PORTFOLIO AMELIA

A PORTFOLIO

KEDAP SUARA This portfolio contains literary works (prose, poem and short story) written in either English or Indonesian

Presented by: Amelia Purwanti H.

INSIDE THIS ISSUE

A WRITER.............................................................. 3 YANG PERGI DAN YANG MENANTI ................... 4 I SAW, I WAS ONCE .............................................. 5 A LULLABY ........................................................... 6 BERHITUNG ......................................................... 7 JIKA LUKA ............................................................ 8 ELEGI RUANG PESTA .......................................... 9

A WRITER I'm a writer of the things that my own expect to be So is a fairy-tale's writer in fairy or un-fairy land full of revenge, perhaps I'm an incredible writer, known to be an angel but be glad to be demon, not really demonic I'm still a conceited writer, driving herself as the main character, on ego I always be a writer, who merely controls her own character to be naive, but not so simple-minded I'm incredible on writing and imagining figures that I couldn't find in the world full of fraudsters but absent-minded, in a land full of wise people who love being in silence, and in the circle full of them who fight in their youth and be fought when getting older.

I'm a writer, and a watcher

3

YANG PERGI DAN YANG MENANTI yang telah pergi kini kembali disambut dengan tangan terbuka dan hati yang masih tak terisi yang lelah menanti, kembali ke tempat menanti meski sempat menyerah dan beranjak pergi tentang yang pergi dan menanti akankah hangat seperti dulu lagi? yang pergi baru saja kembali tampak lebih bahagia dan gagah sejak dulu senyumnya pun kian dewasa lantas, masih ingatkah dia dengan yang menanti? yang menanti kembali menanti tidak lebih bahagia, tapi jelas punya hidup baru sempat lelah menanti, ia beranjak pergi mencari peraduan bahagia lantas, mengapa ia kembali menanti? ada janji yang belum ditepati ada cerita yang belum disudahi pun luka yang tak pernah diobati di masa lalu, yang pergi beranjak terlalu dini tanpa pelukan, atau sekadar salam perpisahan saat itu, yang menanti sedang terluka tidak bisa ditinggal sendiri siapa yang tak sengsara jika terluka, lalu ditinggal pergi?

tak ada yang lain yang menanti hanya ingin satu hari milik yang pergi bukan untuk merajut kembali, melainkan mengurai yang telah dirajut bersama cukup diurai saja, kenangan kemarin tak perlu disimpan tak akan ada air mata, tak satupun yang berharap ini jadi kisah pilu yang pergi dan yang menanti keduanya bertemu di tengah penantian saling beradu pandang dan melempar senyum tidak lama, semua langsung terurai tanpa jeda tapi dalam diam yang pergi dan yang menanti waktunya cerita diakhiri dalam sunyi janji ditepati, pun luka diobati yang pergi kemudian berlalu berjalan terus, tanpa putar balik yang menanti beranjak dari peraduan berjalan kedepan ringan tanpa beban luka kemarin sudah mengering, tinggal sedikit bekasnya tak perlu lagi menanti, sekarang waktunya menyudahi

dari aku yang tadi menanti, kemarin aku mencintaimu hari ini juga... tapi besok tidak lagi 4

JIKA LUKA Jika kau luka merintihlah menjeritlah sampai kau merasa lukamu tak lagi buatmu lemah kalau begitu sakit, mengeluhlah beri jeda, tapi jangan lama kau perlu mengobatinya jelajahi dirimu beri tanda pada lukamu bila banyak, mulailah satu persatu jika luka lebam kau perlu mengompresnya jika luka lecet kau perlu obat merah jika luka tusuk, kau perlu menutupnya jika bernanah, pecahkan, daripada selalu menjadi pesakitan Tentang luka, adakah yang masih membekas? butuhkah kau bantuan untuk menyamarkannya? sejak tadi aku menggenggam P3K tak kutemukan yang mampu menghapus luka jika bekas lukamu meninggalkan gelisa, maukah kau kupeluk saja?

5

I SAW, I WAS ONCE Monologue

about people, about human

I couldn't sleep yesterday since something suddenly came up in front my mind, which I forgot where it started coming

I surprised myself realizing that I used to be silent and laugh several times for the cruelties till yesterday, I didn't notice I did enjoy the cruelties I enjoyed that cruel things and had been ever I either subject or object

it appeared in my mind as counting sheeps, but it didn't help me to sleep well, at all "I saw many cruel things in almost half of my age, or probably more" half of me was busy to argue about this, while the other decided to be super naive It was about people treated another differently based on their preference

about people humiliated others in the name of joke

I saw it, and once was being the one who got and did cruelties I and cruelty seemed becoming so close to be witnessed, witnessing to be heard, hearing and to be told, not telling How cruel actually am I? I missed respect people who doing cruel thing but then, ain't I cruel after being that close to cruelty?

about people curse others in the name of intimate relationship

I keep thinking about this since yesterday, in the night it thread way through my mind then I turned to be anxious

about people who stole but they were the only people who didn't notice

I'm afraid to be cruel, but half of me

seems having that side I'm afraid to do cruel things, but I have

about people who reckless but careless and heartless

actually done some I'm afraid of, of being human human-less

about people who didn't even notice have ever done some cruel things

6

A LULLABY

BERHITUNG

holding my hand and getting me escape from the crowd

sebelum kehilang terlalu banyak kubiarkan diriku menghitungnya sejumlah seluruh jemari hitungan pertama tentu saja lancar begitu pula kedua, ketiga, keempat dan kelima pada keenam aku mulai terbata hingga terpaksa berhenti di ketujuh

closing my ears when bluster coming unstoppably

humming lullabies when the fraudsters singing for me interrupting my every single word for covering my naivety myself writing a lullaby for himself singing it for me himself saving me from every path, every trap this is a lullaby for you

sejumlah jemari ternyata berlebih lantas, kuputuskan menghitung di satu bagian tangan saja nyatanya kurang satu, dan hanya berakhir di keempat sebelum benar-benar berhenti menghitung aku mencoba memulai dari pertama lagi berharap ada yang terlewatkan tadi masih dengan jemari di satu sisi tanganku rasanya ada yang salah atau mungkin sejak awal memang sudah salah aku terlalu sibuk menghitung terjebak dalam nilai pada angka hingga kawanku memang tak pernah ban-

yak dan sedikit

7

ELEGI RUANG PESTA Lagi aku terjebak di sana manusia menamainya ruang pesta namun aku enggan kusebut pesta karena aku tak sedang ingin berpesta aku tak sedang berbahagia Di ruang itu, kudapati beberapa siluet yang kukenal ingin kusapa, tapi rasanya tak ada satupun sorot mata yang sama Geming, kuingin mereka mendekat hingga kukosongkan apapun di sekitarku

kuciptakan peraduan sekecil aku agar layak, agar dipilih Nampaknya mereka punya peraduan lain Lalu kuurungkan niatku Ingin kurengkuh, nampaknya aroma hangat dari coklat jahe tak lagi ada pada mereka tak ada aroma, tak ada alibi bahwa aku mengenal mereka

kukunci kedua tangan dan kakiku agar tak bergerak Aku mematung Di ruang itu manusia saling menyapa tapi tak pernah bertukar nama manusia saling berbagi tawa, tapi tak benar-benar baha-

8

manusia hanya sekedar berfoto, tapi tak pernah menyunggingkan senyum saat di pesta lain manusia saling mengecup tapi tak pernah benar-benar intim Namanya ruang pesta

untuk kaum borjuis menjajakan tubuhnya berbalut permata tempat sang filantropis digunjing karena terlalu idealis alasan inlander sibuk berteriak betapa laparnya mereka, sembari mengais kehidupan yang tak benar-benar hidup Sementara aku, yang hanya bisa menyaksikan dituding sebagai sang apatis Tempatnya di ruang pesta

semua ajektif yang memanusiakan manusia hanyalah penyandang kata benda tanpa makna semua kalimat yang katanya adalah solusi terdengar seperti pertemuan sendok dengan botol kaca yang tak berisi air.

Kosong.

Tempat itu Elegi.

9

THIS IS THE END OF THE PORTFOLIO, OTHER WORKS CAN BE SEEN ON MY PERSONAL BLOG

http://kedap-suara.blogspot.co.id