Legal Memorandum: ALSA Legal Clinic 2023

Page 1


LEGAL MEMORANDUM STATUS ANAK LAHIR DARI ORANG TUA BEDA AGAMA ALSA Counselor Team 2023 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin A. Heading Kepada

: ALSA Local Chapter Universitas Hasanuddin

Dari

: Counselor Team 2023

Perihal

: Status Anak Lahir dari Orang Tua Beda Agama

Tanggal

: 24 Desember 2023

B. Statement of Assignment Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perkawinan adalah suatu perbuatan melakukan ikatan (akad) yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Dalam era globalisasi ini, perkawinan lintas agama menjadi semakin umum, menciptakan realitas di mana anak-anak sering kali lahir dari orang tua dengan latar belakang agama yang berbeda. Fenomena ini membawa berbagai implikasi, baik dari segi hukum, budaya, maupun sosial. Pernikahan antar agama menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana status anak yang dilahirkan dari hubungan ini diakui dalam berbagai ranah kehidupan, mulai dari hukum hingga aspek kehidupan sehari-hari. Melihat hal tersebut, kami Counselor Team ALSA LC Unhas menulis Legal Memorandum ini sebagai output ALSA Legal Clinic yang bertemakan “Status Anak Lahir dari Orang Tua Beda Agama”. Legal Memorandum ini juga diharapkan menjadi sumber informasi kepada masyarakat terkait kebingungan yang akan terjadi ketika terjadi implikasi hukum kedepannya mengenai masalah ini.

C. Issues Pada tanggal 17 Juli 2023, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 1 yang mengimbau hakim untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Surat edaran ini, yang 1 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim Dalam Mengadili Perkara

Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.


diterbitkan sebagai respons terhadap keputusan beberapa Pengadilan Negeri (PN) yang mengabulkan permohonan serupa, telah memicu berbagai respons dan kontroversi. Ketua MA, Prof. Dr. Syarifuddin, S.H., M.H., menyatakan bahwa SEMA Nomor 2 Tahun 2023 diterbitkan untuk menciptakan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan. Pihak MA mengklaim bahwa terdapat dorongan dari berbagai pihak untuk mengabulkan penetapan perkawinan beda agama, dan SEMA ini memberikan petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara tersebut. 2 Namun, sejumlah problematika muncul seiring dengan penerbitan SEMA Nomor 2 Tahun 2023. Beberapa pihak menyoroti ketidaksesuaian SEMA ini dengan beberapa undangundang yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Reglement op de Gemengde Huwelijken (GHR). Meskipun SEMA mencoba mengarahkan hakim untuk tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama, beberapa pihak berpendapat bahwa opsi tersebut masih tetap terbuka berdasarkan Pasal 35 huruf (a) UU No. 23 Tahun 2006. Lebih lanjut, pertentangan antara SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dengan GHR dan UU No. 23 Tahun 2006 menimbulkan pertanyaan tentang legalitas dan konstitusionalitas SEMA. Beberapa ahli hukum menyatakan bahwa SEMA seharusnya tidak menciptakan hukum baru, terutama jika hal tersebut bertentangan dengan undang-undang yang sudah ada. Ada pula kekhawatiran terkait prinsip Kemerdekaan Peradilan, di mana hakim seharusnya dapat membuat keputusan tanpa adanya pembatasan yang tidak semestinya. Dalam konteks ini, SEMA Nomor 2 Tahun 2023 menggugah perdebatan yang luas terkait legalitas, konstitusionalitas, dan dampaknya terhadap hak-hak warga negara, terutama dalam konteks perkawinan beda agama. Selain itu, keputusan Mahkamah Agung ini menciptakan ketegangan antara kebijakan hukum yang dihasilkan oleh pengadilan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

D. Brief Answer Dwimaya Ruth Diknasya Hutasoit, ‘Surat Edaran Mahkamah Agung tentang Larangan Pencatatan Perkawinan Beda Agama: Solusi atau Kemunduran Hukum?’ (LK2 FHUI, 2023) https://lk2fhui.law.ui.ac.id/portfolio/surat-edaranmahkamah-agung-tentang-larangan-pencatatan-perkawinan-beda-agama-solusi-atau-kemunduran-hukum/ diakses pada 24 Desember 2023. 2


Hukum Indonesia mengakui kebebasan beragama dan memberikan hak untuk menentukan agama yang dianut oleh setiap warga negara. Meskipun demikian, status hukum anak yang lahir dari pasangan dengan agama yang berbeda dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pilihan agama yang diambil oleh orang tua dan peraturan yang berlaku. Menurut Pasal 63 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (yang sebagian besar masih berlaku hingga saat pengetahuan saya pada Januari 2022), anak yang lahir dari perkawinan antara suami dan istri dengan agama yang berbeda dapat memilih salah satu agama dari salah satu orang tua pada saat mencapai usia 21 tahun. Sebelum mencapai usia 21 tahun, anak yang lahir dari pasangan dengan agama yang berbeda biasanya memiliki kedua agama orang tua secara de jure (secara hukum). Ini karena dalam sistem hukum perkawinan di Indonesia, terdapat konsep hukum perdata yang disebut "pasca perkawinan" (post-marital), yang mengakui hak-hak anak dari perkawinan tersebut. Jadi, sebelum mencapai usia 21 tahun, anak dapat memiliki kedua agama orang tua secara hukum. Setelah mencapai usia tersebut, anak memiliki hak untuk memilih satu agama yang akan diakui secara resmi dan sah. Proses ini sering melibatkan administrasi di Kementerian Agama untuk mendapatkan surat keterangan pengakuan agama yang sah. 3

E. Statement of Facts Dengan banyaknya kasus ketidakjelasan Status Anak Lahir dari Orang Tua Beda Agama, didapatkan beberapa fakta sebagai berikut: 1. Di Indonesia terdapat beberapa aturan yang mengatur tentang perkawinan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (HKI), dan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan antar Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

Counselor Team, ‘Bagaimana Status Anak yang Lahir Dari Orang Tua Beda Agama’ (ALSA LC Unhas, 2023) https://www.alsalcunhas.org/post/bagaimana-status-anak-yang-lahir-dari-orang-tua-beda-agama diakses pada 24 Desember 2023. 3


2. Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mencatat perkawinan beda agama dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 ada 147, pada tahun 2021 ada 169, tahun 2022 ada 177 dan Tahun 2023 ada 89 perkawinan beda agama. Hingga Juli 2023 total terdapat 1.655 perkawinan beda agama.4

F. Analysis 1. Status Hukum Anak Hasil Pernikahan Beda Agama Terdapat beberapa problematika yang mengindikasikan adanya kemunduran hukum dalam SEMA Nomor 2 tahun 2023.5 Hal ini dapat dilihat dari segi materil SEMA tersebut yang bertentangan dengan isi Pasal 32 Huruf A UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi “Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.” Adapun penjelasan Pasal 38 huruf a berbunyi, “Perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antarumat yang berbeda agama atau yang dilakukan penganut kepercayaan.” SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tidak hanya bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tetapi bertentangan pula dengan Pasal 7 Ayat (2) Reglement op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau dikenal sebagai Peraturan Perkawinan Campuran yang di dalamnya mengatur tentang perkawinan beda agama.6 Dalam pasal tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa: “Perbedaan agama, bangsa, atau keturunan sama sekali bukan menjadi penghalang terhadap perkawinan.” Melalui isi pasal tersebut, sangat jelas bahwa GHR memperbolehkan adanya perkawinan beda agama.7 Menurut hukum di Indonesia, status anak yang lahir dari perkawinan beda agama diatur oleh Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan. Anak yang lahir dari perkawinan

Airis Aslami, dkk. ‘Keabsahan Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam’ (2023) II Ulil Albab: Jurnal Ilmiah Multidisiplin. [4575]. 5 Ibid. 6 Nadzirotus Sintya Falady, ‘Analisis Perkara Peradilan Calon Hakim 2021 Pengadilan Agama Probolinggo’ (Badilag Mahkamah Agung, 2023) https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/nadzirotus-sintya-falady-sh-cpns-analis-perkara-peradilan-calon-hakim-2021-pengadilan-agama-probolinggo diakses pada 24 Desember 2023 7 Andhika Wisnu, 'Kedudukan Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda Agama Terhadap Waris Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata' (Skripsi, Universitas Bhayangkara 2023). 4


yang sah namun berbeda agama diakui sebagai anak sah.8 Status keabsahan perkawinan beda agama juga diakui, asalkan perkawinan tersebut telah dicatatkan sesuai prosedur hukum. Meskipun demikian, terdapat perdebatan di masyarakat seputar perkawinan beda agama, namun secara hukum, anak yang lahir dari perkawinan beda agama diakui sebagai anak sah dan memiliki hak-hak keperdataan.9 Selain itu, orang tua yang berbeda agama juga perlu memperhatikan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) yang berbunyi: 1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. 2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya. Di dalam penjelasan Pasal 42 ayat (2) UUPA diterangkan bahwa anak dapat menentukan agama pilihannya apabila anak tersebut telah berakal dan bertanggung jawab, serta memenuhi syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan agama yang dipilihnya, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Implikasi Hukum atas SEMA No. 2 Tahun 2023 Meskipun SEMA Nomor 2 Tahun 2023 disajikan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam mengadili perkara pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, beberapa pihak melihatnya sebagai langkah mundur yang menghambat perkembangan sistem peradilan dalam menjaga hak-hak warga negara dari latar belakang beragam.10 Beberapa PN sebelumnya, seperti PN Jakarta Selatan, PN Yogyakarta, dan PN Surabaya, telah menunjukkan kemajuan dengan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Namun, SEMA ini membatasi peluang progresivitas dalam upaya menjaga hakhak warga negara.

Kartika Febryanti, S. H., M.H. ‘Status Hukum Anak yang Lahir dari Perkawinan Beda Agama’ (Hukum Online, 2018) https://www.hukumonline.com/klinik/a/pernikahan-beda-agama-cl101 diakses pada 22 Desember 2023. 9 Ni Kadek Oktaviani, dkk. ‘Status Mewaris Terhadap Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Beda Agama’ (2021) III Jurnal Analogi Hukum. [30-31]. 10 Muhammad Adiguna Bimasakti, 'Keabsahan Perkawinan Beda Agama dan Kewenangan Mengadili Sengketa dalam Perspektif Hukum' (2023) IV Journal of Islamic Law Studies. [43] 8


Adapun isi yang tercantum dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2023 menjelaskan bahwa untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:11 1. Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.

3. Hak Sipil Anak Hasil Perkawinan Beda Agama Hak sipil anak yang lahir dari perkawinan beda agama di Indonesia terletak pada interseksi antara kebebasan beragama, hak-hak sipil, dan pengakuan hukum terhadap perkawinan. Dalam konteks hukum positif Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan yang sah, termasuk perkawinan beda agama yang telah dicatatkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, diakui sebagai anak sah dan memiliki hak-hak sipil penuh.12 Namun, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2023 telah memperkenalkan ketidakpastian baru dalam pengakuan perkawinan beda agama dengan menginstruksikan hakim untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan. SEMA ini, meskipun bersifat internal dan tidak langsung mengikat masyarakat umum, dapat mempengaruhi pengakuan hukum terhadap perkawinan beda agama dan secara tidak langsung mempengaruhi hakhak sipil anak yang lahir dari perkawinan tersebut.13 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah menyatakan keprihatinan atas diterbitkannya SEMA No. 2 Tahun 2023, menilai Elsa, ‘Siaran Pers: Komnas Perempuan Merespon Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan’ (Komnas Perempuan, 2023) https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-perskomnas-perempuan-perempuan-merespon-surat-edaran-mahkamah-agung-nomor-2-tahun-2023-tentang-petunjukbagi-hakim-dalam-mengadili-perkara-permohonan-pencatatan-perkawinan-antar-umat-yang-berbeda-agama-dankepercayaan diakses pada 23 Desember 2023. 12 Ibid. 13 Imam Hadi Wibowo, ‘Status Pernikahan Beda Agama Pasca SEMA Nomor 2 Tahun 2023’ (Tirto Id, 2023) https://tirto.id/status-pernikahan-beda-agama-pasca-sema-nomor-2-tahun-2023-gNuy diakses pada 24 Desember 2023. 11


kebijakan ini sebagai diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai kebinekaan yang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia.14 Komnas Perempuan menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya menghambat perkembangan sistem peradilan dalam menjamin hak-hak warga negara, tetapi juga berpotensi melanggar hak dasar kebebasan beragama dan hak untuk membentuk keluarga, sebagaimana dijamin oleh hukum nasional dan konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia.15 Dalam konteks hak sipil anak, SEMA No. 2 Tahun 2023 dapat menimbulkan dampak yang signifikan. Anak yang lahir dari perkawinan beda agama yang tidak dicatatkan dapat menghadapi hambatan dalam pengakuan status hukum mereka, yang berdampak pada hak kewarganegaraan, hak atas nafkah, dan hak-hak sipil lainnya. Meskipun SEMA ini tidak mengakhiri praktik perkawinan beda agama dan tidak berarti apa-apa secara praktik hukum, keberadaannya menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpastian bagi pasangan beda agama dan anak-anak yang lahir dari hasil perkawinan beda agama.16

G. Conclusion Berdasarkan isu yang telah disebutkan sebelumnya Legal Memorandum ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Hukum Indonesia mengakui kebebasan beragama dan memberikan hak kepada setiap warga negara untuk menentukan agama yang dianut, namun status hukum anak yang lahir dari pasangan dengan agama yang berbeda tergantung pada pilihan agama orang tua dan peraturan yang berlaku, dengan anak yang lahir dari perkawinan beda agama memiliki hak untuk memilih agama salah satu orang tua saat mencapai usia 21 tahun, sesuai dengan Pasal 63 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2. SEMA No. 2 Tahun 2023 sejatinya disajikan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam mengadili perkara pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda. Namun demikian, beberapa pihak melihatnya sebagai

14

Ibid Nadzirotus Sintya Falady, Op. Cit. 16 Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), ‘SETARA Institute: SEMA 2/2023 Tidak Kompatibel dengan Kebinekaan dan Negara Pancasila' (Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia, 2023) https://pgi.or.id/setara-institutesema-2-2023-tidak-kompatibel-dengan-kebinekaan-dan-negara-pancasila/ diakses pada 24 Desember 2023. 15


langkah mundur yang menghambat perkembangan sistem peradilan dalam menjaga hak-hak warga negara dari latar belakang beragam. Beberapa Pengadilan Negeri (PN) sebelumnya, seperti PN Jakarta Selatan, PN Yogyakarta, dan PN Surabaya, telah menunjukkan kemajuan dengan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Namun, SEMA ini membatasi peluang progresivitas dalam upaya menjaga hak-hak warga negara.


DAFTAR PUSTAKA Regulasi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim Dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

Jurnal Airis Aslami, dkk. ‘Keabsahan Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam’ (2023) Vol. 2 Ulil Albab: Jurnal Ilmiah Multidisiplin. Muhammad Adiguna Bimasakti, 'Keabsahan Perkawinan Beda Agama dan Kewenangan Mengadili Sengketa dalam Perspektif Hukum' (2023) Vol. 4 Journal of Islamic Law Studies. Ni Kadek Oktaviani, dkk. ‘Status Mewaris Terhadap Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Beda Agama’ (2021) Vol. 3 Jurnal Analogi Hukum.

Artikel Online Counselor Team, ‘Bagaimana Status Anak yang Lahir Dari Orang Tua Beda Agama’ (ALSA LC Unhas, 2023) <https://www.alsalcunhas.org/post/bagaimana-status-anak-yang-lahirdari-orang-tua-beda-agama> diakses pada 24 Desember 2023 Dwimaya Ruth Diknasya Hutasoit, ‘Surat Edaran Mahkamah Agung tentang Larangan Pencatatan Perkawinan Beda Agama: Solusi atau Kemunduran Hukum?’ (LK2 FHUI, 2023) <https://lk2fhui.law.ui.ac.id/portfolio/surat-edaran-mahkamah-agung-tentang-


larangan-pencatatan-perkawinan-beda-agama-solusi-atau-kemunduran-hukum/> diakses pada 24 Desember 2023 Elsa, ‘Siaran Pers: Komnas Perempuan Merespon Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan’ (Komnas Perempuan, 2023) <https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-perskomnas-perempuan-perempuan-merespon-surat-edaran-mahkamah-agung-nomor-2tahun-2023-tentang-petunjuk-bagi-hakim-dalam-mengadili-perkara-permohonanpencatatan-perkawinan-antar-umat-yang-berbeda-agama-dan-kepercayaan> diakses pada 23 Desember 2023. Imam Hadi Wibowo, ‘Status Pernikahan Beda Agama Pasca SEMA Nomor 2 Tahun 2023’ (Tirto Id, 2023) <https://tirto.id/status-pernikahan-beda-agama-pasca-sema-nomor-2-tahun2023-gNuy> diakses pada 24 Desember 2023.

Kartika Febryanti, S. H., M.H. ‘Status Hukum Anak yang Lahir dari Perkawinan Beda Agama’ (Hukum Online, 2018) <https://www.hukumonline.com/klinik/a/pernikahan-bedaagama-cl101> diakses pada 22 Desember 2023. Nadzirotus Sintya Falady, ‘Analisis Perkara Peradilan Calon Hakim 2021 Pengadilan Agama Probolinggo’

(Badilag

Mahkamah

Agung,

2023)

<https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/nadzirotus-sintyafalady-s-h-cpns-analis-perkara-peradilan-calon-hakim-2021-pengadilan-agamaprobolinggo> diakses pada 24 Desember 2023 Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), ‘SETARA Institute: SEMA 2/2023 Tidak Kompatibel dengan Kebinekaan dan Negara Pancasila' (Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia, 2023)

<https://pgi.or.id/setara-institute-sema-2-2023-tidak-kompatibel-dengan-

kebinekaan-dan-negara-pancasila/> diakses pada 24 Desember 2023.


Skripsi Andhika Wisnu, 'Kedudukan Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda Agama Terhadap Waris Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata' (Skripsi, Universitas Bhayangkara 2023)

Sumber Lainnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.