Film Playlist - Merenungi kembali dekade 60-an melalui perspektif sinema Indonesia

Page 1

Pengkhianatan G30S/PKI 11 Gie 11 Lentera Merah 12 Sang Penari 12 Jagal 13 Senyap 13 The Science of Fictions 14 You and I 14 Kambodja 15 Before, Now & Then (Nana) 15 Pengantar 02 List Film 10 DAFTAR
ISI

MERENUNGI KEMBALI DEKADE 60-AN MELALUI PERSPEKTIF SINEMA INDONESIA

Tahun 1966 iki jaman edan Man” salah satu kutipan dalam film Hiruk-Pikuk

Si Al-Kisah The Science of Fictions mengisyaratkan sebuah hiruk-pikuk gegar zaman yang terjadi dalam rentang tahun tersebut. Sebuah

kejadian yang besar menimpa negri ini yang tiap tahun akan selalu terputar kembali dalam memori kelam bangsa Indonesia.

Sebagai warga negara Indonesia, pastinya sudah sangat familiar terhadap peristiwa besar yang terjadi pada tahun 1960an. Setiap tahunnya kita pasti akan dibawa kembali untuk melihat dan merenungi memori pahit tahun tersebut meskipun keabsahannya masih menjadi perbincangan panas.

Hiruk-pikuk gegar zaman 60-an menjadi penanda akibat dari sebuah peristiwa besar pasca perang dunia dua yang membawa dua kubu besar saling bersaing. Rentetan peristiwa dalam perang dingin, perlombaan antariksa, hingga perlawanan terhadap komunisme yang memuncak pada dekade tersebut menjadikan dekade 60-an menjadi sebuah gegar zaman yang rusuh, memecah belah, dan pembunuhan terhadap hak asasi.

Gegar zaman 60-an telah menjadi memori akan sebuah dekade yang pahit bagi sejarah dunia. Melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada era tersebut, kita dapat melihat kembali untuk belajar, berdiskusi, dan merenungi terhadap masalah-masalah yang ada. Terlebih lagi, pada era keterbukaan saat ini, kita mampu memperoleh berbagai informasi dan referensi sebagai bahan renungan terhadap peristiwa tersebut, salah satunya adalah melalui dunia perfilman.

Melalui dunia perfilman, kita mampu diajak kembali dalam gambaran gegar zaman yang ada. Salah satu keajaiban sinema adalah bagaimana ia bisa membawa kembali memori terhadap kenangan masa lalu melalui beragam perspektif pula. Keragaman cerita yang dituangkan dalam perspektif sinema dapat menjadi bahan acuan, gambaran, serta referensi yang beragam dalam memaknai peristiwa yang ada.

Dalam sinema Indonesia misalnya, penyajian peristiwa gegar zaman dekade 60-an di Indonesia terus menerus menjadi pembicaraan yang panas. Terlebih lagi sejak era reformasi, keterbukaan terhadap kebenaran informasi dan kebebasan

berbicara membawa kembali memori serta pengungkapan sejarah terhadap hiruk-pikuk yang terjadi pada masa itu.

03
HIRUK-PIKUKSIALKISAHTHESCIENCEOFFICTIONSSTILLIMAGE

Sinema sebagai media yang mampu mengasah indra dan rasa mampu melukiskan kembali tentang sebuah kenangan dan cara berpikir melalui narasi-narasinya. Hiruk-Pikuk Si AlKisah The Science of Fictions (Yosep Anggi Noen) menyajikan sebuah komentar dan sentilan terhadap “fiksi” yang ditampilkan melalui dua arus masa, yaitu masa lalu dan masa kini. Melalui film ini, kita disuguhkan pada hiruk-pikuk mengenai kebohongankebohongan yang terjadi pada sejarah, media, hingga manusia yang disuguhkan melalui pantomim tubuh astronaut jadi-jadian bernama Siman.

Ketika dunia barat sedang berlombalomba menginjakkan kaki di Bulan, bangsa ini sedang bergelut dengan perang antar ideologi tahun 1966. Hadir sebagai film dengan narasi dua babak waktu yang berbeda. Namun, hadir sebagai gambaran bahwa setiap era, setiap orang memiliki rahasianya masing-masing yang disimpan hingga busuk dikerumuni lalat-lalat.

Mereka yang berusaha berbicara benar akan dibungkam, dianggap gila. Pendaratan bulan, G30s, politisi narsis, mereka tetap sama di setiap eranya, sama-sama tetap berkuasa.

Sedangkan orang seperti Siman, dianggap nya tak waras, menjadi ajang tontonan, dan terus dikendalikan oleh mereka yang berkuasa.

04
HIRUK-PIKUKSIALKISAHTHESCIENCEOFFICTIONSSTILLIMAGE

Membicarakan dekade 60-an di Indonesia tak bisa luput mengenai

Penghianatan G 30 S PKI (Arifin C. Noer). Film ini telah menghantui masa

kecil sebagian besar warga Indonesia

tentang gambaran kekejaman Partai

Komunis Indonesia (PKI) terhadap 6 Jenderal dan 1 Perwira angkatan perang yang disiksa di Lubang Buaya.

Film ini tiap tahunnya pada bulan september sempat diwajibkan untuk diputar pada stasiun televisi nasional.

Film propaganda yang dibiayai oleh

Perusahaan Film Negara (PFN) ini sengaja dibuat dengan tujuan edukasi

mengenai klaim “fakta sejarah” oleh

Orde Baru kala itu.

Dibalik kontroversi mengenai

kebenaran sejarah dan “pencitraan”

karakter Soeharto, film ini merupakan

suguhan mengenai peristiwa 1966

yang disuguhkan secara kolosal

dengan dialog-dialog yang hingga kini

tertanam dalam core memory bagi

siapapun yang menontonnya.

Mengesampingkan kontroversinya, yang jelas film ini memberikan gambaran seperti apa keadaan bangsa

Indonesia pada 1966 dan otoriter Orde Baru sebagai bahan renungan dan pembelajaran mengenai sejarah bangsa yang kelam.

05
PENGKHIANATANG30SPKISTILLIMAGE

Berbanding arah dengan film

sebelumnya, Jagal: The act of killing (Joshua Oppenheimer) menghadirkan

gambaran bengis yang terjadi pada korban pembantaian terduga PKI

pasca G30s yang disajikan melalui perspektif pelaku secara dokumenter.

Melalui keberanian sang sutradara

menghadirkan topik yang sangat sensitif dengan pendekatannya untuk membuat sang pelaku, salah satunya

Anwar Congo untuk berbicara

membuat film dokumenter ini menjadi gambaran serta pengungkapan fakta sejarah yang mencengangkan. Melalui

reka adegan peristiwa bengis yang diperagakan secara langsung oleh pelaku mampu membuat rasa getir dan tidak mengenakkan mengenai sisi gelap sejarah Indonesia.

Selaras dengan topik yang sama, Senyap: The Look of Silence (Joshua Oppenheimer) sebagai sequel

menghadirkan peristiwa pasca G30s melalui perspektif keluarga korban.

Salah satunya adalah Ramli, korban pembantaian massal terduga PKI, adik korban yang berprofesi sebagai

tukang kacamata keliling berusaha mencari titik terang atas kaburnya

sejarah yang tertulis pada buku pelajaran. Menghadirkan pengalaman penuh rasa cemas, haru, dan menyayat hati tentang bagaimana

sosok-sosok pelaku yang enggan membuka matanya dan merasa sesal meskipun telah mendapatkan

kacamata yang baru, mereka tetap melihat sejarah melalui satu sisi matanya yang kabur dan enggan membuka sisi lainnya untuk melihat lebih jelas.

06
JAGAL:THEACTOFKILLINGSTILLIMAGE

Begitu pula pada tiga film selanjutnya yang membicarakan korban

perempuan dan Gerakan Wanita

Indonesia (Gerwani) yang dicap dekat dengan komunisme. Sang Penari (Ifa Isfansyah) menghadirkan kisah pilu

yang diangkat atas novel “Ronggeng Dukuh Paruk” yang menceritakan tentang sepasang kekasih Rasus dan Srintil di sebuah desa miskin, Dukuh Paruk, Banyumas. Srintil sebagai perempuan desa dengan mimpinya untuk menari ronggeng sebagai

warisan leluhurnya, yang ia tahu hanyalah menari. Di lain sisi Rasus merupakan seorang tentara dengan tugasnya mengemban pada negara.

Dengan keadaan desa yang miskin dan warga desa yang buta aksara mampu

dimanfaatkan oleh Partai Komunis untuk memperoleh suara dalam pemilu. Film ini tampil sebagai

perwujudan gegar yang terjadi pasca

G30s yang turut menyeret masyarakat tak berdosa kedalam bencana dahsyat kala itu.

You and I (Fanny Chotimah) menghadirkan dokumenter kisah pilu terhadap “kakak-adik” Kaminah (70 tahun) dan Kusdalini (74 tahun), keduanya bertemu dan menjadi saudara ketika berada dalam penjara tanpa vonis apapun sebagai terduga yang terlibat dalam gerakan G30s. Keduanya tumbuh bersama saling menyayangi layaknya kakak-adik.

Dalam masa tuanya Mbah Kaminah

menuntun kakaknya Kusdalini dalam mengingat teman-temannya melalui foto-foto dalam genggamannya. Bahkan dalam masa tuanya mereka masih menyempatkan diri untuk berkumpul dan berdiskusi bersama

teman-teman bekas lembaga

pemasyarakatan dan menonton TV untuk membicarakan teman-temannya sebagai korban konflik masa lalu.

Berkali-kali Mbah Kaminah

mengucapkan JASMERAH “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”.

07
YOUANDISTILLIMAGE

Lentera Merah (Hanung Bramantyo)

tampil sebagai sajian film horor

dengan tema utama malam kaderisasi

unit kegiatan mahasiswa Majalah

Lentera Merah yang terinspirasi

Majalah Lentera dan buku karangan

Soe Hok Gie “Di Bawah Lentera Merah”. Mengisahkan tentang keberlangsungan Lentera Merah yang

sempat dibredel pada masa pasca

G30s, serta Risa (Laudya Cynthia Bella) yang menjadi korban pembunuhan

terduga PKI, menjadi konflik utama yang menghantui malam kaderisasi tersebut.

Hiruk-pikuk tahun 60-an tak hanya

membahas persoalan politik saja, melainkan dalam dekade tersebut

terdapat kisah-kisah kecil mengenai

persoalan cinta yang secara tak langsung bersinggungan terhadap

gegar zaman yang ada. Kambodja (Rako Prijanto) membawakan kisah

sederhana sepasang suami istri yang terlibat dalam perselingkuhan.

Hiruk-pikuk masalah rumah tangganya yang sedang bermasalah turut serta terdampak terhadap peristiwa tahun 65. Melalui detail-detail kecil seperti radio, hingga perbincangan kecil soal musik “ngak ngik ngok” kita dibawa kembali melihat kondisi dalam dekade tersebut pada ranah yang kecil seperti rumah tangga.

Before, Now & Then (Kamila Andini) menjabarkan kisah subtil mengenai perjuangan Raden Nana Sunani untuk menjadi perempuan yang merdeka dari belenggu sistem patriarki yang menurungnya. Tampil sebagai korban masalah konflik dalam dekade tersebut, ia harus berjuang menjadi seorang perempuan yang berdikari dan menjalani norma laku yang tak ia inginkan. Selain itu, ia turut bergelut dengan masalah perselingkuhan yang justru membawanya menemui perempuan yang mendapatkan cap komunis menjadi tempat bersandarnya mencurahkan isi hati.

08
BEFORE,NOW&THEN(NANA)STILLIMAGE

Dan yang terakhir adalah Gie (Riri Riza), yang menghadirkan manifestasi audio visual dari catatan-catatan Soe Hok Gie melalui bukunya Catatan Seorang Demonstran. Film ini menyajikan dan seakan merangkum seluruh kejadian dalam dekade 60-an semasa ia hidup. Protes-protes Gie yang ditujukan pada manifesto politik demokrasi terpimpin Soekarno, ketegasannya berdiri dan membela keadilan bagi mereka yang tak berdosa dibantai dengan kejamnya, hingga rasa tanggung jawabnya ketika militer menduduki pemerintahan saat Orde Baru berkuasa.

Sebagai penutup, kejadian-kejadian dalam dekade 60-an haruslah dimaknai sebagai bentuk pembelajaran agar tidak lagi terjadi pecah belah dan pelanggaran hak asasi.

Kita sebagai kaum terpelajar haruslah melihat kembali sejarah melalui dua sisi arah dalam melihat kebenaran dan mampu berusaha belajar, bangkit, dan melukis masa depan cerah dari sejarah yang kelam.

Selamat melihat kembali hiruk-pikuk 60-an!

09
GIESTILLIMAGE
- Fadhal Fahma Ilmi Albama

List Film

Pengkhianatan G30S/PKI

Gie Lentera Merah

Sang Penari

Jagal: The Act of Killing

Senyap: The Look of Silence

The Science of Fictions

You and I

Kambodja

Before, Now & Then (Nana)

Penghianatan G 30 S PKI Dir. Arifin C. Noer

1984

Menceritakan G30S/PKI atau Gerakan 30 September yang merupakan gerakan dan kudeta politik di Indonesia oleh Partai

Komunis Indonesia (PKI). Akibatnya, enam jenderal dan satu perwira pertama diculik dan dibunuh.

Gie Dir. Riri Riza

2005

Disney+ Hotstar

Soe Hok Gie merupakan seorang aktivis era 60-an. Era paling kelam dalam sejarah Indonesia. “Gie” merupakan interpretasi apa yang terjadi pada era tersebut berdasarkan buku hariannya.

11

Lentera Merah

Dir. Hanung Bramantyo

2006

Disney+ Hotstar

Seorang karyawan Lentera Merah, surat kabar kampus Universitas Indonesia, ditemukan tewas di kantor dengan nomor 65 yang ditulis dengan darah di tubuhnya. Sementara itu, lima siswa bersaing memperebutkan posisi di publikasi

Sang Penari

Dir. Ifa Isfansyah

2011

Disney+ Hotstar

Sebuah cerita cinta yang terjadi di sebuah desa miskin Jawa Tengah pada pertengahan 1960-an. Rasus mencari cintanya, Srintil, seorang penari lengger yang diberkahi dengan gerakan-gerakan tarian yang konon memiliki kesaktian tertentu.

Sedangkan Rasus, meninggalkan desa untuk bergabung dengan pasukan tentara.

12

Jagal: The act of killing

Dir. Joshua Oppenheimer

2012

YouTube Jagal Senyap

Film dokumenter yang menantang mantan pemimpin regu kematian Indonesia, Anwar Congo dan kawan-kawannya untuk mereka adegan kembali pembunuhan massal dalam

genre sinematik apa pun yang mereka inginkan, termasuk skenario kriminal

Hollywood klasik dan nomor musik mewah.

Senyap: The Look of Silence

Dir. Joshua Oppenheimer

2014

YouTube Jagal Senyap

Menceritakan tentang keluarga yang

selamat dari genosida tahun 60-an yang

berkonfrontasi dengan pelaku pembunuh

salah satu anggota keluarganya.

13

Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah

The Science of Fictions

Dir. Yosep Anggi Noen

2019

Netflix

Kehidupan pria sederhana ini berubah

selamanya setelah lidahnya dipotong saat tak sengaja bertemu kru film yang merekam pendaratan bulan palsu di pedesaan Indonesia.

You and I

Dir. Fanny Chotimah

2020

Bioskop Online

Menceritakan tentang Kaminah dan Kusdalini yang bertemu dalam tragedi, disatukan takdir, dan bersama menjadi sahabat sejiwa.

14

Kambodja

Dir. Rako Prijanto

2022

Klikfilm

Danti dan Bayu tinggal di kosan yang sama, bersama pasangan masing-masing. Keduanya kerap ditinggal pasangannya, hingga menjadi akrab. Bahkan melibatkan perasaan. Saat Danti memutuskan menjaga jarak dari Bayu, ia baru tahu kalau suaminya, Sena ternyata punya hubungan dengan Lastri, istri Bayu.

Before, Now & Then (Nana)

Dir. Kamila Andini

2022

Prime Video

Nana, seorang wanita muda yang lembut dan cantik, lolos dari pembersihan antikomunis yang kejam. Setelah itu ia hidup

nyaman sebagai istri kedua seorang pria Sunda yang kaya. Namun, masa lalunya muncul kembali dalam mimpinya.

15

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.