5 minute read

Rekonsiliasi Energi Terbarukan: Proporsionalitas Air, Matahari, Angin dan Bumi untuk Kebutuhan Energi di Industri, Transportasi, dan Pemukiman

Rekonsiliasi Energi Terbarukan: Proporsionalitas Air, Matahari, Angin dan Bumi untuk Kebutuhan Energi di Industri, Transportasi, dan Pemukiman

Bani Asrofudin

Advertisement

Letak geografis Indonesia adalah anugrah luar biasa yang Allah SWT berikan kepada bangsa Indonesia. Indonesia yang merupakan negara dengan luas laut terbesar di dunia yang mencapai 5,8 juta KM2 atau sekitar 70% dari luas total negara dan garis pantai terpanjang kedua di dunia menurut dirjen Pengelolaan Ruang Laut tahun 2018 yaitu 99.093 KM memberikan 3 potensi energi besar dari laut yaitu energi panas laut, energi gelombang laut dan energi pasang surut air laut. Indonesia termasuk dalam daerah surplus radiasi matahari yang sangat potensial untuk dikembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Potensi energi listrik di Indonesia merata sekitar 4 kWh/m2 dengan rata-rata distribusi penyinaran 4,5 kWh/m2 /hari di kawasan barat Indonesia dan 5,1 kWh/m2 /hari di kawasan timur Indonesia. Indonesia juga tidak bisa lepas dari potensi angin yang diakibatkan letak geografis Indonesia. Secara umum kecepatan angin yang melintasi daratan Indonesia adalah 5 m/s dengan 120 lokasi memiliki rata-rata kecepatan lebih dari

5 m/s dengan potensi energi listrik mencapai kapasistas 10100kW. Terakhir sumber energi terbarukan bumi yang begitu mengagumkan di Indonesia, sebut saja biofuel, biomassa dan panas bumi (gothermal). 40% geothermal yang dimiliki Indonesia dapat menghasilkan energi listrik dari sekitar 5400 oC suhu yang ada dipusat bumi. Biomassa di Indonesia juga adalah salah satu yang terbesar di dunia mencapai 50 Giga Watt dari hasil 146,7 juta ton atau setara 470 Giga Joule pertahun. Terakhir adalah biofuel yang secara statistic memiliki potensi sekitar 240 juta liter/tahun dari bioethanol dan 2 juta ton/liter dari biodiesel. Potensi sedemikian besar faktanya belum mampu secara bijak dikelola sebagai upaya mengatasi keterbatasan energi tak terbarukan.

Menurut Badan Energi Internasional (IEA), penduduk dunia diperkirakan mencapai 7,8 milyar jiwa pada 2020 dan 8,7 milyar jiwa pada 2035. Kondisi populasi yang terus meningkat bebanding terbalik dengan ketersediaan SDA yang semakin menurun akan mengakibatkan persaingan penduduk dunia untuk melangsungkan hidup, dan bukan hal yang tidak mungkin jika indonesia menjadi salah satu target operasi negaranegara besar untuk dieksploitasi SDAnya. Terjadinya peningkatan konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 1,23 milyar BOE atau sekitar 9% dari tahun

sebelumnya yang hanya sekitar 1,1 milyar BOE. Peningkatan tersebut di dominasi oleh minyak bumi sebesar 41%, batu bara 36% dan gas alam sebanyak 19%. Adapun serapan energi berdasarkan sektor didominasi oleh sektor industri sebesar 44%

dari total kebutuhan energi nasional, diikuti oleh sektor transportasi 36,03%, rumah tangga 11,51%, komersial 4,41% dan lain-lain 4,05%. Sebagian besar negara-negara dunia mulai khawatir atas kondisi tersebut, tidak terkecuali indonesia. Tingkat kebutuhan bahan bakar di Indonesia telah mencapai lebih dari 1,3 juta barrel perhari, padahal produksi BBM nasional hanya 950 barel per hari. Selain itu cadangan bahan bakar minyak di Indonesia hanya sekitar 3,3 miliar barel, jika tidak ditemukan cadangan minyak baru diperkirakan minyak di indonesia akan habis dalam waktu 11-12 tahun ke depan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu regulasi alternatif untuk menjawab tantangan ketahanan energi nasional ini.

Rekonsiliasi Energi Terbarukan

Tidak bisa dipungkiri bahwa ancaman besar yang sedang menhantui seluruh negara di dunia adalah keterbatasan sumber daya alam, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti bahan bakar minyak, gas, dan batu bara.

Kebijakan pemerintah untuk beralih dari unrenewable energy ke renewable energy selayaknya sudah dikampanyekan lebih dari satu dekade lalu. Namun, kebutuhan tak terkendali atas energi diberbagai sektor seyogyanya pemerintah perlu lebih ketat lagi untuk memberikan suatu regulasi dalam hal mejawab tantangan ketahan energi nasional.

Kebutuhan energi nasional yang semakin meningkat tidak akan pernah bisa dibatasi, kecuali diberikan suatu alternatif managerial konsumsi energi di seluruh sektor. Pemerintah akan lebih baik jika menerapkan asas keadilan didalam pengelolaan energi ini. Di dalam ilmu managemen dikenal adil adalah proporsional yang berarti memberikan sesuai dengan kebutuhan ditinjau dari masing-masing variable. Kebutuhan masing-masing sektor yang berbeda serta potensi energi terbarukan yang bervariasi menimbulkan sebuah benang merah untuk memetakan antara produsen dan konsumen sesuai variable kebutuhan dan kemapuan produksi.

Proporsionalitas energi air, angin, matahari dan bumi untuk kebutuhan energi di industri, transportasi, dan rumah tinggal

Setiap sektor memiliki daya serap yang berbeda beda. Berdasarkan data yang sudah diuraikan diatas sektor industri mendominasi, pada konsumsi gas saja mencapai 867.071 mmbtu. Kemudian di tempat kedua adalah sektor transportasi yang menhabiskan 1,2 juta kiloliter perhari. Kemudian sektor rumah tinggal pada tahun 2017 menghabiskan 1.1012 kilowat per hour. Tiga sektor tersebut adalah sektor yang wajib diperhatikan oleh pemerintah untuk menerapkan suatu regulasi tentang peralihan unrenewable energy ke renewable energy. Di sisi lain potensi terbesar energi terbarukan yang ada di indonesia adalah dari air, terutama air laut. Dari 3 sub potensi Temperatur laut, gelombang air laut dan pasang surut air laut. Kemudian diikuti oleh sumber bumi, matahari dan angin.

Energi air dan angin untuk konsumsi energi sektor industri

Regulasi ini menimbang tentang begitu besarnya kebutuhan energi di sektor industri serta availablitas peningkatan yang cenderung jauh lebih cepat dibandingkan sektor lain. Suka ataupun tidak industri memiliki peran vital dalam mempengaruhi ekonomi nasional sehingga hajat hidupnya tentu harus menjadi prioritas utama. Perputaran

ekonomi di Industri yang besar dan cepat menjadi variable kemamuan industri untuk memenuhi tuntutan pemeritah jika nantinya setiap industri diwajibkan untuk mendukung program. Oleh karena itu regulasi peralihan sumber energi tidak terbarukan ke sumber energi terbarukan industri sebaiknya mengambil dari sumber air dan angin seperti pembangkit listrik tenaga ombak, pembangkit listrik tenaga panas air laut, pemanfaatan angin untuk kincir dan lain sebagainya.

Energi Matahari untuk konsumi energi sektor transportasi

Sejatinya transportasi adalah sektor yang mampu dimanipulasi oleh kebijakan pemerintah dengan berbagai macam moda transportasi. Namun kebutuhan untuk mobilitas dari satu tempat ke tempat lain tentunya tidak dapat dihindari. Riset tentang electric vehicle dan pembangkit listri tenaga surya yang semakin berkembang pesat menjadi peluang bagi pemerintah untuk membuat suatu kebijakan alternatif tentang peralihan alat transportasi berbahan bakar minyak menuju alat transportasi tenaga listrik. Kemudian menjadi suatu hal yang bukan utopis saat suatu hari nanti SPBU yang menjamur di Indonesia beralih menjadi Electricity Market. Hal ini menjadi

solusi dari kekurangan intensitas sinar matahari di musim penghujan, ketika setiap electricity market mampu menyimpan energi listrik ketika musim kemarau untuk didistribusikan saat musim hujan.

Energy bumi untuk konsumsi energi sektor rumah tinggal

Terakhir adalah sektor rumah tinggal, selaras dengan pertumbuhan jumlah pendudukan nasional, konsumsi energi rumah tinggal pun meningkat perlahan. Keterbatasan setiap keluarga kecil secara rata-rata untuk mendukung program akan teratasi dengan biaya peralihan menuju energi bumi seperti bimassa dan biofuel. Bahkan, bukan suatu ketidakmungkinan jika program kedepan mencanangkan satu rumah dengan satu sumber energi mandiri. Kedekatan masyarakat dengan sumbersumber alam alternatif juga menjadi potensial besar untuk regulasi rekonsiliasi energi terbarukan ini.

Sebagai kesimpulan pemerintah memiliki peran vital dalam menajawab tantangan ketahanan energi nasional. Sumber daya alam yang begitu melimpah menjadi potensi luarbiasa jika mampu dikelola dengan bijak dan efektif. Berdasarkan asas keadilan yang proporsional, ketahan energi nasional bukan hal

yang tidak mungkin akan teratasi dengan pemetaan konsumsi dan produksi energi dari berbagai sektor dari berbagai sumber potensi energi.