Halaqah Tadabbur Qur`an 34 (QS Al-Baqarah 216-219)

Halaqah Tadabbur Qur`an 34 (QS Al-Baqarah 216-219) Dr. Saiful Bahri, MA

‫ ﺍاﻟﻠﻬﮭﻢ ﺻﻠﻰ‬،٬ ‫ ﺍاﻟﺤﻤﺪ ! ﺍاﻟﺬﻱي ﺍاﻧﻌﻤﻨﺎ ﻭو ﻓﻀﻠﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺳﺎءﺭر ﺍاﻻﻣﻢ ﺑﺘﻌﻠﻴﯿﻢ ﺍاﻟﻌﻠﻢ ﻭوﺍاﻟﺒﻴﯿﺎﻥن‬،٬ ‫ﺍاﻟﺤﻤﺪ ! ﺭرﺏب ﺍاﻟﻌﺎﻟﻤﻴﯿﻦ‬ . ‫ﻭو ﺳﻠﻢ ﻭو ﺑﺎﺭرﻙك ﻋﻠﻰ ﺳﻴﯿﺪ ﺍاﻟﻨﺎﻡم ﺳﻴﯿﺪﻧﺎ ﻭو ﻣﻮﻟﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻞ ﷲ ﻋﻠﻴﯿﻪﮫ ﻭو ﺳﻠﻢ ﻭوﺑﻌﺪ‬ Bapak-bapak dan Ibu-ibu jamaah shalat subuh yang dimuliakan Allah. Bersyukur kepada Allah, pada pagi hari ini, di hari yang dimuliakan Allah, kita dapat dimudahkan langkah oleh Allah subhanahu wa ta’ala memulai dengan kebaikan. Mudah-mudahan kebaikan yang kita lakukan pagi hari ini dimudahkan untuk seterusnya.

Insya Allah kita akan lanjutkan untuk tadabbur kita, surah Al Baqarah ayat 216. Sekilas kita sambung pada pertemuan sebelumnya. Di akhir pertemuan sebelumnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang apa yang seharusnya diinfakkan. Kemarin sudah kita jawab bahwa prioritas infaq itu pertama kali, ini secara umum ya, kalau ada kata-kata infaq di dalam Al Qur`an itu include banyak hal. Ada shadaqah jariyah, ada shadaqah sunnah, ada shadaqah wajib yang berupa zakat, itu semua termasuk. Dan barangkali prioritasnya sudah kita katakan, yaitu yang pertama adalah untuk orangtua, dan kerabat, dan seterusnya, sudah disebut pada pekan lalu. Jadi kebaikan kepada orangtua itu mutlak menjadi prioritas.

Pada kesempatan kali ini ada beberapa hal yang nanti ditanyakan oleh para sahabat. Kita mulai dulu dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Allah mulai dengan ayat kutiba ‘alaikumul qital. Jadi kita diwajibkan untuk berperang. Ayat ini kalau dipenggal di sini saja, akan menegaskan bahwa umat Islam suka berperang. Apalagi kalau qital itu dipahami al qatlu, pembunuhan. Sementara pembunuhan itu tidak disukai Allah. Innallaha la yuhibbul mufsidin, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat

371

kerusakan. Al qital beda dengan al qatlu. Kalau al qatlu itu membunuh. Dan pembunuhan itu dikecam oleh Allah. Sementara al qital, peperangan, itu konotasinya tidak selalu membunuh.

Maka al qital itu lebih luas. Kalau di era modern, pertempuran itu bisa ekonomi, bisa politik, bisa keamanan, bisa beberapa hal yang lainnya. Yang paling besar adalah peperangan yang korbannya adalah jiwa, di antaranya peperangan yang menyebabkan pembunuhan.

Nah, ini kutiba ‘alaikumul qital, ayat ini terpisah. Maksudnya apa? Di dalam Al Qur`an ayat yang senada itu cuma ada empat. Kutiba itu cuma ada empat. Dulu pernah ketika al faqir ceramah di bulan itu ada request, supaya tidak membahas kutiba ‘alaikumush shiyam.

Ternyata ayat kutiba di dalam Al Qur`an itu cuma empat saja. Kutiba ‘alaikumush shiyam, kutiba ‘alaikumul qishash, kutiba ‘alaikum idza hadhara ahadakum al maut yang kita sudah pelajari. Tiga-tiganya itu berhubungan satu sama lainnya: puasa, qishash, dan wasiat. Nah, ini disendirikan karena pembahasannya berat.

Orang kalau membicarakan tentang peperangan di dunia ini tidak ada yang enak. Entah itu peperangan yang berlarut-larut seperti di Suriah, entah itu peperangan politik seperti di Mesir yang mengakibatkan juga ada korban jiwa, entah itu tentang perebutan sumber daya alam, yang sekarang sedang memanas di Crimea Ukraina.

Peperangan-peperangan itu diwajibkan. Lebih diwajibkan. Di sini kutiba ada dua. Menjadi wajib kalau judulnya adalah mempertahankan diri. Jadi kalau seandainya kita diserang, maka peperangan itu menjadi wajib. Tidak peduli di situ pejabat, rakyat, sama. Tidak peduli di situ jenderal dengan kopral, sama. Kewajibannya itu wajib ‘ain. Tapi menjadi wajib kifayah ketika dalam kondisi aman.

Makanya, wajib militer itu tidak berarti kita semua harus angkat senjata. Tapi potensi untuk menjaga dari qital itu menjadi wajib kifayah, menjadi fardhu kifayah. Maka harusnya setiap warga bangsa Indonesia itu punya kemampuan untuk berperang. In case nanti ada serangan, itu tidak mengandalkan TNI lagi. TNI itu adalah benteng terakhir. Tapi ketika ada peperangan, warga sendiri sudah bisa melakukan pertahanan. Kalau sekarang kan seandainya ada peperangan, kita dapat pasokan senjata, maka kita juga belum tentu bisa menggunakan senjata, karena tidak ada pengetahuan untuk itu.

Maka di negara-negara lain itu, wajib militer merupakan kewajiban setiap personal, tetapi nanti kewajiban mempertahankan negara dimulai dari tentaranya tapi setiap warganya memiliki potensi untuk mempertahankan bangsanya.

Maka kutiba ‘alaikumul qital sekarang dari kita, kewajiban kita berperang itu, nomor satunya, dulu kita pernah membahas tentang security awareness. Tentang keamanan nomor satu yaitu aqidah. Maka qital yang harus diwajibkan bagi kita itu adalah peperangan untuk menjaga aqidah. Itu wajib, sampai titik darah terakhir. Maka menjadi wajib bagi kita melindungi anak kita.dari hal-hal yang menyebabkan korban peperangan aqidah itu. Televisi

372

kah, pergaulan kah, dan sebagainya. Jadi ini tidak hanya melulu masalah fisik, peperangan kontak senjata yang mengakibatkan kematian.

Wa huwa kurhun lakum. Dan itu tidak mengenakkan. Di sini ayat ini disebut dengan muqabalah. Karena kadang bicara tentang benci, kadang bicara tentang cinta. Jadi ayat ini, benci dan cinta itu ada, selaras dengan peperangan. Entah kebetulan atau tidak, biasanya kalau ada kisah tentang peperangan, biasanya diselingi kisah tentang percintaan.

Maka di sini wa huwa kurhun lakum itu konotasinya kebencian itu bukan berarti di dalam peperangan. Perangnya itu sendiri tidak ada orang yang suka. Yang suka peperangan itu cuma orang yang jual senjata saja. Bisnis senjata tidak laku kalau tidak ada perang. Itu juga makna lain. Ternyata wa huwa kurhun di situ nakirah. Seperti lailan, itu sedikit, sebagian malam saja. Kurhun di situ tidak berarti kebencian yang mutlak. Kebencian atau ketidaksukaan itu bagi orang-orang tertentu saja.

Jadi peperangan itu secara umum tidak disukai orang. Siapa sih yang pingin tidak punya rumah? Siapa sih yang tidak pingin duduk manis di rumah dengan keluarganya? Ketika misalkan musuh masuk rumah kita, kita menginginkan orang lain saja lah yang perang, kita nanti terima beresnya saja. Itu tidak benar. Kutiba ‘alaikumul qital itu semuanya wajib mengerahkan potensi.

Wa ‘asa an takrahu syai`an wa huwa khairun lakum. Dan kita tidak menyukai itu padahal peperangan itu khairun. Kurhun yang pertama beda dengan khairun yang kedua. Pakar bahasa mengatakan kurhun yang pertama dengan khairun, itu nilainya jauh lebih baik.

Pertama pilihan katanya: yang pertama kebencian, yang kedua adalah kebaikan. Yang kedua: kebencian itu, sebanyak-banyaknya benci, akan dikalahkan dengan kebaikan meskipun sedikit. Itu filosofinya, nanti al faqir lengkapi.

Wa ‘asa an tuhibbu syai`an. Nah, di sini ada mahabbah. Tadi yang al faqir bilang, dalam buku-buku balaghah, ayat ini disebut muqabalah. Ada benci, disebut cinta setelah itu. Dan bahasanya menarik, kenapa di dalam peperangan itu tidak disebut wa huwa syiddah, wa huwa ghilzhah, sangat berat, tapi di sini kurhun.

Wa ’asa an tuhibbu syai`an wa huwa syarrun lakum. Di sini ada dua muqabalah. Muqabalah yang pertama itu benci dan cinta, muqabalah yang kedua, muqabalah itu dua sisi yang berbeda, pembandingan. Yang satu khairun dan syarrun. Kalau yang kedua dibalik, cinta itu lebih besar daripada kejelekan. Kurhun, sebanyak apapun kebencian, itu kalah dengan khairun meskipun khairun itu sedikit. Yang kedua, wa ‘asa an tuhibbu, di sini kenapa tidak disebutkan kata-kata kurhun, karena mengalahkan. Kalau tadi kan kurhun ada kata-kata taqrahu. Di sini misalkan, kenapa tidak disebut: di sana barangkali ada cinta. Karena katakata cinta itu tidak ditahbiskan, tidak dikultuskan di dalam Al Qur`an. Sama dengan akal.

Kata-kata al aqlu dalam Al Qur`an itu tidak ada. Kata-kata cinta itu baru disebut kalau ada idhafah-nya. Misalkan zuyyina lin nasi hubbusy syahawat, tapi tidak ada zuyyina lin nasi al hubbu. Itu tidak ada. Zuyyina lin nasi hubbusy syahawati minan nisa. Ada spesifikasi.

373

Maka di sini ketika wa ‘asa an tuhibbu syai`an, mencintai sesuatu, barangkali yang kita cintai itu lebih buruk dari yang kita bayangkan. Kita mencintai dunia, mencintai kondisi santai, padahal kondisi santai itu barangkali lebih buruk dari yang kita lihat. Saudara-saudara kita ketika tidak dicoba dengan peperangan, sebagiannya tidak disiplin shalat, tidak disiplin membayar zakat, tidak disiplin silaturahim dengan saudaranya. Begitu diserang oleh orangorang yang zhalim, yang tadinya tidak bersaudara atau sedikit-sedikit berbeda bermusuhan, menjadi bersatu. Barangkali itu. Allah ada hikmahnya ketika terjadi peperangan itu, ketika terjadi kezhaliman itu diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala, di situ barangkali untuk mentasbih.

Ini dikunci dengan wallahu ya’lamu wa antum la ta’lamun. Allah itu tahu. Dan ya’lam itu continuous. Allah selalu tahu, dan Allah selalu mengetahui apa yang kita selalu tidak tahu, atau apa yang kita kadang tidak mengetahui, apa yang kita benar-benar tidak pernah bisa mengetahui. Itu terjemahan la ta’lamun. La ta’lamun disebut dalam fi’l mudharri include itu semua: yang kita selalu tidak tahu, yang kita kadang tidak tahu, yang kita bahkan tidak terpikirkan sama sekali. Itu Allah subhanahu wa ta’ala mengetahuinya. Itu yang disebut dengan hikmah, yang nanti akan menyatukan tiga hal di dalam ilmu tauhid, yaitu ada pengetahuan Allah yang disebut sifat Allah al ‘ilmu, kemudian al iradah, keinginan Allah. yang diakhiri dengan takdir Allah, ketentuan Allah.

Tema ini berkaitan dengan ayat selanjutnya:

374

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Yas`alunaka ‘anisy syahril haram. Para sahabat bertanya, bagaimana sih hukumnya peperangan. Di sini luar biasa, kenapa tidak dikatakan yas`alunaka ‘anil qitali fisy syahril haram (mereka bertanya tentang pepernagan di bulan haram). Tetapi didahulukan yas`alunaka ‘anisy syahril haram. Yang ditanya dulu oleh para sahabat itu adalah apa sih sebenarnya syahrul haram. Dan apa yang harus kita lakukan di syahrul haram. Dan syahrul haram ini sebelum Islam sudah ada. Itu adat jahiliyah. Tapi di dalam Islam, adat itu bukan diubah. Diisi dengan kebaikan.

Makanya di syahrul haram itu kita disunnahkan untuk berpuasa. Puasa di bulan haram itu pahalanya beda dengan puasa di bulan yang lainnya. Dan termasuk kejahatan yang dilakukan di bulan haram itu nilainya dilebihkan. Kelebihannya dan kondisinya seperti apa tidak dijelaskan. Tetapi di sini yang menarik, ketika berbicara tentang syahrul haram itu yang ditanyakan adalah qitalin fihi, kalau perang di bulan haram itu apa.

Qul, katakan Muhammad, qitalun fihi kabir, peperangan di dalam bulan haram itu berat dan besar akibatnya. Bisa menyebabkan dosa yang lebih besar. Apalagi wa shaddun ‘an sabilillah, dan menghalangi seseorang dalam berbuat kebaikan. Fi sabilillah itu kan maknanya banyak.

Wa kufrun bihi. Wa kufrun bihi itu bukan berarti kafir terhadap sabilillah. Wa kufrun bihi itu adalah akibat dari shaddun ‘an sabilillah, kemudian mengajak orang-orang untuk mengingkari sabilillah. Wal masjidil haram, menghalagi orang ke masjidil haram. Wa ikhraju ahlihi, dan mengusir. Ini adalah perumpamaan untuk orang-orang kafir Quraisy.

Barangkali, seburuk-buruk penjajahan yang sekarang terjadi itu dilakukan oleh zionis Israel.

Penjajah-penjajah yang lainnya, ini sedikit keluar tema tapi cocok dengan ini. Kita dijajah Belanda ada yang bilang 350 tahun, tetapi Belanda itu tidak berusaha mengeluarkan kita.

Penjajah-penjajah yang lainnya itu rata-rata tidak melakukan itu, meskipun ada yang melakukan genocide, membunuh, menghabisi. Tetapi mengusir, itu hampir tidak ada.

Meminggirkan, iya. Nah, penjajahan yang dilakukan oleh Israel itu kan mengusir.

Sekarang jumlah orang Palestina di dalam negeri Palestina, dengan orang Palestina yang di luar Palestina, itu jumlahnya lebih banyak yang di luar. Maka sekarang ketika ada solusi berdampingan dua negara, itu ditolak orang Palestina. Kenapa? Karena hak mereka untuk

375

kembali dihalang-halangi, padahal itu mutlak. Kalau Bapak-bapak lihat, sekarang pengungsipengungsi Palestina di sekitar wilayah itu kondisinya sangat memprihatinkan, terutama yang di Suriah. Bahkan yang stabil di Yordania dan Libanon saja dibatasi. Boleh bekerja hanya A, B, C, D, E, F, G. Sisanya tidak boleh, lapangan pekerjaannya untuk orang pribumi.

Sama dengan ini, wa ikhraju ahlihi. Orang-orang kafir Quraisy itu mengeluarkan ahlihi, sehingga mereka harus pergi ke Madinah. Wa ikhraju ahlihi minhu. Minhu di sini dari Masjidil Haram atau orbit Masjidil Haram yaitu Mekkah. Akbaru ‘indallah, itu lebih berat dan lebih besar bagi Allah.

Wal fitnatu akbaru minal qatl. Tempo hari kita sudah mempelajari al fitnatu asyaddu minal qatl. Ini sering dijadikan dalil orang Indonesia: fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.

Padahal yang dimaksud fitnah lebih kejam dari pembunuhan itu bukan si A memfitnah si B menjatuhkan nama baiknya. Iya, itu kejam. Tapi fitnah di sini, membunuhi seseorang yang didahului menyakiti perasaannya, mengeluarkannya, mengejar-ngejar dan sebagainya, itu lebih berat dosanya daripada sekadar membunuh. Sama-sama pembunuhan, derajatnya beda.

Yang dibunuh misalkan bapaknya, wah ini kurang ajar anaknya, tidak tahu balas budi. Yang dibunuh anak kandungnya, orang lain akan mengelus dada. Yang dibunuh adalah orang yang selama ini berjasa kepada dia, orang juga akan berpikir. Itu banyak objek pembunuhannya.

Atau pada caranya. Kalau dibunuh begitu saja, mati ditembak, itu barangkali orang sedih.

Tapi misalkan disiksa, atau mutilasi dan sebagainya, wal ‘iyadzu billah, itu dikatakan wal fitnat akbaru minal qatl.

Wa la yazaluna yuqatilunakum, dan mereka akan terus memerangi kalian. Dan memerangi itu, kenapa di sini pembahasannya peperangan fisik? Itu ada terjadi. Jadi kita bukan isapan jempol bahwa kita itu nanti suatu ketika atau pernah terjadi dibunuhi supaya meninggalkan agama kita. Itu pernah terjadi. Lihat ashhabul ukhdud, lihat kafir Quraisy ketika di Mekkah, lihat kasusnya nabi Isa yang dikejar-kejar, lihat kasusnya ashhabul kahfi. Itu la yazaluna yuqatilunakum, terus memerangi kalian secara fisik non fisik. Kalau fisiknya itu ya peperangan ekonomi. Ekonomi kita tidak akan dibiarkan maju. Secara politik umat Islam tidak akan dibiarkan kokoh. Secara keamanan umat Islam tidak akan dibiarkan negerinya aman. Dan seterusnya.

La yazaluna yuqatilunakum hatta yaruddukum ‘an dinikum, sampai kalian murtad keluar dari agama kalian. Inistatha’u. Ini luar biasa Allah katakan. Kenapa ada kata-kata inistatha’u (kalau mereka sanggup)? Dan buktinya mereka tidak sanggup. Padahal di dalam bahasa Arab in itu adalah lit taqlil, lin nudrah, lit tasyqiq, kata jika yang artinya jarang. In itu jarang, tapi idza itu artinya sering dan lazim terjadi. Makanya inistatha’u itu jarang terjadi. Orang masuk Islam dengan orang murtad itu lebih banyak mana? Apalagi murtad gara-gara diperangi dan dibunuhi, itu malah justru sangat jarang terjadi.

Karena itulah dulu Snouck Hurgronje ditugaskan oleh orang-orang Belanda, dia masuk Islam, belajar Islam di Mekkah, bahkan sampai ada yang mengatakan hafal Al Qur`an, sampai akhirnya membuat kesimpulan bahwa salah kalau Belanda itu memerangi rakyat Indonesia

376

dengan senjata. Memeranginya bukan dengan itu. Memeranginya adalah devide et impera, dipecah belah. Umat Islam jangan dibunuhi, itu malah menambah militansi. Lihat sekarang di mana-mana, kalau umat Islam ditekan, dia makin bangkit. Bisa jadi dia tidak shalat, tapi begitu ditekan, bangkit dia. “Sekaranglah saatnya saya shalat, saatnya saya membela agama saya.” Tapi dijauhkan dari agamanya, supaya bisa dipecah belah. Makanya di sini inistatha’u itu kecil. Orang yang murtad karena dibunuhi, sangat kecil. Ada tapi sedikit. Selebihnya menambah militansi.

Dan orang yang sedikit itu, wa man yartadid minkum ‘an dinihi, dan dia setelah murtad itu fa yamut, dia mati, wa huwa kafir fa ula`ika habithath a’maluhum fid dunya wal akhirah. Wa ula`ika ashhabun nari hum fiha khalidun. Dan orang itu mendapatkan balasan yang berat. Di sini disebut semuanya. Habithath a’maluhum fid dunya wal akhirah, amalnya tidak dianggap, Jatuh. Ibarat kata, kalau saya dulu diajari orang-orang yang tidak tahu hakikat menyimpan hasil, itu seperti kera mengambil pisang. Dia merasa banyak mengambil pisang, begitu dia tengok tinggal satu Itulah perumpamaan, mungkin ada perumpamaan lain. Tapi kita merasa punya amal banyak tetapi tidak dianggap oleh Allah.

Yang kedua, ashhabun nar. Mereka itulah orang-orang yang ber-KTP neraka. Bukan hanya dimasukkan. Kalau dimasukkan, saya masuk di tempat ini tapi saya kan bukan di sini tinggalnya. Tapi kalau disebut wa ula`ika ashhabun nar. Ashhabun nar itu artinya ber-KTP, tinggal di situ. Ditambah lagi hum fiha khalidun. Mereka tidak diperbolahkan pindah ke RT lain. Jadi orang itu sudah ditempatkan Allah di neraka A, hum fiha khalidun, dan mereka kekal di sana. Sudah dicap, KTP ini berlaku seumur hidup, artinya mereka di situ tidak dipindah-pindah. Tidak ada istilah keringanan. Kalau dalam bahasa Indonesia kan ada mendapatkan grasi, mendapatkan pembebasan bersyarat, pemulihan nama baik dan sebagainya. Kalau di neraka tidak ada. Hum fiha khalidun. Karena orang murtad ini adalah orang yang tidak tahu esensi perjuangan. Makanya di dalam agama kita murtad itu hukumannya adalah hukum mati. Sesungguhnya orang murtad itu mengkhianati konsekuensi yang telah dia ucapkan pertama kali.

Yang kedua, balasan sebagai muqabalah:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

377

Sebaliknya, orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah meninggalkan kampung halamannya sebagai konsekuensi. Ini dari yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya itu yang paling berat. Hijrah secara fisik. Atau yang dilakukan Abdurrahman bin Auf . Dia orang kaya, memiliki kekayaan, tapi diusir oleh keluarganya, “silakan Anda hijrah, tapi jangan bawa sepeserpun harta ini.” Itu kan berat konsekuensinya.

Kemudian wa jahadu, orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam berjihad fi sabilillah.

Ula`ika, sesungguhnya mereka adalah, yarjuna rahmatallah, orang-orang yang memburu, orang-orang yang haus, orang-orang yang sangat ingin rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.

Wallahu ghafurun rahim. Dalam perburuan itu kadang ada kesalahan. Di dalam berhijrah itu ada salah sedikit niat, dalam bershadaqah ada tidak ikhlasnya, wallahu ghafur, Allah Maha Pemaaf. Dan bukan hanya wallahu ghafur titik. Wallahu ghafurun rahim. Itu yang paling besar pun, orang berbuat salah, paling mentoknya kita maafkan. Tetapi Allah, semakin kita berbuat salah kemudian bertaubat kepada Allah, itu setelah dimaafkan, Allah menambah kecintaan. Ghafurun, dimaafkan, diampuni, rahimun, ditambah cinta-Nya, ditambah rahmatNya. Itu bedanya kita dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Allah itu ketika ada hamba-Nya yang bertaubat, bukan hanya diampuni, tetapi Allah sangat berbahagia, dan kemudian menambah kecintaan. Bahkan saking bahagianya, dalam sebuah hadits qudsi diceritakan, saking bahagianya diibaratkan dengan seorang yang berada dalam perjalanan dengan untanya di padang pasir, untanya hilang. Dia haus, lapar, mencari makanan sampai mau mati. Di tengah keputusasaan datanglah unta itu. Dia bersyukur kepada Allah dan mengatakan anta ‘abdi wa ana rabbuk, Engkau adalah hambaku dan aku tuhan-Mu. Harusnya kan anta rabbi wa ana abduk, Engkau Ya Allah adalah Tuhanku yang mengembalikan unta dan isinya dan saya adalah hamba-Mu. Kebahagiaan hamba itu masih jauh kalah dari bahagianya Allah. Allah lebih berbahagia ketika ada seseorang yang kembali bertaubat kepada-Nya. Itu yang disebut dengan ghafurun dan rahim.

378

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, Jumhur mufassirin mengatakan bukan orang kafir. Yang bertanya itu sama dengan yang di atas, yaitu orang-orang muslim. Orang-orang muslim bertanya, wahai Rasulullah, apa sih hukumnya khamr dan maisir (judi)? Ini ayat turun pertama kali. Jadi kalau di dalam sejarah tasyri’ agama kita, pengharaman khamr itu terjadi tiga kali. Ini yang pertama.

Qul fihima itsmun kabir wa manafi’un lin nas wa itsmuhuma akbaru min naf’ihima. Di dalamnya ada kemudharatan, ada dosa, ada yang bisa merusak, tapi ada manfaatnya. Jadi tidak dijelaskan halal haram. Nanti ayat kedua turun, la taqrabush shalata wa antum sukara, jangan melakukan shalat kalau kalian mabuk. Berarti kalau mau mabuk nanti setelah shalat.

Begitu yang ketiga turun, final. Al khamru wal maisir itu adalah haram, fajtanibu. Jadi disuruh menjauhi. Tidak bisa kemudian kita menganggap hukum khamr sekarang juga begitu, di satu tempat bisa jadi tidak haram, di tempat lain bisa jadi haram. Bukan. Kalau dijadikan untuk metode dakwah, bisa. Tetapi hukum khamr tetap haram. Misalkan ketika orang kita tanya, dia baru masuk Islam, tapi tidak bisa meninggalkan makan daging babi atau minum wine, kemudian dia tetap minum itu, “ah nggak apa-apa.” Nggak apa-apa itu bukan berarti halal dan haram, tapi itu perlahan. Orang itu perlu belajar lebih banyak lagi. Itu metode dakwah. Tapi hukumnya sudah final. Khamr haram.

Yang kedua maisir, judi. Disebut maisir dari kata-kata yusrun, mudah. Kenapa? Judi itu mengambil duit mudah. Tapi yang lain jadi dongkol. Maisir itu kemudahan mendapatkan harta dan kemudahan munculnya permusuhan. Dalam perjudian itu perasaan dibolak-balik.

Baru semenit dia senang, kemudian mutar lagi kartunya kalah, dia ngedrop lagi. Maka disebut dengan maisir. Sangat mudah apa saja terjadi. Mendapatkan uang mudah, kehilangan uang mudah juga. Kita membahas tadi kurhun dan hubb, benci dan cinta. Di situ (judi) membenci orang mudah, mencintai orang juga mudah. Maka disebut dengan al maisir. Al maisir itu apa? Sebab yang memudahkan. Nomor satunya memudahkan mendapatkan duit, nomor duanya memudahkan kehilangan duit, nomor berikutnya adalah kemudahan membenci orang, nomor berikutnya kemudahan menyukai orang.

Qul fihima itsmun kabir, dosanya itu besar. Menzhalimi orang lain, membuat kebencian, membuat kerusakan. Kalau ada judi, itu trilogi: judi, khamr, zina.

Wa manafi’u lin nas, ada manfaatnya. Apa manfaatnya? Membuat ketawa-ketawa, membuat malas-malasan, relaksasi. Kalau kita lihat di negara-negara maju, itu bahkan sampai diatur perdanya. Di Jepang itu setiap weekend, tempat yang paling banyak diisi orang itu tempat perjudian. Karena mereka capek kerja, pingin rileks, di antara rileksnya adalah main judi, dari yang paling sederhana sampai yang kelas berat, kasino. Itu disebut dengan manafi’.

Relaksasi. Tapi sebenarnya salah. Relaksasi bukan begitu. Kalau salah-salah bisa

379

mengakibatkan tadi, itsmun. Dan ini didahulukan. Al Quran tidak mengatakan qul fihima manafi’. Terus di-ta’qid lagi, wa itsmuhuma, dan madharatnya, dosanya, kezhalimannya, akbaru min naf’ihima, lebih besar. Itu kalau orang mau mikir, “berarti tidak ada gunanya khamr dan maisir?” Itu disuruh mikir. Tapi tidak jelas-jelas dikatakan haram.

Kemudian ada tema lain yang ditanyakan para sahabat, wa yas`alunaka ma dza yunfiqun. Ini yang menarik, karena kemarin sudah ditanyakan. Kalau kemarin itu ditanyakan kepada siapa, kalau sekarang apa yang diinfakkan. Itu menandakan kepada siapa itu lebih penting daripada apa yang bisa diberikan.

Kalau kita mau berinfaq, nomor satunya bukan jumlahnya berapa, tapi siapa yang saya bantu.

Itu prioritasnya. Baru kemudian, berapa yang kita bantu. Yang siapa itu sudah final kita bicarakan kemarin. Nomor satu adalah walidain wal aqrabin, orangtua dan kerabat, serta orang yatim, orang miskin, dan sebagainya.

Sekarang, apa. Qulil ‘afwa. Al ‘afwa di sini adalah tambahan. Karena ini berhubungan dengan maisir. Maka ini infaq yang standar. Kita makan dulu, beli kebutuhan keluarga, di akhir bulan uang kita tersisa sekian. Itu disebut al ‘afwa. Sisanya ini kita infakkan. Infaq kok sisa? Itu lebih baik daripada tidak infaq sama sekali. Nah mulainya dari al ‘afwa. Karena berinfaq dalam peperangan itu bukan ‘afwa. Itu berat. Kita sedang tidak punya uang, disuruh berinfaq. Berat tidak? Berat. Mustahil terjadi kalau tidak dimulai dengan al ‘afwa.

Jadi al ‘afwa itu sesuatu yang tambahan. Kita tidak terlalu membutuhkan. Boleh, dan itu dianjurkan melatih supaya ketika kurhun itu datang, itu bisa. Karena berinfaq itu berat. Tapi kalau dimulai dari al ‘afwa itu tidak mustahil. Misalkan penghasilan kita angkanya A, kebutuhan kita tidak sampai A, masih ada sisanya. Nah sisanya itu disebut dengan al ‘afwa.

Jadi kelebihan.

Tapi orang kaya bukan berarti lebih. Salah kita menerjemahkan al ‘afwa itu orang kaya. Dia bisa jadi kebutuhannya lebih dari itu, sehingga mengakibatkan dia berat berinfaq.

Makanya berinfaq itu diusahakan. Infaq itu ada yang mingguan. Lazimnya kita berinfaq pada saat shalat Jum’at. Tapi yang kita keluarkan di shalat Jum’at itu sudah dipilih dari jauh hari ketika di rumah. Dan yang dipilih bukan yang terbaik. Infaq di shalat Jum’at itu sisa-sisa, nah itu disebut dengan al ‘afwa. Jadi kalau diterjemahkan secara umum, mayoritas umat Islam, yang dia infakkan di hari Jum’at apa? Al ‘afwa.

Kalau nyumbang 10 milyar, itu bukan al ‘afwa. Kok dia tidak berat? Nah, dia sudah terlatih.

Kalau itu terjadi terus menerus al ‘afwa, akibatnya nanti bisa kadzalika yubayyinullahu lakumul ayati la’allakum tatafakkarun. Yang tadi disebut, yas`alunaka-yas`alunaka tadi, ada tanda-tanda kekuasaan Allah di dalamnya. Bahwa apa? Bahwa manusia itu dalam suka dan duka membutuhkan orang lain.

380

Di sini kan kutiba ‘alaikum. Dalam peperangan tidak ada satu lawan satu. Satu lawan satu itu bukan perang. Berantem. Anak sekolah bukan perang. Tawuran. Anak sekolah bukan qital di situ. Jadi ada ayat-ayat tertentu yang bahaya kalau dipelajari oleh orang yang menginginkan Islam buruk. Di antaranya ayat ini. Atau sebaliknya, orang yang baru semangat belajar Islam, kemudian ayat ini diambil. Itu juga bahaya, akan meletakkan militansi yang salah.

Makanya kata Allah kadzalika yubayyinullahu lakumul ayati. Apa terusannya? la’allakum tatafakkarun, supaya kita berpikir. Ketika al khamru wal maisir ada manfaatnya, ada dosanya dan kezhalimannya, tapi dikatakan Allah dosanya lebih besar, berarti saya harus menjauhinya. Yas`alunaka ma dza yunfiqun, kepada orangtua, berarti saya harus birrul walidain. Yas`alunaka ma dza yunfiqun, qulil ‘afwa. Kalau saya afwan-afwan terus, berarti tidak ada peningkatan. Masya Allah, luar biasa itu.

Kata-kata qulil ‘afwa itu sangat sederhana. Satu kata jawaban Allah. Apa sih yang harus saya infakkan? Sahabat bertanya kepada Rasulullah. Rasulullah mengatakan al ‘afwa, tambahan.

Yang kamu tidak perlukan, infakkan. Lama-lama orang mikir, masa sih kualitas saya beginibegini saja? Sisanya dua ribu, kasih. Masa kita tidak punya proyek untuk berinfaq. Kan ada tabungan sekolah, cicilan motor, cicilan rumah, cicilan mobil, beli baju. Tidak ada cicilan untuk berinfaq. Harusnya ada. Yaitu disebut dengan zakat profesi. Makanya zakat profesi itu ijtihad para ulama supaya tidak afwan-afwan terus. Maka ada disebut zakat profesi. Masuk kita berapa, dua setengah persen potong.

Ini yang bisa al faqir sampaikan, insya Allah nanti kita akan melanjutkan pada pertemuan berikutnya. Ayat ini tanggung sebenarnya. La’allakum tatafakarun, supaya kita berpikir, nanti ada terusannya fid dunya wal akhirah, nanti ditanya lagi tentang yatim, tentang hal-hal lain.

Insya Allah kita lanjutkan pada pekan berikutnya jika Allah mengizinkan. Mohon maaf jika ada kekuarangan, jazakumullahu khairan. **

381