungguhnya ikhlas itu memegang peranan yang sangat penting dalam diterima tidaknya setiap ibadah yang kita lakukan. Dalam salah satu Hadis disebutkan bahwa kunci ibadah seseorang akan diterima Allah dan diberikan ganjaran pahala adalah manakala ibadah tersebut dilakukan atas dasar ikhlas karena Allah Taala serta mengikuti cara Rasulullah, khususnya terkait ibadah-ibadah mahda.

“Amal adalah kerangka yang mati, dan nyawanya adalah keikhlasan yang ada dalam amalan tersebut.” [Ibnu Athaillah]

106


Keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya mengandung pengertian menegasikan apa pun selain Allah SWT yang dijadikan dasar melakukan ibadah. Ikhlas beribadah berarti menjauhkan diri dari niat ingin dipuji sesama. Ikhlas beribadah berarti mempersembahkan Ibadah kita hanya kepada Allah semata.

                   "Katakanlah:

"Tuhanku

menyuruh

menjalankan

keadilan".

Dan

(katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya)." (QS. Al A'raf [7]: 29)

Ikhlas karena Allah berarti tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun jua. Menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah dan dipuja. Satu-satunya Tuhan yang dimintai pertolongan dalam setiap doa-doa. Ikhlas berarti kita menyerahkan segala salat kita, ibadah kita, hidup dan mati kita hanya kepada Allah saja. Konsekuensi dari sikap ikhlas adalah tidak membutuhkan pengakuan dan pujian dari orang lain atas segala apa yang kita usahakan. Orang yang ikhlas senantiasa dalam hidupnya diliputi ketenangan karena tidak menggantungkan kebahagiaannya pada orang lain yang jikalau tidak mendapatkan apa yang diharapkan lalu kecewa dan gelisah.

107


                       "Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh." (QS. Al-Hajj [22]: 31)

Ikhlas dalam beramal dan berderma juga merupakan kunci diterima tidaknya pemberian yang kita lakukan. Ikhlas dalam beramal mengandung pengertian untuk meniatkan semuanya karena Allah, tidak demi pujian orang lain, dan tidak mengikuti pemberian itu dengan menyebut-nyebut atau mengungkit-ungkitnya lagi dalam kesempatan yang lain serta tidak dengan menyakiti hati orang yang menerima pemberian itu. Jika hal itu yang dilakukan maka sia-sia semua amal kita karena tidak akan bernilai pahala di sisi Allah Taala. Laksana tanah yang di hempas hujan lebat di atas sebuah batu, tanah itu kemudian akan lenyap tak berbekas lagi.

                                          108


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. Al Baqarah [2]: 264)

Orang-orang yang ikhlas dalam beramal maka baginya pahala dari Tuhan. Kepadanya juga diberikan ketenangan batin, tidak ada rasa khawatir dan tidak ada pula rasa bersedih hati. Bagi orang yang ikhlas, amal mereka dijaminkan diterima oleh Allah dan diganjar dengan balasan yang berlipat ganda.

                          "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebutnyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al Baqarah [2]: 262)

109


Sabar dan Ikhlas juga berlaku dalam kondisi menerima cobaan dan ujian dari Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran bahwasanya Allah akan menguji setiap hamba-Nya yang beriman dan bertakwa untuk mengetahui sejauh mana kemurnian iman dan takwanya, ujian ini mencakup ujian dengan datangnya kenikmatan-kenikmatan maupun ujian lewat kesulitan-kesulitan hidup. Dan bagi hamba Allah yang ikhlas atas segala ketentuan-Nya, Allah akan menyediakan pahala yang besar. Ikhlas dalam menerima musibah diartikan sebagai sabar dan rida atas semua yang telah Allah gariskan karena pada hakikatnya semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan dari Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil-Nya.

                        "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orangorang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (QS. Al Baqarah [2]: 155-156)

Begitu pentingnya sikap ikhlas ini sebagai kunci diterimanya ibadah dan sarana dalam meraih ketenangan hidup Allah mengingatkan kepada kita semua untuk beribadah dengan ikhlas baik ketika sendiri maupun bersama orang lain. Lebih-lebih ketika beribadah di tempat yang ramai, 110


godaaan untuk berbuat ikhlas semakin besar, setan senantiasa menggoda agar umat manusia berbuat riya ketika beramal dan beribadah.

                             "Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikit pun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras." (QS. Saba' [34]: 46)

Ikhlas Itu Menenangkan Mempunyai jiwa yang ikhlas dan rida atas segala ketentuan-Nya akan membuat hati menjadi tenang dan tidak diliputi oleh rasa gelisah. Orang yang ikhlas senantiasa menyerahkan semua pengharapannya hanya kepada Allah semata. Baginya semua ibadah diniatkan hanya karena Allah, semua cobaan hidup yang dialami juga adalah bagian dari kasih sayang Allah kepadanya.

        …

111


"...Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah [2]: 158)

 …        … "...Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya..." (QS. Al Baqarah [2]: 184)

                   "Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS. An Nisa' [4]: 125)

Orang yang ikhlas akan mendapatkan ketenangan jiwa bahwa baginya segala kebaikan dan pahala yang besar yang disediakan oleh Tuhan. Orang yang ikhlas akan mendapatkan ketenangan bahwa baginya juga akan mendapatkan pengampunan dari Tuhan. Maka adakah hal lain yang lebih dapat menenangkan daripada telah mendapatkan jaminan dari Allah bahwa baginya berhimpun segala kebaikan dan pengampunan. 112


                    "Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orangorang yang beriman pahala yang besar." (QS. An Nisa' [4]: 146)

                             "Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orangorang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS . At Taubah [9]: 91)

Tidak ada sedikit pun rasa gelisah dan sedih hati yang dirasakan oleh orang-orang yang ikhlas. Setiap waktunya senantiasa berisi ketenangan, ketenangan dari ancaman godaaan iblis dan setan yang menyesatkan. Allah menjadikan orang-orang yang ikhlas (mukhlis) mempunyai sistem 113


pertahanan diri yang kuat untuk menghadapi bisikan-bisikan iblis yang menjerumuskan

dan

menyesatkan.

Hal

ini

sebagaimana

yang

diterangkan dalam QS. Al Hijr ayat 39-40 dan QS. Sad ayat 82-83. Orangorang yang di dalam hatinya memiliki jiwa yang ikhlas akan terbebas dari godaan iblis dan anak cucunya.

                "Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka". (QS. Al-Hijr [15]: 39-40)

          "Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka." (QS. Sad [38]: 82-83)

Khotimah Sesungguhnya ketenteraman dan ketenangan hidup (As Sakinah) merupakan dambaan setiap manusia di dunia. Hidup dengan damai 114


tanpa ada rasa gelisah di dada. Hidup dengan tenang tanpa ada rasa takut yang dirasa. Jikalau manusia diminta untuk memilih antara banyak harta namun hidup tak tenang dan gelisah dengan hidup sederhana namun hati tenteram niscaya manusia akan memilih ketenteraman hati walau harus hidup sederhana. Keikhlasan adalah salah satu jalan menuju ketenangan yang kita idamidamkan. Ikhlas atas segala apa yang menjadi ketentuan-Nya walau bagi kita terasa menyakitkan. Ikhlas atas segala amal ibadah yang kita lakukan hanya karena Allah dan menegasikan semua hal yang menjerumuskan. Keikhlasan adalah suatu kebaikan yang ditujukan hanya kepada Allah, satu-satunya Tuhan.

              "Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati." (QS. Al Baqarah [2]: 139)

Sebagai penutup marilah kita renungkan nasihat dari Ibnu Athaillah dalam kitabnya, Al Hikam. Beliau berkata: “Idfin Wujudaka fi Al Ardi Al Khulumi” (pendamlah dirimu dalam bumi kekosongan). Ibnu Athaillah memaknai kata Al Khulum sebagai kekosongan atau ketersembunyian 115


yang diibaratkan seperti tanah, di mana hendaknya dalam setiap melakukan amal ibadah, manusia senantiasa membenamkan wujudnya “di dalam tanah” yang berarti tak adanya ambisi untuk menumbuhkan benih-benih kemasyhuran apalagi kesombongan, semuanya harus diniatkan dan dilakukan dengan penuh keikhlasan. Semata-mata mengharapkan rida dari Allah SWT. Narun minallah wafathun qoriib

Lamongan,

13 Ramadan 1438 H 7 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang sedang mencari ketenangan melalui keikhlasan

116


#8 SABARKAN DIRI, RAIH PERTOLONGAN ILLAHI

Muqoddimah

‫ع َ​َجبًا ِألَ ْم ِر ْال ُم ْؤ ِم ِن ه‬ ‫ إِ ْن‬،‫ْس َذلِكَ ِألَ َح ٍد إِاله لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن‬ َ ‫إن أَ ْم َرهُ ُكلههُ لَهُ خَ يْر َولَي‬ ُ‫صبَ َر فَ َكانَ َخيْراً لَه‬ َ ‫ضرها ُء‬ َ ُ‫صابَ ْته‬ َ َ‫ َوإِ ْن أ‬،ُ‫صابَ ْتهُ َسرها ُء َش َك َر فَ َكانَ خَ ْيرًا لَه‬ َ َ‫أ‬ “Sungguh mengagumkan perihal seorang yang beriman. Semua urusannya menjadi baik, dan hal itu tidak terjadi pada seorang pun kecuali orang beriman. Jika mendapatkan kegembiraan, ia bersyukur, dan hal itu adalah suatu kebaikan baginya. Dan jika mendapatkan musibah, ia bersabar, dan hal itu pun adalah suatu kebaikan baginya." (HR. Muslim)

Sabar merupakan salah satu ciri orang yang beriman disamping syukur berdasarkan Hadis di atas. Sabar dan syukur keduanya bernilai kebaikan sehingga harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman. Sabar mencakup banyak hal dalam kehidupan. Sabar dalam ketaatan kepada Allah dalam wujud melaksanakan segala perintah dan larangan-Nya serta sabar dalam menghadapi segala ujian dan cobaan. Di dalam Alquran, sabar disejajarkan dengan jihad di jalan Allah yang digunakan sebagai parameter kebaikan seseorang, layak atau tidak 117


dimasukkan ke dalam surga. Hal ini mengandung pengertian yang sangat mendalam tentang hakikat kesabaran sebagai salah satu amalan yang utama yang tidak semua orang bisa memilikinya. Bahkan dari sekian banyak Nabi dan Rasul hanya ada 5 orang (Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad) yang mendapatkan gelar sebagai ululazmi, yakni gelar khusus yang diberikan kepada para Nabi pilihan karena kesabaran dan ketabahannya yang luar biasa dalam berdakwah.

             "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran [3]: 142)

         "Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu." (QS. Muhammad [47]: 31)

Sabar termasuk salah satu sifat yang diutamakan dibandingkan sifat lainnya. Sabar itu bukanlah dimaknai sebagai sifat pasif yang hanya pasrah terhadap apa pun yang terjadi kepadanya. Sabar adalah sifat aktif bahkan proaktif untuk bisa bertahan dan melawan terhadap apa pun 118


yang melemahkan dirinya. Sabar dalam menjalankan perintah Allah adalah dengan senantiasa istikamah dan melawan segala bentuk kemalasan. Sabar dalam menjauhi larangan Allah adalah dengan berjuang menahan diri untuk tidak tergoda dengan berbagai macam maksiat

yang

seringkali

terlihat

menyenangkan.

Sabar

dalam

menghadapi cobaan adalah dengan tidak berlarut-larut dalam kesedihan, segera bangkit, dan melanjutkan kehidupan. Itulah hakikat sabar, sabar yang menguatkan bukan yang melemahkan. Itulah sabar yang disebutkan dalam Alquran sebagai hal yang penuh dengan keutamaan.

         "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS. Ash Shura [42]: 43)

Diperintahkan Sabar Dalam Setiap Keadaan Ketika hidup di dunia manusia akan dihadapkan pada berbagai macam peristiwa yang selalu dipergilirkan antara duka dan bahagia, kesenangan dan kesengsaraan, kejayaan dan kehinaan, dan seterusnya. Sabar menjadi salah satu instrumen penting yang dibutuhkan manakala manusia dihadapkan pada kondisi yang kurang menggenakkan dan tidak diharapkan. Bagi orang yang beriman baik keadaan yang menyenangkan maupun yang menyedihkan keduanya merupakan suatu ujian yang harus dihadapi dengan kesabaran. Dan Allah memberikan kabar gembira bagi setiap hamba-Nya yang bisa menjalani segala ujian dengan kesabaran dan keikhlasan. 119


              "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah [2]: 155)

Orang-orang yang mampu menghadirkan kesabarannya dalam segala kesempitan dan penderitaan hidup yang dialami disifati Allah sebagai orang yang benar keimanannya dan digolongkan sebagai orang yang bertakwa. Dan takwa adalah gelar tertinggi lagi mulia yang balasannya tiada lain adalah surga. Pembahasan lebih lengkap tentang takwa telah dibahas pada segmen sebelumnya dengan judul “Meraih Derajat Takwa”.

                                                       "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan 120


memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Baqarah [2]: 177)

Perintah untuk bersabar dalam menghadapi kondisi bencana atau musibah sangat banyak terdapat dapat Alquran maupun Hadis. Dalam buku Fikih Kebencanaan karya Majelis Tarjih

dan Tajdid PP

Muhammadiyah dijelaskan definisi “bencana” menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana ialah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedang menurut UN ISDR bencana dimaknai sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. Di dalam Alquran dan Al Hadis sendiri, kata bencana atau kebencanaan dijelaskan dalam berbagai istilah yang mengandung pengertian tersendiri dan spesifik. Diantaranya adalah yang pertama, bencana 121


disebut sebagai musibah yang mengandung makna yang netral. Di dalam istilah Alquran, apa saja yang menimpa manusia baik yang berbentuk kebaikan atau keburukan semuanya disebut sebagai “musibah”. Oleh karenanya tidak semua musibah diartikan sebagai sesuatu yang negatif meskipun dalam beberapa kasus ada yang mengaitkan makna musibah dengan suatu keburukan. Bencana disebut dengan istilah musibah ini dapat dilihat dalam QS. Al Hadiid: 22-23; QS. An Nisa’: 79; QS. As Syura: 30; dan QS. Al Baqarah: 156. Istilah kedua untuk menyebutkan kata bencana

ialah

bala’

yang

dalam

pengertian

umumnya

selalu

dikonotasikan negatif serta senantiasa dihubungkan dengan keburukan, kesengsaraan, kesedihan, dan semacamnya. Padahal sesungguhnya bala’ dalam bahasa Alquran mengandung makna sebagai “cobaan untuk memperteguh keimanan”, sehingga bala’ bisa berupa kejadian yang menyenangkan atau menyedihkan dan tidak hanya diberikan kepada orang yang ingkar dan berdosa saja namun juga kepada orang yang saleh dan beriman, hal sebagimana disebutkan dalam QS. Al A’raf: 168. Istilah yang ketiga ialah fitnah, dalam kasus ini pengertian fitnah dalam bahasa Indonesia sebagaimana yang umum kita pahami jauh berbeda dengan makna fitnah yang tersebut dalam Alquran. Diantaranya fitnah itu mengandung arti sebagai kemusyrikan (QS. Al Baqarah: 191, 193, 217), cobaan atau ujian (QS. Thaha: 40; QS. Al Ankabut: 3), kebinasaan atau kematian (QS. An Nisa’: 101; QS. Yusuf: 83), dan siksa atau azab (QS. Yunus: 83; QS. An Nahl: 110). Berdasarkan maknanya dalam Alquran tersebut fitnah seringkali dipersepsikan negatif dan merupakan bentuk bencana bagi manusia yang harus dihindari. Istilah bencana keempat dalam Alquran ialah ‘azab yang diartikan sebagai siksaan yang ditimpakan kepada manusia akibat perbuatan yang telah dilakukan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Ad Dukhan: 15-16; QS. As 122


Sajdah: 21-22 dan QS. Luqman: 6-7. Kelima adalah fasad yang bermakna segala perbuatan manusia yang bertentangan dengan kebaikan sehingga berakibat timbulnya kerusakan (bencana) di bumi, baik kerusakan sosial maupun alam. Kata fasad untuk menyebut kata bencana dalam Alquran diantaranya tercantum dalam QS. Al Baqarah: 205; QS. An Nahl: 77; QS. Ar Rum: 41, dan QS. Al Maidah: 32, 33, 64. Istilah lainnya ialah yang keenam, bencana disebut sebagai halak yang berarti mati, hancur, musnah, dan binasa (QS An Nisa’: 176; QS. Al Anfal: 42; QS. Al Haqah: 29) yang juga semakna dengan istilah yang ketujuh, yaitu tadmir dan kedelapan, tamziq yang juga bermakna kehancuran (QS. Al Isra’: 16; QS. Al Ahqaf: 24-25; QS. Al Furqan: 36; QS. Muhammad: 10; QS. Saba’: 18-19). Istilah lainnya dalam Alquran yang merupakan bentuk bencana bagi manusia karena lekat dengan konotasi keburukan ialah yang kesembilan disebut sebagai ‘iqab yang berarti balasan atau hukuman bagi manusia atas dosa-dosa yang dilakukan (QS. An Nahl: 126; QS. Al Hasyr: 4 dan QS. Sad: 14) dan kesepuluh yaitu nazilah yang berasal dari kata nazala dan anzala yang berarti menurunkan. Di dalam Alquran kata anzala digunakan sebagai aktivitas yang menerangkan proses turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW namun di ayat yang lain kata anzala juga digunakan untuk menjelaskan peristiwa turunnya siksa dan azab Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al Hijr: 90-91. Perintah untuk bersabar sejatinya tidak hanya ditujukan untuk menghadapi segala bencana, musibah, ujian dan cobaan yang berbentuk kekurangan dan kesengsaraan namun juga dalam rangka melaksanakan perintah Tuhan. Tanpa kesabaran, manusia akan senantiasa mengeluh dan kehilangan keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya yang pada 123


akhirnya membuka pintu setan untuk menggoda manusia agar berhenti berbuat kebaikan. Bersabar dalam menjalankan perintah Tuhan bermakna tulus ikhlas serta istikamah dalam ketaatan.

   "Dan

untuk

(memenuhi

perintah)

Tuhanmu,

bersabarlah."

(Al

Muddaththir [74]: 7)

Bersabar atas apa pun yang kita hadapi merupakan suatu kewajiban yang harus kita lakukan. Layaknya perintah Tuhan yang lainnya, kesabaran juga merupakan suatu perkara yang harus diusahakan. Dalam sebuah Hadis disebutkan bahwa jalan kebaikan, yang mengantarkan kita menuju surga itu selalu dihiasi dengan duri-duri tajam dan berbagai godaan dan halangan sedang jalan keburukan yang mengantarkan kita menuju neraka selalu tampak indah dan menyilaukan mata setiap orang yang memandangnya.

                   "Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang 124


demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (QS. Luqman [31]: 17)

Balasan Bagi Orang yang Sabar Allah menjanjikan berbagai macam balasan bagi orang-orang yang mempunyai sifat sabar dalam diri. Janji Allah itu selalu benar dan hanya Allah lah sebaik-baiknya pembuat janji yang pasti ditepati. Tak ada kerugian sedikit pun yang dialami bagi orang-orang yang bersabar, mereka akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan kelak di akhirat nanti.

            "Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayatayat Allah) itu menggelisahkan kamu." (QS. Ar Rum [30]: 60)

Balasan pertama yang Allah berikan kepada orang yang bersabar adalah Allah akan memberikan dalam hidupnya suatu keberuntungan. Beruntung disini bisa dimaknai banyak hal seperti kemenangan, kenikmatan, maupun dalam hubungannya dengan nasib baik lainnya. Maka sebenarnya konsep "keberuntungan" itu bukanlah sebagaimana yang selama ini kita ketahui bahwa tiba-tiba saja terjadi tanpa ada sebab yang menyertai. Keberuntungan itu tak bisa datang tanpa "dipancing" atau dengan kata lain membutuhkan "wasilah" melalui berbagai macam amal saleh yang kita lakukan. Tidak ada keberuntungan yang tiba-tiba 125


hadir tanpa sebab karena di dunia ini tidak ada satu pun hal yang terjadi secara kebetulan, semuanya dalam kendali Allah SWT.

           "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung." (QS. Ali Imran [3]: 200)

Balasan yang kedua, bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi bencana ialah akan memperoleh ampunan dari Allah SWT, orang yang sabar dalam segala penderitaan akan dapat menggugurkan dosa-dosanya dan menjadi jalan dibukakan segala pintu ampunan Allah SWT. Disamping itu Allah juga akan menjanjikan pahala yang besar sebagai balasan yang ketiga.

           "Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar." (QS. Hud [11]: 11)

126


Keempat bagi orang yang sabar telah disediakan oleh Allah tempat kesudahan yang mulia, baik ketika masih hidup di dunia maupun kelak di akhirat dengan balasan surga-Nya yang penuh kenikmatan.

                    "Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)" (QS. Ar Ra'd [13]: 22)

Balasan Allah selanjutnya bagi orang yang bersabar yang kelima ialah diberikan pahala yang berlipat ganda (QS. 28: 54) dan di ayat yang lain (QS. 39: 10) disebutkan Allah menjanjikan pahala yang tanpa batas. Suatu keistimewaan bagi orang yang bersabar karena tidak semua amal ibadah dijanjikan balasan serupa.

             "Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang 127


telah Kami rezeki kan kepada mereka, mereka nafkahkan." (QS. Al Qasas [28]: 54)

                         "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orangorang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az Zumar [39]: 10)

Yang keenam sebagai gongnya adalah Allah menyediakan surga dengan segala kenikmatan di dalamnya bagi orang-orang yang bersabar. Diberikan kedudukan yang tinggi, penghormatan, dan ucapan selamat di dalamnya, dipakaikan pula pakaian dari sutera.

          "Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya." (QS. Al Furqan [25]: 75) 128


      "Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera." (QS. Al Insan [76]: 12)

Pertolongan Allah Bagi Orang yang Sabar Sabar bersama dengan salat yang khusyuk merupakan wasilah dalam mendapatkan pertolongan dari Allah SWT atas segala kesulitan dan kesempitan hidup yang kita derita. Berlaku sabar berarti rida atas segala ketentuan-Nya yang bermakna penghambaan yang seutuhnya kepada Allah Taala. Maka tidak heran di banyak ayat Allah berfirman bahwa Dia senantiasa bersama dengan orang-orang yang sabar diantara hambahamba-Nya. Ketika Allah telah bersama dengan orang yang sabar maka tak sulit kemudian pertolongan itu diberikan karena Allah telah rida kepadanya.

          "Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan sesungguhnya yang demikian (salat) sungguh berat, kecuali bagi orangorang yang khusyuk." (QS. Al Baqarah [2]: 45)

           

129


"Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah [2]: 153)

Salah satu contoh nyata bentuk pertolongan Allah kepada orang-orang yang sabar ialah Dia akan melebihkan kekuatan kaum beriman yang sabar beberapa kali lipat dibandingkan orang kafir. Allah akan memberikan kemenangan bagi orang-orang yang sabar yang berjuang di jalan-Nya.

                             "Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti." (QS. Al Anfal [8]: 65)

Khotimah Menjalani kehidupan di dunia dalam rangka mempersiapkan kehidupan hakiki kelak di akhirat sejatinya kita tidaklah sendiri. Bagi hambahamba-Nya yang berserah diri, pertolongan Allah SWT senantiasa akan 130


menyertai. Namun demikian pertolongan Allah itu tak akan kita dapatkan manakala kita tidak memohon kepada-Nya melalui doa maupun amalan yang kita lakukan. Salah satu amalan yang dapat mendatangkan pertolongan Allah ialah dengan memiliki sifat kesabaran. Bagi orang-orang yang sabar tidak ada kegelisahan baginya disebabkan segala apa pun yang dialami, senang maupun sedih, duka atau bahagia semuanya ada Allah yang membersamai. Lalu adakah yang lebih baik lagi jika Allah sudah rida dan bersama kita dalam setiap langkah yang kita lalui? Orang yang sabar senantiasa dalam hidupnya diliputi ketenangan dan kebahagiaan karena tidak ada dendam, iri dan sakit hati dalam diri. Kesabaran bersama dengan salat adalah senjata yang paling ampuh untuk mendatangkan pertolongan dari Allah SWT dan kita diperintahkan untuk bersabar dengan kesabaran yang baik.

    "Maka bersabarlah kamu dengan kesabaran yang baik." (QS. Al Ma'arij [70]: 5) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

13 Ramadan 1438 H 8 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang masih belajar untuk bersabar 131


#9 MENJADI HAMBA ALLAH YANG PANDAI BERSYUKUR

Muqoddimah

‫ع َ​َجبًا ِألَ ْم ِر ْال ُم ْؤ ِم ِن ه‬ ‫ إِ ْن‬،‫ْس َذلِكَ ِألَ َح ٍد إِاله لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن‬ َ ‫إن أَ ْم َرهُ ُكلههُ لَهُ خَ يْر َولَي‬ ُ‫صبَ َر فَ َكانَ َخيْراً لَه‬ َ ‫ضرها ُء‬ َ ُ‫صابَ ْته‬ َ َ‫ َوإِ ْن أ‬،ُ‫صابَ ْتهُ َسرها ُء َش َك َر فَ َكانَ خَ ْيرًا لَه‬ َ َ‫أ‬ “Sungguh mengagumkan perihal seorang yang beriman. Semua urusannya menjadi baik, dan hal itu tidak terjadi pada seorang pun kecuali orang beriman. Jika mendapatkan kegembiraan, ia bersyukur, dan hal itu adalah suatu kebaikan baginya. Dan jika mendapatkan musibah, ia bersabar, dan hal itu pun adalah suatu kebaikan baginya." (HR. Muslim)

Sesungguhnya nikmat Allah yang diberikan kepada manusia itu sangatlah banyak yang mustahil untuk manusia menghitungnya. Penciptaan manusia dengan bentuk yang terbaik adalah salah satunya. Manusia diciptakan dengan dilengkapi berbagai macam teknologi canggih yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Manusia dengan bekal akalnya dapat terbang tinggi menembus luar angkasa, dapat menyelam sangat dalam di lautan walau tidak memiliki insang layaknya ikan. Manusia adalah sebaik-baiknya penciptaan. Segala yang ada di bumi bahkan diperuntukkan untuk manusia dalam menjalani kehidupan.

132


Nikmat dan karunia Allah itu berwujud banyak hal; nikmat kesehatan, nikmat berkeluarga, nikmat bersaudara, nikmat waktu luang, dan sebagainya. Namun nikmat terbesar ialah nikmat Islam dan iman yang diberikan

kepada

orang-orang

yang

dikehendaki-Nya.

Maka

beruntunglah kita semua kaum muslimin muslimat dan mukminin mukminat bahwa Allah telah menganugerahkan cahaya Islam dan iman di dalam dada. Kedua nikmat inilah yang nantinya akan menjadi pembeda siapa yang akan berbahagia di dunia dan di akhirat sana. Berbeda dengan manusia yang kebanyakan selalu menghitung-hitung pemberiannya kepada sesama, Allah berlaku sebaliknya, Dia tak pernah menghitung-hitung segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada hamba-Nya. Bahkan kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu di alam semesta. Tak hanya kepada kaum beriman, kepada kaum kafir pun Allah masih memberikan rasa kasihnya di dunia dengan dicukupi segala kebutuhannya walau pada akhirnya kelak Allah akan menghukumnya di neraka sebab kekafirannya. Begitu banyaknya nikmat dan karunia Allah yang diberikan kepada manusia dengan cuma-cuma seyogyanya dibalas dengan rasa terima kasih dan kesyukuran oleh setiap manusia di dunia. Dan wujud syukur terbaik adalah dengan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Taala. Urgensi syukur sejatinya bukan untuk Allah, karena Allah Mahakuasa, Mahakaya, dan Maha Segalanya, tidak membutuhkan apa pun dari hamba-Nya. Semua ibadah yang kita lakukan termasuk rasa syukur di dalamnya adalah untuk kita sendiri sebagai tabungan amal saleh yang akan memasukkan kita ke dalam surga dan menjauhkan dari neraka.

133


Bersyukurlah Atas Segala Nikmat-Nya Alkisah, ada seorang Yahudi yang hidup bertetangga dengan seorang sahabat Nabi. Orang tersebut tinggal di lantai atas sedang di bawahnya adalah kamar sang sahabat yang mulia. Tanpa disadari oleh orang Yahudi itu, ternyata ada kebocoran saluran pembuangan limbah di kamarnya yang berakibat kotoran dan limbah jatuh ke kamar keluarga sahabat Nabi tersebut. Namun, rupanya sang sahabat tidak marah, justru ketika berjumpa dengan si orang Yahudi itu senantiasa mengucapkan terima kasih. Kepada keluarganya, si sahabat tadi juga memerintahkan untuk selalu bersyukur dengan keadaan yang ada. Hal ini berlangsung selama kurang lebih delapan tahun sampai sang sahabat wafat. Tatkala si orang Yahudi bertakziah ke rumah keluarga sahabat tadi, dia kaget melihat keadaan rumah yang penuh dengan kotoran yang ternyata sumber kotorannya berasal dari lantai atas. Seketika ia memeriksa keadaan kamarnya dan menyadari apa yang telah terjadi sekian lama dan sangat menyesalinya. Kemudian ia berkata kepada keluarga sahabat yang wafat: “Kenapa kalian tidak memberitahuku tentang hal ini, justru selalu mengucapkan

terima

kasih

kepadaku?”.

Keluarga

sang

sahabat

menjawab: “Ayah kami selalu memerintahkan kami untuk berbuat demikian.” Orang Yahudi itu pun kemudian masuk islam. Allah

menciptakan

manusia

sebagai

khalifah

di

bumi,

untuk

memakmurkan dunia seisinya dan menjadikannya ladang pahala dalam mempersiapkan

kehidupan

selanjutnya.

Oleh

karenanya

Allah

memberikan fasilitas bintang lima kepada manusia dalam upayanya dalam mengemban tugas sebagai khalifah di dunia. Segala yang ada di bumi disediakan bagi manusia; binatang ternak, emas, perak, pohonpohonan, buah dan sayur-sayuran, ikan-ikan di lautan maupun sungai air tawar semuanya diperuntukkan untuk manusia. 134


Maka sudah selayaknya kita semua bersyukur atas semua nikmat-Nya yang tak terkira. Bersyukur dengan meningkatkan penghambaan kepada-Nya, bersyukur dengan sikap amanah dalam mengelola dunia seisinya, bersyukur dengan tidak membuat kerusakan di bumi yang hanya akan membuat semuanya merana. Bersyukur atas nikmat Allah berarti senantiasa dalam setiap waktu harus mengingat-Nya dalam berbagai keadaaan baik saat duka maupun bahagia.

       "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,

dan

bersyukurlah

kepada-Ku,

dan

janganlah

kamu

mengingkari (nikmat)-Ku." (QS. Al Baqarah [2]:152)

Siapalah sesungguhnya manusia itu, hanyalah makhluk yang lemah pada awalnya yang oleh kasih sayang-Nya kemudian diberikan nikmat hidup, kekuatan, ilmu pengetahuan, dan kemampuan hebat lainnya. Semua manusia yang lahir di dunia tidak mempunyai apa-apa dan dalam kondisi yang rapuh dan lemah, Allah lah yang kemudian menguatkannya. Allah lah yang menjadikan bayi yang baru lahir yang tidak bisa apa-apa kemudian berkembang menjadi manusia sempurna yang siap memimpin dunia. Maka sudah semestinya kemudian manusia berterima kasih dan bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang diberikan-Nya dan tidak sombong atas segala apa yang menjadi kelebihannya.

135


                     "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. An Nahl [16]: 78)

Nikmat, karunia, dan rezeki Allah bertebaran di seluruh penjuru bumi, dengan berbagai bentuk dan wajah. Dalam setiap butir nasi yang kita makan ada nikmat Allah di sana. Dalam tiap udara yang kita hirup ada karunia Allah di sana. Dalam setiap teguk air yang kita minum ada kasih sayang Allah di sana. Bumi Allah itu luas, Allah selalu memberikan rezeki kepada tiap hamba-Nya yang mau berusaha. Bahkan disebutkan tidak akan meninggal manusia sebelum telah disempurnakan rezekinya. Telah nyata nikmat Allah untuk manusia namun sedikit sekali mereka menyadarinya.

             "Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah." (QS. An Nahl [16]: 114)

136


               "Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benarbenar kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al Baqarah [2]: 172)

Pernah membayangkan kita hidup dengan kondisi siang atau malam selamanya sepanjang tahun tanpa ada pergantian? Tentu merepotkan bukan? Selamanya hidup tanpa ada malam atau selamanya hidup tanpa siang. Maka kemudian Allah menjadikan bumi tempat manusia hidup dan berketurunan ini dipergilirkan antara siang dan malamnya meskipun dengan durasi yang berbeda-beda tergantung letak geografisnya. Allah menjadikan malam sebagai waktu beristirahat ketika selesai bekerja pada waktu siang harinya. Hikmah dibalik adanya siang dan malam juga sangatlah banyak. Bagaimana misalnya tumbuhan itu membutuhkan cahaya matahari untuk fotosintesis, dan manusia membutuhkan cahaya matahari sebagai sumber

pembentukan

vitamin

dan

untuk

membantu

berbagai

aktivitasnya, disamping matahari adalah sumber energi yang tak tergantikan. Sebaliknya hikmah adanya malam juga salah satunya berpengaruh terhadap pembentukan hormon yang bermanfaat di tubuh manusia, itulah mengapa disunahkan ketika tidur untuk mematikan lampu atau sumber cahaya lainnya. Malam juga memberi waktu bagi hewan-hewan nokturnal untuk beraktifitas dan mencari rezeki yang 137


telah disediakan-Nya. Pergantian malam dan siang juga mengandung banyak hikmah diantaranya terbentuknya angin laut dan angin darat yang bisa membantu para nelayan pulang pergi melaut mencari ikan sebagai sumber penghidupan keluarganya. Oleh karenanya, Mari bersyukur wahai manusia!

                                                          “Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka Apakah kamu tidak mendengar? Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang

kamu

beristirahat

padanya?

Maka

Apakah

kamu

tidak

memperhatikan? Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS. Al Qashash [28]: 71-73)

138


Bersyukur atas segala karunia Allah baik yang kita minta maupun yang cuma-cuma kita terima menjadi kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh setiap insan beriman. Jangan sampai kita menjadi hamba Allah yang tidak tahu balas budi dan terima kasih atas segala yang telah diberikan. Lebih-lebih jika menganggap segala keberhasilan dalam hidup kita adalah karena jerih payah sendiri tanpa ada campur tangan Tuhan.

                        

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf [7]: 131)

Bersyukur adalah kewajiban atas setiap hamba Allah yang telah diberikan segala kelebihan. Jangan angkuh dan jangan sombong jika tak ingin mendapatkan kemalangan sebagaimana umat-umat terdahulu yang dibinasakan. Naudzubillah min dzalik

       139


"Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Az Zumar [39]: 66)

Tabiat Manusia Itu Enggan Bersyukur Diakui atau tidak meskipun manusia itu paham bahwa segala apa yang didapatkan itu adalah atas karunia Allah namun kebanyakan masih enggan untuk bersyukur kepada-Nya. Tentu yang dimaksudkan bersyukur di sini bukan hanya berucap Alhamdulillah semata namun syukur dalam arti yang sebenarnya. Bersyukur berarti menjadi semakin tawadhu' dan rendah hati. Bersyukur berarti menjadi semakin takwa. Bersyukur berarti menjadi semakin dermawan. Bersyukur berarti semakin peduli dengan nasib kaum duafa, dan seterusnya. Allah SWT mengabarkan di banyak ayat bahwa sifat enggan bersyukur merupakan tabiat manusia pada umumnya meskipun masih ada segolongan umat yang atas petunjuk Allah menjadi umat yang ahli bersyukur walau tak banyak jumlahnya. Dalam setiap kenikmatan yang diberikan, manusia selalu terbagi dalam dua kelompok besar, kelompok pertama ialah mereka yang jadi ahli syukur dan kelompok kedua adalah yang termasuk ahli kufur atas segala pemberian-Nya. Lalu, marilah bertanya kepada diri masing-masing, di manakah posisi kita?

        "Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur." (QS. Al Insan [76]: 3) 140


Allah menyediakan semua apa yang ada di bumi adalah sebagai sumber kehidupan untuk manusia. Mulai dari ikan-ikan di kedalaman lautan hingga buah dan sayuran di ketinggian pengunungan. Mulai dari hewanhewan ternak di rumah pemeliharaan hingga hewan dan tumbuhan yang ada di lebatnya hutan. Kesemuanya itu Allah ciptakan untuk manusia sebagai

khalifah

di

dunia.

Namun

kebanyakan

manusia

tidak

menyadarinya atau telah menyadarinya namun masih enggan untuk mensyukurinya. Allah mengabadikan di dalam Alquran betapa manusia itu sangat kufur terhadap segala nikmat-Nya yang berupa bahan makanan, pergantian siang dan malam, dan nikmat kehidupan.

             "Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur." (QS. Al A'raf [7]: 10)

                      "Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur." (QS. Ghafir [40]: 61)

141


                 "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (QS. As Sajdah [32]: 9)

              "Katakanlah: "Dialah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur." (QS. Al Mulk [67]: 23)

                     "Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)." (QS. Yunus [10]: 60)

           142


"Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)." (QS. An Naml [27]: 73)

Lihatlah bagaimana manusia itu tatkala dalam keadaan sempit dan kekurangan ia ingat kepada Allah dan berdoa dengan khusyuknya namun ketika

kemudian

Allah

mengangkat

derajatnya

dengan

nikmat

kebahagiaan mereka lupa dan ingkar kepada Tuhannya. Manusia enggan untuk sekedar mengucapkan terima kasih atas segala pemberian dan pertolongan Allah kepadanya. Semoga kita semua terhindar dari sikap yang demikian buruknya. Aamiin

                     "Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih." (QS. Al Isra' [17]: 67)

           

143


"Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih." (QS. Hud [11]: 9)

     "Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya." (QS. Al Adiyat [100]: 6)

Jalaluddin Rumi, menceritakan bahwa ada seorang alim berkata bahwa yang menghalangi seseorang untuk bersyukur ialah ketamakan yang tanpa batas. Sebanyak apa pun nikmat yang ia peroleh, sifat tamaknya akan

selalu

menginginkan

yang

lebih

banyak

dari

itu

dan

menghalanginya untuk bersyukur. Ketamakan yang tanpa batas diibaratkan laksana memakan buah yang mentah, roti tengik, atau daging busuk, yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit dan menimbulkan bahaya. Oleh karenanya manusia semestinya dengan sadar dapat berhenti melakukan segala sesuatu yang sejatinya membahayakan dirinya.

Balasan Bagi Orang yang Bersyukur Sesungguhnya jikalau seorang hamba bersyukur itu adalah untuk dirinya sendiri karena Allah itu Mahakaya tidak membutuhkan apa pun dari hamba-Nya. Bahkan seandainya seluruh manusia yang ada di dunia ini

144


tidak beriman, sedikit pun tidak akan mengurangi kekuasaan Allah, Dia akan tetap perkasa dengan atau tanpa ketaatan manusia.

                     "Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman [31]: 12)

Bagi orang-orang yang ahli bersyukur, Allah akan menghindarkannya dari siksaan dan azab yang pedih serta akan ditambahkan nikmatnya dengan nikmat yang sebanyak-banyaknya dan dari arah yang tak disangka-sangka. Itulah balasan bagi orang-orang yang senantiasa ingat kepada Allah baik di waktu duka maupun bahagia. Mereka yang selalu mensyukuri apa pun dan berapa pun pemberian Allah kepadanya. Mereka yang senantiasa qonaah atas segala rezeki yang diperolehnya. Tidak ada rasa iri maupun dengki dalam hatinya manakala melihat orang lain memperoleh nikmat kebahagiaan melebihi dirinya.

            

145


"Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (QS. An Nisa' [4]:147)

             "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim [14]: 7)

Khotimah Hidup yang dipenuhi rasa kesyukuran akan terasa lebih bahagia walau sejatinya secara kasat mata kekurangan. Islam sangat indah memberi tuntunan bahwa terkait hal yang berhubungan dengan materi dan dunia kita diperintahkan untuk melihat ke bawah, ke orang-orang dengan keadaaan yang lebih buruk dari kita dan yang lebih kekurangan, agar kita dapat senantiasa bersyukur dengan keadaan dan nikmat yang telah diberikan. Tatkala kita merasa hidup dipenuhi penderitaan cobalah untuk melihat kondisi orang lain yang nasibnya jauh lebih menderita dari kita. Ketika kita merasa hidup serba dipenuhi kesulitan cobalah untuk melihat orang lain yang bahkan untuk kebutuhan sehari-hari saja belum tentu ada yang bisa dimakan. Bersyukur adalah cara kita berterima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah diberikan. Ungkapan syukur itu tidaklah cukup hanya 146


di lisan namun harus pula diwujudkan dalam setiap amal perbuatan. Bersyukur berarti memberi jalan bagi kita untuk ditambahkan lagi nikmat dari-Nya, baik nikmat di dunia maupun kelak nikmat di akhirat berupa surga yang telah Allah janjikan. Syukur adalah suatu akhlak terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang yang beriman.

“Jangan dilepaskan dari tangan barang yang telah ada karena mengharapkan barang yang masih jauh. Seorang mukmin mensyukuri nikmat yang telah ada di tangannya dan menerima dengan syukur kalau mendapat tambahan lagi.” [Buya Hamka]

Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

14 Ramadan 1438 H 9 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga tidak lupa untuk bersyukur atas segala nikmat-Nya sekecil apa pun

147


#10 KESEDERHANAAN ITU MENGAGUMKAN

                                    "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megahmegahkan di dunia itu)." (QS. At Takatsur [102]: 1-8)

Muqoddimah Di era globalisasi seperti saat ini kehidupan berjalan begitu dinamisnya, senantiasa berubah dengan cepat dan akan meninggalkan siapa pun yang tidak bisa berdaptasi di dalamnya. Era perkembangan teknologi informasi yang begitu menakjubkan menyebabkan batas-batas negara menjadi kabur bahkan nyaris tak ada. Kondisi perekonomian dunia yang semakin dicengkeram oleh sistem kapitalisme dan menjamurnya budaya 148


konsumerisme membuat kini manusia berlomba-lomba dalam mengejar harta dunia dan kekayaan yang berlimpah ruah. Budaya barat yang serba glamor kini menjadi kiblat kebanyakan anak bangsa. Mereka dengan sekuat tenaga dan upaya akan berusaha untuk bisa menduplikasi, menyamai atau bahkan melebihi pencapaian para idola mereka. Gaya hidup yang serba wah dan mewah yang dipertontonkan para pesohor dunia memberi dampak signifikan terhadap mentalitas anak bangsa. Kini, bisa dilihat di mana-mana anak bangsa, khususnya anak muda dan kaum papan atas negeri ini gemar pamer barang-barang mewah, pakaian dan sepatu branded yang harganya tak lagi ratusan ribu, namun sudah jutaan bahkan miliaran rupiah. Mobil keluaran terbaru yang hanya diproduksi beberapa unit di dunia juga mampir ke negeri ini dibeli oleh para konglomerat demi "hobi" katanya. Nampaknya budaya hedonisme dan materialisme kian hari kian parah di negeri tercinta. Saat ini orang lebih dihargai karena kekayaannya bukan karena otak, akhlak, atau karyanya untuk sesama. Yang lebih miris kini kebanyakan manusia menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya semata. Jika datang seseorang bertamu dengan berjas rapi, naik mobil mewah, memakai jam dan ponsel mewah berharga jutaan rupiah maka mereka langsung bersikap ramah dan tak lupa senyum tak hentihentinya merekah, sebaliknya jika yang datang adalah orang dengan pakaian serba sederhana, yang hanya naik motor tua maka akan dipandang sebelah mata, tidak dianggap dan diabaikan kehadirannya. Islam datang sejatinya dengan membawa ajaran kesederhanaan. Lihatlah bagaimana di banyak ayat dalam Alquran Allah melarang kita untuk 149


berlebih-lebihan dalam hal apa pun, dalam makan minum misalnya, Allah juga melarang berlebih-lebihan dalam beragama yang malah akan membuat seseorang jauh dari Tuhannya. Kesederhanaan merupakan akhlak terpuji yang bisa mendidik seseorang menjadi rendah hati, tidak sombong, ramah, membumi, peduli dengan sesama, dan tidak suka pamer atau riya. Dalam Surat At Takatsur Allah menerangkan bagaimana sikap bermegah-megahan (lawan dari kesederhanaan) merupakan sifat tercela yang bisa melalaikan manusia. Sibuk menghitung-hitung hartanya tanpa ada waktu untuk mencari bekal kehidupan di akhirat sana. Sibuk dengan dunia sampai melalaikan bekal matinya.

“Di mana pun, jalan untuk mencapai kesucian hati adalah melalui kerendahan hati” [Jalaluddin Rumi]

Harta benda dan semua perhiasan dunia adalah indah di mata manusia. Namun jangan sampai keindahan yang fana itu melenakan dan melemahkan kita. Jangan sampai harta benda dan segala perhiasan dunia itu memperbudak kita untuk selalu mengejarnya sampai terlupa ada kehidupan hakiki yang juga membutuhkan untuk dipersiapkan sekuat tenaga. Harta benda yang dikaruniakan Allah kepada kita haruslah kita maknai sebagai titipan yang harus kita pergunakan dengan bijak, tidak perlu secara berlebih-lebihan dan bermegah-megahan. Justru dengan sifat

kesederhanaan

itulah

yang

akan

melahirkan

sifat

yang

mengagumkan.

150


                           "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran [3]: 14)

Belajar Sederhana dari Ibunda Khadijah RA Konon, diceritakan bahwa Khadijah RA, istri tercinta Rasulullah adalah orang yang sangat kaya raya pada masanya. Harta kekayaannya sangat melimpah, ada yang menyebut kekayaan Khadijah adalah separuh kekayaan Kota Mekah. Bahkan, tak cukup separuhnya, sebagian ada juga yang berpendapat harta kekayaan Khadijah itu mencapai dua pertiga dari seluruh harta yang ada di Mekah. Namun demikian, kekayaan yang melimpah itu tak membuat Khadijah menjadi seorang yang sombong, angkuh, dan bermewah-mewahan. Harta kekayaan yang dipunyainya itu digunakan

seluruhnya

untuk

membantu

dakwah

Rasulullah,

memperjuangkan agama Allah melawan kaum kafir Quraisy yang selalu mengobarkan permusuhan. Khadijah memiliki peran sentral dalam keberhasilan dakwah Islam ketika itu, beliau ada istri Rasulullah yang setia mendampingi Rasulullah hingga akhir hayatnya, menjadi pelipur lara dan penyemangat Rasulullah tatkala pulang dari berdakwah. Khadijah pula lah yang juga bertindak sebagai salah satu penyandang dana utama untuk keperluan agenda-agenda dakwah. 151


Disebutkan tatkala Khadijah wafat dia tak meninggalkan harta sedikit pun karena seluruhnya telah dinafkahkan di jalan Allah. Untuk sekedar kain kafan saja Khadijah tidak punya dan justru meminta kesediaan sorban Rasulullah digunakan sebagai kafannya. Pernah suatu ketika Khadijah sedang menyusui Fatimah, namun bukan air susu yang keluar dari dadanya tetapi justru darah, hal ini disebabkan karena Khadijah tidak mendapatkan asupan gizi dan bahan makanan yang semestinya. Khadijah dan Rasulullah SAW tidak pernah bermegah-megahan atas karunia kekayaan yang diperolehnya, mereka lebih memilih hidup sederhana bahkan serba kekurangan, harta bendanya digunakan seluruhnya untuk kepentingan dakwah. Suatu saat Rasulullah SAW bertanya kepada Khadijah tentang menyesalkah Khadijah bersuamikan Rasulullah yang harus hidup serba kekurangan karena harta yang ada digunakan untuk kepentingan dakwah. Khadijah dengan tegas menjawab dengan jawaban yang luar biasa, bahwa seandainya kelak dia wafat dan di saat itu Rasul dihadapkan pada kesulitan menyeberangi lautan untuk berdakwah, Beliau diminta untuk menggali kuburnya, mengambil tulang-tulangnya untuk kemudian diikat dan dijadikan sebagai rakit agar Rasulullah bisa menyeberangi lautan itu untuk melanjutkan dakwahnya. Sungguh luar biasa Khadijah, sosok yang kaya raya tapi kemudian memilih hidup sederhana dan menafkahkan seluruh hartanya di Jalan Allah. Sosok yang begitu totalitas dalam perjuangan Islam yang bahkan rela tulang-tulangnya diambil untuk dijadikan rakit guna kepentingan dakwah. Maka pantaslah kiranya kemudian Khadijah menjadi istri yang paling dicintai oleh Rasulullah dan ketika kehilangan Khadijah saat wafatnya menjadi kesedihan yang begitu mendalam bagi Rasulullah. 152


Kecintaan Rasulullah kepada Khadijah pun tetap terjaga walaupun Khadijah telah tiada, hal yang bahkan pernah membuat seorang Aisyah cemburu, cemburu dengan Khadijah yang telah mendapatkan tempat yang istimewa di hati Rasulullah. Khadijah dan Aisyah adalah dua istri Rasulullah yang mendapatkan salam langsung dari Malaikat Jibril karena keistimewaannya dibandingkan istri-istri Nabi yang lainnya.

Belajar Sederhana dari Tokoh Dunia Kesederhanaan adalah ajaran universal yang secara naluriah disukai oleh setiap manusia di dunia. Kesederhanaan menjadikan jarak yang mulanya lebar menjadi dekat antara si kaya dan si papah. Kesederhanaan membuat seorang pemimpin dekat dengan rakyatnya. Kesederhanaan membuat seseorang yang asalnya melangit bisa membumi dan dekat dengan

manusia

lainnya.

Ringkasnya,

kesederhanaan

membuat

seseorang tampak mengagumkan di mata manusia lainnya. Tanpa ada maksud meremehkan, kesederhanaan jika dilakukan oleh seorang rakyat jelata, tidak kaya, dan tidak punya kedudukan tinggi di masyarakat adalah hal yang lumrah serta biasa dan itu adalah "fitrahnya". Justru orang yang dalam kondisi demikian jika berwatak layaknya orang kaya dengan bermegah-megahan itulah sebenarnya yang keluar dari fitrahnya, bahkan termasuk dalam golongan orang-orang yang telah putus urat malunya. Kondisi berbeda dialami jika ada orang yang secara materi melimpah dan mempunyai status sosial yang tinggi di masyarakat namun ternyata bisa bersikap sederhana maka itulah yang termasuk golongan yang luar biasa.

153


Dalam kesempatan ini marilah kita semua belajar dari para pesohor dunia yang walaupun secara agama dan keyakinan berbeda dengan kita namun bisa kita teladani sikap kesederhanaannya. Kita mulai dari Mark Zuckerberg, pendiri Facebook yang dalam usia muda telah masuk deretan orang terkaya di dunia. Meskipun seorang miliarder, Mark dikenal sebagai sosok yang sederhana, yang kemana-mana selalu mengendarai mobil lamanya, pakaian dan aksesoris yang dipakainya pun tidak mencolok harganya. Kemudian dalam deretan pemimpin dunia ada nama mantan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad yang dikenal sebagai Presiden yang sangat sederhana dan merakyat, meskipun seorang presiden dia menolak mendapatkan menggunakan karpet mahal di istana kepresidenannya, ketika melangsungkan pernikahan anaknya juga diselenggarakan dengan sederhana. Fidel Castro, pemimpin revolusi Kuba, ketika menjadi presiden dikenal sangat merakyat, dia hanya menerima gaji setara 350 ribu rupiah. Kemudian ada nama Hugo Chavez dari Venezuela, Presiden yang berasal dari rakyat biasa. Tatkala menjadi presiden ia memotong sebagian besar gajinya untuk kegiatan sosial. Chavez juga dikenal sangat pro rakyat dan orang-orang tertindas. Yang terakhir ada nama pahlawan Afrika Selatan, Nelson Mandela yang membebaskan Afrika Selatan dari politik apartheid, ketika naik menjadi presiden ia juga sangat sederhana, dekat dengan rakyat, dan menyumbangkan sebagian besar gajinya untuk anggaran sosial.

Belajar Sederhana Dari Tokoh Muhammadiyah Dalam bagian ini penulis sengaja memberi tempat khusus untuk menuliskan (kembali) beberapa kisah tentang keteladanan yang 154


diberikan oleh beberapa tokoh di Indonesia, khususnya tokoh Muhammadiyah. Sebagian cerita berikut adalah hasil pengalaman pribadi penulis berinteraksi dengan para tokoh tersebut dan sebagian lainnya merupakan hasil membaca buku dan berita serta mendapatkan cerita dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya. Kisah pertama datang dari K. H. A. R. Fachrudin Allahuyarham, Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama sepanjang masa, lebih dari 20 tahun Pak AR (begitu beliau akrab disapa) memimpin Muhammadiyah. Kemajuan dan kebesaran Muhammadiyah saat ini tentu tak lepas dari tangan dinginnya. Dikisahkan bahwa Pak AR itu selama hidupnya sangat sederhana, sampai beliau wafat pun beliau tak punya rumah. Beliau berkali-kali juga menolak jabatan Menteri tatkala ditawari oleh Presiden Soeharto dan lebih memilih mengurusi Muhammadiyah. Sehari-hari Pak AR bahkan harus berjualan bensin eceran di depan rumah untuk membantu kebutuhan biaya hidup keluarganya selain usaha rumah indekos yang dijalaninya. Saking sederhananya Pak AR, ada cerita anak indekos yang tinggal di rumahnya baru tau Pak AR adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah dan orang penting tatkala Pak AR wafat dan melihat banyaknya orang yang bertakziah serta karangan bunga dari para pejabat negara tak terkecuali Presiden Republik Indonesia. Sulit diterima nalar betapa orang nomor satu di ormas sebesar Muhammadiyah dengan aset triliunan rupiah tetapi hidupnya sangat sederhana. Kisah kedua datang dari Prof. Dr. A. Syafi’i Ma'arif, M.A atau yang akrab dipanggil Buya Syafi’i, Beliau adalah mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005. Beberapa waktu lalu heboh di media sosial ketika tersebar foto Buya sedang ngontel seorang diri di jalanan Kota Yogyakarta sambil membawa tas kresek berisi beberapa buku. Ah 155


rasanya sulit dipercaya orang sekaliber Buya, seorang Profesor tamatan Amerika, mantan Ketua Umum ormas sebesar Muhammadiyah, penerima berbagai penghargaan dari dalam maupun luar negeri dan dianggap sebagai guru bangsa bisa naik sepeda pancal dengan tas kresek di stang sepedanya. Bukankah biasanya orang lain sekaliber Buya ini ke manamana harus diantar mobil mewah, diantar jemput sopir pribadi, bila perlu memakai jasa voorijder segala agar tak perlu macet berlama-lama? Salah seorang adik tingkat saya bahkan pernah bercerita ketika dia masih bersekolah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta pernah menjumpai Buya yang saat itu sedang berbelanja detergen di minimarket sekolah. Cerita ketiga datang dari K. H. Abdulllah Hasyim Allahuyarham, meskipun namanya tidak setenar dua nama sebelumnya namun beliau adalah salah seorang kiai khos dan berpengaruh yang dimiliki oleh Muhammadiyah, khususnya Muhammadiyah di Jawa Timur, lebih khusus lagi di Malang Raya. K. H. Hasyim ialah pengasuh di Padepokan Hizbul Wathan, Dau, Kab.Malang yang juga menjadi asrama para mahasiswa PPUT (Program Pendidikan Ulama Tarjih) UMM. Perjumpaan penulis dengan K. H. Hasyim bermula ketika penulis mengikuti Kajian Ahad pagi di Gedung Dakwah Muhammadiyah Kabupaten Malang beberapa tahun lalu, bertindak sebagai pamateri adalah K. H. Hàsyim sendiri dengan mengambil tema seputar Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Ketika menyimak kajian itu penulis sudah dibuat terkagum-kagum oleh sikap rendah hati beliau yang berkali-kali berkata siap untuk dikoreksi manakala apa yang disampaikan ada yang salah, padahal kalau mau jujur di aula tempat kajian tersebut tidak ada yang lebih "hebat" dibandingkan beliau, semua yang hadir adalah murid-muridnya bahkan ada pula yang masuk kategori "anak ingusan" semacam saya ini. 156


Kekaguman penulis semakin bertambah manakala kajian telah selesai, saat berada di area parkir hendak pulang, penulis melihat K. H. Hasyim menuju ke sebuah mobil tua, terlihat beliau mengendarai sendiri mobil itu. Sewaktu penulis bertanya ke salah seorang teman perihal ini, teman saya menjawab bahwa memang sehari-hari K. H. Hasyim mengendarai sendiri mobil tua itu, tidak memakai sopir pribadi, padahal usia beliau ketika itu telah menembus 70-an tahun. Mobil yang beliau kendarai juga menurut sumber yang Saya peroleh bukanlah milik pribadi namun "dipinjami" oleh UMM, wallahualam. Terlepas dari itu semua, apa yang ditunjukkan oleh K. H. Hasyim adalah kesederhanaan, setidaknya menurut Saya. Disaat banyak ustaz-ustaz muda atau kiai-kiai besar yang ketika berangkat menuju lokasi ceramah naik mobil mewah plus sopir pribadi atau minta diantar jemput panitia tidak demikian halnya dengan K.H. Hasyim yang di hari tuanya tetap sederhana dan bersahaja. Luar biasa bukan? Keteladanan selanjutnya, yang keempat datang dari Dr. K. H. Haedar Nashir, M.Si (Ketum PP Muhammadiyah) dan Dra. Hj. Siti Noordjannah Djohantini, MM., M.Si (Ketum PP Aisyiyah), beliau berdua adalah pasangan suami-istri yg ditakdirkan menjadi pucuk pimpinan di Muhammadiyah

dan

Aisyiyah

(Organisasi

otonom

perempuan

Muhammadiyah) hasil Muktamar Muhammadiyah di Makassar tahun 2015 lalu. Sebagai pemimpin organisasi besar yang jumlah anggotanya puluhan juta yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia dan mancanegara (per-Juli 2017 ini Cabang Istimewa Muhammadiyah dan Aisyiyah sudah berdiri di 20 negara di 5 benua) serta dengan amal usaha puluhan ribu banyaknya, dan juga aset triliunan rupiah, (bahkan ada yang mengatakan Muhammadiyah adalah negara di dalam negara karena persyaratan

mendirikan

negara

hampir

semua

sudah

dimiliki 157


Muhammadiyah, saking lengkapnya) rasa-rasanya tak layak beliau berdua ini sebagai seorang "Presiden" dan "Ibu Negara" harus ngemper di stasiun seperti yang diabadikan dalam sebuah foto yang sempat viral di media massa tahun lalu dalam perjalanan Yogyakarta-Cirebon, tapi begitulah faktanya. Padahal kalau mau, Yogyakarta-Cirebon pulang pergi beliau bisa diantar jemput dengan fasilitas tak biasa kalau tak mau disebut mewah. Tapi lagi-lagi begitulah yang tertangkap kamera dan demikianlah faktanya. Pencitraan? buat apa, beliau berdua bukan (oknum) politikus yg (kebanyakan) bermuka dua, yang selalu ingin tampil

mempesona

di

depan

media

karena

takut

kehilangan

konstituennya (jabatannya). Dari sini, Saya belajar kesederhanaan dan keteladanan dari beliau berdua. Cerita terakhir, yang kelima adalah pengalaman Saya pribadi ketika mendampingi Dr. K. H. Agung Danarto, M.Ag

yang saat itu selaku

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dan Drs. K. H. Marpuji Ali sebagai Sekretaris PP Muhammadiyah seminggu di Taiwan dalam acara pengajian dan pelantikan PCIM Taiwan tahun 2014 lalu. Beliau berdua juga sangat sederhana dan tidak risih ketika terpaksa kami ajak jalan kaki dan ngemper di stasiun atau di pinggir jalanan, senyum selalu terhampar di wajah beliau berdua walau pelayanan yang kami berikan bisa dikata jauh di bawah standar yang ada untuk "pejabat" seperti beliau berdua. Fenomena apakah ini, orang-orang besar yang tidak mau dibesarbesarkan. Orang-orang penting yang tidak mau dipenting-pentingkan. Para petinggi yang tidak mau ditinggi-tinggikan tapi malah memilih merendah, memilih untuk membumi. Salam takdzim untuk beliau semuanya, semoga bisa menirunya ! 158


Khotimah Membiasakan bersikap sederhana haruslah kita mulai sejak dini. Bersikap

sederhana

tak

akan

membuat

hina

diri

ini.

Justru

kesederhanaan akan melahirkan sikap yang mengagumkan yang tidak akan didapatkan ketika bermegah-megahan. Orang yang diberi kelebihan rezeki dan kedudukan oleh Allah manakala ia bermewah-mewahan di mata manusia akan mendapatkan dua penilaian, ada yang akan menilainya wajar (bukan kekaguman) karena sesuai dengan kenyataan bahwa ia orang kaya dan terhormat, namun ada pula yang akan menilai negatif dan dianggap hanya pamer semata dan penuh dengan kesombongan. Namun tatkala seseorang yang kaya dan terhormat itu dalam kesehariannya berlaku dan bersikap sederhana maka pasti kebanyakan orang akan kagum kepadanya walau tidak menutup kemungkinan masih akan ada yang menilai negatif karena menganggap sebagai pencitraan dan seterusnya, karena begitulah, mendapatkan keridaan seluruh manusia merupakan suatu hal yang tak akan bisa tercapai, rida annas ghoyatun la tudrok. Terlepas dari itu semua, kesederhanaan yang otentik tanpa dibuat-buat dan tanpa tujuan pencitraan akan menimbulkan rasa kekaguman setiap orang yang memandangnya. Kekaguman itulah yang penulis rasakan tatkala melihat sosok seperti Ibunda Khadijah, Pak AR, Buya Syafi’i, K. H. Hasyim, Pak Haedar, Bu Noor, Pak Agung dan Pak Marpuji dalam cerita di atas maupun orang-orang sederhana lainnya seperti Ahmadinejad, Chavez,

dan

lain

sebagainya.

Betapa

orang-orang

hebat

yang

sesungguhnya itu tidak lagi harus berkoar-koar bahwa ia hebat, namun sikap dan perilakunya lebih dari cukup untuk menjelaskan bahwa ia hebat. Marilah kita semua memohon kepada Allah agar dijauhkan dari sikap bermegah-megahan dan kecintaan yang berlebihan atas segala 159


kesenangan hidup di dunia yang dapat melalaikan kita dari berjihad dan berjuang di jalan-Nya.

                                   "Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At Taubah [9]: 24) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

14 Ramadan 1438 H 9 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dijaga dalam kesederhanaan

160


#11 RAMADAN DAN REFLEKSI KEBERIMANAN-BAGIAN PERTAMA (TADABUR QS. AL ANFAL [8]: 2-4)

                                      "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal . (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia." (QS. Al Anfal [8]: 2-4)

Muqoddimah Bulan Ramadan diturunkan oleh Allah SWT dengan membawa keutamaan-keutamaan, sebuah keistimewaan yang tidak diberikan pada bulan lain kecuali Ramadan. Keistimewaan inilah yang kemudian 161


menjadikan Ramadan bagai magnet ketaatan. Pada bulan ini mendadak dijumpai banyak sekali orang berbondong-bondong berjemaah salat wajib maupun sunah di masjid-masjid dan musala, mulai dari daerah perkampungan sampai perkotaan, dari kompleks perumahan sampai perkantoran. Banyak pula yang kemudian berlomba-lomba membuka dan membaca kembali Alquran. Di mana-mana banyak dijumpai orang memberi donasi untuk keperluan berbuka puasa maupun memberi santunan kepada orang-orang yang kekurangan. Bulan Ramadan bisa dibilang bulan di mana seseorang berada pada puncak keimanan dan ketakwaan. Berbuat baik pada bulan ini sangatlah jauh lebih mudah dibandingkan bulan selain Ramadan. Barangkali inilah salah satu bukti tentang keistimewaan Ramadan yang disebutkan di Hadis maupun Alquran. Di bulan ini Allah menutup pintu neraka dan membuka lebar pintu surga serta membelenggu setan-setan. Di bulan ini pula Allah memberi banyak "diskon" ampunan dan "obral" pahala bagi siapa saja yang mengisi Ramadan dengan amalan-amalan yang dituntunkan. Ada banyak keutamaan di bulan ini yang menjadi motivasi kaum beriman untuk semakin meningkatkan amal ibadahnya. Bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya lima keutamaan yang tidak pernah diberikan kepada umat terdahulu, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada minyak kasturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi orang yang berpuasa sampai mereka berbuka, Allah setiap hari menghias surga-Nya untuk menyambut hamba-Nya yang berpuasa, jin yang jahat diikat, dan Allah memberi ampunan bagi hamba-Nya yang memohon ampunan pada setiap akhir malam. (HR. Ahmad). Di dalam bulan Ramadan terdapat malam yang 162


penuh kemuliaan dan keberkahan yang lebih baik dari seribu bulan (QS. Al Qadr: 1-3; QS. Ad Dukhan: 3; HR. Ahmad dan An Nasa’i). Ketika bulan Ramadan tiba, setan–setan dibelenggu, pintu–pintu neraka ditutup sedang pintu–pintu surga dibuka (HR. Bukhari; HR. Muslim; HR. Ahmad dan An Nasa’i). Ramadan merupakan juga bulan turunnya Kitab Suci Alquran (QS. Al Baqarah: 185) serta bulan yang mustajabah untuk berdoa (HR. Al Bazaar; HR. At Thabrani). Ramadan juga disebut sebagai bulan penghapus dosa (HR. At Thabrani) dan bulan yang isinya penuh dengan rahmat (HR. At Thabrani) Ramadan ialah waktu di mana tingkat keimanan seseorang berada pada level tertingginya. Namun apakah iman itu sebenarnya? Bagaimanakah ciri orang yang benar keimanannya? Dan bagaimana pula korelasinya dengan Ramadan yang seharusnya bisa dijadikan sebagai sarana refleksi diri tentang keberimanan, sudah benar atau kah masih ada yang kurang? Dalam Surat Al Anfal ayat 2-4 Allah menjelaskan bagaimana seseorang yang benar keimanannya itu. Ayat inilah yang akan Kami bahas dalam tulisan ini, semoga sedikit banyak memberi pencerahan kepada para pembaca di mana pun berada, khususnya kepada penulis pribadi yang hanya manusia biasa, masih sangat jauh dari sempurna. Semoga Allah SWT memberikan taufik serta hidayah-Nya.

Beriman ialah Bila Disebut Nama Allah Maka Bergetarlah Hati Ciri pertama orang yang benar keimanannya ialah seperti yang disebutkan dalam QS. Al Anfal ayat 2, yakni manakala disebut asma Allah, gemetarlah hati orang yang beriman. Hal ini mengandung pengertian bahwa orang yang benar keimanannya akan selalu mempunyai rasa takut kepada Allah. Takut untuk berbuat maksiat serta takut kurang 163


ketaatannya kepada-Nya. Sehingga ketika seseorang itu disebutkan nama Allah, hatinya menjadi bergetar karena keimanan itu. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan makna ayat ini ialah tatkala ada seseorang yang hendak berbuat maksiat lalu kepadanya dikatakan "Bertakwalah engkau kepada Allah", seketika orang tersebut hatinya bergetar, takut dan ingat kepada Allah, dan kemudian segera membatalkan niat buruknya itu. Itulah ciri orang yang beriman dan benar keimanannya.

      "Mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka" (QS. Al Anfal [8]: 2)

Beriman ialah Bila Dibacakan Ayat-Ayat Allah Bertambahlah Iman Sebagai ciri kedua adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah, keimanannya akan bertambah. Yang dimaksudkan ayat-ayat Allah ini tidak hanya yang berwujud ayat-ayat qouliyah dalam Alquran melainkan juga ayat-ayat kauniyah di alam semesta yang merupakan tanda-tanda kebesaran-Nya. Orang yang beriman senantiasa memiliki hati yang lembut yang mudah untuk mendapatkan hidayah Allah SWT. Rasulullah tatkala meminta dibacakan Alquran oleh Ibnu Mas'ud RA beliau menangis disebabkan penghayatannya kepada Alquran dan sebab lembutnya hati beliau dalam menerima kebenaran dari Tuhan.

164


Imam Bukhari dan kebanyakan ulama mengomentari ayat ini sebagai pertanda bahwasanya iman manusia itu bisa bertambah (sebagai antitesisnya berarti dapat pula berkurang) disebabkan oleh beberapa perkara, (Al imanu yazidu wa yanqus). Maka bagi orang yang beriman harus berupaya untuk mendekati atau pun melakukan perkara-perkara yang dapat meningkatkan keimanan dan sebaliknya menjauhkan diri dari hal-hal yang melemahkan iman.

      "Apabila

dibacakan

ayat-ayat-Nya

bertambahlah

iman

mereka

(karenanya)" (QS. Al Anfal [8]: 2)

Beriman ialah yang Selalu Bertawakal Hanya Kepada Allah Ciri selanjutnya sebagai ciri yang ketiga orang yang benar keimanannya dalam QS. Al Anfal ialah orang yang senantiasa bertawakal kepada Allah setelah melakukan ikhtiar yang maksimal. Tawakal berarti pengakuan bahwa Allah lah satu-satunya tempat bersandar dan memohon pertolongan. Menjadi tempat menggantungkan segala harapan dan keinginan. Allah menjadi satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan yang menguasai alam semesta. Tidak ada satu pun kejadian di semesta yang berjalan tanpa seizin-Nya. Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa Sa’id bin jubair berkata: “Tawakal kepada Allah merupakan himpunan (gabungan) keimanan." Tidaklah berlebihan perkataan demikian mengingat begitu intimnya arti tawakal kepada Allah. Bagi orang yang beriman, tawakal kepada Allah 165


adalah muara dari segala perjuangan yang telah dilakukan, menyerahkan segala hasilnya hanya kepada Allah. Allah lah sebaik-baiknya perencana dan hakim dalam menetapkan keputusan. Tawakal juga mengandung makna pemberian kepercayaan seutuhnya kepada Allah, bahwa Dia lah yang Mahakuasa atas segala sesuatu, yang ketika berkehendak cukup dengan berfirman, “Jadilah, maka jadilah !”.

    "Dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal." (QS. Al Anfal [8]: 2)

Beriman ialah Mereka yang Selalu Mendirikan Salat Ciri yang kelima adalah salah satu wajah lain dari iman yang sebagaimana definisi umumnya berarti keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan melalui praksis gerakan. Salat adalah bukti iman dalam bentuk amal perbuatan. Orang yang benar keimanannya akan senantiasa menjaga setiap salatnya dalam berbagai keadaan. Salat adalah amalan yang utama dan pertama yang akan dihisab kelak di yaumul qiyamah. Apabila salatnya baik maka baik pula seluruh amalnya namun jika salat dinilai buruk maka buruk juga seluruh amalnya. Salat menjadi perkara yang sangat penting untuk ditegakkan karena menjadi pembeda antara orang mukmin dan kafir, antara orang mukmin dan munafik. Salat juga merupakan tiang agama dan menjadi benteng kita dari perbuatan keji dan munkar. Namun apakah hanya sekedar mengerjakan salat saja sebagai penggugur kewajiban telah bisa dianggap sebagai orang yang benar keimanannya? 166


Qatadah, dalam Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud "mendirikan salat" pada QS. Al Anfal ayat yang ketiga ialah memelihara waktu-waktu pelaksanaannya, termasuk wudunya, rukuk dan sujudnya. Senada dengan itu, Muqatil Ibnu Hayyan juga berpendapat bahwa mendirikan salat artinya memelihara waktu-waktu penunaiannya, melakukan rukuk dan sujudnya dengan sempurna, membaca Al-Qur'an di dalamnya serta bertasyahud (membaca syahadat) dan shalawat untuk Nabi. Hal ini berarti mendirikan salat tidak hanya sekedar dilaksanakan seadanya sebagai penggugur kewajiban melainkan juga harus dijaga kualitasnya, tuma'ninah, dan seterusnya agar sempurna dan khusyuk ibadah salat kita.

   "(Yaitu) orang-orang yang mendirikan salat." (QS. Al Anfal [8]: 3)

Beriman ialah Menafkahkan Sebagian Harta di Jalan Allah Yang terakhir, keenam sebagai ciri orang yang benar keimanannya ialah orang

yang

senantiasa

menafkahkan

hartanya

di

jalan

Allah.

Sebagaimana salat, bersedekah adalah manifestasi iman dalam bentuk amal perbuatan. Menafkahkan sebagian harta yang dikaruniakan Allah merupakan perintah yang sangat banyak terdapat di dalam Alquran selain salat. Orang yang mengaku beriman namun enggan menafkahkan hartanya maka dipertanyakan keimanannya. Menafkahkan harta di jalan Allah sangatlah luas cakupannya. Bisa berbentuk zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, hadiah, dan sebagainya. 167


Peruntukannya pun juga sangat banyak mulai dari kepentingan membantu karib kerabat, menyantuni anak yatim, memberi makan orang miskin, untuk pembangunan masjid, musala, madrasah, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya. Menafkahkan harta juga bisa diperuntukkan bagi supporting kegiatan-kegiatan dakwah yang tentu juga membutuhkan biaya. Lalu apakah dengan sekedar menafkahkan harta di jalan Allah lalu kita bisa dimasukkan ke dalam golongan orang yang benar keimanannya? Ternyata belum. Di ayat yang lain dijelaskan bahwasanya menafkahkan harta di jalan Allah ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Harus ikhlas niatnya, baik penyampaiannya, tidak diungkit-ungkit pemberiannya, serta lebih utama menginfakkan harta yang masih dicintainya. Prioritas untuk menafkahkan harta juga dijelaskan dalam Alquran yang secara garis besar mengutaman kepada karib kerabat dan anggota keluarga. Pembahasan yang lebih rinci dari bab ini bisa dibaca pada tulisan saya sebelumnya dengan judul "Menggugah Semangat Kedermawanan Kaum Beriman" edisi 7 Ramadan 1438 H.

    "Dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka." (QS. Al Anfal [8]: 3)

Balasan Bagi Mereka yang Benar Keimanannya Allah menutup rangkaian penjelasan mengenai ciri orang yang beriman dalam QS. Al Anfal dengan iming-iming balasan yang besar. Yakni, yang 168


pertama orang-orang yang beriman akan memperoleh kedudukan beberapa derajat lebih tinggi di sisi Allah. Dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir yang dimaksud dengan ditinggikan kedudukannya beberapa derajat ialah tempat atau kedudukannya kelak di surga. Dalam ayat lain di Alquran maupun penjelasan dalam Hadis Rasulullah disebutkan bahwa surga itu bertingkat-tingkat, disesuaikan dengan amal ibadah para penghuninya. Penghuni surga yang di atas akan dapat melihat surga yang di bawahnya tapi tidak sebaliknya. Balasan kedua ialah akan diperolehnya ampunan dari Allah SWT. Orang yang beriman yang benar keimanannya tidak akan disia-siakan ketaatannya kepada Allah. Allah akan membalas dengan memberikannya ampunan atas segala dosa dan salah baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Dan Allah lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Penjelasan perihal ampunan Allah SWT bisa diliat juga pada tulisan saya sebelumnya dengan judul "Menyegerakan Memohon Maaf dan Ampunan" edisi 2 Ramadan 1438 H. Dan yang terakhir, balasan yang ketiga adalah Allah akan memberikan nikmat atau rezeki yang mulia. Nikmat maupun rezeki ini tidak hanya dimaknai sebagai materi, namun lebih luas dari itu. Nikmat kesehatan, keluarga yang harmonis, teman yang setia, dan lain sebagainya juga termasuk nikmat yang mulia. Nikmat Allah akan diberikan kepada orangorang yang beriman dari arah yang tak disangka-sangka. Itulah balasan bagi orang yang beriman.

             169


"Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia." (QS. Al Anfal [8]: 4)

Terkait dengan rezeki, dalam bukunya yang berjudul Dia Di Mana–Mana; “Tangan” Tuhan Di Balik Setiap Fenomena, Quraish Shihab membagi rezeki menjadi 2 macam, yakni rezeki material dan rezeki spiritual. Beliau juga mendefinisikan makna rezeki sebagai segala sesuatu yang diperoleh oleh manusia dan dapat digunakan untuk memelihara kehidupan, hajat, serta kemasalahatannya. Oleh karenanya jika ada seseorang yang mendapatkan suatu perolehan atas hasil usahanya namun tidak dapat ia manfaatkan untuk dirinya maka itu bukan termasuk rezeki tapi disebut sebagai hasil usaha atau dalam bahasa Alquran disebut sebagai kasb. Rezeki merupakan pemberian dari Allah kepada setiap makhluk-Nya yang Ia kehendaki yang seringkali dianggap sebagai hal yang gaib dan masih menjadi misteri karena tidak dapat diterima nalar biasa. Berapa banyak contoh di sekitar kita tentang bagaimana seseorang yang hanya bekerja serabutan dengan gaji pas-pasan namun nyatanya bisa naik haji, mampu pula menyekolahkan anak-anaknya sampai bangku kuliah. Di lain sisi, seseorang yang berpendidikan tinggi dengan pekerjaan yang bergaji lebih tinggi namun ternyata banyak hutang, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masih saja merasa kurang, hidupnya serba merasa sengsara dan menderita. Liat pula bagaimana Allah memberikan rezeki kepada cicak yang notabene tidak dapat terbang dengan makanan yang berupa nyamuk yang bersayap dan gesit gerakannya. Namun demikian, 170


rezeki hanya akan diberikan Allah jika dengan didahului oleh usaha (ikhtiar) makhluk-Nya. Rezeki adalah hal gaib yang tidak dapat dijelaskan dengan logika, ia bukan pula perihal matematika yang pasti hasilnya. Maka sejatinya rezeki bukan berbicara tentang apa wujud dan berapa kuantitasnya, karena keduanya tidak berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Rezeki adalah soal kecukupan dan keberkahan, oleh karenanya dalam setiap doa kita dituntunkan untuk selalu memohon dilapangkan dan dicukupkan rezeki (sesuai dengan porsi) serta diberikan keberkahannya.

Refleksi Keberimanan Kita Begitu banyaknya keutamaan di bulan ini maka menjadi sangat wajar kaum mukminin di mana pun tempatnya di seluruh dunia berlombalomba mendapatkan berkah bulan Ramadan yang hanya ada setahun sekali. Sewajar pula ketika kemudian bulan Ramadan pergi ketaatan yang telah memuncak kemudian berkurang lagi. Ada yang mengatakan bahwa salah satu tanda keberhasilan Ramadan diterima ialah tatkala Ramadan pergi maka minimal segala ketaatan yang kita lakukan selama Ramadan bisa diistikamahi, dan yang lebih utama dari itu ialah lepas dari Ramadan justru ketaatan kita semakin meninggi. Memang idealnya demikian (Saya tidak menyebut sebagai utopia) namun sebagai manusia biasa dengan tingkat keimanan yang senantiasa naik dan turun setiap detiknya sangatlah berat dan bisa dikatakan hampir pasti mustahil kita bisa lebih taat di bulan lain di luar Ramadan yang mulia ini, bahkan untuk sekedar mengimbangi saja rasanya juga berat, kalau pun ada yang mampu, hanya ada satu dari sejuta orang barangkali. 171


Tanpa bermaksud memberi pesan pesimistis, secara realistis keimanan di luar bulan Ramadan akan berkurang, tingkat ketakwaan kita pun akan lebih rendah lagi. Satu-satunya yang bisa kita ikhtiarkan (sekali lagi, dengan realistis) ialah bagaimana agar segala keimanan yang telah meninggi itu tidak turun terlalu jauh apalagi kemudian hilang sama sekali. Ibaratnya ketika Ramadan kita mendapatkan nilai 100 maka di luar Ramadan harus bisa paling tidak mendapat 99 atau 98, jika di Ramadan bisa khatam Alquran sebulan sekali, di bulan Ramadan paling tidak bisa khatam dua atau tiga bulan sekali. Jangan sampai ketika Ramadan kita bisa khatam Alquran, di luar Ramadan bahkan sekedar membuka Alquran saja tidak dilakukan, kita berlindung kepada Allah dari hal yang demikian. Ramadan adalah momentum yang tepat untuk kita semua melakukan refleksi dan introspeksi diri. Panggilan untuk melakukan puasa Ramadan itu Allah tujukan hanya kepada orang-orang yang beriman dengan tujuan agar kelak selepas puasa kita bisa menjadi insan yang bertakwa. Penahkah kita bertanya pada diri sendiri benarkah kita telah beriman hingga merasa dipanggil Allah untuk melakukan puasa Ramadan? Jangan-jangan sebenarnya kita belum sepenuhnya beriman dan hanya ge-er saja merasa dipanggil sebagai kaum beriman. Ketika Ramadan tiba, orang berbondong-bondong menjadi ahli salat dan ahli sedekah. Bagus memang, namun sudah benarkah salat dan sedekah kita sehingga kita resmi memiliki ciri sebagai orang yang beriman? Di QS. Al Anfal yang telah Kami sajikan di atas dijelaskan bahwa salat dan bersedekah merupakan 2 dari 5 ciri orang yang benar keimanannya. Perintah salat di dalam Alquran senantiasa disandingkan dengan 172


perintah untuk menafkahkan harta di jalan Allah sama hal nya dengan perintah iman selalu bersamaan dengan amal saleh. Salat itu ialah salah satu ibadah mahda yang hubungannya langsung dengan Allah, tertentu waktunya, dan telah dituntunkan ketentuan pelaksanaannya, tidak dapat ditambah maupun dikurangi, sama halnya dengan puasa, haji, zakat, dan seterusnya. Salat merupakan ibadah vertikal yang berhubungan dengan Allah (hablun minallah) meskipun mempunyai dampak secara horizontal (hablun minannas) juga kepada sesama manusia karena salat yang benar akan mencegah perbuatan keji dan munkar. Salat sebagai bagian dari ibadah mahda dapat diterima hanya kalau memenuhi dua syarat, ikhlas karena Allah dan ittiba’' Rasulullah, mengikuti apa yang Rasulullah contohkan. Sekarang marilah kita lihat bagaimana salat kita sepanjang Ramadan. Kita menjadi rajin berjemaah ke masjid untuk salat 5 waktu bahkan ditambah dengan berbagai salat sunah, tak ketinggalan salat tarawih juga kita lakukan. Itu semua karena apa? Atau karena siapa? Ikhlas karena Allah atau kah karena yang lainnya? Salat kita yang banyak sepanjang Ramadan itu sudahkah benar pelaksanaannya? Sudah khusyuk dan tuma'ninahkah? Sekedar salat setengah jam saja terkadang kita sudah mengeluh dan lebih memilih mengikuti jemaah salat yang super cepat di tempat

lainnya.

Bagaimana

mungkin

khusyuk

dan

tuma'ninah

sebagaimana yang Rasulullah contohkan dalam salat bisa didapatkan manakala salat tarawih yang 23 rakaat itu diselesaikan hanya dalam waktu 10 menit bahkan 7 menit saja seperti yang baru-baru ini viral di media massa? Bukankah seburuk-buruk pencuri ialah pencuri dalam salat? Yang tidak menyempurnakan setiap gerakan salat karena terburuburu dalam melaksanakannya. 173


Lalu bagaimana dengan sedekah, zakat, infak kita yang banyak itu selama bulan puasa? Sudah yakinkan benar dalam niat dan pelaksanaannya? Sudahkah kita memberi secara ikhlas tanpa berharap pamrih dari sesama? Atau jangan-jangan kita bersedekah sekali namun menyebutnyebutnya berkali-kali tatkala berjumpa dengan orang lain di luar sana? Pernahkah kita dalam menafkahkan harta di jalan Allah menggunakan harta benda yang sebenarnya masih kita cinta? Atau jangan-jangan hanya sebatas barang bekas yang sudah tidak terpakai yang kemudian kita sumbangkan ke kaum fakir miskin dan para duafa? Rasanya terlalu percaya diri kita mengklaim sebagai bagian kaum beriman yang mendapatkan perintah untuk berpuasa Ramadan manakala dua hal di atas masih belum maksimal kita lakukan. Salat kita, sedekah kita, dan amal ibadah kita yang lainnya harus kita perbaharui lagi kualitasnya dalam setiap kesempatan. Semoga Allah SWT memberikan kita ampunan dan tuntunan.

Khotimah Ramadan yang sudah semakin jauh berjalan ini marilah kita manfaatkan untuk memperbanyak kuantitas ibadah kita, namun jangan sampai melupakan kualitasnya. Dan juga jangan sampai dalam beribadah kita terjebak dalam sekedar rutinitas dan melupakan apa yang sesungguhnya menjadi esensi dari ibadah. Ramadan selain kita gunakan dalam melaksanakan segala ketaatan juga marilah kita manfaatkan untuk sekaligus merefleksikan kembali kadar keberimanan kita. Apakah kita ini telah beriman atau masih hampir 174


beriman sesungguhnya? Kalau sudah beriman sudah benarkah keimanannya? Tentu yang hanya bisa menjawab hanya diri kita. Iman senantiasa membutuhkan pembuktian lewat amal saleh yang kita lakukan. Iman tanpa amal saleh hanya akan berkutat pada wilayah kebatinan dan bukan seperti demikian yang Rasulullah ajarkan. Iman itu meskipun sifatnya sangat personal namun harus juga memberi dampak positif bagi komunal. Sebagai penutup, marilah kita renungkan nasehat dari K. H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah berikut:

“Keislaman bukan hanya Allah ada di dalam jiwamu, kehidupan Islam menjadi nyata melalui perilakumu.” [K. H. Ahmad Dahlan]

Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

15 Ramadan 1438 H 10 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dituntunkan menjadi hamba yang benar keimanannya

175


#12 RAMADAN DAN REFLEKSI KEBERIMANAN-BAGIAN KEDUA (TADABUR QS. AL BAQARAH [2]: 177)

                                                        "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah [2]: 177)

176


Muqoddimah Di dalam Alquran Surat Al Baqarah perintah puasa Ramadan Allah tujukan hanya kepada orang-orang yang beriman. Begitu pula di banyak perintah lainnya di dalam firman-Nya tak kurang dari 90 kali Allah mengawalinya dengan kata "Hai Orang-Orang Yang Beriman". Hal ini mengandung makna bahwa perintah yang diserukan itu tidak akan mungkin dapat dilakukan oleh orang-orang kafir atau pun munafik karena mereka semua di dalam hatinya tidak menyakini kebenaran Islam maupun keesaaan Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Bagi orang yang beriman, kedatangan bulan Ramadan selalu dinantikan setiap tahunnya. Bila ada orang yang paling berbahagia atas hadirnya bulan mulai ini tentu itu ialah orang-orang yang beriman kepada-Nya. Menjadi seseorang yang beriman merupakan nikmat dan karunia Allah yang tak tergantikan. Suatu nikmat yang akan menjadi pembeda nasib di dunia dan kelak di akhirat dengan orang-orang yang tak beriman. Namun apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan kaum yang beriman itu? Apakah hanya sekedar menyakini akan keesaan Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah sudah cukup disebut sebagai orang yang (benar) imannya? Dalam Quran Surat Al Baqarah ayat yang ke 177 Allah menerangkan kepada

para

hamba-Nya

tentang

bagaimana

sebenarnya

yang

dimaksudkan dengan orang yang benar keimanannya itu. Iman yang tidak hanya keyakinan dalam hati, namun juga dalam lisan dan dibuktikan dalam amal perbuatan. Ya, iman itu membutuhkan pembuktian dengan amal saleh yang dilakukan dan dirasakan manfaatnya oleh sesama manusia. Iman bukanlah ilmu kebatinan yang merasa cukup untuk diyakini dalam hati saja tanpa mau berbuat apa-apa. 177


Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa tatkala sahabat Rasul yang bernama Abu Dzar Al Ghiffari RA bertanya kepada Rasulullah tentang hakikat iman. Rasulullah kemudian membacakan Surat Al Baqarah ayat 177 ini sampai dengan selesai. Ketika Abu Dzar bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama Rasulullah kembali menjawabnya dengan membacakan ayat yang sama pula. Ayat ini memuat pokok-pokok iman yang sebenarnya yang seharusnya melandasi setiap orang yang mengaku beriman untuk melaksanakannya. Dikisahkan awal mula ayat ini turun ialah ketika peristiwa turunnya perintah Allah agar kaum mukminin yang awalnya berkiblat ke Baitulmakdis untuk berpaling menuju ke arah Baitullah (Kakbah) di Mekah. Perintah ini rupanya terasa berat oleh ahli kitab dan sebagian kaum muslim sehingga Allah merasa perlu untuk menurunkan penjelasan hikmah yang terkandung dalam perintah tersebut. Yang pada pokoknya mempunyai tujuan agar setiap orang yang beriman, taat kepada Allah dan mengerjakan apa pun yang diperintahkan kepadanya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Menghadap ke mana pun arah yang diperintahkan-Nya tanpa perlu untuk membangkang kepadaNya. "Demikianlah makna kebajikan, takwa, dan iman yang sempurna. Dan kebajikan serta ketaatan itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepatuhan menghadap timur atau barat, jika bukan karena perintah Allah dan syariatnya" begitu nukilan dari Tafsir Ibnu Katsir mengomentari makna dari ayat 177 Surat Al Baqarah ini. Abu Aliyah mengatakan bahwa yang beribadah menghadap ke arah barat ialah kaum Yahudi sedang yang ke arah timur kaum Nasrani. 178


Iman ialah Menyakini Sepenuh Hati Keberadaan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, dan Hari Akhir Mengawali penjelasan mengenai ciri yang pertama dari orang yang (benar-benar) beriman dalam Surat Al Baqarah 177 ialah mereka orangorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta kepada malaikat, kitab, dan para nabi-Nya. Iman kepada Allah menduduki peringkat teratas dan sebagai konsekuensinya harus pula diikuti dengan keimanan kepada

apa-apa

yang

diperintahkan-Nya.

Mujahid

mengatakan

sebagaimana yang tertulis dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa "Kebajikan yang sesungguhnya ialah ketaatan kepada Allah yang telah meresap ke dalam hati." Sedang menurut Ad Dahhak, "Kebajikan dan ketakwaan itu ialah bila menunaikan fardu-fardu sesuai dengan ketentuannya." Iman kepada Allah ialah inti atas keimanan seseorang, pengakuan bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan dan sesembahan, tempat segala permohonan dan pengharapan digantungkan. Allah ialah muara segala apa yang kita lakukan. Pengakuan atas keimanan kepada Allah kemudian harus diikuti dengan keimanan kepada apa-apa yang diperintahkan untuk diimani. Iman kepada Allah menjadikan seseorang tidak menyekutan Allah dengan lainnya. Iman kepada hari akhir berarti menyakini bahwa janji Allah itu benar, bahwa segala apa yang ada di alam semesta akan binasa kecuali Allah yang Mahakekal dan Abadi. Iman kepada hari akhir juga mengakui bahwa akan ada hari pembalasan atas segala apa yang manusia lakukan selama hidup di dunia ini. Iman kepada hari akhir mengandung konsekuensi

masing-masing diri harus mempersiapkan segala bekal

untuk menjalani kehidupan setelah mati nanti. 179


Iman kepada malaikat-Nya berarti menyakini dengan segenap hati bahwa ada malaikat yang selalu mengawasi gerak gerik kita, mencatat semua amal dan dosa kita. hal ini menjadikan tiap orang yang beriman harus senantiasa berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan ketika hidup di dunia. Iman kepada kitab-kitab Allah berarti menyakini akan keotentikan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi umat manusia. Iman kepada kitab Allah berarti juga menyakini semua kitab terdahulu yang diturunkan kepada nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad, yakni Taurat, Zabur, dan Injil serta termasuk di dalamnya suhuf-suhuf (wahyu Allah yang berbentuk lembaran-lembaran). Iman kepada kitab berarti menjadikan Alquran sebagai sumber hukum utama dalam kehidupan. Senantiasa membaca, mentadaburi, dan mengamalkan isinya dalam kehidupan serta tak lupa mengajarkanya kepada orang lain. Iman kepada nabi-nabi berarti menyakini adanya utusan Allah yang membawa risalah kebenaran dari Tuhan yang berwujud agama tauhid sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Iman kepada nabi mengandung makna menjadikan nabi dan rasul sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari yang harus diikuti apa yang disampaikan karena merupakan pesan dari Tuhan.

        "Beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi." 180


Iman ialah Menafkahkan Harta yang Dicintainya di Jalan Allah Ini adalah jenis sedekah yang lebih tinggi kedudukannya dari sedekah biasa, yakni manakala kita mampu untuk bersedekah dengan harta yang masih kita cintai dan ingini. Sedekah jenis ini mengandung makna bahwa kebutuhan dan kesulitan orang lain mampu untuk mengalahkan ego pribadi sehingga dengan tulus ikhlas kita mampu untuk menafkahkan harta yang kita cintai. Ibnu Mas'ud dan Sa'id Ibnu Jubair berkata mengomentari ayat ini bahwa sedekah harus tetap ditunaikan walaupun kita masih menginginkan dan berhasrat kepadanya. Ada salah satu Hadis Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA yang dinilai sahih terkait dengan ayat ini, bahwa sedekah yang paling utama ialah apabila kamu tetap mengeluarkannya, sedang kamu dalam keadaan sehat lagi pelit, bercita-cita ingin kaya dan takut jatuh miskin. Inilah sebaik-baiknya sedekah yang menjadi bukti kebenaran iman seseorang. Pemberian sedekah kepada kaum kerabat (zawil qurba) senantiasa lebih diutamakan dibandingkan dengan yang lainnya sebagaimana dijelaskan dalam salah satu Hadis bahwa pemberian kepada orang miskin itu bernilai 1 kebaikan, sedangkan pemberian kepada kerabat bernilai 2 kebaikan, yakni sedekah itu sendiri dan yang satunya adalah menyambung silaturahmi. Oleh karenanya sebelum berniat membantu sesama kita harus terlebih dahulu mencari dan memprioritaskan anggota keluarga kita yang membutuhkan pertolongan. Pengertian anak yatim (al yataamaa) dalam ayat ini seperti yang dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir ialah anak kecil yang telah ditinggal mati bapaknya, sedang dia belum balig dan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya karena belum mempunyai mata pencaharian. Oleh 181


karenanya sangat membutuhkan bantuan dari orang lain untuk dapat bertahan hidup. Namun demikian definisi "yatim" dibatasi sampai anak tersebut telah dewasa dan telah mempunyai kemampuan untuk mencari pekerjaan sebagaimana sabda nabi yang mengatakan "tiada yatim lagi seusai balig." Orang miskin (wal masakin) ialah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya yang berupa sandang, pangan, dan papan meskipun telah memiliki perkerjaan. Sedang yang dimaksud dengan musafir (Ibnu sabil) adalah orang yang sedang kehabisan bekal dalam perjalanan yang bukan untuk tujuan kemaksiatan, termasuk di dalamnya adalah tamu. Sedang yang dimaksudkan sebagai orang yang

meminta-minta

(wassaailina) ialah orang yang merelakan dirinya untuk meminta-minta disebabkan tidak mempunyai kemampuan untuk menghidupi dirinya. Kepadanya diberikan hak untuk mendapatkan sedekah sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud meskipun orang yang meminta-minta itu datang dengan mengendarai seekor kuda.

           "Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta."

182


Iman ialah Memerdekakan Hamba Sahaya dan Membela OrangOrang Tertindas Orang yang beriman harus senantiasa membela nasib orang-orang yang lemah dan tertindas, jika dahulu orang-orang yang tertindas yang direbut hak kemerdekaannya disebut sebagai budak atau hamba sahaya (riqob). Kini bentuk lain dari perbudakan telah bermetaformosis ke dalam lebih banyak bentuk dan rupa. Penjajahan ekonomi oleh segolongan kaya kepada mayoritas orang miskin, pengeksploitasian para pekerja oleh sang majikan adalah salah satu contohnya. Kini, di era kapitalisme, ditengah budaya konsumerisme dan hedonisme yang menggila, banyak orang-orang lemah yang secara fisik merdeka namun sejatinya dalam jiwanya terjajah. Pun demikian banyak negara di dunia yang telah terbebas dari penjajahan dan menjadi bangsa yang merdeka namun sebenarnya terjajah, terjajah secara politik, ekonomi, dan sebagainya. Islam adalah agama pembebasan, begitu esensi yang tertuang dalam kalimat tauhid yang mengakui akan keesaaan dan kebesaran Allah. Membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan kepada selainNya, membebaskan manusia dari segala rasa takut kepada selain-Nya. Islam juga merupakan agama yang menaruh perhatian yang sangat besar kepada golongan manusia yang tertindas, kepada fakir miskin, duafa, dan mustadh’afin. Kepada mereka semua yang tertindas oleh ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kezaliman, dan seterusnya. Maka orang-orang yang benar keimanannya harus berada di garda terdepan dalam pembelaannya terhadap golongan yang termarginalkan ini di mana pun berada. Bersama-sama memperjuangkan nasib mereka 183


agar kembali dapat berdaya dan melanjutkan kehidupan secara merdeka, lepas dari penjajahan dalam bentuk apa pun dan dari siapa pun juga.

 "Dan (memerdekakan) hamba sahaya."

Iman Itu Senantiasa Mendirikan Salat Ibnu Katsir menjelaskan makna kata "mendirikan salat" (was aqomas salata) sebagai merampungkan semua pekerjaan salat pada waktunya masing-masing.

Yakni

menyempurnakan

setiap

gerakan

salat.

Menyempurnakan rukuk-rukuknya, sujud-sujudnya, dan tuma'ninah serta khusyuknya sesuai dengan perintah syariat yang dituntunkan. Berdasarkan penafsiran ini menjadi belum cukup bagi kita disebut sebagai orang yang mendirikan salat ketika hanya sekedar menjalankan ibadah

salat

tanpa

menyempurnakan

setiap

gerakan

dan

menjalankannya secara khusyuk dan tuma'ninah dengan niat ikhlas karena Allah Taala dan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

  "Dan mendirikan salat" 184


Iman Itu Tidak Lupa Membayar Zakat Zakat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang beriman yang telah memenuhi syarat dan ketentuan. Secara umum zakat terbagi menjadi 2 yakni zakat fitrah dan zakat mal. Dahulu, sepeninggal Rasulullah wafat dan khalifah dipegang oleh Abu Bakar As Shidiq, salah satu agenda utama Abu Bakar adalah memerangi orang-orang yang kembali murtad dan yang enggan membayar zakat. Zakat menjadi salah satu parameter seseorang dapat disebut beriman atau tidak. Dalam Tafsir Ibnu Katsir makna menunaikan zakat (waataz zakata) selain dalam bentuk harta benda yang selama ini umum dipahami dapat pula diartikan sebagai membersihkan jiwa dan membebaskan diri dari akhlak-akhlak yang kotor sebagaimana yang diterangkan dalam QS. As Syams: 9-10, QS. An Naziat: 18-19 dan sebagaimana tujuan utama dari zakat itu sendiri yang digunakan sebagai sarana penyucian harta dan pembersihan jiwa seperti yang disebutkan dalam QS. At Taubah: 103.

  “Dan menunaikan zakat”

Iman Itu Selalu Menepati Janji Ciri lainnya dari seseorang yang beriman ialah mereka selalu menepati janjinya apabila berjanji. Baik janji kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Janji adalah hutang yang harus dibayarkan. Perintah untuk

185


menepati janji juga terdapat pada banyak ayat lainnya diantaranya QS. Ar Ra'du: 20, QS. Al Mu'minun: 8, dan Al Isra': 34. Lawan dari sifat ini ialah ingkar janji, yang merupakan salah satu ciri dari sifat munafik sebagaimana yang diterangkan dalam Hadis sahih. Dalam Alquran disebutkan salah satu keburukan kaum Yahudi ialah sifatnya yang melanggar perjanjian dengan Allah hingga Allah menjadikan hatinya keras membatu dan sulit untuk mendapatkan hidayah (QS. Al Maidah: 13)

    "Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji."

Iman Itu Selalu Bersabar Dalam Kesempitan Kesabaran menjadi ciri selanjutnya orang beriman, diperinci dalam ayat ini bahwa kesabaran harus mencakup beberapa keadaan, yakni yang pertama ialah sabar dalam kesempitan (ba'sa), kata ini ditafsirkan sebagai keadaan miskin dan fakir. Sabar yang kedua ialah sabar dalam penderitaan (darra) yang diartikan sebagai keadaan yang sakit dan kesusahan. Dan yang ketiga sabar dalam peperangan yang sedang berkecamuk (hinal ba'su). Orang yang beriman yang benar keimanannya haruslah mampu untuk menghadirkan kesabaran dalam dirinya dalam berbagai situasi dan kondisi. Penjelasan mengenai bab ini secara lebih lengkap bisa dibaca 186


pada tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Sabarkan Diri, Raih Pertolongan Illahi" edisi 13 Ramadan 1438 H.

      "Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan."

Orang yang Benar Keimanannya Itulah Orang yang Bertakwa

        "Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."

Mengutip pendapat Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir berkata: "Maksudnya, mereka yang memiliki sifat-sifat ini (yang disebutkan sebelumnya) adalah orang-orang yang benar imannya, karena telah merealisasikan iman hati dengan ucapan dan amal perbuatan, maka mereka itulah orang-orang yang benar. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa, karena mereka memelihara dirinya dari hal-hal yang diharamkan dan mengerjakan semua amal ketaatan" Bagi orang yang bertakwa Allah telah menyediakan berbagai balasan yang istimewa karena takwa ialah derajat paling tinggi yang dimiliki oleh 187


seorang hamba. Tujuan puasa juga tidak lain tak bukan agar kita menjadi manusia yang bertakwa kepada-Nya. Dalam kesempatan sebelumnya penulis sudah pernah membahas perihal takwa ini pada tulisan edisi 4 Ramadan 1438 H dengan judul "Meraih Derajat Takwa."

Refleksi Keberimanan Kita Lalu tibalah saatnya sekarang kita melakukan muhasabah diri, menjadikan Ramadan ini sebagai ajang untuk refleksi, merefleksikan keberimanan hati. Disebutkan dalam pembahasan di atas bahwa orang yang benar imannya ialah apabila terpenuhi segala ciri-ciri sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al Baqarah: 177. Sudah benarkah kita beriman dengan iman yang sebenarnya kepada Allah, malaikat, kitab, nabi, dan hari akhir? Sudahkah kita paham konsekuensi apa yang mengiringi tatkala menyatakan keberimanan kepada-Nya dan kepada apa-apa yang diperintahkan-Nya? Lalu bagaimana dengan sikap kedermawanan kita? Sudahkah kita peduli dengan sesama? Tidak cukup hanya memberi namun juga harus memberdayakan orang-orang yang lemah dan butuh pertolongan apa pun latar belakangnya. Sudahkah kita menjadikan keluarga dan kerabat menjadi prioritas kita dalam menafkahkan sebagian rezeki? Terhadap orang-orang yang lemah dan dilemahkan, kaum duafa wal mustadh'afin, apa yang sudah kita lakukan untuk mereka? Sudahkah kita membebaskan mereka dari segala macam penjajahan jahat yang melemahkannya? Sudahkah kita berdiri bersama dengan orang-orang 188


kecil yang diinjak-injak harga dirinya oleh penguasa zalim yang berbuat aniaya dan semena-mena? Tentang ibadah salat dan zakat kita. Sudahkah benar niat dan tata caranya? Sudahkah membekas dalam kehidupan sehari-hari kita? Tentang janji yang telah kita ucapkan. Sudahkah semua ditepati atau malah kita ingkari? Tentang kesabaran. Sudahkah ia kita praktikkan dalam setiap keadaan? Rupanya keberimanan itu tidak semudah hanya ketetapan di hati dan ucapan di lisan Namun harus diikuti dengan amal perbuatan. Semoga Allah berkenan melimpahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita semua dalam rangka menjadi hamba Allah yang benar-benar beriman dan mendapatkan derajat ketakwaan.

Khotimah Segala puji bagi Allah, Tuhan yang satu dan satu-satunya Tuhan tempat bergantung segala urusan. Beriman kepada-Nya nyatanya membutuhkan pembuktian yang tidak semudah di angan. Kalaulah tidak dengan kasih sayang-Nya tidak mungkin seseorang akan dapat menjadi hamba-Nya yang (benar-benar) beriman. Menjadi seorang muslim adalah nikmat Allah, menjadi seorang mukmin juga nikmat Allah. Keduanya, Islam dan iman, merupakan dua nikmat terbesar yang harus kita syukuri hadirnya. Dan bentuk kesyukuran sebenarnya ialah dengan berislam secara kaffah dan menjadi orang yang beriman dengan sebenar-benarnya sebagaimana pesan yang tersurat maupun tersirat dalam Alquran yang mulia. 189


“Janganlah kamu sombong, janganlah bercedera janji, janganlah membedakan suku. Barangsiapa yang datang kepadamu, terimalah dengan baik dan hormat. Meskipun fakir dan meskipun miskin. Percayalah tidak akan sia-sia usahamu” [H. O. S Tjokroaminoto]

Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

16 Ramadan 1438 H 11 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dituntunkan menjadi hamba yang benar keimanannya

190


#13 RAMADAN DAN REFLEKSI KEBERIMANAN-BAGIAN KETIGA (TADABUR QS. AL MU'MINUN [23]: 1-11)

                                                                    "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orangorang yang khusyuk dalam salatnya. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Mu'minun [23]: 1-11) 191


Muqoddimah Pada dua edisi sebelumnya yang mengangkat serial judul "Ramadan dan Refleksi

Keberimanan"

sesungguhnya

telah

menjadi

banyak

seseorang

penulis yang

sampaikan

benar-benar

bahwa beriman

membutuhkan serangkaian pembuktian-pembuktian dalam wujud amal perbuatan. Iman tidaklah cukup bisa diklaim menjadi milik kita hanya karena telah mengimani dalam hati adanya Allah SWT dan apa pun serta siapa pun yang diperintahkan-Nya untuk kita imani juga dalam kehidupan. Menjadi seseorang yang beriman menuntut kita semua untuk melakukan ketaatan-ketaatan sebagai bukti ikrar yang telah kita tetapkan di hati dan ucapkan di lisan. Beriman berarti siap untuk menanggung segala konsekuensi dari keberimanan. Konsekuensi untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan sesembahan. Konsekuensi untuk terikat kepada aturan-aturan illahi dalam Hadis maupun Alquran. Momentum Ramadan yang telah memasuki paruh kedua perjalanan semoga bisa kita jadikan sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

Memperbaiki

kembali

kualitas

keberimanan

dalam

kehidupan. Memperbaiki lagi ketakwaan dan penghambaan kepada Allah, Tuhan yang tak tergantikan. Ramadan yang akan segera pergi mari kita manfaatkan untuk melakukan introspeksi dan refleksi diri. Apakah iman kita selama ini telah sempurna ataukah masih perlu diperbaiki kembali. Menutup triologi tulisan "Ramadan dan Refleksi Keberimanan" pada kesempatan ini penulis akan menyajikan tadabur Surat Al Mu'minun ayat 1-11 yang menjelaskan ciri-ciri orang yang beriman yang dijanjikan Allah 192


akan mewarisi surga firdaus kelak di hari pembalasan. Ciri yang disebutkan dalam pembahasan kali ini akan melengkapi dan juga menjustifikasi ciri-ciri orang beriman yang telah dijelaskan pada Surat Al Baqarah ayat 177 serta Surat Al Anfal ayat 2-4.

Orang Beriman Itu Beruntung Sebagai pembuka Surat, Allah memberi iming-iming kepada siapa saja orang yang beriman bahwa kelak akan mendapatkan keberuntungan dari Allah sebagai balasan atas keberimanannya itu. Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang dimaksudkan dengan “beruntung" ialah mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan. Buya Hamka, dalam Tafsir Al Azhar-nya memaknai kata Al Aflah sebagai menang atau kemenangan. Yakni orang-orang yang beriman akan mendapatkan kemenangan dari Allah SWT dalam menghadapi berbagai macam pertarungan, menghadapi siapa saja musuh yang dilawan. Menang untuk membebaskan diri dari penghambaan kepada selain-Nya, menang dari rasa takut kepada selain-Nya. Orang-orang yang beriman akan diberikan kemenangan oleh Allah dalam segala urusan. Menang dalam mengatasi kesulitan diri sendiri, menang dalam urusan keluarga dan masyarakat, menang dalam bernegara, dan ujung dari kemenangan semuanya itu ialah kemenangan untuk mendapatkan Surga Firdaus yang telah Allah janjikan. Begitulah Allah membuka

Surat

Al

Mu’minun

ini

dengan

sebuah

pemantik

“keberuntungan” agar menginspirasi setiap orang menjadi beriman.

193


    "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman." (Ayat 1)

Iman Itu Khusyuk Dalam Salat Orang yang beriman secara kaffah tidak cukup hanya mengerjakan salat sebagai parameternya. Salat yang dikerjakan haruslah sampai pada derajat "khusyuk" sebagaimana yang tertulis dalam Surat Al Mu'minun ayat yang kedua. Ciri ini menjadi ciri yang pertama disebutkan sebagai ciri orang-orang yang beriman yang akan dimasukkan ke dalam Surga Firdaus-Nya. Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang yang khusyuk itu ialah orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan. Sedang menurut Ali bin Abi Thalib RA yang dimaksud dengan khusyuk dalam ayat ini adalah kekhusyukan hati. Hasan Al-Bashri pun berpendapat senada dengan mengungkapkan bahwa kekhusyukan itu berada di dalam hati, sehingga karenanya dapat menundukkan pandangan serta merendahkan hati. Orang yang khusyuk dalam salatnya akan fokus dan konsentrasi penuh dalam pelaksanaannya, tidak peduli apa yang terjadi di sekelilingnya. Salat menjadi semacam prioritas utama dibandingkan urusan-urusan yang lainnya. Salat adalah panggilan Allah yang wajib ditunaikan secara totalitas dan sempurna. Salat yang khusyuk harus senantiasa dihadirkan walau mungkin tidak mudah dalam praktiknya, namun harus terus menerus berusaha dan dicoba. 194


Dalam Tafsir Al Azhar, khusyuk dimaknai sebagai hati yang patuh dengan sikap badan yang tunduk. Salat menjadi kehilangan ruhnya manakala hanya sebatas gerakan dan bacaan dari mulai takbiratul ihram sampai dengan salam jika tanpa menghadirkan hati di dalamnya. Salat yang khusyuk adalah penawar rasa takut seorang hamba dari segala macam kegelisahan hidup. Orang yang khusyuk dalam salatnya akan merasa tenang dan senang dalam hatinya karena mendapatkan jaminan pertolongan Allah. Rasulullah SAW dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa'i dari Anas bin Malik, bersabda: “Diberikan kepadaku kecintaan terhadap wanita dan wangi-wangian, dan salat dijadikan untukku sebagai amalan yang paling menyenangkan.” Salat yang khusyuk bagi orang-orang yang benar beriman adalah ibadah yang menyenangkan namun bagi orang yang belum benar keimanannya merupakan ibadah yang memberatkan sebagaimana yang mungkin kebanyakan kita rasakan. Naudzubillah min dzalik

      "(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya." (Ayat 2)

Iman Itu Menjauhkan Diri dari Hal Tak Berguna Yang dimaksud sebagai hal yang tak berguna disini menurut Ibnu Katsir ialah segala macam bentuk perbuatan dan perkataan yang batil termasuk di dalamnya kemusyrikan, serta segala macam ucapan dan tindakan yang 195


tidak ada manfaatnya. “Dan apabila mereka bertemu dengan (orangorang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka lalui (saja)dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan: 72) "AI laghwi" yang berasal dari kata "laghoo" di dalam Tafsir Al Azhar diartikan sebagai perbuatan atau kata-kata yang tidak ada manfaatnya, tidak ada nilainya. Baik senda gurau atau main-main yang tak ada ujung pangkalnya. Umur manusia tiap detiknya selalu bertambah yang juga diikuti dengan semakin berkurangnya jatah hidup di dunia. Orang-orang yang beriman senantiasa dalam hidup yang singkat ini menghindarkan dirinya untuk melakukan hal-hal yang tidak ada manfaatnya dan bernilai sia-sia. Menghibur diri dengan bersantai, bercanda, bermain-main bersama dengan sahabat atau keluarga boleh-boleh saja dilakukan seperlunya selama tidak berlebihan, karena yang dikhawatirkan ialah bila kita telah terbiasa dan hanyut dalam perbuatan yang tidak ada manfaatnya dan lalai dalam mempersiapkan bekal menuju hari pembalasan. Waktu terus berjalan, semakin dekat kita menuju kematian, mari kita isi hidup kita dengan hal-hal yang berarti dan bernilai kebaikan.

      "Dan orang-orang yang menjauhkan diri (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna." (Ayat 3)

196


Iman Itu Senantiasa Menunaikan Zakat Zakat dalam ayat ini mayoritas ulama menafsirkannya sebagai zakat harta (mal) meskipun sebenarnya ayat ini adalah ayat Makiyah yang belum ada syariat mengeluarkan zakat dalam takaran tertentu. Oleh karenanya dapat juga zakat di sini berarti penyucian jiwa dari kemusyrikan dan kotoran-kotoran hati. Sebagaimana disebutkan dalam Surat As Syams ayat 9-10. Orang yang beriman berarti orang-orang yang senantiasa menunaikan kewajiban zakat yang dibebankan kepadanya, tidak menghindarinya, dan mengajak orang lain untuk berzakat pula sebagaimana dirinya. Orang yang beriman juga harus senantiasa menjaga hatinya dari berbagai macam penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, gibah, fitnah, dan lain sebagainya. Hamka, menafsirkan kata "lizzakati faa'ilun" sebagai mengerjakan zakat. Namun karena dalam ayat ini belum ada perintah mengeluarkan harta dengan bilangan tertentu (nisab), maka dimaknai sebagai perintah yang umum untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi. Berlatih diri, sehingga kelak bukan hanya harta saja yang ringan diberikan untuk kepentingan Agama Allah, bahkan nyawa pun siap dikorbankan apabila datang waktunya jika telah suci jiwanya. Selain penyucian jiwa, juga sangatlah penting dalam menjaga kesucian dan kebersihan tubuh secara lahiriah. Itulah mengapa bab taharah seringkali bahkan selalu menduduki bagian paling awal sebelum membahas bagian lainnya, termasuk salat dan puasa.

    

197


"Dan orang-orang yang menunaikan zakat." (Ayat 4)

Iman Itu Mampu Mengendalikan Hawa Nafsu Orang yang beriman senantiasa berhati-hati dalam dua hal yang merupakan sumber keburukan, yakni berlindung dari keburukan lisan dan kemaluan. Hawa nafsu itu disebutkan di dalam Surat Yusuf senantiasa membawa kepada keburukan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah. Nafsu syahwat terhadap lawan jenis inilah pula yang hampir menjerumuskan Nabi Yusuf AS ke dalam perbuatan yang keji tatkala digoda oleh wanita untuk berbuat zina, beruntung kemudian Nabi Yusuf AS ingat kepada Allah. Nafsu syahwat terhadap sesama jenis juga yang kemudian membuat kaum Nabi Luth AS diazab oleh Allah. Salah satu fitrah manusia ialah ketertarikannya kepada lawan jenis, dan Islam telah memberikan jalan kemuliaan bagi siapa saja yang telah siap dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis dengan ikatan pernikahan. Maka orang-orang yang beriman itu ialah apabila ia telah menikah maka ia menjaga kemaluannya kecuali hanya kepada pasangannya. Dan bagi orang-orang yang belum menikah maka ia menjaga kemaluannya dan kehormatan dirinya dengan memperbanyak puasa. Berbuat zina, baik bagi yang telah menikah maupun yang belum menikah adalah jalan keburukan. Amat sangat banyak keburukan yang menyertai perbuatan zina. Maka bagi pelakunya pun sangat berat hukumannya, dirajam sampai mati bagi yang telah menikah atau dicambuki 100 kali lalu diasingkan selama setahun bagi yang belum menikah. Zina membawa manusia yang sejatinya makhluk yang mulia menjadi seperti 198


binatang bahkan lebih buruk dari itu karena telah dikaruniai akal namun tidak dipergunakannya.

                "Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteriisteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Ayat 5-7)

Iman Itu Menjaga Amanah dan Menepati Janji Ciri selanjutnya dari orang beriman ialah senantiasa menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Menjaga dengan sebaik-baiknya dan menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya. Tiap manusia di dunia sejatinya memikul amanah yang sama sebagai khalifatul fil ardhi yang mengharuskannya memakmurkan dunia ini, tidak berbuat kerusakan dan kehancuran yang malah akan merugikan sendiri umat manusia. Amanah juga mencakup segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita baik dalam pekerjaan, organisasi, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu haruslah dijalankan dengan sebaik-baiknya dengan memohon terus taufik serta hidayah-Nya. Perintah untuk menunaikan dan menjaga amanah dalam Alquran disebutkan di banyak ayat diantaranya adalah QS. 2: 283; QS. 3: 75; QS. 4: 2, 58; QS. 8: 27; QS. 23: 8; dan QS. 70: 32.

199


Iman itu juga apabila telah berjanji harus senantiasa ditunaikan. Baik janji kepada Allah maupun kepada sesama manusia asal tidak dalam rangka kemaksiatan. Baik janji yang kecil maupun besar. Baik janji yang "murah" maupun "mahal". Lebih-lebih janji yang ada hubungannya dengan urusan hutang-piutang. Kalaulah tidak sangat terpaksa maka hindarkan diri dari berhutang karena tatkala manusia itu meninggal namun masih punya tanggungan janji untuk melunasi hutang maka ruhnya masih ditahan, terkatung-katung sebelum semua hutangnya dibayarkan atau diikhlaskan oleh si pemberi hutang. Sifat amanah dan menepati janji ini menjadi pembeda dengan sifat yang dimiliki orang munafik sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis sahih, sifat yang juga dimiliki oleh Rasulullah selain sifat tablig dan fatanah. Semoga kita semua dikuatkan oleh Allah mempunyai sifat amanah dan teguh dalam memegang janji dan dihindarkan dari sifat munafik. Aamiin

      "Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya." (Ayat 8)

Iman Itu Memelihara Salat Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan makna ayat yang ke-9 dari Surat Al Mu'minun ini ialah senantiasa mereka, orang-orang yang beriman itu mengerjakan salat tepat pada waktunya. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Mas’ud RA yang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW perihal amal perbuatan apakah yang paling disukai Allah yang kemudian dijawab oleh Rasulullah, "Salat tepat pada waktunya, berbakti kepada 200


kepada kedua orang tua dan berjihad di jalan Allah.” Qatadah berkata memelihara salat itu berarti: “Tepat pada waktunya, rukuk dan sujudnya.” Dalam Tafsir Al Azhar, Hamka memberi catatan terhadap makna ayat ini, "Dari sembahyang kita mulai melangkah dengan khusyuk, kita jalan terus ke muka menghadapi masyarakat, menegakkan rumah tangga dan menegakkan negara. Dan setelah negara berdiri kita bertekun lagi memelihara hubungan dengan Illahi, dengan sembahyang, moga-moga kita selalu diberi kekuatan untuk menghadapi soal-soal yang ada di hadapan kita." Hal ini memberi pengertian bahwa "memelihara" salat berarti menjaganya untuk dilaksanakan pada waktunya, salat dijaga dan dipelihara setiap gerakannya agar sempurna, dijaga dan dipelihara khusyuk dan tuma'ninahnya, dan seterusnya. Hingga menjaga salat dan memastikannya berbekas di luar salat dalam wujud terhindarkan dari perbuatan keji dan munkar. Melalui salat (dan sabar) juga kita memohon pertolongan Allah agar dimudahkan segala urusan baik di dunia maupun di akhirat.

      "Dan orang-orang yang memelihara salatnya." (Ayat 9)

Balasan Orang Beriman Bagi orang yang beriman yang telah menjalankan segala apa yang diperintahkan-Nya dalam ayat terdahulu (ayat 2-10), Allah menjanjikan balasan surga firdaus yang tercantum dalam ayat yang ke-11 dari Surat 201


Al Mu'minun. Surga firdaus ialah surga tertinggi yang diperuntukkan bagi orang-orang yang terpilih diantara hamba-hamba-Nya, mereka akan kekal di dalamnya.

ُ‫الجنه ِة َوأَ ْعلَى الجنه ِة أُ َراهُ فَوْ قَهُ َعرْ ش‬ َ ُ‫س فَإِنههُ أَوْ َسط‬ َ ْ‫فَا سْأَلُوهُ الفِرْ دَو‬ ُ‫ْح ع َْن أَبِ ْي ِه َوفَوْ قَهُ َعرْ ش‬ َ َ‫الجنه ِة ق‬ َ ‫الرهحْ َم ِن َو ِم ْنهُ تَفَ هج ُر أَ ْنهَا ُر‬ ٍ ‫ال ُم َح هم ُد ب ُْن فُلَي‬ ‫الرهحْ َم ِن‬ “Jika kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah Surga Firdaus kepada-Nya, karena sesungguhnya Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling tinggi. Diperlihatkan kepadaku di atasnya terdapat ‘Arsy Rabb yang Maha Pemurah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun makna kata "mewarisi" dari ayat di bawah ini ialah seperti yang dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir sebagaimana yang dijelaskan oleh Hadis Nabi. Bahwa surga itu diwarisi dari orang-orang yang berdosa yang tidak jadi masuk ke dalam surga dan oleh Allah justru dimasukkan ke dalam neraka. Dalam kaitan ini termasuk di dalamnya sebagai pendosa dan penebus dosa kaum muslimin ialah kaum Yahudi dan Nasrani.

َ ‫ار َفإِ َذا َم‬ ‫ات‬ َ ‫َما ِم ْن ُك ْم مِنْ أَ َح ٍد إِ اَّل لَ ُه َم ْن ِز َ​َّل ِن َم ْن ِز ٌل فِى‬ ِ ‫الج ان ِة َو َم ْن ِز ٌل فِى ال ان‬ َ ‫ار َو ِر‬ ‫الج ان ِة َم ْن ِزلَ ُه َف َذل َِك َق ْولُ ُه َت َعالى {أُولَئ َِك ُه ْم‬ َ ‫ث أَهْ ُل‬ َ ‫َفدَ َخ َل ال ان‬ }‫ون‬ َ ‫ار ُث‬ َ ِ ‫الو‬ 202


“Tidak seorang pun dari kalian melainkan mempunyai dua kedudukan. Satu kedudukan di surga dan satu kedudukan di neraka. jika dia mati dan masuk neraka, maka kedudukannya di surga diwarisi oleh penghuni surga. Dan itulah makna firman-Nya: ‘Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi.’” (HR. Ibnu Majah)

Penjelasan mengenai kaum Yahudi dan Nasrani sebagai penebus dosa orang beriman ialah sebagaimana yang ditegaskan dalam sahih Muslim. Dosa-dosa kaum beriman akan diberikan kepada kaum Yahudi dan Nasrani dan merekalah yang akan menggantikan kedudukan orangorang yang beriman di dalam neraka. Sedangkan orang yang beriman diampuni dosanya dan dimasukkan ke dalam Surga Firdaus-Nya.

‫َح هدثَنَا ُم َح هم ُد ب ُْن َع ْم ِرو ب ِْن َعب ها ِد ب ِْن َجبَلَةَ ب ِْن أَبِي َر هوا ٍد َح هدثَنَا َح َر ِم ُّي ب ُْن‬ َ‫ير ع َْن أَبِي بُرْ َدة‬ َ ‫ُع َم‬ ِ ‫ارةَ َح هدثَنَا َش هداد أَبُو طَ ْل َحةَ الر‬ ٍ ‫هاسبِ ُّي ع َْن َغي َْالنَ ب ِْن َج ِر‬ ‫صلهى ه‬ ‫ال يَ ِجي ُء يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة نَاس ِم ْن‬ َ َ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم ق‬ َ ‫ع َْن أَبِي ِه ع َْن النهبِ ِّي‬ ‫ال فَيَ ْغفِ ُرهَا ه‬ ‫ض ُعهَا َعلَى ْاليَهُو ِد‬ ٍ ‫ْال ُم ْسلِ ِمينَ بِ ُذنُو‬ َ َ‫َّللاُ لَهُ ْم َوي‬ ِ َ‫ال ْال ِجب‬ ِ َ‫ب أَ ْمث‬ َ‫ال أَبُو بُرْ َدة‬ َ َ‫ح َال أَ ْد ِري ِم هم ْن ال هش ُّك ق‬ َ َ‫صا َرى فِي َما أَحْ ِسبُ أَنَا ق‬ َ ‫َوالنه‬ ٍ ْ‫ال أَبُو َرو‬ ‫صلهى ه‬ ُ ‫فَ َح هد ْث‬ ُ‫َّللا‬ َ ‫ال أَبُوكَ َح هدثَكَ هَ َذا ع َْن النهبِ ِّي‬ َ َ‫يز فَق‬ ِ ‫ت بِ ِه ُع َم َر ْبنَ َع ْب ِد ْال َع ِز‬ ُ ‫َعلَ ْي ِه َو َسله َم قُ ْل‬ ‫ت نَ َع ْم‬ Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Amru bin 'Abbad bin Jabalah bin Abu Rawwad Telah menceritakan kepada kami Harami Ibnu 'Umarah telah menceritakan kepada kami Syaddad Abu Thalhah Ar Rasibi 203


dari Ghailan bin Jarir dari Abu Burdah dari bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Di hari kiamat kelak, sekelompok dari kaum muslimin akan datang membawa dosa mereka sebesar gunung. Lalu Allah mengampuni dosa-dosanya, kemudian dibebankan-Nya kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani." (Itu menurut perkiraanku). Rauh berkata; 'aku tidak tahu dari siapa keraguan ini.' Abu Burdah berkata; Maka hal ini aku ceritakan kepada Umar bin Abdul Aziz. Lalu dia bertanya; 'Apakah Bapakmu menceritakan hal ini dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? aku menjawab; 'Ya.' [HR. Muslim]

Dan dalam lafaz yang juga diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

‫إِ َذا َكانَ يَوْ َم القِيَا َم ِة َدفَ َع ه‬ ‫َّللاُ َع هز َو َج هل إِلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم يَهُوْ ِديًا أَوْ نَصْ َرانِيًا‬ ‫ار‬ ِ ‫فَيَقُوْ ُل هَ َذا فِ َكا ُككَ ِم ْن النه‬ “Jika hari kiamat tiba, Allah menyodorkan kepada setiap Muslim seorang Yahudi atau Nasrani, lalu dikatakan: ‘Inilah pembebas (tebusan) mu dari Neraka." (HR. Muslim)

           "Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Ayat 10-11)

204


Refleksi Keberimanan Kita Dalam Surat Al Mu'minun ini disebutkan ada enam ciri orang yang beriman yang kepadanya akan diberikan balasan Surga Firdaus, yakni yang pertama ialah khusyuk dalam salat, kedua menjaga diri dari hal yang tak berguna, ketiga menunaikan zakat, keempat menjaga kemaluannya kecuali kepada yang halal baginya, kelima adalah menunaikan amanah dan menepati janji, serta yang terakhir, keenam ialah senantiasa memelihara salat. Marilah kemudian kita jujur untuk menilai dari keenam parameter iman di atas, ada berapakah yang sudah kita lakukan dan biasakan? Sudahkah kita khusyuk dalam salat? Seperti khusyuknya salat Ali bin Abi Thalib RA yang bahkan ketika dicabut anak panah dari tubuhnya ia tak terasa sakit. Ataukah masih dalam setiap salat kita, pikiran terbang kemana-mana, hati gelisah karena ingat dunia? Lalu sudahkah kita mengurangi dan menghindarkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tak berguna yang hanya menghabiskan waktu tanpa ada manfaatnya bagi kehidupan akhirat nantinya? Atau jangan-jangan kita masih suka terlalu banyak bermain-main, bercanda hingga keras hatinya, atau nongkrong di warung kopi sampai dini hari membahas hal-hal yang tak penting lainnya? Tentang zakat, sudahkah kita tunaikan baik dalam bentuk harta benda maupun penyucian jiwa? Atau jangan-jangan masih terkotori hati kita ini dengan berbagai perangai buruk yang dibenci-Nya? Masih kah kita suka melakukan fitnah, adu domba, gibah, dan mencari-cari kesalahan sesama saudara seakidah? Atau barangkali sifat iri, dengki, sombong, bakhil, ujub, dan riya masih ada di hati kita? Mampukah kita menjaga hawa nafsu kita dan mendudukkannya pada tempat yang semestinya? 205


Sudahkah kita sanggup menjaga kemaluan dari bahaya zina yang sungguh dahsyat akibatnya? Sudahkah kita mampu menahan nafsu kebinatangan kita di bulan Ramadan yang mulia? Atau jangan-jangan kita termasuk golongan hamba-Nya yang senantiasa memperturutkan hawa nafsu apa pun bentuknya? Padahal telah nyata hawa nafsu itu selalu membawa kepada keburukan kepada siapa pun juga. Perihal janji dan amanah, apa kabarnya? Sudahkah kita tunaikan dengan sebaik-baiknya? Ataukah malah kita menjadi spesies makhluk yang dikenal karena tidak amanah dan mudah membuat janji namun selalu mengingkarinya? Berjanji bertemu jam 10 pagi namun nyatanya datang 3 jam setelahnya. Berjanji untuk menyelesikan tugas sesuai deadline namun nyatanya tidak bisa. Diberi amanah namun tidak dapat dipercaya. Memelihara salatnya sudah sampai mana? Sudah dipelihara dari segala macam yang mengganggu kekhusyukan salat kita? Sudah dijaga niat dan tata caranya agar sesuai dengan contoh yang dilakukan oleh Rasulullah yang mulia? Sudah dipelihara dari godaan riya? Sudah dijaga sempurna wudunya? Atau jangan-jangan malah kita menjadi segolongan kaum yang lalai terhadap salat, yang masih bolong-bolong salatnya, dan yang masih sering menunda-nunda pelaksanaannya. Mari bersama-sama mohon ampun kepada-Nya.

Khotimah Dalam kesempatan bulan Ramadan yang tinggal hitungan hari ini marilah kita semua kembali dan tak henti-henti untuk senantiasa bermuhasabah diri. Mengingat-ingat kembali setiap dosa yang kita lakukan untuk kemudian kita perbaiki. Semoga kita semua menjadi hamba yang diridai. 206


،‫ َو ِزنُوها قَب َْل أَ ْن تُوزَ نُوا‬،‫اسبُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم قَب َْل أَ ْن تُ َحا َسبُوا‬ ِ ‫َح‬ ِ​ِ ‫ض ْاألَ ْكبَر‬ ِ ْ‫َوتَأههبُوا لِ ْل َعر‬ "Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal" [Umar bin Al Khattab RA]

Ramadan adalah bulan kemuliaan, waktu di mana umat muslim mencapai puncak ketaatan. Ramadan adalah bulan yang penuh keutamaan, waktu di mana umat muslim berlomba-lomba menuju ketakwaan. Ramadan juga merupakan bulan yang tepat untuk merefleksikan kembali keberimanan. Sudah iman kah kita? Sudah benarkah iman kita? Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

17 Ramadan 1438 H 12 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dituntunkan menjadi hamba yang benar keimanannya

207


#14 PUASA DAN PENGENDALIAN NAFSU MANUSIA

Muqoddimah Salah satu kesempurnaan manusia ialah Allah memberikan hawa nafsu kepadanya. Sejatinya hawa nafsu ini merupakan hal yang bisa membuat hidup manusia menjadi lebih indah. Manusia bisa makan dengan enak dan lahap karena mempunyai nafsu makan. Manusia bisa tidur dengan nyenyak karena punya nafsu tidur dan istirahat. Manusia bisa bersemangat meraih cita-cita karena mempunyai nafsu untuk berhasil dan menjadi yang terbaik, dan seterusnya. Nafsu itu oleh Alquran secara umum dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni nafsu syaitoniyah (dan kecenderungan nafsu mengarah ke sini) dan nafsu robbaniyah (nafsu yang diberi rahmat Allah). Menjadi selamatlah manusia tatkala bisa mengendalikan dirinya untuk tidak melakukan nafsu syaitoniyah bagaimana pun bentuknya. Dan sesungguhnya puasa yang kita lakukan itu dalam rangka untuk melawan dan menahan segala nafsu syaitoniyah yang ada dalam jiwa.

                  

208


"Dan

aku

tidak

membebaskan

diriku

(dari

kesalahan),

karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yusuf [12]: 53)

Allah akan menguji manusia dengan kesenangan maupun kesengsaraan hidup di dunia. Salah satu ujian kesenangan hidup ialah Allah menjadikan banyak hal di dunia ini yang menyilaukan mata dan menggoda hati manusia. Kesenangan terhadap harta benda yang melimpah, anak-anak yang pandai dan saleh atau salehah, serta kepada lawan jenis wanita atau pria. Kesemuanya itu adalah kesenangan hidup yang sejatinya merupakan bentuk lain ujian Allah kepada manusia di mana pun berada. Nafsu manusia senantiasa mengharapkan kesenangan hidup itu semua tanpa harus diperintah. Karena dorongan nafsu itu pula terkadang manusia akan melakukan apa pun untuk meraihnya. Bagi orang yang tak bisa mengendalikan hawa nafsunya maka baginya seluruh cara akan dijalaninya, tak peduli halal atau haram yang penting bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Orang yang ingin cepat kaya misalnya, dilakukan dengan jalan korupsi atau mencuri. Orang yang ingin melampiaskan nafsunya terhadap lawan jenis, mereka melakukan zina di tempat prostitusi, dan lain sebagainya.

                           209


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran [3]: 14)

Salah satu hikmah puasa Ramadan maupun puasa-puasa lain di luar bulan Ramadan ialah sebagai benteng dalam melawan godaan hawa nafsu yang selalu mengarah kepada keburukan. Nafsu yang dimiliki manusia haruslah mampu untuk diatur dan dikendalikan dengan baik agar tidak menjerumuskan ke jurang kemaksiatan. Puasa mengajarkan kita hidup sederhana, makan minum hanya seperlunya. Puasa mengajarkan kita berempati kepada kaum duafa yang tak selalu bisa makan tiap harinya. Puasa mengajarkan kita menahan diri terhadap apaapa yang sejatinya halal bagi manusia namun kemudian terlarang untuk sementara waktu selama puasa. Puasa mengajarkan untuk dapat menahan emosi agar tak sia-sia puasa dan justru tak mendapatkan pahala. “Barangsiapa yang akalnya mengalahkan hawa nafsunya, maka ia lebih mulia dari malaikat, dan barangsiapa yang hawa nafsunya mengalahkan akalnya, maka ia lebih rendah dari binatang.” [Ali bin Abi Thalib RA]

Keistimewaan Orang yang Mampu Mengendalikan Nafsunya Dikarenakan perkara hawa nafsu ini sangat besar urusannya. Maka balasan bagi orang yang mampu untuk mengendalikan dan menahan 210


nafsu buruknya pun sangat besar. Sebagaimana diketahui bahwa puasa sejatinya ialah sarana untuk bisa menahan hawa nafsu manusia, tidak hanya nafsu untuk makan, minum, dan berhubungan suami istri di siang hari (puasa umum), namun juga menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu yang ditimbulkan oleh seluruh anggota badan tanpa terkecuali. Imam Ghozali menyebutnya sebagai puasa khusus (shaumul khusus) di mana tangan juga ikut berpuasa, puasanya tangan ialah menahan diri untuk tidak mencuri, memukul, dan seterusnya. Mulut juga ikut berpuasa dan puasanya mulut ialah dengan tidak memfitnah, gibah, adu domba, bohong,

melakukan

ujaran

kebencian

(hate

speech)

maupun

menyebarkan berita bohong (hoax/fake news), dan seterusnya anggota badan lainnya juga turut berpuasa. Tingkatan lain yang merupakan tingkatan tertinggi puasa kata Imam Ghazali ialah puasanya jiwa dari segala macam penyakit hati (shaumul khushusil khushus) dan inilah puasanya para nabi dan rasul serta orangorang yang terpilih diantara hamba-hamba-Nya. Orang yang mampu untuk mengendalikan nafsunya berarti telah memiliki sebagian dari sifat kenabian. Karena begitulah yang difirmankan Allah dalam Alquran

                     "Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan

salat

di

mihrab

(katanya):

"Sesungguhnya

Allah

menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi panutan, 211


menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh". (QS. Ali Imran [3]: 39)

Orang yang telah memiliki sebagian sifat kenabian berupa pertahanan diri dari segala hawa nafsu sebagaimana yang secara eksplisit dijelaskan dalam Alquran seperti kisah Nabi Yahya AS dan Nabi Yusuf AS ialah orang yang kemudian dijanjikan surga oleh Allah SWT. Mampu Mengendalikan hawa nafsu berarti mampu untuk menghindarkan diri dari segala macam kehinaan dan kemaksiatan. Mampu mengendalikan hawa nafsu berarti mampu untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan dirinya dalam kebaikan dan keselamatan. Mampu mengendalikan hawa nafsu berarti juga telah memenangkan pertempuran dengan setan. Lebih jauh lagi, mampu mengendalikan hawa nafsu berarti mampu menjaga ketauhidan kepada Allah dengan tauhid yang semurni-murninya karena tidak menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan lain selain Allah yang harus dituruti segala apa yang diperintahkan.

              "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)." (QS. An Nazi'at [79]: 40-41)

Memperturutkan Hawa Nafsu Akan Sesat, Hina, dan Binasa Bila orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dijanjikan surga oleh Allah maka sebaliknya orang-orang yang memperturutkan 212


hawa nafsunya dalam kemaksiatan akan pula diberikan balasannya. Karena sejatinya memperturutkan hawa nafsu adalah bentuk lain dari menyekutukan

Allah

dengan

yang

lainnya.

Orang

yang

telah

memperturutkan hawa nafsunya berarti telah menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya, yang rela melakukan apa saja demi terpenuhinya hawa nafsunya.

          "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?" (QS. Al Furqan [25]: 43)

Balasan yang pertama bagi orang yang tidak bisa menahan hawa nafsunya ialah Allah akan menjadikannya binasa. Akan diangkat kehormatan dirinya di dunia dan kelak di akhirat. Dibinasakan dan dihancurkan

segala

sesuatu

yang

dimilikinya.

Dijadikan

buruk

perangainya di mata manusia lainnya.

          

"Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa". (QS. Taha [20]: 16) 213


Balasan yang kedua adalah Allah akan menghinakan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan mengumpamakannya seperti anjing yang dalam keadaan apa pun selalu menjulurkan lidahnya. Yang selalu menurut apa pun kata tuannya.

                                 

"Dan

kalau

Kami

menghendaki,

sesungguhnya

Kami

tinggikan

(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir." (QS. Al A'raf [7]: 176)

Dan balasan yang ketiga ialah Allah akan menyesatkannya dari jalan kebenaran, tidak memberikannya petunjuk, dan menutup semua penglihatan, pendengaran, dan hatinya dari cahaya kebaikan. Sungguh tidak ada hal yang lebih buruk di dunia ini selain Allah tidak lagi berkenan memberikan petunjuk-Nya kepada manusia disebabkan dosadosa yang dilakukan. Bagi orang-orang yang telah kehilangan petunjuk214


Nya, tidak ada seorang pun di dunia yang mampu untuk memberikan pertolongan. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian. Aamiin.

                          "Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Qasas [28]: 50)

                          "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Al Jatshiyah [45]: 23)

215


                   "Tetapi orang-orang yang dzalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun. (QS. Ar Rum [30]: 29)

Puasa Mengendalikan Nafsu Lahiriah Amat sangat banyak hikmah yang akan didapatkan oleh orang yang berpuasa sepanjang benar puasanya, karena memang akan banyak pula orang yang berpuasa tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Salah satu hikmah berpuasa adalah dapat digunakan sebagai sarana (latihan) pengendalian hawa nafsu manusia. Nafsu lahiriah atau jasmaniyah ialah nafsu manusia yang berhubungan dengan aspek biologisnya sebagai seorang manusia yang dikarunia jasad atau tubuh. Nafsu jasmaniyah membuat seseorang menginginkan terpenuhinya segala kebutuhan jasad atau biologisnya yang kemudian mampu membuatnya merasa bahagia. Contoh kebutuhan biologis manusia ialah kebutuhan untuk makan, minum, dan berketurunan (berhubungan suami istri), mendapatkan badan yang sehat, ideal, kulit bersih dan mulus, wajah rupawan, dan seterusnya. Singkat kata, nafsu jasmaniyah senantiasa menginginkan jasmani atau tubuh yang sempurna dan tanpa cela.

216


Puasa memberi kita pendidikan bahwa hawa nafsu yang selalu diperturutkan akan bisa menjadi bencana dan malapetaka. Makan dan minum itu baik dan merupakan kebutuhan primer manusia, namun jika berlebihan dalam makan dan minum justru akan menjadi sumber penyakit. Melakukan perawatan tubuh agar nampak bersih dan menarik adalah baik, namun jika berlebihan justru akan membawa manusia menjadi hamba Allah yang tidak bersyukur dan terjebak dalam perilaku boros yang menjadi tabiat setan karena menghambur-hamburkan uang. Lihatlah bagaimana misalnya budaya operasi plastik kini merajalela karena menginginkan wajah dan tubuh yang sempurna, mereka menuruti hawa nafsunya yang mengharapkan menjadi manusia yang sempurna dan istimewa. Puasa mengajarkan untuk bisa mengendalikan hawa nafsu jasmaniyah agar tidak masuk kategori berlebihan yang justru malah akan membawa kepada keburukan. Dalam kelanjutan ayat perintah berpuasa dalam Alquran Surat Al Baqarah 183, yakni pada ayat yang ke 187 dijelaskan salah satu yang harus ditahan dan dikendalikan selama berpuasa ialah perkara tentang makan, minum, dan berhubungan badan. Hubungan suami-istri yang bernilai pahala yang pada bulan selain Ramadan dan tidak ada larangan melakukannya pada siang hari justru ketika puasa menjadi terlarang. Rupanya salah satu hikmah puasa adalah ingin agar setiap hamba-Nya mampu berlatih untuk tidak diperbudak oleh nafsu syahwat setiap saat. Kepada istri atau suami yang halal saja harus ada waktu-waktu tertentu yang harus ditahan untuk tidak berhubungan karena menjalankan perintah Allah apalagi kepada yang jelas-jelas haram, yang bukan sah menjadi pasangan tentu sangat terlarang untuk dilakukan. Senantiasa memperturutkan hawa nafsu hanya akan menjadikan seseorang semakin tenggelam dalam kesesatan dan kehinaan. Lihat bagaimana sejarah telah 217


banyak memberikan informasi kepada kita bagaimana fitnah syahwat kepada wanita adalah salah satu hal yang dapat

membawa kepada

kehancuran selain syahwat kepada tahta (jabatan) dan harta benda.

                            …        "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu..." (QS Al Baqarah [2]: 187)

Lihatlah bagaimana Rasulullah memberi solusi bagi setiap pemuda yang belum memiliki kemampuan untuk menikah agar terhindar dari godaan nafsu syahwat kepada wanita. Beliau memerintahkan untuk melakukan puasa karena dengan puasa akan tenanglah jiwa. Dalam Hadis yang lain disebutkan bahwa setan itu menggoda dan masuk ke tubuh manusia lewat aliran darah, dan puasa dapat mempersempit pembuluh darah sehingga setan tidak bisa leluasa bergerak dan menggoda manusia. Dengan berpuasa diharapkan akan dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang hina akibat memperturutkan hawa nafsu yang tidak ada habisnya. 218


‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ع َِن اب ِْن َم ْسعُوْ ٍد ق‬ ِ ‫ يَا َم ْع َش َر ال هشبَا‬: ِ‫ال َرسُوْ ُل َّللا‬ ْ َ ْ‫ص ِر َو اَح‬ ‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه‬.‫ج‬ َ َ‫ فَا ِنههُ اَغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَزَ هوج‬ ِ ْ‫ص ُن لِلفَر‬ .‫جاء‬ َ ‫بِالصهوْ ِم فَاِنههُ لَهُ ِو‬ "Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”. (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Puasa juga melatih diri kita untuk mengendalikan nafsu jasmaniyah dalam hubungannya dengan perkara perut (makan dan minum). Memang benar untuk bisa hidup manusia membutuhkan asupan bahan makanan yang terdiri dari banyak zat yang diperlukan tubuh seperti vitamin, protein, karbohidrat, mineral, dan seterusnya. Kesemuanya itu bisa dilakukan lewat aktivitas makan dan minum sehari-hari. Puasa mengajarkan kepada kita untuk menahan diri tidak makan dan minum dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan maksud agar kita tidak berlebihan dalam makan dan minum yang malah akan membawa kita kepada keburukan (mendatangkan obesitas, penyakit, dan lain sebagainya). Dalam kaitannya dengan aspek sosiologis, menahan nafsu untuk tidak makan minum di siang hari dapat menumbuhkembangkan sikap empati kepada kaum fakir miskin dan para duafa yang seringkali kekurangan bahan pangan dalam keseharian. Melalui adanya sikap empati ini 219


selanjutnya diharapkan timbul sikap kepedulian dan perhatian kepada mereka semua yang membutuhkan pertolongan. Menahan lapar dan dahaga dapat pula menjadikan manusia menjadi hamba yang lebih bersyukur dari sebelumnya dikarenakan secara langsung maupun tidak langsung akan membawa pengandaian manakala dalam kesehariannya kesulitan makan minum sebagaimana para duafa dan orang-orang kurang beruntung lainnya.

             …  …       "...Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam..." (QS Al Baqarah [2]: 187)

Puasa Mengendalikan Nafsu Batiniah Selain mengendalikan nafsu jasmaniyah, puasa dapat pula digunakan sebagai sarana berlatih mengendalikan nafsu batiniah, membersihkan jiwa dari segala macam penyakit dan kotoran hati. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu Hadis Nabi, berpuasa ialah menahan diri untuk tidak berkata dan berbuat dusta agar tidak sia-sia apa yang sudah dijalani sepanjang hari.

ُّ ‫َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَوْ َل‬ ُ‫اجة فِى أَ ْن يَ َد َع طَ َعا َمه‬ َ ‫ْس ِ هّلِلِ َح‬ َ ‫ور َو ْال َع َم َل بِ ِه فَلَي‬ ِ ‫الز‬ ُ‫َو َش َرابَه‬ 220


“Barangsiapa

yang

tidak

meninggalkan

perkataan

dusta

dan

perbuatannya, maka Allah Taala tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Puasa juga merupakan (latihan) pengendalian diri untuk tidak mudah berkata kotor, bertengkar, dan gampang marah. Puasa mengajarkan kita untuk dapat mengalah, mengalah untuk menjadi jawara, menjadi seorang pemenang karena tidak memperturutkan hawa nafsunya untuk melawan walau sebenarnya mampu untuk dilakukan.

ْ ُ‫صوْ ِم أَ َح ِد ُك ْم فَالَ يَرْ ف‬ ‫ث يَوْ َمئِ ٍذ َوالَ يَصْ خَبْ فَإ ِ ْن‬ َ ‫الصِّ يَا ُم ُجنهة فَإ ِ َذا َكانَ يَوْ ُم‬ ‫صائِم‬ َ ‫َسابههُ أَ َحد أَوْ قَاتَلَهُ فَ ْليَقُلْ إِنِّي ا ْمرُؤ‬ “Puasa adalah tameng atau perisai, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (HR. Muslim)

Dalam kelanjutan Perintah berpuasa Ramadan pada Surat Al Baqarah: 188 disebutkan agar kita tidak memakan harta orang lain dengan jalan yang batil seperti lewat jalan penipuan (QS. 4: 29), praktik rentenir (QS. 2: 275-276), penyalahgunaan dana perwalian (QS. 4: 6, 58; QS. 6: 152), pencurian, korupsi, merampok, merampas (QS. 5: 38; QS. 60: 12), mengurangi takaran (QS. 11: 84-85; QS. 17: 35; QS. 26: 181; QS. 83: 1-2), dan seterusnya. 221


                  "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah [2]: 188)

Puasa juga merupakan pengendalian diri untuk tidak melakukan hal-hal yang mendatangkan kemudaratan, sebagaimana yang berlaku dalam kaidah fikiyah bahwa menghindari kemudaratan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat. Salah satunya adalah menahan diri untuk untuk tidak mudah terprovokasi atau memprovokasi, baik lewat ucapan maupun perbuatan, termasuk yang saat ini ramai dilakukan ialah begitu mudahnya umat ini untuk menyebarkan berita palsu (hoax/fake news) yang justru memperkeruh suasana, menjadi pihak yang memprovokasi maupun yang terprovokasi.

‫صالِح‬ َ ‫ب ال َم‬ ِ ‫اس ِد ُمقَ هدم َعلَى َج ْل‬ ِ َ‫َدرْ ُء ال َمف‬ “Menolak mudarat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”

Khotimah Puasa mengandung hikmah yang sangat besar bagi manusia bila mau untuk mencarinya. Salah satu hikmah itu ialah bahwa puasa dapat digunakan sebagai sarana (pelatihan) pengendalian hawa nafsu manusia. 222


Hawa nafsu itu bila tidak dikendalikan akan membawa pemiliknya menuju jurang kehancuran dan kehinaan. Tak cukup dengan kehancuran para pelakunya, buah dari sikap memperturutkan hawa nafsu akan juga membawa kebinasaan bagi alam semesta sebagaimana dikabarkan Allah dalam Alquran. Baik binasa dalam arti sebenarnya (kehancuran negara, lingkungan, lautan, dan sebagainya) sebagaimana akibat dari adanya perang yang kita saksikan saat ini karena masing-masing pihak memperturutkan hawa nafsunya maupun binasa dalam arti yang lainnya, seperti binasanya akal sehat, binasanya peradaban manusia, binasanya sikap saling menghargai, dan seterusnya.

                  "Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Alquran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu." (QS. Al Mu'minun [23]: 71) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

19 Ramadan 1438 H 14 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dengan puasa dapat terkendalikan nafsunya 223


#15 MENEMUKAN SISI KEMANUSIAAN BULAN RAMADAN

Muqoddimah Bulan Ramadan adalah bulan kemuliaan yang di dalamnya memiliki banyak keistimewaan dan keutamaan. Sebagaimana yang diketahui di bulan ini Allah akan melipatgandakan pahala dari amal ibadah yang hamba-Nya lakukan. Bulan Ramadan tak ubahnya menjadi sebuah bulan tempat perlombaan ketaatan dan ketakwaan. Setiap kaum beriman yang benar keimanannya akan memanfaatkan Ramadan sebagai ajang untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Sungguh tidak ada perdebatan bahwa Ramadan ialah waktu yang paling afdal untuk menjalankan berbagai macam ibadah yang dituntunkan, baik "ibadah khusus" di bulan Ramadan seperti puasa Ramadan dan salat tarawih maupun ibadahibadah umum lainnya di luar Ramadan. Sungguh siapa yang tidak tergiur dengan keutamaan bulan yang mulia ini yang penuh dengan rahmat, karunia, dan ampunan kecuali hanya orang yang tidak beriman atau yang terkena penyakit keimanannya. Puasa Ramadan, salat, maupun ibadah lainnya di bulan ini maupun di bulan lain di luar Ramadan sejatinya tidak hanya merupakan ibadah yang memiliki nilai transendental menuju Tuhan dan berhenti hanya dimaknai sebagai ibadah yang bercorak spriritualisme individual belaka. Namun lebih dari itu, hampir seluruh ibadah-ibadah tersebut mengandung makna ganda yang jika jeli melihatnya akan sangat kentara. Makna lain dari ibadah itu ialah senantiasa memiliki dimensi sosiologis 224


dan tak berhenti hanya bernilai teologis semata. Ibadah, apa pun bentuknya, baik ibadah umum maupun khusus senantiasa memiliki persinggungan dengan nilai-nilai kemanusiaan dengan berbagai macam bentuknya. Ibadah yang manusia lakukan jika dilakukan dengan benar sejatinya selain memperbaiki hubungan dengan Tuhan juga mesti berdampak baik buat sesama. Jika ada manusia yang rajin beribadah namun hubungannya dengan sesamanya buruk maka bisa dipastikan ada yang salah dengan ibadahnya. Ada salah satu pernyataan menarik dari salah seorang tokoh bahwa mendekatkan diri pada Tuhan bisa dilakukan atau dimulai dengan mendekatkan diri dengan makhluk Tuhan. Maksudnya ialah dengan memperbaiki hubungan sosial di masyarakat, meningkatkan kepekaan dan kepeduliaan terhadap segala macam kesulitan yang dihadapi oleh orang lain. Bukankah sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat untuk orang lain dan disaat yang sama dia juga beriman? Bukankah Rasulullah diutus ke dunia dalam rangka menyempurnakan akhlak manusia, sedang akhlak itu digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan dan sesama makluk Tuhan? Kesalehan individual yang sahih di satu sisi senantiasa otomatis diiringi dengan kesalehan sosial di sisi lainnya. Tidak sempurna iman seseorang jika hanya menjaga hubungan baik dengan Allah semata (hamblun minallah) namun abai dengan sesamanya (hablun minannas). Lihat bagaimana di banyak ayat dalam Alquran maupun Hadis iman itu senantiasa diikuti dengan perintah beramal saleh, menjaga baik hubungan dengan sesama, menolong orang yang sedang kesulitan, dan seterusnya. Orang-orang yang tanpa kesalehan sosial oleh Alquran 225


disebutkan sebagai pendusta agama karena hanya mementingkan aspek transendental ibadah semata. Piet H. Khaidir dalam bukunya yang berjudul Nalar Kemanusiaan, Nalar Perubahan Sosial bahkan menyebut kesalehan ritual yang tidak dibarengi dengan kasalehan sosial hanya akan melahirkan kesalehan buta. Dalam konteks teologi penindasan, kesalehan buta tersebut yang tidak dapat secara reflektif dan partisipatif menangkap fenomena sosial sejatinya telah membawa seseorang kepada keimanan yang semu dan tiada bekas. Piet juga mangutip hasil riset yang dilakukan oleh Saiful Mujani dalam Laporan Penelitian Islam dan Kultur Good Governance, PPIM UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta tahun 2001 yang menyebut bahwa kualitas iman yang diderivasikan ke dalam kesalehan ritual semacam salat, puasa, zakat, dan haji nyatanya tidak menjamin timbulnya kesalehan sosial. Bahkan, sebaliknya banyak dari responden yang saleh secara ritual namun ternyata gagap dalam menjalankan peran sosialnya di masyarakat. Misalnya, kelompok yang saleh secara ritual tersebut seringkali menghardik kelompok lain yang tidak disukai tanpa dasar argumentasi yang jelas. Bulan Ramadan sebagai puncak segala macam ibadah dan kebaikan haruslah juga bisa diambil semangat kemanusiaan yang menyertainya. Dalam setiap ibadah yang dilakukan di bulan Ramadan ini sejatinya mengandung dimensi-dimensi sosial yang sangat kental nuansanya. Tulisan berikut ini berupaya untuk menghadirkan sisi lain dari bulan Ramadan jika dihubungkan dengan nilai kemanusiaan untuk selanjutnya semoga mampu untuk kita semua jadikan motivasi dalam berbuat kebaikan untuk sesama. 226


Sisi Kemanusiaan Bulan Ramadan Ibadah yang pertama terlintas jika membincang Ramadan ialah perihal Puasa Ramadan yang diwajibkan Allah atas orang-orang beriman yang telah terpenuhi syarat dan ketentuannya. Puasa adalah ibadah "super khusus" yang sangat kental nuansa hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Taala. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis sahih bahwa urusan puasa ialah urusan langsung hamba dan Tuhannya tanpa campur tangan pihak lainnya.

‫كل عمل ابن آدم له إال الصوم فإنه لي وأنا أجزي به‬ “Seluruh amal keturunan Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari)

Sesungguhnya tidak ada perdebatan tentang ke-eksklusif-an puasa sebagai ibadah mahda sebagaimana Hadis di atas namun belum banyak yang menyadari sejatinya ibadah puasa juga sangat kental dengan nilainilai kemanusiaan selain nilai Ketuhanan. Seorang ulama mengatakan:

“Puasa disyariatkan agar yang berkecukupan turut merasakan bagaimana rasanya lapar itu sehingga dia akan mengingat mereka yang tengah kelaparan.”

227


Puasa mengajarkan dan menyadarkan manusia bahwa masih banyak segolongan umat yang hidup serba kekurangan dan menderita kelaparan. Puasa melatih kita untuk bisa dapat merasakan apa yang orang-orang miskin rasakan. Puasa seharusnya menjadikan kita sebagai hamba yang bersyukur atas segala pemberian dan disaat yang bersamaan juga melahirkan jiwa kepeduliaan sosial yang tinggi kepada orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Diceritakan bahwa Abdullah bin Umar RA itu senantiasa berbuka puasa dengan

orang-orang

miskin.

Apabila

keluarganya

melarangnya

melakukan hal tersebut, niscaya Abdullah bin Umar tidak akan menyantap makan malam (Lathaif Al Ma'arif). Begitulah akhlak generasi terdahulu dalam memaknai puasa yang tidak berhenti pada aspek ritual individual yang berorientasi vertikal menuju Tuhan semata namun juga ritual komunal yang berorientasi horizontal kepada sesama manusia. Puasa ditafsirkan maknanya menjadi lebih luas sebagai ibadah yang membawa

pengamalnya

memiliki

nilai-nilai

Ketuhanan

dan

kemanusiaan sekaligus. Puasa juga membawa pesan-pesan kebaikan dan kemanusiaan yang lain. Bagaimana seharusnya orang yang beriman itu senantiasa dalam bertutur dan berperilaku selalu membawa manfaat dan maslahat dan tidak menyinggung orang lain. Suka memaafkan dan menghindari pertengkaran dan perpecahan yang malah akan menjadi sumber kehancuran. Puasa tidak hanya menahan diri dari makan minum dan berhubungan suami istri di siang hari namun juga harus dimaknai lebih luas lagi sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali tatkala membagi tingkatan puasa yang dilakukan oleh manusia. Puasanya perut 228


dan kemaluan harus juga diikuti oleh puasanya seluruh anggota badan dan jiwa untuk melakukan hal-hal yang tercela dan bernilai dosa. Jabir Ibnu Abdillah RA berkata, “Apabila manusia berpuasa, hendaknya pendengaran, penglihatan, serta dan lisannya turut juga berpuasa dari dusta dan keharaman. Jangan sampai menyakiti sesama manusia. Hendaklah menjaga wibawa dan bersikap sebagaimana orang ketika berpuasa. Dan jangan sampai tidak ada perbedaan kondisi ketika sedang berpuasa dan tidak berpuasa.” Totalitas berpuasa ini menjadi penting guna kesempurnaan ibadah puasa kita, karena di luar sana banyak sekali orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.

ْ ُ‫صوْ ِم أَ َح ِد ُك ْم فَالَ يَرْ ف‬ ‫ث يَوْ َمئِ ٍذ َوالَ يَصْ خَبْ فَإ ِ ْن‬ َ ‫الصِّ يَا ُم ُجنهة فَإ ِ َذا َكانَ يَوْ ُم‬ ‫صائِم‬ َ ‫َسابههُ أَ َحد أَوْ قَاتَلَهُ فَ ْليَقُلْ إِنِّي ا ْمرُؤ‬ “Puasa adalah tameng atau perisai, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari-Muslim)

Lihat bagaimana puasa itu sangat memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan dengan perintah untuk menahan diri untuk tidak berkata kotor, bertengkar, dan mudah marah. Ketiga perbuatan yang dilarang ini adalah sedikit banyak penyebab konflik atau bahkan krisis kemanusiaan yang selama ini terjadi. Pertengkaran seringkali terjadi karena kedua belah 229


pihak tidak bisa menahan emosinya dan mudah marah hanya karena urusan sepele. Pertengkaran juga bisa diawali dari perkataan yang kotor atau menyinggung perasaan salah satu dari kedua belah pihak yang berselisih. Maka kemudian puasa hadir dalam misi kemanusiaan menghindarkan manusia dari bahaya perpecahan dan permusuhan.

ُّ ‫َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَوْ َل‬ ُ‫اجة فِى أَ ْن يَ َد َع طَ َعا َمه‬ َ ‫ْس ِ هّلِلِ َح‬ َ ‫ور َو ْال َع َم َل بِ ِه فَلَي‬ ِ ‫الز‬ َ ‫َو‬ ُِ ‫ش َرابَه‬ “Barangsiapa

yang

tidak

meninggalkan

perkataan

dusta

dan

perbuatannya, maka Allah Taala tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Nilai kemanusiaan lain dari puasa dan bulan Ramadan ialah perintah untuk menahan diri tidak berkata dusta selama berpuasa jika tidak ingin puasanya hanya bernilai lapar dan pahala karena Allah tak peduli kepadanya. Lalu apa hubungan antara dusta dan masalah kemanusiaan? Tentu tidak sulit mengambil benang merahnya. Di berbagai tempat masalah sosial kemanusiaan bisa terjadi disebabkan oleh masalah dusta. Kelaparan di mana-mana karena rakyat miskin tidak mendapatkan jatah raskin (beras miskin) disebabkan dikorupsi oleh pejabat desanya, dan korupsi adalah salah satu sifat dusta juga. Ditempat lainnya konflik sesama anak bangsa terjadi disebabkan oleh pemerintah atau aparat yang tidak adil dan berat sebelah dalam memutuskan perkara, dan tidak adil adalah bentuk lain dari dusta juga 230


karena telah membohongi nuraninya. Di banyak tempat juga terjadi kekacauan diakibatkan oleh fitnah, adu domba, penyebaran berita hoax dan semacamnya, dan semuanya itu juga termasuk perkataan dan perbuatan yang dusta. Perihal kejujuran dan tidak berkata atau berbuat dusta dapat dibaca lebih lengkap pada tulisan saya sebelumnya dengan judul “Kejujuran (Antara Idealisme dan Sifat Kenabian)" edisi 24 April 2017.

‫صائِ ًما َكانَ لَهُ ِم ْث ُل أَجْ ِر ِه َغي َْر أَنههُ الَ يَ ْنقُصُ ِم ْن أَجْ ِر الصهائِ ِم َش ْيئًا‬ َ ‫َم ْن فَطه َر‬ "Siapa yang memberi makanan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Nilai kemanusiaan lain yang bisa kita dapatkan dari puasa ialah tentang memberikan makan kepada orang lain yang sedang berpuasa. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai maksud dari "memberi makan" ini, ada yang memaknai yang penting memberi makanan walau sesedikit apa pun sudah bernilai pahala seperti orang yang berpuasa tersebut (semisal sebutir kurma, seteguk air minum, dan sebagainya) namun ada juga yang menafsirkannya harus makanan yang berat dan mengenyangkan (seperti nasi lengkap dengan lauknya, dan seterusnya) baru dinilai pahala seperti orang yang berpuasa, Ibnu Taimiyah termasuk yang berpendapat terakhir ini. Meskipun Hadis di atas ini berlaku umum bahwa memberi makan orang yang berpuasa itu pahalanya sama dengan pahala orang yang berpuasa 231


itu tanpa melihat latar belakangnya apakah orang yang diberi makan itu kaya, miskin, berkecukupan, pejabat tinggi ataukah rakyat jelata. Namun dari sana bisa diambil suatu hikmah bahwa puasa mengajarkan kepedulian kepada sesama, yang semoga di hari-hari lainnya bisa juga diteruskan dengan memberi makan kepada orang-orang fakir, miskin, duafa wal mustadh’afin yang lebih lemah, sengsara, dan menderita. Pemberian sejumlah makanan, bahan makanan, atau sejumlah uang kepada kaum fakir miskin juga merupakan salah satu cara untuk mengganti puasa yang ditinggalkan karena suatu sebab yang dibenarkan syariat dalam bentuk membayar fidiah. Pembahasan tentang pembelaan Islam kepada kaum yang lemah dapat dibaca secara lebih lengkap pada tulisan saya dengan judul "Muhammadiyah dan Gerakan Pembelaan Kaum Lemah" edisi 1 Ramadan 1438 H maupun pada trilogi "Ramadan dan Refleksi Keberimanan" edisi 15-17 Ramadan 1438 H.

‫صلهى ه‬ ‫َكانَ َرسُو ُل ه‬ ُ ‫ َو َكانَ أَجْ َو ُد َما يَ ُك‬،‫اس‬ ‫ون فِي‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم أَجْ َو َد النه‬ ُ‫َار ُسه‬ َ ‫ َو َكانَ يَ ْلقَاهُ فِي ُكلِّ لَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َم‬،ُ‫ ِحينَ يَ ْلقَاهُ ِجب ِْريل‬، َ‫ضان‬ َ ‫َر َم‬ ِ ‫ فَيُد‬، َ‫ضان‬ ْ ‫صلهى ه‬ ‫ فَلَ َرسُو ُل ه‬، َ‫ْالقُرْ آن‬ ‫يح ْال ُمرْ َسلَ ِة‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ِّ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم أَجْ َو ُد بِال َخي ِْر ِم ْن الر‬ “Rasulullah SAW itu ialah manusia yang paling dermawan dan lebih dermawan lagi apabila di bulan Ramadan ketika beliau ditemui oleh Jibril; Jibril biasanya menemui nabi pada setiap malam di bulan Ramadan, di situlah Jibril mentadaruskan Alquran kepada beliau. Sungguh, Rasulullah lebih dermawan dengan kebaikan daripada angin yang bertiup kencang." (HR. Muttafaq ‘Alaih)

232


Ramadan juga mengandung nilai-nilai kemanusiaan dalam bentuk kedermawanan (filantropi) yang secara ringkas mengandung dua aspek yakni cinta kasih kepada sesama, khususnya kepada orang-orang yang lemah serta spirit untuk berbagi atau berderma, termasuk di dalamnya adalah spirit untuk memberdayakan kaum lemah agar bangkit dan bertenaga, berdaya juang dalam mengarungi kehidupan. Ramadan mengajarkan kita untuk melatih sisi-sisi kedermawanan sebagaimana yang Rasulullah contohkan. Berderma tidak hanya dalam bentuk materi semata, namun apa pun itu asal bentuknya kebaikan juga merupakan kedermawanan. Berderma ilmu misalnya dengan mengajari anak-anak baca tulis, berderma pikiran dengan turut memberi solusi permasalahan bangsa dan sebagainya juga adalah bentuk lain dari kedermawanan yang sangat sarat dengan nilai kemanusiaan. Barangkali sifat kedermawanan inilah yang akan menjadi solusi berbagai masalah kemanusiaan. Kelaparan bisa teratasi manakala tiap-tiap orang yang berkecukupan di negeri ini gemar untuk berderma dan memberi makan. Kebodohan bisa teratasi di negeri ini bilamana tiap-tiap orang berpengetahuan di negeri ini turut serta untuk mendermakan waktu dan ilmunya dalam bidang pendidikan. Dalam edisi 7 Ramadan 1438 H penulis secara khusus pernah membahas tema ini dengan judul "Menggugah Semangat Kedermawanan Kaum Beriman".

Khotimah Ramadan dan segala ibadah yang ada di dalamnya rupanya tidak hanya memuat nilai-nilai Ketuhanan dalam bentuk ritual-ritual peribadatan semisal puasa, salat, zikir, dan tadarus Alquran. Namun disaat yang 233


bersamaan

ibadah-ibadah

tersebut

juga

mengandung

aspek

kemanusiaan yang jarang disadari orang. Islam sangat erat kaitannya dengan urusan kemanusiaan bahkan sebagai salah satu parameter keberimanan seseorang sebagaimana yang penulis pernah sampaikan. Apa yang penulis sajikan dalam tulisan di atas tentulah masih jauh dari sempurna dan belum mampu menuliskan keseluruhan hikmah kemanusiaan dalam bulan Ramadan. Semoga tidak mengurangi semangat pembaca dalam berikhtiar menemukan sisi kemanusiaan dalam setiap ibadah yang kita lakukan. Ramadan yang saat ini kita jumpai marilah kita gunakan sebagai titik awal dalam memahami dan meningkatkan rasa kemanusiaan kita. Lepas dari Ramadan semoga kita digolongkan menjadi hamba yang bertakwa yang salah satu cirinya ialah memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama. Rasul dan para sahabat adalah contoh nyata betapa beragama itu tidak cukup hanya mengasingkan diri di tempat-tempat ibadah, namun juga harus disertai karya nyata di tengah-tengah umat manusia. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Surabaya,

20 Ramadan 1438 H 15 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang masih belajar untuk bisa menjadi manusia yang memanusiakan manusia lainnya 234


#16 FATAMORGANA DUNIA

Muqoddimah Alam semesta dengan segala macam isinya Allah ciptakan sebagai tandatanda kebesaran-Nya serta disediakan bagi manusia selaku khalifah di dunia. Dunia dengan segala macam kekayaan alam yang ada di dalamnya adalah amanah yang harus dijaga oleh setiap manusia karena kelak akan dimintai

pertanggungjawabannya.

Dunia

dengan

segala

macam

keindahan yang menyertainya adalah nikmat yang juga disaat yang sama adalah ujian Allah bagi manusia, sanggup atau tidak dalam melewatinya. Dalam memandang kehidupan dunia manusia terbagi menjadi dua kelompok besar, yakni mereka yang menganggap dunia hanya sebagai tempat persinggahan sementara untuk kemudian menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi dan kelompok yang menganggap dunia adalah satu-satunya kehidupan dan tidak ada kehidupan lain setelah kematian. Akibatnya kedua kelompok ini kemudian memiliki perlakuan yang berbeda terhadap kehidupan dunia. Kelompok pertama akan sangat berhati-hati dalam melangkah karena menyakini akan ada hari pembalasan atas apa yang diperbuatnya selama hidup di dunia, mereka dalam setiap aktivitas keduniawianya senantiasa menghadirkan nilainilai Ketuhanan dan menjadikan dunia sebagai ladang, tempat bercocok tanam segala macam kebaikan untuk dipanen kelak di hari kemudian. Sementara kelompok kedua memandang dunia hanya sebagai tempat untuk berhura-hura, bersenang-senang sekehendak hatinya karena 235


menganggap setelah kematian tidak ada lagi hari kebangkitan dan pembalasan.

Bagi

mereka

dunia

tak

ubahnya

tempat

untuk

memperturutkan segala hawa nafsu yang ingin dilakukan tak peduli halal haram, baik buruk, atau benar salah. Dunia di mata manusia (biasa) dijadikan terasa indah dan begitu mempesona. Kekayaan maupun keindahan alam di dalamnya sangatlah menyilaukan mata. Bagi siapa saja yang hobi berpetualang tentu sangat memahami betapa dunia ini sangatlah sempurna dan menggoda siapa saja untuk berlama-lama menikmatinya. Hamparan gunung-gunung dan birunya lautan hanyalah setitik contoh bagaimana menakjubkannya dunia sebagai maha karya Sang Pencipta. Namun, keindahan dan kesempurnaan dunia yang saat ini kita nikmati haruslah diimbangi dengan rasa syukur kepada Sang Penciptanya. Wujud syukur seutuhnya ialah dengan semakin menambah ketakwaaan kita kepada-Nya, tunduk serta patuh menjalankan apa-apa yang disyariatkan-Nya. Allah memberikan peringatan kepada hamba-Nya akan godaan dunia seisinya yang bisa menjadikan manusia gelap mata dan lupa pada Tuhannya. Dunia yang tampak begitu sempurna hanyalah sebuah fatamorgana yang akan segera binasa sedang Sang Penciptanya akan kekal selama-lamanya.

Perumpamaan Dunia Segala apa yang di dunia ini, kekayaan yang kita miliki, anak istri yang kita punyai, dan segala sesuatu apa pun itu tidak ada yang akan bisa abadi selamanya. Segala kebahagiaan hidup di dunia bagaimana pun bentuknya hanyalah kebahagiaan yang fana dan sementara. Harta benda atau pangkat jabatan yang sudah kita raih yang merupakan salah satu 236


sumber kebahagiaan hidup di dunia juga tak akan bisa seterusnya membersamai kita. Kehidupan dan kebahagiaan di dunia hanyalah sepanjang usia kita. Manakala kita telah tiada maka terputuslah segala kenikmatan hidup yang selama ini kita rasakan di dunia. Bagi orang-orang yang beriman adanya kehidupan setelah kematian adalah salah satu hal yang wajib untuk diyakini sepenuh jiwa. Jika kehidupan dunia hanya sementara maka kehidupan akhirat tak berbatas masa. Di kehidupan akhirat sana, jika bahagia yang dirasa maka kebahagiaan itu akan berlangsung selamanya namun jika siksaan yang didapatkan maka siksaan itu pun akan kekal selamanya sampai Allah menetapkan keputusan-Nya.

“Kegilaan duniawi itu seperti angin, sedang manusia laksana debu, jika angin bertemu dengan debu lalu menempel ke mata tentu itu sangat memerihkan, dan keberadaannya hanya akan menganggu dan menyulitkan kita.” [Jalaluddin Rumi]

Maka jangan sampai kaum beriman dilalaikan oleh suasana. Mengejar kehidupan dunia yang fana namun melalaikan kehidupan akhirat yang abadi sepanjang masa. Dalam Alquran, Allah SWT menjelaskan bagaimana kehidupan dunia itu diumpamakan, sesuatu yang awalnya nampak indah mempesona namun keindahan itu tidak bertahan lama, akan segera sirna dan binasa. Begitulah kehidupan di dunia, maka marilah lebih bijak dalam menghadapinya. 237


                                             "Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda

kekuasaan (Kami)

kepada

orang-orang

berfikir." (QS. Yunus [10]: 24)

                         "Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan

238


itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al Kahfi [18]: 45)

Maka menjadi sangat disayangkan jika ada manusia yang memandang kehidupan dunia sebagai tujuan utama, mereka bahkan rela melakukan apa saja demi bisa berbahagia di dunia (mendapatkan harta benda). Mulai dari cara-cara klenik seperti datang ke dukun atau melakukan ritual di tempat-tempat yang dianggap keramat demi mendapat jimat pesugihan sampai dengan cara kovensional seperti mencuri, merampok, dan menjambret hingga cara-cara “kekinian” semacam korupsi, dan seterusnya. Maka tidaklah mengherankan kemudian oleh mereka dunia diisi dengan saling membangga-banggakan apa yang dimiliki kepada sesamanya. Saling pamer kekayaan, saling pamer kedudukan, saling pamer keturunan, dan seterusnya yang kesemuanya itu tidak akan ada ujung pangkalnya. Padahal apa yang dibangga-banggakan tidaklah kekal bersamanya, justru azab yang pedih siap ditimpakan kepadanya. Naudzubillah.

                                           "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah 239


antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al Hadid [57]: 20)

Dunia yang Melenakan Manusia Ujian hidup di dunia tidak hanya berupa kesulitan dan kesengsaraan semata namun juga berupa nikmat, kebahagiaan, dan kejayaan pula. Justru banyak orang mampu melewati ujian kesengsaraan namun tidak banyak yang mampu jika menghadapi ujian kebahagiaan. Kebahagiaan hidup di dunia sangatlah menyilaukan mata manusia sehingga seringkali membuat lupa dan terlena. Allah menjadikan indah dunia dan seisinya dalam pandangan manusia untuk menguji sejauh mana ketakwaan hamba-Nya. Bersyukurkah mereka jika diberikan nikmat ataukah sebaliknya malah kufur dan semakin tenggelam dalam kecintaan kepada dunia. Sedang kehidupan akhirat (surga) ialah kebahagiaan yang sesungguhnya.

                           240


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran [3]: 14)

Berapa banyak manusia yang terperdaya oleh kehidupan dunia. Mereka menghabiskan waktu dan umurnya untuk mengejar kebahagiaan yang hanya sementara. Segala cara dilakukan demi mendapatkan kebahagiaan walau sejatinya kebahagiaan itu adalah sikap diri yang tidak dapat dibeli dengan harta benda. Banyak orang kini lebih memikirkan bagaimana hidup enak namun lupa memikirkan dan menyiapkan bagaimana nanti bisa mati enak dan masuk surga. Celakanya saat ini banyak orang gagal memahami bahwa kebahagiaan itu bukan hanya soal materi belaka. Kebahagiaan itu hakikatnya diciptakan dan bukan didapatkan atau ditemukan, apalagi dibeli dengan uang, pangkat, jabatan dan seterusnya. Kebahagiaan bisa dialami oleh siapa saja tidak hanya oleh orang kaya dan berada. Justru banyak kasus di luar sana orang yang secara materi berlimpah namun sejatinya mereka tidak bahagia, hidupnya terasa hampa dan yang lebih parah ada yang merasa gelisah serta tidak tenteram hidupnya disebabkan harta kekayaannya tidak berkah karena didapatkan dengan cara yang hina. Meskipun demikian, magnet dunia dengan segala gegap gempitanya nyatanya sampai sekarang masih memperbudak sebagian manusia. Bagaimana waktu sehari-hari mereka digunakan untuk bekerja mencari uang, berangkat pagi pulang pagi, berangkat malam pulang malam tanpa 241


ada sedikit pun waktu untuk mempersiapkan kehidupan akhiratnya. Rutinitas mereka hanya berkutat pada rumah dan kantor serta di akhir pekan bertambah dengan mengunjungi mal dan pusat perbelanjaan tanpa ada waktu untuk bertaqarrub kepada Allah di tempat-tempat ibadah. Dunia seakan telah memperdaya mereka dari mengingat-Nya dan mengingat akhiratnya. Semoga kita terhindar dari godaan dunia yang menyilaukan mata.

       … "...Kehidupan

dunia

itu

tidak

lain

hanyalah

kesenangan

yang

memperdayakan." (QS. Ali Imran [3]: 185)

             … "...Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah." (QS. Luqman [31]: 33)

Dunia itu hanyalah kehidupan yang sementara. Saking sebentarnya hidup di dunia seringkali tidak terasa waktu yang ada begitu cepat berlalu tatkala kita gunakan untuk menjalani berbagai macam aktivitas. Dunia

juga

merupakan

tempat

berbagai

kebahagiaan

(semu)

242


diperebutkan oleh sebagian manusia. Padahal apa yang akan didapatkan di dunia itu tak kekal kecuali hanya amal ibadah. Dunia penuh dengan fatamorgana, nampak ada namun sejatinya tak ada, nampak bahagia namun sebenarnya sengsara. Dunia adalah hal yang seringkali manusia dibuat gelap mata karenanya dan lupa segalanya. Maka benarlah bahwa dunia tak ubahnya tempat untuk bermain-main dan bersenda gurau saja. Karena umumnya bermain-main maupun bersenda gurau itu aktivitas yang banyak melalaikan manusia. Lupa waktu, lupa tugas, lupa amanah, lupa ibadah dan seterusnya.

               "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al An'am [6]: 32)

                  "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui." (QS. Al Ankabut [29]: 64)

243


Dunia Dalam Pandangan Kaum Kafir Di dalam Alquran banyak sekali dijelaskan bagaimana perangai kaum kafir dalam memandang kehidupan di dunia. Bagi mereka dunia tak ubahnya surga karena bebas melakukan apa saja sekehendak hatinya sedang bagi kaum beriman dunia tak ubahnya sebuah penjara yang membatasi segala aktivitasnya. Dunia dijadikan indah dalam pandangan orang kafir sehingga membuat mereka tenggelam lebih dalam dalam jurang kehinaan, memperturutkan segala hawa nafsunya padahal kelak di hari kemudian dimintai pertanggungjawabannya.

                       "Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orangorang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. Al Baqarah [2]: 212)

Orang-orang yang tidak beriman tidak menyakini adanya hari kebangkitan dan pembalasan. Sehingga tak ada rasa takut sedikit pun untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Hatinya telah tertutup hidayah Allah, keras dan membatu yang tidak ada orang yang bisa memberikannya pertolongan. Mereka telah sesat jalannya karena menganggap Allah tidak akan membuat perhitungan atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Baginya dunia adalah satu-satunya kehidupan yang 244


bebas untuk melakukan apa yang diinginkan walau harus melanggar aturan Tuhan.

          "Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan". (QS. Al An'am [6]: 29)

           "Kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi.” (QS. Al Mu'minun [23]: 37)

                        "Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al Jatshiyah [45]: 24) 245


Orang-orang yang kafir itu merasa cukup dengan kehidupan dunia, mereka bahagia hidup di dalamnya dengan segala kemewahan yang didapatkan. Mereka tidak peduli dengan jalan bagaimana segala kemewahan hidup di dunia mereka dapatkan. Bagi mereka yang penting bisa punya harta melimpah, rumah mewah, mobil langka itu sudah membawa kebahagiaan. Kaum kafir itu sangatlah bodoh karena lebih memilih kehidupan dunia dibandingkan kehidupan akhirat yang berkalikali lipat keutamaannya. Dalam memandang dunia, mereka tak ubahnya hewan buas yang sedang mencari mangsa. Apa saja yang ada di hadapannya jika itu menarik hatinya maka akan segera dimangsanya tanpa sisa. Dunia di mata kaum kafir ialah tempat untuk memuaskan segala nafsu syahwatnya. Syahwat akan harta benda, wanita, pangkat dan jabatan, status sosial dan sebagainya. Tak ada sebersit pun akhirat terlintas dalam benak mereka karena memang mereka tidak mengimaninya.

                  "Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)." (QS. Ar Ra'du [13]: 26)

246


                  "(Yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh." (QS. Ibrahim [14]: 3)

              "Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (QS. An Nahl [16]: 107)

         "Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al A'la [87]: 16-17)

         247


"Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat)." (QS. Al Insan [76]: 27)

Berorientasi Akhirat Tak Berarti Melupakan Dunia Allah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa antara kehidupan dunia dan akhirat berbeda keutamaannya. Akhirat yang abadi disebutkan lebih baik daripada dunia yang fana. Akhirat adalah tempat kehidupan hakiki, tempat akhir dari segala fase kehidupan kita yang hanya akan ada dua pilihan, bahagia atau sengsarakah kita nantinya. Jika di dunia Allah mempergilirkan duka dan bahagia diantara manusia maka tidak demikian di akhirat, sekali kita divonis bersalah dan masuk neraka maka selamanya kita akan berada di sana sampai Allah memberi ketetapanNya. Pun demikian jika kita dinilai pantas masuk surga, maka kita akan berbahagia selama-lamanya. Begitu pentingnya makna akhirat ini bagi orang-orang yang mengerti menjadikan mereka mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari kehidupan dunia. Karena memang, kehidupan akhirat itu ditentukan oleh bagaimana kualitas hidup kita selama di dunia. Rajin beribadah atau menjadi ahli maksiatkah kita. Kenikmatan hidup di akhirat itu ialah kenikmatan yang sesungguhnya. Barangkali inilah sebabnya seorang sufi terkemuka, Maulana Jalaluddin Rumi dalam bukunya yang berjudul Fihi Ma Fihi berkata bahwa cara untuk merengkuh kebahagiaan, kedamaian, kenikmatan, dan kemenangan hidup ialah dengan menempuh jalan kefakiran, menjauhkan diri dari hingar-bingar dunia.

248


            … "....Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun." (QS. An Nisa' [4]: 77)

             "Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya." (QS. Al Isra' [17]: 21)

                               "Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (QS. At Taubah [9]: 38)

249


Lalu, apakah dengan begitu "wah" nya kehidupan akhirat lantas menjadikan manusia harus acuh tak acuh dan anti dengan kehidupan dunia? Tepatkah sikap seseorang yang ingin fokus mengejar akhirat namun dengan meninggalkan kenikmatan hidup di dunia? Sejatinya Islam sudah sangat jelas dalam memberikan tuntunan dalam perkara ini di banyak ayat maupun Hadis Rasulullah. Lihat bagaimana Rasulullah menasehati sahabatnya yang kerjaannya tiap hari hanya beribadah tanpa mau sedikit pun bekerja. Lihat juga bagaimana Rasulullah mengingatkan para sahabatnya bahwa beliau juga seorang manusia yang hidup di dunia sehingga ada hal lain (kerja-kerja kemanusiaan) yang harus dilakukan selain ibadah khusus kepada Allah. Rasulullah tidak membenarkan sahabatnya yang salat lail sepanjang malam sehingga tidak menghiraukan istri dan keluarganya. Rasulullah juga tidak membenarkan sahabatnya yang berpuasa terus-menerus tanpa ada jeda waktu untuk berbuka serta tidak mengizinkan juga sahabatnya untuk tidak menikah karena takut menganggu waktunya beribadah. Islam mengajarkan kepada kita semua untuk tidak melupakan dan tetap mengusahakan kehidupan dunia ketika berorientasi kepada akhirat. Berorientasi Ketuhanan tidak lantas menafikan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan diantara keduanya harus saling melengkapi satu dengan lainnya. Tauhid individual tidak boleh menegasikan tauhid sosial. Bukankah telah banyak pembahasan bahwa antara iman dan amal saleh itu tidak dapat dipisahkan? Setidaknya keduanya disebutkan berulang kali dalam Alquran, diantaranya di QS. An Nahl [16]: 97; QS. Al Baqarah [2]: 62, 177; QS. At Tin [95]: 6; dan QS. Muhammad [47]: 2. Perintah salat (ibadah yang kental nuansa Ketuhanan) dan menunaikan zakat (ibadah kemanusiaan) juga selalu beriringan di dalam Alquran sebagaimana yang 250


di jelaskan dalam QS. Al Baqarah [2]: 3; QS. At Taubah [9]: 5, 11; QS. Al Muzzammil [73]: 20; QS. Al Mujadilah [58]: 13; QS. Al Ahzab [33]: 33; QS. Luqman [31]: 4; QS. An Naml [27]: 3; QS. An Nur [24]: 37, 56; QS. Al Hajj [22]: 41, 78; dan QS. Al Anbiya’ [21]: 73. Haidar Bagir dalam bukunya Islam Tuhan, Islam Manusia menuturkan bahwa: “Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa agama berasal dari Tuhan. Tapi, agama juga mengambil bentuk sebagai agama manusia, segera setelah ia berpindah dari khazanah Ketuhanan kepada wilayah kemanusiaan. Artinya, manusia tidak pernah bisa bicara tentang agama kecuali dalam konteks manusia.” Bukankah juga jihad dengan harta disebutkan lebih dahulu daripada jihad dengan jiwa? Perintah untuk berderma dan menafkahkan sebagian harta juga sangat banyak disebutkan dalam firman-Nya sebagaimana yang sudah kita bahas pada tulisan sebelumnya. Dan untuk bisa melakukan perintah itu semuanya berarti mengharuskan manusia untuk kaya, dan kaya diusahakan dengan bekerja. Bagaimana mungkin kita bisa berbagi kebahagiaan jika kita sendiri tidak bahagia? Terkecuali jika kita telah sampai pada derajat dapat berbahagia hanya dengan melihat orang lain berbahagia.

                               "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri

akhirat,

dan

janganlah

kamu

melupakan 251


bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al Qasas [28]: 77)

Keharusan untuk tidak melupakan dunia ketika berorientasi akhirat juga tercermin dan tersirat dalam salah satu doa yang sering dibaca kaum muslimin yang biasa disebut sebagai "doa sapu jagad". Memohon kebahagiaan di dunia dan juga memohon kebahagiaan di akhirat. Hal ini menandakan antara keduanya harus sama-sama diperjuangkan karena akhirat kita bergantung dengan apa yang kita perbuat di dunia. Manakala di dunia serba menderita dan hidup dalam kefakiran malah justru akan semakin dekat kepada kekafiran yang malah menjauhkan kita dari kehidupan bahagia di akhirat sana. Dunia adalah jalan yang harus dilalui oleh setiap manusia sebelum menuju ke kehidupan abadi nantinya.

              "Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al Baqarah [2]: 201)

252


“Bagi orang yang waspada dunia itulah tempat dia menyebarkan benih untuk dipanennya kelak. Hidup yang sebenarnya dan hidup yang kekal abadi memanglah hidup akhirat, tetapi orang tidak akan sampai kepada akhirat kalau tidak melalui dunia. Maka kalau ada orang berkata, “Ingatlah olehmu bahwa engkau pasti mati.” Perkataan ini pun dapat dijawab, “Setelah mati, engkau pasti hidup.” Jika berkata, “Bahwa hidup sebenarnya ialah akhirat.” Kita pun dapat menjawab, “Nasib kita di akhirat itu pun ditentukan oleh perjuangan kta di dunia. Untuk akhirat, dunia tidak boleh diabaikan.” [Buya Hamka]

Khotimah Kehidupan dunia adalah kehidupan yang sementara dan penuh dengan tipu daya serta fatamorgana sedang kehidupan akhirat ialah kehidupan yang sebenar-benarnya. Namun demikian Islam mengajarkan kepada kita semua dalam hal memperjuangkan kehidupan akhirat untuk tidak dengan melupakan kehidupan dunia. Keduanya harus diusahakan agar tercapai kebahagiaan yang diimpi-impikan. Karena memang kehidupan akhirat tak akan bisa kita temui tanpa terlebih dahulu melewati kehidupan di dunia. Terlebih kehidupan dunia adalah tempat untuk mempersiapkan segala perbekalan menuju kehidupan akhirat dengan memperbanyak pahala dan amal saleh.

            

253


"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik." (QS. Al Isra' [17]: 19) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

22 Ramadan 1438 H 17 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga tidak dibutakan oleh dunia

254


#17 RAMADAN DAN PERNIAGAAN YANG MELALAIKAN

Muqoddimah Sebagaimana yang diketahui bulan Ramadan mempunyai banyak sekali sebutan yang menandakan banyaknya keistimewaan di dalamnya, diantaranya disebut sebagai bulan pendidikan (syahrul at tarbiyah), bulan ibadah (syahrul ibadah), bulan ampunan (syahrul maghfiroh), bulan penuh berkah (syahrul mubarak), bulan turunnya Alquran (syahrul quran), dan lain sebagaianya. Namun demikian kini ada lagi sebuah sebutan yang merupakan sebuah sindiran terhadap bagaimana perilaku sebagian (besar) umat Islam tatkala datang bulan Ramadan khususnya menjelang Lebaran atau hari raya, yakni Ramadan disebut sebagai bulan perniagaan (syahrul at tijaroh). Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan perniagaan atau jual beli selama Ramadan maupun bulan lainnya di luar Ramadan. Allah secara jelas berfirman dalam Alquran bahwa jual beli dihalalkan asal dilakukan sebagaimana mestinya tanpa ada unsur penipuan dan paksaan. Jual beli adalah salah satu bentuk muamalah duniawiyah yang hukum asalnya halal atau mubah kecuali kemudian ada dalil yang mengharamkan.

‫اَألَصْ ُل فِى ْاألَ ْشيَا ِء ْا ِإل بَا َحة َحتهى يَ ُد هل ْال هدلِ ْي ُل َعلَى التهحْ ِري ِْم‬ “Hukum asal perkara muamalah duniawiyah adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya 255


Perniagaan adalah salah satu cara manusia dalam menjemput rezeki Allah dan termasuk "pekerjaan mulia" karena pernah juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bagi sebagian orang berniaga, berdagang, atau berwirausaha adalah bentuk lain dari menjalankan sunah Rasulullah SAW.

 …      ... "...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (QS. Al Baqarah [2]: 275)

Jual beli merupakan jalan yang hak untuk menikmati harta sesama manusia. Antara penjual dan pembeli keduanya saling membutuhkan dan menguntungkan satu dengan lainnya. Pedagang merasa untung karena barang yang dijual laku dan mendatangkan laba sedang pembeli juga merasa untung karena terbantu pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sampai di sini tidak ada yang salah bukan tentang perniagaan? Telah jelas juga dalam Surat An Nisa’ ayat yang ke 29 perihal kehalalan perniagaan yang tidak termasuk jalan kebatilan.

                         

256


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An Nisa' [4]: 29)

Penulis mengangkat judul "Ramadan dan Perniagaan yang Melalaikan" khusus ingin membahas tentang perniagaan yang mulanya halal dan hak sebagaimana dua dalil di atas ternyata bisa membawa seseorang kepada kelalaian. Utamanya ketika dihubungkan dengan bulan Ramadan yang mestinya bulan untuk menahan diri dalam memperturutkan segala hawa nafsu. Namun nyatanya kini Ramadan justru dijadikan sebagai ajang dalam melampiaskan segala keinginan hati dalam bentuk menghamburhamburkan materi. Lihatlah banyak orang kini menghabiskan waktu lebih lama nongkrong di kafe atau resto mewah untuk buka bersama sampai lalai kewajiban salat Magribnya. Lebih banyak orang berada di mal atau pusat perbelanjaan lainnya daripada berada di masjid untuk iktikaf di 10 hari terakhir Ramadan dan seterusnya.

Perniagaan yang Melalaikan Sesungguhnya jika berkaca pada shiroh nabawiyah, budaya kelalaian manusia akibat perniagaan sudah dimulai berabad-abad lalu dan tidak hanya terjadi pada bulan Ramadan saja. Diceritakan ketika itu Rasulullah sedang berdiri menyampaikan khotbah Jumat dan disimak oleh para sahabat di masjidnya yang mulia. Saat itu pelaksanaan salat jumat didahulukan daripada khotbahnya, seperti salat Idul Fitri atau Adha. Ketika Rasulullah sedang berkhotbah tiba-tiba datang rombongan kafilah 257


dagang milik Dihyah Ibn Khalifah. Dihyah membunyikan genderang pertanda kehadirannya tepat di depan masjid. Mendengar genderang Dihyah, para sahabat yang sedang khusyuk mendengarkan khotbah Rasulullah mulai resah. Saat itu kedatangan kafilah dagang adalah hal yang ditunggu-tunggu karena mereka menjual kebutuhan hidup sehari-hari penduduk Madinah dan tidak setiap saat datangnya, tidak seperti sekarang di mana-mana menjamur toko dan minimarket yang serba ada yang bahkan buka 24 jam sehari-harinya. Ditengah kegundahan para sahabat itu tiba-tiba salah seorang anggota kafilah dagang memasuki masjid dan mengumumkan bahwa perniagaan siap dilakukan, bagi siapa saja yang sedang membutuhkan sesuatu bisa langsung membelinya karena stok barang sangat terbatas. Seketika para sahabat berhamburan keluar dari masjid meninggalkan Rasulullah yang sedang berkhotbah dan menuju ke arah kafilah dagang untuk membeli barang yang mereka butuhkan. Mereka meninggalkan pesan-pesan langit yang sedang Rasulullah sampaikan. Mereka meninggalkan Rasulullah, orang yang paling mulia diantara mereka hanya demi berebut barang dagangan. Dari sekian banyak sahabat yang tergoda dengan perniagaan kala itu hanya tersisa 12 orang sahabat yang tetap setia di dalam masjid mendengarkan khotbah Rasulullah dan merelakan tidak kebagian barang-barang yang mereka butuhkan. Ke-12 sahabat yang masih setia bersama Rasulullah itu (Dua diantaranya adalah Abu Bakar As Shidiq dan Umar bin Khattab) kemudian mendengar Beliau bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya kalian semua terpengaruh hingga tiada seorang pun dari kalian yang tersisa, niscaya lembah ini akan 258


mengalirkan api

membakar

kalian

semua."

Lihatlah

bagaimana

perniagaan dan urusan dunia telah melalaikan para sahabat ketika itu dan hampir saja menjadi sebab turunnya azab Allah jika tidak ada ke-12 sahabat lainnya yang masih setia bersama Rasulullah. Para sahabat yang notabene adalah generasi terbaik karena merupakan didikan langsung Rasulullah nyatanya masih bisa terlalaikan oleh godaan dunia. Bagi mereka kala itu suara barang-barang yang dijajakan dan hasrat untuk membeli barang-barang itu lebih menggoda mereka daripada mendengarkan khotbah Rasulullah dan melanjutkan rangkaian ibadah Salat Jumat sampai selesai. Kemudian timbul pertanyaan, seandainya kita semua yang saat itu duduk di dalam masjid, termasuk golongan yang manakah kita? Menjadi golongan yang berhamburan keluar masjid karena menghendaki jual beli ataukah termasuk ke dalam golongan ke 12 sahabat yang tetap setia bersama Rasulullah? Barangkali peristiwa inilah yang kemudian mendasari perubahan urutan pelaksanaan ibadah salat Jumat sebagaimana yang kini berlaku, khotbah jumat didahulukan daripada salat Jumat agar tidak ada lagi peristiwa sebagaimana yang tersebut di atas. Agar tidak ada azab yang ditimpakan Allah kepada kita semua karena kelalaian kita akibat urusan dunia. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam Alquran ayat yang terakhir dari Surat Al Jumuah, semoga dapat kita renungi pelajaran di dalamnya.

                        259


"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki." (QS. Al Jumu'ah [62]: 11)

Begitulah, perniagaan dan urusan keduniawian seringkali melalaikan manusia dari mengingat-Nya. Sebagaimana yang penulis sajikan pada tulisan sebelumnya yang berjudul "Fatamorgana Dunia", dunia dan segala isinya itu dijadikan indah dalam pandangan manusia. Hanya orang-orang yang beriman dan benar keimanannya saja yang bisa memandang dunia dengan semestinya dan tidak terperdaya olehnya. Allah SWT mengingatkan kepada hamba-Nya agar urusan dunia dan khususnya masalah perniagaan tidak kita cintai melebihi kecintaan kita kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, serta berjihad di jalan-Nya. Tidak akan ada habisnya jika kita menghabiskan energi untuk mengejar dunia karena begitulah cara setan dan hawa nafsu memperdaya kita. Tidak ada rasa puas dalam hati manusia terhadap segala urusan dunia. Seandainya segunung emas ada dalam genggaman niscaya manusia masih akan mengharapkan segenggam lagi ada di tangan lainnya.

                                   260


"Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At Taubah [9]: 24)

Islam tidak pernah melarang pemeluknya bekerja untuk dunia, yang dilarang ialah apabila urusan dunia itu sampai melalaikan manusia dalam mengingat-Nya. Menjadikan urusan dunia sebagai prioritas utama dibandingkan urusan akhirat yang jauh lebih utama derajatnya. Perniagaan atau jual beli secara khusus disebutkan dalam Alquran sebagai aktivitas yang harus ditinggalkan manakala telah terdengar seruan untuk memenuhi panggilan Allah dan boleh dilanjutkan lagi ketika telah selesai menjalankan perintah-Nya (salat). Dalam tafsiran yang lebih luas, tidak hanya jual beli saja yang harus ditinggalkan (ditunda pelaksanaannya) manakala telah terdengar seruan Allah, namun segala hal urusan dunia apa pun bentuknya.

               

         

             "Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual 261


beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al Jumu'ah [62]: 9-10)

Perniagaan Yang Penuh Keutamaan Ketika perniagaan dunia seringkali melalaikan, terkadang untung namun terkadang lebih sering menderita kerugian, ada jenis perniagaan lain yang penuh

keutamaan

dan selalu

mendatangkan keuntungan.

Perniagaan jenis ini oleh Allah diterangkan dalam Alquran namun tidak banyak yang mengamalkan termasuk penulis pribadi, naudzbillah, semoga setelah ini kita dimudahkan menjalankan perniagaan yang dituntunkan. Aamiin. Perniagaan yang dimaksudkan itu ialah, yang pertama beriman kepada Allah, konsekuensi keberimanan mencakup banyak hal tidak hanya di hati dan lisan sebagaimana yang sudah pernah Saya bahas pada trilogi "Ramadan dan Refleksi Keberimanan". Kedua ialah beriman kepada Rasulullah, iman kepada Allah dan Rasulullah adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Beriman kepada Allah mewajibkan pula keimanan kepada Rasulullah, menyakini bahwa Nabi Muhammad serta nabi dan rasul terdahulu merupakan utusan Allah di dunia yang membawa risalah Ketuhanan. Menyakini Rasulullah berarti siap menjadikannya sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Perniagaan yang ketiga ialah berjihad dengan harta dan jiwa. Jihad dengan harta dimaknai sebagai menafkahkan sebagian rezeki di jalan Allah. Untuk keperluan dakwah Islam dengan berbagai perluasan 262


maknanya. Menafkahkan harta untuk membangun masjid, musala, madrasah, panti asuhan, pondok pesantren, panti jompo, memberikan santunan anak yatim, kaum fakir miskin, memberikan beasiswa kepada anak kurang mampu, membangun fasilitas-fasilitas umum, dan seterusnya. Berjihad dengan jiwa berarti mempersembahkan jiwanya (tidak hanya harta, tenaga, atau fisik semata) dalam perjuangan dalam menegakkan kalimat Allah. Dalam Surat At Taubah ayat yang ke-111 dikhususkan makna jihad dengan jiwa ini sebagai perang dalam membela kebenaran. Perang selalu mengandung konsekuensi antara membunuh atau terbunuh, bagi kaum beriman apa pun kondisinya, keduanya sama-sama bernilai pahala.

                                  

  

                      "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan 263


memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungaisungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman." (QS. As Shaf [61]: 10-13)

                                             "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. At Taubah [9]: 111)

Mengapa tiga perniagaan di atas penuh keutamaan dan pasti menguntungkan? Karena dalam kelanjutan Firman Allah dalam Surat As Shaf ayat 10-13 dan At Taubah ayat 111 disebutkan Allah akan membeli dan menukar "barang dagangan" kaum muslimin itu dengan balasan yang besar. Dijauhkan dari azab yang pedih, diberikan pertolongan Allah, 264


diampuni dosa-dosanya, diberikan kemenangan, dan dimasukkan ke dalam Surga-Nya. Maka adakah keuntungan yang lebih besar lagi dari keuntungan berniaga dengan Allah yang dibayar dengan surga dan segala kenikmatan dunia?

Allah Sebaik-baik Pemberi Rezeki Orang-orang yang dilalaikan oleh perniagaan adalah orang-orang yang lupa bahwasanya Allah lah sang Maha Pemberi Rezeki. Seakan-akan dengan terus bekerja keras membanting tulang dan memeras keringat siang dan malam pasti akan mendapatkan keuntungan yang berlipat. Memang benar bahwa rezeki Allah yang telah ditentukan bagi setiap umat manusia harus dijemput dengan jalan ikhtiar dan bukan hanya pasrah dengan berdoa kepada-Nya. Memang benar juga bahwa ke-Maha Rahman-an Allah itu diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa kecuali, baik kepada orang beriman maupun kafir. Namun satu hal yang harus diingat bahwa karena Allah lah yang Maha Pemberi Rezeki maka jika kita dekat kepada Allah maka rezeki itu akan semakin mudah untuk kita dapatkan dan sebaliknya jika kita lalai terhadap perintah Allah ada kemungkinan justru Allah akan murka dan menahan rezeki kita. Hal lain yang harus dipahami ialah rezeki itu tidak hanya berwujud materi namun lebih luas dari itu. Badan yang sehat itu rezeki, keluarga yang sakinah itu rezeki, teman dan sahabat yang baik itu juga rezeki. Bisa tidur nyenyak itu juga rezeki, bisa makan dengan enak juga termasuk rezeki. Singkat kata, Allah lah sebaik-baiknya pemberi rezeki.

265


        "Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Ad Dhariyat [51]: 58)

           “Atau kamu meminta upah kepada mereka? maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik." (QS. Al Mu'minun [23]: 72)

Perniagaan atau apa pun pekerjaan lain yang kita tekuni saat ini yang berorientasi materi jangan sampai melalaikan kita dalam beribadah kepada-Nya. Memang benar bekerja mencari rezeki jika diniatkan sebagai ibadah juga akan bernilai pahala namun jika sampai melalaikan apa yang menjadi kewajiban sebagai seorang hamba maka akan lain ceritanya. Allah adalah Maha Segalanya, tidak ada yang sulit bagi Allah untuk melapangkan atau menyempitkan rezeki bagi hamba-hamba-Nya.

                       "Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu 266


nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba' [34]: 39)

Allah memberi jaminan kepada orang-orang yang bertakwa akan disediakan jalan keluar dari setiap permasalahan dan diberikan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka dan bagi orang yang bertawakal kepada Allah akan dipenuhi segala kebutuhannya. Oleh karenanya tidak perlu takut jatuh miskin karena menghentikan sementara pekerjaan atau usaha kita untuk memenuhi panggilan Allah karena Allah sendiri yang memberi jaminannya.

                …                  "...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. At Talaq [65]: 2-3)

Khotimah Kembali kepada definisi Ramadan sebagai Bulan Perniagaan. Sungguh terjadi anomali yang luar biasa aneh pada bulan ini di seluruh dunia. Justru pada bulan ini terjadi peningkatan kebutuhan bahan pangan yang 267


mestinya berkurang disebabkan kaum muslimin berpuasa, yang normalnya makan tiga kali sehari belum ditambah cemilan lain di siang hari kemudian hanya menjadi dua kali yakni saat sahur dan berbuka. Pada bulan ini juga mal dan pusat perbelanjaan justru bertambah ramai dari hari-hari biasa. Para pengusaha berlomba-lomba memberikan diskon besar-besaran sedang para pembeli berebutan memborongnya. Di dalam negeri nyaris tak ada ceritanya ketika bulan Ramadan tiba harga bahan pokok justru menurun yang ada malah sebaliknya semakin meroket tinggi. Menurut kacamata ilmu ekonomi sangat banyak faktor yang menyebabkan harga barang bisa naik, barangkali salah satu penyebabnya sepengetahuan penulis adalah permintaan yang tinggi namun

persediaan

barang

terbatas,

akibatnya

beberapa

pihak

memanfaatkan situasi ini untuk menaikkan harga dan mengambil keuntungan karena berapa pun harga yang dipatok pasti akan tetap dibeli. Kemungkinan kedua adalah mirip dengan yang pertama namun "keterbatasan stok barang" adalah by design, karena melihat animo masyarakat ketika bulan Ramadan yang gemar berbelanja dimanfaatkan untuk sengaja membuat kelangkaan barang di pasaran sehingga menyebabkan harga meroket. Namun demikian dari dua hipotesis ini, akar masalahnya sama, yakni berangkat dari budaya konsumerisme kaum muslimin yang justru meningkat selama puasa. Maka menjadi tak heran bulan Ramadan dengan berbagai sebutan lain yang mulia sebagaimana di awal tadi penulis sebutkan, kini mendapatkan sebutan lain sebagai Bulan Perniagaan (syahrul at tijaroh). Hal ini disebabkan fenomena Ramadan sendiri di mana transaksi jual beli justru semakin mengalami peningkatan. Para pelaku dan penyedia barang dan jasa berlomba-lomba meraup keuntungan, memberikan 268


penawaran dan pelayanan terbaik, menyediakan diskon besar-besaran dan fasilitas lain yang menggiurkan. Para (calon) pembeli pun berlombalomba menyambut apa yang sudah ditawarkan oleh para penyedia barang dan jasa, mereka rela menyemut di mal-mal dan pusat perbelanjaan untuk berburu diskon, rela mengantri berjam-jam untuk membeli barang yang diinginkan. Entah siapa yang memulainya, budaya "serba baru" ketika berhari raya turut menjadi sebab semakin ramainya mal dan sepinya masjid khususnya di hari-hari terakhir Ramadan dan jelang hari raya. Ada guyonan menggelitik namun sejatinya miris yang menyebut bahwa zakat "mal" kini lebih utama daripada zakat "maal" disebabkan lebih banyak perputaran uang di mal daripada di masjid maupun lembaga pengelola ZIS (Zakat Infak Sedekah) lainnya. Kalau sudah begini bukankah perniagaan telah nyata melalaikan manusia? Para penjual maupun pembeli lebih lama berada di mal daripada di masjid. Lebih asyik berbelanja dan meraup laba dibandingkan meraup pahala. Lebih sibuk melayani pembeli atau memilih milih barang dibandingkan sibuk membaca Alquran. Lebih terpanggil memenuhi seruan diskon besarbesaran daripada menghadiri panggilan Azan. Lebih memilih bekerja mulai pagi sampai larut malam dibandingkan iktikaf di 10 terakhir Ramadan. Ramadan hanya datang setahun sekali, sekali dia pergi tak ada jaminan bagi kita untuk bertemu lagi. Tidak menyesalkah kita diberi kesempatan bertemu Ramadan namun tidak kita manfaatkan untuk memperbaiki diri? Tidak menyesalkah kita Ramadan pergi sedang kita masih sibuk dalam urusan duniawi? Apalah arti materi yang berlimpah jika jauh dari cahaya Illahi? Apalah arti pakaian baru yang mewah dan mahal harganya 269


jika tak mampu mengantarkan kita menuju kebahagiaan hakiki? Mari masih ada waktu sebelum Ramadan pergi. Mari hentikan sejenak aktivitas duniawi, beri waktu untuk sejenak mereguk ketenangan hati. Ketenangan dari hiruk pikuk dunia yang seringkali melalaikan diri.

                                     "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. An Nur [24]: 3738) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

23 Ramadan 1438 H 18 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga dijauhkan dari segala macam kelalaian dunia 270


#18 AKHLAK KAUM BERIMAN (TADABUR QS. AL HUJURAT [49]: 10-13)

Muqoddimah Pada pembahasan sebelumnya tentang trilogi "Ramadan dan Refleksi Keberimanan" yang terdapat pada QS. Al Baqarah: 177; QS. Al Mu'minun: 1-11, dan QS Al Anfal: 2-4 dapat diringkas bahwa orang yang beriman dan

benar

keberimanannya

haruslah

memiliki

sifat

atau

ciri

sebagaimana berikut. Yakni pertama, bila disebut nama Allah bergetarlah hatinya. Kedua, jika dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya. Ketiga, senantiasa bertawakal kepada Allah semata. Keempat, senantiasa mendirikan salat. Kelima gemar menafkahkan sebagian rezekinya di jalan Allah. Kelima ciri orang beriman ini terdapat pada QS. Al Anfal ayat 2-4. Melanjutkan ciri lain kaum beriman sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah dalam QS. Al Baqarah ayat 177

ialah yang keenam,

menyakini sepenuh hati keberadaan Allah, malaikat, kitab, rasul, dan hari akhir. Ketujuh memerdekakan hamba sahaya atau membela orang-orang yang tertindas. Kedelapan, senantiasa menepati janji baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Kesembilan ialah bersikap sabar dalam setiap keadaan, utamanya dalam segala kesengsaraan. Kesepuluh, menunaikan zakat baik dalam bentuk harta benda maupun penyucian jiwa dari segala macam kotoran dan penyakit hati lainnya. 271


Ciri kesebelas adalah khusyuk dan tuma'ninah dalam mengerjakan salatnya. Kedua belas, mampu menahan diri untuk tidak berucap atau berbuat hal yang tak berguna atau tidak mengandung maslahat bagi sesama. Ketiga belas, adalah orang-orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, lebih-lebih nafsu syahwat terhadap lawan jenis sebagaimana yang eksplisit disebutkan dalam QS. Al Mu'minun. Keempat belas, menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Kelima belas, adalah orang yang selalu memelihara salatnya dan tidak lalai dalam mengerjakannya. Selain kelima belas sifat orang beriman di atas yang sudah pernah penulis jelaskan satu persatu dalam tulisan sebelumnya, sejatinya masih banyak lagi sifat kaum beriman yang disebutkan dalam Alquran. Semisal dalam QS. Al Hujurat ayat 15 yang menyebut sifat orang mukmin ialah senantiasa berjihad dengan harta dan jiwa, sifat ini bisa kita tambahkan sebagai sifat yang keenam belas dari kaum beriman. Sifat yang lainnya seperti yang disebutkan di QS. As Sajdah ayat 15 dan 16. Yakni yang menjadi sifat yang ketujuh belas, ialah orang yang beriman itu orang yang senantiasa bertasbih memuji Allah. Kedelapan belas, orang yang tidak menyombongkan dirinya. Kesembilan belas, ialah orang yang rajin melakukan salat malam, lambungnya jauh dari tempat tidurnya dan yang terakhir, kedua puluh, mereka yang berdoa kepada Allah dengan penuh rasa takut dan harap. Kedua puluh sifat kaum beriman yang tersebut di atas masihlah belum mencakup keseluruhan dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis pribadi. Oleh karenanya penulis menyarankan kepada para pembaca untuk menggali lagi sifat-sifat keberimanan baik yang disebutkan dalam Alquran maupun Hadis Rasulullah SAW untuk menjadikan pemahaman 272


kita semakin komprehensif lagi. Sebagai tambahan, dalam edisi tulisan kali ini penulis akan menyajikan bagaimana Alquran berbicara tentang akhlak orang-orang yang beriman. Jika pada kedua puluh sifat sebelumnya sebagian besar merupakan sifat Ketuhanan dalam artian sangat kental nilai-nilai transendental (hablun minallah) nya, maka dalam kesempatan ini akan difokuskan pada bagaimana seharusnya hubungan itu dijalin sesama orang beriman dan juga sesama makhluk Tuhan. Oleh karenanya QS. Al Hujurat ayat ke 10-13 kami jadikan sebagai bahan renungan.

Orang Beriman Itu Bersaudara

            "Orang-orang

beriman

itu

sesungguhnya

bersaudara.

Sebab

itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al Hujurat [49]: 10)

Mengawali akhlak pertama yang harus dimiliki orang yang beriman dalam hubungan dengan sesama kaum beriman ialah sebagaimana yang disebutkan dalam Surat Al Hujurat ayat 10 di atas. Bahwa sesungguhnya diantara orang yang beriman itu hakikatnya adalah bersaudara meskipun berbeda suku, bangsa, bahasa, ras, warna kulit, status sosial dan sebagainya. Dalam bahasa agama, persaudaraan sesama kaum beriman disebut sebagai ukhuwah Islamiyah atau ukhuwah imaniyah dan 273


juga ukhuwah diniyah. Konsekuensi persaudaraan karena sebab keimanan ini sangat besar dalam Islam diantaranya disebutkan dalam sebuah Hadis bahwa antara kaum beriman itu saling terjaga darah dan kehormatannya. Tidak dibenarkan saling membunuh diantara kaum beriman kecuali dengan sebab tertentu. Tidak juga halal diantara kaum beriman untuk menghancurkan kehormatan saudara seiman lainnya. Dikarenakan pada hakikatnya sesama kaum beriman itu bersaudara maka kita diperintahkan untuk mendamaikan mereka tatkala berselisih dan bermusuhan. Bukan malah sebaliknya, justru kita menjadi penyebab sesama kaum mukmin bermusuhan atau bahkan kita sendirilah yang terlibat pertengkaran dengan saudara seiman. Kita berlindung dari hal yang demikian. Lihatlah bagaimana generasi terdahulu memberi kita suri tauladan. Tatkala kaum muslimin berhijrah ke Madinah dan satu persatu Kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Ansar. Kaum Ansar dengan tangan terbuka, tulus ikhlas menerima kedatangan Kaum Muhajirin yang bahkan belum mereka kenal sebelumnya. Sebutlah misal Abu Bakar As Shidiq RA yang dipersaudarakan dengan Khorijah bin Zubair, Abdurrahman bin Auf dengan Sa'ad bin Robi', dan Ja'far bin Abu Thalib dengan Zaid bin Haritsah. Mereka (Kaum Ansar) rela berbagi apa pun yang mereka punya bahkan memberikan satu-satunya harta yang mereka punya kepada Kaum Muhajirin. Mereka rela berbagi rumah, makanan, minuman, dan sebagainya. Bahkan ada yang sampai menceraikan salah satu istrinya untuk diberikan kepada saudaranya Kaum Muhajirin. Mereka kaum Muhajirin dan Ansar itu dipersatukan oleh rasa persaudaraan dalam bingkai keimanan yang menembus sekatsekat kesukuan, kewilayahan, dan perbedaan lainnya. Sungguh luar bisa 274


persaudaraan yang dibangun atas dasar keimanan. Allah memuji kaum Ansar ini dalam Alquran Surat Al Hashr ayat yang ke-9

                                 "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Ansar) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Ansar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekali pun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (QS. Al Hashr [59]: 9)

Lalu di zaman sekarang bagaimana dengan keadaan kaum yang (mengaku) beriman?

Betapa banyak mereka sesama kaum beriman

saling memutuskan tali silaturahmi hanya karena masalah sepele, karena beda sikap politik, beda partai, beda ormas, beda harakah, beda jamiah, dan sebagainya. Kaum beriman kini rasa-rasanya mudah sekali untuk diadu domba dan dijadikan permainan oleh orang-orang yang tak ingin persatuan Islam menjelma. Umat ini dihabiskan energinya untuk saling menebar kebencian dan permusuhan diantara sesamanya. Miris sekali mendengarnya padahal tugas besar umat Islam masihlah sangat banyak 275


jumlahnya dan tidak akan mampu diselesaikan oleh hanya satu golongan saja. Seluruh komponen umat Islam harus bersatu padu dan mengutamakan maslahat bersama. Musuh kaum beriman bukanlah sesama orang beriman yang berbeda fikrahnya. Musuh kaum beriman adalah apa-apa yang

disebut

pengkhianatan,

sebagai kemiskinan,

penindasan, kebodohan,

kezaliman,

kecurangan,

keterbelakangan,

dan

seterusnya. Itulah tugas besar kaum beriman di mana pun berada. Kita adalah saudara seiman dan seakidah walau mungkin berbeda cara dan metode perjuangannya. Namun untuk maslahat yang lebih luas marilah kita bersatu padu karena sesungguhnya kaum beriman itu bersaudara.

Sesama Orang Beriman Tidak Boleh Saling Merendahkan

                                           "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan (memperolok-olok) kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan (diolok-olok) itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan (memperolok-olok) kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan (diolok-olok) itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela satu sama lain dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah 276


(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa tang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al Hujurat [49]: 11)

Konsekuensi dari sikap persaudaraan diantara orang beriman ialah saling menahan diri untuk tidak saling merendahkan kehormatan satu sama lainya. Diantara orang-orang beriman tidak boleh saling menghina dan mencela. Sesama kaum beriman tidak semestinya pula saling memfitnah dan memberikan gelar panggilan buruk lainnya. Orang beriman harus menjaga setiap perkataan dan perbuatannya agar tidak melukai hati saudaranya sesama kaum beriman di mana pun berada. Begitu mulianya Islam mengajarkan para pemeluknya untuk saling menghargai segala perbedaan dengan tidak saling menyalahkan, bermusuhan, dan menimbulkan kebencian. Segala perbedaan pendapat, pandangan, dan sikap adalah hal yang wajar sebagai seorang manusia yang dianugerahi hati dan akal pikiran. Namun demikian jangan sampai keyakinan yang kita miliki itu dijadikan pembenaran dalam kita memaksakan kehendak kepada orang lain yang berbeda sikap dan pendirian. Saling serang antar sesama kaum beriman baik dalam bentuk serangan verbal, tulisan maupun fisik lewat jalan kekerasan jika mengacu ayat di atas adalah tidak bisa dibenarkan. Terlebih jika segala jenis serangan itu mempunyai agenda tersembunyi sebagai ajang pembunuhan karakter bagi seseorang yang dijadikan target sasaran. Sesama kaum beriman seyogyanya saling mengasihi satu sama lainnya dan menghindari diri dari permusuhan dan perpecahan. Lihat ketika Allah menjelaskan dalam 277


Surat Al Fath ayat yang ke-29 bagaimana semestinya kaum beriman itu bersikap terhadap sesama golongan hamba Allah yang beriman.

                                                             "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan

hati

penanam-penanamnya

karena

Allah

hendak

menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar " (QS. Al Fath [48]: 29)

Sesama kaum beriman haruslah saling berkasih sayang, saling menebarkan kedamaian dan keselamatan. Bahkan tidak hanya kepada 278


kaum beriman saja, namun kepada seluruh umat manusia apa pun latar belakangnya karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam dan Islam adalah agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan keselamatan. Salah satu wujud berkasih sayang itu ialah dengan tidak menebar hujatan, kata-kata kotor, dan semacamnya baik langsung maupun tak langsung melalui berbagai macam media, baik cetak maupun eleketronik termasuk di dalamnya media sosial yang saat ini bertebaran.

Sesama Orang Beriman Tidak Boleh Saling Mencari-cari Kesalahan

                                    "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hujurat [49]: 12)

Akhlak selanjutnya yang harus dimiliki orang beriman terhadap sesamanya ialah tidak mencari-cari keburukan saudaranya atau mengorek-ngorek kesalahan atau bahkan sengaja mengada-adakan 279


kesalahan yang sejatinya kesalahan itu tidak pernah dilakukan oleh orang yang dituduhkan. Terlarang juga sesama muslim menggunjing saudaranya diam-diam maupun terang-terangan. Karena jika apa yang digunjingkan itu tidak benar maka akan jatuh pada dosa fitnah, pun demikian kalau misal apa yang dibicarakan itu kebenaran maka akan jatuh pada dosa gibah yang juga merupakan suatu jalan keburukan. Dalam ayat di atas diumpamakan orang yang suka mencari-cari keburukan saudaranya untuk kemudian disebarluaskan dengan harapan agar namanya tercemar sama dengan orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Sungguh buruk sekali jalan yang demikian dan oleh karenanya harus dihindari. Suka berprasangka yang buruk dan menuduh yang bukan-bukan kepada saudara seiman juga kebiasaan yang harus segera dibasmi. Tidak semestinya sebagai sesama makhluk Tuhan yang beriman kepada-Nya saling mengumbar-umbar keburukan dan aib sesamanya yang justru haruslah dijaga dan ditutupi. Sekarang marilah kita liat di sekeliling kita bagaimana banyak sekali justru orang beriman yang saling membuka aib sesamanya. Mereka seakan berbahagia jika mendapati saudaranya dalam keadaan yang terhina. Bahkan saat ini tak jarang pula demi kepentingan tertentu, ada orang yang (mengaku) beriman namun justru mengada-adakan kesalahan (mengkriminilisasi) orang lain untuk bisa menjeratnya masuk ke dalam penjara, naudzubillah. Iman model apakah sebenarnya yang demikian, tega

mengorbankan saudara

seimannya

hanya

demi

kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tak takutkah ia dengan ancaman siksa api neraka yang menyala-nyala?

280


Hamba Terbaik ialah yang Paling Bertakwa

                       "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujurat [49]: 13)

Allah telah menggariskan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan yang beraneka ragam. Terbagi-bagi atas kesamaan suku, bangsa, ras, warna kulit, budaya, bahasa dan sebagainya. Dan semuanya itu mempunyai

kedudukan

yang

sama

di

hadapan-Nya.

Ayat

ini

mengandung nilai-nilai ke-egaliter-an Islam yang memandang dan menilai seseorang tidak hanya dari fisik semata namun dari apa yang dilakukannya (akhlak dan ketakwaannya). Tak peduli dalam keadaan bagaimana kita dilahirkan, tak peduli apa warna kulit kita, tak peduli apa suku bangsa kita, asal kita bertakwa kepada-Nya dan memiliki akhlak yang mulia kita akan mendapatkan kedudukan yang tertinggi di sisi-Nya. Akhlak adalah perkara yang penting untuk bisa mengantarkan kita menuju takwa. Bukankah Rasulullah diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia? 281


Khotimah Menjadi seorang yang beriman haruslah dibuktikan dengan memiliki akhlak yang mencerminkan keberimanan. Akhlak disini dimaknai sebagai perilaku, sikap diri, atau budi pekerti yang menjiwai seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain maupun kepada Tuhan. Akhlak yang mulia dibangun atas dasar pemahaman yang utuh dan sahih terhadap segala apa yang menjadi perintah dan larangan di dalam Hadis maupun Alquran. Maka tak heran ketika ditanya seperti apakah akhlak Rasulullah itu, maka jawabannya adalah akhlak Rasulullah seperti Alquran,

ya

Rasulullah

adalah

Alquran

berjalan

yang

telah

menginternalisasi nilai-nilai Alquran dalam kehidupan. Dalam hubungan dengan sesama manusia maupun kepada sesama kaum beriman. Sudah sewajarnya kaum beriman berangkat dari apa yang ada dalam Alquran sebagai sumber utama rujukan. Surat Al Hujurat ayat ke 10-13 adalah salah satu ayat yang mengangkat tema bagaimana akhlak seorang mukmin seharusnya dilakukan. Seorang mukmin dan mukmin lainnya ialah bersaudara, yang harus saling menjaga satu dengan lainnya serta menghindari diri dari perpecahan dan permusuhan. Seorang mukmin sejati senantiasa menebar kerahmatan dan kemaslahatan dalam setiap keadaan.

‫س َّللاُ َع ْنهُ ُكـرْ بَةً ِم ْن‬ َ ‫ نَـفه‬،‫ب ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫َم ْن نَـفه‬ ِ ‫س ع َْن ُم ْؤ ِم ٍن ُكـرْ بَةً ِم ْن ُك َر‬ ‫هـر َّللاُ َعلَ ْي ِه فِـي ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫ يَس‬،‫ْس ٍر‬ َ ‫ُك‬ ِ ‫ َو َم ْن يَ هس َر َعلَـى ُمـع‬،‫ب يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ِ ‫ـر‬ ‫ َوَّللاُ فِـي عَوْ ِن‬،‫َـرهُ َّللاُ فِـي ال ُّد ْنيَا َو ْاْل ِخ َر ِة‬ َ ‫ َست‬،‫َـر ُم ْسلِ ًمـا‬ َ ‫ َو َم ْن َست‬،‫َو ْاْل ِخ َر ِة‬ ،‫ َو َم ْن َسلَكَ طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًمـا‬،‫ْال َع ْب ِد َما َكانَ ْال َع ْب ُد فِي عَوْ ِن أَ ِخي ِه‬ 282


‫ت‬ ٍ ‫ َو َما اجْ تَ َم َع قَـوْ م فِـي بَـ ْي‬،‫ـجنه ِة‬ َ ‫هـل َّللاُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا إِلَـى ْال‬ َ ‫َسه‬ ِ ‫ت ِم ْن بُـيُو‬ ْ َ‫ إِ هال نَـزَ ل‬،‫َارسُونَـهُ بَ ْينَهُ ْم‬ ،ُ‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال هس ِكينَة‬ َ ‫ َويَتَد‬،ِ‫َاب َّللا‬ َ ‫َّللاِ يَ ْتلُونَ ِكت‬ ‫ َو َم ْن‬،ُ‫ـرهُ ُم َّللاُ فِي َم ْن ِع ْن َده‬ َ ‫ َو َذ َك‬،ُ‫ َو َحفهـ ْتـهُ ُم ْالـ َمالَئِ َكة‬،ُ‫َوغ َِشـيَـ ْتـهُ ُم الرهحْ ـ َمة‬ ‫ْر ْع بِـ ِه نَـ َسبُـه‬ ِ ‫ لَـ ْم يُس‬،ُ‫بَطهـأ َ بِـ ِه َع َملُـه‬ "Barangsiapa yang meringankan suatu penderitaan dari seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan beban penderitaannya di akhirat. Siapa yang memudahkan kesulitan orang di dunia, Allah akan memudahkan kesulitannya di dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya jika ia menolong saudaranya." (HR. Muslim) Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

25 Ramadan 1438 H 20 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga memiliki akhlak sebagaimana orang beriman berakhlak

283


#19 YANG PERGI DAN (TAK) (PASTI) KEMBALI

Muqoddimah Sesungguhnya hidup di dunia ini sangatlah penuh dengan misteri dan teka teki. Ada banyak ketidakpastian dalam hidup yang seringkali kita alami. Dalam hidup ada begitu banyak dimensi yang secara bersamaan turut mempengaruhi. Ada hal yang terukur dan pasti namun ada pula yang hanya merupakan kumpulan dugaan-dugaan tak pasti. Dunia tak hanya berbicara tentang materi namun juga non-materi. Kehidupan tak hanya berkutat pada masalah lahir namun juga batin yang turut menyertai. Ada hal yang nyata dan kasat mata namun ada juga hal gaib dan tak terindera yang tetap harus untuk diimani dan diyakini. Tentang ajal dan kiamat misalnya, ia adalah kepastian namun tidak ada yang mampu secara pasti mengetahui kapan datangnya. Tentang rezeki, ia adalah kepastian dari Allah terhadap setiap hamba-Nya, namun tidak ada yang mampu secara pasti mengetahui kapan datangnya dan dalam bentuk apa serta seberapa banyak jumlahnya. Tentang jodoh apalagi, siapa yang mengira Adam dan Hawa yang konon ketika diturunkan ke dunia dalam keadaan terpisah. Nabi Adam di India dan Hawa di Irak namun nyatanya mereka bisa bertemu kembali di Jabal Rahmah. Padahal kala itu tidak ada alat komunikasi dan transportasi canggih seperti saat ini serta jarak yang tidak dekat antara India dan Irak ke Jabal Rahmah. Terlebih juga dunia (bumi) adalah tempat yang asing bagi keduanya karena baru pertama kali ditempati setelah diturunkan Allah dari surga. 284


Jodoh itu selalu menjadi misteri dan terkadang tidak dapat dilogika, dia akan menemukan sendiri jalannya walau sejauh apa pun jarak memisahkan diantara keduanya. Ia tak akan kalah walau sehebatnya apa pun rintangan yang harus dihadapinya. Hidup di dunia merupakan serangkaian kepastian dan ketidakpastian yang saling bertautan. Satu-satunya kepastian ialah janji Allah yang pasti akan ditunaikan. Takdir Allah juga merupakan bentuk lain dari kepastian meskipun ada yang menyakini ada yang masih bisa diubah dengan doa dan perjuangan. Hidup juga merupakan pengulangan dari serangkaian kejadian-kejadian. Dalam hidup pula akan dijumpai adanya pertemuan dan perpisahan. Ada saat-saat merayakan kebahagiaan ada pula saat berkabung dalam kedukaan. Ramadan yang tinggal hitungan hari adalah satu dari banyak fenomena tentang pertemuan dan perpisahan yang kita alami.

Rasanya

baru

kemarin

kita

bersuka

cita

menyambut

kedatangannya setelah sekian lama menanti, namun kini sebentar lagi kita harus berduka karena harus merelakannya pergi. Maka marilah dalam kesempatan yang semakin sempit ini kita isi Ramadan dengan amal ibadah dengan tiada henti. Kepergian adalah suatu keniscayaan, semua yang pernah hadir dan ada, pada waktunya nanti pasti akan sirna. Semua yang saat ini sedang berjumpa dan bersama pada saatnya nanti pasti akan berpisah. Tidak ada satu pun di dunia ini yang menetap dan abadi sepanjang masa, waktu akan merubah segalanya. Tak terkecuali dengan hati manusia, sekuat apa pun mencoba berikrar setia namun tetap akan bisa dikalahkan oleh masa dan setan yang menggoda. Hati itu mudah segala terbolak-balik keadaannya. Hari ini bilang benci besok bisa cinta setengah mati, hari ini cinta esok bisa lain lagi ceritanya. Dikisahkan pula dalam sebuah Hadis 285


tentang fitnah akhir zaman tatkala banyak orang yang ketika pagi hari masih beriman namun menjadi kafir saat sore harinya dan orang yang sore harinya masih beriman berubah kafir pada keesokan harinya. Dalam perkara ini kita dituntunkan untuk senantiasa berdoa memohon kemantapan hati, Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbi 'ala diini kulli, Wahai Tuhan yang Maha Membolak-balikkan hati manusia, tetapkanlah hatiku pada agama ini. Setiap apa yang pergi di dunia, akan terdapat tiga kemungkinan yang akan menyertai. Pertama, ia akan kembali lagi, meskipun mungkin tidak sama persis keadaannya dengan sebelum ia pergi. Kedua, ia tidak akan pernah kembali sekuat apa pun kita berusaha untuk membuatnya kembali. Dan yang ketiga, ia berada dalam kondisi ketidakpastian, antara dapat kembali atau tidak dapat kembali. Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin sedikit membahas perihal ketiga kemungkinan ini. Semoga bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis pribadi.

Ada yang Pergi dan Tak Pernah Kembali Salah satu hal yang ketika ia pergi dan tak dapat kembali ialah tatkala seseorang telah mati. Orang yang telah dicabut ruh nya dari jasadnya tak akan bisa hidup kembali ke dunia kecuali nanti pada hari kebangkitan atau atas kehendak-Nya. Ruh yang telah dicabut tidak akan bisa kembali lagi ke jasadnya. Ia telah menyelesaikan kehidupannya di dunia dan beralih ke alam yang lainnya. Oleh karenanya adalah pekerjaan yang siasia dan bahkan sangat terlarang jika kita yang masih hidup di dunia berharap dan memohon sesuatu kepada orang yang telah meninggal 286


dunia yang bahkan untuk bangun dari kuburnya sendiri ia tak mampu melakukannya.

                         "Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenarbenarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al Anbiya' [21]: 34- 35)

Berikutnya yang tidak dapat kembali ialah tatkala seseorang telah memasuki alam akhirat maka sekali-kali ia tidak akan bisa kembali lagi ke alam dunia. Diceritakan dalam Alquran kelak orang-orang kafir itu meminta kepada Allah agar dikembalikan lagi ke dunia untuk menebus segala kesalahannya. Namun permintaannya itu sia-sia karena Allah tidak mengabulkannya. Dunia adalah tempat bercocok tanam, akhiratnya tempat memanennya. Setiap manusia telah diberi kesempatan untuk hidup di dunia guna mempersiapkan segala perbekalan menuju kehidupan di akhirat. Tidak ada kesempatan kedua bagi orang-orang yang selama hidupnya di dunia jauh dari ketaatan kepada-Nya sehingga di akhirat mendapatkan siksa. Sekali-kali ia tidak akan pernah bisa kembali hidup ke dunia karena pintu tobat telah tertutup baginya. 287


                       "Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." (QS. Al Mu'minun [23]: 106-108)

Orang-orang kafir yang dimasukkan ke dalam neraka kelak adalah golongan orang yang tidak akan pernah bisa kembali ke tempatnya semula. Ia akan kekal di dalamnya selama-lamanya. Sekali ia masuk ke dalam neraka ia tidak akan pernah bisa keluar dan tidak akan pernah bisa masuk ke dalam surga bagaimana pun caranya. Berbeda dengan orang-orang yang di dalam hatinya terdapat sebiji atom keimanan kepada-Nya, ia akan dimasukkan ke dalam surga setelah terlebih dahulu mempertanggungjawabkan dosa-dosanya di neraka.

            "Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al Baqarah [2]: 39) 288


Adapun orang yang beriman, tempatnya ialah di dalam surga. sekali ia masuk ke dalamnya ia akan kekal selama-lamanya. Bagi yang sebelumnya dimasukkan ke dalam neraka karena untuk melebur dosadosanya ia tidak akan kembali lagi ke neraka jika telah dimasukkan ke dalam surga. Demikianlah balasan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya. Ia tak hanya diberi kemuliaan ketika di dunia namun juga ketika berada di akhirat dengan balasan surga yang penuh kenikmatan dan tak ada bandingannya.

            "Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al Baqarah [2]: 82)

Perihal pembahasan mengenai kematian dan kehidupan setelah mati secara lebih lengkap, penulis merekomendasikan sebuah buku karangan Prof. Quraish Shihab yang berjudul “Kematian Adalah Nikmat” yang membahas kematian dari berbagai sudut pandang, mulai dari pendapat para filosof, agamawan, ilmuwan sampai dengan apa yang tercantum dalam Alquran.

Ada yang Pergi untuk Kembali Selain hal-hal yang tak pernah bisa kembali ada juga yang pergi atau menghilang namun suatu saat bisa kembali lagi. Salah satu diantaranya 289


adalah kebahagiaan dan kedukaan, kejayaan dan kehancuran dan seterusnya. Di dalam Alquran Allah menjelaskan diantara keduanya Allah akan mempergilirkannya diantara para manusia, yang hari ini berbahagia, suatu saat pasti akan berduka, namun di kemudian hari akan kembali lagi diberikan bahagia, begitupula sebaliknya. Suka dan duka, bahagia dan sengsara adalah dua hal yang dijadikan Allah datang dan pergi silih berganti.

                           "Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imran [3]: 140)

Hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam pergiliran bahagia dan duka diantara manusia ialah agar manusia tidak sombong dan lupa diri manakala telah berada pada kondisi yang jaya dan bahagia serta tidak mudah berputus asa dan menyerah ketika berada pada kondisi yang lemah dan kalah. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al Hadiid ayat yang ke-23. Allah senantiasa menguji hamba-Nya dengan berbagai cara untuk menilai sejauh mana keimanannya. Ujian Allah tidak hanya 290


berwujud kesulitan hidup yang menuntut seseorang untuk sabar namun juga berupa kesenangan hidup yang mengharuskan seseorang memiliki rasa syukur kepada-Nya.

                 "(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Al Hadid [57]: 23)

Ada yang Pergi Tapi Tak Pasti Akan Kembali Diantara

segala

kepastian

terselip

adanya

ketidakpastian

yang

menyertai. Jika pada penjelasan sebelumnya segala yang pergi mengalami 2 keadaan yang sama-sama pasti, pasti akan kembali atau pasti tak akan kembali. Namun selain keduanya ada juga kondisi yang tak pasti, yakni apa yang telah pergi tak pasti dia bisa kembali atau tak pasti dia tidak bisa kembali. Kondisi yang terakhir ini lah yang seringkali dihadapi oleh manusia tatkala hidup di dunia. Sejatinya ada faktor yang menjadi penyebab segala (rasa) ketidakpastian yang dialami oleh manusia itu, diantaranya ialah yang pertama, pengetahuan manusia yang sangat terbatas khususnya terkait masalah yang gaib. Keterbatasan ini menjadikan manusia senantiasa hidup dalam 291


dugaan-dugaan tanpa mendapatkan sebuah kepastian sampai dengan Allah menetapkan keputusan. Tentang masa depan misalnya, tidak ada yang dapat memastikan apakah kelak hidup bahagia atau sengsara. Tentang rezeki, jodoh, dan umur pun manusia tak ada yang tahu dan bisa memastikannya. Dalam Alquran sendiri dijelaskan betapa pengetahuan manusia itu sangat terbatas terhadap hal-hal yang ghoib seperti terkait datangnya hari kiamat, alam akhirat, tentang roh, dan juga malaikat.

                "Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan." (QS. An Naml [27]: 65)

                  "Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya." (QS. Al Ahzab [33]: 63)

                 292


"Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya." (QS. An Naml [27]: 66)

          "Aku (Muhammad) tiada mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang al mala'ul a'la (malaikat) itu ketika mereka berbantah-bantahan." (QS. Sad [38]: 69)

                "Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Isra' [17]: 85)

Sebab yang kedua adalah ajal manusia yang setiap saat bisa datang menjemput, kapan pun, dan di mana pun berada. Jika sudah waktunya, ajal tidak akan bisa dipercepat atau diperlambat pelaksanaannya. Masing-masing makhluk telah ditentukan jatah hidupnya di dunia. Konsekuensi

terhadap

hal

ini

ialah

manusia

menjadi

penuh

ketidakpastian apakah esok hari masih diberi nikmat panjang usia atau sudah harus kembali kepada-Nya. Sehingga menjadi tidak pasti pula apakah esok hari, satu jam lagi, satu menit lagi, atau satu detik lagi kita

293


masih hidup, beraktivitas dan bertemu dengan keluarga, rekan kerja, sahabat, dan lain sebagainya.

        "Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan(nya)." (QS. Al Hijr [15]: 5)

                          "Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudaratan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)." (QS. Yunus [10]: 49)

Oleh karenanya Islam menuntunkan agar dalam berjanji senantiasa menggunakan kata "Insya Allah" disebabkan tidak ada jaminan manusia akan bisa panjang umurnya dan bisa menunaikan janjinya. Boleh jadi sebelum janji ditepati ia telah dipanggil menghadap-Nya. Dalam konteks inilah kemudian banyak sekali ketidakpastian yang dialami oleh manusia dalam hidupnya. Tidak pasti akan tetap hidup esok harinya, tidak pasti satu jam lagi akan bisa memenuhi janji bertemu kolega, tidak pasti jumat besok bisa melakukan ibadah salat jumat di masjid kompleks rumah, 294


tidak pasti bulan depan bisa menikmati gajian, tidak pasti tahun depan bisa berulang tahun yang kesekian dan seterusnya.

                           "Dan

jangan

sekali-kali

kamu

mengatakan

tentang

sesuatu:

"Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al Kahfi [18]: 23-24)

Lalu sekarang marilah kita hubungkan segala ketidakpastian itu dengan segala sesuatu yang akan pergi yang merupakan suatu keniscayaan. Ketika kita berangkat bekerja atau bersekolah dan berpamitan dengan keluarga di rumah misalnya, sejatinya kita berpamitan untuk pergi namun tak pasti kita akan bisa kembali pulang ke rumah. Siapa yang bisa menjamin umur kita bisa tetap ada selama kita berada dalam perjalanan atau di lokasi kerja dan sekolah? Tatkala kita melepas pergi sahabat dekat untuk bekerja ke luar kota, maka sejatinya sahabat kita itu pergi dan tak ada kepastian akan bisa kembali bertemu dengan kita bahkan mungkin dengan dunia karena telah dipanggil-Nya. Saat kita melepas pergi orang-orang tercinta untuk mengejar cita-cita atau untuk apa pun tujuannya, sejatinya kita telah melepasnya pergi dengan ketidakpastian akan bisa bertemu kembali suatu hari nanti. 295


Ramadan yang sebentar lagi akan pergi, tidak pasti tahun depan akan bisa kembali kita jumpai. Boleh jadi Ramadan ini menjadi Ramadan terakhir kita untuk memperbaiki diri. Ramadan tahun depan tidak ada seorang pun di dunia ini yang yakin akan dapat menemuinya kembali. Boleh jadi karena ia telah tiada atau karena bulan Ramadan itu sendiri yang tiada karena sebab berakhirnya dunia. Ramadan yang kurang beberapa hari lagi pergi tidak ada jaminan di kesempatan mendatang bisa hadir kembali di hadapan kita semua. Dan barangkali, hal inilah yang saat ini harus kita tangisi sebagaimana generasi terdahulu yang sangat

sedih

dan

berduka

manakala

Ramadan

akan

pergi

meninggalkannya.

Khotimah Ramadan yang kita cintai tak lama lagi akan pergi, ya hanya kurang 3 hari lagi. Kesedihan bertambah tinggi manakala mengetahui bahwa kepergian Ramadan diiringi dengan ketidakpastian akan bisa bertemu dengannya kembali. Maka tak ada cara lain lagi selain memanfaatkan waktu yang semakin sedikit ini dengan berusaha memberikan perpisahan yang manis dan berkesan dengan bulan mulia ini. Ibarat kekasih hati yang harus kita relakan pergi tanpa ada kepastian bertemu lagi pastilah di sisa-sisa waktu yang ada kita manfaatkan untuk semakin dekat dengannya, tertawa bersamanya, menangis pun

bersamanya.

Rasanya tiada waktu yang terlewati kecuali harus terus berada di sisinya. Memberikan kesan yang mendalam kepadanya. Menciptakan kenangan yang tak akan dapat dilupakan selamanya. Ramadan tentulah menjadi kekasih hati bagi setiap orang beriman. Kepergiannya hanya akan menyisakan kesedihan dan kerinduan 296


mendalam yang hanya bisa terobati dengan pertemuan. Namun jika satusatunya obat berwujud pertemuan itu justru merupakan suatu ketidakpastian

maka

lengkaplah

sudah

segala

kesedihan

dan

penderitaan yang mestinya dirasakan oleh setiap kaum beriman. Dan sebaliknya menjadi tidak dapat dinalar dan dipahami jika justru dengan kepergian Ramadan malah menimbulkan kebahagiaan diantara orangorang beriman. Akhirnya, marilah kita semua berusaha di saat-saat terakhir ini membersamai Ramadan sepenuh hati. Barangkali inilah Ramadan terakhir yang kita jumpai. Bersamanya saat ini merupakan anugerah Allah yang harus kita syukuri. Mari memberikan kado perpisahan terindah bagi Ramadan yang akan segera pergi. Semoga Allah berkenan memberikan kita kesempatan bertemu Ramadan kembali. Aamiin. Narun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

26 Ramadan 1438 H 21 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang berharap dengan sangat dapat dipertemukan kembali dengan Ramadan

297


#20 MENGEMBALIKAN FUNGSI MASJID SEBAGAI PUSAT PEMBINAAN UMAT

Muqoddimah Masjid bagi kaum muslimin memiliki arti yang sangat luar biasa, tidak hanya karena masjid adalah tempat ibadah umat Islam namun juga karena banyak sebab lainnya. Masjid menjadi tempat suci bagi umat Islam dan disebut sebagai "rumah Allah" karena di dalamnya banyak disebut nama Allah. Di masjid pula banyak keberkahan yang disediakan bagi siapa saja yang berada di dalamnya dan mengingat-Nya. Bagi kaum beriman, masjid adalah tempat paling "magis" sedunia. Selalu ada aura berbeda yang kita rasakan tatkala berada di dalamnya.

              "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang." (QS. An Nur [24]: 36)

Bahkan, sejarah keberadaaan masjid-masjid di dunia sejatinya telah mendahului usia umat Islam itu sendiri, hal ini jika dipahami bahwa yang dimaksud umat Islam itu ialah umat Rasulullah Muhammad SAW. Baitullah (Kakbah) atau Masjidil Haram di Mekah bahkan telah ada jauh 298


sebelum Rasulullah terlahir ke dunia. Hal ini dibuktikan dalam firman Allah tatkala Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS diperintahkan untuk mendirikan kembali Kakbah (Baitullah). Padahal jarak antara diutusnya Nabi Ibrahim dan Ismail ke Nabi Muhammad SAW itu sangat lama. Hal ini menandakan bahwa Kakbah atau Masjidil Haram telah ada dan digunakan untuk beribadah menyembah Allah SWT oleh umat para nabi dan rasul terdahulu sebelum Rasulullah lahir ke dunia.

                       "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud." (QS. Al Baqarah [2]: 125)

               "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. Al Baqarah [2]: 127) 299


Masjid adalah benteng pertama dan utama kaum muslimin tempat seluruh jiwa dan raga tunduk patuh kepada-Nya. Masjid menjadi tempat yang tak dapat dipisahkan dari sejarah umat Islam di mana pun berada. Ia adalah pusat segala kebaikan dihimpunkan, maka tak elok jika menjadikan masjid sebagai tempat untuk melakukan hal yang bernilai sia-sia apalagi perbuatan ingkar dan dosa. Begitu pentingnya masjid bagi kaum

muslimin

sampai

kaum

munafik

berlomba-lomba

turut

membangunnya namun dengan tujuan yang buruk dan adu domba. Allah memperingatkan kita semua akan hal ini dalam Surat At Taubah ayat ke107.

                           "Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)." (QS. At Taubah [9]: 107)

300


Masjid di Zaman Rasulullah Begitu pentingnya peran masjid bagi umat Islam ditunjukkan oleh peristiwa tatkala Rasulullah berhijrah dari Mekah ke Madinah. Di tengah perjalanan beliau dan para sahabat singgah di suatu tempat yang bernama Quba pada tanggal 8 Rabiulawal. Hal pertama yang dilakukan Rasulullah ketika itu bukan mendirikan benteng pertahanan, rumah singgah, istana, dan sebagainya namun justru yang pertama kali Beliau dirikan ialah sebuah masjid yang kemudian kini dikenal sebagai Masjid Quba dan menjadi masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW di dunia. Allah mengabadikan pendirian Masjid Quba dan memuji orangorang yang turut membangunnya sebagai orang yang bertakwa, serta menyebut orang-orang yang beribadah di dalamnya adalah orang-orang yang ingin menyucikan dirinya dan Allah sangat mencintainya.

                           "Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih." (QS. At Taubah [9]: 108)

Rasulullah dan para sahabat hanya 4 hari berada di Quba untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Sesampainya di Madinah, kembali yang beliau dirikan pertama kali ialah Masjid yang 301


kemudian kita kenal saat ini sebagai Masjid Nabawi dan merupakan masjid paling utama setelah Masjidil Haram di Mekah. Dalam sebuah Hadis diceritakan bagaimana Rasulullah hendak membeli kebun-kebun milik penduduk Madinah untuk dijadikan sebuah Masjid namun oleh pemiliknya justru semuanya diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu; bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, Beliau memerintahkan untuk membangun masjid (Nabawi), beliau bersabda: “Wahai Bani An Najjar, tentukanlah harganya (jual lah) kepadaku kebun-kebun kalian ini”. Mereka berkata: “Demi Allah, kami tidak membutuhkan uangnya akan tetapi kami berikan untuk Allah.”

Masjid Nabawi yang dulu masihlah sangat sederhana tidak seperti saat ini yang telah menjelma menjadi masjid yang modern dan super megah. Dulu Masjid Nabawi hanyalah sebuah masjid kecil beralas tanah atau pasir dan beratap pelepah daun kurma, sama sekali tidak ada kesan mewah di dalamnya. Namun dari masjid sederhana inilah kemudian Rasulullah membina para sahabatnya yang pada nantinya dapat dengan gilang-gemilang merebut kemenangan dari kaum kafir dan bisa kembali menuju ke Mekah yang ditandai dengan peristiwa Fathul Mekah (Pembebasan atau Penaklukan Kota Mekah). Berbicara tentang fungsi masjid di zaman Rasulullah tentulah tidak hanya digunakan sebagai tempat ritual peribadatan semata. Hal ini telah dibuktikan dengan kemenangan kaum muslimin atas kaum kafir yang kuncinya dimulai dari pembinaan Rasulullah atas para sahabatnya. Dan masjid Nabawi inilah yang menjadi pusat pembinaan umat kala itu dan 302


menjadi tempat yang sangat penting bagi keberlangsungan dan penyebaran Islam sampai dengan sekarang di seluruh belahan dunia. Tanpa bermaksud mengecilkan peran masjid hanya sebagai tempat ibadah dan keutamaan ibadah itu sendiri. Namun rasanya kegemilangan dan kemenangan umat Islam saat itu tidaklah cukup hanya dengan bermodal banyak ibadah dan berdoa kepada Allah di dalam Masjid Nabawi. Nampaknya Rasulullah juga sangat memahami hal ini sehingga Beliau jadikan Masjid Nabawi itu sebagai pusat kawah candradimuka pembinaan umat dalam berbagai bidang kehidupan. Jika bisa diringkas setidaknya fungsi masjid pada zaman Rasul selain sebagai tempat ritual ibadah adalah sebagai berikut: Pertama, sebagai tempat bermusyawarah. Rasulullah senantiasa bersama para sahabat ketika hendak memutuskan suatu perkara terutama tentang masalah keduniawian dimusyawahkan terlebih dahulu di Masjid Nabawi. Termasuk di dalamnya bermusyawarah tentang siasat atau taktik peperangan. Kedua, fungsi masjid di zaman Rasulullah ialah sebagai tempat memberi fatwa dan pusat pendidikan keagamaan. Rasulullah bersama para sahabat senantiasa banyak melakukan majelismajelis ilmu di dalam masjid Nabawi. Rasulullah mengajarkan dan menyampaikan setiap wahyu yang diterimanya kepada para sahabat di Masjid Nabawi sekaligus menjawab setiap pertanyaan yang disampaikan oleh para sahabat. Ketiga, sebagai tempat untuk memutuskan suatu perkara dan perselisihan dalam masyarakat. Mirip dengan fungsi lembaga peradilan di zaman sekarang ini. Keempat, sebagai tempat menyambut tamu dan utusan dari bangsa atau kabilah lain di semenanjung Arabia. 303


Yang kelima sebagai pusat kesejahteraan dan perlindungan sosial umat. Masjid Nabawi memiliki suatu ruangan yang disebut suffah, yaitu tempat menyantuni fakir miskin dan tempat tinggal bagi mereka yang ingin mendalami Islam. Di zaman Rasulullah masjid difungsikan sebagai pusat perhimpunan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk selanjutnya disalurkan kepada yang berhak menerimanya. Fungsi masjid yang keenam ialah sebagai tempat melangsungkan pernikahan dan yang ketujuh sebagai pusat kesehatan umat. Masjid juga melayani keluhan gangguan kesehatan para sahabat kala itu dengan memberikan perawatan dan pengobatan. Yang selanjutnya dan yang terakhir, kedelapan masjid di zaman Rasulullah juga difungsikan sebagai pusat latihan perang, termasuk di dalamnya mengatur strategi, pembinaan fisik prajurit, dan lain sebagainya. Sangat jelas disebutkan bahwa masjid di zaman Rasulullah tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah semata namun jauh lebih luas dari itu. Masjid menjadi pusat segala aktivitas kaum muslimin ketika itu. Dari mulai masalah peribadatan, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, perlindungan sosial, sampai masalah pernikahan dan peperangan semuanya dibahas di masjid dan bukan tempat lainnya. Hasil dari menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan umat saat itu adalah kemenangan umat Islam dan semakin jaya dan berkembangnya Islam ke seluruh jazirah Arab.

Masjid Tak Hanya Tempat Ritual Peribadatan Masjid adalah tempat yang sangat mulia dan memainkan peranan yang sangat strategis bagi umat Islam sejak dahulu kala. Oleh karenanya bagi kaum beriman yang membangun atau memperbaiki masjid baginya 304


pahala yang sangat besar dari Allah. Kelak di surga, Allah akan membangunkan rumah untuknya sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis berikut.

ُ‫ب َوم َُح ام ُد بْنُ ْال ُم َث انى ك ََِل ُه َما َعنْ الضاحا اكِ َقا َل ابْن‬ ٍ ْ‫َح اد َث َنا ُز َهيْرُ بْنُ َحر‬ ‫ك بْنُ َم ْخلَ ٍد أَ ْخ َب َر َنا َع ْب ُد ْال َحمِي ِد بْنُ َجعْ َف ٍر َح اد َثنِي أَ ِبي‬ ُ ‫ْال ُم َث انى َح اد َث َنا الضاحا ا‬ ُ‫ج ِد َف َك ِر َه ال اناس‬ َ ‫ان ب َْن َع اف‬ َ ‫ْن لَبِي ٍد أَنا ع ُْث َم‬ ِ ْ‫ان أَ َرادَ ِب َنا َء ْال َمس‬ ِ ‫َعنْ َمحْ مُو ِد ب‬ ‫صلاى ا‬ ُ ْ‫َذل َِك َوأَ َحبُّوا أَنْ َيدَ َع ُه َعلَى َه ْي َئ ِت ِه َف َقا َل َسمِع‬ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫َّللا‬ ِ ‫ت َرسُو َل ا‬ ‫ّلِل َب َنى ا‬ ‫َّللا ُ لَ ُه فِي ْال َج ان ِةا‬ ِ ‫َو َسلا َم َيقُو ُل َمنْ َب َنى َمسْ ِج ًدا ِ ا‬ Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al Mutsanna keduanya dari Ad Dahhak berkata Ibnu Al Mutsanna: telah menceritakan kepada kami Ad Dahhak bin Makhald telah mengkhabarkan kepada kami Abdulhamid bin Ja'far telah menceritakan kepadaku ayahku dari Mahmud bin Labid bahwa Utsman bin Affan hendak membangun masjid tapi orang-orang tidak menyukainya, mereka ingin masjid tetap seperti kondisinya. Lalu ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Barangsiapa membangun masjid maka Allah akan membangunkan sepertinya di surga". (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)

Tidak

berhenti

di

sana,

bagi

orang-orang

yang

mengisi

dan

memakmurkan masjid dengan ibadah-ibadah dan kegiatan-kegiatan positif hingga hatinya merasa tenang dan terpaut ke masjid. Baginya Allah akan memasukkan ke dalam salah satu dari tujuh golongan 305


manusia yang akan mendapatkan naungan kelak di yaumul hisab. Sungguh luar biasa bukan keberkahan masjid bagi kaum beriman. Baik yang membangun maupun yang memakmurkannya keduanya diganjar oleh Allah dengan surga-Nya. Subhanallah.

‫ َس ْب َعة‬:‫ال‬ َ َ‫صلهى َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم ق‬ َ ‫ض َي َّللاُ َع ْنهُ ع َِن النهبِ ِّي‬ ِ ‫ع َْن أَبِ ْي هُ َري َْرةَ َر‬ ‫ َو َشابٌّ نَ َشأ َ بِ ِعبَا َد ِة‬،ُ‫ اَ ْ ِإل َما ُم ْال َعا ِدل‬:ُ‫ي ُِظلُّهُ ُم َّللاُ فِ ْي ِظلِّ ِه يَوْ َم َال ِظ هل إِ هال ِظلُّه‬ ‫ َو َرج َُال ِن ت َ​َحاب ها فِي َّللاِ اِجْ تَ َم َعا َعلَ ْي ِه‬،‫اج ِد‬ ِ ‫ َو َرجُل قَ ْلبُهُ ُم َعلهق فِي ْالـ َم َس‬،ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َو َرجُل َد َع ْتهُ ا ْم َرأَة َذ‬،‫َوتَفَ هرقَا َعلَ ْي ِه‬ ُ َ‫ إِنِّ ْي أَخ‬:‫ال‬ ‫اف‬ ٍ ‫ص‬ َ َ‫ فَق‬،‫ال‬ ِ ‫ات َم ْن‬ ٍ ‫ب َو َج َم‬ ُ ِ‫ص َدقَ ٍة فَأ َ ْخفَاهَا َحتهى َال تَ ْعلَ َم ِش َمالُهُ َما تُ ْنف‬ ،ُ‫ق يَ ِم ْينُه‬ َ ‫َص هد‬ َ ِ‫ق ب‬ َ ‫ َو َرجُل ت‬،َ‫َّللا‬ ْ ‫اض‬ ُِ ‫ع ْينَاه‬ َ ‫ت‬ َ َ‫َو َرجُل َذ َك َر َّللاَ خَ الِيًا فَف‬ "Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan kepada Rabbnya, seorang pemuda yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’, dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (HR. Bukhari)

306


Dalam Surat At Taubah ayat 18 Allah juga memuji hamba-Nya yang memakmurkan masjid sebagai orang yang benar-benar beriman kepadaNya dan kepadanya akan diberikan petunjuk oleh Allah. Barangsiapa yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka selamatlah hidupnya karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat menyesatkannya.

                         "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. AtTaubah [9]: 18)

Mengomentari ayat di atas Ibnu Katsir mengatakan; “Allah Taala bersaksi terhadap

keimanan

orang-orang

yang

memakmurkan

masjid”,

sebagaimana perkataan Imam Ahmad dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian melihat seseorang biasa mengunjungi masjid saksikanlah bahwa dia adalah seorang mukmin, ”Allah berfirman: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian.” Sekarang marilah kita nilai keadaan masjid hari ini sudahkah seperti di zaman Rasulullah dan generasi saleh terdahulu? Tentu semua sepakat bahwa masjid ialah tempat mulia dan menjadi tempat di mana Allah 307


dimuliakan sebagaimana di atas telah dijelaskan. Menjumpai orang khusyuk menunaikan salat, berdoa, berzikir, dan membaca Alquran tentulah menjadi pemandangan yang biasa karena memang seperti itulah seharusnya masjid difungsikan. Ia adalah tempat untuk mendapatkan

segala

ketenangan

ketika

hidup

terasa

dipenuhi

kegelisahan. Tetapi apakah cukup hanya dengan seperti itu masjid difungsikan? Justru di beberapa tempat masjid menjadi sangat eksklusif karena hanya beroperasi pada jam-jam salat lima waktu, selebihnya masjid digembok dan dikunci dengan alibi takut menjadi sasaran pencurian dan sebagainya. Dalam hal ini masjid menjadi kalah jauh dibandingkan dengan warung kopi atau minimarket yang bahkan bisa 24 jam sehari buka. Jikalau kita mengikuti cara Nabi Muhammad dalam mengelola masjid tentu tidak demikian masjid difungsikan. Masjid tidak boleh dibatasi dan diamputasi fungsinya hanya sebagai tempat ritual peribadatan. Jika hal ini yang dilakukan maka akan sangat berat kebangkitan umat bisa diwujudkan. Sebagaimana yang diketahui hanya sebagian kecil saja dari umat ini yang rutin pergi ke masjid untuk melakukan aktivitas peribadatan sedangkan sebagian besar lainnya masih membutuhkan penyadaran. Lalu jika masjid hanya difungsikan sebagai tempat ibadah bagaimana kemudian bisa menyadarkan dan mencerahkan segolongan umat yang bahkan pergi ke masjid saja masih ogah-ogahan. Inilah kemudian tugas besar umat Islam saat ini bagaimana dapat mengelola masjid agar kembali dapat dijadikan sebagai pusat pembinaan umat seperti di zaman Rasulullah. Meskipun mungkin tidak sama persis karena antara zaman Rasulullah dan saat ini jelaslah sangat berbeda keadaan dan tantangannya. Masjid harus dikembalikan fungsinya tidak 308


hanya menjadi tempat beribadah dalam arti sempit, namun harus diperluas maknanya. Masjid harus bisa menjadi tempat yang nyaman bagi siapa pun yang berada di dalamnya. Masjid juga harus mempunyai magnet untuk menarik orang-orang kepadanya. Tentu semua ini membutuhkan kerja keras kita semuanya. Masjid harus kembali berbenah memgembalikan fungsinya menjadi pusat pembinaan umat.

Masjid Ramah Anak Membincang fungsi masjid sebagai pusat pembinaan umat tentu tak bisa dilepaskan dari hal yang satu ini. Bahwa masjid harus bisa menjadi tempat yang ramah bagi anak-anak. Karena sejatinya anak adalah kader pewaris yang siap melanjutkan misi dakwah kita nantinya. Oleh karena itu sejak dini anak harus dikenalkan kepada masjid karena di sanalah tempat segala kebaikan bermuara. Sudah tidak zamannya lagi masjid menjadi tempat yang angker dan menyeramkan bagi anak karena bayang-bayang mendapatkan hardikan, usiran, cubitan dari pengurus masjid atau jemaah lainnya. Masa kanak-kanak adalah masa bermain sehingga seharusnya menjadi maklum manakala ketika berada di masjid anak-anak tidak bisa diam, jangan justru dijadikan alasan untuk tidak mengizinkan anak ke masjid karena takut berbuat keramaian dan menganggu ibadah jemaah lainnya. Mengenalkan anak sejak dini ke masjid adalah perkara yang dituntunkan oleh Rasulullah. Diceritakan ketika itu Rasulullah memimpin salat dan sujud sangat lama sehingga ketika selesai salat Rasulullah ditanya oleh sahabat apakah yang menyebabkan beliau sujud sangat lama, apakah sedang terjadi sesuatu atau mungkin telah turun wahyu. Rasulullah kemudian bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh An Nasa'i dan 309


Hakim bahwa ketika itu salah satu cucu beliau, Hasan atau Husein bermain-main dipunggung Rasulullah sehingga Rasulullah memperlama sujudnya.

ُ ‫ فَ َك ِر ْه‬،‫ َولَ ِك هن ا ْبنِي ارْ تَ َحلَنِي‬،‫َذلِكَ لَ ْم يَ ُك ْن‬ ُِ ‫اجتَه‬ َ ‫ض َي َح‬ ِ ‫ت أَ ْن أُعَجِّ لَهُ َحتهى يَ ْق‬ Rasulullah menjawab, “Bukan, tetapi cucuku ini menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku tidak suka menyegerakannya hingga ia menunaikan kemauannya” (HR. Ahmad dan An Nasa’i)

Dalam Hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah mempersingkat salatnya ketika mendengar anak kecil yang menangis dan tidak memarahi orang tua yang membawa anaknya ke masjid dan menganggu jemaah yang lainnya.

‫ ع َْن‬،‫ال َح هدثَنَا األَوْ زَا ِع ُّي‬ َ َ‫ ق‬،‫ال أَ ْخبَ َرنَا ْال َولِي ُد‬ َ َ‫ ق‬،‫َح هدثَنَا إِب َْرا ِهي ُم ب ُْن ُمو َسى‬ ‫ ع َْن َع ْب ِد ه‬،‫ير‬ ‫ ع َِن‬،َ‫ ع َْن أَبِي ِه أَبِي قَتَا َدة‬،َ‫َّللاِ ب ِْن أَبِي قَتَا َدة‬ ٍ ِ‫يَحْ يَى ب ِْن أَبِي َكث‬ َ ُ‫صالَ ِة أُ ِري ُد أَ ْن أ‬ ‫ال‬ ‫إِنِّي ألَقُو ُم فِي ال ه‬ َ َ‫ط ِّو َل “ النهبِ ِّي صلى َّللا عليه وسلم ق‬ ‫صالَتِي َك َرا ِهيَةَ أَ ْن أَ ُش ه‬ ‫ق َعلَى‬ ‫ فَأ َ ْس َم ُع بُ َكا َء ال ه‬،‫فِيهَا‬ َ ‫ فَأَت َ​َج هو ُز فِي‬،‫صبِ ِّي‬ ‫ار ِك َوبَقِيهةُ ع َِن األَوْ زَا ِع ِّي”أُ ِّم ِه‬ َ َ‫ تَابَ َعهُ بِ ْش ُر ب ُْن بَ ْك ٍر َواب ُْن ْال ُمب‬. "…Kalau sedang salat, terkadang saya ingin salatnya agak panjang, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil yang dibawa ibunya ke masjid maka saya pun mempersingkat salat saya, karena saya tahu betapa 310


ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari kedua Hadis di atas sangat jelas bahwa tidak ada satu larangan pun untuk membawa anak ke masjid bahkan hal itu dianjurkan karena Rasulullah sendiri yang mencontohkan dengan membawa salah satu cucu beliau walau saat itu Rasulullah bertindak sebagai imam. Meskipun demikian anak yang belum balig haruslah dalam pengawasan kedua orang tuanya, tidak boleh dibiarkan begitu saja dilepas di dalam masjid dan secara sabar dan terus-menerus harus diberi pengertian dan pendidikan bagaimana seharusnya adab ketika berada di dalam masjid agar tidak menganggu kekhusyukan ibadah jemaah lainnya. Menjauhkan dan melarang anak ke masjid justru akan berimplikasi negatif terhadap perkembangan anak dan keberlangsungan dakwah Islam. Di alam bawah sadarnya anak akan merekam dalam memori otaknya bahwa masjid adalah tempat yang menyeramkan baginya sehingga tatkala sudah dewasa ia menjadi enggan untuk berada di dalamnya berlama-lama. Maka menjadi tak heran saat ini anak lebih banyak betah di pusat-pusat permainan di mal-mal daripada di masjid karena lebih mendapatkan kenyamanan di sana. Masjid terlanjur dipersepsikan negatif dan dianggap sebagai tempat yang asing oleh anak disebabkan sejak dini tidak terbiasa mengunjungi dan "bermain-main" di dalamnya. Maka jika hal ini terus dibiarkan tinggal menunggu waktu saja umat Islam akan kehilangan kader penerusnya, tidak akan ada lagi orang yang mengunjungi masjid di masa-masa mendatang, suatu keadaan yang tentu 311


saja tidak kita inginkan bersama. Oleh karenanya masjid-masjid harus segera berbenah menjadi masjid yang ramah dengan anak demi keberlangsungan Islam sampai yaumul qiyamah. Sebagai penutup sub pembahasan ini, marilah kita renungkan bersama perkataan Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk Konstantinopel berikut ini.

“Jika suatu masa kamu tidak mendengar gelak tawa anak-anak, riang gembira diantara saf salat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan datangnya kejatuhan generasi muda di masa itu." [Muhammad Al Fatih]

Khotimah Jika ingin umat ini kembali berjaya maka tak ada cara lain selain mengawalinya

dari

masjid-masjid

dan

musala.

Masjid

harus

dikembalikan kepada fungsi sebenarnya sebagai pusat pembinaan umat dengan pemaknaan yang seluas-luasnya. Masjid-masjid harus berbenah untuk tidak puas diri menjadi hanya sebuah masjid dengan fasilitas pada umumnya. Lebih-lebih bagi masjid yang masih dibawah standar pelayanannya kepada para jemaah. Masjid harus dijadikan lebih menarik dibandingkan dengan tempat lainnya sehingga mampu menjadi magnet bagi siapa saja untuk mendatanginya, tentu dengan tidak meninggalkan fungsi utamanya sebagai tempat ibadah. Masjid harus mulai berpikir bagaimana agar jemaah bisa betah di dalamnya. Sudah bukan zamannya lagi masjid bau karpet dan toiletnya. Sudah bukan waktunya lagi ada masjid digembok dan tidak 24 jam terbuka melayani para jemaahnya. Dan sudah tidak 312


semestinya lagi masjid masih mempercayakan imam kepada orang yang tidak menarik bacaan Qurannya (tidak merdu dan tidak fasih bacaanya) Masjid harus mulai berpikir bagaimana dikelola secara modern dan rapi. Memberi kenyamanan dan keamanan bagi siapa saja yang mengunjungi. Fasilitas CCTV dan WiFi barangkali perlu untuk disediakan khususnya di masjid-masjid di kota-kota besar dan pusat-pusat perkantoran agar masjid tak kalah menarik dibandingkan dengan warung kopi free WiFi dan tak kalah dalam memberi fasilitas pengamanan dari pusat perbelanjaan yang full CCTV. Masjid juga perlu kiranya berpikir untuk melengkapi fasilitas pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan masjid plus-plus sebagai pusat pembinaan umat. Semisal ada fasilitas olahraga, play ground buat anak-anak, madrasah, TPQ, poliklinik, Kantor ZIS, koperasi, ruang laktasi bagi ibu-ibu menyusui, pampers gratis, air minum gratis, dan seterusnya. Kegiatan masjid pun harus divariasikan dengan tidak hanya berkutat dengan ceramah, namun juga bisa diisi dengan pelatihan keterampilan bagi

ibu-ibu

rumah

tangga,

kursus-kursus

bahasa,

program

pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya. Memang bukan pekerjaan mudah untuk mengembalikan kembali masjid ke fungsi sebenarnya namun harus terus diupayakan karena tantangan ke depan sangatlah luar biasa. Di saat tempat-tempat hiburan dan pusat-pusat perbelanjaan semakin berbenah dan menggoda maka masjid harusnya tak boleh kalah. Masjid harus dapat merebut hati banyak orang khususnya anak muda. Masjid harus menarik pula bagi orang-orang tua. Masjid harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua.

313


Semoga dengan mengembalikan masjid ke fungsinya sebagai pusat pembinaan umat akan dapat menjadikan agama ini jaya kembali seperti sedia kala. Aamiin. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

27 Ramadan 1438 H 22 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga ditautkan hatinya ke masjid

314


#21 URGENSI ZAKAT SEBAGAI MEDIA PENGUAT UMAT

Muqoddimah Salah satu pertanda bulan Ramadan akan segera berakhir ialah orang mulai berbondong-bondong menunaikan pembayaran zakat fitrah. Zakat fitrah ialah salah kewajiban bagi setiap orang beriman yang mempunyai kelebihan rezeki dalam bentuk memberikan sejumlah bahan makanan pokok kepada golongan yang berhak menerimanya sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Selain zakat fitrah sebenarnya masih ada satu jenis zakat lain yang disebut sebagai zakat mal (zakat harta benda). Bedanya dengan zakat fitrah ialah zakat mal ini banyak sekali macamnya dan tertentu perhitungannya, tidak sama tergantung jenis zakat malnya. Zakat mal juga baru wajib dibayarkan jika telah cukup nisabnya dan telah genap 1 tahun. Zakat (baik zakat fitrah maupun zakat mal) adalah salah satu dari 5 rukun Islam. Hal ini berarti bahwa zakat memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan ibadah mahda lainnya semisal salat, puasa, dan haji. Bahkan tak kurang dari 80 kali kata zakat disebut dalam Alquran dan selalu disandingkan dengan salat. Jika salat sangat lekat dengan ibadah yang sifatnya vertikal kepada Allah, zakat justru sebaliknya. Zakat lebih kental nuansa kemanusiaannya daripada unsur Keilahiannya. Meskipun antara nilai Ketuhanan dan kemanusiaan yang terkandung dalam setiap ibadah senantiasa saling berhubungan. 315


Zakat dalam pengertian yang umum dipahami (secara syariat) ialah selalu berhubungan dengan menafkahkan harta benda di jalan Allah. Sedangkan dalam arti yang lebih luas zakat menurut arti harfiahnya dimaknai sebagai bersih, suci, dan berkembang. Baik dalam pengertian sempit maupun luas, khusus maupun umum zakat senantiasa mempunyai ketersinggungan yang erat dengan proses relasi sosial di masyarakat.

Tatkala

zakat

berupa

harta

benda

terhimpunkan,

kesemuanya akan diberikan dan didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya yang sebagai besar merupakan golongan orang yang kurang mampu dan dalam kondisi yang lemah dan butuh pertolongan. Jika zakat dimaknai sebagai tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dari berbagai sifat-sifat yang tercela semisal iri dengki, suka marah, gemar gibah serta memfitnah dan lain sebagainya hal itu juga akan berdampak sangat luas terhadap keselamatan dan kehormatan orang lain. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ibadah zakat itu sangatlah memberi efek yang luar biasa bagi hubungan sosial diantara sesama manusia. Tidak seperti kebanyakan ibadah mahda lain seperti puasa, salat, dan haji yang lebih terasa sebagai ibadah khusus yang hanya berhubungan dan

tertuju

kepada

Allah.

zakat

memiliki

kekhususan

yang

menjadikannya sedikit berbeda dikarenakan efek dari zakat itu yang dapat secara langsung dirasakan oleh umat. Harta benda hasil pengumpulan zakat dapat langsung dinikmati oleh setiap orang yang masuk ke dalam kategori penerima zakat. Lebih jauh zakat sejatinya mempunyai peran yang sangat penting bagi penguatan umat. Dengan zakat umat dapat dikuatkan keIslaman dan imannya, khususnya bagi mereka yang mampu dan mempunyai kewajiban berzakat. Sebaliknya bagi mereka yang justru mendapatkan harta zakat, zakat dapat 316


menguatkan mereka dari segi ekonomi dan mencegah dari kefakiran yang berarti menguatkan keimanan mereka dari bahaya kekafiran. Begitu pentingnya peran zakat inilah yang menyebabkan khalifah Abu Bakar As Shidiq menabuh genderang perang terhadap orang yang enggan membayar zakat sepeninggal Rasulullah wafat. Zakat merupakan salah satu indikator kebenaran iman dan takwa seseorang sehingga bagi siapa saja yang enggan membayar zakat maka ada yang salah dengan keberimanannya. Zakat bersama dengan infak, sedekah, wakaf, dan sejenisnya adalah salah satu faktor penting dalam membangun basis kekuatan umat di segala lini kehidupan, baik kekuatan ekonomi, kekuatan ukhuwah, maupun kekuatan Iman.

Harta Benda adalah Ujian Harta benda dan segala kekayaan yang melimpah di dunia ialah hal yang diinginkan oleh semua manusia di dunia. Bahkan manusia rela melakukan apa saja agar terpenuhi segala hasratnya akan harta benda. Karena harta, manusia bekerja siang malam bahkan sampai harus merelakan waktu bersama keluarga. Harta benda memiliki daya tarik yang sangat menggoda bagi seluruh manusia hingga terkadang membutakan mata. Bagi kebanyakan manusia, harta benda adalah syarat pertama dan utama bila ingin bahagia di dunia, karena dengan harta benda bisa digunakan untuk memenuhi seluruh apa yang diinginkannya. Harta benda dijadikan indah dalam pandangan mata manusia untuk menguji sejauh mana manusia dapat menahan dirinya dari godaan dunia.

317


                           "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran [3]: 14)

Namun kemudian tidak banyak manusia yang menyadari bahwa di balik setiap harta benda yang dimiliki terdapat sebuah ujian dari Allah SWT. Di dalam Alquran disebutkan bahwa ujian dari Allah tidak hanya berwujud kesulitan, kesengsaraan, kemelaratan, kekurangan, kesedihan dan semacamnya namun juga berbentuk segala macam hal yang indah dan membahagiakan termasuk harta benda. Allah hendak menguji hambaNya atas amanah harta yang dititipkan kepadanya, bisakah ia jaga ataukah khianatkah dia. Allah juga hendak menguji hamba-Nya atas nikmat harta benda yang diberikan-Nya kepada manusia, menjadi bersyukurkah ia atau malah sebaliknya, menjadi kufur dia. Harta benda adalah ujian bagi setiap pemiliknya. Harta benda dapat mengantarkan seseorang menuju surga namun juga sebaliknya dapat menjerumuskan ke dalam neraka.

           318


“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al Anfal [8]: 28)

Dalam memandang harta benda manusia seringkali lupa diri dan gelap mata. Manusia acapkali lalai tatkala harta yang melimpah ruah telah didapatkannya atau menjadi kalap dan lalu menggunakan segala cara untuk memperolehnya. Lihat bagaimana praktik korupsi dari ratusan juta sampai ratusan bahkan ribuan miliar seakan tak ada habisnya. Allah memperingatkan

manusia

bahwa

segala

kemewahan

yang

ada

merupakan suatu ujian yang harus dimenangkan. Jangan sampai akibat kecintaan kepada dunia melalaikan manusia terhadap kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad dengan harta maupun jiwa di jalan-Nya.

                                   "Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di 319


jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At Taubah [9]: 24)

Zakat Merupakan Kewajiban Telah sangat jelas bagaimana kedudukan zakat dalam agama. Zakat adalah rukun Islam yang ketiga setelah ikrar syahadat dan salat. Hal ini menjadikan zakat sebagai salah satu faktor penting bagaimana agama ini bisa dibangun dan tetap bisa tegak berdiri sampai nanti yaumul qiyamah.

ِ‫ َشهَا َدةُ أَ ْن الَ إِلَهَ إِاله َّللاُ َوأَ هن ُم َح همداً َرسُوْ ُل َّللا‬: ‫س‬ ٍ ‫بُنِ َي ْا ِإل ْسالَ ُم َعلَى خَ ْم‬ ‫وإِقَا ُم ال ه‬. َ‫ضان‬ َ ‫صوْ ُم َر َم‬ َ ‫ت َو‬ ِ ‫صالَ ِة َوإِ ْيتَا ُء ال هز َكا ِة َو َحجُّ ْالبَ ْي‬ َ “Islam itu dibangun diatas lima perkara, yaitu bersyahadat mengesakan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan ibadah haji.” (HR. Muslim)

Perintah untuk menunaikan zakat di dalam Alquran sungguh sangatlah banyak, bahkan boleh jadi sama atau hanya berbeda tipis dengan jumlah perintah untuk mendirikan salat. Hal ini dikarenakan perintah zakat senantiasa disandingkan dengan perintah salat. Lebih dari 80 kali Alquran mencatatnya. Hal ini lebih dari cukup sebagai pertanda bagaimana zakat adalah ibadah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan dan baginya bernilai kewajiban.

320


        "Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orangorang yang ruku'." (QS. Al Baqarah [2]: 43)

                    "Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Baqarah [2]: 110)

         "Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat." (QS. An Nur [24]: 56)

Bahkan sejatinya perintah untuk berzakat (dan juga salat) tidak hanya disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad SAW saja namun juga kepada umat-umat terdahulu sebagaimana puasa. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran ketika mengabadikan perkataan Isa AS tatkala masih baru lahir dan dalam buaian ibunya. Oleh Allah Isa AS diberi mukjizat dapat berbicara walaupun baru lahir ke dunia. 321


            "Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup." (QS. Maryam [19]: 31)

Adapun apa saja harta yang wajib untuk dizakati sangatlah banyak sekali. Masing-masing memiliki ukuran zakatnya tersendiri. Setidaknya selain zakat fitrah yang kita keluarkan menjelang Hari Raya Idul Fitri masih ada zakat mal yang wujudnya berupa, pertama zakat dari usaha peternakan (hewan ternak) termasuk perikanan, kedua zakat hasil pertanian dan perkebunan, ketiga zakat emas dan Perak, keempat zakat perniagaan, kelima zakat hasil pertambangan, keenam zakat harta rikaz (harta terpendam/temuan) dan yang ketujuh zakat dari harta gaji profesi (guru, dosen, dokter, dan sebagainya). Semuanya itu wajib untuk dizakati bila telah memenuhi syarat dan ketentuannya.

Ancaman Bagi Mereka yang Enggan Berzakat Sepeninggal Rasulullah wafat dan ketika Khalifah dipegang oleh Abu Bakar As Shidiq RA, umat Islam mengalami gejolak yang di kemudian hari mengharuskan Abu Bakar mengobarkan perang. Tercatat saat itu sebagian umat Islam memilih kembali ke agama asalnya (murtad) dan sebagaian lainnya enggan untuk membayar zakat. Kondisi ini menyebabkan Abu Bakar mengambil keputusan untuk memerangi keduanya. Bagi yang murtad jelas mereka adalah kaum yang harus diperangi sampai mereka bertobat namun bagi yang enggan membayar 322


zakat ketika itu terjadi perdebatan diantara Abu Bakar sebagai khalifah dan sahabat lainnya. Mayoritas sahabat tidak mengendaki mereka ini diperangi karena masih berstatus sebagai seorang muslim. Namun rupanya Abu Bakar punya pendapat lain bahwasanya kemusliman atau kemukminan seseorang itu harus dibuktikan, dan salah satu bukti keimanan ialah dengan menunaikan zakat yang merupakan kewajiban. Sejatinya mereka yang enggan membayar zakat itu terbagi menjadi tiga golongan. Yang pertama ialah mereka yang enggan berzakat karena memang sengaja melawan syariat dan perintah Allah. Oleh karenanya mereka jatuh pada vonis kafir dan murtad sehingga boleh diperangi. Golongan kedua ialah mereka yang enggan berzakat karena memiliki sifat bakhil atau kikir, mereka ini tidak harus diperangi namun hanya diambil zakatnya saja baik dengan cara yang sukarela maupun paksa sebagaimana yang diperintahkan dalam Surat At Taubah ayat ke-103.

                   "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At Taubah [9]: 103)

Adapun golongan ketiga ialah, mereka yang enggan membayar zakat dan disaat yang bersamaan mengobarkan perang kepada kaum muslimin, 323


golongan ini juga jatuh kepada kafir murtad. Golongan inilah kemudian yang diperangi oleh kaum muslimin agar tidak ada lagi fitnah sepeninggal Rasulullah ketika itu. Terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat baik karena alasan bakhil maupun penentangannya terhadap perintah Allah diancam dengan siksa yang pedih di dalam neraka. Banyak sekali disebutkan dalam Alquran maupun Hadis tentang bagaimana ancaman terhadap golongan yang tidak mau berzakat padahal mereka tergolong orang-orang yang mampu dan dicukupkan rezekinya oleh Allah.

                                   “Dan jangan sekali-kali orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada Hari Kiamat. Milik Allahlah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran [3]:180)

                    

324


"Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS.At Taubah [9]: 35)

‫صلهى ه‬ ‫ال َرسُو ُل ه‬ ‫ضي ه‬ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم‬ َ ِ‫َّللا‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫َّللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ َر‬ ‫َم ْن آتَاهُ ه‬ ُ‫َّللاُ َم ًاال فَلَ ْم يُؤَ ِّد زَ َكاتَهُ ُمثِّ َل لَهُ َمالُهُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ُش َجاعًا أَ ْق َر َع لَه‬ َ‫َان يُطَ هوقُهُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ثُ هم يَأْ ُخ ُذ بِلِه ِْز َمتَ ْي ِه يَ ْعنِي بِ ِش ْدقَ ْي ِه ثُ هم يَقُو ُل أَنَا َمالُك‬ ِ ‫زَ بِيبَت‬ َ‫(ال يَحْ ِسبَ هن ال ه ِذينَ يَبْخَ لُونَ ) ْاْليَة‬ َ ‫أَنَا َك ْن ُزكَ ثُ هم ت َ​َال‬ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu dia tidak menunaikan zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena dikepalanya terkumpul banyak racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Ular itu memegang [1] dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata, ’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka … Al ayat’.” (HR. Bukhari)

‫ض ٍة َال يُؤَ دِّي ِم ْنهَا َحقههَا إِ هال إِ َذا َكانَ يَوْ ُم ْالقِيَا َم ِة‬ ‫ب َو َال فِ ه‬ ٍ َ‫ب َذه‬ َ ‫َما ِم ْن‬ ِ ‫اح‬ ِ ‫ص‬ ُ ٍ ‫صفَائِ َح ِم ْن ن‬ ْ ‫صفِّ َح‬ ُ‫َار َجهَنه َم فَيُ ْك َوى بِهَا َج ْنبُه‬ ُ َ ُ‫ت لَه‬ ِ ‫َار فَأحْ ِم َي َعلَ ْيهَا فِي ن‬ 325


ْ ‫َت أُ ِعي َد‬ ْ ‫َو َجبِينُهُ َوظَ ْه ُرهُ ُكله َما بَ َرد‬ َ‫ت لَهُ فِي يَوْ ٍم َكانَ ِم ْقدَا ُرهُ خَ ْم ِسينَ أَ ْلف‬ ‫ار‬ َ ‫َسنَ ٍة َحتهى يُ ْق‬ ِ ‫ضى بَ ْينَ ْال ِعبَا ِد فَيَ َرى َسبِيلَهُ إِ هما إِلَى ْال َجنه ِة َوإِ هما إِلَى النه‬ “Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (perak) darinya (yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan lempengan-lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) diantara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau: akan

diperlihatkan)

jalannya,

kemungkinan

menuju

surga,

dan

kemungkinan menuju neraka”. (HR Muslim)

  

    

    

                 “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam huthamah”. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan." (QS. Al Humazah [104]:1-6)

326


Sungguh mengerikan kesudahan orang-orang yang enggan berzakat. Terlihat sepele dosa yang dilakukan namun ternyata berakibat luar biasa yang sungguh tidak dapat dibayangkan. Itulah sebabnya Abu Bakar As Shiddiq sangat tegas terhadap mereka yang enggan membayar zakat. Tatkala Beliau didebat sahabat lainnya karena memerangi kaum yang enggan berzakat, Abu Bakar As Shiddiq tak gentar dengan pendiriannya dan memberikan hujjah atas keputusan yang diambilnya yang kemudian pendapatnya itu diakui dan diikuti oleh seluruh sahabat lainnya karena tidak ada satu pun yang meragukan pemahaman Abu Bakar As Shiddiq terhadap agama ini.

Pahala Orang yang Berzakat Ketika golongan yang enggan berzakat diancam siksaan yang sangat pedih

kelak

di

neraka.

Sebaliknya

golongan

yang

senantiasa

menafkahkan sebagian rezekinya untuk berzakat dijanjikan oleh Allah berbagai macam keutamaan dan keistimewaan. Diantara keistimewaan itu ialah yang pertama, orang yang berzakat akan mendapatkan pahala dari Allah. Kedua, hidupnya akan dijamin bahagia oleh Allah, dijauhkan dari rasa khawatir dan segala kesedihan. Kedua balasan ini disebutkan di dalam Surat Al Baqarah ayat yang ke-277.

                    "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi 327


Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al Baqarah [2]: 277)

Balasan ketiga ialah akan diteguhkan kedudukannya di bumi. Ia akan senantiasa dalam penjagaaan dan perlindungan Allah. Dijadikan sebagai orang mulia di dunia yang dihormati sesamanya. Tidak ada sedikit pun kesulitan akan dialaminya disebabkan Allah yang akan memberikan jalan keluarnya.

                   "(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al Hajj [22]: 41)

Yang keempat, balasan terhadap orang yang gemar berzakat ialah senantiasa akan mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Mendapatkan petunjuk Allah berarti mendapatkan garansi tidak akan tersesat selamanya karena tidak akan ada siapa pun dari golongan jin dan manusia yang bisa menyesatkan orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Orang yang diberi petunjuk akan senantiasa bahagia hidupnya,

328


segala permasalahan hidup yang dialaminya akan diberikan petunjuk oleh Allah bagaimana cara untuk menyelesaikannya.

                    "(yaitu) orang-orang yang mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orangorang yang beruntung." (QS. Luqman [31]: 4-5)

Sebagai pamungkas, kelima, orang yang gemar berzakat akan dimasukkan oleh Allah ke dalam golongan orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya sebagaimana yang pernah dibahas pada tulisan sebelumnya. Dan balasan tertinggi bagi kaum beriman dan bertakwa adalah surganya Allah SWT. Zakat adalah salah satu indikator keberimanan dan ketakwaan seseorang. Pembahasan tentang hal hal ini secara lebih lengkap dapat dibaca pada tulisan saya sebelumnya dengan judul "Ramadan dan Refleksi Keberimanan", "Akhlak Kaum Beriman (Tadabur QS. Al Hujurat [49]: 10-13)", dan "Meraih Derajat Takwa".

Zakat dan Penguatan Umat Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana zakat sangat erat kaitannya dengan dimensi kemanusiaan dan keumatan. Distribusi zakat kepada mereka yang berhak menerimanya menjadi salah satu 329


sebab terciptanya kekuatan dalam bidang ekonomi dan ketahanan pangan. Di sebutkan dalam Alquran ada 8 golongan penerima zakat yakni, pertama, kaum fakir yakni mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa termasuk pekerjaan tetap sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Kedua, orang miskin, yaitu mereka yang memiliki mata pencaharian dan harta namun masih tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Ketiga, ialah Amil, panitia zakat yang bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat. Keempat, para mu'allaf atau mereka yang baru masuk Islam dan masih membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Golongan kelima adalah hamba sahaya

atau budak yang ingin

memerdekakan dirinya. Keenam, gharimin yaitu orang yang berhutang untuk kebutuhan hidupnya yang halal dan tidak sanggup untuk melunasinya. Ketujuh, ialah fisabilillah, mereka yang sedang berjuang di jalan Allah sepertil: dakwah di daerah pedalaman, perang melawan kaum kafir dan sebagainya. Dan yang terakhir, kedelapan, ialah Ibnu sabil atau musafir, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan bukan untuk kemaksiatan.

                          "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, 330


untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. At Taubah [9]: 60)

Kedelapan golongan inilah yang berhak untuk menerima zakat. Terlihat bagaimana mereka semua itu pada hakikatnya berada dalam kondisi yang lemah. Lemah karena tidak punya harta benda, lemah karena kondisinya yang tidak merdeka, atau lemah karena terlilit hutang dan lain sebagainya. Oleh karenanya kemudian zakat datang dalam rangka menguatkan mereka semua. Menguatkan semua yang saat ini lemah untuk kembali bangkit dan berdaya. Zakat adalah sarana efektif untuk menguatkan kondisi umat. Jika kita hitung secara kasar, sungguh luar biasa potensi zakat yang bisa dihasilkan dari umat Islam Indonesia. Jika separuh umat Islam Indonesia berzakat fitrah saja (sekitar 100 juta jiwa), dengan masing-masing jiwa berzakat 3 kg beras seharga 10 ribu/kg-nya maka dalam waktu singkat terjadi perputaran uang sebesar 3 Triliun rupiah, ini masih belum termasuk zakat mal, luar biasa. Sesungguhnya jika umat Islam ini rajin dan gemar berzakat maka tidak akan ada lagi yang namanya kaum fakir miskin dan terpinggirkan. Tidak akan ada lagi umat yang mati kelaparan atau bodoh karena

tidak

mempunyai biaya untuk mendapatkan pendidikan. Tidak akan dijumpai lagi adanya pengemis yang berkeliaran di jalan-jalan. Juga tidak akan ada lagi pengangguran yang kesulitan mencari pekerjaan. Tidak juga ada yang namanya korupsi, pencurian, dan pencopetan. Dengan zakat semua masalah di atas dapat diusahakan untuk dituntaskan. Maka menjadi tidak heran tatkala dulu di zaman kegemilangan Islam sangat sulit untuk mencari orang yang mau

menerima

zakat disebabkan semua 331


penduduknya telah sejahtera, terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Kaum fakir miskin dipelihara negara. Tingkat kriminalitas hampir tak ada karena semua serba berada. Kaum pengangguran diberi pekerjaan atau gaji bulanan, dan seterusnya. Daya penguat zakat rupanya tidak hanya mempengaruhi mereka yang menerima zakat tetapi juga kepada para pemberi zakat. Bagi mereka yang telah ikhlas hati menafkahkan sebagian rezekinya zakat akan memperkuat keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Zakat juga akan semakin memperkuat rasa kewelas asihan manusia kepada sesamanya. Memperkuat rasa syukur manusia kepada Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya yang juga akan menyebabkan semakin menguatnya rezeki Allah kepadanya. Dalam hubungan antar sesama manusia atau sesama kaum beriman. Zakat akan memperkuat rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Zakat akan

memperkuat

persatuan

umat

karena

merasa

senasib

sepenanggungan. Zakat juga dapat menguatkan ukhuwah sebagai sesama makhkuk Tuhan maupun sesama kaum beriman yang harus saling perhatian dan memberikan pertolongan. Secara singkat ingin penulis katakan, zakat adalah sarana efektif dalam memperkuat umat dalam segala lini kehidupan.

Khotimah Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam tidak hanya mengandung nilai-nilai Ketuhanan namun juga sangat kental dengan nilai-nilai kemanusiaan. Zakat merupakan suatu kewajiban bagi setiap hamba Allah yang beriman. Amat besar pahala yang Allah janjikan bagi siapa saja yang 332


berzakat dengan penuh keihklasan dan ketulusan. Sebaliknya amat pedih siksa Allah bagi siapa saja yang enggan berzakat dan menumpuk kekayaan. Zakat adalah media yang dapat merekatkan dan menguatkan umat. Zakat menguatkan mereka yang menerima zakat. Zakat juga menguatkan pihak yang mengeluarkan zakat. Tak lupa zakat juga menguatkan hubungan antara pemberi dan penerima zakat. Dalam lingkup yang lebih luas zakat mampu menguatkan hubungan antar sesama umat. Dan zakat pada akhirnya akan mampu menguatkan agama ini dari segala macam hal yang melemahkan menuju Islam yang kuat dan penuh rahmat. Demikian, jangan lupa untuk menunaikan kewajiban berzakatnya sesuai dengan ketentuan. Semoga Allah memasukkan kita semua ke dalam golongan orang-orang yang beriman. Semoga Allah memberikan kesempatan berjumpa dengan Ramadan kembali di masa depan. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

28 Ramadan 1438 H 23 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga tidak lalai dalam menunaikan kewajiban berzakatnya

333


334


#22 MUHAMMADIYAH DAN GERAKAN PEMBELAAN KAUM LEMAH

                                "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". (QS. An Nisa’ [4]: 75)

Muqoddimah Membincang tentang Muhammadiyah yang disebut-sebut sebagai organisasi Islam modern terbesar di dunia tentu tak akan bisa terlepas dari identitas Muhammadiyah itu sendiri yang lebih dikenal sebagai gerakan tajrit (pemurnian) dan tajdid (pembaharuan). Dalam hal tajrit (purifikasi atau pemurnian) siapa yang meragukan sepak terjang Muhammadiyah di ranah ini, bahkan mungkin karena dianggap terlalu “radikal” sampai dengan saat ini masih ada yang salah memahami dan 335


menggolongan Muhammadiyah sebagai gerakan Wahabi. Padahal Muhammadiyah adalah Muhammadiyah (Pengikut Muhammad SAW), bukan Dahlanisme (Pengikut Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah) apalagi sampai Wahabisme, sangat tidak mungkin dan mustahil sekali. Mu’arif dalam tulisannya yang berjudul Muhammadiyah bukan Wahhabi: Mengungkap Fakta-Fakta Historis sebagaimana yang dimuat dalam buku Muhammadyah dan Wahhabisme menyebut orang-orang yang menuduh Muhammadiyah adalah Wahabi sebagai orang-orang yang ahistoris dan tidak memhami esensi gerakan Muhammadiyah. Purifikasi yang dilakukan Muhammadiyah ialah yang berhubungan dengan wilayah ta’abudi, tentang akidah dan ibadah mahda yang memang mengharuskan dilakukan semurni-murninya, harus ada dalil yang kuat dalam Alquran maupun Hadis Nabi. Adapun Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, hanya dilakukan terhadap selain masalah ibadah dan akidah yang di dalamnya menyangkut masalah muamalah duniawiyah dan masuk wilayah ta’aquli yang membuka selebar-lebarnya pintu ijtihad. Hal ini dikarenakan perihal muamalah duniawiyah

atau

ibadah ghoiru

mahdzhoh tidak pernah dicontohkan secara detail atau ada tuntunan khusus dalam Alquran maupun Hadis Nabi, namun hanya sebatas kaidah yang berlaku umum. Sebagai contoh adalah tidak ada satu pun dalil baik dalam Alquran maupun Hadis yang secara eksplisit memerintahkan untuk membangun sekolah atau kampus, yang ada adalah perintah untuk menuntut ilmu dan menjadi generasi yang berakal, berilmu, dan terdidik. Dalam mengamalkan perintah ini umat Islam kemudian melakukan ijtihad sebagaimana juga yang dilakukan oleh Muhammadiyah bahwa menuntut ilmu itu akan lebih efektif manakala diatur dan dikoordinasikan dalam suatu sistem yang baik, maka kemudian lahirnya sistem pendidikan 336


modern seperti saat ini, yang dilengkapi dengan kurikulum dan berjenjang dari pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi. Dalam kasus yang hampir sama, tidak ada satu pun dalil yang secara jelas memerintahkan untuk membangun rumah sakit, panti asuhan, atau panti jompo, yang ada adalah perintah untuk membantu sesama manusia, saling tolong-menolong, dan saling berbuat baik. Oleh Muhammadiyah perintah ini diterjemahkan dengan pembangunan ratusan rumah sakit, panti asuhan, dan panti jompo karena tanpa fasilitas itu semua akan kurang maksimal dan optimal dalam memberikan bantuan kepada yang memerlukan sebagaimana perintah Alquran. Inilah makna pembaharuan atau dinamisasi yang dipahami oleh Muhammadiyah, bahwa Islam harus tetap relevan dengan perkembangan zaman dan salah satu kunci Islam bisa tetap adaptif dan solutif ialah dengan adanya pembaharuan di berbagai bidang selain ranah ta’abudi yang harus dijaga tetap murni. Keseimbangan antara konsep tajdid dan tajrit Muhammadiyah ini sebagaimana kaidah ushul fiqh yang mengatakan bahwa:

ْ ‫ت ْالب‬ ‫َلى ْاألَ ْم ِر‬ ِ ‫فا َ األَصْ ُل في ْال ِعبَا َد‬ َ ‫ُطالَ ُن َحتهى يَقُوْ َم َدلِيْل ع‬ ‫اَألَصْ ُل فِى ْاألَ ْشيَا ِء ْا ِإل بَا َحة َحتهى يَ ُد هل ْال هدلِ ْي ُل َعلَى التهحْ ِري ِْم‬ “Hukum asal ibadah adalah haram, kecuali ada dalil yang membolehkannya, sedang hukum asal perkara muamalah duniawiyah adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya”

337


Khusus

tentang

Muhammadiyah

sebagai

gerakan

pembaharuan,

setidaknya jika kita menilik sejarah, cikal bakal corak pembaharu itu sudah ditanam dan dipupuk oleh sang pendiri, K. H. Ahmad Dahlan pra dan pasca Muhammadiyah berdiri di kampung kauman. K. H. Ahmad Dahlan sangat tak asing dengan gerakan pembaharuan Islam saat itu karena sewaktu berhaji dan menuntut ilmu di Mekah beliau berkenalan dan bersinggungan langsung dengan berbagai macam pemikiran Islam yang bercorak pembaharuan. Setidaknya waktu itu beliau telah mengenal dan sedikit banyak terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran ulama pembaharu seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, Rasyid Ridho, dan Ibnu Taimiyah. Saat itu gerakan pembaharuan Islam menjadi gerakan yang sedang menggema di mana-mana, tak terkecuali di Indonesia. K. H. Ahmad Dahlan dan gerakan pembaharuan adalah satu kesatuan dan sangat sulit untuk bisa dipisahkan. Beliau telah meninggalkan

jejak-jejak

pembaharu

yang

kemudian

semangat

pembaharuan itu menjadi salah satu identitas gerakan Muhammadiyah sampai satu abad kemudian dan akan terus dipertahankan. Beberapa bukti nyata bahwa K. H. Ahmad Dahlan mengusung ide-ide pembaharuan adalah yang pertama adanya pembaharuan arah kiblat yang harus lurus mengarah ke Kakbah, suatu gagasan yang tergolong radikal ketika itu hingga membuat K.H. Ahmad Dahlan dipandang sebagai seorang kiai kafir. Kedua pembaharuan tafsir Quran khususnya Surat Al Maun yang harus diejawantahkan dalam praksis gerakan nyata, Ketiga, pembaharuan sistem pendidikan yang mengadopsi sistem barat (Belanda) yang lebih modern namun dengan mengintegrasikan pelajaran umum dan agama. Keempat, pembaharuan dalam pengelolahan ibadah haji di mana Muhammadiyah lah yang pertama kali mempelopori pemberangkatan ibadah haji secara kolektif dan terorganisasi dengan 338


menyewa kapal dari pihak swasta dengan H. M. Syudja' (murid K. H. Ahmad Dahlan) sebagai amirul hajj pertama, tata kelola ibadah haji inilah yang akhirnya diadopsi dan diambil alih oleh Pemerintah sampai dengan saat ini lewat Kementerian Agama. Dan yang terakhir, yang kelima adalah pembaharuan dalam kaitannya dengan hak-hak kaum wanita, K. H. Ahmad Dahlan menunjukkan keberpihakannya kepada kaum wanita untuk bisa mendapatkan perlakuan yang setara dengan kaum pria. Beliau mendobrak kejumudan berpikir saat itu bahwa kaum wanita hanya akan berkutat dengan masalah dapur, kasur, dan sumur. K. H. Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiyah sebagai organisasi otonom pertama Muhammadiyah khusus wanita yang mempunyai maksud dan tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum wanita. K. H. Ahmad Dahlan juga menyerukan agar kaum wanita mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya sama dengan kaum pria. Pada tahun 1438 H ini, Aisyiyah telah genap berusia satu abad dan menjadi organisasi wanita tertua di Indonesia yang masih eksis hinggga saat ini untuk terus berkarya. Sebagai tambahan referensi, mengenai pembahasan ini, dapat dibaca dalam karya Djarnawi Hadikusuma yang merangkum dengan apik sepak terjang para pembaharu Islam mulai dari Al Afghani sampai dengan

Ahmad

Dahlan

dalam

bukunya

yang

berjudul

Aliran

Pembaharuan Islam.

"Apakah kamu tidak malu jika auratmu dilihat kaum lelaki? jika kau malu, mengapa jika kau sakit lalu pergi ke dokter laki-laki, apalagi ketika hendak melahirkan anak. Jika kau memang benar-benar malu, hendaknya kau terus belajar dan belajar. Jadilah dokter sehingga akan ada dokter perempuan untuk kaum perempuan !" [K. H. Ahmad Dahlan] 339


Sejatinya selain gerakan pembaharuan, Muhammadiyah sejak awal berdirinya dahulu juga menegaskan identitasnya sebagai kelompok Islam yang sangat pro terhadap nasib orang-orang msikin dan keberpihakannya

kepada

kaum

yang lemah

dan terpinggirkan.

Penghayatan Surat Al Maun (belakangan lebih terkenal dengan sebutan Teologi Al Maun) melahirkan suatu energi dan semangat yang maha dahsyat yang kemudian melandasi Muhammadiyah bergerak dalam ranah sosial kemasyarakatan. Bahkan boleh dikatakan justru berawal dari gerakan sosial kemasyarakatan inilah Muhammadiyah kemudian dilahirkan dan menjadi salah satu faktor pendorong yang dominan. Muhammadiyah generasi awal di bawah kepemimpinan langsung K. H. Ahmad Dahlan saat itu sangat kental dengan kepeduliannya kepada kaum fakir dan miskin (fuqoro' wal masakin) serta kaum yang lemah dan dilemahkan (duafa wal mustadh'afin). Berdirinya panti asuhan, panti jompo, dan rumah sakit PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) menjadi bukti nyata betapa Muhammadiyah ada bersama mereka yang membutuhkan pertolongan dan selalu menjadi garda terdepan. Menurut

Said

Tuhuleley

Allahuyarham,

mantan

Ketua

Majelis

Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan peraih gelar Doktor Honoris Causa (Dr. HC) dari Universitas Muhammadiyah Malang, K. H. Ahmad Dahlan mengembangkan gerakan dakwahnya dengan memadukan penghayatan terhadap nilai-nilai Ketuhanan dengan pemahaman akan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam makalahnya yang disampaikan pada pengajian Ramadan PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2012 silam, Said menyampaikan bahwa gerakan dalam Teologi Al Maun bukanlah suatu gerakan individu yang hanya sebatas memberi makan orang-orang di pinggir jalan, namun 340


merupakan suatu gerakan kolektif (jemaah) yang mendasarkan setiap aktivitasnya dengan spirit Keilahiahan. Kini seabad lebih sudah Muhammadiyah berkhidmat untuk umat dan bangsa. Sebuah perjalanan panjang yang tidak semua organisasi mampu melewatinya. Banyak sudah yang Muhammadiyah persembahkan untuk bangsa dan negara sebagai wujud manifestasi iman yang harus diwujudkan dalam praksis gerakan nyata. Tak ada gading yang tak retak, begitu

pun

dengan

Muhammadiyah.

pengawasan

harus

senantiasa

Evaluasi,

dilakukan

perbaikan,

untuk

dan

menjamin

Muhammadiyah tetap pada khittah-nya. Di tengah kondisi bangsa yang sedemikian rupa, di tengah begitu dinamisnya kehidupan dunia. Kesenjangan menjadi jurang menganga yang siap membinasakan setiap anak bangsa yang lemah dan papah. Oleh karenanya Muhammadiyah harus tegap berdiri di depan, menegaskan pembelaannya kepada kaum yang lemah dan tak akan mundur hingga kaum yang lemah tadi menjadi berdaya. Pembelaan terhadap kaum lemah harus diwujudkan melalui langkah-langkah yang strategis dan nyata. Dalam hal ini setidaknya Muhammadiyah telah dan akan terus bergerak dalam 2 ranah perjuangan,

yakni

di

bidang

sosial

dan

sekaligus

di

bidang

pemberdayaan. Muhammadiyah harus tetap membersamai orang-orang kecil yang terabaikan, menjadi pembela mereka melawan kesewenangwenangan para tiran.

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial Sejak awal berdirinya Muhammadiyah sangat menaruh perhatian kepada masalah-masalah

sosial

kemasyarakatan.

Penghayatan

terhadap

kandungan Surat Al Maun begitu menginspirasi dan melandasi spirit 341


perjuangan. Kondisi umat Islam dan anak bangsa yang sedang dalam penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah faktor utama yang menyebabkan banyaknya kaum lemah dan memang sengaja dilemahkan, berkubang dalam keterbelakangan dan kemelaratan. Muhammadiyah menjawab kondisi ini dengan langsung terjun ke lapangan. Sebab akan sangat percuma mendakwahi orang yang untuk makan sekali saja harus seharian bekerja membanting tulang sehingga masalah mendasar ini harus terlebih dahulu dituntaskan. Dalam buku Ideologi Kaum Reformis; Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadiyah Periode Awal karangan Prof. Dr. Achmad Jainuri, M.A. yang merupakan disertasi Beliau ketika menyelesaikan studi doktoral di Institute of Islamic Studies, McGill University Montreal Canada, bab yang ke-3 dijelaskan secara detail dengan mengambil judul Penafsiran Doktrin Islam Untuk Pembaharuan Sosial. Dalam buku tersebut diterangkan bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia ketika masa kolonial yang hidup serba memprihatinkan karena diberlakukannya sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan pembayaran pajak atas lahan yang ditanami biji-bijian (landrente). Kondisi ini diperburuk oleh dominasi minoritas etnis Cina dalam bidang perekonomian, mereka berperan penting dalam pengumpulan pajak bagi pemerintah kolonial Belanda. Minoritas Cina yang menguasai perekonomian menarik pajak dari warga namun nyatanya hanya sebagian yang disetorkan kepada pemerintah kolonial, mereka mengeksploitasi penduduk pribumi melalui sistem tersebut. Sistem ekonomi yang terbentuk saat itu disebut dengan istilah “three-tiered” yang mengandung pengertian bahwa ekonomi kelas atas dikuasai oleh orang-orang Eropa dan kelas menengah didominasi oleh orang-orang Cina, sementara penduduk pribumi hanya dibatasi sebagai pedagang kecil. Kondisi inilah yang kemudian memancing 342


timbulnya gerakan perlawanan penduduk pribumi tidak hanya kepada pemerintahan kolonial Belanda tetapi juga kepada minoritas Cina. Salah satu bentuk perlawanan itu ialah dengan berdirinya Sarekat Islam (SI) pada 1906 yang sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) di Pasar Laweyan, Solo pada tahun 1905 yang disebut-sebut sebagai awal mula timbulnya gerakan kebangkitan nasional. Tercatat dalam sejarah bahwa K. H. Ahmad Dahlan dan K. H. Fachrodin juga merupakan anggota dari Sarekat Islam, bahkan tatkala K. H. Ahmad Dahlan masih menjabat sebagai Ketua H. B. Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) pada tahun 1913 Beliau juga merangkap sebagai salah seorang komisaris Pimpinan Pusat Sarekat Islam dan pada tahun 1919 diamanahi menjadi salah seorang Penasehat. Sarekat Islam dan Muhammadiyah inilah saat itu yang paling getol dan terdepan dalam melawan penindasan yang dilakukan oleh Belanda. Dalam merespon kondisi saat itu Sarekat Islam dan Muhammadiyah memang menempuh strategi yang berbeda, yang oleh Prof. Jainuri disebut sebagai strategi revolusioner (Sarekat Islam) dan strategi reformis (Muhammadiyah) namun keduanya mempunyai cita-cita yang sama yakni membebaskan segala bentuk penindasan terhadap anak bangsa karena demikianlah keyakinan mereka terhadap ajaran agama yang harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Kesamaan pandangan dan cita-cita itulah yang kemudian menjadikan keduanya saling bekerja sama dan mencapai puncaknya pada tahun 1920. Di mana Sarekat Islam Pusat (Central Sarekat Islam–CSI) berkomitmen berjuang lewat politik sementara Muhammadiyah memilih istikamah berjuang lewat bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. Bagi Muhammadiyah pembagian peran ini semakin menegaskan komitmennya terhadap kondisi 343


kesejahteraan

sosial-ekonomi

masyarakat,

sementara

menjalin

kerjasama dengan CSI bermakna bahwa Muhammadiyah hendak menyatakan bahwa ia mampu bekerja sama dengan pihak lain demi terwujudnya cita-cita yang mulia serta sebagai alat kepedulian agama dan politiknya. Secara

ringkas

Kami

kutipkan

inti

dari

pernyataan

bahwa

Muhammadiyah generasi awal telah lekat dan menaruh perhatian serius terhadap masalah sosial yang dibahas dalam buku tersebut, yakni: “Misi reformasi Muhammadiyah selalu memberikan tekanan lebih besar kepada kesejahteraan sosial; bahwa prinsip dasar iman dan ibadah tidak terbatas pengaruhnya terhadap keimanan dan ritual per se, tetapi mempunyai implikasi yang luas apabila diletakkan dalam konteks sosial; terlepas dari penegasan-penegasan tersebut, implementasi keimanan dan ritual selalu membutuhkan praktik keagamaan sehari-hari yang standar dan baku. Barangkali, karena klaim akan pentingnya praktik keagamaan inilah Muhammadiyah

masih

dianggap

sebagai

gerakan

yang

hanya

memperhatikan pemurnian akidah dan ibadah. Bahkan pada periode awal perkembangan gerakan ini, prinsip-prinsip reformasi sosial dan teologi praksis ditransformasikan ke dalam pelbagai infrastruktur yang tidak terbatas pada wilayah perdebatan teologis, tetapi bertujuan terutama untuk memberikan dukungan sosial.” Bukankah telah sampai kepada kita cerita bagaimana K. H. Ahmad Dahlan mengulang-ulang pengajian Surat Al Maun bahkan sampai berbulan-bulan lamanya? Suatu ketika, salah seorang murid Beliau yang bernama Syudja’ bertanya kepada sang guru perihal mengapa pengajian Al Maun selalu saja diulang, padahal para muridnya sudah hafal dan mengerti maksudnya. K. H. Ahmad Dahlan lalu balik bertanya apakah 344


Surat Al Maun itu sudah diamalkan atau belum kepada Syudja'. Dengan polos Syudja’ pun menjawab bahwa Surat Al Maun itu sudah diamalkan bahkan selalu dibaca dalam salatnya. K. H. Ahmad Dahlan lalu menanggapi bahwa bukan pengamalan seperti itu yang beliau maksudkan, kemudian beliau menginstruksikan bahwa pada pengajian yang akan datang, masing-masing santri harus membawa seorang miskin, anak yatim, makanan beserta lauk pauknya, pakaian yang masih baik serta sabun untuk mandi. Akhirnya pada pengajian berikutnya K. H. Ahmad Dahlan tidak meminta para santrinya membaca Alquran lagi, namun digantikan dengan memandikan anak yatim, orang-orang miskin yang sudah dewasa dipersilahkan mandi sendiri dengan memakai sabun yang sudah disiapkan, dan setelah semuanya telah selesai mandi mereka diberi pakaian yang wangi, bersih, dan baik. Kemudian K. H. Ahmad Dahlan dan para santri makan bersama-sama dengan para anak yatim dan orang miskin tersebut. Sebelum pulang, para anak yatim dan orang miskin itu diberi bingkisan. Setelah kegiatan itu selesai seluruhnya, K. H. Ahmad Dahlan berkata kepada para santrinya, “Sekarang mari kita pindah kekajian berikutnya.” Begitulah bentuk pengamalan Surat Al Maun yang K. H. Ahmad Dahlan maksudkan dan harapkan. Luar biasa bukan?

                                345


"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang - orang yang salat, (yaitu) orangorang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna". (QS. Al Maun [107]: 1-7)

Rupanya cara K. H. Ahmad Dahlan mengamalkan isi Alquran ini memberi inspirasi kepada Syudja' karena di kemudian hari beliau menginisiasi berdirinya rumah sakit pertama Muhammadiyah yang saat itu masih berupa klinik sederhana pada tanggal 15 Februari 1923 di kampung Jagang, Notoprajan, Yogyakarta. Rumah sakit tersebut diberi Nama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi orang-orang miskin dan kaum duafa. Rumah sakit inilah yang kemudian pada sekitar era tahun 1980-an nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) dan mengilhami berdirinya ratusan RS Muhammadiyah atau Aisyiyah lainnya sampai dengan saat ini di seluruh wilayah Indonesia. Budi Setiawan, Ketua LPB (Lembaga Penanggulangan Bencana) PP Muhammadiyah 2010-2020 dalam tulisannya yang berjudul Menafsirkan Spirit Al Maun dan Aktivisme Kemanusiaan Muhammadiyah menuliskan bahwa berdasarkan rekam jejak sejarah, berdirinya PKO sendiri terilhami dari peristiwa meletusnya Gunung Kelud pada tahun 1919 (tujuh tahun setelah Muhammmadiyah berdiri) yang menelan korban jiwa sedikitnya 5000 orang tewas dan puluhan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal dan harus tinggal di tempat-tempat pengungsian. Peristiwa inilah kemudian yang mengusik jiwa Syudja’ untuk mendirikan PKO karena memandang memberikan pertolongan kepada sekian banyak korban yang sebagian besar saat itu 346


telah menjadi yatim, miskin, lemah dan membutuhkan bantuan tidak mungkin bisa dilakukan jika sendirian. Ijtihad terbaru Muhammadiyah di bidang ini adalah mendirikan Rumah Sakit atau Klinik Apung di atas sebuah kapal yang diberi nama Klinik Apung "Said Tuhuleley". Nama Said Tuhuleley Allahuyarham diambil dari nama seorang kader Muhammadiyah putra daerah asli Maluku yang hampir seluruh hidupnya diwakafkan untuk melayani rakyat yang lemah dan terpinggirkan. Beliau adalah mantan Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, majelis yang bertugas mengurusi dan

memberdayakan

golongan

yang

lemah

dan

dilemahkan,

terpinggirkan dan termarginalkan. Klinik apung ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dalam gelaran Tanwir Muhammadiyah di Ambon beberapa waktu lalu dan diharapkan mampu memberi pelayanan kesehatan kepada anak negeri di pulau-pulau terpencil yang masuk ke dalam kawasan 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) yang tak terjangkau fasilitas kesehatan sebelumnya. Di era ini kepedulian sosial Muhammadiyah dapat dilihat dari dibentuknya beberapa UPP (Unsur Pembantu Pimpinan) yang berwujud Majelis atau Lembaga di level Pimpinan Pusat sampai dengan daerah, bahkan cabang dan ranting Muhammadiyah di desa-desa, tak ketinggalan juga cabang istimewa Muhammadiyah di mancanegara. Tersebutlah semisal yang pertama Majelis Pelayanan Sosial (MPS) yang fokus menangani masalah-masalah sosial di masyarakat, panti asuhan dan panti jompo Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia berada dalam binaan Majelis ini. Kedua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) atau lebih dikenal sebagai Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) yang kiprahnya tidak hanya diakui di negeri sendiri 347


namun juga di luar negeri melalui beberapa misi-misi kemanusiaan yang sudah dilakukan. LPB atau MDMC adalah jawaban Muhammadiyah atas tafsir perintah menolong sesama dalam perintah agama dalam konteks kekinian yang dilandasi fakta bahwa Indonesia adalah negeri dengan potensi bencana yang tiada hentinya. LPB didirikan oleh PP Muhammadiyah sebagai amanat Muktamar 2010, namun cikal bakal LPB telah ada jauh sebelum itu yakni melalui beberapa operasi kemanusiaan yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah seperti peristiwa meletusnya Gunung Kelud (1919) dan Gunung Agung (1963), gempa dan tsunami Aceh (2004), Gempa Yogyakarta (2006), gempa dan tsunami di Tasikmalaya, Bengkulu, dan Padang dan sebagainya sehingga pada tahun 2007 Muhammadiyah membentuk satuan tugas yang disebut sebagai MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center). Dan yang ketiga adalah berdirinya Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah

Muhammadiyah

(LAZISMU)

pada

tahun

2002

yang

menghimpun ZIS umat untuk kemudian dikembalikan lagi ke umat dalam bentuk program-program bantuan, pembinaan, pemberdayaan dan lain sebagainya. LAZISMU bahkan kini juga ada di Jerman, Australia, Mesir, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Malaysia. Khusus di Taiwan tempat penulis pernah tinggal dan mengenyam pendidikan, dalam satu tahun pertama kelahiran Lazismu Taiwan telah menghimpun dan menyalurkan dana umat tak kurang dari 150 juta rupiah. Dana sebesar itu didistribusikan ke berbagai program yang sudah ditetapkan, seperti program siaga bencana dan tragedi kemanusiaan, tercatat Lazismu Taiwan pernah memberikan bantuan ke Gaza Palestina, bantuan tragedi banjir dan tanah longsor di Aceh serta erupsi Gunung Kelud. Dalam program bantuan pembangunan masjid di Taiwan dan Indonesia, 348


Lazismu Taiwan juga tercatat pernah mendonasikan sejumlah dana untuk pembangunan empat masjid. Bukti terhangat bagaimana Muhammadiyah konsisten peduli dengan isuisu kemanusiaan dengan spirit Al Maun nya adalah baru-baru ini Muhammadiyah membantu perjuangan ratusan petani Teluk Jambe, Karawang yang terlibat konflik agraria dengan sebuah perusahaan yang berakibat hilangnya hak milik tanah dan lahan pertanian mereka. Para petani tersebut disediakan tempat menginap di Panti Asuhan Muhammadiyah, dicukupi kebutuhan hariannya serta dibantu advokasi segala permasalahannya. Hal serupa juga dilakukan kepada para petani dari pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah yang menolak pembangunan

Pabrik

Semen

di

wilayahnya

karena

menilai

penambangan karst akan merusak lingkungan pertanian mereka. Selain contoh kasus-kasus di atas masih sangatlah banyak rekam jejak Muhammadiyah membela kaum yang lemah yang mustahil bisa penulis sajikan semuanya. Ashad Kusumadjaya, dalam bukunya yang berjudul “Islam Bagi Kaum Tertindas” bahkan mengatakan konsepsi Teologi Al Maun yang dibawa oleh K. H. Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah merupakan ilmu kalam baru yang mengaitkan keimanan dengan realitas sosial. Di mana dalam pelaksanaanya tidak semua orang sanggup dan siap menerimanya. Bahkan K. H. Ahmad Dahlan pernah dicap sebagai kafir hanya gara-gara membawa gagasan revolusionernya ini. Dalam praktiknya, Teologi Al Maun tidak berhenti hanya sebagaimana isi dari Surat Al Maun yakni tentang pelayanan kepada anak yatim dan orang-orang miskin. Jalan pendidikan yang dirintis oleh K. H. Ahmad Dahlan misalnya, adalah bentuk lain dari penjabaran makna 349


yang lebih luas dari Teologi Al Maun, bahwa kemiskinan sejatinya bisa dicegah dengan melahirkan generasi terdidik yang kemudian dengan bekal kecerdasannya mampu menganalisa apa penyebab kemiskinan sehingga bisa dihindari atau bahkan dicarikan solusi.

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pemberdayaan Daya menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Sedang kata berdaya memiliki arti berkekuatan, berkemampuan, atau bertenaga. Adapun kata pemberdayaan bermakna proses, cara, perbuatan untuk membuat berdaya. Muhammadiyah menyadari dengan sepenuh hati bahwa pembelaan kepada kaum lemah dan tertindas tidaklah cukup hanya dengan sekedar memberi bantuan berupa sandang, pangan, dan papan. Untuk itulah kemudian Muhammadiyah membangun konsep gerakan pemberdayaan yang diharapkan bisa memutus mata rantai segala persoalan sosial kemasyarakatan. Fakir, miskin, terbelakang, lemah, tertindas, terpinggirkan, terbaikan semuanya adalah akibat yang harus dicari tahu penyebabnya untuk kemudian dicarikan obatnya. Ibarat aliran sungai yang kotor di hilirnya, maka untuk menjernihkannya bisa ditempuh dengan mengambil air kotor tersebut dan menyaringnya namun sesungguhnya hal itu tidaklah sepenuhnya bisa menyelesaikan masalah karena aliran sungai masih akan kotor seterusnya. Aliran sungai yang kotor bisa diubah menjadi bersih jika kita menghilangkan pengotornya, sumber air yang bersih akan mengalirkan air yang bersih pula, aliran sungai di hulu yang bersih akan bersih pula di hilirnya. Begitu kira-kira gambaran konsep pemberdayaan yang dicita-citakan Muhammadiyah, menghilangkan 350


sumber masalahnya. Masyarakat dibantu dan dilatih untuk bisa "mengobati" sendiri lukanya sekaligus menciptakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) agar bisa bertahan menghadapi serangan-serangan penyakit berikutnya. Kaum duafa wal mustadh'afin yang menjadi objek dakwah

pemberdayaan

Muhammadiyah

diterjemahkan

secara

sederhana sebagai kaum yang lemah dan dilemahkan (tertindas). Kaum yang lemah penyebabnya bisa jadi karena banyak faktor, diantaranya adalah

warisan

kemiskinan,

keterbelakangan

pendidikan,

dan

semacamnya sedangkan kaum yang dilemahkan (tertindas) adalah segolongan manusia yang sesungguhnya pada mulanya tidak lemah namun kemudian menjadi lemah dan tertindas sebab pengaruh sistem kekuasaan yang tidak berperikeadilan dan berperikemanusiaan. Muhammadiyah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) adalah salah satu yang concern terhadap masalah ini. Bagaimana Muhammadiyah

bisa

membina,

membantu,

dan

mendampingi

masyarakat agar yang asalnya lemah bisa berdaya, yang asalnya dilemahkan bisa kembali berdaya, yang awalnya tertindas bisa kembali dientas, yang awalnya terpinggirkan dan termarjinakan menjadi diperhitungkan dan seterusnya. Dalam masalah ini, banyak sudah yang sudah dilakukan oleh MPM yang menjadi "penjaga muka" dan "penerus tradisi" Muhammadiyah yang dikenal pro wong cilik sejak dahulu kala. MPM adalah sahabat bagi perjuangan para petani, nelayan, buruh, dan kaum pinggiran lainnya dalam melawan ketidakadilan dan kesewenangwenangan rezim yang berkuasa. Salah satu aksi nyata Muhammadiyah dalam bidang pemberdayaan masyarakat adalah seperti apa yang saat ini dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah sekaligus juga MPM PW Muhammadiyah Jawa Timur 351


tentang advokasi para nelayan yang menolak peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan khususnya terkait pemakaian jaring cantrang atau payang dengan gerakan satu juta surat nelayan untuk Presiden. Selain itu program-program pelatihan keterampilan dan usaha bagi para buruh migran yang dilakukan oleh MPM Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan dan adanya bidang yang secara khusus mengurusi masalah sosial dan pemberdayaan masyarakat di hampir semua organisasi otonom Muhammadiyah juga menjadi contoh konkret bagaimana Muhammadiyah masih konsisten berada dalam barisan pembela kaum yang lemah dan termarginalkan.

Khotimah Kendatipun

demikian,

segala

yang

telah

dipersembahkan

oleh

Muhammadiyah dalam bidang kemanusiaan tidaklah telah sempurna dan tanpa cacat; kritik, saran, dan masukan dari berbagai kalangan tak sedikit yang telah dialamatkan ke Muhammadiyah. Piet H. Khaidir, intelektual muda mantan Ketua Umum DPP IMM periode 2001-2003 dalam salah satu tulisannya di buku Nalar Kemanusiaan Nalar Perubahan Sosial yang berjudul Tajdid Strategi Gerakan Muhammadiyah Untuk Peradaban

Berbasis

Kemanusiaan

mengkritisi

sepak

terjang

Muhammadiyah yang dinilai masih kurang berpengaruh dalam membentuk peradaban alternatif dalam skala lokal Indonesia dan dunia global. Muhammadiyah dinilai kurang mampu dalam memanage dan merekayasa sebuah ide, momentum sosial, dan ruang publik. Salah satu kritik Piet terhadap Muhammadiyah ialah terkait dengan strategi Muhammadiyah yang belum mampu merumuskan makna peradaban yang dicita-citakan. Konsepsi peradaban yang dimaksud Piet 352


ialah peradaban yang rigid dan realistis yang bisa menjadi alternatif di tengah carut marut peradaban saat ini. Akibatnya bisa ditebak, gerakan Muhammadiyah akhirnya seperti terjebak dalam rutinitas organisasi dan administratif belaka, berjalan secara sporadis dan kehilangan “roh” yang seharusnya ada dan menjiwai segala aktivitasnya. Fenomena ini dapat dengan mudah kita temukan di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dimana sebagian orang yang bernaung dibawahnya hanya sekedar menjalankan apa yang menjadi tugasnya secara profesional tanpa menghadirkan nilai-nilai Al Islam dan Kemuhammadiyahan bahkan tidak sedikit

pula

para

pegawai

AUM

tersebut

yang

bukan

kader

Muhammadiyah dan hanya sekedar numpang kerja dan hidup di Muhammadiyah. Menanggapi fenomena di atas, Piet menawarkan gagasan agar Muhammadiyah merumuskan (kembali) peradaban alternatif yang lebih konkret. Dan salah satu peradaban yang bisa diusung adalah dimensi peradaban yang diarahkan untuk mampu bergelut dan bersentuhan langsung dengan persoalan kemanusiaan yang universal dengan berpijak pada sisi kemanusiaan secara global dan mengesampingkan pijakan “konvensional” semacam formalitas agama, ras, etnis, suku, dan warga negara.

Secara

praksis,

menurut

Piet,

Muhammadiyah

perlu

menerjemahkan peradaban yang akan dibangunnya itu pada pola strategi kepeloporan genuine dalam mensponsori gerakan kemanusiaan untuk keadilan dan kesejahteraan global. Sesungguhnya ada hal yang seringkali terlupakan bahwa tujuan penciptaan manusia di dunia ini tidak hanya untuk beribadah kepada Allah lewat ritual-ritual keagamaan semata (hablun minallah) namun juga ibadah-ibadah yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia 353


(hablun minannas), bahkan dengan makhluk lainnya seperti hewan, tumbuhan, dan keseluruhan alam semesta beserta isinya. Seorang yang mengaku beriman harus senantiasa menjaga hubungan vertikal dengan Tuhan namun juga tak melupakan hubungan horizontal dengan sesama makhluk Tuhan. Kehidupan dunia dan akhirat adalah sama-sama penting untuk dipersiapkan dan diperjuangkan. Bukankah dalam doa kita selalu memohon agar diberikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta dijauhkan dari siksaan api neraka yang panasnya tak bisa dibayangkan? Menjadi seorang muslim yang kaffah tidaklah cukup bisa dicapai dengan rajin beribadah namun abai dengan sesama. Berorientasi akhirat yang kekal tidak lantas menafikan kehidupan dunia yang fana dan sementara. Dunia adalah ladang kita tempat berkebun dan bercocok tanam, di akhirat lah akan kita akan panen hasilnya. Bagaimana mungkin kita mengharapkan buah keluar dari ladang dan kebun kita namun tidak kita semai bibit dan rawat pohonnya? Bukankah Rasul pernah menegur sahabatnya yang hanya khusyuk berdoa mengharapkan rezeki datang kepadanya tanpa mau bekerja dan berusaha? Lupakah pula bahwa Rasul pernah melarang sahabatnya yang berlebihan dalam masalah agama, salat malam terus menerus tanpa jeda, tidak mau menikah karena ingin fokus beribadah, dan berpuasa sepanjang masa tanpa ada waktu seharipun untuk berbuka? Rasul ingin memberikan kita pelajaran bahwa kita sekarang hidup di dunia, maka hadapi dan nikmatilah hidup di dunia ini namun jangan lupakan persiapan untuk kehidupan yang lebih hakiki di akhirat nantinya. Hidup di dunia juga haruslah bisa memberi manfaat kepada orang lain apa pun suku, ras, dan agamanya. Bukankah Rasul sampai menjelang wafatnya mempunyai kebiasaan untuk menyuapi makan 354


seorang wanita Yahudi yang tua dan buta di Pasar Madinah padahal wanita tersebut selalu menghinanya? Lupakan juga bahwa Rasul pernah bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya? Dalam kehidupan di dunia ini tidaklah semua orang berkesempatan bisa merasakan kebahagiaan, bisa karena dilahirkan dalam keadaan yang serba kekurangan, diberikan cobaan penyakit yang tak kunjung menemui kesembuhan, atau diuji dengan masalah-masalah hidup yang tak berkesudahan. Maka seyogyanya kita sebagai sesama manusia yang diberi nikmat lebih oleh Tuhan bisa turut serta peduli terhadap nasib saudara-saudara kita yang hidup dalam kesulitan. Ikut memikirkan bagaimana mengentaskan mereka dari jurang kenestapaan. Karena sejatinya peduli dengan sesama adalah salah satu bentuk dari keimanan. Sebagai penutup marilah kita renungkan perkataan dari K. H. Ahmad Dahlan berikut: “Kita dapat mengukur kemiripan kita dengan Nabi, dengan melihat kepekaan kita terhadap penderitaan sesama” [K. H. Ahmad Dahlan] Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

1 Ramadan 1438 H 27 Mei 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Warga Muhammadiyah biasa 355


#23 BELAJAR IKHLAS DARI MUHAMMADIYAH

Muqoddimah

"Muhammadiyah bisa besar dan panjang umurnya itu karena keikhlasan para kader-kadernya"

Begitulah kira-kira kalimat yang sering penulis dengar ketika berada pada forum-forum resmi (struktural) maupun tak resmi (kultural) Muhammadiyah. Lalu kemudian timbul pertanyaan besar, keikhlasan seperti apakah yang bisa membuat Muhammadiyah yang pada awalnya hanya beranggotakan beberapa orang saja dan hanya ada di lokal Yogyakarta kini bisa menapaki usianya yang lebih dari satu abad dan telah memiliki puluhan juta anggota dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara bahkan sampai mancanegara dengan ditandai berdirinya Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah di 20 Negara? Keikhlasan model apakah yang membuat Muhammadiyah yang pada awalnya hanya memiliki satu Madrasah Diniyah sederhana berdinding gedeg (anyaman bambu) dan papan kini seabad kemudian telah mengelola puluhan ribu lembaga pendidikan, dari PAUD hingga Perguruan Tinggi yang tersebar sampai di pelosok-pelosok negeri bahkan telah berdiri

TK Aisyiyah Busthanul Athfal di Mesir dan 356


Malaysia, Universitas Muhammadiyah di Malaysia, dan yang terbaru telah terbelinya lahan seluas 10 Hektar di Narre Warren East, Melbourne, Australia yang dalam beberapa tahun ke depan akan digunakan pembangunan MAIS (Muhammadiyah Australia Islamic School)? Keikhlasan macam apa yang dilakukan Muhammadiyah

hingga

membuatnya kini bisa mengelola ratusan Rumah Sakit dan Klinik di seluruh Indonesia yang awalnya hanya ada satu RS PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) Muhammadiyah di Yogyakarta, bahkan tenaga dokternya pun masih disuplai oleh Pemerintah Kolonial Belanda saat itu karena belum mampunya Muhammadiyah menghasilkan tenaga dokter sendiri? Keikhlasan rupa bagaimana kah yang dilakukan Muhammadiyah hingga membuat pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Yohanes Paulus II menundukkan kepala di atas kursi roda sebagai tanda penghormatan saat

disebut

nama

Muhammadiyah

ketika

menerima

wakil

Muhammadiyah di Vatikan, padahal ketika itu Muhammadiyah mendapat giliran ke-37 dari total 150 perwakilan tokoh agama sedunia dan Paus tidak menundukkan kepala saat menerima tokoh agama lainnya? Barangkali tulisan sederhana ini akan sedikit dapat membuka mata kita bagaimana ikhlas ala Muhammadiyah. Ikhlas yang dilakukan oleh tokoh dan akar rumput Muhammadiyah yang kemudian dapat membesarkan Muhammadiyah sampai dengan satu abad lamanya. Tentu saja apa yang penulis sajikan tidaklah ada seujung kuku untuk dapat secara keseluruhan menceritakan semua keikhlasan yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan kader-kadernya. Karena sekali lagi, sangat sulit untuk dapat menemukan cerita-cerita ikhlas di Muhammadiyah, karena mungkin disebabkan terlalu ikhlasnya hingga tidak banyak yang 357


diketahui dan diceritakan ke orang dan media massa, cukup hanya Allah sebagai saksinya. Sebagaimana semboyan yang sering kita dengarkan di Muhammadiyah, "Sedikit Bicara Banyak Bekerja" ! Di balik segala sisi kontroversialnya yang akan kami tuliskan dalam bagian selanjutnya dari bab ini tentang hubungannya dengan Buya Hamka dan umat Islam, Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno yang juga merupakan anggota Muhammadiyah dalam suatu kesempatan pernah berkata, “Dengan sedikit bicara banyak bekerja, Muhammadiyah telah memodernisasi cara mengembangkan Islam hingga di seluruh tanah air Indonesia, mulai Sabang sampai Merauke telah berdiri cabang-cabang dan ranting-rantingnya. Selaku orang yang pernah berkecimpung dalam lingkungan Muhammadiyah, saya berpesan kepada saudara-saudara supaya selalu berpegang teguh kepada motto “banyak bekerja”. Inilah sebabnya Muhammadiyah berkumandang dan menjadi besar” Kisah-kisah hikmah berikut pun penulis ringkaskan dari berbagai macam sumber hasil mengikuti kajian dan mengakrabi buku-buku bacaan serta tak lupa dari hasil pengamatan langsung di lapangan serta cerita dari sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Penulis sengaja menyajikan tulisan ini dengan harapan agar bisa kita teladani keikhlasan yang ada di Muhammadiyah. khususnya bagi kita semua yang mengaku kader,

pelopor,

pelangsung,

dan

penyempurna

perjuangan

Muhammadiyah. Selamat membaca !

Keikhlasan Ahmad Dahlan, Sang Pendiri Muhammadiyah Dalam buku yang berjudul Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, Catatan Haji Muhammad Syoedja' pada halaman 149-153 dituliskan 358


cerita tentang peristiwa K. H. Ahmad Dahlan, Allahuyarham yang melelang barang-barang pribadinya. Alkisah, pada saat itu tahun 1922, 10 tahun sejak berdirinya Muhammadiyah. Perguruan Muhammadiyah semakin berkembang pesat dengan bertambahnya jumlah murid setiap tahunnya. Penambahan jumlah murid tersebut mau tidak mau harus diikuti dengan penambahan jumlah kelas. Sehingga pengeluaran sekolah membengkak karena pengeluaran kebutuhan kelas juga bertambah disamping untuk membayar gaji para Bapak dan Ibu guru yang mengajar di kelas. Karena kondisi keuangan sekolah sangat terbatas meskipun telah ditambah dengan uang Muhammadiyah, gaji para guru tersebut tidak dapat dibayarkan oleh sekolah sampai beberapa bulan. Kondisi ini menyebabkan K. H. Ahmad Dahlan prihatin dan merasa kasihan terhadap nasib para guru yang telah berkorban mengajar anak-anak di sekolah namun gajinya belum dibayarkan. Suatu ketika, K. H. Ahmad Dahlan mengumpulkan para pengurus Muhammadiyah yang di dalamnya sebagian adalah para saudagar di rumahnya. K. H. Ahmad Dahlan hendak melelang barang-barang pribadinya untuk kemudian hasil lelangnya digunakan untuk melunasi gaji para guru di sekolah yang belum terbayarkan. K. H. Ahmad Dahlan melelang hampir semua barang di rumahnya kecuali hanya menyisakan sedikit saja. Meja, kursi, jam dinding, sampai baju, jas, dan sorban pun dijual semuanya. Dari lelang didapatkan hasil sekitar 4000 gulden, 60 gulden diantaranya diambil oleh K. H. Ahmad Dahlan untuk kebutuhan keluarga dan sisanya digunakan untuk membayar gaji guru dan keperluan sekolah lainnya. Rupanya keikhlasan K. H. Ahmad Dahlan dalam menghidup-hidupkan Muhammadiyah ini mengetuk hati para pengurus lainnya, tak terkecuali orang-orang yang telah membeli barang-barang pribadi K. H. Ahmad Dahlan tadi. Serta merta barang359


barang yang sudah dibeli tersebut dikembalikan lagi ke K. H. Ahmad Dahlan untuk digunakan kembali. Mereka mengikuti jejak K. H. Ahmad Dahlan mengikhlaskan harta pribadinya digunakan dalam perjuangan agama melalui Persyarikatan Muhammadiyah yang mereka cintai. Efek dari peristiwa K. H. Ahmad Dahlan melelang barang-barang pribadinya ini kemudian sungguhlah luar biasa. Pada tahun 1922 tersebut kemudian warga Muhammadiyah dan kaum muslimin lainnya berbondong-bondong mendermakan hartanya untuk Muhammadiyah. Ada yang mewakafkan tanahnya untuk kantor PP Muhammadiyah (Dulu H. B. Muhammadiyah), ada pula yang mewakafkan tanah untuk pembangunan musala Aisyiyah, gedung pengajian, gedung Nasyiatul Aisyiyah, dan pembangunan rumah miskin. Selain wakaf tanah ada juga yang mendermakan mobilnya untuk keperluan dakwah Muhammadiyah. Teladan yang luar biasa dari K. H. Ahmad Dahlan, ikhlas mendermakan hampir semua harta bendanya untuk kepentingan dakwah Islam. Teladan dengan perilaku langsung yang kemudian dapat membukakan hati orang lain untuk mengikutinya, sedikit bicara banyak bekerja. Keikhlasan

yang

berbuah

manis

dengan

tumbuh

kembangnya

Muhammadiyah sampai dengan saat ini.

Sekali Lagi, Belajar Ikhlas dari Buya Hamka, Sang Tokoh Muhammadiyah Kisah ini sebenarnya sudah pernah penulis ceritakan pada tulisan terdahulu dengan judul "Menyegerakan Memohon Maaf dan Ampunan" edisi 2 Ramadan 1438 H, namun tidak ada salahnya dalam kesempatan ini penulis sajikan kembali mengingat kisah ini sangat inspiratif, setidaknya bagi penulis pribadi dan semoga juga diamini oleh para 360


pembaca. Dalam edisi kali ini, cerita tentang Buya Hamka kami lengkapi dengan menyertakan beberapa sumber rujukan, di mana rujukan utama berasal dari kesaksian Irfan Hamka, putra kelima Buya Hamka yang ditulis dalam bukunya yang berjudul Ayah… pada halaman yang ke-255 sampai 265. Semoga kita semua bisa meneladani bagaimana ketinggian akhlak salah seorang tokoh Muhammadiyah dan Ulama besar umat Islam, Buya Hamka Allahuyarham yang memiliki jiwa pemaaf dan keikhlasan yang melampaui banyak orang di zamannya. Seseorang yang akhirnya

bisa

"berdamai"

dengan

orang-orang

yang

dahulu

menzaliminya. Selamat membaca ! Kisah yang pertama tentang Buya Hamka dengan Presiden Soekarno. Sewaktu Soekarno meninggal, Beliau meninggalkan wasiat yang isinya jika Beliau meninggal meminta kesediaan Buya Hamka untuk menjadi imam salat jenazahnya. Buya Hamka yang dihubungi oleh ajudan Presiden Soeharto yang bernama Mayjen Soeryo (versi lain Buya Hamka dihubungi oleh Kafrawi, Sekjen Kementerian Agama saat itu) langsung meluncur ke rumah duka di Wisma Yaso untuk kemudian menunaikan wasiat Soekarno pada 16 Juni 1970. Jadilah Hamka memimpin salat jenazah

Presiden

pertama

sekaligus

proklamator

kemerdekaan

Indonesia itu, nampak kesedihan terpancar dari wajah Hamka melihat Soekarno telah tiada, air matanya pun tak kuasa untuk ditahankan. Begitu luar biasa Hamka, sungguh mulia budi dan akhlaknya, beliau bersedia memimpin salat jenazah orang yang pernah menjebloskannya ke dalam penjara selama 2 tahun 4 bulan lamanya (1964-1966) tanpa melalui proses persidangan. Hamka dituduh melanggar Undang-Undang Anti-Subversif Pempres No. 11 karena merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno (Sumber lain menyebutkan selain dituduh merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno, Buya Hamka 361


juga dituduh akan membunuh Menteri Agama saat itu, Syaifuddin Zuhri, salah satu yang berkata demikian ialah Dr. Taufiq Ismail). Anab Afifi dan Thowaf Zuharon dalam bukunya yang berjudul Ayat-Ayat yang Disembelih menceritakan bagaimana Buya Hamka kala berada di dalam penjara disiksa sedemikian rupa bahkan diancam akan disetrum kemaluannya berdasarkan kesaksian salah seorang muridnya, K. H. Cholil Ridwan. Hamka justru bersyukur karena di dalam penjaralah ia akhirnya bisa menyusun Tafsir Al Azhar yang fenomenal itu lengkap 30 juz banyaknya. Hamka tak dendam dan ikhlas memaafkan sikap Soekarno kepadanya. Tatkala Hamka memutuskan untuk memenuhi wasiat Soekarno menjadi imam salat jenazahnya, banyak sekali sahabatsahabat Beliau yang menyayangkan karena teringat perlakuan Soekarno terhadap Hamka, bahkan ada yang berucap bahwa Soekarno adalah orang munafik karena lebih dekat dengan golongan yang anti Tuhan dibandingkan dengan umat Islam. Mendengar pandangan dan komentar para sahabatnya itu, Hamka dengan lemah lembut pun berucap demikian yang kami kutipkan dari tulisan Irfan Hamka: “Hanya Allah yang mengetahui seseorang itu munafik atau tidak. Yang jelas, sampai ajalnya, dia tetap seorang muslim. Kita wajib menyelenggarakan jenazahnya dengan baik. Saya tidak pernah dendam kepada orang yang pernah menyakiti Saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama 2 tahun 4 bulan saya ditahan, Saya merasa semua itu merupakan anugerah yang tiada terhingga dari Allah kepada Saya, sehingga Saya dapat menyelesaikan Kitab Tafsir Alquran 30 Juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu Saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan itu. Ada lagi jasa besar Soekarno untuk umat Islam di Indonesia. Dua buah masjid. Satu di Istana Negar, yaitu Masjid Baitul Rahim, dan satunya lagi sebuah masjid yang terbesar di Asia Tenggara, yaitu Masjid Istiqlal. Mudah-mudahan 362


jasanya dengan kedua masjid tersebut dapat meringankan dosa Soekarno.” Kisah indah selanjutnya masih tentang Buya Hamka, kali ini tentang hubungannya dengan Pramoedya Ananta Toer, keduanya adalah penulis dan sastrawan legendaris Indonesia pada masanya bahkan sampai kini masih harum namanya. Hubungan keduanya pernah renggang tatkala Pramoedya pernah menuduh Hamka maling pada awal 1963. Melalui surat kabar Harian Rakyat dan lembar Lentera di Harian Bintang Timoer pimpinan Pram, Pram menuduh dan memfitnah Hamka plagiat atas karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karena dianggap menjiplak karya seorang pujangga Perancis yang bernama Alvonso Care dan juga seabrek tuduhan jahat lainnya atas hasutan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan LEKRA (Lembaga Kedaulatan rakyat). Namun selang beberapa tahun kemudian justru Pram memerintahkan anak gadisnya, Astuti untuk mengislamkan Daniel Setiawan (calon suami Astuti yang keturunan Cina) kepada Hamka sekaligus belajar agama kepadanya. Pram mempercayakan anak gadis dan calon menantunya untuk belajar agama hanya kepada Hamka. Kata Pram, ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya mengapa mengutus anak dan calon menantunya kepada Hamka: “Masalah faham kami tetap berbeda. Saya ingin putri saya yang seorang muslimah harus bersuami dengan laki-laki seiman. Saya lebih mantap mengirim calon menantu Saya belajar agama dan masuk Islam kepada hamka”. Hamka pun dengan tangan terbuka menerima kehadiran keduanya tanpa sedikit pun mengungkit-ungkit bagaimana perlakuan Pram kepadanya beberapa tahun sebelumnya. Lihatlah bagaimana sikap Hamka yang berbesar hati dan ikhlas memaafkan orang yang pernah menuduh dan berusaha membunuh karakternya. 363


Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa tak hanya Pramoedya dan Soekarno saja yang pernah bermasalah dengan Buya Hamka, namun juga salah seorang tokoh besar nasional lainnya, salah seorang anggota kontituante dari PNI (Partai Nasional Indonesia), Moh. Yamin. Bersama dengan Soekarno, Moh. Yamin disebut turut andil dalam pembunuhan karakter dan proses penjeblosan Buya Hamka ke dalam penjara. Moh. Yamin sangat membenci Buya Hamka karena perbedaan pandangan politik terkait dasar negara dalam sidang konstituante walau keduanya sama-sama putra asli Sumatera Barat. Buya Hamka yang merupakan wakil dari Partai Masyumi sangat keras menghendaki asas Islam sebagai dasar

negara.

Dalam

suatu

persidangan

Buya

Hamka

pernah

melontarkan pandangan politiknya yang kemudian menjadikannya dibenci oleh sebagian besar golongan nasionalis dan komunis yang salah satunya adalah Moh. Yamin, Hamka berkata: “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kia mengambil jalan menuju neraka.” Namun diakhir hayatnya, saat sedang sakit keras dan dirawat di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat), Yamin meminta orang terdekatnya, Chaerul Saleh yang juga salah seorang Menteri pada waktu itu untuk menemui Buya Hamka. Saleh membawa dua pesan dari Yamin untuk Hamka, yang pertama ialah meminta kesediaan Buya Hamka mendampingi di saat-saat terakhirnya dan yang kedua, meminta bantuan Buya Hamka untuk bersedia mendampingi dan menguburkan jasadnya di tanah kelahirannya, Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat karena Yamin sangat khawatir adanya penolakan masyarakat Talawi atas jenazahnya disebabkan ketika terjadi gejolak di Sumbar, Yamin salah seorang tokoh yang sangat keras mengutuk upaya pemisahan dari NKRI. Sesampainya di RSPAD, Buya Hamka langsung menjabat tangan Yamin dan mencium keningnya, orang yang bertahuntahun begitu membencinya. Melihat kedatangan Hamka, Yamin pun 364


meminta maaf kepada Hamka, Hamka pun ikhlas memaafkannya. Yamin pun akhirnya wafat dengan membaca kalimat tauhid yang dituntunkan Hamka disampingnya. Saat proses pemakaman jenazah Yamin di Talawi, Buya Hamka pun bersedia memenuhi permintaan terakhirnya, mengantar jenazanya sampai ke liang lahat di tanah kelahirannya. Keikhlasan memaafkan Buya Hamka sungguh luar biasa, bahkan bisa disebut jauh melampaui orang-orang pada masanya. Hamka ikhlas memaafkan kesalahan orang-orang yang dahulu menzaliminya, bahkan tak cukup hanya ikhlas memaafkan, namun Hamka memberi lebih dari itu semua. Hamka bersedia mendidik agama putri dan calon menantu Pram yang baru masuk Islam. Hamka juga bersedia memimpin salat jenazah Soekarno sebagaimana wasiat Soekarno agar ketika wafat minta Hamka yang mensalatinya. Hamka pula orangnya yang ikhlas memaafkan kesalahan Moh. Yamin dan membimbingnya mengucap kalimat tauhid sebelum wafatnya. Subhanallah.

Yang Hanya Terdengar Nama Besarnya Kisah pada bagian ini terinspirasi dari pengalaman penulis sendiri ketika menghadiri Kajian Ramadan 1438 H PW Muhammadiyah Jawa Timur di UMM Dome 3-4 Juni 2017 yang lalu bersama dengan peserta lainnya. Barangkali akan terdengar sedikit "lucu" atau "miris" apa yang akan penulis sampaikan namun sejatinya sarat makna di dalamnya. Waktu itu sedang berlangsung sesi terakhir kajian dengan Pemateri Prof. Dr. A. Malik Fadjar, M.Sc dan Prof. Dr. Din Syamsudin, MA yang mengangkat tema "Membesarkan Muhammadiyah Melalui Gerakan Filantropi Kalangan Alit dan Elit". 365


Ketika Penulis dan beberapa peserta kajian lainnya sedang menyimak paparan dari pemateri berdua. Entah bagaimana kemarin ceritanya, tibatiba dalam kajian tersebut ada salah seorang kader IMM salah satu kampus besar di Malang yang duduk di sebelah saya menceritakan pengalaman pribadinya. Ini cerita pertama, alkisah waktu itu, kader ini bertindak sebagai panitia lomba MTQ di kampusnya, dia bertugas untuk mengatur antrian atau giliran peserta lomba hifdzil (hafalan) Quran tampil sesuai dengan nomor urutnya. Tiba-tiba datang seseorang yang, menurut kader ini, sosok "orang tua/sepuh" yang asing duduk di sebelahnya tanpa berkata apa-apa. Karena penasaran dan mungkin juga diliputi banyak tanda tanya, akhirnya si kader memberanikan diri menyapa “Si Bapak Sepuh" itu dan menanyakan keperluannya berada di arena perlombaan MTQ. "Si Bapak Sepuh" hanya menjawab dengan santai bahwa kehadirannya hanya sekedar untuk melihat-lihat saja. Dijawab demikian si Kader tadi hanya manggut-manggut saja. Namun tak lama kemudian si kader ini tahu siapa sebenarnya "Si Bapak Sepuh" itu, karena tak lama berselang setelah obrolan singkat itu, datang salah seorang dosen/dewan juri MTQ tersebut dan menyapa "Si Bapak Sepuh" dengan sebutan "Prof". Ternyata "Si Bapak Sepuh" tadi adalah Prof. Dr. Thohir Luth, M.A, Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang juga Ketua PPA (Pusat Pembinaan Agama) di kampus

yang

sama,

juga

merupakan

salah

seorang

petinggi

Muhammadiyah di Jawa Timur, pada periode 2015-2020 ini Beliau diamanahi sebagai Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur setelah pada periode sebelumnya menjabat sebagai Ketua. Rupanya nama besar Prof. Thohir Luth ini yang menggema kemana-mana tanpa diketahui yang mana orangnya, setidaknya bagi si Kader tadi yang tidak tahu bahwa yang diajak berbicara tadi adalah seorang "Kiai khos" 366


Muhammadiyah. Terlepas dari rasa "lucu" atau bahkan "miris" karena seharusnya sebagai seorang kader mengenal para ayahandanya di Muhammadiyah khususnya para pimpinannya namun saya berusaha mengambil sudut pandang dari perspektif lainnya. Hasil pengamatan pribadi selama ini memang demikian adanya, tipikal orang-orang Muhammadiyah termasuk para pimpinannya memang lebih banyak tidak terkenal wajahnya namun yang lebih dikenal hanya nama besarnya, namanya bisa menjadi besar dan terkenal itu karena karya dan jasa-jasanya bagi Muhammadiyah, umat, dan bangsa. Para pimpinan Muhammadiyah tidak seperti pimpinan-pimpinan partai atau caleg yang fotonya di mana-mana ada namun sebenarnya kosong karyanya. Para warga dan pimpinan Muhammadiyah bukanlah tipe-tipe yang haus diliput media massa saat berkarya untuk agama dan bangsa. Barangkali sampai dengan hari ini, ada orang Muhammadiyah atau rakyat Indonesia masih belum tahu Dr. Haedar Nashir, M.Si, Ketum Muhammadiyah itu yang mana orangnya saking "ikhlas"nya warga Muhammadiyah dalam beramal dan bekerja. Masih dalam kesempatan yang sama, Saya mendapatkan cerita kedua dari kader IMM lainnya tentang bagaimana nama besar tokoh-tokoh Muhammadiyah tetap melegenda walau tidak diketahui yang mana sosoknya. Waktu itu Kader tersebut masih mengenyam pendidikan menengahnya di sekolah kader Muhammadiyah di Yogyakarta, yakni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah. Suatu hari Si Kader ini juga melihat ada seorang "Bapak Sepuh" yang sedang berbelanja detergen kalau tidak di minimarket milik sekolah ya di minimarket umum dekat sekolah (maaf Saya lupa mengingatnya). Yang pasti kehadiran seorang "Bapak Sepuh" ini lalu menyita perhatian si kader ini sehingga secara 367


spontan berkata kepada temannya kurang lebih "Mbah ini siapa sih ya, jauh-jauh ke sini cuma beli r*nso (merk deterjen)" Cerita tentang "Bapak Sepuh" tidak berhenti di situ. Dalam kesempatan lainnya, sewaktu selesai jemaah salat Magrib, diceritakan oleh si Kader tadi bahwa tiba-tiba "Bapak Sepuh" yang sama, yang dijumpainya membeli detergen di minimarket tadi bangkit dan lalu berdiri di mimbar mengisi ceramah, maka bertambah heranlah si Kader tadi tentang siapa sebenarnya sosok si "Bapak Sepuh" ini. Isi ceramahnya pun yang diceritakan ke Saya sangat unik, yakni nasehat untuk tidak hanya membaca Alquran saja, namun harus baca buku lainnya tak terkecuali Novel. Saya pribadi bisa menangkap maksudnya bahwa Si "Bapak Sepuh" ingin mengajarkan ke para santri bahwa membaca Alquran itu baik, namun jangan menghabiskan waktu untuk hanya membaca Alquran, ada banyak hikmah dan pelajaran di luar sana yang juga merupakan tandatanda kekuasaan Allah. Alquran adalah ayat-ayat qouliyah namun alam semesta adalah ayat-ayat kauniyah yang juga harus ditadaburi hadirnya. Membaca buku-buku lainnya termasuk novel juga banyak hikmah dan pelajaran yang bisa didapatkan nantinya, sebagai seorang santri dan kader

Muhammadiyah

haruslah

luas

cakrawala

berpikir

dan

pengetahuannya dan semua itu bisa didapatkan dengan budaya membaca. Belakangan akhirnya si Kader tahu siapa "Si Bapak Sepuh" tersebut, Beliau tak lain adalah Buya Prof. Dr. A. Syafi’i Ma'arif, M.A. Tokoh Muhammadiyah

dan

guru

bangsa,

Mantan

Ketua

Umum

PP

Muhammadiyah 2000-2005 yang juga alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah

Yogyakarta.

Lihatlah,

sekali

lagi,

terlepas

dari

"keharusan" santri mengenal wajah "kiai" nya, Buya Syafi’i nyatanya 368


lebih dahulu harum namanya di kalangan para santri walaupun belum dikenal wajahnya. Keikhlasannya berjuang di Muhammadiyah tak lantas membuatnya mudah dikenal oleh orang banyak, karena, sekali lagi, sedikit bicara banyak bekerja. Tetap berkarya walau tidak diliput media massa, tetap bekerja walau tidak ada foto di baliho-baliho raksasa. Itulah Buya, dan Saya yakin semua Pimpinan Muhammadiyah juga seperti itu adanya. Cerita ketiga dan terakhir, masih di kesempatan Kajian Ramadan PWM Jawa Timur, saat itu Prof. Dr. Din Syamsudin, M.A Dan Prof. Dr. A. Malik Fadjar, M.Sc telah selesai memberikan materi. Sesaat sebelum acara ditutup, lagi-lagi ada seorang "Bapak Sepuh" naik ke atas panggung, mengambil microphone dan berdiri di samping kedua pemateri memberikan beberapa patah kalimat sebagai penutupan. Saya pribadi sangat mengenal siapa sosok "Bapak Sepuh" tersebut namun ternyata tidak demikian dengan salah seorang peserta kajian di sebelah Saya yang bertanya, "Mas, itu yang lagi ngomong moderator ta?". Ditanya seperti itu spontan Saya tersenyum sambil menjawab "Bukan, itu Pak Sa'ad Ibrahim, Ketua PWM Jatim". Yang bertanya pun akhirnya nyengir mengetahui kepolosannya. Sama dengan Prof. Thohir dan Buya Syafi’i, selama ini ternyata orang-orang hanya mengenal nama besar Dr. K. H. Sa'ad Ibrahim sebagai Ketua PWM Jawa Timur tanpa diketahui yang mana wajahnya. Kisah tentang ketiga tokoh Muhammadiyah di atas menyisakan beberapa catatan. Diantaranya adalah, terlepas dari "publikasi" profil pimpinan yang dianggap kurang massif karena nyatanya wajah para pimpinan belum familiar di akar rumput serta kesungguhan akar rumput apalagi kader untuk lebih mengenal pimpinannya yang masih kurang dan harus 369


lebih ditingkatkan. Cerita di atas memberi kita pelajaran bahwa di Muhammadiyah itu tidak terlalu penting dan dipentingkan dikenal wajah dan sosoknya sebagai pimpinan atau kader Muhammadiyah namun sejatinya

malah

tidak

ada

kontribusinya

bagi

Muhammadiyah.

Kesederhanaan Prof. Thohir dan Buya Syafi’i juga patut untuk kita teladani, bagaimana seorang tokoh besar Muhammadiyah yang bergelar Profesor Doktor bisa begitu merakyat dan tidak sedikit pun ada rasa sombong di dadanya, sangat rendah hati dengan sesamanya bahkan kepada orang yang jauh lebih muda. Yang terakhir adalah keikhlasan mereka berjuang untuk Muhammadiyah tiada duanya bahkan dengan "resiko" tidak dikenal wajah dan sosoknya mereka tetaplah berjuang, sangat berbeda dengan para politisi di luar sana yang numpang tampang tapi tidak melakukan apa-apa.

Keikhlasan Akar Rumput Muhammadiyah Rupanya keikhlasan Muhammadiyah tidak hanya monopoli sang pendiri dan tokoh-tokoh besarnya. Di tataran akar rumput juga demikian adanya. Sebagai bagian dari struktural terbawah Muhammadiyah yakni di ranting (desa) penulis merasakan sendiri bagaimana jemaah Muhammadiyah di desa juga

tak kurang-kurang ikhlasnya dalam

membesarkan Muhammadiyah dan berjuang untuk kepentingan agama. Menjamurnya AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) seantero negeri bisa dikatakan karena spirit keikhlasan berjuang para jemaah di akar rumput. Telah jamak diketahui bahwa semua amal usaha Muhammadiyah apa pun bentuknya, mulai dari sekolah sampai kampus, klinik sampai rumah sakit, panti asuhan sampai panti jompo, dan seterusnya semua hak miliknya berada di tangan Persyarikatan Muhammadiyah. Padahal biaya 370


untuk membangun itu semua adalah berasal swadaya jemaah di akar rumput. Di ranting saya misalnya, sebuah desa kecil di Lamongan, Jawa Timur, mempunyai satu masjid dengan 2 lantai, 1 gedung Madrasah Ibtidaiyah, dan 1 gedung TK ABA dan PAUD serta beberapa tanah wakaf. Biaya untuk membangun semua itu hampir semua berasal dari jemaah sendiri dengan sistem patungan dan sebagian lainnya dari bantuan pihak luar baik pemerintah maupun swasta. Namun lihat, setelah semuanya tegak

berdiri,

semua

bangunan

tersebut

diatas

namakan

Muhammadiyah. Tidak ada lagi nama-nama pribadi yang menguasai hak milik aset-aset Muhammadiyah di mana pun berada. Fenomena serupa terjadi di mana-mana. Bagaimana orang-orang desa yang tak seberapa penghasilannya mampu menyisihkan sebagian hasil panennya untuk keperluan pembangunan masjid dan sekolah di rantingnya, tak cukup dengan harta, sumbangan tenaga pun dikeluarkan tatkala ada kerja bakti dalam proses pembangunannya. Namun setelah semua jerih payahnya terbayar dengan berdirinya masjid dan sekolah bukan malah dimiliki seutuhnya namun malah diberikan kepada Muhammadiyah. Orang-orang yang menyumbang harta dan tenaga tak dapat bagian apa-apa, semuanya diberikan kepada Muhammadiyah. Keikhlasan model apakah ini sebenarnya? Dalam kesempatan lain, Saya juga pernah mendapatkan "curhatan" seorang guru TK ABA di suatu daerah yang hanya digaji sekitar 300 ribu rupiah per bulannya. Barangkali di daerah lainnya juga seperti itu, masih banyak guru-guru sekolah Muhammadiyah dan guru ngaji di TPQ Muhammadiyah yang mendapatkan gaji "ala kadarnya". Tapi apakah kemudian dengan penghasilan segitu para guru tersebut berhenti dan mogok mengajar dan berjuang di Muhammadiyah? Ternyata tidak, 371


kebanyakan mereka masih ikhlas bertahan walau dalam kondisi serba kekurangan, bahkan sebagian diantaranya juga ikut membesarkan Muhammadiyah lewat organisasi otonomnya. Mari sekali lagi kita liat, akar rumput Muhammadiyah, jemaah di desadesa pun mewarisi spirit keikhlasan ala Muhammadiyah. Ikhlas memberi apa saja yang dipunyai, tetap ikhlas berjuang walau kondisi pribadi memprihantinkan.

Orang-orang

desa

yang

boleh

jadi

hanya

berpendidikan rendah namun ternyata memiliki ketinggian budi pekerti. Orang-orang yang boleh jadi berpenghasilan tak seberapa namun tetap mampu sebagian mengeluarkan hartanya bagi kepentingan agama.

Dari Muhammadiyah untuk Bangsa dan Peradaban Dunia Muhammadiyah telah berdiri jauh sebelum bangsa ini merdeka. Dan kalau mau jujur menilai, sumbangsih Muhammadiyah kepada negara tak terhitung lagi banyaknya. Mulai dari masa pra kemerdekaan saat masa penjajahan sampai kepada pasca kemerdekaan dan bahkan sampai hari ini Muhammadiyah masih terus ikhlas berkarya untuk bangsa. Muhammadiyah baik secara kelembagaan maupun melalui kaderkadernya telah memberikan bukti nyata kontribusinya bagi bangsa dan negara dengan tulus ikhlas tanpa menggarap imbalan apa-apa. Saat masa pra kemerdekaan misalnya, Muhammadiyah secara institusi membentuk Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, yang dari rahim Hizbul Wathan inilah kemudian lahir sosok Sudirman, Sudirman inilah yang kelak menjadi panglima pertama Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang memimpin perang gerilya melawan penjajah walau dalam kondisi sakit parah. Saat masa persiapan kemerdekaan Indonesia, tercatat nama-nama 372


kader

Muhammadiyah

berperan

aktif

dalam

mempersiapkan

kemerdekaan Indonesia, menyusun dasar negara, konsep bernegara, dan seterusnya. Nama-nama seperti Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, Mas Mansur, dan lainnya adalah yang terlibat dalam kepengurusan BPUPKI, PPKI, maupun Panitia Sembilan yang menggodok dasar negara Pancasila. Bahkan, Sang Proklamator, Ir. Soekarno juga merupakan kader Muhammadiyah yang jasanya kepada bangsa dan negara tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana besarnya. Saat masa pasca kemerdekaan juga Muhammadiyah melalui kader-kadernya masih turut berperan aktif dalam mengawal kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah K. H. Mas Mansur, bersama dengan K. H. Wachab Hasbullah dari NU menjaga rasa kecintaan terhadap tanah air dengan mendirikan gerakan "Nahdhatul Wathan" di Surabaya dan lembaga lainnya yang memakai kata "Wathan" yang berarti (tanah air / bangsa). Tak lupa sumbangsih pemikiran dari Ir. Djuanda, kader Muhammadiyah lainnya yang berjasa menjadikan negara Indonesia sebagai negara kepulauan dengan batas wilayah sebagaimana yang kita nikmati sekarang luasnya. Secara kelembagaan, Muhammadiyah berkontribusi nyata kepada bangsa dan negara dengan "sumbangan" puluhan ribu amal usahanya, mulai dari lembaga pendidikan sampai fasilitas kesehatan yang kesemuanya

dipersembahkan

bagi

seluruh

anak

bangsa

tanpa

memandang apa pun latar belakang agama, suku, dan ras nya. Muhammadiyah bahkan seringkali telah bergerak dan berada di garda terdepan di saat pemerintah masih dalam alam ide dan gagasan. Saya jadi teringat dengan almamater saya di kampung, Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah yang telah berdiri sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1942 dan menjadi salah satu sekolah tertua di Lamongan, 373


saat itu jangankan telah ada sekolah negeri, bangsa Indonesia saja belum berdiri. Pengelolaan ibadah haji secara kolektif yang saat ini dikelola oleh Kementerian Agama juga terinspirasi dari Muhammadiyah puluhan tahun lalu saat H. Syudja' memimpin rombongan haji pertama Muhammadiyah yang menyewa kapal dari pihak swasta. Tentu saja sumbangsih Muhammadiyah masih sangatlah banyak kepada bangsa dan negara yang tidak mampu untuk penulis sajikan semuanya. Peran Muhammadiyah tidak hanya dirasakan di dalam negeri namun juga menyasar sampai ke luar negeri. Diantara sumbangsih itu adalah Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam yang sangat aktif menyerukan Islam yang moderat, yang rahmatan lil alamin ke seluruh penjuru dunia. Muhammadiyah juga dalam beberapa kesempatan berperan penting dalam penanggulangan bencana maupun krisis kemanusiaan yang terjadi di luar negeri. Tercatat Muhammadiyah pernah mengirimkan tim relawan saat badai menerjang Filipina dan gempa memporak porandakan Nepal. Juga pemberian bantuan atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Rohingya, Myanmar, juga tak lupa di Palestina dan Suriah yang sampai saat ini masih bergejolak. Tak berhenti di pemberian bantuan berupa logistik dan advokasi, Muhammadiyah juga turut berperan aktif dalam pembangunan peradaban dunia. Salah satunya lewat pembangunan sumber daya insani, beberapa tahun terakhir Muhammadiyah memberikan beasiswa di Perguruan Tinggi Muhammadiyah bagi warga muslim minoritas yang ada di Asia Tenggara, khususnya Thailand, Myanmar, dan Filipina. Selain diberikan pendidikan sesuai dengan disiplin ilmu yang dipilih Muhammadiyah juga memberikan pendidikan Islam yang moderat, Islam yang damai dan santun, Islam yang toleran sehingga ketika mereka 374


kembali ke negara asalnya diharapkan bisa menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin tersebut. Pendirian UcMM (Universitas Muhammadiyah di Malaysia) juga adalah bentuk lain sumbangan Muhammadiyah

untuk

peradaban

dunia.

Sumbangsih

terbaru

Muhammadiyah lainnya dalam peradaban dunia adalah lewat Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. yang mempresentasikan gagasan tentang penyatuan kalender Hijriah global seluruh dunia saat pertemuan di Turki baru-baru ini. Dan forum akhirnya memutuskan untuk mengesahkan pemberlakuan kalender Hijriah global daripada bizonal sehingga akan hanya ada satu tanggal Hijriah bagi seluruh muslim di dunia di mana pun tempatnya. Walaupun dalam pelaksanaanya kini masih belum maksimal namun disepakatinya pemberlakuan kelender Hijriah global merupakan angin segar untuk menyatukan tanggal-tanggal peribadatan muslim sedunia dan sedikit banyak ada andil Muhammadiyah di dalamnya. Selain hal yang Kami tuliskan di atas masih sangatlah banyak sumbangsih Muhammadiyah untuk bangsa dan peradaban dunia yang tidak bisa penulis sajikan semuanya. Namun yang menjadi catatan adalah Muhammadiyah dalam bergerak senantiasa didasarkan pada keikhlasan dan mempersembahkan segala amal usahanya bagi kepentingan bersama.

Khotimah Membincang Muhammadiyah memang tak akan ada habisnya. Ibarat sumber mata air kehidupan yang tak akan habis diambil seberapa pun banyaknya.

Menyelami

Muhammadiyah

memang

samudera

kearifan

tak

bisa

akan

dan

keikhlasan

menemui

dasarnya. 375


Muhammadiyah bagi para kadernya adalah sumber keteladanan. Muhammadiyah bagi para pembencinya adalah sumber kesabaran. Muhammadiyah bagi umat Islam adalah rahmah. Muhammadiyah bagi umat

agama

lainnya

adalah

berkah.

Begitulah

keikhlasan

ala

Muhammadiyah yang menjadi kekuatan maha dahsyat yang menjaganya tetap tegak berdiri sampai satu abad lamanya. Begitulah keikhlasan ala Muhammadiyah yang menjadikannya tetap dicintai kawan dan disegani lawannya. Begitulah keikhlasan ala Muhammadiyah yang menjadikannya besar, tidak hanya besar amal usahanya namun besar manfaatnya bagi sesama. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

12 Ramadan 1438 H 7 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Warga Muhammadiyah yang semoga bisa seikhlas Muhammadiyah

376


#24 PENEGUHAN IDEOLOGI MUHAMMADIYAH (RINGKASAN MATERI BAITUL ARQAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA OLEH DR. ABDUL MU'TI)

Muqoddimah  Ketika sudah berdakwah di Muhammadiyah maka harus mengikuti cara-cara atau langgam Muhammadiyah  Berdakwah di Muhammadiyah adalah soal pilihan dan keyakinan, ketika sudah memilih Muhammadiyah maka harus totalitas lahir batin  Beragama itu tidak ada paksaan, begitu pun dengan berMuhammadiyah  Muhammadiyah bukan agama, hanya sebuah manhaj (jalan) dalam memahami agama

Lima Pondasi Manhaj Muhammadiyah Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed sampai dengan saat ini belum ada rumusan resmi tentang Manhaj Muhammadiyah. Oleh karenanya sementara ini masing-masing Pimpinan Muhammadiyah melakukan ijtihad pribadi dalam merumuskan apa saja hal yang menjadi Manhaj Muhammadiyah. Termasuk apa yang akan Kami sampaikan berikut ini merupakan pandangan pribadi Beliau sebagai Pimpinan Muhammadiyah. 377


Manhaj yang pertama ialah berakidah (tauhid) Islam yang murni, yang tidak terkotori oleh apa pun. Tauhid merupakan inti dari ajaran Islam yang diperintahkan di banyak ayat dalam Alquran. Tauhid adalah masalah ketetapan hati namun mempunyai dampak sosiologis. Tauhid yang murni menurut Muhammadiyah ialah puritan namun tetap bisa toleran dan inklusif dalam pergaulan. Tauhid yang murni adalah spirit untuk saling menghornati sesama manusia dan memandang semua manusia sama apa pun latar belakang dan nasabnya, yang membedakan hanyalah amal ibadahnya. Tauhid menyebabkan seseorang itu selalu mempunyai harapan, spirit karena menggantungkan segala sesuatu hanya kepada Allah.

    "Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.” (QS. As Saaffat [37]: 4)

                "Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut". (QS. An Nahl [16]: 51)

          378


"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa?" (QS. Yusuf [12]: 39)

           "Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah [2]: 163)

Kedua, mendasarkan seluruh aktivitas kepada Alquran dan Sunah.

                               “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An Nisa’ [4]: 59)

379


Hadis sahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ُ ‫َـر ْك‬ َ‫َاب َّللاِ َو ُسنهـة‬ َ ‫ ِكـت‬:‫ضلُّـوْ ا َما تَـ َم هس ْكـتُ ْم بِـ ِه َما‬ َ ‫ت‬ ِ َ‫ت فِـ ْي ُك ْم اَمـْ َريـْ ِن لَ ْن ت‬ .‫َرسُوْ لـــ ِ ِه‬ “Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat setelah keduanya: Kitabullah dan Sunahku. (HR. Malik)

Dalam tataran implementasi, Muhammadiyah

memilah mana yang

termasuk wahyu dan mana yang ra'yu (Tafsir Alquran dan Hadis). Alquran dan Hadis adalah wahyu yang oleh karenanya tidak berubah karena Rasulullah Muhammad SAW telah tiada tapi perkara ra'yu (tafsir) atas keduanya terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan tafsir itu bisa dilakukan jika lewat ijtihad. Oleh sebab itu Muhammadiyah memandang pintu ijtihad masih akan terus terbuka dalam rangka menggali hukum-hukum Islam dari nash itu dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Muhammadiyah dalam memahami teks-teks kitab suci maupun Hadis tidak melakukannya secara tekstualis, namun juga melihat konsteks yang menyertainya. Sebagai contoh tafsir terhadap kata "yatim" dalam Alquran dahulu selalu berhubungan dengan usia dan status orang tua yang telah meninggal, sehingga jika dilihat dalam Tafsir Ibnu Katsir yang dimaksudkan dengan yatim ialah anak yang masih kecil, yang belum balig, yang ditinggal meninggal bapaknya dan dia tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya karena belum memiliki mata pencaharian. Namun hal ini dipandang masih terlalu sempit maknanya sehingga menurut 380


Muhammadiyah yang dimaksudkan "yatim" ialah semua orang yang lemah dan tak berdaya, termasuk di dalamnya orang-orang yang terbelakang secara pendidikan sehingga sangat "lemah" dan mudah untuk dimanfaatkan orang lain. Contoh lain ialah dalam memahami perintah

"rukyat"

ketika

memulai

puasa

dan

berhari

raya.

Muhammadiyah mengambil landasan yang bersumber dari banyak Hadis dan ayat Alquran yang kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa hisab mempunyai kedudukan yang sama dengan rukyat dalam menentukan bilangan hari dan bulan bahkan hisab mempunyai banyak keunggulan dibandingkan rukyat. Oleh Muhammadiyah hisab disebut sebagai rukyat bil 'ilmi, melihat dengan ilmu pengetahuan berdasarkan fenomena keteraturan peredaran benda-benda langit di alam semesta. Ketiga, senantiasa melakukan amal saleh sebagai pengejawantahan makna iman. Amal saleh harus mengandung setidaknya empat hal untuk bisa sah disebut sebagai amal saleh. Yakni niatnya harus ikhlas karena Allah, tata caranya harus ittiba’ Rasulullah, mengandung manfaat dan maslahat bagi sesama, dan adanya spirit ishlah (peningkatan) kuantitas maupun kualitas di tiap waktunya. Di banyak ayat, perintah beramal saleh

senantiasa

disandingkan dengan perintah

iman.

Hal

ini

mengandung maksud bahwa amal saleh merupakan pembuktian dari keimanan seseorang yang tak cukup hanya diimani dalam hati dan diucapkan dengan lisan.

             381


"Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imran [3]: 57)

                       "Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman." (QS. An Nisa’ [4]: 57)

                 "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun." (QS. An Nisa' [4]: 124)

Boleh jadi ketika kita melakukan amalan yang menurut kita termasuk kategori "saleh" namun nyatanya malah tidak memberikan maslahat 382


kepada orang lain bahkan menimbulkan keresahan di masyarakat berarti ada yang salah dengan "amal saleh" kita itu. Mengomentari sikap sebagian umat ini yang "beramal saleh" dengan cara-cara "konfrontatif" seperti dengan mengerahkan massa untuk demonstrasi dan yang sejenisnya Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed memberikan catatan bahwa yang menjadi penyebab diantaranya adalah umat merasa didolimi, diperburuk dengan kinerja aparat yang over-reaktif, serta akibat aspirasi umat yang tidak tersampaikan lewat saluran atau mekanisme normal lewat lembaga perwakilan, kemungkinan penyebab yang terburuk yang semoga tidak benar ialah umat ini diperalat oleh kepentingan lain dan akibat miskin strategi perjuangan sehingga akibatnya harus turun ke jalan. Muhammadiyah dalam berjuang senantiasa mengedapankan cara-cara yang ahsan dengan membangun dialog yang berkeadaban, baik kepada pemerintah maupun kepada sesama anak bangsa. Muhammadiyah senantiasa mendahulukan cara-cara yang elegan dan arif dan selalu bekerja dalam diam. Keempat, Islam itu harus siap dengan segala

kemajemukan dan

menjadikan keberagaman itu sebagai semangat untuk berfastabiqul khairat.

                                       

383


                  "Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (menjadi yang terbaik). Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu." (QS. Al Ma'idah [5]: 48)

Dalam pemahaman Muhammadiyah fastabiqul khairat diartikan sebagai "berlomba-lomba menjadi yang terbaik" dan tidak cukup sebagai “berlomba-lomba dalam kebaikan" semata. Oleh karenanya dibutuhkan sosok orang yang cerdas, kreatif, inovatif, dan visioner untuk dapat berfastabiqul khairat. Adalah sunatullah manusia diciptakan dalam berbagai suku, bangsa, bahasa, dan warna kulitnya, termasuk di dalamnya ialah adanya agamaagama lain di luar Islam. Maka umat Islam harus dapat hidup 384


berdampingan dengan damai dan toleran, saling menghargai dan menghormati segala perbedaan. Justru dengan segala keberagaman itu semakin meningkatkan semangat kita dalam ber fastabiqul khairat diantara sesama makhluk Tuhan. Untuk bisa menjadi umat terbaik, setidaknya ada empat aspek yang harus dilakukan, yakni berbuat baik, lalu banyak berbuat baik (meningkatkan kebaikannya), kemudian berbuat yang terbaik, dan menjadi yang terdahulu berbuat kebaikan (menjadi pioner).

Kelima, berorientasi jauh ke depan (visioner), sebagaimana perintahnya tertera dalam Surat Al Hasr ayat ke-18.

                    "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Hashr [59]: 18)

Sebagai seorang muslim harus mempersiapkan segala sesuatu untuk masa depan atau jangka panjang, tidak hanya berorientasi jangka pendek. Menjadi kader Muhammadiyah harus cerdas dalam membaca peluang dan kesempatan di masa depan. Mempersiapkan dan melakukan 385


segala sesuatunya lebih dahulu dibandingkan dengan orang lain. Itu pula yang telah dicontohkan oleh K. H. Ahmad Dahlan tatkala pemikirannya telah jauh melampaui zamannya saat itu dengan membenarkan arah kiblat,

dan

seterusnya.

Kader

Muhammadiyah

harus

visioner,

berorientasi ke masa depan, dan cakap membaca peluang dan kesempatan di masa depan.

Khotimah Sebagai penutup, semoga kita semua yang saat ini berkhidmat di Muhammadiyah bisa menjalankan Manhaj Muhammadiyah secara utuh dan menyeluruh. Muhammadiyah hanyalah sebuah alat perjuangan yang tujuannya adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam demi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. BerMuhammadiyah semoga tidak menjadikan kita memandang sebelah mata organisasi Islam lainnya yang sebenarnya adalah saudara kita seiman, seakidah, dan seperjuangan juga. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Surabaya,

18 Ramadan 1438 H 13 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Warga Muhammadiyah yang semoga bisa menjalankan Manhaj Muhammadiyah secara kaffah

386


387


#25 MERESAPI NILAI-NILAI ISLAMI PANCASILA (REFLEKSI ATAS PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA DAN PERAN ULAMA DI DALAMNYA)

Muqoddimah

“Islam dan nasionalisme adalah dua kekuatan yang harus disatukan. Islam menjadi kuat karena menyatu dengan nasionalisme, dan nasionalisme menjadi memiliki nilai dan spirit ketika diisi dengan nilai-nilai Islam” [K. H. Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdhatul Ulama]

Hari ini Bangsa Indonesia sedang memperingati Hari Kelahiran Pancasila yang mulai tahun ini ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional oleh Pemerintah. Sejenak menengok ke belakang, sejarah lahirnya Pancasila seperti yang saat ini kita kenal adalah setelah melalui suatu proses yang panjang dan melelahkan. Di mulai dari sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 28 Mei-1 Juni 1945 yang menghasilkan "rumusan awal" dan istilah "Pancasila" yang diusulkan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945, diteruskan dengan dibentuknya Panitia Sembilan yang menghasilkan rumusan kedua Pancasila sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada tanggal 22 Juni 1945, dan disahkannya UUD 1945 yang 388


memuat finalisasi rumusan Pancasila yang termuat dalam pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Mengingat begitu panjangnya proses yang dilalui tersebut maka timbullah pertanyaan sekaligus gugatan atas dipilihnya tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Karena meskipun istilah "Pancasila" dikenalkan oleh Soekarno secara resmi dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni namun isi ke-5 sila versi Soekarno saat itu berbeda dengan Pancasila yang kita kenal sekarang. Soekarno saat itu dalam paparannya membawakan isi ke-5 sila secara berurutan yaitu Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan. Sedangkan isi rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta hasil kerja Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945 adalah seperti Pancasila yang kita kenal saat ini namun dengan tambahan "7 kata" pada sila pertama yakni "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Piagam Jakarta inilah yang kemudian menjadi cikal bakal rumusan final Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Penghilangan "7 kata" pada sila pertama adalah hasil kompromi para founding fathers saat itu karena melihat dinamika yang terjadi di masyarakat khususnya bagian Indonesia timur. Para wakil umat Islam merelakan dihapuskannya "7 kata" itu demi keutuhan dan mencegah terjadinya perpecahan bangsa. Maka pantaslah kiranya bahwa Pancasila dan bangsa ini adalah hadiah terbesar umat Islam kepada bangsa dan negara. Para ulama kita sangat paham bahwasanya mencegah kemudaratan lebih diutamakan daripada memgambil manfaat sebagaimana kaidah fikiyah. Dan kemudaratan terbesar waktu itu yang sangat mungkin terjadi adalah berpisahnya wilayah Indonesia timur yang mayoritas non-muslim dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 389


‫ح‬ َ ‫ب ال َم‬ ِ ‫اس ِد ُمقَ هدم َعلَى َج ْل‬ ِ َ‫َدرْ ُء ال َمف‬ ِ ِ‫صال‬ “Menolak mudarat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”

Sangat menarik menghubungkan peran ulama dan wakil umat Islam dalam masa-masa persiapan dan awal-awal kemerdekaan Indonesia. Umat Islam sebagai umat mayoritas di Indonesia adalah pemegang saham terbesar atas negeri tercinta. Dalam kaitan dengan Pancasila sebagai dasar negara juga sangat erat dengan nilai-nilai Islami di dalamnya. Hal ini menunjukkan pengaruh dan perjuangan yang luar biasa dari para ulama dan wakil umat Islam dahulu sehingga harus kita syukuri dan jaga. Tercatat dalam sejarah bangsa nama-nama seperti Ki Bagus Hadikusumo, K. H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, K. H. Mas Mansur, Agus Salim, dan ulama-ulama besar Indonesia lainnya dahulu berperan aktif dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Lambang Pancasila yang memuat semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua mengandung pengertian yang sangat dalam dan filosofis jika dikaitkan dengan kondisi riil bangsa. Merupakan anugerah Tuhan yang tiada terkira Indonesia dikaruniai beribu-ribu pulau, beratus-ratus suku bangsa dan bahasa daerah. Suatu perbedaan yang harus dimaknai sebagai kekayaan yang harus disyukuri pula adanya. Allah mengabarkan bahwa adalah sunatullah manusia diciptakan dalam bermacam-macam suku, bangsa, dan bahasa. Maka dari itu, diperintahkan untuk saling kenal mengenal dan memahami satu sama lain dan menjaga persatuan kesatuan bangsa.

390


               "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orangorang yang mengetahui." (QS. Ar Rum [30]: 22)

                       "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujurat (49): 13)

Roh "Islami" Pancasila Pancasila yang saat ini menjadi dasar negara kita sebagaimana diketahui terdiri dari 5 sila. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwasanya dalam tiap-tiap silanya terkandung nilai-nilai Islami di dalamnya. Sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" selaras dengan konsep tauhid dalam ajaran agama Islam. Sila ini menjadi sangat penting diletakkan sebagai sila pertama karena diharapkan menjadi pegangan dan pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 391


Buya Syafi’i Ma’arif dalam bukunya yang berjudul Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara menyebut bahwa atribut “Yang Maha Esa” yang diletakkan sesudah kata “Ketuhanan” sangat jelas menunjukkan bahwa konsep Ketuhanan dalam sila pertama bukan hanya semata sebagai fenomena sosiologis, namun lebih kepada konsep teologis (tauhid). Beliau menjustifikasi pendapatnya dengan memberikan pengandaian bilamana mayoritas penduduk Indonesia bukan pemeluk agama Islam, maka dapatlah dipastikan bahwa sila pertama ini tidak akan pernah dikenal apalagi sampai ada. Indonesia memang bukanlah negara agama (theokrasi) yang berdasar satu agama tertentu namun Indonesia bukan pula negara sekuler yang memisahkan urusan agama dengan negara. Agama bagi bangsa Indonesia harus diletakkan sebagai pedoman hidup utama yang menjiwai semangat berbangsa

dan

bernegara.

Sebagai

konsekuensinya

penghinaan,

penistaan, pelecehan terhadap suatu ajaran agama berarti juga telah mencederai pokok dari Pancasila dan merupakan pelanggaran berat, sehingga kepada para pelakunya harus dihukum seberat-beratnya. Bagi umat Islam, inti dari agama adalah masalah ketauhidan, pengakuan akan keesaan Tuhan yang tidak ada pembandingnya. Alquran menyebut kata "esa" berkali-kali jumlahnya dan hal ini senada dengan sila pertama.

    "Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.” (QS. As Saaffat [37]: 4)

392


                "Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut". (QS. An Nahl [16]: 51)

          "Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa?" (QS. Yusuf [12]: 39)

           "Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah [2]: 163)

Sila kedua "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab" mengandung harapan akan terwujudnya manusia-manusia Indonesia yang memanusiakan manusia lainnya, penuh dengan jiwa kemanusiaan dan semangat untuk saling berkasih sayang sesamanya. Amat banyak ayat di dalam Alquran maupun Hadis Rasul yang membincang tentang keutamaan berbuat baik dengan sesama manusia. Alquran menyebut orang yang tidak peduli 393


dengan nasib orang-orang lain yang tak beruntung dan enggan menolong sesama sebagai pendusta agama.

                                "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orangorang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna". (QS. Al Maun [107]: 1-7)

Dalam sila kedua tersebut juga terdapat dua kata yang diserap dari bahasa Arab yakni kata "Adil" dan "Adab". Perintah untuk menjadi manusia yang adil berulang kali disebutkan dalam Alquran, salah satu diantaranya terdapat dalam QS. Al Maidah ayat yang ke-8. Adil dalam konsep agama mengandung beberapa macam makna sebagaimana yang telah dijelaskan pada tulisan sebelumnnya. Adil harus dilakukan dalam setiap lini kehidupan dan kepada siapa pun juga tanpa terkecuali.

                               394


"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah

sekali-kali kebencianmu terhadap

sesuatu kaum,

mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Maidah [5]: 8)

Sedangkan kata "Adab" yang memiliki arti kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, dan akhlak juga terdapat perintahnya dalam Alquran. Salah satunya adalah agar bertutur kata yang baik dan sopan.

                   "Dan

katakanlah

kepada

hamba-hamba-Ku:

"Hendaklah

mereka

mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Al Isra [17]: 53)

Bahkan tujuan Rasulullah diutus ke dunia adalah dalam rangka menyempurnakan akhlak (adab) manusia agar menjadi mulia, baik akhlak kepada Allah maupun kepada sesama sesama hamba-Nya. Islam datang untuk membimbing manusia menjadi umat yang beradab dalam memikul tugas sebagai khalifah di dunia. 395


ُ ُ ‫إِنه َما بُ ِع ْث‬ ‫ق‬ ِ ‫ار َم األَ ْخ َال‬ ِ ‫ت ِألتَ ِّم َم َم َك‬ “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Ahmad, Hakim)

"Persatuan Indonesia" sebagaimana disebutkan dalam sila ketiga merupakan sila yang sangat penting jika dikaitkan dengan keberagaman Indonesia. Terdiri dari banyak suku bangsa, ribuan pulau, banyak aliran kepercayaan dan agama, ratusan bahkan ribuan budaya daerah menuntut setiap anak bangsa untuk saling menghargai perbedaan yang ada demi terwujudnya persatuan Indonesia. Tanpa kedewasaan berpikir dan bersikap perbedaan-perbedaan yang ada hanya akan dianggap sebagai ancaman bagi diri dan kelompoknya. Diperlukan kebesaran hati untuk bisa saling menghormati perbedaan yang ada dan hidup berdampingan sebagai sesama tumpah darah Indonesia. Tanpa persatuan anak bangsanya mustahil negeri ini akan sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Perintah untuk bersatu dan larangan untuk berpecah-belah diabadikan dalam Alquran yang untuk edisi lebih lengkapnya bisa disimak dalam tulisan saya sebelumnya dengan judul "Merapikan dan Merapatkan Kembali Barisan Perjuangan" edisi 5 Ramadan 1438 H.

 …       "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai..." (QS. Ali Imran [3]: 103) 396


                "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." (QS. Ali Imran [3]: 105)

Sila keempat "Kerakyaatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan" mengandung pengertian dalam setiap

memutuskan

suatu

perkara

yang

berhubungan

dengan

kepentingan rakyat hendaklah dilakukan melalui jalan musyawarah. Suatu perkara yang menyangkut hajat hidup orang banyak haruslah diputuskan dengan sebaik-baiknya dan musyawarah bisa menjadi wasilahnya. Melalui musyawarah akan banyak masukan yang bisa didapatkan untuk selanjutnya dipilih yang paling dianggap membawa maslahah.

Perintah

untuk

bermusyawarah

dalam

setiap

akan

memgambil keputusan diterangkan dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 159 dan Surat Al Talaq ayat yang ke 6.

                                  

397


"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah

mereka,

mohonkanlah

ampunan

bagi

mereka,

dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya." (QS. Ali Imran [3]:159)

 …     … "...Dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan baik..." (QS. At Talaq [65]: 6)

Memasuki sila kelima yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" secara langsung menggiring memori akan perintah berbuat adil dalam Alquran yang disebutkan dalam banyak tempat. Adil juga merupakan salah satu perbuatan yang dekat dengan takwa, dan ketakwaan itu akan bisa menjadi penyelamat kita di dunia dan akhirat. Yudi Latif, seorang aktivis dan cendekiawan muslim penulis buku Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Aktualisasi Pancasila yang saat ini dipercaya sebagai Kepala UKP-PPI (Unit Kerja Presiden Bidang Pembinaan

Ideologi

Pancasila)

berpendapat

sebagai

berikut

sebagaimana yang pernah tertulis di harian Kompas, edisi 18 Oktober 2016, “Sila ‘Keadilaan Sosial’ merupakan perwujudan paling konkret dari prinsip-prinsip Pancasila namun paling diabaikan. Selama belasan tahun 398


reformasi, Indonesia mengalami surplus kebebasan namun defisit keadilan dengan kesenjangan sosial yang makin lebar. Padahal betapapun kuatnya jahitan persatuan nasional bila ketidakadilan tak lagi tertahankan, perlawanan dan kecemburuan sosial akan meroyak”

                   "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An Nahl [16]: 90)

                "Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud [11]: 85)

Civil

Society

dan

Internalisasi

Pancasila

Dalam

Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara Indonesia sebagai negara bangsa (nation-state) sangat erat berkaitan dengan konsepsi civil society yang jika diterjemahkan secara harfiah 399


dalam Bahasa Indonesia menjadi masyarakat sipil, masyarakat madani, dan masyarakat berperadaban. Pemaknaan civil society sendiri secara istilah sejatinya banyak sekali macamnya yang kemudian oleh John Kelsay, seorang profesor bidang agama di Florida State University dalam tulisannya yang berjudul Civil Society dan Pemerintahan Dalam Islam disederhanakan sebagai serangkaian khusus institusi atau organisasi yang diyakini menjembatani antara kehidupan pibadi (private) dan umum (public). Perjalanan civil society sebenarnya telah lama dimulai dan telah melewati beberapa macam fase hingga akhirnya sampai dengan saat ini. Setidaktidaknya bisa kita mulai dari zaman filsuf Yunani, Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri dengan menggunakan istilah “kolonia politike” yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (15881679) dan John Locke (1632-1704). Fase berikutnya dibawa oleh Adam Ferguson (1767) yang mengembangkan wacana civil society dengan dikaitkan dalam konteks sosial dan politik di Skotlandia, Ferguson menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Fase selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Paine (1792) yang memaknai civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara dan dianggap sebagai antitesis negara. Fase berikutnya civil society dibawa oleh Hegel (1770-1837), Karl Marx (1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1937).

Alexis

de

Tocqueville

(1805-1859)

kemudian

mengembangkan konsepsi civil society sebagai reaksi atas mazhab Hegelian. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. (www.wikipedia.org) 400


Civil society jika diartikan sebagai masyarakat sipil dalam suatu negara mengandung pengertian sebagai sebuah kontraposisi dari masyarakat non-sipil (militer). Namun jika diartikan sebagai masyarakat madani, civil society memiliki banyak makna namun istilah “madani” sendiri sejatinya didasarkan pada konsep negara-kota yang didirikan Rasulullah di Madinah pada tahun 622 M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang berperadaban) yang dikenalkan oleh Ibnu Khaldun dan Al Madinah Al Fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang cetuskan oleh Al Farabi. Dalam literatur barat, konsep masyarakat madani (civil society) muncul pertama kali pada masa pencerahan (renaissance) di Eropa. Dan dalam tradisi Eropa abad ke-18, civil society ini dimaknai dan dianggap sama dengan negara (the state). Terkait pandangan tentang konsep civil society ini, dunia islam kontemporer terbagi menjadi tiga arus besar sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan Hanafi dalam tulisannya yang berjudul KonsepKonsep Alternatif Civil Society: Sebuah Pendekatan Islam Reflektif yang dimuat di dalam buku Etika Politik Islam halaman 77-78. Hanafi yang seorang profesor filsafat di Cairo University mengatakan bahwa tiga arus besar umat islam itu ialah yang pertama, mereka yang menolak konsep civil society karena menganggapnya sebagai produk asing (barat) yang tidak islami, sekuler, anti agama, dan bertujuan untuk melakukan westernisasi terhadap ajaran islam, pendapat yang pertama ini disebut oleh Hanafi dipegang oleh kaum fundamentalis radikal. Kedua, mereka yang menerima secara total konsep civil society dan menganggapnya sebagai konsep yang universal. Dalam pandangan kelompok ini, civil society dianggap sebagai role model yang harus dipraktikkan dan menganggap tradisi Islam yang ada telah usang dan kuno sehingga harus digantikan dengan konsep yang lebih modern. Pandangan yang kedua ini 401


oleh Hanafi juga dikategorikan radikal-sekuler dan terbaratkan. Ketiga, kalangan yang menganggap bagi kemungkinan pengembangan unsurunsur Islam klasik untuk merefleksikan kebutuhan masyarakat modern. Golongan ini berpandangan bahwa civil society dapat diterima sebagai konsep dalam Islam sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam sebagai agama. Oleh karenanya sebelum mengakomodasi konsep civil society, kalangan ini terlebih dahulu melakukan kajian mendalam, mengidentifikasi beberapa permasalahan. Prinsip yang sama dapat terus dipertahankan sedang yang berbeda dapat dijembatani melalui penafsiran kembali yang kreatif dengan mendayagunakan kemampuan ijtihad terhadap sumber-sumber etika dalam Islam. Pandangan yang terakhir ini oleh Hanafi disebut merupakan pandangan kaum reformis atau modernis Islam. Jika merujuk pada pendapat Hanafi di atas, kesepakatan para founding fathers dahulu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bangsa (nation-state) yang berwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan dasar Pancasila dan UUD 1945 serta menerima konsepsi demokrasi dan civil society ala barat agaknya masuk dalam kategori yang ketiga tadi. Menerima konsep barat dengan syarat, yakni disesuaikan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan juga nilai-nilai luhur agama, dan dalam hal ini nilai-nilai agama Islam telah diperjuangan sekuat tenaga oleh para ulama kita untuk menjiwai apa yang ada dalam dasar negara kita. Tan Malaka pernah berujar: “Belajarlah dari barat, tapi jangan jadi peniru barat, melainkan jadilah murid yang cerdas dari timur.” Hal senada pernah pula diungkapkan oleh cendekiawan muslim yang juga sekaligus sastrawan dan budayawan kondang Kuntowijoyo Allahuyarham

ketika

memberi

nasihat

kepada

generasi

muda

Muhammadiyah, “Saya merasa senang dengan sikap anak-anak muda 402


Muhammadiyah yang mencoba menggunakan berbagai teori barat untuk membaca agama, namun saya berpesan agar anak-anak muda Muhammadiyah jangan sampai kehilangan identitas keislamannya. Saya juga mengingatkan agar mereka tidak bersikap “sok” (sok liberal, sok radikal, sok kiri, sok kanan, dan sejenisnya.” Momentum hari lahir Pancasila yang kita peringati hari ini marilah kita resapi dan internalisasi nilai-nilai luhur yang dikandungnya untuk kemudian kita jadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi umat Islam Pancasila adalah hasil jerih payah dan ijtihad para ulama kita yang harus kita hargai bagaimana pun menurut kita banyak kekurangannya. Mempertentangkan Pancasila dengan agama sudah tidaklah pada tempatnya. Berniat mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya juga sudah bukan waktunya. Bangsa ini telah lama merdeka, perdebatan tentang dasar dan bentuk negara haruslah segera diselesaikan. Saat ini waktunya untuk mengisi kemerdekaan Indonesia sebagai nikmat Tuhan dengan banyak bersyukur lewat aksi-aksi nyata dan mencerahkan. Amat sangat disayangkan energi anak bangsa dihabiskan untuk hal-hal yang tak strategis dan penuh dengan kesiasiaan. Bagi umat Islam negara ini adalah hadiah dari Allah SWT atas segala perjuangan para mujahid terdahulu dalam merebut kemerdekaan. Pancasila sebagai dasar negara serta bentuk Negara Indonesia adalah final dan tak perlu lagi untuk dirongrong keberadaanya. Kini saatnya mensyukuri segala nikmat yang ada. Umat Islam Indonesia tak perlu lagi larut meratapi "7 kata" yang telah lama tiada. Juga tak perlu lagi bercitacita mendirikan "Daulah Islamiyah" atau pun khilafah di bumi persada nusantara. Indonesia bukan "Darul Islam" (negara Islam) namun "Darussalam" begitu kata salah seorang petinggi Ormas Islam terbesar 403


Indonesia Nahdhatul Ulama ketika berbincang tentang Islam dan Indonesia. Sikap senada juga diambil oleh Muhammadiyah yang menganggap NKRI telah final dan menyebutnya sebagai "Darul Ahdi Wa Syahadah", negara perjanjian dan pembuktian sebagaimana diputuskan dalam Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Kota Makassar tahun 2015 lalu.

“Pancasila bukanlah agama, tetapi kelima sila-nya selaras dengan ajaran agama Islam. Maka Indonesia dapat kita posisikan sebagai Darussalam, yaitu negara yang aman dan damai, serta menjadi tempat menyemai benih-benih Islam yang rahmatan lil ‘alamin” [Dr. Haedar Nashir, M.Si. Ketua Umum PP Muhammadiyah 2015-2020]

Bagi Muhammadiyah, Indonesia sebagai "Darul Ahdi" mengandung pengertian negara ini tercipta sebagai hasil konsensus nasional oleh seluruh anak bangsa, baik dari pihak umat Islam maupun non-Islam, baik dari kalangan agama maupun nasionalis. Bentuk dan dasar negara yang akhirnya dipilih seperti saat ini adalah hasil kesepakatan yang mengedepankan aspek kemaslahatan bersama. Indonesia sebagai "Darul As Syahadah" menurut Muhammadiyah adalah negara Indonesia sebagai negara persaksian dan pembuktian. Sudah selayaknya kini anak bangsa mengisi kemerdekaan Indonesia dengan karya nyata yang berguna bagi bangsa dan negara. Membuktikan kepada bangsa dan dunia bahwa kita pun turut berkontribusi bagaimana pun kecilnya. Bukti konsistensi Muhammadiyah berjuang dalam ranah keislaman dan keindonesiaan dapat dibaca secara lebih detail dalam buku Muhammadiyah Berjuang 404


Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam yang ditulis oleh beberapa tokoh kunci Muhammadiyah.

Khotimah Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang berlaku universal dalam kelima silanya. Terlebih bagi umat Islam yang harus disadarkan bahwa Pancasila selaras dengan ajaran Islam sehingga tidak perlu lagi menjadi penghalang dan dipertentangkan untuk dijadikan dasar bernegara. Relasi antara Islam dan Indonesia termasuk di dalamnya dasar negara telah selesai. Saatnya kini untuk bersama-sama bahu membahu, bermujahadah menjadikan Indonesia sebagai negeri yang baldatun thayyibatul wa robbun ghofur, negeri yang diberkahi, dilimpahi kebaikan dan kesejahteraan, serta senantiasa dalam naungan rida dan ampunanNya. Pembahasan mengenai hubungan Islam dan Pancasila secara lebih komprehensif dapat dibaca dalam buku Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara karya Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif, MA yang merupakan disertasi Beliau ketika menyelesaikan studi doktoral di Chicago University, Amerika Serikat. Beliau pernah berujar: “Islam yang damai, yang konstruktif, dan Islam yang dapat mengayomi negeri ini dengan tanpa membedakan suku, agama, dan lain-lain. Itulah Islam yang benar, Islam harus satu nafas dengan keindonesiaan dan kemanusiaan.” Menjadi anak bangsa yang kaffah adalah dengan menghayati dan melaksanakan

nilai-nilai

yang

terkandung

dalam

Pancasila.

Berketuhanan dan menjaga nilai-nilai luhur agama namun juga tetap memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, seimbang antara hablun 405


minallah maupun hablun minannasnya. Senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ditengah keberagaman yang ada, perbedaan adalah indah selama masing-masing pihak saling menghormati dan tidak memaksakan kehendaknya. Senantiasa mengedepankan musyawarah dan menjaga komunikasi dengan sesama serta menjadi penegak keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Selamat Hari Lahir Pancasila, selamat mencintai kembali bangsa ini beserta apa saja yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Pengasih dan Pemurah. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

6 Ramadan 1438 H 1 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Warga Negara Indonesia yang berusaha meneladani nilai luhur Pancasila

406


#26 SELAYANG PANDANG EMPAT GENERASI IMM BRAWIJAYA; KILAS BALIK PERIODE 2009-2013 (SEBUAH CATATAN PRIBADI TENTANG IMM BRAWIJAYA JELANG MILAD SEPEREMPAT ABAD)

Muqoddimah Menilik sejarah, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) didirikan pada tanggal

14

Maret

1964

sebagai

Organisasi

Otonom

(Ortom)

Muhammadiyah. IMM adalah Ortom Muhammadiyah yang mempunyai mempunyai tiga ranah gerakan utama yakni keislaman (keumatan), kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Dalam rangka berjuang dalam ketiga ranah tersebut kader-kader IMM dibekali dengan 3 senjata utama yang harus dipedomani dan dilakoni secara komprehensif dan terintegrasi yakni dengan apa yang disebut sebagai Tri Kompetensi Dasar yang meliputi religiusitas, intelektualitas, dan humanitas. IMM yang pada awalnya hanya berada pada PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) kini diusia yang lebih dari setengah abad telah tersebar pula di banyak Perguruan Tinggi non-Muhammadiyah. Dari Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sampai Perguruan Tinggi Umum di berbagai wilayah. Dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sampai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di penjuru nusantara. Bahkan pada periode yang lalu, DPP IMM melantik beberapa Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) IMM di Luar Negeri walau entah bagaimana kini kabarnya. 407


Perkembangan IMM pun pada akhirnya menuju ke Kota Malang, salah satunya di kampus Universitas Brawijaya. IMM Brawijaya pertama kali berdiri di kampus ini kisaran tahun 1994/1995 dan masih eksis sampai kini dan semoga seterusnya sampai nanti. Pada 2019/2020 IMM Brawijaya akan berusia seperempat abad bila berdasarkan tulisan yang dibuat oleh Kakanda Dedy Suryanto (FEB 2005, Ketum IMM Brawijaya 2006/2008) yang menyebut IMM Brawijaya ada pertama kali pada 1994/1995. Dalam 2 dekade ini IMM Brawijaya mengalami pasang surut perjalanan, yang pada awalnya hanya ada 1 komisariat kemudian berkembang menjadi 3 komisariat dan koordinator komisariat (korkom) lalu kembali lagi menjadi 1 komisariat, pernah pula vakum beberapa tahun dan kemudian bangkit lagi dan sejak tahun 2012/2013 menjadi 3 komisariat dan korkom sampai dengan hari ini. IMM Brawijaya seperti kebanyakan IMM non-PTM lainnya memiliki kultur khas yang membedakannya dengan IMM yang berada pada kampus-kampus Muhammadiyah. Kekhasan itu timbul sebagai akibat beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah posisi IMM sebagai OMEK (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus) yang dituntut untuk lebih mandiri dalam segala hal, terutama soal pengkaderan dan anggaran kegiatan. Hampir semua atau bahkan memang semua IMM di non-PTM adalah minoritas, yang dalam kesehariannya harus head to head dengan organisasi mahasiswa lainnya, baik yang bergerak di dalam kampus maupun yang sama-sama di luar kampus. Faktor ini ditambah dengan beberapa faktor lainnya inilah yang kemudian membentuk IMM non-PTM terasa agak sedikit berbeda dibandingkan yang lainnya, tak terkecuali dengan IMM Brawijaya.

408


Berada pada Perguruan Tinggi terbesar di Kota Malang dan merupakan salah satu Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia menjadikan IMM Brawijaya, baik kader aktif maupun alumninya sedikit banyak dinantikan kiprahnya dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa. Dalam rahim ikatan ini telah lahir dan telah bertebaran di pelosok nusantara para dokter, insinyur, pengusaha, ustaz, dosen, guru, dan beragam profesi lainnya. Kader IMM Brawijaya memang lah minoritas dari segi jumlah namun sejak dahulu kala kita tak pernah mundur bila diadu kualitasnya. Tercatat nama-nama seperti Kakanda Afif (Dosen FP UB, Mantan Ketua IMM Brawijaya), Doktor jebolan Perancis yang pernah dipercaya sebagai Ketua PCI Muhammadiyah Perancis. Kakanda Ghofar (Dosen FEB UB) dan Ayunda Herwin (Dosen FMIPA UB) yang mengambil gelar Doktornya di Australia. Kakanda Arif Hoetoro (Dosen FEB UB) yang juga menuntaskan S-3 nya di Malaysia. Ada pula Immawati Ochi (FP 2007) dan Immawan Nanda (FT 2007) yang mendapatkan gelar masternya dari Taiwan, serta Immawati Rizka (FP 2007) yang pernah berkesempatan ke Amerika Serikat selama setahun (semoga tidak salah mengingat) untuk melakukan internship. Dalam bidang ekonomi kewirausahaan, ada Kakanda Gunawan (FPIK 2005) yang sukses sebagai pengusaha, ada pula Immawan Pimut (FIA 2007), dan Immawan Rijal Fahrudin (Poltekes 2009), dan masih banyak yang lainnya. Tulisan sederhana ini bermaksud untuk menyajikan kembali ingatan tentang perjalanan IMM Brawijaya yang telah berlalu agar dapat diketahui dan diambil pelajaran bagi generasi sekarang. Agar generasi saat ini tidak buta sejarah para pendahulunya. IMM adalah organisasi kader maka pengkaderan ini tidak boleh terputus kecuali kematian yang melakukannya. Dan salah satu ciri organisasi pengkaderan yang baik 409


adalah terus bersambungnya hubungan kader-kadernya walau secara administratif telah purna amanah. Bagi para alumni, khususnya yang berada pada periode kepengurusan 2009-2013 semoga tulisan ini dapat dijadikan sarana nostalgia mengingat kembali romantisme masa-masa mahasiswa dan berjuang lewat IMM Brawijaya. Yang terakhir sebagai muqoddimah, tulisan ini dibuat berdasarkan pengamatan dan ingatan penulis langsung yang saat itu masih aktif maupun pasif terlibat dalam kegiatan IMM Brawijaya. Penulis hanya mampu menyajikan perjalanan IMM Brawijaya mulai tahun 2009 sampai 2013 karena dalam 4 periode inilah penulis masih berada di Malang dan sedikit banyak terlibat di dalamnya. Sebagaimana tulisan-tulisan berlatar sejarah lainnya tulisan ini juga pastilah tidak akan mampu untuk merekam semua pencapaian IMM Brawijaya dalam kurun waktu tersebut secara utuh dikarenakan keterbatasan ingatan dan pengetahuan penulis sebagai manusia. Untuk itu saran dan masukan serta koreksi sangat dinantikan dari para alumni yang membaca tulisan ini demi penyempurnaaan di masa-masa yang mendatang. Tak lupa penulis sampaikan permohonan maaf yang tulus atas segala kekurangan dalam tulisan ini, khususnya kepada para alumni dalam periode 4 generasi yang penulis sajikan. Semoga tulisan ini bermanfaat sebagai salah satu dokumentasi perjalanan IMM Brawijaya menuju usianya yang seperempat abad tahun 2020 nanti. Aamiin.

IMM Brawijaya Periode 2009-2010 Perjumpaan penulis dengan IMM Brawijaya dimulai dari periode ini, saat itu IMM Brawijaya masih dinahkodai oleh Immawan Alwahidul Mubarok, 410


sahabat dan mentor saya selama di IMM bahkan masih Saya anggap guru sampai dengan sekarang. Cak Barok, begitu penulis biasa memanggilnya adalah pria asli Sedayu Lawas, Brondong, Lamongan. Sarjana Perikanan angkatan 2007 yang kemudian mengambil gelar masternya di IPB. Penulis menghabiskan waktu 3 tahun bersama Cak Barok ini tinggal di satu kontrakan IMM yang sama sampai penulis lulus. Masih segar di ingatan, penulis yang saat itu berstatus sebagai mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2007 baru berjumpa dengan IMM Brawijaya tahun 2009 (saat memasuki semester ke 4 atau 5 perkuliahan). Sangat telat memang, tapi begitulah keadaannya dahulu, belum ada ponsel android dan maraknya aplikasi chatting seperti sekarang sehingga sangat sulit menemukan keberadaan IMM di dalamnya. Dulu syiar IMM di kampus hanya lewat pamflet-pamflet yang ditempel di mading kampus yang seringnya hanya seumur jagung, malam ditempel pagi sudah hilang disobek oleh oknum tak bertanggung jawab. Perlu perjuangan khusus dan juga keberuntungan untuk menemukan IMM Brawijaya waktu itu, dan Alhamdulillah Saya termasuk bagian yang beruntung itu walau saat pertama kali bergabung usia sudah "udzur". Perjumpaan penulis dengan IMM Brawijaya waktu itu pertama kali dalam acara MALEO kalau tidak salah mengingat adalah kepanjangan dari Managerial, Leadership, and Organizational Training yang bertempat di lantai 2 Masjid Al Khairat, diajak oleh sahabat saya Immawan Ananda Insan Firdausy, Teknik Sipil 2007 (Nanda sapaan akrabnya, saat ini menjabat sebagai dosen Teknik Sipil FT UB). Immawan Nanda adalah temen seperjuangan saya di KBM Al Hadiid (Rohis FT UB) sejak dari Mahasiswa Baru. Oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis ingin 411


menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Immawan Nanda karena telah mengenalkan IMM Brawijaya kepada saya. Dalam acara MALEO tersebut Saya akhirnya bisa berkenalan dengan beberapa kader IMM Brawijaya lainnya, seperti Kakanda M. Afrizal Ananta (Sam Ical; FE UB 2005, Ketum IMM Brawijaya 2008/2009) dan Kakanda Asahedi Umoro (Mas Asa; FPIK 2005) yang keduanya waktu itu didaulat menjadi pemateri. Juga tak ketinggalan Kakanda Dedy Suryanto, Aang Kunaifi (FEB 2005), Nursyan Miadi (Bang Ucan; FPIK 2005) dan yang lainnya yang tidak bisa Saya sebutkan semuanya. Singkat cerita mulai saat itulah kemudian akhirnya kisah saya bersama IMM Brawijaya bermula dan entah sampai kapan akan menemui akhirnya. Membahas gerak IMM Brawijaya pada periode ini ada beberapa pencapaian besar yang sangat strategis menurut penulis yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan IMM Brawijaya selanjutnya. Dalam kaitannya dengan kondisi internal meskipun jumlah kadernya sangat minimalis namun pembinaan bisa dikatakan masih rutin dijalankan. DAD, MALEO, PM3 (Pelatihan Mubalig Mahasiswa Muhammadiyah) dan kegiatan taklim rutin salah satu diantaranya. Pada periode ini penulis diamanahi sebagai Sekretaris Bidang Dakwah walau sejujurnya rapor penulis saat itu pantas diberi warna merah karena masih belum total ber-IMM disebabkan harus berbagi amanah di intra kampus (Staf Departemen Keilmuan Himpunan Mahasiswa Mesin FT UB dan Ketua Departemen Kesekretarian & Perpustakaan Keluarga Besar Muslim Al Hadiid FT UB), disamping disibukkan dengan agenda-agenda akademik yang sangat menyita banyak waktu dan tenaga. Dalam bidang eksternal, pada periode ini ada dua gawe besar yang diikuti oleh IMM Brawijaya. Yang pertama adalah Silaturahmi Nasional 412


JIMMPTN (Jaringan IMM PTN) yang bertempat di Malang. IMM Brawijaya bersama dengan IMM UM (Universitas Negeri Malang) menjadi tuan rumahnya. JIMMPTN adalah wadah komunikasi khusus IMM PTN nonPTAIN/Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTN Umum) se Indonesia. Wadah ini dibuat untuk menjembatani komunikasi dan perjuangan para kader IMM PTN yang secara kultur maupun dari banyak segi lainnya berbeda dengan IMM di PTM, PTAIN, maupun PTS. Dan yang kedua adalah "kembalinya" IMM Brawijaya berpartisipasi dalam kontestasi politik kampus lewat gelaran Pemilihan Mahasiswa Raya (PEMIRA UB) setelah vakum selama hampir belasan tahun. Memang salah satu "kekhasan" IMM Brawijaya dari dulu adalah menjaga jarak dengan politik kampus. Meskipun tidak secara langsung didoktrinkan namun situasi kondisi komisariat sangat menunjukkan hal tersebut. Setidak-tidaknya bisa diliat dari agenda yang berhubungan dengan politik kampus tidak pernah menjadi prioritas IMM selama satu periode kepengurusan bahkan untuk sekedar tercatat dalam program kerja pun tidak. Pro kontra IMM Brawijaya terjun dalam politik kampus selalu ada bahkan mungkin sampai dengan sekarang. Namun dalam kesempatan ini penulis tidak akan membahas lebih jauh tentang hal ini, barangkali di lain kesempatan. Bagi Saya sangat menarik pada periode ini IMM Brawijaya berani terjun kembali ke medan politik kampus, disebut kembali karena memang bukan kali pertama ini IMM Brawijaya turut serta namun sudah pernah diawali oleh IMM periode-periode awal dahulu yang berhasil menempatkan salah satu kader di posisi DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) UB. Meskipun boleh dibilang dengan “bondo nekad” bahkan lebih tepat disebut dengan "gak bondo" tapi keikutsertaan IMM 413


Brawijaya dengan mencalonkan Kakanda "Sam Ical" sebagai Presiden EM menyisakan cerita tersendiri dan menjadi salah satu cara untuk membentuk militansi kader yang bisa penulis rasakan sendiri. Disebut menarik ketika IMM Brawijaya memutuskan ikut PEMIRA UB karena seakan-akan IMM Brawijaya keluar dari "pakem" yang ada, berani out of the box , dan mendobrak tradisi yang ada selama ini. Walau hasil PEMIRA UB belum berpihak kepada IMM namun Saya menaruh hormat kepada kepengurusan periode ini karena lewat cara inilah IMM kemudian dikenal lebih luas oleh civitas akademika Brawijaya dan membuat kaderkader IMM menjadi lebih militan karena harus terjun ke lapangan dan berhadap-hadapan dengan "lawan".

IMM Brawijaya Periode 2010-2011 Pada periode inilah penulis diamanahi sebagai Ketua Umum IMM Brawijaya dalam gelaran Musykom (Musyawarah Komisariat) ke-16 menggantikan Immawan "Cak Barok". Sejujurnya saat itu ingin sekali menolaknya karena Saya telah menginjak semester 7 dan punya target lulus cepat. Namun dihadapkan pada keadaan yang menurut para senior "genting" saat itu memaksa Saya akhirnya harus legowo menerima. Belakangan Saya mulai mengerti apa kata "genting" itu ketika telah menjadi senior dan alumni. Pada periode ini ada beberapa pencapaian yang Kami lakukan dan menjadi catatan. Dalam masalah internal pengkaderan misalnya, jika pada periode sebelumnya hanya ada 1 kontrakan pengkaderan IMM maka pada periode ini bertambah lebih dari 300%, untuk Immawan dan immawati, sehingga untuk menjaga eksistensi kontrakan sebagai basis pengkaderan berkelanjutan dibentuklah Dewan Ma'had yang berada 414


dalam koordinasi bidang kader bersama dengan bidang immawati. Selain itu terbentuk juga Koperasi IMM Brawijaya sebagai BUMI (Badan Usaha Milik Ikatan) yang telah memiliki aset Komputer, Printer, dan Scanner sendiri hibah dari para senior dan alumni. Pada periode ini juga terjadi lonjakan jumlah kader yang cukup signifikan, dalam gelaran 2 kali DAD terjaring hampir 50-an kader (jumlah yang terbilang sangat banyak waktu itu). Ke depan kader-kader hasil rekrutmen pada periode inilah yang kemudian menjadi penggerak mula 3 komisariat baru pasca pemekaran tahun 2012. Pengkaderan pada periode ini juga ditopang dengan semakin terorganisasinya kegiatan taklim rutin pekanan kader dengan sistem kelompok-kelompok kecil (sel). Untuk itu dibentuklah pula Korps Muallim dan Muallimah serta Korps Instrukstur guna melakukan kontrol kegiatan-kegiatan pengkaderan sebagai roh Ikatan. Dalam bidang eksternal, ada beberapa agenda besar yang diikuti. Diantaranya adalah keikutsertaan IMM Brawijaya dalam event 2 tahunan Musyawarah Daerah (Musyda) IMM Jawa Timur di STIKES (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) Muhammadiyah Lamongan. Kembali turunnya dalam gelaran PEMIRA UB namun kali ini dengan strategi yang berbeda dengan mengusung Immawati Rosyida (Ochi, FP 2007) sebagai calon anggota DPM UB dan syukur Alhamdulillah akhirnya terpilih. Adanya wakil IMM di DPM UB inilah kemudian yang semakin membuat nama IMM Brawijaya semakin terdengar apalagi ditunjang oleh kinerja Immawati Ochi yang sangat memuaskan. IMM Brawijaya semakin diperhitungkan dan diakui kualitas kadernya meskipun minoritas. Paling tidak penulis secara langsung pernah mendengar pengakuan itu dari Wakil Rektor 3 UB yang membidangi Kemahasiswaan, Dr. Ainurrasjid (Alm) maupun dari kawan-kawan pergerakan lainnya. 415


Namun, salah satu kekurangan dalam periode ini (dan Saya pribadi mengakui) adalah masih lemahnya jaringan dengan organisasi eksternal Muhammadiyah dan IMM di Malang Raya karena fokus pada periode ini adalah di peningkatan kuantitas dan kualitas kader demi cita-cita pemekaran komisariat yang sudah sejak lama diimpi-impikan. Syukur Alhamdulillah dalam masalah komunikasi dengan organisasi eksternal Muhammadiyah ini terbantu dengan hadirnya Immawati Ochi di DPM UB sebagai perwakilan dari IMM Brawijaya dan sangat terbantu pula dengan kinerja duet bidang Hikmah, Immawan Pimut Rahman (FIA 2007) dan Immawan Rendra (FEB 2008). Pendelegasian dan penugasan kader IMM Brawijaya pun beberapa kali dilakukan dalam berbagai kegiatan. Diantaranya mengirimkan kembali perwakilan untuk mengikuti PM3 di Yogyakarta dan menyekolahkan beberapa kader untuk mengikuti DAM (Darul Arqam Madya). Terhitung 3 kader juga Kami wakafkan ke dalam kepengurusan PC IMM Malang 2010-2011 dan menduduki posisi yang strategis, Yakni Immawati Ochi (Wakil Sekum), Immawan Barok (Kabid Dakwah), dan Immi. Rizka (FP 2007, Bendum). Catatan tentang periode kepengurusan ini insya Allah di lain kesempatan akan Kami tulis khusus secara lebih lengkap karena membutuhkan waktu yang lebih luang dan data yang lebih lengkap. Lebih dari itu bagi Saya pribadi ingin mengabadikan segala pencapaian ketika Saya diamanahi memimpin IMM Brawijaya baik pencapaian yang positif maupun negatif dalam bentuk tulisan agar suatu saat bisa dijadikan pengingat kenangan dan pelajaran bagi yang memerlukan. Karena bagi Saya dan mungkin bagi kita kita semua, mengutip lirik lagu SLANK, IMM Brawijaya itu terlalu manis untuk dilupakan.

416


IMM Brawijaya Periode 2011-2012 Pada periode ini pucuk Pimpinan IMM Brawijaya dikembalikan ke "asalnya" yakni kepada mahasiswa semester 5 dengan pertimbangan bahwa pada semester inilah seorang kader telah dianggap matang untuk bisa memimpin Ikatan dan masih belum disibukkan dengan agenda skripsi dan penelitian. Disamping untuk kepentingan kaderisasi pasca demisioner pada semester 6. Kader bisa diarahkan untuk kembali ke organisasi intra kampus atau masuk ke dalam jajaran PC IMM Malang. Immawan Alif Furqoni Aulia Wisudawan (Alif, FEB 2009) yang akhirnya menjadi "juru selamat", mengambil alih amanah ketum IMM Brawijaya di pundak saya. Saya ingin memberi komentar khusus tentang anak muda ini. Dari awal bergabungnya dengan IMM Brawijaya sejak mahasiswa baru, Immawan Alif ini sudah sangat keliatan kualitasnya, maklum dia adalah eks ketua Rohis di SMA nya dahulu di Surabaya. Bahkan sejujurnya saat periode Musykom ke-16 saat Saya terpilih sebagai ketum, Immawan Alif ini sudah masuk bursa ketum IMM Brawijaya dan sudah mendapat lampu hijau dari senior walau saat itu masih semester 3. Dalam catatan penulis, secara umum periode ini menjadi periode yang lebih baik dari 2 periode sebelumnya, meskipun tantangan di tiap zaman berbeda-beda

dan

tidak

harus

diperbandingkan

namun

dalam

pengamatan Saya yang terjadi memanglah demikian. Hal ini tentu menjadi kabar bahagia karena menandakan pengkaderan IMM Brawijaya telah berjalan dengan baik karena selalu ada peningkatan kualitas tiap periodenya. Dari segi kuantitas kader juga semakin bertambah banyak mencapai hampir 100-an kader. Kontrakan pengkaderan (Ma'had) IMM juga seingat Saya bertambah lagi pada periode ini, bila tidak salah mengingat ada total 3 kontrakan Immawan dan 2 kontrakan Immawati. 417


Periode ini bisa dibilang sangat solid dan merupakan the dream team karena Pimpinan Harian didominasi oleh angkatan 2009-2010 (semester 3 dan 5) yang masih bisa fokus dalam mencurahkan segala pikiran ke IMM. Ada beberapa peristiwa menarik yang terjadi pada periode ini yakni diantaranya terkait dengan memanasnya situasi hubungan komisariatCabang dengan adanya semacam "mosi tidak percaya" dari sekitar 11 komisariat IMM non-PTM (UMM) di Malang Raya kepada PC IMM Malang yang berujung dengan penarikan / pengunduran diri massal sejumlah kader IMM non-PTM dari kepengurusan Pimpinan Cabang dari IMM Brawijaya sendiri tercatat ada Immawan Nanda (Kabid Media dan Pengembangan Teknologi) serta Immawati Lestariningsih (Tari, FAPET 2008, Kabid Immawati). Kondisi ini pada akhirnya membuat PC IMM Malang lumpuh dan vakum karena juga mendapat "pembekuan" dan penutupan kantor sekretariat PC IMM oleh PDM Kota Malang. Tanpa bermaksud membuka luka lama, pada saat itu tercetus keinginan untuk mendirikan PC IMM yang baru khusus untuk mewadahi 11 komisariat IMM non-PTM (UB, UM, UIN Maliki, IKIP Budi Utomo, Unikama) yang berarti bahwa kesemuanya akan melepaskan diri dari PC IMM Malang yang jadinya hanya akan beranggotakan 10 Komisariat dari UMM. Penggodokan berdirinya PC IMM non-PTM ini intensif dilakukan dan bukan hanya gertak sambal belaka karena telah mendapatkan restu dari PDM dan sempat beraudiensi dengan DPD IMM Jawa Timur walau akhirnya tidak mendapatkan “restu”. Barangkali salah satu sebabnya ialah mengingat saat itu fungsionaris DPD IMM Jawa Timur banyak diisi oleh kader-kader PTM, salah satunya adalah mantan ketum PC IMM Malang 2010/2011 Kakanda Ali Muthohirin sebagai Ketum DPD IMM 418


Jatim (Saat ini Kakanda Ali menjabat sebagai Sekjen DPP IMM). Terganjal untuk mendirikan PC IMM non-PTM lalu kemudian kader-kader nonPTM ini membuat "PC Tandingan" dan menyebut diri dengan "Al Maun Community"

yang

mengamanahi

Immawan

Alif

sebagai

Ketua/koordinatornya seingat Saya. Walau kemudian hanya bertahan beberapa saat karena lalu hilang disebabkan pergantian kepengurusan di masing-masing komisariat. Namun yang pasti saat itu IMM Brawijaya menjadi lokomotor utama peristiwa ini yang menjadi isu panas nasional mengingat Malang adalah basis massa IMM terbesar di Indonesia dengan total 21 komisariat waktu itu. Dalam masalah internal, periode ini merupakan periode persiapan pemekaran komisariat. Pemanasan jelang Musykom ke-18 adalah dengan mulai dibentuknya kelompok diskusi kecil yang menjadi cikal bakal komisariat saat ini. Disepakati waktu itu akan ada 3 komisariat dengan pembagian rumpun ilmu eksak, sosial humaniora, dan agrokompleks. Yang kemudian diputuskan pada Musykom di Perguruan Muhammadiyah Kota Batu nama-nama 3 komisariat sebagaimana yang kita kenal sekarang beserta ketua umum pertamanya. Komisariat "Acacia Science" mewakili ilmu-ilmu eksak dengan ketua Immawan. Prima Tahta Amrillah (FT/FILKOM 2009), komisariat "Fuurinkazan" untuk ilmu sosial humaniora dengan Immawan Deni Aditya Susanto (FEB 2010), dan komisariat "Oxygen" dengan ketuanya Immawan Ikhlasul Amal (FAPET 2010) untuk agrokompleks.

IMM Brawijaya Periode 2012-2013 Untuk pertama kalinya sejak tahun 2000-an, IMM Brawijaya kembali menjadi 3 komisariat dan adanya korkom yang saat itu diamanahkan 419


kepada Immawan. Taufik Rahman Amin (FPIK 2009). Sebagai masa transisi maka periode ini lebih banyak dan wajib untuk fokus pada penguatan internal disamping juga mulai membiasakan diri beradaptasi untuk melakukan kegiatan secara mandiri per-komisariat. Ibarat bayi yang baru lahir maka kondisi komisariat baru ini juga masih sangat rawan dan membutuhkan perhatian serius. Namun syukur Alhamdulillah kekhawatiran akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari. Periode ini telah sukses untuk bisa survive selama 1 periode kepengurusan sekaligus menyiapkan suksesi kepemimpinan pada periode 2013/2014. Beberapa agenda pada periode ini sudah mampu secara mandiri dilakukan oleh masing-masing komisariat namun masih ada agenda yang dilakukan secara bersama-sama. Bagi saya ini tidak menjadi soal malah bagus karena bisa mendapatkan 2 keuntungan sekaligus. Yakni kearifan lokal serta kedaulatan penuh komisariat bisa terjaga dengan adanya agenda tersendiri dan yang berikutnya bisa saling mengenal dengan kader komisariat lain di UB serta lebih jauh tujuannya adalah untuk bisa meneruskan tradisi atau kultur ber-IMM di UB yang baik. Berbeda komisariat namun sejatinya tetap satu IMM Brawijaya karena kesemuanya lahir dari rahim yang sama. Hubungan baik antar komisariat harus tetap dijaga. Ego sektoral (komisariat) yang ada harus secara bijak digunakan manakala dihadapkan pada kepentingan bersama sebagai Kader IMM Brawijaya. Hal yang harus dipahami kader saat ini tujuan pemekaran saat itu dilakukan bukan untuk memecah IMM menjadi 3 komisariat justru sebaliknya agar gerak langkah IMM menjadi lebih luas dan fokus. Maka ketiga komisariat yang ada harus senantiasa seiring sehaluan, saling 420


mendukung dan bekerja sama, saling berlomba-lomba dalam kebaikan dan tidak saling menegasikan. Tidak banyak ingatan penulis tentang periode ini disebabkan saat itu telah lulus dan fokus pada kuliah S2 serta persiapan jelang keberangkatan ke Taiwan. Untuk itu mohon dimaafkan kepada para alumni IMM Brawijaya khususnya pada periode ini bilamana tulisan ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Namun secara pribadi Saya ingin mengucapkan salam takzim atas jerih payahnya dalam menguatkan pondasi awal ke-3 komisariat baru dan korkom sehingga sampai dengan saat ini masih kokoh berdiri.

Khotimah Sesungguhnya salah satu hikmah belajar sejarah adalah kita bisa mengambil

pelajaran darinya,

mengambil

yang

baik-baik

serta

membuang yang kurang baik. Menduplikasi dan mengimprovisasi program kegiatan manakala masih relevan digunakan atau membuat gebrakan program kerja baru dengan inspirasi dari program-program maupun pencapaian terdahulu. Namun bagi sebuah organisasi kader seperti IMM Brawijaya belajar dan mengenal sejarah dari perjalanan IMM terdahulu adalah tidak hanya sebatas itu melainkan juga menjadi sebuah kewajiban yang harus ditunaikan. Penulis sebut wajib karena agar para kader tidak ahistoris dalam melangkah, tidak lupa asal usulnya, tidak seperti kacang yang lupa pada kulitnya. Satu hal yang harus dipahami bahwa perjuangan IMM hari ini dan yang terdahulu maupun sampai kapan pun nanti adalah tetap sama sehingga perlu adanya "transfer energi" dari para generasi 421


sebelumnya. Salah satunya dengan mengetahui sejarah ikatan dari tahun ke tahun untuk tetap menjaga 'roh' perjuangan agar tidak hilang atau berubah di tengah jalan. Jelang

seperempat

abad

usianya

(1994/1995-2019/2020),

IMM

Brawijaya beserta para alumninya harus mulai melakukan kerja-kerja nyata yang dapat dirasakan langsung manfaatnya. Perlu keseriusan diri dalam mempersiapkan segalanya. Usia 25 tahun lebih dari cukup untuk bersikap lebih dewasa dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh

seorang

pemuda

seusianya.

Gagasan

pendirian

Pesantren

Mahasiswa (Pesma) adalah salah satu contoh riil karya nyata yang harus segera dientaskan dari status "gagasan" menuju level pelaksanaan. Merapikan kembali sistem pengkaderan yang lebih sistematis dan berkelanjutan tidak hanya saat di dalam kampus namun juga pasca kampus. Secara khusus, FOKAL (Forum Keluarga Alumni) IMM Brawijaya harus segera dikuatkan dalam rangka melakukan pengkaderan pasca kampus dan mengkoordinasikan kader-kader yang terdiaspora di seluruh Indonesia bahkan mancanegara dengan latar belakang berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Para alumni yang telah tersebar di mana pun juga tak perlu menunggu gerak FOKAL IMM Brawijaya untuk bisa tetap terhubungkan satu sama lain, gerakan kultural silahkan dilakukan baik dengan sesama alumni maupun alumni dengan komisariat tanpa adanya sekat-sekat. Hubungan alumni dengan komisariat adalah hubungan kekeluargaan yang erat. Tiap kader harus disadarkan bahwa tidak ada status "mantan kader" meskipun telah purna amanah dari IMM Brawijaya dan telah lulus dari 422


kampus. Selamanya kita semua adalah kader IMM Brawijaya yang mempunyai tanggung jawab untuk mengawal tujuan IMM dan Muhammadiyah melalui segala lini kehidupan. Mulai dari sekarang komisariat dan korkom harus mulai memetakan potensi kader untuk keperluan diaspora kader nantinya. Idealnya harus ada yang kembali ke kampus sebagai Dosen atau Tenaga Pendidikan dan memperkuat eksistensi

FOKAL

IMM

Brawijaya,

KBMB

(Keluarga

Besar

Muhammadiyah Brawijaya), dan IMM, harus ada pula yang terjun ke dunia politik, pemerintahan, birokrasi, pengusaha, dan seterusnya. Atau mungkin bila perlu ada “ijtihad” untuk mendirikan semacam "biro jodoh" di tataran FOKAL IMM Brawijaya guna keperluan pengkaderan berkelanjutan via keluarga Ikatan, biar tidak saling rebutan, ada yang tidak kebagian atau malah ada yang terbaikan sehingga diambil di tikungan oleh orang yang datang belakangan. IMM Brawijaya jelang usia seperempat abad harus menegaskan jati dirinya sebagai kawah candradimuka untuk menghasilkan kader umat, kader bangsa, dan kader persyarikatan. Kader IMM Brawijaya dalam impian kita semua di mana pun berada akan selalu memberikan manfaat serta diakui kualitasnya baik oleh kawan maupun lawan. Menjadi penegak keadilan, penerus dan pelangsung agenda-agenda kebaikan. Semoga cita-cita baik ini dimudahkan jalannya oleh Allah SWT. Aamiin. Terakhir, Saya pribadi mengharapkan agar dalam milad ke seperempat abad nantinya selayang pandang IMM Brawijaya telah lengkap adanya dan bisa di launching dalam bentuk buku. Untuk itu mohon kesediaan masing-masing periode kepengurusan bilamana berkenan untuk mendokumentasikan perjalanannya dalam bentuk tulisan sekaligus barangkali mengoreksi tulisan ini. Saya pribadi insya Allah siap untuk 423


menampung dan menjadi editornya untuk kemudian bersama-sama kita terbitkan sebagai kado milad seperempat abad IMM Brawijaya.

Nasrun minallah, wafathun qoriib Billahi fi sabilil haq, fastabiqul khairat

Malang,

10 Ramadan 1438 H 5 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Ketua Umum IMM Brawijaya 2010-2011

424


#27 LAHIRNYA SANG CENDEKIAWAN MUSLIM DARI BUMI FORMOSA (DIDEDIKASIKAN KHUSUS MENYAMBUT KELULUSAN KETUM PCIM TAIWAN PERTAMA)

Muqoddimah Hari ini, tepatnya 21 Ramadan 1438 H yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 2017 M penulis mendapatkan kabar bahagia tentang kelulusan salah seorang saudara, senior, sahabat seperjuangan, teman chatting dan rasan-rasan, sekaligus konco nglayap dari program doktoral NTUST (National Taiwan University of Science and Technology). Kabar bahagia yang diam-diam sudah sangat lama Saya tunggu juga walau dahulu pernah guyon ke beliaunya bahwa gak afdal lulus cepat karena harus ngopeni Muhammadiyah di Taiwan yang baru seumur anak ayam yang baru menetas (padahal Saya yang lulus cepat eh tepat waktu sehingga harus "kabur" duluan kembali ke Indonesia). Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT Ramadan tahun ini memberi berkah tersendiri kepada beliau dengan kelulusan yang sudah lama dinantikan. Tepat pada hari Kamis kemarin, 20 Ramadan 1438 H/15 Juni 2017 M pukul 09.00 Waktu Taiwan (08.00 WIB) beliau memulai perjuangan oral defense di hadapan supervisor dan examination committee. Alhamdulillah akhirnya kini beliau telah lulus serta resmi berhak menyandang gelar prestise Ph.D (Doctor of Philosophy) dari salah satu kampus ternama di Taiwan. Sekali lagi selamat !

425


Hari ini, dalam edisi tulisan ke-21 di bulan Ramadan Saya memutuskan untuk membuat tulisan sederhana ini, khusus didedikasikan dalam rangka menyambut kelulusan beliau. Tulisan ini hanya merupakan sebuah catatan pribadi tentang pengalaman dan interaksi penulis bersama beliau ketika masih sama-sama berada di Taiwan maupun pasca penulis sudah kembali ke kampung halaman. Bagi penulis pribadi, kebersamaan yang terhitung singkat bersama beliau telah banyak memberikan inspirasi dan kenangan yang sulit untuk dilupakan. Semoga coretan singkat ini menjadikan semua kenangan yang telah terjadi bisa lebih abadi, abadi karena telah diikat dengan ingatan dan juga dengan tulisan. Tak lupa dalam sesi terakhir tulisan ini nanti penulis juga haturkan doa dan harapan-harapan. Semoga apa yang sudah didapatkan membawa kebaikan.

“Sam” Adam, Begitu Saya Memanggilnya Baiklah, saya mulai cerita ini dari bagaimana awal perkenalan penulis dengan Sam Adam, ya, Sam Adam, begitu saya memanggil beliaunya ini. Nama lengkapnya M. Adam Jerusalem, asli Yogyakarta. Saya panggil "Sam" biar adil saja karena beliau kalau menyapa Saya biasanya dengan kata "Sam" yang merupakan bahasa walikan khas Malang yang berarti "Mas", mengingat Saya lumayan lama tinggal di Malang untuk kuliah walau turunan 100% asli Lamongan. Meskipun dari segi usia Sam Adam ini jauh lebih senior dari Saya tapi rasanya kalau manggil "Pak" itu jadi berjarak dan kurang akrab, jadinya Saya putuskan memanggil Sam Adam saja, untung yang dipanggil begitu tidak keberatan. Saya masih ingat saat itu bersama dengan kawan-kawan lain, ada Ochi (National Chiayi University), Andi (Asia University), dan Nanda (National 426


Central University) masih awal-awal membuat dan mengaktifkan media sosial Muhammadiyah Taiwan, waktu itu sekitar bulan Oktober atau Nopember

2013.

Saya

kebagian

menjadi

admin

facebook

"Muhammadiyah Taiwan". Karena baru ada empat orang plus Saya saat itu, pilihan perjuangan lewat media sosial menjadi harga mati bagi Kami yang mempunyai iktikad mendirikan Muhammadiyah di Taiwan. Media sosial dipilih karena mengingat resources kami yang terbatas dan jangkauan media sosial yang lebih luas sehingga dipandang lebih efektif dan efisien dalam mengenalkan kehadiran Muhammadiyah di Taiwan. Gayung bersambut, tatkala di suatu pagi Saya membuka akun FB "Muhammadiyah Taiwan" ada notification dari akun "PWPM DIY" (Pimpinan

Wilayah

Pemuda

Muhammadiyah

DIY)

yang

menginformasikan bahwa ada satu kadernya yang sedang tugas belajar di Taiwan. Wah senang sekali rasanya ketika itu, mengingat sangat sulit mendapatkan "kader jadi" di Taiwan (Terima kasih secara pribadi Saya ucapkan kepada admin PWPM DIY karena telah mengenalkan Sam Adam kepada Saya). Tak menunggu lama, akhirnya terjadi komunikasi antara Saya dengan Sam Adam via chatting, yang mulanya di FB kemudian merambah ke WhatsApp. Mulai hari itulah Saya berkenalan dengan Sam Adam walau hanya sebatas via media sosial mengingat Kami berada di kampus dan kota yang berbeda, Saya belajar di NCU (National Central University), Zhongli sedang Sam Adam di Taipei. Sebenarnya jarak antara Zhongli-Taipei tidak terlalu jauh, kurang dari satu jam saja naik kereta atau bus kota namun karena saat itu masih sibuk-sibuknya kuliah maka sangat sulit untuk bisa mengagendakan pertemuan. Saya bertemu pertama kali dengan Sam Adam beberapa bulan kemudian, yakni saat malam tahun baru 2014. Di Taiwan tiap malam tahun baru 427


ada pertunjukan kembang api spektakuler di gedung pencakar langit, Taipei 101 yang pernah dinobatkan sebagai gedung tertinggi di dunia beberapa dekade lalu. Saya berangkat bersama tiga teman kuliah dari NCU dan menjadi bagian dari ribuan penikmat malam tahun baru di Taipei kala itu, lumayan bisa sedikit jadi obat dari rutinitas kuliah dan nge-lab yang kadang bikin lesu. Total selama di Taiwan Saya hanya bertemu Sam Adam hanya lima kali saja karena kesibukan masingmasing sampai Saya lulus dan harus pulang. Setelah pertemuan perdana itu, Kami kemudian bertemu lagi pada deklarasi PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) Taiwan di Kota Tainan, pelantikan PCIM Taiwan di Taipei Cultural Mosque, buka bersama dan safari dakwah di shelter house KDEI Touyuan, serta dalam acara DOTS (Dakwah on The Street) di kota Taichung.

Kerja Bareng di PCI Muhammadiyah Taiwan Pertemuan dan perkenalan Saya dengan Sam Adam tidak lain karena Muhammadiyah. Saya yang sebelumnya tidak kenal menjadi kenal karena disatukan oleh identitas sebagai kader Muhammadiyah yang sama-sama punya cita-cita mendirikan Muhammadiyah di Taiwan. Walau hanya bertemu lima kali dalam tempo yang singkat nyatanya tidak terlalu mempengaruhi hubungan baik dan kerja sama Kami. Sudah samasama paham bahwa di Muhammadiyah itu tempatnya berjuang dengan ikhlas untuk agama. Dalam Musyawarah Cabang Istimewa pertama di Kota Tainan sekaligus deklarasi PCIM Taiwan pada tanggal 1 Februari 2014 dipilih secara aklamasi Sam Adam sebagai Ketua Umum pertama PCIM Taiwan sedang Saya diamanahi sebagai Koordinator Majelis Informasi, Komunikasi, dan Hubungan Masyarakat periode 2014-2016. Perjuangan untuk sampai pada hari deklarasi waktu itu lumayan seru 428


karena kepastian tambahan kader menjadi 13 orang untuk melengkapi syarat minimal pendirian PCIM terjadi pada detik-detik akhir menjelang kepulangan para kader tersebut karena telah menyelesaikan studinya. Saat itu selain Kami berlima, Saya, Andi, Ochi, Nanda, Sam Adam, juga sudah ketambahan Rizal (NCU), masih kurang 7 kader lagi yang kemudian semuanya diambil dari kader Muhammadiyah di NCKU (National Cheng Kung University), Tainan yang mayoritas merupakan dosen-dosen PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) yang sedang tugas belajar. Tersebutlah nama Pak Asiandi dan Istri Bu Alia, Bu Yuanita, Bu Henik, Mbak Nurul Purbo, Bu Nurul Hidayah, dan Mbak Ulfah. Saya kerja bareng Sam Adam secara langsung boleh dibilang hanya beberapa saat saja, karena pada tanggal 10 Agustus 2014 harus kembali ke Indonesia. Jika dihitung dari sejak awal berkenalan via media sosial dan berlanjut dengan koordinasi berarti hanya sekitar 10 Bulan saja. Jika dihitung dari tanggal deklarasi PCIM Taiwan berarti cuma 7 Bulan, dan jika dihitung dari pelantikan PCIM Taiwan berarti hanya 5 Bulan. Namun dalam waktu yang singkat itu Saya menemukan banyak inspirasi ketika bersama Sam Adam, bagaimana totalitasnya dalam ber-Muhammadiyah yang kalau kata Pak Abdul Mu'ti (Sekum PP Muhammadiyah) kader Muhammadiyah itu selain jadi ujung tombak juga adalah ujung tombok Muhammadiyah. Di Muhammadiyah itu tidak dibayar malah seringkali kadernya

yang

harus

keluar

uang

buat

membiayai

agenda

Muhammadiyah, dan Sam Adam masuk dalam dua kategori ini. Totalitas Sam Adam semakin terlihat manakala keluarga kecilnya (istri dan 2 anak) menyusul ke Taiwan. Bagaimana kemudian beliau harus membagi waktu antara studi, keluarga, dan Muhammadiyah yang kesemuanya menurut pengamatan Saya berjalan dengan sempurna. Saya 429


banyak belajar dari beliau perihal bab ini, rasanya hari berMuhammadiyah nya tidak berkurang karena kesibukan di kampus maupun di rumah. Sewaktu sudah purna amanah sebagai Ketua Umum dan "turun jabatan" mengurusi Lazismu (Lembaga Zakat Infak Sedekah Muhammadiyah) Taiwan periode 2016-2018 ini tak terlihat penurunan keistikamahan beliau dalam ber-Muhammadiyah, semangatnya masih sama, istimewa.

Reuni di Muktamar Muhammadiyah Sejak kepulangan Saya ke Indonesia 10 Agustus 2014 lalu sampai dengan saat ini, saya hanya bertemu sekali dengan Sam Adam sewaktu mengikuti Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar tahun 2015 (semoga setelah kepulangan Beliau dalam waktu dekat ini Kami bisa bertemu lagi). Kami berdua mewakili PCIM Taiwan bersama dengan 2 kader lainnya. Lihat, bagaimana energi Muhammadiyah mampu menyatukan Kami untuk bertemu kembali untuk reuni. Saya yang harus berangkat dari Lamongan, naik kapal 2 hari 2 malam dari Surabaya ke Makassar, Om Andi Azhar yang harus jauh-jauh datang dari Bengkulu, tanah Sumatera dan Bang La Ode yang harus naik kapal dan nyambung naik pesawat untuk dapat sampai ke Makassar dari Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara. Tak ketinggalan yang paling fenomenal, Sam Adam yang harus terbang dari Taiwan khusus untuk bisa datang ke Makassar. Selama di Makassar, kurang lebih 3 atau 4 hari Kami berempat mengenang kembali masa-masa perjuangan ketika masih di Taiwan dulu. Ketika itu hanya Sam Adam yang masih bertahan di Taiwan sedang Kami bertiga telah lulus walau sekarang Om Andi Azhar balik lagi ke Taiwan mengambil program doktoralnya. Bagi Saya, Sam Adam yang dulu 430


pertama kali Saya temui di Taipei masih sama dengan yang Saya temui di Makassar, masih sama baik dan rendah hatinya. Bahkan kelak kalau Allah mengizinkan bertemu lagi Saya masih yakin Sam Adam masih tidak akan banyak berubah kecuali mungkin akan semakin menua saja. Terkenang sekali, Sam Adam-lah yang menyiapkan segala sesuatunya dari Taiwan agar Kami bertiga siap untuk berangkat ke Makassar, dari mulai mengusahakan subsidi biaya perjalanan (plus jadi ujung tombok juga sepertinya) sampai masalah teknis pendaftaran sebagai utusan resmi PCIM Taiwan di Muktamar Muhammadiyah. Xie-xie Sam, maaf telah banyak merepotkan dan mungkin mengecewakan.

Doa dan Harapan Jalaluddin Rumi berkata, “Demi Allah, sudah sepatutnya bagi manusia untuk selalu memiliki harapan. Iman itu sendiri terdiri atas rasa takut dan harapan.” Oleh karenanya pada bagian ini Saya sengaja akan menuliskan doa dan harapan terkait kelulusan Sam Adam. Kini, barangkali memang sudah waktunya Sam Adam kembali ke tanah air Indonesia. Mendedikasikan ilmu yang didapatkan untuk membangun bangsa dan persyarikatan tercinta. Waktu yang dihabiskan lebih dari 3 tahun di Taiwan lebih dari cukup sebagai bekal untuk kembali ke kampung halaman. Membangun peradaban baru yang lebih berkemajuan dan berkeunggulan. Menyandang gelar Doktor, apalagi dari perguruan tinggi bergengsi di luar negeri tentulah menjadi impian banyak orang tak terkecuali penulis pribadi. Namun dibalik bergengsinya gelar tersebut ada tanggung jawab besar yang menyertai. Menjadi golongan minoritas terdidik di negeri ini memikul beban berat untuk bisa berbuat banyak dan berarti kepada masyarakat luas sebagai bukti bakti kepada negeri. 431


Doa dan harapan penulis, semoga ilmu yang didapatkan Sam Adam sejak mulai awal sampai dengan nanti semuanya mengandung keberkahan, kemanfaaatan, dan kemaslahatan. Menjadikan ilmu yang diperolehnya sebagai dasar beramal saleh lewat dunia pendidikan sebagaimana yang saat ini beliau tekuni maupun bidang pengabdian lain yang beliau ingini. Meneruskan wasiat K. H. Ahmad Dahlan yang sebenarnya Saya yakin tak akan terlupa, jangan lupa kembali ke rumah besar Muhammadiyah. Selamat kembali meneruskan perjuangan. Semoga rahmat dan karunia Allah senantiasa menyertai perjalanan. Baik di Taiwan, Indonesia, atau di mana pun adalah medan perjuangan dan ber-Muhammadiyah, sampai nanti kita semua tak mampu lagi untuk berjuang dan ganti untuk diperjuangkan. Terima kasih atas segala inspirasi, semangat, dan pengorbanannya dalam membesarkan PCIM Taiwan. Dari Sam Adam Saya banyak mendapatkan pelajaran tentang makna kesabaran, ketulusan, keoptimisan, dan keistikamahan. Selamat dan sukses Sam Adam, semoga selalu sehat dan diberikan keberkahan.

Khotimah Sejujurnya mendengar kabar kelulusan Sam Adam itu mengandung dua makna bagi Saya. Antara kabar duka dan bahagia. Bahagia karena akhirnya Allah memberikan balasan istimewa atas segala ikhtiar yang diperjuangkan beliau bertahun-tahun lamanya di Taiwan, walau belum pernah merasakan studi doktoral namun Saya bisa membayangkan betapa beratnya mandapatkan gelar Doktor di Taiwan jika mengukur dari perjuangan Saya yang harus jatuh bangun hanya demi gelar Master ada dalam genggaman.

432


Bahagia karena Indonesia pada umumnya dan Muhammadiyah pada khususnya telah kedatangan satu lagi cendekiawan muslim mumpuni untuk memperkuat barisan golongan cendekiawan di republik ini. Menyabet gelar Sarjana Teknik dari UII, Magister Teknik dari ITB, dan dilengkapi dengan gelar Ph.D dari NTUST lebih dari cukup untuk membuktikan kepakaran beliau di bidangnya. Selain itu yang tidak banyak dimiliki oleh orang lain, Sam Adam merupakan paket komplit dengan multidisplin ilmu karena juga menyandang gelar Sarjana Hukum dari UGM seangkatan dengan Zainal Arifin Muchtar, Direktur PUKAT UGM yang sering muncul di layar kaca. Pemahaman keagamaan dan keMuhammadiyah-an beliau juga sangat mumpuni karena lahir dan besar dalam "trah" Jerusalem di Sleman, Yogyakarta, Ibu Kota Muhammadiyah. Namun, dibalik kebahagiaan itu terselip rasa sedih karena dengan kelulusan Sam Adam berarti tak lama lagi beliau akan meninggalkan Taiwan. Bagi orang-orang yang pernah berjuang bersama beliau di Taiwan, adalah suatu kehilangan besar melepas Sam Adam kembali ke kampung halaman. Diakui atau tidak 3 tahun ini beliaulah nyawa dari geliat dakwah Muhammadiyah di Taiwan. Yang mulanya tak banyak dikenal orang kini 3 tahun berselang telah menjadikan PCIM Taiwan harum namanya baik di internal maupun eksternal persyarikatan. Dari yang dulu hanya ada belasan kader kini menjelma menjadi ratusan kader dan simpatisan. Dari yang hanya ada PCIM kini telah lahir dan berdiri ortom PCIA (Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah) dan TSPM (Tapak Suci Putera Muhammadiyah) Taiwan, tak ketinggalan berdirinya 3 PRIM (Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah) Taiwan. Bayang-bayang ketakutan bagaimana nasib PCIM Taiwan sepeninggal Sam Adam tak kuasa juga untuk ditahan. 433


Sebagai salah seorang yang membersamai beliau mempersiapkan dan membidani kelahiran PCIM Taiwan tentu ada rasa cemas dan ketidakrelaan bila kemudian PCIM menjadi surut langkahnya dan tak terdengar lagi suaranya. Tanpa ada maksud sedikit pun untuk menyamakan sosok Sam Adam dengan Rasulullah Muhammad SAW, dalam hal ini saya teringat akan salah satu firman Allah bahwa tatkala Rasulullah wafat dan kaum muslimin begitu terpukul dan nyaris mati semangatnya, Abu Bakar tampil berdiri dan berkata kepada kaum muslimin saat itu dengan kalimat yang sangat fenomenal, yakni: “Jika kalian menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad kini telah wafat. Namun jika kalian menyembah Allah, Tuhannya Muhammad, sesungguhnya Allah itu Mahahidup dan tidak akan mati”. Kemudian Abu Bakar membacakan salah satu ayat untuk mengobarkan semangat kaum muslimin bahwa hidup harus terus berjalan dengan atau tanpa Rasulullah yang telah tiada.

                              "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran [3]: 144)

434


Oleh karenanya, dalam kesempatan yang terakhir ini Saya juga menitipkan pesan kepada semua kader yang saat ini masih berkhidmat di PCIM Taiwan untuk terus bersemangat, melanjutkan apa yang sudah dimulai oleh Sam Adam dan pengurus terdahulu dengan lebih baik lagi. Semoga tak kendur semangatnya, sekali layar mengembang pantang surut ke belakang! Mengutip pesan Buya Hamka yang meskipun ditujukan kepada kaum lelaki namun tidak ada salahnya juga berlaku untuk kaum perempuan tanpa terkecuali, karena katanya sekarang ini adalah era emansipasi. “Anak lelaki tidak boleh dihiraukan panjang. Hidupnya ialah untuk berjuang. Kalau perahunya telah dikayuhnya ke tengah, dia tidak boleh surut meski bagaimana besar gelombang. Biarkan kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia daripada membalik haluan pulang.” [Buya Hamka]

Untuk yang saat ini sedang berbahagia. Welcome Home, Sam M. Adam Jerusalem, S.T., S.H., M.T., Ph.D. Selamat datang kembali cendekiawan berpribadi ! Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

21 Ramadan 1438 H 16 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Murid ideologis Sam Adam Jerusalem 435


#28 BERBUDAYA DI JALAN RAYA; SEBUAH CATATAN MENYAMBUT ARUS MUDIK 1438 H

Muqoddimah Tak terasa bulan Ramadan hanya menyisakan waktu kurang dari seminggu lagi. Hal ini berarti tidak lama lagi kita akan segera bertemu dengan Bulan Syawal dan Hari raya Idul Fitri. Salah satu tradisi yang dimiliki orang Indonesia ketika jelang Hari raya ialah adanya perjalanan massal yang biasa disebut mudik pulang menuju ke kampung halaman oleh para perantau di kota-kota besar baik di dalam maupun luar negeri. Para perantau ini meninggalkan kampung halaman tempat ia lahir dan dibesarkan menuju ke tempat lainnya dan kemudian menetap dikarenakan berbagai sebab, ada yang karena sebab pekerjaan, pendidikan, maupun sebab perkawinan. Dan momen Hari raya adalah waktu yang biasa digunakan para perantau itu untuk kembali ke rumah asalnya, bertemu orang tua (bila masih ada), keluarga, sahabat, tetangga, atau hanya sekedar untuk bisa bernostalgia dan menenangkan diri dari hiruk pikuk kota dan rutinitas pekerjaan. Tradisi mudik atau pulkam (pulang kampung) ketika momen hari raya di Indonesia menjadi agenda akbar karena melibatkan jutaan orang dalam waktu yang hampir bersamaan. Tiap tahunnya pemerintah maupun swasta

senantiasa

melakukan

persiapan

khusus

dalam

rangka

menghadapi segala kemungkinan yang terjadi ketika arus mudik mulai 436


berjalan. Agenda mudik merupakan agenda nasional yang menyedot perhatian banyak kalangan dan sekaligus menghabiskan banyak anggaran. Ada banyak sekali yang harus dipersiapkan oleh pemangku kebijakan maupun oleh para pelaku mudik yang akan melakukan perjalanan. Dalam kesempatan ini penulis hanya akan membahas apa yang seharusnya dipersiapkan dan dilakukan oleh para pemudik agar mudik dapat berlangsung dengan aman dan nyaman, serta selamat sampai dengan tujuan. Bagaimana pun bagusnya sistem transportasi massal, sarana dan prasarana jalan serta rekayasa lalu lintas yang dilakukan oleh pemerintah tak akan berarti apa-apa jika tidak ada kerja sama dan iktikad baik dari para pemudik itu sendiri sebagai pengguna jalan. Harus dipahami bersama bahwa mudik bukanlah perjalanan biasa, ia adalah perjalanan mulia dalam rangka menyambung silaturahmi dan berbakti kepada orang tua serta perjalanan dalam rangka saling maaf-memaafkan. Oleh karenanya harus juga dilakukan dengan cara-cara yang mulia agar tidak mencederai kemuliaan perjalanan mudik itu itu sendiri yang mengandung nilai kebaikan.

Persiapan Jelang Mudik Mengingat perjalanan mudik umumnya berlangsung lama lebih dari seminggu dan menempuh jarak yang relatif jauh. Maka ada baiknya pemudik mempersiapkan segala sesuatunya agar perjalanan mudik berlangsung dengan lancar. Berikut Kami sajikan beberapa hal yang harus dipastikan telah dilakukan sebelum melakukan perjalanan mudik berdasarkan pengalaman pribadi maupun disarikan dari berbagai 437


sumber yang ada, semoga dapat sedikit membantu pembaca sekalian yang akan mudik ke kampung halaman. Pertama, pastikan rumah atau kamar telah terkunci karena akan kita tinggal dalam waktu yang lama. Bila perlu kunci berlapis terhadap bagian-bagian rumah tertentu yang menyimpan barang berharga seperti lemari, rak meja, dan sebagainya. Lebih utama untuk tidak meninggalkan barang-barang mewah atau uang tunai dalam jumlah besar di rumah. Kalau pun terpaksa harus ditinggal maka harus disimpan dalam tempat yang dijamin aman dan rahasia. Kedua, pastikan kran air di rumah telah tertutup rapat. Hal ini untuk menghindari melubernya air di dalam rumah karena lupa untuk tidak kita tutup. Jika hanya sehari dua hari barangkali tidak apa-apa namun jika sampai seminggu atau lebih tentu akan sangat membahayakan kondisi rumah dan tentu saja akan memberatkan kondisi keuangan keluarga karena harus membayar biaya air sebanyak yang terbuang. Ketiga, cabut semua stop kontak listrik jelang mudik atau matikan sumber listrik di rumah untuk menghindari konsleting arus listrik yang bisa menyebabkan kebakaran. Pastikan semua alat elektronik di rumah telah tercabut dari stop kontaknya. Keempat, jika meninggalkan beberapa kendaraan di rumah maka kunci ganda semuanya dan jangan meninggalkan kunci serta surat-surat kendaraan bermotor di sembarang tempat yang mudah dijangkau orang. Kelima, jika terdapat tabung gas di dalam rumah maka pastikan kondisinya bagus dan tidak ada selang yang bocor untuk menghindari kebakaran serta pastikan kompor dalam keadaan padam. Keenam, lapor dan berpamitan kepada RT/RW/ tetangga yang dipercaya sesaat jelang 438


mudik. Hal ini agar pihak-pihak terkait menaruh perhatian lebih kepada kondisi rumah kita pasca kita tinggal mudik. Jika memungkinkan bisa meninggalkan kunci rumah kita untuk secara berkala minta bantuan mengecek kondisinya. Ketujuh, jika menggunakan kendaraan pribadi pastikan kendaraan dalam kondisi prima dan lengkap surat-surat kendaraannya. Cek kondisi kendaraan sebelum digunakan untuk mudik. Termasuk di dalamnya mempersiapkan segala suku cadang (spare part) dan alat-alat kelengkapan "perbengkelan" wajib seperti kunci pas, obeng, dan dongkrak, serta perlengkapan keselamatan lainnya semisal jaket, helm, sepatu, pelindung kaki dan tangan, jas hujan (bagi roda dua), dan seterusnya untuk antisipasi jika terjadi apa-apa di jalan. Kedelapan, jika mudik menggunakan angkutan umum maka pastikan tiket perjalanan telah jauh-jauh hari didapatkan, hal ini untuk menghindari berebut dan kehabisan tiket serta semakin melonjaknya harga tiket jelang Lebaran. Pertimbangkan juga jenis angkutan umum yang akan digunakan sesuai dengan kondisi kita dan keluarga serta tentu saja dengan kondisi keuangan kita. Pemilihan moda transportasi ini penting untuk menjaga kenyamanan dan keamanan selama dalam perjalanan. Kesembilan, buat list barang bawaan yang akan dibawa mudik. Sebisa mungkin hanya membawa barang-barang yang penting saja mengingat semakin banyak barang yang dibawa akan semakin merepotkan dalam perjalanan, baik ketika naik kendaraan pribadi maupun ketika naik kendaraan umum. Barang bawaan yang terlalu banyak juga membawa resiko kecelakaan yang lebih besar utamanya jika menggunakan kendaraan roda dua. Kesepuluh, jangan lupa siapkan obat-obatan pribadi atau kotak P3K untuk jaga-jaga ketika dalam perjalanan jika 439


menderita sakit dan jauh dari apotek atau rumah sakit. Kesebelas, mengingat mudik adalah perjalanan yang relatif jauh maka untuk menghindari kebosanan apalagi ketika menghadapi kemacetan ada baiknya disiapkan sarana hiburan selama dalam perjalanan. Buku, film, lagu, headset, dan seterusnya bisa jadi solusi pengusir kebosanan dalam perjalanan. Kedua belas, terkait kebutuhan sarana komunikasi selama perjalanan jauh. Ada baiknya dipersiapkan ponsel/baterai cadangan, power bank atau semacamnya untuk menjaga kondisi ponsel tetap on selama perjalanan. Jangan lupa isi juga pulsa dan paketan internet secukupnya. Bila perlu dipersiapkan khusus nomor ponsel dari berbagai macam provider karena masing-masing wilayah berbeda kekuatan sinyalnya. Ketiga belas, jika mudik menggunakan kendaraan pribadi perlu kiranya menyiapkan peta mudik dalam bentuk soft atau hard file. Tidak hanya cukup dengan aplikasi maps di ponsel karena untuk jaga-jaga jika selama di perjalanan sinyal ponsel lemah dan adanya pengalihan arus lalu lintas. Disamping itu peta mudik biasanya khusus dibuat dengan menampilkan beberapa informasi penting, seperti informasi rest area, SPBU, masjid, rumah sakit, minimarket, dan sebagainya. Keempat belas, persiapkan perbekalan (makanan, minuman, cemilan) selama dalam perjalanan untuk meminimalisasi kelaparan dan penurunan energi serta konsentrasi tubuh. Kelima belas, pastikan kondisi tubuh fit dengan makan dan istirahat yang teratur baik sebelum perjalanan maupun ketika perjalanan. Jika menggunakan kendaraan pribadi, ada baiknya secara teratur bisa berhenti dan beristirahat selama dalam perjalanan untuk memulihkan kembali kondisi badan. Keenam belas, siapkan dana yang cukup untuk bisa meng-cover biaya perjalanan 440


termasuk untuk keperluan selama berada di kampung halaman. Ketujuh belas, buat rencana perjalanan dan agenda selama di kampung halaman. Rencana perjalanan mencakup pemilihan dan pemahaman rute mana yang akan dilewati berikut informasi penting sepanjang jalur tersebut, jadwal istirahat, dan seterusnya, termasuk juga jadwal keberangkatan. Rencana agenda di kampung halaman diperlukan agar waktu yang ada selama di sana bisa digunakan secara efektif dan efisien dan tidak ada agenda yang terlewatkan mengingat tidak setiap saat kita bisa berada di kampung halaman. Kedelapan belas, ketahui nomor-nomor telepon penting selama dalam perjalanan, seperti nomor telepon polisi, rumah sakit, jasa marga, jasa derek kendaraan, jasa service panggilan, tambal ban (jika ada) dan semacamnya. Kesembilan belas, khusus jika mudik menggunakan motor, maka usahakan hanya berboncengan dengan seorang penumpang saja dengan tidak banyak membawa barang karena motor tidak dirancang untuk ditumpangi banyak orang dengan beban yang berat pula. Kedua puluh, jika memungkinkan lebih baik mudik dengan bersama teman atau secara rombongan beberapa unit motor atau mungkin mobil. Hal ini untuk dapat memberi rasa aman dan ketenangan karena adanya teman yang siap saling membantu selama dalam perjalanan. Dan yang terakhir, kedua puluh satu, pastikan sebelum dan selama mudik untuk banyak berdoa dan tidak meninggalkan ibadah, khususnya ibadah wajib, seperti salat yang tetap bisa dikerjakan dengan jamak qasar di masjid ketika rehat perjalanan maupun di dalam kendaraan umum dengan wudu bisa diganti dengan tayamum jika tidak menemukan air. Adapun puasa bagi para musafir diberikan rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa dengan syarat dan ketentuan berlaku dengan kewajiban untuk menggantinya di lain hari. 441


Jalan Raya Milik Bersama Salah satu hal terpenting yang harus juga dipahami oleh para pemudik selain persiapan jelang mudik di atas ialah tentang pemahaman bahwa jalan raya adalah milik bersama. Semua orang yang mudik juga menginginkan hal yang sama, lekas sampai ke kampung halaman dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun juga. Hal ini menjadi penting diketahui dan dipahami oleh setiap pemudik agar timbul budaya saling menghormati dan menghargai pengguna jalan lainnya. Dalam kondisi badan dan pikiran yang lelah, ditambah kondisi macet yang kadangkala sulit terhindarkan membuat banyak orang kemudian lebih cepat marah, egois, mau menang sendiri, dan memaksakan kehendaknya. Seakan-akan yang

cepat ingin pulang

kampung hanya dia seorang hingga menzalimi sesama pengguna jalan lainnya. Jalan raya adalah milik bersama sehingga masing-masing pengguna jalan harus menahan dirinya untuk tidak menggunakan haknya memakai jalan dengan cara melanggar hak orang lainnya. Semua orang yang sedang mudik juga menginginkan keselamatan selama dalam perjalanan maka masing-masing diri harus mengusahakan keselamatan bersama itu dengan tidak berlaku ugal-ugalan serta melanggar rambu-rambu lalu lintas lainnya. Tiap pemudik harus disadarkan kembali tentang apa yang menjadi tujuan utama mereka mudik, yakni tentang menyambung silaturahmi dan berhari raya bersama keluarga. Oleh karenanya harus diingat bahwa dalam setiap perjalanan mudik ada keluarga di rumah yang menunggu 442


kedatangan kita. Maka berhati-hatilah selama perjalanan dan hormati pengguna jalan lainnya karena jalan raya adalah milik bersama. Perjalanan mudik mengandung dimensi yang sangat kental dengan nilainilai kebajikan sebagaimana yang sudah tersebut di atas. Maka sudah semestinya bagi umat Islam terlebih di bulan puasa ini untuk bisa melakukan mudik secara lebih bermartabat dan mengedepankan maslahat. Tertib di jalan raya, mengindahkan rambu-rambu lalu lintas dan arahan petugas serta senantiasa menjaga kondusifitas. Umat Islam khususnya yang akan menjalani mudik harus bisa tetap berbudaya di jalan raya. Hal ini bisa dimulai dengan hal-hal sederhana seperti menyiapkan tempat sampah di dalam kendaraan agar tidak membuang sampah sembarangan di jalanan. Tidak merokok di tempattempat umum apalagi dalam kendaraan umum yang penuh sesak. Tidak buang air sembarangan, seperti di pinggir-pinggir jalan padahal ada banyak toilet di SPBU maupun masjid-masjid kecuali dalam keadaan macet yang sangat parah, itu pun sebenarnya bisa diantisipasi dengan menggunakan kantong khusus urine yang ramah lingkungan dan sudah dijual bebas. Umat Islam yang menjalankan mudik juga harus tetap membudayakan saling membantu sesamanya yang membutuhkan pertolongan. Misalnya dengan berbagi makanan untuk berbuka di perjalanan. Berbagi pulsa ketika orang lain kehabisan. Membantu mendorong motor atau mobil yang mogok di perjalanan. Memberi kesempatan orang lain untuk menyeberang jalan. Tetap sabar dan tidak perang klakson saat berada dalam kemacetan. Memberi prioritas jalan kepada mobil ambulans. Menahan diri untuk tidak mengambil hak pejalan kaki karena 443


menggunakan trotoar jalan. Tidak memaksakan diri melawan arus karena kemacetan yang justru akan membahayakan diri dan orang lain dan memperburuk keadaan. Bagi kendaraan beroda dua tidak memodifikasinya menggunakan knalpot yang menimbulkan kebisingan, dan seterusnya.

Khotimah Sengaja dalam tulisan hari ini penulis mengambil tema tentang berbudaya di jalan raya mengingat pengalaman pribadi penulis sendiri sebagai pengguna rutin jalan raya tatkala berangkat pulang pergi bekerja dari Lamongan ke Surabaya. Dalam keadaan normal (non-mudik) seringkali penulis jumpai banyaknya manusia yang kehilangan identitasnya sebagai makhluk berbudaya tatkala berada di jalan raya. Padahal manusia adalah makhluk yang diciptakan sempurna, dilengkapi akal pikiran dan keunggulan lain yang membedakan dengan makhluk lainnya. Berapa banyak manusia di jalan raya yang hanya mementingkan diri dan urusannya tanpa peduli dengan orang lain dan keadaan lingkungan. Kebut-kebutan di jalanan dengan suara knalpot yang memekakkan. Memotong jalan dengan seenaknya hanya karena ingin cepat sampai di tujuan. Tidak mau mengalah saat mengantri dalam kemacetan. Mudah marah dan ribut di jalanan hanya karena sedikit senggolan yang sebenarnya tanpa kesengajaan dan sama-sama tidak diinginkan. Bus kota yang saling balapan dengan sesamanya hanya karena rebutan penumpang namun membahayakan pengguna lain jalan.

444


Musim mudik yang merupakan puncak keramaian penggunaan jalan raya haruslah disikapi secara arif dan bijaksana. Terlebih bagi umat Islam yang sedang berpuasa dan berada dalam bulan yang mulia. Bagaimana mungkin akan sempurna ibadah puasa kita tatkala emosi mudah pecah, menzalimi pengguna jalan lainnya, dan seterusnya yang menunjukkan hilangnya identitas manusia sebagai makhluk berbudaya. Akhirnya, penulis mengucapkan selamat mudik kepada para pembaca di mana pun berada, baik yang saat ini sedang dalam perantauan akibat bekerja maupun sekolah. Baik yang saat ini masih di dalam tanah air tercinta maupun masih di mancanegara. Selamat melakukan perjalanan mulia, bertemu kembali dengan keluarga tercinta di rumah dan selamat merayakan hari raya Idul Fitri bersama-sama. Semoga perjalanannya aman dan menyenangkan, selamat sampai tujuan. Aamiin. Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan,

24 Ramadan 1438 H 19 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Warga Negara Indonesia yang dulu pernah merasakan mudik juga

445


#29 MOMENTUM HARI RAYA; DARI SILATURAHMI NASIONAL HINGGA REKONSILIASI MASSAL

Muqoddimah Tak terasa sebentar lagi Ramadan akan segera meninggalkan para kekasihnya. Meninggalkan mereka semua yang selama sebulan penuh membersamainya. Detik-detik ini semua hamba yang cinta dengan Ramadan tentu akan sangat berduka karena tak ada jaminan tahun depan akan kembali bersua. Semua yang rindu dengan Ramadan sekarang telah kembali rindu untuk berjumpa bahkan sebelum benarbenar berpisah. Maka cukuplah kini banyak berdoa kepada Allah akan kiranya diberikan umur dan kesempatan berjumpa Ramadan di tahuntahun berikutnya. Kepergian Ramadan yang tinggal beberapa jam lagi akan segera digantikan oleh kedatangan Hari raya Idul Fitri. Bagi umat Islam Idul Fitri tak hanya sekedar dimaknai sebagai perayaan kemenangan dari "peperangan akbar" selama di bulan puasa. Bukan pula diartikan sebagai pesta hura-hura dari kembali berbukanya untuk makan-minum, berhubungan suami istri, dan seterusnya setelah sebulan penuh berpuasa. Idul Fitri juga tidak cukup dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atas derajat takwa yang (mungkin) diperolehnya, terlebih tak ada yang bisa menjamin puasa kita telah diterima.

446


Idul Fitri adalah momentum introspeksi, refleksi, dan mawas diri. Sudahkah ketaatan yang telah dibangun sebulan penuh ketika Ramadan membekas di dalam hati? Sudahkah segala ilmu yang didapatkan dari mendengarkan ceramah-ceramah agama dan membaca buku sudah dilakoni? Idul Fitri juga adalah sebagai ajang persaksian dan pembuktian (as syahadah) atas apa yang sudah didapatkan selama Ramadan. Pembuktian dari segala ketaatan dan keikhlasan beribadah yang sudah dilakukan. Sudahkah ketika Syawal datang semua apa yang telah dikerjakan masih dilanjutkan? Sudahkah diamalkan semua ilmu yang sudah didapatkan? Idul Fitri, Syawal, dan bulan-bulan selanjutnya di luar Ramadan adalah saat-saat pembuktian, berbekas tidaknya segala amalan di bulan Ramadan yang telah terlewatkan. Idul Fitri di Indonesia dan mungkin di negara lainnya tak bisa dipisahkan dari budaya silaturahmi dan gerakan kembali ke kampung halaman. Pada edisi tulisan sebelumnya dengan judul "Berbudaya di Jalan Raya; Sebuah Catatan Menyambut Arus Mudik 1438 Hijriah" penulis sudah membahas bagaimana tradisi mudik Lebaran tak ubahnya sama seperti suatu perjalanan suci dan mulia karena sejatinya membawa tujuan yang mulia, yakni menyambung silaturahmi, berbakti kepada orang tua, dan lekat dengan budaya saling maaf-memaafkan. Hari raya seringkali dijadikan momentum oleh hampir sebagian besar umat Islam Indonesia untuk kembali ke tanah asalnya. Menyambung kembali silaturahmi dengan keluarga, teman, maupun tetangga. Meskipun

kini

terbantu

dengan

kecanggihan

teknologi

yang

memungkinkan silaturahmi secara daring tetapi sangat jauh berbeda rasanya jika dibandingkan dengan saling bertatap muka dan ada interaksi fisik di dalamnya. Idul Fitri juga seringkali dijadikan sebagai 447


momentum untuk memperbaiki kembali hubungan yang sempat bermasalah. Tradisi saling maaf-memaafkan di Idul Fitri membuka peluang besar dalam usaha melakukan rekonsialiasi dan islah diantara sesama manusia. Meskipun sebenarnya antara menyambung silaturahmi dan melakukan islah bisa dilakukan kapan saja bahkan secepatnya tanpa harus menunggu momen hari raya.

Silaturahmi Nasional Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam memaknai kata silaturahmi. Sebagian berpendapat bahwa silaturahmi itu hanya merupakan kegiatan menyambung kembali hubungan dengan keluarga atau kerabat yang memiliki hubungan darah. Namun sebagian lainnya memaknainya lebih luas, terhadap orang lain yang tidak memiliki hubungan darah juga bisa disebut silaturahmi seperti kepada saudara sesama kaum muslimin yang merupakan hubungan keimanan dan akidah (ukhuwah islamiyah), kepada teman dan tetangga bahkan kepada mereka yang non-muslim sekali pun asal yang tidak memerangi kita bisa disebut silaturahmi karena merupakan wujud persaudaraan sebagai sesama makluk Allah (ukhuwah bashariyah) lebih lebih jika disatukan oleh tanah air yang sama (ukhuwah wathoniyah). Penulis

sendiri

cenderung

memilih

pendapat

terakhir

karena

memandang silaturahmi adalah masalah yang berhubungan dengan aspek muamalah duniawiyah sehingga hukum asalnya adalah mubah kecuali kemudian ada dalil yang melarangnya. Seperti adanya larangan untuk menjadikan teman baik bagi orang-orang kafir yang memerangi dan mengusir kaum muslimin dari kampung halamannya sebagaimana tertera dalam Surat Al Mumtahanah ayat 8 sampai 9 berikut. 448


                           "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim." (QS. Al Mumtahanah [60]: 8-9)

Kembali ke pembahasan tentang silaturahmi, amat sangat banyak dan jelas perintah dan keutamaan untuk menjalin atau menyambung kembali silaturahmi dalam Alquran maupun Hadis Nabi. Diantaranya ada dalam Surat An Nisa’ ayat yang pertama dan Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Tirmidzi. Silaturahmi merupakan salah satu bentuk amal kebaikan yang sangat dituntunkan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Silaturahmi seharusnya bisa dilakukan kapan pun tanpa harus menunggu momentum Hari raya Idul Fitri. Silaturahmi juga harusnya bisa menyasar semua kalangan tanpa terkecuali, baik yang punya hubungan darah maupun tidak tanpa adanya unsur diskriminasi.

449


                               "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan lakilaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An Nisa' [4]: 1)

ْ ‫اْلخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ يْراً أًوْ لِيَصْ ُم‬ ‫ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِم ُن‬،‫ت‬ ِ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِم ُن بِاّلِلِ َو ْاليَوْ ِم‬ ‫اْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬ َ ‫اْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم َج‬ ِ ‫ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِم ُن بِاّلِلِ َو ْاليَوْ ِم‬،ُ‫اره‬ ِ ‫بِاّلِلِ َو ْاليَوْ ِم‬ ُِ ‫ض ْيفَه‬ َ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahmi.” (HR. Bukhari)

ْ َ‫ َوأ‬، ‫ أَ ْف ُشوْ ا الس َهال َم‬، ُ‫يَا أَيُّهَا النهاس‬ ، ‫صلُوْ ا ْاألَرْ َحا َم‬ ِ ‫ َو‬، ‫ط ِع ُموْ ا الطه َعا َم‬ ‫ تَ ْد ُخلُوْ ا ْال َجنهةَ بِ َس َالم‬، ‫صلُّوْ ا بِاللهي ِْل َوالنهاسُ نِيَام‬ َ ‫َو‬ 450


“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahmi, salatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat” (HR. Ibnu Majah dan At Tirmidzi)

Ketika ditanya siapa pihak pertama dan utama yang berhak untuk disambung silaturahmi tentu jawabannya adalah orang tua, saudara, dan karib kerabat yang memiliki hubungan darah. Merekalah golongan yang harus didahulukan dijalin dan dijaga silaturahminya. Sebelum berbicara lebih jauh tentang hubungan baik dengan orang lain harus dipastikan dahulu hubungan baik dengan keluarga telah tercipta dan terjaga. Dari hubungan yang baik dan harmonis di keluarga inilah kemudian bisa diciptakan tatanan kehidupan di masyarakat yang damai, aman, bahagia, dan sejahtera.

                                    “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An Nisa’ [4]: 36) 451


                   “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung” (QS. Ar Rum [30]: 38)

                              "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling." (QS. Al Baqarah [2]: 83)

Setelah dengan keluarga, kaum muslimin juga diperintahkan untuk berbuat baik yang salah satu di dalamnya adalah menjalin silaturahmi dengan orang lain yang tidak punya hubungan darah, baik yang seakidah maupun yang berlainan agama, baik yang sebangsa maupun berbeda dan 452


seterusnya. Hal ini penting dipahami karena manusia pada dasarnya adalah makluk bermasyarakat yang tidak dapat hidup (dengan wajar) tanpa bantuan orang lain sehingga oleh Aristoteles disebut sebagai zoon politicon atau zoon socialis. Manusia dalam hidupnya selalu bergantung pada bantuan orang lain. Dalam kaitannya dengan interaksi sosial inilah kemudian manusia tidak dapat dilepaskan dari yang namanya hablun minannas. Nampak jelas di dalam Surat Al Hujurat ayat 13 dan Surat Ar Rum ayat 22 bahwa Allah menciptakan manusia itu beraneka ragam bentuk dan wujudnya. Mengharapkan berinteraksi hanya dengan satu jenis manusia itu sangat sulit untuk dijalani kecuali kita menjadi makluk yang antisosial dan menutup diri dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya Islam menuntunkan tentang keseimbangan konsep dwitunggal yang keduanya harus dijalani yakni hablun minallah dan hablun minannas. Menyambung silaturahmi adalah salah satu wujud dari perintah berbaik baik kepada sesama manusia. Bahkan dijelaskan dalam sebuah Hadis tentang bagaimana keutamaan orang yang bermanfaat bagi orang lain yang oleh Rasulullah disebut sebagai sebaik-baiknya manusia.

                               "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri

akhirat,

dan

janganlah

kamu

melupakan 453


bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al Qasas [28]: 77)

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, perintah untuk menyambung dan menjalin silaturahmi sangatlah banyak dan bertebaran di dalam Hadis maupun Alquran. Maka sebagai seseorang yang beriman kepada keduanya maka harus dengan sekuat tenaga kita melaksanakan. Disebutkan dalam Alquran Surat At Taubah ayat ke-10 tentang bagaimana sifat orang munafik itu yang salah satu diantaranya adalah tidak menjaga hubungan silaturahmi dengan kaum beriman.

            "Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (QS. At Taubah [9]: 10)

Terhadap golongan yang demikian Allah mengancamnya dengan tidak akan memasukkannya ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Maka adakah hukuman lain yang lebih berat daripada dimasukkan ke dalam neraka yang penuh dengan siksaan dan penderitaan?

454


‫َّلَ َي ْد ُخ ُل ْال َج ان َة َقاطِ عُ َرح ٍِم‬ “Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebaliknya, bagi orang-orang yang suka menyambung tali silaturahmi baginya Allah beri 2 kenikmatan atau keberkahan. Pertama, akan diluaskan rezekinya. Pengertian rezeki disini tidak hanya dimaknai berwujud materi namun lebih luas dari itu semua. Lihat bagaimana misalnya contoh sederhana yang barangkali sering kita alami, tatkala bertamu dan bersilaturahmi ke rumah guru atau ustaz kita, mungkin di sana akan mendapatkan suguhan segelas teh atau makanan ringan atau bahkan dihidangkan makan malam, sungguh semua itu adalah sekelumit rezeki yang dijanjikan Allah bagi setiap orang yang menyambung silaturahmi. Apalagi bagi para anak kos seperti pelajar dan mahasiswa tentu akan menilai berbeda semua makanan itu, tidak hanya rezeki biasa namun rezeki nomplok katanya. Meskipun demikian tidak boleh meniatkan silaturahmi hanya karena ingin dapat mendapatkan balasan materi sebagaimana cerita di atas. Sejatinya ada rezeki lain yang tidak berwujud materi, itu adalah tambahan ilmu yang diberikan ustaz atau guru kita. Barangkali juga doa yang diam-diam dipanjatkan oleh beliau kepada kita karena bangganya atas sikap kita yang mengunjunginya di rumah. Contoh lain bagaimana silaturahmi itu meluaskan rezeki ialah dengan silaturahmi akan semakin memperluas jaringan pertemanan kita. Kolega bisnis semakin banyak, rekan kerja makin akrab dan seterusnya. Sehingga semisal dalam suatu keadaan kita membutuhkan pertolongan 455


ada banyak teman yang bisa dijadikan tempat meminta bantuan. Bayangkan jika hubungan silaturahmi kita buruk dengan sesama tentu mereka semua tidak akan mau untuk menolong kita bagaimana pun kita memohon dan meminta belas kasihan. Inilah keberkahan silaturahmi pertama

yang

akan

diberikan

kepada

orang-orang

yang

mau

menjalankan. Keberkahan kedua ialah akan dipanjangkan umurnya. Ulama berbeda pendapat tentang hal ini ada yang memaknai secara tekstual dan apa adanya bahwa yang dimaksud dipanjangkan umurnya itu berarti ditambahkan umur sebenarnya untuk hidup di dunia, semisal yang mulanya ditetapkan umurnya 60 tahun lalu ditambah menjadi 70 tahun. Lihat di sekitar kita bagaimana kebanyakan orang yang semasa hidupnya suka bersilaturahmi umurnya bisa panjang-panjang. Mengapa bisa begitu? tentu semuanya merupakan kenikmatan dan kekuasaan dari Allah. Namun demikian sejatinya dapatlah diamati secara ilmiah dan kasat mata mengapa hal demikian bisa terjadi, silaturahmi itu menciptakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hati dan pikiran. Seseorang yang hati dan pikirannya tenang dan damai akan jarang terkena penyakit. Coba bandingkan dengan mereka yang hubungan keluarganya maupun di tempat kerjanya kurang harmonis dan budaya silaturahmi buruk, tentu akan menyebabkan stres yang kadangkala memicu banyak penyakit berdatangan, belum lagi jika cara pengalihan stres itu dengan mabuk-mabukan dan menggunakan narkoba atau bahkan kemudian gelap mata dan bunuh diri, naudzubillah. Inilah pendapat pertama dari pemaknaan kalimat "dipanjangkan umurnya" oleh ulama.

456


Pendapat berikutnya ialah yang memaknai "umur dipanjangkan" itu maksudnya ialah tidak ditambahkan sebagaimana hitung-hitungan matematika namun nilai keberkahan umurnya yang ditambahkan. Hal ini bisa kita lihat betapa orang-orang saleh terdahulu yang meskipun oleh Allah diberikan umur yang singkat atau normal seperti rata-rata umur manusia namun sampai sekarang seakan masih tetap hidup sebab namanya masih disebut dan dikenang orang, ucapan dan tindakannya dijadikan teladan, hasil

tulisannya dikutip di mana-mana, buah

pikirannya mempengaruhi banyak orang serta masih terus digunakan, dan seterusnya. Lihatlah semisal di dalam negeri ada nama R. A. Kartini yang wafat bahkan saat usianya baru 25 tahun namun hari lahirnya kini diperingati tiap tahunnya karena dinilai sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang gugur di usia 34 tahun yang sangat terkenal dengan semangat patriotik dan heroiknya dalam merebut kemerdekaan. Konon, bahkan patung Jenderal Sudirman diabadikan dan begitu dihormati di Jepang. Diceritakan oleh Ayi Jufridar dalam karyanya yang berjudul 693 km, Jejak Gerilya Sudirman bahwa Jenderal Sudirman bergerilya total sejauh 693 km dalam keadaan sakit parah dan harus ditandu keluar masuk hutan. Buya Hamka, seorang Ulama besar yang pernah dimiliki Indonesia dan dunia Islam, ketika wafat di tahun 1981 pada usia 73 tahun meninggalkan ratusan karya tulis dalam bentuk buku dan artikel di mana yang paling monumental ialah Kitab Tafsir Al Azhar 30 Juz yang ditulis di dalam penjara yang sampai sekarang masih banyak orang mencarinya sehingga selalu dicetak ulang. Kabar terbaru bahkan negara tetangga Malaysia akan mendirikan “Rumah Buya Hamka” untuk mengabadikan dan mengenang perjuangan Buya Hamka. 457


“Pulau Pandan jauh di tengah, di balik Pulau Angsa Dua Hancur badan dikandung tanah, budi yang baik terkenang jua” [Pantun Melayu]

Di luar negeri ada deretan nama-nama seperti Sultan Muhammad Al Fatih sang penakluk Konstantinopel dan Hasan Al Banna pendiri Ikhawanul Muslimin yang wafat dalam usia yang belum genap setengah abad, yakni secara berturut-turut 49 dan 43 tahun. Kemudian ada namanama besar lainnya yang wafat dikisaran umur 50-an tahun yakni Imam Syafi’i dan Ibnu Majah meninggal saat keduanya berusia 53 tahun, serta terdapat nama Muhammad Abduh sang pembaharu Islam dan Sayyid Quthb pemimpin Ikhawanul Muslimin sepeninggal Hasan Al Banna yang berurutan wafat dalam usia 56 dan 59 tahun. Terakhir, jangan lupakan sosok yang mulia Nabi Muhammad SAW, meskipun Beliau wafat dalam usia 63 tahun namun namanya masih disebut, ucapan dan tindakannya masih dijadikan tuntunan hingga saat ini (14 abad kemudian) dan masih akan terus seperti itu sampai datang hari kehancuran. Inilah makna yang kedua dari "dipanjangkan umurnya" bahwa meskipun secara angka usia mereka singkat atau normal saja dan telah tiada namun keberkahan umurnya sangat panjang bahkan melintas zaman.

“Sebelum engkau mati, perihalah sebutan dirimu yang akan dikenang orang daripada dirimu. Karena kenangan ketika hidup itu adalah umur yang kedua bagi manusia” [Syauqi, Penyair Mesir]

458


‫ْس َط لَ ُه فِي ِر ْز ِق ِه َوأَنْ ُي ْن َسأ َ لَ ُه فِي أَ َث ِر ِه َف ْليَصِ ْل َر ِح َم ُه‬ َ ‫َمنْ أَ َحبا أَنْ ُيب‬ “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Marilah kini kita kembali ke dalam tradisi bersilaturahmi ketika hari raya Idul Fitri. Telah sangat jelas tuntunan tentang silaturahmi, termasuk ancaman bagi yang memutuskanya dan ganjarannya bagi yang melakukannya. Meskipun tradisi mudik Lebaran atau bersilaturahmi dan bermaaf-maafan ketika Lebaran tidak ada di zaman Nabi bukan berarti jatuh pada perkara bidah karena hal ini bukan masuk ke dalam ranah ibadah (mahda) dan akidah. Terlebih tradisi tersebut kental dengan nuansa kebaikan, hari raya hanya dijadikan momentum karena pada hari tersebut sedang libur panjang dan banyak keluarga serta teman yang juga sama-sama pulang ke kampung halaman. Maka memanfaatkan pertemuan yang jarang terjadi dengan saling bersilaturahmi dan memaafkan menurut hemat penulis bukanlah suatu hal yang terlarang apalagi bidah yang harus ditinggalkan. Sejatinya momentum hari raya tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk silaturahmi dalam skala lokal (keluarga, satu RT, satu desa, satu kecamatan, satu daerah) saja, namun juga bisa dijadikan sarana silaturahmi nasional termasuk di dalamnya silaturahmi antar tokohtokoh nasional yang menjadi penentu arah kebijakan bangsa. Karena "rukunnya" mereka berarti rukunnya bangsa, rukunnya mereka menjadi modal sangat penting bagi kemajuan bangsa. Tak ketinggalan silaturahmi antara pemimpin dengan rakyatnya. Barangkali tradisi open house para pemimpin dan pejabat di tingkat pusat atau daerah suatu waktu bisa 459


diganti dengan open house rakyatnya. Pemimpin yang harusnya bersilaturahmi ke rumah rakyatnya, melihat langsung kondisi real masyarakatnya. Hal ini nampaknya penting dilakukan dengan dasar keihklasan tanpa embel-embel pencitraan agar terjalin kedekatan emosional antar pemimpin dan yang rakyat dipimpinnya. Agar pemimpin bisa dicintai rakyatnya dan sebaliknya pemimpin juga wajib mencintai rakyatnya. Silaturahmi Nasional menuntut semua anak bangsa menjalin dan menyambung kembali hubungan persaudaraan sesama anak bangsa yang sebelumnya terkoyak karena berbagai sebab dan keadaan. Penting dipahami bahwa kemajuan suatu bangsa tidak hanya menjadi tugas pemerintah namun menjadi tugas semua manusia yang bernaung di bawahnya. Oleh karenanya saling bekerja sama dan saling menjaga silaturahmi antar sesama merupakan modal yang sangat berharga yang dapat semakin mendekatkan terwujudnya cita-cita bangsa.

Rekonsiliasi Massal Menurut

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

(KBBI)

re·kon·si·li·a·si/rékonsiliasi/ adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan

pada

keadaan

semula;

perbuatan

menyelesaikan

perbedaan atau permasalahan. Hal ini semakna dengan istilah islah yang diserap dari Bahasa Arab yang berarti perdamaian (penyelesaian pertikaian,

dan

sebagainya).

Baik

rekonsiliasi

maupun

islah

menitikberatkan pada adanya "masalah" dalam suatu hubungan antar dua pihak atau lebih. Penyelesaian atau perdamaian atas "masalah" inilah yang kemudian disebut sebagai rekonsiliasi maupun islah. 460


Berdasarkan definisi di atas ada sedikit perbedaan makna antara silaturahmi dan rekonsiliasi. Silaturahmi pada dasarnya tidak selalu mensyaratkan adanya "masalah" seperti pada rekonsialiasi sehingga harus dikerjakan. Silaturahmi tetap disebut silaturahmi meskipun antar orang atau pihak yang bersilaturahmi tidak terjadi masalah apa-apa sebelumnya atau hanya bermasalah dalam intensitas pertemuan yang jarang bisa dilakukan. Silaturahmi hanyalah sebuah usaha untuk menjalin atau menyambung kembali hubungan. Dijalin manakala sebelumnya

belum

pernah

berhubungan

atau

disambung

jika

sebelumnya sudah pernah terhubung namun ada "masalah" dengan hubungannya, baik masalah yang berhubungan dengan jarak (lama tidak berjumpa) maupun masalah yang bersinggungan dengan masalah yang menjadi penyebab adanya islah atau rekonsiliasi, seperti permusuhan, pertengkaran, dan semacamnya. Rekonsiliasi dapat dilakukan berangkat dari adanya sikap saling pengertian, legawa (ikhlas), dan mau saling mengalah serta bermaafmaafan. Rekonsiliasi menjadi penting dilakukan mengingat manusia tak luput dari dosa dan kesalahan. Dalam hubungan sosial sangat sulit dihindari adanya kesalahpahaman maupun kesalahan baik yang disengaja maupun tidak terhadap orang lain yang dapat menimbulkan kerusakan hubungan. Memandang realitas ini, Alquran menuntunkan agar setiap kaum beriman senantiasa disamping memperbaiki hubungan dengan Tuhan juga tidak melupakan memperbaiki hubungan dengan sesama makhluk Tuhan.

             ... 461


"...Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan diantara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (QS. Al Anfal [8]: 1)

Tidak cukup sampai di sana Allah juga memerintahkan agar setiap orang beriman membantu mendamaikan pihak lain yang berselisih. Menjadi penengah dalam proses islah, menjadi mediator dalam proses rekonsialiasi. Kaum beriman diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan dalam proses mendamaikan sesama kaum beriman yang terlibat perselisihan.

               ...     "...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. Al Ma'idah [5]: 2)

            "Orang-orang

beriman

itu

sesungguhnya

bersaudara.

Sebab

itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al Hujurat [49]: 10) 462


Kaum beriman diperintahkan untuk mendamaikan saudaranya yang terlibat pertengkaran itu sesungguhnya dalam rangka untuk melawan setan. Karena sejatinya yang menyebabkan segala permusuhan, perpecahan, perselisihan dan seterusnya itu adalah setan. Setan sangat menghendaki persatuan diantara kaum beriman menjadi rusak dan hancur berantakan. Karena hanya dengan itulah setan bisa leluasa menjerumuskan manusia disebabkan mereka menjadi lemah karena tidak berada dalam jemaah atau barisan kaum beriman. Pembahasan lebih lengkap tentang masalah ini bisa dibaca pada tulisan saya sebelumnya dengan judul "Merapikan dan Merapatkan Kembali Barisan Perjuangan" edisi 5 Ramadan 1438 H.

               …                 "...Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. Yusuf [12]: 100)

Salah satu faktor terpenting rekonsiliasi bisa terjadi adalah adanya kebesaran hati dari masing-masing pihak yang berselisih untuk saling memaafkan. Di banyak ayat Allah memuji orang-orang yang mau memaafkan kesalahan atau kejahatan orang lain kepadanya meskipun sebenarnya bisa untuk membalasnya. 463


                 "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ash Shura [42]: 40)

         "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS. Ash Shura [42]: 43)

Allah juga menjanjikan pahala dan ganjaran yang sangat luar biasa bagi mereka yang mau saling memaafkan. Disebutkan bahwa orang yang suka memaafkan adalah salah satu ciri orang yang bertakwa dan akan diberikan balasan surga kelak di hari pembalasan. Di ayat yang lain suka memaafkan merupakan juga ciri orang beriman yang juga sama-sama dijanjikan surga yang penuh kenikmatan.

 …      "....Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa..." (QS. Al Baqarah [2]: 237)

464


                            "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orangorang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orangorang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran [3]: 133-134)

Sebaliknya bagi golongan yang justru tidak menghendaki adanya islah atau rekonsiliasi dan dengan sengaja memutuskan hubungan silaturahmi dengan sesamanya baginya Allah akan memberikan laknat-Nya. Telinganya akan dibuat tuli dan dibutakan matanya sehingga tidak akan bisa mendapatkan hidayah dan menerima peringatan serta petunjuk, orang yang demikian akan sesat selamanya.

                   "Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (QS. Muhammad [47]: 22-23) 465


Hari raya yang kurang satu hari lagi seyogyanya tidak hanya digunakan sebagai momentum untuk bersilaturahmi namun lebih dari itu juga bisa digunakan sebagai sarana melakukan rekonsiliasi dan islah kepada semua pihak yang terlibat masalah dengan kita (rekonsiliasi massal). Mari saling mengikhlaskan dan memaafkan semua kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Mari kita jadikan Idul Fitri sebagai momentum

untuk

memperbaiki

kembali

apa-apa

yang

pernah

tercederai. Dalam lingkup lebih luas rekonsiliasi massal harus dilakukan oleh seluruh anak bangsa tanpa terkecuali. Dari rakyat sampai pejabat, dari kaum alit sampai golongan elit sudah saatnya mengakhiri semua perang dingin yang terjadi. Sudah waktunya untuk menyudahi budaya saling curiga mencurigai. Sudah tiba waktunya untuk tidak menghabiskan energi pada hal-hal yang tidak penting yang malah kontraproduktif dengan cita-cita bersama akan bangsa yang berkeunggulan dan berkeadaban tinggi.

Khotimah Hari raya yang esok sudah tiba marilah kita jadikan momentum untuk bersilaturahmi

dan

melakukan

rekonsiliasi

secara

berjemaah.

Menyambung kembali ikatan yang mungkin telah lama terputus dan menjalin kembali ukhuwah yang barangkali telah lama ternoda. Saling memaafkan semua kesalahan yang ada serta saling beriktikad baik untuk bisa kembali bekerja sama. Menjadikan hari raya sebagai momentum untuk memperbaiki hubungan dengan sesama manusia tidak lantas kemudian dikaburkan maknanya 466


bahwa untuk bersilaturahmi dan melakukan islah harus dilakukan setahun sekali dan menunggu datang hari raya. Sejatinya berbuat baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia harus dilakukan setiap saat dan setiap keadaan sebagaimana kita menjaga hubungan baik dengan Allah Taala. Di penghujung Ramadan ini marilah kita gunakan untuk semakin memperbanyak doa kepada-Nya. Semoga diterima segala amal ibadah kita, semoga dimaafkan segala dosa-dosa kita, semoga dimasukkan ke dalam golongan hamba-Nya yang bertakwa dan semoga dipertemukan kembali dengan Ramadan tahun berikutnya. Akhirnya, penulis juga menyampaikan permohonan maaf manakala baik sengaja maupun tidak pernah berbuat salah, dosa, dan menzalimi para pembaca di mana pun berada. Selamat berhari raya untuk umat muslim sedunia ! Taqabbalallahu minna wa minkum! Nasrun minallah, wafathun qoriib

Lamongan, di penghujung Ramadan,

29 Ramadan 1438 H 24 Juni 2017 M

Ahmad Hanif Firdaus (@hanifird) Hamba Allah yang semoga bisa kembali berjumpa dengan Ramadan yang mulia 467


BAHAN BACAAN

“Alquran” “Hadis” “Aliran Pembaruan Islam” [Djarnawi Hadikusuma] “Ayah…” [Irfan Hamka] “Ayat-Ayat yang Disembelih” [Anab Afifi & Thowaf Zuharon] “Bulughul Maram” [Ibnu Hajar Al Asqalani] "Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan; Catatan Haji Muhammad Syoedja'" [H. M. Syoedja’] “Deradikalisasi Pemahaman Alquran dan Hadis” [Nasaruddin Umar] “Dia Di mana-mana; ‘Tangan’ Tuhan di Balik Setiap Fenomena” [M. Quraish Shihab] “Etika Politik Islam” [Bassam Tibi, At Al] “Falsafah Hidup” [Buya Hamka] 468


“Fatwa-Fatwa Tarjih; Tanya Jawab Agama (Jilid 1-8)” [Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah] “Fihi Ma Fihi” [Jalaluddin Rumi] “Fikih Kebencanaan” [Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah] “Halal dan Haram” [Yusuf Qaradhawi] “Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah” [Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah] “Ideologi Kaum Reformis; Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadiyah Periode Awal” [Achmad Jainuri] “Indonesia Siaga; Aksi Bersama untuk Penanggulangan Bencana” [LPB & Lazismu PP Muhammadiyah] “Integrasi Multidimensi Agama dan Sains” [A. Maimun Syamsuddin] “Intelektual Islam” [Seyyed Hossein Nasr] “Islam Bagi Kaum Tertindas; Kerangka Pembebasan Kaum Mustadh’afin dari Teologi ke Sosiologi” [Ki H. Ashad Kusumadjaya] “Islam Dalam Kehidupan Keseharian” [K. H. Mu'ammal Hamidy] “Islam dan Demokrasi (Perspektif Wilayah Al Faqih)” [Muhammad Anis] 469


“Islam dan Islamisme” [Bassam Tibi] “Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara” [Ahmad Syafi’i Ma'arif] “Islam dan Teologi Pembebasan” [Asghar Ali Engineer] “Islam dan Urusan Kemanusiaan” [Hajriyanto Y Tohari, M. Amin Suma, Tuti Alawiyah, dkk] “Islam Jawa” [Mark R. Woodward] “Islam; Sejarah Pemikiran dan Peradaban” [Fazlur Rahman] “Islam Tuhan, Islam Manusia” [Haidar Bagir] “Jurnal Muhammadiyah Studies” [Amin Abdullah, Marpuji Ali, dkk] “Kaidah Tafsir” [M. Quraish Shihab] “Kamus Bahasa Indonesia” [Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional] “Kematian Adalah Nikmat” [M. Quraish Shihab] “Lembaga Budi” [Buya Hamka]

470


“Lembaga Hidup” [Buya Hamka] “Logika Agama” [M. Quraish Shihab] “Manajemen Dakwah Muhammadiyah” [Rosyad Sholeh] “Membaca Muhammadiyah, Refleksi Kritis Anak Muda Lintas Isu” [Asy’ari, Azrohal, Agus Solikin, dkk] “Mengenal Sang Surya di Bumi Formosa” [PCIM Taiwan] “Minhajul Muslim” [Abu Bakar Jabir Al Jaza'iri] “Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam [Kyai Ibrahim, H. Faried Ma’ruf, K.H Ahmad Badawi, dkk] “Muhammadiyah dan Wahhabisme” [Achmad Jainuri, Amin Abdullah, Haedar Nashir, dkk] “Nalar Kemanusiaan Nalar Perubahan Sosial” [Piet H. Khaidir] “Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah” [PP Muhammadiyah] “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (Edisi Keempat)” [Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan]

“Radikalisme dan Terorisme; Akar Ideologi dan Tuntutan Aksi” [Achmad Jainuri] 471


“Tafsir Al Azhar” [Buya Hamka] “Tafsir Ibnu Katsir” [Ibnu Katsir] “Tasawuf Modern” [Buya Hamka] “Visualisasi Kehidupan Muhammad SAW” [Aidh bin Abdullah Al Qarni] “693 km Jejak Gerilya Sudirman” [Ayi Jufridar] www.fatwatarjih.com www.imm-brawijaya.or.id www.islampos.com www.kemdikbud.go.id www.kompas.com www.lazismu.org www.muhammadiyah.or.id www.muslim.or.id www.republika.co.id www.rspkujogja.com www.sangpencerah.id www.suryaformosa.com www.tempo.com www.wikipedia.org

472


INDEKS

A A. Malik Fadjar .................... 365, 369 A. Syafi'i Ma'arif ..... vi, 155, 159, 368, 369, 370, 392 A.R. Fachrudin ..................... 155, 159 Abdul Kahar Muzakkir ............... 390 Abdul Mu'ti .................. 377, 383, 429 Abdullah bin Umar...................... 228 Abdulllah Hasyim... vi, 156, 157, 159, 388 Abdurrahman bin Auf................. 274 Abu Bakar As Shidiq .. 20, 49, 78, 94, 95, 185, 258, 274, 317, 322, 327, 434, 471 Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri ............ 49 Abu Dawud .................................. 182 Abu Dzar Al Ghiffari ........ 52, 53, 178 Abu Sa’id Al Khudri ..................... 307 Achmad Jainuri .... 17, 342, 343, 469, 471 Ad Dahhak ................................... 179 Adab..................20, 26, 311, 394, 395 Adam Ferguson ........................... 400 Adam, Nabi ...................... 3, 180, 284 Adil. 17, 31, 43, 46, 48, 49, 51, 52, 54, 230, 306, 393, 394, 395, 398, 399, 426, 449 Advokasi ...................... 349, 352, 374 Agresi............................................. 21 Agung Danarto ............ 158, 159, 348 Agus Salim ................................... 390 Ahli Kitab ......................... 25, 32, 178 Ahmad Dahlan.. vi, 77, 175, 336, 338, 339, 340, 343, 344, 345, 346, 349, 355, 358, 359, 360, 386, 432, 468 Ahmad, Imam ..... 5, 42, 99, 162, 195, 307, 310

Aisyah.......................................... 153 Aisyiyah 157, 339, 346, 356, 360, 433 Akhirat 23, 33, 55, 56, 59, 60, 64, 92, 102, 125, 127, 130, 133, 147, 150, 177, 201, 205, 213, 235, 237, 240, 243, 246, 247, 248, 249, 250, 251, 252, 253, 254, 261, 283, 287, 289, 292, 293, 329, 354, 385, 398, 453 Akhlak ..... xvi, 8, 9, 11, 105, 149, 150, 185, 197, 225, 228, 271, 273, 279, 281, 282, 283, 329, 361, 395, 396 Akidah . 19, 41, 54, 64, 336, 344, 448, 459 Aktivitas 51, 123, 219, 235, 242, 243, 261, 270, 304, 308, 379, 488 Al Maun . 77, 338, 340, 341, 344, 345, 346, 349, 394, 419 Al Zubaidi ...................................... 31 Ali bin Abi Thalhah ..................... 194 Ali bin Abi Thalib ... 65, 194, 205, 210 Alquran ... x, xi, 3, 4, 5, 17, 20, 21, 23, 25, 27, 28, 31, 38, 40, 42, 43, 45, 46, 48, 49, 51, 53, 55, 56, 57, 59, 60, 67, 68, 74, 79, 82, 84, 85, 88, 100, 110, 117, 119, 121, 122, 123, 141, 149, 162, 163, 164, 167, 168, 169, 170, 172, 177, 180, 186, 189, 192, 199, 208, 211, 212, 217, 223, 225, 232, 233, 237, 244, 250, 255, 259, 261, 262, 264, 269, 272, 275, 282, 287, 289, 290, 292, 308, 315, 318, 320, 321, 324, 330, 336, 337, 345, 346, 362, 368, 378, 379, 380, 381, 384, 392, 393, 394, 395, 396, 397, 398, 449, 454, 461, 468 Amal Saleh 11, 84, 94, 125, 126, 133, 173, 175, 177, 250, 253, 327, 381, 382, 383

473


Amanah101, 135, 199, 200, 205, 206, 235, 243, 272, 318, 410, 412, 417, 422, 430, 485, 486 Amerika ................. 22, 156, 400, 405 Amru bin Ash ................................ 50 An Nasa'i, Imam .......................... 309 Anab Afifi ............................. 362, 468 Anak ... 3, 9, 10, 20, 24, 35, 36, 52, 57, 69, 80, 82, 86, 88, 90, 91, 114, 121, 149, 151, 155, 156, 160, 168, 170, 176, 181, 182, 205, 209, 210, 230, 233, 236, 240, 241, 261, 263, 309, 310, 311, 312, 313, 318, 319, 335, 339, 341, 342, 343, 345, 346, 347, 349, 359, 363, 373, 380, 383, 394, 396, 402, 403, 404, 405, 417, 425, 429, 435, 451, 452, 455, 460, 466, 471 Anas bin Malik..................... 195, 302 Ansar.............................. 84, 274, 275 Antonio Gramsci ......................... 400 Aristoteles ....................... 8, 400, 453 Asghar Ali Engineer .............. 51, 470 Ashad Kusumadjaya ........... 349, 469 At Thabari, Imam .......................... 31 At Tirmidzi, Imam ....................... 451 AUM ....................... xvi, 271, 353, 370 Australia ...................... 348, 357, 409 Ayi Jufridar .......................... 457, 472 Azab16, 111, 122, 123, 145, 146, 238, 239, 240, 259, 263, 264

B Badar, Perang .................. 18, 75, 290 Baitul Arqam ........................ xvii, 377 Baitulmakdis ............................... 178 Bangsa ... 8, 13, 17, 35, 36, 38, 46, 64, 149, 156, 183, 230, 233, 273, 281, 303, 341, 342, 343, 367, 368, 372, 373, 375, 383, 384, 388, 389, 390, 391, 392, 396, 399, 402, 403, 404, 405, 406, 409, 423, 431, 459, 460, 466

Barisan . xv, 64, 66, 67, 68, 70, 72, 76, 352, 396, 433, 463 Bassam Tibi ................... 21, 468, 470 Belanda ................ 338, 342, 343, 357 Bencana ... 60, 70, 121, 122, 123, 126, 217, 346, 347, 348, 374, 469 Bengkulu ..............................348, 430 Bhinneka Tunggal Ika ............35, 390 Bidah ........................................... 459 Bilal bin Rabbah ........................... 94 Biologis ....................................... 216 Bom .............................. 15, 27, 29, 30 Boros ......................................33, 217 BPUPKI ......................... 373, 388, 389 Budak ............. 90, 183, 191, 199, 330 Budha ............................................ 35 Budi Setiawan ............................. 346 Bukhari, Imam 6, 9, 18, 28, 163, 165, 202, 221, 227, 229, 230, 305, 306, 311, 325, 396, 449, 450, 455, 459 Bumi .. 3, 6, 26, 29, 60, 62, 73, 75, 90, 98, 101, 102, 105, 114, 115, 123, 128, 132, 134, 135, 136, 137, 141, 223, 238, 252, 262, 284, 292, 324, 328, 391, 399, 403, 454, 465 Buruh ...................................351, 352

C Cantrang...................................... 352 Cendekiawan .. v, xviii, 398, 402, 425, 433, 435 Civil Society .......... 399, 400, 401, 402 Clausewitz ..................................... 22 Cobaan .. 82, 103, 105, 110, 111, 117, 119, 120, 122, 123, 287, 319, 355

D Dakwah . 9, 37, 65, 78, 151, 152, 156, 168, 262, 309, 311, 330, 351, 360, 412, 416, 428, 433, 471, 485 Damai ... xv, 13, 17, 19, 20, 24, 35, 37, 41, 104, 114, 374, 385, 404, 405, 451, 456

474


Damsyik, Perang ........................... 29 Darul Ahdi Wa Syahadah .... 404, 471 Darul Islam .................................. 403 Darussalam .......................... 403, 404 Defensif.......................................... 37 Dermawan . 79, 84, 86, 87, 88, 89, 91, 140, 232 Dhorurot .................................. 27, 28 Diaspora ...................................... 423 Dihyah Ibn Khalifah .................... 258 Din Syamsudin .................... 365, 369 Dinamisasi ................................... 337 Djuanda ....................................... 373 Doa ... vii, 65, 107, 131, 171, 252, 285, 323, 354, 426, 431, 432, 455, 467 Duafa 88, 90, 140, 174, 183, 188, 210, 219, 232, 340, 346, 351 Dunia ...xvi, 2, 7, 8, 13, 14, 15, 17, 23, 24, 33, 41, 46, 54, 55, 56, 59, 60, 64, 65, 77, 91, 92, 94, 96, 101, 104, 105, 106, 110, 114, 119, 125, 126, 127, 128, 130, 133, 134, 135, 141, 144, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 160, 171, 177, 179, 180, 183, 196, 199, 201, 205, 209, 210, 213, 214, 225, 235, 236, 237, 238, 239, 240, 241, 242, 243, 244, 245, 246, 247, 248, 249, 250, 252, 253, 254, 259, 260, 261, 262, 265, 267, 270, 281, 283, 284, 285, 286, 287, 288, 289, 291, 293, 295, 296, 298, 301, 303, 307, 317, 318, 319, 321, 328, 335, 341, 352, 353, 354, 355, 372, 374, 375, 395, 398, 401, 404, 423, 428, 432, 456, 457

E Egaliter ........................................ 281 Ekstrem ......................................... 31 Elaborasi.......................................... v Etnis ..................................... 342, 353

F Fakir Miskin 174, 183, 219, 232, 263, 304, 331, 452 Fardu ........................................... 179 Fatamorgana ...xvi, 46, 235, 236, 243, 253, 260 Fathul Mekah ...........................9, 302 Fenomena ...... vi, 158, 170, 226, 268, 285, 353, 371, 381, 392, 468 Fidiah .......................................... 232 Fikih .....................................121, 469 Filantropi ..... 77, 79, 80, 83, 233, 365 Fitnah ...... 9, 122, 197, 205, 218, 231, 280, 286, 324 FOKAL .......................... 422, 423, 486 Formosa .......................xviii, 425, 484 Founding Fathers .................389, 402

G Generasi ...... 228, 259, 274, 296, 307, 312, 336, 340, 344, 350, 402, 409, 410, 421, 488 Gerakan iv, 14, 80, 83, 166, 173, 184, 195, 232, 335, 338, 340, 341, 343, 344, 349, 350, 352, 353, 365, 372, 407, 422, 447, 457 Gerilya .......................... 372, 457, 472 Global ........................... 352, 353, 375 Globalisasi ................................... 148

H H. O. S Tjokroaminoto ...... vi, 84, 190 Hablun minallah5, 33, 173, 273, 353, 406, 453 Hablun minannas ..... 8, 33, 173, 225, 354, 406, 453 Hadis xi, 2, 5, 9, 18, 27, 31, 38, 40, 47, 57, 65, 68, 106, 117, 121, 124, 162, 169, 181, 186, 192, 195, 200, 202, 218, 220, 225, 227, 231, 250, 272, 274, 282, 285, 302, 305, 310,

475


311, 324, 336, 380, 381, 393, 449, 453, 454, 468 Haedar Nashir . vi, 157, 159, 367, 404 Haidar Bagir .................. 14, 251, 470 Hakim, Imam ....................... 310, 396 Hamba .. xvi, 7, 12, 44, 58, 62, 63, 65, 76, 77, 80, 82, 91, 93, 98, 103, 104, 105, 110, 114, 116, 119, 121, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 136, 139, 144, 147, 160, 162, 175, 176, 177, 183, 184, 188, 189, 190, 195, 202, 206, 207, 211, 217, 220, 223, 224, 227, 228, 234, 236, 240, 254, 260, 266, 270, 271, 278, 283, 284, 290, 297, 307, 314, 318, 326, 330, 332, 333, 395, 446, 451, 467 Hamka....... vi, 9, 10, 11, 52, 147, 193, 197, 201, 253, 358, 360, 361, 363, 364, 365, 435, 457, 468, 470, 471, 472, 488 Harta .... 24, 33, 45, 46, 52, 53, 54, 57, 68, 79, 80, 81, 82, 83, 89, 91, 104, 110, 115, 120, 121, 149, 150, 151, 152, 160, 167, 168, 173, 174, 176, 181, 182, 185, 197, 205, 209, 210, 218, 221, 222, 236, 239, 240, 241, 246, 251, 256, 257, 261, 262, 263, 264, 271, 272, 274, 315, 316, 317, 318, 319, 322, 323, 324, 325, 326, 330, 331, 360, 371 Hasan Al Banna ..................... 64, 458 Hasan Hanafi ...................vi, 401, 402 Hate Speech ................................. 211 Hedonisme .......................... 149, 183 Hegel ............................................ 400 Hidup ... 3, 4, 8, 17, 23, 24, 30, 38, 41, 54, 55, 60, 65, 68, 84, 91, 92, 94, 95, 96, 97, 99, 101, 102, 104, 105, 106, 107, 110, 111, 114, 119, 120, 127, 129, 134, 135, 137, 139, 146, 149, 151, 152, 155, 160, 179, 180, 182, 195, 196, 208, 209, 210, 219, 228, 235, 236, 237, 240, 241, 242, 245, 246, 248, 249, 250, 252, 253, 258, 284, 285, 286, 287, 291, 294, 308, 318, 322, 329, 342, 353, 354,

355, 384, 392, 396, 397, 434, 453, 456, 457, 468, 471 Hijrah ............................................ 18 Hindu............................................. 35 Hisab .............................. 55, 306, 381 Hizbul Wathan .....................156, 372 Hoax.............................. 211, 222, 231 Horizontal .................... 173, 228, 354 Hugo Chavez ............................... 154 Hujjah .......................................... 327 Hukum. 15, 17, 20, 27, 29, 36, 49, 50, 65, 180, 255, 337, 380, 448 Hukum Islam .............................. 380 Hunain, Perang ............................. 74 Hutang .................. 170, 185, 200, 331

I Iblis ...........................................3, 114 Ibnu ‘Abbas ................................. 194 Ibnu Athaillah ................. vi, 106, 115 Ibnu Faris ...................................... 31 Ibnu Katsir .... 31, 164, 165, 167, 169, 178, 179, 181, 184, 185, 187, 193, 194, 195, 200, 202, 307, 380, 472 Ibnu Khaldun .................... vi, 16, 401 Ibnu Majah ....... 5, 203, 231, 451, 458 Ibnu Mas’ud ...........................34, 200 Ibnu Qoyyim Al Jauziyah .............. 42 Ibnu Rushd .................................... 20 Ibnu Taimiyah ......... 31, 54, 231, 338 Ibrahim 112, 118, 146, 247, 299, 369 Ibrahim, Nabi ...... 112, 118, 146, 247, 299, 369 Ideologi ... 14, 17, 342, 398, 403, 469, 471 Idul Fitri ...... 257, 315, 322, 436, 445, 446, 447, 449, 459, 466 Ijtihad .. 336, 347, 377, 380, 402, 403, 423 IKAMALA..................................... 485 Ikhlas .. xvii, 42, 83, 88, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 115, 124, 168, 173, 174, 181, 184, 274,

476


332, 356, 357, 360, 362, 363, 365, 367, 372, 381, 428 Ikhtiar .................. 165, 171, 265, 432 Ikhwanul Muslimin ....................... 37 Iman ..... 77, 84, 92, 93, 110, 133, 161, 163, 164, 165, 166, 167, 173, 175, 177, 178, 179, 180, 181, 183, 184, 185, 186, 187, 188, 189, 192, 194, 195, 197, 198, 199, 200, 205, 207, 225, 226, 250, 262, 277, 280, 317, 341, 344, 381, 431 IMM vi, xi, xvii, xx, 352, 366, 367, 407, 408, 409, 410, 411, 412, 413, 414, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 421, 422, 423, 424, 485, 486, 488 Immawan ...... vii, 409, 410, 411, 414, 416, 417, 418, 419, 420 Immawati .....409, 415, 416, 417, 418 India ............................................. 284 Indonesia ...... v, xi, 10, 30, 35, 36, 37, 122, 155, 157, 331, 338, 339, 342, 346, 347, 348, 350, 352, 357, 358, 361, 363, 364, 367, 372, 373, 388, 389, 390, 392, 393, 396, 398, 399, 402, 403, 404, 405, 406, 409, 413, 419, 422, 425, 429, 430, 431, 432, 433, 436, 445, 447, 457, 460, 469, 470, 471, 486 Infak .......57, 167, 174, 269, 304, 317, 348, 430 Injil ............................... 180, 264, 278 Instruktur ....................................... vi Intelektual ..................... 17, 352, 469 Introspeksi .......15, 37, 172, 192, 447 IPM .......................................... vi, 485 Irak............................................... 284 Irfan Hamka ................ 361, 362, 468 IRM ......................................... vi, 485 Isa, Nabi ............................... 118, 321 Islah .....448, 460, 461, 462, 465, 466, 467 Islamophobia ................................ 15 Isra mikraj ..................................... 94 Istikamah ..................... 119, 124, 343

J Jabal Rahmah .............................. 284 Jabir bin Samurah ......................... 28 Jalaluddin Rumi vi, 63, 100, 144, 150, 237, 248, 431, 469 Jamaluddin Al Afghani ............... 338 Janji...... 125, 179, 185, 186, 189, 190, 200, 205, 206, 242, 264, 271, 285, 294, 452 Jariah .............................................. vii Jawa Timur ..... xii, 83, 156, 351, 365, 366, 369, 371, 415, 418, 486, 488 Jerman ....................................21, 348 Jibril, Malaikat ............. 153, 211, 232 Jihad16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 30, 37, 65, 68, 79, 117, 251, 262, 263 Jiwa ...... xix, 16, 24, 27, 51, 68, 72, 79, 104, 110, 111, 112, 114, 120, 121, 185, 197, 205, 208, 211, 218, 220, 228, 229, 237, 251, 262, 263, 271, 272, 300, 316, 319, 323, 331, 346, 361, 393 Jodoh ............................ 284, 292, 423 John Kelsay ................................. 400 John Locke .................................. 400 Joko Widodo ............................... 347 Jumat ....................................257, 259

K Kader ...... v, vii, xix, xx, 309, 311, 347, 353, 356, 357, 358, 366, 367, 368, 369, 372, 373, 385, 407, 409, 412, 413, 415, 416, 417, 418, 420, 421, 422, 423, 427, 428, 429, 430, 433, 435, 485, 488 Kaffah 26, 77, 189, 194, 354, 386, 405 Kafir. 9, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 29, 30, 39, 55, 61, 75, 92, 93, 109, 130, 133, 151, 166, 177, 244, 246, 247, 248, 265, 278, 286, 287, 288, 290, 302, 323, 324, 330, 338, 349, 448 Kakbah ......................... 178, 298, 338

477


Kalender Hijriah ......................... 375 Kapitalisme ......................... 148, 183 Karl Marx ..................................... 400 Kartini .......................................... 457 Kasman Singodimedjo ................ 373 Katolik ......................................... 357 KBBI ..................................... 350, 460 KBMB ........................................... 423 Kemanusiaan... xii, 17, 22, 33, 37, 64, 83, 225, 226, 227, 228, 229, 230, 231, 233, 234, 250, 315, 329, 332, 340, 346, 348, 349, 352, 353, 374, 393, 405, 470, 471 Kendeng....................................... 349 Ketuhanan .... 33, 227, 228, 233, 235, 250, 262, 273, 315, 332, 340, 389, 391, 392 Khadijah ................ 94, 151, 152, 159 Khalifah49, 51, 52, 95, 101, 134, 141, 185, 235, 258, 317, 322, 395 Khilafah ....................................... 403 Khittah ......................................... 341 Khorijah bin Zubair .................... 274 Khusyuk .44, 129, 167, 173, 184, 191, 194, 195, 201, 205, 258, 272, 308, 354 Ki Bagus Hadikusumo......... 373, 390 Kiai .... 28, 29, 156, 157, 338, 366, 368 Kiamat . 3, 28, 55, 106, 138, 142, 204, 244, 284, 292, 325, 326 Kiblat ........................... 149, 338, 386 Kitab .. 14, 25, 27, 32, 49, 59, 82, 115, 120, 163, 176, 178, 179, 180, 188, 271, 362, 380, 384, 457 Kolonial ............................... 342, 357 Komisariat ....... ii, 408, 413, 414, 415, 416, 418, 419, 420, 421, 422, 423, 485 Komprehensif.... vi, 43, 273, 405, 407 Komunal ........................ 33, 175, 228 Konflik ......................... 229, 230, 349 Konsumerisme ............ 149, 183, 268 Kontemplasi .................................... v Kontrakan.................... 411, 414, 417 Korea Selatan .............................. 348 Korkom ............. ii, 408, 419, 421, 423

Korupsi .... 15, 36, 209, 221, 230, 239, 319, 331 Kovensional ................................ 239 Kubur .....................................55, 148 Kufur ........ 78, 92, 140, 141, 240, 318

L Lamongan . vii, xix, 12, 41, 63, 76, 91, 103, 116, 131, 147, 160, 175, 190, 207, 223, 254, 270, 283, 297, 314, 333, 355, 371, 373, 376, 406, 411, 415, 426, 430, 435, 444, 445, 467, 484, 485 Langit .. 6, 60, 62, 104, 108, 223, 238, 258, 292, 324, 381, 391, 428, 465 LAZISMU ..................................... 348 Lebaran ................ 255, 439, 447, 459 LEKRA ......................................... 363 LPB ............................... 346, 347, 469 Luth, Nabi .................................... 198

M Maaf xv, 2, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 47, 48, 87, 169, 218, 360, 365, 367, 410, 431, 437, 447, 448, 467 Madani .................................400, 401 Madinah ...... 18, 41, 51, 80, 258, 274, 275, 301, 302, 355, 401 Magrib ......................................... 368 Mahda.... 42, 106, 173, 227, 315, 316, 336, 459 Makassar .............. 157, 404, 430, 431 Malang ... ii, xix, 83, 91, 103, 156, 340, 366, 408, 409, 410, 413, 416, 417, 418, 424, 426, 484, 486 Malaysia ....... 348, 357, 375, 409, 457 Manhaj ................. 156, 377, 378, 386 Mark Zuckerberg ........................ 154 Marpuji Ali ................... 158, 159, 470 Mas Mansur .........................373, 390 Masjid ... ii, xvii, 6, 44, 57, 68, 81, 162, 168, 173, 257, 258, 259, 263, 269, 294, 298, 300, 301, 302, 303, 304,

478


305, 306, 307, 308, 309, 310, 311, 312, 313, 314, 348, 362, 371, 411, 440, 441, 443 Masjid Nabawi......... 6, 302, 303, 304 Masjidil Haram ................ 6, 298, 302 Materialisme ............................... 149 Mati .. 28, 30, 106, 107, 123, 179, 181, 198, 203, 215, 241, 245, 253, 279, 285, 286, 287, 289, 331, 427, 434 Mayoritas... 17, 21, 24, 35, 73, 74, 75, 183, 197, 323, 389, 390, 392, 429 Mazhab ........................................ 400 MDMC .......................................... 347 Mekah .... 9, 18, 19, 50, 151, 178, 298, 301, 302, 335, 338 Mentor .................................... vi, 411 Mesir ........................ 37, 50, 348, 356 Milad ............................................ 423 Minoritas . 15, 35, 41, 73, 75, 91, 342, 374, 408, 409, 415, 431 Moderasi.................................. 32, 37 Moderat ..................... 30, 31, 35, 374 Moh. Yamin ......................... 364, 365 MPM ..............340, 347, 351, 486, 488 Muallim ................................... vi, 415 Mudik .. xviii, 436, 437, 438, 439, 440, 441, 442, 443, 444, 445, 447, 459 Muhajirin ....................... 84, 274, 275 Muhammad Abduh ............. 338, 458 Muhammad Al Fatih .......vi, 312, 458 Muhammad, Nabi ..... iv, 9, 18, 39, 78, 123, 180, 262, 298, 308, 321, 336, 380, 434, 472 Muhammadiyah .... ii, v, vii, xi, xii, xix, xx, 83, 121, 154, 155, 156, 157, 158, 175, 232, 335, 336, 337, 338, 340, 341, 342, 343, 344, 346, 347, 348, 349, 350, 351, 352, 353, 356, 357, 358, 359, 360, 361, 365, 366, 367, 368, 369, 370, 371, 372, 373, 374, 375, 376, 377, 378, 380, 381, 383, 384, 385, 386, 402, 404, 407, 408, 409, 412, 415, 416, 419, 423, 425, 427, 428, 429, 430, 431, 432, 433, 469, 470, 471, 484, 485, 486, 488

Muktamar .... 157, 348, 404, 430, 431 Munafik 166, 177, 186, 200, 300, 362, 454 Murabbi ........................................... vi Murtad..... 92, 95, 185, 322, 323, 324, 434 Musa, Nabi ...........................118, 139 Muslim, Imam x, 6, 28, 117, 132, 163, 204, 221, 283, 320 Mustajabah ..............................5, 163

N Nafsu ... xvi, 2, 3, 17, 32, 42, 198, 205, 208, 209, 210, 212, 213, 215, 216, 217, 218, 219, 220, 222, 223, 236, 246, 257, 260, 272, 384 Nahdhatul Ulama .................388, 404 Nalar ............. 155, 170, 226, 352, 471 Nasihat ........................... xii, 115, 402 Nasrani ..... 25, 32, 178, 202, 203, 204 Naudzubillah ................ 139, 195, 239 NCU............... 427, 428, 429, 484, 486 Negara ..... 15, 17, 37, 41, 54, 65, 148, 155, 157, 183, 201, 223, 332, 341, 353, 356, 364, 372, 373, 375, 389, 390, 391, 392, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405, 406, 445, 447, 457, 470, 471 Nelayan ........................ 138, 351, 352 Nelson Mandela .......................... 154 Neraka ... 3, 23, 24, 28, 54, 55, 59, 60, 61, 82, 88, 89, 124, 133, 148, 162, 163, 202, 203, 204, 248, 252, 254, 280, 288, 289, 318, 324, 325, 326, 327, 354, 364, 454 Niat . 42, 107, 164, 174, 184, 189, 206 NKRI ............................. 364, 402, 404 Noor Huda Ismail ......................... 14 NTUST ..................................425, 433

O Ofensif ........................................... 37

479


Organisasi v, 157, 199, 335, 339, 341, 352, 353, 372, 374, 386, 400, 407, 408, 409, 416, 417, 421, 485 Organisasi Otonom .v, 157, 339, 352, 372, 407 Orientalis ....................................... 38 Otentik ............................. 36, 46, 159

P Palestina ........................ 25, 348, 374 Pancasila...... xvii, 364, 373, 388, 389, 390, 391, 392, 398, 399, 402, 403, 404, 405, 406, 470, 471 Paus Yohanes Paulus .................. 357 PCIM .... vi, xii, xv, xviii, 158, 352, 425, 428, 429, 430, 431, 432, 433, 434, 435, 485 Pemberdayaan ..... 83, 313, 340, 341, 347, 348, 350, 351, 486 Perang.. 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 37, 68, 75, 223, 263, 290, 304, 317, 322, 323, 330, 372, 443, 466 Petani ........................... 240, 349, 351 Piagam Jakarta ................... 388, 389 Piet H. Khaidir ............. 226, 352, 471 Pimpinan ii, xii, xix, 29, 157, 343, 347, 352, 356, 363, 367, 369, 377, 417, 418, 427, 428, 433, 485, 488 Pioner .......................................... 385 PKI ....................................... 363, 373 PKO .............................. 340, 346, 357 Politik 14, 17, 22, 154, 183, 275, 343, 364, 400, 413, 423 Praksis ..........166, 338, 341, 344, 353 Pramoedya Ananta Toer ........ 9, 363 Presiden.10, 154, 155, 158, 347, 352, 358, 361, 398, 414 Proporsional ........................... 31, 33 Puasa xvi, 42, 46, 162, 172, 173, 174, 177, 188, 197, 198, 208, 210, 211, 216, 217, 218, 219, 220, 221, 222, 223, 224, 226, 227, 228, 229, 230,

231, 232, 233, 268, 315, 316, 321, 381, 441, 443, 445, 446 Purifikasi ..................................... 335 PWM ................. xii, 83, 369, 486, 488

Q Qatadah ................................167, 201 Qishas ............................................ 50 Qonaah ........................................ 145 Qouliyah ...............................164, 368 Quba ............................................ 301 Quraish Shihab .. vi, 37, 42, 170, 289, 468, 470, 471 Quraisy ...................................75, 151 Quthb, Sayyid .........................37, 458

R Radikal 14, 36, 41, 335, 338, 401, 403 Rahib ............................................. 32 Ramadan iv, v, vii, x, xii, xix, 5, 11, 12, 13, 18, 41, 42, 48, 62, 63, 76, 78, 83, 86, 87, 91, 103, 116, 131, 147, 160, 161, 162, 163, 168, 169, 171, 172, 173, 174, 175, 177, 187, 188, 190, 192, 206, 207, 210, 217, 221, 223, 224, 226, 227, 230, 232, 233, 234, 254, 255, 257, 262, 267, 268, 269, 270, 271, 283, 285, 296, 297, 314, 315, 320, 329, 333, 340, 355, 360, 365, 369, 376, 386, 396, 406, 424, 425, 426, 435, 436, 445, 446, 447, 463, 467, 488 Ras . 8, 17, 35, 46, 273, 281, 353, 354, 373 Rasulullah . 6, 8, 9, 11, 15, 18, 19, 23, 24, 29, 32, 34, 41, 42, 47, 48, 53, 66, 78, 80, 94, 95, 105, 106, 151, 152, 164, 169, 173, 175, 178, 181, 182, 184, 185, 195, 200, 204, 206, 218, 225, 232, 233, 250, 256, 257, 258, 259, 260, 262, 272, 281, 282, 298, 301, 302, 303, 304, 307, 308,

480


309, 310, 311, 317, 322, 324, 325, 380, 381, 395, 401, 434, 453 Rasyid Ridho ............................... 338 Raudhoh ........................................... 6 Realistis ............................... 172, 353 Refleksi ... v, xii, xvi, xvii, xx, 161, 163, 171, 172, 176, 188, 191, 192, 205, 232, 262, 271, 329, 388, 447, 471 Rekonsiliasi xviii, 446, 460, 461, 463, 465, 466 Renaissance ................................. 401 Rezeki 59, 60, 77, 80, 85, 86, 90, 127, 128, 136, 137, 145, 159, 161, 168, 169, 170, 171, 188, 244, 246, 256, 260, 262, 265, 266, 267, 270, 284, 292, 315, 332, 354, 455 Richard Bonney............................. 17 Rida ...... xv, 42, 70, 92, 101, 105, 110, 111, 116, 129, 131, 159, 338, 405 Riya ......109, 111, 150, 205, 206, 346, 394 Rohis ................ vi, 411, 417, 485, 486 Rukyat ......................................... 381

S Sabar ......70, 110, 117, 118, 119, 120, 121, 125, 126, 127, 129, 130, 131, 176, 186, 187, 201, 271, 291, 311, 443 Saf .............................. 66, 67, 68, 312 Sahabat ... iv, 8, 12, 18, 23, 24, 47, 52, 53, 66, 69, 78, 94, 95, 134, 178, 196, 234, 257, 258, 259, 265, 294, 295, 301, 303, 304, 309, 323, 327, 351, 362, 411, 425, 436 Sahih ......18, 181, 186, 200, 203, 225, 227, 282, 380 Said Tuhuleley..................... 340, 347 Saleh ... iv, xi, 8, 11, 44, 54, 66, 79, 84, 94, 122, 125, 126, 133, 173, 175, 177, 209, 212, 225, 226, 250, 278, 289, 307, 327, 364, 381, 382, 432, 457 Sarekat Islam......................... 84, 343

Sedekah vii, 57, 78, 81, 167, 172, 174, 181, 182, 269, 304, 317, 348, 430 Sekuler ........................... 15, 392, 401 Senior ...... vi, 414, 415, 417, 425, 426 Setan .... 4, 30, 34, 57, 68, 74, 98, 111, 113, 124, 162, 163, 212, 217, 218, 242, 260, 285, 395, 463 Silaturahmi .. xviii, xix, 181, 275, 412, 437, 442, 446, 447, 448, 449, 450, 451, 452, 453, 454, 455, 456, 459, 460, 461, 465 Siti Noordjannah Djohantini ...... 157 Soekarno . 10, 11, 358, 361, 364, 365, 373, 388, 389 Sohail H. Hashmi................ 17, 18, 20 Solusi ........ 37, 41, 218, 233, 350, 440 Sosial ... v, xi, xii, 8, 14, 33, 46, 52, 53, 77, 86, 123, 153, 154, 155, 225, 226, 228, 230, 234, 246, 250, 273, 279, 304, 316, 340, 341, 342, 343, 344, 347, 349, 350, 352, 389, 398, 400, 419, 427, 429, 453, 461, 471 Sosialis ............................... 36, 48, 84 Sosio-ekonomi .............................. 53 Sosio-kultur .................................. 38 Sosiologis ....... 79, 219, 224, 378, 392 Spriritualisme ............................. 224 Sudirman...................... 372, 457, 472 Suku . 7, 13, 35, 46, 80, 190, 273, 281, 353, 354, 373, 384, 390, 391, 396, 405, 439 Sulaiman, Nabi .............................. 67 Sunah.................... 162, 173, 256, 379 Sunatullah ............................384, 390 Surabaya .. vii, xx, 234, 373, 386, 417, 430, 444, 484, 489 Surga 6, 18, 30, 44, 47, 55, 56, 59, 60, 61, 62, 88, 91, 94, 99, 102, 103, 118, 120, 124, 127, 128, 129, 133, 147, 151, 162, 169, 191, 193, 194, 201, 202, 203, 204, 205, 210, 212, 240, 241, 244, 248, 264, 265, 284, 288, 289, 305, 306, 318, 326, 382, 451, 454, 455, 464, 465 Suriah .....................................21, 374 Syamsul Anwar ........................... 375

481


Syariat 18, 37, 42, 184, 197, 232, 316, 323, 389 Syukur .... iv, 117, 133, 140, 146, 147, 236, 291, 332, 415, 416, 420, 425, 446

T Tablig ........................................... 200 Tadabur xvi, 161, 176, 191, 192, 271, 329 Tadarus........................................ 233 Tafsir.... 4, 11, 37, 164, 165, 167, 169, 178, 179, 181, 185, 193, 194, 195, 196, 200, 201, 202, 338, 348, 362, 380, 457, 470, 472 Tafsir Al Azhar ..... 11, 193, 195, 196, 201, 362, 457, 472 Tafsir Al Mishbah .......................... 37 Tafsir Fi Dzilalil Quran ................. 37 Tafsir Ibnu Katsir 164, 165, 167, 169, 178, 179, 181, 185, 193, 194, 200, 202, 380, 472 Taichung ...................................... 428 Tainan .......................................... 428 Taipei ........................... 427, 428, 431 Taiwan ... ii, vi, x, xii, xv, xviii, xix, 158, 348, 352, 409, 421, 425, 426, 427, 428, 429, 430, 431, 432, 433, 434, 435, 485, 486, 488 Tajdid.... xix, 121, 335, 337, 352, 375, 469 Tajrit .................................... 335, 337 Takdir .......................................... 285 Takwa ..xix, 12, 42, 44, 45, 46, 48, 49, 55, 56, 57, 61, 62, 120, 140, 178, 187, 281, 301, 317, 329, 391, 395, 398, 446, 462, 464 Tamadhun ................................... 401 Tapak Suci ................................... 433 Tarawih ............................... 173, 224 Tarjih ............. xix, 121, 156, 375, 469 Taufik................... 163, 189, 199, 420 Tauhid......9, 180, 183, 212, 250, 365, 378, 391, 392

Taurat ........................... 180, 264, 278 Tawakal ....................................... 165 Teknologi ..................... 132, 148, 447 Tekstualis .................................... 380 Teluk Jambe ................................ 349 Teologi .. 51, 226, 340, 344, 349, 469, 470 Teror ...................... 13, 14, 15, 16, 30 Teroris................................ 13, 27, 36 Terorisme 13, 14, 15, 17, 36, 37, 471 Theokrasi..................................... 392 Thohir Luth ................................. 366 Thomas Hobbes .......................... 400 Thomas Paine ............................. 400 Tiongkok ..................................... 348 TNI ............................................... 372 Toleran ... v, 34, 35, 41, 374, 378, 385 Touyuan ...................................... 428 Transendental ............. 224, 226, 273 Tuhan . xv, 4, 6, 14, 15, 17, 30, 32, 38, 44, 45, 61, 62, 78, 79, 92, 101, 107, 109, 112, 115, 123, 124, 138, 139, 146, 164, 165, 170, 177, 179, 180, 189, 192, 212, 224, 225, 228, 245, 251, 252, 258, 273, 280, 282, 286, 288, 293, 299, 332, 335, 354, 355, 362, 378, 379, 385, 390, 392, 393, 403, 406, 450, 461, 468, 470 Turki ............................................ 375

U UcMM .......................................... 375 Uhud, Perang .............................. 290 Ujian 92, 94, 101, 102, 105, 110, 117, 119, 122, 123, 209, 235, 240, 318, 319, 384 Ulama ..... xvii, 52, 156, 361, 388, 404, 456, 457 Ululazmi ...................................... 118 Umar bin Khattab 49, 51, 52, 78, 258 Umat v, xix, 13, 15, 18, 23, 24, 25, 26, 27, 30, 31, 35, 37, 40, 41, 44, 53, 77, 95, 111, 139, 140, 162, 180, 199, 207, 222, 228, 234, 255, 265,

482


275, 276, 279, 294, 298, 300, 301, 302, 303, 304, 308, 309, 311, 312, 313, 314, 316, 317, 321, 322, 329, 331, 332, 333, 336, 341, 342, 346, 348, 357, 358, 361, 362, 367, 376, 383, 384, 385, 389, 390, 392, 395, 401, 403, 404, 405, 423, 443, 445, 446, 447, 467 Umayyah........................................ 53 Universalitas ........................... 64, 65 Universitas Brawijaya ...... ii, xii, 366, 408, 484, 485 Ushul Fiqh .................................... 337 Ustman bin Affan .................... 52, 78 Utopia .......................................... 171 UUD 1945 ............................ 388, 402

V Vatikan ........................................ 357 Vertikal ..... 5, 173, 227, 228, 315, 354 Visioner ....................... 384, 385, 386

W Wachid Hasyim ........................... 390 Wafat ..... 10, 52, 53, 94, 95, 134, 152, 155, 185, 317, 322, 365, 434, 457 Wahabi ........................................ 336 Wahyu......33, 59, 123, 180, 303, 309, 380 Wakaf ..............57, 167, 317, 360, 371 Wakatobi ..................................... 430 Wallahualam ................... 19, 65, 157

Westernisasi ................................ 401

Y Yahudi 25, 32, 80, 134, 178, 186, 202, 203, 204, 355 Yahya, Nabi ................................. 212 Yazid bin Abi Sufyan..................... 20 Yogyakarta ..ix, xii, xiv, 155, 158, 340, 346, 348, 356, 357, 367, 368, 416, 426, 433 Yudi Latif ..................................... 398 Yunani ......................................... 400 Yusuf Al Qardhawi........................ 64 Yusuf, Nabi ...........................198, 212

Z Zabur ........................................... 180 Zaid bin Haritsah ........................ 274 Zakat.....xvii, xix, 57, 86, 95, 121, 167, 173, 174, 176, 185, 189, 191, 197, 198, 205, 226, 250, 269, 270, 271, 304, 307, 315, 316, 317, 320, 321, 322, 323, 326, 327, 328, 329, 330, 331, 332, 333, 348, 430, 452 Zakat Fitrah ................. 185, 315, 322 Zakat Mal.............. 185, 315, 322, 331 Zalim ..... 26, 49, 50, 51, 55, 189, 215, 277, 288, 290, 382, 464 Zhongli ........................................ 427 Zikir ............................................. 233 Zionis ............................................. 25 Zunly Nadia ................................... 37

483


TENTANG PENULIS

AHMAD

HANIF

FIRDAUS

bin

MAKSUM, dilahirkan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Menyelesaikan jenjang

pendidikan

dasar

sampai

menengah di kota asalnya, Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 01 Kesambi (1995-2001), SMP Negeri 1 Pucuk (2001-2004), dan SMA Negeri 2 Lamongan (2004-2007). Pada tahun 2007 merantau ke Kota Malang untuk melanjutkan ke tingkat Perguruan Tinggi di Universitas Brawijaya lewat jalur PSB (Penjaringan Siswa Berprestasi) dengan mengambil Jurusan Teknik Mesin (Konsentrasi Konversi Energi) dan lulus Sarjana Teknik (S.T) pada tahun 2012, menyusul 2 tahun kemudian tamat dari Program Magister Teknik (M.T) dari kampus yang sama, keduanya diselesaikan dengan predikat cumlaude. Pada 2013-2014 berkesempatan “mondok”

di Energy Technology

Laboratory, Departement of Mechanical Engineering, National Central Universiy (NCU), Republic of China dan berhasil meraih gelar M.Sc (Master of Science), sempat selama dua bulan juga melakukan riset di Green Energy Laboratory, National Formosa University (NFU), Republic of China. Aktivitas keseharian sejak 2015 berprofesi sebagai dosen tetap di

Program

Studi

Teknik

Mesin,

Fakultas

Teknik,

Universitas

Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) dan mulai bulan April 2017 diamanahi sebagai Sekretaris Program Studi sampai dengan saat ini. 484


Selain itu juga berkhidmat di Persyarikatan Muhammadiyah serta dalam beberapa kali kesempatan menjadi relawan pengajar di berbagai kota dalam program “Kelas Inspirasi”. Tak lupa juga nyambi sebagai baby sitter bagi tiga ponakan yang lucu-lucu di rumah: Muhammad Fatih Farhat Afzal (Afzal), Shahana Fahmida Layla (Shafa), dan Shahmin Maida Ardya (Aida) serta sebagai “tukang ojek” bagi ibu dan adik untuk antarjemput ke pasar dan sekolah. Sejak kecil sudah aktif berorganisasi yang dimulai ketika di tingkat Madrasah bergabung di IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah-Sekarang IPM-red) dan pernah diamanahi menjadi Ketua OSIS dan Dewan Penggalang (DP) Pramuka saat bangku SMP. Ketika SMA sempat vakum beroganisasi karena suatu sebab namun dilanjutkan aktif kembali saat berkuliah di Universitas Brawijaya. Tercatat pada 2008-2010 bergabung di Rohis Fakultas Teknik, Keluarga Besar Muslim (KBM) Al Hadiid FT UB dengan amanah terakhir sebagai Sekretaris Umum dan pernah aktif pula di Departemen Keilmuan Himpunan Mahasiswa Mesin (HMM) FT UB. Di organisasi ekstra kampus penulis tercatat sebagai Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Brawijaya, menjabat sebagai Sekretaris Bidang Dakwah pada periode 2009-2010 dan pada Musyawarah Komisariat XVI diamanahi sebagai Ketua Umum IMM Brawijaya periode 2010-2011, pernah aktif pula di organisasi kedaerahan IKAMALA (Ikatan Mahasiswa Lamongan) Universitas Brawijaya. Saat melanjutkan studi master di Taiwan (Republic of China), bersama dengan 12 kader lainnya membidani lahirnya Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan pada 2014 dan langsung diamanahi sebagai Koordinator Majelis Informasi, Komunikasi, dan Hubungan 485


Masyarakat masa bakti 2014-2016. Selain itu juga mendapatkan amanah sebagai Koordinator Bidang Kajian di NCU Muslim Club (komunitas muslim di NCU) dan anggota PPI NCU (Perhimpunan Pelajar Indonesia NCU). Saat ini penulis masih aktif beramanah sebagai Wakil Sekretaris Majelis

Pemberdayaan

Masyarakat

(MPM)

Pimpinan

Wilayah

Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur periode 2015-2020 dan sebagai Penasehat Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan periode 2016-2018 serta sebagai anggota Forum Keluarga Alumni (FOKAL) IMM Brawijaya dan Asosiasi Profesi Teknik Indonesia (APTI). Bidang keilmuan yang digeluti ialah tentang konversi energi yang lebih terfokus ke renewable atau green energy. Beberapa karya tulis yang pernah dihasilkan antara lain Pemanfaatan Serbuk Gergaji Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Minyak (2003), Pengaruh Variasi Konsentrasi Kalium Hidroksida Pada Purifier Terhadap Kinerja Motor Bensin Berbahan Bakar Biogas (2012), Analisa Bentuk Profil dan Dimensi Supporting Profile Terhadap Defleksi dan Tegangan Pada Base Kondensor Unit (2013), dan Fast Pyrolysis of Palm Kernel Shell Biomass in Fluidized Bed Reactor (2014). Buku yang ada di tangan pembaca saat ini adalah karya tulis pertama non-Teknik Mesin yang dibukukan oleh penulis meskipun bukan tulisan yang pertama. Adapun ketertarikan pada bidang keagamaan dan pemikiran Islam sudah dimulai sejak kecil karena pengaruh Ayahanda yang seorang guru agama serta mubalig di kampung dan kemudian semakin terasah ketika aktif di Rohis Kampus, IMM dan lingkungan Muhammadiyah baik ketika di Malang maupun Taiwan. Meskipun tidak pernah secara formal mendapatkan pendidikan keagamaan selain ketika masih berada di bangku Madrasah Ibtidaiyah, pengetahuan agama penulis diperoleh 486


secara kultural dari mengikuti berbagai kajian, diskusi, maupun membaca buku-buku keagamaan dan pemikiran Islam sampai kini. Saat ini penulis berdomisili di kampung kelahirannya di Desa Kesambi, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan.

Narahubung Twitter/IG

: @hanifird

HP

: +6281281182457

Website

: adhandaus@gmail.com

487


TESTIMONI [BAGIAN #2]

“Mas Hanif adalah penulis muda berbakat. Beliau mampu menyelesaikan 29 naskah tulisan di dalam buku ini dalam waktu satu kali Ramadan. Suatu hal yang mengagumkan mengingat hari-harinya sudah disibukkan dengan mengajar dan meneliti sebagai seorang dosen dan juga beramanah di MPM PWM Jatim. Mas Hanif memberikan spirit dan motivasi kepada kita semua untuk terus dapat konsisten menuangkan ide, gagasan, dan pikiran di sela waktu padatnya aktivitas. Dan meminjam istilah Buya Hamka, teruslah menulis Mas Hanif karena hanya dengan menulis kita bisa menjadi tuan bagi diri kita sendiri.” [Ahmad Syauqi, S.Gz., M.P.H. Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah Taiwan Utara]

“Tidak hanya sukses di bidang akademis, kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang menyelesaikan study S2 di Taiwan ini mampu mengejawantahkan Tri Kompetensi Dasar Ikatan. Tulisannya yang ringan namun tidak menghilangkan substansinya, sehingga kebermanfaatannya menyapu semua kalangan” [Nur Aini Azizah, A.Md., Kabid IMMawati DPD IMM Jawa Timur 2016-2018)

“Tulisan-tulisan yang ditulis oleh Kakanda Hanif sangat reflektif, ditulis dengan bahasa sederhana namun penuh makna” [Azhar Syahida, Ketum IMM Koms. “Fuurinkazan” Univ. Brawijaya 2016-2017]

“Dari karya tulis Bapak Hanif ini menunjukkan bahwa masih banyak generasi muda yang peduli dengan agamanya di tengah maraknya berita generasi muda Islam namun rusak moralnya. Sangat patut dijadikan contoh untuk generasi yang lebih muda lainnya” [Teguh Widianto, Mahasiswa Fakultas Teknik UM Surabaya]

488


i


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.