4 minute read

dan Litbang

Setiap hari

Advertisement

Unit Donor Darah (UDD) PMI Kabupaten Banyumas

Jl. Raya Pekaja Desa Sokaraja Tengah

07.00 WIB - selesai

Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia Kab. Banyumas

Jl. Raya Pekaja No. 37 Sokaraja

Telp : (0281) 6441014 e-mail: uddpmikabbanyumas@yahoo.co.id

D D D D D

I I era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 ini, budaya literasi di dalam keluarga tidak cukup jika sekadar literasi lama (membaca, menulis, berhitung). Untuk menyesuaikan zaman, anak-anak harus dikenalkan literasi baru (data, teknologi, dan humanisme). Apalagi, sejak usia PAUD dan SD/MI, anak-anak sudah menggunakan gawai.

Artinya, tidak mustahil orangtua membudayakan literasi lama maupun baru pada anak melalui kegiatan sederhana.

Ironisnya, selain budaya literasi rendah, anak-anak banyak kecanduan game online yang berbahaya. Dalam Laporan International Classification of Diseases 11, World Health Organisation (WHO) memasukkan kecanduan game sebagai salah satu penyakit gangguan kesehatan jiwa. Di Indonesia sendiri, budaya ngegame menjadi “makanan” anak seharihari. Selain gangguan kesehatan jiwa, mengonsumsi game berlebihan berdampak pada kesehatan fisik, kerusakan mental, bahkan menjadi alat propaganda teroris.

Fenomena ini harus dihentikan dan anak harus dibudayakan untuk hidup literat melalui budaya menulis sejak dini. Salah satu produk literasi yang kini jarang dibudayakan orangtua pada anak adalah catatan harian (daily book) baik berupa buku, lembaran kertas, atau catatan di buku pelajaran. Mengapa hal itu terjadi? Orangtua dan anak-anak tak lagi menulis ide, pikiran, curhatan di buku, namun semua diekspresikan di media online, layanan pesan seperti Messengger, BBM, WhatsApp dan sejenisnya yang terbuang sia-sia.

Karena semua tulisan tak diarsipkan, maka semua ide dan curhatan itu mudah hilang.

Menurut Phoenix (2017), literasi di Indonesia dapat maju ketika mampu menerapkan tiga pilar literasi, yaitu membaca, menulis, dan mengarsipkan. Ketika ide atau curhatan ditulis di buku harian, dipastikan dalam satu semester atau satu tahun, anak-anak dapat memiliki buku. Ketika sudah menghasilkan buku, maka ketika anak-anak dewasa akan terbiasa dekat dengan pengetahuan dan berkiblat pada nalar.

Membudayakan Literasi Membudayakan Literasi Membudayakan Literasi Membudayakan Literasi Membudayakan Keluar Keluarga ga ga

PemimpinRedaksi :NurulIman WakilPemimpinRedaksi:KholilRokhman RedakturPelaksana: RudalAfgani RedakturPelaksanasatelitpost.com: TopanPramukti

YuspitaAPalupi,DedyAfrengki,DyahSugestiKurniawanRedakturRedaktur:,:EkaDillaAsisten, ReporterBanyumas:ShandiYanuarAnasMasruri ,TrionoYulianto,Alfiatin,, KepalaBiroReporterCilacap:, Cilacap:MahmudAmronRennyTania,,TaslimIndra,AndrianAhmad

KepalaBiroKepalaBiroPurbalingga:Banjarnegara:AminWahyudi,MaulaAsadillah, FotograferKoordinatorLayout::,IyusSaputra AnangFirmansyah, Layouter,:JackRastam,RizqiRamdhani,PrivatLespangloYudiDesworo

IT: SamsulQodarYudhanata yang dapatmempengaruhi isi pemberitaan

Kedua, orangtua harus menjadi teladan bagi anak dengan cara mengajak anak membaca, menulis, membeli buku, dan juga mentradisikan hidup literat tanpa merampas hak anak menggunakan gawai. Jika ketiga hal ini dapat dilakukan, maka akan menjadi jalan membangkitkan generasi emas Indonesia dan dan bonus demografi pada tahun 2045. Jika tidak, maka anak-anak sebagai calon penerus dan penentu nasib bangsa hanya akan menjadi “penonton”.

Ketiga, membangun jiwa dan mental “kutu buku” pada anak. Selain membaca, anak-anak harus dididik bahkan dipaksa dengan menulis buku minimal melalui catatan harian. Sebab, tidak ada orang besar tanpa tulisan buku, dan hanya orang yang menulis yang akan dikenang dalam sejarah lewat tulisan-tulisannya meskipun hanya catatan harian. Pr Produk Catatan Harian oduk

Menulis bukan masalah bawaan lahir, bakat, atau takdir dari Tuhan. Selain keteladanan dan pembudayaan, kunci menulis adalah “pembiasaan”. Sebagai wujud ekspresi, curhat, dan menuangkan ide sekaligus gagasan anak, catatan harian harus dihadirkan dalam keluarga dan harus ditradisikan sejak dini. Saat ini hampir semua anak-anak usia SD sampai SMA bahkan mahasiswa jarang yang memiliki catatan harian. Meskipun sederhana, namun catatan harian menjadi “emas terpendam” yang kaya makna dan wujud budaya literasi yang nyata. Banyak tokoh terkenal dan menggemparkan dunia melalui buku harian karya mereka. Seperti buku harian Franz Kafka di Jerman, buku harian Andi Warhol di Amerika Serikat, buku harian Hellen Keller di Amerika Serikat, dan lainnya.

Pemikir dan pembaharu Ahmad Wahib (1942-1973) lewat catatan harian yang dihimpun menjadi buku Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib (2012) juga berdampak pada perkembangan pembaharuan Islam, filsafat, dan dunia intelektual di Indonesia. Buku ini laris manis dan dicetak berkali-kali hingga sekarang. Begitu pula tulisan Soe Hok Gie (1942-1969) yang dikumpulkan dalam Catatan Seorang Demonstran (1983), tulisan Najwa Shihab yang dihimpun menjadi Catatan Najwa (2016), tulisan Raditya Dika yang dibukukan menjadi Kambing

Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh (2005), dan lainnya yang menginspirasi dunia.

Melihat fakta di atas, lalu bagaimana cara membudayakan literasi keluarga melalui catatan harian? Pertama, anak-anak harus diajarkan budaya membaca, menulis, mendongeng, dan mengekspresikan semua pikiran, perasaan, kejadian yang dialami anak ke dalam bentuk buku harian/ catatan harian. Kedua, orangtua harus menjadi contoh dalam menulis catatan harian. Ketiga,

DOK

ILUSTRASI semua anggota keluarga harus membudayakan menulis apa saja yang dialami dan dirasakan di dalam catatan harian.

Keempat, mengajak semua anggota keluarga ke tempat wisata dan mengevaluasi apa yang ditulis di dalam buku harian itu. Kelima, semua buku harian itu diterbitkan dengan kerja sama dengan penerbit. Hasilnya, setiap tahun semua anggota keluarga akan memiliki buku berupa catatan harian. Keenam, memfasilitasi semua kebutuhan buku tulis kosong agar anak bebas menulis curahan hati dan idenya. Ketujuh, kerja sama dengan guru, kepala sekolah, dan pegiat literasi untuk mempromosikan catatan harian sebagai wahana literasi anak.

Orientasi menulis catatan harian tak sekadar pada buku, namun membudayakan kejujuran, ketegasan, dan rasa terbuka dengan apa yang dialami di lingkup keluarga. Meski kelihatannya sederhana, namun menurut Hanafiah (2012: 20) catatan harian anak menjembatani keluarga dan sekolah untuk menyukseskan pendidikan anak.

Catatan harian bukan seperti karya tulis ilmiah dan karya sastra, namun berisi curahan semua kejadian, perasaan, hingga hal-hal rahasia yang semua orang tak mengetahuinya. Catatan harian menjadi produk sederhana yang sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar jujur, mandiri, disiplin, dan mengasah nalar menulis sejak dini. Tanpa pembudayaan hidup literat melalui catatan harian, tentu keluarga tak memiliki kisah dan dunia romantis. Melalui catatan harian, orangtua dapat mengajarkan anak berpikir kritis dan jujur, karena tak ada catatan harian ditulis dengan kebohongan. Jadi, catatan harian menjadi “jendela kecil” untuk melihat kehidupan anak-anak yang lebih dalam dan luas serta menghidupkan hidup literat. Catatan harian bukan segalanya, namun segalanya dapat berawal dari sana. Lalu, kapan kita membudayakan literasi keluarga melalui catatan harian?(*) (*) (*)

DirekturOperasional: MahmudAmron

ManajerIklan: LeksanaSugiono

ManajerPemasarandanSirkulasi: CahyoSeptianto

TimIklan: ImamSugiarto,DediSukiyama,SusulPriyono, DesainIklan:DwiPrasetiyo,DenisSafitri

TimKeuangan: DwiRatnawati,IreneWijayanti

TimSirkulasi: Khoeron,Ahmad,Waris,Jaenal,Agus

KantorRedaksiTeleponFaximile: Pusat :Jl.Dr.AngkaNo.79Purwokerto,KabupatenBanyumas,JawaTengah,:0281623099,0281623388. SatelitPostPurbalingga: KantorBiroCilacap:SatelitPostKantorBiroJl.S.ParmanNo49Cilacap,Telepon:0282536669,Jl.Jend.SoedirmanTimurno.127Purbalingga,Telp.0281896538, Penerbi.opinipembaca_yahoo.idpostmSatriaMediaGrafika,Email:satelitpost@.co,www.satelit.co,Facebook:HarianPagiSatelitPost,Twitter:@SatelitPost t:PT

PromoIklanBarisRp1500/perBaris/perHari/MinimalTigaBaris/MaksimalLimaBaris

This article is from: