
5 minute read
BHS) : Rencana Jepang Membangun Sistem Pertahanan Rudal Di Laut Menghadapi Biaya Yang Tinggi (ENG) : Japan’s Plan To Build Missile Defense System At Sea Faces Mounting Costs
RENCANA JEPANG MEMBANGUN SISTEM PERTAHANAN RUDAL DI LAUT
MENGHADAPI BIAYA YANG TINGGI
OKYO: Membangung markas sistem pertahanan rudal Jepang di laut mungkin membutuhkan setidaknya dua kali lipat biaya yang dibutuhkan untuk rencana sebelumnya yang T kini ditinggalkan untuk markas darat Aegis Ashore dan menundanya hingga tahun 2028, kata seseorang yang mengetahui rencana tersebut kepada Reuters. Dilengkapi dengan radar Lockheed Martin Corp yang kuat, sistem Aegis Ashore milik Jepang dimaksudkan untuk mencegat serangan rudal dari Korea Utara dan tempat lain. Pada bulan Juni, menteri pertahanan Taro Kono menangguhkan rencana pembangunan dua markas darat, yang akan menelan biaya pembangunan sekitar 2 miliar Dolar Amerika, dengan alasan ada kemungkinan roket pendorong bisa jatuh di kawasan penduduk setempat. Sebagai gantinya, ia menyarankan untuk pembangunan sistem di atas plaform laut atau kapal. Pejabat kementerian pertahanan mempertimbangkan beberapa proposal, termasuk menempatkan Aegis di atas platform yang serupa dengan rig minyak, atau di atas kapal dagang maupun kapal angkatan laut. Pengganti Kono, Nobuo Kishi, telah mengatakan bahwa dia akan membuat keputusan mengenai masa depan Aegis Ashore pada akhir tahun. Penundaan dan biaya yang tinggi dapat menghidupkan kembali dukungan untnuk markas darat, di mana keuangan publik Jepang tertekan oleh utang yang diperburuk oleh pengeluaran bantuan ekonomi akibat pandemi coronavirus. Seorang pejabat kementerian pertahanan mengatakan bahwa dia tidak mengetahui perkiraan biaya baru dan waktu yang dibutuhkan untuk membangun pertahanan ridal di laut. Baterai Aegis Ashore berbasis darat dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2025. Beberapa proposal tersebut masing-masingnya dapat menelan biaya sebesar 4 miliar Dolar Amerika, dan tidak termasuk rudal pencegat serta biaya operasional lainnya, di mana biaya tersebut akan lebih tinggi daripada markas darat karena biaya bahan bakar, pemeliharaan dan kru yang lebih banyak, kata seseorang yang mengetahui masalah itu, yang telah melihat perkiraan yang dibahas oleh pejabat-pejabat kementerian pertahanan. Orang tersebut menolak untuk diidentifikasikan karena sensitivitas rencana tersebut. Sebuah kapal perusak memiliki sekitar 300 pelaut, kira-kira 10 kali lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk markas darat, menurut kementerian pertahanan Jepang. Dilengkapi dengan rudal pencegat yang dirancang untuk menghantam hulu ledak di luar angkasa, radar Lockheed Martin SPY-7 milik Aegis Ashore memiliki setidaknya tiga kali jangkauan radar Aegis yang sudah ada di kapal perang Jepang. “Kami di sini untuk mendukung apa pun kebutuhan Jepang, dan dalam benak kami, tidak ada opsi yang salah,” kata Tom Rowden, wakil presiden yang bertanggung jawab atas usaha Rotary and Mission System Lockheed di luatr negeri, termasuk Aegis Ashore di Jepang. “Fokus utama kami di sini adalah memberikan Jepang kemampuan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan negara mereka.” Pada tahun 2019, Jepang memasukkan Tiongkok ke dalam daftar ancaman mereka untuk pertama kalinya, menunjuk pada pengeluaran pertahanan dan manuver Beijing yang terus meningkat. Jepang juga mengatakan khawatir tentang meningkatnya kegiatan Rusia di sekitar Jepang. Meskipun Jepang biasanya membayar mahal untuk proyek militer buatan Amerika Serikat melalui program Penjualan Militer Asing pemerintah Amerika Serikat, Jepang membeli SPY-7 langsung dari Lockheed dan telah membayar setengah dari kontrak militer senilai 300 juta Dolar Amerika. gagal mendapatkan kontrak karena Lockheed pada tahun 2018, untuk mempromosikan radar SPY-6 nya kepada Jepang. Pejabat kementerian pertahanan mengatakan mereka lebih memilih SPY-7 dan akan tetap menggunakannya. Namun beberapa anggota parlemen yang berpengaruh dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, seperti mantan wakil menteri pertahanan dan wakil menteri luar negeri Masahisa Sato, lebih memilih SPY-6 karena rencana Angkatan Laut Amerika Serikat untuk menggunakannya di kapal perusak Aegis Ashore yang baru.
JAPAN’S PLAN TO BUILD MISSILE DEFENCE SYSTEM AT SEA FACES MOUNTING COSTS
TOKYO: Basing Japan’s missile defence systems at sea may cost at least twice as much to complete as its now-abandoned plans for Aegis Ashore ground-based sites and delay it to 2028, a person with knowledge of the plans told Reuters. Fitted with powerful Lockheed Martin Corp radars, Japan’s Aegis Ashore systems are meant to intercept missile strikes from North Korea and elsewhere. In June, defence minister Taro Kono suspended plans for two land sites, which would have cost about US$2 billion to construct, citing the possibility that booster rockets could fall on local residents. Instead, he suggested installing the systems on sea platforms or ships. Defence ministry officials are considering several proposals, including putting Aegis on platforms resembling oil rigs, or on converted merchant ships or naval vessels. Kono’s successor, Nobuo Kishi, has said he will make a decision on the future of Aegis Ashore by year end. Delays and higher costs could rekindle support for an onshore plan, as Japan’s public finances are strained by debt exacerbated by massive coronavirus economic aid spending. A defence ministry official said he was unaware of the new cost and time estimates for missile defence at sea. The land-based Aegis Ashore batteries were scheduled to be operational in 2025. Some of those proposals could cost more than US$4 billion each, not including interceptor missiles and operating expenses, which would exceed those of land stations because of fuel, maintenance and larger crews, said the person familiar with the matter, who has seen estimates being discussed by defence ministry officials. The person declined to be identified because of the sensitivity of the plans. A destroyer has about 300 sailors, about 10 times more people than needed for a land site, according to Japan’s defence ministry. Armed with interceptor missiles designed to hit warheads in space, Aegis Ashore’s Lockheed Martin SPY-7 radar has at least three times the range of older Aegis radars already on Japanese warships. “We are here to support whatever Japan needs, and in our mind, there is no option that is off the table,” said Tom Rowden, the vice president responsible for Lockheed’s overseas Rotary and Mission System business, including Aegis Ashore in Japan. “Our main focus here is to give Japan the capability that they need to be able to defend their country.” In 2019, Japan listed China as its main security threat for the first time, pointing to Beijing’s burgeoning defence spending and military manoeuvres. Japan has also said it is concerned about a resurgence in Russian activity around Japan. Although Japan usually pays for big US-built military projects through the US government’s Foreign Military Sales programme, it is buying SPY-7 directly from Lockheed and has paid half of the US$300 million contract already. The possibility that Aegis Ashore will be based at sea has spurred Raytheon Technologies, which lost the contract to Lockheed in 2018, to promote its SPY-6 radar for Japan instead. Defence ministry officials say they prefer the SPY-7 and are sticking with it. But some influential lawmakers from Japan’s ruling Liberal Democratic Party, such as former deputy defence minister and deputy foreign affairs minister Masahisa Sato, favour SPY-6 because the US Navy plans to use it on new Aegis Ashore destroyers.