
3 minute read
Mengenal Mascarene High
FOKUS Mengenal MASCARENE HIGH
Variabilitas cuaca dan iklim di Indonesia merupakan topik kajian dan penelitian yang semakin hari semakin menarik. Sudah lama para ilmuwan, baik dari dalam maupun luar negeri mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas cuaca dan iklim Indonesia, mulai dari monsun, El Nino Southern Oscillation (ENSO), Madden Julian Oscillation (MJO), Indian Ocean Dipole Mode, cold surge, hingga arus lintas Indonesia. Terdapat salah satu fenomena alam yang mungkin belum banyak dikenal tetapi bisa berdampak siginfikan pada variabilitas cuaca dan iklim Indonesia, yaitu Mascarene high. Mascarene high merupakan wilayah sistem tekanan tinggi yang terletak di antara 25° LS – 35° LS dan 40° BT – 90° BT. Sistem ini disebut M ascarene high karena terletak dekat Kepulauan Mascarene di Lautan India bagian selatan. Kepulauan Mascarene sendiri terdiri dari tiga pulau utama yaitu Mauritius, Reunion, dan Rodrigues. Sistem tekanan tinggi Mascarene high terjadi sepanjang tahun (Gambar 1). Pada bulan Januari, sistem ini mempunyai tekanan udara rata-rata paling rendah yaitu di bawah 1022 hPa. Pusat sistem ini berada agak ke timur atau di sekitar 90° BT. Memasuki bulan April, Mascarene high berekspansi ke arah barat dengan pusat sistem bergeser sedikit ke daerah sekitar 80° BT. Pergerakan ke arah barat ini berlangsung hingga bulan Juli dan pusat Mascarene berada di sekitar 60° BT. Pada bulan Juli, Mascarene high mencapai puncaknya dengan tekanan udara rata-rata di atas 1024 hPa. Setelah bulan Juli, tekanan udara rata-rata di Mascarene high perlahan-lahan mengalami penurunan. Luas cakupan sistem ini berangsur-angsur mengecil dan pusat tekanan tinggi mulai bergerak ke arah timur kembali. Pada bulan Oktober, pusat Mascarene high berada di sekitar 75° BT dengan tekanan udara rata-rata di bawah 1024 hPa.
Advertisement
M a s c a r e n e h i g h t e l a h l a m a dihubungkan dengan variabilitas musim di berbagai wilayah. Seperti di India, Krishnamurty dan Bhalme (1976) menunjukkan bahwa hujan monsun minimum terjadi 9 hari setelah kejadian Mascarene high berintensitas tinggi. Mascarene high mempunyai pengaruh penting dalam variasi sirkulasi monsun musim panas di Asia Timur (Huang dkk., 1 989) . Variabilitas musim di Indonesia juga dipengaruhi oleh Mascarene high. Xue dkk. (2004) menunjukkan bahwa intensitas angin lintas ekuator di Indonesia cen d eru n g m en in g ka t seirin g d en g a n perkembangan M ascarene high. Dalam eksperimennya menggunakan model iklim global (GCM), Morioka dkk. (2015) menyebutkan pentingnya peran Mascarene high dalam memodulasi iklim Afrika Selatan. Sementara itu H a n d kk. (201 7) m en yebu tka n ba h wa Mascarene high beserta Australian high merupakan faktor paling signifikan yang berpengaruh pada variabilitas hujan di Cina Selatan.
Gambar 2. Tekanan udara rata-rata permukaan laut pada tanggal 18 Juli 2018 jam 21 UTC.

Selain berpengaruh pada variabilitas hujan, Mascarene high juga berpengaruh pada variabilitas ketinggian gelombang laut. Sebagai contoh, Gambar 2 menunjukkan posisi dan intensitas Mascarene high pada tanggal 18 Juli 201 8 jam 21 :00 UTC. Pada tanggal tersebut, intensitas Mascarene high sedang memuncak dengan tekanan permukaan laut melebihi 1030 hPa. Pada saat yang sama, ketinggian gelombang laut di pantai Selatan Jawa terutama Yogyakarta dan sekitarnya mencapai 7 m atau lebih (Gambar 3).
Gambar 3. Ketinggian gelombang laut di laut selatan wilayah Indonesia mencapai ketinggian hingga 8 m pada tanggal 18 Juli 2018.

Ketinggian gelombang laut yang ekstrem ini berdampak pada rusaknya infrastruktur Pelabuhan Sadeng (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan beberapa perahu nelayan. Setelah intensitas Mascarene high menurun, ketinggian gelombang laut di pantai selatan Jawa juga berangsur-angsur normal. Variabilitas ketinggian gelombang di pantai selatan Jawa itu sendiri tidak langsung disebabkan oleh Mascarene high, tetapi oleh adanya pusat tekanan tinggi di sebelah barat Australia yang disebut dengan Australian high. Perkembangan Australian high ini dipicu oleh perkembangan Mascarene high dengan jeda waktu antara 5 sampai 10 hari (Xue dkk., 2004). Penelitian tentang pengaruh Mascarene High terhadap variabilitas cuaca dan iklim di Indonesia belum banyak dilakukan. Artikel pendek ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi para peneliti di Indonesia, khususnya peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN, untuk mengkaji hal ini secara lebih mendalam.
(Penulis: Suaydhi) FOKUS