SOROT REDAKSI
PENYEBARAN PENYEBARAN PENYEBARAN HIV/AIDS disebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Jumlah temuan di lapangan terus bertambah. Namun temuan tersebut disebut baru secuil dari kenyataan yang ada. Ya, penyebaran penyakit HIV/ AIDS memang sudah seperti fenomena gunung es. Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut ada 48.300 kasus HIV positif yang ditemukan pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut, 9.280 di antaranya juga positif AIDS. Untuk tahun 2018, hingga triwulan II sudah ditemukan 21.336 kasus HIV, dengan 6.162 di antaranya positif AIDS. Sedangkan data kumulatif dari pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 hingga Juni 2018, menyebut ada 301.959 kasus HIV, dengan 108.829 kasus AIDS.
Dari segi usia, populasi pengidap HIV-AIDS paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-49 tahun, dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757).
Mencoba meng-capture fenomena penyebaran HIV AIDS di Kabupaten Purbalingga, berdasarkan catatan yang dihimpun puskesmas dan rumah sakit, sampai tahun 2019 ada sebanyak 460 orang hidup dengan HIV/ AIDS. Di mana 141 orang di antaranya meninggal dunia. Terinci, hingga Desember 2018 ada 336 kasus dan 45 meninggal. Sedangkan Mei 2019 sudah ada 33 kasus, meninggal 10 dan ditambah data dari RS Margono 37 kasus.
Upaya menekan penyebaran HIV/AIDS secara simultan terus dilakukan pemerintah melalui berbagai cara. Bagi dari pendeteksian hingga penanganan para penderita. Seperti diketahui, saat ini pemerintah sangat gencar melakukan rapid test kepada calon pengantin. Hal ini ditujukkan agar keberadaan HIV AIDS bisa diketahui lebih dini. Jadi ketika ada orang yang dideteksi hasilnya positif terkena HIV, maka akan mendapatkan fasilitas pengobatan sedini mungkin untuk tetap menjaga kesehatannya.
Harus diakui ada pemahaman yang keliru di tengah masyarakat tentang positif HIV. Mereka berpikir itu adalah vonis kematian. Sehingga ketika seseorang divonis positih HIV/AIDS mereka cenderung menutup diri dan enggan untuk melakukan pengobatan.
Padahal tidak. HIV AIDS bisa diobati, dengan obat antiretroviral (ARV) yang diberikan secara gratis oleh pemerintah. Obat itu bisa menekan jumlah virus HIV sehingga kekebalan tubuh tetap terjaga. Sehingga meningkatkan angka harapan hidup.
Layanan ini bahkan bisa diakses di sejumlah rumah sakit dan puskesmas yang tersebar di 34 provinsi dan 227 kabupaten/kota. Kesembuhan para penderita HIV/ AIDS atau yang biasa disebut ODHA ini memang tak bisa lepas dari dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan terdekat. Karena hal terpenting dalam kesembuhan para ODHA adalah bagaimana menjaga semangat mereka untuk hidup. (yuspita@satelitpost.(yuspita@satelitpost.com)
RABU, 19 JUNI Yuspita Palupi Redaktur SatelitPost
Jadwal Kegiatan Donor Darah Sukarela di Kabupaten Banyumas
Kantor Polisi Militer Kebondalem Jangan Menyerah
09.00-12.30
Balai Desa Cilangkap
dan Litbang
Setiap hari
Unit Donor Darah (UDD) PMI Kabupaten Banyumas
Jl. Raya Pekaja Desa Sokaraja Tengah
07.00 WIB - selesai
Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia Kab. Banyumas
Jl. Raya Pekaja No. 37 Sokaraja
Telp : (0281) 6441014 e-mail: uddpmikabbanyumas@yahoo.co.id
D D D D D
I I era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 ini, budaya literasi di dalam keluarga tidak cukup jika sekadar literasi lama (membaca, menulis, berhitung). Untuk menyesuaikan zaman, anak-anak harus dikenalkan literasi baru (data, teknologi, dan humanisme). Apalagi, sejak usia PAUD dan SD/MI, anak-anak sudah menggunakan gawai.
Artinya, tidak mustahil orangtua membudayakan literasi lama maupun baru pada anak melalui kegiatan sederhana.
Ironisnya, selain budaya literasi rendah, anak-anak banyak kecanduan game online yang berbahaya. Dalam Laporan International Classification of Diseases 11, World Health Organisation (WHO) memasukkan kecanduan game sebagai salah satu penyakit gangguan kesehatan jiwa. Di Indonesia sendiri, budaya ngegame menjadi “makanan” anak seharihari. Selain gangguan kesehatan jiwa, mengonsumsi game berlebihan berdampak pada kesehatan fisik, kerusakan mental, bahkan menjadi alat propaganda teroris.
Fenomena ini harus dihentikan dan anak harus dibudayakan untuk hidup literat melalui budaya menulis sejak dini. Salah satu produk literasi yang kini jarang dibudayakan orangtua pada anak adalah catatan harian (daily book) baik berupa buku, lembaran kertas, atau catatan di buku pelajaran. Mengapa hal itu terjadi? Orangtua dan anak-anak tak lagi menulis ide, pikiran, curhatan di buku, namun semua diekspresikan di media online, layanan pesan seperti Messengger, BBM, WhatsApp dan sejenisnya yang terbuang sia-sia.
Karena semua tulisan tak diarsipkan, maka semua ide dan curhatan itu mudah hilang.
Menurut Phoenix (2017), literasi di Indonesia dapat maju ketika mampu menerapkan tiga pilar literasi, yaitu membaca, menulis, dan mengarsipkan. Ketika ide atau curhatan ditulis di buku harian, dipastikan dalam satu semester atau satu tahun, anak-anak dapat memiliki buku. Ketika sudah menghasilkan buku, maka ketika anak-anak dewasa akan terbiasa dekat dengan pengetahuan dan berkiblat pada nalar.
Membudayakan Literasi Membudayakan Literasi Membudayakan Literasi Membudayakan Literasi Membudayakan Keluar Keluarga ga ga
PemimpinRedaksi :NurulIman WakilPemimpinRedaksi:KholilRokhman RedakturPelaksana: RudalAfgani RedakturPelaksanasatelitpost.com: TopanPramukti
YuspitaAPalupi,DedyAfrengki,DyahSugestiKurniawanRedakturRedaktur:,:EkaDillaAsisten, ReporterBanyumas:ShandiYanuarAnasMasruri ,TrionoYulianto,Alfiatin,, KepalaBiroReporterCilacap:, Cilacap:MahmudAmronRennyTania,,TaslimIndra,AndrianAhmad
KepalaBiroKepalaBiroPurbalingga:Banjarnegara:AminWahyudi,MaulaAsadillah, FotograferKoordinatorLayout::,IyusSaputra AnangFirmansyah, Layouter,:JackRastam,RizqiRamdhani,PrivatLespangloYudiDesworo
IT: SamsulQodarYudhanata
yang dapatmempengaruhi isi pemberitaan
Kedua, orangtua harus menjadi teladan bagi anak dengan cara mengajak anak membaca, menulis, membeli buku, dan juga mentradisikan hidup literat tanpa merampas hak anak menggunakan gawai. Jika ketiga hal ini dapat dilakukan, maka akan menjadi jalan membangkitkan generasi emas Indonesia dan dan bonus demografi pada tahun 2045. Jika tidak, maka anak-anak sebagai calon penerus dan penentu nasib bangsa hanya akan menjadi “penonton”.
Ketiga, membangun jiwa dan mental “kutu buku” pada anak. Selain membaca, anak-anak harus dididik bahkan dipaksa dengan menulis buku minimal melalui catatan harian. Sebab, tidak ada orang besar tanpa tulisan buku, dan hanya orang yang menulis yang akan dikenang dalam sejarah lewat tulisan-tulisannya meskipun hanya catatan harian. Pr Produk Catatan Harian oduk
Menulis bukan masalah bawaan lahir, bakat, atau takdir dari Tuhan. Selain keteladanan dan pembudayaan, kunci menulis adalah “pembiasaan”. Sebagai wujud ekspresi, curhat, dan menuangkan ide sekaligus gagasan anak, catatan harian harus dihadirkan dalam keluarga dan harus ditradisikan sejak dini. Saat ini hampir semua anak-anak usia SD sampai SMA bahkan mahasiswa jarang yang memiliki catatan harian. Meskipun sederhana, namun catatan harian menjadi “emas terpendam” yang kaya makna dan wujud budaya literasi yang nyata. Banyak tokoh terkenal dan menggemparkan dunia melalui buku harian karya mereka. Seperti buku harian Franz Kafka di Jerman, buku harian Andi Warhol di Amerika Serikat, buku harian Hellen Keller di Amerika Serikat, dan lainnya.
Pemikir dan pembaharu Ahmad Wahib (1942-1973) lewat catatan harian yang dihimpun menjadi buku Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib (2012) juga berdampak pada perkembangan pembaharuan Islam, filsafat, dan dunia intelektual di Indonesia. Buku ini laris manis dan dicetak berkali-kali hingga sekarang. Begitu pula tulisan Soe Hok Gie (1942-1969) yang dikumpulkan dalam Catatan Seorang Demonstran (1983), tulisan Najwa Shihab yang dihimpun menjadi Catatan Najwa (2016), tulisan Raditya Dika yang dibukukan menjadi Kambing
Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh (2005), dan lainnya yang menginspirasi dunia.
Melihat fakta di atas, lalu bagaimana cara membudayakan literasi keluarga melalui catatan harian? Pertama, anak-anak harus diajarkan budaya membaca, menulis, mendongeng, dan mengekspresikan semua pikiran, perasaan, kejadian yang dialami anak ke dalam bentuk buku harian/ catatan harian. Kedua, orangtua harus menjadi contoh dalam menulis catatan harian. Ketiga,
DOK
ILUSTRASI
semua anggota keluarga harus membudayakan menulis apa saja yang dialami dan dirasakan di dalam catatan harian.
Keempat, mengajak semua anggota keluarga ke tempat wisata dan mengevaluasi apa yang ditulis di dalam buku harian itu. Kelima, semua buku harian itu diterbitkan dengan kerja sama dengan penerbit. Hasilnya, setiap tahun semua anggota keluarga akan memiliki buku berupa catatan harian. Keenam, memfasilitasi semua kebutuhan buku tulis kosong agar anak bebas menulis curahan hati dan idenya. Ketujuh, kerja sama dengan guru, kepala sekolah, dan pegiat literasi untuk mempromosikan catatan harian sebagai wahana literasi anak.
Orientasi menulis catatan harian tak sekadar pada buku, namun membudayakan kejujuran, ketegasan, dan rasa terbuka dengan apa yang dialami di lingkup keluarga. Meski kelihatannya sederhana, namun menurut Hanafiah (2012: 20) catatan harian anak menjembatani keluarga dan sekolah untuk menyukseskan pendidikan anak.
Catatan harian bukan seperti karya tulis ilmiah dan karya sastra, namun berisi curahan semua kejadian, perasaan, hingga hal-hal rahasia yang semua orang tak mengetahuinya. Catatan harian menjadi produk sederhana yang sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar jujur, mandiri, disiplin, dan mengasah nalar menulis sejak dini. Tanpa pembudayaan hidup literat melalui catatan harian, tentu keluarga tak memiliki kisah dan dunia romantis. Melalui catatan harian, orangtua dapat mengajarkan anak berpikir kritis dan jujur, karena tak ada catatan harian ditulis dengan kebohongan. Jadi, catatan harian menjadi “jendela kecil” untuk melihat kehidupan anak-anak yang lebih dalam dan luas serta menghidupkan hidup literat. Catatan harian bukan segalanya, namun segalanya dapat berawal dari sana. Lalu, kapan kita membudayakan literasi keluarga melalui catatan harian?(*) (*) (*)
DirekturOperasional: MahmudAmron
ManajerIklan: LeksanaSugiono
ManajerPemasarandanSirkulasi: CahyoSeptianto
TimIklan: ImamSugiarto,DediSukiyama,SusulPriyono, DesainIklan:DwiPrasetiyo,DenisSafitri
TimKeuangan: DwiRatnawati,IreneWijayanti
TimSirkulasi: Khoeron,Ahmad,Waris,Jaenal,Agus
KantorRedaksiTeleponFaximile: Pusat :Jl.Dr.AngkaNo.79Purwokerto,KabupatenBanyumas,JawaTengah,:0281623099,0281623388. SatelitPostPurbalingga: KantorBiroCilacap:SatelitPostKantorBiroJl.S.ParmanNo49Cilacap,Telepon:0282536669,Jl.Jend.SoedirmanTimurno.127Purbalingga,Telp.0281896538, Penerbi.opinipembaca_yahoo.idpostmSatriaMediaGrafika,Email:satelitpost@.co,www.satelit.co,Facebook:HarianPagiSatelitPost,Twitter:@SatelitPost t:PT
PromoIklanBarisRp1500/perBaris/perHari/MinimalTigaBaris/MaksimalLimaBaris
EDITOR: RUDAL AFGANI | LAYOUT : RIZQI RABU KLIWON, 19 JUNI 2019 2
REDAKSI SatelitPost menerima kiriman opini dari pembaca. Panjang opini berisi tiga halaman spasi 1,5. Naskah dikirim via email dan hendaknya dilengkapi dengan foto terbaru berikut nomor telepon yang dapat dihubungi. Opini yang dikirimkan merupakan karya asli dari penulis. SatelitPost tidak mengembalikan opini yang diterima. Kolom ini juga terbuka untuk guru. email: opinipembaca_satelitpost@yahoo.co.id email:
Wartawan SatelitPost selalu dibekali tanda pengenal dan dilarang menerima, meminta, baik uang atau barang
www.satelit.copostm
@ Facebook:HarianPagiSatelitPost Twitter:@SatelitPost
satelitpostwindowslive.com
2019
pukul
WIB
Keluarga sebagai “rumah literasi” pertama bagi anak harusnya membudayakan kegiatan menulis yang berorientasi pada produk. Anak-anak yang mengonsumsi gawai hanya untuk game online Gumelar pukul 09.30-12.00 WIB Gedung Roediro Fakultas Ekonomi Unsoed pukul 10.00-13.30 WIB Bagian Furniture Depo Pelita Sokaraja pukul 11.00-14.30 WIB
Membudayakan Literasi Keluarga dengan Catatan Harian
LP Ma’arif PWNU
OLEH: HAMIDULLOH IBDA Kaprodi PGMI STAINU Temanggung, Ketua Bidang Diklat
Jawa Tengah
dan medsos, menonton video Youtube, akan sia-sia dan membuang waktu serta kouta jika tak dibudayakan menulis dan menghasilkan produk. Orangtua harus sadar, tugas mereka tak sekadar memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, namun “gizi literasi” anak harus diutamakan.
Konsep penguatan literasi dalam Gerakan Literasi Nasional (2016) yang digagas Kemdikbud menyebut penguatan literasi kuncinya ada pada “pembelajaran, pembudayaan, dan keteladanan”. Keluarga sebagai “rumah literasi” pertama bagi anak tentu dapat menerapkan ketiga jurus itu untuk membudayakan literasi keluarga melalui beberapa hal.
Pertama, keluarga harus menjadi “sekolah literasi” dan orangtua harus menjadi “guru literasi” bagi anak-anaknya. Melalui edukasi sederhana tentang informasi, media, tulisan, orangtua dapat mengarahkan anak untuk membaca, menulis, dan mengarsipkan hasil tulisan catatan harian anak sebagai wujud pilar literasi.