
5 minute read
Inventori Hujan dan Banjir di Kota dan

Inventory hujan dan banjir di Kota dan Kabupaten Bandung
Advertisement
Proses kondensasi (perubahan fasa air dari bentuk gas ke bentuk cair), presipitasi (proses terjadinya hujan) dan gerakan medan awan merupakan komponen esensial dalam siklus air (hidrologi) di planet bumi kita. Komponen penting lainnya dari siklus air ini adalah limpasan air permukaan, limpasan salju cair ke sungai dan aliran sungai itu sendiri. Jika daya dukung sungai sudah melebihi kapasitas maksimalnya, maka terjadilah banjir.
Untuk dapat memberikan gambaran yang benar tentang karakter hujan di suatu daerah maka harus dilakukan pengukuran dan pengamatan (inventory) dalam rentang waktu yang lama. Para peneliti dan para ahli Sains Atmosfer biasanya menggunakan rentang (skala waktu) klimatologis (30 tahun) ataupun skala waktu yang lebih lama, misalnya sentenial (ratusan tahun). Bulan Maret (secara lengkapnya adalah bulanbulan Nopember sampai April), merupakan waktu dengan akumulasi hujan bulanan yang tinggi untuk wilayah Bandung, berdasar hasil pengolahan data hujan observasi in-situ (permukaan) dalam rentang klimatologis (30 tahun) dari 1981 –2010, maupun dalam rentang sentenial (seratus tahun lebih) dari Januari 1901 –Desember 2016, sebagimana ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut, Dari Gambar 1 di atas, terlihat bahwa baik secara klimatologis maupun sentenial, hujan di Bandung memiliki nilai akumulasi tertinggi pada bulan-bulan Maret dan Nopember. Hal penting yang dapat kita ambil dari kenyataan ini adalah, kita perlu lebih waspada terhadap datangnya bencana banjir pada bulan-bulan tersebut (Maret dan Nopember) yang tentunya akan memberikan dampak lebih besar dibanding pada bulan-bulan lainnya. Pola hujan seperti yang terdapat dalam Gambar 1 di atas (yang memiliki dua puncak hujan dan satu lembah hujan dalam satu tahunnya) disebut sebagai pola hujan ekuatorial. Faktor utama penyebab suatu wilayah memiliki pola hujan ekuatorial
adalah adanya pergerakan semu matahari dalam setiap tahunnya yang bergerak dari posisi Tropic of Cancer (23,5 °LU pada 22 Juni) yang bersesuaian dengan musim panas Belahan Bumi Utara (Northern Summer Soltice) bergerak ke selatan, sampai ke 0 °LU/°LS pada 21 Maret, terus bergerak ke selatan lagi sampai pada posisi Tropic of Carpricorn (23,5 °LS pada 22 Desember) yang bersesuaian dengan musim dingin Belahan Bumi Utara (Northern Winter Soltice), kemudian berubah arah menuju utara dan sampai ke 0 °LU/°LS pada 23 September, terus bergerak ke utara lagi sampai pada posisi Tropic of Cancer
Gambar 1. Pola akumulasi hujan bulanan di Bandung Januari 1901 - Desember 2016.

(23,5 °LU pada 22 Juni) lagi. Namun, jika dicermati dengan lebih seksama, pola hujan seperti di atas adalah pola hujan monsunal, yang memiliki satu nilai puncak hujan dan satu lembah nilai hujan (uni moda) dalam setiap tahunnya. Nilai akumulasi hujan bulanan yang tinggi secara umum terjadi pada bulan Nopember sampai April, dan dikenal masyarakat awam sebagai musim hujan. Sedang akumulasi hujan bulanan yang rendah secara umum terjadi pada bulan Mei sampai Oktober, yang dikenal masyarakat awam sebagai musim kemarau. Faktor utama penyebab terjadi pola
Gambar 2. Pola kecenderungan hujan bulanan di Bandung Januari 1901 - Desember 2016


Gambar3. Frekuensi kejadian banjir bulanan perioda 2003 –2012 di Kabupaten dan Kota Bandung (6,69 –7,31°LS; 107,19 –107,93°BT)
hujan monsual adalah karena adanya pengaruh fenomena monsun Asia dan monsun Australia yang secara bergantian mempengaruhi variabilitas musiman curah hujan di daerah Bandung ini. Hasil ini analog dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti lain, yang menyatakan bahwa Bandung adalah area monsun dengan indeks monsun 64%, yang dihitung dari frekuensi angin utama bulan Januari dan Juli. Adapun pola kecenderungan hujan di Bandung dalam pengamatan selama seratus tahun lebih ini disajikan dalam Gambar 2. Dari Gambar 2 secara umum dapat diungkapkan bahwa baik dalam rentang yang lama/panjang (sentential 1901- 2016) yang berbasis observasi permukaan, curah hujan di Bandung (6,53 °LS; 107,36 °BT) secara linier menunjukkan kecenderungan naik, yang dinyatakan dalam persamaan regresi linier y = 0.0503x + 130.73. Hal ini kemungkinan karena adanya fenomena pemanasan (kenaikan suhu udara permukaan) global yang secara nyata memiliki pengaruh langsung (simultaneously , δt=0) atau tertunda (lag time, δt≠0) dengan perilaku/pola curah hujan di wilayah Bandung.
Dalam kaitannya dengan kejadian banjir, untuk kurun waktu yang lebih pendek (10 tahun, dari Januari 2003 –Desember 2012), ternyata
Gambar 4. Frekuensi kejadian banjir tahunan perioda 2003 –2012 di kabupaten dan kota Bandung (6,69 –7,31°LS; 107,19 –107,93°BT)
wilayah kabupaten dan kota Bandung memiliki sebaran kejadian banjir bulanan yang bervariasi, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3.
Sedang jika kita lihat sebaran kejadian banjir tahunannya, maka tahun 2010 merupakan waktu yang memiliki jumlah kejadian banjir yang paling banyak (69 kejadian banjir) dan tahun 2006 merupakan waktu yang memiliki jumlah kejadian banjir yang paling sedikit (2 kejadian banjir) untuk wilayah kabupaten dan kota Bandung (6,69 –7,31°LS; 107,19 –107,93°BT), sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4 berikut.
Jumlah kejadian banjir yang paling banyak (69 kejadian banjir) di kabupaten dan kota Bandung pada tahun 2010 ini, kemungkinan juga disebabkan adanya sumbangan pengaruh fenomena global La-Niña yang terjadi pada tahun 2010 tersebut. Telah kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2010 terjadi La-Niña yang

Gambar 5. Ragam kategori kejadian El-Niño dan LaNiña (dinyatakan dalam indeks ONI) dalam rentang Januari 1950-Maret 2017

kuat (memiliki indeks ONI = -1,4), sebagimana disajikan dalam Gambar 5.
Untuk kasus tahun 2016, akibat dari intensitas ataupun akumulasi hujan yang tinggi dalam kategori deras/lebat, maka di bulan Maret 2016 terjadi banjir di beberapa wilayah Bandung selatan (Ranca Ekek, Baleendah dan Dayeuhkolot). Jumlah korban mengungsi akibat kejadian banjir secara total dalam tahun 2016 adalah sebanyak 22.394 jiwa, dan 1 orang meninggal dunia. Total kejadian banjir sebanyak 31 kejadian, yang terinci dalam 9 kejadian banjir di musim kemarau (perioda bulam Mei sampai Oktober) dan 22 kejadian banjir di muism penghujan (Nopember sampai April). Salah satu hal yang menarik perhatian, jumlah korban mengungsi tertinggi terjadi pada kejadian banjir 13 Maret 2016 (14.340 jiwa) di kabupaten Bandung, dan korban meninggal dunia (1 orang) terjadi pada kejadian banjir 24 Oktober 2016 di kota Bandung. Hal ini kembali mengisyaratkan adanya hubungan yang erat antara akumulasi hujan yang tinggi dengan terjadinya event banjir yang besar di kabupaten dan kota Bandung. Sumber gambar : http://2.bp.blogspot.com/-RBL-Al4O3s/VO8GfQUdXqI/AAAAAAAAAgM/UM-aq_FVBhM/s1600/akses-jalan-terendambanjir-di-baleendah-kabupaten-bandung-_140303152708-574.jpg

(Penulis : Arief Suryantoro, Peneliti PSTA, ariefsurya61@gmail.com)