5 minute read

KISAH MASA KECIL

  • Anies kecil tumbuh di kampung Gang Grompol, Karangwuni, Jalan Kaliurang, Sleman. Kampung masa kecil Anies kini telah menjadi kawasan perkotaan yang sibuk dan padat. Berbeda sekali dengan dulu saat Anies masih kanak-kanak. Kawasan ini sangat sepi bahkan belum ada jaringan listrik. Warga di Karangwuni masih menggunakan lampu sentir dan petromaks untuk penerangan di malam hari. Anies dan orang tuanya juga merasakannya, mereka membaca dan belajar di malam hari dengan penerangan lampu sentir dan petromaks. Baru ketika Anies menjelang naik kelas 3 SD, jaringan listrik terpasang. Mereka punya kenangan khusus tentang masa itu yaitu TV hitam-putih 15 inch yang listriknya dari aki.

  • Ayah dan Ibunya adalah dosen yang sehari-harinya menggunakan vespa ke kampus. Di sela waktu kerja, ayahnya menjemput Anies di TK Masjid Syuhada tapi tidak langsung diantar pulang. Anies ikut ke kantor atau ruang kuliah karena ayahnya masih mengajar hingga siang. Sejak SD, Anies bersepeda ke sekolahnya di Sekip, sekitar 1,3 km dari rumahnya.

  • Ibunda Anies sering dipanggil ke sekolah, karena di kelas 1 dan 2 SD, Anies sering berkelahi dengan temannya. Anies sendiri tidak ingat sebabnya, tapi yang jelas dia sangat mengidolakan Muhammad Ali, petinju legendaris yang pada masa itu luar biasa populer. Efeknya, dia sering bertinju dengan temannya.

  • Keluarga Anies tinggal dekat kampus yang berjarak sekitar 750 m dari Gedung Pusat UGM. Pada masa itu, masih sedikit bangunan di sekitar kampus. Lebih banyak lahan terbuka dan kebun yang menjadi tempat bermain bagi Anies dan anak- anak sebayanya. Jadi UGM itu bukan hanya almamater, tapi juga tempat main Anies sejak masa kecil.

  • Seperti anak lainnya yang punya kegemaran, Anies suka sekali burung kicau. Ayahnya mengizinkan Anies memelihara burung dengan 2 syarat: beli pakai uang tabungan sendiri dan merawat sendiri. Semasa SD-SMP, Anies memelihara beragam jenis burung di antaranya Jalak, Puter, Podang dan Betet. Dia sering ke Pasar Burung Ngasem naik “kol-kampus” (nama angkot di Yogyakarta pada masa itu) hanya untuk menikmati suara burung kicau yang dia suka tapi belum mampu membelinya, seperti Murai, Poksai atau Cucak Rawa.

  • Anies kecil sangat aktif dan suka mencoba banyak hal. Selain suka koleksi perangko, main layangan dan kelereng, Anies kecil juga suka bermain sepakbola dan badminton bersamasama teman sebayanya di lahan-lahan kosong di kampus UGM. Bahkan saat masih kelas 5 SD, Anies mendirikan sebuah organisasi bersama sebayanya yang bernama Kelabang, singkatan dari Kelompok Anak Berkembang. Anies memimpin Kelabang yang kegiatan utamanya adalah bermain dan berlatih olah raga bagi anak-anak usia SD dan SMP.

  • Anies kecil suka bersepeda, namun orangtuanya hanya mengizinkan bersepeda di jalan tanah, di kampung, dan tidak boleh bersepeda di jalan raya (beraspal). Mulai kelas 4 SD, orang tuanya mengizinkan dia bersepeda ke jalan raya dan jaraknya cukup jauh dengan satu syarat: yakni jika tujuannya ke perpustakaan. Anies begitu bersemangat untuk /47 rutin bersepeda sore menuju perpustakaan milik Koran Kedaulatan Rakyat di Jalan P. Mangkubumi yang berjarak sekitar 4 km dari rumahnya. Semula, alasan semangat ke perpustakaan adalah karena ingin bersepeda jauh, namun lama kelamaan dia semakin sering pinjam buku dan akhirnya gemar membaca buku. Anies selalu pinjam buku biografi, dampaknya dia menguasai kisah tokoh-tokoh perjuangan Indonesia maupun dunia.

  • Sejak kecil Anies sering dibawa kakek-nenek maupun ayah-ibunya untuk mengikuti berbagai kegiatan orang dewasa pada umumnya. Seperti rapat, pertemuan, atau memberi kuliah/ ceramah. Dia tentu belum paham dengan isinya, tapi dia jadi terbiasa berada dan bergaul di lingkungan yang jauh lebih tua dari usianya.

  • Sejak SD Anies aktif dalam kegiatan remaja masjid di Masjid Al-Ittihad, Karangwuni sekitar 50 m dari rumahnya dan belajar mengaji pada K.H. Na’man Zaini, imam di masjid itu. Di masa libur akhir tahun ajaran, Anies dan adik-adiknya dikirim oleh orang tuanya untuk mukim di Pondok Pesantren. Anies dikirim ke Pondok Pesantren Pabelan di Muntilan, Magelang. Sementara adik-adiknya ke Pondok Pesantren Budi Mulia di Banteng, Sleman.

  • Di waktu senggang, Anies sekeluarga suka menonton bioskop bersama-sama atau pergi ke Sekaten di Alun-Alun Utara. Mereka juga suka kuliner bersama, misalnya pergi ke Soto Kadipiro, Soto Pak Sholeh, Ayam Suharti, Ayam Mbok Sabar, Gudeg Permata, Bakmi Pele, Bakmi Kadin, Bakso Telkom, Sate Samirono hingga Sate Cak Fai di depan RS Bethesda.

  • Saat lebaran, Anies dan keluarga biasanya mengunjungi keluarga di Kuningan. Mereka naik kereta api dari Stasiun Tugu ke Cirebon lalu naik oplet atau bus ke Kuningan. Setelah Ayahnya punya mobil, mereka sekeluarga menggunakan mobil. Di sana Anies suka bermain di Sungai Citamba, ikut dengan para tukang celup benang yang mencuci benang di sungai. Kakeknya di Kuningan punya usaha pembuatan sarung dengan sistem tradisional, dengan alat tenun bukan mesin.

  • Ayah-ibunya membiasakan Anies dan adik-adiknya sejak balita untuk minum jamu secara rutin. Di sore hari, Anies rutin dibonceng vespa oleh ayahnya ke toko jamu di Jalan Jogonegaran. Anies sendiri tidak ingat jamu apa yang diminumnya tapi selalu minum 2 jamu: satu gelas jamu pahit dan satu gelas jamu beras kencur yang segar.

  • Salah satu makanan kesukaan Anies adalah gudeg. Setiap pagi, sejak masa kanak-kanak hingga selesai kuliah, sarapan paginya adalah gudeg. Penjualnya berlokasi hanya sekitar 75 m dari rumahnya. Gudeg telur-suwir itu dibungkus daun pisang dan dibawa pulang untuk sarapan di rumah.

  • Saat di bangku SMP, Anies dipercayakan sebuah tugas khusus. Kakeknya, A.R. Baswedan, yang sakit diabetes harus disuntik insulin setiap pagi. Namun karena sudah lanjut usia, beliau kesulitan menakar dan mengisi sendiri obat suntiknya. Jadi, setiap pagi sebelum masuk sekolah, Anies berangkat dari rumahnya di Karangwuni menuju rumah kakeknya di belakang Jalan Malioboro yang berjarak sekitar 5 km untuk mengisi obat suntik. Setelah selesai mengisi obat suntik kakeknya, Anies baru bisa berangkat ke SMP 5 di dekat Lapangan Kridosono. Sekitar 2 km dari rumah kakeknya. Karena tugas ini, Anies diperbolehkan mengendarai Vespa Sprint 1968 milik ayahnya. /47

  • Di masa remaja Anies hobi merawat vespa itu. Dia lakukan sendiri perawatan rutin seperti membersihkan karburator, busi dan semua jaringan mesin vespa di garasi rumahnya. Bila harus servis besar, maka dia bawa ke bengkel khusus vespa era 1980-1990an milik Pak Karno di Jalan Pakuningratan, Yogyakarta. Hingga kini, vespa tersebut tetap terawat dan Anies masih menggunakannya di Jakarta.

This article is from: