9 minute read

HIGHLIGHT : Perubahan Iklim : Penyebab,Dampak dan Antisipasi

Next Article
KUIS

KUIS

Perubahan Iklim: Penyebab, Dampak, dan Antisipasi

Baik langsung maupun tidak langsung makhluk hidup selalu berinteraksi dengan iklim. Interaksi mengandung pengertian hubungan dua arah antara iklim yang mempengaruhi makhluk hidup dan kegiatan makhluk hidup terutama manusia yang berdampak pada iklim. Adanya iklim, makhluk hidup mendapatkan air, makanan serta udara yang sejuk dan nyaman. Sebaliknya, iklim yang tidak bersahabat juga akan menyengsarakan makhluk hidup. Cuaca dan iklim adalah 2 hal yang berbeda. Cuaca mendeskripsikan kondisi udara pada suatu daerah melalui temperatur, hujan, kelembapan, angin, dan faktor lainnya. Iklim biasanya didefinisikan sebagai kondisi cuaca pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang lama. Pola iklim tidak selamanya tetap, kadangkala iklim bersahabat, tetapi di lain waktu iklim mengalami anomali atau penyimpangan dari kondisi normal. Perubahan iklim diartikan sebagai berubahnya unsur iklim (suhu udara, curah hujan, kelembapan udara, tekanan udara, arah dan kecepatan angin) selama kurun waktu yang relatif panjang.

Advertisement

dua, yaitu sumber alami dan antropogenik. Proses kondisi tahun normal.

perubahan iklim karena sumber alami biasanya memakan waktu yang lebih pendek daripada sumber antropogenik. Banyak dari kita yang selalu menyalahkan adanya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sebagai

penyebab perubahan iklim. Padahal perubahan iklim

dapat memiliki umpan balik positif (pendinginan

atmosfer) dan atau umpan balik negatif (pemanasan atmosfer atau sering disebut sebagai pemanasan

global). Gas rumah kaca baik yang dihasilkan alami atau

antropogenik dalam proses perubahan iklim berperan

memanaskan atmosfer, sedangkan aerosol yang berasal dari polutan udara (sumber alami maupun antropogenik) sebagai pendingin atmosfer. Udara yang termasuk gas

rumah kaca adalah karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen monooksida (N 2 O), ozon (O 3 ) troposfer, dan kelompok klorofluorokarbon (CFCs). Udara yang termasuk aerosol adalah senyawa sulfat. Sumber antropogenik penyebab perubahan iklim

Terdapat 9 sumber antropogenik sebagai penyebab perubahan iklim yang berhasil penulis identifikasi. Sumber-sumber tersebut diantaranya, mencakup perubahan tata guna lahan, pertanian padi lahan sawah, peternakan, pembersihan lahan sisa penebangan pohon di hutan, industrialisasi, penggunaan bahan perusak ozon (BPO) pada mesin pendingin, lingkungan yang kotor, banjir, dan transportasi. Perubahan tata guna lahan yang dilakukan manusia secara tidak langsung mengubah iklim walaupun dalam skala mikro. Iklim terbentuk karena fungsi dan interaksi dari atmosfer dengan kondisi litosfer (lingkungan batuan), biosfer (lingkungan makhluk hidup), dan hidrosfer (lingkungan perairan). Perubahan tata guna lahan akan mengubah litosfer, hidrosfer, dan biosfer

Sumber alami penyebab perubahan iklim Sumber alami penyebab perubahan iklim berasal dari letusan gunung api yang dasyat dan adanya kolam panas yang bergeser ke arah Timur Samudera Pasifik (penyebab El Niño atau La sehingga iklim yang berubah. Perubahan tata guna lahan dari lahan gambut tergenang menjadi areal perkebunan kelapa sawit akan melepaskan emisi CH 4 yang besar ketika lahan gambut dikeringkan. Metan adalah gas rumah kaca yang berperan besar dalam pemanasan atmosfer. Sumber emisi CH 4 yang lain adalah Perubahan iklim sebenarnya merupakan kejadian alami yang lalu

Niña). Letusan gunung api yang dasyat seperti gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada 10 April 1815 menyebarkan debu aerosol sampai ke benua Eropa dan daratan Amerika Utara. Dampak dari letusan gunung Tambora setahun kemudian adalah berupa iklim yang berubah pada tahun 1816. Tahun tersebut merupakan tahun tanpa musim panas di benua Eropa dan sekitarnya. Kejadian yang sama di tahun 1982 ketika letusan gunung El Chichon (Chili) dan letusan gunung Pinatubo (Philipina) di tahun 1991. Dampak letusan ke dua gunung api itu adalah perubahan iklim berupa pendinginan atmosfer (penurunan suhu udara) selama beberapa tahun. Pendinginan atmosfer terjadi karena debu aerosol berperan sebagai inti kondensasi berpotensi mendinginkan atmosfer. Debu aerosol dari letusan gunung api banyak menyerap radiasi matahari sehingga intensitas radiasi matahari ke permukaan menjadi berkurang dan sebagai inti kondensasi. Fenomena El Niño dan La Niña sering diidentikan dengan perubahan iklim. Saat tahun El Nino, kolam panas (warm pool) yang seharusnya berada di sekitar wilayah Indonesia bergeser ke arah Timur Samudera Pasifik sehingga Indonesia mengalami musim kemarau yang lebih panjang dari kondisi tahun normal. Sebaliknya saat La Niña, Indonesia mengalami musim pertanian padi lahan sawah, kotoran dari hewan ternak sapi, lingkungan perairan yang tergenang (parit, waduk, danau, dataran yang sering terkena banjir) dan timbulan sampah. Sumber antropogenik penyebab perubahan iklim lainnya yang berasal dari polutan udara adalah industrialisasi, transportasi, dan pembersihan lahan sisa penebangan pohon di hutan. Industrialisasi menghasilkan gas rumah kaca dan aerosol. Pabrik mesin pendingin menggunakan kelompok CFCs untuk bahan pendinginnya dan hampir sebagian besar pabrik industri kimia menghasilkan emisi sulfat. Sektor transportasi (terutama kendaraan bermotor berbahan bakar solar) dengan kondisi frekuensi macet yang tinggi dan kebakaran hutan yang disebabkan oleh pembersihan lahan sisa penebangan pohon menghasilkan polutan udara berupa aerosol yang dilepas ke atmosfer.

Perubahan iklim sebenarnya merupakan kejadian alami yang lalu dipercepat dengan kegiatan kesengajaan oleh manusia (antropogenik). Kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara tidak disengaja menghasilkan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca serta aerosol ke atmosfer, sedangkan perubahan iklim secara alami, seperti dampak letusan gunung api, bertujuan untuk keseimbangan alam. dipercepat dengan kegiatan kesengajaan oleh manusia (antropogenik).

Gas rumah kaca diperlukan Bumi untuk

meningkatkan suhu. Tanpa gas rumah kaca, Bumi sangat dingin dan tidak dapat dihuni. Adanya konsentrasi gas rumah kaca, Bumi menjadi hangat. Saat

ini keberadaan konsentrasi gas rumah kaca sudah terlalu

tinggi sehingga bukan kehangatan yang diperoleh

makhluk hidup di Bumi, tetapi pemanasan yang dirasakan. Kondisi gas rumah kaca antara dahulu dan kini telah berubah, baik dari jenis, sumber emisi, maupun

komposisinya. Dahulu gas rumah kaca hanya terbatas

pada jenis karbondioksida (CO 2 ) sebagai hasil dari pernafasan makhluk hidup, tetapi kini CO 2 juga dilepaskan oleh kendaraan bermotor dan industri. Dahulu gas CO 2 di atmosfer menempati porsi konsentrasi 330 ppm, tetapi kini konsentrasinya telah

melebihi dari 330 ppm. Jenis gas rumah kaca juga bertambah. Kalau sebelumnya hanya dari jenis CO 2 , saat ini mendapat tambahan dari metana (CH 4 ) dan dinitrogen monooksida (N 2 O). Sumber emisi gas rumah kaca juga berubah. Sebelumnya emisi CH 4 hanya dihasilkan oleh sumber lahan tergenang alami, seperti rawa dan danau, tetapi kini dengan semakin buruknya kebersihan lingkungan,

emisi CH 4 dilepaskan oleh parit yang tergenang dan dataran yang tergenang karena banjir. Tidak itu saja,

emisi CH 4 juga bertambah dengan semakin luasnya lahan sawah yang ditanami padi sebagai sumber pangan hampir seluruh masyarakat dunia. Pertanian padi lahan

sawah adalah salah satu sumber emisi CH 4 buatan karena secara disengaja dilakukan manusia untuk

memenuhi kebutuhan beras (pangan). Nilai potensi pemanasan global (Global Warming Potential; GWP) CH 4 ini lebih besar (23 kali) daripada CO 2 .

Dahulu ozon (O 3 ) hanya ditemui di stratosfer (lapisan ke dua atmosfer bumi), tetapi kini dengan

beroperasinya kendaraan bermotor dan industri, O 3 telah ditemui di troposfer (lapisan pertama atmosfer bumi) sebagai gas rumah kaca dan O 3 di permukaan sebagai polutan udara. Baik konsentrasi O 3 di troposfer maupun di permukaan, keduanya mempengaruhi

perubahan iklim. Tidak itu saja kalau dahulu gas rumah kaca berasal dari reaksi kimia alami, tetapi kini gas rumah kaca juga berasal dari reaksi kimia sintetis hasil olahan pabrikan seperti CFCs. Gas rumah kaca hasil reaksi proses sintetis memiliki GWP lebih besar jika dibandingkan dengan jenis gas rumah kaca reaksi alami. matahari semakin besar intensitasnya memasuki bumi. Akibatnya adalah suhu bumi menjadi naik. Selain pemanasan global, perubahan iklim yang lain adalah dalam bentuk pendinginan global.

Dampak perubahan iklim dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pemanasan global dan atau pendinginan global. Jika pemanasan global yang terjadi, maka suhu bumi akan naik dan akan berdampak pada pencairan gletsyer (salju) di kutub-kutub bumi. Penambahan massa air akan menambah ketinggian muka laut yang akan mempengaruhi ekosistem daerah pesisir serta pantai.

Kenaikan suhu juga akan memperbesar evaporasi yang merupakan materi dasar untuk pembentukan awan. Evaporasi yang terus-menerus tanpa adanya pendinginan dapat menghasilkan hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang relatif pendek (musim penghujan menjadi pendek). Ketidaksiapan dan kerusakan lingkungan di permukaan akan mengakibatkan banjir besar. Jika pendinginan global yang terjadi, maka suhu bumi menjadi turun dan akan berdampak pada musim penghujan dan musim dingin yang lebih panjang. Pendinginan atmosfer yang ekstrem dan berlangsung lebih lanjut akan mengakibatkan matinya jaringan listrik dan komunikasi.

Antisipasi Perubahan Iklim

Baik pemanasan global maupun pendinginan global adalah dua bentuk perubahan iklim yang harus diantisipasi. Menanggulangi dampak perubahan iklim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi dilakukan dengan cara mengurangi sumber emisi gas rumah kaca hasil antropogenik penyebab pemanasan global dan atau aerosol hasil antropogenik penyebab pendinginan global, sedangkan adaptasi dilakukan dengan cara menyesuaikan diri jika terjadi perubahan iklim. Usaha mitigasi skala kecil dapat dilakukan dari diri sendiri kemudian ditularkan kepada tetangga sekitar atau teman sekantor. Usaha mitigasi yang dapat dilakukan perorangan, pertama adalah mengurangi pola hidup konsumerisme. Kedua menggunakan barangbarang yang sifatnya refill (isi ulang). Pola hidup konsumtif dan menggunakan barang yang sifatnya bukan refill akan banyak menghasilkan sampah. Ketiga, mengelola sampah secara efisien dan efektif. Sampah

Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah akibat dari pemanasan global dan atau pendinginan global. Pemanasan global adalah akibat dari meningkatnya konsentrasi gas rumah

kaca. Semakin banyak gas rumah kaca, maka semakin

banyak konsentrasi O 3 yang bereaksi dengan gas rumah kaca tersebut, akibatnya konsentrasi O 3 di stratosfer berkurang. Lubang ozon sebenarnya adalah istilah untuk menyatakan penurunan konsentrasi O 3 di stratosfer. Adanya lubang O 3 mengakibatkan radiasi ultra violet dari

Kondisi gas rumah kaca antara dahulu dan kini telah berubah, baik dari jenis, sumber emisi, maupun komposisinya.

adalah sumber emisi CH 4 , mengakibatkan genangan air di parit dan penyebab banjir. Keempat dengan menanam tumbuhan sebagai penyerap CO 2 baik di dalam pot atau di atas tanah.

Usaha mitigasi skala menengah atau komunal

dapat dilakukan pada tingkat RT (Rukun Tetangga) atau RW (Rukun Warga). Mitigasi skala komunal dapat dilakukan dengan pembuatan instalasi biogas untuk

septic tank rumah tangga yang akan mengurangi emisi

CH 4 dan mengembangkan diversitas energi. Pada lokasi peternakan sapi harus dibuat instalasi biogas.

Mitigasi skala besar dapat dilakukan dengan mengurangi perubahan tata guna lahan yang dapat

berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca dan atau

aerosol. Pada sektor pertanian, mitigasi dapat dilakukan dengan mengubah makanan pokok nasi (dari beras/tanaman padi) ke makanan pokok lain yang dari

sisi produksi tidak menghasilkan emisi CH 4 atau dengan budidaya tanam padi yang sedikit mengemisikan CH 4 . Pada industri seharusnya dilakukan proses penurunan emisi sulfat (fuel gas desulphurization; fgd) dan menggunakan freon (zat pendingin) yang bukan CFC

atau bukan Bahan Perusak Ozon (BPO). Pada sektor kehutanan, pembersihan sisa penebangan jangan dilakukan dengan membakarnya yang dapat berakibat kawasan yang bukan sasaran pembersihan juga ikut terbakar.

Mitigasi pada sektor transportasi dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan mobil pribadi yang beralih ke moda transportasi yang bersifat mass rapid transport (MRT) dan transportasi berbasis on line. MRT dan transportasi on line akan mengurangi polutan udara dengan cara mengurangi kemacetan karena beroperasi sesuai pesanan.

Adaptasi dalam mengantisipasi perubahan iklim juga dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, komunal, dan skala besar. Budaya penggunaan hemat air, energi listrik, dan mengubah makanan pokok dari nasi yang berasal dari beras ke bahan pangan lain dapat dilakukan perorangan dari sekarang. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan diri secara bertahap jika perubahan iklim terjadi (ketersediaan air dan energi listrik yang kurang), maka kita akan siap.

Pada skala komunal, adaptasi terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan membangun komunitas tanggap perubahan iklim. Komunitas ini dapat mencakup sektor pertanian, peternakan, dan perikanan (nelayan). Komunitas ini akan siap jika terjadi perubahan iklim atau pergeseran musim penghujan, maka untuk para petani harus menyesuaikan jenis tanaman yang ditanam. Program asuransi pertanian harus dikembangkan oleh pemerintah untuk memproteksi para petani sehingga jika panen gagal, maka petani masih mendapat penghasilan dari klaim asuransi tersebut. Asuransi pertanian tidak saja untuk petani lahan sawah, tetapi juga petani keramba jaring apung yang sering mengalami gagal panen karena cuaca yang berubah mendadak. ***

(Penulis : Lilik S. Supriatin, Peneliti Perubahan Iklim, PSTA, lilik_lapan@yahoo.com)

Sumber gambar : https://c1.staticflickr.com/8/7131/7751737644_aa41b07d56_b.jpg

This article is from: