5 minute read

Industri Energi Laut Indonesia: Menatap Masa Depan Pasokan Energi

Industri Energi Laut Indonesia: Menatap Masa Depan Pasokan Energi

Sony Junianto

Advertisement

Indonesia meratifikasi tiga potensi energi laut melalui Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI). Ketiga potensi tersebut adalah energi arus laut, energi gelombang laut dan energi panas laut. Laporan ASELI pada tahun 2012, Indonesia memiliki potensi praktis energi laut sebesar 60.985 MW. Jumlah potensi praktis tersebut merupakan total dari ketiga potensi sumber energi laut yang telah diratifikasi.

Kesadaran Indonesia akan potensi energi laut yang besar masih tergolong lambat. Beberapa negara di Asia dan Eropa sudah mengembangkan teknologi konversi energi laut. Lagi-lagi Indonesia terlambat menyadari potensi besar yang ada. Contoh teknologi konversi energi laut yang telah dimanfaatkan secara komersial dan berskala besar adalah Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut (PLTPS) La Rance (240 MW) di Perancis yang sudah beroperasi sejak 1966 (Huckerby, 2012). Di Asia, ada PLTPS terbaru dan sekaligus terbesar di dunia (254 MW) yaitu Sihwa milik Korea Selatan (Mukhtasor, 2014).

Pada tahun 2007, Energi laut diamanatkan dalam Undangundang No. 30 yaitu tentang Energi. Namun, sampai tahun 2018 ini, belum ada dokumen resmi dari pemerintah terkait perencanaan pengembangan dan pembangunan energi laut di Indonesia. Dewan Energi Nasional menerjemahkan UU No.30 ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.79 tahun 2014 dengan maksud agar pemerintah melakukan percepatan perencanaan pembangunan energi laut. Sekali lagi, Indonesia hanya sebatas menambah coretan di atas kertas dan minim implementasi. Seharusnya sebagai negara dengan lebih dari 70% yang terdiri dari perairan, percepatan pembangunan energi laut menurut PP tersebut dapat dilakukan dengan baik.

Balitbang ESDM dan ASELI pada tahun 2014 selain meratifikasi potensi energi laut secara praktis, lembaga tersebut telah mengeluarkan peta persebaran daerah potensi energi laut. Peta yang dihasilkan seharusnya dapat menjadi referensi dalam memilih lokasi penerapan teknologi konversi energi laut. Kurangnya minat pemerintah dalam mengembangkan energi laut menjadikan peta ini seperti peta geografi yang mainstream. Jangan sampai peta persebaran potensi energi laut Indonesia ini akan menjadi peta persebaran kepemilikan asing terhadap energi laut. Cukuplah energi minyak dan gas saja yang

mengalami hal tersebut yaitu penguasaan asing di atas

penguasaan negara.

Penelitian-penelitian energi laut yang dilakukan oleh beberapa kampus di Indonesia perlu dikawal dengan baik. Teknologi konversi energi laut yang dilahirkan dari universitas seharusnya dapat menjadi pemantik bagi pemangku kebijakan untuk segera menciptakan industri energi laut. Prototipe yang sudah diuji di laut seperti Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) milik BPPT-LHI, PLTAL milik ITB dan Pembangkit Listrik Gelombang Laut (PLTGL) milik ITS, seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah untuk didorong menjadi teknologi berskala besar dan siap dikomersialkan.

Secara paralel, sejak 2015 ITS mendirikan program studi pascasarjana Teknik dan Manajemen Energi Laut. Usaha ini merupakan bagian dari strategi dalam menyiapkan industri energi laut. Penguatan sumber daya manusia yang berkompeten di bidang energi laut merupakan langkah yang masif dalam membantu pemerintah agar segera mendirikan industri energi laut. Dengan adanya program studi tersebut, pemerintah sudah terbantu dalam investasi SDM yang berkualitas.

Industri energi laut akan memberikan banyak dampak positif terkait penyerapan tenaga kerja serta pengurangan emisi. Menurut laporan dari Ocean Energy System (OES), berdirinya industri energi laut dapat menyerap tenaga kerja sebesar 1,2 juta orang (UKERC, 2014) dan pengurangan emisi sebesar 1 milyar ton CO2 (SEAI, 2013). Dampak tersebut akan terjadi jika teknologi konversi energi laut yang terinstall adalah dengan total kapasitas 337.000 MW (EMEC, 2014).

Pembangunan industri energi laut akan meningkatkan kemandirian energi nasional dan meningkatkan akses listrik di negara kepulauan ini. Daerah potensi energi laut yang telah dipetakan mayoritas berada di daerah yang minim akses listrik dari pemerintah saat ini. Oleh karenanya, strategi membangun industri energi laut dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kemajuan yang didapat oleh para penggiat energi laut di negeri ini baik secara individu maupun secara institusi perguruan tinggi seharusnya mendapatkan apresiasi utama dari pemerintah. Wujud dari apresiasi tersebut dapat berupa memanfaatkan teknologi yang dikembangkan oleh anak dalam negeri. Pada kenyataannya, pemerintah telah membuka kerja sama dengan sebuah perusahaan asing dan membawa teknologinya ke Indonesia untuk dibangun. Sekali lagi, pemerintah membuka peluang kerja sama di saat belum ada

undang-undang yang mengatur secara jelas mengenai tata kelola energi laut.

Seharusnya, dengan melihat potensi yang dimiliki Indonesia saat ini dalam mengembangkan energi laut (teknologi sudah diuji dilaut dan SDM sudah disiapkan), pemerintah menyegerakan membentuk sebuah lembaga pusat industri energi laut. Lembaga tersebut bergerak untuk menciptakan sebuah proyek percontohan terhadap teknologi konversi energi laut. Selain itu, lembaga tersebut juga dapat merangkul industriindustri BUMN yang bisa diajak kerja sama memulai proyek percontohan tersebut. Misalnya, PT. Barata yang biasa membuat turbin pembangkit konvensional bisa diarahkan mulai membuat turbin arus laut, dan BUMN-BUMN lainnya yang bidangnya dapat dikorelasikan ke dalam pengembangan energi laut.

Tidak akan pernah ada teknologi energi laut dalam negeri yang akan terproduksi jika tidak dimulai. Percaya diri akan teknologi energi laut dalam negeri merupakan satu langkah untuk membangun industri energi laut di dalam Indonesia. Jika logika pemerintah dalam membangun industri energi laut di Indonesia sama dengan logika yang digunakan dalam membangun industri migas di masa lalu, maka nasib industri energi laut Indonesia akan bernasib sama. Oleh karenanya, logika dalam berbisnis di industri energi laut harus memiliki

pendekatan khusus yang mengutamakan prinsip kesejahteraan rakyat.

Jika institusi pendidikan sudah berjuang mewujudkan teknologi energi laut yang berasal dari jerih payah putra bangsa, seharusnya pemerintah sebagai pemangku kebijakan mulai menunjukkan keseriusannya dalam mendirikan industri energi laut. Bukan suatu hal yang mustahil bagi bangsa besar seperti Indonesia dalam membangun industri energi laut yang merupakan solusi mengatasi pasokan listrik untuk kesejahteraan rakyat. Semoga Indonesia segera membentuk kolaborasi perusahaan-perusahaan negaranya yang bergerak di bidang energi atau membentuk sebuah perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang energi laut.

Referensi

[1] Balitbang ESDM dan ASELI, 2014, Peta Potensi Energi Laut

Indonesia. Kementerian ESDM dan Asosisasi Energi Laut

Indonesia.

[2] European Marine Energy Centre(EMEC), 2014, EMEC Orkney General Information Leaflet: A Global Centre of

Excellence in Marine Energy Testing and Research. Orkney Islands: EMEC Ltd.

[3] Huckerby, John, 2012, International Vision for Ocean Energy. 5th GMREC Annual Conference 24 – 26 April.

[4] Mukhtasor, 2014, Recent Notes on Economic Scales of Oceanbased Power Plants. Disampaikan pada The 3rd Indonesia

EBTKE Conex yang diselenggarakan oleh Kementerian

ESDM di Jakarta, 4 Juni.

[5] Sustainable Energy Authority of Ireland (SEAI), 2013, Ocean

Energy Roadmap 2010 – 2050. Dublin: Sustainable Energy

Authority of Ireland.

[6] UK Energy Research Centre (UKERC), 2014, Marine Energy

Technology Roadmap 2014. London: UKERC.