BULETIN BHAGAWAT GITA EDISI II 2023

EDISI II TAHUN 2023

BHAGAWAT GITA Urban History: The History Behind Each Urban Civilization Development In Indonesia

Tri Rismaharini dan Surabaya Oleh Qutub Latifah Akbar

Pengantar Sejarah Kota Review Buku Oleh Firman Nur Ahmadi

Karya Fotografi Bangunan Bersejarah di Kota Malang Karya Fotografi Oleh Mohamad Rizky Alfiansyah

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

TIM REDAKSI Buletin Bhagawat Gita Edisi II 2023

Penasehat Penanggung Jawab

197009212002121004 : Suharto, S.S., M.A. : M. Jimmy The Raharjo 210110301050

Pimpinan Redaksi Sekretaris Redaksi Jurnalis

: Marrisa Syalwa Nabila : M. Jimmy The Raharjo : Alya Aurellia Ananta Chaidar Denial Muhammad Elsa Silvana Amalia Laura Angelina Sofa Veliza M. Rizky Alfiansyah Moh. Fajar Aditya Prayudha Nadiah Ismi Fadilah Nur Azizah Risma Corelia Alga Sari Stefanie Rachel Putri Sirait Qutub Latifah Akbar : Firman Nur Ahmadi : M. Jimmy The Raharjo

Editor Designer & Layouter

B H A G A W A T

G I T A

210110301046 210110301050 230110301035 210110301020 210110301052 210110301045 210110301080 210110301026 210110301041 230110301039 210110301069 210110301048 210110301005 210110301084 210110301050

2

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-nya yang selama ini kita dapatkan, yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh karenanya kami dapat menyelesaikan Buletin Bhagawat Gita Edisi II dengan maksimal. Adapun maksud dan tujuan dari buletin ini adalah untuk menambah pengetahuan serta wawasan bagi pembacanya. dalam proses penyusunan kami menjumpai berbagai hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan buletin ini. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung demi kelancaran buletin ini.

Kami juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada para pembaca. Buletin ini telah kami kerjakan dengan semaksimal mungkin meskipun masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan segala kritik dan yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi untuk bisa memperbaiki. Harapan kami semoga buletin ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.

B H A G A W A T

G I T A

3

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

SEKILAS TENTANG BHAGAWAT GITA Hallo teman-teman Historia, HMJ BKMS dengan Bidang 4 Media dan Informasi merilis sebuah buletin dengan nama “Bhagawat Gita Edisi II 2023”. Buletin ini disusun dengan tujuan memberikan informasi ataupun sebagai literatur bagi pembacanya untuk menambah wawasan.

Buletin Bhagawat Gita Edisi II 2023 bertemakan Sejarah Perkotaan Indonesia yang dibagi beberapa rubrik pembahasan, yaitu Artikel, Puisi, Cerita Pendek, dan Karya Fotografi.

15

B H A G A W A T

G I T A

4

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

DAFTAR ISI PEMBUKA

1

Tim Redaksi Bhagawat Gita

2

Kata Pengantar

3

Sekilas Tentang Bhagawat Gita

4

Daftar Isi

5

ARTIKEL

2

Perkampungan Kumuh di Surabaya Abad 20

6

Surabaya dan Lokalisasi Dolly

8

Kota Modern di Masa Lalu: Sumenep

9

Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya

11

Tri Rismaharini dan Surabaya

12

Batam: Jembatan Bilateral Digitalisasi Indonesia - Singapura

14

Kebijakan Diskriminasi Terhadap Kaum Arab di Wilayah Malang Tahun 1914-1942

15

Kampung Madras “Little India-nya Medan”

16

Heerenstraat Ke Roode Brug: Simbol Modernitas dan

17

Progresivitas Kota Surabaya Pada Abad 20 Review Buku “Pengantar Sejarah Kota”

18

KARYA LAIN

3

B H A G A W A T

Puisi: Susur Tiga Zaman

19

Puisi: Balutan Sejarah di Yogyakarta

20

Karya Fotografi Malang

21

G I T A

www.reallygreatsite.com 5

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Sumber Gambar: Historia.id

Surabaya merupakan salah satu kota besar yang ada di Hindia Belanda pada abad XX. Kota ini tumbuh menjadi pusat pemerintahan sekaligus sebagai perputaran ekonomi di sekitar Karesidenan Surabaya. Pembangunan yang begitu pesat utamanya untuk pergerakan ekonomi dengan dibangunnya pusat-pusat perdagangan serta sarana transportasi penghubung yang menjadi pendukung kota ini.

Namun, disisi pertumbuhannya sejak era kolonial kota ini juga memiliki permasalahan lain yang berkaitan dengan masyarakat di sekitarnya utamanya berkaitan dengan slum area atau perkampungan kumuh yang sudah ada pada masa Hindia Belanda.

Oleh Elsa Silvana Amalia 210110301052

B H A G A W A T

G I T A

Perkampungan yang ada di Surabaya pada masa kolonial adalah kampung secara sederhana dengan jalan tanah yang sempit, becek dan kebutuhan air masyarakat yang bergantung pada air sumur serta kondisi lainnya yang dinilai kurang layak (Basundoro, 2016: 4). Meskipun perkampungan pada masa kolonial tidak sepadat perkampungan di daerah metropolitan seperti saat ini tetapi perkampungan tersebut sudah dikategorikan sebagai kampung kumuh akibat semakin padatnya perkampungan yang akhirnya merusak keadaan fisik kampung (Samidi, 2017: 159). Tak jarang turut mendapat serangan wabah penyakit seperti kolera, malaria maupun pes. Selain itu, didukung oleh perkembangan Surabaya yang menjadi pusat industri sejak abad XX dibuktikan dengan banyak didirikan kompleks industri utamanya di sekitaran Kali Mas (Soenyono, 2006: 87).

www.reallygreatsite.com 6

NOVEMBER 2023

BHAGAWAT GITA

EDISI II

Sumber Gambar: Narasi Sejarah

Permasalahan perkampungan kumuh turut menjadi fokus pemerintah kolonial dalam penataan kota Surabaya terlebih jika perkampungan tersebut telah terindikasi menjadi penyebaran wabah penyakit. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial adalah adanya Kampongverbeteering tahun 1923 (Setyowati, 2018: 574). Kebijakan tersebut merupakan kebijakan perbaikan kampung kumuh termasuk perbaikan sanitasi. Wajah kampung kumuh di Surabaya pada abad XX tidak hanya terjadi pada masa kolonial, pasca kemerdekaan perkampungan kumuh ini juga menjadi permasalahan dibalik tumbuhnya kota sebagai sentra industri. Seperti halnya pada tahun 1980-an makam Tionghoa yang sudah tidak terpakai di Surabaya dijadikan sebagai tempat tinggal utamanya oleh para pendatang (Nisah dan Handayani, 2014: 61).

B H A G A W A T

G I T A

Hal tersebut mengindikasikan keramaian Surabaya sehingga, banyak kaum marjinal yang turut memanfaatkan fasilitas publik sebagai tempat tinggal.

Munculnya kampung-kampung kumuh di Surabaya pada periode pasca kemerdekaan sebagai dampak pesatnya perkembangan kota menjadikan pemerintah harus turun tangan untuk melakukan upaya perbaikan kampung yang dilakukan dalam hal penanganan sampah, sanitasi dan penanganan lainnya. Pada intinya Surabaya telah menjadi wilayah yang padat sejak era kolonial. Perkembangan wilayah ini sebagai pusat industri menjadikan banyak bermunculan kampung kumuh yang bahkan dari tahun ketahun terus ada mulai dari periode sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan kampung kumuh tetap menjadi permasalahan sekaligus sisi lain dari perkembangan kota metropolitan.

Referensi: Basundoro, Purnawan. “Politik Rakyat Kampung Di Kota Surabaya Awal Abad Ke-20” dalam Sasdaya: Gadjah Mada Journal of Humanities Vol 1 No. 1, November 2016.

Samidi. “Surabaya sebagai Kota Kolonial Modern pada Akhir Abad ke-19: Industri, Transportasi, Permukiman, dan Kemajemukan Masyarakat” dalam Mozaik Humaniora Vol 17 No. 1, 2017.

Soenyono. “Perkembangan Permukiman Di Bantaran Sungai Surabaya Dari Perspektif Sosiologi” dalam Jurnal Penelitian Humaniora Vol 11 No. 2, Oktober 2006.

Setyowati, Yuanita, Intan. “Penyakit Kolera Dan Pemberantasannya di Surabaya Tahun 19181942” dalam Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol 3 No. 5, 2018.

Nisah, Galuh, Y K dan Sri Ana Handayani.

“Pemukiman Liar di Surabaya Tahun 19702000” dalam Publika Budaya Vol 4 No. 1, Maret 2014.

www.reallygreatsite.com 7

NOVEMBER 2023

EDISI II

BHAGAWAT GITA

Surabaya dan Lokalisasi Dolly

Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia setelah Jakarta. Sebagai kota metropolitan tentu segala aktivitas politik, komersial, dan budaya terkonsentrasi di sana. (Lasaiba, 2022: 63) Selain itu, Surabaya yang juga merupakan kota pelabuhan tentu mengalami perkembangan yang pesat, dimana hal ini menjadikan Surabaya sebagai salah satu kota pilihan masyarakat pedesaan untuk melakukan Urbanisasi. Tingginya angka urbanisasi dan tidak diimbangi dengan keahlian menyebabkan padatnya populasi penduduk yang berujung memunculkan permasalahan- permasalahan baik sosial maupun ekonomi. Salah satu permasalahan sosial yang terjadi di Surabaya ialah prostitusi yang ditandai dengan banyaknya lokalisasi yang tersebar di Surabaya baik legal maupun ilegal. Salah satu lokalisasi legal paling populer di Surabaya adalah lokalisasi Dolly.

Oleh Nadiah Ismi Fadilah 210110301041

Lokalisasi Dolly atau yang kerap kali disebut sebagai Gang Dolly terletak di Jl. Kupang Gunung Timur I, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Sangat padat dan luasnya aktivitas prostitusi di Dolly, tak heran jika disebut sebagai lokalisasi terbesar di Surabaya dan terbesar se- Asia Tenggara. (Jamal, 2012:300) Bahkan popularitas dan perkembangan bisnis prostitusi Dolly mampu mengalahkan PhatPhong di Bangkok dan Genyhang di Thailand. Sering kali beberapa kalangan mengatakan bahwa Dolly adalah icon dari Surabaya. Dalam kawasan Dolly terdapat lebih dari 800 wisma, cafe dangdut, salon, panti pijat plus-plus, pedagang kaki lima, salon, toko baju, dan masih banyak lagi.

(Wahyuni, 2014: 2) Menilik sejarah dari berdirinya Dolly, perlu diketahui bahwa pada masa kolonial tempat tersebut merupakan sebuah pemakaman etnis Tionghoa. Namun, pada tahun 1967 dialihfungsikan oleh seorang perempuan berkebangsaan Belanda bernama Dolly Van Der Mart menjadi tempat untuk menjajakan para gadis guna melayani para tentara Belanda saat itu. Gadis- gadis tersebut tidak seluruhnya berasal dari Surabaya, tetapi juga didatangkan dari Semarang, Kudus, Pati, Purwodadi, Nganjuk, dan Kalimantan. (Nisak dan Suwanda, 2021: 159) Dari tahun – ke tahun Dolly mengalami perkembangan yang pesat dimana semakin banyaknya wisma-wisma yang didirikan. Selain itu, jumlah pengunjung Dolly kian bertambah, tidak hanya dari kalangan tentara Belanda tetapi juga para saudagar bahkan pribumi.

Keberadaan Dolly dengan segala hiruk pikuknya mampu memberikan utilitas ekonomi bagi sebagian masyarakat yang sudah menggantungkan hidupnya dari bisnis prostitusi tersebut, misalnya pedagang kaki lima, tukang parkir, pencuci baju dan masih banyak lagi.

Namun tepat pada tanggal 19 Juni 2014 Wali Kota Surabaya kala itu Tri Rismaharini melakukan penutupan terhadap lokalisasi Dolly dengan berpedoman kepada dasar hukum dan peraturan daerah yaitu Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1994 mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2012 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak Di Surabaya, Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Peraturan Daerah nomor 7 Tahun 2009 tentang Larangan Menggunakan Bangunan atau Tempat untuk Perbuatan Asusila serta pemikat untuk melakukan perbuatan asusila di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, yang diperbarui kembali dengan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2013 tentang Pelarangan Menggunakan Bangunan Atau Tempat untuk Perbuatan Asusila serta Pemikat untuk Melakukan Perbuatan Asusila di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. (Nisak dan Suwanda, 2021: 160) Pemerintah berharap dengan dilakukannya penutupan lokalisasi ini mampu menciptakan lingkungan Surabaya yang bersih, aman, dan bebas dari prostitusi.

Referensi Jamal, Cemi Fitriani. “Politik prostitusi Kota Surabaya” dalam Jurnal Politik Muda Vol. 2, No. 1, 2012, 299-310.

Lasaiba, Mohammad Amin. “Perkotaan dalam Perspektif Kemiskinan, Pemukiman Kumuh dan Urban Heat Island (Suatu Telaah Literatur)” dalam Geoforum: Jurnal Geografi dan Pendidikan Geografi Vol. 1, No. 2, 2022, 63-72.

B H A G A W A T

G I T A

Nisak, Khoirotun., Suwanda, I Made. “Strategi Pemerintah Kota Surabaya Dalam Menutup Praktik Prostitusi Di Lokalisasi Dolly” dalam Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol. 09, No. 01, 2021, 158-172.

Wahyuni, Hera. “PSK dan Tekanan Sosial Pasca Penutupan Gang Dolly Surabaya” dalam Personifikasi Vol. 5, No. 1, 2014, 1-18.

www.reallygreatsite.com 8

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

KOTA MODERN DI MASA LALU: SUMENEP Oleh Chaidar Denial Muhammad 210110301020

Sumber Gambar: Travel Kompas

Siapa yang tak kenal dengan Madura. Pulau yang berseberangan dengan Surabaya ini memiliki banyak sejarah yang menarik jika ditelisik dan diceritakan. Salah satu kota yang menarik untuk dibicarakan terletak pada ujung pulau Madura yakni kota Sumenep. Nama Sumenep diduga berasal dari Bahasa Kawi yakni “Sungeneb”, yang terdiri dari dua kata yaitu “Sung” dan “Eneb”. Selain terkenal akan bahasanya yang halus di antara 4 kota lainnya, kota Sumenep juga menyimpan sejarah yang panjang. Tidak hanya panjang tapi juga beragam, dari makanan, senjata tradisional, kerajaan, dan bahkan yang mengarah akan sejarah penjajahan.

Berbicara tentang penjajah. Kota Sumenep juga menjadi salah satu tempat para penjajah menjarah kekayaan alam demi kebutuhan bangsa kolonial dari Belanda hingga jepang. Tidak hanya pernah dijajah, kota Sumenep juga menjadi salah satu tempat penghasilan pundi pundi dalam perekonomian bangsa kolonial. Dalam perjalanan waktunya kini bangsa kolonial tidak lagi menjajah Indonesia termasuk kota Sumenep. Hal dimana menandakan kemerdekaan telah berkibar dan Indonesia berdiri tanpa tumpuan negara lain. Dengan perubahan keadaan yang sangat berbeda banyak tatanan diberbagai daerah yang dirombak ulang salah satunya kota Sumenep. Sejarah akan penjajahan bangsa kolonial Belanda masih tergaris jelas dengan adanya peninggalan peninggalan bangunan tua peninggalan kolonial Belanda.

Peninggalan tersebut kini dikenal dengan warga sekitar kota tua Kalianget.

B H A G A W A T

G I T A

Disebut dengan nama kota tua hal ini tentu bukan hanya sekedar nama saja. dikarenakan pada masa bangsa kolonial Belanda kota yang berkembang dan dapat dikatakan maju dinkota Sumenep pada saat itu terdapat di kalianget yakni di kota lama tersebut. Kota tersebut dibangun oleh Belanda untuk penghasilan pundi pundi penghasilan cetak kekayaan bangsa kolonial Belanda.

Belanda melihat potensi kekayaan alam berupa garam yang dimiliki Sumenep. Sehingga dalam pendistribusian dibangunlah kota Kalianget yang berdekatan dengan pelabuhan sebagai akomodir dari sarana pengiriman garam. Tidak hanya itu terlampau majunya kota Sumenep dahulu memiliki akses kereta dalam transportasi sarana pengiriman pendistribusian garam.

Tidak sekarang yang justru tidak memiliki sarana transportasi umum berupa kereta. Pada masanya kota Kalianget menjadi pelabuhan tersibuk di selat Madura.

Pada pembangunan atau menyebarnya pemukiman pemukiman di daerah Kalianget ini bermula dari masa pemerintahan VOC di Madura. Tidak hanya pemukiman orang orang eropa VOC juga membangun benteng di Kalimo’ok yang masih masuk pada kawasan Kalianget.

Pembangunan benteng di Kalimo'ok ini dikarenakan lokasinya yang cenderung tinggi dari lingkungan sekitar sehingga dapat memantau keadaan laut sekitar termasuk dalam segi perdagangan. Pembangunan benteng ini dilakukan pada tahun 1785. Hingga pada pada masa kejatuhan kejayaan dan dibubarkannya kongsi dagang VOC kota Kalianget jatuh pada genggaman bangsa kolonial Belanda.

9

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Sumber Gambar: JPNN

Pada masa pemerintahan bangsa kolonial Belanda. Kota tua Kalianget mengalami perubahan yang sangat signifikan dari pembangunan fasilitas kota maupun inovasi dalam pengembangan pundi pundi emas yakni garam. Karena pergantian kedudukan atas penjajahan semua yang telah dilakukan oleh VOC diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda hal ini termasuk pada penggaraman yang ada di Indonesia. Banyak perubahan yang mencangkup pada pembangunan tata kota. walaupun kembali pada tujuan awal hal ini hanya diuntungkan pada bangsa kolonial Belanda. Perubahan secara fisik yang dapat dilihat secara langsung Seperti halnya pada pembuatan garam modern yakni garam briket pertama di Indonesia yang dibangun pada tahun 1899. Hal ini berguna karena memperkuat posisi ekonomi dan politik pemerintah Hindia Belanda di Sumenep. Tidak hanya pembangunan dan inovasi dari segi pabrik saja, akan tetapi tata letak kota dan fasilitas fasilitas umum seperti berbagai fasilitas pendukung industri tersebut dibangun, tak hanya bangunan pabrik, fasilitas Listrik yang terpusat di Gedung Sentral, Lapangan Tenis, Kolam renang, Bioskop, Taman Kota, hingga pemukiman bagi pegawai dan karyawan mulai tersebar di kawasan ini.

Menurut penuturan budayawan Sumenep Ibnu Hajar, pembangunan pabrik Garam briket pada masa itu menjadi tanda kemajuan di Kalianget. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, pada daerah daerah di pulau Madura masih identik dengan bangunan bangunan Joglo yang menghadap ke selatan, akan tetapi di masa yang sama di Sumenep lebih tepatnya di kawasan Kalianget sudah ditemukan bangunan dengan arsitektur modern.

Tidak hanya dari segi arsitektur kota, perkembangan ini juga terasa dari alat alat yang digunakan oleh kota Kalianget. Sebagai bukti lori sebagai pengangkut garam, padahal jika ditelisik lagi di daerah lain masih menggunakan delman. Pada dasarnya kehadiran Belanda telah membuat pembangunan di kota Sumenep menjadi jauh modern dari zamannya kala itu. Kedatangan Belanda ke Sumenep dengan rasa haus akan kekayaan justru meninggal jejak kota sejarah yang megah untuk di ceritaikan tidak hanya itu bangunan bangunan yang ditinggalankan bangsa kolonial Belanda di kota lama sampai saat ini masih berfungsi dan dipakai baik pabrik maupun bangunan bangunan perumahannya.

Referensi Goodnews, Kota Tua Kalianget, Kawasan Modern Pertama di Madura Pada Masa Hindia-Belanda, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/01/25/kota-tua-kalianget-kawasan-modern-pertama-di-madura-pada-masahindia-belanda . 25 Januari 20022 Travel Nuansanya Serasa di Kota Tua Eropa, Padahal Ini di Sumenep!, https://travel.indozone.id/news/951268957/nuansanyaserasa-di-kota-tua-eropa-padahal-ini-di-sumenep . 8 Agustus 2022 Wikipedia, kota tua Kalianget, https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Kalianget Zulkarnaen, Iskandar. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Pariwisata dan kebudayaan kabupaten Sumenep.

B H A G A W A T

G I T A

NOMADIC

|

24

10

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

PEROBEKAN BENDERA BELANDA DI HOTEL YAMATO SURABAYA Oleh Laura Angelina Sofa Veliza 210110301045

Sumber Gambar: NU Online

1

9 September 1945 tepat 78 tahun yang lalu menjadi tanggal bersejarah dan dikenang oleh Masyarakat Surabaya atas terjadinya suatu peristiwa yang dikenal dengan Insiden H-

otel Yamato. Insiden Hotel Yamato ini diawali dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan muncullah maklumat dari presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 1 September 1945 yang berisi tentang kewajiban mengibarkan bendera nasional Republik Indonesia di seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk daerah Surabaya. Pengibaran bendera merah putih di Surabaya dilakukan di berbagai tempat yang strategis seperti Gedung Karesidenan yang saat ini telah menjadi Gedung Gubernur, Gedung Internatio, hingga ke Lapangan Tambaksari yang digunakan sebagai tempat Rapat Raksasa oleh Barisan Pemuda Surabaya.

VOLUME II

B H A G A W A T

G I T A

Pada tanggal 18 September 1945 datanglah pasukan Sekutu dan Belanda dari Allied Forces Netherlands East Indies atau yang dikenal sebagai AFNEI di Surabaya yang disambut dan diberi tempat sebagai markas Tentara Sekutu oleh Jepang di Hotel Yamato Jl. Tunjungan 65, tanpa adanya kesepakatan atau izin dari pihak Karesidenan Surabaya. Munculnya markas Sekutu di Surabaya yang diberikan oleh Jepang ini dianggap sebagai ancaman baru bagi Indonesia ditambah dengan dikibarkannya bendera Belanda oleh sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh W. V. C. Ploegman pada hari yang sama saat Tentara Sekutu dan Belanda datang sekitar pukul 21.00 WIB yang membuat masyarakat Surabaya merasa tidak dihargai atas dilaksanakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan menganggap Belanda ingin menguasai Indonesia kembali. Tidak perlu waktu lama keesokan harinya pada tanggal 19 September 1945 para pemuda Surabaya mulai mengepung Hotel Yamato akibat berkibarnya bendera Belanda di tiang teratas Hotel Yamoto dan terjadilah ketegangan antara masyarakat Surabaya dengan orang - orang Belanda akibat hal tersebut sehingga terjadilah perundingan antara Sudiman sebagai Residen Surabaya dan Fuku Syuco Gunseikan atau Wakil Residen Surabaya dengan Ploegman sebagai pihak Belanda.

Dalam perundingan tersebut Sudirman meminta pihak Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda dari Tiang Hotel Yamato namuan Ploegman menolak permintaan tersebut dan menolak untuk mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Karena penolakan tersebut perundingan pun berakhir dengan perkelahian yang menyebabkan gugurnya Ploegman dan larinya Sudirman dari dalam Hotel Yamato. Para pemuda Surabaya yang telah mengepung Hotel Yamato dan mengetahui gagalnya perundingan tersebut kemudian sebagian dari pemuda Surabaya memaksa masuk ke dalam Hotel Yamato yang menyebabkan terjadinya perkelahian di area lobi dan Sebagian dari pemuda Surabaya termasuk Haryono dan Kusno Wibowo naik ke atas Hotel Yamato dan berhasil menurunkan bendera Belanda dan merobek bagian biru bendera Belanda kemudian mengibarkan kembali sisa dari bendera belanda yang berwarna Merah Putih. Peristiwa ini disebut oleh arek – arek suroboyo dengan teriakan “Merdeka” berulang – ulang kali.

LARANA MAGAZINE

17

11

BHAGAWAT GITA

EDISI II

Sumber Gambar: Historia.id

Peristiwa ini tidak menjadikan teguran atau ancaman untuk pihak Sekutu dan Belanda pergi dari Surabaya sehingga munculah beberapa dampak dari terjadinya Insiden Hotel Yamato ini diantaranya adalah terjadilah pertempuran untuk pertama kalinya antara Indonesia melawan Sekutu pada tanggal 27 Oktober 1945 yang bermula dari pertempuran kecil hingga menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa. Jenderal D. C. Hawthorn meminta Presiden Soekarno untuk meredakan situasi dan menyelenggarakan gencatan senjata, namun gencatan senjata tersebut gagal dilakukan dan menyebabkan gugurnya Brigadir Jenderal Mallaby, yang kemudian berdampak pada dikeluarkannya ultimatum 10 November oleh pihak Inggris yang menjadikan puncak pertempuran Surabaya antara Indonesia dengan Pihak Sekutu selama 3 minggu yang berakhir pada tanggal 28 November 1945 yang menyebabkan gugurnya 20.000 pejuang Indonesia dan gugurnya 1.500 tentara Sekutu.

Dengan terjadinya pertempuran tersebut dan sebagai bentuk mengingat perjuangan para pahlawan Ir. Soekarno sebagai Presiden Negara Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 Tanggal 16 Desember 1959 menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Referensi: https://bamai.uma.ac.id/2022/09/19/1 9-september-mengenang-insidenhotel-yamato-surabaya/ https://museumnusantara.com/hotelyamato/ https://www.kompas.com/skola/read/ 2022/10/25/170000869/sejarahinsiden-hotel-yamato?page=all

VOLUME II

B H A G A W A T

G I T A

NOVEMBER 2023

TRI RISMAHARINI DAN SURABAYA Oleh Qutub Latifah Akbar 210110301005

Dr. (H.C.) Ir. Tri Rismaharini, M.T. adalah seseorang yang berasal dari dunia perpolitikan dan kita kenal dengan banyak pencapaiannya yang mengubah Kota Surabaya menjadi lebih baik dan tertata. Tri Rismaharini lahir di Kediri dan besar di Surabaya. Risma lahir pada tanggal 20 November 1961. Tinggal di Kediri sampai lulus SD pada tahun 1973. Kemudian Risma melanjutkan SMP, SMA, dan kuliah hingga S2 di Surabaya. Tri Rismaharini resmi menjadi Walikota Surabaya pada tahun 2010. Dan kembali menjadi walikota pada periode kedua pada tahun 2016. Selama dua periode menjabat menjadi Walikota Surabaya, Tri Rismaharini membuat banyak inovasi dan pengembangan untuk Kota Surabaya. Tidak heran jika Bu Risma sangat baik dalam menata kota, karena latar belakang pendidikannya di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya yang mengambil program Arsitektur (S1) dan Manajemen Pembangunan Kota (S2).

Program Kerja Terlaksana: GMRS (Government Management Resources System) GMRS (Government Management Resources System) adalah suatu aplikasi yang bertujuan untuk mengupayakan transparansi penyelenggaraan pemerintahan.

Aplikasi ini telah lahir saat Tri Rismaharini masih menjabat sebagai Kabag Bina Pembangunan. Secara garis besar, e-Government di Kota Surabaya dibagi menjadi beberapa bagian yaitu, sistem pengelolaan keuangan daerah, e-SDM, e-Monitoring, e-Education, e-Office, Sistem Siaga Bencana 112, Pajak Online, e-Permit, e-Health, Simprolamas (sistem informasi program layanan masyarakat), e-Dishub dan Media Center. Aplikasi-aplikasi ini diciptakan dengan tujuan evaluasi, monitoring, dan melayani masyarakat dengan mudah sehingga Surabaya dapat berubah menjadi smart city.

Penataan Ruang Terbuka Hijau Atas kesadaran dan Peraturan Menteri PU Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang mengamanatkan bahwa setidaknya terdapat minimal 30 persen ruang terbuka hijau, yang terdiri atas 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat. Pemerintah Kota Surabaya membangun banyak ruang terbuka hijau hingga menjadikan Kota Surabaya sebagai kota seribu taman. Pembangunan RTH ini dimulai sejak tahun 2010. Sampai tahun 2020, telah ada 573 taman yang jika ditotal luasnya mencapai 1.651,24 hektare, bahkan hutan kkota juga terus dibangun hingga mencapai 90,78 hektare. Atas keberhasilan membangun taman, meraih penghargaan dari PBB berupa The 2014 Asian Townscape Sector Award yang diberikan di Jepang pada November 2013.

LARANA MAGAZINE

2

12

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Pengelolaan Lingkungan dan Sampah Surabaya merupakan kota percontohan dalam pengelolaan sampah, dimana terdapat setidaknya satu bank sampah dan rumah kompos terpadu di tiap kelurahan. Selain itu, hasil dari pengelolaan sampah tersebut ternyata mampu untuk menjadi sumber energi listrik selain digunakan sebagai bahan ketrampilan daur ulang. Sampai tahun 2020 terdapat 533 bank sampah, 9 lokasi tempat pembuangan sampah 3R (reduce, reuse, recycle), dan 28 rumah kompos di berbagai titik di Surabaya. Pengelolaan sampah menjadi listrik dikelola di PLTSa Benowo.

Sumber Gambar: Suara Surabaya

Pembangunan Berbagai Infrastruktur Umum Beberapa jalan yang telah dibangun selama masa pemerintahan Walikota Tri Rismaharini yaitu membangun jalan Frontage Road Jalan Ahmad Yani, Jalan Merr, Jalan Luar Lingkar Barat dan Timur, dll, dengan total seluruh pembangunan jalan baru 259 kilometer.

Fasilitas lainnya yaitu 59 traffic light menggunakan solar cell, 615 traffic light dilengkapi dengan CCTV, di objek vital ada 1.063 CCTV, 5 gedung park and ride, 59 rumah pompa, 75 bozem, 134 jembatan, 647 lapangan olahraga, lapangan tembak internasional, Command Center 112, dan membuat Suroboyo Bus yang dibayar menggunakan botol plastik.

Rumah Bahasa Konsep Rumah Bahasa yang dilaksanakan oleh pemerintah Surabaya adalah peserta diberikan materi bahasa asing praktis secara sederhana yang berhubungan langsung dengan profesi masing-masing. Teknisnya para peserta terlibat percakapan dalam grup-grup kecil yang berisi 3-4 orang, ditambah 1 tutor. Jumlah perserta dibatasi per grup dengan harapan materi lebih cepat diserap. Sasaran dari Rumah Bahasa sendiri adalah seluruh lapisan masyarkat, utamanya para pelaku usah mikro kecil menengah (UMKM), sopir taksi, pedagang, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan jasa dan perdagangan. Program inovasi Rumah Bahasa ini merupakan salah satu program unggulan yang dimiliki Pemerintah Kota Surabaya yang tidak ada dikota-kota lainnya. Sebuah ide dan gagasan yang otentik.

Sumber Gambar: Suara Indonesia

Penutupan Lokalisasi Upaya Penutupan Lokalisasi yang dilakukan oleh Ibu Risma dilakukan dengan cara damai. Menggunakan metode humanfocused design. Secara sederhananya, konsep human focused design adalah suatu konsep atau metode, dimana untuk mencapai tujuan tertentu, maka manusia sebagai objek lah yang harus dipahami dan dibuat nyaman terlebih dahulu. Aturan boleh ditetapkan, namun, apakah manusia sebagai objek yang harus melaksanakan aturan tersebut mau secara penuh mentaatinya.

Dalam kasus Lokalisasi Dolly, Ibu Risma tidak menutup secara langsung dan memaksa tetapi warga dididik untuk bisa melaksanakan pekerjaan lain seperti kerajinan. Saat ini Dolly telah dikenal sebakai sentra perdagangan UMKM dan kampong unggulan.

Referensi Nandy, “Tri Rismaharini, Perjalanan Karir Hingga Menteri Sosial Republik Indonesia”, Gramedia Blog, https://www.gramedia.com/literasi/biografi-trirismaharini/ Penulis, “Pelopori e-Government, Pemkot Surabaya Sudah Ciptakan Ratusan Aplikasi”, Dinas Pendidikan Surabaya, Advertorial, "10 Tahun Pimpin Surabaya, Ini Warisan Risma", CNN Indonesia, 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201206223546-293578696/10-tahun-pimpin-surabaya-ini-warisan-risma.

Muhammad Aulia Fachrudin, “Inovasi Kepemimpinan Kepala Daerah (Studi Kasus Walikota Surabaya Ir.Tri Rismaharini,MT)”, E-Journal Universitas Diponegoro, 2017,

VOLUME II

B H A G A W A T

G I T A

Sumber Gambar: Amartha Blog

Walikota Tri Rismaharini purna jabatan pada tanggal 23 Desember 2020.

Dengan segudang prestasinya mengembangkan Kota Surabaya, Ibu Risma meninggalkan citra yang sangat baik di mata rakyatnya bahkan bukan hanya untuk masyarakat Surabaya, masyarakat di luar Surabaya pun mengagumi keberhasilan kerja keras Ibu Risma. Berkat kerja kerasnya, pada 22 Desember 2020, beliau dipilih oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi menteri sosial di Kabinet Indonesia Maju.

LARANA MAGAZINE

2

13

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

BATAM: JEMBATAN BILATERAL DIGITALISASI INDONESIA SINGAPURA

Sumber Gambar: Freepik

Oleh Risma Corelia Alga Sari 210110301069

Era Globalisasi menjadikan ekonomi digital sangat berkembang pesat. Hal ini sejalan dengan kemajuan internet serta teknologi yang ada. Hal ini memicu berbagai negara di dunia mengeluarkan inovasinya dalam mendongkrak serta beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada. Perkembangan teknologi di Bidang Digitalisasi ini juga sangat berpengaruh pada sektor Ekonomi dan lainnya. Karenanya, investasi pada sektor digital sangat berpengaruh. Terlebih akibat dari krisis Pandemi Covid 19 perlu adanya sebuah transformasi teknologi yang diharapkan agar Masyarakat khususnya pekerja lebih paham perihal digitalisasi.

Indonesia dan Singapura merupakan salah satu negara tetangga yang terletak di Kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadikan kedua negara tersebut banyak menjalin Kerjasama dalam berbagai sektor. Salah satunya dalam sektor digital. Menurut Jurnal dari Rinaldo Dwi Putra Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki pasar digital yang besar serta memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling dinamis di Kawasan Asia Tenggara sedangkan Singapura memiliki tingkat adopsi mengenai teknologi dan Informasi yang tinggi namun memiliki tingkat konsumsi domestic yang sangat terbatas. Terpilihnya Kota Batam sebagai lokasi didirikannya Digital Park karena berbagai pertimbangan seperti, ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM), terletak di dekat Singapura serta lokasinya sebagai tempat berkumpulnya pelaku dari bisnis perekonomian digital global serta dimilikinya etika kerja Indonesia yang baik. igital Park ini didirikan di Kecamatan Nongsa, di lahan 180 hektar dan diresmikan oleh Menteri luar negeri Indonesia Retno L.P. Marsudi Bersama dengan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan. Selain mendapat dukungan dari berbagai Lembaga pemerintahan baik Indonesia maupun Singapura, Nongsa Digital Park (NDP) ini juga didukung serta dikelola oleh Citramas Group dan Infinite Studio dalam Upaya produksi film serta animasi yang bertujuan menarik minat Masyarakat khususnya di Bidang IT. Selain itu, NDP juga membuka program pelatihan Pendidikan serta penyediaan lapangan pekerjaan bagi Masyarakat diseluruh Indonesia.

B H A G A W A T

G I T A

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park berhasil mencatatkan investasi sebesar 2,49 triliun rupiah pada bulan Juni 2023. Angka tersebut berdasarkan akumulasi dari Badan Usaha Pembangunan dan Pengelolaan (BUPP) sebanyak 751 Miliar serta 1,74 Triliun Rupiah untuk pelaku usaha. Menurut Kepala Badang Pengusaha Batam, pada bulan Januari sampai Juni NDP mampu menyerap sebanyak 2.618 tenaga kerja.

Tenaga kerja tersebut berasal dari 17 pelaku usaha yang melakukan investasi di Kawasan NDP. Hingga kini terdapat 3 perusahaan data center yang ada di NDP seperti Data Ceter Nasional Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahap 1, Data Center Global Data Solution (GDS) Perusahaan milik Republik Rakyat Tiongkok,dan Data Center First Nongsa One yang merupakan Perusahaan milik Singapura.

KEK Nongsa yang ditetapkan berdasarkan PP Nomor 68 Tahun 2021 ini memiliki beberapa hambatan dalam proses perealisasian pemanfaatan digital serta Infrastruktur ini. hal ini karena masih adanya ketidak merataan Masyarakat dalam mengakses internet. Minimnya akses serta pengetahuan akan literasi digital juga menjadi Faktor utama dalam pengembangan Ekonomi digital ini. menurut Kasubdit Wilayah Kepri Riau dan Jambi Bapak Ady Soegiharto hambatan pada proses kerja sama ekonomi digital yang tidak terlalu berarti antara Indonesia dan Singapura ini yaitu keterbatasan wilayah yang dimiliki Singapura yang pada akhirnya akan menimbulkan cost yang tinggi. Cost yang dimaksud adalah Biaya sewa yang digunakan dalam menyewa tempat semakin tinggi, biaya tenaga kerja yang besar dll.

Referensi Geraldo Verelza, Dairatul Maarif, Wiwiek Rukmi Dwi Astuti. Kerja Sama Indonesia-Singapura di Bidang Ekonomi Digital melalui Pembentukan Kawasan Ekonomi khusus Nongsa Digital Park di Batam. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, vol. 2 No. 2. 2022 Putra, Rinaldo Dwi. Nongsa Digital Park (NDP) Investment As A Cooperation In the Digital Sector Between Singapore And Indonesia In Batam. Jurnal Ilmiah kajian Keimigrasian, vol 4 No. 1 2021 Internet “Batam sebagai Pusat Digital di Indonesia". Cekindo Business Center. https://www.cekindobusinesscenter.com/id/blog-id/batam-sebagai-pusatdigital-di-indonesia. Diakses Pada 24 Oktober 2023 Hariani, Aprilia. “KEK Nongsa Batam Catatkan Nilai Investasi Rp 2,49 T”.

Pajak.Com https://www.pajak.com/keuangan/kek-nongsa-batam-catatkannilai-investasi-rp-249-t/amp/. Diakses pada 24 Oktober 2023

14

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Kebijakan Diskriminasi Terhadap Kaum Arab di Wilayah Malang Tahun 1914-1942 Oleh Moh. Fajar Aditya Prayudha 210110301026

Segregasi ras merupakan salah satu kebijakan yang dimana penempatan tempat tinggal penduduk didasarkan pada warna kulit, hal ini diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang fungsinya untuk controlling ras-ras tersebut dan menghindarkan dari konflik horizontal antar etnis. Dimana dalam pembagiannya terklasifikasi menjadi 3 lapisan ; pertama, orangorang Eropa, kedua, orang Timur Asing seperti chinese, arabian, india, jepang, dan lain-lain. Kebijakan ini dicantumkan dalam Regerings Reglement tahun 1854, juga aturan ini diperkuat dengan adanya hak exhorbitante rechten yaitu hak istimewa yang diberikan kepada Gubernur Jenderal untuk menentukan tempat tinggal penduduk. Hak ini tercantum dalam Staatsblad nomor 145 tahun 1871.

Kebijakan ini diterapkan di tiap-tiap kota pada masa itu, termasuk juga di wilayah Malang. Pada wilayah Malang sendiri, banyak etnis yang bermigrasi, salah satunya etnis Arab. Etnis arab yang bermigrasi ke wilayah Malang pada saat itu sangatlah banyak sehingga pemerintah Kolonial merasa was-was akan adanya hal tersebut, hal ini dikarenakan orang Arab identik dengan agama Islam dan rakyat bumiputera pada waktu itu mayoritas beragama islam, ditakutkan dengan semakin banyaknya etnis Arab yang notabene beragama Islam dapat meningkatkan kesadaran cinta tanah air. Oleh karenanya mau tidak mau pemerintah Kolonial melakukan segregasi dan beberapa kebijakan lainnya bagi orang Arab.

B H A G A W A T

G I T A

Sumber Gambar: IBTimes.id

Beberapa aspek yang agak dibatasi disini meliputi ; sosial politik, ekonomi, budaya, dan aktivitas beragama. Pada bidang sosial-politik, dilakukan pemisahan tempat tinggal atau segregasi. Pemisahan ini dimaksudkan agar tidak memudahkan etnis Arab berbaur dengan orang Bumiputera maupun etnis lain. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Wijkenstelsel yang dimana mengharuskan tiap etnis berdiam di wilayah mereka masingmasing.

Pada bidang ekonomi, pemerintah Kolonial menerapkan kebijakan Passenstelsel, yaitu kebijakan yang mengharuskan etnis Arab maupun etnis Timur Asing membawa paspor apabila bertujuan pergi ke luar negeri. Hal ini bertujuan untuk pengontrolan dan pengawasan serta kewaspadaan akan persaingan pasar antara pemerintah Kolonial dan kaum Timur Asing. Kebijakan ini didasarkan pada kebiasaan orang Arab maupun orang Timur Asing yang menjajakan dagangannya ke wilayah lain.

Pada bidang budaya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial yaitu kebijakan asosiasi. Kebijakan ini merupakan salah satu media pemerintah Kolonial dalam memperkenalkan kebudayaan Belanda dan menitikberatkan pada peminimalisiran kebudayaan asli dari orsng Bumiputera dan etnis Arab.

Selain itu, juga bertujuan untuk mempererat ikatan antara pemerintah Kolonial dengan publiknya yang bersifat heterogen.

Media dalam penerapan kebijakan ini dilakukan melalui instansi-instansi pendidikan. Dengan adanya hal tersebut, etnis Arab mulai timbul rasa ketidakpuasan yang mengakibatkan etnis Arab mendirikan sekolah sendiri yang dikhususkan terhadap etnis Arab.

Terakhir, pada bidang aktivitas agama, dalam aspek ini pemerintah Kolonial sangatlah kontra dengan adanya etnis Arab yang notabene beragama Islam, pada awalnya pemerintah lebih bersifat netral karena masih terikat dengan Undang-Undang Dasar Belanda Tahun 1855 yang dimana di dalamnya masih bersifat netral terhadap agama manapun. Namun, pada tahun 1859 pemerintah Kolonial mengeluarkan ordonansi yang mengatur dalam permasalahan agama.

Selain itu, pemberian bantuan agama kepada etnis Arab dirasa cukup tidak netral, karena selisih nominal yang cukup berbeda jauh, sehingga sikap pemerintah Kolonial nampak tidak netral.

Referensi Harry J.Benda, “Christian Snouck Hurgronje and the Foundations of Dutch Islamic Policy in Indonesia”, dalam Continuity and Change in Southeast Asia ( Yale University, 1972), hlm. 83., dalam Hosniyah, (2016), “Kebijakan Pemerintah Hindia BelandaTerhadap Komunitas Arab Di Malang 1900-1935”, Avatara vol. 4 No. 3 Purnawan Basundoro, (2012), Pengantar Sejarah Kota, Penerbit Ombak, Yogyakarta

15

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Sumber Gambar: Jejakpiknik.com

KAMPUNG MADRAS “LITTLE INDIA NYA MEDAN” Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia. Terdiri dari banyak suku, seperti Batak, Melayu, Jawa. dan sebagainya.

Perkembangan Kota Medan pada zaman Kolonial ini menghasilkan kebun tembakau yang terkenal dan juga terbentuknya salah satu daerah bermukimnya orang India Tamil di Medan, yaitu “Kampung Keling/Madras”. Kampung Keling terletak di jantung Kota Medan sekitar 800 meter dari Jalan Gadjah Mada.

Kampung ini awalnya bernama Kampung Keling, tetapi kata “Keling” ini berkonotasi kulit Gelap dan masyarakat disana keberatan, akhirnya berganti nama menjadi Kampung Madras.

Kedatangan kuli-kuli Tamil awalnya dimulai pada tahun 1873 oleh Nienhuys dengan mendatangkan 25 kuli Tamil dari Penang (Malaya) yang bertujuan untuk membantu para kuli Cina untuk menjaga perkebunan dari semak belukar, membawa air minum, menarik pedati/kereta lembu, membangun drainase, dan jalur perkebunan. Setelah tahun 1945 Para masyarakat Tamil dan Sikh kemudian mengalami transisi mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri, Polisi, yang sebelumnya mereka hanya sebagai Buruh kasar.

Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Tamil pada umumnya adalah berdagang. Kegiatan ini telah mereka lakukan turun temurun. Sebagaimana masyarakat etnis Tionghoa yang membuka usaha di tempat mereka tinggal, masyarakat Tamil juga melakukan hal yang sama. Pada perayaan-perayaan tertentu, masyarakat Tamil mengadakan kegiatan keagamaan sekaligus sarana interaksi kepada masyarakat sekitar dengan merayakan Thaipusam, Navaratri, dan Deepavali/Deepawali/Deepavali, dilaksanakan pada rentang waktu yang berbeda. Biasanya festival atau perayaan tersebut tidak hanya dilaksanakan di kuil, melainkan di jalan-jalan besar.

B H A G A W A T

G I T A

Meskipun telah memasuki era globalisasi, masyarakat Tamil di Kampung Madras masih mempertahankan kebudayaan yang masih dijalankan hingga saat ini, menjadikan Kampung Madras sebagai atraktor bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Medan.

Dipertahankannya bangunan-bangunan bersejarah di Kampung Madras menjadi nilai lebih dalam mempertahankan eksistensi Kampung Madras sebagai identitas permukiman Tamil di Kota Medan.

Sumber Gambar: Jejakpiknik.com

Referensi Kurniawan Adam, Sejarah perkembangan Kampung Madras

16

BHAGAWAT GITA

EDISI II

Heerenstraat Ke Roode Brug: Simbol Modernitas dan Progresivitas Kota Surabaya Pada Abad 20 Oleh Moh. Fajar Aditya Prayudha 210110301026 Sebelum tahun 1906 Jembatan Merah merupakan pusat perdagangan di Surabaya. Berawal dari wilayah Cantian, Kapasan, Kembang Djepoen, sampai ke arah utara yaitu, Sasakstraat, Panggungstraat, Kampemenstraat, Nyamplungan, Pegiringan, serta lainnya, sampai keramaian ada di daerah tersebut. Dari latar belakang tersebut pihak Pemerintah Kolonial berinisiasi untuk memudahkan mobilisasi di sektor perdagangan.

Karena pada saat sebelum adanya Roode Brug, distribusi dan aktivitas warga Surabaya dari Kembang Djepoen ke kawasan Heerenstraat harus memutar melewati jalan yang lebih jauh. Sebenarnya kawasan Heerenstraat merupakan kawasan lama dimana sebagai pemukiman lokal dan disulap menjadi kawasan Eropa yang Modern dan terfasilitasi. Hal tersebut mendorong tergusurnya warga bumiputera dari kawasan Heerenstraat. Proses membangun kawasan Heerenstraat sebenarnya telah dilakukan sejak lama, diawali dengan membangun fasilitas pemerintahan seperti ; kantor keresidenan yang terletak di depan Lapangan Willemsplein, kemudian penjara, gereja Protestan, bangunan sekolah, gudang peluru, rumah sakit, penginapan, dan bengkel konstruksi senjata. Permasalahan darat menjadi permasalahan serius, karena dianggap sebagai penyebab kepenuhan jalan, apalagi jalanan Kembang Djepon hingga kawasan Heerenstraat. Oleh karenanya pemerintah pernah berencana menghancurkan kantro residen lama, yang berada di kawasan Kembang Djepon, dan membuatnya sebagai wilayah seproduktif mungkin.

B H A G A W A T

G I T A

Sumber Gambar: DISPUSIP Surabaya

Jembatan Merah yang awalnya menghubungkan daerah sebelah barat (orang Eropa) dan daerah sebelah Timur orang timur asing (China, Arab, dan Melayu). Lokasinya yang strategis membuat jembatan merah ini digunakan sebagai tempat bersandarnya kapalkapal yang berlayar dari selat Madura mengikuti Kalimas menuju Jembatan Merah hingga kapal-kapal perdagangan dari luar negeri. Dahulu, kawasan Jembatan Merah ini merupakan pusat pemerintahan Kota Surabaya. Tak ayal kawasan Jembatan Merah menjadi pusat perdagangan disamping menjadi pusat pemerinta-han Kota Surabaya. Masa liberalisasi ekonomi pada tahun 1870 menyebabkan modal swasta masuk ke Kota Surabaya, sehingga pada awal abad ke-20 banyak muncul berbagai kantor dagang dan bank swasta. Pembangu-nan Roode Brug ini selain berdampak pada mobilisasi warga Surabaya, juga berdampak pada perkembangan ekonomi dan budaya di wilayah gemeente Surabaya. Oleh karena pusat pemerintahan dilakukan di daerah ini, maka kawasan Jembatan Merah juga menjadi kawasan konsentrasi dan berlalulalangnya manusia. Kondisi semacam inilah yang menjadikan berkembang-nya kawasan Heerenstraat menjadi kawasan dagang. Semenjak jaringan transportasi ditingkatkan, jalan tidak hanya berfungsi sebagai media mobilitas, tetapi juga berfungsi sebagai etalase kota, tempat untuk unjuk jati diri dan status. Sehingga memperlihatkan jurang antara kaum kaya dan kaum miskin. Selain itu, dengan adanya perbaikan dan peningkatan jalanan mem-buat para supir bertindak ugal-ugalan, dan pada tiga bulan pertama di tahun 1928 telah terjadi sejumlah 524 kecelakaan.

NOVEMBER 2023 Dari pembangunan kawasan Jembatan Roode Brug secara menyeluruh itu memunculkan beberapa dominasi. Pertama, dominasi politik Barat. Dari kawasan Willemsplein , kantor residen dan seluruh wilayah yang masuk dalam wilayah Surabaya dikendalikan secara politis. Seperti residen dan asisten residen, kontrolir yang setara dengan penguasaan bupati, dan aspiran kontrolir yang memegang onderdistrik. Hal tersebut menunjukkan bahwa dominasi politik barat guna untuk meredam penguasaan lokal, dari sini juga untuk melanggengkan kekuasaan Belanda atas wilayah Surabaya. Kedua, dominasi ekonomi barat atas ekonomi lokal. Yang membedakan diantara keduanya yaitu sistem dan skala, menurut Campo, salah satu ciri ekonomi kolonial yaitu pergerakan dari sistem negara ke sistem swasta. Setelah adanya Undang – Undang Agraria 1870 ekonomi kolonial ditandai dengan menguatnya korporasi – korporasi swasta. . . . dengan semakin banyaknya korporasi swasta masuk menjadikan termarjinalkan usaha - usaha kecil hngga menengah warga lokal bahkan hingga menutupnya, akibat dari industri dan korporasi yang masuk. Ketiga, dominasi masyarakat kelas atas atau orang Eropa terhadap kelas bawah atau warga lokal.

Seorang penulis yang mengaku dengan nama van der AA menggambarkan keseharian wanita – wanita Eropa.... selalu memakai busana terbaik serta disesuaikan dengan cuaca.... meskipun jika mereka ketika di rumah memakai busana sederhana persis busana warga lokal Kota Surabaya. . . .

Dari kondisi demikian, dengan banyaknya perkembangan di bidang infrastruktur menjadikan perubahan di bidang sosial ekonomi masyarakat Surabaya, baik itu dampak negatif maupun dampak positif.

Referensi Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2012 Widodo, Try Septhika Nurjanah dan Artono, “Peran Jembatan Merah Sebagai Tonggak Perkembangan Sektor Perdagangan Di Sekitar Sungai Kalimas 1800-1900 “. Avatara, e‐Journal Pendidikan Sejarah. Volume 12, No. 4. Surabaya.

2022.

“Nederlandsche Indie. Uit Soerabaia”, dikutip dari De Locomotief 2 Juni 1920.

J. N. F. M. A Campo, “ Munculnya Perusahaan Korporat di Indonesia pada Masa Kolonial, 18931913”, dalam J. Thomas Lindblad, Fondasi Historis Ekonomi Indonesia, Yogyakarta, PSSAT UGM dan Pustaka Pelajar, 2002.

A. J. Van der AA, Nederlandsch Oost-Indie: Beschrijving der Nederlandsche Bezittingen in Oost-Indie, Breda: Broese en Comp, 1857

17

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Review Buku “Pengantar Sejarah Kota” Oleh Firman Nur Ahmadi 210110301084

Mengingat sebuah asal mula atau sejarah pembentukan kota, maka sejalan pula dengan keberadaan sebuah desa/spasial yang ditujukan sebagai kawasan ruang yang memiliki perkembangan dari sekelumit kompleksitas aktivitas manusia padat. Menelusuri perkotaan berarti memberikan perhatian pada suatu proses perubahan pemaknaan dalam istilah “kota” secara menyeluruh.

Proses dalam sejarah perkotaan berkaitan mengenai urbanisasi, pola masyarakat, tata ruang kota, hingga pusat dari perekonomian dan lahan industrialisasi.

Sebagai buku non-fiksi, buku “Pengantar Sejarah Kota” memberikan informasi pengantar terkait serangkaian proses pendefinisian kota, teorisasi aspek kota, contoh bentuk kota pada awal peradaban sejarah, pembentukan kota tradisional di Indonesia, penjabaran batas atau tembok kota sebagai bentuk pertahanan akomodasi, bentuk-bentuk dan proses perkembangan kota kolonial hingga pasca kemerdekaan di Indonesia, perebutan dan pembagian fungsi sosial dalam ruang kota, fenomena urbanisasi, problem sosial kota bentuk pemukiman (residences) dan pekumuhan (slums), politik jalan raya, diferensiasi demografi kota, hingga perkotaan dengan fungsi aktivitas ekonomi serta industrialisasi.

Keunggulan dalam buku ini terletak pada penjabaran dan pembawaan penulis dalam menjelaskan sekelumit materi 2 SKS per semester dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca awam. Ditambah dengan ilustrasi-ilustrasi dan glosarium dapat membantu mengimajinasikan dan merangkai konsep sejarah perkotaan. Di dalam bibliografi juga terdapat tersedia beberapa bacaan lanjutan yang mengantarkan pada teorisasi perkotaan yang lebih mengakar dan konstruktif, guna menambah analisis teorisasi dalam tugas kawan-kawan.

Walaupun buku ini belum menjelaskan secara detail mengenai proses klinik dalam penulisan sejarah kota, namun sebagai buku pengantar, saya rasa saya perlu merekomendasikan buku ini kepada kawan-kawan Jurusan Sejarah guna mendorong menulis kajian sejarah kota kalian masing-masing.

Book Reviewed Purnawan Basundoro. Pengantar Sejarah Kota (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012). xvi + 264 halaman. ISBN: 978-602-7544-51-2

Sejalan dengan kajian sejarah, buku ini juga menggunakan serangkaian historisitas yang kronologis mengenai aspek-aspek kota. Beberapa serangkaian peristiwa tersebut disusun dengan menonjolkan change yang terjadi dalam beberapa studi kasus.

Salah satunya yang menarik dalam materi buku ini adalah mengenai perkembangan jalan raya di Indonesia yang dipandang dari perspektif politik. Perubahan fungsionalitas jalan raya dari masa ke masa dapat memberikan gambaran bahwa fungsi jalan saat ini bukan hanya sekedar infrastruktur penunjang moda mobilitas, namun memiliki fungsi sebagai panggung prestige dan gengsi masyarakat kota. Tidak berhenti di situ, jalan raya juga secara tidak langsung merupakan sebagai alat untuk memarginalkan masyarakat yang kalah dalam persaingan hiruk pikuk perkotaan.

B H A G A W A T

G I T A

18

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Susur Tiga Zaman Oleh Alya Aurellia Ananta 230110301035

Susur Yogyakarta Menusuk tusuk Pal Putih ala konde Merapi Berpupur kubus perempuan Krapyak Panggung Peneluran pakem sembah sungkem khas keraton Adalah khusyuk sembahyang ala Masjid Gedhe Beringharjo pentaskan "Pergaulan Wong Gede-

Sumber Gambar: The Jakarta Post

Cilik" Susur Gementee Bandoeng Serenteng Jalan Raya Pos menyusur Jawa "Tut...tut...!" kereta datang, asap pun matang Bab kamar 224 ala Hotel Savoy Homann, Tuan Djoeanda, alumnus HBS Bandoeng, dan Pesta pora-pora khas Gedung S. Concordia

Sumber Gambar: Unsplash

Susur DKI Jakarta Campuran tetembok dan kaca besar plaza Gemerlap lampu ungu mencolok mata-mata Segala ponsel berkontak memancar bunyi 'cling' Naik-turun kotak berongga dengan tenaga telunjuk Marmer-marmer membungkus bebawahan

B H A G A W A T

G I T A

Sumber Gambar: iStock

19

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Puisi: Balutan Sejarah di Yogyakarta Sumber Gambar: iStock

Oleh Nur Azizah 230110301039

Di tengah hiruk pikuk kehidupan Pikiran melayang memutarkan banyak untaian kenangan Yogya, kota yang setiap sudutnya memiliki arti Kota yang kian tumbuh dengan pesat hari demi hari Bangunan-bangunan tua yang berdiri menjadi saksi bisu berjalannya kehidupan sejarah Burung-burung beterbangan menjadi isyarat bahagianya tanah Yogyakarta Setiap mata yang memandang berdecak kagum dengan tatanan tiap gedung dan pepohonan yang rapi Jalanan yang semakin halus seolah memberi sambutan pada siapa pun yang menginjakkan kaki Perbaikan demi perbaikan dilakukan demi eloknya kota ini Rekam jejak sejarah yang terjaga tak pernah lepas dari tiap langkah pembangunan Gedung-gedung kecil kian menjulang Kendaraan yang berlalu-lalang mengikat jalanan "Siapa yang tak tertarik dengan tempat ini?" pikirku Di kota inilah hidup segala kebudayaan Jejak-jejak sejarah yang membalut setiap gedung dan jalanan Pejalan kaki yang lewat silih berganti Bagai alunan musik yang mengitari kota ini Warna-warni kehidupan tercipta di sini Dalam balutan sejarah di Yogyakarta

B H A G A W A T

G I T A

20

BHAGAWAT GITA

EDISI II

NOVEMBER 2023

Karya Fotografi Oleh Moh. Rizky Alfiansyah 210110301080

Alun alun Tugu Kota Malang berdiri pada tahun 1920, lokasinya berada di depan Kantor Balai Kota Malang.

Uniknya, bangunan ini menjadi pembangunan monumen tugu pertama di Indonesia setelah merdeka. Difoto oleh @rizkyalfiii

GPIB Immanuel atau lebih dikenal dengan Gereja Immanuel dibangun pada tahun 1861 dan digunakan sebagai tempat ibadah orang orang Protestan Belanda dan Eropa. Gereja ini letaknya terpisah jarak 200 meter dengan Gereja Kayutangan. Difoto oleh @rizkyalfii

Gereja Katolik Hati Kudus Yesus atau lebih dikenal dengan sebutan Gereja Kayutangan. Gereja ini adalah Gereja Katolik tertua di Kota Malang, karena didirikan pada tahun 1905 sebagai penanda kota dengan dua menaranya. Difoto oleh @rizkyalfiii

Toko Oen Malang berdiri pada tahun 1936. Toko ini menjual aneka kue dan ice cream yang sudah terkenal sejak zaman Belanda. Bangunan ini menjadi cagar budaya, karena bentuk arsitektur bangunannya yang tidak berubah sejak zaman dulu, Difoto oleh @rizkyalfii

B H A G A W A T

G I T A

21

bkms.unej.ac.id @bkms_unej @bkms_unej BKMS UNEJ @bkms_unej