LAPORAN PENELITIAN ALSA LEGAL ADVOCATION 2023

Page 1



PROLIFERASI KEBERMANFAATAN PROGRAM BANTUAN IURAN (PBI) KIS UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Tim Peneliti ALSA Legal Advocation ALSA LC Universitas Hasanuddin

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Setiap orang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak serta berhak untuk mendapatkan perlindungan untuk kesehatan, kesejahteraan dirinya sendiri, dan keluarganya. Hak seseorang dalam kesehatan termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan bersifat universal artinya setiap orang tanpa pembedaan dasar atas apapun berhak untuk mendapatkan kesehatan dan berhak mendapatkan kebijakan pemberian layanan kesehatan tanpa melihat status sosial, ekonomi, dan politik sebagai contoh diskriminasi dan preskripsi pembedaan perlakuan dalam rangka pemberian pelayan dan perawatan yang lebih baik yang dibutuhkan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948 dan UUD NRI 1945 pada Pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, yang dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD NRI 1945 Pasal 34 ayat (2), yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional, diharapkan dapat menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sebagai hak konstitusional (constitutional right). Berkaitan dengan hak terkait kesehatan masyarakat Indonesia dapat dilihat dalam pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang berbunyi, Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan serta perlindungan dalam memenuhi kebutuhan


dasar kesehatan, Sistem jaminan kesehatan nasional disuatu negara akan membawa dampak positif yakni meningkatnya akses masyarakat ke pelayanan kesehatan termasuk didalamnya rumah sakit, tetapi sistem ini juga dapat memberikan dampak negatif khususnya bagi rumah sakit dikarenakan adanya perubahan mendasar yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan khususnya perubahan dalam sistem pembayaran ke rumah sakit yang jika tidak diantisipasi dengan baik oleh pihak manajemen maka dapat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pelayanan di rumah sakit. 1 Walaupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sendiri optimis dalam pemenuhan Universal Health Coverage (UHC), masih ada beberapa hambatan terkait kepesertaan masyarakat dalam Program JKN ini. Beberapa hambatan yang saat ini dihadapi sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bekerja sama dengan Dinas Sosial terkait dengan kepesertaan jaminan kesehatan yakni kepesertaan ganda, peserta yang sudah meninggal tapi masih di-cover jaminan kesehatan, dan juga tidak adanya Nomor Induk Kependudukan pada saat mendaftar pada program JKN. Dalam pelaksanaan jaminan kesehatan ini, kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta masih tergolong rendah. Meskipun kepesertaannya bersifat wajib sehingga tren peningkatan kepesertaan terus meningkat tapi tidak sedikit masyarakat yang baru melakukan pendaftaran karena dalam keadaan terdesak membutuhkan biaya atau jaminan kesehatan untuk penanganan medis di fasilitas kesehatan. Ironisnya, mayoritas masyarakat yang melakukan pendaftaran pada saat sedang sakit sudah mengetahui sebelumnya bahwa manfaat dari mendaftarkan diri sebagai peserta dalam Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS kesehatan adalah pemberian jaminan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan. 2

Untuk penyelesaiannya, lanjutnya, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah provinsi dan daerah termasuk dengan pemerintah di tingkat bawah dalam menelusuri temuan tersebut dan menyelesaikan tantangan itu. Agar permasalahan ini bisa segera diatasi dan seluruh 1

Irwandy Irwandy dan Amal Chalik Sjaaf, ‘Dampak Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Efisiensi Rumah Sakit: Studi Kasus Di Provinsi Sulawesi Selatan’ (2018) XIV Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. [360]. 2 Muhammad Irvan dan Nur Iva, ‘Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Kota Makassar’ (Media Neliti, 2015) https://media.neliti.com/media/publications/98040-ID-implementasi-kebijakan-jaminan-kesehatan.pdf diakses pada 19 Oktober 2023


masyarakat Sulawesi Selatan bisa mendapatkan jaminan kesehatan yang terintegrasi dengan JKN. Termasuk, untuk memenuhi target UHC sebesar-besarnya 98% di Sulawesi Selatan sesuai dengan target pemerintah pusat. 3

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kebijakan serta peranan pemerintah dalam proses penggunaan Kartu BPJS Kesehatan khususnya PBI KIS sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat Kabupaten Gowa? 2. Apa faktor yang menghambat masyarakat dalam penggunaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan di Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kebijakan dan peranan pemerintah dalam proses pembuatan Kartu BPJS Kesehatan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat Kabupaten Gowa. 2. Untuk mengetahui faktor yang menghambat/keresahan masyarakat dalam pembuatan Kartu BPJS Kesehatan masyarakat Kabupaten Gowa.

D. Metode Penelitian Penelitian yang kita gunakan ialah berupa socio-legal research. Penelitian yang dimana kita mengkaji kesenjangan antara objek ilmu hukum yang berasal dari berbagai norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma hukum yang ada di dalam masyarakat sebagai bahan hukum (das sollen), dengan objek ilmu sosial berupa kenyataan atau perilaku manusia yang berpedoman pada norma hukum (das sein) sebagai masalah utama dalam socio-legal research.4 Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil dari audiensi serta wawancara dengan pihak yang berkenan, observasi lapangan, datadata mengenai informan, dan data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dan dianalisis, dengan bahan berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti.

3

Anon, ‘Pemprov Sulsel Optimistis Capai 98 Persen Peserta JKN’ (Sulselprov.go.id, 2023) <https://sulselprov.go.id/welcome/post/pemprov-sulsel-optimistis-capai-98-persen-peserta-jkn> diakses pada 19 Oktober 2023. 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (UI Press 1986). [51].


Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka, teknik wawancara dan survei. Studi pustaka sebagai langkah awal pengumpulan data dilakukan dengan pencarian data dan informasi melalui media cetak maupun elektronik yang diarahkan kepada topik yang akan diangkat. Sementara melalui wawancara peneliti menggali data dan informasi berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya pertanyaan yang dilontarkan tidak terpaku pada pedoman wawancara dan dapat diperdalam maupun dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Wawancara dilakukan kepada pihak Dinas Sosial Kabupaten Gowa sebagai narasumber. Kemudian survei merupakan teknik pengumpulan data atau informasi pada populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relatif lebih kecil. Survei dilakukan kepada warga Kelurahan Bonto Bontoa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

E. Dasar Hukum dan Regulasi ● Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ● Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ● Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ● Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ● Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan ● Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. ● Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional


BAB II PEMBAHASAN

A. Kebijakan Serta Peranan Pemerintah dalam Proses Penggunaan Kartu BPJS Kesehatan Sebagai Bentuk Kepedulian Pemerintah Terhadap Masyarakat Kabupaten Gowa Pada tahun 2014 pelaksanaan program BPJS Kesehatan menuai banyak permasalahan hingga akhirnya memuncak pada awal tahun 2017 dikarenakan adanya program dan juga pembiayaan sosial dengan Jaminan Kesehatan Daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menghentikan kepesertaan 119.000 warga yang tak mampu dari program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Sebab, Pemerintah Kabupaten memutuskan kembali mengelola program jaminan kesehatan gratis (kompas, 2017). Jenis kepesertaan yang dimaksud adalah integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) termasuk penerima bantuan iuran (PBI) atau warga tak mampu di Gowa yang 60% iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditanggung Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Gowa dan 40% ditanggung APBD Provinsi Sulsel. Kebijakan sosial tersebut telah membawa dampak bagi masyarakat kurang mampu yang terdaftar karena dengan demikian iuran kepesertaan mengalami peningkatan. Peningkatan iuran tersebut disebabkan karena pada tahun 2016 pemerintah daerah telah menanggung anggaran Jaminan Kesehatan Nasional sebesar Rp. 20 milyar, Sehingga untuk tahun 2017 masyarakat yang masih terdaftar dalam program JKN berpotensi akan membiayai secara penuh kepesertaannya. Program Jaminan Kesehatan Nasional juga akan ikut ambil bagian dalam menunjang kesehatan masyarakat yang sangat bertumpu pada BPJS Kesehatan dengan membebankan iuran kepesertaan. Padahal, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat dan negara wajib untuk menjamin semua rakyatnya dan yang terjadi adalah justru sebaliknya. Karena sistem pembebanan iuran tersebut sangat berdampak pada kelompok masyarakat menengah kebawah dengan skala nominal yang besar. Masyarakat yang kurang mampu sangat banyak di Indonesia, Khususnya di Kabupaten Gowa, yang sebagian besar pendapatan masyarakat dari sektor pertanian tidak menentu. Selanjutnya, pendapatan masyarakat harus menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai institusi tertinggi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan kesejahteraan kesehatan


masyarakat sebagai salah satu program pelayanan sosial yang berpotensi hanya dapat dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat menengah ke atas. Maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa akan mendapat permasalahan baru terkait kebijakan sosial yang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan. Gugatan Pemerintah Kabupaten Gowa atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, kemudian ditolak berdasarkan hasil yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi dengan demikian niat Pemda untuk mengelola secara mandiri program kesehatannya dalam menangani pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin tidak bisa diwujudkan. Hal tersebut karena pada bulan oktober 2017 Pemda Gowa harus kembali mengintegrasikan Jaminan Kesehatan dengan BPJS Kesehatan (Waode Nurmin, 2017). Rencana integrasi berdasarkan pada kesepakatan antara Pemerintah Kab. Gowa dan BPJS Kesehatan Kab Gowa setelah menggelar rapat koordinasi yang mengikutsertakan seluruh SKPD dan Camat (Darwin Fatir, 2017). Keluarnya keputusan integrasi tersebut bukan berarti menyelesaikan problem yang dihadapi pemerintah Kabupaten Gowa mengenai kondisi sosial yang dihadapi terutama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir dari suatu kebijakan. Tidak adanya titik temu antara program jaminan kesehatan daerah yang bersifat lokal dengan BPJS kesehatan yang bersifat nasional dan spontan, sehingga program kesehatan daerah sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan program jaminan kesehatan nasional yang diawasi dan dilaksanakan langsung oleh BPJS Kesehatan. Kebijakan pemerintah dalam proses pembuatan Kartu BPJS Kesehatan, Integrasi bukan hanya sebuah kesepakatan, melainkan keterkaitan antara biaya, efisiensi dan efektivitas, kualitas dan mutu pelayanan, serta kebersesuaian program. Sehingga permasalahan tersebut dapat berubah menjadi suatu orientasi tindakan antara pihak pemerintah dengan BPJS Kesehatan di masyarakat nantinya khususnya di Kelurahan Bonto Bontoa. Persoalan kesehatan memberikan suatu gambaran deskriptif tentang fenomena yang terjadi kebijakan sosial yang nantinya akan diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten Gowa. Oleh karena itu, kebijakan sosial menjadi sorotan untuk melihat bentuk-bentuk aktivitas pelayanan kesehatan yang terealisasikan pada daerah tingkat II seperti di RSUD Kabupaten Gowa pada umumnya. Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.


Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith (2006) kebijakan sosial merujuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian berbagai tunjangan, pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya. Salah satu kebijakan sosial yang dimaksud berupa pelayanan kesehatan masyarakat yang seharusnya dipenuhi agar perencanaan pembangunan tidak melenceng dari salah satu indikator kesejahteraan. Dengan melihat kondisi objektif yang terdapat di Kabupaten Gowa mengenai praktek pelayanan kesehatan dan keputusan pemerintah untuk keluar dari integrasi BPJS maka beberapa asumsi dasar yang dapat kita ambil untuk melihat fenomena tersebut adalah proses perumusan kebijakan yang tidak tepat, informasi yang kurang lengkap dan akurat, metodologi yang tidak tepat, atau formulasi kebijakan yang tidak realistis. Selanjutnya adalah tidak sejalannya perencanaan dan implementasi kebijakan, kebijakan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi lainnya yang dapat menjadi penyebab dari persoalan tersebut adalah kebijakan bersifat top down dan etis dalam arti hanya melibatkan kelompok tertentu saja yang dianggap ahli. Kebijakan yang menganut bias profesional ini tidak memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan pelaksanaan kebijakan (Edi Suharto, 1997). Asumsi mengenai pemberlakuan program kesehatan gratis di atas telah memberikan sedikit gambaran kondisi objektif yang sangat potensial di masyarakat saat ini, Khususnya bangsa indonesia yang senantiasa mengkampanyekan negara kesejahteraan (welfare state). Sistem negara kesejahteraan berfungsi dalam memenuhi kebutuhan dasar dibidang medis untuk segala kelompok usia (William N. Dunn, 1999). Maka dari itu, sejak tahun 1968 pemerintah senantiasa mengeluarkan kebijakan mengenai pelayanan kesehatan untuk menjamin hak masyarakat dengan prinsip, prosedur, dan tata cara yang termaktub dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah yang berlaku. Sehingga praktik kebijakan tersebut sebaiknya kita simak dalam penjelasan selanjutnya dan semakin mempertegas upaya pemerintah untuk pemenuhan kesehatan untuk masyarakat secara luas, hingga melahirkan pro dan kontra di Kabupaten Gowa atas pemberlakuan JKN melalui konten BPJS Kesehatan.5

5

Nursyamsi, ‘Kebijakan sosial Pemerintah Terhadap Program BPJS Kesehatan (Studi Kasus di Masyarakat Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa) ‘ (Skripsi Universitas Muhammadiyah Makassar 2018).


B. Faktor Yang Menghambat Masyarakat Dalam Penggunaan Penerima Bantuan Iuran Kartu Indonesia Sehat Kabupaten Gowa Jaminan Kesehatan di Indonesia dikenal dengan BPJS Kesehatan dimana data BPJS Kesehatan yang diperoleh pada 1 April 2018 telah mencapai 165 juta peserta BPJS atau 75% dari jumlah penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS. Dan mengalami peningkatan pada tahun 2019, BPJS Kesehatan mencatat, jumlah peserta telah mencapai 224,1 juta atau 83% dari total penduduk Indonesia 269 juta orang. Ada dua kelompok kepesertaan BPJS Kesehatan yaitu, penerima bantuan iuran dan bukan penerima bantuan iuran. penerima bantuan iuran meliputi peserta jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UndangUndang SJSN yang iurannya dibayarkan pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan sedangkan peserta bukan penerima bantuan iuran yaitu pekerja penerima upah dan keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan keluarganya serta bukan pekerja dan anggota keluarganya. Kriteria iuran yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS peserta mandiri apabila peserta memilih manfaat pelayanan kelas rawat inap I maka besar

iuran

jaminan

kesehatan

yang

harus

dibayar

setiap bulannya adalah

Rp.160.000,- (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan, untuk kelas rawat inap II besar iuran adalah Rp.110.000,- (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dan kelas rawat inap III adalah sebesar Rp.42.000,- (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan. Berdasarkan data BPJS Kesehatan peserta yang sudah terdaftar di Indonesia adalah sebanyak 223.009.015 jiwa. Itu berarti lebih dari separuh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sementara di Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah peserta BPJS Kesehatan mencapai 6.502.440.6 Selain itu faktor lain yang menyebabkan kurangnya masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan adalah kurangnya responsifnya pelayanan publik yang dilakukan oleh administrasi pemerintahan khususnya dalam hal ini ialah pihak yang berwenang untuk mengurus jaminan kesehatan masyarakat yakni Dinas Sosial Kabupaten Gowa dan juga BPJS Kesehatan sehingga masyarakat ini tidak malas untuk mendaftarkan dirinya dalam kepesertaan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan terlepas dari berbagai Pergeseran tersebut bertujuan untuk menciptakan suatu kerangka pelaksanaan pelayanan publik yang

6

Siti Nurjannah, Surahman Batara, dan Haeruddin, ‘Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan Mandiri di Kelurahan Bontomanai Kabupaten Gowa’ (2021) II Window of Public Health Journal. [766]


lebih baik, efisien, responsif, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat teori, pendekatan, perspektif dan paradigma berkaitan dengan pelayanan publik yang senantiasa berubah untuk menyesuaikan diri dengan dinamika perkembangan kebutuhan masyarakat yang terdapat di negara-negara maju atau pada belahan dunia lainnya. . Bagi negara sedang berkembang termasuk di Indonesia gelombang tekanan untuk mengubah wajah pemerintahan dan substansi operasi mesin pelayanan publiknya tidak terlepas dari tekanan-tekanan dari lembaga-lembaga internasional seperti misalnya IMF, World Bank, atau lembaga donor lainnya. Hal tersebut tidak terlepas dari kepentingan. kebijakan publik. Sekalipun di Indonesia secara politik era reformasi itu sudah berjalan sekitar 10 tahun sejak lengsernya Presiden Suharto pada tahun 1998, namun dalam penyelenggaraan pelayanan publik masih ditandai berbagai kelemahan-kelemahan, padahal sudah banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat antara lain perumusan kembali Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang sebenarnya memberikan perluasan kewenangan pada tingkat pemerintah daerah, dipandang sebagai salah satu upaya untuk memotong hambatan birokrasi yang acap kali mengakibatkan pemberian pelayanan memakan waktu yang lama dan berbiaya tinggi. 7 Dengan adanya desentralisasi daerah mau tidak mau harus mampu melaksanakan berbagai kewenangan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat, seiring dengan pelayanan yang harus disediakan.

7

Abdul Azhar, ‘Masalah Pelayanan Publik di Indonesia Dalam Perspektif Administrasi Publik’ (2011) II Otoritas. [85].


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Oleh karena itu, berdasarkan uraian penjelasan di atas, dapat disumpukan bahwa: 1. Pada tahun 2014, implementasi program BPJS Kesehatan di Kabupaten Gowa menimbulkan sejumlah permasalahan yang mencapai puncaknya pada awal 2017. Hal ini disebabkan oleh adanya program dan pembiayaan sosial dengan Jaminan Kesehatan Daerah. Pemerintah Kabupaten Gowa menghentikan kepesertaan 119.000 warga tak mampu dari program Jaminan Kesehatan Nasional, disebabkan karena kembali mengelola program jaminan kesehatan gratis. Meskipun dihadapi dampak peningkatan iuran yang membebani masyarakat menengah ke bawah, pemerintah setempat berusaha mandiri. Namun, gugatan terhadap UndangUndang Nomor 24 tahun 2011 ditolak, memaksa integrasi kembali dengan BPJS Kesehatan pada Oktober 2017. Tidak tercapainya titik temu antara program lokal dan nasional menunjukkan ketidaksesuaian kebijakan, mengakibatkan masalah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan menyoroti ketidakcocokan antara kebijakan sosial dan realitas di Kabupaten Gowa. Asumsi dasar termasuk perumusan kebijakan yang tidak tepat, implementasi yang tidak sesuai perencanaan, serta keterlibatan yang terbatas dari masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, pro dan kontra terhadap pemberlakuan JKN melalui BPJS Kesehatan semakin terlihat di tengah upaya pemerintah untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. 2. Jaminan Kesehatan di Indonesia yang dikenal sebagai BPJS Kesehatan, telah mencapai partisipasi signifikan dengan 83% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2019, mencatat 224,1 juta peserta. Terdapat dua kelompok kepesertaan, yaitu penerima bantuan iuran dan bukan penerima bantuan iuran. Kriteria iuran bervariasi berdasarkan manfaat yang dipilih, dengan lebih dari separuh penduduk Indonesia, atau 223.009.015 jiwa, terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Di Provinsi Sulawesi Selatan sendiri, jumlah peserta mencapai 6.502.440.


B. Rekomendasi Melalui laporan penelitian ini, kami mengusulkan beberrapa poin rekomendasi sebagai berikut: 1. Mendorong Dinas Sosial Kabupaten Gowa selaku Lembaga Pemerintah yang menyelenggarakan dan berwenang untuk memberikan bantuan berupa program penerima bantuan iuran (PBI) kepada masyarakat yang dirasa membutuhkan harus memberikan pelayanan yang cepat dan ramah agar masyarakat tidak malas untuk mengurus kartu BPJS Kesehatannya. 2. Mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat setempat dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya jaminan kesehatan. 3. Mendorong pemerintah atau pemangku kebijakan untuk memperkuat kemitraan dengan kecamatan, kelurahan agar dapat terjalin kerjasama untuk membantu masyarakat dalam hal pemerataan jaminan kesehatan. 4. Menegaskan kepada pemerintah bahwa diperlukan adanya mekanisme kontrol sosial dengan mendata masyarakat secara langsung sehingga pemerataan dan hak jaminan kesehatan dapat terpenuhi. 5. Mendorong pemerintah untuk melaksanakan prosedur pelayanan agar masyarakat sebagai penerima pelayanan juga paham akan prosedur pelayanan/alur pembuatan PBI JK, berkas persyaratan yang harus dipenuhi dan jangka waktu penyelesaian pelayanan kartu BPJS Kesehatan, sehingga dengan adanya Standar Operasional Prosedur yang telah ditentukan, baik pegawai maupun masyarakat akan paham terkait mekanisme prosedur pelayanan sehingga proses pelayanan pun dapat berjalan dengan baik. 6. Menegaskan kepada pemerintah agar pembagian serta pemerataan program PBI ini diverifikasi datanya bahwa masyarakat ini memang masuk kedalam kategori yang kurang mampu sehingga tercipta adanya keadilan dalam pembagian program penerima bantuan iuran (PBI) ini.


DAFTAR PUSTAKA

Regulasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Jurnal Abdul Mahsyar, ‘Masalah Pelayanan Publik Di Indonesia Dalam Perspektif Administrasi Publik’, (2011) Vol. 2 Otoritas. Irwandy, Irwandy & Amal Chalik Sjaaf, ‘Dampak Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Efisiensi Rumah Sakit: Studi Kasus Di Provinsi Sulawesi Selatan’, (2018), Vol. 14 Media Kesehatan Masyarakat. Sti Nurjannah, Surahman Batara & Haerudin, ‘Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan Mandiri di Kelurahan Bontomanai Kabupaten Gowa’, (2021), Vol. 2 Window Of Public Health Journal.

Buku Soerjono Soekanto, ‘Pengantar Penelitian Hukum’ (UI Press) (1986).

Artikel Online Muhammad Irfan & Nur Iva , ‘Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Kota Makassar’ (Media Neliti,

2015)

<https://www.neliti.com/id/publications/98040/implementasi-


kebijakan-jaminan-kesehatan-nasional-melalui-badan-penyelenggara-ja>

diakses

pada 19 Oktober 2023. Pemerintah Profinsi Sulawesi Selatan, ‘Pemprov Sulsel Optimistis Capai 98 Persen Peserta JKN’ (Sulselprov.go.id, 2023) <https://sulselprov.go.id/welcome/post/pemprovsulsel-optimistis-capai-98-persen-peserta-jkn> diakses pada 22 Desember 2023.

Skripsi Nursyamsi, ‘Kebijakan sosial Pemerintah Terhadap Program BPJS Kesehatan (Studi Kasus di Masyarakat Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa’,

(Skripsi

Universitas

Muhammadiyah

Makassar

)

<https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/508-Full_Text.pdf> diakses pada 22 Desember 2023.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.