6 minute read

Memelihara Rasa Malu adalah Kontribusi

Memelihara Rasa Malu adalah Kontribusi

Ely Rusliawati

Advertisement

Pemuda adalah orang muda setelahnya ditautkan dengan dua kata ‘harapan bangsa’ begitu jika kita melihat KBBI 5 yang dapat diunduh melalui Playstore. Harapan bangsa melekat pada kata ‘pemuda’ seolah menjadi definisi dari arti pemuda itu sendiri. “Pemuda adalah harapan bangsa”. Sudah sejak lama rapalan mantra tersebut diucapkan mungkin sejak sekolah di tingkat dasar, bahkan jika ditanya apakah gerangan cita-citamu salah satunya pasti akan menjawab: berguna bagi bangsa dan agama. Mantra: harapan bangsa dan berguna bagi bangsa sebenarnya sudah seharusnya menjadi bagian dari kepribadian kita, sang pemuda. Proses tersebut telah terjadi secara lama dan mengakar. Pemuda dan mentalitas terhadap bangsanya. Benedict Anderson menyebut revolusi kemerdekaan Indonesia sebagai revolusi pemuda. Pemuda tidak hanya berada di garis depan, melainkan juga mendorong perubahan dari belakang (Mujiburrahman, 2013:135). Bermodalkan cita-cita dan keberanian yang tinggi tanpa banyak perhitungan, orang-orang muda dapat mengubah sejarah. Seperti diketahui pemuda menjadi bagian yang turut aktif menuntut kemerdekaan bangsa

ini. Saat itu kontribusi pemuda untuk bangsa terlihat nyata, pergerakan demi pergerakan muncul atas inisiasi pemuda. Mental pemberani, tanpa rasa malu dan memiliki semangat juang tinggi menjadi watak pemuda saat itu. Penculikan oleh pemuda terhadap calon proklamator menambah daftar kontribusi pemuda dalam mendesak kemerdekaan. Kita juga tidak dapat melupakan kontribusi pemuda saat aksi 1998 menuntut langsernya Soeharto dari kursi Presiden yang dianggap tidak mampu memerintah. Pemuda yang bergerak demi sebuah perubahan yang lebih baik. Saat ini kejadian tersebut hanya bisa dikenang sebagai peristiwa bersejarah 73 tahun lalu dan 20 tahun lalu dengan aktor pemuda. Para pemuda aktivis 1998 kini menjelma menjadi orang-orang yang berkedudukan di pemerintahan; eksekutif, legislative atau yudikatif. Mereka bukan lagi pemuda yang melantangkan benar dan salah seperti hitam dan putih. Konon mereka hidup di mana idealisme digerus zaman. Kita tidak berbicara mengenai para aktivis 1998 namun dari hal tersebut dapat kita refleksikan bahwa mereka adalah pemuda di masanya yang telah berjuang demi sebuah perubahan dan sekarang mereka bukan lagi pemuda. Lalu siapakah pemuda zaman sekarang, Lantas bagaimanakah pemuda sekarang berkontribusi untuk Indonesia di saat perkembangan zaman yang semakin cepat dan serba menuntun kesempurnaan yang mana bisa saja membuat

pemuda kebingungan antara mengkonstruki atau malah mendekstruksi bangsanya.

Di salah satu pidatonya, Soekarno berkata, “beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Perkataan tersebut hingga sekarang masih banyak digunakan oleh motivator (orator) pemuda untuk membangkitkan semangat. Perbandingan yang dibuat Soekarno antara 1000 orang tua dan 10 pemuda dapat diasumsikan Soekarno menaruh kepercayaan tinggi pada pemuda dan meyakini kekuatan pemuda yang begitu besar beserta pengaruhnya yang mendunia. Para ahli barat merumuskan teori generasi berdasarkan latarbelakang peristiwa yang terjadi antar rentang tahun. Menurut Strauss dan Howe, generasi millennial (Y) adalah generasi yang lahir pada tahun 1982-2004, yaitu peristiwa yang membuat generasi millennial hidup dalam kondisi baik walaupun hadir pada masa perang budaya. Karakter dominan Generasi Millennial adalah ingin berkontribusi dalam kehidupan sosial dan menginginkan teknologi mutakhir (Nugroho, 2016:5). Generasi millennial yang lahir direntang tahun 1982-2004 adalah pemuda saat ini. Generasi ini berkembang saat kondisi aman atau situasi dunia yang tidak mencekam nampak semuanya terlihat baik-baik. Pemuda saat ini dihadapkan pada kenyamanan dunia yang

melenakan. Generasi ini tidak terbentuk dari permasalahan yang harus membuat mereka terlibat secara fisik. Ciri generasi ini memiliki keinginan kuat untuk berkontribusi dan menguasai teknologi. Mari kita katakan “pemuda saat ini adalah mereka generasi millennial”. Terlahir dari keadaan yang nyaman dan nampak baik-baik saja mempengaruhi juga kontribusi mereka. Kontribusi tidak lagi secara fisik yang jelas terlihat namun melalui daring (online) yang kadang tidak dimengerti oleh generasi sebelumnya. Dewasa ini perlunya kesadaran bersama melihat kesenjangan digitalisasi. Jangan sampai pemuda dan orangtua terjebak sehingga kepentingan untuk berkontribusi terabaikan.

Generasi millennial atau pemuda saat ini seakan tidak dapat dipisahkan dari teknologi dalam kehidupan sehariharinya. Pemuda berlomba-lomba menunjukkan keeksistensian dirinya di berbagai platform daring. Membuat gerakan bersama, menjalin komunitas, menggalang dana untuk kepedulian, dan aktifitas (kebaikan) lainnya yang mengarah kepada pergerakan massiv dapat dengan mudah dilakukan melalui daring sebaliknya aktifitas yang merugikan juga dapat dilakukan seperti mengakses situs-situs porno, gerakan pemberontakan yang mengancam, provokasi, menyebar hoax dan lain sebagaianya. Kecepatan teknologi saat ini bagai dua sisi mata

uang, dilematis memiliki sisi positif dan negative tergantung kepada penggunanya yang merupakan manusia bukan robot. Pada dasarnya teknologi adalah sesuatu yang digerakkan oleh manusia, maka pengaruh baik atau buruknya teknologi ada pada orang-orang. Manusia diperintahkan untuk selalu bermanfaat bagi sesame dan meninggalkan perkara yang tidak ada manfaat baginya. Seperti dalam hadist Arba’in kedua belas berikut “di antara tanda kebaikan keislaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfat baginya” (HR. AtTirmidzi). Dalam hadist tersebut seseorang dianjurkan untuk selalu mengejar kebermanfaatan di mana mereka berada. Hal ini sejalan dengan ideology pemuda sebagai harapan bangsa yang harus memberikan kontribusinya, bermanfaat untuk negaranya.

Banyak hal yang dapat diberikan pemuda millennial terhadap bangsa sesuai kapasitas dan kualitas diri masingmasing indivu. Namun di zaman revolusi 4.0 yang mencoba mengkonversikan segala hal pada teknologi dan digitalitas ada satu hal yang harus ada pada pemuda millennial yakni “memelihara rasa malu”. Memelihara rasa malu sebagai wujud kontribusi pemuda millennial pada Indonesia. Seorang muslim mengenal malu adalah sebagai akhlak islam, seperti dalam hadist berikut “sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘jika engkau tidak

malu, berbuatlah sesukamu’”. Sikap malu didefinsikan kata yang mencakup perbuatan menjauhi apa yang dibenci. Seorang pemuda muslim millennial sudah seharusnya memelihara rasa malu ini. Malu ketika akan menonton situs-situs porno, malu menyebarkan berita hoax, malu menjadi provokasi yang tidak baik, malu tidak bertindak untuk kebenaran, malu bersikap diam padahal paham dengan apa yang terjadi dan malu tidak berkontribusi untuk bangsanya. Malu adalah bagian dari adab. Memelihara sikap malu tidak dapat mendatangkan sesuatu keculai kebaikan padanya. Itu artinya pemuda tersebut secara tidak langsung telah berkontribusi menjadi warga negara yang baik. Aa Gym mengatakan mulailah dari diri sendiri, dari hal yang paling kecil dan mulailah sekarang. Jika penerpaan konsep kesadaran ini telah ada, memelihara rasa malu dan mengaplikasinnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka revolusi mental yang digadang-gadang oleh Presiden Soekarno ini akan berjalan dengan lancar. Revolusi mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemajuan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyalanyala.

Memupuk rasa malu dalam diri tidak bisa berjalan begitu saja. Memelihara dan memiliki rasa malu perlu adanya

supervisi. Pengawasan dan pengontrolan dari lingkungan sekitar sangat mendukung terciptanya rasa malu tersebut. Maka dari itu pemuda muslim millenial perlu untuk mencari atau membuat forum-forum kecil yang bersifat berkelanjutan. Forum tersebut sebagai supervisi dan supporting system. Forum tersebut dapat sebagai faktor pendukung agar kekonsistenan terjaga. Kegiatan rutin forum pemuda bertemu untuk saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran, saling menjaga dan bersama dalam kekonsistenan atas apa yang dianggap baik dan bermanfaat. Forum ini dapat dikatakan forum pembinaan dan bersifat kaderisasi. Setelah satu forum berhasil makan salah satu

anggota forum membuat forum baru begitu seterusnya. Forumforum ini seperti konsep Soekarno yang jika diberikan 10 pemuda niscaya akan mengguncangkan dunia. Bagaimana jika 10 pemuda muslim millennial memilihara rasa malu dan memiliki semangat berkontribusi untuk kemudian 10 orang tersebut memiliki 10 forum, terus dan terus bertambah. Begitu seterusnya. Proses supervise ini harus butuh manajerial yang baik sehingga keberlangsungan akan tetap terjaga. Para pemuda muslim millennial bergerak atas dasar keimanan dan pemahaman yang baik terhadao fenomena yang terjadi pada negaranya. Mereka tidak akan mudah terprovokasi apalagi terpecah belah. Mereka bahu membahu mengkonstruksi negaranya menjadi lebih baik tanpa medestruksi.

Pemuda sekarang bukan pemuda yang dulu. Tantangan yang menghampiri setiap generasi berbeda-beda dan proses menghadapinya atau menyelesaikannya tidak bisa disamakan. Persamaan pemuda dulu dan sekarang adalah harus menyadari substansi mereka bergerak atas dasar apa dan karean apa. Semoga atas kepatuhan pada Tuhannyalah mereka bergerak. Walllahu a’lam wisawwab.

Referensi

[1] Al-Bugha, Mustafa Dieb. 2013. Al-Wafi. Menyelami Makna 40

Hadits Rasulullah SAW.Diterjemahkan:Muhil Dhofir Lc.

Jakarta: Al-I’tishom

[2] Mujiburrahman, 2013. Sentilan Kosmpolitan. Jakarta: Kompas

Media Nusantara

[3] Nugroho, Reynaldi S. 2016. Majalah Ganesha. Bandung: Jalan

Ganesha, Bandung

[4] http://muslimahdaily.com/khazanah/muslimdigest/item/978-10-etika-bermedia-sosial-dalamislam.html

[5] https://kominfo.go.id/content/detail/5932/revolusimental-membangun-jiwa-merdeka-menuju-bangsa-besar.

Diakses 11 November 2018 pukul 20.00 WIB.