Buletin Edisi Khusus PKKMB 2024 LPM ASPIRASI

Page 1


Kebebasan Demokrasi Mahasiswa Baru UPNVJ di Tengah

Bayang-Bayang Surat Pernyataan Larangan Demo

Surat pernyataan mahasiswa baru merupakan dokumen resmi yang ditandatangani oleh para mahasiswa baru pada saat diterima di universitas. Surat ini berfungsi sebagai pernyataan resmi dari mahasiswa bahwa mereka menyetujui dan akan mematuhi berbagai aturan, kebijakan, dan etika yang berlaku di universitas. Seiring dengan dimulainya tahun akademik 2024, seluruh mahasiswa baru di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) jalur Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) dan jalur Seleksi Mandiri (SEMA) kini menghadapi perubahan dalam surat pernyataan yang memicu polemik. Salah satu penambahan poin yang mencolok adalah mengenai larangan keterlibatan dalam berdemonstrasi, khususnya yang berpotensi memprovokasi, merusak, merendahkan, menghina, atau mencemarkan nama baik lembaga, pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan sesama mahasiswa.

kjelasan dalam penjelasan poin larangan demonstrasi tersebut.

Tanpa adanya detail yang jelas mengenai batasan dan ruang lingkup larangan, mahasiswa akan merasa kelimpungan tentang apa yang sebenarnya dilarang dan diizinkan.

Ketidakjelasan ini tidak hanya menyebabkan keraguan di kalangan mahasiswa, tetapi juga memicu berbagai interpretasi yang berbeda.

Maka pada Buletin Edisi Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) tahun 2024 kali ini, LPM ASPIRASI akan menyoroti lebih dalam berbagai perspektif terkait polemik penambahan poin ini.

Meskipun niat di balik poin ini tampak untuk menjaga keharmonisan dan integritas universitas, implementasinya memunculkan sejumlah kontroversi yang penting untuk dibahas lebih lanjut.

Kontroversi ini semakin tajam karena penambahan poin tersebut muncul tak lama setelah aksi demonstrasi mahasiswa terkait kasus korupsi di UPNVJ, pada tanggal 13 Juni lalu.

Lalu berlanjut memunculkan kesan bahwa kebijakan ini adalah respon terhadap aksi tersebut, yang dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan pembatasan hak berdemokrasi mahasiswa.

Dari sudut pandang universitas, kebijakan ini mungkin dianggap sebagai langkah untuk menjaga ketertiban dan menghindari potensi konflik yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu.

Tidak dapat dipungkiri bahwa demonstrasi yang tidak terkelola dengan baik bisa menimbulkan dampak negatif, baik pada reputasi maupun pada hubungan antar pihak.

Kebijakan ini meskipun tampaknya bertujuan baik, membawa dampak yang lebih kompleks. Salah satu masalahnya adalah ketida-

Mulai dari pandangan pihak universitas, perspektif dosen, hingga suara-suara kritis dari mahasiswa yang merasa bahwa kebijakan ini berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan hak berdemokrasi di lingkungan universitas. Penting bagi universitas untuk membuka ruang dialog yang lebih transparan dan inklusif antara pihak rektorat, dosen, dan mahasiswa. Melalui diskusi terbuka, berbagai pihak dapat menyampaikan pandangan dan kekhawatiran mereka mengenai poin baru dalam surat pernyataan tersebut. Selain itu, universitas juga perlu memberikan panduan yang lebih jelas mengenai poin-poin baru yang ditambahkan ke dalam surat pernyataan ini sehingga tidak ada lagi ambiguitas atau interpretasi yang berbeda-beda di kalangan mahasiswa. Jika kebijakan ini diterapkan tanpa panduan yang jelas, ada risiko bahwa mahasiswa akan merasa tertekan untuk menyampaikan aspirasi mereka. Ini dapat menghambat berkembangnya lingkungan kampus yang sehat dan inovatif, saat kebebasan berbicara dan pertukaran ide dianggap sebagai bagian integral. Dengan cara ini, kebijakan yang diterapkan tidak hanya dapat menjaga ketertiban dan integritas universitas, tetapi juga tetap menghormati hak-hak mahasiswa dalam menyuarakan pendapat mereka.[]

Kegiatan Pelaksanaan PKKMB UPNVJ 2024

Diwarnai Aksi Simbolik dan Kendala Ibadah

Oleh: Ihfadzillah, Safira, Zahra

Dilaksanakan kembali di Tennis Indoor Senayan, Pelaksanaan PKKMB UPNVJ 2024 berlangsung dengan berbagai rangkaian, termasuk kehadiran Mahfud MD hingga digelarnya aksi simbolik oleh BEM UPNVJ. Acara ini pun tak lepas dari kendala, terutama terkait sarana beribadah yang belum memadai.

Memasuki bulan Agustus 2024 menjadi bulan yang ditunggu-tunggu oleh ribuan mahasiswa baru di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ). Tahun ini tepatnya pada Senin, (12/8), Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) menjadi ajang perkenalan dunia kampus, diwarnai dengan antusiasme yang lebih tinggi dari biasanya.

Sejak fajar masih malu-malu muncul di langit, tepatnya sekitar pukul setengah tiga pagi, Keyne Dian Ailsa, seorang mahasiswa baru program studi (prodi) Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), terbangun dari tidurnya.

Keyna bangkit dari ranjangnya, bersiap mengenakan seragam hitam putih yang wajib dipakai oleh peserta PKKMB, serta melengkapi perlengkapan lainnya.

Dalam sunyi pagi yang mulai ramai, Keyne pun memesan ojek online menuju Tennis Indoor Senayan, Jakarta Pusat. Namun, ia hanya bisa menunggu karena pesanannya tak kunjung diambil.

“Jam setengah lima gitu aku udah mau pergi ke sini (Tennis Indoor Senayan), nah cuma udah mau hampir satu jam gitu nggak ada yang ambil order (pesan)-an,” cerita Keyne kepada reporter ASPIRASI pada Senin, (12/8).

Terlebih lagi dengan lambatnya proses body checking, membuat Keyne dengan mahasiswa baru lainnya baru dapat memasuki tribun pada pukul 06.25 WIB, sekitar setengah jam lebih lambat dari jadwal.

Tribun di Tennis Indoor pun mulai dipenuhi oleh mahasiswa baru yang mengenakan pakaian serba hitam-putih dengan topi merah terang. Keyne sangat bersemangat, mengingat momen ini sudah lama dinantikannya, bahkan sebelum pengumuman Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT).

“Lumayan excited (bersemangat), soalnya

ini kan yang sudah ditunggu-tunggu banget. Malah, waktu itu sebelum pengumuman SNBT aja, aku tuh sudah sering liat di Tiktok gitu yang Patribera tahun lalu, ngeliat euphoria-nya kayak gimana,” kata Keyne. Gemuruh tepuk tangan yang meriah memenuhi Stadion Tennis Indoor Senayan saat lampu-lampu mulai meredup, menandakan dimulainya momen-momen istimewa dalam PKKMB UPNVJ. Atmosfer yang penuh semangat menggelora dengan kehadiran sejumlah tokoh penting, salah satunya Mohammad Mahfud Mahmodin, yang lebih dikenal sebagai Mahfud MD. Dipandu langsung oleh Rektor UPNVJ, Anter Venus, Mahfud menyampaikan materi dengan tema “Indonesia Menjadi Satu-satunya Bangsa yang Merdeka Karena Mengusir Penjajah”.

Foto: ASPIRASI /Prima

Sementara itu, ASPIRASI berkesempatan untuk mewawancarai Mahfud terkait dengan harapannya terhadap mahasiswa baru UPNVJ tahun 2024. Ia berharap nantinya mahasiswa baru dapat membawa Indonesia Emas pada 2045 mendatang.

“Indonesia emas itu bisa tercapai dan saya optimis kalau anak-anak ini (mahasiswa) ndak teracuni di dalam proses pembelajaran dan sebagainya, Insha Allah bisa menjadi gelombang baru dan membawa kita ke (Indonesia Emas) 2045,” ujar Mahfud ketika diwawancarai ASPIRASI pada Senin, (12/8).

Kendala Sarana Beribadah pada PKKMB 2024

Kelancaran acara ini tak luput dari eval-

uasi yang telah diperbaiki dari tahun sebelumnya. Menurut Kepala Biro Akademik Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Kerjasama (AKPK), Intan Hesti Indriana, narasumber harus dipastikan akan hadir dan berpartisipasi pada hari H.

“Kemarin itu ada narasumber-narasumber yang, mereka udah oke, eh dua hari sebelumnya dibatalkan. Jadi kita nanti jangan gitu lagi,” kata Intan kepada ASPIRASI pada Selasa, (6/8).

Terlebih lagi mengacu dari kekurangan tahun-tahun sebelumnya, fasilitas yang disediakan pada PKKMB tahun ini lebih dipersiapkan dengan baik untuk mahasiswa baru. Mendukung hal tersebut, Achmad Za’im Mudzaki selaku Project Officer (PO) PKKMB UPNVJ 2024, menjelaskan bahwa panitia

Hot News

telah menyiapkan fasilitas ibadah yang memadai, termasuk tenda dan area khusus untuk wudhu.

“Dari hasil forecasting kita sih dengan adanya tenda dan juga pembagian di ground itu sendiri itu udah bisa nampung cukup dengan skema waktu yang kita sudah siapkan untuk makan dan salat,” jelas Zai’im saat diwawancarai ASPIRASI melalui Google Meet pada Selasa, (23/7).

Meskipun telah dilakukan persiapan yang matang, kendala sarana beribadah tetap jadi persoalan. Pasalnya, waktu istirahat, salat, dan makan (ishoma) yang diberikan sangatlah terbatas.

“Di lapangan tuh nggak teratur, jadi ya numpuk. Terus wudhunya lama banget, kayak kita untuk misalkan ishoma dikasih sejam, kita bisa habis setengah jam lebih untuk salat doang karena ngantrinya lama banget,” sahut Shanata menjelaskan.

Fasilitas 50 keran wudhu yang tersedia berada pada area wudhu yang tidak tertutup. Lokasi yang sempit dan tidak adanya pembatas antara area laki-laki dan perempuan memperparah kondisi.

Berdasarkan pantauan reporter ASPIRASI, Tenda tempat salat juga sempat penuh dan beberapa mahasiswa baru harus beralih ke area di luar tenda.

Bahkan, panitia sesekali berteriak melalui toa untuk meminta kepada mahasiswa baru mempercepat ibadah. Situasi ini juga dikeluhkan langsung oleh Amirah Tazkia Mahmud, seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dari prodi Manajemen.

“Pas salat itu kakaknya (panitia) pake toa untuk kayak ‘ayo cepat ayo cepat’ gitu, karena menurut aku kayak gimana ya, kita kan lagi salat, tapi kan kalo digituin apa kita jadi fokus gitu,” kata Amirah kepada ASPIRASI pada Selasa, (13/8).

Sulitnya menyesuaikan jadwal salat dengan acara PKKMB yang padat juga turut dikeluhkan mahasiswa baru, layaknya dialami oleh Syafira Faizzaty Siregar dari Fakultas Kedokteran (FK), prodi Kedokteran yang tidak dapat menunaikan salat Ashar dengan tepat waktu.

“Awalnya aku pikir akan ada dua waktu Ishoma, yaitu untuk salat Zuhur dan Ashar. Ternyata, tidak ada waktu khusus untuk salat Ashar. Akibatnya, aku sempat lupa untuk salat Ashar dan baru ingat menjelang pukul setengah enam,” tukas Syafira kepada ASPIRASI pada Senin, (12/8).

BEM UPNVJ Gelar Aksi Simbolik di PKKMB 2024

Hari semakin sore, di antara hiruk-pikuk acara, seruan yang menggema dalam stadion dan spanduk-spanduk tuntutan sesaat menghiasi dinding tribun. Mahasiswa baru menyaksikan

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPNVJ menggelar aksi simbolik yang menarik perhatian.

Terlihat beberapa mahasiswa

terkejut dengan kehadiran aksi ini, namun tidak sedikit juga yang ikut meramaikan. Suara seruan dan dukungan dari mahasiswa baru semakin menguat, terutama terkait isu Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Menanggapi hal ini, Shanata Nuansa Birru, seorang mahasiswa baru prodi Gizi dari Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) mengatakan telah menduga akan ada aksi seperti ini. Pasalnya, sekitar 10 menit sebelum aksi dimulai, para mentor menginstruksikan untuk mengumpulkan handphone tanpa penjelasan.

“Dari handphone dikumpulkan terus disuruh kondusif segala macam, pasti ada sesuatu yang akan terjadi,” kata Shanata saat dimintai keterangan oleh ASPIRASI pada Selasa, (13/8).

Tayangan siaran langsung acara Patribera 2024 di kanal YouTube pun mendadak diberhentikan saat aksi berlangsung. Hal ini sontak menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan mahasiswa baru.

Ketua BEM UPNVJ, Masita Marasabessy, menjelaskan bahwa tujuan utama aksi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa baru mengenai berbagai masalah di UPNVJ, tanpa berniat mengganggu jalannya acara.

“Kita ingin maba (mahasiswa baru) tahu loh bahwa di kampusnya terjadi kasus korupsi itu, dan juga mungkin setelah ada kasus korupsi kemarin adanya pembungkaman mahasiswa dan juga mahasiswa baru menandatangani kode etik gitu loh,” kata Masita kepada ASPIRASI di Tennis Indoor pada Senin, (12/8).

Masita juga menegaskan aksi hari ini tidak terlalu besar, namun gerakan BEM UPNVJ tidak akan berhenti di sini. Ia menambahkan bahwa sudah ada rencana untuk aksi-aksi selanjutnya yang akan dilakukan di kampus.

“Karena itu (kampus) rumah kita. Jadi, kita bisa aksi lah kapan aja kalau misal di rumah kita sendiri, gak kayak eksternal gini yang pasti juga banyak keamanan luar juga,” ucap Masita.[]

Kebebasan Demokrasi Mahasiswa Baru Terkekang,

UPNVJ Cantumkan Poin

Pernyataan

Larangan

Penambahan poin dalam surat pernyataan mahasiswa baru 2024 digadang-gadang sebagai salah satu upaya pembungkaman yang dilakukan pihak kampus pasca aksi demonstrasi dalam merespon kasus dugaan korupsi UPNVJ.

Poin

tambahan dalam surat pernyataan yang menjadi salah satu syarat daftar ulang mahasiswa baru 2024 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menimbulkan polemik. Mulanya, surat pernyataan hanya terdiri dari tiga butir poin, namun kini telah bertambah menjadi total tiga belas poin.

Surat yang berkekuatan hukum karena ditandatangani di atas materai sepuluh ribu tersebut adalah salah satu syarat daftar ulang yang berisikan poin - poin larangan, pembatasan, serta aturan - aturan lainnya yang harus dipatuhi oleh mahasiswa selama berkuliah di UPNVJ.

Surat ini diketahui diunggah melalui situs resmi Penerimaan Mahasiswa Baru (Penmaru) UPNVJ pada tanggal 22 Juni 2024, bertepatan saat momen pengisian berkas daftar ulang jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes

(SNBT) pada tanggal 21 Juni hingga 1 Juli 2024. Menariknya, surat tersebut tidak menyasar mahasiswa baru jalur masuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), melainkan hanya mahasiswa baru jalur SNBT, serta mahasiswa baru jalur masuk Seleksi Mandiri (SEMA).

Hal ini dikonfirmasi oleh Dimitri Bintang, salah seorang mahasiswa baru jurusan Sains Informasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) yang diterima lewat jalur SNBP UPNVJ tahun ini.

“(Jalur) SNBP hanya ada 3 poin,” jelas Bintang saat diwawancarai ASPIRASI melalui Google Meet pada Minggu, (4/8).

Surat pernyataan yang baru diberlakukan di tengah proses penerimaan mahasiswa baru menimbulkan spekulasi terkait apa yang melatarbelakangi keputusan dalam pembaharuan tersebut. Apalagi, penambahan poin tersebut

Oleh: Fabiana, Hanni, Khaila
Ilustrasi: Syifa

terbentuk tak berselang lama setelah terjadinya aksi unjuk rasa Keluarga Mahasiswa (Kema) UPNVJ pada 13 Juni 2024 lalu, terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan pejabat internal UPNVJ.

Mahasiswa baru jurusan Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer (FIK), Gerson Sebastian, mengungkapkan pasal pencemaran nama baik atau penghinaan merupakan poin larangan yang menurutnya menjadi persoalan.

“Yang dipermasalahkan itu mungkin pada (poin) pencemaran nama baik atau penghinaan ya,” ungkap Gerson saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (8/8).

Menanggapi penetapan poin larangan tersebut, Andrew Matthew, salah satu mahasiswa Hubungan Internasional FISIP angkatan 2021 merasa bahwa pihak kampus memanfaatkan mahasiswa baru yang tidak paham betul bulir poin yang tercantum pada surat pernyataan tersebut.

“Karena mahasiswa baru ya, enggak ngerti, mereka enggak paham, dan dimanfaatkan lah tanda tangan mereka untuk menyetujui apa yang sebenarnya mereka enggak pahami,” ujar Matthew saat diwawancarai ASPIRASI pada Sabtu, (20/7).

“Bermasalahnya, bagaimana kita bisa melihat, ada semacam upaya-upaya membatasi hak-hak dari mahasiswa. Jadi, kayak ada upaya preventif dari rektorat untuk bagaimana kasus kemarin itu (aksi unjuk rasa) enggak terbawa ke mahasiswa baru,” lanjut Matthew berpendapat.

Hadirnya penambahan poin ini juga dira-

sa mengikat oleh Andita Resia Raymond Siregar, salah satu mahasiswa baru Fakultas Hukum yang diterima lewat jalur SEMA. Ia merasa bahwa hal ini juga dapat menjadi sebuah tekanan dan menimbulkan rasa takut akan sanksi yang dikenakan.

“Jujur takut banget. Soalnya, ini tuh ditandatangani di atas materai, bahkan takutnya ada masalah kedepannya kalau misalnya ketahuan melanggar gitu,” resahnya saat diwawancarai ASPIRASI pada Senin, (22/7).

Perubahan Aturan Dirasa Membatasi

Gerak Mahasiswa Baru

Perubahan aturan secara mendadak ini menimbulkan berbagai spekulasi banyak pihak, termasuk Kepala Departemen Sosial Politik Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik, Zufar Hafiz yang menganggap aturan ini sebagai reaksi pihak kampus untuk melakukan pembungkaman.

“Itu upaya pembungkaman gitu, yang pertama ya, yang tadi aku bilang bertentangan sama undang-undang yang ada di atasnya gitu,” jelas Hafiz kepada ASPIRASI pada Rabu, (17/7).

Hafiz juga menyoroti salah satu poin dalam aturan tersebut, khususnya terkait pelarangan demonstrasi pada poin 8 surat pernyataan mahasiswa baru. Ia menilai, bunyi aturan tersebut menurutnya terkesan sangat otoriter.

“Cuma di sini yang jadi masalah adalah terlihat otoriter sekali gitu. Ketika ada poin nomor 8 yang dengan jelas narasinya adalah melarang mengikuti demonstrasi,” ujar Hafiz menyayangkan.

Sejalan dengan Hafiz, Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U), Fadli Yudhistira, merasa bahwa aturan ini dirasa kurang tepat.

“Kita melihatnya memang nggak ada kepentingannya yang memaksa. Hanya saja, rektor ini menambah-nambahkan beberapa peraturan yang kurang tepat,” ungkap Fadli berpendapat saat diwawancarai ASPIRASI secara daring pada Kamis, (18/7).

Lebih lanjut, Fadli menilai perubahan kebijakan ini merupakan bentuk mitigasi kampus dalam menghadapi aksi unjuk rasa para mahasiswa dengan menghindari adanya aksi-aksi berikutnya.

“Dan untuk mitigasi tersebut, sepertinya mereka (pihak kampus) mengambil pilihan untuk lebih baik teman-teman mahasiswa jangan sampai melakukan aksi lagi di dalam kampus,” cetus Fadli.

Foto : ASPIRASI /Prima

Sama menolaknya, Fadli mengungkapkan bahwasannya aturan yang dibuat oleh pihak kampus justru mengandung pasal-pasal yang bermasalah. Ia menyebut aturan ini mengandung pasal karet, serta cukup membatasi mahasiswa baru.

“Masih cukup karet lah, dalam bagian-bagian kayak melakukan penghakiman, merendahkan, dan menghina, itu kan masih diksi yang masih bisa dilawan gitu ya. Jadi, memang ini cukup menjadi pembatasan sih, karena memang ini punya tolak ukur yang juga masih rancu,” protesnya. Tanggapan lainnya juga datang dari mahasiswa baru jurusan Ilmu Komunikasi FISIP, Sentia Dewi yang merasa kebingungan terhadap batasan dari poin larangan yang dimaksud. Ia merasa, aturan tersebut tidak memberi batasan yang jelas tentang sejauh mana aturan tersebut berlaku.

“Cuman terkait unjuk rasa, demonstrasi ini, dia kan berorientasi memprovokasi, terus penghakiman, perusakan, itu memang oke, cuman enggak dikasih tau batasnya sampai mana? kerusakan seperti apa,” cetus Sentia saat diwawancarai ASPIRASI pada Sabtu, (20/7).

Merespons hal tersebut, Rektor UPNVJ, Anter Venus menjelaskan bahwa penambahan poin dalam surat pernyataan ini didorong oleh urgensi yang dirasakan oleh pihak kampus untuk memastikan semua potensi situasi, termasuk yang sebelumnya mungkin belum tercakup dalam regulasi normatif, dapat diakomodasi dengan baik.

“Aturan itu pada prinsipnya harus diatur, jadi itu menjadi urgent karena aturan-aturan harus mengakomodasi semua potensi-potensi atau hal-hal, misalnya yang sedang normatif belum diatur,” ungkap Venus menjelaskan kepada ASPIRASI pada Selasa, (6/8).

Aturan Baru Minim Sosialisasi, Rektor Sebut Hanya Kewenangan Universitas

Di lain sisi, Venus secara terbuka mengakui bahwa perubahan kebijakan penambahan poin-poin baru dalam surat pernyataan bagi calon mahasiswa merupakan bagian dari upaya evaluasi yang dilakukan kampus menyusul peristiwa demonstrasi yang sempat terjadi.

“Ya itu kan bagian dari kegiatan yang diakomodir kan. Evaluasi kita bahwa kegiatan-kegiatan misalnya semacam demo yang ada itu, orientasinya bukan saja penyelesaian masalah,” terang Venus.

Tanggapan atas perubahan kebijakan tersebut tak hanya muncul dari kalangan mahasiswa UPNVJ, salah satu Dosen UPNVJ, Rudhy Ho Purabaya pun turut menyampaikan tanggapannya. Ia tidak menyetujui adanya pelaran-

gan demonstrasi, namun menurutnya apabila aksi tersebut ditunggangi oleh provokasi yang memicu keributan, maka Rudhy setuju dengan maksud poin 8 dalam surat tersebut.

“Kalau ini boleh (poin 8), kan ini unjuk rasanya yang misalkan kalian mau unjuk rasa tapi berorientasinya untuk memprovokasi, tapi sebetulnya kalau unjuk rasanya boleh,” jelas Rudhy kepada pihak ASPIRASI pada Rabu, (24/7).

Namun, Rudhy juga menjelaskan bahwasannya semasa ia menjabat sebagai kepala biro, baik saat ada pembuatan aturan maupun kebijakan, seharusnya dilakukan sosialisasi kepada mahasiswa sebagai upaya sinergitas antara pihak kampus dan mahasiswanya.

“Setelah selesai dirumuskan (kebijakan) kita sosialisasikan ke BEM, ke pengurus-pengurus. Ini kami akan memberikan peringatan kepada mahasiswa gitu. Jadi, silahkan kritisi, silahkan berikan saran,” ungkap Rudhy menyontohkan.

Sementara terkait aturan ini, mahasiswa yang diwakili oleh pihak BEM UPNVJ masih mengupayakan dialog dengan pihak kampus terkait persoalan ini. Meskipun, menurut Fadli, upaya tersebut masih belum dapat dilakukan dan meminta pihak kampus untuk tidak menghindar.

“Jangan terlalu menghindari temanteman mahasiswa juga. Lebih baik, perbanyak diskusi, perbanyak sosialisasi,” ujar Fadli memberi saran.

Namun, Venus justru merasa bahwasannya aturan semacam ini tidak perlu untuk melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada mahasiswa. Ia berdalih, perumusan aturan kemahasiswaan telah ditangani oleh tim hukum dan cukup menjadi kewenangan pihak universitas saja.

“Kalau untuk sosialisasi, saya pikir be gitu, yang tanda tangan itu kan, jadi yang seperti itu, setelah oke (disetujui), ya sudah, itu kan kewenangan universitas saja. Begitu kalian masuk ke sini, universitas menetapkan ini,” pungkas Venus.[]

Sumber: Pinterest

Besaran IPI FK UPNVJ Tak

Sebanding dengan Fasilitas Praktikum Penunjang Akademik

Akreditasi unggul Fakultas Kedokteran membuat besaran IPI mencapai ratusan juta, namun dilema keterbatasan lahan untuk pembangunan fasilitas membuat mahasiswa mengeluhkan fasilitas praktikum yang terbatas dan sudah tidak memadai seperti alat-alat laboratorium

Oleh: Hanifah

Setiap langkah mahasiswa baru menuju bangku kuliah di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), khususnya Fakultas Kedokteran (FK) yang tak hanya menuntut prestasi akademik yang mumpuni, namun juga kesiapan finansial yang ekstra dari orang tua. Pasalnya, mahasiswa baru yang diterima melalui jalur Seleksi Mandiri (SEMA) diwajibkan membayar Iuran Pengembagan Institusi (IPI) yang cukup tinggi. Khusus untuk program studi (prodi) Kedokteran, besaran IPI tahun ini mencapai kisaran 260 juta hingga 280 juta yang terbagi menjadi tiga golongan.

Biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa prodi Kedokteran terbilang cukup besar dan memberatkan beberapa mahasiswa yang kesulitan finansial.

“Ekspektasinya pasti yang jelas di fasilitas, entah itu secara lab, kelas, atau fasilitas-fasilitas lain kayak kerjasama dengan rumah sakit luar atau pihak-pihak luar jauh lebih berkualitas,” ujar mahasiswa FK angkatan 2024, Kanaya Anindya Sabitah Wibowo saat diwawancarai oleh ASPIRASI pada Senin, (5/8).

Fakultas Kedokteran merupakan salah satu fakultas yang mempunyai banyak gedung di kampus UPNVJ yang berbeda mencerminkan kemajuan dari sebuah institusi. Harapan pun membuncah ketika Kanaya diterima di prodi Kedokteran UPNVJ. Dengan biaya pendidikan yang tak sedikit, ia berharap akan berkuliah di lingkungan yang lengkap dengan fasilitas unggul. Namun, di balik kemegahan fasad yang terlihat, tersimpan keluhan mahasiswa akan fasilitas yang belum bisa menjamin aktivitas mahasiswa Kedokteran.

Biaya Besar di Balik Megahnya Gedung

Fakultas Kedokteran

Besarnya IPI yang mencapai ratusan juta rupiah seharusnya membuat mahasiswa Kedokteran berhak mendapatkan fasilitas yang memadai. Namun, kenyataannya mereka harus puas dengan fasilitas seadanya.

Hal ini selaras dengan pernyataan Otniel Natanael Tambunan, salah satu mahasiswa prodi Kedokteran angkatan 2023 yang mengeluhkan terkait fasilitas praktikum yang sudah terlampau tua dan kondisinya tidak layak dipakai.

“Walau di Limo sudah kelihatan mewah, kan saya juga ujian di situ ngerasain kalau itu gedung ada ya seadanya gitu, bahkan fasilitas-fasilitasnya sebenernya ada cuma seperti tidak terurus karena memang seperti gedung kosong,” tutur Otniel saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (11/7).

Berada dalam satu fakultas yang sama, Arya Gading Purwanto, mahasiswa prodi Farmasi angkatan 2023 turut memberikan pernyataan senada terkait keterbatasan fasilitas. Menurutnya, pengadaan alat praktikum yang disediakan belum mencukupi kebutuhan mahasiswa.

“Kemarin sih aku ngerasa kurangnya karena memang banyak kita, kendala tiap praktikum itu suka overtime karena misal kita butuh ngebuat beberapa sediaan tapi untuk ngebuat sekaligus nggak bisa karena memang kita rebutan cawan keramik,” keluh Arya kepada ASPIRASI pada Minggu, (21/7).

Keterbatasan alat praktikum membuat proses pembelajaran menjadi kurang efektif. Maha-

Ilustrasi: Syifa & Anastasya

siswa harus rela bergantian menggunakan alat yang ada bahkan hanya mengandalkan video pembelajaran yang tentunya memakan lebih banyak waktu.

“Kalau misal ada keterbatasan alat mungkin ya kita alternatifnya nonton dari Youtube atau kita diskusi sama teman-teman,” sahut Otniel menambahkan.

Sederet perguruan tinggi negeri lainnya yang membayar IPI setara atau bahkan lebih rendah dibanding dengan kampus UPNVJ, nyatanya memiliki fasilitas yang lebih memadai. Hal itu turut diakui Arya yang memang sempat mendaftar di universitas negeri lain dan mengetahui IPI serta fasilitas yang disediakan.

“Tapi aku ngeliat juga IPI (universitas) yang lain rata-rata juga segini. Tapi yang disayangkan itu tadi kenapa univ-univ yang lain punya IPI yang lebih fleksibel dan ada beberapa yang lebih rendah tapi punya fasilitas yang lebih mumpuni dari UPNVJ,” ungkap Arya dengan kecewa.

Salah satu kesenjangan fasilitas yang terpampang nyata adalah hadirnya rumah sakit pendidikan. Sayangnya, UPNVJ belum bisa memenuhi hal tersebut. Hal ini pun juga dikonfirmasi oleh Otniel selaku mahasiswa FK.

“Kalau kami (mahasiswa), rumah sakit itu masih numpang jadi tuh harus pindah-pindah,” jelas Otniel.

Tanggapan Pihak Kampus terkait Besaran IPI dan Keluhan Fasilitas FK

Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuan-

gan (Wadek 2) Fakultas Kedokteran (FK), Sri Wahyuningsih, menjelaskan bahwa penentuan besaran IPI serta Uang Kuliah Tunggal (UKT) didasarkan pada peraturan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

“Menentukan IPI itu sudah diatur berdasarkan kompleksitas metode pembelajaran, kemudian akreditasi universitas, akreditasi prodinya. Kebetulan prodi kami itu unggul, nah kalau unggul di kementerian sudah punya IPI nya berapa, UKT nya berapa itu sudah diatur,” terang Sri ketika diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (15/8).

Sri mengungkapkan bahwa dalam peraturan kementerian, FK UPNVJ dapat menentukkan UKT hingga 35 juta. Namun pada realisasinya, pihak universitas menentukan besaran UKT hanya sampai 22,3 juta dan penetapan IPI sesuai dengan perhitungan yang disampaikan dalam peraturan kementerian.

Lebih lanjut, Sri juga menjelaskan mengenai pengadaan alat-alat untuk Fakultas Kedokteran sudah dalam proses pemenuhan. Sri sempat menerangkan bahwa pengadaan sarana prasarana untuk Fakultas Kedokteran memang memakan waktu yang panjang karena mendatangkan dari luar negeri.

“Itu prosesnya panjang dan bisa tahunan karena mendatangkan dari impor. Jadi semuanya proses, lab juga proses sudah renovasi, tapi memang tidak semua bisa dilaksanakan dalam satu waktu,” kata Sri menjelaskan. Turut menanggapi perihal rumah sakit pendidikan, Wakil Rektor (Warek) II Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Umum, Netti Herawati, menegaskan bahwa pihak universitas telah memikirkan pembangunan rumah sakit pendidikan untuk FK, namun perencanaan tersebut terkendala oleh keterbatasan lahan yang dimiliki oleh kampus.

“Kita memiliki kemampuan untuk kemudian menyediakan anggaran pembangunannya, tapi kita tidak memiliki untuk dari sisi lahannya,” ujar Netti ketika diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (15/8).

Netti menjelaskan bahwa mekanisme alokasi pembiayaan universitas adalah berdasarkan usulan sesuai dengan kondisi lapangan. Jika memang ada kerusakan, Netty mengaku pihak kampus akan menindaklanjuti permasalahan tersebut sehingga tidak mengganggu pembelajaran.

“Sehingga kita menemukan jadi kalau memang ada alat yang rusak kemudian mengganggu proses pembelajaran, maka itu dapat disampaikan dan itu akan ditindak lanjuti, jadi kurang tepat kalau seandainya nanti ada alat yang rusak kemudian diabaikan,” pungkas Netti.[]

UPNVJ Buka Prodi Sains Data, Ambisi Perbesar Kampus dan Kejar Peluang Industri

Kehadiran program studi (prodi) Sains Data di Fakultas Ilmu Komputer (FIK) Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menjadi wajah baru dalam mengawali perkuliahan semester ganjil di tahun ajaran 2024/2025.

Oleh: Calvin

Prodi Sains Data belum banyak dibuka oleh perguruan tinggi di Indonesia, khususnya di wilayah Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) 3. Melihat peluang tersebut, pimpinan FIK UPNVJ berinisiatif untuk membuka prodi Sains Data dengan mempertimbangkan banyaknya kebutuhan tenaga ahli analisis data. Melalui akun Instagramnya, UPNVJ secara resmi mengumumkan dibukanya prodi sarjana baru, yaitu Sains Data pada Minggu, (9/6). Baru dibukanya prodi ini pada Seleksi Mandiri (SEMA) UPNVJ gelombang 2 bukan tanpa alasan, sebab proses pembukaan prodi ini tidak luput dari berbagai rangkaian persiapan yang panjang. Salah satu mahasiswa baru Sains Data, Muhammad Farsya Hasibuan, mengaku sebelumnya sudah mendapatkan sedikit gambaran mengenai prodinya dari media sosial. Namun, hanya sedikit yang baru ia ketahui mengenai pemfokusan Sains Data di bidang kesehatan. “Penasaran banget tentang bidang kesehatan itu kayak gimana, kita gabung coding-coding segala macam di dunia biologi, misalnya. Harapan gua bisa dapetin ilmu itu sih,” ungkap laki-laki yang akrab dipanggil Farsya itu ketika diwawancarai ASPIRASI pada Jum’at, (9/8).

Ketersediaan Sarana-Prasarana dan SDM Penunjang Sains Data

Yang menjadi kekhawatiran mahasiswa dari hadirnya prodi baru ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Hal ini yang dirasakan oleh Ireneus Hessel Fridyanto Pujono atau yang akrab disapa Hessel, mahasiswa FIK prodi Sistem Informasi angkatan 2023.

Menurutnya keberadaan tiga prodi, seperti D3 dan S1 Sistem Informasi, serta S1 Informatika saja sudah cukup membuat gedung FIK terasa padat, padahal masing-masing prodi sudah mengatur jam perkuliahan yang berbeda-beda.

“Kalau melihat dari itu (kepadatan), ya menurut saya gak diperlukan atau mungkin bisa ada alternatif lain kalau emang mau ditambah prodi Sains Data,” ujar Hessel kepada ASPIRASI pada Senin, (22/7).

Berbeda dengan pernyataan Hessel, Edwina Martha Putri, seorang mahasiswi Informatika angkatan 2022, tidak terlalu mengkhawatirkan ketersediaan kelas. Edwina justru lebih memikirkan permasalahan fasilitas pembelajaran, seperti laboratorium komputer.

“Yang dapet (lab) cuma mata kuliah praktikum, sementara ada mata kuliah lain juga yang butuh uji coba langsung di komput-

Ilustrasi: Tia

er. Jadi kalo kelas gak ada kendala, tapi di labnya yang masih harus diperbanyak,” ungkap Edwina kepada ASPIRASI pada Senin, (22/7).

Menjawab kekhawatiran tersebut, Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik UPNVJ, Henry Binsar Hamonangan Sitorus, mengatakan bahwa sudah ada pengadaan fasilitas komputer yang baru di FIK. Mendukung pernyataan tersebut, Dekan FIK, Supriyanto menambahkan bahwa akan direncanakan pengadaan fasilitas tambahan termasuk lab dan pembangunan gedung baru di FIK.

“Semoga rencana berjalan lancar, tahun 2025 dapat dibangun gedung 4 lantai di selasar FIK. Gedung baru untuk FIK dan tentu termasuk lab yang mendukung semua prodi di FIK,” ungkap Supriyanto kepada ASPIRASI pada Kamis, (18/7).

Di sisi lain, sebagai prodi baru yang masih jarang ditemui, dalam persiapan pembukaannya, Sains Data turut mengalami kendala berupa kurangnya tenaga pengajar. Supriyanto sendiri mengakui bahwa tenaga pengajar dengan spesifikasi sains data belum banyak tersedia di UPNVJ.

Terlebih lagi, Sains Data ini berfokus pada bidang kesehatan, tentunya akan membutuhkan tenaga pengajar yang linear dalam bidang tersebut. Menjawab tantangan tersebut, Supriyanto menyatakan nantinya akan ada kolaborasi dengan dosen luar FIK untuk mendukung pembelajaran di Sains Data.

“Tentunya, salah satu dosen yang kita ajukan di sains data itu kalau tidak salah dari dari FIKES atau dari FT,” cetus Supriyanto.

Selain itu, kata Supriyanto, sedang dilakukan persiapan untuk menerapkan proses pembelajaran yang baru, yakni melalui virtual reality (VR). Inovasi ini diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih menarik.

“Kami mencoba membuat inovasi baru. Sudah ada 40 perangkat sekarang sedang di setting. Harapannya semester ini dosennya dulu di training,” ujar Supriyanto.

Urgensi Kehadiran Sains Data UPNVJ

Dengan Fokus Bidang Kesehatan

Mendukung lahirnya prodi baru di UPNVJ, Henry Binsar Hamonangan Sitorus sebagai Warek I mengatakan bahwa pembentukan prodi Sains Data ini didasari atas pertimbangan dimana data menjadi hal yang sangat vital dan prodi Sains Data dinilai memiliki peluang besar untuk dikembangkan.

Setelah adanya pertimbangan tersebut, fakultas mempresentasikan proposal pembentukan prodi baru ke rektor melalui Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan (LPMPP), kemudian proposal tersebut dibawa

ke senat untuk nantinya diberikan rekomendasi yang akan diteruskan oleh rektor ke LLDIKTI. Menambahkan informasi tersebut, Henry mengatakan jauh sebelum itu sudah banyak proses yang dilakukan, mulai dari survei ke masyarakat dan industri, penyusunan kurikulum, hingga mengundang para pakar dan asosiasi di bidang Sains Data dan komputer untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD).

“Rekomendasi-rekomendasi ini semua sudah lengkap, itu lah yang kita masukkan ke dalam sistem di tanggal 4 Januari 2024. Prosesnya panjang betul sampai akhirnya SK (Surat Keputusan) keluar di tanggal 8 Juni 2024,” ujarnya. Menurut penuturan Supriyanto, pemenuhan kontrak kinerja yang ia buat dengan Rektor UPNVJ, Anter Venus, juga menjadi alasan dari pembentukan prodi baru ini. Mengkonfirmasi hal tersebut, Henry menjelaskan bahwa pihak perguruan tinggi sudah dibebankan untuk menambah prodi baru.

“Sekarang yang sudah resmi dapat Surat Keputusan (SK) nya termasuk Sains Data itu berarti 38, 39 jadinya dengan kajian TV yang baru keluar juga. Nah itu yang 39 gitu bandingkan dengan di UI, hanya di Fakultas Teknik aja program studi nya itu 54. Lebih besar fakultas tekniknya daripada universitas kita,” ungkap Henry. Pembukaan prodi Sains Data ini juga dengan mempertimbangkan keunggulan yang nantinya akan menjadi daya saing. Menurut penjelasan Satria selaku Ketua LPMPP, keunggulan Sains Data UPNVJ sendiri berfokus pada teori dan terapan sains data yang mendukung ketahanan negara bidang kesehatan.

“Kalau tidak punya keunggulan, ditolak. Mereka (jajaran FIK) setahu saya memang sudah memperhitungkan bidang kesehatan ini, jadi memang ada potensi di sini,” jelas Satria kepada ASPIRASI pada Rabu, (7/8).

Menanggapi hal tersebut, Supriyanto menjelaskan bahwa untuk proses pembelajarannya nanti akan sama dengan Sains Data pada umumnya. Hanya saja fokusnya menggunakan data kesehatan karena menjadi salah satu bidang yang sedang difokuskan oleh pemerintah.

“Kita punya Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES), kita punya Fakultas Kedokteran (FK), harapannya data-data yang mereka hasilkan bisa kita kuatkan, kita bisa olah, lalu bisa dihasilkan produk-produk yang mendukung upaya untuk menjaga kualitas kesehatan masyarakat,” tutup Supriyanto.[]

Tinjau Ulang PJBL dalam Meningkatkan Mutu Belajar dengan Membebankan Finansial Mahasiswa

Ilustrasi: Tia

PJBL kembali menjadi sorotan setelah dinilai memberatkan finansial mahasiswa. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana nasib perubahan PJBL kedepannya dan tanggung jawab kampus dalam menyelesaikan persoalan ini.

Oleh: Azaliya

Project Based Learning (PJBL) yang diterapkan oleh

Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) sejak 2023 lalu merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hal yang dirasa memberatkan mahasiswa.

Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) program studi (prodi) Ilmu Gizi, Nahda Azzahra, mengaku diharuskan melakukan proyek PJBL selama lebih dari satu semester di fakultasnya.

“Pokoknya selama MKWU itu, jadi semester satu aku juga PJBL, semester dua PJBL. Dan kalau dari kelompok aku sendiri, itu kemarin ngambil pengabdian masyarakat,” ucap Nahda kepada ASPIRASI pada Sabtu, (13/7).

Menurutnya, meski pengabdian menjadi hal yang baru bagi dirinya dengan mahasiswa lain, dalam prosesnya PJBL dikhawatirkan dapat memberatkan finansial mahasiswa dengan menggendong beban ekspektasi dosen yang cukup besar pada output yang dikerjakan.

Proyek PJBL Menambah Beban Finansial Mahasiswa

PJBL yang baru berjalan beberapa tahun terakhir kerap kali mendapat keluhan sebagian mahasiswa seperti yang dialami oleh Joseph Silalahi, mahasiswa semester 6 Fakultas Teknik (FT), prodi Teknik Elektro. Joseph mengungkapkan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam PJBL–nya mencapai 400 ribu rupiah untuk membeli berbagai peralatan yang diperlukan dalam perakitan produk.

“Jadi dosen berekspektasi bahwa kami sebagai anak teknik, ketika mengikuti kegiatan PJBL kami harus menghasilkan suatu produk. Dan produk itu harus ada hubungannya dengan jurusan atau program studi kami,” kata Joseph saat diwawancarai ASPIRASI melalui Zoom pada Minggu, (14/7). Situasi ini memicu kekhawatiran, terutama bagi mahasiswa baru. Menanggapi permasalahan ini, Dekan Fakultas Teknik, Muchamad Oktaviandri, menyatakan bahwa sudah ada koordinasi dengan MKWU terkait PJBL untuk mahasiswa FT semester satu dan dua yang tidak akan dibebankan untuk menghasilkan produk.

Di lain hal, PJBL ini dirasa tak hanya menguras kantong dalam proses MKWK PJBL saja. Mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) jurusan Akuntansi, Nahda Ammar Nida, menyatakan keluhan lain seperti jarak lokasi pengabdian cukup jauh, transportasi, biaya makan, hingga kebutuhan acara juga terbilang memberatkan mahasiswa.

“Selain uang, waktu, tenaga juga terus juga kasihan kalau yang rumahnya jauh kan, itu PJBL-nya di Depok tapi orang yang kita-kitanya pada di Jakarta Barat, Jakarta mana, gitu,” ungkap Nahda secara daring kepada ASPIRASI pada Selasa, (16/7).

Melihat keluhan ini, Koordinator MKWK UPNVJ, Aniek Irawatie, menjelaskan bahwa sudah ada pemberitahuan kepada koordinator bahwa proyek yang dilakukan tidak boleh menguras dana besar. “Proyek ini adalah bagian dari metode pembelajaran MKWK, bukan seperti penelitian atau pengabdian dosen yang dibiayai universitas,” ujar

Aniek kepada reporter ASPIRASI pada Selasa, (30/7).

Aniek juga menekankan bahwa produk PJBL tidak harus selalu berupa barang fisik, tetapi bisa berupa artikel, video, atau poster yang seharusnya tidak memberatkan mahasiswa. Sebagai solusi, Wakil Rektor I Akademik UPNVJ, Henry Binsar Hamonangan Sitorus, menyatakan bahwa seharusnya mahasiswa menerapkan program Territorial Community, yaitu bagaimana UPNVJ bisa berdampak pada kawasan sekitar.

“Semester ini kita akan buat surat edaran untuk membatasi wilayah PJBL, sehingga tidak ada kemungkinan biaya yang mahal,” ujar Henry saat ditemui ASPIRASI pada Rabu, (7/8).

Meskipun demikian, beberapa mahasiswa masih berharap adanya bantuan dana dari kampus untuk kelancaran kegiatan PJBL. Selayaknya Tirta Syahputra, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menyampaikan bahwa kebutuhan anggaran mereka bisa mencapai 2 juta rupiah untuk satu kali sosialisasi.

ward yang berharga daripada sekadar uang.

“Saya pikir, reward dalam bentuk nilai sudah lebih berharga daripada sekadar uang Rp100.000-200.000,” jawab Henry.

Kebingungan Mahasiswa dalam Proses Pembelajaran PJBL

Dalam prosesnya, PJBL seringkali membuat kebingungan pada mahasiswa dalam penerimaan informasi. Nahda sebagai mahasiswa FIKES mengeluhkan terkait ketentuan-ketentuan yang ada pada dosen berbeda-beda.

“Itu (ketentuan) salah satu yang bikin jadi ambigu kan pada saat kita pengerjaan ini terus juga mungkin dari ketua dosennya yang kayak dosennya maunya A, dosennya maunya B,” jawab Nahda. Hal ini serupa dengan yang dirasakan Joseph, ia menuturkan setiap dosen MKWK punya kebijakan masing-masing terkait dengan PJBL. Permintaan yang bermacam-macam dari setiap dosen menjadi hambatan paling signifikan di dalam proses PJBL.

Mewakili fakultas, Jubaedah selaku Dekan FEB UPNVJ menyatakan peran fakultas dalam memonitoring hal ini.

“Kalau kita, kita tuh mengawal proses pembelajaran dan melakukan evaluasi dari dosen melalui EDOM. Jadi ketika mahasiswa mengisi EDOM, tidak sesuai dengan apa yang dirasakan, kami sebagai pengelola tidak tahu ya,” kata Jubaedah kepada ASPIRASI, pada Senin (29/7). Dari pengelola MKWK sendiri, Aniek meralat bahwa seharusnya sudah ada pedoman dari universitas yang hadir dan sudah dikoordinasikan kepada dosen-dosen MKWK. Pedoman tersebut bisa diakses pada web LP2M UPNVJ.

“Kami kebingungan karena kampus tidak memberikan dana, setmentara tuntutan cukup tinggi, hanya diberi pujian tanpa sertifikat atau reward lainnya,”

Tirta - Mahasiswa FISIP

Lebih lanjut, Henry berpendapat bahwa nilai yang bagus dan kelulusan mata kuliah sudah cukup sebagai re-

“Kita sudah transparan di situ sudah ada buku panduannya, sudah ada buku pedomannya, kita punya draft, kita kasihkan semuanya,” jawab Aniek. Hal ini mempertanyakan adanya misinformasi antara dosen dengan mahasiswa saat penyampaian penjelasan proses mekanisme PJBL ini dapat berjalan. Ini yang menjadi bentuk evaluasi, saat ada kekurangan dalam implementasi pada PJBL ini.

“Aku pengen ada regulasi aja sih kayak yang lebih jelas untuk birokrasinya dan juga lebih jelas juga terkait term and conditionnya juga terkait output dan segala macamnya mungkin bisa lebih dikoordinasiin antara dosen,” jelas Tirta mengakhiri pembicaraannya.[]

Resensi

Melihat Pendidikan sebagai Proses Seumur Hidup

melalui Film “Mahasiswi Baru”

Judul : Mahasiswi Baru (2019)

Sutradara : Monty Tiwa

Produksi : MNC Pictures

Durasi : 1 jam 36 menit

Genre : Comedy/Drama

Kisah Lastri, seorang nenek yang kembali menempuh pendidikan tinggi, memberikan pemahaman bahwa pendidikan adalah proses seumur hidup. Melalui interaksi dengan teman-temannya yang jauh lebih muda, film ini menegaskan bahwa semangat belajar dan berkembang harus selalu ada, tanpa memandang usia.

Oleh: Tia

Agustus 2019 telah menjadi saksi peluncuran film berjudul Mahasiswi Baru, sebuah karya dari Monty Tiwa yang diangkat dari kisah nyata seorang nenek yang memutuskan untuk kembali menempuh pendidikan tinggi. Dibintangi oleh aktris legendaris Widyawati, film ini berhasil menyampaikan pesan bahwa semangat untuk belajar dan meraih mimpi tak pernah mengenal batas usia.

Secara sederhana, premis film ini berpusat pada sosok Lastri (Widyawati), seorang nenek berusia 70 tahun yang dengan penuh tekad mendaftarkan diri di Universitas Cyber Indonesia. Keputusan Lastri menimbulkan berbagai reaksi dari lingkungan kampus yang dipenuhi

oleh para mahasiswa muda. Namun, semangat Lastri yang membara mampu membuatnya menghadapi segala rintangan yang datang. Tidak mudah bagi Lastri untuk beradaptasi di lingkungan yang sangat berbeda dengan dunianya. Namun, berkat bantuan dari geng nya seperti Danny (Morgan Oey), Sarah (Mikha Tambayong), Reva (Sonia Alyssa), dan Erfan (Umay Shahab), Lastri mulai menemukan pijakannya. Interaksi antara Lastri dan teman-temannya memperlihatkan bagaimana hubungan lintas generasi sebenarnya dapat terjalin dengan harmonis. Salah satu adegan yang paling menarik perhatian adalah ketika Lastri menceritakan alasannya kembali menempuh pendidikan tinggi kepada Chaerul (Slamet Rahardjo), seorang dekan di

fakultas tempat Lastri menempuh pendidikan. Dalam percakapan yang penuh emosi, Lastri mengungkapkan bahwa motivasinya adalah untuk mewujudkan mimpi sang cucu yang telah meninggal.

Pendidikan Bak Perjalanan Sepanjang Hayat

Dalam perjalanan akademisnya, Lastri menghadapi berbagai lika-liku tantangan yang tidak mudah. Misalnya, ketika Lastri tidak memahami istilah Revolusi Industri 4.0 yang disampaikan oleh Chaerul pada masa pengenalan mahasiswa baru. Kebingungan Lastri terhadap istilah modern ini menggambarkan kesenjangan generasi yang nyata, tetapi juga menunjukan ketekunan dan kemauannya untuk belajar sesuatu yang baru meskipun itu berarti mulai dari nol.

Lebih lanjut, Lastri juga perlu menyesuaikan dirinya dengan berbagai teknologi modern hingga bersosialisasi dengan teman-teman sekelas yang usianya jauh lebih muda. Dalam satu adegan, saat dosen meminta seluruh mahasiswa untuk mengeluarkan laptop, dengan percaya diri Lastri mengeluarkan mesin ketik dari dalam tas-nya. Tantangan ini memperlihatkan bagaimana Lastri harus belajar menggunakan perangkat digital dan aplikasi yang asing baginya. Dalam setiap langkah kecilnya, Lastri menunjukan bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar, serta usia bukanlah penghalang untuk beradaptasi dan terus berkembang.

Film ini bukan hanya sekedar fiksi yang menginspirasi di layar lebar. Kisah-kisah seperti ini tentunya kerap terjadi di dunia nyata, membuktikan bahwa semangat belajar memang tidak mengenal batas usia. Di akhir film, Lastri menyadari bahwa di usianya yang tua, masih banyak hal yang belum dirinya ketahui. Kesadaran ini tidak hanya meneguhkan semangat belajarnya, tetapi juga menunjukan bahwa proses pembelajaran memang tidak pernah berhenti. Ia merasa bahwa selalu ada ruang untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi berapapun usianya.

Potret Kehidupan Mahasiswa Sesungguhnya

Setiap karakter dalam film ini bukan hanya memainkan peran belaka, tetapi juga menjadi representasi dari berbagai tipe mahasiswa yang ada di dunia nyata. Monty Tiwa dengan cerdas menggambarkan dinamika kampus melalui karakter-karakter yang penuh warna, mencerminkan kehidupan mahasiswa yang penuh

tantangan, persahabatan, dan pembelajaran.

Lastri sebagai karakter utama menampilkan sosok yang mewakili golongan yang kembali menempuh pendidikan tinggi di usia yang tidak lagi muda. Lastri menjadi simbol dari mereka yang berani melawan stigma dan hambatan sosial untuk mencapai tujuan akademis mereka.

Beralih ke Danny, mahasiswa yang memiliki sifat narsis dan selalu menjadikan setiap hal sebagai konten untuk media sosialnya. Meskipun niatnya adalah untuk berbagi momen, berbagai konten yang ia ciptakan ini terkadang menimbulkan resiko. Danny mencerminkan tindakan anak muda yang terkadang terlalu bersemangat dan kurang memikirkan resiko yang akan ditimbulkan. Sering kali kita menemukan mahasiswa yang menempuh pendidikan di jurusan yang tidak sesuai minatnya. Kasus seperti ini diwakili oleh karakter Sarah di film Mahasiswi Baru. Meskipun ayahnya menentang hobinya di bidang Fashion Design, Sarah tetap menunjukan semangat untuk terus belajar dan mengembangkan diri di bidang yang diminatinya.

Berlanjut ke Reva, gambaran dari mahasiswa yang tidak hanya pintar, tetapi juga harus berjuang memenuhi kehidupannya. Reva menjadi contoh realitas dari banyaknya mahasiswa yang harus bekerja sambil mengejar pendidikan tinggi. Belum terasa lengkap jika membahas mengenai karakter para mahasiswa tapi tidak menghadirkan mahasiswa yang aktif dalam gerakan sosial dan politik kampus. Karakter mahasiswa seperti ini akan selalu ditemui di universitas manapun. Berani menentang hal-hal yang menurutnya tidak benar, seperti yang dilakukan oleh Erfan. Menanamkan slogan “Lawan” yang sering dirinya gunakan, mencerminkan semangatnya untuk memperjuangkan keadilan dan perubahan. Melalui karakter-karakter ini, Mahasiswi Baru mengajarkan bahwa pendidikan adalah proses seumur hidup yang melibatkan lebih dari sekadar pengetahuan akademis. Perjalanan yang tengah dijalani saat ini adalah perjalanan yang mencakup pengembangan pribadi, sosial, dan moral. Film ini menegaskan bahwa semangat belajar dan berkembang harus selalu ada, apapun usia dan tantangan yang dihadapi.[]

PMenyoroti Penyalahgunaan Dana KIP-K di Sektor

Pendidikan Indonesia

Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) kembali menjadi sorotan akibat salah sasaran. Alihalih digunakan untuk biaya pendidikan, dana bantuan ini malah diduga disalahgunakan sejumlah mahasiswa untuk berfoya-foya, seperti pelesir ke luar negeri dan membeli barang mewah.

endidikan merupakan hal terpenting dalam fase kehidupan setiap manusia. Melalui pendidikan, seseorang memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang sangat diperlukan untuk bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif. Namun disamping itu, terdapat beberapa kendala yang sering dihadapi dalam memperoleh pendidikan yang baik, salah satunya adalah kendala biaya.

Akhir-akhir ini pengguna media sosial dihebohkan dengan sebuah unggahan di platform X yang menunjukkan mahasiswa asal Universitas Diponegoro (Undip) menyalahgunakan bantuan dana dari Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Unggahan tersebut menampilkan mahasiswa yang menggunakan dana KIP-K untuk keperluan pribadi yang tidak terkait dengan pendidikan, seperti berbelanja barang mewah hingga menonton konser.

Hal serupa juga dilakukan oleh mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang menerima bantuan dana KIP-K, seperti yang diunggah oleh akun X @ ub_mfs. Dalam unggahannya terlihat mahasiswa yang notabenenya penerima KIP-K, memamerkan foto saat berada di luar negeri dengan berwisata ke tempat-tempat terkenal, menikmati kuliner setempat, dan berinteraksi dengan penduduk lokal. Tentunya hal ini menimbulkan respons negatif dan kritik pedas di berbagai platform

media sosial, sebab dana KIP-K yang seharusnya digunakan untuk mendukung kebutuhan akademis mahasiswa yang membutuhkan, bukan untuk kepentingan pribadi yang tidak relevan. Bagi kalangan dengan ekonomi rendah yang tidak menerima bantuan keuangan, kasus ini tidak hanya mengecewakan, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan yang mendasar. Program bantuan layaknya KIP-K seharusnya dirancang untuk memberikan akses yang lebih luas kepada pendidikan berkualitas, bukan untuk membiayai gaya hidup pribadi yang mewah.

Penyalahgunaan dalam Pelaksanaan Program KIP-K yang Salah Sasaran

Mengacu pada berita Tempo, Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Abdul Kahar, mengatakan anggaran KIP-K periode 2024 bertambah menjadi Rp13,9 triliun dengan sasaran 985.577 mahasiswa. Adapun pada 2023, anggaran KIP Kuliah sebesar Rp 11,7 triliun yang diberikan kepada 893.005 mahasiswa. Menurut data Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik), pada tahun 2023 terdapat sebanyak satu juta maha-

Oleh: Azzahwa
Ilustrasi: Anastasya

siswa yang mendaftar program KIP-K, tetapi hanya 161 ribu orang saja yang lolos penyeleksian.

Dengan seleksi KIP-K yang ketat, salahnya sasaran penyaluran bantuan akan menyakiti hati para mahasiswa yang sejatinya benar-benar memerlukan dana bantuan kuliah, tetapi tidak mendapatkan kesempatan.

Melansir dari situs web lk2fhui bahwa seleksi KIP-K dinilai tidak transparan karena sistem seleksinya hanya dilakukan secara internal dan tertutup oleh pihak kampus, bahkan peserta hanya dapat mendaftar dan menunggu hasilnya saja.

Ketiadaan transparansi dari proses seleksi tentu mempermudah praktik “titipan”, yaitu praktik penyuapan yang dilakukan oleh para orang tua mahasiswa dengan membayar sejumlah uang kepada verifikator untuk meloloskan anaknya dalam penyeleksian KIP-K.

Program KIP-K sebenarnya ditujukan untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu agar bisa melanjutkan pendidikan tinggi tanpa terbebani masalah biaya. Namun, insiden ini menunjukkan bahwa alokasi dana sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.

Dalam regulasinya, KIP-K mempunyai kriteria penerima, seperti mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu yang dibuktikan dengan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, serta mahasiswa dengan prestasi akademik yang baik dan lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri maupun swasta. Kenyataannya, salah satu kriteria penerima dana KIP-K kerap kali disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab dengan memanipulasi surat keterangan tidak mampu. Faktanya, sejumlah mahasiswa yang seharusnya tidak memenuhi syarat, berhasil mendapatkan dana KIP-K dengan cara memalsukan dokumen untuk menunjukkan bahwa mereka berasal dari keluarga kurang mampu.

Bukan hanya itu, praktik pungutan liar di beberapa kelurahan juga menjadi perhatian. Hal ini diungkapkan oleh salah satu netizen yang berada di platform X dengan username @kxmurola yang mengatakan bahwa kelurahan di Indonesia masih menghadapi masalah pungutan liar dalam proses penerbitan surat keterangan tidak mampu, dengan biaya yang cukup besar bagi orang miskin. Program unggulan Presiden Joko Widodo tersebut dirasa tidak bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu karena setiap tahunnya penyaluran dana KIP-K tidak selalu tepat sasaran. Perlu dipertanyakan terkait keberadaan peran pemerintah dalam memastikan bahwa dana bantuan pendidikan tersebut benar-benar sampai kepada mereka yang berhak mendapatkannya.

kepada mereka yang berhak mendapatkannya.

Ketimpangan Ekonomi dari Penyalahgunaan Dana KIP-K

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 dan PP 25 Tahun 2005, setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan. Namun pada kenyataannya, masih banyak warga negara Indonesia yang tidak mampu mengakses pendidikan karena terbatasnya kemampuan ekonomi mereka. Situasi tersebut menjadi bukti nyata dari ketidakadilan yang jelas bagi mahasiswa. Banyak mahasiswa harus mencari pekerjaan sampingan hanya untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Bahkan bagi mereka yang masih memiliki keluarga utuh pun harus mencari pinjaman untuk menutupi biaya pendidikan. Kondisi ini meningkatkan beban keluarga karena dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pangan dan kesehatan justru dialokasikan untuk pendidikan.

Ketidakadilan ini dapat membuat mahasiswa kesulitan bersaing dengan mereka yang memiliki sumber finansial lebih besar sehingga berpotensi tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Pemerintah dan institusi pendidikan perlu segera mengambil langkah-langkah tepat untuk mengatasi masalah ini, seperti memperketat pengawasan penyaluran dana bantuan dan memastikan transparansi, serta akuntabilitas dalam proses seleksi dan penggunaan dana tersebut. Tidak hanya pemerintah, pihak universitas juga berperan penting dalam pengawasan yang ketat dalam memastikan bahwa dana bantuan KIP-K sesuai tujuan. Selain itu, universitas juga perlu mengedukasi penerima bantuan tentang pentingnya menggunakan dana tersebut untuk keperluan akademis, bukan untuk kepentingan pribadi.[]

Sumber: The Minds Journal

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.