AgusRiyadiDjatmikaPenulis:,Santosa,SriMarmanto,TriWiratno,HariWibowo
1 Olah Bahasa untuk Menyunting Draft Terjemahan dan Buku Ajar Tim
Dalam kesempatan ini, kami tim penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan dana dan kesempatan kepada tim untuk melakukan penelitian tentang keterampilan para penyunting draft terjemahan dan draft buku ajar Bahasa Inggris. Selain itu, tim penulis juga berterima kasih kepada PT. INTAN PARIWARA yang telah bersedia bekerjasama dan menjadi mitra penelitian dengan menyediakan bahan bahan draft siap sunting untuk menjadi materi penelitian, menyelenggarkan pelatihan kepada penyunting dan kesempatan kepada tim penulis untuk melakukan wawancara kepada mereka. Selain itu, terima kasih juga saya sampaikan kepada mbak Aji Adhitya Ardaneswari yang telah bersedia membersamai tim peneliti dari proses pengajuan proposal, proses analisis, sampai proses pelaporan hasil penelitian. Akhirnya, meskipun telah dirakit dengan sedemikian rupa, kami sadar buku ini masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, masukan dan kritik sangat diharapkan untuk melakukan perbaikan buku ini.
PRAKATA Buku ini menyajikan strategi olah bahasa yang dilakukan editor atau penyunting dalam melakukan pekerjaannya. Adapun objek tindak penyuntingan adalah teks draft hasil terjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, dan draft buku ajar Bahasa Inggris. Semua materi tindak penyuntingan di atas disediakan oleh mitra penelitian PT. INTAN PARIWARA Klaten. Sebagai mitra kegiatan, perusahaan penerbit ini juga mengakomodasi wawancara dengan para editor serta kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan para editor dalam hal olah bahasa untuk memperbaiki draft yang menjadi tanggung jawab mereka untuk memperbaikinya. Adapun materi kebahasaan yang diperlukan oleh para editor dalam meningkatkan kompetensinya adalah smeua hal yang berkaitan dengan bahasa, dari aspek fonologis sampai aspek wacana. Dari sekian banyak aspek kebahasaan tersebut, para editor perlu lebih fokus untuk memahami dan menguasai keterampilan dalam hal olah struktur teks dan tekstur teks. aspek yang pertama berkaitan dengan jenis unit wacana dan bagaimana mengkonstruknya menjadi sebuah teks dengan fungsi sosial tertentu. sementara itu, aspek kedua merupakan penciri linguistik dari sebuah jenis teks yang sudah terbentuk, yaitu direpresentasikan oleh aspek tata gramatika dan aspek pemilihan kosa kata.
Surakarta Januari 2016
Tim AgusTriSriRiyadiDjatmika,PenulisSantosa,Marmanto,Wiratno,HariWibowo
2
3 Halaman PRAKATA ......................................................................................................................... ii DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii Bagian 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 4 Bagian 2 KOMPETENSI BAHASA UNTUK PENYUNTING 8 Bagian 3 MATERI YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN .............................. 16 Bagian 4 OLAH TATA GRAMATIKA & PEMILIHAN KOSA KATA 25 Bagian 5 MELIHAT KUALITAS PENYUNTINGAN DRAFT TERJEMAHAN 29 Bagian 6 MELIHAT KUALITAS PENYUNTINGAN BUKU AJAR ..................... 48 DAFTAR PUSTAKA 58
Sementara itu, sebuah perusahaan penerbitan memiliki staff yang bertugas sebagai editor. Berkaitan dengan keberadaan dan pentingnya peran editor di dalam proses penerbitan materi cetak yang akan dikonsumsi oleh masyarakat, maka penelitian yang mengkaji kualitas olah bahasa hasil kerja para editor tersebut menjadi sangat menarik.
Ada dua jenis staff editing yang dimiliki sebuah penerbit di Indonesia, yaitu editor yang tugasnya menyunting draft materi cetak yang ditulis dalam bahasa Indonesia, dan editor yang tugasnya menyunting draft materi cetak yang diterjemahkan dari sebuah bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Manuskrip jenis yang pertama ditulis oleh penulis Indonesia. Materi atau substansi draft dan bahasa yang digunakan untuk menyajikan materi itu adalah hasil dari penulis atau tim penulis tersebut. Untuk materi jenis ini, tugas editor adalah melakukan penyuntingan yang terfokus hanya pada satu draft, yaitu draft buku ajar. Tentu saja,
4 Bagian PENDAHULUAN1
Penelitian yang dilakukan Djatmika, dkk. (2014) menunjukkan bahwa beberapa buku ajar hasil terjemahan yang sudah terbit, beredar dan digunakan oleh masyarakat itu ternyata memiliki kualitas terjemahan yang rendah. Banyak kesalahan penyajian teks versi terjemahan yang berkaitan dan disebabkan oleh kurang terampilnya penerjemah dalam hal olah tata gramatika dan pemilihan kosa kata baik itu dalam bahasa sumber maupun dalam bahasa sasaran. Selain itu, buku ajar tulisan penulis Indonesia juga menunjukkan kasus yang hampir sama. Meskipun sudah melewati proses penilaian oleh pemerintah melalui Pusat Perbukuan yang sekarang berada di bawah naungan Badan Bahasa Indonesia, masih banyak buku ajar yang memiliki kualitas kurang bagus. Kerumpangan buku ajar tulisan penulis Indonesia tersebut tidak hanya pada kualitas konten atau materi ajar, namun juga ditunjukkan oleh beragam kekurangan dalam olah bahasa sebagai media penyajian materi ajar tersebut. Berangkat dari fenomena ini, maka peran editor teks terjemahan dan editor draft buku ajar menjadi sangat penting. Keterampilan olah bahasa yang dimiliki oleh editor akan sangat mendukung pekerjaan dia dalam melakukan pekerjaan penyuntingan. Berbagai kelemahan olah tata gramatika maupun olah pemilihan kosa kata akan dengan mudah diidentifikasi oleh seorang editor, dan sekaligus dia akan mampu melakukan perbaikan atas kelemahan yang terjadi dalam draft terjemahan yang akan naik ke tahap penerbitan.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat keterampilan olah bahasa yang dilakukan para editor dalam menyunting draft buku ajar Bahasa Inggris dan draft buku hasil terjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Tentu saja, dua jenis draft ini menuntut keterampilan bahasa Inggris dari para editor. Selain itu, draft terjemahan menghendaki para editor juga memiliki keterampilan olah bahasa Indonesia, karena mereka harus melihat bagaimana kualitas olah bahasa Indonesia hasil terjemahan yang telah dihasilkan oleh para penerjemah teks sumbernya.
Kajian kualitas olah bahasa untuk berbagai teks sudah banyak dilakukan. Beberapa dari kajian itu mengaplikasikan teori linguistik sistemik fungsional di dalam analisisnya; misalnya
5 penyuntingan tidak hanya difokuskan pada konten atau substansi yang disajikan, namun juga pada kualitas olah bahasa untuk menyajikan substansi materi tersebut. Pada sisi lain, bagi editor yang bertugas menyunting draft hasil terjemahan, maka tugasnya menjadi lebih berat. Seseorang pada posisi ini seperti juga seorang penerjemah harus menguasai dan memiliki olah bahasa dari bahasa sumber dan bahasa sasaran. Lebih daripada itu bahkan, seorang editor harus lebih terampil berolahbahasa dibandingkan penerjemah dari draft yang dia sunting. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa editor harus mampu menemukan kelemahan yang ada dalam draft terjemahan yang dia sunting. Kelemahan tersebut pada umumnya akan berkaitan dengan olah tata gramatika dan olah pemilihan kosa kata.
Sementara itu, ditengarai banyak editor draft buku terjemahan khususnya yang kurang terampil dalam menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yaitu bahasa sumber dan bahasa sasaran dari draft buku terjemahan yang mereka sunting. Hal ini terlihat dari kualitas buku buku hasil terjemahan yang sudah beredar di masyarakat (Djatmika, dkk., 2014). Berkaitan dengan kondisi ini, maka keterampilan olah bahasa para penyunting draft terjemahan dan draft buku ajar harus ditingkatkan. Adapun, aspek aspek kebahasaan yang perlu ditingkatkan bagi para penyunting adalah olah struktur teks dan tekstur teks yang untuk penyunting draft buku terjemahan dua aspek itu terdapat dalam teks yang ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris sebagai bahasa sumber dan bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Aspek yang pertama berkaitan dengan kemampuan penyunting mengindentifikasi jenis teks yang ditulis atau diterjemahkan, sedangkan aspek kedua berkaitan dengan olah tata gramatika dan olah pemilihan kosa kata, baik itu dalam bahasa sumber maupun bahasa sasaran. Aspek aspek ini merepresentasikan tekstur teks dari draft terjemahan tekstur teks sendiri lebih rinci dijabarkan dalam beberapa sumber (Gerot dan Wignell, 1995; Halliday, 2004; Djatmika, Khrisna, dan Nuraeni, 2012)
Buku ini mengajak kita untuk melihat bagaimana seharusnya para editor itu melakukan olah bahasa dalam bentuk tata gramatika dan olah pemilihan kata, serta berbagai teknik editing yang dilakukan penyunting di dalam melakukan pekerjaannya. Dari beberapa teknik
6 kajian yang dilakukan Djatmika, Fitria Akhmerti Primasita, dan Agus Dwi Priyanto (2011), yang meneliti tentang kualitas olah bahasa untuk teks cerita. Penelitian ini mengambil tigapuluh (34) cerita pendek karangan para siswa sekolah dasar ini menerapkan analisis sistemik untuk melihat kualitas struktur dan tektur teks. Kualitas yang pertama memperlihatkan kekurangan sebagian besar para penulis anak tersebut di dalam membuat format sebuah teks dengan kerangka genre. Sementara itu, kualitas tekstur teks juga memperlihatkan kekurangan para anak di dalam mengkonstruk tata gramatika klausa dan dalam pemilihan kosa kata. Strategi olah bahasa yang lebih efektif untuk penulisan sebuah teks cerita disajikan oleh para peneliti ini kepada para penulis pemula. Selanjutnya, penelitian Djatmika (2012) menunjukkan hasil yang hampir sama. Penelitian ini membahas kualitas olah bahasa yang diperoleh anak usia sekolah dasar yang direpresentasikan oleh teks sebagai hasil kegiatan bercerita. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua subjek penelitian sudah mahir dalam olah struktur teks. Semua teks cerita yang dibuat para responden memiliki tiga unit wacana yang bersifat wajib hadir untuk sebuah teks naratif, yaitu orientasi, komplikasi,dan resolusi. Sementara itu, beberapa jenis kelemahan dalam hal olah tata gramatika masih dilakukan oleh para responden, misalnya konstruksi yang kurang lengkap, kelebihan konjungsi, pemilihan dan penempatan konjungsi yang salah. Lebih daripada itu, beberapa kosa kata terkesan dewasa, sehingga responden yang menggunakan kosa kata ini menunjukkan proses penguasaan leksikal yang lebih maju dibandingkan responden lain. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para orang tua atau para guru yang terlibat di dalam pengasuhan pemerolehan bahasa pada anakBerbedaanak.
dengan dua penelitian di atas penelitian ini dilakukan untuk objek dan tujuan yang berbeda. Objek yang menjadi kajian dari penelitian ini adalah draft buku ajar bahasa Inggris dan draft hasil terjemahan yang hendak diterbitkan. Proses editing untuk dua jenis teks ini harus dilakukan dengan strategi olah bahasa yang efektif agar kualitas draft yang diedit menjadi lebih baik. Oleh karena itu, maka fokus kajian dari penelitian ini adalah strategi olah tata gramatika dan olah pemilihan kosa kata yang dilakukan para editor dalam menyunting draft buku ajar bahasa Inggris dan draft hasil terjemahan. Selain itu, analisis juga akan difokuskan pada editing moda lain yang digunakan draft tersebut, terutama pada draft buku ajar bahasa Inggris.
editing dan strategi olah bahasa tersebut, kemudian diharapkan buku ini bisa memberikan sumbangan kepada khalayak umum, terutama para penerjemah maupun para editor teks terjemahan dan juga teks draft buku ajar berkaitan dengan cara melakukan olah bahasa dan memilih teknis penyuntingan. Oleh karena itu, untuk bisa mengikuti apa yang dilakukan para penyunting dalam melakukan pekerjaannya maka kita perlu memahami beberapa hal yang diuraikan dalam bagian selanjutnya.
7
BAHASA UNTUK PENYUNTING
berikut.Kompetensi
8 Bagian KOMPETENSI2
Untuk melakukan pekerjaannya dengan efektif, maka seorang penyunting atau editor perlu menguasai beberapa kecakapan, dari kecakapan yang sifatnya teknis fisik seperti keterampilan mengetik sepuluh jari, keterampilan operasional komputer dengan berbagai system yang mendukung tindak penyuntingan, dan keterampilan olah interner, dan yang paling penting adalah kecakapan yang berkaitan dengan keterampilan menggunakan bahasa. Jenis yang terakhir ini pada umumnya disebut sebagai kompetensi bahasa. Karena objek suntingan itu adalah produk olah bahasa, maka seorang editor atau penyunting harus memahami dan menguasai berbagai aspek bahasa untuk kemudian dapat menerapkannya dalam memperbaiki sebuah teks draft yang ditengarai ada kekurangan dalam hal olah bahasa. Adapun beberapa jenis kompetensi bahasa tersebut diuraikan di bagian selanjutnya sebagai
jenis pertama adalah kemampuan yang berhubungan dengan masalah kebahasaan. Konsep kompetensi Kebahasaan ini berkaitan dengan yang dijabarkan oleh Sumarlam (2008) tentang aspek gramatika dan leksikal dari sebuah wacana yang oleh Halliday (2004) disebut dengan istilah sistem leksikogramatika sebuah wacana. Dengan demikian, seseorang yang memahami dan menguasai sistem kebahasaan mulai tataran fonologis sampai dengan semantis, dan selanjutnya mampu menggunakan atau mengeskploitasi sistem sistem itu di dalam tindak komunikasi disebut sebagai seorang yang memiliki kompetensi wacana. Pada sisi lain, ketidakmampuan memahami dan menguasai sebagian dari sistem kebahasaan ini akan mengurangi kualitas kompetensi yang dimilikinya. Setiap bahasa mempunyai perbendaharaan bunyi bahasa dengan jumlah dan jenis yang berbeda. Ada bunyi bahasa yang dimiliki oleh banyak bahasa dan ada pula bunyi bahasa yang hanya dimiliki secara khusus oleh bahasa tertentu. Penguasaan berbagai bunyi bahasa baik bunyi vokal maupu bunyi konsonan dari sebuah bahasa merupakan modal awal untuk menguasai sistem atau kaidah fonologis dari bunyi bunyi tersebut. Kompetensi fonologis ini akan membuat seseorang memiliki kemampuan untuk memilah rangkaian bunyi yang berterima atau yang tidak berterima secara kaidah dari sebuah bahasa. Sebagai misal adalah rangkaian bunyi magol dan gmalo. Meskipun dua rangkaian mirip kata tersebut bersifat hipotesis, penutur bahasa Jawa akan lebih bisa menerima bentuk yang pertama daripada
9 bentuk kedua sebagai bentuk yang berpotensi untuk masuk ke dalam kosa bahasa Jawa. Hal ini disebabkan oleh kemampuan para penutur mengetahui dan menguasai sistem fonologis bahasa Jawa yang bisa mengakomodasi rangkaian bunyi dari bentuk pertama tersebut. Kasus semacam ini juga akan terjadi untuk bahasa lain. Sementara itu, bahasa Inggris dikenal sebagai bahasa dengan pelafalan yang tidak transparan. Sebuah huruf yang sama akan memiliki bunyi yang berlainan apabila digunakan dalam kata yang berbeda. Sebagai misal, huruf /u/ di dalam kata ”but”, ”butcher”, dan ”curtain” masing masing dilafalkan sebagai [Λ], [u], dan [Ə]. Seorang pembelajar bahasa Inggris dengan kompetensi pelafalan yang kurang maksimal akan mengalami kesulitan berkaitan dengan perbedaan pengucapan bunyi dalam konteks fonologis yang berbeda. Demikian pula, seseorang yang menyisipkan kata kata bahasa Inggris namun kompetensi pelafalannya kurang sempurna akan mendapakan kesulitan. Sebagai misal, banyak orang mengira bahwa semua huruf /g/ dalam bahasa Inggris akan dibaca sebagai [dj], sehingga ketika kata bahasa Inggris seperti target dan organ itu digunakan di dalam tuturan, pelafalan kata kata ini sering salah karena dikatakan sebagai [tardjet] dan [ourdjƏn]. Kasus kesalahan berkaitan dengan kompetensi jenis ini banyak jenisnya dan sering terjadi yang disebabkan oleh kurang maksimalnya kompetensi yang sifatnya fonologis Sementara itu, penguasaan tata gramatika sebuah bahasa juga menjadi bagian yang sangat penting untuk memiliki kompetensi kebahasaan. Makna yang muncul dalam sebuah unit bahasa apapun akan tercapai secara maksimal manakala unit bahasa tersebut dikonstruksi secara gramatikal. Tentu saja kaidah dan aturan tata gramatika itu akan berlainan antara satu bahasa dengan bahasa lain, sehingga seorang penutur lebih dari sebuah bahasa akan memiliki lebih dari satu jenis kompetensi gramatika dari bahasa bahasa yang dikuasainya. Dengan kompetensi gramatika yang kuat seseorang akan dapat menilai benar tidaknya konstruksi sebuah unit bahasa dari bahasa yang dia kuasai. Sebagai misal, seseorang yang memiliki kompetensi gramatika bahasa Inggris akan dapat mengatakan kalau kalimat”Reachs you aspiration is sky high” tidak akan bisa menyumbangkan pesan atau makna yang jelas. Hal ini disebabkan oleh konstruksi unit bahasa yang tidak gramatikal bahkan untaian kata kata itu bisa jadi tidak dapat disebut sebagai sebuah unit bahasa berkaitan dengan konstruksi yang tidak menghasilkan makna, meskipun untaian kata kata tersebut pada kenyataannya digunakan dengan maksud sebagai sebuah teks yang fungsional. Dengan kompetensi gramatika yang kuat, maka seorang pengguna sebuah bahasa akan mampu memahami struktur yang sebenarnya dari sebuah konstruksi yang tataran luarnya terlihat kurang atau tidak sempurna. Bagi penutur bahasa Inggris berkompetensi
10 gramatika kuat, sebuah pertanyaan Where to? akan tertangkap maknanya secara maksimal karena penutur tersebut dapat memahami konstruksi dalam dari ujaran itu sebagai Where are going to? Demikian halnya, seorang penutur Jawa berkompetensi gramatika kuat tidak akan kaget ketika mendengar sebuah kalimat Mas kowe kon mulih kon mangan ibuk. Bagi penutur tersebut, susunan kata (word order) dari kalimat ini akan secara otomatis tertata ulang di dalam benaknya sebagai Mas kowe dikongkon mulih ibu, kowe dikongkon mangan. Kompetensi lain yang memiliki peran penting bagi kompetensi kebahasaan seorang penutur adalah kompetensi semantik. Kemampuan ini berkait dengan pemahaman penutur tersebut akan makna yang dikandung oleh sebuah unit wacana dari sebuah bahasa. Pemahaman kandungan makna yang jelas dari sebuah unit wacana akan membuat seorang penutur mampu menggunakan unit unit bahasa tersebut dengan jelas dan benar. Apabila seorang pembelajar bahasa Inggris belum secara maksimal menguasai makna dari kata kata bahasa Inggris, maka dapat dipastikan kesalahan pemilihan atau penggunaan kata kata tersebut akan dapat terjadi dalam interaksi yang dia lakukan dalam bahasa Inggris. Sebagai misal, pemilihan kata cooker untuk mengacu tukang masak yang dilakukan secara analogis dengan kata teacher, dancer, singer, dan sebagainya merupakan akibat dari kurang maksimalnya kompetensi semantik seorang penutur. Kesalahan kesalahan pemilihan kata dengan kasus lain juga menjadi bukti pentingnya kompetensi semantik bagi seorang penutur bahasa.Sementara
itu, dengan kompetensi semantik seorang penutur juga akan mampu memahami untaian unit bahasa yang bermakna taksa/ganda, atau sering disebut makna ambigu. Potensi ketaksaan makna itu terjadi hampir di semua bahasa di dunia, oleh karena itu kerawanan kesalahpengertian akan lebih besar terjadi untuk sebuah bahasa kedua atau bahasa asing yang sedang dipelajari oleh seorang penutur. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan ketidakmampuan memahami makna ganda itu juga bisa terjadi untuk bahasa ibu seorang penutur yang bisa menunjukkan kompetensi semantik yang kurang maksimal. Sebagai contoh, apabila ditanya dalam bahasa Inggris: “Can you jump higher than Monas?” maka akan ada yang menjawab “No, I can’t” (Monas is too high for me to jump) dan ada yang menjawab “Yes, I can.” (Monas can’t jump)
Kompetensi yang bersifat sosiolinguistis sebenarnya memiliki sangat banyak aspek di dalamnya, namun secara garis besar seorang penutur bahasa dengan kompetensi sosiolinguistik akan mampu menggunakan sebuah bahasa untuk interaksi sosial yang sesuai dengan aturan sosial yang berlaku di tempat interaksi tersebut terjadi. Dengan kata lain dengan kompetensi seperti ini, seorang penutur akan selalu mempertimbangkan konteks
Demikian pula, dengan kompetensi sosiolinguistik bahasa Jawa seseorang akan mampu menentukan ragam bahasa Jawa tertentu ketika dia mendengarkan tuturan dari seorang penutur, apakah ragam Surakarta, Yogjakarta, Banyumas, ataukah Jawa Timur.
11 sosial berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa kapan, dimana, dengan cara yang bagaimana dan mengapa harus begitu. Semua faktor ini akan menuntun dia dalam berperilaku verbal dengan sebuah bahasa atau bahkan dibarengi juga dengan perilaku non verbal yang sesuai. Sebagai misal, seorang penutur bahasa Jawa yang kompeten akan memilih bahasa Jawa krama manakala dia harus berinteraksi verbal dengan orang yang lebih tua usianya. Kompetensi ini sebenarnya serupa dengan kompetensi konteks situasi yang harus dipertimbangkan oleh seorang penutur bahasa di dalam aktivitas interaksi sosial sehari hari. Karena luasnya cakupan kompetensi sosiolinguistik, dengan membaca atau mendengarkan sebuah ekspresi tertentu, seseorang bahkan akan mampu menentukan asal daerah seseorang yang lain hanya dari kualitas ragam bahasa yang digunakan. Sebagai misal, seorang pembelajar bahasa Inggris yang memiliki kompetensi yang kuat akan memahami kalau ekpresi ”How are you today?” adalah ragam bahasa Inggris Amerika, sedangkan “How are you going today?” adalah ragam Australia yang bagi penutur bahasa Inggris Amerika terdengar memiliki makna lain. Pemahaman ini akan sangat lebih jelas menakala kedua ekspresi ini diperoleh dalam bentuk tuturan karena dalam hal pengucapan kedua ragam tersebut memiliki kualitas yang berbeda.
Penentuan tersebut selain didasarkan pada jenis kosakata dan intonasi yang digunakan. Dia akan mampu memahami kalau kata iwak dalam bahasa Jawa Surakarta itu bisa berarti ikan atau daging, sedangkan dalam ragam Jawa Timur kata tersebut bermakna lawuh atau lauk, sehingga bisa berbentuk tempe, tahu, atau krupuk. Oleh karena itu, manakala ada seorang penutur yang menggunakan kata iwak dengan referen berupa ikan atau daging, dia akan paham kalau penutur tersebut memiliki ragam Surakarta, sedangkan kalau referennya adalah lauk, maka dia pasti seseorang dari komunitas tutur dengan ragam Jawa Timur. Ada pula kemampuan yang meskipun kecil namun bisa mewakili sebuah kompetensi yang sifatnya tipologis. Dengan kemampuan ini, seseorang mengerti tentang perilaku dan kualitas sebuah bahasa. Meskipun hanya sebatas pengetahuan, kalau seseorang itu memahami kalau bahasa Hawai itu tidak memiliki suku kata mati yang oleh karenanya kata kata dalam bahasa tersebut akan mirip seperti aloha, malihili dan sebagainya, maka sedikit banyak dia memiliki kemampuan yang sifatnya tipologis terhadap bahasa ini. Demikian pula pengetahuan kalau bahasa Jepang tidak memiliki bunyi [l] atau bahasa Sunda tidak memiliki bunyi [f] akan memperkaya kemampuan seseorang sifatnya tipologis.
12 Kompetensi seorang penutur di dalam menggunakan sebuah bahasa akan lebih lengkap manakala semua jenis kemampuan yang dijabarkan di atas dilengkapi dengan kompetensi yang berkaitan dengan schemata budaya. Sebuah budaya akan memiliki norma, kaidah, kepercayaan, nilai, serta kebiasaan yang berlaku di dalamnya. Semua aspek ini tentu saja akan berlainan antar satu budaya dan budaya yang lain. Selain itu, semua aspek tersebut akan erat kaitannya dengan perilaku bahasa yang digunakan di dalam sebuah budaya; karena bisa jadi aspek aspek tersebut mempengaruhi kualitas sebuah bahasa atau sebaliknya banyak ahli bahasa lain yang mengatakan bahwa justru bahasa yang memiliki andil membentuk sebuah Pendapatbudaya. yang pertama dijabarkan oleh Wardhaugh (1988) dengan mencontohkan bahwa dikarenakan terbiasa dengan kehidupan yang keras dalam empat musim, maka orang Inggris sangat ketat dengan waktu. Kebiasaan hidup semacam ini kemudian pada giliran selanjutnya mempengaruhi bahasa mereka yang sangat diatur oleh waktu atau kala atau tense Sebaliknya, bahasa bahasa bangsa yang tanahnya makmur seperti bahasa kita, tidak mengenal kaidah tense ini. Sementara itu, pendapat kedua menyebutkan bahwa bahasa yang memiliki speech level atau tingkat tutur akan cenderung membuat penuturnya berperilaku lebih santun. Sebagai contoh, bahasa Jawa dengan unda usuknya cenderung membuat penggunanya memiliki sifat yang santun (Sardjono, 1992). Seorang penutur akan selalu mempertimbangkan semua aspek budaya ini manakala dia mengirimkan sebuah pesan kepada orang lain yang berbagi penguasaan budaya dengan dia. Demikian pula, seorang petutur akan mempertimbangkan semua aspek tersebut ketika dia berusaha menerjemahkan apa sebenarnya maksud dari sebuah pesan yang diberikan seorang penutur kepadanya. Sebuah tawaran makan yang diberikan oleh seorang penutur Jawa, oleh petutur yang memahami budaya Jawa akan direspon dengan beberapa kali penolakan sampai pada titik kepastian kalau tawaran tersebut memang genuine maka baru sebuah penerimaan dilontarkan (ini pun kalau si petutur memang mau menerima tawaran tersebut). Sebaliknya, apabila tawaran makan tersebut diberikan oleh seorang English native speaker, maka si petutur (kalau memang ingin menerima tawaran itu) harus langsung memberikan respon dengan menerimanya. Fenomena budaya ini dikarenakan kenyataan kalau secara kultural orang Jawa itu bersifat sirkular, sementara orang Inggris lebih cenderung bersifat to the point. Aspek lain yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan kompetensi budaya adalah sistem semiotika selain bahasa yang dimiliki oleh sebuah budaya. Sebuah pesan yang dikirimkan melalui media tertulis sering menuntut kemampuan semiotik penerimanya di
13 dalam menangkap pesan secara maksimal. Pemahaman akan makna warna, jenis tulisan, pemilihan media, dan sebagainya merupakan beberapa contoh dari sekian banyak multimodal semiotic system yang berlaku di dalam setiap budaya. Sementara itu, apabila pesan tersebut dikirimkan secara lisan, maka berbagai jenis bahasa tubuh dan perilaku non verbal yang lain akan membantu seorang petutur memahami makna sebenarnya dari pesan yang dikirimkan.
Levine dan Scollon (2004) menjabarkan fenomena ini dengan menyatakan bahwa: “All discourse is multimodal, that is, language in use, whether this is in the form of spoken language or text, is always and inevitably constructed across multiple modes of communication, including speech and gesture not just in spoken language but through such ‘contextual’ phenomena as the use of the physical spaces in which we carry out our discursive actions or the design, paper, and typography of the documents within which our texts presented.
Sebagai misal untuk menangkap pesan sebuah sebuah surat, maka aspek wacana yang perlu dipertimbangkan adalah latar belakang penulis/penerima surat, isi surat dan beberapa aspek non verbal yang menyertai surat tersebut seperti jenis/warna kertas, jenis tulisan, warna pena yang digunakan, dan bahkan cara melipat kertas surat. Semua aspek tersebut turut andil dalam memunculkan makna yang dimaksudkan oleh seorang penulis surat (Longrace, 2004).
Tentu saja sebuah surat undangan dari kepala kantor tidak akan ditulis dengan cara seperti itu, kecuali kalau ingin menjadi bahan pembicaraan (dan tertawaan) dari para karyawannya. Hal seperti ini sejalan dengan penjabaran Leeuwen (2004) yang mengatakan “Perhaps we should view posters and similar texts in the same way as single, multimodal communicative acts, especially in asmuch as the cohesion between the verbal and the visual is usually enhanced by some form of stylistic unity between the image, the typography and the lay out.”
Dengan demikian, sebuah surat cinta (apabila pada saat sekarang masih ada yang menggunakan moda ini untuk mengungkapkan perasaan kepada seorang pujaan hati) akan ditulis dengan jenis huruf yang romantis di atas kertas wangi warna pink dengan model melipat yang artistik untuk mendukung eksploitasi bahasa yang digunakan menulis surat itu.
Penguasaan semua jenis kompetensi di atas akan menyebabkan kemampuan otak seorang pengguna bahasa mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam sebuah wacana, siapa yang terlibat di dalamnya, dan bagaimana bahasa itu berperan dalam mengaktualisasikan semua hal itu. Oleh karenanya, semakin kuat kompetensi wacana
14 seseorang, akan semakin arif dirinya dalam memahami situasi yang terjadi, dan seharusnya akan semakin bijak dalam bereaksi terhadap situasi tersebut. Dengan kata lain, sebenarnya semua kompetensi yang diperoleh itu akan membuat dahsyatnya kerja otak pemiliknya dalam menangkap makna, meramu, dan kemudian mengolah perilaku. Kedahsyatan tersebut dapat dibuktikan dengan cara bermain main teks yang mengkonstruksi sebuah wacana dalam benak pikiran kita. Sebagai misal, sticker situs yang berikut ini akan mengkonstruk sebuah wacana yang ‘biasa’ bagi para pembacanya. Namun manakala sebuah sticker seperti ini direka ulang dan ditempel di sebuah angkot sebagai KAPANLAGI OM?, pembacaan tulisan ini serta merta akan membuat otak bekerja mengkonstruk sebuah wacana yang sangat ‘luar biasa’ bedanya. Tentu saja keluarbiasaan tersebut akan tergantung kekuatan kompetensi yang dimiliki oleh setiap pembaca. Schemata yang lengkap dan kuat akan menghasilkan wacana yang lebih jelas bentuknya dibandingkan dengan schemata minim. Semua schemata tersebut bisa diperoleh melalui informasi yang diperoleh lewat orang lain, lewat cerita atau membaca, dan juga melalui pengalaman seperti yang dijelaskan oleh Phillips dan Mariana (2004) “Based on cognitivism, attitude research views attitudes as controlling people’s actions through the production of on going mental evaluations of the world. Kekayaan kompetensi wacana seharusnya dapat diharapkan membentuk pribadi yang arif dan bijaksana. Karena seperti yang telah disinggung di depan, dengan kekuatan wacana yang dimilikinya seseorang akan mampu memahami apa yang terjadi dan mengerti reaksi apa yang seharusnya dilakukan untuk menyikapi peristiwa yang terjadi tersebut. Oleh karena itu, dengan kemampuan ini orang tersebut seharusnya akan dapat bereaksi dan bertindak secara bijaksana. Namun demikian, sifat arif tersebut belum tentu akan diikuti oleh tindakan yang bijaksana. Hal ini masih memerlukan kompetensi jenis lain, yaitu moral. Orang dengan kompetensi wacana yang maksimal tetapi tidak diimbangi dengan kekuatan moral kadangkala justru memanfaatkan situasi yang terjadi untuk kepentingan dirinya, sebaliknya orang dengan moral yang maksimal akan dapat menghasilkan tindakan yang bijaksana di dalam menyikapi sebuah situasi, terutama situasi yang memiliki potensi konflik. Situasi semacam ini paling tidak menyebabkan kesalahpahaman dengan potensi digunakannya berbagai macam umpatan (lihat Kramsch, 2000; Djatmika, 2004).

15
Pada contoh lain, seorang yang kurang maksimal kompetensi wacananya bisa mengalami apa yang disebut sebagai kegagalan pragmatik. Sebagai misal, tuturan “Hi, I missed you” yang dituturkan oleh seorang dosen di Australia kepada salah seorang mahasiswanya biasanya adalah tuturan teguran karena si mahasiswa bolos atau tidak mengikuti perkuliahan dosen tersebut tanpa ijin (alpa). Akan tetapi, jika mahasiswa tersebut berasal dari Indonesia yang kurang maksimal bahasa Inggrisnya dalam wacana Australia, maka bisa jadi tuturan si dosen tersebut bisa memiliki tafsiran yang salah. Penguasaan kompetensi wacana menjadi modal bagi editor untuk mampu bekerja secara efektif. Hal ini disebabkan dia mampu memahami apa yang sedang terjadi dalam sebuah teks yang sedang dia nilai dan dia sunting. sehingga dia mampu melakukan olah bahasa yang sedemikian rupa yang sesuai dengan keperluan penyuntingan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas teks yang sedang dia tangani. Oleh karena itu, bagi siapapun yang hendak menggeluti kegiatan menyunting, maka kompetensi bahasa sampai wacana harus dipahami dan dikuasai.
Banyak sekali kasus kasus verbal sosial yang dapat menciptakan sebuah kesalahpahaman, terutama yang terjadi dalam sebuah interaksi lintas budaya. Seorang yang menerapkan sebuah tindak tutur dengan strategi yang berlaku di budayanya kepada orang dengan budaya yang berbeda bisa menimbulkan konflik, atau paling tidak kesalahpahaman. Pertanyaan basa basi ”Are you taking a bath?” yang dilontarkan oleh seorang penutur bahasa Jawa kepada seorang penutur bahasa Inggris yang dari penampilannya sudah jelas akan mandi pasti menimbulkan kecengangan dan tanda tanya besar bagi diri petutur. Sebenarnya small talking yang dilontarkan oleh penutur Jawa tersebut dia gunakan untuk maintaining social relationship; sementara itu, bagi si petutur ujaran tersebut ditangkap sebagai sebuah pertanyaan yang aneh (karena jawabannya sudah jelas dari penampilan fisiknya). Hal itu juga berkaitan dengan strategi yang berbeda, bagi si petutur maintaining social relationship itu akan dilakukan dengan greeting dan bukannya dengan pertanyaan (Thomas, 1996). Pada sisi lain, penutur Jawa tidak biasa dengan greeting, sehingga kebutuhan mempertahankan hubungan sosial itu biasa dilakukan dengan pertanyaan basa basi. Dengan kata lain, bahasa Jawa secara tipologis termasuk salah satu dari keluarga bahasa yang merepresentasikan greeting dengan where are you going? (presentasi David Gill di International Symposium on Languages of Java di Malang 2011).
Setiap teks disusun untuk memiliki fungsi sosial tertentu. Selanjutnya, beberapa jenis unit wacana dibutuhkan untuk disusun dengan format sedemikian rupa sehingga fungsi sosial dari teks tersebut tercapai. Oleh karena itu, maka setiap jenis teks dengan nama tertentu akan memiliki format struktur teks yang berlainan sehingga nama mereka berlainan, seperti surat tagihan, surat cinta, resep masakan, dan sebagainya. Jenis teks dengan struktur dan fungsi sosialnya ini disebut sebagai genre sebuah teks. Genre secara umum digambarkan sebagai sebuah proses sosial yang berorientasi pada sebuah tujuan sosial dan mempunyai tahapan tahapan untuk mencapai tujuan sosial tersebut (Martin, 1992: 505). Definisi ini menekankan pada sifat urutan tahap tahapnya, pada sifat interaktif sebuah genre, pada sifat kepemilikan tujuan sosial dari berbagai jenis genre, dan pada cara bagaimana bahasa itu secara sistematis dieksploitasi dan dikaitkan dengan konteks untuk sebuah jenis genre. Sebagai sebuah proses sosial, genre menunjukkan interaksi antara para anggota sebuah budaya di dalam upaya mencapai tujuan sosial tertentu melalui makna makna dari tahapan tahapan yang dikontruksi. Berkaitan dengan hal ini, maka sebuah genre pada dasarnya dapat dikatakan sebagai sebuah
Karena objek kerja dari seorang editor adalah teks draft, baik itu draft hasil terjemahan maupun draft buku ajar, maka dia harus memahami keberadaan dua aspek yang berkaitan dengan teks, yaitu yang disebut sebagai struktur teks dan tekstur teks. Aspek yang pertama berkaitan dengan jenis teks atau yang lazim disebut sebagai genre, dan yang kedua direpresentasikan oleh olah tata gramatika dan olah pemilihan kosa kata. Meskipun secara sekilas hanya ada dua aspek, namun sebenarnya di dalam dua aspek itu banyak terkandung materi materi olah kebahasaan yang harus dipahami dan dipertimbangkan oleh seorang editor atau penyunting dalam melakukan pekerjaannya. Adapun uraian berbagai materi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
STRUKTUR TEKS
16 Bagian MATERI3
YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN
17 jenis teks. Dengan demikian dapat ditandaskan bahwa apabila beberapa jenis teks itu mempunyai tujuan yang sama, maka mereka akan mempunyai struktur tahapan yang sama pula, sehingga karenanya mereka adalah teks dengan genre yang sejenis. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa genre itu sebenarnya merupakan kristalisasi dari berbagai norma, aturan, kepercayaan, dan nilai nilai yang berada di dalam tataran di atasnya. Tataran ini adalah ranah ideologi yang berlaku di dalam masyarakat tempat terjadinya sebuah teks. Sebagai contoh, di dalam masyarakat Jawa terdapat norma dan kebiasaan bahwa seorang pembeli boleh menawar di dalam sebuah transaksi jual beli di sebuah pasar tradisional. Norma, aturan, dan kebiasaan ini pada gilirannya membuat sebuah transaksi jual beli akan berlangsung melalui tahapan sebagai berikut: penjual menawarkan barang dagangan, pembeli bertanya harga, penjual menyebutkan harga, penjual dan pembeli melakukan tawar menawar, transaksi terjadi. Tahapan ini tentu saja tidak akan terjadi manakala pembeli yang sama terlibat di dalam transaksi jual beli di sebuah supermarket. Tahapan tahapan tersebut tidak akan dilakukan oleh penjual dan pembeli di pasar modern ini karena aturan, norma dan kebiasaan yang melatar belakangi hadirnya sebuah supermarket itu berbeda dengan yang melatarbelakangi hadirnya sebuah pasar tradisional.
Konsep yang dijabarkan di atas diperjelas lagi di dalam lingkup yang bersifat kebahasaan dengan pengertian yang dinyatakan oleh Halliday dan Hasan (1985), yang menyatakan bahwa genre atau konteks budaya itu direpresentasikan oleh bahasa yang digunakan sesuai dengan kegiatan sosial tertentu. Penggunaan bahasa yang terbentuk oleh sebuah proses sosial tertentu itu dikenal sebagai teks; dan semua teks (sebagai bentukan dari proses sosial tertentu tersebut) pasti mempunyai sebuah fungsi sosial.
Struktur teks yang menunjukkan fungsi sosial dari sebuah genre itu disebut sebagai potensi struktur generik, yang kehadirannya di dalam sebuah teks bersifat obligatori atau ‘wajib hadir’ untuk menentukan jenis genre dari teks yang mempunyainya (Halliday dan Hasan, 1985). Oleh karena itu, teks yang mempunyai potensi struktur generik yang sama pastilah mempunyai jenis genre yang sama pula. Pada sisi yang lain, teks yang mempunyai potensi generik yang berbeda pastilah merupakan teks yang berbeda genre nya pula.
Untuk melihat fungsi sosial dari sebuah teks, maka sebuah struktur yang menunjukkan bagian pembukaan, batang tubuh dan bagian akhir teks itu harus diperhatikan.
Dari gambaran singkat tentang tahap tahap atau bagian bagian yang dimiliki oleh masing masing surat lamaran tersebut, dapat dijabarkan di sini bahwa kedua surat itu disusun dengan tujuan fungsional tertentu, yaitu untuk mengajukan sebuah lamaran kerja. Untuk mencapai tujuan ini, maka masing masing surat harus mempunyai bagian yang bersifat wajib
Berkaitan dengan fenomena ini, Martin menjelaskan bahwa genre itu bersifat dinamik dalam arti bahwa dia bersifat lentur karena menyesuaikan dengan nilai nilai atau norma norma di dalam budaya dan juga bentuk bentuk organisasi sosial yang melatari sebuah teks yang terjadi atau berlangsung. Hal ini sesuai dengan apa yang ditandaskan oleh Hodge dan Kress (1995: 54) yang mengatakan bahwa bentuk bentuk komunikasi atau sistem pertukaran informasi itu akan berkaitan dengan bentuk bentuk organisasi sosial budaya yang melatarinya.Dalam
Pada sisi lain, penulis surat lamaran kerja dengan latar belakang budaya Indonesia tidak akan menjabarkan latar belakang pendidikan/keterampilan dan pengalaman kerja dia dengan cara bercerita seperti yang dilakukan oleh penulis surat versi bahasa Inggris. Semua hal ini menunjukkan bahwa nilai, kaidah, kebiasaan, dan norma budaya yang melatari seorang penulis akan mempengaruhi bentuk dan isi sebuah teks dengan genre tertentu.
pada itu, genre itu direalisasikan oleh tiga ciri ciri kebahasaan yang secara khas berkaitan dengan konfigurasi ciri ciri konteks situasi, yaitu elemen yang disebut sebagai medan, tenor, dan wahana (Eggins, 1994:35). Ketiga elemen ini merupakan variable dari
18 hadir, dalam hal ini Address/Alamat Dalam, Salutation/Salam Pembuka, Introduction/Alinea Pembukaan, Personal Details/Education/Work Experience/Alinea Isi, Closing/Penutup. Namun demikian, sebenarnya ada bagian dari Alinea Isi yang kehadirannya bersifat optional, yaitu lampiran persyaratan lamaran seperti pasfoto, daftar riwayat hidup, dan sebagainya. Bagian ini apabila dihilangkan tidak akan mengubah status surat sebagai sebuah surat lamaran. Sebaliknya, apabila salah satu bagian yang wajib hadir tadi, misalnya Introduction/Alinea Pembuka, dihilangkan maka tujuan teks sebagai sebuah surat lamaran kerja tidak akan tercapai. Oleh karena itu, karena kedua teks di atas memenuhi persyaratan yang diperlukan berkaitan dengan bagian bagian yang wajib hadir, maka keduanya dapat disebut sebagai surat lamaran kerja. Meskipun begitu, karena masing masing teks surat disusun dengan latar belakang budaya yang berbeda, maka tentu saja masing masing akan menjukkan beberapa fitur kebahasaan yang berbeda pula, baik itu dalam hal bagian bagian surat, maupun dalam eksploitasi leksikogramatikanya. Sebagai misal, penulis surat bahasa Inggris merasa tidak perlu menyatakan bahwa dia menyertakan syarat syarat lamaran seperti pasfoto terakhir 3x4, daftar riwayat hidup, salinan ijazah terakhir, dan surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian. Hal ini dikarenakan semua syarat ini tidak diperlukan dalam proses melamar pekerjaan di budaya dia, kecuali daftar riwayat hidup inipun tidak perlu disebutkan di dalam bagian surat lamaran.
19
register. Menurutnya, medan berkaitan dengan apa yang sedang terjadi, yaitu berkaitan dengan kondisi tindakan sosial yang sedang berlangsung; tenor berkenaan dengan siapa mengambil peran apa di dalam interaksi yang sedang berlangsung, kondisi mereka, dan status mereka; dan wahana berkaitan dengan bagaimanakah partisipan interaksi itu mengharapkan peran bahasa di dalam interaksi yang terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa register merupakan ciri ciri kebahasaan yang secara khas berkaitan dengan konfigurasi ciri ciri konteks situasi dengan ciri ciri tertentu dari medan, tenor dan wahana yang merupakan realisasi dari tataran di atasnya, yaitu genre Berkaitan dengan teks teks draft terjemahan dan draft buku ajar Bahasa Inggris, maka editor atau penyunting akan berpotensi bertemu dengan berbagai jenis teks, baik itu teks fiksi dan non fiksi. Oleh karena itu, editor harus tahu benar jenis teks dari draft terjemahan yang hendak dia sunting agar proses penyuntingan yang diagendakan untuk meningkatkan kualitas draft tersebut justru malah “merusak” genre dari teks yang bersangkutan. Demikian pula, untuk beragam teks yang muncul sebagai materi ajar Bahasa Inggris dalam draft buku ajar harus dikuasai dan dimengerti untuk menghindari rusaknya sebuah teks materi ajara berkaitan dengan karakteristik linguistik dari sebuah teks untuk bisa memiliki fungsi sosial tertentu.
TEKSTUR TEKS Dalam kacamata Systemic Functional Linguistics, sebuah teks dengan jenis tertentu (genre) akan menuntut karakteristik kebahasaan yang berbeda dengan teks jenis lain. Konsep ini disebut sebagai register yang terdiri atas tiga tataran, yaitu tataran Medan Wacana (Field), Pelibat Wacana (Tenor), dan Wahana Wacana (Mode). Adapun uraian masing masing dimensi register ini dapat disajikan di bawah ini. 1. Makna Ideasional dan Medan Wacana (Field)
Untuk menyibak konteks situasi dari teks ini, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan medan (atau disebut pula sebagai field) wacana dari teks yang bersangkutan. Istilah medan wacana sendiri, seperti yang sudah dijelaskan di bagian depan, merujuk kepada apa yang sedang terjadi di dalam teks, yaitu aktivitas yang terjadi dan bagaimana bahasa mengambil peran di dalam proses terjadinya aktivitas itu. Eggins (1994, 52) mengatakan bahwa medan wacana adalah sesuatu yang dibahas dengan menggunakan bahasa. Meskipun kadang kadang konsep medan wacana itu terlihat sama dengan topik bahasan dari sebuah teks, sebenarnya medan wacana lebih dari sekadar topik bahasan; hal ini
Variabel kunci dari tenor adalah kekuasaan dan solidaritas, yaitu dimensi hubungan interpersonal yang sifatnya vertikal dan horizontal. Hubungan antarpartisipan yang terjadi antar partisipan yang terlibat dalam sebuah intreaksi ini dapat dilihat dari makna interpersonal yang terbentuk di dalam teks itu. Makna interpersonal itu sendiri pada tataran gramatika direalisasikan oleh struktur MOOD sebuah struktur gramatika yang terdiri atas Subjek, Finite, Predikator, Pelengkap, dan Keterangan. Di dalam bahasa Inggris unsur unsur yang mempunyai peran di dalam membentuk klausa sebagai perangkat untuk bernegosiasi adalah unsur Subjek dan unsur Finite
Tenor, menurut Martin dan Rose (2004: 242), dimaknai sebagai variabel register yang berkaitan dengan hubungan antarpartisipan dalam sebuah teks. Karena bahasa itu merealisasikan konteks sosialnya, variabel dari konteks sosial ini direalisasikan oleh salah satu bentuk metafungsi bahasa yang bersifat interpersonal. Selanjutnya, Martin dan Rose (ibid) menjelaskan bahwa makna interpersonal adalah makna sebagai sebuah bentuk tindakan, yaitu penutur melakukan sesuatu hal kepada pendengar dengan perantaraan bahasa. Makna ini berfungsi untuk membentuk dan untuk mempertahankan hubungan sosial sebagai realisasi dari peran sosial di dalam komunikasi yang diciptakan oleh bahasa yang disebut tenor wacana (Halliday, 1994: 36).
20 berkaitan dengan dimensi dari medan wacana itu sendiri yang mencakup segala aktivitas yang terjadi atau yang dilakukan oleh para partisipan wacana. Segala aktivitas tersebut direpresentasikan oleh berbagai jenis proses yang digunakan untuk membangun medan wacana yang bersangkutan. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa medan wacana itu merujuk kepada ’hal dan aktivitas apa yang sedang terjadi’. (Gerot dan Wignell, 1995, 38). Karena medan wacana itu merupakan salah satu metafungsi, yaitu metafungsi yang bersifat ideasional, penyibakan makna ideasional dari teks ini dilakukan dengan cara melakukan analisis: makna logis yang direalisasikan oleh eksploitasi konjungsi dan hubungan antarklausa; makna eksperiensial yang direalisasikan pada tataran klausa, yaitu dalam bentuk proses, partisipan, dan sirkumstansi; dan makna eksperiensial yang direalisasikan oleh pola pemilihan leksis di dalam teks. 2. Makna Interpersonal dan Tenor Wacana
21
Posisi Subjek pada umumnya diisi oleh kelompok nomina atau klausa dengan fungsi seperti kelompok nomina, sedangkan Finite adalah bagian dari kelompok verba yang menunjukkan polaritas, modalitas, dan kala. Letak Subjek itu hampir selalu berada sebelum kehadiran frase verba tempat Finite berada. Di dalam bahasa Inggris, untuk membuat klausa itu menjadi berstruktur deklaratif, imperatif, atau interogatif ditentukan oleh panyusunan struktur Subjek dan Finite nya. Apabila seorang penutur ingin mengungkapkan sebuah informasi, dia akan menempatkan Subjek pada posisi sebelum Finite. Sementara itu, apabila dia menginginkan informasi, dia akan bertanya dengan cara menempatkan posisi Finite mendahului Subjeknya. Sebagai contoh, di dalam sebuah klausa bahasa Inggris John can go, penutur klausa ini ingin memberikan informasi kepada lawan bicaranya; apabila dia ingin mendapatkan sebuah informasi dengan klausa itu, dia akan menuturkan sebagai berikut: Can John go? Pada sisi lain, di dalam bahasa Indonesia, perlakuan Subjek dan Finite itu berbeda dengan yang ada di dalam bahasa Inggris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya unsur kala di dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari Finite nya; di dalam bahasa Indonesia Finite ditunjukkan oleh polaritas positif/ negatif dan modalitas. Selain itu, untuk membentuk sebuah klausa menjadi berstruktur deklaratif atau interogatif seorang penutur bahasa Indonesia tidak harus membuat susunan inversi untuk Subjek dan Finite nya seperti yang terjadi di dalam bahasa Inggris. Sebagai contoh, apabila seorang penutur bahasa Indonesia ingin menyampaikan sebuah informasi, dia akan membentuk sebuah klausa deklaratif yang strukturnya sama dengan yang terjadi di dalam bahasa Inggris, yaitu Subjek mendahului Finite, misalnya Semua anak akan mendapatkan permen. Namun demikian, apabila dia ingin mendapatkan sebuah informasi dengan klausa tersebut, dia akan menuturkan sebagai berikut: Apakah semua anak akan mendapatkan permen? Klausa interogatif ini disusun dengan tidak mengubah posisi Subjek semua anak yang tetap mendahului Finite akan. Meskipun begitu, terdapat juga kemungkinan untuk membentuk sebuah klausa interogatif bahasa Indonesia seperti ini dengan cara menempatkan Finite akan pada posisi mendahului Subjek seperti, Akankah semua anak mendapatkan permen? Kemungkinan membentuk struktur inversi antara Subjek dan Finite di dalam bahasa Indonesia tersebut hanya dapat dilakukan apabila klausa yang bersangkutan disusun dengan unsur modalitas seperti contoh di atas. Apabila sebuah klausa itu disusun tanpa modalitas, satu satunya cara membentuknya menjadi sebuah klausa interogatif adalah dengan menambahkan kata ganti tanya, tanpa menempatkan Finite pada posisi sebelum Subjek.
Struktur MOOD dapat digunakan untuk mengelompokkan klausa menjadi tiga struktur, yaitu indikatif deklaratif, indikatif interogatif, dan imperatif. Tipe tipe ini dapat diamati melalui struktur MOOD yang terdiri atas Subjek dan Finite Struktur MOOD itu sendiri pada gilirannya dipergunakan untuk melihat makna semantik dari sebuah klausa, dengan pengertian apakah klausa tersebut berupa sebuah proposisi ataukah sebuah proposal Bentuk yang pertama proposisi adalah bentuk gramatika dari klausa yang digunakan untuk bernegosiasi informasi, baik itu untuk meminta maupun memberikan informasi. Pada sisi lain, proposal adalah bentuk gramatika klausa yang digunakan untuk bernegosiasi barang atau jasa, baik itu meminta maupun memberikan barang atau jasa. (Halliday, 1994: 70 71; Eggins, 1994: 154).
22
Sebagai contoh untuk mengubah klausa deklaratif Semua anak mendapatkan permen menjadi sebuah klausa interogatif, akan diperlukan sebuah kata ganti, seperti Apakah semua anak mendapatkan permen?, atau kapankah semua anak mendapatkan permen?. Bentukan klausa interogatif ini tidak memindahkan posisi Subjek berbalikan dengan posisi Finite nya.
3. Makna Tekstual dan Wahana Wacana Makna tekstual berfungsi untuk merangkaikan sebuah pesan. Di dalam tataran gramatika makna ini direalisasikan melalui struktur Tema dan Rema. Halliday (1994: 308) menjelaskan bahwa di dalam bahasa Inggris, klausa itu diorganisasikan dengan mengklasifikasikan sebagian elemen sebagai Tema dan sebagian yang lain sebagai Rema Tema itu sendiri ditunjukkan oleh posisinya di dalam sebuah klausa. Di dalam sebuah klausa, Tema selalu berada pada bagian awal karena Tema ini merupakan titik awal dari sebuah pesan, dalam arti apa pun yang dipilih sebagai Tema selalu ditempatkan pada bagian awal sebuahDalamklausa.kaitannya dengan teori Linguistik Sistemik Fungsional, terdapat tiga jenis Tema, yakni Topikal, Interpersonal, dan Tekstual. Jenis yang pertama diklasifikasikan menjadi Takbermarkah dan Bermarkah Tema Topikal Takbermarkah adalah Tema di dalam posisi Subjek. Hal ini berarti bahwa Subjek tadi merupakan elemen yang dipilih sebagai Tema, seperti kata ganti orang, kata benda, kelompok kata benda, dan sebagainya. Tema Topikal Bermarkah, pada sisi lain merupakan sebuah Tema selain Subjek, seperti frase keterangan hari ini, dengan segera, dan sebagainya.; frase preposisi: pada saat ini, waktu yang lalu, dan sebagainya.
23
Tema Interpersonal dapat berbentuk vokatif, misalnya tuan, yang terhormat. Bentuk tema ini juga dapat berupa MOOD adjunct, misalnya: biasanya, menurut pandangan saya, tentu saja. Sementara itu, Tema Tekstual merupakan Tema yang bersifat kontinuatif, misalnya ya, oh; struktural: dan, atau, tetapi, ketika, pada saat, sebelumnya; dan konjungtif: lebih jauh, sebagai tambahan, akhirnya, dan sebagainya. (untuk lebih jelas lihat Halliday, 1994: 53; Eggins,1994: 278).
Di dalam menjelaskan makna sebagai komponen fundamental dari bahasa, lebih jauh Halliday (1994: xiii xiv) menerangkan bahwa setiap bahasa terjadi dari dua macam makna, yaitu makna ideasional dan makna interpersonal, yang keduanya dihubungkan oleh makna tekstual. Secara ringkas dapat dijabarkan bahwa makna ideasional berkaitan dengan representasi kenyataan yang terjadi di sekitar kita (siapa sedang melakukan apa, kepada siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana). Perbedaan jenis makna ini dari teks yang berbeda akan ditunjukkan oleh perbedaan medan yang direalisasikan oleh pemilihan sistem transitivitas dan pemilihan kata yang dipergunakan di dalam teks teks yang berlainan tersebut. Sementara itu, teks teks yang mempunyai tenor yang berbeda akan ditunjukkan oleh susunan MOOD, modalitas dan juga leksis sikap yang berlainan, yang memunculkan metafungsi interpersonal. Selanjutnya, variabel register dari wahana ditunjukkan oleh metafungsi tekstual yang berlainan yang dicirikan melalui pemilihan nominalisasi, pemilihan Tema, dan pemilihan Rema dalam teks yang bersangkutan. Bagi para pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, struktur teks dan tekstur teks inilah dua hal yang perlu dipahami untuk menangkap karakteristik atau fitur dari sebuah jenis teks tertentu, atau dari teks dengan genre tertentu. Sehingga dapat disebutkan bahwa sebuah teks dengan nama tertentu akan mempunyai tujuan sosial tertentu, dan tujuan tersebut akan dicapai melalui tahap tahap atau unit wacana yang membangun teks yang bersangkutan. Semua hal itu akan muncul dalam tataran bahasa dalam bentuk fitur linguistik tertentu yang dapat dilihat di dalam teks yang bersangkutan. Berangkat dari kenyataan ini, maka buku ini membahas mengenai berbagai jenis genre yang digunakan sebagai materi pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berdasarkan kurikulum nasional yang bersifat genre based yang digunakan untuk siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas di Indonesia. Pembahasan itu berkisar mengenai jenis jenis genre, tujuan fungsionalnya, struktur teks yang membangunnya, dan tekstur teks yang mewarnainya. Struktur teks ditunjukkan oleh bagian
24 bagian wacana yang mempunyai nama dan fungsi tertenu, sedangkan tekstur teks ditunjukkan oleh fitur fitur kebahasaan yang berkaitan dengan pemilihan leksikal dan tata gramatika klausa klausanya. Setiap jenis genre akan dilengkapi dengan contoh dan pembuktian penjelasan contoh tersebut akan diseparasi bagian per bagian untuk menunjukkan tahapan tahapan yang menjadikan teks itu sebagai sebuah jenis genre tertentu. Selain itu, untuk mendukung pemunculan makna genre itu, eksploitasi tata gramatika juga disajikan agar para pembaca dapat mengidentifikasi dengan mudah karakteristik kebahasaan sebuah teks dengan genre tertentu. lam Pada intinya, karakteristik kebahasaan ini menunjukkan kalau sebuah teks dengan jenis tertentu itu memiliki penciri bahasa yang tertentu pula. Uraian tentang tiga dimensi dari register di atas perlu dipahami oleh seorang penyunting untuk kemudian diterapkan manakala dia melakukan tugas penyuntingan, meskipun seringkali yang diterapkan dalam tindak penyuntingan itu tidak harus seluruh aspek yang diuraikan di atas. Pada umumnya, ciri ciri kebahasaan yang menjadi fokus bagi penyunting untuk diterapkan dalam proses penyuntingan adalah olah tata gramatika dengan segala aspeknya, dan olah pemilihan kosa kata. Materi materi ini lebih lanjut diuraikan dalam bagian berikutnya dari buku ini.
Olah Tata Gramatika Sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh seorang penutur itu selalu harus dikemas dalam sebuah unit bahasa yang disebut sebagai klausa. Dengan kata lain, sebuah klausa akan digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan kepada penutur lain; dan sebuah klausa hanya akan mengakomodasi sebuah pesan di dalamnya. Apabila sebuah unit bahasa memiliki dua pesan atau lebih di dalamnya, maka unit bahasa tersebut pasti akan disusun dalam dua buah klausa atau lebih (bentuk ini biasa disebut sebagai sebuah kalimat kompleks). Pesan yang diakomodasi oleh klausa inilah yang digunakan oleh pengguna bahasa untuk bernegosiasi melalui bahasa. Negosiasi itu bisa berupa memberikan sesuatu, meminta sesuatu, menerima sesuatu, atau melakukan sesuatu. Karena sebuah klausa tersebut digunakan untuk bernegosiasi, maka konstruksi tata gramatikanya harus sesuai dengan fungsi yang diembannya.Padadasarnya, sebuah struktur gramatika itu terdiri atas Subjek, Finite, Predikator, Pelengkap, dan Keterangan. Posisi Subjek pada umumnya diisi oleh kelompok nomina atau klausa dengan fungsi seperti kelompok nomina, sedangkan Finite adalah bagian dari kelompok verba yang menunjukkan polaritas, modalitas, dan kala. Letak Subjek itu hampir selalu berada sebelum kehadiran frase verba tempat Finite berada. Di dalam bahasa Inggris, untuk membuat klausa itu menjadi berstruktur deklaratif, imperatif, atau interogatif ditentukan oleh panyusunan struktur Subjek dan Finite nya. Apabila seorang penutur ingin mengungkapkan sebuah informasi, dia akan menempatkan Subjek pada posisi sebelum Finite. Sementara itu, apabila dia menginginkan informasi, dia akan bertanya dengan cara menempatkan posisi Finite mendahului Subjeknya. Sebagai contoh, di dalam sebuah klausa bahasa Inggris The can see the frog, penutur klausa ini ingin memberikan informasi kepada lawan bicaranya; apabila dia ingin mendapatkan sebuah informasi dengan klausa itu, dia akan menuturkan sebagai berikut: Can the boy see the frog?
25 Bagian 4 OLAH TATA GRAMATIKA DAN PEMILIHAN KOSA KATA
Pada sisi lain, di dalam bahasa Indonesia, perlakuan Subjek dan Finite itu berbeda dengan yang ada di dalam bahasa Inggris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya unsur kala di dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari Finite nya; di dalam bahasa Indonesia Finite
Kemungkinan membentuk struktur inversi antara Subjek dan Finite di dalam bahasa Indonesia tersebut hanya dapat dilakukan apabila klausa yang bersangkutan disusun dengan unsur modalitas seperti contoh di atas. Apabila sebuah klausa itu disusun tanpa modalitas, satu satunya cara membentuknya menjadi sebuah klausa interogatif adalah dengan menambahkan kata ganti tanya, tanpa menempatkan Finite pada posisi sebelum Subjek. Sebagai contoh untuk mengubah klausa deklaratif Tiap anak mendapatkan katak menjadi sebuah klausa interogatif, akan diperlukan sebuah kata ganti, seperti Apakah tiap anak mendapatkan katak?, atau kapankah tiap anak mendapatkan katak?, dan sebagainya. Bentukan klausa interogatif ini tidak memindahkan posisi Subjek berbalikan dengan posisi Finite nya. Berkaitan dengan kenyataan ini, analisis tata gramatika terhadap teks cerita yang dihasilkan oleh siswa sekolah dasar di dalam penelitian ini dapat difokuskan pada Subjek, Predikator, Pelengkap, dan Keterangan dengan pemahaman bahwa di dalam tubuh Predikator sebenarnya terkandung pula unsur Finite nya. Selain itu, di dalam sistem tata bahasa Indonesia terdapat beberapa konstruksi yang meleburkan Finite di dalam Pelengkap, seperti yang dicontohkan di dalam klausa sebagai berikut:
menyampaikan
26 ditunjukkan oleh polaritas positif/ negatif dan modalitas. Selain itu, untuk membentuk sebuah klausa menjadi berstruktur deklaratif atau interogatif seorang penutur bahasa Indonesia tidak harus membuat susunan inversi untuk Subjek dan Finite nya seperti yang terjadi di dalam bahasa Inggris. Sebagai contoh, apabila seorang penutur bahasa Indonesia ingin sebuah informasi, dia akan membentuk sebuah klausa deklaratif yang strukturnya sama dengan yang terjadi di dalam bahasa Inggris, yaitu Subjek mendahului Finite, misalnya Katak itu akan hilang dari toplesnya.. Namun demikian, apabila dia ingin mendapatkan sebuah informasi dengan klausa tersebut, dia akan menuturkan sebagai berikut: Apakah katak itu akan hilang dari toplesnya? Klausa interogatif ini disusun dengan tidak mengubah posisi Subjek Katak itu yang tetap mendahului Finite akan. Meskipun begitu, terdapat juga kemungkinan untuk membentuk sebuah klausa interogatif bahasa Indonesia seperti ini dengan cara menempatkan Finite akan pada posisi mendahului Subjek seperti, Akankah katak itu hilang dari toplesnya?
27 Mona lincah di lapangan Subjek Finite Pelengkap Keterangan MOOD Residu Di dalam sistem gramatika bahasa Inggris klausa dengan konstruksi seperti di atas akan mengisikan sebuah kata kerja bantu to be is di dalam posisi Finite, sehingga dengan jelas terlihat blok MOOD nya mempunyai elemen Subjek dan Finite. Di dalam bahasa Indonesia kata kerja bantu tidak ditemukan, sehingga konstruksi klausa yang muncul terpampang seperti tabel di atas yang seolah olah disusun tanpa sebuah Finite. Namun demikian, apabila dirinci lebih jauh, klausa seperti ini sebenarnya juga mempunyai sebuah Finite yang melebur di dalam unsur Pelengkap. Hal ini dapat dibuktikan bahwa apabila klausa tersebut dikonstruksikan dalam bentuk negatif, Finite klausa itu akan muncul dan memisah dari unsur Pelengkap sebagaiMonaberikut. TIDAK lincah di lapangan Subjek Finite Pelengkap Keterangan MOOD Residu Struktur MOOD dapat digunakan untuk mengelompokkan klausa menjadi tiga struktur, yaitu indikatif deklaratif, indikatif interogatif, dan imperatif. Tipe tipe ini dapat diamati melalui struktur MOOD yang terdiri atas Subjek dan Finite. Struktur MOOD itu sendiri pada gilirannya dipergunakan untuk melihat makna semantik dari sebuah klausa, dengan pengertian apakah klausa tersebut berupa sebuah proposisi ataukah sebuah proposal. Bentuk yang pertama proposisi adalah bentuk gramatika dari klausa yang digunakan untuk bernegosiasi informasi, baik itu untuk meminta maupun memberikan informasi. Pada sisi lain, proposal adalah bentuk gramatika klausa yang digunakan untuk bernegosiasi barang atau jasa, baik itu meminta maupun memberikan barang atau jasa. (Halliday, 1994: 70-71; Eggins, 1994: 154; Gerrot dan Wignell, 1995). Adapun aspek gramatika lain yang harus diperhatikan dalam proses penyuntingan ada beberapa, seperti kompleksitas konstruksi kalimat, jenis kata kerja, jenis konjungsi yang digunakan, kelengkapan unsur kalimat, dan sebagainya.
28
Pemilihan Kosa Kata Keterampilan menggunakan bahasa untuk kegiatan bercerita selain ditunjukkan oleh olah tata gramatika juga direpresentasikan oleh keterampilan pemilihan kosa kata. Seorang anak yang memiliki kosa kata yang lebih banyak dan lebih bervariasi menunjukkan tahap pemerolehan bahasa yang lebih depan dibandingkan anak lain yang kurang lengkap kosa kata yang dimilikinya. Dalam teori Psycholinguistics, terutama yang berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa pada anak, pemerolehan kosa kata itu terjadi dikarenakan proses eksposure dari lingkungan seorang anak. Lingkungan yang sangat kondusif bagi perkembangan bahasa anak akan membuat seorang anak memiliki kosa kata yang lebih lengkap, sebaliknya lingkungan yang kurang mendukung akan membatasi jumlah kosa kata yang diperoleh seorang anak. Indikator kelengkapan kosa kata itu dapat ditunjukkan dari berbagai jenis kata, bentuk nominalisasi, bentuk abstraksi, dan juga bentuk metafora yang digunakan seorang anak di dalam kegiatan bercerita. Semakin lengkap bentuk-bentuk ini diekslpoitasi di dalam mengungkapkan ide untuk bercerita akan semakin sempurna proses pemerolehan bahasa seorang anak, khususnya dengan proses pemerolehan kosa kata sebuah bahasa yang sedang dipelajarinya.
29 Bagian 5 MELIHAT KUALITAS PENYUNTINGAN BUKU
Ada beberapa jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu data kebahasaan yang direpresentasikan oleh olah tata gramatika dan olah pemilihan kosa kata yang dilakukan para penyunting draft buku ajar bahasa Inggris dan draft hasil terjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, data non verbal dalam bentuk gambar gambar atau aspek visual yang digunakan dalam draft buku ajar saja, dan data berupa teknik teknik penyuntingan yang dilakukan oleh para editor untuk dua jenis draft tersebut. Selain itu, draft yang disediakan untuk penelitian ini ada tiga draft, yaitu draft terjemahan buku engineering, draft hasil terjemahan buku penerbangan, dan draft buku ajar bahasa Inggris. Berkaitan dengan klasifikasi data dan jenis draft tempat data tersebut dikumpulkan, maka hasil analisis data data tersebut disajikan sebagai berikut. A. Kualitas Penyuntingan Buku Engineering Tindak penyuntingan yang berkaitan dengan olah tata gramatika untuk draft hasil terjemahan dapat diklasifikasikan menjadi dua ranah, yaitu tata gramatika untuk struktur klausa secara makro dan untuk komponen komponen yang digunakan untuk membangun struktur klausa. Para penyunting mampu mengidentifikasi beberapa jenis kekurangan olah tata gramatika tersebut dalam draft awal hasil terjemahan, yang pada giliran selanjutnya mereka dituntut untuk menyediakan perbaikan untuk kekurangan yang diidentisikasi tersebut. Adapun, beberapa kasus gramatika yang diidentifikasi dan ditindaklanjut oleh para penyunting di antaranya adalah pada level struktur klausa. Jenjang Klausa/ Kalimat Pada jenjang ini, baik teks sumber bahasa Inggris, maupun teks sasaran bahasa Indonesia sama sama menunjukkan kesalahan struktur, namun dengan jenis yang berbeda. Contoh di bawah ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas. Contoh 1 BSU: ‘Applications include: piston rings, turbine wheels.’ (7.1.2 hal. 114}
BSA1: ‘Cor cetak tekanan melibatkan pendorongan logam dengan cepat dalam wujud cair atau seperti pasta dengan tekanan tinggi menjadi cetakan permanen.’ (Penerjemah)
menghilangkan
BSA2: ‘Cor cetak tekanan melibatkan pendorongan logam dengan cepat dalam wujud cair atau seperti pasta dengan tekanan tinggi menjadi cetakan permanen.’ (Editor).
BSA2: ‘Penerapan diantaranya, cincin piston, roda turbin’ (Editor).
BSA1: ‘Penerapannya misal, cincin piston, roda turbin’ (Penerjemah)
30
Tiga kalimat dalam contoh di atas menunjukkan bahwa baik kalimat dalam bahasa Inggris maupun dua kalimat dalam bahasa Indoneisa (BSA1 dan BSA2) sama sama kurang gramatikal. Kata kerja include dalama bahasa Inggris adalah proses Identifying Relational yang memerlukan kehadiran Token dan Value. Dengan demikian, kata kerja include itu tidak perlu diikuti oleh tanda baca titik dua (:). Berkaitan dengan kasus ini, baik penerjemah atau editor terlihat sudah memahami sehingga kalimat hasil terjemahan dan suntingannya sudah tanda baca yang tidak diperlukan tersebut. Selain itu, karena kalimat dalam bahasa Inggris masih juga kurang gramatikal dengan tidak adanya konektor and di antara nominal group piston rings, turbine wheels, maka hasil terjemahan dan suntingan kalimat tersebut juga salah, karena konstruksi kalimat terjemahan/ suntingan tersebut tidak mempunyai verba. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kata misal dan di antaranya itu adalah sebuah konjungsi, bukan sebuah salah jenis kata konten (Santosa, 2010; Halliday & Matthiessen, 2014). Untuk membuat hasil editing itu lebih efektif, sebuah verba sebagai predikator seharusnya digunakan, misalnya menjadi: ‘Penerapannya dapat ditemukan pada cincin piston dan roda turbin’. Berkaitan dengan masalah struktur klausa di atas, ada kasus lain yang dilakukan oleh editor, yaitu penyusunan ulang struktur atau restrukturisasi. Terjemahan yang terlalu terikat dengan struktur BSu akan menghasilkan kalimat yang kaku atau janggal dalam Bahasa Sasaran (BSs), dalam hal ini Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, hasil terjemahan harus dibaca berulang kali kemudian struktur kalimatnya disesuaikan dengan struktur kalimat Bahasa Indonesia. Berikut ini beberapa contoh permasalahan restrukturisasi. Contoh 2 BSU: ‘Pressure die casting involves forcing metal swiftly in a liquid or paste like state at high pressure into a permanent mould (steel mould).
Kalimat dalam bahasa Inggris di atas diterjemahkan dengan berorientasi pada hasil logam cari seperti pasta dnegan cepat ditekan menjadi cetakan permanen. Namun demikian,
BSA2: ‘Masa lelehan dicor menjadi cetakan permanen (cor cetak) yang berputar dengan kelajuan tinggi dan dilepaskan dengan gaya sentrifugal di dinding dalam cetakan, tempatnya memadat.’(Editor).
‘Cor cetak tekanan dibuat dengan cara mendorong dengan cepat logam cair atau logam yang masih berujud seperti pasta tersebut ke dalam cetakan permanen.’ Beberapa kasus yang mirip dengan contoh di atas juga dilakukan oleh editor buku engineering ini. Dua di antara kasus kasus tersebut disajikan dan diuraikan di bawah ini.
BSA1: ’ Masa lelehan dicor menjadi cetakan permanen (cor cetak) yang berputar dengan kelajuan tinggi dan dilepaskan dengan gaya sentrifugal di dinding dalam cetakan, tempatnya memadat.’ (Penerjemah)
Contoh 3 BSU: ‘The melting mass is cast into a permanent mould (casting die) rotating at high speed and thrown by centrifugal force against the inner walls of the mould, where it solidifies.’
31 sebenarnya jika melihat penjelasan di bawahnya, ‘…. are made by means of pressure die casting ‘ kasus itu lebih menekankan pada proses pembuatan, bukan pada hasil ( menjadi ). Sementara itu, editor tidak mengidentifikasi kondisi struktur ini, sehingga dia tidak melakukan perbaikan atau perubahan untuk kalimat dalam bahasa sumber tersebut. Padahal, apabila kalimat hasil terjemahan versi pertama itu diperbaiki seperti struktur di bawah ini, maka hasil terjemahan itu akan menjadi lebih efektif.
Kasus penerjemahan dalam contoh di atas menunjukkan beberapa kondisi yang membuat hasil terjemahan dan hasil editing sebenarnya memerlukan tindakan restrukturisasi untuk mendapatkan versi akhir yang lebih efektif. Perlu diketahui, hasil terjemahan kalimat dalam bahasa sumber dipertahankan oleh editor dan dianggap sudah memiliki kualitas yang bagus. Adapun kondisi kebahasaan yang terjadi adalah sebagai berikut. Kata kata yang bercetak tebal dalam contoh di atas, yaitu casting diterjemahkan : ‘… adalah proses dimana logam cair… dikirim ke dalam cetakan’. Dengan demikian, frase casting die seharusnya diterjemahkan ‘proses pencetakan’ bukan ‘cor cetak’. Selain itu, kata kelajuan dalam bidang fisika dibedakan dengan kecepatan. Kelajuan yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh dengan selang waktu yang diperlukan benda, sedangkan kecepatan adalah perpindahan suatu benda dibagi selang waktunya. Kelajuan hanya memiliki nilai tetapi tidak mempunyai arah, contohnya : Mobil bergerak dengan kelajuan 50 km/ jam. Sedangkan kecepatan selain mempunyai nilai juga mempunyai arah. Sebagai contoh : Bola dilempar ke atas dengan kecepatan 30 km/ jam. Frasa high speed BSu
32 di halaman 9 lebih tepat diterjemahkan dengan kecepatan tinggi karena terkait dengan arah lelehan, yang tersurat dalam anak kalimat where (it modifies). Sementara itu, klausa ‘where it solidifies’ mengacu pada keterangan tempat, yaitu ‘the inner walls of the mould’, sedangkan ‘it’ mengacu pada the melting mass. Ketika klausa tersebut diterjemahkan ‘tempatnya memadat’, maka acuan dari satuan bahasa ini menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, untuk membuat hasil terjemahan kalimat tersebut menjadi lebih efektif, seharusnya editor mempertimbangkan kasus kasus ini untuk menyusuk ulang konstruksi kalimatnya menjadi ‘Massa lelehan dicor ke dalam cetakan permanen ( proses pencetakan ) yang berputar dengan kecepaan tinggi dan lelehan tersebut dilepaskan dengan gaya sentrifugal kearah dinding bagian dalam, dimana lelehan tersebut memadat.”
BSA1: ’ Operasi Pembengkokan Ketika benda kerja dibengkokkan, serat luar diregangkan ( tegangan Tarik ) sementara serat dalam mengalami penebalan ( tegangan mampat ). Diantara serat luar dan serat dalam bebas tegangan, serat netral, dan panjangnya tidak berubah.’ (Penerjemah)
Contoh 4 BSU: ‘Bending Operation When a workpiece is bent, the outer fibres are stretched ( tensil stress ) while the inner fibres are upset ( compressive stress ). Between the outer and inner fibres is a stress-free, neutral fibre, the length of which remains unchanged.’
BSA2: ‘Operasi Pembengkokan Ketika benda kerja dibengkokkan, serat luar diregangkan ( tegangan Tarik ) sementara serat dalam mengalami penebalan ( tegangan mampat ). Diantara serat luar dan serat dalam bebas tegangan, serat netral, dan panjangnya tidak berubah.’.’(Editor).
Terdapat dua permasalahan dalam terjemahan tersebut. Pertama, frasa a stress free, neutral fibre yang diterjemahkan serat dalam bebas tegangan, serat netral . Frasa tersebut merupakan sebuah frasa nomina yang terdiri atas Head ‘fibre’ dengan ‘stress free, neutral’ sebagai parallel Pre Modifier. Versi yang dihasilkan penerjemah untuk frasa tersebut disalahtafsirkan sebagai dua frasa dalam struktur parallel, yaitu stress free dan neutral fibre. Selain itu, frase nomina the length of which remains unchanged sebenarnya adalah penjelas dari Head fibre. Namun demikian, penerjemah salah mengidentifikasi dan membuatnya menjadi dua bagian yang terpisah. Hasil terjemahan ini tidak dipertimbangkan oleh editor yang mempertahankan bentuk yang kurang efektif tersebut. Untuk itu, maka
Contoh 5 BSU:InSeparatingthecase of separating, the shape of a solid body is changed. Here, the cohesion of a material is locally eliminated. ’
33 sebenarnya restrukturisasi kalimat versi terjemahan tersebut akan menjadi lebih efektif seperti yang disajikan di bawah ini.
BSA2: ‘‘Pemisahan Pada pemisahan, bentuk benda padat diubah. Disini, kohesi bahan secara lokal dihilangkan.’(Editor).
BSA1: Pemisahan ‘Pada pemisahan, bentuk benda padat diubah. Disini, kohesi bahan secara lokal dihilangkan.’(Penerjemah)
“Diantara serat luar dan serat dalam terdapat serat netral yang bebas tekanan dan panjang dari serat nentral tersebut tidak berubah.”
Kasus yang memerlukan tindak penyuntingan juga diidentifikasi pada satuan bahasa di bawah klausa, yaitu frase. Salah satu kasus yang berkaitan dengan bangunan frase adalah masalah modifier. Dalam kasus ini, penerjemah kurang hati hati dalam menerjemahkan modifier; beberapa data berikut menunjukkan fenomena kekurang hati-hatian penerjemah dalam menerjemahkan komponen frase ini.
Ada dua kondisi yang perlu dijelaskan berkaitan dengan contoh di atas, yaitu masalah referensi dan masalah penjelas atau modifier. Kata Di sini secara harafiah diterjemahkan secara benar, tetapi kurang tepat karena Di sini mengacu pada kalimat sebelumnya, yaitu tentang proses pemotongan. Kemudian kata adverbial locally dalam kalimat “the cohesion of a material is locally eliminated” diterjemahkan sebagai ‘kohesi secara lokal dihilangkan’. Hal ini bisa diartikan bahwa kata keterangan locally tersebut menjadi penjelas kohesi bahan, padahal secara gramatikal kata keterangan tersebut menjelaskan verba, ‘is locally eliminated’ . Dengan demikian, karena kata keterngan locally dalam kalimat di atas menjelaskan frase verba is limited, maka kalimat tersebut diterjemahkan sebagai ‘dihilangkan secara local. Versi terjemahan ini tetap dipertahankan oleh editor. Padahal, jika editor berkenan melakukan restrukturisasi konstruksi, maka kalimat di atas bisa dibuat lebih efektif sebagai berikut. “Pada proses pemotongan, bentuk bahan baku (logam) diubah. Dalam proses tersebut, kohesi bahan dipotong di bagian tertentu ”
BSA2: ‘Untuk pengecoran dua bagian mal, separuh mal bawah dan kotak dasar diisi dengan pasir cetak’ . ’(Editor).
Dalam contoh di atas ditemukan sebuah kasus yang berkaitan dengan frase nomina the two part pattern yang diterjemahkan menjadi dua bagian mal. Kaidah dan pola menerjemahkan frase nomina yang memiliki pre modifier ganda yang salah satunya ada number, maka number atau angka tersebut harus diterjemahkan terlebih dahulu dari penjelas yang lain. Sebagai misal, kata two desks akan diterjemahkan menjadi dua bangku atau frase the two thick books, yang diterjemahkan menjadi dua buku yang tebal sebagai contoh yang sesuai dengan pola tersebut. Namun demikian, dalam kalimat di atas terdapat frase the two part pattern, dengan kata two dan kata part diberi tanda hubung ( ) yang menunjukkan kalau dua kata itu menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu, maka konstruksi ini berbeda dengan dua contoh frase sebelumnya, dan pola menerjemahkannya juga berbeda, karena kata tersebut bukan merepresentasikan sebuah number, namun merupakan bagian dari penjelas untuk head kata benda pattern. Berdasarkan fakta ini, maka hasil dari penerjemah dua bagian mal dan versi ini juga dipertahankan oleh editor sebenarnya merupakan tindak alih bahasa yang kurang efektif karena mengabaikan kaidah satua bahasa frase dalam bahasa Inggris sebagai bahasa sumber. Jika editor memahami aturan gramatika ini, maka sebenarnya dia bisa memperbaiki versi terjemahan tersebut dengan “mal ( pola ) yang terdiri atas dua bagian. ” , untuk menghasilan kalimat suntingan lengkap:
34 Dalam restrukturisasi yang dilakukan di atas, beberapa diksi mengalami perubahan, yaitu kata pemisahan diganti dengan pemotongan. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kata pemisahan lebih tepat digunakan untuk memisahan unsur unsur dalam ilmu kimia. Sementara itu, kata pemotongan lebih tepat digunakan untuk ‘pemisahan logam’. Dengan demikian, kata keterangan locally menjelaskan frasa verba: dipotong dan kata keterangan tersebut mengacu pada ‘bagian tertentu’.
In order to cast the two-part pattern, the lower pattern half and the bottom box are filled with moulding sand
BSA1: Untuk pengecoran dua bagian mal, separuh mal bawah dan kotak dasar diisi dengan pasir cetak’(Penerjemah)
Contoh 6 BSU: Castin with permanent pattern in broken sand mould
35 “Untuk pengecoran mal ( pola ) yang terdiri atas dua bagian, separuh separuh mal bagian bawah dan kotak kotak dasar diisi dengan pasir cetak.” Contoh 7 BSU: In the case of lengthwise welded pipes, the seam must always be located in the neutral zone to prevent splitting BSA1: Pada pengelasan bagian memanjang pipa, kelim harus berada di zona netral agar las tidak lepas. (Penerjemah)
BSA1: Penyinteran adalah penyepuhlunakan penekanan partikel bubuk logam, dalam proses menciptakan struktur kristal gabungan dengan cara difusi dan rekristalisasi (Penerjemah)
Kasus gramatika yang muncul dalam kalimat di atas berkaitan dengan modifier untuk head nomina yang berbentuk klausa adjektiva, yaitu in the course of which a coalescent crystal structure is created by diffusion and recrystalisation. Konstruksi ini dalam versi terjemahan
BSA2: ‘Penyinteran adalah penyepuhlunakan penekanan partikel bubuk logam, dalam proses menciptakan struktur kristal gabungan dengan cara difusi dan rekristalisasi’(Editor).
Contoh 8 BSU: Sintering is an annealing of pressed metal powder particles, in the course of which a coalescent crystal structure is created by diffusion and recrystalisation
BSA2: ‘Pada pengelasan bagian memanjang pipa, kelim harus berada di zona netral agar las tidak lepas.’(Editor). Kasus yang berikutnya berkaitan dengan konstruksi pasif. Dalam contoh di atas, frase lengthwise welded pipes diterjemahkan menjadi pengelasan bagian memanjang pipa. Penerjemah mengalihbahasanan penjelas kata benda dalam bentukPast Participle welded dalam kata benda/ nominalisasi yang bermakna aktif: ‘pengelasan’. Penerjemah seharusnya memahami kalau bentuk past participle tersebut akan lebih efektif jika dialihkan juga dalam bentuk pasif dalam bahasa Indonesia bisa direpresentasikan oleh kata dilas. Versi draft terjemahan untuk kalimat ini kurang efektif dalam menghantarkan pesan yang dikandung oleh frase nomina lengthwise welded pipes dan kondisi ini juga tidak dipertimbangkan ole editor, karena versi pertama ini dipertahankan oleh editor. Oleh karena itu, jika aturan gramatika berkait dengan past participle ini dipertimbangkan, maka editor bisa menghasilkan versi suntingan yang lebih efektif sebagai: “Pada pipa yang dilas memanjang, kelim harus berada di zona netral agar las tidak lepas.”
BSA1: ‘Penampang pengumpan besar memungkinkan logam cair terus mengalir ke dalam benda kerja yang memadat selama pendinginan dan ini mencegah lubang angin’ (Penerjemah)
Contoh 8 BSU: ‘The large feeder cross sections enables liquid metal to continue flowing into the solidifying workpiece during cooling, thus preventing blowholes.’
BSA2: ‘‘Penampang pengumpan besar memungkinkan logam cair terus mengalir ke dalam benda kerja yang memadat selama pendinginan dan ini mencegah lubang angin’ (Editor).
36 awal disajikan sebagai “dalam proses menciptakan struktur kristal gabungan dengan cara difusi dan rekristalisasi.” Dalam kasus ini penerjemah melakukan perubahan konstruksi kalimat dari pola kalimat pasif ke pola kalimat aktif. Namun demikian, perubahan konstruksi justru menghadirkan makna ambigu, karena ada dua proses yaitu proses penyepuhlunakan dan proses menciptakan ‘struktur kristal gabungan dengan cara difusi dan rekristalisasi’. Padahal maksud dari kalimat BSu adalah dalam proses anil (istilah dari https://ardra.biz ) terjadi difusi dan pembentukan kristal kembali ( recrystalisation ). Kasus ini tidak mendapatkan perhatian oleh editor, dan dia mempertahankan versi penerjemahan untuk naik cetak. Pada sisi lain, sebenarnya kalimat bahasa Inggris itu bisa ditingkatkan kualitasnya jika disajikan sebagai berikut. “Penyinteran adalah proses pemanasan partikel bubuk logam yang dimampatkan pada suhu tertentu ( annealing ), pada saat proses pemanasan tersebut struktur kristal gabungan terbentuk dengan cara difusi dan pembentukan kembali kristal.” Jenjang Kata Selanjutnya, identifikasi masalah gramatika tingkat kata sebagai salah satu komponen kalimat juga terjadi, yaitu yang berkaitan dengan konjungsi dan referensi. Ada beberapa kasus kesalahan penerjemahan konjungsi yang ditemukan dalam draft awal terjemahan dan kesalahan tersebut sayangnya tidak diindentifikasi juga oleh editor, sehingga versi terjemahan itu tetap dipertahankan. Adapun kasus kasus tersebut adalah sebagai berikut. Kasus pertama adalah kesalahan penerjemahan kata thus sebagai sebuah konjungsi bahasa Inggris yang dialihkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata konjungsi dan, seperti yang dicontohkan dalam kalimat di bawah ini.
BSU: ‘‘The melting mass is cast into a permanent mould (casting die) rotating at high speed and thrown by centrifugal force against the inner walls of the mould, where it solidifies.’
37 Penerjemah memilih kata dan sebagai ekuivalen kata thus dalam bahasa Inggris, dan pemilihan ini dipertahankan oleh editor yang mempertahankan versi terjemah yang disajikan oleh penerjemah. Namun demikian, sebenarnya pemilihan kata dan ini kurang begitu tepat, karena kata ‘thus’ ini merepresentasikan makna logika sebab akibat (Santosa, 2010), oleh karena itu maka seharusnya penerjemah juga menghadirkan makna yang sama untuk versi terjemahan bahasa Indonesianya, misalnya dengan kata sehingga, dan bukan menggantinya dengan konjungsi yang menyediakan makna penambahan “dan”, meskipun konjungsi ‘dan’ dalam konteks ini bisa diartikan sebab akibat juga(Santosa, 2010). Hanya saja konteks kalimat dalam contoh ini bukan konteks yang tepat untuk menghadirkan makna sebab akibat dari kata konjungsi dan. Berkaitan dengan hal ini, maka kata thus tersebut seharusnya diterjemahkan menjadi konjungsi sebab akibat dalam bahasa Indonesia, misalnya ‘sehingga’ bukan ‘dan’.. Kasus kesalahan gramatika tingkat kata lain adalah kekurangan referen. Hanya ada satu kasus penggunaan sebuah referen yang kurang efektif yang digunakan penerjemahan dalam mengalihbahasakan sebuah kalimat dalam teks sumber. Kasus tersebut disajikan dalam contoh di bawah ini. Contoh 9
BSA1: ‘‘Masa lelehan dicor menjadi cetakan permanen (cor cetak) dengan kelajuan tinggi dan dilepaskan dengan gaya sentrifugal pada dinding dalam cetakan, tempatnya memadat.’ (Penerjemah) BSA2: ‘‘Masa lelehan dicor menjadi cetakan permanen (cor cetak) dengan kelajuan tinggi dan dilepaskan dengan gaya sentrifugal pada dinding dalam cetakan, tempatnya memadat. ‘’ (Editor). Kalimat dalam teks sumber di atas dialihbahasakan seorang penerjemah dalam draft versi terjemahan dan versi tersebut juga dipertahankan dengan bentuk yang sama oleh editor dalam draft versi suntingan. Dalam konstruksi di atas, klausa adjektiva where it solidies menempatkan kata where sebagai kata yang menghubungkan frase benda di depannya, yaitu.. the inner walls of the mould. Dalam pada itu, kata it dalam konstruksi tersebut merujuk atau merefer pada ‘the melting mass...’. Berkaitan dengan kondisi ini, penerjemah dalam mengalihbahasakan kalimat tersebut berusaha mengganti klausa adjektiva ini dengan sebuah kata dalam bahasa Indonesia, yaitu kata ‘tempatnya”. Hasil terjemahan ini menunjukkan
38 kalau penerjemah tidak mempertimbangkan kehadiran kata it dan karenanya kata ini tidak ikut diterjemahkan. Sebagai akibatnya, hasil terjemahan kalimat ini menjadi sedikit membingungkan dan hasil dan kondisi ini juga tidak dipertimbangkan oleh editor sehingga dia mempertahankan bentuk versi terjemahan yang pertama, yang agak membingungkan ini. Jika editor bisa agak jeli dalam melihat kehadiran kata it, maka sebenarnya dia bisa memperbaiki versi pertama hasil terjemahan ini menjadi misalnya: ‘... yang menjadi tempat masa lelehannya memadat.’ Kasus kasus penerjemahan dan penyuntingan hasil terjemahan yang berkaitan dengan oleh pemilihan kosa kata ditemukan sebanyak 3 (tiga) jenis kasus, yaitu kasus ketidakkonsistenan penggunaan kosa kata, kasus kesalahan kelas kata, dan kasus peristilahan. Kasus yang pertama direpresntasikan oleh sebuah contoh dalam bentuk frase, yaitu frase creative forming. Pada bagian bagian sebelumnya penerjemah mengalihbahasakan kata bahasa Inggris shape menjadi bentuk dan kata bahasa Inggris menjadi wujud. Namun demikian, untuk frase creative forming tersebut, penerjemah mengatakannya dalam bahasa Indonesia sebagai pembentukan kreatif, dan bukanya pemujudan kreatif. Untuk membuat hasil terjemahan dan hasil suntingan lebih bagus, maka hendaknya penerjemah yang kemudian dikawal oleh penyunting atau editor mempertimbangkan konsistensi penggunaan kosa kataKasusini.jenis yang kedua adalah kesalahan kelas kata. Ada beberapa contoh kesalahan yang merepresentasikan kasus kesalahan ini, yang dijabarkan sebagai berikut. Kesalahan yang pertama adalah penerjemahan kata extruding dalam bahasa Inggris. Dalam draft hasil terjemahan, kata extruding ini dialihbahasakan sebagai ekstrusi. Pemilihan kelas kata bahasa Indonesia ekstrusi ini sebenarnya kurang sesuai untuk menjadi ekuivalen dari kata bahasa Inggris extruding. Dalam konteks kalimatnya, kata ini adalah bentuk gerund yang menunjukkan sebuah proses, dan gerund secara gramatikal adalah sebuah kata benda. Oleh karena itu kata dengan kelas kata yang lebih bagus adalah kata pengekstrusian, yang berkelas kata nomina seperti kelas kata dari kata extruding dalam bahasa sumber. Kesalahan penerjemah memilih kelas kata yang kemudian diperbaiki oleh editor terjadi untuk penggunaan kata bahasa Indonesia menggabungkan yang menggantikan kata joining dalam bahasa sumber. Pemilihan kosa kata ini menunjukkan kesalahan identifikasi kelas kata yang dilakukan oleh penerjemah, sebelum dia kemudian menggunakan kata menggabungkan yang berkelas kata verba menggantikan kata joining yang berupa gerund dan berkelas kata
“Pertimbangan produksi dan ekonomi menentukan proses pembuatan, urutan, dan tindakan yang berhubungan dengan produksi dan pembuatan benda kerja.”
Beberapa penggunaan dan pemilihan kosa kata bahasa Indonesia untuk menerjemahkan kosa kata bahasa Inggris dalam teks sumber memiliki kasus yang sama dengan kondisi yang diuraikan di atas. Dengan demikian, para editor hendaknya bisa meningkatkan kepekaan dalam indentifikasi kesalahan semantik leksikal jenis seperti ini.
39 nomina dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, hasil terjemahan dari satuan bahasa Inggris ‘joining the top and the botto...’ menjadi ‘menggabungkan kotak atas dan bawah...’ ini menjadi kurang akurat. Tindakan editor yang memperbaiki dengan cara menyelaraskan kelas kata dari kosa kata bahasa sasaran dengan kelas kosa kata yang diterjemahkan dari teks bahasa sumber bisa menghasilkan hasil suntingan yang lebih efektif, yaitu ‘Penggabungan kotak atas dan bawah...’. Kasus yang lain berkaitan dengan penerjemahan kata manufacturing yang disajikan dalam kalimat bahasa Inggris: ‘Manufacturing and economic considerations determine the manufacturing processes, sequences and operations associated with the manufacturing and machining of workpieces.’ Dalam draft pertama terjemahan, kalimat di atas dialihbahasakan dalam bahasa Indonesia menjadi “Pertimbangan manufaktur dan ekonomi menentukan proses manufaktur, urutan dan operasi yang berhubungan dengan manufaktur dan pengerjaan benda kerja “ Hasil terjemahan dalam draft pertama ini memiliki tingkat keterbacaan yang rendah yang disebabkan oleh digunakannya kata manufaktur untuk menggantikan manufacture dalam bahasa Inggris. Ketika digunakan dalam konteks kalimat ini, makna kata manufacture belum jelas. Kamus bahasa Inggris menyebutkan kalau kata manufaktur adalah suatu cabang industry yang mengaplikasikan mesin…, tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi yang memiliki nilai jual. Jadi manufaktur dapat berarti suatu industry atau medium proses. Sementara itu, dalam teks sumber, di alinea kedua tertulis “Production, or manufacturing, comprises all the operatios……Bagin or manufacturing “ dalam kalimat tersebut berfungsi sebagai appositive (penjelas) dari Production; dengan kata lain dalam konteks kalimat tersebut memiliki kesamaan arti. Oleh karena itu manufacacturing dapat bermakna ‘produksi’. Berangkat dari kenyataan konteks ini, maka seharusnya editor bisa memperbaiki kalimat versi terjemahan pertama tersebut dengan kalimat sebagai berikut.
Selain kesalahan pemilihan kosa kata, penerjemah dan juga editor kurang mempertimbangkan makna dari istilah istilah teknis permesinan. Padahal, sebenarnya peristilahan memegang peranan yang penting karena istilah terkait erat dengan bidang ilmu
40 tertentu, dalam teks ini istilah istilah yang digunakan berhubungan dengan industry logam.ada Oleh karen itu, akan lebih baik jika penerjemah dan juga editor berusaha memperkuat perbendaharaan isitilah teknis yang berkaitan dengan industri loga sebelum atau pada saat menerjemahkan dan menyunting hasil terjemahan teks tentang industri logam ini. Adapun beberapa penggunaan istilah yang masih rancu yang ditemukan dalam draft terjemahan dan draft suntingan adalah sebagai berikut. Istilah manufacturing yang diterjemahkan manufaktur. Seperti yang sudah disinggung dalam kesalahan kosa kata di atas, kata ‘manufaktur’ tersebut masih rancu berkaitan dengan kelas katanya sebagai sebuah nomina atau sebuah verba. Penerjemah kurang konsisten dalam menerjemahkan kosa kata ke dalam bahasa Indonesia. Dengan ada variasi diksi untuk kata ini dalam bahasa Indonesa, yaitu produksi, pembentukan, proses. Kasus ketidakkonsistenan dalam menerjemahkan juga terjadi untuk kata bahasa Inggris bending, yang oleh penerjemah ada yang diterjemahkan menjadi pembengkokan atau penekukan Karena dalam bahasa Inggris kata manufacture dan kata bending adalah istilah teknis, maka kosa kata yang digunakan sebagai ekuivalen dari istilah teknis ini diusahakan juga berupa istilah teknis dan istilah teknis seharusnya bersifat ajeg dan konsisten, tidak berubah atau bervariasi. Tentu saja masih ada beberapa kasus penerjemahan istilah teknis dengan kondisi seperti dua kata ini, sehingga fenomena ini perlu diperhatikan dan dipertimbangkan baik oleh para penerjemah maupun para editor. Kasus selanjutnya, lebih bersifat tekstual, yaitu yang disebut sebagai aspek gaya penyajian teks. Aspek ini lebih berkaitan dengan cara penerjemah menyajikan teks hasil terjemahannya. Pada satu bagian mereka mempertahankan cara penyajian teks yang dilakukan oleh penulis teks sumber, namun dalam bagian lain penerjemah terlihat mengganti cara penyajian tersebut yang bisa jadi disebabkan oleh tujuan wacana tertentu. Demikian pula dengan para editor. Mereka kadang mempertahankan gaya penerjemah yang mempertahankan gaya penulis teks asli, namun bisa jadi editor memodifikasi gaya penyajian penerjemah yang mempertahankan gaya penulis asli. Selain itu, ada pula kasus di mana editor mengembalikan gaya penyajian seperti gaya penulis teks asli atas perubahan gaya yang dilakukan oleh penerjemah. Adapun salah satu contoh kasus gaya penyajian teks adalah sebagai berikut. Contoh 10. BSU: ‘Casting involves pouring a molten metal into a mould’ ‘.’ BSA1: Pada saat pengecoran, logam leleh dicor ke dalam cetakan’ ‘‘’ (Penerjemah)
BSA2: ‘‘Pada saat pengecoran, logam leleh dicor ke dalam cetakan’’ (Editor). Ada perubahan gaya bahasa melalui perubahan Tema Tak Bermarkah “Casting…’ menjadi Tema Topikal Bermarkah ‘Pada saat pengecoran…’ yang berupa Adjunct, sehingga Subjectnya berubah menjadi ‘logam leleh’ yg aslinya merupakan Complement ‘a molten metal’. Ada dua hal yang perlu diperhatikan di dalam penerjemahan ini. Pertama, Tema Topika Bermarkah yang berupa Adjunct sebagai Circumstance Location: Time di dalam teks tersebut berada di awal teks dan di awal kalimat. Tema seperti ini biasanya digunakan untuk mengepalai Tema seluruh paragraf yang memaparkan apa yang terjadi ‘Pada saat pengecoran’. Padahal, Tema asli paragraf ini adalah ‘Casting’ Pengecoran, yang selanjutnya dibeberkan ke dalam tema tema klausa berikutnya. Casting involves pouring a molten metal into a mould.
41
Old New The original shape of the workpiece is created Old New once the melting mass has solidified Old New Hasil terjemahan awal: Pada saat pengecoran, logam leleh dicor ke dalam cetakan. Old New Masa lelehan mengisi rongga dalam cetakan Old New Bentuk asli benda kerja terbentuk Old New ketika masa lelehan memadat Old New
Old New The melting mass fills the cavities in the mold.
42 Bagan di atas menunjukkan terjadinya perubahan pengembangan Tema dari penggalan teks tersebut. Lebih daripada itu, teks ini merupakan teks Report bercampur dengan Eksplanasi sehingga ada proses definisi pada klausa pertama yang dilanjutkan dengan penjelasan berantai pada klausa berikutnya. Dengan demikian, sebenarnya mengganti struktur informasi dengan cara mengubah Tema seperti yang dijelaskan di atas menjadi kurang efektif. (Halliday & Matthiessen, 2014; Nababan, et al, 2016). Berkaitan dengan hasil terjemahan awal ini, editor ternyata bisa mengidentifikasi kekurangefeketifnya gaya penyajian yang berubah tersebut, sehingga dia mengembalikan struktur informasi hasil terjemahan kembali seperti struktur yang digunakan dalam teks sumber. B. Kualitas Penyuntingan Buku Penerbangan Dalam proses penerjemahan, ada beberapa langkah yang harus dilalui oleh penerjemah. Langkah pertama adalah menerjemahkan bahan menjadi draft awal. Tahap berikutnya adalah melakukan editing terhadp draft awal. Dalam proses editing, seorang editor akan melihat hasil terjemahan pada draft awal untuk mnyempurnakan hasil agar hasil terjemahan menunjukkan kualitas yang akuran dan berterima. Kajian ini membahas perbandingan draft awal terjemahan dan hasil dari edit bahasa karya terjemahan ‘Let’s Explore Flight’ yang diterjemahkan menjadi Jelajahi Dunia Penerbangan’ dalam Hasil kajian menunjukkan bahwa, secara umum hasil terjemahan awal dan edit bahasa tidak terlalu banyak berbeda. Kalimat sudah disusun dengan baik. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu direvis kembali. Judul No Sumber Terjemahan awal Edit Bahasa Komentar saran 1 Let’s Flight’Explore PenerbanganJelajahi PenerbanganJelajahi Mari PenerbanganMenjelajahi Untuk judul, Let’s Explore Flight’, baik terjemahan awal maupun hasil dari edit bahasa keduanya menggunakan ekspresi yang sama, yakni ‘Jelajahi Penerbangan’. Menilik dari bahasa asalnya, penulis buku mengajak pembaca untuk menjelajahi dunia penerbangan. Oleh karena itu saya mengusulkan alternatif untuk tetap merujuk kepada bahasa asalnya. Ungkapan ‘Jelajahi Penerbangan’ dan ‘Mari Menjelajahi Penerbangan’ secara makna sama,
3 project proyek kegiatan kegiatan
2 The force pushing against an object as it moves through the air Gaya menembusketikamelawanmendorongyangbendabergerakudara
Gaya menembusketikadenganberlawananmendorongyangbendabergerakudara Keduanya baik
Pelancong dengan menaiki pesawat terbang Pelancong dalam sebuah terbangpesawat
43 yakni meminta pembaca melakukan sesuatu. Yang membedakan adalah, ‘Jelajahi Penerbangan’ merupakan permintaan yang sifatnya imperatif. Sedangkan ‘Mari Menjelajahi Penerbangan’ merupakan permintaan yang sifatnya ajakan. Kosa kata No Sumber Terjemahan awal Edit Bahasa Komentar saran
1 tried berusaha mencoba mencoba
4 feathers bulunggas bulunggas bulu unggas Ada beberapa kosa kata yang diubah oleh editor disesuaikan dengan konteks kalimat. Menurut hemat saya, perubahan tersebut sudah tepat. Hanya saja untuk data nomor (4), kata ‘feathers’ diterjemahkan menjadi ‘bulunggas’, yang di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan istilah tersebut. Oleh karena itu, saya memberikan alternatif ‘bulu unggas’. Memang ada permasalahan dengan beberapa kata bahasa Inggris yang berbeda yang mempunyai padanan kata yang sama dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh, kata ‘fur’ dan ‘feather’ mempunyai padanan ‘bulu’, kata ‘kulit’ dalam bahasa Inggris bisa berarti ‘skin’ dan ‘leather’ Frasa No Sumber Terjemahan awal Edit Bahasa Komentar saran
1 A traveller in a flying craft Pelancong dalam sebuah terbangpesawat
3 Masssive flying reptiles called Reptilia terbang yang sangat besar yang disebut Reptilia terbang sangat besar yang disebut Reptilia yang terbang secara massal yang
2 riding menunggangi mengikuti mengikuti menumpangiatau
44 Pterosaurs,... Pterosaurus Pterosaurus Pterosaurusdisebut
Frasa ‘flying craft’ pada data (1) bisa berbentuk ‘gerund’ atau ‘active participle’. Oleh karena itu terjemahan yang lebih tepat adalah Pelancong dalam sebuah pesawat terbang. Sedangkan pada data nomor (2), menurut hemat kami, frasa ‘The force pushing against an object’ bisa diterjemahkan sebagaimana pada terjemahan awal ‘Gaya yang mendorong melawan benda ketika bergerak menembus udara’ ataupun hasil edit bahasa ‘Gaya yang mendorong berlawanan dengan benda ketika bergerak menembus udara’. Untuk data nomor (3), frasa Masssive flying reptiles called Pterosaurs,..., awalnya diterjemahkan menjadi ‘Reptilia terbang yang sangat besar yang disebut Pterosaurus’ kemudian diedit menjadi ‘Reptilia terbang sangat besar yang disebut Pterosaurus’. Menurut hemat saya, frasa tersebut ditermahkan menjadi Reptilia yang terbang secara massal yang disebut Pterosaurus. Struktur parallel. No Sumber Terjemahan awal Edit Bahasa Komentar saran 1 Don’t be surprised if by the end of this book you know the basic parts of a plane, can send a message using the aviator’s alphabet, and have made you you own flying machine
Jangan terkejut jika di akhir buku ini mengetahuikamu suku cadang dasar sebuah terbangmumembuatdanabjadmenggunakanpesandapatterbang,pesawatkamumengirimpenerbang,kamutelahpesawatsendiri
Struktur Plural
Pada contoh dia atas, hasil terjemahan dan edit bahasa menunjukkan hasil yang sama. Berhubung ini adalah kalimat dengan struktur parallel, untuk menunjukkan penekanan kepada pembaca, ada alternatif kalimat dengan mengulang kata kamu. Saran alternatif ini adalah untuk lebih memperjelas ide yang ingin disampaikan.
Jangan terkejut jika di akhir buku ini kamu mengetahui suku cadang dasar sebuah sendiripesawatdanabjadmenggunakanmengirimterbang,pesawatdapatpesanpenerbang,membuatterbangmu
Jangan terkejut jika di akhir buku ini mengetahuikamu suku cadang dasar sebuah terbangmupesawatdanabjadmenggunakanmengirimterbang,pesawatdapatpesanpenerbang,membuatsendiri
45 No Sumber Terjemahan awal Edit Bahasa Komentar saran 1 There inventorswere Ada pencipta Ada pencipta Ada penciptaAdapenciptaAdapenciptapencipta,banyak,beberapa
Ketika waktuselamayangtentangkitapernerbangan,sejarahmembahasmembahasperistiwaterjadiperiodeyanglama Ketika orang orang waktuselamayangtentangmerekapernerbangan,sejarahmembahasmembahasperistiwaterjadiperiodeyanglama
1 When people talk about the history of flight, they are talking about events happenedthatover a long period of time. Ketika orang orang membahas lamaperiodeyangtentangmerekapernerbangan,sejarahmembahasperistiwaterjadiselamawaktuyang
Pada draft awal, penerjemah menerjemahkan ‘people’ menjadi ‘orang orang’ dan kata gantinya adalah ‘mereka.’ Kalau pertimbangannya adalah sumber asalnya, draft awal lebih mencerminkan hasil terjemahan yang sesuai. Akan tetapi kalu pertimbangannya adalah pelibatan pembaca, kita bisa menggunakan hasil dari edit bahasa. Sebagai pengkaji, saya lebih cenderung tetap menggunakan rujukan ke bahasa asal sebagaimana dilakukan oleh penerjemah awal. Demikian hasil pengkajian dari buku Kajian Terjemahan buku ‘Let’s Explore Flight’ yang diterjemahkan menjadi Jelajahi Dunia Penerbangan’. Proses penerjemahan merupakan proses yang memerlukan ketelitian sehingga bisa menghasilkan terjemahan yang berkualitas, dalam arti hasilnya akurat dan berterima. Berhubung hasil terjemahan nantinya akan dicetak dalam
Perubahan Pronomina No Sumber Terjemahan awal Edit Bahasa Komentar saran
Kalimat there were inventors yang diterjemahkan ada pencipta menunjukkan problema bentuk jamak dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris bentuk jamak (plural) diwujudkan dalam affiks s. sedangkan dalam baahsa Indonesia bentuk jamak diwujudkan antara lain dengan menambahkan kata ‘para’ atau melakukan pengulangan kata atau reduplikasi. Oleh karena itu, alternatif perbaikan adalah ada pencipta pencipta, ada banyak atau beberapa pencipta yang tentunya melihat informasi di bagian lain dalam buku.
ini diharapkan memberikan manfaat dan menjadi pertimbangan dari para penerjemah dan penyunting agar hasil terjemahan menjadi lebih baik.
46 bentuk buku, penerbit juga memperhatikan faktor lain, yakni keterbacaan, dengan memperhatikan target pembaca, siapa yang akan membaca buku tersebut. Berbagai aspek tersebut harus diperhatikan oleh penerjemah maupun penyunting, sehingga hasilnya akan menjadi maksimal. Di samping itu, problema perbedaan sistem antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia juga merupakan hal yang harus diselesaikan oleh penerjemah maupun penyunting. Hasil kajian ini merupakan alternatif solutif yang ditawarkan kepada penerjemah dan Akhirnya,penyunting.hasilkajian
Teks email dan surat disajikan sebagai sarana berkenalan. Siswa diberikan beberapa model email dan surat perkenalan dengan beberapa unit wacana yang wajib hadir dan unit wacana yang sifatnya optional. Sebuah contoh email perkenalan ada yang mengkomodasi unit wacana yang sifatnya kurang sesuai untuk sebuah email perkenalan yaitu bagian yang Formengatakan:yourinformation,
Teks descriptive disajikan dalam dua modul/ dua unit. Materi yang dikemas oleh teks ini adalah tourism spots. Siswa dilatih dengan keterampilan mendeskripsikan tempat tempat wisata di berbagai wilayah di Indonesia. Sementara itu, teks recount disajikan dalam tiga unit dengan variasi recount biografi untuk figure yang masih hidup dan yang sudah mati (pahlawan). Yang masih hidup terlihat
Sebagai mitra penelitian, PT. INTAN PARIWARA Klaten menyediakan 15 modul yang dipersiapkan untuk penerbitan sebuah buku ajar Bahasa Inggris untuk jenjang kelas X SMA/MA. Analisis untuk setiap modul draft buku ini difokuskan pada beberapa aspek, yaitu aspek struktur teks dari materi ajar, aspek tekstur teks dari materi ajar dan aspek atau moda lain yang mendukung penyajian materi ajar Bahasa Inggris tersebut. Temuan dari setiap aspek tersebut disajikan sebagai berikut. Aspek Struktur Teks Dilihat dari jenis teks yang disajikan untuk keseluruhan buku, ada enam jenis teks yang dikenalkan ke siswa, yaitu e mail/ surat, pengumuman, descriptive, recount, dan narrative.
47 Bagian MELIHAT6
I have an elder brother, Denis. He studies at Brawijaya University. He returns home once a month. So, I seldom meet him personally, but we always chat using social media very often. My father, Mr. Janson is a teacher and my mother, Mrs.Rahayu, is a police woman. Bagian ini terlihat kurang sesuai dengan sebuah email perkenalan bahkan seperti email untuk mengajukan lamaran hubungan yang lebih serius.
KUALITAS PENYUNTINGAN BUKU AJAR
Pada umumnya jenis jenis kesalahan gramatika yang masih muncul dalam draft buku ajar ini adalah sebagai berikut. Bentuk paralel muncul di setiap halaman depan dari sebuah modul yang merepresentasikan learning map dari modul tersebut. Beberapa kompetensi yang
48 inkonsisten dengan olah tata bahasa karena akan muncul simple past tense, present perfect tense dan simple present tense. Sementara itu Ada teks dengan jenis genre yang tidak jelas, seperti di unit 7 Great achievement. Teks reading yang disajikan sebagian berperilaku deskripsi dan bagian lain berperilaku recount. Chapter 8 juga menyajikan teks dengan jenis yang kurang jelas, satu bagian berperilaku recount di bagian lain bersifat narrative karena ada complicationnya. Teks narrative disajikan dalam 3 unit dengan variasi isi, yaitu dongeng, legend, dan folktale. Semua variasi ini dijelaskan sebagai sebuah teks naratif dengan unit wacana: orientation, complication, resolution, dan reorientation/ coda. Konsep ini kurang benar. Seharusnya dijelaskan bahwa ada tiga unit yang sifatnya obligatory, yaitu orientation, complication, dan resolution dan ada dua jenis unit yang sifatnya pilihan atau optional, yaitu unit evaluasi dan coda. Konsep reorientasi yang dikenalkan ke siswa untuk teks jenis ini kurang berterima, dan tidak dikenalkannya unit evaluasi kurang melengkapi pemahaman siswa tentang unit wacana dari sebuah teks naratif. Selain itu, karena masing masing dari tiga unit yang menyajikan teks naratif ini mengenalkan tiga teks yang berbeda, yaitu dongeng, legenda, dan cerita rakyat, maka seharunya siswa juga diberi penjelasan karakteristik atau ciri ciri yang membedakan setiap variasi teks naratif tersebut. Aspek Tekstur Teks a. Kesalahan gramatika
Oleh karena itu, materi yang disajikan seharusnya bebas dari kesalahan olah bahasa, terutama yang berkaitan dengan struktur teks seperti yang dibahas di bagian di atas dan juga olah bahasa yang berkaitan dengan olah tata bahasa dan pemilihan kosa kata. Berkaitan dengan olah tata bahasa, draft buku ini masih menunjukkan salah konsep gramatika yang disajikan sebagai materi pembelajaran, dan beberapa kesalahan tata bahasa dalam beberapa kegunaan, seperti dalam instruksi pengerjaan tugas, dalam teks reading, dan dalam bagian yang lain.
Draft buku ajar ini disiapkan untuk materi pembelajaran Bahasa Inggris kelas X SMA/ MA.
49 diharapkan dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan modul tersebut seharusnya secara paralel berbentuk sama dan bentu gerund bisa menjadi pilihan yang lebih sesuai. Sebagai misal, sebuah modul dengan judul Let’s Talk about Self menawarkan keterampilan bahasa Asking for and giving information about oneself and family relationship, E mail and letters, dan language feature (grammar). Tiga materi ajar ini disajikan secara kurang konsisten dalam learning map nya. Menggunakan bentuk gerund untuk setiap subjudul materi akan membuat sajian tersebut lebih baik, yaitu menjadi Asking for and giving information about oneself and family relationship, Making E mail and letters, dan Understanding language feature (grammar). Bentuk yang paralel seperti ini akan lebih efektif secara gramatika dan konsekuensinya akan menyediakan makna secaral lebih jelas. Strategi ini juga harus diterapkan untuk sub sub materi di bawah masing masing tiga sub heading tersebut, yang disajikan dalam tabel di bawah ini. Bentuk Asli Bentuk Revisi
Listen to the dialogs and understand the contents. Listening to the dialogs and understanding the contents.
Read and understand the contents of e mails and letters. Reading and understanding the contents of e mails and letters. Identify the contents and structures of e mails and letters. Identifying the contents and structures of e mails and letters. Write e mails dan letters. Writing e mails dan letters.
Identify pronouns Identifying pronouns Draw conclusion about pronouns and how to Drawing conclusion about pronouns and how
Identify the expressions and language features of dialogs to ask for and give information about oneself. Identifying the expressions and language features of dialogs to ask for and give information about oneself. Make conclusion on how to ask for and give information about oneself. Making conclusion on how to ask for and give information about oneself.
Introduce oneself, spoken and written, accordingly. Introducing oneself, spoken and written, accordingly.
4. But none of them have been published.
50 use them. to use them. Use pronouns in dialogs, e mails and letters correctly. Using pronouns in dialogs, e mails and letters correctly. Bentuk gerund yang disajikan dalam kolom kanan tabel di atas membuat sajian learning map modul ini menjadi berstruktur paralel. Kualitas gramatika ini membuat sajian learning map itu menjadi lebih efektif dengan pesan yang lebih mudah dicerna bagi calon pengguna buku. Model perbaikan untuk learning map pada halaman pertama setiap modul ini bisa diterapkan untuk modul modul dari draft buku ajar Bahasa Inggris ini. Kesalahan gramatika yang berkaitan dengan bentuk gerund juga ditemukan dalam sajian materi reading teks, yaitu dua kalimat yang mengatakan: 1. I love correspondence.
4. I hope I’ll get a lot of benefits by correspondencing with her. Selain bentuk gerund, masih ada kesalahan minor yang ditemukan dalam draft buku ajar ini. Sebagai misal, masih ada kalimat yang mengalami kesalahan gramatika berkaitan dengan penggunaan konjungsi koordinatif. Seperti diketahui coordinating conjunction and, but, or, so itu digunakan untuk menggabungkan dua klausa sederhana dengan posisi selalu di antara dua klausa tersebut. Selain itu, aturan gramatika Bahasa Inggris juga menunjukkan bahwa konjungsi itu hanya digunakan dalam konstruksi kalimat majemuk atau kalimat kompleks.
2. I hope I’ll get a lot of benefits by corresponding with her Dua kalimat menjadi contoh dalam teks reading, sehingga kesalahan minor dari dua kalimat di atas sebaiknya diperbaiki menjadi 3. I love correspondencing.
2. ...Sifa is interested n becoming her friend. So, she decided to send an e mail to Cleopatra 3. I dream to make dramas in English. So, would you teach me how to learn and master English with British accent?
Berkaitan dengan aturan ini, dalam draft buku ajar Bahasa Inggris ini masih ditemukan beberapa kalimat sederhana yang diawali oleh sebuah konjungsi seperti yang disajikan dalam beberapa contoh di bawah ini.
9. What situation makes the senders write the cards?
Selanjutnya, berkaitan dengan pengaruh kebiasaan penggunaan Bahasa Indonesia terhadap konstruksi klausa Bahasa Inggris dalam draft buku itu, penulis juga menunjukkan terpengaruhnya gaya berbahasa untuk beberapa kalimat dalam materi teks bacaan. Dengan kata lain, ada beberapa kalimat yang konstruksi mental grammarnya itu bergaya Bahasa Indonesia, namun konstruksi itu tertulis dalam Bahasa Inggris. Dengan demikian , yang
Kalimat tanya sederhana ini digunakan penulis untuk stimulasi dengan teks bacaan pendek. Penggunaan konjungsi which yang sepertinya terjadi karena pengaruh kebiasan penggunaan kaidah Bahasa Indonesia membuat kalimat tanya tersebut menjadi kurang gramatikal, dengan demikian menghilangkan konjungsi tersebut dari posisinya di struktur itu akan justru membuat kalimat tersebut menjadi lebih efektif.
8. What situation which make the senders write the cards?
51 tiga contoh di atas menunjukkan penggunaan konjungsi so dan but yang mengawali sebuah kalimat sederhana. Sebuah contoh gramatika yang tidak efektif untuk digunakan sebagai modelling bagi calon pengguna buku ajar ini. Mengganti konjungsi so dengan therefore, dan but dengan however akan menjadi salah satu strategi yang dapat dilakukan editor dalam memperbaiki kesalahan gramatika jenis ini, menjadi misalnya.. 5. ...Sifa is interested in becoming her friend. Therefore, she decided to send an e mail to Cleopatra 6. I dream to make dramas in English. Therefore, would you teach me how to learn and master English with British accent? 7. However, none of them have been published. Jenis kesalahan lain yang berkaitan dengan konjungsi kasus kelebihan konjungsi dalam konstruksi kalimat. Aturan gramatika Bahasa Inggris menunjukkan bahwa konjungsi itu digunakan dalam konstruksi kalimat majemuk atau kalimat kompleks. Penggabungan dua klausa akan memerlukan sebuah konjungsi, sedangkan penggabungan tiga klausa akan membutuhkan dua konjungsi, dan seterusnya. Berkaitan dengan kaidah gramatika ini, ada sebuah konstruksi kalimat yang seharusnya berstruktur kalimat sederhana, namun penulis buku menyisipkan sebuah konjungsi di dalamnya. Penyisipan konjungsi pada struktur yang sebenarnya tidak memerlukan ini membuat konstruksi tersebut menjadi tidak efektif. Adapun konstruksi kalimat tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Karena kalimat di atas digunakan dalam sebuah teks berjenis recount untuk menyatakan sesuatu yang terjadi di masa lampau, maka pemilihan tense untuk kata kerjanya
52 keluar dalam teks bacaan itu adalah kalimat Bahasa Inggris yang bergaya Bahasa Indonesia. Dua kalimat di bawah ini bisa menjadi contoh kasus ini. 10. But it tends they break the traffic rules. 11. Those are for your own good.
Dua kalimat di atas memiliki kelemahan gramatika selain bergaya bukan Bahasa Inggris. Kalimat yang pertama diawali oleh sebuah konjungsi yang tidak efektif secara gramatika. Selain itu, bagian it tends menjadikan konstruksi ini terkesan seperti ekspresi Bahasa Indonesia yang diInggriskan. Penulis sebenarnya terkesan hendak mengatakan “Tapi cenderungnya mereka melanggar aturan lalu lintas” yang diInggriskan. Kondisi ini mengakibatkan konstruksi tersebut menjadi bergramatika Bahasa Inggris yang kurang efektif. Ekspresi yang lebih Inggris bisa dikatakan dengan konstruksi “However, they tend to break the traffic rules.” Sementara itu, kalimat kedua menunjukkan kesalahan di pemilihan kata good yang seharusnya goodness. Meskipun sudah diperbaiki secara gramatikal, namun ekspresi ini masih terdengan Indonesia. Bisa jadi dengan mengubah word order kalimat tersebut menjadai They are good for you., maka pesan akan tetap sama tersampaikan dengan style Bahasa Inggris. Adapun, dua kesalahan gramatika jenis terakhir adalah subject verb agreement dan penggunaan tense. Jenis kesalahan pertama adalah kesilapan penggunaan pronoun non referent yang dipasangkan dengan bentuk verba yang salah. Kata none of them adalah sebuah noun of phrase non referent yang bisa berfungsi sebagai Subject. Pronoun ini selalu dianggap singular, sehingga dia hanya perlu kata kerja/ verba singular juga. Dengan demikian, kalimat yang digunakan dalam buku itu But none of them have been published menunjukkan kelemahan grammar karena tidak aggreenya none of them dengan verba have. Kalimat tersebut seharunya diganti dengan However, none of them has been published Seperti kesalahan dengan konjungsi di awal kalimat, kalimat ini juga perlu penggantian kata but menjadi However dan perbaikan agreement antara subject orang ketiga tunggal dengan kata kerja ntuk predikatnya. Sementara itu, kesalahan gramatika terakhir adalah penggunaan bentuk simple present tense untuk teks recount yang seharunya diakomodasi oleh simple past tense. Contoh ini memberikan gambaran kesalahan itu. 12. I request her to become my penpal
Possessive
53 terlihat kurang efektif. Mengganti kata kerja tersebut dalam bentuk simple past tense akan membuat kalimat tersebut menjadi gramatikal. Draft buku ajar Bahasa Inggris ini juga menunjukkan kekurangan dan salah konsep gramatika yang disajikan sebagai materi pembelajaran. Bentuk yang pertama direpresentasikan oleh bagian Grammar Note untuk Chapter 1 pada halaman 6 buku ajar dengan penjelasan dan bagan pengenalan kata ganti atau pronoun. Bagian ini mengenalkan kata ganti atau pronoun Bahasa Inggris yang mengisi slot Subjek, slot Objek, dan kata ganti pemilik atau Possessive Pronoun yang dibagankan sebagai berikut.
Singular Plural
Singular Plural Subjective Objective Possessive Adjective Possessive Subjective Objective Possessive Adjective Possessive 1st person I me My mine we us Our ours 2nd person you you Your your you you Your your 3rd person he she it him her it His Her its his hers they them their theirs
Subjective Objective Subjective Objective sheheit himherit hershisits they them theirs Karena memang fokus materi ini ada pada pronoun, maka penulis buku tidak menyertakan perubahan bentuk possessive adjective yaitu kata my, your, his,her, its, our, dan their. Penyisipan bentuk bentuk ini dalam uraian materi ini sebenarnya akan sangat membantu para calon pengguna buku karena possessive adjective itu selalu disajikan satu paket dengan bentuk pronoun untuk menunjukkan kasus konjugasi atau perubahan bentuk kata ganti Bahasa Inggris. Lebih daripada itu, bentuk bentuk possessive adjective itu ternyata juga digunakan dalam teks teks yang digunakan contoh penjelasan gramatika ini. Selain itu ada salah konsep dalam contoh yang diberikan, kata its dalam tabel di atas dimasukkan dalam kolom possessive pronoun. Dengan demikian, revisi tabel dan uraian tentang perubahan bentuk kata ganti itu dapat dilakukan untuk bagian ini. Tabel kata ganti itu dapat disajikan sebagai berikut. Salah konsep materi yang kedua disajikan di Grammar Note untuk Chapter 4 di halaman 59. Penulis buku berusaha mengenalkan berbagai jenis Adjective yang bisa menjadi
Possessive 1st person I me mine we us ours 2nd person you you your you you your 3rd person
54 Modifier dalam Noun Phrase Bahasa Inggris. Konsep yang salah adalah ada satu jenis Adjective Material dengan contoh kata benda; dan konsep salah ini juga diulang dalam latihan pada bagian selanjutnya dengan contoh Noun Phrase yang memiliki kata benda sebagai Modifiernya. Bagan di bawah ini bisa memberikan penjelasan yang lebih rinci. Det Adjectives Noun opinion size shape age color origin material a the the nice pretty best yummy small little small slim circular new young blue white balinese african wooden sandy fruit statue girl beach pudding Karena Modifier yang dikenalkan hanya Adjective dan jenis jenisnya, maka kata fruit dalam kolom material menjadi salah konsep. Fruit adalah benda dan memang kata benda bisa menjadi Modifier untuk Head kata benda dalam Noun Phrase. Kesalahan konsep ini diulang dalam latihan identifikasi yang menampilkan kata benda sebagai Modifier dari Noun Phrase, padahal dalam materi contoh kata benda itu dinyatakan sebagai Adjective, dan tidak ada pengenalan kata benda atau noun sebagai Modifier dalam penjelasan materi. Adapun latihan identifikasi yang salah konsep adalah frase benda: beautiful large bamboo house, bubbling mud pit, steep winding stone road dengan kata benda bamboo, mud, dan stone sebagai modifier yang dianggap sebagai Material Adjective. b. Kesalahan Pemilihan Kosa Kata Draft buku ajar ini hanya beberapa permasalahan kosa kata yang ditemukan, yaitu permasalahan berkaitan dengan ejaan, dengan pemilihan kosa kata, dan juga pemilihan language function. Permasalahan dengan ejaan terjadi untuk judul bagian materi yaitu GAMMAR NOTE. Kehilangan huruf R dalam sub judul ini secara significant bisa mengurangi kualitas draft buku, karena meskipun hanya kekurangan satu huruf, sub judul ini muncul dalam setiap chapter dari draft buku. Kekurangan olah kosa kata kedua lebih berkait dengan masalah Semantik dari kata yang dipilih. Nama sekolah/ SMA yang digunakan secara imajiner baik dalam percakapan
55 maupun dalam teks bacaan, sebaiknya tidak menggunakan nama SMA negeri atau SMAN, apalagi dilengkapi dengan angka dan nama kota, seperti misalnya SMAN 2 BANDUNG, atau MAN 1 BANDAR LAMPUNG. Nama nama sekolah ini, meskipun sebenarnya imajiner, akan memiliki referent yang nyata. Untuk itu, maka sebaiknya nama nama sekolah itu hendaklah dipertimbangkan agar tidak memiliki referent. Kalau harus menggunakan sekolah negeri, buat angkanya yang kira kira di kota tempat sekolah itu belum ada, misalnya SMAN 12 Surakarta. Selain itu, bisa juga dibuat nama sekolah swasta yang imaginer dengan tetap diyakinkan nama sekolah itu tidak ada di kota yang digunakan sebagai setting peristiwa yang disajikan dalam teks reading. Namun demikian, pemilihan nama sekolah swastapun hendaklah dipilih yang bersifat akademis nama sekolah HARAPAN BANGSA, atau TUNAS BANGSA lebih akademis daripada HARAPAN JAYA nama yang terakhir lebih terkesan nama lembaga bisnis, misalnya dealer motor.
The exploitation of the word attach in that instruction is ineffective to send the message. Replacing it with the word post improves the effectiveness of the instruction to be The same error occurrs for the title of Chapter III, “Stating Intention”. Pragmatically the word intention represents the pragmatic force of an utterance. Looking at the contents of the material presented in this chapter, then such a word should be replaced by the word plan. “Stating a plan” is more representative for the chapter. Sementara itu, ada beberapa kata yang secara semantik kurang sesuai untuk digunakan dalam draft buku ajar ini. Salah satu instruksi dari sebuah latihan ditulis: "Attach your email and reply on the classroom wall magazine”. Pemilihan kata attach dalam instruksi tersebut dinilai kurang efektif untuk digunakan dalam instruksi tersebut. Mengganti kata attach dengan kata post akan memperbaiki pesan yang hendak disampaikan oleh instruk tersebut menjadi: “Post your e mail and reply on the classroom magazine”. Kasus yang hampir sama terjadi untuk judul Chapter III “Stating Intention”. Secara pragmatik, kata intenion merepresentasikan makna ilokusi dari sebuah tuturan; namun jika judul ini dikaitkan dengan isi materi chapter tersebut, maka judul tersebut akan lebih sesuai jika diganti dengan “Stating a plan” yang juga merepresentasikan sebuah makna ilokuis yang lebih sesuai dengan isi materi chapter ini. Selanjutnya, berkaitan dengan fungsi bahasa atau makna ilokusi yang ingin disajikan dalam draft buku ajar ini, ada dua penggunaan yang dipertimbangkan kurang sesuai dengan perilaku pragmatik bahasa Inggris dan atau dengan konteks interaksi yang dijadikan contoh. Dalam Dialog 3 halaman 8, sebuah tuturan "Hi Keiza, What are you buying?" digunakan untuk merepresentasikan sebuah greeting dalam bahasa Inggris. Pemilihan tuturan untuk
Aspek Moda Lain Selain dalam hal olah bahasa verbal, kekurang efektifan penyajian materi ajar dalam draft buku ajar bahasa Inggris itu juga direpresentasikan oleh olah bahasa gambar. Ada 3 jenis kelemahan yang belum dijamah oleh editor, yaitu gambar kover draft buku. Draft buku
lain berkaitan dengan konfigurasi konteks dari sebuah percakapan yang disajikan sebagai salah satu materi pembelajaran dalam Activity 9, Chapter I. Konteks yang mengantarkan sebuah percakapan itu adalah “Nadim and Tigor are at the canteen. They meet Firda, Nadim’s friend at Junior High School. Nadim is introducing her to Tigor.” Selanjutnya, sebuah percakapan menyajikan Nadim yang mengenalkan Firda (adjik kelas SMP) ke Tigor teman sekalas SMA nya. Di akhir percakapan, Nadim menawari diri untuk mentraktir Firda makan siang di kantin sekolah itu. Isi percakapan ini menjadi agak kurang efektif karena pengantar konteksnya mengatakan “Nadim and Tigor are at the canteen” ungkapan at the canteen ini tidak selalu berarti mereka sedang makan siang. Bisa jadi mereka berdua Nadim dan Tigor hanya sedang duduk duduk di kantin, atau bisa sedang ngobrol sambil berdiri di depan kantin, atau sedang melakukan tindakan lain selain makan siang di area kantin ini berkaitan dengan pemilihan makna prepositi at. Jika dengan membaca kalimat pengantar di atas imaginasi yang terbangun adalah Nadim dan Tigor sedang duduk duduk di area kantin, dan kemudian ketika Nadim ketemu Firda dia menawari dia makan siang dan Nadim yang bayar, maka kejadiannya akan terkesan aneh. Oleh karena itu, kalimat pengantar di atas bisa diperbaiki dengan menggantinya sebagai berikut: “Nadim and Tigor are having lunch at the school canteen. Jika mereka sedang makan siang di kantin dan kemudian menawarkan diri untuk berbuat baik kepada teman dengan membelikan dia makan siang, maka percakapan dan kalimat pengantarnya menjadi lebih berterima.
56 memberikan salam ini kurang sesuai dengan perilaku pragmatik dalam bahasa Inggris, karena mereka memiliki tuturan “Good morning, How are you ?, dan bentuk bentuk sejenisnya. Sementara itu ujaran “What are you buying?” ini justru sangat terkenan bahasa Jawa. Dengan kata lain, tuturan ini seperti terjemahan tuturan menyapa dari bahasa Jawa, “Tuku apa?” Seperti diketahui perilaku pragmatik penutur Jawa adalah menggunakan berbagai jenis tindak tutur untuk melakukan basa basi sebagai bentuk greeting, termasuk dengan cara bertanya (yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban) yang bagi penutur jati bahasa Inggris jika ada orang lain melakukan greeting kepadanya dengan bertanya ini akan membuat dia merasa kurang Permasalahannyaman.pragmatik
57 ajar bahasa Inggris ini diberi berjudul: ENGLISH LITERACY: English for SMA / MA Grade X. Namun demikian, beberapa siswa yang ditampilkan sebagai ilustrasi dalam halaman sampul terlihat mengenakan seragam yang terkesan lebih biru sebagai seragam siswa SMP dan bukan terlihat abu abu sebagai warna seragam siswa SMA di Indonesia. Sementara itu, kelemahan olah gambar kedua ditunjukkan oleh gambar pameran lukisan dalam Chapter II page 20 yang kuragn maksimal. Gambar dan setting situasi yang ditampilkan dalam gambar tersebut kurang alami untuk bisa membuat pembaca langsung menangkap dan memahami sebagai sebuah gambar pameran lukisan. Gambar lebih terlihat sebagai sebuah rumah besar dengan hiasan dan dekorasi banyak di lukisan di dinding. Kasus seperti ini juga terjadi untuk penyajian beberapa gambar. Selanjutnya, masalah olah gambar ketiga yang harus dipertimbangkan oleh penulis dan editor adalah penggunaan gambar yang diambil dari internet. Gambar gambar ini memang lebih bagus dan natural, tetapi harus dipertimbangkan hak cipta dari setiap gambar yang diambil dari internet ini.
58 Daftar Pustaka Cartledge, G. dan Kiarie, M.W. 2001. Learning Social Skills through Literature for Children and Adolescents. Dalam Teaching Exceptional Children, Vol. 34, No.2, pp. 40 47. Djatmika, 2012. Kualitas Olah Bahasa Anak Usia Sekolah Dasar dalam Kegiatan Bercerita: Sebuah Proses Pemerolehan Bahasa Anak. Metalingua Jurnal Penelitian Bahasa, Vol 10, No 2 Desember 2012. Djatmika, Khrisna, D.A., & Nuraeni, A. 2012. Systemic strategis to improve the readability of the English version of Indonesian children stories. KATA. Vol 14 No 2. Djatmika, Primasita, A.P., & Priyanto, A.D. (2011) Strategi Meningkatkan Kualitas Olah Bahasa Untuk Cerita Pendek Tulisan Siswa Sekolah Dasar Dengan Pendekatan Genre Based. Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra LINGUA, Vol 6 No 2, Agustus 2011 Djatmika, Wibowo, A.H., & Dewi, I.K. (2014). The Quality of English Translation Version of Bilingual Books of Physics and Social Science. Humaniora. Vol. 26. No. 3. Eggins, S. (1994). An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Pinter Publishers Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Pinter Publishers. Gerrot, L. & Wignell, P. (1995) Making Sense of Functional Grammar. Cammeray: AEE. Gerrot, L. dan Wignell, P. 1995. Making Sense of Functional Grammar. Cammeray: AEE. Halliday, M.A.K & Mathiessen, C. (2014). Halliday’s Introduction to Functional Halliday, M.A.K. (2004) An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold Halliday, M.A.K. 1994. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold. Nababan, M.R., Santosa, R., Budiharjo, B, & Dzakiria, H. (2016). Eliciting Genre Based Translation from Indonesian into English. Advanced Science Letters. 22 (12) 4444 (2010). Logika Wacana. Surakarta: UNS Press. Sharpe, L.T. & Gunther, I. 1997. Editing Fact and Fiction A Concise Guide to Book Editing. Cambridge: Cambridge University Press.
Santosa,4447.Riyadi