5 minute read

3.4 Analisis Isu

Next Article
4.1.3 Kegiatan 3

4.1.3 Kegiatan 3

keluarga pasien sehingga bisa menyebabkan tindakan yang tidak diinginkan pada perawat atau tenaga kesehatan lainnya). 2. Masih ada beberapa perawat yang tidak melakukan komunikasi terapeutik pada pasien ataupun keluarga pasien. (Berdasarkan hasil pengamatan saat perawat akan melakukan tindakan dan wawancara dengan keluarga pasien. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan karena dapat membantu kesembuhan pasien). 3. Masih ada tindakan keperawatan yang belum sesuai yaitu pada saat setelah diberikan terapi nebulisasi pasien tidak dianjurkan untuk minum air hangat dan tidak di evaluasi suara nafasnya. (Berdasarkan hasil pengamatan tindakan nebulisasi. Hal ini bisa menjadi salah satu penghambat proses penyembuhan pasien). 4. Dokumentasi asuhan keperawatan kurang lengkap dan sesuai, salah satunya perubahan kondisi pasien pada lembar catatan integrasi dan catatan keperawatan. (Berdasarkan pengamatan dari status pasien. Hal ini bisa menyebabkan kesalahan tindakan keperawatan pada shiftselanjutnya).

3.2 Isu yang diangkat

Advertisement

Penilaian kualitas isu menggunakan AKPL (Aktual, Kekhalayakan, Problematik, dan Kelayakan). Kriteria isu:

a. Aktual : Benar-benar terjadi dan sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat. b. Kekhalayakan : Isu yang menyangkut hidup orang banyak. c. Problematik : Isu yang memiliki dimensi masalah yang kompleks, sehingga perlu dicarikan segera solusinya. d. Kelayakan : Isu yang masuk akal dan realistis serta relevan dimunculkan inisiatif pemecahan masalahnya.

Penilaian kualitas isu dengan AKPL

No.

Isu

1. Belum optimalnya edukasi tentang manajemen pelepasan infus. 2. Masih adanya beberapa perawat yang tidak melakukan komunikasi terapeutik pada pasien ataupun keluarga pasien. 3. Masih ada tindakan keperawatan yang belum sesuai yaitu pada saat setelah diberikan terapi nebulisasi pasien tidak dianjurkan untuk minum air hangat dan tidak di evaluasi suara napasnya. 4. Dokumentasi asuhan keperawatan kurang lengkap dan sesuai, salah satunya perubahan kondisi pasien pada lembar catatan integrasi dan catatan keperawatan.

A K P L Hasil

+ + + + Terpilih

- + - + Tidak terpilih

+ + + + Terpilih

+ + + + Terpilih

Dalam menentukan prioritas masalah, digunakanlah teknik analisis USG sebagai alat untuk mengetahui isu mana yang menjadi paling prioritas dengan menggunakan kriteria Urgency(U), Seriousness(S), Growth(G) atau yang biasa disebut identifikasi USG. Urgency(Urgensi) : Seberapa mendesak dikaitkan dengan waktu yang tersedia. Seriousness(Keseriusan) : Apabila masalah tidak ditangani maka akan timbul masalah lain yang lebih besar. Growth (Perkembangan Isu) : Apabila masalah dibiarkan maka masalah akan memburuk. Berdasarkan skala 1 = Sangat tidak mendesak atau gawat dan dampak, 2 = Tidak mendesak atau gawat dan dampak, 3 = Cukup mendesak atau gawat dan dampak, 4 = Mendesak atau gawat dan dampak, 5 = Sangat mendesak atau gawat dan dampak.

No. Isu

1. Belum optimalnya edukasi tentang manajemen pelepasan infus.

2. Masih ada tindakan keperawatan yang belum sesuai yaitu pada saat setelah diberikan terapi nebulisasi pasien tidak dianjurkan untuk minum air hangat dan tidak di evaluasi suara napasnya.

3. Dokumentasi asuhan keperawatan kurang lengkap dan sesuai, salah satunya perubahan kondisi pasien pada lembar catatan integrasi dan catatan keperawatan.

U S G Total Ranking

5 5 5 15 1

3 4 4 11 2

3 3 3 9 3

Berdasarkan hasil tersebut diatas, isu yang akan diangkat untuk prioritas penyelesaian masalah selama proses habituasi adalah belum optimalnya edukasi tentang manajemen pelepasan infus.

3.3 Latar Belakang Pemilihan Isu

Dilihat dari Urgency dan Seriousness masalah ini cukup mendesak untuk dibahas, dianalisis, dan ditindak lanjuti, karena di dalam asuhan keperawatan terdapat tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan memasang infus termasuk tindakan kolaborasi namun perawat harus memonitoringnya. Pemasangan infus intravena merupakan sebuah metode untuk pemberian obat secara langsung melalui pembuluh darah. Terapi infus merupakan tindakan yang paling sering dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap sebagai jalur terapi intravena (IV), pemberian obat, cairan, dan pemberian produk darah, atau sampling darah (Wayunah, Nurachmah, & Mulyono, 2013). Selain itu, pemasangan infus juga bertujuan untuk mempermudah tenaga kesehatan untuk memberikan sejumlah cairan ke dalam tubuh pasien sebagai pengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat penyakit terutama pada pasien khususnya anak yang terdiagnosa diare, dan/atau infeksi virus dan bakteri. Dosis terapi infus ditentukan oleh dokter dan pemasangan biasanya dilakukan oleh perawat. Sebelum dilakukan pemasangan infus perawat atau dokter akan menjelaskan prosedur pemasangan dan persetujuan orangtua pasien.

Terdapat perbedaan antara pemasangan infus pada anak dan pada dewasa. Usia, ukuran pembuluh darah, posisi, kejelasan warna, dan lokasi dari pembuluh darah dapat mempengaruhi pemasangan infus. Pembuluh darah pada anak cenderung lebih terbatas daripada pembuluh darah pada dewasa. Pembuluh darah pada anak juga lebih kecil dan sulit terlihat secara jelas. Namun selain itu, keadaan sakit dan jenis penyakit anak juga dapat mempengaruhi kualitas pembuluh darah. Sebelum melakukan pemasangan infus terdapat alat-alat yag harus disiapkan. Alatalat tersebut antara lain tiang infus, cairan infus sesuai kebutuhan, iv catheter, set infus atau selang infus, kapas alkohol (alcohol swab), plester, gunting, sarung tangan bersih. Prinsip pemasangan dilakukan sesteril mungkin untuk mencegah adanya infeksi dan komplikasi pemasangan infus. Di dalam tugas pemberian asuhan keperawatan, memasang infus intravena adalah tindakan kolaborasi. Peripheral intravenous catheter atau infus merupakan tindakan memasukkan kanul melalui akses vena perifer untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, transfusi darah, nutrisi, pemberian obat, dan kemoterapi melalui intravena. Dalam pemasangan infus intravena perawat melakukan tugas delegasi dari dokter, namun perawat bertanggung jawab pada pemberian serta mempertahankan terapi tersebut pada pasien. Terapi infus merupakan tindakan yang paling sering dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap. Pemasangan terapi infus intravena merupakan tindakan invasif yang bertujuan untuk mengobati berbagai kondisi pasien serta mempermudah tenaga kesehatan untuk memberikan terapi baik kebutuhan cairan maupun akses obat. Pasien dengan kondisi harus dirawat inap biasanya harus dipasang terapi infus intravena, baik pasien dewasa maupun pasien anak. Pemasangan infus pada pasien dewasa dan anak tentu saja memiliki perbedaan, namun pada prinsipnya keduanya sama. Perawat akan menjelaskan tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan infus. Setelah cairan infus disambungkan dengan selang infus, perawat akan membendung pembuluh darah pasien agar pembuluh darah vena terlihat jelas,kemudian dilakukan disinfeksi pada pembuluh darah vena tersebut. Setelah melakukan disinfeksi, jarum infus yang membungkus IV catheter akan ditusukkan di pembuluh darah vena. Bila jarum dan IV catheter sudah berhasil masuk pada pembuluh darah vena, maka jarum akan dicabut, tetapi IV catheter akan dibiarkan karena berfungsi sebagai jalan masuk jalur infus. Ketika sudah masuk maka infus akan difiksasi agar tidak lepas. Ketika infus lepas karena indikasi harus dilepas ataupun tidak sengaja terlepas, pembuluh darah akan berdarah sehingga harus dilakukan penekanan

pada area insersi. Dengan teknik penekanan yang baik, perdarahan akibat dilepasnya terapi infus akan berhenti dengan cepat. Kebanyakan dari keluarga pasien maupun pasien sendiri belum banyak mengetahui hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa jarum yang ditusukkan ditinggalkan di pembuluh darah pasien, dan ketika infus dilepas maka tidak akan berdarah. Hal ini bisa meyebabkan miskomunikasi antara tenaga kesehatan khususnya perawat dan keluarga pasien. Sehingga diperlukan adanya edukasi mengenai pelepasan terapi infus intravena sebagai upaya meningkatkan pengetahuan pasien dan keluraga pasien yang sejalan dengan tugas perawat sebagai edukator.

3.4 Analisis Isu

Untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah belum optimalnya edukasi mengenai pelepasan terapi infus intravena di Ruang Kenanga 1 RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung, penyusun menggunakan metode fishbone untuk analisis akar masalah. Diagram fishbone akan mengidentifikasi masalah berdasarkan man, material, method, dan measurement. Berikut penyebab isu tersebut berdasarkan teknik fishbone.

This article is from: