Berita Demokrasi Edisi Krisis air Lay 02

Page 1

|Pojok Kampus

Berita Demokrasi

RINDUKU DI BUMI LOROSAE‌

Judul : Indonesia Tanah Air Beta Sutradara: Ari Sehasale Aktor : Alexandra Gottardo, Lukman Sardi, Griffit Patricia, Thessa Kaunang, Robby Tumewu, Asrul Dahlan , Yehuda Rumbindi, Marcel Raymond. Peresensi : Kholidah Tamami. Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Dan jika Tuhan izinkan, persatuan itu masih mungkin, tentunya dengan perjuangan. Kira-kira kalimat itulah yang paling tepat untuk menyimpulkan film yang disutradarai oleh Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen ini. Alexandra Gottardo boleh dibilang pendatang baru dalam dunia perfilman Indonesia, tapi aktingnya layak diacungi jempol. Alex yang berdarah ItaliaJawa itu begitu total dalam memainkan peran sebagai Tatiana, seorang pengungsi asal Timor Leste yang berprofesi sebagai guru di sekolah darurat dalam film ini. Uniknya disana istilah ibu guru lebih dikenal dengan istilah mama guru. Tatiana dan suaminya terpisah saat terjadi konflik setelah terjadi Jajak Pendapat (Referendum) antara Indonesia dan Timor Timur (sekarng Timor Leste) pada 30 Agustus 1999. Jika menonton film ini kita seperti dibawa pada tahun 1999. Ia bersama Merry (Griffit Patricia) putrinya berhasil mengungsi ke Kupang NTT. Namun sayang Mauro anak lelaki pertamanya tertahan di Timor Timur saat konflik berlangsung sehingga menyulitkan mereka untuk berkomunikasi, sementara suaminya hilang saat kerusuhan itu. Adalah Carlo yang diperankan oleh Yehuda Rumbindi sangat jahil namun bersikap toleran. Sebetulnya sikap Carlo yang seperti itu hanyalah karena Carlo ingin punya adik perempuan dan merasakan kembali keutuhan keluarganya. Mereka semua tinggal diantara ribuan pengungsi lainnya. Abu Bakar warga keturunan arab yang diperankan oleh Asrul Dahlan yang juga paman Carlo adalah seorang penjual bensin eceran ingin sekali belajar membaca, hal itu dikarenakan ia tidak bisa menulis dan membaca saat hendak menyampaikan pesan melalui relawan di kamp pengungsian. Ada pesan moral yang disampaikan Ale dan Nia melalui peran Abu Bakar dalam film ini sangat mengena sekali. Yaitu terdapatnya kalimat No Smoking di area SPBU. Abu yang baru belajar membaca

26 | Berita Demokrasi

dan menulis itu sempat bingung melihat istilah asing diantara warga Indonesia yang tidak bisa baca tulis ini, apalagi dengan istilah asing sehingga ia melakukan protes keras bahwa seharusnya orang asing yang tinggal di Indonesialah yang harus memahami Indonesia, bukan kita yang dipaksakan untuk memahami mereka. Banyak manfaat yang bisa diambil, bagaimana sulitnya memperoleh fasilitas pendidikan yang layak, bagaimana sulitnya memperoleh air bersih, bagaimana kegigihan Tatiana untuk bercocok tanam di padang yang tandus. Di film ini Mery banyak berperan, terutama dalam proses pencarian kakaknya. Kita juga bisa melihat bagaimana kondisi relawan di daerah pengungsian yang tak kenal lelah membantu masyarakat. Keaslian cerita film ini sangat tajam karena film ini memang diangkat dari kisah nyata melalui survey yang dilakukan selama tiga bulan lamanya. Sajian keindahan alam Indonesia sangat terasa sekali di Bumi Lorosae ini, terutama dengan lokasi syuting yang dipilih yaitu di Atambua, Ponu, Soe dan Atapupu yang kesemuanya itu ada di Timor Timur. Film ini sangat ringan sekalipun bercerita tentang konflik karena sang sutradara memang sudah mempersiapkannya dengan matang. Film ini dirilis 17 Juni lalu dan sengaja dibuat jelang HUT Kemerdekaan RI sebagai kado spesial untuk masyarakat Indonesia dan NTT terutama untuk memaknai arti persaudaraan. Kini Ramos Horta menjabat sebagai Presiden pertama Timor Leste dan Xanana Gusmao sebagai Perdana Menterinya. Timor Timur adalah bekas jajahan Portugal yang bergabung menjadi provinsi ke 27 di NKRI sejak tahun 1976. Ale mendapat penghargaan di Festival Film Bandung (FFB) sebagai Sutradara Terpuji atas konsistensinya membuat film-film bertemakan kisah keluarga. (*)

| No. 05 / Agustus 2010


|Pojok Kampus

Berita Demokrasi

Penulis : Gun Gun Heryanto Penerbit : PT. Lasswell Visitama, Jakarta: April, 2010 Halaman: xxii + 365 halaman Oleh: Sis Makhsis Shahaby Pencitraan merupakan salah satu bentuk manajemen opini yang kemudian disuguhkan kepada khalayak. Dalam kajian Ilmu Komunikasi, manajemen opini tidak lain sebagai sarana pencitraan berkala yang memiliki tujuan mempengaruhi khalayak dalam membentuk figurasi seseorang. Judul menarik dan menjadi bingkai keseluruhan isi buku yang ditulis oleh Gun Gun Heryanto ini, seolah ingin meletakkan analisis teoritik dan praktis atas sejumlah peristiwa yang nyata, terjadi dalam konteks tumbuh pesatnya industri citra. Bobot utama dari buku ini menjadi semacam potret atas dinamisasi sejumlah isu yang beragam mengenai komunikasi politik di Tanah Air dan beberapa bahasan lain terkait isu di luar negeri. Dari lima bab yang disuguhkan, beragam peristiwa disoroti cukup detil, mengacu pada peristiwa kuat yang menjadi polemik opini publik serta headline media massa. Meskipun momentum peristiwanya berbeda-beda, namun penulis piawai menarik benang merah peristiwa tersebut dalam kategorisasi yang relevan. Bahkan sebaran peristiwa tersebut, menunjukkan analisis dan ulasan perspektif komunikasi politik yang bernas berdasarkan keunikan peristiwanya. Hampir setiap isu yang ditulis, mendapatkan elaborasi teoritis atau praktis dan tak jarang juga perpaduan keduanya. Penulis memulainya dengan isu yang terkait dengan manajemen kesan dalam pencitraan politik di bab pertama. Tak disangkal lagi, bahwa kini politik citra kerap dilakukan oleh aktor dalam ‘wilayah bermainnya�. Penulis di subjudul “Konvergensi Panggung Politik�, misalnya menyimpulkan telah terjadi proses konvergensi antara panggung hiburan dan panggung politik. Sama-sama menuntut popularitas, prestise dan langkah-langkah strategis menjaga citra diri. Pada bab kedua, secara khusus penulis mengkaji praktik komunikasi politik pada era pemerintahan SBY. Pembaca akan disuguhi ulasan yang tajam atas berbagai peristiwa yang terkait dengan penyelenggaraan komunikasi politik oleh SBY

| No. 05 / Agustus 2010

dalam kapasitasnya sebagai personal maupun dalam jabatan presidennya di Kabinet Indonesia Bersatu I dan II. Bahasan di bab ketiga berlanjut dengan eksistensi aktor politik yang berperan sebagai komunikator sekaligus juga komunikan dari hubungan timbal balik (interplay) dirinya dengan aktor lain sekaligus lingkungan politik yang menjadi konteks di mana komunikasi politik dilakukan. Dalam proses hubungan antar aktor ini, sudah barang tentu akan muncul relasi kuasa yang justru kerap menjadi lokus utama studi komunikasi politik. Bab keempat, membahas posisi penting media dalam mengonstruksi realitas politik. Lebih khusus lagi mengenai bagaimana peran, fungsi, dan dinamisasi media saat menjadi saluran komunikasi politik. Di Indonesia, media massa turut menjadi pilar konsolidasi demokrasi dengan perannya sebagai saluran informasi sekaligus alat kontrol terhadap kekuasaan. Di bab terakhir, penulis membahas praktik komunikasi politik pada sejumlah isu internasional. Misalnya saja penulis membahas kunci dibalik kesuksesan Obama dalam memenangkan national election di AS. Dalam perspektif pemasaran politik, publik atau khalayak biasanya dipandang sebagai pasar (market) sedangkan aktor politik baik perorangan maupun kelompok atau lembaga dianggap sebagai produk (product). Laiknya suatu produk dalam perusahaan, maka ia atau mereka harus dikemas sedemikian rupa sehingga akan mendapatkan respons yang baik dari pasar. Demikian pulalah dalam politik, seorang kandidat, misalnya harus dikemas sedemikian rupa dengan pencitraan yang baik sehingga mampu menarik minat khalayak untuk memilihnya. Penulis mengingatkan agar para aktor jangan hanya menempatkan khalayak dalam relasi I-it relationship melainkan harus dalam I-thou relationship yang lebih manusiawi. Penulis menegaskan perlu adanya pengarusutamaan literasi politik, termasuk dalam politik citra. Tujuannya, tentu saja untuk mewujudkan cita-cita ideal, yakni politik yang lebih memberdayakan.(*)

Berita Demokrasi | 27


|Pojok Kampus

Berita Demokrasi

Harus Ada Regulasi Untuk Usaha Ritel

20 pedagang tradisional terpaksa harus gulung tikar dengan hadirnya satu minimarket. Hal tersebut disampaikan Kholid Ismail, Ketua Asosiasi Pedagang Tradisional Kabupaten Tangerang, Sabtu (24/7) dalam acara dialog publik yang diselenggarakan Sekolah Demokrasi Tangerang. Dialog publik yang mengangkat tema “Arah Pedagang Tradisional Di Era Demokrasi” berlangsung di gedung Serba Guna Pusat Pemerintahan kabupaten Tangerang. Selain Kholid Ismail, hadir pula Hadi Hartono, Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Tangerang, dan Nurdin (Peserta Sekolah Demokrasi Tangerang) Angkatan Ke-IV, sementara itu, H. M. Mahdiar, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Tangerang tidak hadir meski sudah diminta panitia untuk menjadi narasumber di kegiatan ini. Maraknya kehadiran minimarket hingga pelosok pedesaan disebabkan kemudahan untuk mendirikan usaha tersebut, hal ini dikarenakan belum adanya regulasi tentang usaha waralaba di Kabupaten Tangerang. Hal tersebut disampaikan oleh Hadi Hartono. Menurut Hadi Hartono, dibutuhkan aturan yang bisa melindungi pedagang tradisional yang terancam eksistensinya karena menjamurnya minimarket, “Saya sedang membuat Raperda inisiatif yang mengatur usaha Ritel di Kabupaten Tangerang” katanya Hadi juga mengatakan, pedagang tradisional tidak mungkin bisa bersaing dengan pengusaha ritel yang memiliki jaringan, managemen dan teknologi, oleh karena itu diperlukan juga pembinaan terhadap pedagang tradisional agar dapat

28| Berita Demokrasi

bertahan di era kompetitif ini, “pedagang tradisional harus mendapatkan pembinaan dari Pemerintah supaya dapat bertahan dan berkembang” tambahnya. Sementara itu, Nurdin, narasumber dari Sekolah Demokrasi Tangerang mengungkapkan pengalaman pribadinya atas ekses kehadiran minimarket di sekitar toko usaha keluarganya, “Saya merasakan betul akibat kehadiran minimarket yang berdampak sangat signifikan terhadap pedagang tradisional, karena saya memiliki paman yang usahanya hampir gulung tikar akibat hadirnya salah satu minimarket di dekat tokonya” tegasnya. Acara Dialog Publik ini mendapat apresiasi besar khususnya dari pedagang tradisional yang memanfaatkan acara ini sebagai kesempatan untuk dapat menyampaikan keluhkesah pada orang yang dianggap berkompeten secara langsung, terutama kepada Hadi Hartono sebagai wakil rakyat di DPRD Kabupaten Tangerang. Harapan keberpihakan pemerintah kepada pedagang tradisional disampaikan Padli, salah seorang pedagang yang tinggal di Balaraja. “Saya menginginkan pemerintah memberikan perhatian berupa pembinaan serta pinjaman modal lunak kepada kami pedagang tradisional” pintanya. Acara berakhir dengan mendapat aplus panjang dari sekitar 100 orang peserta yang hadir. Didy Ramanta, Pengelola Sekolah Demokrasi menutup acara tersebut dengan berpesan supaya semua stakeholder bisa terus bersamasama untuk mengembangkan dan melindungi pedagang tradisional di Kabupaten Tangerang. (Gilang)

| No. 05 / Agustus 2010


|Budaya

Berita Demokrasi

media.photobucket.com/image/rebana tangerang/auliahazza

Memahami Karakter Masyarakat Banten lewat Rebana

Oleh: Hidayat BMS

“Banyak yang cinta damai… tapi perang semakin ramai… bingung…bingung kumemikirnya… Itulah sepenggal lirik yang sudah tidak asing lagi kita dengar. Mungkin ketidakasingan masyarakat terhadap syair ini tak lain adalah karena lagu ini dibawakan oleh Band Gigi dengan irama musik rock. Mayarakat lupa bahwa lagu ini populer sekitar tahun 1990-an dengan alat musik rebana sebagai pengiringnya. Adalah g r up Annisa yang semula mempopulerkan lagu ini yang dulu sering kita kenal dengan Nasida Ria. Seni Rebana adalah kebudayaan Islam di Tanah Air kita yang kenyataannya pada saat ini kita semua hampir melupakannya. Pada zaman dahulu seni rebana ini sangat popular dikalangan bangsawan Islam dan rakyat biasa. Terutama dalam acara penyambutan dan untuk memeriahkan hari-hari besar islam dan pada acara pesta perkawinan dan pesta khitanan di kalangan masyarakat Islam. Bentuk rebana bundar dan pipih dan diberi bingkai kayu disekelilingnya dan dilapisi dengan kulit kambing pada bagain untuk ditepuknya. Biasanya jenis kesenian yang menggunakan rebana sebagai lat pengiringnya adalah qasidah, gambus dan hadroh. Kendatipun banyak jenis kesenian yang menggunakan alat musik rebana, namun yang sering sekali dipergunakan di Kabupaten Tangerang adalah Qasidah. Qasidah lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan ditampilkan oleh kaum Anshar saat menyambut nabi | No. 05 / Agustus 2010

Muhammad sebagai bentuk puji-pujian. Kaum Anshar ini adalah penolong Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dari kaum Muhajirin dalam perjalanan hijrah dari tanah kelahirannya Makkah ke Yatsrib kota Madinah. Istilah qasidah diambil dari bahasa Arab yang artinya lagu atau nyanyian. Qasidah juga sebagai bentuk dakwah umat Islam karena syairnya berisi pesan-pesan moral dan nuansa rohani. Alat musiknya hanya rebana dan kecrek. Biasanya terdiri dari 8 orang pemain, 1 diantaranya sebagai vokal, dua diantaranya sebagai pemain kecrek. Kalau kita tengok-tengok ke perkampungan di seantero Banten, masih banyak tradisi ini digunakan hanya saja perhatian pemerintah masih minim. Di Kampung Wanakerta Kecamatan Sindang Jaya Kabupaten Tangerang tradisi ini masih mengakar yaitu di salah satu pengajian anak-anak Nurul Aisiyah asuhan ibu ustadzah Khodijah. Mereka terus berperan aktif melestarikan dan mengembangkan Seni Rebana ini. Secara sadar, perkembangan qasidah menurun di era modern ini. Namun di pesantren-pesantren qasidah masih bertahan. Banyak pesan moral yang bisa disampaikan dalam musik qasidah ini diantaranya menambah keimanan kita kepada Allah SWT, menganjurkan kita untuk berbuat kebajikan, menjauhi riya dan tidak menampilkan syair cengeng yang dapat membuat kita malas bekerja. Sejak tahun 2002, tidak kurang dari 83 grup qasidah yang terdaftar di Provinsi Banten yang tersebar di seluruh kabupaten kota, dan jumlah tersebut belum ditambah dengan grup-grup yang belum mendaftar di Dinas Kebudayaan Provinsi Banten. Qasidah di Banten berkembang bersamaan dengan seni qiro’ah yang lebih kita kenal dengan seni baca Al-quran. Menariknya qasidah ini hampir ada di seantero provinsi Banten.(*)

Berita Demokrasi | 29


Berita Demokrasi

|Hukum

Pencemaran Sungai

Pelaku Bisa didenda hingga 10 Miliar Kabupaten Tangerang mengatakan, pihaknya sudah menghimbau perusahaan yang membuang limbah ke sungai agar memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL), namun sayangnya dari ratusan pabrik yang ada disepnajang sungai Cisadane hanya baru beberapa saja yang mentaatinya. “Terus terang kami (BLHD) kesulitan menertibkan perusahaanperusahaan yang membuang limbahnya ke sungai, karena masih banyak perusahaan yang membandel yang membuang limbah ke sungai. Limbah yang dibuang inilah yang menyebabkan kualitas air sungai Cisadane terus memburuk setiap tahunnya” ungkapnya seperti dikutip harian satelit News, Rabu (11/8)

Sudah menjadi rahasia umum, kondisi beberapa sungai di Kabupaten Tangerang tercemar oleh Limbah domestik dan industri, namun sampai saat ini, belum ada tindakan tegas dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Tangerang. Hal tersebut dinyatakan oleh Romly Revolvere dari Lembaga Komite Komunitas Tangerang (KKT), “Kami sudah sering mengangkat persoalan tercemarnya beberapa sungai di Kabupaten Tangerang ke publik, namun sampai saat ini belum ada tindakan dari pihak Pemkab Tangerang” katanya Dari informasi yang dihimpun Berita Demokrasi, beberapa sungai di Kabupaten Tangerang dalam kondisi tercemar. Salah satunya sungai Cirarab yang kondisinya terus memburuk akibat sekitar 30 pabrik membuang limbahnya ke sungai tersebut.

Ditemui ditempat berbeda, Koesnadi Wirasapoetra, Sekjend Sarekat Hijau Indonesia (SHI) mengatakan, BLHD Kabupaten Tangerang harus mengambil tindakan tegas jika ada temuan perusahaan yang membuang limbah sembarangan ke sungai, karena menurut Koesnadi hal tersebut akan mengancam Keselamatan dan kesehatan ribuan penduduk Kabupaten dan Kota Tangerang, “Sungai Cisadane adalah satu sumber bahan baku air bersih warga Tangerang, sehingga kalau terus dicemari akan mengancam keselamatan masyarakat Tangerang” tegasnya. Koesnadi juga menegaskan, aktivitas perusakan lingkungan hidup dapat diancam dengan hukuman pidana sesuai dengan isi UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketika ditanya pasal berapa didalam UU 32/2009 tersebut yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku pencemaran sungai, Koesnadi mengatakan salah satunya yaitu pasal pasal 98 yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah),”Kita tunggu action dari Pemkab Tangerang kalau mereka tidak ingin dianggap mandul dalam menindak pelaku perusakan lingkungan hidup” tuturnya.

Sungai Cirarab yang secara administratif melintasi kecamatan Legok, Curug, Cikupa, Sepatan, Sukadiri, dan berakhir di laut jawa tersebut kondisi kualitas airnya sudah melebihi batas ambang normal baku mutu. Asep Jatnika, Kepala Laboratorium Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tangerang seperti diberitakan harian Radar Banten (3/4) menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukan instansinya, beberapa parameter telah melewati ambang batas normal. Misalnya, e coli sebanyak 3 Mg/liter, padahal batas normalnya adalah 2 Mg/liter. Selain itu, parameter lainnya yang melewati ambang batas normal adalah T Koliform sebanyak 29 Mg/liter dari batas yang seharusnya Koesnadi juga menegaskan, bila pencemaran ini terus terjadi 18 Mg/liter. dan pihak Pemerintah Daerah tidak mengambil tindakan hukum, “Semua zat yang mencemari air tersebut telah melebihi nilai maka masyarakat dapat melakukan gugatan ke PTUN atas dugaan ambang batas baku mutu, itu berarti sudah menyalahi aturan bahwa Pemerintah mengabaikan perintah UU 32/2009. “Ini yang ada,” Ucapnya yang disebut aksi pembiaran pemerintah atas pelanggaran. Dalam situasi seperti ini, maka, hendaknya masyarakat korban segera Seperti diberitakan harian Satelit News (12/08) Badan Lingkungan melakukan gugatan hukum yang ditujukan kepada Pemerintah hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tangerang dinilai tidak becus Daerah ke PTUN dengan dugaan bahwa Pemerintah Mengabaikan menertibkan pabrik yang membandel dan membuang limbahnya perintah UU 32/2009. Karena, hak masyarakat untuk menggugat ke sungai. Kondisi ini membuat kualitas air sungai di Kabupaten pelaksana Undang-Undang bila mengabaikannya” pungkasnya. Tangerang terus menurun. Budiman, Kepala Bidang Pengendalian dan pengawasan BLHD

30 | Berita Demokrasi

(rr, da)

| No. 05 / Agustus 2010


Semoga kita kembali fitri.... Layaknya embun pagi....

Keluarga Besar

Sekolah Demokrasi Tangerang Mengucapkan

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa & Idul Fitri 1431 H


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.