Laporan Perencanaan Tata Guna Lahan Kota Kalasan

20 20

Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada

laporan perencanaan tata guna lahan

k a l a s a n.

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat kemudahan dan keberkahan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pemodelan Proyeksi Guna Lahan Kota Kalasan dengan. Kami menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, dan dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan berbagai

pihak.

Oleh

karenanya,

tim

penulis

ingin

menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Retno Widodo Dwi Pramono, S.T, M.Sc., Bapak Irsyad Adhi Waskita, S.T., M.Sc dan Bapak Rendy Bayu Aditya, S.T., MUP selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Tata Guna Lahan 2. Ghinaafia Putri D. P. selaku asisten dosen untuk mata kuliah Perencanaan Tata Guna Lahan 3. Pemerintah Kabupaten Sleman yang termasuk seluruh warga masyarakat Kalasan yang telah membantu proses pengumpulan data 4. Teman-teman angkatan 2019 Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, UGM atas kerjasama dan dukungannya 5. Serta,

pihak-pihak

lain

yang

terlibat

dalam

penyelesaian tugas ini Tentunya, laporan analisis yang telah kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

i

saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan laporan analisis ini kedepannya.

Kami juga berharap laporan ini dapat memberikan informasi serta bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 19 Desember 2020

Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii BAB I : Pendahuluan.............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................................... 3 1.5 Ruang Lingkup .............................................................................................................. 3 BAB II : Gambaran Umum................................................................................................... 6 BAB III : Konsep Kota.............................................................................................................. 8 BAB IV : Metodologi Perencanaan ................................................................................10 3.1 Alur Kebutuhan...........................................................................................................10 3.2 Methodological Framework.................................................................................12 BAB V : Analisis Proyeksi Guna Lahan .........................................................................14 5.1 Kondisi Existing ...........................................................................................................14 5.2 Analisis Kependudukan.........................................................................................18 5.3 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Permukiman .......................................22 5.4 Faktor Limitasi, Daya Tampung dan Daya Dukung ..................................36 5.5 Analisis Kesesuaian Lahan ..................................................................................41 BAB VI : Kriteria dan Potensi Tata Guna Lahan Jangka Panjang....................47 6.1 Permukiman ................................................................................................................47 6.2 Perdagangan dan Jasa ........................................................................................55 6.3 Pendidikan SMP dan SMA .....................................................................................62 6.4 Kesehatan ...................................................................................................................77

iii

6.5 Industri ..........................................................................................................................86 BAB VII : Rencana Tata Guna Lahan ............................................................................95 BAB VIII : Penutup..................................................................................................................98 8.1 Evaluasi..........................................................................................................................98 8.2 Pembelajaran ............................................................................................................98 8.3 Simpulan......................................................................................................................99 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 101

iv

pendahuluan

BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penataan

guna

lahan

hadir

dengan

maksud

pemanfaatan lahan semaksimal mungkin dengan tetap mempertimbangkan kondisi alam dalam memenuhi kebutuhan manusia. Doxiadis (1968) memaparkan bahwa adanya keterkaitan

antara man

(manusia), space

(ruang), dan activity (kegiatan) dalam kegiatan seharihari. man

space

activity

Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Doxiadis, seiring dengan bertambahnya pertumbuhan penduduk (man)

maka

berlangsung

di

semakin dalamnya

banyak

kegiatan

(activity)

ini

yang

kemudian

berakibat pada kebutuhan akan ruang (space) yang juga semakin tinggi. Bertambahnya pertumbuhan penduduk

1

ini juga akan meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana untuk memfasilitasi warga masyarakat suatu kota. Selanjutnya hal ini dapat menyebabkan persaingan penggunaan lahan karena sifat ketersediaan lahannya yang terbatas.

Oleh karenanya penting bagi seorang perencana untuk mempertimbangkan

tata

guna

lahan

dalam

menciptakan keberlangsungan kegiatan yang baik di dalam kota. Perencanaan tata guna lahan ini menyokong keberlanjutan

kehidupan

di

dalam

kota

sekaligus

meningkatkan kualitas kehidupannya serta menjadikan perkembangan kotanya menjadi lebih terarah.

1.2 Rumusan Masalah 1. Konsep kota yang seperti apa yang digunakan untuk merencanakan dan memproyeksikan tata guna lahan di Kota Kalasan dalam 20 tahun ke depan?

2. Bagaimanakah proyeksi dan perencanaan tata guna lahan Kota Kalasan dalam 20 tahun ke depan?

2

1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui diaplikasikan

konsep

kota

yang

khususnya dalam

cocok proyeksi

untuk dan

perencanaan tata guna lahan Kota Kalasan dalam 20 tahun mendatang.

2. Mengetahui proyeksi dan perencanaan tata guna lahan Kota Kalasan dalam 20 tahun mendatang.

1.4 Manfaat Penulisan Memahami ilmu mata kulaih Perencanaan Tata Guna Lahan dalam pengaplikasiannya untuk mengidentifikasi kondisi existing dan perencanaan tata guna lahan di Kota Kalasan.

1.5 Ruang Lingkup a. Ruang Lingkup Spasial Kawasan amatan terletak di Kota Kalasan, Kabupaten

Sleman,

Provinsi Daerah

Istimewa

Yogyakarta. Kota Kalasan sendiri luasnya mencapai 26,89 km² dan terdiri atas satu kecamatan yakni Kecamatan Kalasan dan tiga desa diantaranya, Desa Purwomartani, Desa Tirtomartani, dan Desa

3

Tamanmartani. Delineasi batas administrasi Kota Kalasan sebagai berikut : Batas

•

Utara

:

Padukuhan

Pucung

(Desa

Tamanmartani) Batas Timur : Padukuhan Tamanan Pabrik (Desa

•

Tamanmartani) Batas Selatan : Padukuhan Jarakan (Desa

•

Tirtomartani) Batas Barat

•

: Padukuhan

Kadisoko (Desa

Purwomartani) b. Ruang Lingkup Temporal Perencanaan tata guna lahan pada Kota Kalasan ini

dilakukan

dalam

kurun

waktu

20

tahun

mendatang yakni dimulai dari 2020 hingga 2040. c. Ruang Lingkup Substansial Lingkup substansial yang akan dilakukan adalah perencanaan

guna lahan Kota Kalasan yang

mencakup : •

Konsep perencanaan yang diterapkan

4

•

Proyeksi

serta

perencanaan

guna

lahan

selama 20 tahun mendatang (tahun 2019 – 2039)

5

gambaran umum

BAB II : Gambaran Umum

Kalasan merupakan Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang di sebelah timurnya berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah dan dilintasi oleh Jalan Raya Jogja-Solo sebagai penghubung antara Kota Yogyakarta dengan Kota Klaten. Kalasan dikenal dengan situs cagar budayanya berupa candi, dengan

mayoritas kegiatan

berupa industri dan agrikultur, serta berperan sebagai penyedia perumahan dan pelayanan

bagi

daerah

di

sekitarnya.

6

Di Kalasan sendiri ditemui beberapa situs cagar budaya diantaranya adalah situs cagar budaya

Candi

Sambisari ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional

berdasarkan

SK

Menteri

Pendidikan

dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 224/ P/ 2019 tanggal 21

Juni

2019.

Menurut

14.7/Kep.KDH/A/2017

Keputusan

tentang

Status

Bupati Cagar

Nomor Budaya

Kabupaten Sleman, situs cagar budaya lainnya di Kalasan ialah Candi Kalasan dan Candi Kadisoka.

7

konsep kota

BAB III : Konsep Kota Compact City merupakan konsep perencanaan kota yang didasarkan pada penggunaan lahan yang efisien, didukung dengan aksesibilitas transportasi yang baik dalam menjangkau

sektor-sektor

penting

kota.

Konsep

ini

merupakan salah satu alternatif dalam mengurangi urban sprawl yang dalam implementasinya kurang mendukung adanya efisiensi penggunaan lahan. Compact City juga dinilai sebagai salah satu konsep yang mendukung adanya sustainability development karena memiliki indikator dalam mengurangi angka polusi udara di sebuah kota. Adanya kemudahan akses yang didukung dengan transportasi publik akan menekan jumlah penggunaan kendaraan pribadi.

Selain itu, jangkauan yang relatif dekat akan mendorong masyarakat untuk berjalan kaki. Konsep kota kompak akan meningkatkan

pemberdayaan

sosial

dan

ekonomi

masyarakat, terutama dalam hal pemerataan akses kota.

Penduduk berpenghasilan rendah maupun tinggi akan sama-sama memperoleh akses yang baik menuju pusat pendidikan, perkantoran, komersial, jasa, dan ruang terbuka publik.

8

Kalasan direncanakan akan menggunakan konsep Compact City. Hal ini didasarkan atas visi untuk berpartisipasi dalam

mengurangi

pengeluaran

gas

emisi

akibat

penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan. Selain itu, konsep Compact City dirasa cocok dalam mengurangi permukiman yang menyebar dan sulit dijangkau, terutama di Kalasan bagian utara. Permukiman yang menyebar ini juga terus mendorong adanya alih fungsi lahan pertanian, sehingga sektor agriculture yang merupakan potensi Kota Kalasan

lambat

laun

akan

tergantikan.

Adanya

ketidaksesuaian antara permukiman dan industri yang saling berdekatan juga menjadi salah satu dasar pentingnya pemisahan kedua sektor tersebut sejauh minimal 2 km.

Kalasan akan menggunakan Compact City yang sesuai dengan karakteristiknya, dengan tetap menjaga ketersediaan lahan pertanian, lahan terbuka hijau, dan penyesuaian terhadap ketinggian bangunan karena Kalasan termasuk dalam airport overlay zone. Pembangunan dengan menggunakan konsep ini akan difokuskan pada peningkatan fasilitas pelayanan publik dan transportasi, serta pemisahan area industri dan permukiman dengan area pertanian.

9

metodelogi perencanaan

BAB IV : Metodologi Perencanaan 3.1 Alur Kebutuhan Perlu disadari bahwa alur kebutuhan peta seperti apa saja yang perlu dibuat sebelum masuk pada methodological framework. Alur kebutuhan akan sangat berguna untuk menganalisis peruntukan lahan eksisting dari suatu wilayah perencanaan.

Alur kebutuhan untuk mendapatkan kesesuaian lahan yang dilakukan menggunakan pedoman aturan dan

instrumen hukum yang berlaku

di

Indonesia.

Peruntukan lahan existing Kota Kalasan menjadi acuan dalam melakukan analisis kesesuaian ini.

Berikut merupakan diagram alur kebutuhan yang digunakan :

10

11

3.2 Methodological Framework Dalam mengambil keputusan, kami lebih menitik beratkan dalam diskusi kelompok. Diskusi ini bertujuan untuk meninjau beberapa framework dari hasil analisis kami. Diskusi kelompok dirasa lebih efektif karena dapat lebih mengetahui beragam pemikiran dan metode. Dari diskusi kelompok kami dapat lebih memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan sensing places setiap anggota kelompok terhadap Kota Kalasan.

Berikut

merupakan

diagram

methodological

framework yang kami gunakan :

12

13

analisis proyeksi guna lahan

BAB V : Analisis Proyeksi Guna Lahan 5.1 Kondisi Existing a. Analisis Pemanfaatan Guna Lahan

Dari peta dapat diidentifikasi bahwa dominasi penggunaan lahan Kota Kalasan ialah untuk peruntukan permukiman serta agrikultur yakni pertanian. Dari total luas wilayah Kalasan seluas 2.689 Ha, terdiri atas 1.702,93 Ha tanah sawah dan kebun. Disimpulkan bahwa 63,37% lahannya digunakan

untuk pertanian.

Peruntukkan

permukiman sendiri persentasenya mencapai 31,60% atau seluas 849,02 ha tanah yang digunakan untuk permukiman

dan

perumahan. Sedangkan

merupakan

penggunaan

lahan

untuk

sisanya industri,

14

perdagangan dan jasa, situs candi, sarana rekreasi dan olahraga, pemakaman, sarana kesehatan, pendidikan, dan peribadatan. b. Analisis Intensitas Pemanfaatan Guna Lahan 1. Koefisien Dasar Banguna (KDB)

Menurut Peraturan Bupati Sleman No.49 Tahun 2012, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dengan persil/kavling.

KDB

biasanya

dinyatakan

dalam

bentuk

persentase atau desimal. Nilai KDB di setiap daerah berbeda, didasarkan pada peruntukan lahan dan lokasinya. KDB juga dapat menjadi salah satu indikator kepadatan bangunan. Dalam

15

Peraturan Bupati Sleman No.49 Tahun 2012, kepadatan diklasifikasikan menjadi kepadatan rendah, dengan nilai KDB 30%-45%, kepadatan sedang,

dengan

nilai

KDB

45%-60%,

dan

kepadatan tinggi dengan nilai diatas 60%.

Kota

Kalasan

diklasifikasikan

menjadi

enam range KDB, yaitu nilai 0% - 15% dan 15,01% 35% yang tergolong KDB rendah, nilai 35,01% - 50% dan 50,01% - 65% yang dikategorikan dalam KDB sedang, dan 65,01% - 80% dan 80,01 % - 100% yang tergolong

KDB

tinggi.

KDB

rendah

dapat

ditemukan di area persawahan, yang bukan termasuk dalam area terbangun. KDB sedang terdapat di pemukiman jarang penduduk pada areal terbangun yang masih didominasi oleh perkebunan warga dan pertanian. Sedangkan KDB tinggi terdapat pada permukiman padat penduduk (Kawasan perumahan) yang sebagian besar

berada

di

Desa

Purwomartani, dan

kawasan komersial di sepanjang jalan arteri (Jl Laksda

Adisucipto).

Warna

pada

peta

16

menggambarkan nilai KDB, yang mana semakin gelap semakin tinggi nilainya, juga semakin gelap semakin padat.

2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Menurut Peraturan Bupati Sleman No.49 Tahun 2012, Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah

koefisien

perbandingan

antara luas

keseluruhan lantai bangunan gedung dengan luas persil/kavling. KLB dinyatakan dalam bentuk desimal dan dihitung melalui perkalian antara KDB x jumlah lantai bangunan. Kota Kalasan memiliki range KLB 0 – 1,5.

KLB ini diklasifikasikan menjadi 6 kategori, dimulai dari nilai 0 - 0,15 dan 0,16 – 0,35 yang

17

tergolong KLB rendah, nilai 0,36 – 0,55 dan 0,56 – 0,75 yang tergolong KLB sedang, dan nilai 0,76 – 1,00 dan 1,01 – 1,50 yang termasuk dalam KLB tinggi. Di Kota Kalasan, ketinggian bangunan mulai dari yang paling rendah yaitu 1 lantai, hingga paling tinggi yaitu 4 lantai. Banyaknya jumlah lantai menjadi salah

satu indikator

kepadatan penduduk di kawasan tersebut. KLB tinggi sebagian besar terletak di Kecamatan Purwomartani

(kawasan

komersial

dan

perumahan) dan sepanjang jalan arteri (Jl. Laksda Adisucipto) sebagai kawasan komersial dan jasa.

5.2 Analisis Kependudukan a. Jumlah Penduduk Ta hun Administrasi

Desa Purwomartani

2015

2016

2017

2018

2019

2020

35.769

40.080

41.033

42.002

35.396

45.868

18

Desa Tirtomartani

14.253

17.340

17.583

17.832

17.461

19.473

Desa Tamanmartani

16.225

12.304

15.615

15.735

16.436

17.183

66.247

69.724

74.231

75.569

69.293

82.524

Jumlah Total Kota Kalasan

Laju pertumbuhan penduduk di tiap desa di Kalasan

sangatlah

fluktuatif,

dibuktikan

dengan

adanya desa yang berada pada tingkat rendah sampai dengan tinggi. Terdapat beberapa laju pertumbuhan penduduk desa yang sangat rendah karena angka laju pertumbuhannya

negatif

seperti

pada

Desa

Tamanmartani yang berada pada -24,17% di periode 2015-2016 dan Desa Purwomartani yang berada pada angka -15,73% di periode 2018-2019. Ada pula yang memiliki tingkat laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi karena angka laju pertumbuhan sampai belasan bahkan puluhan yaitu Desa Tirtomartani 11,52% pada

rentang

waktu

tahun

2019-2020,

Desa

Tamanmartani 26,91% pada rentang waktu tahun 20162017, dan Desa Purwomartani 29,58% pada rentang waktu tahun 2019-2020. Untuk Kota Kalasan sendiri,

19

secara

keseluruhan

memiliki

trendline

laju

pertumbuhan penduduk yang cenderung tinggi dan terus mengalami fluktuasi sejak tahun 2015 s.d. 2020 dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 4,86%. b. Proyeksi Penduduk Proyeksi

penduduk

merupakan

perhitungan

mengenai jumlah penduduk di masa yang akan datang.

Dalam

perencanaan,

proyeksi

penduduk

menjadi penting untuk memberikan gambaran seperti apa perencanaan yang diperlukan untuk masyarakat setempat. Adapun fungsi dari perhitungan proyeksi penduduk sebagai berikut : 1. Untuk

perencanaan

terkait

pengendalian

kependudukan di masa yang akan datang 2. Untuk

perencanaan

terkait

sarana

dan

prasarana yang dibutuhkan 3. Sebagai perkiraan daya dukung dan daya tampung daerah amatan Proyeksi penduduk Kota Kalasan sendiri didapat melalui

perhitungan

metode

aritmatik,

metode

geometrik, dan metode eksponensial. Perhitungan

20

dilakukan dengan asumsi dimana setiap tahunnya pertumbuhan penduduk semakin meningkat. Berikut merupakan Kalasan

perhitungan proyeksi

berdasarkan

metode

penduduk Kota

aritmatik,

metode

eksponensial, dan metode geometrik : 2020

2025

2030

2035

2040

Proyeksi Penduduk 2020-2040 (Aritmatik) 82.524

88.713

97.584

103.927

110.163

Proyeksi Penduduk 2020-2040 (Geometrik) 82.524

88.902

98.155

104.703

111.138

Proyeksi Penduduk 2020-2040 (Eksponensial) 82.524

88.951

98.306

104.908

111.395

Dimana dapat diketahui bahwa dalam 20 tahun mendatang, terjadi perubahan jumlah penduduk yang cukup signifikan untuk Kota Kalasan itu sendiri. Melalui perhitungan penduduk

aritmatik

pada

Kota Kalasan

tahun

2040

diproyeksikan

jumlah

mencapai

110.163 jiwa. Untuk metode geometrik sendiri pada tahun 2040 jumlah penduduk Kota Kalasan diperkirakan mencapai 111.138 jiwa. Sedangkan, dengan perhitungan metode eksponensial jumlah penduduk total pada 2040 mencapai 111.395 jiwa.

21

Dari

grafik

tersebut,

diketahui

bahwa

pertumbuhan jumlah penduduk dalam interval 5 tahun untuk jangka waktu 20 tahun dimulai dari 2020 hingga 2040 relatif terus meningkat baik dengan perhitungan metode aritmatik, metode geometrik, ataupun metode eksponensial.

5.3 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Permukiman a. Permukiman Kalasan Jumlah Penduduk 2020 (jiwa) Jumlah Penduduk 2040 (jiwa)

82.524 111.138

22

Pertambahan

28.614

Penduduk 2040 (jiwa) Pertambahan Jumlah KK

7.154 Rumah

Tipe Rumah

Jumlah Rumah yang Dibutuhkan Kebutuhan Luas Lahan untuk Permukiman (m²) Kebutuhan Fasilitas Sosial (m²) Kebutuhan Total Luas

Rumah

Rumah

Sederhana Sedang (200 m²) (400 m²) 3.577

2.385

Mewah (600 m²) 1.192

715.400

1.134.000 715.200

214.620

340.200 214.560

930.020

1.474.200 929.760

La han Permukiman (m²)

3.333.980

Perhitungan kebutuhan lahan permukiman didasarkan pada proyeksi penduduk tahun 2020 hingga

2040.

Standar

yang

dipakai

adalah

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI No.10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang.

Kebutuhan perumahan ini diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu rumah sederhana, rumah sedang, dan rumah mewah, dengan asumsi, rumah sederhana

23

memiliki luas 200 m², rumah sedang memiliki luas 400 m², dan rumah mewah memiliki luas 600 m², atau memiliki perbandingan 3 : 2 : 1.

Asumsi lainnya, satu kepala keluarga (KK) beranggotakan 4 jiwa. Pertambahan penduduk pada tahun 2040 digunakan untuk menghitung jumlah

rumah

yang

dibutuhkan.

Berikut

perhitungannya : •

Jumlah rumah sederhana yang dibutuhkan

= 3/6 x 7.154 = 3.577 unit •

Jumlah rumah sedang yang dibutuhkan =

2/6 x 7.154 = 2.385 unit •

Jumlah rumah mewah yang dibutuhkan =

1/6 x 7.154 = 1.192 unit Selanjutnya,

terdapat

perhitungan

untuk

menentukan jumlah lahan yang dibutuhkan per kategori rumah : •

Kebutuhan lahan untuk rumah sederhana

= 3.577 x 200 = 715.400 m²

24

•

Kebutuhan lahan untuk rumah sedang =

2.385 x 400 = 1.134.000 m² •

Kebutuhan lahan untuk rumah mewah =

1.192 x 600 = 715.200 m² Kebutuhan luas total lahan permukiman dihitung berdasarkan penjumlahan kebutuhan luas lahan permukiman dan kebutuhan fasilitas sosial.

Kebutuhan fasilitas sosial dihitung dengan rumus (30% x jumlah kebutuhan lahan permukiman).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan lahan permukiman total di Kota Kalasan tahun 2040 adalah 3.333.980 m² atau 333.398 Ha. b. Kesehatan Untuk

menentukan

kebutuhan

lahan,

kami

menghitung ketercukupan fasilitas kesehatan yang diproyeksikan dengan jumlah penduduk tahun 2040 dan standar pedoman penduduk yang terlayani tiap fasilitas kesehatan yang mengacu pada SNI 03-1733-2004.

25

Klinik Jumlah Layanan Eksisting

3

Klinik Rumah Puskesmas Praktek Jumlah Apotek Puskesmas Bersalin Sakit Pembantu Dokter Layanan 1

8

3

1

1

5

22

Jumlah Penduduk 111.138 111.138 111.138 111.138 Proyeksi (jiwa)

111.138

111.138

111.138

-

Standar Jumlah Penduduk 30.000 30.000 30.000 300.000 Pendukung (jiwa)

120.000

30.000

5.000

-

Proyeksi Jumlah Layanan

4

4

4

1

1

4

22

71

Kebutuhan Jumlah Layanan

1

3

0

0

0

3

17

52

Standar Luas Lahan Sarana 3.000 Layanan (m²)

3.000

250

40.000

1.000

300

180

-

Kebutuhan Luas Lahan 3.000 (m ²)

9.000

0

0

0

900

3.060

1 5.960

Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan luas lahan Kota Kalasan untuk sarana kesehatan pada tahun 2040 sebesar 15.960

26

m² meliputi 1 klinik, 3 klinik bersalin, 3 puskesmas pembantu, dan 17 praktek dokter. c. Perdagangan dan Jasa Dengan proyeksi penduduk pada tahun 2040 sebanyak 111.138 jiwa maka perhitungan kebutuhan lahan untuk perdagangan dan jasa sebagai berikut :

Toko/Warung Pertokoan

Pusat Pusat Perbelanjaan Pertokoan dan Niaga dan Pasar (toko, pasar, Lingkungan bank,

Jumlah Perdagangan dan Jasa

kantor) Jumlah Layanan

2.165

35

31

22

2.253

111.138

111.138

111.138

111.138

-

250

6.000

30.000

120.000

-

445

19

4

1

468

Eksisting Jumlah Penduduk Proyeksi (jiwa) Standar Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa) Proyeksi Jumlah Layanan

27

Kebutuhan Jumlah Layanan

0

0

0

0

0

50

1.200

13.500

36.000

-

0

0

0

0

0

Standar Luas Lahan Sarana Layanan (m²) Kebutuhan Luas Lahan (m ²)

Diketahui bahwa dari tabel diatas kebutuhan lahan untuk perdagangan jasa sudah terpenuhi dengan total seluas 50.750 m². d. Pendidikan Untuk

menentukan

kebutuhan

menghitung ketercukupan yang diproyeksikan

fasilitas

dengan

lahan,

kami

pendidikan

jumlah penduduk

tahun 2040 dan standar pedoman penduduk yang terlayani tiap fasilitas kesehatan yang mengacu pada SNI 03-1733-2004.

28

PAUD dan TK

Jumlah

SD

SMP

SMA

Universitas

33

10

8

3

102

Layanan

Jumlah Layanan

48

Eksisting Jumlah Penduduk Proyeksi (jiwa) Standar Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa) Proyeksi Jumlah

111.138

111.138 111.138

111.138

111.138

-

1.250

1.600

4.800

4.800

500.000

-

89

69

23

23

1

206

41

36

13

15

0

106

500

2.000

9.000

12.500

300.000

-

0

397.000

Layanan Kebutuhan Jumlah Layanan Standar Luas Lahan Sarana Layanan (m²) Kebutuhan Luas La han (m²)

20.500 72.000 117.000 187.500

Berpedoman pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan yang dirilis oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN), proyeksi kebutuhan luas lahan

29

untuk sarana pendidikan di Kota Kalasan pada tahun 2040 adalah seluas 397.000 m². e. RTH, Rekreasi, dan Olahraga Pada tahun 2040 jumlah penduduk total Kota Kalasan diproyeksikan mencapai 111.138 jiwa maka berikut merupakan tabel perhitungan kebutuhan lahannya :

Tempat

Jumlah

Rekreasi

Layanan

2.339.089 m2

8

20

111.138

111.138

111.138

-

30.000

-

2.500

-

Proyeksi Jumlah Layanan

4

30% Luas Wilayah

44

87

Kebutuhan Jumlah Layanan

0

8.067.000 m2

36

36

9.000

30% Luas Wilayah

1.250

-

0

5.727.911

45.000

5.772.911

SAORGA

RTH

Jumlah Layanan Eksisting

12

Jumlah Penduduk Proyeksi (jiwa) Standar Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa)

Standar Luas Lahan Sarana Layanan (m²) Kebutuhan Luas La han (m²)

30

Diketahui bahwa total kebutuhan layanan untuk sarana olahraga sudah terpenuhi dengan baik, sedangkan untuk RTH membutuhkan lahan seluas 5.727.911 m², sedangkan tempat rekreasi sebesar 45.000 m², dan total kebutuhan lahan mencapai 5.772.911 m². f. Peribadatan Ketersediaan

sarana

peribadatan

menjadi

wadah masyarakat untuk dapat beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masingmasing.

Masjid Musholla

Gereja Kristen

Gereja Katolik

Vihara

Pura

Jumlah Layanan

Jumlah Layanan Eksisting

111

82

4

4

0

0

201

111.138

111.138

111.138

111.138

111.138

111.138

-

87,03%

3,95%

8,82%

0,05%

0,15%

100,00%

96.723

4.390

9.802

56

167

111.138

Jumlah Penduduk Proyeksi (jiwa) Persentase Pemeluk Agama (jiwa) Jumlah Pemeluk Agama (jiwa)

31

Standar Jumlah Penduduk Pendukung

2.500

250

Disesuaikan

Disesuaikan

39

387

Disesuaikan

Disesuaikan

0

Disesuaikan

Disesuaikan

600

100

Disesuaikan

Disesuaikan

0

0

0

0

Kalasan

memiliki

Disesuai Disesua kan

-

ikan

(jiwa) Proyeksi Jumlah Layanan Kebutuhan Jumlah Layanan

0

Disesuai Disesua kan

ikan

431

Disesuai Disesua kan ikan

0

Standar Luas Lahan Sarana Layanan

Disesuai Disesua kan

ikan

0

0

-

(m²)

Kebutuhan Luas Lahan (m ²)

Kota

proyeksi

0

penduduk

berjumlah 111.138 jiwa pada tahun 2040 dengan komposisi penduduk beragama islam sebanyak 96.723, Kristen sebanyak 4.390, Katolik sebanyak 9.802, Budha sebanyak 56 dan Hindu sebanyak 167.

Sebagai

Kota

yang

berusaha

memberikan

pelayanan terbaik bagi masyarakatnya, maka dilakukan

sebuah

peribadatan dilakukan

di

analisis

kebutuhan

sarana

Kota Kalasan. Perhitungan ini

berdasarkan

data

jumlah

sarana

32

peribadatan eksisting (yang tersedia sekarang), jumlah penduduk penganut agama tertentu, dan standar tampungan sarana peribadatan

bagi

masyarakat. Standar tampungan menurut SNI 031733-2004

tentang

Tata

Cara

Perencanaan

Lingkungan Perumahan di Perkotaan adalah 2.500 jiwa untuk masjid dan 250 jiwa untuk mushola.

Sedangkan,

sarana

peribadatan

lainnya

disesuaikan dengan kesepakatan agama masingmasing.

Kebutuhan

jumlah

dengan

mengurangi

layanan

dihitung

proyeksi jumlah

layanan

dengan jumlah layanan eksisting. Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan layanan

peribadatan

di

Kota

Kalasan

telah

terpenuhi. g. Industri Menurut Permenperin No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri, kebutuhan lahan untuk industri ditentukan dengan memperhatikan kesesuaian

tata

ruang

dan

memasukkan

pertimbangan kebutuhan lahan di luar kegiatan

33

sektor

industri

seperti

sebagai

kebutuhan

multiplier

lahan

effects-nya,

perumahan

dan

permukiman untuk tenaga kerja beserta fasilitasfasilitas sosialnya. Untuk menentukan kebutuhan lahan

industri, dilakukan

perhitungan

dengan

melihat pedoman dan asumsi sebagai berikut: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031 Disebutkan bahwa kawasan peruntukan industri di Sleman seluas kurang lebih 260 ha

meliputi

Gamping,

Berbah,

dan

Kalasan. Oleh karena itu, diasumsikan kawasan peruntukan industri di Kalasan adalah (260/3) = 86,67 ha = 866.700 m².

2. Permenperin No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri •

Kebutuhan tenaga kerja = 90-110 tenaga kerja/ha

•

Kebutuhan hunian = 1,5 tenaga kerja/unit hunian

34

•

Diasumsikan

per

unit

rumah

membutuhkan lahan sebesar

150 m²

dengan tambahan fasilitas umum dan sosial 25% dari lahan permukiman • Diasumsikan

jumah tenaga kerja dari

jumlah total tenaga kerja kegiatan industri adalah 3% sebagai manager, 20% sebagai staff, dan 77% sebagai buruh dengan asumsi 5%

penduduk lokal dan

72%

pendatang Luas Kawasan Industri Eksisting (m²)

248.644

Standar Luas Peruntukan Industri di Kalasan (m²)

866.700

Kebutuhan Luas Lahan untuk Industri (m²)

618.056

Kebutuhan Jumlah Tenaga Kerja Maksimal

6.799

Kebutuhan Jumlah Tenaga Kerja dari Luar Kalasan

4.895

Kebutuhan Jumlah Unit Hunian untuk Tenaga Kerja Pendatang (unit) Kebutuhan Luas Lahan Permukiman untuk Tenaga Kerja Pendatang (m²) Kebutuhan Fasilitas Sosial

3.263

489.450 122.363

35

Kebutuhan Luas Lahan Permukiman dan Fasilitas Sosial ( m²) Kebutuhan Total Luas Lahan Industri (m²)

611.813

1.229.869

Dari perhitungan kebutuhan lahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa total kebutuhan lahan industri Kota Kalasan pada tahun 2040 seluas 1.229.869 m² dengan rincian kebutuhan luas lahan untuk industri 618.056 m² dan kebutuhan lahan permukiman untuk tenaga kerja pendatang beserta fasilitas sosialnya seluas 611.813 m².

5.4 Faktor Limitasi, Daya Tampung dan Daya Dukung a. Kawasan Rawan Bencana

36

Bencana dapat

terjadi

pada setiap waktu,

utamanya bencana alam. Lahan yang ideal mesti memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana yang rendah sehingga dapat digunakan untuk penggunaan

masyarakat.

Secara

keseluruhan

pada Kota Kalasan ditemui beberapa lokasi yang termasuk daerah rawan bencana Gempa Bumi dan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Zone I lahar dingin Gunung Merapi.

Kota Kalasan memiliki beberapa lokasi daerah rawan bencana Gempa Bumi karena lokasinya yang cukup dekat dengan Sesar Opak sebagai salah satu lokasi pergeseran lempeng. Begitu pula dengan adanya KRB Zone I di Kota Kalasan yang disebabkan oleh adanya aliran Sungai Opak dan Sungai Kuning yang berhulu di Gunung Merapi. b. Ketersediaan Lahan Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan ruang untuk ditinggali. Menurut standar, ruang yang ideal untuk setiap orang adalah 9 m². Ketersediaan

37

lahan ini menentukan jumlah penduduk yang bisa ditampung oleh sebuah kota.

R uang hidup = (ketersediaan lahan)/(9 m²/jiwa) = 26.890.000 / 9 = 2.987.778 jiwa

Dari

perhitungan

tersebut, dapat

disimpulkan

bahwa ketersediaan lahan yang ada di Kota Kalasan dapat menampung penduduk hingga 2.987.778 jiwa.

c. Air Bersih Ketersediaan air merupakan salah satu faktor untuk menghitung daya tampung sebuah kota. Hal ini dikarenakan air adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat yang bermukim di suatu kota. Sumber air yang terdapat di Kalasan berjumlah 5 unit. Akan tetapi, kebutuhan air di Kota Kalasan secara keseluruhan dilayani oleh PDAM Kabupaten Sleman

38

dengan jumlah kapasitas produksi sekitar 334,7 liter/detik.

Kapasitas produksi = (334,7 L/dt x 86.400) L/hari = 28.918.080 L/hari Sehingga jumlah penduduk yang dapat ditampung adalah : (ketersediaan air) / (120 L/jiwa) = 28.918.080 / 120 = 240.984 jiwa Data tersebut merupakan kapasitas produksi total Kabupaten Sleman pada tahun 2020 dan mencakup

kota

fungsional

Kalasan.

Jumlah

penduduk total Kabupaten Sleman adalah 1.219.640 jiwa. Walaupun jumlah penduduk yang terlayani jauh dengan jumlah penduduk total Kabupaten Sleman,

ketersediaan

air

telah

mencukupi

kebutuhan penduduk Kabupaten Sleman.

Sedangkan

untuk

kebutuhan

eksisting

dan

proyeksi air di Kota Kalasan adalah sebagai berikut :

39

Tahun

Proyeksi Penduduk Sta ndar Konsumsi Kebutuhan (jiwa)

Air (L/jiwa/hari)

Air (L/hari)

2020

82.524

9.902.880

2025

88.902

10.668.240

2030

98.155

2035

104.703

12.564.360

2040

111.138

13.336.560

120

11.778.600

Data tersebut merupakan proyeksi kebutuhan air Kota Kalasan pada tahun 2020-2040. Kebutuhan air Kota Kalasan dapat terpenuhi sampai tahun 2040, hal ini karena tidak

semua penduduk Kalasan menjadi

pelanggan PDAM, melainkan menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

d. Listrik Dengan proyeksi penduduk kota Kalasan pada 2040 mencapai 111.138 maka berikut merupakan tabel perhitungan kebutuhan energi listrik pada tahun 2040 : Energi Listrik Energi Listrik Existing (VA)

9.283.950

Jumlah Proyeksi Keluarga

27.785

40

Standar Energi Listrik

450

per Keluarga (VA) Proyeksi Energi Listrik (VA)

12.503.250

Kebutuhan Penambahan Energi Listrik (VA)

3.219.300

Diketahui bahwa pada 2040, dengan asumsi tiap keluarga berisikan 4 anggota, kebutuhan energi listrik Kota Kalasan pada 2040 mencapai 12.503.250 VA. Namun dilihat dari ketersediaannya saat ini hanya mencapai

9.823.950, maka

dibutuhkan

3.219.300 VA untuk memenuhi kebutuhan listrik Kota Kalasan pada 2040.

5.5 Analisis Kesesuaian Lahan Perencanaan perencanaan

guna

yang

lahan

panjang

merupakan

dimana

proses

membutuhkan

analisis kebutuhan (demand) dan analisis kesesuaian (supply). Seperti yang telah diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980, analisis kesesuaian lahan dapat dilakukan menggunakan metode skoring lahan berdasarkan 3 kriteria. Kriteria-kriteria tersebut

41

meliputi aspek kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan dimana masing-masing dari kriteria terbagi menjadi kelas-kelas dan memiliki bobot yang berbeda-beda.

Setelah melakukan proses skoring atau penentuan harkat, maka didapatlah kesesuaian lahan yang dikelompokkan menjadi

kawasan

lindung,

kawasan

budidaya,

dan

kawasan penyangga. Lahan yang sesuai untuk dilakukan pembangunan adalah lahan yang masuk dalam kawasan budidaya dan penyangga. a. Skoring Kelas Topografi

Kelas Lereng

Kisaran Lereng (%)

Keterangan

Harkat Kelas x Bobot 20

1

0-8

Datar

20

2

8 - 15

Landai

40

42

3

15 - 25

Agak Curam

60

4

25 - 45

Curam

80

5

> 45

Sangat Curam

100

b. Skoring Kelas Jenis Tanah

Kelas Tanah

Jenis Tanah

Keterangan (Kepekaan Terhadap Erosi)

Harkat Kelas x Bobot 15

1

Aluvial

Tidak Peka

15

2

Latosol

Agak Peka

30

3

Mediteran

Kurang Peka

45

4

Andosol, Laterit, Grumosol, Podsolik

Peka

60

5

Regosol, Litosol, Organosol, Renzina

Sangat Peka

75

43

c. Skoring Kelas Curah Hujan

Kelas Intensitas Hujan

Curah hujan (mm/hari)

Harkat Keterangan

Kelas x Bobot 10

Rendah

10

Sedang

20

Tinggi

30

< 2000 1 2000 - 2500 2500 - 3000 2 3000 - 3500 3500 - 4000 3 4000 - 4500 4

4500 - 5000

40

44

Sangat

> 5000

Tinggi

d. Skoring Peruntukkan Lahan

Menurut hasil skoring peruntukan lahan, Kota Kalasan dibagi menjadi 2 kawasan. Yang pertama adalah Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.

Dari kedua hasil tersebut dapat ditetapkan bahwa Kota Kalasan sudah tepat untuk dijadikan lahan terbangun dengan segala aspek yang sudah ditentukan

dalam

SK

Menteri

Pertanian

No.

837/KPTS/UM/11/1980.

Total Skor

Keterangan

>175

Kawasan Lindung

45

125-175

Kawasan Penyangga

< 125

Kawasan Budidaya

46

kriteria dan potensi guna lahan

BAB VI : Kriteria dan Potensi Tata Guna Lahan Jangka Panjang 6.1 Permukiman No

Kr i teria Spasial

Fu ngsi T op ologi

P a rameter

Ni lai ( V alue)

Referensi

Bob ot

PERMEN PU NO.41 TH

10%

Faktor Pendefinisi (Defining Factors)

Distance to → semakin 1

Jarak ke transportasi

dekat, semakin

umum

sesuai (Euclidean distance)

0-500 m 500-1000 m

2

Jarak ke jalan arteri

1500-2000 m >2000 m

Sangat buruk

1

800-1200 m

Sedang

3

(Euclidean

1200-1600 m

Baik

4

>1600 m

Sangat baik

5

semakin sesuai

Distance to → semakin dekat, semakin sesuai

500-1000 m

Sangat Buruk Buruk

1000-1500 m Sedang

2 3

Baik

4

>2000 m

Sangat Baik

5

Sangat Baik

Analisis Kelompok

15%

1

1500-2000 m

0-400 m

2007

1

semakin sesuai

distance)

47

Buruk

2

2

(Euclidean

Jarak ke RTH

Sangat

3

Buruk

Distance to → semakin jauh,

4

Buruk

4

400-800 m

0-500 m

3

Baik

5

semakin jauh,

distance)

Jarak ke industri

Baik

1000-1500 m Sedang

0-400 m Distance to →

Sangat

Permenperin No. 35/M -

10%

IND/PER/3/2010

5

400-800 m

Baik

4

800-1200 m

Sedang

3

Urban Design Reclaimed

15%

(Euclidean distance)

1200-1600 m >1600 m

Jarak ke 5

tempat pembuangan

Distance to → semakin jauh semakin sesuai (Euclidean Distance)

Buruk

2

Sangat Buruk

1

0-500 m

Sangat Buruk

1

500-1000 m

Buruk

2

Keputusan Menteri

1000-1500 m Sedang

3

Permukiman dan Prasarana

1500-2000 m

4

Wilayah No 534

>2000 m

Baik Sangat Baik

10%

Tahun 2001

5

Faktor Limitasi (Limitation Factors)

Tidak berada di kawasan rawan

6

bencana

Overlay to → tidak berada pada kawasan rawan bencana

Bebas rawan bencana

Sesuai

Rawan bencana

Tidak Sesuai

0

5

5 PERMEN PU NO.41 TH

10%

2007

(Reclassify)

7

8

Overlay →

Bukan

Tidak berada pada

Tidak berada pada

kawasan lindung

Sesuai

kawasan

kawasan

lindung

lindung (Reclassify)

Kawasan

Tidak

lindung

Sesuai

Overlay to → Berada pada Tidak berada kelerengan Memiliki tingkat 0-15% pada kelerengan kelerengan Berada pada rendah tinggi kelerengan (Reclassify) >15%

Berdasarkan pembangunan

analisis kawasan

PERMEN PU NO.41 TH 2007

15%

SNI 03-1733-2004

15%

0

Sesuai

5

Tidak Sesuai

0

yang

telah

dilakukan,

permukiman

perlu

memperhatikan beberapa faktor, yang selanjutnya faktor tersebut dikategorikan menjadi 2, yaitu faktor pendefinisi dan faktor limitasi. Didalam faktor pendefinisi, jarak ke jalan arteri menjadi prioritas karena merupakan salah satu pertimbangan dalam penyediaan kenyamanan di

48

areal permukiman. Sedangkan kriteria tidak berada di kawasan lindung menjadi prioritas dalam faktor limitasi, karena Kawasan ini dikhususkan sebagai peruntukan konservasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Faktor Pendefinisi 1. Jarak ke Transportasi Umum

Transportasi masyarakat

umum

untuk

terjangkau dan

merupakan

bermobilitas.

potensi dalam

fasilitas

Biaya

yang

menekan angka

kemacetan menjadi salah satu pertimbangan untuk memasukkan

kriteria

ini

dalam

rencana

pembangunan perumahan. Standar yang ditetapkan didasarkan

pada Permen PU no.41 tahun 2007.

Transportasi umum di Kota Kalasan berupa halte Trans Jogja.

49

2. Jarak ke Jalan Arteri

Semakin

jauh

dengan

jalan

arteri,

maka

peruntukan lahan permukiman semakin sesuai. Hal ini didasarkan pada tingkat kenyamanan audio dan polusi. Tingginya aktivitas lalu lintas di jalan arteri berpotensi

menimbulkan

kebisingan

dan

kendaraan yang kurang baik bagi kesehatan.

3. Jarak ke Industri

50

asap

Semakin jauh jarak ke Industri, maka semakin sesuai.

Hal ini didasari oleh kemungkinan timbulan polusi akibat adanya aktivitas industri. Standar ini ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 35/M - IND/PER/3/2010.

4. Jarak ke RTH

Berdasarkan

buku

urban

design

reclaimed,

pengkategorian jarak permukiman ke Ruang Terbuka Hijau didasarkan pada kebutuhan masyarakat akan ruang untuk berkumpul dan bersosialisasi, di tengah lahan hijau yang asri. Hal ini cenderung akan meningkatkan

daya

tarik

masyarakat

karena

kebutuhan untuk melepas penat dari hiruk pikuk kota.

Selain

itu,

ketersediaan

oksigen

dan

air

yang

melimpah di daerah sekitar RTH akan mendukung lahan permukiman disana.

51

5. Jarak ke Tempat Pembuangan Sampah

Hal ini didasarkan atas kemungkinan timbulnya polusi bau, dan kontaminasi air tanah dengan air buangan yang dapat menurunkan kualitas kesehatan masyarakat Keputusan

disana.

Menteri

Standar Permukiman

didasarkan dan

atas

Prasarana

Wilayah No 534 Tahun 2001. Dari analisis tersebut, dapat

disimpulkan

bahwa

semakin

jauh

jarak

permukiman dengan tempat pembuangan, akan semakin sesuai.

Faktor Limitasi 1. Tidak berada pada kawasan rawan bencana Permukiman harus berada di luar kawasan rawan bencana

sebagai

upaya

untuk

menciptakan

kemanan bagi masyarakat yang bermukim di sana.

52

2. Tidak berada pada kawasan lindung

Menurut UU No.24 Tahun 1994 dan UU No. 26 Tahun 2007, Kawasan lindung merupakan Kawasan yang berfungsi melindungi Kelestarian lingkungan hidup, baik alam maupun buatan. Pembangunan di Kawasan

ini

hanya diperuntukan

pengembangan

untuk tujuan

dan pelestarian saja. Diperkuat

dengan adanya Permen PU No.41 Tahun 2007 yang berbunyi â&#x20AC;&#x153;Kawasan peruntukan permukiman tidak mengganggu fungsi lindung yang adaâ&#x20AC;?

53

3. Memiliki Tingkat Kelerengan yang Rendah

Kelerengan rendah berpotensi untuk memudahkan aksesibilitas warga sekitar dan mengurangi resiko terjadinya longsor di Kawasan tersebut.

Overlay

Setelah

menentukan

kriteria

peruntukan

lahan

permukiman, maka dibuat pembobotan pada tiap kriterianya, selanjutnya dilakukan overlay pada peta-

54

petanya. Maka, ditemukanlah daerah yang sesuai untuk pengadaan lahan permukiman di Kota Kalasan.

6.2 Perdagangan dan Jasa Kriteria S pasial

No

F ungsi Topologi

P arameter

Nilai (V alue)

Re ferensi

Bobot

Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, SNI 03-17332004

25%

Urban Design Reclaimed, New Urbanism

15%

Permen PU No.41 Tahun 2007

10%

Faktor Pendefinisi (Defining Factors) 0-400 m Jarak ke pusat permukiman (community center)

1

2

Jarak jangkauan ke kendaraan umum

3

Jarak ke Jalan arteri atau Jalan kolektor

Distance to → Semakin dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

Distance to → Semakin dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

Distance to → Semakin dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

400-800 m

5

Baik

4

800-1200 Sedang m

3

1200-1600 m

Buruk

2

>1600 m

Sangat Buruk

1

0-400 m

Sangat Baik

5

Baik

4

400-800 m

800-1200 Sedang m

3

1200-1600 m

Buruk

2

>1600 m

Sangat Buruk

1

0-300 m

Sangat Baik

5

300-600 m

Baik

4

600-900 m

Sedang

3

900-1200 m

Buruk

2

Sangat Buruk

1

>1200 m

55

Sangat Baik

0-100 m

4

Jarak ke sarana prasarana pendukung (ATM/bank, dll.)

Sangat Baik

Distance to → Semakin 100-200 m Baik dekat 200-300 Sedang semakin m sesuai (Euclidean 300-400 Buruk m Distance) Sangat >400 m Buruk

5 4 3

Permen PU No.41 Tahun 2007

5%

SNI 03-17332004

15%

Permen ATR No.1 Tahun 2018

15%

Permen ATR No 1 Tahun 2018, SK Mentan

15%

2 1

Faktor Limitasi (Defining Factors)

5

6

7

Kelerengan

Overlay to → semakin landai semakin sesuai (<15%) (Reclassify)

Overlay → Tidak Tidak berada berada pada pada kawasan kawasan lindung lindung (Reclassify)

0-15%

Sesuai

5

>15%

Tidak Sesuai

0

Bukan kawasan lindung

Sesuai

5

Kawasan lindung

Tidak Sesuai

0

Overlay to → Bebas Tidak berada tidak berada rawan Sesuai 5 pada pada bencana kawasan kawasan rawan rawan Rawan Tidak 0 bencana bencana bencana Sesuai (Reclassify)

Dalam

menentukan

kesesuaian

lahan

untuk

perdagangan dan jasa perlu diperhatikan beberapa faktor di sekitarnya yang mempengaruhi suatu daerah tertentu. Ini menjadi penting karena nantinya faktor-faktor tsb dapat menunjang

56

atau

bahkan

menghambat

aktivitas

perdagangan dan jasa. Berikut merupakan analisis yang telah penulis lakukan terkait kesesuaian lahan untuk fungsi perdagangan dan jasa : Faktor Pendefinisi 1. Jarak ke Pusat Permukiman

Berdasarkan

SNI

03-1733-2004 disimpulkan

bahwa

semakin dekat jarak antara pusat perdagangan dengan permukiman diberikan

maka semakin

terhadap

baik

masyarakat

pelayanan

setempat.

yang

Hal

ini

disebabkan karena dengan semakin dekat lokasi antara dua fungsi tsb, maka semakin mudah bagi masyarakat untuk menjangkau pusat-pusat perdagangan guna memenuhi kebutuhan mereka.

2. Jarak Jangkauan ke Kendaraan Umum SNI

03-1733-2004 menyatakan

bahwa

pusat-pusat

pertokoan harus dilengkapi dengan salah satunya yakni terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian

57

kendaraan, ini dimaksudkan untuk kemudahan aksesibilitas bagi warga untuk menjangkau tempattempat tsb. Semakin jauh maka semakin sulit dijangkau oleh masyarakat.

3. Jarak ke Jalan Arteri atau ke Jalan Kolektor

Menurut

SNI

03-1733-2004

dan

Permen

PU

No.41

Tahun 2007 lokasi peruntukkan lahan perdagangan dan

58

jasa semakin baik apabila letaknya di jalan utama (jalan arteri dan jalan kolektor). Ini kemudian memudahkan masyarakat untuk menjangkau pusat perdagangan dan jasa. Semakin sulit dijangkau dari jalan utama, maka semakin buruk kesesuaian lahannya.

4. Jarak ke Sarana Prasarana Pendukung (ATM, Bank, dll) Aktivitas perdagangan akan semakin baik jika hadirnya didukung dengan sarana dan prasarana pelengkap lainnya. Dalam hal ini, fasilitas seperti ATM dan Bank menjadi sangat beneficial guna kepentingan jual beli dalam aktivitas perdagangan itu sendiri.

Limitasi

59

1. Kelerengan Peruntukkan lahan perdagangan dan jasa memerlukan kelerengan yang landau setidaknya kurang dari 15%. Ini guna menghindari resiko bencana alam seperti tanah longsor yang dapat mengganggu aktivitas bahkan mengancam keselamatan masyarakat.

1. Tidak Berada pada Kawasan Lindung

60

Menurut UU No.24 Tahun 1994 kawasan lindung adalah kawasan yang peruntukkan lahannya digunakan khusus untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sehingga jika kawasan tsb masuk ke dalam kawasan lindung, maka tidak cocok untuk peruntukkan lahan perdagangan dan jasa.

2. Tidak Berada pada Kawasan Rawan Bencana

Jika suatu daerah termasuk dalam kawasan rawan bencana maka tidak cocok untuk peruntukkan lahan perdagangan dan jasa. Ini karena daerahnya dapat mengancam keselamatan warga masyarakat yang akan beraktivitas di dalamnya.

Overlay Setelah

menentukan

kriteria

peruntukan

lahan

perdagangan dan jasa, maka dibuat pembobotan pada tiap kriterianya, selanjutnya dilakukan overlay pada peta-

61

petanya. Maka, ditemukanlah daerah yang sesuai untuk pengadaan fasilitas perdagangan dan jasa.

6.3 Pendidikan SMP dan SMA Keduanya merupakan fasilitas pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat Kalasan. Pembeda kriteria kesesuaian lahan dari keduanya terletak pada faktor pendefinisi jarak ke pusat permukiman dan kawasan zonasi.

Tabel Kriteria SMP : No

Kriteria S pasial

F ungsi Topologi

P arameter

Nilai (V alue)

Re ferensi

Bobot

SNI 03-17332004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

20%

Faktor Pendefinisi (Defining Factors)

1

62

Jarak ke pusat permukiman (community center)

Distance to â&#x2020;&#x2019; semakin dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

0-300 m

Sangat Baik

5

300-600 m

Baik

4

600-900 Sedang m

3

900-1200 m

2

Buruk

2

3

4

5

63

>1200 m

Sangat Buruk

1

0-400 m

Sangat Baik

5

Distance to 400-800 Baik → semakin m Jarak ke dekat 800-1200 fasilitas ruang semakin Sedang m terbuka sesuai (Euclidean 1200-1600 Buruk m Distance)

Termasuk dalam Kawasan Zonasi

Jarak ke jalan arteri

Jarak ke area industri

Distance to → berada pada kawasan zonasi (3 km) (Euclidean Distance)

Distance to → tidak berada di sempadan jalan arteri (<12,5 m) (Euclidean Distance) Distance to → semakin jauh semakin sesuai (Euclidean Distance)

4 3 2

>1600 m

Sangat Buruk

1

0-1500 m

Sangat Baik

5

15003000 m

Baik

4

30004500 m

Sedang

3

45006000 m

Buruk

2

>6000 m

Sangat Buruk

1

0-20 m

Sangat Buruk

1

20-40 m

Buruk

2

40-60 m Sedang

3

60-80 m

Baik

4

>80 m

Sangat Baik

5

0-500 m

Sangat Buruk

1

500-1000 m

Buruk

2

10001500 m

Sedang

3

15002000 m

Baik

4

SNI 03-17332004, Urban Design Reclaimed

5%

Permendikbud No 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru

10%

Pasal 13 UndangUndang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

5%

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis

10%

6

7

Jarak ke lokasi padat Distance to sektor → semakin pertokoan, jauh pasar, dan semakin mall sesuai (umumnya (Euclidean banyak papan Distance) reklame)

Jarak ke tempat pembuangan

Distance to → semakin jauh semakin sesuai (Euclidean Distance)

>2000 m

Sangat Baik

5

0-200 m

Sangat Buruk

1

Buruk

2

200-400 m

400-600 Sedang m

3

600-800 m

Baik

4

>800 m

Sangat Baik

5

0-500 m

Sangat Buruk

1

500-1000 m

Buruk

2

10001500 m

Sedang

3

15002000 m

Baik

4

>2000 m

Sangat Baik

5

Kawasan Industri

SNI 03-17332004, Permen PU No 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL

10%

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No 534 Tahun 2001

10%

Permen ATR No 1 Tahun 2018, SK Mentan

10%

Permen Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah

10%

Faktor Limitasi (Defining Factors)

8

9

64

Overlay to → Bebas tidak rawan Tidak berada berada bencana pada pada kawasan kawasan rawan Rawan rawan bencana bencana bencana (Reclassify)

Kelerengan

Overlay to → semakin landai semakin sesuai (<15%) (Reclassify)

Sesuai

5

Tidak Sesuai

0

0-15%

Sesuai

5

>15%

Tidak Sesuai

0

10

Overlay â&#x2020;&#x2019; Bukan Tidak kawasan Tidak berada berada lindung pada pada kawasan kawasan Kawasan lindung lindung Lindung (Reclassify)

Sesuai

5

Tidak Sesuai

Permen ATR No.1 Tahun 2018

0

10%

Rencana pemanfaatan lahan untuk pendidikan dibagi menjadi 2 sesuai jenjang serta jangkauan zonasinya. proyeksi guna lahan untuk Sekolah Menengah Pertama atau sederajat menggunakan kriteria proyeksi guna lahan pada 7 faktor pendefinisi, antara lain: Jarak ke pusat permukiman (20%), Jarak ke fasilitas ruang terbuka (5%), Termasuk dalam Kawasan Zonasi Sekolah (10%), Jarak ke jalan arteri (5%), Jarak ke area industri (10%), Jarak lokasi padat sektor pertokoan, pasar,

dan

mall

(10%),

Jarak

ke

tempat

pembuangan (10%). Serta, terdapat 3 faktor limitasi yaitu: tidak berada pada kawasan rawan bencana (10%), tingkat kelerengan kurang dari 15% (25%), tidak berada pada kawasan

lindung

(10%).

Maka

pada

akhirnya

akan

didapatkan hasil berupa lokasi kawasan yang sesuai untuk digunakan sebagai lahan sarana pendidikan SMP. Tabel Kriteria SMA : No

Kriteria S pasial

F ungsi Topologi

P arameter

Nilai (V alue)

Re ferensi

Bobot

SNI 03-17332004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan

20%

Faktor Pendefinisi (Defining Factors)

1

65

Jarak ke pusat permukiman (community center)

Distance to â&#x2020;&#x2019; semakin dekat semakin sesuai

0-500 m

Sangat Baik

5

500-1000 m

Baik

4

10001500 m

Sedang

3

(Euclidean Distance)

2

3

4

5

66

15002000 m

Buruk

2

>2000 m

Sangat Buruk

1

0-400 m

Sangat Baik

5

Distance to 400-800 Baik → semakin m Jarak ke dekat 800-1200 fasilitas ruang semakin Sedang m terbuka sesuai (Euclidean 1200-1600 Buruk m Distance)

Termasuk dalam Kawasan Zonasi

Jarak ke jalan arteri

Jarak ke area industri

Distance to → berada pada kawasan zonasi (3 km) (Euclidean Distance)

Distance to → tidak berada di sempadan jalan arteri (<12,5 m) (Euclidean Distance) Distance to → semakin jauh semakin sesuai

4 3 2

>1600 m

Sangat Buruk

1

0-1500 m

Sangat Baik

5

15003000 m

Baik

4

30006000 m

Sedang

3

60009000 m

Buruk

2

>9000 m

Sangat Buruk

1

0-20 m

Sangat Buruk

1

20-40 m

Buruk

2

40-60 m Sedang

3

60-80 m

Baik

4

>80 m

Sangat Baik

5

0-500 m

Sangat Buruk

1

500-1000 m

Buruk

2

10001500 m

Sedang

3

Perumahan di Perkotaan

SNI 03-17332004, Urban Design Reclaimed

5%

Permendikbud No 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru

10%

Pasal 13 UndangUndang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

5%

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 tahun 2010 tentang

10%

(Euclidean Distance)

6

7

Jarak ke lokasi padat Distance to sektor → semakin pertokoan, jauh pasar, dan semakin mall sesuai (umumnya (Euclidean banyak papan Distance) reklame)

Jarak ke tempat pembuangan

Distance to → semakin jauh semakin sesuai (Euclidean Distance)

15002000 m

Baik

4

>2000 m

Sangat Baik

5

0-200 m

Sangat Buruk

1

Buruk

2

200-400 m

400-600 Sedang m

3

600-800 m

Baik

4

>800 m

Sangat Baik

5

0-500 m

Sangat Buruk

1

500-1000 m

Buruk

2

10001500 m

Sedang

3

15002000 m

Baik

4

>2000 m

Sangat Baik

5

Pedoman Teknis Kawasan Industri

SNI 03-17332004, Permen PU No 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL

10%

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No 534 Tahun 2001

10%

Permen ATR No 1 Tahun 2018, SK Mentan

10%

Permen Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan

10%

Faktor Limitasi (Defining Factors)

8

9

67

Overlay to → Bebas tidak rawan Tidak berada berada bencana pada pada kawasan kawasan rawan Rawan rawan bencana bencana bencana (Reclassify)

Kelerengan

Overlay to → semakin landai semakin sesuai (<15%) (Reclassify)

Sesuai

5

Tidak Sesuai

0

0-15%

Sesuai

5

>15%

Tidak Sesuai

0

Prasarana Sekolah

10

Overlay â&#x2020;&#x2019; Bukan Tidak kawasan Tidak berada berada lindung pada pada kawasan kawasan Kawasan lindung lindung Lindung (Reclassify)

Sesuai

Tidak Sesuai

5

0

Permen ATR No.1 Tahun 2018

10%

Proyeksi guna lahan untuk Sekolah Menengah Atas atau sederajat menggunakan kriteria proyeksi guna lahan pada 7 faktor pendefinisi, antara lain: Jarak ke pusat permukiman (20%), Jarak ke fasilitas ruang terbuka (5%), Termasuk dalam Kawasan Zonasi Sekolah (10%), Jarak ke jalan arteri (5%), Jarak ke area industri (10%), Jarak lokasi padat sektor pertokoan, pasar, dan mall (10%), Jarak ke tempat pembuangan (10%). Serta, terdapat 3 faktor limitasi yaitu: tidak berada pada kawasan rawan bencana (10%), tingkat kelerengan kurang dari 15% (25%), tidak berada pada kawasan

lindung

(10%).

Maka

pada

akhirnya

akan

didapatkan hasil berupa lokasi kawasan yang sesuai untuk digunakan sebagai lahan sarana pendidikan SMA. Faktor Pendefinisi

68

1. Jarak ke Fasilitas Ruang Terbuka

Salah satu fasilitas yang menunjang keberadaan Sekolah Menengah Berdasarkan

Pertama SNI

adalah

Ruang

03-1733-2004,

terbuka

hijau.

jarak

ideal

keterjangkauan RTH dihitung setiap kelipatan 400 m.

2. Jarak ke Jalan Arteri

Minimal jarak bangunan dari jalan arteri adalah 20 m.

Untuk memperketat keselamatan serta kenyamanan

69

dalam proses kegiatan belajar-mengajar sehingga tidak dianjurkan untuk membangun SMP yang sangat dekat dengan jalan. Oleh karena itu ditetapkan parameter setiap kelipatan 20 m.

3. Jarak ke Area Industri

Kawasan

Industri memiliki efek

lingkungan

disekitarnya,

di

yang negatif antaranya

bagi

adalah

dihasilkannya polusi udara dan polusi suara. Hal ini menjadikan

terdapatnya

keperluan

bagi

kawasan

pendidikan yang relatif berjarak dari kawasan industri sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 tahun 2010.

4. Jarak ke Lokasi Padat Sektor Pertokoan, Pasar, dan Mall

70

Aktivitas pada lokasi padat sektor seperti pertokoan, pasar, dan mall yang cukup ramai dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Sehingga peletakan SMP harus jauh dari lokasi padat sektor. Setiap 200 m kami tetapkan sebagai jarak jangkauan kesesuaian lahan dari lokasi padat sektor pertokoan, pasar, dan mall.

5. Jarak ke Tempat Pembuangan

Tempat pembuangan sebagai tempat yang umumnya kotor, bau, dan terdapat banyak bahan pencemar.

Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Permukiman

dan

Prasarana Wilayah No 534 Tahun 2001 sebaiknya sarana pendidikan

tidak

berada

dekat

dengan

tempat

pembuangan karena dapat menimbulkan penyakit dan mengganggu aktivitas pembelajaran di sekolah.

Faktor Definisi Pembeda SMP

71

1. Jarak ke Pusat Permukiman

Sebagai lokasi layanan pendidikan, sekolah yang ideal adalah

sekolah

terjangkau

oleh

yang memiliki penduduk

radius akses yang

sebuah

permukiman.

Parameter yang digunakan dimulai dari 0 meter - 300 meter, mempertimbangkan walking distance ideal (200 m - 300 m) dan persebaran fasilitas SMP eksisting di Kota Kalasan. Upaya untuk mewujudkan kota yang kompak dan terintegrasi menjadikan kriteria ini sebagai kriteria yang penting dalam penentuan guna lahan yang tepat untuk SMP di Kota Kalasan.

2. Termasuk dalam Kawasan Zonasi Sekolah

72

Berdasarkan

Permendikbud

No.44

Tahun

2019

mengamanatkan adanya penerimaan siswa melalui sistem zonasi yang berdasarkan batas administrasi serta jarak antara sekolah dan permukiman. Penggunaan sistem

zonasi

yang

mempermudah

aksesibilitas

masyarakat Kota Kalasan ke SMP di sekitarnya membantu mewujudkan Kota Kalasan yang kompak. Jarak maksimal zonasi untuk tingkat SMP adalah 6000 m.

SMA 1. Jarak ke Pusat Permukiman

Sebagai lokasi layanan pendidikan, sekolah yang ideal adalah

sekolah

terjangkau

oleh

yang memiliki penduduk

radius akses yang

sebuah

permukiman.

Parameter yang digunakan dimulai dari 0 meter - 300 meter, mempertimbangkan walking distance ideal (200 m - 300 m) dan persebaran fasilitas SMA eksisting di Kota Kalasan. Upaya untuk mewujudkan kota yang kompak dan terintegrasi menjadikan kriteria ini sebagai kriteria

73

yang penting dalam penentuan guna lahan yang tepat untuk SMA di Kota Kalasan.

2. Termasuk dalam Kawasan Zonasi Sekolah

Berdasarkan

Permendikbud

No.44

Tahun

2019

mengamanatkan adanya penerimaan siswa melalui sistem zonasi yang berdasarkan batas administrasi serta jarak antara sekolah dan permukiman. Penggunaan sistem

zonasi

masyarakat

yang

Kota

mempermudah

Kalasan

ke

SMA

aksesibilitas di

sekitarnya

membantu mewujudkan Kota Kalasan yang kompak.

Jarak maksimal zonasi untuk tingkat SMA adalah 9000 m.

Faktor Limitasi 1. Tidak Berada pada Kawasan Rawan Bencana Lahan dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi tidak ideal untuk dibangun. Permen ATR No.1 Tahun 2018 mengamanatkan pembangunan agar dilakukan pada kawasan yang tidak rawan terhadap bencana sehingga masyarakat tidak merasakan risiko terhadap kegiatan yang dilakukannya.

74

2. Kelerengan

Kelerengan

atau

kemiringan

lahan

untuk

sarana

pendidikan diatur dalam Permendiknas No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah yang menyatakan

kemiringan

lahan

sarana

pendidikan

memiliki rata-rata kurang dari 15%. Dengan tujuan untuk memudahkan seluruh aktivitas dan kegiatan dalam lingkungan sekolah tersebut.

75

3. Tidak Berada pada Kawasan Lindung Penggunaan lahan yang tepat berdasarkan Permen ATR No. 1 Tahun

2018 dilakukan

diperuntukan sebagai

pada kawasan

kawasan

yang

budidaya sehingga

dapat mempertahankan kondisi lingkungan hidup di Kota Kalasan.

Overlay SMP

76

Setelah menentukan kriteria peruntukan lahan pendidikan khususnya SMP, maka dibuat pembobotan pada tiap kriterianya, selanjutnya dilakukan

overlay pada

peta-

petanya. Maka, ditemukanlah daerah yang sesuai untuk pengadaan pendidikan SMP di Kota Kalasan.

Overlay SMA

Setelah menentukan kriteria peruntukan lahan pendidikan khususnya SMA, maka dibuat pembobotan pada tiap kriterianya, selanjutnya dilakukan

overlay pada

peta-

petanya. Maka, ditemukanlah daerah yang sesuai untuk pengadaan pendidikan SMA di Kota Kalasan.

6.4 Kesehatan No

Kriteria S pasial

F ungsi Topologi

P arameter

Nilai (V alue)

Re ferensi

Bobot

Tata Cara Perencanaan

15%

Faktor Pendefinisi (Defining Factors) 1

77

Jarak ke permukiman

Distance to â&#x2020;&#x2019; Semakin

0-500 m

Sangat Baik

5

dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

2

3

4

Jarak jangkauan ke kendaraan umum

Distance to → Semakin dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

500-1000 m

Baik

1000-1500 Sedang m

3

1500-2000 m

Buruk

2

>2000 m

Sangat Buruk

1

0-1000 m

Sangat Baik

5

Baik

4

1000-2000 m

2000-3000 Sedang m

3

3000-4000 m

Buruk

2

>4000 m

Sangat Buruk

1

0-400 m

Sangat Baik

5

Distance to → Semakin 400-800 m Baik Jarak ke jalan dekat 800-1200 m Sedang arteri semakin dan kolektor sesuai 1200-1600 Buruk (Euclidean m Distance) Sangat >1600 m Buruk

Ketersediaan utilitas publik

Distance to → Semakin dekat semakin sesuai (Euclidean Distance)

4

4 3 2 1

0-50 m

Sangat Baik

5

50-100 m

Baik

4

100-200 m Sedang

3

200-300 m

Buruk

2

>300 m

Sangat Buruk

1

Kawasan Perumahan Kota, SNI 03-17332004

Permenkes No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

10%

Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, SNI 03-17332004

15%

Permenkes No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

15%

Permenkes No. 24

15%

Faktor Limitasi (Defining Factors) 5

78

Tidak berada pada

Overlay to → Tidak berada

Tidak berada pada

Sesuai

5

kawasan rawan bencana

6

7

8

79

pada kawasan rawan bencana (Reclassify)

Overlay to â&#x2020;&#x2019; Tidak Tidak berada berada di kawasan pada lindung Kawasan Lindung (Reclassify)

Memiliki tingkat polusi rendah

Memiliki tingkat kelerengan rendah

Distance to â&#x2020;&#x2019; Semakin dekat dengan sumber polusi, semakin tidak sesuai (Euclidean Distance)

kawasan rawan bencana Berada pada kawasan rawan bencana

Tidak Sesuai

0

Tidak berada pada kawasan lindung

Sesuai

5

Berada pada kawasan lindung

Tidak Sesuai

0

Semakin jauh dengan sumber polusi (Jarak dengan industri >500 m)

Sesuai

5

Semakin dekat dengan sumber polusi (Jarak dengan industri <500 m)

Tidak Sesuai

Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit

10%

10%

Overlay to â&#x2020;&#x2019; Berada Tidak pada Sesuai berada kelerengan pada 0-15% kelerengan tinggi (Reclassify)

0

5 10%

Rencana pemanfaatan lahan untuk sarana kesehatan, proyeksi

guna lahan

memprioritaskan pada

4

faktor

pendefinisi, antara lain: dekat permukiman (15%), dekat dengan

kendaraan umum (10%),

dekat dengan

jalan

arteri/kolektor (15%), dan ketersediaan utilitas publik (15%) Untuk limitasi, terdapat 2 faktor yaitu: tidak berada pada kawasan rawan bencana (15%), tidak berada di kawasan lindung (10%), jauh dari industri (10%) dan kelerengan (10%).

Faktor Pendefinisi 1.

Jarak ke Permukiman

Sarana

kesehatan

masyarakat,

harus

sebagai

mudah

upaya

dijangkau

peningkatan

oleh mutu

pelayanan dan penangan secara cepat, tepat, dan baik.

Semakin dekat jaraknya dari permukiman maka semakin baik. Menurut SNI 03-1733-2004 penempatan penyediaan sarana kesehatan akan mempertimbangkan jangkauan radius atau jarak ke area permukiman yang menjadi layanan dari sarana kesehatan itu sendiri.

80

2. Jarak Jangkauan ke Kendaraan Umum

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 sarana kesehatan sebaiknya didirikan di lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat serta dapat diakses dengan mudah menggunakan transportasi umum. Aksesibilitas menjadi penting karena dalam pemenuhan pelayanan kesehatan di sebuah kota, semakin mudah suatu pusat kesehatan untuk dijangkau oleh masyarakat maka semakin baik. Ini juga termasuk dengan ketersediaan kendaraan umum yang dapat menjangkau sarana kesehatan tersebut.

3. Jarak ke Jalan Arteri dan Kolektor

81

Keterjangkauan yang baik dengan pusat mobilitas akan memudahkan masyarakat saat menuju sarana kesehatan yang ada. Bukan hanya kedekatannya, tetapi kapasitas jalan harus diperhitungkan, sehingga transportasi seperti ambulance, mobil pribadi, ataupun motor dapat melintas dengan aman dan lancar. Sarana kesehatan sebaiknya dekat dengan jalan arteri/kolektor sebagai jalan utama dan bebas hambatan agar mudah untuk diakses.

4. Ketersediaan Utilitas Publik

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 ketersediaan utilitas publik menjadi salah satu dari delapan syarat penempatan lokasi pusat kesehatan.

Utilitas

82

tersebut

mencakup

jaringan

telekomunikasi,

ketersediaan air bersih, serta pengelolaan sumber daya air.

Ketersediaan jaringan telekomunikasi yang baik akan meningkatkan pelayanan sarana kesehatan yang cepat, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketersediaan air bersih akan meningkatkan kualitas pelayanan sarana kesehatan, sebagai upaya penyediaan air yang steril dan layak konsumsi. Serta, saluran irigasi dan drainase yang dikelola dengan baik di sekitar area sarana kesehatan dapat menghindari terjadinya banjir yang mana akan menimbulkan kerugian.

Faktor Limitasi 1. Tidak Berada pada Kawasan Rawan Bencana

Sesuai dengan Permenkes No. 24 Tahun 2016, lokasi sarana kesehatan harus berada di luar Kawasan Rawan Bencana (KRB), sehingga

dapat mengurangi tingkat

resiko dan meningkatkan tingkat keselamatan bagi pasien, tenaga medis, dan elemen lainnya.

2. Tidak Berada di Kawasan Lindung

83

Menurut UU No. 24 Tahun 1994 dan UU No. 26 Tahun 2007, kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik alam maupun buatan. Pembangunan di Kawasan ini hanya diperuntukan

untuk

tujuan

pengembangan

dan

pelestarian saja. Selain itu, Permenkes No. 24 Tahun 2016 menjelaskan bahwa pembangunan sarana kesehatan harus sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan ketentuan tata ruang dan setempat.

3. Memiliki Tingkat Polusi Rendah

84

tata bangunan daerah

Produk dan jasa kesehatan harus dijaga tingkat kesterilannya, karena sangat berbahaya apabila terkontaminasi zat-zat polutan lainnya. Selain itu, dalam penanganan kesehatan (RS, Bidan, Puskesmas, Klinik) harus jauh dengan pusat kebisingan, karena dapat mengganggu ketenangan pasien maupun tenaga medis di dalamnya. Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 tahun 2016 yang menyatakan bahwa Rumah Sakit harus berada pada lingkungan dengan udara bersih dan lingkungan yang tenang, serta bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber .

4. Kelerengan

Lahan untuk peruntukan sarana kesehatan harus berada pada tingkat kelerengan yang relatif datar, sehingga dapat meminimalisir terjadinya longsor. Selain itu, dapat menjadi faktor dalam peningkatan pelayanan kesehatan yang aman dan nyaman.

85

Overlay Setelah menentukan kriteria peruntukan lahan sarana kesehatan, maka dibuat pembobotan pada tiap kriterianya, selanjutnya

dilakukan

overlay

pada

peta-petanya.

Ditemukanlah daerah yang sesuai untuk pengadaan fasilitas kesehatan.

6.5 Industri No

Kriteria S pasial

F ungsi Topologi

P arameter

Nilai (V alue)

Re ferensi

Bobot

Urban Economics (Sullivan, 2012)

20%

Faktor Pendefinisi (Defining Factors) 0-400 m

1

Jarak ke jalan utama (arteri dan kolektor)

Distance to â&#x2020;&#x2019; semakin dekat semakin baik (Euclidean distance)

400-800 m

5

Baik

4

800-1200 Sedang m

3

1200-1600 m

Buruk

2

Sangat Buruk

1

>1600 m

86

Sangat Baik

2

3

Jarak terhadap rel kereta api

Jarak ke permukiman

Distance to → semakin dekat semakin baik (Euclidean Distance)

Distance to → semakin jauh semakin baik (Euclidean distance)

0-500 m

Sangat Baik

5

500-1000 m

Baik

4

1000-1500 Sedang m

3

1500-2000 m

Buruk

2

>2000 m

Sangat Buruk

1

0-500 m

Sangat Buruk

1

500-1000 m

Buruk

2

1000-1500 Sedang m

3

1500-2000 m

Baik

4

>2000 m

Sangat Baik

5

Sangat Baik

5

Baik

4

0-400 m

4

5

87

Jarak ke area industri eksisting

Jarak terhadap sungai

Distance to → semakin dekat semakin baik (Euclidean distance)

Distance to → semakin dekat semakin baik (Euclidean distance)

400-800 m

800-1200 Sedang m

3

1200-1600 m

Buruk

2

>1600 m

Sangat Buruk

1

0-250 m

Sangat Baik

5

250-500 m

Baik

4

500-750 m

Sedang

3

750-1000 m

Buruk

2

Land Sustaibility Analysis for Industrial Development Using GIS

10%

Permen Perindustrian No. 35 Tahun 2010

10%

Analisis Kelompok

15%

Permen Perindustrian 10% No. 35 Tahun 2010

>1000 m

Sangat Buruk

1

Faktor Limitasi (Defining Factors)

6

7

8

Overlay to → Bebas Tidak berada Tidak berada rawan pada pada bencana kawasan kawasan rawan rawan Rawan bencana bencana bencana (Reclassify) Overlay to → Bukan Tidak berada kawasan Tidak berada pada lindung pada kawasan kawasan yang Kawasan lindung dilindungi lindung (Reclassify)

Kemiringan lereng

Overlay to→ berkisar pada 0-25% (Reclassify)

Fa ktor Pendefinisi 1.

88

Jarak ke Jalan Utama

0-25%

Sesuai

5

Tidak Sesuai

0

Sesuai

5

Tidak Sesuai

0

Sesuai

5

Permen ATR No. 1 Tahun 2018

15%

Permen ATR No. 1 Tahun 2018

10%

Permen PU No. 10% 41 Tahun 2007

Supaya

mudah

dijangkau

oleh

kendaraan

(aksesibilitasnya tinggi), guna lahan industri harus dekat dengan jalan arteri dan/atau kolektor. Sebisa mungkin jangan sampai terdapat jasa di jalan lokal, karena dapat mengakibatkan kesulitan dalam mengakses (yang pada akhirnya

akan

mematikan

industri

tersebut

dan

berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya) dan kepadatan bangunan yang terlalu tinggi. Parameter yang digunakan mulai dari 400 meter sampai > 1600 meter.

2. Jarak terhadap Rel Kereta Api

Kawasan industri sebaiknya dibangun dekat dengan rel kereta api, dimana ini akan

memudahkan dalam

pendistribusian bahan pokok, maupun hasil produk industri tersebut melalui jalur darat yaitu kereta api.

Kriteria ini menjelaskan bahwa semakin dekat industri dengan Kawasan

industri, maka Kawasan tersebut

semakin baik. Parameter yang digunakan mulai dari 500 m sampai dengan >2000m.

89

3. Jarak ke Permukiman

Penempatan lokasi kawasan industri di Kalasan masih terhitung buruk karena jarak antara pemukiman dan lokasi kawasan industri eksisting di kalasan hanya berkisar 0-1000 m. Lokasi ideal untuk penempatan Kawasan industri adalah jauh dari pemukiman penduduk.

Jika

Kawasan

industri

berada

di

dekat

Kawasan

permukiman maka akan menimbulkan berbagai resiko seperti pencemaran, kebisingan, kepadatan bangunan, dan

mengganggu

aktivitas

warga

di

pemukiman

tersebut. Parameter yang digunakan pada analisis ini mulai dari 500 m sampai dengan >2000 m.

4. Jarak ke Industri yang ada Saat Ini Kegiatan dengan

industri

sebaiknya

mempedomani

pengelompokan,

agar

diletakkan

berdekatan

sistem perencanaan meminimalkan

urban

penggunaan

lahan, dan memisahkan antara kawasan industri dengan kawasan lainnya yang dapat merusak Kawasan lain

90

tersebut. Kawasan Industri di Kalasan saat ini sudah cukup baik dikarenakan terkelompok memanjang di jalan arteri, dan memperhatikan jarak antara jalan arteri dan perencanaan

kawasan

industri.

Parameter

yang

digunakan untuk analisis ini mulai dari 400 m sampai dengan >1600 m.

5. Jarak Terhadap Sungai

Menurut

Permen

Pengembangan

91

Perindustrian Kawasan

no

35

Industri

Tahun

2010

sebaiknya

mempertimbangkan jarak terhadap sungai.

Karena

sungai memiliki peranan. penting untuk kegiatan industri yaitu sebagai sumber air baku dan tempat pembuangan akhir limbah industri. Sehingga jarak terhadap sungai harus

mempertimbangkan

biaya

konstruksi

dan

pembangunan saluran-saluran air. Disamping itu jarak yang

ideal

seharusnya

juga

memperhitungkan

kelestarian lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga kegiatan industri dapat secara seimbang menggunakan

sungai

untuk

industrinya tetapi juga dengan

kebutuhan

kegiatan

tidak menimbulkan

dampak negatif terhadap lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut. Parameter yang digunakan untuk analisis ini mulai dari 250 m sampai dengan >1000 m.

Faktor Limitasi 1. Tidak Berada pada Kawasan Bencana

Menurut Permen ATR no 1 Tahun 2018 Pasal 7 (3j), Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah harus tidak

92

terletak di kawasan rawan bencana, agar mengurangi dampak dan resiko dari bencana tersebut.

2. Tidak Berada pada Kawasan Lindung

Menurut Permen ATR no 1 Tahun 2018, perencanaan pola ruang harus memperhatikan Kawasan lindung dan budidaya agar tidak merusak kelestarian khasnya.

3. Kelerengan

93

dan

ciri

Menurut Permen PU no 41 Tahun 2007, karakteristik kesesuaian lahan terbangun harus memperhatikan kemiringan,

dengan

topografi

datar

sampai

bergelombang ( kemiringan lahan 0-25%).

Overlay Setelah menentukan kriteria peruntukan lahan industri, maka dibuat pembobotan pada tiap kriterianya, selanjutnya dilakukan overlay pada peta-petanya. Maka, ditemukanlah daerah yang sesuai untuk pengadaan kawasan industri.

94

rencana tata guna lahan

BAB VII : Rencana Tata Guna Lahan

Peta rencana tata guna lahan tahun 2040 merupakan rencana hasil kesesuaian lahan permukiman, perdagangan dan jasa, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan peruntukan lahan industri yang disesuaikan dengan kondisi eksisting tata guna lahan Kota Kalasan pada tahun 2020. Peta tersebut menunjukkan adanya perubahan tata guna lahan di Kota Kalasan yang mengadopsi konsep kota kompak atau Compact City.

Kami menggunakan geoprocessing ArcGIS berupa hexagonal tessellation

untuk

mengalokasikan

lahan.

Hexagonal

tessellation membagi Kota Kalasan menjadi luasan-luasan berbentuk segi enam atau hexagon. Satu hexagon dalam peta Rencana Tata Guna Lahan mewakili luasan lahan sekitar

95

6.495 m². Maka dari itu, lahan di Kota Kalasan memiliki 4.140 buah hexagon.

Lahan Kota Kalasan

Luas (m²) Eksisting

Limitasi

Demand

(m²)

26.890.000

Lahan Terbangun

11.165.458

Kawasan Lindung

157.223

Proyeksi Peruntukan Lahan

397.000

Pendidikan Proyeksi Peruntukan Lahan

15.960

Kesehatan Proyeksi Peruntukan Lahan

3.333.980

Permukiman Proyeksi Peruntukan Lahan

0

Perdagangan dan Jasa Proyeksi Peruntukan Lahan

5.772.911

Rekreasi, Olah Raga, RTH Proyeksi Peruntukan Lahan

0

Peribadatan Proyeksi Peruntukan Lahan Industri Jumlah

Lahan Tersisa

1.229.869 26. 890.000

1 1 .322.681

1 0. 749.720

4. 817.600

Luasan lahan di Kota Kalasan saat ini mencapai 26.890.000 m² dengan jumlah penduduk di dalamnya sebanyak 82.524 jiwa. Dua puluh tahun dari sekarang atau pada 2040 nanti, penduduk di Kalasan diproyeksikan akan mencapai 111.138 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk tentu akan menciptakan perubahan pada kebutuhan lahan di Kalasan nantinya. Pada tahun 2040, lahan yang dimiliki oleh Kota Kalasan masih mencukupi kebutuhan lahan untuk kegiatan perkotaan karena berdasarkan hasil analisis yang

96

kami lakukan, Kota Kalasan memiliki nilai positif pada lahan tersisa yang artinya masih terdapat lahan non terbangun yakni sebesar 4.817.600 m².

97

penutup

BAB VIII : Penutup 8.1 Evaluasi Sebagai kota fungsional, sarana di Kota Kalasan sebagian besar telah mencukupi kebutuhan masyarakat disana. Hanya saja, terdapat beberapa sarana yang masih perlu ditambah jumlahnya seperti pendidikan yaitu PAUD dan Kesehatan seperti Praktek Dokter. Walaupun jika dilihat dari jumlahnya, beberapa fasilitas masih memerlukan jumlah yang cukup banyak, tetapi apabila dilihat dari spasialnya, fasilitas tersebut telah mencukupi dan menjangkau daerah yang membutuhkan. Selain itu, apabila ditinjau dari letaknya, ada beberapa fasilitas pendidikan seperti SMP dan SMA yang letaknya masih berada di jalan arteri. Hal ini kurang cocok apabila dilihat dari sisi keamanan dan kenyamanan bagi siswanya.

Kebutuhan sarana yang belum sepenuhnya terpenuhi akan menghambat pertumbuhan kota Kalasan itu sendiri.

Padahal,

Kota Kalasan

berkembang kesesuaian

karena lahan

ini

berpotensi untuk

letaknya pemukiman

di

perbatasan

yang

tinggi

terus dan juga

mendorong pertumbuhan penduduk dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.

8.2 Pembelajaran Kota merupakan pusat kegiatan yang perkembangannya tergolong cepat. Namun, kota juga memiliki daya dukung dan daya tampung. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan dalam perencanaan kota

98

untuk kedepannya, sehingga kota dapat berfungsi secara berkelanjutan hingga di masa yang akan datang.

Dengan adanya analisis ini, dapat disimpulkan bahwa perkembangan suatu kota harus memperhatikan berbagai aspek yang terkandung. Tidak hanya secara fisik, melainkan secara kependudukan pun tetap diperhatikan karena penduduk adalah penghuni dari kota tersebut. Berdasarkan analisis proyeksi penggunaan lahan, dapat disimpulkan bahwa: o

Perkembangan suatu kota harus memperhatikan berbagai aspek yang terkandung. Tidak hanya secara fisik, melainkan secara kependudukan pun tetap diperhatikan karena penduduk adalah penghuni dari kota tersebut.

o

Dalam merencanakan tata guna lahan di Kota Kalasan perlu untuk melakukan proyeksi penduduk untuk mengetahui kebutuhan lahan di masa yang akan datang dan membandingkan kebutuhan lahan dengan ketersediaan lahan yang ada di Kota Kalasan.

o

Dalam merencanakan tata guna lahan di Kota Kalasan perlu merumuskan konsep pengembangan kota yang sesuai dengan potensi kota yang ada saat ini. Kemudian, konsep tersebut diperjelas dalam kriteria yang terdiri dari kriteria pendefinisi dan kriteria penghambat (limitasi).

8.3 Simpulan Kota Kalasan merupakan kota kecil dengan jumlah penduduk yang sedikit. Penggunaan lahan di Kota

99

Kalasan harus dapat mendukung berjalannya fungsi dan peran kotanya. Dengan konsep kota kompak, diharapkan dapat mengarahkan perkembangan Kota Kalasan sampai tahun 2040. Kota kompak diterapkan sebagai bentuk perencanaan bagi daerah dengan kepadatan tinggi, sehingga peletakan lokasi sarana pelayanan yang ada

diharapkan

dapat

dijangkau

masyarakat Kalasan dengan mudah.

100

oleh

seluruh

daftar pustaka

DAFTAR PUSTAKA Kecamatan Kalasan dalam Angka 2018,2019,2020 Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Permukiman, dan Pekerjaan Umum Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No 534 Tahun 2001 Land Suitability Analysis for Industrial Development Using GIS Peraturan Bupati Sleman No.49 Tahun 2012 Peraturan Menteri ATR No.1 Tahun 2018 Peraturan Menteri ESDM No.28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI No.10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang Peraturan Menteri PU No 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL Peraturan Menteri PU No.41 Tahun 2007 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman 2011-2031

101

SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980 SNI 03-1733-2004 Urban Design Reclaimed, New Urbanism Urban Economics (Sullivan, 2012) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Pasal 13 tentang Bangunan Gedung Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

102

Terima Kasih

Perencanaan Wilayah dan Kota Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada