Fear of Missing Out?

Page 1

indi TIK

Edisi 006 / Tahun III / Agustus 2016

Berbagi dan Menginspirasi

Fear of Missing Out?


edisi Agustus 2016


REDAKSI @djalaluddinpane /djalaluddinpane

Penasihat Debby Fientya L. Pane Pemimpin Redaksi Rizki Ardhani S. Redaktur Pelaksana Ariyanti Redaksi Ariyanti, M. Taufiq Yunus Desain Grafis M. Taufiq Yunus M. Saufa Yardha Foto Cover PixaBay Administrasi Siti Nuraidah Keuangan Nurul Fitriah Alamat Redaksi JL. Pulo Macan V No. 47/49 Tomang - Jakarta Barat - 11440 Tel : 021 566 8761 Fax : 021 5696 3052 Email info@djalaluddinpane.org Website www.djalaluddinpane.org

DAFTAR ISI 04 Tentang kami 05 Redaksi Note’s 06 Laporan 08 Isu Laporan 10 Cyber Space 12 DPF News 14 Artikel 18 Tutorial

3

edisi Mei Agustus 20162016


Tentang Kami

Assalamu ‘alaikum wr. wb. Guru pada saat sekarang dihadapkan dengan tantangan lebih besar untuk melahirkan generasi yang siap bersaing secara global. Dengan pesatnya perkembangan teknologi-yang turut mempengaruhi segala sendi aktivitas dan kehidupan hari ini, maka pendidikan sewajarnya juga ikut berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi tersebut. Namun kendalanya adalah, tidak setiap guru di daerah memiliki kesempatan dan akses yang mudah untuk mempelajari bagaimana pemanfaatan TIK yang efektif dan kreatif dalam pembelajaran. Maka disinilah DPF berperan. Didirikan pada 26 Juli 2010, Djalaluddin Pane Foundation (DPF) sebagai suatu yayasan nirlaba memberikan perhatian khusus bagi para pendidik, sosok yang dianggap memiliki peran penting dalam dunia pendidikan ini. DPF mengemban misi dimana nantinya, guru-guru di daerah juga dapat mengaplikasikan TIK sebaik dan sekreatif mungkin, melalui Teacher Competency Deveploment Program. Dengan TCDP, DPF berkomitmen membantu pengembangan guru-guru di daerah dengan tiga tahapan kegiatan, yaitu; pelatihan, pendampingan, dan kontes media pembelajaran. Sebagai langkah awal, seminar pendidikan dilakukan untuk membangun awareness kepada masyarakat agar ikut peduli dengan kondisi pendidikan TIK hari ini. Fenomena guru gaptek dan banyaknya siswa yang terjebak dalam histeria ataupun pola konsumtif yang turut dibawa oleh perkembangan teknologi, seharusnya patut menjadi perhatian semua kalangan. Saat ini Tim DPF beranggotakan 14 orang, dengan 8 orang sebagai program support yang akan menjalankan pelatihan dan pendampingan bagi guru di daerah Medan nantinya. Dengan semangat untuk mewujudkan #IndonesiaTerdidikTIK, DPF juga mengajak masyarakat untuk mendukung dan menujukan kepeduliannya terhadap pendidikan TIK melalui tindakan sederhana. Dengan ikut menggunakan hastag (#) Indonesia Terdidik TIK di jejaring sosial serta mengganti foto profil atau ava di akun sosial media mereka dengan memakai twibbon #IndonesiaTerdidikTIK berarti ia telah ikut berpartisipasi dan peduli terhadap perkembangan pembelajan TIK di sekolah. Mari, bantu guru-guru di daerah dengan menyebar semangat melalui sosial media yang kita punya. Dengan semakin banyaknya guru-guru yang melek TIK, kita bisa mewujudkan #IndonesiaTerdidikTIK!

Wassalam, Rizki Ardhani Situmorang

4

edisi Agustus 2016


Redaksi Note’s Menyoroti Fenomena FOMO di Media Sosial.

M

enanggapi dualitas dari kehadiran global village atau dunia maya melalui beragam fenomena di media sosial adalah salah satu hal yang penting dicermati. Hal ini kami yakini, karena dalam beberapa kasus, sebagian besar isu sosial yang diangkat secara massif melalui media sosial biasanya juga akan turut mempengaruhi kebijakan atas isu itu sendiri. Munculnya beragam petisi online serta beragam survey online dan artikel­-artikel yang mengulas satu isu merupakan salah satu kemewahan yang dihadirkan oleh media sosial. Orang­-orang saat ini dapat terhubung satu sama lain, orang­-orang lebih bebas mendapatkan akses bacaan yang mereka inginkan. Namun segala hal yang bersifat bebas selalu memiliki resikonya tersendiri. Kami meyakini bahwa kehadiran internet dan media sosial merupakan sebuah hawa postif untuk demokrasi di Indonesia (seperti yang pernah dibahas dalam majalah edisi sebelumnya). Namun hal ini kembali lagi kepada bagaimana seseorang mampu bijak dalam memilah dan menanggapi satu fenomena di media sosial tersebut.

Plt. Ketua Djalaluddin Pane Foundation

Rizki Ardhani Situmorang

Untuk itu, kali ini, Inditik mencoba menilik salah satu fenomena yang dipercaya beberapa peneliti kerap menggandrungi sebagian besar pengguna media sosial hari ini. Hal ini juga terkait dangan karakteristik sebagian besar pengguna media sosial, yaitu para generasi Y. Kami menghadirkan sebuah laporan untuk mengenali dan memahami gejala Fear of Missing Out atau yang dikenal dengan istilah Fomo dan diikuti oleh salah satu cermatan dari penulis Huffington Post terkait hubungan Fomo dengan quarter life crisis. E­Magazine Inditik edisi kali ini juga diisi oleh dua Sahabat DPF yang bersedia berbagi dan menginspirasi melalui artikel mereka terkait kantin kejujuran dan kondisi literasi di Indonesia. Dua hal ini menarik, karena konsep kantin kejujuran diyakini penulis sebagai salah satu konsep yang sanggup menanamkan sikap anti korupsi sedari dini. Sedangkan untuk literasi, penulis menganggap bahwa perlunya satu kebijakan khusus untuk meningkatkan minat baca di Indonesia, hal ini terkait data dan riset yang menunjukan bahwa Indonesia masih menempati posisi yang rendah untuk minat baca. Pada akhirnya, kami berharap tulisan-­tulisan ini dapat menjumpai Sahabat DPF di seluruh negeri dan menjadi salah satu inspirasi agar terus berbuat baik demi kemajuan dunia pendidikan Indonesia. Kami yakin ada banyak kalangan yang peduli dengan kondisi pendidikan Indonesia, ada banyak kalangan yang ingin berinovasi dengan teknologi agar dapat memberi manfaat pada seluruh masyarakat. Jalan panjang dan terjal mungkin akan kita temui, tapi tantangan tidak membuat kita menyerah, tantangan membuat kita kuat. Salam #IndonesiaTerdidikTIK!

5

edisi Agustus 2016


Laporan

Mengenal Sindrom Fomo dalam Aktivitas Media Sosial

P

enelitian yang dilakukan oleh Andy Przybylski Dkk, (2013) dengan jurnal berjudul “Motivational, Emotional, and

Behavioural Correlates of Fear of Missing Out� menunjukan adanya kecenderungan dan dorongan bagi sebagian orang untuk mengikuti trend popular yang tengah berkembang di media sosial. Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan bahwa dualitas dari media sosial lah yang mendorong munculnya Fear

of Missing Out atau yang lebih dikenal dengan istilah Fomo ini. Dualitas yang dimaksud adalah sisi positif dan negatif yang dapat ditawarkan oleh kehadiran media sosial. Fomo adalah sebuah kecenderungan untuk membandingkan kehidupan pribadi dengan apa yang sering dilihat dari media sosial milik orang lain. Fomo juga adalah suatu gejala dimana seseorang merasa takut berlebihan bila tidak mengikuti halhal yang dianggap hits dan kekinian di media sosial. Hal seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu indikasi yang menyatakan kenapa sebagian dari remaja milenial saat ini (remaja yang terlahir di era digital) sering merasa stress dan tidak bahagia. JWT Intelegence pernah merilis sebuah artikel terkait riset mereka mengenai fenomena yang menjangkiti hampir 40% pengguna media sosial ini. Artikel tersebut diawali dengan sebuah lead yang menarik; The more people embrace social media, the worse they feel about themselves, (semakin seseorang merangkul atau menghabiskan banyak

riset jwt intelelligence/our unhappy addiction to social media

waktunya untuk media sosial, maka mereka akan semakin merasa buruk atau tidak bahagia). Riset

JWT

dilakukan

terhadap

900

orang

pengguna media sosial dalam kisaran usia 19-26 di Cina, Singapura, dan Amerika untuk memahami sikap mereka terhadap media sosial. Hasilnya menunjukkan hampir lebih dari setengah mengaku telah menghabiskan banyak waktu di media sosial dan merasa stress. Untuk hasil lain yang menunjukan gejala Fomo adalah pengakuan sebanyak 72% dari mereka yang telah bekerja di Singapura menyatakan bahwa akan merasa ditinggalkan oleh dunia nyata apabila mereka tidak memeriksa apa sedang yang terjadi (hits) di media sosial terlebih dahulu. Fomo

menimbulkan

kecenderungan

untuk

merasa iri ketika melihat media sosial orang lain. Hal

6

edisi Agustus 2016


ini tentu saja menjadi suatu kecenderungan buruk,

mungkin menutup mata atas kehadiran media

terlebih data lain dari JWT mengatakan bahwa 90%

sosial yang telah ikut berperan memberikan

dari remaja milenial menikmati dan kerap sering

platform bagi remaja milenial dalam berkreativitas. Buktinya tidak sedikit dari remaja milenial saat sekarang yang telah mampu menciptakan brand produk melalui penjualan online. Berdasarkan Trends Shapping Social Media, yang dirilis JWT Intelegence, kita dapat melihat bahwa tidak sedikit remaja milenial yang menjadikan Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, dan Larry page sebagai role models dan merangkul dunia entrepreneur. Mereka ini, yang kemudian disebut sebagai Generation Go mampu menemukan peluang dalam kesulitan ekonomi dengan memanfaatkan media sosial sebagai platform kewirausahaan mereka. Media sosial di tangan seorang yang bijak dan mampu melihat peluang akan berubah menjadi lahan yang produtif dan kreatif, namun di tangan yang lain-yang melihat media sosial hanya sebagai ajang narsisme, maka tidak ada yang dapat dihasilkan selain sindrom Fomo. (ry)

(riset jwt intelligence/a social media catch-22 for millenials)

mencari tahu apa yang teman-teman mereka posting di media sosial, seperti Facebook. Namun menanggapi fenomena Fomo dengan menutup semua akun media sosial barangkali bukanlah solusi terbaik. Karena seperti yang dibahas

sebelumnya,

dualitas

media

sosial

harusnya dapat ditanggapi dengan bijak. Kita tidak

7

edisi Agustus 2016


Isu laporan

Sosial Media, FOMO, dan Badai Krisis Diusia Seperempat Abad

B

agi beberapa orang, kenyataan ini akan mereka terima sesaat setelah ijazah perguruan tinggi telah mereka raih di tangan mereka. Sebuah keadaan paradoks, dimana kebebasan dan kehilangan akan menguji mereka terus-menerus dalam menghadapi kesiapan akan pilihan-pilihan di “dunia nyata�. Ada yang kewalahan dengan pilihan mereka sendiri, ada yang ditekan oleh tuntutan ekonomi dan beberapa lainnya masih bingung, akan dibawa kemana gelar yang telah mereka miliki. Disisi lain, ada yang terlambat memulai karir, mereka ini kemudian mendapati bahwa sebagian temannya telah menikah atau mencapai kesuksesan profesional. Mereka lalu merasa ditinggalkan

oleh teman-temannya yang telah memiliki kemantapan pilihan atau mungkin kemapanan. Walapun istilah quarter life crisis (krisis di usia seperempat abad) baru muncul beberapa tahun terakhir ini, namun hal ini merupakan hal yang sangat nyata, sebuah fenomena yang terjadi kapan saja bagi mereka yang berada diusia 20an dan di awal usia 30an. Hal ini ditandai dengan rasa kekecewaan, tidak aman, kesepian, dan depresi. Sebuah penelitian yang diterbitkan The International Journal of Behavioral Development, menemukan bahwa 39 persen pria dan 49 persen wanita dilaporkan mengalami krisis usia 20an. Selain itu, menurut suatu survey yang dilakukan oleh

8

edisi Agustus 2016


Gumtree.com menyatakan bahwa sebanyak 86 persen dari kaum muda mengaku merasa tertekan dengan hubungan, keuangan, dan pekerjaan sebelum mereka berumur 30 tahun. 32 persen lainnya mengaku merasa tertekan dengan tuntutan untuk menikah, dan 21 persen lainnya menginginkan perubahan karir. Pemicu dari krisis ini akan sedikit berbeda antara tiap individu, tapi secara keseluruhan ini adalah pengalaman yang sangat mirip dan bahkan dalam beberapa hal telah menjadi semacam ritual. Hal ini mungkin berbeda dengan mereka yang mengalami usia 20an pada 30 atau 40 tahun yang lalu. Selain karena beragam alasan seperti pasar perekonomian, tekanan sosial, pergeseran peran gender, dan lain-lain, lebih dari itu, hal ini ada hubungannya dengan teknologi, secara lebih khusus lagi, dengan media sosial. Memasuki Facebook, anda akan melihat kilauan cincin seorang teman yang baru saja bertunangan, periksa Linkedin, Anda tidak akan lepas dari berita bahwa rekan lama Anda baru saja dipromosikan. Gulir Instagram, dan Anda akan menemukan teman satu kamar Anda berlibur di suatu pantai dan makan siang di salah satu restoran mewah di sana. Media sosial membakar energi kita yang lapar akan fantasi, dan kita terkadang kehilangan diri kita di dalamnya. Kita barangkali lupa bahwa yang kita lihat hanya potongan-potongan yang dibuat oleh seseorang dan mereka mungkin telah menambahkan banyak filter terhadap hal tersebut-dan kita telah merasa jatuh sedangkan faktanya adalah kita tidak melihat seluruh gambar. Singkatnya, banyak dari kita barangkali telah mengalami sindrom Fear of Missing Out, (FOMO), suatu keadaan dimana seseorang merasa berada di ambang kecemasan berlebihan melihat postingan media sosial orang lain, bahwa mereka telah melakukan lebih banyak hal menarik dan keberhasilan di tempat lain. Sehingga walaupun orangtua kita telah mengalami banyak kekhawatiran di suatu tempat lain, kita, kaum milenial saat sekarang mungkin mengalami hal tersebut dengan sangat gampang di ujung jari; bahwa seseorang memiliki pekerjaan yang lebih baik, mobil yang

lebih bagus, hubungan yang lebih baik, dan keuangan lebih baik. Hal ini tidak mengherankan, satu studi oleh Journal of Behavioral Addictions pada tahun 2014 menemukan korelasi antara penggunaan media sosial yang tinggi dengan depresi dan kekecewaan. Selanjutnya penelitian oleh Psychology Today mengungkapkan bahwa tema dalam kaitannya dengan konsekuensi negatif dari FOMO termasuk di dalamnya adalah masalah identitas diri, kesepian, citra diri negatif, perasaan tidak mampu secara pribadi, dan kecemburuan. Hal-hal ini tentu saja mirip dengan apa yang disebut dengan quarter life crisis. Apakah dengan menyerah dan meninggalkan media sosial adalah solusi? Tidak bagi semua orang. Tetap terhubung dengan orang-orang yang mengalami hal yang sama juga sangat penting agar Anda tidak merasa sendirian, dan dalam hal ini tentu merupakan suatu hal yang baik. Kuncinya adalah dalam bagaimana menggeser pola pikir, menyadari bahwa fase kehidupan ini tidak hanya satu ukuran dan tidak semua hal akan cocok dengan diri kita. Intinya adalah bagaimana Anda mendefinisikan kesuksesan dan kebahagiaan Anda sendiri. Dan yang terpenting adalah menyadari bahwa kesuksesan dan kebahagiaan orang lain yang Anda saksikan di media sosial tidak selalu refleksi dari realitas mereka. Jadi, bukankah sangat membuang-buang waktu jika kita hanya membandingkan diri dengan orang lain, dibanding menghabiskan dan mencari tahu apa yang berarti bagi diri Anda sendiri. Apa yang membuat Anda bahagia, apa perubahan yang ingin Anda lihat di dunia. Dan ingat ini: sinonim untuk kata “krisis� termasuk adalah titik balik, persimpangan jalan. Ini mungkin terdengar berlebihan, tapi fase menyakitkan ini barangkali adalah awal dari sesuatu yang besar: untuk mengambil dan menentukan hidup Anda kembali. (Artikel ini merupakan terjemahan dari Social Media, FOMO and the Perfect Storm for the QuarterLife Crisis yang ditulis oleh Rebecca Strong dalam The Huffington Post)

9

edisi Agustus 2016


CyberSpace

Media Sosial dan Generasi Milenial

A

khir-akhir ini kita sempat diramaikan

generasi Y membuat mereka sangat familiar dengan

dengan pembahasan terkait Generasi Y

smartphone dan tidak bisa lebas dari internet.

(Gen-Y), yaitu istilah yang diperuntukan

Mengutip ulasan yang ditulis Femina, secara

bagi mereka yang lahir pada kisaran tahun 1981-

singkat, Gen-Y adalah generasi yang tumbuh di

1999. Di Indonesia sendiri, terdapat lebih dari 80

tengah hiruk pikuknya perkembangan teknologi

juta Gen-Y pada tahun 2010 dan akan meningkat

wireless. Paparan teknologi juga memengaruhi

90 juta pada tahun 2030. Ini berarti 1/3 masyarakat

kepekaan Gen-Y terhadap perubahan. Mereka

Indonesia adalah generasi Y (Irviene Maretha, 2014)

tidak takut perubahan, namun sering kali tak sabar

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Irviene

melalui proses menuju perubahan itu. Mereka adalah

Maretha pada situs MarkPlus Institute, menyatakan

generasi yang akrab dengan internet dan sangat aktif

bahwa secara teoritis, suatu generasi terbentuk

dalam media jejaring sosial. Gen-Y dikenal sebagai

sebagai kelompok yang memiliki kesamaan tahun

generasi yang egosentris, berpusat pada diri sendiri

kelahiran, umur, lokasi, dan life events yang

dan senang unjuk diri. Majalah Time menyebut

signifikan pada tahap kritis perkembangannya.

generasi ini sebagai ‘me me me generation’.

Ia menambahkan, di Indonesia perbedaan life

Karakter mereka, menurut riset Nielsen, sangat

events antara generasi X dan Generasi Y yang

menginginkan interaktivitas, mencari pengalaman

siginifikan terletak pada perubahan teknologi

panca

indera

langsung

dalam

pemasaran,

yang begitu masif dimasa tumbuh kembang

mendambakan kecepatan (growing impatience),

generasi Y. Demokratisasi internet diikuti dengan

haus akan pengalaman (activation) dan gaya hidup

berkembangnya teknologi digital di keseharian

yang bergerak cepat dan selera yang cepat berubah

10

edisi Agustus 2016


Sumber: pesonacipta.co.id (prosumer). Interaksi mereka dengan media sosial membuat mereka kritis, dan anti pemaksaan. Dalam beberapa kasus, Gen-Y kerap dilekatkan dengan stereotip tidak menghormati orang tua dan lebih bandel atau susah diatur serta memiliki tingkat narsisme yang akut. Bagi yang masih ingat, beberapa waktu yang lalu kasus pemilik akun instagram Awkarin (Karin Novilda) sempat meramaikan media sosial terkait beberapa postingannya yang dianggap merusak moral dan judgment serupa lainnya. Di sisi lain, banyak yang menganggap bahwa Awkarin adalah gambaran generasi milenial yang kreatif sehingga dapat meraup banyak keuntungan melalui media sosial. Seperti dilansir oleh Beritagar, bahwa Awkarin bisa mendulang Rp32 juta per dua hari dari hasil endorse-an (sokongan) barang online yang dia promosikan melalui media sosial.

Dampak lainnya adalah, hari ini kita cenderung lebih menyukai konten dengan foto dan video. Artikel dengan gambar yang besar akan mendapat perhatian lebih dibanding yang tidak, postingan dengan video akan mendapat rata-rata lebih tinggi dibanding teks, hal ini menurut Peter Cahsmore dalam Times, karena kita dibombardir oleh informasi setiap saat. Pada akhirnya adalah cara pandang. Apakah kita ingin melihat media sosial dan kecenderungan Gen-Y

sebagai

tantangan

atau

kesempatan.

Kecepatan dan kebebasan akses yang dihadirkan melalui beragam media sosial menghubungkan banyak orang dengan kesamaan hobi, ini menjadi salah satu poin bahwa dualitas selalu hadir di ruang-ruang manapun dan dengan medium apapun. Tumpuannya adalah mindset dan kemampuan dalam

melihat

kesempatan

yang

dihadirkan

oleh petarungan di area global village ini.(ry)

11

edisi Agustus 2016


DPF News

Menciptakan Motivasi pada Hari Pertama Pelatihan.

S

esuai dengan komitmen awal Djalaluddin Pane Foundation (DPF) untuk mampu membantu guruguru di daerah agar dapat memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara maksimal di dunia pendidikan, maka pada bulan kemerdekaan ini, program support DPF yang berpencar di tiga daerah, diantaranya; Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan, dan Medan Labuhan akan mulai melaksanakan tugas pelatihan yang akan diberikan pada guru di daerah tersebut. Memahami bahwa peran guru saat ini bukan saja sangat penting melainkan juga berat-sebab di tangan merekalah masa depan dapat ditentukan, maka rancangan dari Teacher

12

Competency Deveploment Program (TCDP), program unggulan dari DPF ini berusaha agar pelatihan yang akan dilakukan tidak menjadi beban bagi guru peserta pelatihan. Dengan membangun mindset bahwa teknologi bukan saja milik remaja milenial tapi juga harus dipahami oleh orangtua dan tentu saja guru, maka DPF menganggap konsep motivasi menjadi sangat relevan sebagai pembukaan pada hari pertama dalam rancangan pelatihan TCDP ini. Menghadirkan motivator pendidikan dari Jakarta, Namin AB Ibnu Solihin, DPF berharap guru-guru nantinya bisa lebih semangat dalam berinovasi dan berkreasi dengan media pembelajaran. Bukan saja karena proses

edisi Agustus 2016


guru-guru di daerah. “Dengan berfokus memberi pelatihan dan juga pendampingan yang suistainable, semoga TCDP dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap kompetensi guru, sekolah, dan juga masyarakat sekitar area program tersebut,� pungkasnya. Rangkaian training motivasi yang ditujukan sebagai pembukaan pada hari pertama pelatihan TCDP di 3 sekolah ini, akan dilakukan masing-masing pada tanggal yang berbeda. SMK Muhammadyah 3 Labuhanbatu Utara pada 4 Agustus, PPM Ar-Rasyid Labuhanbatu Selatan pada tanggal 5 Agustus, dan tanggal 6 Agustus akan dilaksanakan di Yayasan An-Nur Prima, Medan Labuhan. Dengan tagline “Memantaskan diri menjadi guru inspiratif yang memberi teladan, �Namin AB Ibnu Solihin berupaya agar dapat menciptakan guru-guru yang kreatif di era digital, dimana hal ini sejalan dengan apa yang juga dicita-citakan oleh Djalaluddin Pane Foundation. Selain berfokus dalam pelatihan TCDP, tim program support DPF yang menempati masing-masing area program juga turut membantu dalam pengembangan skill masyarakat sekitarnya (terutama kalangan remaja) sesuai dengan bidang dan keahlian dari pemuda yang terdapat di sekitar area program tersebut. Hal ini bertujuan agar manfaat TCDP juga ikut berperan dalam pengembangan masyarakat di area program DPF. (ry)

belajar-mengajar menjadi lebih menarik, namun bagaimana seorang guru dapat memahami murid-muridnya dalam berkreativitas di sosial media. Hal ini dianggap krusial menimbang maraknya kasus cyberbully dan kejahatan berbasis teknologi lainnya yang sebagian besar melibatkan anak-anak usia sekolah. Koordinator bidang program dari DPF, Fajaruddien Zakiany menjelaskan bahwa pelatihan TCDP yang akan dijalankan selama lebih kurang 5 bulan ini diharapkan mampu memberikan dampak yang signifikan bagi

13

edisi Agustus 2016


Artikel

Rabun Membaca, Pincang Menulis “Reading is the heart of education.�

R

oger

Farr

bahwa

(1984)

membaca

dari

dunia

menyatakan

adalah

jantung

pendidikan.

Begitu

bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah atau

madrasah

diarahkan

pada

peningkatan

kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi

pentingnya membaca, juga bisa ditelisik melalui

dalam

pesan

berupa

benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta

bacalah.

menumbuhkan apresiasi terhadap hasil sastra

tanpa

kesusastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006).

kata

yang

diterima

Nabi

terakhir,

‘iqra’,

yang

berarti;

perintah

Lalu pernah

bisakah

seseorang

membaca?

menulis

Pertanyaan

inilah

yang

Bahasa

Dengan

Indonesia

demikian

dengan

baik

pembelajaran

dan

Bahasa

menjadi muasal nyata bahwa budaya literasi,

Indonesia dapat diarahkan pada upaya membangun

berupa

harusnya

budaya literasi. Peserta didik SD/MI dan SMP/

menjadi salah satu kegemilangan Indonesia.

MTs sekurang-kurangnya telah membaca 9 buku,

menulis

Pengertian

dan

membaca

literasi

konteks

sedangkan peserta didik SMA/MA sekurang-

literasi

kurangnya telah membaca 15 buku sastra/non

merupakan integrasi keterampilan menyimak,

sastra. Ketentuan dalam standar ini merupakan

berbicara,

target

penggunaannya

dalam

mengatakan

menulis,

bahwa

membaca,

dan

berfikir

minimal

dari

pembelajaran

bahasa

kritis. Terlepas dari itu, akan banyak hal yang

Indonesia.

didapatkan dari meningkatkan budaya literasi,

Belanda, dan Perancis diwajibkan membaca 30

bukan hanya kemampuan membaca dan menulis.

buku sastra. Demikian pula di Negara-negara

Menurut

Dr.Taufik

Ismail,

pendidikan

Sedangkan siswa SMA di Amerika,

di

Asia, seperti Jepang siswa diwajibkan membaca

Indonesia telah mengalami kemerosotan literasi

15 buku sastra, di Brunei 7 buku sastra, dan di

pada awal kedaulatan sekitar tahun 1950, dimana

Singapura 6 buku sastra. Bayhanm ( 1995 : 9)

siswa SMA selama studi diwajibkan membaca 25

Hasil penelitian The International Association

buku, dan sistem ini diadopsi oleh Negara barat,

Evaluation

fakta mencengangkan setelah berpuluh puluh tahun

kemampuan serta memahami informasi bacaan

kemudian, siswa di Indonesia membaca nol buku.

terhadap siswa kelas IV Sekolah Dasar dari 30 negara,

Achievement

(IAEA)

mengenai

Paradigma Pembelajaran Bahasa Indonesia

menempatkan Indonesia pada urutan keempat.

tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan

Siswa di Indonesia hanya mampu menyerap 30%

Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006

dari apa yang telah dibaca, berbeda sekali dengan

tentang standar isi dan Permendiknas no.23

Thailand, Singapura dan Hongkong mencapai angka

tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan

65%-80%. Padahal fakta sejarah membuktikan,

(SKL). Dalam Permendiknas ini diungkapkan

batapa banyak guru yang dikirim ke Negara

14

edisi Agustus 2016


tetangga untuk membantu pendidikan disana.

mampu memenuhi kebutuhan, ditambah kurangnya

Programme for Internatinal Student Assesment

peralatan dan pelengkapan yang ada di perpustakkan

(PISA) menyatakan budaya literasi masyarakat

tersebut, sehingga kurang diminati, tampilan

Indonesia pada tahun 20012 terburuk kedua

fisik perpustakaan yang terlalu kaku, bahkan

dari 65 negara.

Sementara Vietnam masuk 20

terkadang seram karna sangat jarang dikunjungi,

besar, yang notabenenya termasuk Negara baru.

ditambah tenaga pegawai perpustakaan yang bukan

pendidikan

pustakawan, juga serta merta akan mempengaruhi

menuju abad 21, yakni learning to do (belajar untuk

UNESCO

keberadaan perpustakaan tersebut. Sehingga,

melakukan), learning to be (belajar untuk menjadi),

seharusnya perpustakaan harus tampil maksimal.

learning to think (belajar untuk berfikir) dan learning

Dari sisi guru pun jelas berpengaruh, jangan

to live together (belajar untuk hidup bersama).

pernah berharap dapat lahir generasi cinta

Berdasarkan World Rank, Indonesia menempati

buku, jika orangtua dan pendidik tidak gemar

peringkat ke 40 dari 41 negara tahun 1997, lalu

literasi. Political will dari pemerintah juga sangat

menjadi peringkat 64 dari 65 negara tahun 2000

berpengaruh dalam peningkatan budaya literasi

sebagai Negara dengan kualitas membaca terendah.

negeri,

Suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, bahkan

dibutuhkan 1-2 generasi, dimana 1 generasi

Iwan Hernoto, dosen ITB menyatakan bahwa 70 %

memakan waktu 15-25 tahun, sehingga jelas ini

siswa hari ini tidak akan mampu bertahan dalam

menjadi PR besar bagi Indonesia. Pemerintah juga

persaingan dunia. Hal ini, harus menjadi cambukan

dapat mengadakan, perlombaan literasi untuk

bagi semua pihak agar ambil langkah dalam

semua level pendidikan, di sekolah dapat mencoba

memperbaiki kualitas budaya literasi di Indonesia.

mengadakan SSR (Sustained Silent Reading) yang

Langkah-langkah yang dapat kita lakukan

telah digalakan oleh Negara maju, yakni kegiatan

dalam

telah

mencanangkan

meningkatkan

budaya

literasi

untuk

membangun

sebuah

budaya

adalah

membaca yang dilakukan secara terprogram dan

dengan membangun kerjasama, bukan hanya dari

sistemik, sebagai contoh gerakan 1 minggu 1 buku.

sekolah, yakni guru dan siswa namun juga dari sisi pemerintah baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ambil contoh, dari 10 juta warga Jakarta, hanya 200 orang/hari yang datang ke perpustakaan, dan hanya 20% saja dari jumlah itu yang meminjam buku. Dari 250 ribu jumlah sekolah yang ada di Indonensia, disinyalir hanya ada 5% sekolah yang dapat dikatakan sebagai sekolah yang memiliki perpustakaan yang layak. Permasalahan dalam hal literasi dari sisi teknis dan lapangan adalah, ketersedian perpustakaan

Oleh : Junita Febriani, Alumni Ekonomi Universitas Sriwijaya

dengan koleksi buku yang terbatas dan tidak

15

edisi Agustus 2016


Artikel

Melawan Korupsi melalui Kantin Kejujuran Oleh : Askar Malindo

D

i antara ragam masalah besar (untuk

Si pembeli meletakkan uang tepat sejumlah

tak menyebut yang terbesar) di sekitar

rupiah yang harus dibayarkannya di kotak uang.

kita saat ini, maka korupsi adalah salah

Jika uangnya lebih besar daripada harga yang

satunya. Pada 2005, berdasar laporan sebuah

harus dia bayar, uang kembali dia ambil sendiri

survey dari The Political and Economic Risk

dari kotak uang itu. Dengan demikian, KK bisa

Consultancy Ltd (PERC), Indonesia menduduki

menjadi ajang pembelajaran bagi generasi muda

peringkat pertama sebagai negara terkorup se-

tentang pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri,

Asia. Sementara itu, pada tahun yang sama, hasil

yang pada akhirnya akan bermuara kepada

survei

lahirnya generasi yang menghormati kejujuran

juga

Transparency

pernah

sekaligus memunculkan generasi antikorupsi. KK akan merefleksikan tabiat para murid

Atas fakta tersebut, siapa pun yang masih

yang ada di sekolah itu. Jika KK tak bertahan

nurani

bahwa

Indonesia

menjadi salah satu negara terkorup di dunia. punya

menyebutkan

International

akan

Indonesia

terus

lama karena bangkrut, bisa dipastikan murid di

memikirkan bagaimana cara mengatasi penyakit

sekolah itu tak berlaku jujur. Sebaliknya, KK akan

yang memalukan dan merugikan itu. Di level

semakin maju saat semua murid memegang

negara, berbagai cara pemberantasan korupsi

tinggi asas kejujuran dalam kesehariannya. Lalu,

telah dipilih. Terakhir, kita memiliki Komisi

apa implikasi lebih lanjut untuk yang disebut

Pemberantasan Korupsi (KPK) yang manfaatnya

terakhir itu? Diyakini, korupsi hanya akan terjadi

telah kita rasakan. Sekalipun demikian, ide terus

jika ada kesempatan dan kemauan. Kesempatan

digali untuk mencari metode terbaik memberantas

(untuk korupsi) -secara umum- dimiliki oleh

korupsi, termasuk bagaimana cara mengasah

mereka yang memegang kekuasaan (pemimpin).

kejujuran dan menumbuhkan mental antikorupsi di

Sementara

kalangan pelajar. Karena itu, lahirlah konsep Kantin

ungkapan bahwa ‘’Student today leader tomorrow

Kejujuran (KK) bagi murid-murid. Apa KK itu?

(Sekarang pelajar, esok akan menjadi pemimpin)’’.

KK sebagaimana kantin pada umumnya adalah

Bagi (semua) pelajar, kantin sekolah adalah

sebuah tempat di sekolah yang menjual makanan

salah satu tempat yang paling sering dikunjungi.

dan minuman. Kantin biasa dikunjungi murid saat

Di tempat itu terjadi transaksi jual beli. Sekalipun

istirahat. Tapi, ada hal pokok yang membedakan KK

nilainya tak besar, peluang untuk korupsi tetap

dengan kantin biasa, yaitu tiadanya penjaga kantin

ada. Yakni, menyebut secara tak jujur jumlah

atau kasir sehingga si pembeli harus mengambil

makanan atau minuman yang dimakan. Misalnya,

sendiri makanan dan minuman yang diinginkan,

makan tiga pisang goreng dan minum dua teh

lalu

botol, tapi dilaporkan ke kasir hanya dua pisang

menyelesaikan

tergerak

sendiri

untuk

pembayarannya.

16

sampai

edisi Agustus 2016

kini

tak

terbantahkan


goreng dan sebotol teh. Karena itu, dengan KK, diharapkan pelajar (yang kelak akan menjadi pemimpin itu) akan terlatih jujur sehingga dia sama sekali terhindar untuk bermental korup. Jika pembelajaran -teori dan praktik- terus diterima dan dipraktikkan di sekolah, kelak diharapkan para mantan murid yang di kemudian hari menjadi pemimpin itu tak akan tergoda untuk berlaku korup dalam menjalankan jabatannya. KK itu didesain untuk menyiapkan pelajar (SMA, SMP, dan SD) menjadi generasi yang jujur, yang antikorupsi. KK bertujuan agar murid mendapat pelajaran untuk selalu jujur saat transaksi jual beli. Murid yang lain diharapkan juga ikut saling mengawasi agar semua tetap bersikap jujur dalam melakukan transaksi di KK itu sekalipun tak ada yang menjaga. Itulah sebentuk kontribusi

keuntungan yang lumayan juga bila ditekuni.

sekolah bagi usaha pemberantasan korupsi.

Dengan masih banyaknya fenomena korupsi

Karena keberadaan kantin ini sebagai salah

yang sering kita dengar, baik di layar kaca juga juga

satu sarana pembelajaran bersikap jujur pada

di sekitar kita, maka keberadaan kantin kejujuran

siswa, sepertinya pihak sekolah tidak bisa terlalu

menjadi sangat perlu diterapkan, terutama di

berharap

besar.

lingkungan sekolah. Hal ini tentu saja dengan

Mengapa? Karena pada tiap siswa ada peluang

harapan agar kantin kejujuran dapat menumbuhkan

melakukan hal-hal berikut ini. Pertama, mereka

nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan karakter.

tidak membayar. Tidak ada yang melihat aksi

Adapun dampak negatif dari adanya kantin kejujuran,

mereka bukan? Kedua, mereka membayar namun

barangkali dapat diatasi dengan penempatan

tidak sesuai harga. Misalnya, seharusnya seribu,

kamera cctv di kantin kejujuran. Selebihnya,

mereka membayar lima ratus. .Kantin kejujuran

apabila dimanfaatkan dengan baik, maka kantin

hanyalah salah satu sarana membangun karakter

kejujuran akan banyak membantu sekolah dalam

jujur pada siswa. Masih banyak unsur pembangun

menanamkan pendidikan karakter kepada siswa.

karakter jujur dan karakter-karakter lainnya yang

Ini juga merupakan salah satu sikap jihad untuk

harus dikembangkan oleh pihak guru di sekolah

melawan penyakit moral bangsa yang sudah akut.

dan orang tua di rumah. Semua demi menuju

Dengan cara ini, seluruh siswa siswa secara dini

Indonesia lebih baik. Indonesia bersih tanpa korupsi.

diajak secara berjemaah untuk melawan dan

Pemberlakuan kantin kejujuran di sekolah

mencegah penyakit korupsi. Mudah mudahan semua

akan memiliki dampak dan banyak keuntungannya.

sekolah sekolah di Indonesia mau menerapkan

Salah

keuntungan

sekolah

kantin kejujuran di dalam setiap lingkunganya.

akan

mendapatkan

hasil

Sehingga kedepan akan tercipta manusia Indonesia

penjualan. Selain itu guru atau siswa juga

yang sedari dini dan sampai kapanpun akan

akan dilatih untuk memiliki jiwa marketing

senantiasa takut untuk melakukan korupsi dan

dengan

selalu berlaku jujur di dalam kehidupan sehari-hari.

mendapat

menitipkan

pendapatan

adalah

yang

koperasi

keuntungan

barang

dari

dagangan

di

koperasi sekolah, sehingga dapat memperoleh

17

edisi Agustus 2016


Tutorial

Presentasi Dengan Sparkol Video Scribe

S

parkol VideoScribe yang merupakan salah satu software yang dapat membantu kita dalam membuat video scribing, Presentasi ataupun Video Promosi dengan sangat mudah. Hanya saja Sparkol Video Scribe ini tidaklah gratis, pengguna diwajibkan membayar sekitar â‚Ź$4.08/bulan atau $665 untuk Sekali bayar. Untungnya pihak Sparkol memberi kita tenggat waktu 7 hari untuk masa Trial. Mari kita mulai: 1. Kita buat akun lebih dahulu di my.sparkol. com/signup, proses registrasi cukup mudah. 2. Setelah selesai, download filenya di my.sparkol.com/download 3. Proses instalasi cukup mudah, hanya next, next dan next 4. Jika Selesai kita buka Aplikasi Sparkol Video Scribe di dekstop komputer anda.

6. Klik tanda + untuk memulai slide. kita bisa melakukan perkenalan dengan fitur fitur yang terdapat di video Scribe.

7. Klik Image untuk memasukan gambar,

Tampilan Pertama Video Scribe 5. Isi dengan Email dan Password yang kita buat untuk registrasi.

8. Kita bisa memilih gambar apa yang kita mau masukan, source yang disediakan oleh Video Scribe tergolong biasa, jika kita mau memasukan gambar bisa memilih icon folder dan memasukan gambar kesukaan kita, pilihan terbaik dengan format SVG (scalable Vertor Graphic), bisa juga PNG dan JPEG.

Tampilan setelah Login

18

edisi Agustus 2016


12. Kita bisa review hasil tadi dengan mengklik icon play

9. kita bisa membuat besar dengan menarik tiap ujung, kita juga bisa menambahkan tulisan dengan mengklik icon T di toolbar

13. setelah yakin dengan hasilnya kita bisa meng-save hasil pekerjaan kita dengan mengklik icon Disket atau save

10. jika font di sesuai keinginan hati, kita juga bisa menambahkan font yang ada di komputer kita dengan mengklik button F

14. save dengan nama yang kita mau, dan klik icon Check-list. dan selesai NB: Karna ini hanya versi Trial maka file video tidak bisa di convert ke format yang biasa. MTY

11. kita bisa menambahkan sesuai keinginan kita.

19

edisi Agustus 2016


Ceritakan hal-hal menarik dan inspiratif tentang TIK di sekitar Anda lalu share di Twitter @ indiTIK dengan hashtag #MenolakGaptek Partisipasi Anda menginspirasi Indonesia. edisi Agustus 2016


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.