12th Issue

Page 1

FEBRUARI/MARET 2011 DKI JAKARTA RP 27,500.(LUAR PULAU JAWA RP32,500.-)

SOCIAL BREW

PERGERAKAN PERS INDONESIA ARSIP MUSIK NASIONAL

ARTWORK BUNCH

MONCA HAPSARI SIGIT BUDISANTOSO INDONESIA BERTINDAK ANDREW LOMBAN GAOL DODO “DOKAR” K. JAVE MAXX

FOREIGN EXCHANGE LET’S GO TO TURKI

IN MY CLOSET MARIO ‘KAHITNA’

PERSON OF THE MONTH

BUTET KERTARADJASA 1


2 FAR FEBRUARI/MARET 2010


3


part

CONTENT

03 INDEX // CONTRIBUTORS 05 EDITOR’S NOTE 06 PERSON OF THE MONTH BUTET KERTARADJASA

12 ARTWORK BUNCH

MONICA HAPSARI INDONESIA BERTINDAK M. SIGIT BUDISANTOSO ANDREW LOMBAN GAOL DODO “DOKAR” KARUNDENG JAVE MAXX

18 NATION ON A MISSION EKO NUGROHO BUDI AFRIAZ

33 UPCOMING YOUNG

TENNESSIA QUERRDIA

42 WALKING DEAD 54 BEADS AND THE BOLD 61 STREET SHOUT

LEVEL ONE LAUNCHING

63 LUCKY NO. 7

ARE YOU A PREPPY?

68 SOCIAL BREW

PERGERAKAN PERS INDONESIA ARSIP MUSIK NASIONAL

FEATURES 72 IN MY CLOSET

MARIO “KAHITNA”

74 HOT SPOT

LOKANANTA TERRACE RESTO

76 FOREIGN EXCHANGE LET’S GO TO TURKI

78 EVENT

RURU SCREAM OUT LOUD

COLONY

EDITOR IN CHIEF

RANI TACHRIL farmag.tech@gmail.com

ART DIRECTOR

NUR ANIS SETIAWAN farmag.design2@gmail.com

EDITOR

BUNGAWATI farmag.editor2@gmail.com PRIJANTO HARDJOTARUNO farmag.editor@gmail.com REGIT AGENG SULISTYO farmag.editor3@gmail.com

INTERN

META NADILLA (GRAPHIC DESIGNER) ERSYA VADITA (GRAPHIC DESIGNER)

MARKETING DIRECTOR ADITYA GERHARD farmag.marcom@gmail.com

ACCOUNT EXECUTIVE ANASTASIA RENI farmag.pr@gmail.com

CAMEL ANTONIO EDOARDO farmag.marcom2@gmail.com

PHOTOGRAPHER

ARDHIAN WISNU PRATAMA

INFO

info.farmagazine@gmail.com

FINANCIAL DIRECTOR EDDY SUHERRY

PUBLISHER

PT MARTA WIRA ANDIKA

CORPORATE HEADQUARTERS PT DUTA MATRA RAMA

FAR MAGAZINE Jl. Wahid Hasyim No. 92 Menteng 10340 Telp. 021 316 1072 FAR MAGAZINE IS PUBLISHED BY PT.DUTA MATRA RAMA. COPYRIGHTS NOVEMBER 2008 ALL RIGHTS RESERVED. SIUP 1.829./1.824.51 NO PART OF THIS MAGAZINE MAY BE REPRODUCED WITHOUT THE WRITTEN PERMISSION OF THE COPYRIGHT HOLDER. FAR MAGAZINE CANNOT ACCEPT RESPONSIBILITY FOR ANY UNSOLICITED MANUSCRIPTS, ARTWORK OR PHOTOGRAPHY, PRICE IN JAKARTA RP.27.500 (INCLUDE GST)

FAR MAGAZINE 12 PHOTOGRAPHER

ABDUL HAKIM SANTOSO

Untuk pemasangan iklan di FAR magazine dapat menghubungi 021-3161072 dengan Aditya Gerhard atau mengirim email ke farmag.marcom@gmail.com Untuk kalian yang ingin memberi kesan atau pesan, kritik atau saran bisa dikirim ke info.farmagazine@gmail.com 4 FAR FEBRUARI/MARET 2010


part

INDEX BOUTIQUE & DESIGNER KLE Grand Indonesia Shopping Town Level One East MALL Jl. MH. Thamrin No. 1 Jakarta Tlp : +622134113822 http://www.iamkle.com MY WARDROBE AND THINGS MAZEE, fX Lifestyle X’nter, 6th Floor. Jalan Sudirman (Senayan), Jakarta 10270 Tlp : 0812 838 38 011 http://www.mywardrobeandthings.com CROOZ Jl PLN Duren Tiga Raya No 37 , Pancoran Jakarta Selatan Tlp : +62217980516

CONTRIBUTORS HAIR & MAKE UP FERRY 0813 854 711 66 ARIYA GUNAWAN 0818 793 395

PHOTOGRAPHER DITYA METHARANI 0812 83131 167 ABDUL HAKIM SANTOSO 021 997 897 26 0856 9311 5993

EKO NUGROHO

Pria kelahiran Jakarta 24 Februari 1979 ini mendeklarasikan dirinya sebagai penyuka puisi buku, film dan “pesta”. Karya foto jurnalistiknya kali ini merupakan besutan lama dari puing-puing era reformasi sepanjang tahun 2000-an yang pernah didokumentasikannya. Pada edisi ini karyanya bisa dilihat pada rubrik Nation On A Mission, dengan masih menggunakan kamera analog, ayah satu anak ini mencoba untuk menggali kemampuannya di dunia fotografi. Sehari-hari penyuka sendal jepit dan nasi padang ini bekerja sebagai peneliti dan dosen bidang ilmu komunikasi massa di beberapa Universitas di Jakarta.

croozcloth@yahoo.com ONEWAY Jl. Waru No.20B Rawamangun – Jakarta Timur http://www.onewayclothes.com MATCHBOOK Available at Wonders, Moose, Noin Brand, Premium Nation, Norden, OneWay, D-Mars, Noize (Bali), G-CO (Lombok) DOGMA-INC Avaliable at OLT (Jl. Mendawai. Kebayoran Baru) & Affairs (Yogyakarta) www.dogmainc.tumblr.com

BUDI AFRIAS

Pria gembil ini memang telah aktif di dunia fotografi sejak tahun 2007. Pada awal memotret ia hanya menggunakan kamera pocket hingga akhirnya naik kelas dengan menggunakan SLR Canon 350D berkat perjuangannya dan menabung. Mahasiswa advertising Universitas Al Azhar ini mengisi kesehariannya sebagai promotion consultant di sebuah restaurant, illustrator, web designer, dan fotografer

(freelance). Untuk edisi ini ia turut hadir dengan menampilkan sejumlah karya fotografinya yang berbicara mengenai terikan, keinginan dan harapan. Selain memotret, pria kelahiran 8 Oktober 1985 ini juga berbakat memainkan piano dan memiliki passion yang kuat untuk bermusik. Ia tergabung dalam sebuah band duo bernama “Ngakustik” dan kini sedang dipusingkan oleh deadline skripsi yang harus diselesaikannya tahun ini. DITYA METHARANI Wanita kelulusan dari Raffles University ini tengah mengembangkan sayapnya di dunia fotografi Indonesia. Baginya fotografi bukanlah hal yang baru dalam hidupnya, ia pernah masuk kedalam kelompok fotografi “Lensa Mahakam” saat masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas. Sejak saat itu wanita cantik ini tidak bisa melepaskan diri dari kecintaannya pada fotografi. Karena minatnya yang besar pada fshion dan fotografi, Ditya sempat melancong ke Italia untuk menyelesaikan gelar masternya di Milan Accedemia Del Lusso. Ibu dari satu orang putri ini sangat senang menyibukkan diri dengan berkarya terutama di dunia fotografi. Salah satu karya terbaiknya bisa anda lihat pada rubrik photo concept di FAR edisi 12 kali ini.

MANGPONG Jl. Tebet Raya No. 58E Jakarta Selatan 021 – 9381 5846

ACCESSORIES ABACUS Grand Indonesia Shopping Town Level One East MALL Jl. MH. Thamrin No. 1 Jakarta 021 268 36 362 BABE HAT HOUSE Jl. H. Agus Salim (Sabang) No. 43A Jakarta Pusat Tlp : 021 3144 645 / 0818 0707 1985

5


6 FAR FEBRUARI/MARET 2010


editor’s note

Happy Rabbit year! Sekali lagi FAR team berkolaborasi bersama untuk membawa kreatifitas baru, atau mungkin kreatifitas yang sudah lama di kemas menjadi baru. Edisi FAR 12 ini sedikit bermain di dunia politik. Dimana seniman - seniman yang biasa terinspirasi oleh warna - warni dan hiruk pikuk keadaan negara tercinta ini. Tidak hanya satu atau dua tapi banyak seniman yang tidak sengaja atau memang sengaja menyerukan pendapatnya melalui kreatifitas dan inovasi yang berbeda, melalui medium pilihan seperti kanvas atau panggung pertunjukan. FAR team bersama - sama memilih tema besar ‘Satu untuk Bersama’. Sudah bukan suatu rahasia bahwa semangat pemuda pemudi Indonesia mendatang ini lebih menyuarakan tentang kebersamaan hidup harmonis yang diserukan melalui rasa Nasionalisme. Kita hidup di zaman dimana memberikan pendapat itu diperbolehkan, dimana kita bebas untuk berkreasi dan mengkritik. Dengan tumbuhnya perasaan Nasionalis yang menguat FAR ingin merayakan kebebasan tersebut di edisi ini. Person of The Month di edisi ini adalah seorang yang tidak ragu menyuarakan pendapatnya secara gamblang, yaitu Butet Kertaradjasa. Dengan kecerdikan dan keterampilannya dalam menyentil keadaan yang sedang terjadi melalui teatrikal komedi dan acara - acaranya yang tak luput dari kejujuran yang te-

pat. Team FAR pun juga membawakan seniman - seniman kalangan muda yang menyerukan pendapat mereka di dunia politik melalui keterampilan masing - masing. Dengan harapan pembaca akan dapat belajar untuk lebih ekspresif memlalui bahasa masing - masing. Ditambah dengan foto jurnal dari kontributor jurnalistik yang menggambarkan demokrasi pada tahun berbeda. Dimana mungkin beberapa dari kita tidak merasakan keadaan tersebut. Edisi ini penuh dengan sedikit sejarah dalam penulisan yang berbeda, juga hiburan - hiburan yang baru. Yaa semoga hiruk pikuk dan warna warni ceria di edisi ini lebih membuka para pembaca untuk mengerti apa yang sedang terjadi sambil menemukan referensi baru untuk berkarya. Tepuk tangan untuk Team FAR dan juga kalian semua yang berkarya diluar sana!

EDITOR IN CHIEF RANI TACHRIL

7


Sosoknya yang jenaka dan penuh humor selalu membuat kita tertawa. Penampilannya, baik di TV maupun di gedung pertunjukkan, pun kerap kali membuat kita terhibur. Namun, kritik dan “sentilansentilan� tetap tidak lupa ia sampaikan. Sejak awal kariernya hingga sekarang ini, Butet Kertaradjasa memang dikenal sebagai seorang tokoh yang selalu menghadirkan pertunjukkan seni yang cerdas, kritis, dan sekaligus memancing tawa. Kegelisahan, kemarahan, dan bahkan kemuakannya atas kondisi sosial-politik bangsa ini selalu ia tumpahkan dalam setiap penampilannya yang dibalut dengan kejenakaan.

8 FAR FEBRUARI/MARET 2010


person of the month

BUTET KERTARADJASA KEKUATAN SENI SEORANG AKTOR MONOLOG Minggu siang di pertengahan bulan Januari lalu pun menjadi awal pertemuan Tim Redaksi FAR dengan anggota Teater Gandrik ini. Sikap hidup, unek-unek, dan konsep berkesenian ia kemukakan dengan begitu lugas, dan penuh canda tawa.

A

pa yang ada di benak Pak Butet ketika mendengar kata “Political Art”? Satu ekspresi kesenian yang kelahirannya dipicu oleh situasi politik. Situasi politik yang memberi inspirasi para seniman di dalam karyanya. Tapi itu juga bisa berarti seninya orang bermain politik. Tergantung siapa yang memaknainya. Kalau para politisi, mungkin akan memaknai sebagai inilah seni berpolitik. Tapi untuk seorang seniman, inilah sebuah karya seni yang diinspirasi oleh suatu situasi dari ranah politik.

B

agaimana cerita awalnya sampai bisa terjun ke dunia Seni yang bernuansa Politik? Saya sendiri juga tidak sengaja, terseret ke dunia itu. Dan, saya tidak pernah mengklaim diri saya, bawa ini adalah seni politik. Saya tidak pernah menyatakan itu. Tetapi sejak masa pertumbuhan saya sebagai seniman, saya terjebak pada satu situasi, yang mana hidup saya itu sangat dipengaruhi oleh tindakan-tindakan politik pada masa itu, yang mengusik bahkan mengganggu kehidupan saya, juga masyarakat yang tumbuh bersama saya pada periode itu. Yaitu periode Orde Baru. Saya adalah generasi yang lahir di Orde Lama, hidup jaman Orde Baru. Dan, saya sebagai seniman yang sedang tumbuh, merasakan betul bagaimana represi dari suatu rezim tersebut. Sehingga mau tidak mau, ekspresi kesenian saya memantulkan situasi yang menindih batin saya sebagai seorang seniman. Baik itu dalam tulisan, lukisan, maupun teater saya.

H

al apa saja yang “mengganggu” kehidupan Pak Butet pada saat itu? Ancaman terhadap kebebasan berekspresi. Semua orang dibatasi untuk berbicara, bahkan untuk berpikir. Untuk mengakses informasi. Pikiran-pikiran manusia pada saat itu dipaksa untuk seragam. Dipaksa untuk tunduk pada suatu kekuasaan. Keberanian dipangkas dan ditumpulkan. Kita tidak boleh berpikir alternatif. Padahal hakekat dari kesenian itu adalah kemampuan menyajikan sesuatu yang bersifat alternatif. Kebebasan kreatif dihilangkan. Jurnalis dibatasi, semua dibatasi. Situasi yang menindih itulah yang menyebabkan ide-ide yang muncul pada saat itu digunakan untuk menyuarakan ketertekanan. Tentu hal ini diekspresikan dengan cara, kecerdikan, dan dengan mempertimbangkan keamanan masing-masing. Ada yang mengemas dalam kejenakaan, religi, dan ada pula yang frontal. Kalau frontal ya resikonya ditangkap. Dihilangkan, dibuang ke laut. Nah saya dengan tim saya, pada masa itu tumbuh dengan perspektif kejenakaan. Kami selalu mengemasnya dengan humor. Seakan-akan cuma ketawaketawa melulu, tapi sebenarnya pertunjukkan itu menyuarakan sesuatu yang bersifat kritis.

D

ulu setiap pertunjukkan Pak Butet lebih sering dilakukan secara sendiri atau kelompok? Oh kelompok. Saya adalah anggota Teater Gandrik. Saya adalah salah seorang aktor di sana. Dan, Teater Gandrik sejak lahirnya tahun ‘83 itu memang selalu memantulkan situasi sosial. Sebuah situasi yang terkena dampak langsung dari kebijakan-kebijakan politik Orde Baru. Itulah yang direkam, dijadikan (objek) studi, diriset, dan kemudian diekspresikan menjadi cerita. Dan, saya bermain di situ. Yang nulis ceritanya bukan saya, tapi kawan dari Teater Gandrik. Ada sendiri penulisnya, saya hanya

pemain. Saya menirukan suara Pak Harto tahun ’89 itu juga bagian dari Teater Gandrik, ketika memainkan lakon Upeti dan Demit. Pengemasannya pun dari awal selalu menggunakan perspektif kejenakaan, humor. Sehingga, kita waktu itu bisa tampil di TVRI, karena dianggap acara humor, dan orang senang. Padahal kalau tahu ada motif-motif seperti itu (kritik sosial) pasti dilarang. Anda tau sendiri TVRI itu kan corong pemerintah. Tapi kita bisa lolos.

P

ada awalnya, apakah ada kesulitan untuk membawa Politik ini dalam nuansa kejenakaan? Dari masing-masing kami mempunyai seninya tersendiri. Di tempat saya ada penulis, Mas Agus Noor. Dialah yang meracik bumbunya. Bumbu humornya, bumbu politiknya, sindirannya, sentilannya. Itu diracik oleh penulis. Saya yang memainkannya. Begitupun pertunjukkanpertunjukkan bersama Teater Gandrik, atau program-program Monolog saya.

K

etika jaman Orde Baru, sasaran kritik kan jelas yakni pemerintah, lalu apakah ada perubahan dalam cara berkesenian Pak Butet setelah masa Reformasi ini? Dalam konteks dengan pemerintah ada perubahan. Bahwa ruangruang kebebasan itu yang dulu menjadi ancaman sudah tidak ada. Masalah kesulitan perizinan, sudah ngga ada, relatif merdeka. Tapi bahwa “musuh bersama” tetap ada. Hanya kali ini bukan lagi pemerintah. Tapi potensinya itu adalah potensi horizontal, antar masyarakat sendiri. Yaitu kekuatan-kekuatan yang tumbuh di masyarakat dan memberikan ancaman kepada kebebasan itu. Dan, itu lebih membahayakan, karena sulit teridentifikasi. Kekuatan agama misalnya, itu membahayakan. Kekuatan agama saat ini melakukan tekanantekanan yang bergerak di luar

koridor hukum. Kalau pemerintah kan jelas, bergeraknya di koridor hukum. Ada ukuran salah dan benar, bisa diperkarakan. Tapi kalau sudah masyarakat itu kan liar, tidak terukur.

L

alu bagaimana strategi untuk tetap kritis dengan adanya ancaman horizontal ini? Harus tetap cerdik. Kita menyampaikan sindiran, sentilan, bahkan teriakan dengan cara yang sangat cerdik. Dengan humor. Jadi saya mempunyai suatu kekuatan untuk menyuarakannya. Orang lebih bisa menerima, karena ada aspek entertaintment/hiburan di dalamnya. Orang ketawa. Misal salah satu contohnya dalam monolog saya yang terakhir dengan lakon ‘Kucing’. Ada adegan di mana saya memainkan dua karakter. Karakter tokoh itu, dan karakter seorang Ketua RT yang Haji. Dia selalu pakai kupluk/topi haji. Lalu pada saat dialog topinya ditaruh di meja. Ngobrol-ngobrol, lalu dia pulang. Udah pamit, udah mau pulang, terus dia bilang: “Eh sebentar ada yang tertinggal”. Lalu sambil mengambil topi haji, saya ngedumel, “Ini penting he! Biar disangka soleh”. Itu orang tertawa. Orang terhibur dengan pernyataan saya, tapi sebenarnya saya memberi pesan dalam adegan itu, bahwa kesolehan masyarakat itu hanya diartikan secara sempit, hanya melalui simbol. Namun saya menyatakannya dengan rileks, tanpa marah, tapi orang tertawa. Saya tidak memaki-maki Organisasi Keagamaan. Saya tidak menghujat mereka. Saya ingin memberi pesan bahwa orang-orang yang tampil di depan publik dengan menggunakan simbol-simbol keagamaan itu belum tentu benar juga lho. Kan tafsiran panjangnya bisa kemana-mana, padahal saya hanya menghadirkan peristiwa kecil saja. Ini cara saya bermain, mengemas dengan humor. Tafsirannya ya terserah penonton. Misalnya pada suatu periode di mana kita melihat teman-teman 9


10 FAR FEBRUARI/MARET 2010


dari Muslim yang melakukan radikalisme dengan merazia café-café, dengan ciri-ciri celana ‘cingkrang’, jenggot, dan pakai sorban. Nah dalam monolog, adegannya seakan-akan saya melihat suatu hiruk-pikuk. Lalu di Big Screen ada gambar laskarlaskar berjubah putih yang sedang merazia. Saya ketakutan. Kemudian saya tanya, “Ini tahun berapa sebenarnya?” Lalu ada suara bilang: “Ini 2008” | “Bener 2008? Ngga, ini tahun 1828” | “2008” | “Ngga! Tuh lihat tuh ada prajuritprajurit Pangeran Diponegoro” Orang lalu ketawa, padahal gambarnya jelas-jelas sebuah Organisasi Keagamaan sedang merazia café-café. “Berarti saya berada di zaman yang salah,” saya bilang begitu. Ini humor, tapi saya menyajikannya secara sedemikian rupa, orang tertawa dan mendapat suatu impresi. Atau di segmen lain saya main monolog Sarimin. Sarimin itu tukang topeng monyet. Dia kemana-mana celananya cingkrang. Bukan karena ideologi, tapi ya cingkrang dia karena supaya bahan lebih irit, lebih hemat. Terus sambil ngedumel saya bilang: “Tapi ini cingkrang yang sopan tidak pernah merazia café-café, dan saya kan ngga ada jenggotnya” Lha ini cara kecerdikan seperti yang saya bilang. Saat ini ancamannya itu horizontal, tapi saya ngga mungkin nabrak tembok berhadapan dengan kekuatankekuatan horizontal itu. Saya harus bersiasat terus.

L

alu apakah Pak Butet pernah mengukur indikator keberhasilan dari pesan-pesan yang Bapak sampaikan? Ngga, saya tidak pernah mengukurnya. Tapi, lebih menggunakan common sense. Common sense-nya itu, mereka yang menjadi sasaran kritik saya tertawa. Happy-happy dan enjoyenjoy saja. Mereka nyatanya masih bisa menerima saya. Kalau mereka tidak menerima saya kan, saya sudah ngga bisa ngapa-ngapain sekarang. Itu membuktikan bahwa cara atau strategi saya bisa mereka terima. Teman-teman saya itu majemuk, dari kalangan Muslim yang radikal, atau aktivis juga ada. Ini membuktikan bahwa hal itu

mengatasi semua.

A

pakah ada harapan, dengan sama-sama tertawa mereka jadi sedikit ada perubahan sikap? Kalau mereka bisa tercerahkan atau mendapatkan suatu perspektif baru, yaa syukur. Saya tidak pernah bisa mengetahui, kalau saya mendapatkan hasil yang bagus dalam mengubah diri orang. Saya ngga tau. Harapan besarnya hal ini dapat menjadi suatu investasi untuk masyarakat, bukan untuk sasaran kritik. Masyarakat kemudian mendapat inspirasi, keberanian dan nutrisi baru. Untuk menmunculkan daya kritis. Jika hal ini tercapai barulah saya merasa cukup. Kalau orang nonton pertunjukkan saya, pulang, lalu mendapat pencerahan, di mana virus itu mengendap dalam benaknya, sehingga mempengaruhi hidup mereka, itu sudah luar biasa. Nah ini adalah salah satu contoh bahwa kesenian itu dapat membekas dan menjadi virus dalam benak seseorang, menjadi ideologi dan mempengaruhi hidup. Itu kekuatan seni sebenarnya. Begitu pun saya, saya main monolog, orang nonton. Kalau kalimat dari saya itu membekas di otak mereka, dan mereka akan terus teringat dengan statement itu secara terus-menerus, itukan luar biasa! Jadi kesenian saya ini dapat mengalir panjaaannnggg.. nempel di dalam diri orang, dan mengubah diri orang. Itu kekuatan seni! Sastra, seni rupa, teater, atau apapun itu.

S

elain masalah agama, di taraf horizontal, masalah apalagi yang Pak Butet lihat sebagai suatu ancaman? Premanisme. Secara umum bisa dikatakan sebagai premanisme. Premanisme itu bisa berkedok agama, fanatisme daerah, ataupun ancaman disintegrasi. Jadi, premanisme yang menggunakan aneka macam topeng itu yang sangat membahayakan. Dulu premanisme itu kedoknya cuma satu, tentara atau instrumen negara. Sekarang ini banyak. Dan,

semuanya ancaman.

H

berpotensi

sebagai

Lha iya, lihat betapa tidak adilnya Indonesia ini. Yang punya fasilitas seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) kan cuma di Jakarta. Memangnya Indonesia ini cuma Jakarta doang? Bagaimana saudara-saudara kita di Sulawesi Tenggara sana, di Papua, Nusa Tenggara. Bisakah mereka menikmati pertunjukkan dengan gedung yang bagus seperti nonton Laskar Pelangi? Ngga kan? Orang Jakarta doang. Di mana letak keadilannya? Pemerintah yang baik, akan menyantuni masyarakatnya, semua! Menyantuni itu termasuk dalam hal pendidikan maupun kebudayaan. Kita saja kan yang mempunyai akses? Datang, tinggal bayar, lalu nonton. Orang kaya di Nusa Tenggara, ngga bisa kan? Dia harus pakai pesawat udara dulu, lalu ke TIM. Itulah ketidakadilan. Makanya saya punya suatu

al tersebut dapat disebut sebagai dampak buruk runtuhnya Rezim Orde Baru? Ini bukan dampak buruk, tetapi adalah konsekuensi perubahan. Saya selalu berpendapat, reformasi ’98 itu mempunyai satu masa transisi yang panjang untuk menghasilkan masyarakat yang benar-benar demokratis. Hari ini adalah hari-hari transisi. Saya ngga tau, apakah satu atau dua generasi kemapanan perubahan itu dapat terjadi. Atau jangan-jangan tidak pernah mapan, terus dalam dinamika seperti ini. Dan, itulah seninya berdemokrasi. Tapi itu ngga apa-apa, itu jauh lebih baik daripada kita hidup dalam situasi yang tirani, seperti masa lalu. Sekarang ini, meskipun sifatnya spekulatif, tapi tetap dinamis. Kalau dulu kan tidak ada opsi. Track-nya cuma “…kesenian itu dapat membekas satu, ini track-nya banyak, dan menjadi virus dalam benak jadi masyarakat hidupnya seseorang, menjadi ideologi dinamis. Justru karena ada ancaman, dan mempengaruhi hidup. Itu kita jadi punya kecerdikan. kekuatan seni sebenarnya.” Ada sebuah negara yang tenteram, sentosa, aman, tapi tidak ada kreatifitas, dan tidak ada program, bulan Februari sampai kecerdikan dari mereka. Bahkan April nanti saya akan pentas (seniman) dari Indonesia diimpor keliling, monolog, ke luar Jawa. ke sana, untuk melatih mereka. Saya akan ke Makasar, Poleowali, Untuk mendorong mereka kreatif. wilayah-wilayah pedesaan Jawa Kita punya potensi yang luar biasa Timur. Dengan tujuan itu tadi. Saya dan selalu bisa memunculkan ingin berada di antara mereka, kecerdikannya dalam situasi dan mereka bisa mengakses apapun. saya. Nonton pertunjukkan saya di situ, bisa ngobrol, bisa pakah hal itu memang sifat workshop, sehingga bisa membagi pengetahuan dan pengalaman bangsa kita? Karena terlalu lama sengsara. Haha. saya kepada mereka. Katakanlah Tapi jangan dibilang demikian. ada 100-200 penonton. Bayangkan Soalnya kalau itu dijadikan suatu kalau 200 diusung ke Jakarta, pembenaran, nanti pemerintah duitnya berapa? Selama ini kan semakin tidak mengurus dan begitu. Seperti waktu itu saya semakin tidak peduli. “Lha wong ingin menonton Arifin C. Noer, dibeginikan saja mereka masih saya harus ke Jakarta. Untuk Teater bisa kreatif?” Mereka bisa semakin Koma saya harus ke Jakarta. Karena abai. Padahal itu tanggung jawab Teater Koma tidak terfasilitasi oleh pemerintah untuk memberikan infrastruktur pemerintah untuk infrastruktur yang baik kepada bisa sampai ke masyarakat. para pekerja kebudayaan. Tapi kan W sampai saat hari ini pun, sudah api dari Pak Butet sendiri gonta-ganti presiden, tetap saja adakah upaya untuk memseperti ini. presurre pemerintah untuk memfasilitasi hal tersebut? etap tidak diberi ruang lebih Cape. Kuping mereka itu seperti tersumbat. Kuping panci. Jadi kalau tepatnya?

A

T

T

11


kita melakukan tindakan yang sama dan sia-sia, kita kehabisan energi sendiri. Lebih baik energi itu saya dedikasikan untuk hal-hal lain, dengan langsung membuat satu tindakan. Saya ngga bisa mengharapkan lagi. Saya ya sebenarnya marah. Saya pembayar pajak kok. Saya punya hak untuk menuntut. Mereka (pemerintah) seharusnya menjawab keinginan masyarakat, sebagai pembayar pajak. Tapi, yaa sudah kan, tiap seminggu sekali di “Sentilan-Sentilun� pun ngga ada gunanya juga. Pers sudah bersuara keras tiap hari. Coba liat, hari ini saja, kekonyolan-kekonyolan luar biasa terjadi. Bagaimana mungkin, Pejabat Publik, dengan status terdakwa dilantik oleh pemerintah. Sakit Jiwa! Seorang terpidana bisa tamasya. Itu sudah amburadul, ancur-ancuran. Tapi saya ngga punya kuasa, ngga bisa ngapa-ngapain. Hal ini bikin kita sakit hati, dan kita bisa frustasi. Tapi kita ngga boleh patah semangat untuk memberikan kontribusi; untuk memberikan andil; membangun suatu kepedulian atas nasib bangsa ini. Kalau kita sampai patah arang dan kehilangan semangat, itu yang paling berbahaya. Maka dari itu kita harus tetap merawat akal kita. Ngapain kita diberi kesempatan hidup berbangsa dan bernegara, tapi kita tidak melakukan sesuatu. Bila melakukan sesuatu hanya untuk dirinya sendiri atau kelompoknya, itu sudah suatu kesia-siaan juga.

K

ita tahu saat ini dunia sepakbola, yang menjadi kebanggan masyarakat, akhirnya juga di-campurtangan-kan oleh pemerintah. Untuk kebudayaan dan kesenian

12 FAR FEBRUARI/MARET 2010

apakah seperti itu juga? Mm ngga. Diperalat mungkin iya. Karena kalau di ranah politik ukurannya kan kuantitas. Bola itu kenapa diobok-obok, karena dia punya potensi massa. Kan ribuan itu, bahkan ratusan ribu umat! Politik itu mempunyai kepentingan jangka pendek untuk mengelaborasi umat untuk memberikan sokongan-sokongan politik. Kelak akan diminta suaranya. Hanya sebatas itu saja kan tujuan-tujuan mereka? Ya tercermin dari potensi massa itu yang kemudian diperalat. Seperti Rhoma Irama (yang juga memiliki potensi massa), misalnya.

U

ntuk Pak Butet sendiri, apakah tetap menjaga netralitas sebagai seorang seniman? Ya saya tidak ikut anggota Partai Politik manapun. Tapi kalau saya menerima pekerjaan dari Partai Politik ya saya embat! Haha. Kemarin disuruh kampanye MegaPro ya saya embat! Boediono ya saya embat pula. Tapi itu bukan berarti, kalau saya melayani Boediono saya adalah (simpatisan) Partai Demokrat. Ngga. Kalau saya melayani Mega-Pro berarti saya PDI Perjuangan? Ya ngga juga. Beli jasa saja. Saya punya jasa keterampilan, lu berani bayar? Ya ayo! Besok pagi Golkar, ayo! Ngga ada urusannya. Wong saya bukan orang Partai Politik.

T

api bagaimana kalau contentnya diarahkan? Content-nya ya saya mengajukan syarat. Kalo mau, content-nya aku yang bikin, tidak boleh disensor, dibayar segini. Ya cocok harganya! Lha wong itu namanya jual jasa, masa ditolak? Nolak rezeki Tuhan itu namanya. Kecuali dibayar segini, kamu bersuara seperti

saya. Baru saya ngga mau. Ya mereka mau dengan cara saya. Kan istimewa, dibayar lagi, mahal lagi! Habis itu, Jusuf Kalla mau minta tolong, ya ayo! Dia kan yang tunduk pada saya. Saya hanya ingin memperlihatkan kepada masyarakat bahwa saya tidak terkooptasi oleh kekuatan politik seperti itu. Ini mainan aja, ngga serius-serius banget gitu lho. Coba sekarang, mana ada politisi yang ngaku: “Saya ke sini cari duit?� Ngga ada kan? Saya tidak ingin munafik. Emang ini jadi duit, kenapa? Emangnya ini salah? Orang ini halal kok. Dia meminta jasa saya, dan saya meminta upah. Fair! Kalau politisi itu kan, wuah, kedoknya tidak ada urusan duit, padahal jelas-jelas cari duit. Kan munafik? Akhirnya saya merasa lebih terhormat karena tidak munafik.

K

uncinya untuk tetap bisa kritis itu apa Pak? Menjaga akal sehat. Kalau akal sehat kita terjaga kita akan selalu memiliki kearifan, dan memiliki kecerdasan dalam mengatasi setiap persoalan. Tapi kalau akal sehat kita sudah hancur, sudah terkooptasi oleh hal-hal yang tidak senonoh, kebijakan-kebijakan kita juga bisa ngawur.

B

isa dicontohkan hal-hal yang tidak senonoh itu? Ya termasuk soal UU Anti Pornografi itu. Apa toh? Paranoia terhadap pornografi? Itu kan (menandakan) akal sehatnya sudah hancur. Pengandaiannya, cara berpikir mereka itu seperti ini: Orang itu otaknya porno semua, sehingga harus diatur! Emangnya orang hidup cuma ngurusin itu? Kenapa Undang-Undang mengatur hal-hal seperti itu? UndangUndang itu kan melecehkan

common sense manusia. Seakanakan manusia itu seperti hewan saja. Kan gila! Itu Undang-Undang yang melecehkan martabat kemanusiaan. Manusia itu hanya direduksi hanya seperti binatang gitu lho. Ketersinggungan saya terhadap Undang-Undang Pornografi ya itu. Nah, termasuk juga soal pelarangan Blackberry dalam konteks pornografi. Pengandaiannya kan (seperti) itu. Seakan-akan orang yang pegang Blackberry pasti hanya untuk urusan kirim-kiriman foto porno. Sehingga BBM-nya mau dilarang. Kan gila! Itu cara berpikir yang tidak senonoh. Lha wong saya juga ngga pernah kok. Paling ya BBM-an, SMS-an. Ya untuk komunikasi! Kalau toh ada kawan kirim foto porno, frekuensinya kalau kita ukur, apa iya tiap detik dia ngirim? Ini kan suatu sikap yang arogan. Motif di balik itu adalah cara berpikir yang tidak senonoh. Apa ngga frustasi kita? Mbok ya ngurus yang urgenturgent. Masih banyak rakyat miskin yang bisa diurus. Hari ke hari cuma ngurusin yang gitu-gitu doang.

A

mburadul ya Pak? Belum lagi soal Gayus yang sedang trend sekarang ini. Komentar Pak Butet sendiri bagaimana? Yaa, itu bagian yang mudahmudahan oleh Menteri Pariwisata bisa dijadikan obyek wisata untuk menarik orang se-dunia berkunjung ke Indonesia. Kalau kita ngomong pariwisata, orang itu kan datang karena keunikan negara. Lha kan itu unik banget! Ada terpidana bisa tamasya. Suruh aja Menteri Pariwisata mengkampanyekan keunikan yang bisa dilihat di Indonesia. Hukum bisa diperjual-belikan. Ada joki narapidana. Ada terdakwa dilantik jadi Walikota. Itu kan


unik-unik semua, bisa jadi obyek wisata. Tapi tetap proses itu harus tetap dilewati toh? Termasuk seluruh resiko-resikonya. Daripada jaman Orde Baru, mending begini lah. Ya saya masih bisa main teater, masih bisa hidup lagi. Jaman dulu orang kaya aku mungkin udah dibuang ke laut.

T

api kalau balik lagi ke soal seni nih Pak. Seperti apa Pak Butet memandang posisi seniman pada masa sekarang ini? Apakah lebih prospektif dibanding dulu? Apresiasi lebih membaik. Penonton teater, kelas menengahnya juga sudah mulai ikut nonton. Seperti pertunjukkan saya, sekarang penontonnya bukan hanya temanteman sendiri, bukan dari kalangan seniman doang, tapi dari berbagai kalangan. Lalu Seni Rupa, yang membeli karya-karya Seni Rupa juga sudah banyak. Galeri-galeri bertumbuh. Itu membuktikan apresiasi masyarakat terhadap kesenian semakin tinggi. Nah kalau apresiasi tinggi, berarti kan diterima toh? Artinya senimannya pun juga diterima oleh masyarakat. Caloncalon mertua bisa welcome juga terhadap seniman dong? Logikanya kan begitu. Apalagi Seni Rupa. Kalau udah sukses kan harganya tinggi. Yang masuk ke dalam ranah industri hiburan, masuk televisi, film, itu kan juga berbalut seni. Beken namanya, bagus finance-nya. Good-will mertua harusnya juga gede lah, dibanding jaman dulu. Kalau dulu itu kan karena ngga ada goodwill dari masyarakat. Sekarang masyarakatnya sudah apresiatif. Ini bisa terjadi karena pendidikannya baik. Mereka (seniman) terapresiasi karena dunia pendidikan. Masyarakat yang tidak ngerti seni jadi ngerti seni kan karena bacaan, informasi, internet, lifestyle. Ini karena pergaulan internasionalnya berjalan. Dengan teknologi digital itu, dunia dipersatukan, ngga ada lagi batas teritori. Hari yang sama kita bisa tau apa yang terjadi di Amerika dan Eropa, komunikasi berjalan. Dan, ini mempengaruhi cara berpikir dan mempengaruhi cara hidup. Apapun yang terjadi di sana, juga

terjadi di sini, ada dialektika. Jadi ngga ada ketertinggalan. Dulu kan tertutup. Akses informasi kita dibatasi. Adanya cuma TVRI doang. Radio semua seragam. Sekarang ini begitu variatif, banyak, kaya, dan ini mempengaruhi kita semua. Mempengaruhi pilihanpilihan kita dalam mengeksekusi sesuatu. Ingin memilih sepatu ini, sepatu itu. Tidak terlepas dari pengalaman yang didapat dari dunia informasi. Bacaan, referensi film, nonton TV, akses internet. Ini kan semua terjadi karena digitalisasi. Sebelum era digital belum masuk, masih jaman analog, ngga ada itu. Jaman saya seusia kamu, masih sistem analog. Bacaan cuma dari buku. Bayangkan anak sekecil ini akses informasinya udah kebuka. Pintunya udah banyak. Nah ini mengubah orang, mengubah masyarakat.

A

Ya kita nanti tinggal melihat itu dalam peristiwa di film, dokumenter, dalam bacaan. Bahwa ada satu kurun masa yang pernah ada, kalau orang ketemu itu mengacungkan jempol. Ya mungkin nanti ngga ada lagi. Itulah resiko.

C

ukup mengejutkan memang ya Pak. Lalu terlepas dari itu semua, apa rencana Bapak dalam beberapa waktu dekat ini? Saya akan membuat acara namanya “Indonesia Kita.” Itu rencananya sebulan sekali di TIM, Graha Bakti Budaya. Saya akan mencoba memfasilitasi kepentingankepentingan etnik dari beberapa daerah, untuk perform selama dua hari. Kedua adalah crossculture, mempertemukan kesenian dari satu daerah dengan daerah lain. Batak ketemu Tegal. Pelawak Batak dan pelawak Tegal ketemu, workshop, lalu bikin satu performance. Tarinya juga begitu. Ngga tau apa jadinya. Tetapi bahwa ini adalah suatu proses dialektika antar etnik. Supaya saling mengenal. Supaya tidak ada fanatisme daerah. Antar etnik berdialog, dan itulah “Indonesia Kita.” Antar etnik itu harus saling terbuka, menyediakan diri untuk

dakah dampak buruk dari perkembangan sistem informasi yang serba cepat ini? Dampak buruk mungkin bukan. Dampak mengejutkan! Karena tibatiba kita akan merasa kehilangan yang ada di waktu lalu, dengan perubahan yang begitu cepat. Misalnya gini, antara atasan dan bawahan. Di tradisi masyarakat kita itu ada hirarkis yang menyebabkan pola hubungan, di mana kebudayaan akan melahirkan “…kita ngga boleh patah suatu tindakan-tindakan tertentu. Kamu ketemu dosen semangat untuk memberikan kamu, pasti mengangguk, kontribusi; untuk memberikan “Selamat siang pak”. andil; membangun suatu Kenapa mengangguk? Itu kepedulian atas nasib bangsa ini.” kebudayaan, etika. Ini jaman analog. Sekarang, kamu SMS ke dosen, “Gimana bos?” Kamu ngga mengangguk lagi kan? berdialog. Saya pingin itu ada. Lalu juga bawahan kepada atasan. Saya bekerjasama dengan Djarum Foundation, untuk mengeksekusi “Sore ini kita ngapain pak?” Ada sesuatu yang hilang. Kita bisa ide itu. Nanti mungkin bikin berkomunikasi dengan atasan, lakon wayang, lalu diartikulasikan dengan orang yang kita segani, dengan seni Sunda, Batak, Dayak, dengan cara yang lebih egaliter. Jawa Bali, Minang, kan menarik! Sehingga, tindakan-tindakan yang Ngga tau kaya apa jadinya, tapi dipengaruhi oleh tradisi masa ini satu ide, bagaimana kita lalu, lama-kelamaan akan hilang. melakukan suatu proses dialektis. Ini bukan dampak buruk, tapi konsekuensi dari perubahan ke era ntuk kesenian lain yang Pak digitilisasi itu. Nah pada periode Butet tekuni seperti seni awal itu mengejutkan. “Kok tiba- lukis, misalnya? tiba ngga ketemu lagi yang kaya Ya saya juga melukis. Justru dulu ya?” Itulah yang lama-lama kadang-kadang dalam melukis hilang. Apakah ini baik atau buruk saya ingin membebaskan diri dari ya ngga tau. problem politik. Keinginannya

ya. Dalam proses kreatif, justru dengan Seni Rupa itu saya ingin reflektif. Lebih mengelaborasi hasil-hasil refleksi saya terhadap kehidupan ini, lebih ke dalam. Saya coba menggali inspirasi-inspirasi tentang hidup. Lebih ke situ, keluar dari mainstream yang saya posisikan di masyarakat. Kalau sekarang ini kan saya dipersepsikan atau diposisikan sebagai seni yang bernuansa politik. Justru dalam Seni Rupa saya ingin sebaliknya. Maksudnya supaya ada perimbangan dalam pengekspresian diri saya. Karena sesuatu yang berimbang itu saya pikir lebih baik. Ingin membebaskan diri dari wacanawacana politik. Walaupun kadangkadang masih “bocor-bocor” juga, masuk ke mainstream lagi. Hehe. Tapi itu tantangannya. Obrolan di Minggu Siang itu akhirnya kami sudahi dengan seruputan kopi yang masih tersisa di dasar gelas. Tak terasa, satu jam lebih proses wawancara ini berlangsung. Asbak di atas meja pun telah dipenuhi abu dan puntung rokok. Itulah Butet Kertaredjasa. Di balik kepulan asap yang selalu meluncur dari bibirnya, tersimpan kedalaman pemikiran mengenai kondisi sosial, budaya, dan politik di negeri ini. Salam budaya! (RAS). Foto : FAR MAgazine.

U

13


artwork bunch

Kemampuan menggambar dan mendesain telah membuat seorang Andrew Lumban Gaol memperoleh “POWER” untuk membagikan pendapat atau pernyataannya. Ia pun menganggap kemampuannya itu sebagai senjata yang tidak akan pernah rusak atau full-loaded. “Ketika saya terlalu putus asa untuk berargumen panjang lebar, drawing adalah senjata (yang paling) pamungkas!” ujarnya. Komunitas “Taring Padi” dan Scene Punk di tempat asalnya, Pematang Siantar, diakui Andrew sebagai pendorong dirinya untuk terjun di dunia “Political Art”. Untuk itulah ia membuat “ANTI-TANK Project” sebagai tempat untuk menyatakan apa yang ingin dia katakan, mengenai kondisi sosial-politik di negeri ini. “Kalau dulu Iwan Fals punya Kantata Takwa untuk 14 FAR FEBRUARI/MARET 2010

memprotes kehidupan, maka saya punya ANTI-TANK untuk mengomel k e s a n a - k e m a r i ”i m b u h nya . Dalam hal pemilihan isu, Andrew cenderung menempatkan dirinya sebagai “The Fellow Speaker” yang bermakna“Saya akan berada dalam barisanmu untuk menggoyang barisan “mereka”. Di antara sekian banyak karya, “MUNIR-MENOLAK LUPA” dan “BEBASKAN BIBIT & CHANDRA” adalah dua buah karya yang paling berkesan bagi dirinya. Karena dua karya tersebut telah membawanya ke level yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Seperti karya “BEBASKAN BIBIT & CHANDRA” yang sempat membuatnya marah besar, karena makna karya tersebut menjadi berbelok arah 360° setelah terpampang (tanpa seizinnya)

di cover depan buku O.C. Kaligis dengan judul “KORUPSI BIBIT & CHANDRA”. Andrew pun sempat disangka teman-temannya terlibat atas pembuatan buku tersebut. Karya “MENOLAK LUPA” juga telah membuatnya bertemu banyak orang. Dan, lewat reaksi dan respon yang beragam atas karyanya tersebut, ia memperoleh pelajaran-pelajaran penting tentang bagaimana membuat gambar yang tepat, tegas, dan dapat menciptakan aura “mistis” sehingga sebuah gambar dapat terlihat lebih vokal. (RAS)


artwork bunch

Ketertarikan Dodo Karundeng untuk membuat kartun politik dimulai beberapa tahun lalu ketika ramainya pemilu dan SBY menang untuk pertamakali. Beberapa kartunnya dikirim ke Suara Pembaruan Minggu dan Koran Tempo minggu dan juga diunggah di jejaring sosial Facebook, yang juga tengah disusunnya menjadi sebuah buku. Dalam kartunnya, Dodo yang telah pensiun dari Biro Foto ANTARA sebagai editor dan pewarta foto 3 tahun yang lalu ini banyak mengangkat isu-isu aktual, seperti kasus bank Century, korupsi, isu tentang monarki jogja, krakatau steel dan lain-lain. Selain kartun, Dodo juga membuat komik strip. “Buatku sebuah kartun politik, bisa menyimpan daya ingat kita pada sebuah peristiwa masa lalu.

Karena itu tanggal pembuatan mungkin menjadi penting. Dunia kartun sebetulnya membaca sinyal-sinyal kebudayaan yang muncul. Dan kartunis bukan cuma tukang gambar, mereka juga harus punya sikap dan ideologi. Kartunis adalah orang-orang yang lebih bisa merenung. Karena modalnya cukup kertas yang kecil, tinta dan pinsil, tapi bicara soal-soal “besar�. Nah, kesempatan itu belum tampak di sini. Kita belum terbiasa dengan kritik. Lucu kalau ada lomba kartun, syaratnya tidak boleh menyinggung pribadi, porno dan SARA, seolah-olah hidup ini hanya terbatas pada hal-hal itu saja. Tapi aku rasa era sekarang semua lebih mudah. Dan kuncinya adalah kemampuan berkomunikasi dengan orang yang kita setujui atau kita tidak senangi sekali pun.

Kartun, mural, grafiti, itu semua bentuk komunikasi, kritik dan kasih saya. Di luar itu, seperti seni iklan, itu hanya jualan thok. Kartun itu harus bisa menyihir, tapi tidak menipu. Ngawur tapi sekaligus juga nalar. Kartun bisa menjadi hal yang menakutkan buat orang-orang yang diserangnya. Bukan untuk hal yang sadis, tapi pertaruhan ideologi tentang apa itu kebenaran. Itu menariknya, karena kita masih bisa menikmati rasa humor, jadi manusiawi betul. Kalau ada buku sejarah yang menampilkan sebuah kartun dari masa lalu, itu artinya masyarakat itu sehat.� (PH)

15


artwork bunch

Street artist yang akrab dipanggil Jaue Maxx ini adalah alumni Seni Grafis IKJ. Berangkat dari semangat, visi dan misi yang sama, bersama rekannya Nikasius Dirgahayu ia kemudian membentuk duo bernama STENZILLA yang mengkhususkan diri pada pembuatan karya stencil art. Menekuni dunia seni rupa sejak tahun 1995 dan mulai “turun ke jalan” sekitar tahun 1998, Jaue membuat karya stensilnya di berbagai tempat atau media yang dianggapnya mungkin, seperti di kanvas, di jalan, gardu listrik, halte bis, tiang fly over dan di berbagai dinding di penjuru Jakarta. Dalam karya stensilnya, Jaue Maxx banyak mengangkat berbagai hal yang merupakan hasil dari pengalaman, perenungan dan kegelisahannya pada berbagai 16 FAR FEBRUARI/MARET 2010

issue dan fenomena yang tengah hangat di masyarakat. Menurut Jaue, moment paling fenomenal dalam street art scene di Jakarta adalah Jak@rt tahun 2000 karena dilakukan secara massive dan serentak di ibukota, dan bisa dibilang itu merupakan titik tolak “revolusi” yang membuat street art makin dikenal luas oleh publik Jakarta. Tapi waktu itu Jaue masih membuat mural dan belum membuat stensil. Jaue juga berpendapat bahwa untuk saat ini street art sudah mengalami perkembangan yang pesat, baik dari segi kuantitas, teknis maupun esensi dari pesan yang ingin disampaikan lewat street art. Pamerannya yang paling berkesan adalah watu Pameran 25 Tahun Seni Grafis Indonesia di Bentara Budaya Jakarta tahun 2007, di

mana Gubernur BI pada saat itu yaitu Ibu Miranda Gultom menorehkan spraying terakhir di atas karyanya sebagai tanda dibukanya pameran tersebut. Pamerannya yang terakhir adalah FART bulan Desember 2010 lalu. Blognya stenzilla.blogspot.com juga terpilih sebagai “49 top site of street art blog in the world” dan menempati urutan ke-31. Dan Jaue berharap, di masa yang akan datang akan lebih banyak lagi kaum muda yang menekuni stencil art, karena menurutnya stensil itu mudah, murah, efisien, komunikatif dan menyenangkan. (PH)


artwork bunch

Ia mengaku tidak berniat membuat karya yang bertema politik. “Entah orang mau menyebutnya apa, tapi mungkin karya saya itu lebih ke penyadaran, atau sindiransindiran ke pemerintah” ujarnya. Seperti karya tentang Gubernur Ali Sadikin yang pembuatannya dilatar-belakangi oleh keadaan Kota Jakarta saat ini. Di mana bila dibandingkan dengan masa pemerintahannya (Ali Sadikin) dulu, pembangunan Jakarta terasa lebih nyata. “Walaupun sebenarnya dia ditentang juga, karena proyek penggusuran. Tapi dia terbukti telah membangun Jakarta,” imbuhnya. Sindiran-sindiran yang ditujukan ke pemerintah setidaknya juga ia buat di “Propagraphic”. Misalnya tentang gaji guru, pendidikan alternatif, dan kenaikan BBM yang

terjadi sekitar 3-4 tahun yang lalu. Atas karya tersebut Propagraphic pun masuk menjadi finalis di Indonesian Art Awards (IAA). Di luar itu, ia mengaku lebih suka berada di posisi netral. Ia hanya ingin, orang tidak lupa atas apa yang terjadi di negeri ini. “Apalagi ketika saya berada di ruang publik, sebuah ruang yang dapat diintervensi oleh siapa pun. Saya akan memposisikan diri sebagai seniman di dalamnya,” terang Sigit. Mural dan poster adalah dua media yang sering ia gunakan di ruang publik. Sedangkan karya lainnya lebih bersifat pendokumentasian dari apa yang ia buat. Karyanya yang berjudul“Taman Halte”adalah salah satu contohnya. Dan, jika bicara soal influence, ia mengaku lebih terpengaruh oleh orang-

orang yang berada di dekatnya. “Semua yang pernah dibahas FAR Magazine itu pengaruh buat saya, haha”. (RAS)

17


Berangkat dari kelelahan untuk mengeluh, akhirnya bergerak secara positif ternyata perlahan bisa menghasilkan dampak yang lebih baik. Indah dan Iwan Espeje pasangan suami-istri ini telah membuat sebuah gerakan kampanye cinta Indonesia agar setiap masyarakat mulai dan semakin tumbuh rasa bangga serta cinta terhadap negaranya Indonesia. Bencana Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menjadi titik awal pergerakan mereka, hadir dengan nama “Indonesia Bertindak” pasangan ini pada awalnya mendesain t-shirt dimana uang hasil dari penjualan t-shirt itu kemudian disumbangkan untuk membantu korban bencana. Gerakan ini terus berjalan, “Indonesia Bertindak” akhirnya secara berkelanjutan berusaha hadir sebagai “kompor” untuk Indonesia yang lebih baik dengan harapan akan hadir banyak sumbu yang turut andil menyebarkan kampanye ini. Bisa dikatakan ini sebuah bentuk propaganda positif, bagaimana tidak ditengah 18 FAR FEBRUARI/MARET 2010

isu travel warning untuk Indonesia dan bingkai berita buruk mengenai keadaan Indonesia diberbagai media asing, “Indonesia Bertindak” membelokkan pandangan dengan hadir dengan slogan “Travel warning: Indonesia Dangerously Beautiful” yang disebarkan baik di dalam maupun luar negeri meliputi Eropa, Amerika, Afrika, melalui sticker dan t-shirt. Melalui bantuan sumbu seperti mahasiswa dan kerabat lainnya “Indonesia Bertindak” mencoba untuk kembali menghangatkan Indonesia. Karena Indah dan Iwan Espeje percaya dengan kapasitas dan caranya masing-masing setiap warga negara punya andil untuk memperbaiki keadaan Indonesia, dan memang membela negara bukan hanya pasang badan untuk berperang. Dengan menyebarkan isu positif terhadap satu orang diharapkan bisa berefek domino dan tersebar luas hingga ke mancanegara. “Ugly Design” ini yang diutarakan Indah untuk alirannya dalam mendesain berbagai produk t-shirt, mug,

dompet, tas, sticker, sapu tangan, pin dari “Indonesia Bertindak”. Karena tidak mau tampil dengan desain yang neko-neko, justru “Indonesia Bertindak” lebih menekankan pada penggunaan kata dan warna yang kuat untuk dapat membahasakan arti sebuah kritik ataupun cinta Indonesia yang mudah dimaknai oleh setiap orang. Telah berjalan selama tujuh tahun terakhir, biasanya “Indonesia Bertindak” selalu hadir dengan isu-isu yang selalu fresh yang berkaitan seputar pendidikan, alam, solideritas dan seni. Bagi Indah dan Iwan Esjepe tidak ada yang gampang tapi juga tidak mustahil selama ada kemauan dan kepercayaan maka perbaikan untuk Indonesia akan bisa tercipta. “Orang muda Indonesia masa depan negeri ini ada ditanganmu, sudah bukan waktunya berlehaleha, sudah waktunya untuk bergerak dengan caranya masingmasing”, pesan dari Indah dan Iwan Esjepe untuk kawula muda Indonesia. (BW)


artwork bunch

Di dalam tubuh mungilnya ternyata wanita ini menyimpan banyak minat yang ditunjang dengan bakat yang besar. Kerja keras hal ini bisa dibilang sebagai salah satu faktor pendukungnya dalam mengolah minat dan bakat untuk menjadi “sesuatu”. Monica Hapsari telah menghasilkan karyakarya indah dengan memadukan antara ilustrasi dengan kerajinan tangan yang menjadikan karyanya jelas berbeda. Ia sangat senang menghasilkan karya-karya dengan detail yang rumit, sehingga tidak heran bila dalam pengerjaannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Beberapa bahan tekstil yang biasanya digunakan Monic dalam berkarya diantaranya: beads, benang, magnet, kain perca, manik-manik dan juga material dasar seperti: cat air. Karya ilustrasi yang ia hasilkan biasanya menggunakan berbagai teknik, salah satunya dengan teknik menjahit. “I’m not walking

somebody else’s walk. I’m walking my walk”, pernyataan ini mungkin bisa sedikit menyimpulkan bahwa dalam berkarya Monic tidak mau menjiplak karya orang lain, lebih jauhnya lagi Monic tidak mau menjadi orang lain agar karyanya dinilai bagus, ia lebih suka menjadi dirinya sendiri, fokus dan tekun hingga pada akhirnya karya yang ia hasilkan juga tidak terkesan ikut-ikutan. Ia mengaku banyak terinspirasi dari para pengrajin tradisional salah satunya yang terdapat di daerah Nias, Indonesia. Untuk menghasilkan karya yang unik ini ia membutuhkan ketekunan, dan pengalihan kecil saja bisa membuyarkan konsentrasinya, untuk itu ia biasanya mengasingkan diri dari dunia luar untuk fokus berkarya di rumah. Selain bisa fokus, biasanya setelah “meditasi” ia merasa menjadi kehidupan baru dan hadir dengan karya barunya. Monic biasanya justru

lebih tertarik dengan material yang dianggap remeh oleh orang lain tapi setelah menjadi sebuah karya yang ternyata sesuatu yang bernilai lebih. Bagi Monic berkarya sama dengan membentuk diri untuk itu harus selalu digali dan dikembangkan. Untuk ide biasanya ia dapat dari melihat dan merasakan problematika hidup yang terjadi pada dirinya sendiri dan sekitar. Kesehariannya kini disibukkan dengan bekerja sebagai ilustrator fashion, fashion stylish, dan mempersiapkan untuk beberapa pameran yang akan diselenggarakan tahun 2011 ini. Monic selalu percaya kalau memang seseorang memiliki karakter yang kuat, maka setiap berkarya pasti akan sangat berkarakter. Jadi tidak perlu sibuk untuk mencari ciri khas. “Jangan terlalu dipikirkan tapi kerjakan saja, dan perlu diingat Idealisme itu berbeda dengan Esoisme”. (BW) 19


nation on a mission foto: Eko Nugroho

20 FAR FEBRUARI/MARET 2010


21


nation on a mission

22 FAR FEBRUARI/MARET 2010


nation on a mission

23


nation on a mission

24 FAR FEBRUARI/MARET 2010


25


26 FAR FEBRUARI/MARET 2010


nation on a mission foto: Budi Afriaz

27


nation on a mission

28 FAR FEBRUARI/MARET 2010


nation on a mission

29


nation on a mission

30 FAR FEBRUARI/MARET 2010


31


nation on a mission

32 FAR FEBRUARI/MARET 2010


33


34 FAR FEBRUARI/MARET 2010


upcoming young

I

lustrator muda berbakat ini lahir di Bandung pada 21 September 1988, dan saat ini telah menginjak semester 6 di program S1 Fashion Design di Seni Rupa IKJ. Suka menggambar sejak umur 2 tahun, dan sejak kecil sudah dibiasakan memegang kertas, pensil, pensil warna dan lain-lain untuk mencoretcoret kertas, tembok, lantai dan sebagainya karena keluarga juga berlatar belakang seni rupa. Dalam karyanya, Tennessa yang ter-influence oleh Kado Fumanao ini memiliki kecenderungan gaya yang merupakan padu

padan dari ilustrasi dan fashion, karena seperti diakuinya bahwa ia memang punya minat khusus pada dua bidang tersebut. Media yang banyak dipakai adalah kertas, cat air dan pensil warna dengan warna-warna cerah dan berani yang dikomposisikan sedemikian rupa dengan outline hitam di atas bidang putih sehingga memunculkan karakter yang khas dari karya ilustrasi Tennessa. Ia juga banyak dipengaruhi oleh senimanseniman seperti Audrey Kawasaki, Mark Ryden, Tomer Hanuka, Rene Magritte, Roy Lichtenstein dan Salvador Dali. Kadang-kadang

ia juga membuat karya-karya ilustrasi bergaya surealis sebagai ekspresi dari pengalaman dan suasana hatinya pada saat itu. Kegemarannya pada musik juga menjadi stimulan dalam berkarya. Tennessa yang bercita-cita ingin menjadi ilustrator terkenal ini berpendapat bahwa tidak mudah untuk menjadi seniman. Harus punya skill yang mumpuni, dan juga dituntut untuk memiliki wawasan yang luas tentang berbagai hal. Ia juga mengatakan bahwa latar belakang pendidikan juga merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas

seorang seniman. Ia juga menambahkan bahwa pada saat ini, selain sebagai ekspresi pribadi, seni juga telah menjadi gaya hidup, sejajar dengan musik, fashion, film, olah raga dan sebagainya, terutama untuk masyarakat yang hidup di perkotaan. Berbagai pameran pernah diikutinya, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus, seperti Pameran ilustrasi buku anak-anak di Goethe Institute Jakarta bersama Julia Kergell, di Galeri Ruang Rupa, dan yang terakhir adalah Pameran Jakarta 32’ di Galeri Nasional. (PH) 35


36 FAR FEBRUARI/MARET 2010


heat ’n’ beat FFI 2010

MINI KONSER 9 TAHUN THE UPSTAIR Pesta tahunan bagi seluruh insan perfilman Indonesia kembali digelar. Tahun ini Festival Film Indonesia (FFI) 2010 kembali dipenuhi jajaran film-film Indonesia yang mungkin terbilang berkualitas. Dengan tema “Bagimu Negeriku” FFI digelar di Central Park, Jakarta, pada tanggal 6 Desember 2010. Nidji, Kotak, J-Rocks, ST-12, Afgan, Igo, dan Citra Idol pun tampil dalam rangka memeriahkan malam puncak FFI 2010 ini. Sebanyak 54 film cerita panjang, 67 film pendek, dan 60 film dokumenter masuk ke meja Dewan Juri. Dari film-film yang masuk tersebut terpilih lah pemenang FFI 2010. Di mana 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta tampak mendominasi kategori nominasi. Dari 15 kategori, film tersebut memenangkan 7 penghargaan. Antara lain sebagai: film terbaik, penyutradaraan, pemeran utama wanita, pemeran utama pria, pemeran pendukung pria, skenario cerita adaptasi, dan tata artistik terbaik.

SPECTACULAR FIREWORKS

KONSER MUSIK PERKUSI KUNOKINI “RE-INKARNASI”

Pada hari Selasa tanggal 18 Januari 2011 di Gedung Kesenian Jakarta, diproduseri oleh GELAR dan Kereta Senja Management, kelompok musik perkusi KUNOKINI yang digawangi oleh Bhismo, Bebi, Akbar dan Darman (musisi pendukung) ini telah menggelar konser perdananya yang bertajuk “Re-Inkarnasi”, yang menampilkan beberapa repertoar dari album yang bertajuk sama, yang di antaranya adalah: Re-Inkarnasi, Klontang, Lagu Jawa, Blue Yamko yang merupakan modifikasi dari lagu rakyat Papua Yamko Rambe Yamko, Forrest Addict, Bamboo Raining, 350 Years, Feelin’ In One, Soldier, Indonesia Baru dan Rasa Sayange yang sempat diklaim oleh negara tetangga. KUNOKINI dikenal sebagai kelompok musik perkusi anak muda urban Jakarta yang mengusung semangat Ke-Indonesiaan melalui perpaduan ritme barat dan timur dengan penggunaan instrumen tradisional Indonesia dan instrumen dari berbagai negara, dan menggabungkan elemen musik tradisional dengan musik zaman sekarang sehingga menjadi sebuah genre baru yang unik, segar dan berani, dan tentu saja khas, di mana kebudayaan dan kesenian Indonesia dikemas kembali dengan cara yang lebih pop-

Sembilan tahun bukanlah waktu yang sebentar. Apalagi

uler dan nyaman di telinga anak-anak muda di seluruh Indonesia maupun mancanegara. Lewat albumnya yang diangkat

untuk sebuah band yang mendedikasikan dirinya di

menjadi sebuah konser ini, KUNOKINI dengan gamblang mengungkapkan kegelisahannya pada kondisi negeri yang

scene underground dan memegang teguh prinsip Do It

carut-marut dari sudut pandang mereka sebagai kaum muda yang peduli. “Re-Inkarnasi” ingin menggambarkan sebuah

Yourself (DIY). Banyak band serupa yang saat ini mungkin

kondisi di mana keserakahan merajalela dan akhirnya membawa dampak yang buruk. Sampai pada suatu titik ke-

tinggal nama, terkecuali beberapa band yang memang

tika kehancuran sudah tidak bisa dibendung lagi, muncul sebuah pencerahan yang membuat negeri ini terlahir kembali.

memiliki kerekatan hubungan yang mendalam. Selain juga sikap musikalnya yang konsisten. Termasuk The Upstairs, yang hari ulang tahunnya bersamaan dengan Dirgahayu

Taman Impian Jaya Ancol memberikan kejutan baru di

TNI ke-65. Tiga album studio, dua mini album, satu rilisan

awal tahun 2011 ini. “The Thrilling Spectacular Fireworks

single, dan beberapa album kompilasi telah mereka telur-

In Ancol Sky” telah menjadi sebuah terobosan baru seba-

kan. Dan, dengan tiga personil yang tersisa (Jimi, Kubil, dan

gai penyemangat untuk dimulainya hari-hari yang baru di

Benny) mereka pun ingin menunjukkan bahwa isi kepala

tahun 2011 ini. Acara pesta kembang api ini merupakan

mereka belum tertumpah seluruhnya. Setidaknya, hal

acara yang terbesar di Indonesia dengan 25.000 shots yang

inilah yang tergambar dalam Mini Konser yang di adakan

berjalan dalam waktu 25 menit. Pesta kembang api yang

di Eastern Promise, pada tanggal 12 Desember 2010 lalu.

satu ini dipastikan lima kali lipat lebih besar dari pesta

Semangat, rasa persaudaraan di antara keluarga band,

kembang api pada pergantian malam tahun baru 2010

serta kesetiaan para fans begitu terasa. Lagu-lagu yang

yang lalu. Acara yang berlangsung pada Sabtu, 8 Januari

dimainkan juga seakan membawa kita pada perjalanan

2011 berhasil membuat takjub ratusan pengunjung ter-

band yang telah genap berusia sembilan tahun ini. Selamat

masuk Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo yang turut

Ulang Tahun The Upstairs, dan esok kita pasti berdansa!

menyaksikan pesta kembang api secara langsung. Acara yang berlangsung di area Le Brigde Beachpool pada malam hari ini membuat langit di daerah Ancol dihiasi dengan

SPEAK-FEST 2010

konfigurasi warna, musik dan koreografi kembang api

Dalam rangka memperingati Hari Anti-Korupsi se-Dunia, Suara Pemuda Anti Korupsi (SPEAK) bekerjasama dengan Transpar-

yang sangat indah. Ini menjadi alternatif hiburan untuk

ency International (TI) menggelar Konser Musik Anti-Korupsi (SPEAK-Fest) pada tanggal 11 Desember 2010 di GOR Bulungan,

masyarakat khususnya yang berdomisili di ibukota Jakarta,

Jakarta. Acara tersebut diselenggarakan guna meningkatkan kesadaran dan ketertarikan anak muda untuk menyuarakan

perpaduan antara kemeriahan letusan kembang api diim-

dampak bahaya korupsi. Konser musik ini sendiri merupakan puncak acara SPEAK-Fest, yang dirangkai dengan workshop

bangi dengan musik ini memang sangat spektakuler. Pesta

kreativitas dan video dokumenter, sayembara media (video iklan layanan masyarakat/PSA, video orasi, poster, dan esai foto).

kembang api ini merupakan hasil kerjasama Taman Impian

Sejumlah musisi/band tampil, antara lain Pandji & Soulnetta, SID, Kunci, Efek Rumah Kaca, The Upstairs, Rindra & Fadly PADI,

Jaya Ancol dengan PT.Firemaxx Burmame. Ancol sebagai

Roots, Respito, serta 3 band hasil audisi (Children of Indonesia, Backwood Sun, dan Elevake). Di sela-sela penampilan band, orasi

tempat hiburan rakyat memanfaatkan momen ini sebagai

dari Alanda Kariza (Indonesia Youth Conference /IYC), J-Flow (@ProvoActive), Choky Ramadhan (Perwakilan SPEAK), Illian Deta

sebuah cara lain untuk memberikan keceriaan dan seman-

Arta Sari (ICW), dan Ahmad Esha (WALHI) pun turut membakar semangat para generasi muda yang hadir di hari itu. Yang me-

gat baru di tahun 2011. (BW) Foto. DOK. FAR MAGAZINE

narik, hadir satu orang bertopeng Gayus yang berkeliling di sekitar venue acara, dan bersedia ditimpuki oleh pengunjung. (RAS)

ME VS THE WORLD Telefikom Fotografi hadir kembali dengan serentetan karya fotografi yang lebih menarik. Telefikom sendiri merupakan wadah kegiatan mahasiswa (wkm) untuk para pecinta fotografi yang terdapat di Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama). Wadah kreatifitas ini berdiri sejak 11 November 1991 yang hingga saat ini telah memiliki 18 angkatan. Telefikom sendiri telah banyak menggelar pameran fotografi, mereka terus berinovasi dengan menghadirkan tema-tema yang selalu berbeda setiap kalinya. Untuk kali ini pameran ini mengusung tema “Me Vs The World”, dimana “Me” adalah sebuah gabaran pelajaran kreatif aku yang mana aku adalah cerminan jiwa fotografer yang merefleksikan kehidupan yang dituangkan menjadi sebuah bentuk karya foto. Sedangkan “The World” menggambarkan tentang kehidupan dan pelajaran hidup yang harus diterima dengan segala bentuk perubahan dan konsekuensi. Pameran yang bertempat di Oktagon Mall Ciputra, Jakarta ini telah berlangsung sejak tanggal 4-10 desember 2010. Tidak hanya sekedar pameran saja, acara ini juga menghadirkan seminar & workshop lighting mengenai “Film vs Digital” Oleh Hary Surya Wibawa ditambah juga dengan diskusi foto pameran. Roy Genggam seorang fotografer handal dirangkul untuk bertindak sebagai curator pada pameran Telefikom kali ini. Pameran ini memiliki kontribusi yang cukup besar untuk mengembangkan kreatifitas para mahasiswa/i dan sebagai jalan meningkatkan eksistensi Telefikom untuk lebih dikenal dimata masyarakat. (BW) Foto. DOK FAR MAGAZINE

37


heat ’n’ miss KEROYOKAN #2

KELOMPOK SANDIWARA SUNDA MISS TJITJIH

JUAN FRANCISCO CASAS

Dalam sebuah riwayat, tersebutlah sebuah komedi stambul yang bernama Opera Valencia yang berpentas secara berkeliling ke berbagai tempat di Batavia dan tanah Pasundan. Komedie Stambul adalah suatu pertunjukan teater kelling, berupa Pentas Gaya Instanbul, yang pada waktu itu lahir untuk memenuhi hiburan bagi rakyat di Indonesia. Hingga pada suatu ketika, kelompok sandiwara itu singgah di kota Sumedang, dan sang pemimpin rombongan bertemu dengan seorang bintang sandiwara setempat yang multitalenta bernama Tjitjih, yang pandai dalam berlakon, piawai dalam menari dan mahir dalam bernyanyi. Kemudian diajaklah Tjitjih untuk ikut bergabung. Dan pamor Opera Valencia dengan Sebuah project yang bersumber dari mahasiswa FSRD Trisakti. Sesuai dengan judulnya buku ini di garap dengan “keroyokan”. Dikarenakan dalam buku ini menampilkan 16 karya dari 16 seniman pula. Buku yang dicetak dengan warna hitam putih ini sudah memasuki edisi ke2. Pada edisi yang ke2 ini seniman tidak hanya berasal dari kampus Trisakti, mahasiswa dari kampus lainpun ikut berpartisipasi seperti UPH dan IKJ. Karya yang terdapat didalamnya berupa Ilustrasi digital dan manual. Setelah kami melihat isi buku ini, kamipun langsung ingin merekomendasikan karya pemuda pemudi kreatif dan berbakat yang ada didalam buku ini kepada anda.Jika anda menginginkan buku ini menjadi koleksi anda, anda bisa mengirimkan email

Tjitjih-nyapun mulai merambat naik. Waktu itu mayoritas penonton adalah orang Belanda. Saking melambungnya nama Tjitjih, sang pemilik sampai berani mengganti nama kelompok, dari Opera Valencia menjadi Opera Miss Tjitjih yang diresmikan pada tahun 1928. Bahasa pengantar yang semula adalah bahasa Melayu mulai digantikan dengan bahasa Sunda. Sejak itulah sandiwara Miss Tjitjih identik dengan tanah Pasundan, dengan lakon-lakonnya yang khas sehingga banyak diangkat ke layar perak, seperti Beranak Dalam Koeboer, Loetoeng Kasaroeng, Njai Dasima, Si Manis Djembatan Antjol, dan lain sebagainya.Demikian seperti yang diriwayatkan oleh Mang Essex, sutradara kelompok sandiwara ini. Masa keemasan kelompok sandiwara ini berlangsung dari tahun 1928 hingga akhir 80an, dan mulai redup ketika maraknya stasiun televisi swasta yang bermunculan. Tjitjih kini telah tiada, tapi kenangan akan kejayaannya akan terus membekas di hati segenap warga Jakarta dan orang Sunda pada umumnya. Bagi anda yang ingin bernostalgia dan menyaksikan pertunjukan dari asset budaya yang sangat berharga ini, anda bisa datang setiap malam Minggu ke Gedung Kesenian Miss Tjitjih, Jl. Kabel Pendek Cempaka Baru, Kemayoran Jakarta Pusat. Anda bisa melalui Jl. Letjend Soeprapto, dan persis di seberang hotel Grand Cempaka, di situlah letaknya. Sampai jumpa di sana.

JANET JACKSON

ke bi_de_brandal@yahoo.com untuk pemesanan.(NAS)

http://sukolaras.wordpress.com/

Ilustrator yang satu ini bisa membuat kita menggeleng

Anda pemerhati dan pecinta budaya Jawa? Atau anda gemar bernostalgia dengan mendengarkan tembangtembang lawas dari tanah air dan mancanegara? Anda sulit menemukan lagu-lagu dari penyanyi yang pernah menjadi idola anda di masa muda? Mungkin tidak ada salahnya anda sempatkan sejenak waktu untuk mengakses blog ini. Di sini anda bisa menemukan bermacam-macam lagu gending dan karawitan Jawa dari mulai yang klasik hingga musik

Siapa yang tak mengenal sosok wanita yang satu ini, suara yang bagus dilengkapi dengan aksi panggung yang seksi men-

- gelengkan kepala. Gambar yang dia hasilkan sangat

jadikan dirinya memiliki ruang di hati para penggemarnya di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Ini merupakan kabar

nyata layaknya foto. Yang membuat kami merasa ingin

mengejutkan untuk para penggemar dari Janet Jackson, ia berencana akan menggelar konser pertamanya di Indonesia

membagi informasi ini kepada anda adalah bagian

pada 9 Februari 2011 mendatang. Adik kandung dari The King Of Pop Michael Jackson ini memang akan mengadakan

dimana pria ini menggunakan pena bulpoin untuk

konser dibeberapa negara, meliputi: Jakarta, Manila, Singapura, Hongkong dan Taipei. Dengan konser yang bertema

menggambar dan obyeknya kegiatan para wanita

“Janet Jackson Number Ones - Up Close and Personal” konser ini pasti akan spektakuler dengan membawakan lagu-lagu

sexy. Ilustrasi yang dibuat sangat detail dan objeknya

andalanya yang selalu hits Janet juga akan memberikan penampilan terbaiknya pada konser tunggalnya kali ini yang

pun sangat berani. Ukuran yang dibuat tidaklah kecil,

bertempat di Plennary Hall Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta. Berlian Entertaiment yang memboyong Janet

bayangkan berapa pena yang digunakannya untuk

Jackson tentunya telah berpengalaman dalam menyajikan konser yang hebat, seperti sebelumnya di tahun 2010 telah

menggambar dengan hasil yang menakjubkan. Luangkan

mendatangkan David Foster yang sukses dengan tiket habis terjual dan konser yang menakjubkan. Diharapkan konser dari

waktu sejenak untuk melihat situs pria Spanyol ini. www.

Janet Jackson yang akan segera berlangsung ini juga tidak mengecewakan penggemar Janet di Jakarta, Indonesia. (BW)

juanfranciscocasas.com. Selamat menikmatinya. (NAS)

JAN TAMINIAU

campursari yang lebih kontemporer. Atau anda bisa mengunduh lagu dari para penyanyi atau group yang mungkin

Jan Taminiau, lahir di Belanda pada tahun 1975, membuka Pekan Fashion Belanda yang ke-14 di Am-

hanya pernah mendengar namanya dari cerita ayah ibu

sterdam pada tanggal 26 Januari. Untuk pertama kalinya secara bersamaan ia menunjukkan kedua hal

atau bahkan kakek nenek anda, seperti Bing Slamet, Said

sekaligus yaitu demi couture dan haute couture. Koleksi haute couture-nya bernama “Pancaran”, sedan-

Effendy, Oslan Hussein, Anna Mathovani, Ellya M. Haris,

gkan koleksi demi couture-nya bernama “Perpisahan”. “Pancaran” adalah tentang melingkupi, tetapi

Waldjinah, Titiek Sandhora, Ucok Harahap, Sam Saimun,

pada saat yang bersamaan ini juga tentang mengungkapkan dan perubahan sementara waktu berjalan.

Jerry Wallace, Vivi Sumanti, Dara Puspita, Tuty Soebardjo,

Dari suasana yang gelap berangsur-angsur memunculkan warna putih, perak dan abu-abu, dan dengan

Koes Bersaudara, Nji Tjondrolukito, Tetty Kadi, dan lain se-

cara yang dramatis dan luar biasa hal itu tercetak di bagian atas yang dapat terlihat dari jarak tertentu.

bagainya yang pernah menorehkan nama di blantika musik

Penggunaan bahan asli dan teknik pengerjaan yang prima memunculkan kesan romantis selama pertun-

Indonesia dan dunia, yang mungkin tidak akan bisa lagi

jukan. Karyanya melawan kecenderungan dalam dunia fashion dewasa ini untuk menjadi ekspresi dari

anda dapatkan di toko kaset atau toko CD manapun. Anda

realitas, kembali dalam dua atau tiga dimensi. Ia memakaikan satu-satunya fashionista 2010, Lady Gaga,

juga bisa menguji pengetahuan anda tentang penyanyi

dengan Royal Princess Maxima dengan mengenakan sutra dan gaun malam satin crepe dengan citarasa

atau lagu-lagu nostalgia tersebut melalui kuis yang kerap

retro oleh JanTaminiau.Yang bisa saya katakan adalah berhati-hatilah dengan bakat super dari Belanda ini.

dibuat oleh pemilik blog ini. Anda juga bisa menyimak isi

“Dasar dari pekerjaan saya selalu sama: Saya terus menerjemahkan cermin asimetris kehidupan. Semua

tulisan yang terdapat dalam blog ini yang menyuarakan

tindakan yang saya ambil dalam kehidupan sehari-hari saya tempatkan dalam konteks saya sendiri. Hal ini

nasionalisme, cinta budaya, pluralisme dan semangat

tercermin dalam pekerjaan saya, konsep 2D / 3D dan kasih saya teknik dan keahlian. Disajikan berbeda di

persatuan di dalam kebhinnekaan bangsa. Salam Budaya!

koleksi masing-masing, meskipun inti tetap tidak berubah. dasar adalah dogmatis, proses organik “. (PH)

38 FAR FEBRUARI/MARET 2010


heat ’n’ beat PAMERAN FOTOGRAFI “MEMOAR ORANG-ORANG SINGKAWANG” Singkawang adalah sebuah kota di provinsi Kalimantan Barat yang didiami oleh tiga etnis mayoritas yaitu Tionghoa, Dayak dan Melayu. Gelombang migrasi besar-besaran pada tahun 1760, membawa masyarakat suku Tionghoa Hakka dari Guangdong China Selatan mendarat di Pulau Kalimantan. Mereka menetap untuk dipekerjakan sebagai kuli tambang emas dan intan di Monterado, Kalimantan Barat. Seiring perjalanan waktu, mereka beranak pinak di Singkawang yang menghasilkan asimilasi budaya dengan masyarakat setempat. Meskipun demikian, orang-orang Tionghoa ini tetap mempertahankan tradisi yang dibawa dari tanah leluhur. Dibuka oleh Mentri Perdagangan Republik Indonesia Marie Elka Pangestu, kegiatan budaya yang terselenggara berkat kerjasama antara Galeri Foto Jurnalistik Antara dengan Liga Merah Putih dan Panitia Festival Cap Go Meh Singkawang 2011 ini adalah semacam “soft launching” yang juga merupakan cuplikan dari rencana penerbitan buku fotografi berjudul sama yang dijadwalkan peluncurannya tepat pada 20 Mei 2011 saat kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Pameran ini menceritakan tentang kondisi dan aktivitas sosial budaya di Singkawang akhir-akhir ini, dan juga menceritakan tentang riwayat orang-orang Singkawang yang dengan sangat terpaksa harus “mudik” ke tanah leluhur akibat iklim politik yang tidak menguntungkan pada era 60-an. Pameran ini akhirnya dipersembahkan bagi kebhinnekaan Indonesia sekaligus meneruskan pemikiran mendiang Gus Dur (1940-2010) yang gigih memperjuangkan dan mengawal keberagaman dan perbedaan yang membuat Indonesia kokoh dan kreatif. Pameran yang digelar dari tanggal 22 hingga 28 Januari itu menampilkan 152 foto dari tujuh fotografer kenamaan yang tergabung dalam Liga Merah Putih. Mereka adalah Oscar Matuloh, Jay Subyakto, Yori Antar, Syaiful Boen, John Suryaadmadja, Enrico Soekarno, Astafarinal St. Rumah Gadang, dan Julian Sihombing. Selain pameran foto pagelaran yang menjadi bagian dari Festival Cap Go Meh Singkawang 2011 itu juga menampilkan tarian multi etnik Tidayu (Tionghoa, Dayak, Melayu), aksi Tatung, dan hiburan dari beberapa band indie ibukota.

INDONESIA & THE WORLD 1959 – 1969: A CRITICAL DECADE

THE JAKARTA INTERNATIONAL PHOTO SUMMIT Ajang bergengsi ini kembali digelar, The Jakarta international Photo Summit 2010 kali ini hadir dengan mengusung tema “City Of Interaction” pameran ini cukup menarik perhatian khalayak. Berlangsung pada 16-26 Desember 2010 yang lalu, pameran fotografi ini merupakan hasil kerjasama dari Galeri Nasional, Galeri Foto Jurnalistik Antara, dan Dewan Kesenian Jakarta. Menghadirkan ratusan karya fotografi yang melibatkan puluhan fotografer Indonesia. Dalam pameran ini juga menampilkan berbagai objek dari sudut yang beragam dengan mengambil tema “Interaksi Kota” yang mencoba melihat berbagai sudut realitas kehidupan. Anda akan terpukau dengan karya foto yang menampilkan keindahan alam tapi anda juga akan dibuat miris dengan foto yang seolah membekukan banyak tragedi dan bencana. Pameran ini telah melibatkan banyak fotografer handal dari berbagai kalangan dan kebanyakan masih dalam usia yang sangat muda. Dengan menggandeng tiga kurator handal yaitu Oscar Motulloh, Firman Ichsan, Rizki a. Zaelani pameran ini terbilang sukses. The Jakarta International Photo Summit 2010 sebagai ajang tahunan yang tentunya secara tidak langsung telah memberikan wadah untuk para fotografer untuk berkarya dan meningkatkan kualitasnya dalam dunia fotografi nasional hingga internasional. (BW) Foto DOK. FAR MAGAZINE.

BELKIBOLANG

Sejarah telah mencatat bahwa kurun waktu antara 1959 – 1969 adalah masa paling menentukan bagi arah perjalanan bangsa Indonesia. Masa ini juga dikenal dengan sebutan “dekade hitam” yang meninggalkan “luka sejarah” yang penuh fitnah, pertikaian dan pertumpahan darah dan merupakan masa transisi yang ditandai dengan pemindahan pucuk kekuasaan dari Orde Lama yaitu masa pemerintahan Presiden Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin dengan arah politik yang cenderung pada Blok Timur yaitu poros Peking dan Moskow ke Orde Baru yaitu masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Demokrasi Pancasila yang bebas dan aktif dan cenderung kapitalistis. Acara yang sempat diwarnai dengan aksi demonstrasi oleh beberapa ormas pada saat pembukaannya ini berlangsung di Goethe Institute Jakarta dari tanggal 18 hingga 21 Januari, yang berisi peluncuran buku, pameran lukisan dan instalasi, pemutaran video dan slide show, pagelaran tari, serta diskusi. Juga digelar pertunjukan wayang Mwathirika oleh Papermoon Puppet dari Yogyakarta. Ada benang merah yang bisa kita tarik dari dekade hitam ini, yaitu tragedi 30 September 1965 dan berbagai peristiwa penting lain yang mendahului dan mengikutinya. Tragedi ini merupakan titik sentral yang secara drastis merubah wajah Indonesia. Acara ini tidak bermaksud untuk menguak kembali “luka sejarah” tersebut, tapi berusaha untuk memaparkan rangkaian peristiwa yang terjadi secara objektif berdasarkan data dan fakta yang berhasil dihimpun dari pihak-pihak yang berkompeten, agar generasi selanjutnya mendapat pemahaman yang tidak keliru tentang apa yang terjadi pada kurun tersebut, sebagai refleksi untuk menentukan arah perjalanan roda sejarah bangsa di masa yang akan datang. (PH)

Berisi sembilan film pendek yang berlatar kehidupan Jakarta di malam hari, Belkibolang sukses membuat para penonton terhibur dalam gelak tawa dan haru. Kesembilan sutradara (Edwin, Wisnu Surya Pratama, Tumpal Tampubolon, Anggun Priambodo, Agung Sentausa, Ifa Isfansyah, Sidi Saleh, Azhar Lubis, dan Rico Marpaung) dalam film ini antara lain ingin menelusuri sisi kehidupan urban di Jakarta dengan sentuhan penuh ironi, humor, sekaligus menimbulkan ketegangan. Kisah-kisah dari sembilan film pendek itu di antaranya menceritakan tentang ojek payung, sopir taksi di malam tahun baru, sepasang remaja di sebuah hotel, dan seorang pelacur yang akan pulang kampung di bulan Ramadhan. Sang penulis skenario, Titien Wattimena, berharap Belkibolang dapat menambah kekayaan batin para penontonnya. Setidaknya, kumpulan film pendek ini telah tiga kali di putar di Jakarta, dan direncanakan akan diputar kembali di Rotterdam pada tanggal 1-5 Februari 2011 dan Hongkong pada akhir Maret hingga awal April. (RAS) Foto dok: Belkibolang film

JAPANESSE DESIGN TODAY Pameran ini berlangsung di Galeri Nasional Jakarta dari tanggal 18 Januari (pembukaan) hingga 6 Februari 2011 yang menampilkan 100 desain kontemporer Jepang hasil seleksi sekitar 100 produk sehari-hari. Produk atau buatan Jepang tentu sudah tidak asing lagi bagi kita di Indonesia. Di pameran ini kita bisa menemukan nama-nama perusahaan yang juga sudah tidak asing lagi, misalnya: Sony, Nikkon, Toshiba, Honda, Toyota, Mazda, Fuji, Casio, Sharp, Kyocera, Bandai, dan bahkan beberapa nama perancang seperti: Isamu Noguchi, Sori Yanagi atau Issey Miyake. Pameran ini tak persis menceritakan soal sejarah perkembangan desain barang yang dibuat Jepang, meskipun juga menunjukkan semacam rekaman waktu perancangan barang-barang itu. Mungkin pameran ini lebih jelas berlaku sebagai undangan bagi kita untuk mengingat-ingat kembali hubungan kita dengan barang-barang keseharian kita, mengenang, atau bahkan menimbang lagi apa yang pernah kita tahu mengenainya. Desain objek pada pameran ini, yang adalah ringkasan dari kehidupan di Jepang saat ini, memberikan wawasan yang substansial mengenai budaya urban Jepang saat ini. Tema pameran ini adalah “Japanese Design Today”, tetapi pameran ini juga mencakup sepuluh contoh-contoh objek yang dirancang setengah abad sebelumnya, pada periode setelah Perang Dunia II. Beberapa kecenderungan desain pada periode tersebut terus berlanjut ke masa kini, sementara yang lain hanya menjadi nostalgia. Kontinuitas dan diskontinuitas historis ini merupakan elemen penting dalam melihat desain-desain saat ini. Budaya urban apa yang anda kenali dalam desain-desain kontemporer dalam pameran ini?

39


40 FAR FEBRUARI/MARET 2010


heat ’n’ beat ETHNICITY NOW

CITRA PARIWARA 2010

HELLOFEST 7

Festival Motion Picture Arts, HelloFest, telah menginjak usianya yang ke tujuh! Perhelatan akbar bagi para insan animasi, film pendek, dan desain Indonesia ke tahun ini diadakan di Gedung Balai Kartini, Jakarta, pada tanggal 4 Desember 2010. Ratusan kreator muda pun saling unjuk kebolehan dalam karya video-art yang secara teknik maupun konten terhitung memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan tahun lalu. Rangkaian acara HelloFest 7 dimulai secara resmi pada pukul 11.00 WIB, dengan dibukanya area Pasar HelloFest. Puluhan booth yang memamerkan beragam action figure, mainan, hingga benda-benda urban yang unik pun tampak bagai surga para pecinta animasi. Pada saat yang sama “KostuMasa Performance” juga digeRuang bagi etnisitas tampaknya menjadi semakin sem-

lar di panggung utama. KostuMasa merupakan salah satu ajang kreatifitas terbesar, dan ditunggu-tunggu para Cosplayer

pit dalam perkembangan dunia seni rupa saat ini. Hal

Indonesia. Puncak acara HelloFest ditandai dengan diputarnya karya 25 finalis yang ditayangkan di “big screen”. Antusias

itulah yang kemudian mendorong tujuh perupa untuk

para pengunjung pun tampak begitu tinggi, hingga panitia harus membatasi jumlah penonton di panggung utama. (RAS)

mengekspresikan kegelisahannya dalam sebuah pameran bertajuk “Ethnicity Now” yang diadakan di Galeri

Berbagai karya kreatif kembali dipamerkan di Citra Pariwara

FART

2010. Acara ini bertempat di Senayan City, dan dilangsung-

Nasional pada tanggal 3-12 Desember 2010. Tujuh pe-

kan dari tanggal 29 November sampai 4 Desember 2010.

rupa ini terdiri dari: I Wayan Bendi, I Made Djirna, Heri

Dengan mengambil tema @PEOPLE_MOVEMENT, page-

Dono, Nasirun, Samuel Indratma, Angki Purbandono,

laran Citra Pariwara 2010 kali ini bertujuan untuk memberi-

Indieguerillas, dan Yudi Sulistya. Dengan karya-karya yang

kan penghargaan bagi para insan periklanan yang dengan

brilian mereka berupaya menyangkal bahwa etnisitas

segenap kreatifitasnya telah membuat suatu produk iklan

bukanlah persoalan masa lalu. Etnisitas tetap memiliki sisi keunikan tersendiri dalam wacana global art. Sang

Fenomena Fixed gear bike (fixie) sudah ramai sejak awal

kurator, Jim Supangkat, berpendapat bahwa wacana

2009. Dan sekarang fixie tidak hanya seputar tentang

global art ini mungkin sebuah langkah pertama menuju

trick dan speed. Unsur art sudah mulai menjamur keda-

global art yang sebenarnya. Diskursus tersebut diyakini

lam kehidupan fixie. FART salah satu pameran seni yang

memiliki potensi untuk menghilangkan kecurigaan pada

menggabungkan culture fixie dengan art. Karya berupa

etnisitas, tradisi, dan persoalan agama dalam persepsi

video art, lukis, stensil, mural dan urban art lainnya men-

Barat yang sekarang masih dominan. Pameran ini pun

jadi menu utama dalam pameran ini. Seniman yang terlibat

bertujuan untuk kembali memunculkan wacana global

seperti Aprilia Apsari, Arie Dyanto, Arks, Darbotz, Gibranos,

art. Di mana wacana itu dapat membantu terglobalkannya

Guntur, Henry Foundation, Baybay, Hauritsa, Ika Vantiani,

persepsi dan pemikiran yang berkembang di luar Eropa dan

Jaue Maxx, Koma, Maze, Saleh Husein, dll

AS, demi memperkaya dimensi art in global sense. (RAS)

merupakan

pengguna fixie. Sehingga mereka dengan mudah mengonsepkan kolaborasi yang menarik antara seni dengan

IKPNI

hobi. Selain pameran, acara yang d selenggarakan pada 23-29 Desember 2010 di Cylco bike.co Kemang ini merupakan ajang berkumpulnya para pengguna fixie. (NAS)

yang terbilang manusiawi. Tema itu sendiri didasarkan atas perkembangan media jejaring sosial yang begitu masif. Di mana fenomena tersebut mengakibatkan masyarakat saat ini tidak hanya ingin menjadi sekedar obyek, tetapi juga subyek dari proses komunikasi. Adapun misi Citra Pariwara 2010 adalah meningkatkan wawasan praktisi periklanan, sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya insan periklanan Indonesia. Beberapa karya dalam pameran ini memang terbukti menggoda mata. Cara penyampaian pesan, penggunaan simbol, dan bentuk pengemasannya yang unik, setidaknya telah membuat para pengunjung menghabiskan waktu beberapa menit di setiap karya. Oleh karena itulah, penyelenggaraan pameran kali ini diharapkan juga mampu meningkatkan minat dan apresiasi masyarakat terhadap dunia periklanan Indonesia. (RAS)

FIB UI FESTIVAL BUDAYA Dengan tema “Merayakan Keberagaman dalam Kebersamaan” Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) mengadakan Festival Budaya 2010 pada tanggal 10-11 Desember 2010. Pagelaran seni dan budaya ini merupakan kegiatan tahunan yang diperuntukkan sebagai ajang adu kreatifitas Pada tanggal 19 desember 2010 yang lalu IKPNI (Ikatan Ke-

ke-15 jurusan yang ada di FIB UI. Tahun ini Festival

luarga Pahlawan Nasional Indonesia) mengadakan gather-

Budaya 2010 bertepatan dengan Dies Natalies FIB

ing untuk para keluarga pahlawan nasional. Pesan yang di-

UI yang ke-70. Beragam bentuk kesenian dari ber-

angkat dari acara ini adalah “Bangkitkan nilai kepahlawanan

bagai wilayah pun ditampilkan. Dimulai dengan

demi menjaga NKRI”. Rangkaian acara yang dikemaspun cu-

“Gelar Sastra Raya,” di mana setiap jurusan me-

kup menarik seperti Bazzar, live music, dan yang membuat

nampilkan karakter masing-masing melalui Stand

kami tertarik membahas ini adalah melukis 140 lebih wajah

Bazaar-nya; “Pentas Seni Pentas Budaya,” yang

para pahlawan nasional. Kegiatan melukis ini mendapat

mengharuskan setiap jurusan untuk menghad-

penghargaan dari MURI. Beberapa hasil karya laku terjual.

irkan sebuah pertunjukkan seni; dan dilanjutkan

Puluhan pelukis yang juga bagian dari keluarga para pahla-

dengan “Karnaval Budaya” dan “Panggung Musik.”

wan ini pun melukis di media canvas beukuran kurang lebih

Di hari kedua, 15 jurusan FIB UI pun saling beradu

180cm x 250cm dengan menggunakan cat acrilic. Dalam

kreatifitas melalui “Petang Kreatif,” yang kemudian

satu canvas para pelukis bisa membuat 8 sampai 10 wajah

ditutup dengan pengumuman pemenang Festi-

pahlawan nasional. Beberapa karya telah berhasil di lelang

val Budaya 2010. Kostum dari setiap jurusan yang

dengan harga yang pantas. Banyak cara untuk membang-

beraneka-ragam pun menjadikan FIB UI pada hari

kitkan nilai kepahlawan kita, salah satunya mengenang

itu tampak berwarna-warni. Dan, dengan diada-

jasa para pahlawan dengan membuat karya yang berte-

kan setiap setahun sekali, diharapkan, kerekatan

makan kepahlawanan. Apa kalian mau mencoba?(NAS)

hubungan antar jurusan dapat lebih erat. (RAS)

41


K

ali ini, Tim Redaksi FAR berkesempatan untuk mewawancarai sebuah band yang lahir dari pertemuan tak disengaja antara Eric (Vokal) dan Rustam (Gitar) pada sebuah konser Dream Theater di Singapura. Dengan passion yang sama, mereka pun berniat untuk memberikan sebuah sajian musik yang artistik sekaligus memiliki pesan yang mendalam. Apa yang ada di otak mereka? Dan bagaimana cerita di balik pembuatan debut album mereka bertajuk “Celebration of Birth”? Berikut petikan wawancaranya. Montecristo baru saja menelurkan album bertajuk “Celebration of Birth”, bagaimana cerita di balik pembuatan album tersebut? Eric: Waktu itu gua bilang bahwa kalau ingin membuat rekaman kita harus bikin yang cutting edge dan serious. Gua pingin involve di sini dengan satu platform bahwa kita membuat musik yang mengejar sisi artistik sampai semaksimal mungkin yang kita bisa. Lalu Fadhil bertindak sebagai produser dan arranger di banyak lagu Montecristo. Saya sendiri banyak menulis lirik di album ini. Fadhil: Dan, setelah take, kita ada pre-mixing dengan teman-teman deket dari beberapa komunitas di Indochine. Memang ini kita set sedemikian rupa agar bisa menjadi sesuatu. Jadi ibaratnya belum jadi aja, kita udah bikin moment. Terutama di temen-temen yang memang mempunyai kapasitas di musik, baik pemain maupun kritikus. Lalu kita berwacana lah di situ, dan banyak juga masukan juga dari temen-temen. Eric: Iya, dan waktu itu kita direkomendasi mixing engineer42 FAR FEBRUARI/MARET 2010

nya Yoki Suryoprayogo. Fadhil: Tapi sebenarnya waktu itu bukan kita yang minta. Tiba-tiba dia ke-chalenge: “Eh kasih dong ke gua, karena gua suka musiknya.” Yaudah siapa yang ngga mau. Fadhil: Hasilnya, In general, soundscape yang diusulkan Mas Yoki dengan mixing itu benarbenar memperkuat musikalitas kita, terutama dalam hal ini adalah clarities, dimensional, ambience. Itu semuanya dapet. Kata lainnya adalah gaya analog di Montecristo itu cocok. Jadi, kita mulai mengupayakan pendekatan gaya analog menggunakan alat digital. Jadi seolah-olah analog, padahal digital. Eric: Menurut saya pemilihan Mas Yoki itu tepat. Karena dia punya passion di musik ini. Kita challenge terus, dan dia maju terus. Kemudian fase mixing selesai lalu kita mastering. Saya ke Sidney untuk proses itu di studio 301. Dan, biasanya orang mastering itu 9 jam untuk 1 shift. Tapi Montecristo mastering 19 jam! Sampai kita 3 kali bolak-balik ke Sidney. Haha. Itu adalah idealisme yang sudah saya pikirkan dari awal. Karena orientasi kita adalah artistik dan how to deliver our message. Dalam proses pembuatan sebuah lagu, biasanya melalui brainstorming atau ada pengajuan konsep kasar dari salah satu personil? Eric: Mmm (Lagu-lagu) di Montecristo sendiri banyak tercipta di level individual. Seperti “Romance of Serendipity” itu lagunya Angga, kemudian kita bikin guide-nya. Fadhil: Ya, jadi dari Eric, Rustam, dan Angga yang punya ide-ide dasar, dibuat konstruksinya dulu.

Lirik itu sebenarnya datangnya belakangan. Tapi waktu itu, ada semacam kesepakatan, misal kalau liriknya ngomongin cinta berarti kita pakai aransemen A, atau kalau liriknya tentang sosial kita pakai aransemen B. Ternyata ngga jauh beda dengan apa yang kita siasatin. Setelah itu baru dibuat komposisinya. Eric: Ada yang mau saya tambahin sedikit. Pada saat proses membuat lagu, membuat aransemen, Saya pesen sama Fadhil bahwa kita ingin ada suatu pencapaian artistik yang tinggi. Tetapi, sebagai Eksekutif Produser, saya tidak ingin itu jatuh ke area eksperimental. Jadi buat saya, misi saya di Montecristo adalah deliver lirik. Dan, musik eksperimental adalah musik yang sulit dimengerti, sehingga daya terobosnya ngga besar. Padahal buat saya adalah message harus tetap deliver dengan baik dan tepat, dan bisa merubah pandangan-pandangan maupun sikap hidup seseorang. Selain itu, kita juga memikirkan bagaimana membuat not-not yang lebih melodius. Rumit dan indah. Dan itu sesuatu yang ngga mudah. Dalam proses rekaman kita sebenarnya sering bertengkar. Gua sama Fadhil terutama. Berantemnya itu lebih banyak di sisi pilihan. Apa pilihan yang lebih baik. Reason-nya kenapa? Tapi berantemnya sangat konstruktif. Jadi dalam rangka untuk mencapai tingkat artistik yang lebih baik. Jadi kalau saya flashback, dari diskusi sampe berantem dengan Fadhil, itu lebih banyak karena saya lebih mau save. Dalam arti bahwa not ini lebih save dari not itu. Atau placing vokal di sini lebih save daripada placing di situ. Tetapi setelah kita take, kemudian saya dengarkan

berkali-kali, puluhan kali di rumah, banyak pilihan-pilihan Fadhil yang bagus menurut saya. Lebih rumit, lebih progresif, lebih unusual, tetapi lebih artistik. Sebenarnya apa yang menjadi batasan sebuah lagu itu eksperimental atau terbilang lebih save? Fadhil: Kita tahunya eksperimental itu di kategorikan ke musik-musik “Avant-garde”. Di mana tujuannya adalah kontemporerisasi, step-ahead. Nah dari paket gabungan antara Avant-garde dan kontemporer itu dinamakan eksperimen, uji coba. Sebenarnya di Montecristo ada musik-musik yang tergolong uji coba. Tapi bukan (secara) musically, creatively aja. Jadi eksperimentasinya itu lebih kepada insertion, bukan whole. Misalnya gini, musik-musik umum itu 4/4, paling parah adalah 6 /8 atau ¾. Tapi kalau the whole song itu 7/8 ditambah dengan bunyi-bunyian yang “shock”, itu kesannya jadi eksperimen. Jadi belum tentu bisa dinikmati layaknya hiburan musik, dan belum tentu lebih mendapatkan apresiasi. Montecristo belum ke sana, atau malah kemungkinannya ngga akan ke sana. Jadi kita mau Montecristo itu music of entertaining, instead of appreciation. Eric: Hal ini penting karena kita ingin didengar. Music and lyrics are equally important. Apa sebenarnya yang menjadi concern dalam setiap lagu Montecristo? Eric: Mostly saya pikir, scope concern-nya itu tentang humanity. Tentu di dalamnya ada tentang kesadaran politik seseorang, bagaimana pandangan filosofi


heat n beat

seseorang. Itu (humanity) bisa berkembang ke banyak penjuru. Misalnya, di “Celebration of birth” saya menulis tentang bagaimana pesan seorang ayah pada anaknya yang baru lahir beberapa bulan, bahwa perang itu sangat buruk. Perang itu hal paling buruk yang bisa kamu bayangkan. Message lainnya adalah art, science, and emotional. Ini semua equally important dalam hidup. Jangan hanya menguasai science saja, tapi art dan wisdom juga penting. Lagu yang dahsyat, menurut saya, adalah lagu yang dapat mengubah hidup seseorang. Saya mendengar puisinya Rendra, “Kesaksian”. Setelah mendengar puisi tersebut, saya pikir saya harus menjadi saksi atas peristiwa yang saya ketahui. Bahwa itu mungkin membuat ketidaksenangan kepada beberapa pihak, ya itu memang tidak bisa dihindari. Tapi saya harus menjadi saksi dari apa yang saya tau. Di “Ancestral Land” saya menulis tentang kesaksian seorang perempuan Indonesia yang pulang ke China. Di mana dia mengalami siksaan di sana selama bertahun-tahun. Fadhil: Ini semua merupakan gejolak. Suatu proses yang bergerak dari niatan-niatan. Makanya kalau Montecristo ingin lebih dibesarkan, ya ini sebuah gerakan. Jadi di situ ada gerakan artistik, science, dan wisdom. Sehingga in a whole itu menjadi gerakan kebudayaan. Kita ingin menunjukan bahwa ini cultural movement. Tinggal kita menilai berhasilkah hal ini mempengaruhi orang-orang, yang mendengar atau menikmati? Karena yang mendengar atau menikmati kan punya sense, apakah dia setuju atau tidak? Ya itulah namanya pergerakan. Jadi dinamis. Ada kesulitan untuk mencampurkan unsur-unsur yang beragam itu? Angga: Awal kita start bikin lagu, saya memang banyak struggling. Saya ingin mengeluarkan dominasi modern, sementara line dari yang lainnya itu ke arah classic rock. Akhirnya saya berusaha menyeimbangkannya dengan tidak terlalu nge-push style musik sendiri. Dan, saya berusaha untuk lebih singing. Ya

itu sih seninya mengkolaborasikan berbagai genre. Sebenarnya dari kecil saya lebih banyak dibentuk oleh Metallica! Haha. Lalu semakin ke sini, influence mulai dari Hard Rock seperti Mr.Big, lalu yang lebih modern lagi Lamb of God. Itukan sebenarnya bernuansa high-gain guitar. Nah dari situ saya berusaha untuk “ngga segitunya”, tapi tergantung mood dari lagu tersebut. Eric: Ada beberapa part yang saya suka dari gitar Angga. Dan, juga pianonya Fadhil. Misalnya di lagu “Romance of Serendipity”. Itu ada part yang menggambarkan situasi yang chaos, dan emosional. Secara musikal (part) itu digambarkan dengan baik. Kemudian di lagu “Crash” yang menggambarkan kejatuhan pasar saham di seluruh dunia. Di lagu itu juga ada beberapa part antara Fadhil dan Angga yang bagus sekali. Rumit, tapi dapat menggambarkan apa yang ingin digambarkan dalam lirik. Kalau kita lihat sekarang, masyarakat kita tampaknya kurang begitu tertarik dengan sesuatu yang bersifat artistik. Bahkan, bisa dibilang, mereka sudah begitu terpengaruh dengan produk-produk industri musik yang selalu mengejar aspek komersil. Bagaimana Montecristo memposisikan hal ini? Eric: Bukan hanya masyarakat kita, tapi seluruh dunia juga terpengaruh oleh arus globalisasi. Di Indonesia diperparah oleh tidak adanya musisi yang mengawal selera. Kebanyakan musisi itu mengikuti selera, sehingga tidak ada terobosan, demi mencari jalan baru agar lebih artistik. Itu membuat selera (masyarakat) kita bertambah parah. Saya beri contoh, di Eropa, AS dan negaranegara yang civilization-nya bagus, ada gedung-gedung opera. Dan, beberapa kali diadakan pertunjukkan gratis untuk rakyat di sana. Sehingga selera rakyat itu dibentuk, ada intervensi di sana, tidak membiarkan selera rakyat ikut arus laut saya. Musisinya juga begitu, membuat sesuatu yang avant-garde yang memang bukan untuk tujuan komersial. Nah, faktor-faktor itulah yang akhirnya menghasilkan persepsi artistik

masyarakat. Kalau faktor-faktor itu tidak ada, selera masyarakat akan didirect oleh industri. Mereka yang menentukan selera masyarakat. Dan, itu sama sekali ngga sehat. Karena industri itu di belakangnya pedagang semua. Pedagang itu hanya tau “Buy low, sell high”. Mereka tidak peduli selera masyarakat. Jadi harus ada intervensi, baik melalui musisi maupun pemerintah sehingga directions yang dibuat oleh industri tidak melulu satu arah. Nah, Montecristo memposisikan diri salah satunya untuk (tujuan) itu. Kita tidak seragam, kita membuat ini dengan sangat serius, sehingga ada alternatif untuk masyarakat. Adakah hambatan untuk mencapai tujuan dari Montecristo tersebut? Eric: Hambatan utama adalah dana. Karena sekali kita tidak komersial, artinya kemungkinan kita tidak akan dapat penghasilan dari situ. Tetapi semua pilihan itu

kan ada resikonya. Saya sebagai eksekutif produser di album ini, bilang ke tementemen bahwa mereka bebas untuk memakai studio shift. Berapa pun juga. Yang saya inginkan adalah pencapaian artistik. Asal itu bisa dipertanggung-jawabkan untuk ke arah yang lebih bagus, no problem! Kita beruntung bahwa saya sudah menyiapkan dana untuk itu. Dan, kita loose dan tidak strict bahwa gitar hanya punya lima shift satu lagu. Silakan aja, asal ada poin artistiknya dan bisa dipertanggung-jawabkan. Fadhil: Ya, ibaratnya menderita dalam kenikmatan. Haha. Yaa itu semua menyangkut segi human sense. Seperti misalnya, kita tau band itu output-nya adalah album dan konser. Tapi gimana manusiamanusia yang ada di band itu. Makanya kita mengusahakan untuk bisa ngumpul tapi bukan untuk musik. Ngopi, nonton

bareng. Supaya lebih dapet lagi (chemistry-nya). Eric: Di luar itu, selain aspek musikal, rancangan album Montecristo itu didesain secara sangat serius dan detail. Yang merancang namanya Nicholas Kosasih, dia adalah seorang Art Director. Album ini secara desain grafis menang hadiah pertama di Pinasthika. Pinasthika itu lomba desain iklan di Jogja se-Asia. Dan, kita dapat Gold Price. Proses pembuatan desain cover pun sama rumitnya dengan musik. Kita revisi puluhan kali. Ada sedikit aja yang kurang, direvisi lagi. Kita sering teliti sama-sama. Dan hal itu, menurut saya, adalah cara untuk menghormati calon pembeli CD Montecristo. “We have to give them the best!” Tapi saya mau menggaris-bawahi satu hal. Bahwa perjuangan Montecristo seperti ini tidak akan banyak berguna dan merubah keadaan, jika tidak dibarengi dengan yang lain. Jadi kita harap Montecristo itu cuma trigger saja. Orang lain kalau bisa melakukan hal yang lebih bagus lagi dari Montecristo. Dan potensinya ada, bukan tidak ada. Cuma itu kan pilihan sikap dan orientasi kualitas. Itu yang kita harapkan. Kalau ada yang lebih baik, kita akan belajar dari mereka untuk bikin yang lebih baik lagi. Itu yang menyehatkan selera musik masyarakat kita. Fadhil: Nah baru itu disebut kompetisi. Dalam hal kreatifitas. Jadi bukan kompetisi dalam arti produk: “CD A lebih laku daripada CD B”. Bukan gitu. Karena sangat tidak mungkin, suatu karya seni itu tidak di-publish atau tidak disampaikan ke orang lain. Itu tidak ada tanggung jawabnya. Karena seniman itu kan bertanggung jawab atas karya seninya. Kedua bertanggung jawab kepada siapa yang menilai karya itu. Itu udah hukum alam. Eric: Sebenarnya karya seni adalah anak kandung dari si seniman, yang merepresentasikan siapa dia. Jadi dari kesadaran seperti itu harusnya, musisi dalam memproduksi sesuatu harus sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Karena ini anak kandung dia. Dan itu tidak bisa ditarik kembali. Haha. (RAS) FOTO : DOK MONTECRISTO

43


Photography DITYA METHARANI Stylist DITYA METHARANI Make up and Hair ARIYA GUNAWAN Model ADIS PUTRA

MOCEAN STROEDMAN MARGIE DEVITA DELA DARTYAN

44 FAR FEBRUARI/MARET 2010


45


46 FAR FEBRUARI/MARET 2010


47


48 FAR FEBRUARI/MARET 2010


49


50 FAR FEBRUARI/MARET 2010


51


52 FAR FEBRUARI/MARET 2010


53


54 FAR FEBRUARI/MARET 2010


55


Photography ABDUL HAKIM Stylist ANASTASIA RENI Make up and Hair FERRY Model PUTRI REINE WIJAYANI

TRI UTAMI

56 FAR FEBRUARI/MARET 2010


57


58 FAR FEBRUARI/MARET 2010


59


60 FAR FEBRUARI/MARET 2010


61


62 FAR FEBRUARI/MARET 2010


street shout

DECOMPRESSION

R

#10

u a n g Rupa sebuah organisasi seni rupa kontemporer di Jakarta telah genap berusia 10 tahun. Serangkaian acara meliputi: pameran, pemutaran film, festival musik, peluncuran video dan film, dan berbagai bentuk karya seni lainnya hadir untuk mengisi kemeriahan ulang tahun RURU. Pembukaan acara yang berlangsung pada 28 Desember 2010 silam yang bertempat di Galeri Nasional ini mendapat animo yang sangat besar dari berbagai kalangan dan profesi. Pada pembukaan ini menampilkan performance art dari Tisna Sanjaya, Prilla Tania, Reza Afisina, Tintin Wulia, Mimi Fadmi & W. Christiawan, dan PM Toh with TV Eng Ong Program. Acara yang digelar selama satu bulan lamanya ini tidak hanya berisi karya yang menarik, tapi para pengunjung yang membeludak pada pembukaan juga hadir dengan penampilan yang tidak kalah nyentrik. Hujan yang turun pada malam acara tidak menghentikan mereka untuk tetap fashionable. Kebanyakan pengunjung yang datang malam itu berpenampilan casual, simple, eye catching. Serangkaian acara ulang tahun RURU berlangsung diberbagai tempat hingga 27 Januari 2011 yang lalu. (BW) Foto. DOK FAR MAGAZINE

63


64 FAR FEBRUARI/MARET 2010


65


66 FAR FEBRUARI/MARET 2010


67


68 FAR FEBRUARI/MARET 2010


69


social brew

Seiring berjalannya waktu pers di Indonesia telah mengalami banyak perkembangan, pers tak lagi terkukung oleh peraturan yang mengerdilkan kehadiran pers. Kebebasan penuh tanpa adanya tekanan dari pemerintah harusnya bisa menjadi langkah positif untuk dunia pers Indonesia. Tapi bagaimana peran pers saat ini dengan kebebasan tersebut apakah justru menjadi kebablasan?

S

eiring berjalannya waktu pers di Indonesia telah mengalami banyak perkembangan. Pers tak lagi terkungkung oleh peraturan yang mengerdilkan kehadirannya. Kebebasan penuh tanpa adanya tekanan dari pemerintah seharusnya bisa menjadi langkah positif untuk dunia pers Indonesia. Tapi bagaimana peran pers saat ini dengan adanya kebebasan tersebut? Pada pembahasan kali ini FAR menghadirkan dua narasumber di mana mereka adalah para praktisi pers Indonesia yang cukup berpengalaman. SEJARAH PERS. Indonesia telah berkembang dengan diikuti berbagai aspek di dalamnya, termasuk juga dunia pers. Tapi untuk sampai di titik ini tidak terjadi secara instan, telah melewati berbagai kendala dan era. Kemerdekaan Republik Indonesia memberi dampak bagi perkembangan dunia pers. Di masa itu Radio Republik Indonesia digunakan sebagai salah satu media untuk berkomunikasi oleh pemerintah Indonesia. Perkembangan pers selanjutnya terjadi di tahun 1962 dengan adanya media audio visual Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang saat itu hadir dengan teknologi layar hitam putih. Gejolak dunia pers terus berlanjut. Di masa orde baru pers mengalami pengekangan. Isi yang ada dalam setiap media tidak boleh mencolek dan mengkritik sistem dan kinerja Presiden dan pemerintahan saat itu. Kesulitan 70 FAR FEBRUARI/MARET 2010

lain juga terjadi di mana media yang bermunculan masih sangat sedikit tidak seperti saat ini, hal ini dikarenakan kesulitan untuk mendirikan sebuah media baru. Ini terjadi sekitar tahun 1980-an, di mana Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 TAHUN 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Bila sebuah penerbitan pers tidak memiliki SIUPP maka izin penerbitannya akan sangat mudah dicabut oleh Departemen Penerangan. Saat itu kontrol media dipegang oleh Departemen Penerangan dan juga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pada zaman pemerintahan Soeharto, banyak terjadinya pembredelan media massa, dengan adanya sensor yang sangat kuat maka media yang secara terang-terangan melawan pemerintah akan dicabut SIUPPnya dan ditutup. Pada masa itu semuanya terlihat baik-baik saja seakan tertutup rapi. Tapi masa itu berhenti saat Soeharto lengser. Era Reformasi yang terjadi di tahun 1998 ternyata merubah banyak hal, yang berdampak pula pada kebebasan pers. Pada masa berganti jabatan saat Indonesia dipimpin oleh Presiden B.J Habibie, pers memiliki kebebasan yang tak terbendung bukan hanya bebas tapi juga merdeka tidak ada lagi kekangan dan tekanan. Peraturan SIUPP pun diganti dengan hadirnya UU Pokok Pers No.40/1999 Pasal 9 ayat (1) yang isinya adalah “ setiap warga Negara Indonesia dan Negara berhak mendirikan

perusahaan pers. Dalam ayat sebelumnya, Pasal 1 ayat (1) pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. PERAN PERS . Indonesia sebagai negara demokratis memang seharusnya memberikan kebebasan pada setiap warganya untuk mendapatkan haknya dalam memperoleh informasi. Seperti yang ada dalam Undang-Undang Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, lalu di ayat (2) dijelaskan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Di ayat (3) menyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat (4) menyatakan bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. Kran kebebasan pers telah dibuka, lalu apakah ini akan berdampak positif atau justru negatif untuk masyarakat? Bisa

dibilang pengekangan pers pada era orde baru berdampak pada mandeknya dunia pers Indonesia, sehingga banyak hal mengenai informasi yang bisa mendidik masyarakat melalui pers tidak bisa disampaikan secara sepenuhnya. Bingkai yang dibuat hanya mengikuti kepentingan suatu golongan dan pribadi dan bukan lagi untuk kepentingan masyarakat. Padahal bila melihat hakekatnya, pers situ merupakan sebuah wadah yang disediakan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya akan suatu informasi yang mencerdaskan dan tidak berisi sebuah kebohongan. Namun kebebasan yang telah dimiliki oleh pers saat ini nyatanya masih saja belum bisa sepenuhnya dimanfaatkan secara baik, menjamurnya media yang bermunculan dan berkembang saat ini.Tapi peningkatan jumlah media dinilai cenderung tanpa peningkatan kualitas dari segi isinya. Sebagian media seolaholah hanya hadir untuk merauk keuntungan semata. Bila melihat fungsi utama dari pers sendiri terdiri dari lima buah fungsi utama diantaranya yaitu: Informasi dimana pers berfungsi menyebarkan informasi secepatcepatnya dan seluas-luasnya. Tidak hanya sekedar cepat tapi informasi yang disebarkan juga harus aktual, akurat, faktual, jujur, berimbang dan bermanfaat. Kemudian fungsi pers sebagai edukasi di mana pers jelas saja harus mampu memberikan edukasi kepada masyarakat. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata tapi lebih


dari itu juga bertanggungjawab atas informasi yang disebarkan. Selanjutnya adalah fungsi koreksi, di mana pers berperan sebagai pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif, Pers bergerak sebagai kontrol sosial yang mampu mengkritik dan tidak berpihak pada semua kepentingan kelompok ataupun organisasi yang ada. Fungsi yang keempat adalah menghibur di mana pers mampu memerankan dirinya sebagai wadah yang memberikan hiburan bagi masyarakat, tidak hanya menyenangkan tapi juga tidak boleh yang menyesatkan. Fungsi yang terakhir adalah mediasi, untuk fungsi yang satu ini pers merupakan sebuah penghubung. Dengan adanya fungsi ini masyarakat bisa mengetahui berbagai peristiwa lokal, nasional

seseorang, berisi kebohongan dan hasutan, pers seperti ini yang akan ditinggalkan dan tidak bertahan lama. Dan media yang baik adalah media yang mementingkan kesejahteraan wartawannya. “Kalau mau jadi kaya jangan jadi wartawan�, kalimat ini sangat sering kita dengar. Meskipun wartawan memiliki kontribusi yang cukup besar untuk mencerdaskan bangsa, namun pada kenyataannya kesejahteraan wartawan kurang diperhatikan. Kedua narasumber pun memiliki pendapat yang sama bila berbicara soal kesejahteran itu kembali kepada orangnya masing-masing. Dan kembali lagi setiap wartawan menjadikan profesi ini sebagai mata pencaharian, mencari kekayaan atau mencari kepuasaan dari kualitas tulisan yang mereka

justru tantangannya lebih berat, dengan adanya kebebasan pers, maka wartawan melawan kepentingan dirinya sendiri yaitu kepentingan ekonomi. Kebebasan pers saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal yang positif bukan untuk disalahgunakan. Indiwan mengakui bahwa keterbatasan teknologi menjadi kendala, di era 90-an ia masih menggunakan pager untuk berkomunikasi dengan sesama rekan pers, kemudian belum ada alat perekam digital seperti saat ini, sementara dulu masih menggunakan recorder yang menggunakan kaset. Menurutnya perkembangan teknologi seharusnya mempermudah cara kerja wartawan dan semakin mendorong perkembangan dunia pers Indonesia. Sedangkan untuk

pers yang turut ia rasakan saat ini. Menurutnya dunia pers Indonesia memang mengalami perubahan besar setelah era reformasi 19981999 dimana perubahan politik yang juga membawa dampak pada kebebasan pers, kini bisa menulis apa saja kemudian membebaskan untuk mendirikan media. Pada era reformasi dominasi dari pihak manapun sudah tidak ada. Dengan adanya kebebasan pers masyarakat jadi terbiasa dengan kritik dan mengkritik. Bukan sesuatu yang tabu lagi dalam membahas mengenai kebobrokan pemerintah dan mengupas mengenai kinerja presiden ini secara otomatis menjadi pendidikan mengenai politik untuk masyarakat. Kini jumlah surat kabar bertambah sangat pesat, stasiun televisi juga banyak bermunculan

hingga internasional secara cepat tanpa harus berada di tempat terjadinya peristiwa tersebut. Dengan berpegang pada kelima fungsi di atas seharusnya pers bisa berperan sesuai dengan koridor yang ada, penyimpangan akan terminimalisasi terlebih dengan adanya etika jurnalistik yang sudah seharusnya ditaati oleh setiap media dan para pelaku di media itu sendiri.

hasilkan. Dengan adanya kesejahteraan wartawan akan meminimalisasi penyimpangan pada dunia pers, tidak ada lagi istilah wartawan amplop, wartawan harus dihargai dan tetap kesejahteraannya memang harus diperhatikan. Dan inti dari profesi wartawan bukan hanya sekedar mencari uang tapi ini merupakan sarana perjuangan yang berkiblat pada kebenaran.

segi isi dari banyaknya media yang bermunculan saat ini, ia melihat bahwa ada kecenderungan pergeseran jenis berita yang dipilih masyarakat saat ini. Masyarakat mulai bosan dengan berita mengenai kekerasan, politik, dan kebobrokan pemerintah. Kini masyarakat telah berganti ke berita yang berisi sesuatu yang kreatif dan menyenangkan untuk diketahui.

PERS YANG IDEAL. Pers yang ideal adalah yang mampu berperan sesuai fungsi pers yang ada. Dimana pers bisa menyatukan, menyuarakan kebenaran dan mencerdaskan bangsa. Pers termasuk pilar ke-4 yang menajdi sosial kontrol terhadap lembaga pemerintahan. Pers yang akan tetap bertahan adalah yang dapat mengkritik kesewenangan dan dapat memberikan pilihan lain untuk menambah pengetahuan masyarakat. Sebaliknya pers yang hanya berisi kepentingan kelompok, untuk pencitraan

KATA MEREKA. Indiwan Seto Wahju Wibowo (Editor Senior ANTARA) Setelah menamatkan pendidikannya di Universitas Gajah Mada pada tahun 1992, ia langsung melancong ke Jakarta dan bekerja di Kantor Berita ANTARA sebagai wartawan. Baginya menjadi wartawan pada era 90-an tidak sesulit saat ini, karena kala itu tantangan yang datang hanyalah bagaimana wartawan mampu melawan hambatan yang datangnya dari pemerintah. Wartawan saat ini

WendI Putranto (Editor Rolling Stone) Hobinya terhadap dunia musik membawanya kepada pekerjaan saat ini. Bekerja di dunia pers terhitung sejak tahun 2000 silam. Ia pernah menjadi wartawan di berbagai media cetak dan telah menulis banyak hal mengenai musik hingga politik. Tapi pada akhirnya pada tahun 2005 ia memutuskan untuk fokus sebagai wartawan musik di majalah Rolling Stone. Sebagai wartawan muda, ia juga memberikan pendapatnya mengenai perkembangan dunia

terlebih dengan adanya internet yang memudahkan penyebaran informasi sehingga arus informasi sudah sulit untuk dibendung. Wendi juga menanggapi mengenai perkembangan teknologi yang mempermudah penyebaran informasi saat ini, dengan era teknologi informasi internet suatu saat bisa menjadi media baru yang memimpin. Dengan perkembangan gadget, maka nasib media cetak akan mengalami penurunan secara kuantitas. Bisa jadi sepuluh tahun ke depan koran menjadi sesuatu hal yang langka. Namun dengan bermunculannya pers juga harus diimbangi dengan kualitas yang baik, menurutnya dengan pelatihan (workshop) bisa meningkatkan kualitas setiap wartawan dengan ini hasil tulisannya pun akan berkualitas. (BW) Sumber : - www.wikipedia.com - Buku Jurnalistik Indonesia, Drs. AS Haris Sumadiria M.Si.

71


T

anpa kita sadari, musik di era modern ini telah menjadi suatu kebutuhan. Tiada hari yang terlewatkan tanpa mendengarkan musik. Sejak kita masih di dalam buaian, kita sudah “dicekoki” dengan nada-nada. Ibu kita kerap menyenandungkan lagu “nina bobo” untuk mengiringi kita tidur, lagu “sebelum kita makan dik, cuci tangan dahulu” waktu menyuapi kita, lagu “panjang umurnya serta mulia” waktu kita berulang tahun, lagu “aku anak sehat” waktu membawa kita ke posyandu, dan lain sebagainya. Beranjak besar, berbagai jenis musik yang diputar di rumah mau tidak mau akan masuk juga ke telinga kita. Dari mulai lagu pop anak-anak di televisi, lagu-lagu remaja dari kamar kakak, lagulagu rock dari kamar Oom dan Tante, lagu pop nostalgia dari tape compo milik ayah hingga lagu-lagu lawas dari zaman antah berantah yang diputar oleh kakek dan nenek. Dan bahkan yang lebih ekstrim, bahwa musik bagi segelintir orang telah dianggap sebagai nafasnya, seolah-olah mereka tidak bisa hidup tanpa musik. Dari mulai bangun tidur, di perjalanan menuju tempat kerja, di ruang kantor, saat istirahat makan siang, dalam perjalanan pulang ke rumah hingga mau tidur lagi, musik selalu mengiringi aktivitas mereka sehari-hari. Berangkat dari kebutuhan itu, maka kalangan industri mulai melirik musik sebagai sebuah komoditi, dalam artian musik adalah sesuatu yang bisa diproduksi secara massal untuk kemudian diperjual-belikan kepada masyarakat. Meskipun bukan kebutuhan primer

72 FAR FEBRUARI/MARET 2010

sebagaimana layaknya sandang, pangan dan papan, namun bukan tidak mungkin bahwa pada suatu saat nanti musik bisa menjadi kebutuhan yang sejajar dengan tiga hal tersebut. Musik sebagai komoditi telah menggoda pasar untuk menjadikannya sebagai bisnis yang mampu membuka banyak lapangan kerja. Banyak orang yang menggantungkan nasib periuk nasinya pada bidang yang berkaitan dengan musik baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti misalnya industri rekaman, industri pembuatan alat musik, rental sound system dan panggung, event organizer acara musik, industri desain dan percetakan sampul album musik, hingga industri fashion yang berkaitan dengan aliran musik tertentu dan bisnis musik pada teknologi telepon seluler seperti nada sambung pribadi dan lain sebagainya. Atau bisa kita simpulkan bahwa bisnis musik adalah bisnis yang padat karya karena banyak menyerap tenaga kerja. Sedemikian besar pesona yang dipancarkan oleh bisnis musik ini, maka tak heran jika banyak pihak juga ingin ikut bermain dan menikmati manisnya keuntungan yang bisa dihasilkan dari bisnis ini. Dan adakalanya bisnis bidang sampingan di luar penciptaan karya musik itu justru lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan menciptakan karya musik itu sendiri. Apalagi seperti yang samasama kita ketahui bahwa para pemain di bisnis ini merupakan orang-orang bermodal kuat, dan hal ini mau tidak mau membuat posisi para seniman musik menjadi

lemah. Kurangnya pengetahuan hukum para insan musik akan butir-butir pada surat kontrak, tak ayal juga ikut melemahkan posisi tawar mereka. Ibarat petani, justru yang lebih banyak menikmati hasilnya adalah para tengkulak, dan bukan mereka sebagai orang yang sudah bersusah payah menanam. Ditambah lagi dengan maraknya aksi pembajakan terhadap hasil karya mereka, apalagi di era digital seperti sekarang ini, maka posisi para pemusikpun kian tersudutkan. Berangkat dari keprihatinan tersebut, maka Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik

Rekaman Indonesia (PAPPRI) melayangkan usulan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk untuk mencanangkan Hari Musik Nasional. Usulan itu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang kemudian tanggal 9 Maret setiap tahunnya ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia pada saat itu yaitu Megawati Soekarnoputri sebagai Hari Musik Nasional, sebagai sebuah bentuk apresiasi terhadap para insan yang mengabdikan hidupnya untuk dunia musik, sebagaimana yang dilakukan oleh Wage Rudolf Supratman, sang komponis pejuang yang menciptakan lagu kebangsaan kita Indonesia Raya,

yang hingga akhir hayatnya belum sempat menyaksikan kemerdekaan bangsanya karena beliau keburu wafat pada tahun 1938. Tanggal 9 Maret memang sengaja dipilih karena merupakan tanggal kelahiran sang komponis pejuang tersebut sebagai bentuk penghargaan terhadap karya dan perjuangan beliau dalam mengabdikan segenap hidupnya untuk musik dan tanah air tercinta yang patut diteladani oleh para generasi penerus. Selain itu musik juga dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan rasa persatuan dan kebangsaan bagi masyarakat Indonesia, seperti yang dikatakan oleh ketua DPR pada

waktu itu yaitu Akbar Tandjung. Namun setelah 8 tahun dicanangkan, sudahkah Hari Musik Nasional itu memberi arti bagi perkembangan musik di tanah air? Sudahkah pembajakan lagu itu berhasil diberantas atau setidaknya diminimalisir? Sudahkah para pemusik mengalami peningkatan kesejahteraan? Apakah Hari Musik Nasional itu hanya sebatas simbol atau slogan, seperti yang kerap kita jumpai di republik tercinta ini? Adakah langkah konkret yang dilakukan oleh pemerintah secara serius untuk mengatasi semua persoalan itu?


social brew

MUSIK SEBAGAI KEKAYAAN BUDAYA Sebagaimana cabang seni yang lain, musik juga pada hakikatnya adalah sebuah ekspresi, sebuah bahasa ungkap yang menyuarakan kegelisahan, protes, pernyataan, ketakutan dan kekhawatiran, harapan, perasaan dan lain sebagainya. Musik adalah bahasa jiwa, yang mampu menembus jauh batas-batas geografis dan ideologis. Musik juga berkaitan dengan identitas suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Dengan mendengarkan musiknya, kita bisa mengetahui dari mana ia berasal. Musik Afrika, tentu saja akan berbeda dengan musik tradisional Sunda. Tapi juga bukan berarti bahwa satu jenis musik tertentu akan lebih baik dari pada jenis musik lainnya. Dan juga bukan berarti bahwa musik Dayak haram untuk dimainkan di Aceh, misalnya. Setiap jenis musik memiliki karakteristik dan kekhasan masing-masing. Dalam wacana budaya, musik adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai. Dan sebagaimana layaknya sebuah bentuk kekayaan, seperti misalnya intan berlian, maka ia haruslah disimpan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat dinikmati dan dikagumi keindahannya pada saat-saat tertentu. Ia haruslah dirawat dan dijaga semaksimal mungkin, agar tidak dapat dicuri oleh pihak lain. Diperlukan sebuah sistem penyimpanan yang modern, sistematis dan komprehensif untuk merawat dan menjaga kekayaan budaya ini. Dalam hal ini tentu saja yaitu arsip musik nasional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan

oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, kata “arsip” berarti dokumen tertulis (surat, akta, dsb), lisan (pidato, ceramah, dsb), atau bergambar (foto, film, dsb) dr waktu yg lampau, disimpan dl media tulis (kertas), elektronik (pita kaset, pita video, disket komputer, dsb), biasanya dikeluarkan oleh instansi resmi, disimpan dan dipelihara di tempat khusus untuk referensi. Dan berbicara musik nasional, maka yang dimaksud adalah bukan hanya musik industri saja, tetapi juga termasuk di dalamnya adalah musik tradisi. ARSIP ADALAH SEJARAH Memang banyak hal yang harus dibenahi menyangkut musik nasional. Belajar dari pengalaman tempo hari, berapa banyak kekayaan budaya kita yang “dicuri” oleh pihak lain. Mengapa bisa terjadi demikian? Bukan hanya karena pihak lain itu memang bermental “pencuri”, tapi juga karena kita sebagai pemilik cenderung abai dalam menjaga kekayaan tersebut. Sejak dulu, bangsa kita tidak dibudayakan untuk mengarsipkan sesuatu, dan kalaupun ada, sistemnya juga berantakan. Harus kita ingat bahwa arsip adalah bukti sejarah. Kalau mau jujur, harus kita akui bahwa bangsa kita memang bangsa yang kurang menghargai sejarah. Rupanya kita sudah mulai lupa, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Di masa yang akan datang, jangan sampai kita sebagai bangsa harus mendengar lagi beritaberita yang mengatakan tentang klaim pihak lain atas kekayaan budaya kita, termasuk juga musik

nasional kita. Hal itu bisa kita antisipasi dengan cara membuat database, menginventarisir dan mengarsipkan musik nasional tersebut dan mendaftarkannya secepat mungkin ke badan khusus yang mengurusi soal hak cipta yang kredibilitasnya juga bertaraf internasional.

juga mencatat sejarah tentang lagu-lagu tersebut, misalnya tentang cerita di balik terciptanya lagu “Di Ambang Sore” milik Said Effendy. Atau cerita tentang lagu “Kau Pergi Tanpa Pesan” milik Ellya M. Haris yang belakangan orangorang lebih mengenalnya sebagai Ellya Khadam.

Atau dalam skala yang lebih kecil, kita bisa mulai mendata dan menginventarisir karya musik nasional yang pernah diproduksi di tanah air, misalnya katakanlah pasca kemerdekaan. Pemerintah belum membuat badan khusus yang mengurusi soal arsip musik nasional. Mungkin Pemerintah masih sibuk berkutat dengan issue-issue seputar hal-hal yang tengah ramai diberitakan akhir-akhir ini, sehingga belum merasa perlu untuk membuat sebuah badan arsip musik nasional. Pengarsipan musik baru dilakukan pada level individu, misalnya oleh orang-orang baik secara pribadi maupun dalam kelompok kecil pecinta musik tertentu. Saya pernah bertemu dengan sekelompok orang yang menggemari kelompok musik Koes Bersaudara dan Koes Plus yang tergabung dalam sebuah kelompok pendengar di sebuah radio swasta di Jakarta. Dan tidak disangka, bahwa mereka masih menyimpan piringan hitam asli dari debut album Koes Bersaudara yang diproduksi sekitar tahun 1962. Saya juga pernah bertemu dengan seseorang yang mengkoleksi karya musik Indonesia, baik yang masih berwujud piringan hitam maupun pita kaset, baik musik Indonesia modern maupun musik tradisi (karawitan) yang diproduksi sejak akhir dekade 1950-an. Dan beliau

Sejarah juga mencatat bahwa di masa lalu ketika iklim politik sedang cenderung pada blok tertentu, seni budaya termasuk juga musik harus mengikuti pakem-pakem tertentu dengan jargon “pembangunan karakter bangsa” dalam kerangka revolusi. Segala hal termasuk musik yang dianggap berbau neo-imperialisme harus segera diberangus karena dianggap kontra revolusi. Hari Musik Nasional yang akan segera kita peringati ini seyogianya akan lebih mengingatkan kita pada kekayaan musik tradisi yang luar biasa ini dan kemudian tergerak untuk memelihara dan mengembangkannya. Sebab, jika tidak dipelihara dan dikembangkan dengan baik, bukan hanya Sipadan dan Ligitan atau Ambalat saja yang bisa lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi, tetapi kita juga bisa kehilangan kekayaan musik tradisi bangsa yang tak ternilai harganya ini. Hari Musik Nasional juga semoga menjadi prasasti abadi tentang independensi seniman dalam berekspresi. Dan jangan sampai dengan adanya Hari Musik Nasional justru membuat musik dan insan musik di tanah air mudah diintervensi atau dipolitisasi oleh pemilik kekuasaan, sebagaimana yang pernah terjadi di masa lalu. (PH)

73


in my closet

ukan penyanyi “karbitan”, bintang yang satu ini memang membuktikannya. Ia tidak hanya hadir dengan mengandalkan wajah tampannya, tapi dengan talenta yang besar ia tak ragu untuk melangkahkan kaki di dunia seni Indonesia. Mario Ginanjar atau yang dikenal dengan Mario Kahitna, pria ini menjadi sosok idola baru yang kian hari keluar denga banyak kejutan yang tidak terduga. Dibesarkan dalam keluarga yang mencintai musik, jelas cukup banyak menarik dirinya untuk turut mencintai musik. Sejak kecil ia mengaku musik adalah suara yang ia dengar pertama kali saat bangun di pagi hari. Terinspirasi dari penyanyi besar sekelas Mariah Carey, ia terus mengolah kemampuannya dalam dunia musik Indonesia. Selain sebagai penyanyi, Mario juga mahir menciptakan lagu yang ear cathing, kini dunia akting pun disambanginya. Pada kesempatan kali ini ia berbagi cerita mengenai diri, kegiatan dan koleksi pribadinya saat ini.

B

Kesibukkan saat ini? Hari-hari saya saat ini sedang disibukkan dengan beberapa kegiatan diantaranya: persiapan untuk konser 25 tahun Kahitna yang akan berlangsung pada Mei tahun ini. Selain itu dalam waktu dekat saya akan kembali bermain sebagai pemeran utama dalam pop opera bersama dengan Sis NS, Rini Idol, Igo Idol, Sujiwotedjo dan lainya. Opera musikal ini masih bertema cinta yang dipadu dengan politik yang pasti akan menjadi pertunjukan yang menarik pada bulan Februari ini. Awal mula anda berkarir di dunia musik Indonesia? Musik sudah lekat dalam hidup saya sejak kecil, tumbuh di keluarga yang mencintai musik membuat saya terbiasa dengan musik itu sendiri. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) saya sudah mengikuti berbagai lomba nyanyi, hingga akhirnya saat kelas 2 SMA tahun 1998 saya mengikuti ajang kompetisi musik “Asia Bagus” di Singapore. Melalui Alm. Bang Elfa Secoria saya diajarkan dan dibawa untuk terjun ke kanca musik nasional hingga internasional. Terhitung sejak kelas 1 SMA saya sudah mengikuti les menyanyi di Elfa Secoria, Bandung. Sejak saat itu saya mulai melangkah perlahan menjadi backing vocal penyanyi Indonesia, diantaranya Andien, Sherina, Krisdayanti dan sebagainya. Lalu bagaimana hingga akhirnya anda bisa menjadi personil dari Kahitna? Itu adalah hal yang tidak pernah saya duga sebelumnya, saat itu saya sedang rekaman untuk jingle sebuah iklan. Kemudian saya bertemu langsung dengan mas Yovie Widiyanto, saat itu juga saya dites untuk nyanyi. Dan di tahun 2001 itu saya resmi menjadi personil Kahitna, lalu di tahun 2003 album Kahitna keluar. Rasanya sangat senang bisa menjadi bagian dari Kahitna, saya sejak kecil lagu Kahitna telah saya sukai dan siapa yang menyangka kini saya bisa adalah mereka “Kahitna”. 74 FAR FEBRUARI/MARET 2010


in my closed

Bagaimana anda mengenal sosok Alm. Elfa Secoria? Dari bang Elfa saya banyak belajar tentang filosofi dalam bernyanyi. Bahwa dalam setiap lagu selalu ada pesan yang dikandung didalamnya yang harus disampaikan secara tepat kepada pendengar. Bernyanyi tidak hanya sekedar buka mlut dan mengelurkan suara, tapi lebih dari itu kita harus tahu lirik yang kita nyanyikan. Jadi saat bernyanyi tidak asal-asalan. Seberapa besar anda mencintai dunia seni? Saya mencintai seni secara keseluruhan. Saya senang melakukan sesuatu dengan total. Beberapa kali saya mencoba untuk menggeluti dunia seni selain bernyanyi yaitu akting. Di drama musikal “Gita Cinta� di sini saya mulai berakting yang dipadukan dengan bernyanyi. Untuk saya beradaptasi di dunia akting seperti ikan air laut yang di pindahkan ke dalam air tawar, ibaratnya air itu seni tapi tetap saja berbeda. Tapi dengan berakting saya merasa ini sebuah tantangan baru bukan sebuah beban. Apakah anda seseorang yang fashionable? Saya memiliki passion yang kuat dalam fashion. Saya senang menjahit, senang memakai baju yang bagus, saya selalu memikirkan pakaian yang akan saya kenakan sebelum bepergian ke acara dan tempat apapun. Menurut saya lebih baik over dress daripada under dress. Untuk gaya seharihari, saya bukan yg mengutamakan kenyaman (tertawa), saya lebih suka sesuatu yang gaya walaupun itu ribet. Tapi kalau sedang santai saya bisa hanya menggenakan sendal jepit dan celana pendek. Dalam berkarir pasti tidak selalu di atas (sukses) menurut anda bagaimana? Jatuh dan bangun itu adalah siklus kehidupan baik dalam soal karik, cinta, dan kehidupan. Dan saya sudah mengalami itu, bahkan sampai yang terbawah saya sudah pernah, but what doesn’t kill you, make you stronger. Dan melalui musik (seni) merupakan salah satu yang bisa menguatkan saya.

75


hotspot

Bila mendengar nama restaurant yang satu ini, mungkin bukan sebuah nama yang baru ditelinga anda. Lokananta Terrace Resto memang telah berdiri sejak tahun 2003 silam terletak di kawasan Panglima Polim. Tapi pada ulasan kali ini, Lokananta Terrace Resto ingin memperkenalkan cabang terbaru yang tentunya tidak kalah menarik. Kata “Lokananta” sendiri diambil dari bahasa sanskerta yang artinya tempat istirahat untuk para dewa dan dewi. Untuk itu Lokananta Terrace Resto berupaya untuk menjadi sebuah tempat makan yang memanjakan pengunjungnya dalam suasana teras yang nyaman. Penampilan ibukota saat ini semakin ramai, setelah dipadati kendaraan bermotor, lalu ditambah dengan pembangunan gedung bertingkat dan kini pusat perbelanjaan (mall) baru kian bermunculan, rasanya tempat yang sejuk ini memiliki daya pikatnya sendiri untuk menjaring massa disetiap harinya. Mall menjadi tempat tujuan untuk melepas lelah, berbelanja, atau hanya sekedar window shopping dan tentunya mencicipi aneka hidangan yang mengugah selera. Karenanya Lokananta Terrace Resto mencoba hadir dengan konsep berbeda untuk menjadi pilihan baru bagi para pengunjung Mall Gandaria City, Jakarta Selatan. Dengan mengambil konsep ‘Retro Pop’ Lokananta Terrace Resto cabang baru secara penampilan tentunya berbeda dengan konsep minimalis pada resto yang lama. Membingkai suasana teras yang cozy dipadukan dengan warna retro pop yang ceria akan membuat anda merasa betah untuk berlama-lama singgah di resto ini. Apalagi aneka hidangan dengan resep khusus yang telah diakui menikmatannya sejak Lokananta hadir di tahun 2003, di cabang terbaru menu-menu itu tetap dipertahankan. Untuk hidangan Lokananta memiliki dua pilihan rasa ala Eastern Touch dan Western Delight, yang bisa anda rasakan pada menu appetizer, main course, dan pada dessert. “Potato Nachos” kripik kentang yang renyah di lumuri dengan irisan tomat, jalapeno, dan melted cheese yang dilengkapi dengan salsa sauce segar dengan potongan strawberry yang membuat Potato Nachos ini berbeda dari yang lain. “Tom Yam Kung” makanan khas Thailand ini pas disantap saat masih hangat dengan kuah segar dari peraduan antara rasa asam dan pedas berisi jamur, kakap, udang, dan kerang yang sangat fresh. “Pepper Tender Steak” dengan daging sapi yang empuk dilengkapi dengan basil mashed potato, roti, dan sayur disiram dengan red wine sauce. “Buntut Panggang” dengan bumbu pedas yang meresap hingga kedalam daging buntut disajikan dengan nasi hangat dan kuah sop buntut, karena kelezatannya tak heran bila ini menjadi salah satu menu yang difavoritkan. Untuk minuman anda bisa mencoba “Green Barrets” mix antara buah nanas, orange juice, dan sayur caisim menghasilkan minuman yang segar dan bervitamin tinggi. “Lokananta Beauty” minuman special yang diracik dari buah semangka, leci, melon, markisa, sirup leci dan yogurt ketika diminum anda akan binggung menjelaskan karena kesegarannya. “Gunbound” cocktail dengan tequila, vodka, gin dan beberapa racikan rahasia ini memiliki rasa yang cukup kuat. Dan untuk menu dessert “Coffee Jelly” dengan vanilla ice cream salah satu menu pencuci mulut yang yummy . Selain menu di atas, Lokananta Terrace Resto masih memiliki menu andalan lainnya yang tidak kalah lezat seperti: Triple Sausage, Beef Patties, Pasta, Chicken Fettucini & Spinach, Sirloin Fried Rice dan masih banyak tersedia pilihan lain yang bisa memanjakan lidah anda. Lokananta Terrace Resto dengan kapasitas 60 seat yang dilengkapi dekorasi yang mengambil tiga unsur kayu, logam, tumbuhan dan fasilitas wi-fi sengaja dibuat tidak monoton agar pengunjung yang sebagian besar anak muda ini merasa seperti berada di teras rumah sendiri. Cabang terbaru ini hadir dengan kualitas hidangan yang tidak diragukan serta pelayanan yang terbaik dijamin akan meninggalkan kesan yang membuat anda selalu kembali ke Lokananta Terrace Resto. (BW) Foto.DOK FAR MAGAZINE

76 FAR FEBRUARI/MARET 2010


Gandaria City Mall @MainStreet #UG32 Jakarta Selatan - 12240 021 - 2905303

Sirloin Fried Rice Rp 32.000

www.lokanantaresto.com

Coffee Jelly Rp. 25.000

Ribs Soup Rp 55.000 Buntut Panggang Rp 58.000

Chocolate Melt Rp 25.000 Steak Tender Pepper 00 Rp 90.0 Tom Rp

Yan gK 35.0 ung 00

Lokananta Beauty Rp 27.000 Green Barrets Rp 18.000 Choco Float Rp 30.000

os ach to N 00 a t 0 Po 27. Rp

Oxtail Fried Rice Rp 35.000

77


foreign exchange

Mesjid Biru

Istanbul yang dulu dikenal sebagai Byzantium dan Constaninople, adalah salah satu kota terbesar dari tiga kota lainnya di Turki. Negara ini mempunyai populasi sekitar 12.8 juta dan termasuk wilayah metropolitan terbesar kedua di kependudukan sekitar Eropa. Mayoritas agama penduduk di negara ini adalah islam. Mudah untuk berkeliling di negara ini, ada yang melalui darat yaitu dengan menggunakan taksi atau mobil sewaan. Selain itu juga tur di sekitar selat Bosphorus juga disediakan speed boat. Kereta antar kota dan trem pun juga tersedia. Hanya saja untuk mendatangi kota tua di Istanbul lebih nyaman menggunakan mobil.

FUN FACTS TURKI

1. Turki mempunyai 2 benua di satu negara, Eropa dan Asia. 2. Negara ini telah melalui 4 masa jajahan ; - Kerajaan Romawi : 330 - 395 - Kerajaan Byzantium : 395 - 1204 & 1261 - 1453 - Kerajaan Utsmani : 1453 - 1922

78 FAR FEBRUARI/MARET 2010

WISATA KULINER 1. KEBAB Salah satu makanan khas yang memang bisa ditemukan tak hanya di Turki. Makanan ini asalnya dari Iran, yang biasa disajikan dengan tusuk sate atau di bungkus dengan sayur-sayuran dan roti. * ISKENDER KEBAB Iskender Kebap adalah salah satu toko kebap yang berada di Bursa. Memang untuk ke Bursa membutuhkan waktu sekitar 2 jam melalui speed boat dan jalur mobil. Tapi tempat makan ini adalah salah satu kedai yang harus di datangi. Dimana tidak hanya Iskender terkenal dengan kebap yang tiada duanya, juga minuman anggur house made non alkohol yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.

2. SAHLEP Minuman yang dibuat dari biji akar bunga anggrek, yang ditumbuk dengan gandum dan di seduh air panas. Minuman ini begitu kental hingga air tersebut harus mendidih, bila air minum tersebut mendingin minumannya pun akan mengental dan lebih padat. 3. RAKEH Minuman keras seperti tuak, kira – kira mengandung 43% alkohol. 4. TURKISH DELIGHT Manisan yang diolah dari gula, madu atau kanji. Bentuk dari turkish delight beragam. Dengan tekstur yang lembut dan kenyal membuat turkish delight begitu enak bila disajikan dengan teh.


HIGHLIGHTS TOPKAPI SARAYI Istana Topkapi (di bahasa Turki adalah Topkapi Sarayi) adalah salah satu istana di Istanbul, Turki. Istana ini merupakan kediaman resmi dan utama para sultan Utsmani (Ottoman sultan) selama 400 tahun pada masa 624 tahun kekuasaannya. Istana ini pada masanya digunakan untuk kepentingan negara dan hiburan kerajaan yang menjadi pusat wisata pada masa kini, berisi relik – relik suci dan berharga dari dunia Muslim seperti jubah Nabi Muhammad SAW dan pedang – pedang peninggalanNya dan sahabat – sahabatNya. Istana Topkapi disahkan menjadi museum dibawah administrasi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada tanggal 3 April 1924. Dengan ratusan kamar yang dimiliki, hanya beberapa yang digunakan menjadi ruangan museum yang dijaga ketat dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata itu sendiri. Kini ruangan – ruangan itu diisi penuh dengan contoh arsitektur pada zaman Utsmani (Ottoman Empire) dan juga berisi koleksi besarnya. Seperti jubah, porselein, senjata, perisai, baju zirah, miniatur, kaligrafi islam dan mural, serta tampilan harta Utsmani (Ottoman) dan perhiasan. Istana Topkapi berdiri sejak pertengahan abad 15 yang dikerjakan oleh beberapa arsitektur yang berbeda; Fatih Sultan Mehmed II, Alauddin, David Aga dan arsitek kerajaan Mimar Sinan. GRAND BAZAAR Pasar ini adalah salah satu pasar terbesar dan terlama di Istanbul, yang memiliki sekitar 58 jalan dan mempunyi lebih dari 4000 kios berbeda. Grand Bazaar bukanlah tipe pasar seperti yang kita biasa lihat di Indonesia. Barang-barang khas Turki yang bisa ditemukan disini adalah benda-benda buatan tanah liat seperti piring atau pajangan khas, karpet atau aksesoris. Tempat ini sendiri telah menarik sekitar 250,000 sampai 400,000 turis per harinya.

BASILICA CISTERN Basilica Cistern ini merupakan salah satu tempat penampungan air terbesar dari beberapa ratusan lainnya yang ada di Istanbul. Dibangun di abad ke-6 pada zaman pemerintahan Byzantine kerajaan Justinian I. Wadah ini dibangun antara abad ke 3 dan 4 di zaman Romawi dimana tempat ini digunakan sebagai pusat untuk bersosialisasi, hukum dan artistik. Lalu di konstruksi ulang setelah terjadinya kebakaran pada tahun 476.

HAGIA SOPHIA Dieja Aya Sofia yang mempunyai arti Holy Wisdom dalam bahasa latin ini terletak di Sultan Ahmet Square, Istanbul. Museum yang sebelumnya adalah mesjid dan gereja katolik ini di design oleh seorang ahli fisika, Isidore of Miletus dan seorang ahli matematiks, Anthemius of Tralles. Pada tahun 5621204 bangunan ini digunakan sebagai katedral ortodox, dengan tinggi 55 meter, lebar 73 meter, dan panjang 82 meter. Dibangun pada tahun 532 dan membutuhkan waktu 5 tahun untuk menyelesaikannya. Lalu era Roman Katolik memasuki Turki dan Hagia Sophia menjadi Roman Catholic Cathedral dari tahun 1204-1261. Pada tahun 1453 - 1931 dimana kerajaan Utsmani (Ottoman) menguasai Turki, Sultan Mehmed II merubah Katedral ini menjadi Mesjid. Dan setelahnya pemerintahan Turki memutuskan untuk menjadikannya museum. Keunikan dari mesjid ini adalah transformasi dan kolaborasi antara gereja katolik dan mesjid yang diperlihatkan melalui mozaik dari Yesus Kristus dan Bunda Maria yang dibuat dan ditutupi plaster yang berada di atas mimbar dan mihrab.

79


event

G

enerasi muda dikenal selalu memiliki ide-ide baru yang terbilang inovatif. Termasuk dari segi pemikiran, yang mana kebebasan berekspresi merupakan hal yang terpenting bagi mereka. Medium dan ruang publik yang tidak terbatas lantas menjadi arah perkembangan yang harus dituju. Demi tercapainya suatu keinginan untuk keluar dari belenggu pemikiran bahwa seni hanya dapat ditampilkan di galeri saja. SCREAM ART LOUD, oleh karena itu, merupakan sebuah upaya untuk memperluas sarana berekspresi, sekaligus berusaha memperkenalkan karya para seniman muda sebagai alat komunikasi produk-produk industri. Inilah yang kemudian menjadi subtansi acara yang diadakan Adroitz pada tanggal 12 Desember 2010 lalu. Dengan konsep MURAL ART BATTLE, Adroitz ingin membuat sebuah ajang bagi para muralis untuk berkompetisi, guna menghasilkan karya yang lebih inovatif, dengan unsur keunikan individu masing-masing. Tahap penyisihan dan semi finalnya sendiri dilaksanakan pada tanggal 27 November 2010. Dari tahap tersebut terpilih 3 karya terbaik dari: Arya Mularama, Zindy Amalia, dan Hendy Musa. Tiga muralis muda inilah yang kemudian saling

80 FAR FEBRUARI/MARET 2010

unjuk kebolehan di 365 Eco Bar, Kemang. Lokasi ini dinilai tepat karena memang sesuai dengan tema Mural Art Battle, yaitu Biodiversity Loss. Dan, dari tiga karya yang dihasilkan tersebut, tampak masing-masing muralis memiliki gaya dan keunikan tersendiri. Baik dari segi bentuk mural hingga teknik pewarnaannya. Seperti karya dari Arya Mularama, di mana tergambar seekor serigala terbang berbadan naga, dengan beberapa karakter plankton dan asap hitam yang melingkar di tubuhnya yang terlihat seperti hutan. Pemilihan warna background yang soft (biru langit), dipadu dengan warna-karakter: jingga, kuning, dan merah jambu yang menyala. Perpaduan warna itu menjadikan sang serigala terbang yang digambarkan sebagai ancaman polusi ini tampak begitu hidup. Berbeda dengan karya Zindy Amalia, yang tampak begitu “ramai�. Penggabungan warna dalam karyanya pun terbilang berani, namun tetap sejuk dipandang mata. Sehingga nuansa pemboikotan kawanan monster yang tergambar dalam karyanya terlihat begitu manis. Hendy Musa sendiri lebih memilih bentuk karakter dan warna pastel yang lebih simpel. Namun tetap mencerminkan sisi keunikannya tersendiri, yakni bernuansa retro. Dengan pesan bahwa perburuan hewan-hewan berbulu halus harus segera dihentikan.

Sementara para pengunjung 365 Eco Bar juga tak lupa untuk memvoting karya mereka secara langsung. Dan, berdasarkan hasil voting pada hari itu, terpilih lah Zindy Amalia sebagai pemenang. Dengan raihannya tersebut ia pun berhak untuk menggambar dinding 365 Eco Bar, Kemang, selain juga mendapatkan hadiah berupa uang tunai dan endorsement dari pihak Too Many Clothing. Dengan terselenggaranya Mural Art Battle di 365 Eco Bar, pihak Adroitz pun berharap, acara ini akan menjadi langkah awal yang baik demi tercapainya visi dan misi SCREAM ART LOUD. Dan, sebagai langkah selanjutnya, SCREAM ART LOUD akan bekerjasama dengan Converse. Yakni melalui www.screamartloud.com akan menjual sepatu Converse special edition yang didesain khusus oleh para Muralis. Selain itu, berbagai program ke depan yang menggandeng elemen lain dalam dunia seni juga telah menunggu. Dengan harapan akan dapat memberikan peran pada perkembangan dunia seni di Indonesia. (RAS)


event

D

i penghujung tahun 2010 k e m a r i n , ruangrupa sebagai sebuah ruang alternatif di Jakarta, telah merayakan ulang tahunnya yang kesepuluh. Rangkaian acara ini diadakan di berbagai tempat di Jakarta, dari pameran, proyek kolaborasi seni, seminar, pemutaran film, festival musik, lokakarya, penerbitan buku, peluncuran video dan film, bazaar, kuliah umum, dan juga berbagai karya seni rupa di ruang publik. Merentang Ruang dan Publik sebagai tema acara ini adalah pertemuan antarjaringan, baik individu maupun organisasi, baik dari kalangan seni maupun kalangan non-seni, baik dari Indonesia maupun mancanegara. Acara ini berlangsung selama 30 hari dari 28 Desember 2010 – 27 Januari 2011 di 2 lokasi utama yaitu Galeri Nasional Indonesia dan Taman Ismail Marzuki dan di 9 lokasi tambahan yaitu ruang rupa, pelataran Museum Fatahillah, Goethe Institute, Universitas Indonesia, Institut

Kesenian Jakarta, Selasar Sunaryo Art Space Bandung, Lembaga Indonesia Perancis Yogyakarta, Kineruku Bandung dan Kedai Kebun Forum Yogyakarta. Sebanyak 50 seniman individu dan kelompok dari Indonesia yaitu dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Jatiwangi, Cirebon dan Semarang dan 15 seniman individu dan kelompok dari Belgia, Belanda, Prancis, Brazil, Jerman, Inggris, Mexico, Malaysia, Singapura, Filipina, Korea Selatan, Australia, Argentina, Jepang dan Finlandia dengan karya berupa video, instalasi, fotografi, performance art, lukisan, gambar, poster, kaos, komik, zine, objek dan media campuran. Untuk menggelar acara ini ruangrupa bekerjasama dengan berbagai pihak, antara lain dengan 13 lembaga kesenian dan kebudayaan dalam negeri, 4 pusat kebudayaan asing, 4 lembaga pemerintah, 3 lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi. Untuk penulisan dan penerbitan buku berjudul Siasat: Merentang Ruang dan Publik, terdapat 7 tema tentang seni rupa dan kaitannya dengan organisasi, pengarsipan dan produksi pengetahuan, aktivisme, anak muda dan

subkultur, kota dan publik, serta kebudayaan digital. Materi buku ini melibatkan 32 penulis dan narasumber dari 4 kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Tulungagung; serta dari 6 negara yaitu Thailand, Korea Selatan, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Australia dan Belanda. Para penulis dan narasumber untuk penerbitan buku ini adalah para seniman, kurator, kritikus seni rupa, pengamat perkotaan, pengajar filsafat, jurnalis, sejarawan, dan pengusaha di bidang clothing. Berkaitan dengan penerbitan buku, diselenggarakan pula seminar selama 7 hari dengan 7 tema yang disebutkan di atas. Para pembicara dalam seminar ini sebagian besar adalah penulis dalam buku tersebut. Seminar ini diselenggarakan dalam dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris. Selain seminar juga digelar artist’s talk, kuliah umum di dua perguruan tinggi yaitu Universitas Indonesia dan Institut Kesenian Jakarta dengan materi tentang seni video dan kehidupannya dengan kehidupan sosial politik. Jika sebelumnya Jakarta 32’C, sebuah festival seni rupa mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya diadakan

setiap tahun genap sejak 2004, maka pada 2010 Jakarta 32’C kembali digelar dan turut menjadi bagian dari perayaan 10 tahun ruangrupa. Dalam Festival Jakarta 32’C kali ini, ada 37 karya mahasiswa dari 24 kampus di Jakarta yang dipamerkan, ditambah karya-karya yang dihasilkan dari 9 workshop yang bekerjasama dengan 9 komunitas dan organisasi seni rupa di Jakarta yaitu: Artcoholic, Maros, Akademi Samali, Forum Lenteng, Rewind Art, Sakitkuning Collectivo, SERRUM dan ruangrupa. Pemutaran film/video dan festival musik juga menjadi bagian dari perayaan 10 Tahun ruangrupa ini. Sebanyak 71 film panjang, film pendek dan video dengan genre fiksi maupun dokumenter dan 38 video musik Indonesia diputar dalam acara tersebut. Untuk festival musik, ditampilkan 24 band di Galeri Nasional. Dan seluruh rangkaian perayaan 10 Tahun ruangrupa ini ditutup dengan pameran oleh ruangrupa, Hanya Memberi Tak Harap Kembali di Galeri Nasional Indonesia, sebagai akhir dari rangkaian pameran yang sebelumnya digelar di Kedai Kebun Forum Yogyakarta dan Galeri Soemardja Bandung. (PH) 81


DISTRIBUTION AMBARAWA

MARUTO AGENCY

BANDUNG

MANADO

GRAMEDIA LOK BOOKSTORE

TOGAMAS GRAMEDIA TOKO GUNUNG AGUNG GUNARAYA

MAKASSAR

BANJARMASIN

PADANG

GRAMEDIA

TELLY AGENCY

MEDAN

SURYA MEDAN DEDI AGENCY

BATAM

PALANGKARAYA

BENGKULU

PALEMBANG

AULIA BATAM JACK BATAM ZALDI

BOGOR TENGAH JOINT AGENCY

CIREBON

EQUATOR AGENCY

DEPOK

TOGAMAS BLOK BOOKSTORE

DENPASAR

CORSICA AGENCY

DKI JAKARTA

GRAMEDIA TOKO GUNUNG AGUNG STARMART KINOKUNIYA LAYSIN BOOK STORE TOGAMAS

JAMBI

ELEISON GLORIA

JAYAPURA

SINAR ANEKA

KENDARI

ADE KENDARI

LUWUK (SULAWESI TENGAH) MASRUN AGENCY

82 FAR FEBRUARI/MARET 2010

ANANGSUKRI FATIR AGENCY

SRIWIJAYA PUTRA GRAMEDIA

PEKANBARU

GRAMEDIA JACK PEKANBARU

PONTIANAK

ANGKASA BARU

SAMARINDA

GRAMEDIA ANTONIUS TERANG AZIZ

SEMARANG

MAHKOTA AGENCY

SURABAYA

GRAMEDIA TOKO GUNUNG AGUNG

SLEMAN YOGYAKARTA IRFAN AGENCY

SOLO

SENDANG MULIA

SURAKARTA ABC SOLO

YOGYAKARTA CAKRAWALA


83


84 FAR FEBRUARI/MARET 2010


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.