Laporan Penelitian ALSA Legal Advocation 2021

Page 1




PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENUHAN HAK SIPIL ANAK DALAM MEMPEROLEH AKTA KELAHIRAN DI KABUPATEN MAROS Tim Peneliti ALSA Legal Advocation ALSA LC Universitas Hasanuddin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pengaturan tentang Hak Asasi Manusia dalam Bab XA UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Republik Indonesia pada dasarnya berkewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan dan pengakuan terhadap status pribadi dan status hukum seseorang atas setiap peristiwa hukum yang dialaminya mulai dari kelahiran sampai kematian. Pelaksanaan kewajiban Negara dalam memberikan perlindungan, pengakuan, serta penentuan status pribadi maupun status hukum atas peristiwa hukum berupa kelahiran yang dialami oleh Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, diwujudkan pemerintah dengan membuat peraturan tentang Administrasi Kependudukan, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, untuk selanjutnya dalam tulisan ini hanya disebut UU Adminduk. Peraturan ini bertujuan untuk mengatur tertib administrasi kependudukan secara nasional dengan memberikan keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan. Administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Agar administrasi kependudukan akurat, maka setiap peristiwa kependudukan yang berupa kejadian yang dialami oleh Penduduk harus dilaporkan. Pelaporan ini akan membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Adanya pelaporan kependudukan dan peristiwa penting yang terjadi, memerlukan suatu bukti yang sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai 1


dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan administratif berupa pelayanan KTP, akta kelahiran, sertifikasi tanah, dan perizinan merupakan pelayanan yang diselenggarakan dalam hal menjamin hak serta kebutuhan dasar warga negara.1 Penyelenggaraan Administrasi kependudukan bertujuan untuk memberi keabsahan identitas, serta kepastian hukum terkait dokumen penduduk atas peristiwa kependudukan, dan peristiwa penting yang terjadi, memberikan perlindungan status hak sipil bagi penduduk, serta dalam hal penyediaan informasi kependudukan dalam skala nasional secara akurat. Pencatatan kelahiran, merupakan salah satu bagian dari pencatatan sipil, yang berfungsi untuk menetapkan serta menentukan status keperdataan seseorang dalam wilayah hukum suatu negara tertentu. Pencatatan ini, merupakan bagian dari hak sipil, yang melekat pada diri seseorang begitu ia lahir. Pemerintah sebagai aparatur negara, yang berperan dalam mengatur dan mengendalikan warga negaranya, wajib memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap status pribadi, dan status hukum, atas setiap peristiwa penting, dan peristiwa kependudukan, yang dialami warga negaranya.22 Hal ini berarti, dengan mencatatkan kelahiran seorang anak, negara secara resmi telah mengakuinya sebagai subjek hukum, dan berkewajiban untuk menjamin hak-hak sipilnya. Salah satu dokumen resmi kependudukan yang merupakan hasil pencatatan identitas terhadap peristiwa kelahiran seseorang dikenal sebagai akta kelahiran.3 Akta kelahiran merupakan bukti sah dari status dan peristiwa kelahiran seseorang yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dalam Pasal 27 UU Adminduk, mengatur bahwa “Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.” Peran akta kelahiran begitu penting, karena tanpanya, seorang anak tidak akan diakui keberadaannya oleh Negara, sehingga mereka yang tidak tercatat kelahirannya, dapat kehilangan hak-hak dasarnya sebagai warga negara, untuk mendapatkan perlindungan. Pengakuan yang legal atas identitas diri anak begitu penting, karena pengakuan tersebut berkaitan dengan pelayanan, serta perlindungan, yang diberikan negara terhadap warga negaranya.

1 Siska Anraeni dkk, Sistem Informasi Pelayanan Administrasi Kependudukan Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer Vol. 6, No. 2, September 2020, hlm. 51. 2 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2015, hlm. 1 3 Putri Wulandari dkk, Strategi Pengembangan Inovasi Delivery Service Akta Kelahiran di Kota Bandung, Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. 14, No. 1, Juni 2017, hlm. 139.

2


Anak perlu dilindungi karena anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Oleh karena kondisinya yang rentan, anak jika dibandingkan orang dewasa lebih berisiko terhadap tindak eksploitasi, kekerasan, penelantaran, dan lain-lain.4 Anak-anak yang tidak memiliki identitas rentan terhadap tindakan eksploitasi, sehingga pemalsuan jati diri anak seringkali dijadikan sebagai modus oleh pelaku tindak kejahatan eksploitasi anak. Salah satu upaya untuk melindungi anak-anak tersebut yakni dengan memberikan akta kelahiran. Dengan kepemilikan akta kelahiran, diharapkan anak-anak mendapatkan hak- hak mereka sebagaimana mestinya.5 Mengingat begitu pentingnya pencatatan kelahiran, maka ditegaskan oleh UU Adminduk dalam Pasal 27 yang mewajibkan penduduk untuk melaporkan peristiwa kelahiran yang terjadi kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak hari kelahirannya. Ditegaskan juga, tidak adanya biaya yang dibebankan berkaitan dengan pencatatan kelahiran. Namun, jika terlambat dilakukan pelaporan peristiwa kelahiran tersebut, maka perlu adanya penetapan pengadilan, dan kemungkinan denda administratif.6 Berdasarkan ketentuan tersebut, negara memiliki kewajiban dalam memberikan perlindungan terhadap setiap warga negaranya. Untuk memberikan perlindungan maka negara perlu mengetahui bahwa apakah orang yang dilindungi tersebut adalah warga negaranya atau bukan. Penentuan seseorang sebagai warga negara Indonesia atau bukan, dapat dilihat melalui identitas diri yang sah dari diri orang tersebut yaitu melalui akta kelahirannya. Meskipun kepemilikan akta kelahiran itu sangat penting, namun sayangnya masih banyak warga yang belum mempunyai akta kelahiran. Dalam laporan kinerja Direktorat Dukcapil hingga 30 Agustus 2020, progres kepemilikan akta lahir nasional sudah mencapai 92,85%. 79.964.264 jumlah anak Indonesia berusia 0-18 tahun, sebanyak 74.244.858 jiwa sudah memiliki akta kelahiran.7 Namun sayangnya di beberapa daerah tertentu seperti Kabupaten Maros, pentingnya kepemilikan akta kelahiran tersebut belum diimbangi dengan jumlah anak yang memiliki akta kelahiran. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas

4 Mohammad Zamroni, Urgensi Pencatatan Sipil Dalam Pemenuhan Hak Anak Telaah Menurut Imam Syafi’I dan HAM, Musawa, Vol. 14, No. 1, 2015, hlm. 78. 5 Dwinta Nurul Puteri, Urgensi Akta Kelahiran Sebagai Perlindungan dan Pengakuan Negara Terhadap Hak Sipil Anak Jalanan di Indonesia, Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung, 2016, hlm. 3. 6 Nafi’ Mubarok, Kebijakan Negara dalam Keterlambatan Pengurusan Akta Kelahiran Anak, Al-Qānūn, Vol. 19, No. 1, Juni 2016, hlm. 46-47. 7 Dita Angga, “Warga di Sembilan Provinsi Ini Masih Rendah Kesadaran Buat Akta Kelahiran”, <https://www.inews.id/news/nasional/warga-di-9-provinsi-ini-masih-rendah-kesadaran-buat-akta-kelahiran>, diakses pada 25 Juni 2021.

3


Dukcapil Kabupaten Maros pada tahun 2020 silam, diketahui bahwa Kabupaten Maros merupakan salah satu daerah dimana persentase jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran jauh lebih tinggi yaitu sebanyak 58,63% dibandingkan dengan persentase jumlah anak yang memiliki akta kelahiran yang hanya mencapai 41,37%. Kecamatan Mandai merupakan kecamatan yang memiliki angka tertinggi dari persentasi jumlah anak yang belum memiliki akta kelahiran. Dari 9.230 anak laki-laki, 1991 diantaranya belum memiliki akta kelahiran, dan dari 8.501 jumlah anak perempuan, 1.865 diantaranya belum memiliki akta kelahiran. Berdasarkan data tersebut diatas, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk tertib administrasi kependudukan dalam pengurusan dokumen kependudukan di Kabupaten Maros masih sangat kurang. Keadaan ini mengharuskan pemerintah daerah setempat untuk melakukan upaya peningkatan jumlah kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Maros, mengingat angka kepemilikan akta kelahiran masih terbilang rendah. Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) yang diterapkan pemerintah guna membackup database kependudukan sudah cukup baik, SOP atau Standar Operasional Prosedur yang diterapkan sebagai dasar pelayanan bagi masyarakat juga sudah cukup baik. Namun, masyarakat belum sepenuhnya memahami adanya kemudahan yang diberikan pemerintah melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam setiap pengurusan dokumen kependudukan.8 Umumnya masyarakat pedesaan, jika melangsungkan perkawinan, sering tidak melakukan pengurusan akta pernikahan/buku nikah, padahal buku nikah/surat nikah pasangan suami istri ini sangat penting. Apabila pasangan ini memiliki anak dan akan mengurus akta kelahiran anak mereka, maka salah satu syaratnya harus ada akta perkawinan orang tua sang anak. Jika akta kawin atau buku/surat nikah orang tuanya tidak ada maka status anak bisa dianggap sebagai anak luar kawin. Akibatnya jika seorang anak dianggap anak luar kawin maka dalam hal-hal tertentu, antara lain dalam hal pewarisan, hak keperdataan anak luar kawin ini akan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan anak dalam perkawinan. Jadi, akta perkawinan orangtua merupakan salah satu syarat penting dalam pembuatan akta kelahiran. Perkawinan yang sering dilangsungkan tanpa ditindak lanjuti dengan pembuatan akta kawin atau buku/ surat nikah, menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlalu peduli dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam kenyataan yang ditemukan dilapangan, ternyata masyarakat baru akan mengurus akta kelahiran pada saat ada keperluan yang membutuhkan 8

Joko Tri Hutomo, Strategi Komunikasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maros dalam Penyebarluasan Informasi “Pelayanan Penerbitan Dokumen Kependudukan Gratis”, Tesis, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2017, hlm. 21.

4


akta kelahiran sebagai salah satu syaratnya.9 Berdasarkan hasil wawancara kami dengan pihak Dukcapil10 Kabupaten Maros, kami mendapati bahwa masalah terkait kepemilikan akta kelahiran sebenarnya kembali lagi kepada orang tua masing-masing anak. Ada beberapa orang tua yang tidak acuh dengan urusan tekait dokumen kependudukan, terlebih lagi apabila orang tuanya berasal dari pedesaan. Kebanyakan dari mereka enggan untuk mengurus dokumen kependudukan di Dukcapil Kabupaten Maros. Padahal dari pihak Dukcapil Kabupaten Maros sendiri sudah menjadi agenda rutin mereka untuk turun melakukan sosialisasi terkait dokumen kependudukan hingga ke pelosok desa. Berdasarkan Target Nasional Tahun 2021 bahwa minimal pencapaian target kepemilikan akta kelahiran harus mencapai 95%.11 Namun pada kenyataannya, jumlah kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Maros belum menyentuh angka 90%, dimana berdasarkan hasil wawancara dengan Dukcapil Kabupaten Maros tingkat kepemilikan akta kelahiran telah meningkat dari tahun lalu yang hanya sebesar 41,37% dan sekarang telah mengalami peningkatan namun belum menyentuh angka yang menjadi target nasional kepemilikan akta kelahiran tahun 2021. Mengingat pentingnya arti kepemilikan akta kelahiran bagi setiap anak, sungguh memprihatinkan melihat orang tua yang menyepelekan keabsahan anaknya, padahal pembuatan akta kelahiran sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban bagi para orang tua. Menghadapi kenyataan bahwa tingkat kepemilikan akta kelahiran di beberapa daerah masih terbilang rendah, kami berinisiatif untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengaturan dan perlindungan hukum yang diberikan kepada anak dalam memperoleh akta kelahiran, menilik lebih dalam fungsi dan peranan pemerintah dalam pembuatan akta kelahiran, dan untuk mengetahui apa yang menjadi penghambat partisipasi masyarakat dalam pembuatan akta kelahiran di Kabupaten Maros.

9

Bidara Tania Gumilang, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepemilikan Akta Kelahiran di Desa Sumpu Kecamatan Hulu Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi,JOM FISIP, Vol.3, No.2, Oktober, 2016, hlm.5. 10 Pada tanggal 31 Mei di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupatem Maros, Sulawesi Selatan. 11 Admin Disdukcapil, “Rapat Koordinasi Pencapaian Kepemilikan Akta Pencatatan Sipil Sesuai Target RPJMN 2020-2024”, <https://disdukcapil.bulelengkab.go.id/informasi/detail/berita/65-rapat-koordinasi-pencapaiankepemilikan-akta-pencatatan-sipil-sesuai-target-rpjmn-2020-2024>, diakses pada 25 Juni 2021.

5


B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan dan perlindungan hukum terhadap anak dalam memperoleh akta kelahiran? 2. Bagaimana fungsi dan peranan pemerintah dalam proses pembuatan akta kelahiran sebagai bentuk perlindungan hukum bagi anak? 3. Bagaiman faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam pembuatan akta kelahiran di Kabupaten Maros? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaturan dan perlindungan hukum terhadap anak dalam memperoleh akta kelahiran. 2. Untuk mengetahui fungsi dan peranan pemerintah dalam pembuatan akta kelahiran sebagai bentuk perlindungan hukum bagi anak. 3. Untuk mengetahui faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam pembuatan akta kelahiran di Kabupaten Maros. D. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan socio-legal research. Penelitian ini mengkaji kesenjangan antara objek ilmu hukum yang berasal dari berbagai norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum yang ada di dalam masyarakat sebagai bahan hukum (das sollen), dengan objek ilmu sosial berupa kenyataan atau perilaku manusia yang berpedoman pada norma hukum (das sein) sebagai masalah utama dalam socio-legal research.12 Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara, observasi lapangan, data-data mengenai informan, dan data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dan dianalisis, dengan bahan berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini adalah menggunakan teknik studi Pustaka, teknik wawancara dan survei. Studi pustaka sebagai langkah awal pengumpulan data dilakukan dengan pencarian data dan informasi melalui media cetak maupun elektronik yang diarahkan kepada topik yang akan dibahas. Sementara melalui wawancara peneliti menggali data dan informasi berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. 12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 51.

6


Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya pertanyaan yang dilontarkan tidak terpaku pada pedoman wawancara dan dapat diperdalam maupun dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Wawancara dilakukan kepada pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten

Maros

sebagai

narasumber.

Survei adalah teknik pengumpulan data atau informasi pada populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relatif lebih kecil. Survei dilakukan kepada warga Kelurahan Bontoa, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. E. Dasar Hukum •

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan jo Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).

Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2012 Tentang Pedoman Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran.

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengeloaan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK).

7


BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Memperoleh Akta Kelahiran Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat dan mencerminkan martabat manusia, yang dapat efektif hanya apabila dilindungi oleh hukum. Perlindungan terhadap hakhak itu dapat terjamin, apabila hak-hak itu merupakan bagian dari hukum yang memuat prosedur hukum untuk melindungi hak-hak tersebut. Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak, semuanya ditentukan oleh Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum tersebut.13 Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Anak adalah warga negara yang belum dewasa, yang dari sisi fisik dan psikis merupakan pribadi yang lemah dan masih membutuhkan perlindungan.14 Pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar anak Indonesia mendapatkan perlindungan hukum, khususnya di bidang kepemilikan akta kelahiran, dimana upaya pemerintah itu diwujudkan dengan dikeluarkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk memudahkan anak Indonesia dalam memperoleh akta kelahiran sebagai bentuk perlindungan hukum. Namun didalam pelaksanaannya, pembuatan akta kelahiran nyatanya masih mengalami permasalahan dikarenakan peraturan-peraturan yang ada dinilai masih mempersulit anak-anak dalam memperoleh akta kelahiran.15 Padahal pemenuhan hak asasi warga negara dan rakyat Indonesia merupakan kewajiban dari negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak tersebut. Hal ini dilakukan dengan pencantuman hak asasi warga negara di dalam konstitusi, maka membawa konsekuensi bagi negara untuk mengakui, menghormati dan menghargai hak-hak warga negara dan rakyatnya.

13

Grace Hosanna Tedjo, Op. Cit., hlm. 1. Diki Sander Zulkarnaen, “Anak dan Akta Kelahiran”, <http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu33/artikel/58-anak-dan-akta-kelahiran-.html>, diakses pada 1 Juli 2021. 15 Hasnah Aziz, Perlindungan Hukum bagi Anak dalam Memperoleh Akta Kelahiran Berdasarkan PrinsipPrinsip Perlindungan Anak, Lex Jurnalica, Vol. 15, No. 1, 2018, hlm. 60. 14

8


Berdasarkan Pasal 28D Undang-Undang Dasar 194516 yang menentukan bahwa: (1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. (4) tiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Hal ini menunjukkan bahwa, negara menjamin hak setiap orang, atas pengakuan di hadapan hukum, serta memberikan jaminan, atas status kewarganegaraannya. Namun kenyataannya, ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang seharusnya diterbitkan, untuk ditaati, dan diimplementasikan, malah hanya dijadikan sebagai hiasan, dalam lembaran negara semata, tanpa diikuti oleh proses eksekusi, maupun pengimplementasian yang baik. Pada praktiknya, banyak permasalahan yang melibatkan anak, bukan hanya mengenai kekerasan, atau tindak eksploitasi. Salah satu bentuk konkrit paling sederhana, dan yang paling sering terabaikan hingga saat ini, yaitu permasalahan identitas hukum seorang anak. Identitas hukum seorang anak, yang dicerminkan melalui akta kelahiran, merupakan hal yang perlu dijadikan perhatian publik, mengingat pencatatan kelahiran merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang mendasar, sama seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, untuk selanjutnya dalam tulisan ini hanya disebut UU Perlindungan Anak bahwa:17 “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan” Anak merupakan penerus bangsa, oleh sebab itu dengan tidak memperhatikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak sama halnya dengan mengabaikan kelangsungan hidup generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Pendaftaran kelahiran menjadi salah satu mekanisme pencatatan sipil yang efektif karena ada pengakuan eksistensi seseorang secara hukum. Pencatatan ini memungkinkan anak mendapatkan akta kelahiran. Ikatan keluarga si anak pun menjadi jelas, artinya catatan

16

Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Grace Hosanna Tedjo, Analisis Yuridis terhadap Pemenuhan Hak Identitas Hukum Anak atas Akta Kelahiran ditinjau dari Perspektif Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Anak, Skripsi, Universitas Internasional Batam, Batam, 2017, hlm. 2-3. 17

9


hidup seseorang dari kelahiran, perkawinan hingga kematian juga menjadi jelas.18 Tak hanya itu, bagi pemerintah akta kelahiran juga membantu mereka dalam hal menelusuri statistik demografis, serta kecenderungan maupun kesenjangan kesehatan. Dengan data yang komprehensif maka perencanaan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan serta program pembangunan pun akan lebih akurat kedepannya.19 Secara yuridis normatif, prinsip-prinsip perlindungan anak antara lain diatur dengan ketentuan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Prinsip-prinsip tersebut juga terdapat di dalam ketentuan UU Perlindungan Anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak- hak anak dapat diimplementasikan di Indonesia. Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap harkat dan martabat anak sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1979 ketika membuat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

20

Akan tetapi, hingga dikeluarkannya

Undang-Undang Perlindungan Anak dan sampai detik ini, kesejahteraan dan pemenuhan hak anak masih jauh dari yang diharapkan. UU Perlindungan Anak pada Pasal 27 ayat (1) mengatur “Identitas diri setiap Anak harus diberikan sejak kelahirannya” dan ayat (2) mengatur “Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran” serta Pasal 28 ayat (1) “Pembuatan akta kelahiran dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang administrasi kependudukan” dan pada ayat (2) “Pencatatan kelahiran diselenggarakan paling rendah pada tingkat kelurahan/desa.”21 Terdapat kesalahan persepsi yang memandang pencatatan kelahiran hanya sebagai bagian dari pekerjaan teknis administratif. Padahal, seharusnya pencatatan kelahiran merupakan manifestasi dari hak asasi manusia. Para birokrat pemerintahan memandang urusan KTP dan akta kelahiran hanyalah urusan teknis administrasi kependudukan. Cara

18

Ibid.

19

<https://id-id.facebook.com/UNICEFIndonesia/posts/akta-kelahiran-membantu-pemerintah-menelusuristatistik-demografis-serta-kecende/1947315332024429/>, diakses pada 1 Juli 2021. 20 Rifki Septiawan Ibrahim, Hak-Hak Keperdataan Anak Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Lex Privatum, Vol. VI. No.2, 2018, hlm. 54. 21 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas undang undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

10


pandang yang mensubordinasikan masalah pencatatan kelahiran menjadi sekedar urusan administrasi kependudukan inilah yang merupakan masalah.22 Sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 5 UU Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.”23 Dengan pembuatan akta kelahiran kepada anak merupakan salah satu cara untuk memenuhi hak anak untuk memiliki identitas diri dan memperjelas status kewarganegaraannya. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Selain anak sah yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan dalam memperoleh akta kelahiran, anak tidak sah atau anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau anak yang perkawinan orang tuanya tidak dicatatkan, sehingga tidak mempunyai kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan juga dilindungi dalam memperoleh akta kelahiran sebagaimana tertera dalam Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Pasal 52 ayat (2) mengatur “Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan”.24 Namun dalam pelaksanaannya, petugas enggan melakukan pencatatan akta kelahiran bagi anak luar kawin karena tidak dapat menunjukkan surat akta perkawinan dan orang tua tidak mau mencantumkan hanya nama ibunya saja pada akta kelahiran anaknya sebagai dampak dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap belum sah. Bagi anak-anak yang dilahirkan dalam status dimana perkawinan orang tuanya tidak dicatatkan, tidak memiliki hubungan hukum dengan sang Ayah dan hanya memiliki hubungan hukum dengan Ibunya sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 mengatakan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya,25 yang kemudian berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU22

Hasnah Aziz, Op. Cit., hlm. 57. Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 24 Hasnah Aziz, Op. Cit., hlm. 61. 25 Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 23

11


VIII/2010 tgl 13-02-2012 ketentuan Pasal ini direvisi menjadi “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. Dengan demikian, anak-anak yang dilahirkan dari pasangan suami istri yang tidak memiliki buku nikah tetap dapat memiliki akta kelahiran, hanya saja yang tercantum di dalam akta kelahirannya adalah nama ibunya saja dan tidak mencantumkan nama ayahnya sepanjang tidak diakui oleh ayahnya. Persyaratan pembuatan akta kelahirannya sama dengan anak lain pada umumnya, hanya saja ditambah lagi dengan melampirkan surat pernyataan tidak ada ikatan perkawinan yang dibuat oleh ibu dari anak tersebut. Untuk anak yang orangtuanya telah menikah secara sah tetapi tidak memiliki buku nikah, dapat meminta surat keterangan dari KUA (Kantor Urusan Agama).26 Kenyataannya bahwa di lapangan masih banyak anak yang ditemui belum memiliki identitas berupa akta kelahiran. Dukcapil sebagai instansi pemerintah yang bertugas dalam pembuatan akta kelahiran sudah seharusnya rutin melakukan penyuluhan terhadap masyarakat hingga ke pelosok desa sehingga setiap anak dapat terpenuhi hak nya dalam memiliki keabsahan identitas berupa akta kelahiran. Pasal 27 UU Adminduk menyatakan bahwa “Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.”27 Pemerintah mewajibkan orang tua untuk segera melaporkan kelahiran anaknya paling lambat 60 hari sejak kelahiran anaknya, hal ini dilakukan agar pihak berwenang dapat bertindak secepatnya dalam pembuatkan akta kelahiran bagi anak tersebut. Hal ini bertujuan untuk memenuhi dan melindungi hak anak dalam memperoleh pengakuan dan keabsahan identitas. Akta kelahiran tidak hanya berguna untuk memperjelas identitas dan kewarganegaraan anak, tetapi juga syarat untuk mendapatkan hak anak yaitu pendidikan. Pada pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya

Suryanto, “Akta Kelahiran Tanpa Buku Nikah Orang Tua”, <https://dukcapil.gunungkidulkab.go.id/aktakelahiran-tanpa-buku-nikah-orang-tua/>, diakses pada 1 Juli 2021. 27 Pasal 27 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. 26

12


hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.”28 Telah dijelaskan bahkan sejak dalam kandungan, anak telah diakui dan dilindungi keberadaannya oleh hukum, sehingga pembuatan akta kelahiran menjadi hal yang penting ketika anak itu telah lahir demi pemenuhan hak asasi anak tersebut untuk dapat diakui identitas maupun kewarganegaraannya. Hal ini pula telah diatur pada pasal 53 ayat (2) bahwa “Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan”. 29 Dalam hal untuk hidup, mempertahankan hidup, dan untuk meningkatkan taraf kehidupan anak, kepemilikan akta kelahiran dari anak tidak kalah penting sehingga alasan inilah yang menjadikan pembuatan dan pemberian akta kelahiran kepada anak tidak dapat dianggap formalitas semata. Hak-hak yang dimiliki anak juga diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.30 Demi kesejahteraan anak, Pemberian akta kelahiran begitu penting, karena identitas kewarganegaraan merupakan hal yang vital sejak dini, tanpa adanya identias, berupa akta kelahiran ini, maka anak-anak Indonesia, tidak dapat menempuh pendidikan di sekolah, dan tidak hanya itu, segala bentuk bantuan dari pemerintah seperti, sembako untuk kesejahteraan anak juga sulit untuk dijangkau oleh anak yang tidak terdaftar kelahirannya karena identitas dan keberadaannya belum diketahui oleh negara. Pemerintah Daerah Kabupaten Maros telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang memuat pembahasan terkait pembuatan akta kelahiran anak. Pada Pasal 7 mengatur “Setiap orang tua diwajibkan untuk melaporkan kelahiran anaknya paling lambat 60 hari sejak kelahiran ke dukcapil terdekat untuk dibuatkan akta kelahiran” dan pada Pasal 19 juga dibalut aturan terhadap orang tua yang melahirkan anak di luar nikah sehingga anak itu tetap dapat memiliki akta kelahiran walaupun orang tuanya tidak memiliki kartu nikah yang sah31. Tak hanya aturan mengenai pembuatannya, pemerintah dengan tegas memberikan sanksi kepada orang tua yang tidak melaporkan anaknya paling lambat 60 hari sejak dia memiliki anak.32 Pemberian sanksi berupa denda membayar sejumlah uang karena keterlambatan 28

Pasal 52 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 30 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 31 Pasal 7 dan Pasal 19 Peraturan Daerah Kabupaten. Maros Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). 32 Pasal 51 Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). 29

13


pendaftaran, dilakukan dengan tujuan agar masyarakat patuh terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Mengingat akta kelahiran merupakan hak asasi anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang berpengaruh terhadap segala aspek kehidupannya, maka sudah seharusnya pemerintah daerah juga turut dalam mengupayakan dan menyukseskan pembuatan akta kelahiran secara gratis agar segala kepentingan anak kedepannya dapat terpenuhi. B. Fungsi dan Peranan Pemerintah dalam Pembuatan Akta Kelahiran sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Anak Pengertian Pemerintah dalam ketentuan Pasal 1 angka 17 UU Perlindungan Anak, meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negera Republik Indonesia. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 33 Dalam organisasi pemerintah, pelayanan terhadap masyarakat merupakan tujuan utama yang menjadi kewajiban dalam mengadakan pelayanan dengan melahirkan pelayanan yang terbaik yang diberikan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah juga mempunyai peranan penting yaitu menyediakan layanan publik yang paripurna bagi masyarakat mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan maupun pelayanan-pelayanan lain dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, maka penyediaan pelayanan oleh pemerintah itu sendiri harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik itu sendiri, aparat pemerintah bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai wujud dari penciptaan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang efektif dan terbaik oleh pemerintah karena sistem demokrasi yang ada juga kembali pada rakyatnya, selain itu karena masyarakat juga telah memberikan

33

Hari Harjanto Setiawan. Akta Kelahiran Sebagai Hak Identitas Diri Kewarganegaraan Anak. Jurnal Sosio Informa Vol. 3, No. 01, 2017. Sosial, hlm. 32.

14


dananya dalam bentuk pungutan pajak, retribusi serta berbagai pungutan yang lainnya.34 Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, pelayanan yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat umum terkadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara. Padahal sesungguhnya negara berdiri hanya untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya maka dari itu, birokrat harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang berhasil mencapai standar pelayanan yang ditetapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Moenir bahwa pelayanan publik yang secara umum didambakan oleh masyarakat adalah: 35 (1) Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat. (2) Memperoleh pelayanan yang wajar tanpa gerutuan, sindiran atau dengan kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik untuk alasan dinas atau untuk kesejahteraan. (3) Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama. (4) Pelayanan yang jujur dan terus terang. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maros sebagai Instansi Pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan administrasi kependudukan atau pelayanan kepada penduduk atau masyarakat atas pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting hal ini tercantum dalam Pasal 1 angka 5 Perda Kabupaten Maros No. 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maros melakukan pelayanan seperti pembuatan Akta kelahiran, Akta Kematian, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan lain lain. Pada penelitian yang dilaksanakan penulis hanya pada salah satu pencatatan peristiwa penting yaitu mengenai Akta Kelahiran. Salah satu tugas dan kewenangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah memberikan pelayanan akta.36 34

Puji Fitriani Abdullah, Efektivitas Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran Dalam Rangka Pemenuhan Identitas Anak Usia 0 Sampai 18 Tahun Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Subang, Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djadi, Bandung, 2019, hlm. 1-2. 35 Laili Septaria Puspitasari dkk, Upaya Peningkatan Pelayanan Akta Kelahiran Di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sidoarjo, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vo.l 1, No.2, hlm. 233. 36 Annisa Afra Okta Fitri dkk, Peran Kinerja Pegawai dalam Kualitas Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batu, Jurnal of Publik Administration, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 115.

15


UU Adminduk telah menetapkan bahwa tugas Capil adalah melayani masyarakat. Dengan demikian, Capil berkewajiban memberi pelayanan akta sebaik mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip pelayanan publik yang ditegaskan dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, termasuk di dalamnya pelayanan akta, yaitu harus mempertimbangkan

prinsip

efektivitas,

efisiensi,

transparansi,

akuntabilitas,

dan

berkesinambungan. Kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasi anak yang belum mempunyai Akta Kelahiran harus mencakup dalam tiga level yaitu makro, meso dan mikro karena ketiganya saling berkaitan satu sama lainnya37. Pada Level macrosystem, merupakan suatu sistem yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap identitas anak. Pada level ini pemerintah telah menetapkan beberapa undang-undang dan aturan tentang Akta Kelahiran. Kebijakan pada tingkat Nasional, pemerintah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 dan diundangkan melalui Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 dan diamandemen dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 yang diikuti oleh peraturan daerah masing-masing. 38 Namun pengimplementasian peraturan tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Terbukti bahwa, masih banyak anak Indonesia yang belum mempunyai akta kelahiran. Pelaksanaan program yang tidak terkoordinatif menimbulkan permasalahan tersendiri dalam penerapan kebijakan di Indonesia. Tertuang dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang merupakan instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip yang universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Oleh karena itu, Konvensi Hak Anak ini merupakan perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukkan hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak budaya. Konvensi ini telah diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.39 Secara yuridis Negara berkewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak yang dituangkan dalam bentuk kebijakan, peraturan perundang-undangan, strategi, dan program yang sejalan dengan kewajiban negara. Oleh karenanya, Presiden bersama DPR mengesahkan UU Perlindungan Anak. 37

Adi Isbandi R. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat: Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012. Dikutip dari Hari Harjanto Setiawan, Ibid. 38 Hari Harjanto Setiawan. Loc. Cit. 39 Raissa Lestari, Implementasi Konvensi Internasional Tentang Hak Anak (Convention on The Rights of The Child ) di Indonesia ( Studi kasus : Pelanggaran Terhadap Hak Anak di Provinsi Kepulauan riau 2010-2015), JOM FISIP, Vol. 4, No. 2, 2017, hlm. 2.

16


Undang-Undang ini bertujuan untuk menjamin, menghargai, dan melindungi hak anak. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendirikan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang merupakan lembaga koordinasi dan advokasi perlindungan anak di Indonesia. Kementrian ini memiliki tupoksi dalam menyusun Rencana Aksi Nasional Pembangunan di Bidang Anak. Pemerintah Indonesia juga membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebagai lembaga independen yang bertugas untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak sebagaimana telah diatur dalam ketentuan dan prinsip dasar KHA. Tanggung jawab Pemerintah dalam pembuatan Akta Kelahiran tertuang dalam UU Adminduk. Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia. Undang-undang ini membagi kewenangan penyelenggaraan pembuatan Akta Kelahiran secara berjenjang. Pemerintah pusat melalui Menteri berwenang menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, meliputi: 1) koordinasi antarinstansi dan antardaerah; 2) penetapan sistem, pedoman, dan standar; 3) fasilitasi dan sosialisasi; 4) pembinaan, pembimbingan, supervisi, pemantauan, evaluasi dan konsultasi; 5) pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional; 6) menyediakan blangko KTP-el bagi kabupaten/kota; 7) menyediakan blangko dokumen kependudukan selain blangko KTP-el melalui Instansi Pelaksana; dan 8) pengawasan.40 Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi: 1) koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; 2) pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; 3) pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; 4) penyajian Data Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri; dan 5) koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.41 40

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 41 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

17


Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangan meliputi: 1) koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; 2) pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan; 3) pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

4)

pembinaan

dan

sosialisasi

penyelenggaraan

Administrasi

Kependudukan; 5) pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan; 6) penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan; 7) penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri; dan 8) koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.42 Pada pelaksanaannya perlu diterapkan Model Pelayanan Negara yaitu manajemen pelayanan negara yang diselenggarakan dengan budaya kerja yang menghormati hak-hak dasar warga negara dan monopoli oleh negara serta pengelolaan sumbangan pikiran untuk mengoptimalisasikan kewajiban negara dalam melayani setiap warga Negara.43 Sebagai generasi penerus, anak-anak memiliki hak-hak tertentu yang harus dipenuhi negara. Salah satunya adalah memiliki identitas diri atau Akta Kelahiran yang sangat memengaruhi pengakuan negara atas kewarganegaraan warganya. Untuk itu, Kementerian Pendidikan Nasional bersama-sama dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) menandatangani nota kesepahaman tentang percepatan kepemilikan Akta Kelahiran dalam rangka perlindungan anak. Implementasi dari perjanjian kerjasama ini yaitu, setiap kementerian akan menjalankan nota kesepahaman ini berdasarkan tugas dan fungsinya. Kementerian Luar Negeri akan membantu supaya tidak ada anak TKI yang tak memiliki identitas, 42

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 43 Andi Ony dan Prihartono, Budaya Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Pencatatan Kelahiran, Ringkasan Disertasi Universitas Indonesia, Depok. Dikutip dari Hari Harjanto Setiawan, Ibid.

18


Sedangkan Kementerian Kesehatan membantu agar pembuatan surat keterangan lahir merupakan paket layanan persalinan. Kementerian Pendidikan Nasional bersama-sama dengan Kementerian Agama akan mengintegrasikan materi akan pentingnya Akta Kelahiran di sekolahsekolah dan lembaga pendidikan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan memastikan keterpaduan Akta Kelahiran bagi anak dalam proses keimigrasian dan yang terkait lembaga pemasyarakatan serta rumah tahanan. Kementerian Sosial akan memfasilitasi anakanak mendapatkann akta melalui berbagai lembaga kesejahteraan sosial. Kementerian Dalam Negeri sebagai penanggung jawab layanan pencatatan sipil akan mempercepat layanannya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membantu untuk melakukan sinkronisasai dan koordinasi segala hal yang terkait masalah perlindungan anak termasuk pemenuhan Akta Kelahiran bagi anak tersebut.44

2.3 Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Akta Kelahiran di Kabupaten Maros Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa : “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang/jasa dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”45 Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah, banyaknya jenis pelayanan publik menyebabkan harus dilakukan pembatasan jenis pelayanan. Salah satunya adalah pelayanan dalam bidang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil terdiri dari pembuatan Kartu tanda penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, Akta Kematian, dan sebagainya. Luasnya pelayanan publik sehingga harus dikhususkan pada pelayanan Akta Kelahiran, karena Akta Kelahiran merupakan salah satu bentuk pelayanan yang penting karena bentuk bukti pengakuan legal kewarganegaraan seseorang dan jaminan atas kedudukan hukum seseorang dalam Negara.46

44

Hari Harjanto Setiawan. Op. Cit. hlm. 34. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 46 Siti Maisyarah, Kualitas Pelayanan Akta Kelahiran pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banjar Tahun 2019, As Siyasah, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 46-47. 45

19


Namun hingga detik ini, masih banyak ditemui anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang dihadapi dalam pembuatan akta kelahiran. Terdapat berbagai kendala yang menjadi penyebab masih banyaknya anak yang tidak memiliki akta kelahiran. Kendala yang paling sering ditemui yaitu masih kurangnya kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk melaporkan dan mencatatkan kelahiran anaknya. Kebanyakan orang tua masih menganggap bahwa pembuatan akta kelahiran bagi anaknya hanya merupakan formalitas semata, sehingga kesadaran masyarakat untuk melakukan pendaftaran pembuatan akta kelahiran bagi anaknya sangatlah minim. Hal ini disertai pula dengan ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya kepemilikan Akta Kelahiran bagi anaknya. Adanya kesalahan persepsi yang memandang pencatatan kelahiran hanya sebagai bagian dari pekerjaan teknis administratif. Padahal, seharusnya pencatatan kelahiran merupakan manifestasi dari hak asasi manusia. Kurangnya persyaratan yang dimiliki untuk pembuatan akta kelairan juga menjadi kendala terbesar yang dihadapi para orang tua dalam memperoleh akta kelahiran bagi anaknya, yaitu tidak tercatatnya perkawinan orang tua sehingga mereka tidak memiliki Buku Nikah/Akta Perkawinan menjadi syarat dalam pembuatan Akta Kelahiran. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran. Peraturan tersebut dalam rangka perlindungan anak. Namun demikian masih terdapat sejumlah permasalahan yang kerap ditemukan. Berdasarkan hasil survei yang kami lakukan pada tanggal 1 Juli 2021 kepada warga setempat di Kelurahan Bontoa, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros ada beberapa faktor penghambat partisipasi mereka dalam pembuatan akta kelahiran. Pertama, kurangnya informasi yang mereka dapatkan mengenai prosedur pembuatan akta kelahiran. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dukcapil Kabupaten Maros, mereka mengatakan bahwa mereka rutin melakukan sosialisasi terkait dokumen kependudukan bahkan hingga ke pelosok desa. Namun realita yang terjadi di lapangan, masih begitu banyak masyarakat yang tidak memiliki akta kelahiran akibat keterbatasan informasi yang didapatkan, sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan jelas bagaimana prosedur dalam pengurusan akta kelahiran. Hal ini membuktikan bahwa sosialisasi yang diadakan oleh Dukcapil Kabupaten Maros tidak optimal dalam meningkatkan angka kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Maros. Walaupun rutin melakukan sosialisasi, namun dampak dari 20


sosialisasi tersebut masih sangat kurang dalam memberikan pemahaman kepada warga setempat. Seharusnya pemerintah setempat bisa mengerahkan seluruh warganya untuk mengikuti sosialisasi yang mereka adakan, sehingga informasi yang seharusnya didapatkan oleh warga dapat tersalurkan dengan jelas. Kedua, kurangnya peranan orang tua dalam mengurus akta kelahiran anaknya. Keluarga berperan penting dalam pemenuhan hak identitas anak, karena anak terlahir dari sebuah keluarga, sehingga keluarga yang pertama kali yang harus berperan dalam pembuatan Akta Kelahiran. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih lanjut diharapkan mengurangi timbulnya masalah-masalah sosial.47 Sebagai pihak yang paling dekat dengan kehidupan anak, kewajiban utama orang tua antara lain untuk mengurus Akta Kelahiran anaknya. Apabila orang tua tidak menghargai dan tidak mau mengurus Akta Kelahiran untuk anaknya, maka tugas pemerintah dalam menjamin pemenuhan hak-hak anak juga semakin dipersulit. Seringkali kesadaran orang tua terhadap pentingnya Akta Kelahiran ada ketika mau menyekolahkan anaknya. Seharusnya pengurusan Akta Kelahiran dilakukan dari awal, supaya pemerintah juga tidak mengalami kewalahan dalam pengurusannya pada awal tahun ajaran.48 Semestinya para orang tua peduli terhadap semua proses yang berkaitan dengan anaknya. Dalam mendapatkan hak anak atas keabsahan identitasnya, sudah seharusnya orang tua peduli dan memikirkan hakhak anak serta mencari informasi lebih lanjut terkait proses yang harus ia tempuh untuk mewujudkannya. Ketiga, adanya kemalasan dari masyarakat setempat dalam mengurus pembuatan akta kelahiran. Masyarakat tidak saja dibebani dengan banyak persyaratan untuk mengurus akta kelahiran namun juga masalah jarak tempuh masyarakat untuk melakukan pengurusan akta kelahiran anak-anak mereka. Jarak yang jauh antar tempat tinggal masyarakat dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil membuat masyarakat tidak memiliki keinginan untuk melakukan pengurusan akta kelahiran49 Sulitnya akses menuju tempat pengurusan Akta Kelahiran, terutama bagi masyarakat perdesaan dan di daerah perbatasan. Hal ini terkait dengan lokasi kantor layanan pencatatan sipil yang hanya ada satu pada setiap kabupaten/kota,

47

Gunarsa dan Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993. Hari Harjanto Setiawan. Op. Cit. hlm. 35. 49 Putra Abdali, Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Kepemilikan Akta Kelahiran di Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar Tahun 2014-2015, Jom FISIP, Vol. 4, No.1, 2017, hlm. 11. 48

21


Sehingga menyulitkan penduduk di daerah kabupaten yang sangat luas, penduduk pedalaman, kepulauan, perbatasan, maupun penduduk korban bencana.50 Keempat, kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam melakukan proses pembuatan akta kelahiran. Hal ini juga berkaitan dengan lemahnya peraturan tentang layanan pencatatan kelahiran secara gratis. Pembebasan biaya pencatatan kelahiran sebenarnya sudah menjadi amanat berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang- Undang untuk menegaskan komitmen negara terkait pelayanan publik. dimana penyediaan pencatatan kelahiran merupakan salah satu bagiannya, dan sebagai pemenuhan amanat pemenuhan hak dan perlindungan anak tanpa kecuali mulai dari saat anak lahir hingga batas usia memasuki 18 tahun.51 Walaupun pembuatan akta kelahiran tidak memakan biaya, namun yang terjadi justru sebaliknya. Biaya yang dikeluarkan dalam mengurus akta kelahiran tergolong tinggi. Biaya tersebut bukan hanya diakibatkan oleh biaya administrasi resmi, melainkan juga komponen biaya-biaya lainnya yaitu biaya dalam pembuatan dokumen persyaratan, biaya transportasi, dan sebagainya. Tingginya biaya yang perlu dikeluarkan tentu menjadi penghambat bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi. Terlebih lagi jika mereka harus mengurus penetapan pengadilan serta membayar denda akibat keterlambatan pelaporan peristiwa kelahiran anaknya. Untungnya ketentuan ini sudah tidak berlaku saat ini. Kelima, proses yang ditempuh dalam pembuatan akta kelahiran rumit dan memakan waktu. Rumitnya prosedur layanan dan persyaratan administratif yang harus dipenuhi. Persyaratan yang berlapis-lapis memberatkan masyarakat yang memerlukan dokumen yang sulit dipenuhi. Misalnya penduduk yang tidak memiliki struktur wilayah administrasi, penduduk berpindah, dan sebagainya. Selain itu prosedur yang rumit termasuk pengisian formulir yang tidak mudah diisi menyebabkan hambatan pemenuhan hak identitas anak, apalagi ketika petugas hanya bersikap menunggu tanpa memberikan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi masyarakat. 52 Banyaknya praktik percaloan dalam hal pembuatan akte kelahiran anak. Ini terlihat dengan adanya calo yang berada di sekitar kantor dan bahkan calo juga berasal dari pegawai sendiri.

50

Hari Harjanto Setiawan. Op. Cit. hlm. 30. Ibid. 52 Ibid. 51

22


Keenam, terlalu sibuk dalam melakukan pekerjaan sehingga tidak sempat mendaftarkan kelahiran anaknya. Hal ini diakibatkan karena masih sering terjadi keterlambatan pengurusan akta kelahiran atau tidak tepat waktunya penyelesaian akta kelahiran anak. Seperti misalnya, pengurusan akte kelahiran yang dalam peraturannya selesai dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja, namun seringkali selesai lebih lama dari kurun waktu yang telah ditentukan. Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya Akta Kelahiran bertaut dengan belum munculnya kepedulian untuk segera mencatatkan kelahiran anaknya menjadi kendala terbesar bagi Negara dalam memenuhi hak sipil anak. Berdasarkan sejumlah kasus yang ditemukan, faktor tradisi, rendahnya pendidikan, keengganan berurusan dengan birokrasi juga memegang peranan. Belum terwujudnya pelayanan prima dalam pengurusan Akta Kelahiran, sehingga sering menimbulkan keengganan masyarakat untuk berurusan dengan petugas pelayanan.54 Peran pemerintah, keluarga, dan masyarakat sangat besar dalam mendorong percepatan kepemilikan akta kelahiran. Oleh karena itu peran semua pihak sangat dibutuhkan dalam hal pemenuhan hak dasar anak, yakni hak sipil anak dalam memperoleh identitas dan pengakuan oleh Negara yang harus dipenuhi sejak mereka lahir.

53

Raja Hasnizar, Birokrasi Pelayanan Publik Pembuatan Akte Kelahiran, Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Vol. 13, No. 2, 2015, hlm. 92-93. 54 Hari Harjanto Setiawan, Op.Cit., hlm. 29-30.

23


BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengaturan dan perlindungan hukum terhadap anak dalam memperoleh akta kelahiran secara umum diatur dalam beberapa ketentuan, antara lain dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dari beberapa undang-undang yang mengatur tentang anak juga ada ketentuan yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut antara lain Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Sedangkan anak yang lahir diluar perkawinan juga diatur pada Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil dan Undang- Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan pengaturan tentang sanksi bagi orang tua yang terlambat mendaftarkan anaknya diatur juga pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Khusus untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Maros tempat penelitian ini dilakukan, ada Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

2. Fungsi dan Peranan Pemerintah dalam Pembuatan Akta Kelahiran sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Anak untuk memperoleh identitas diri, menentukan kewarganegarannya dan bagi pemerintah untuk menyelenggarkan urusan administrasi kependudukan, dan juga sekaligus untuk mengetahui data kependudukan, yang kelak akan digunakan dalam melakukan aktivitas lainnya misalnya untuk pendidikan, mencari lowongan kerja dan perkawinan. 3. Faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam pembuatan akta kelahiran di Kabupaten Maros antara lain Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya Akta Kelahiran menyebabkan kepedulian untuk segera mencatatkan kelahiran anaknya sangat minim. Sejumlah kasus seperti, kurangnya

24


informasi dan peranan orang tua dalam mengurus akta kelahiran, rasa malas, kurangnya pemahaman, proses yang berbelit, serta kesibukan orang tua memegang peranan dalam menghambat partisipasi masyarakat dalam membuat akta kelahiran. Selain itu, pelayanan yang diberikan dalam pengurusan Akta Kelahiran belum sepenuhnya berjalan dengan baik, hal ini seringkali menimbulkan keengganan masyarakat untuk berhubungan dengan petugas pelayanan. Untuk itu peran pemerintah, keluarga, dan masyarakat sangat besar dan diperlukan dalam mendorong percepatan kepemilikan akta kelahiran di Indonesia, sehingga hak-hak dasar anak sebagai warga Negara dapat terpenuhi. B. Rekomendasi Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis yang dilakukan oleh Divisi Riset ALSA Legal Advocation, ALSA LC Unhas memiliki beberapa rekomendasi kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan pembuatan akta kelahiran, sebagai berikut: 1. Mendorong Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil selaku Instansi Pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan administrasi kependudukan atau pelayanan kepada penduduk atau masyarakat atas pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting harus memberikan pelayanan yang murah, cepat dan ramah dan tidak berteletele agar masyarakat tidak malas untuk mengurus akta kelahirannya; 2. Mendorong pemerintah agar dapat meningkatkan jangkauan kepada mereka yang sulit untuk mengakses hak mereka akan pencatatan kelahiran dalam bentuk sosialisasi maupun program yang dapat menjangkau mereka terutama pada keluarga yang tidak mampu; 3. Mendorong pemerintah untuk memperkuat kemitraan tingkat daerah, khususnya antara petugas pencatat kelahiran, pekerja sosial, dan perawat kesehatan di provinsi yang daya jangkaunya rendah; 4. Menegaskan kepada pemerintah bahwa perlu adanya mekanisme kontrol sosial dalam hal pelayanan publik berupa pembuatan Akta Kelahiran, sehingga pemenuhan hak identitas kewarganegaraan anak dapat terpenuhi; 5. Mendorong pemerintah untuk melancarkan prosedur pelayanan. Masyarakat sebagai penerima pelayanan juga harus memahami akan prosedur pelayanan, persyaratakan yang harus dipenuhi, dan jangka waktu penyelesaian pelayanan akta kelahiran, sehingga dengan adanya Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan, baik 25


pegawai maupun masyarakat paham akan prosedur pelayanan sehingga proses pelayanan pun dapat berjalan dengan lancar; 6. Menegaskan kepada pemerintah agar biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan akta kelahiran jelas dan transparan; 7. Mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Maros untuk mengadakan pendataan kependudukan secara serentak di Kabupaten Maros. Hal ini bertujuan agar pelayanan akta kelahiran dapat dimaksimalkan sangat dibutuhkan dukungan data yang valid terhadap potensi sasaran pelayanan yang riil sesua dengan kondisi yang sebenarnya; 8. Mendorong pemerintah untuk berupaya membangun system database agar menyesuaikan dengan perkembangan teknologi sehingga akan lebih mudah kedepannya untuk mengakses segala kebutuhan data kependudukan yang diperlukan; 9. Mendorong pemerinta untuk mengadakan pelayanan pengaduan, hal ini bertujuan untuk mewadahi suara masyarakat khususnya mengenai pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maros; 10. Mengapresiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Maros untuk mengadakan sosialisasi terkait administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, namun berdasarkan hasil survei yang kami lakukan kegiatan sosialisasi ini masih belum dapat merangkul seluruh masyarakat Kabupaten Maros, sehingga perlunya diadakan sosialisasi yang bertujuan untuk menyampaikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dari berbagai tingkatan masyarakat hingga masyarakat pedalaman; 11. Menegaskan kepada pemerintah untuk meningkatkan kinerja mereka dalam pembuatan akta kelahiran, sehingga masyarakat tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan akta kelahirannya;

26


DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak). Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran. Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Melalui Pengeloaan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK).

27


Buku Rika Saraswati. 2015. Hukum Perlindungan Anak di indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Gunarsa, S. D. dan Gunarsa, N. Y. (1993). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Adi Isbandi R. 2012. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat: Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

28


Jurnal, Skripsi, Tesis dan Disertasi Siska Anraeni dkk. 2020. Sistem Informasi Pelayanan Administrasi Kependudukan Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer Vol. 6 No. 2. Putri Wulandari dkk. 2017. Strategi Pengembangan Inovasi Delivery Service Akta Kelahiran di Kota Bandung. Jurnal Ilmu Administrasi Vol. 14 No. 1. Mohammad Zamroni. 2015. Urgensi Pencatatan Sipil Dalam Pemenuhan Hak Anak Telaah Menurut Imam Syafi’I dan HAM. Musawa Vol. 14 No. 1. Nafi’ Mubarok. 2016. Kebijakan Negara dalam Keterlambatan Pengurusan Akta Kelahiran Anak. Al-Qānūn Vol. 19 No. 1. Bidara Tania Gumilang. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepemilikan Akta Kelahiran di Desa Sumpu Kecamatan Hulu Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi. JOM FISIP. Vol.3 No.2. Raja Hasnizar. 2015. Birokrasi Pelayanan Publik Pembuatan Akte Kelahiran. Jurnal Ilmu Administrasi Negara Vol. 13 No. 2. Putra Abdali. 2017. Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Kepemilikan Akta Kelahiran di Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar Tahun 2014-2015. Jom FISIP Vol. 4 No.1. Siti Maisyarah. 2019. Kualitas Pelayanan Akta Kelahiran pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banjar Tahun 2019. As Siyasah Vol. 4 No. 2. Raissa Lestari. 2017. Implementasi Konvensi Internasional Tentang Hak Anak (Convention on The Rights of The Child ) di Indonesia ( Studi kasus : Pelanggaran Terhadap Hak Anak di Provinsi Kepulauan riau 2010-2015). JOM FISIP Vol. 4 No. 2. Laili Septaria Puspitasari dkk. Upaya Peningkatan Pelayanan Akta Kelahiran Di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Administrasi Publik (JAP) Vo.l No.2. Annisa Afra Okta Fitri dkk. 2018. Peran Kinerja Pegawai dalam Kualitas Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batu. Jurnal of Publik Administration Vol. 12 No. 2. Hari Harjanto Setiawan. 2017. Akta Kelahiran Sebagai Hak Identitas Diri Kewarganegaraan Anak. Jurnal Sosio Informa Vol. 3 No. 01. Rifki Septiawan Ibrahim. 2018. Hak-Hak Keperdataan Anak Dalam Perspektif UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Lex Privatum Vol. VI No.2. Hasnah Aziz. 2018. Perlindungan Hukum bagi Anak dalam Memperoleh Akta Kelahiran Berdasarkan Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak. Lex Jurnalica Vol. 15 No. 1. 29


Dwinta Nurul Puteri. 2016. Urgensi Akta Kelahiran Sebagai Perlindungan dan Pengakuan Negara Terhadap Hak Sipil Anak Jalanan di Indonesia. Skripsi. Bandung: Universitas Padjajaran. Joko Tri Hutomo. 2017. Strategi Komunikasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maros dalam Penyebarluasan Informasi “Pelayanan Penerbitan Dokumen Kependudukan Gratis”. Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin. Grace Hosanna Tedjo. 2017. Analisis Yuridis terhadap Pemenuhan Hak Identitas Hukum Anak atas Akta Kelahiran ditinjau dari Perspektif Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Anak. Skripsi. Batam: Universitas Internasional Batam. Puji Fitriani Abdullah. 2019. Efektivitas Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran Dalam Rangka Pemenuhan Identitas Anak Usia 0 Sampai 18 Tahun Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Subang. Skripsi. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djadi. Andi Ony dan Prihartono. Budaya Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Pencatatan Kelahiran. Depok: Ringkasan Disertasi Universitas Indonesia. Laman Dita Angga, Warga di 9 Provinsi Ini Masih Rendah Kesadaran Buat Akta Kelahiran, <https://www.inews.id/news/nasional/warga-di-9-provinsi-ini-masih-rendahkesadaran-buat-akta-kelahiran>, diakses pada 25 Juni 2021. Admin Disdukcapil, Rapat Koordinasi Pencapaian Kepemilikan Akta Pencatatan Sipil Sesuai Target RPJMN 2020-2024, <https://disdukcapil.bulelengkab.go.id/informasi/detail/berita/65-rapat-koordinasipencapaian-kepemilikan-akta-pencatatan-sipil-sesuai-target-rpjmn-2020-2024>, diakses pada 25 Juni 2021. Diki Sander Zulkarnaen, Anak dan Akta Kelahiran, <http://www.kpai.go.id/publikasimainmenu-33/artikel/58-anak-dan-akta-kelahiran-.html>, diakses pada 1 Juli 2021. <https://id-id.facebook.com/UNICEFIndonesia/posts/akta-kelahiran-membantu-pemerintahmenelusuri-statistik-demografis-serta-kecende/1947315332024429/>, diakses pada 1 Juli 2021. Suryanto, Akta Kelahiran Tanpa Buku Nikah Orang Tua, <https://dukcapil.gunungkidulkab.go.id/akta-kelahiran-tanpa-buku-nikah-orang-tua/>, diakses pada 1 Juli 2021.

30


31


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.