4 minute read

Perubahan Iklim di Perairan Laut Indonesia

Secara alamiah, gas rumah kaca berfungsi menyerap radiasi matahari di atmosfer sehingga suhu permukaan bumi menjadi lebih hangat dan layak untuk dihuni oleh manusia. Jika di atmosfer tidak terdapat gas rumah kaca, maka suhu permukaan bumi menjadi 33 O C lebih dingin daripada suhu saat ini. Ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai gas rumah kaca yaitu karbondioksida (CO 2 ), dinitro oksida (N 2 O ), metana (CH 4 ), sulfurheksaflorida (SF 6 ), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs).

Sejak revolusi industri yang dimulai sekitar tahun 1850, jumlah gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer mengalami kenaikan. Dari ke-6 jenis gas rumah kaca tersebut, CO 2 adalah kontributor utama penyebab pemanasan global. Data konsentrasi CO 2 global dari tahun 1980-2014 menunjukkan kenaikan seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Kenaikan konsentrasi CO 2 di atmosfer menyebabkan jumlah radiasi yang terperangkap di atmosfer semakin meningkat. Meningkatnya jumlah radiasi yang terperangkap di atmosfer akan mengakibatkan pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim. Pemanasan global ditandai dengan kenaikan suhu global seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Dampak dari kenaikan suhu bumi antara lain meningkatnya penguapan, berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara. Menurut Susandi (2008), dampak-dampak yang ditimbulkan akibat perubahan iklim antara lain meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim, pergeseran musim dan perubahan pola hujan, kenaikan muka laut serta mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati. Jika Indonesia dan negara lainnya tidak melakukan upaya apapun untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, maka diperkirakan pada tahun 2070 tinggi muka laut akan mengalami kenaikan sekitar 60 cm.

Advertisement

Perubahan iklim tidak saja terjadi di darat, tetapi juga terjadi di perairan laut Indonesia. Indikator perubahan iklim di perairan atau laut ditandai dengan perubahan suhu permukaan laut (SST; sea surface temperature) dan konsentrasi klorofil-a. Suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a mempunyai peranan yang sangat penting dalam interaksi antara laut dan atmosfer. Variasi antar tahunan suhu permukaan laut dari tahun 1986-2015 di beberapa wilayah perairan Indonesia ditunjukkan pada Gambar 3. Variasi antar tahunan suhu permukaan laut menunjukkan adanya kenaikan

320 340 360 380 400 Konsentrasi CO2 (ppm)

300

Gambar 1. Tren kenaikan konsentrasi CO 2 global dari tahun 1980- 2014. (Sumber: Martono, 2016)

Gambar 2. Tren kenaikan suhu global (Sumber: http://www.ucsusa.org/ten-signs-global-warming-and-climatechange-are-happening#.Wgv8UUqWaM8)

maupun penurunan. Kenaikan dan penurunan suhu

permukaan laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh

kejadian ENSO dan Indian Ocean Dipole. Suhu permukaan laut akan turun pada saat terjadi El Niño atau Indian Ocean Dipole fase positif, sebaliknya suhu

permukaan laut akan naik pada saat terjadi La Niña atau

Indian Ocean Dipole fase negatif. Secara umum, suhu

permukaan laut di perairan Indonesia menunjukkan tren kenaikan. Dalam rentang waktu 30 tahun terakhir kenaikan rata-rata suhu permukaan laut di perairan Indonesia mencapai 0,5 O C. Kenaikan suhu permukaan

laut di masing-masing perairan di Indonesia berbedabeda seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 3. Variasi antar tahunan suhu permukaan di beberapa wilayah perairan Indonesia (Sumber: Martono, 2016)

Tabel 1. Tren kenaikan suhu permukaan laut dari 1986-2015

No Lokasi Kenaikan ( O C)/ 30 tahun

1 Laut Selatan Jawa 0.51 2 Laut Timor 0.36 3 Laut Arafura 0.39 4 Laut Jawa 0.48 5 Laut Flores 0.51 6 Laut Banda 0.48 7 Selat Karimata 0.42 8 Selat Makasar 0.48 9 Laut Maluku 0.60 10 Laut Natuna 0.45 11 Laut Sulawesi 0.60 12 Laut Halmahera 0.66 (Sumber: Martono, 2016)

Variasi antar tahunan konsentrasi klorofil-a dari tahun 2003-2014 di beberapa wilayah perairan ditunjukkan pada Gambar 4. Variasi antar tahunan menunjukkan terjadinya fluktuasi kenaikan maupun penurunan. Fluktuasi antart tahunan yang tinggi ini adalah akibat dampak dari kejadian ENSO dan Indian Ocean Dipole. Berbanding terbalik dengan suhu permukaan laut, pada saat terjadi El Niño atau Indian Ocean Dipole fase positif konsentrasi klorofil-a mengalami kenaikan, tetapi sebaliknya mengalami penurunan ketika terjadi La Niña atau Indian Ocean Dipole fase negatif. Kecuali di Laut Sulawesi, Selat Makasar dan Laut Halmahera hingga utara Papua, konsentrasi klorofil-a mengalami kenaikan. Tren kenaikan dan penurunan konsentrasi klorofil-a di masing-masing perairan berbeda-beda seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tren kenaikan dan penurunan konsentrasi klorofil-a dari 2003-2014

Lokasi Kenaikan (mg/m 3 per tahun) penurunan (mg/m 3 per tahun) Perairan sebelah Barat Sumatera Utara -0.011 Perairan sebelah Barat Sumatera Selatan -0.004 Perairan Selatan Bali - Sumbawa -0.009 Perairan Selatan Jawa -0.008 Laut Arafura -0.062 Laut Banda -0.006 Laut Flores -0.002 Laut Jawa -0.02 Laut Sulawesi 0.003 Laut Halmahera –Utara pulau Papua 0.013 Selat Makasar 0.007 Selat Karimata -0.018 (Sumber: Martono, 2016)

Gambar 4. Variasi antar tahunan konsentrasi klorofil-a di beberapa wilayah perairan Indonesia (Sumber: Martono, 2016)

(Penulis : Martono, Peneliti PSTA, mar_lapan@yahoo.com)