kelas10_aktif-dan-kreatif-berbahasa-indonesia_adi-yudi-amin

Page 233

ombak di samudera. Hatinya begitu indah untuk dicinta. Dan dari cahaya di matanya aku tahu bahwa dia adalah hawa yang tercipta dari rusukku. Tetapi mengapa dia belum muncul juga? *** Tanpa terasa matahari semakin tinggi, hampir tepat di atas kepalaku. Langit yang menyajikan pemandangan biru muda nyaris tak dihinggapi awan. Udara sudah mulai panas. Kulepaskan sweater putih yang kupakai sejak pagi. Ternyata leherku basah karena keringat. Suasana di sekelilingku semakin ramai saja. Berbondong-bondong para mahasiswa dari berbagai arah menyerbu selasar masjid yang sebelumnya tampak lengang. Teman-temanku tak lagi membicarakan rencana perjalanan kami ke Jakarta. Beberapa di antara mereka ada yang pulang ke kostan dan baru akan kembali pukul satu nanti karena masih ada mata kuliah Kajian Drama. Sedang yang lainnya terlihat sedang tidur-tiduran, mengerjakan tugas, mengobrol, makan, dan bahkan dua orang temanku yang kebetulan berpacaran sedang duduk berdua sekitar tujuh meter dari samping kiriku. Huh, jujur saja aku sedikit iri pada mereka. Sepertinya mereka sangat menikmati cinta. Tidak seperti aku yang terkadang begitu merana karena cinta. Seperti saat ini, aku dibuat merana oleh sebuah penantian sambil mendengarkan lagu-lagu Melly Goeslow yang ada dalam album Ada Apa dengan Cinta dengan menggunakan walkman milik temanku. aku tak bisa jelaskan mengapa bisa begini. Aku s’lalu rindu pada malamku bersamamu…… kuhanya ingin mencintai, aku hanya ingin dicintai. Walaupun banyak yang menentangku, kuhanya ingin bahagia…… *** Siang semakin garang. Mengucurkan keringat di sekujur tubuhku. Saat ini aku sudah bisa mencium aroma siang. Kurasakan panas pada kulit tanganku yang terjemur langsung di bawah terik matahari. Aku berpindah tempat duduk, mencari tempat yang lebih teduh. Kini aku bersandar di sebuah lemari kayu yang biasa dijadikan tempat penitipan sepatu. Orang-orang lalu lalang di depan wajahku. Tiba-tiba seorang anak menghampiriku dengan membawa sebuah kecrek yang terbuat dari kayu dan tutup botol soft drink yang dipipihkan. Kukecilkan suara walkman untuk mendengarkan bocah yang seumuran dengan adik bungsuku bernyanyi, “libuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati lintangan demi aku anakmu." Hatiku benar-benar tersentuh. Bagaimana bisa seorang bocah yang belum bisa mengucapkan huruf “R" berada di sini mencari makan? Bukankah seharusnya mereka berada di bangku sekolah? Inikah tanda-tanda ketidakadilan dunia? Lalu bagaimana dengan masa depan mereka? Ah, kurasa inilah salah satu penyebab keterbelakangan bangsa kita disband-

226

ing bangsa lain. Tapi mau bagaimana lagi? Apa sih yang bisa dilakukan oleh seorang mahasiswa miskin seperti aku selain berdo’a, berdo’a, dan berdo’a. Mudah-mudahan kelak tak ada lagi anak yang kurang beruntung seperti dia. Setelah kukeluarkan uang receh secukupnya anak itu berlalu. Ia berkumpul dengan temantemannya di dekat menara putih yang menjulang tinggi di depan masjid ini. Mereka terlihat begitu menikmati penatnya siang. Seakan tanpa beban mereka berlarian di bawah jemuran matahari. Sementara itu aku kembali menebar pendanganku. Masih dalam rangka mencari sosoknya yang selama ini kurindukan. Adzan Dzuhur berkumandang, menyerukan panggilan untuk segera menghadap-Nya. Sebagian mahasiswa segera mengambil air wudhu dan sebagian lagi terlihat masih duduk-duduk memenuhi selasar masjid untuk menunggui tas dan sepatu teman-teman mereka yang pergi sholat terlebih dahulu. Di masjid ini berkali-kali terjadi kasus kehilangan barang, baik itu tas, sepatu, jaket, atau handphone. Oleh karena itulah sholat bergantian dianggap sebagai solusi terbaik untuk menghindari kehilangan barang. Begitu juga dengan aku, dua tahun yang lalu aku sempat menjadi korban kehilangan tas di masjid ini. Betapa kesalnya aku saat itu. Isi tas memang tidak bernilai jual tinggi bagi orang lain, tetapi bagiku sangat berarti. Isinya disket-disket tugas akhir semester yang belum sempat di-print, dan foto-foto kenanganku bersama kekasihku yang pergi menghadap-Nya tiga tahun yang lalu. Gambar-gambar wajah teduhnya seringkali membuatku merasa bahagia karena pernah dicintai oleh mahluk seindah dirinya. Dan sejak aku bertemu dengan seseorang yang saat ini sedang kutunggu, aku seakan dipertemukan kembali dengan reinkarnasi dirinya. Sungguh, kedua gadis itu terkesan sama bagiku. Tetapi mengapa dia belum datang juga? Segera kumatikan walkman, setelah menitipkan tas dan sepatu pada temanku yang kebetulan sedang “libur sholat", aku segera mengambil air wudhu dan sholat berjama’ah. Seusai sholat aku berdo’a pada Tuhan agar aku bisa dipersatukan dengannya, aku ingin menjadikannya sebagai matahari cintaku. Kemudian aku segera kembali ke selasar masjid. Aku masih berharap bisa bertemu dengannya siang ini, atau paling tidak aku bisa melihatnya walaupun dari kejauhan.Yang jelas di dasar hati terdalamku aku ingin menyatakan isi hatiku untuknya siang ini juga. Pukul setengah satu, matahari benar-benar tak selembut tadi pagi. Suasana di sekelilingku semakin ramai. Para penjual makanan mulai berdatangan untuk menyajikan hidangan makan siang berupa batagor, siomay, cuanki, es cendol, cincau, dan berbagai makanan lain dengan harga murah tentunya. Tetapi aku sedikitpun tidak tergerak untuk makan. Entah kenapa.

Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas X


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.