4 minute read

A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Perkembangan era globalisasi yang semakin pesat membuat semakin besarnya tuntutan pengguna jasa layanan publik. Sehingga untuk mewujudkan

Advertisement

Visi Negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 membutuhkan peran serta Aparatur Sipil

Negara (ASN) yang professional, berintegritas tinggi, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat, serta mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peranan yang menentukan dalam mengelola kondisi tersebut. Dimana ASN itu sendiri merupakan profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menetapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASN. Sehingga untuk memainkan peranan tersebut, diperlukan sosok ASN yang professional, yaitu ASN yang mampu memenuhi standar kompetensi jabatannya sehingga mampu melaksanakan tugas jabatannya secara efektif dan efisien. Untuk dapat membentuk sosok ASN professional perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pelatihan. Berdasarkan pada Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan merujuk

Pasal 63 ayat (3) dan ayat (4) UU ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP Manajemen PNS), maka Calon

Pegawai Negeri Sipil (CPNS) wajib menjalani masa percobaaan yang dilaksanakan melalui proses Diklat terintegrasi (Pelatihan Prajabatan) untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat, dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggungjawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Dalam sistem pembelajaran Pelatihan Dasar CPNS, setiap peserta pelatihan dituntut untuk mampu mengaktualisasikan substansi materi pembelajaran yang telah dipelajari melalui proses pembiasaan diri yang di fasilitasi dalam

pembelajaran agenda aktualisasi. Adapun kegiatan aktualisasi yang dilakukan oleh peserta diklat merupakan kegiatan inovasi dari satuan kerja masing-masing. Setiap satuan kerja tentu saja memiliki problema yang berbeda. Dalam hal ini, RS Ketergantungan Obat Jakarta khususnya di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi memiliki beberapa potensi atau masalah yang dapat diangkat menjadi sebuah isu dan kegiatan pemecahan masalah dalam kegiatan aktualisasi. Isu yang diangkat pada proposal rancangan aktualisasi ini adalah “Belum Optimalnya Penerapan Edukasi Keluarga Tentang Rehabilitasi Napza Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi RS Ketergantungan Obat Jakarta”.

Pasien rehabilitasi merupakan pasien pemakai dan penyalahguna NAPZA (Narkotika Psikotropika dan Zat adiktif lainnya) yang sedang menjalani perawatan rehabilitasi. Diharapkan pasien rehabilitasi ini dapat kembali ke lingkungan masyarakat seperti layaknya setelah pulang dari rawat inap Rehabilitasi. Berhasil atau gagalnya sebuah upaya rehabilitasi terhadap pasien NAPZA ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah adanya orangorang yang akan terlibat dalam seluruh proses rehabilitasi itu sendiri. Dalam proses rehabilitasi kehadiran pihak lain itu diantaranya dengan melibatkan keluarga. Dukungan keluarga sangat berperan penting untuk mencapai kesembuhan pasien terhadap ketergantungannya dengan narkoba dalam proses rehabilitasi.

Berdasarkan dari data demografi pasien rawat inap Rehabilitasi di RS Ketergantungan Obat Jakarta dalam tiga bulan terakhir, dapat dilihat pada bulan Februari 2021 jumlah pasien lama sebanyak 30 orang dan pasien baru sebanyak 5 orang, pada bulan Maret 2021 jumlah pasien lama sebanyak 21 orang dan pasien baru sebanyak 3 orang, dan pada bulan April 2021 jumlah pasien lama sebanyak 14 orang dan pasien baru sebanyak 7 orang. Berdasarkan dari data tersebut pada tiap bulannya dapat dilihat selalu ada pasien baru yang masuk untuk menjalani program rehabilitasi. Kemudian dilihat dari jumlah status pasien, pada bulan Februari 2021 jumlah pasien dengan kasus hukum sebanyak 17 orang dan pasien non hukum sebanyak 18 orang, pada bulan Maret 2021 jumlah pasien kasus hukum sebanyak 20 orang dan pasien non hukum sebanyak 4 orang, dan pada bulan April 2021 jumlah pasien kasus hukum sebanyak 14 orang dan pasien non hukum sebanyak 7 orang. Berdasarkan pada data tersebut rata-rata sebagian besar pasien merupakan pasien dengan kasus hukum, dimana pada kasus hukum ini pasien datang ke RS dibawa oleh petugas kepolisian dan tanpa didampingi oleh

keluarga. Kemudian dilihat dari jaminan rawat inap, dapat dilihat pada bulan Februari 2021 jumlah pasien keswa sebanyak 2 orang dan pasien bayar pribadi sebanyak 33 orang, pada bulan Maret 2021 jumlah pasien keswa sebanyak 3 orang dan pasien bayar pribadi sebanyak 21 orang, dan pada bulan April 2021 jumlah pasien keswa sebanyak 5 orang dan pasien bayar pribadi sebanyak 16 orang. Berdasarkan data tersebut masih ada pasien yang menggunakan jaminan keswa pada tiap bulannya. Selain itu juga tidak semua pasien berasal dari Jakarta saja, namun beberapa pasien juga banyak yang berasal dari luar daerah, sehingga ini menjadi kendala keluarga untuk menjenguk pasien ke RS selama menjalani perawatan program rehabilitasi, salah satu kendalanya adalah masalah biaya dan waktu.

Perawat di RS Ketergantungan Obat Jakarta sangat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien, salah satunya dengan cara melakukan pemberian edukasi, dimana tidak hanya kepada pasien tetapi juga kepada keluarga pasien itu sendiri. Edukasi merupakan hal yang secara konsisten di fasilitasi rumah sakit khususnya pada area yang memiliki resiko tinggi bagi pasien. Hal ini dilakukan rumah sakit agar fungsi kesehatan kembali menjadi optimal. Dengan memberikan edukasi kepada keluarga akan membantu keluarga dalam memberikan dukungan kepada pasien yang sedang menjalani rehabilitasi. Namun tidak semua keluarga pasien dapat hadir dalam kunjungan visit keluarga. Sehingga edukasi tidak dapat secara optimal diberikan karena kurangnya interaksi langsung dengan keluarga pasien. Adapun edukasi diberikan dengan menggunakan beberapa media leaflet yang ada, seperti leaflet “Tips Tidak Terjerumus Narkoba”, leaflet “Info HIV Aids”, dan beberapa buku panduan yang ada. Namun media yang digunakan tersebut kurang memberikan informasi yang mendetail, sehingga kurang tersampaikannya informasi edukasi yang dibutuhkan oleh keluarga. Oleh karena itu dibutuhkan media edukasi yang memiliki informasiinformasi yang lebih lengkap dan mudah digunakan perawat saat memberikan edukasi agar edukasi yang diberikan kepada keluarga pasien lebih terarah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, RS Ketergantungan Obat Jakarta khususnya di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi belum menerapkan secara optimal Edukasi kepada keluarga pasien tentang Rehabilitasi NAPZA, sehingga diperlukannya peran Perawat yang dalam hal ini merupakan ASN untuk dapat memberikan intervensi

This article is from: