3 minute read

Menjadi Dewasa Music

Menjadi Dewasa

Menjadi dewasa itu seperti apa?

Advertisement

Melelahkan dan banyak tanggung jawab yang harus dipenuhi, katanya. Ibarat anak ayam yang baru menetas, masa dewasa adalah saatnya kita mengambil kendali penuh atas kehidupan. Mereka yang tergolong dewasa ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Di masa ini adalah peralihan dari masa remaja, maka tak heran, masa dewasa menjadi sangat penting dalam rentang kehidupan manusia. Ada tugas perkembangan pada masa dewasa?

Dalam ilmu psikologi, terdapat tugas perkembangan yang harus diselesaikan dalam setiap fase kehidupan. Kalian mungkin bertanya-tanya, apa dampaknya apabila tidak berhasil menyelesaikan tugas tersebut, hal yang paling menonjol adalah kalian akan sulit untuk diterima di lingkungan masyarakat dan perkembangan pada fase kehidupan selanjutnya juga akan mengalami gangguan. Mendapatkan pekerjaan, memilih teman hidup, membangun keluarga, membesarkan anak, dan mengelola rumah tangga baik dari segi finansial dan aspek lainnya adalah salah satu dari gambaran apa saja tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa. Namun, membayangkannya saja terkadang cukup membuat kita cemas, galau, bingung, dan hilang arah ya Peeps! Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apa yang sebenarnya aku mau?”, “Apa tujuan hidupku?”, “Apakah keputusan yang aku ambil sudah tepat?”, atau mungkin pertanyaan, “Bagaimana bila aku gagal?” seringkali muncul menghantui kepala yang akhirnya bikin kita ngerasa ragu dan mengalami krisis. Fase inilah yang dinamakan dengan “Quarter Life Crisis”. Quarter life crisis

Dalam buku yang ditulis oleh Fischer pada tahun 2008, quarter life crisis didefinisikan sebagai periode krisis emosional dari seseorang. Lalu, apa sih penyebab QLF ini? Ada 2 faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama, pada usia ini, kita memang punya karakteristik untuk eksplorasi identitas, yang diiringi pencarian jati diri. Makanya, kita jadi banyak mikir apa yang sebenarnya kita mau dan apa yang jadi tujuan hidup kita. Kedua, kita seringkali membandingkan diri kita dengan orang lain. Terkadang bukannya jadi termotivasi, kita justru merasa insecure ya Peeps! Namun yang perlu diingat, Quarter Life Crisis ini sebenernya wajar banget untuk dialami beberapa orang ya. Justru hal ini dapat memberi kita dampak positif yaitu, kita jadi lebih kenal dengan diri sendiri dan berkembang menjadi lebih baik lagi.

Terus kalau Quarter Life Crisis ini udah di depan mata. apa aja sih tips untuk menghadapinya?

Mau menghindar bagaimanapun, mau tidak mau memang harus dihadapi ya Peeps! Berikut adalah beberapa hal yang bisa kamu lakukan!

Focus on yourself!

Sadari personal value-mu, dan berhenti membandingkan diri kamu dengan orang lain karena hanya akan membuat kamu membuang-buang waktu dan tenaga. Fokus pada dirimu sendiri dengan membuat skala prioritas. Because, at the end of the day it’s all about you against your old self! Make a plan

Tentukan goals apa yang ingin kamu capai di masa depan. Mungkin sangat seru berpetualang tanpa peta, namun berpetualang menggunakan peta akan menjadi suatu hal yang tidak melelahkan. Carilah teman yang suportif

Dalam hal ini kamu perlu selektif pada setiap orang, hindari orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan masa kini saja tanpa memikirkan efek jangka panjangnya, pilih teman yang suportif tidak takut untuk mengkritik sikapmu apabila salah, dan tidak pelit memberi saran yang dapat membantu kamu berkembang. Kembangkan kemampuanmu

Eksplor dan kembangkan kemampuan dengan cara kenali diri kamu sendiri, hal ini dapat dilakukan dengan self-talk dan mindfulness loh!

Hal terakhir yang aku ingin sampaikan adalah,

“kamu tidak harus memiliki segalanya dalam usiamu yang sekarang. Kamu tidak harus tahu segalanya dalam usiamu yang sekarang. Kamu tidak harus sukses sebelum usia 30 tahun, kamu tidak harus punya rumah pribadi sebelum usia 30 tahun. Kamu tidak diwajibkan Tuhan memiliki pasangan sebelum usia 25 tahun. Kamu tidak harus punya usaha di usiamu yang sekarang, kamu tidak harus kaya di usia yang sekarang. Standar hidup kita bukan apa yang orang bilang kepada kita.”

– Kutipan buku, “Insecure is my middle name”, karya Alvi Syahrin.

This article is from: