HARIAN MANDIRI

Page 5

5 DAERAH

HARIAN MANDIRI

JUMA T, 20 MARET 20 15 JUMAT 201

Penanggung Jawab: Haslan Madli Tambunan | 0813 6110 1578 | h4slan.madli@gmail.com

Polres Labuhanbatu Tangkap Pencuri Kekerasan RANT AU PRAP AT, MANDIRI RANTA PRAPA Unit Jatanras Satreskrim Polres Labuhanbatu tangkap pelaku pencurian dengan kekerasan masing-masing Marlon Idris Edi Franky alias Marion (31) dan Gotma aritonang (46) warga Kelurahan Siringo-ringo, Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, Kamis (19/3). Hanya satu hari saja sejak laporan masyarakat dengan No Lp/ 458/III/2015/ SU / RES'TGL 18 Maret 2015, korban Romi Hardianto, polisi langsung bergerak melakukan mencarian ke dua tersangka hingga kamis (19/3) sekira pukul 15.00 Wib Unit jatanras berhasil menangkap kedua pelaku pencurian dengan kekerasan di sebuah warung di Simpang Desa Janji Desa di sebelah kantor Camat Bilah barat, Kabupaten Labuhanbatu. Kapolres Labuhanbatu AKBP.Teguh yus wardhie.Sik melalui Kanit Jatanras Ipda TR.Sitompul mengatakan Kedua tersangka berhasil di tangkap berdasarkan pengembangan keterangan korban. “Proses indentifikasi berdasarkan pengembangan di lapangan, keterangan korban dan ciri-ciri pelaku, karena kejadiannya sore hari jadi korban masih bisa ingat dan masih menandai oleh ciri-ciri pelaku sehingga memudahkan kita untuk melakukan penangkapan,” kata Kanit TR Sitompul. Kanit juga mengatakan kawanan pencurian dengan kekerasan tersebut kerap kali melakukan aksi Curas di wilayah hukum Polres Labuhanbatu dengan berbagai macam modus. "Ya mereka ini sudah sering melakukan aksi kejahatan, ada 4 laporan pencurian dengan kekerasan yang ternyata mereka juga pelakunya untuk kasus kali ini kejahatan lainnya yang

di lakukan kedua pelaku Bisa terungkap,” jelasnya. Namun kata dia, kasus yang paling berat menurutnya adalah kasus yang dialami korban Roni Hardianto. Sebab keterangan korban, kedua pelaku berpura-pura menjadi seorang aparat TNI,pada saat itu Rabu (18/3). Korban lagi duduk-duduk dengan pacarnya dibawah pohon sawit di pinggir jalan baru bypas Kelurahan Siringo-Ringo, Kecamatan Rantau Utara. Kedua, tersangka memergoki korban dan mengajak Korban untuk di bawa kekompi, tapi setelah di perjalanan ternyata kedua korban tidak di bawa kekompi melainkan di bawa ke sawit-sawit perkebunan janji di daerah Gariang kopi desa janji dan menyuruh kedua korban melakukan hubungan seks dan di rekam oleh pelaku dengan Handfhone. Setelah menyuruh kedua korban melakukan hubungan seks kedua tersangka meninggalkan kedua korban dan membawa kabur barang-

barang milik korban yang kini sudah diamankan di mapolres Labuhanbatu sebagai barang bukti. Sebuah sepeda motor Merk Yamaha Mio BK 6505 Zw yang di gunakan Tersangka untuk melakukan kejahatan,dan satu buah Kalung emas, HP dan sepeda Motor merk yamaha vixion milk korban. Akibat perbuatannya kedua pelaku di jerat dengan KUHP 365 pencurian dengan kekerasan ancaman Kurungan 15 tahun penjara. Tak sampai di situ Dari penangkapan kedua tersangka, Satreskrim polres Labuhanbatu kini mendapatkan informasi dari tersangka jaringan curas di wilayah Hukum Polres labuhanbatu "Ya dari pengakuan tersangka ada 4 orang lagi kawanan mereka yang sering melakukan pencurian dengan kekerasan,dan kita sudah mendapatkan indentitas rekanan tersangka lainnya jadi kita lebih mudah untuk menyergap penjahat-penjahat Lainnya" kata Kanit. ari

Marlon Idris Edi Franky alias Marion (31) dan Gotma aritonang (46) warga Kelurahan Siringo-ringo, Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, Kamis (19/3) digiring ke Mapolres Labuhanbatu.

Eksekusi SSita ita B ar ang B ukti Bar arang Bukti di Jl Yos SSudarso udarso Tebingtinggi Ricuh Kuasa Sita Barang Bukti Bawa Linggis TEBING TINGGI, MANDIRI Proses eksekusi penyitaan barang bukti berupa pagar seng di atas tanah H Ramli di Jalan KL Yos Sudarso Kelurahan Lalang Kecamatan Rambutan Kota Tebingtinggi berujung ricuh, Rabu (18/3). Penerima kuasa sita barang bukti, Wati mengaku bahwa objek yang dilakukan atas eksekusi itu salah, bukan di tanah Haji Ramli tapi di atas tanah Jainuddin. Putusan MA tersebut mengatakan bahwa tanah yang dimiliki keluarga Haji Ramli di timur, bukan di barat, hal ini yang menjadi alasan kuat pihak dari Jainuddin mempertahankan tanah tersebut, karena tanah milik Jainuddin itu objeknya di barat di atas lokasi pagar seng yang disita polisi. "Objek perkara di timur, bukan di barat, kita berontak lah, kok tanah kami pula yang di permasalahkan, coba siapa yang mencoba masuk akan saya bunuh, polisi itu orang pintar hukum, harus ditegakkan," cetus Wati. Wati yang menghalangi proses penyitaan itu mengaku bahwa tanah ini milik Jainuddin yang dikuasakan kepada dia dengan surat kuasa yang diberikan kepadanya yang berada di notaris Muhammad Beni SH di Jalan Sudirman Kecamatan Rambutan. Wati yang menggunakan linggis di lapangan, sempat membuat sejumlah Polwan harus mengamankan Wati di tempat kejadian itu. Dengan mendirikan plang yang bertu-

liskan "Dilarang Masuk KUHP 551" tanah ini sudah dialihkan kepada Irjen Pol (Purn) Drs Edward Aritonang luas 4000.5M2. Dalam hal ini sempat terjadi ketegangan antara pihak polisi dengan Wati sebagai kuasa penuh dari Jainuddin dan Edward Aritonang pembeli lahan tersebut. Sementara itu, pengakuan dari keluarga H Ramli melalui Nurhi-

tar, cucu raja sisingamangaraja xii, salah satu sumber mengatakan bahwa ; pusaka piso gaja dompak berada di museum nasional dan informasi lainnya ada di museum belanda, berikut dengan stempel kerajaan sisingamangaraja. Tekstur piso/pisau/keris/pedang/rencong/ kujang/mandau atau sebutan lainnya pada setiap suku-suku bangsa di indonesia secara khusus, selalu ujungnya berbentuk runcing/ tajam. Runcing dalam pengertian verbal adalah “yang dengan mudah dan handal untuk melakukan penetrasi kepada objek yang disasarnya”. Begitu juga dengan piso gaja dompak yang begitu di hormati dan dikultuskan memuat simbol-simbol yang bermakna filosofis. Bentuk runcing dari senjata ini, dalam bahasa batak disebut dengan rantos, yang bermakna ketajaman berpikir serta kecerdasan intelektual/geniusitas seseorang. Tajam melihat permasalahan dan peluang, juga dalam menarik kesimpulan dan bertindak. Tersirat dari filosofis ini, bahwa pemimpin batak harus memiliki ketajaman berpikir dan kecerdasan dalam melihat sebuah persoalan. Selalu melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan dan mengambil suatu tindakan sebagai wujud dari kecerdasan dan ketajaman berpikir dalam melihat persoalan. Piso gaja dompak adalah lambang kebesaran pemimpin batak, pemimpin batak memiliki kecerdasan intelektual untuk berbuat adil/bermanfaat kepada rakyat dan bertanggung jawab kepada tuhan. Dalam struktur kecerdasan berpikir individu dapat dihimpun dengan kesepakatan akhir, kesepakatan yang menjadi keputusan ini disebut “tampakna”. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar dalam prosesi adat batak toba diucapkan “marnatampak”, itu mengartikan kita duduk bersama, untuk berbicara, berdiskusi, bertukar pikiran, bermusyawarah. Adapun fungsinya untuk mendapatkan pemahaman bersama, solusi, atau membuat kesepakatan bersama terhadap persoalan yang dihadapi. Hasil keputusan bersama ini disimpulkan menjadi output ketajaman pikiran, kecerdasan intelektual mereka. Hasil keputusan ini diandalkan mampu melakukan penetrasi dalam aktualisasi persoalan-persoalan yang dihadapi maupun pencapaian-pencapaian yang dicita-citakan untuk kepentingan bersama dalam kontek keadilan. “rim ni tahi do gogona”, mengartikan satu pemikiran, satu tujuan itulah kekuatan yang sebenarnya. Lebih dekat lagi pengertian rim ni tahi do gogona, bisa kita contohkan seperti ; “semut yang kecil melawan ulat kecil yang hendak menyerang/memangsa, akan tetapi ketika semutnya hanya satu ekor, maka semut akan menjadi santapan ulat tersebut, akan tetapi, jika semut banyak, maka semut bisa mengalahkan dan bahkan mampu membinasakan ulat tersebut, sebab ciri kerja semut dalam mempertahankan hidup selalu bersama-sama/bergotong-royong. Rim ni tahi do gogona, dalam kontek kemanusian dapat kita artikan dalam budaya batak, yakni sada ma hita tu dolok tutoruan, marsiurupan sian ias ni roha, marsianjuanjuan dibagas dame (artinya : hidup saling bersosial, berdampingan, saling menolong, saling membantu, saling merasakan kesusahan orang lain/empati, saling memahami) jika itu dapat terlaksana, maka akan bermuara kepada kekuatan yang sangat teguh. Inilah yang disebut “tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona”. Hasil kesepakatan adalah keputusan intelektual yang handal dan dengan bersama-sama menjadi kekuatan operasionalnya. Atau defenisi lainnya dalam bahasa indonesia yang lebih sederhana adalah “keputusan yang diambil dengan prinsip seia-sekata, sehati-sepikir, bersatu dan bersama lebih kuat dari pada yang lain”. Jika kita menarik filosopi ke ranah persfektif

keagamaan, kita juga dapat melihat pada nats 1 korintus 1 : 10, di katakan juga, bhawa kita semua harus sehati- sepikir dalam melakukan segala sesuatu hal, termasuk menyelesaikan permasalahan dalam kontek apapun. II. Demokrasi suku batak pada masa lalu Demokrasi suku batak pada masa lalu sudah tercermin dari sudut adat- istiadatnya, yakni konsep dalihan na tolu, 1. Somba marhula-hula, 2. Elek marboru, 3. Manat mardongan tubu. Konsep ini sudah tersistematika dalam interaksi sosial masyarakat pada saat itu. Contoh ketika sebuah keluarga yang ingin membangun sopo (rumah), maka pemilik yang ingin membangun tidak serta merta dapat membangun sendiri soponya, akan tetapi harus diawali dengan musyawarah huta (rapar pemangku kepentingan dalam suatu desa/huta pada saat itu). Hasil musyawarah dengan seluruh pemangku kepentingan, baik itu raja huta, masyarakat yang hidup dipemukiman itu, sudah menyatakan kesepakatan dan persetujuan, fungsi “marnatampak “, dalam konsep ini, bertujuan untuk memberikan pandangan dan melengkapi keinginan pihak keluarga yang ingin membangun sopo tersebut, agar sesuai dengan aturan yang berlaku secara turun-temurun yang selama ini dipercaya. Jika kesepakatan tidak tercapai, maka walaupun keluarga itu memilki fasilitas(kuasa) untuk membangun sopo maka hal itu tidak akan boleh terwujud. Akan tetapi sebaliknya jika tercapai persetujaan maka sopo itu dapat didirikan/dibangun. Dari contoh di atas kita dapat menyimpulkan bahwa, segala sesuatu yang akan di wujud oleh masyarakat toba pada saat itu harus di awali dengan persetujuan dari seluruh pihak. Itu lah yang disebut “marnatampak”. III. Implikasi tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona, dalam mewujudkan pembangunan toba samosir yang berkelanjutan Jika kita flash back terhadapa filosopi ini, maka yang tersirat dalam mewujudkan tobasa yang sejahtera, aman, adil dan bermartabat adalah, rasa yang saling menghargai, menghormati satu sama lain, saling tolon-menolong, mencintai perdamaian, dan dapat merasakan penderitaan orang lain. Apabila kita meretas lebih dalam tujuan pembangunan daerah/kabupaten tobasa yang kita cintai bersama, maka harus ada komitmen dan koreksi terhadap segala sesuatu yang belum tepat menurut cita-cita besar kabupaten toba samosir. Ada beberapa hal yang perlu di koreksi demi terwujudnya pembangunan tobasa yang berkelanjutan sesuai dengan rencana program jangka panjang kabuapten toba samosir : Menurut penilaian empirik maka ada empat kelompok pemangku kepentingan yang harus melakukan re-inventing (penatalayanan) , yakni : 1. Pemerintah (state) ; pemerintah/pemimpin harus memiliki sifat internal yakni, sifat keterbatasan, makna dari kata terbatas/keterbatasan, diartikan pemimpin/pemerintah harus memiliki pemikiran,bahwa apa yang dilakukan,tindakan, kebijakan tidak boleh berpihak kepada penmerintah saja, akan tetapi harus berpihak kepada keinginan oarang banyak. Substansinya bermanfaat bagi orang lain. Selanjutnya setiap program pembangunan, ide dan gagasan berangkat dari suara masyarakat, atau yang kita kenal dengan istilah “bottom-up”, bukan ‘”top-down”. Jika model ini dapat diimplementasikan, niscaya pemerintahan itu akan disenangi dan didukung oleh rakyatnya. Sehingga pemaknaan “vox populi vox dei”, tidak hanya sebatas slogan saja, atau lips-servise, akan tetapi menjadi suatu perwujudan komitmen besar akan tujuan, dan mimpi besar pencapain pembanguanan tobasa yang berkelanjutan yang kita harap harapkan bersama. Pe-

dayati selaku anak mengatakan, tanah itu sudah mereka beli dan sudah bersertifikat BPN pada tahun 1998, atas pemasangan seng dil ahan Haji Ramli. Saat dikonfirmasi, Kasat

Reskrim AKP Pardamean Hutaean mengatakan bahwa Wati dan putrinya Ari Nopita diamankan karena menghalangi petugas dalam mengamankan penyitaan barang bukti. bbs

Kajari Tebingtinggi Sosialisasikan LO dan LA TEBINGTINGGI, MANDIRI Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Tebingtinggi sosialisasikan bantuan hukum berupa pendapat hukum (legal opinion/lo) dan pendampingan hukum (legal assistance/LA) kepada SKPD di lingkungan Pemerintahan Kota Tebingtinggi, BUMN dan BUMD yang ada di Tebingtinggi di Gedung Balai Kartini, Senin (16/3). Sesuai Pasal 30 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. "Itulah salah satu tugas dan wewenang kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Nega-

Bersama Membangun Toba Samosir, Dengan Prinsip ; Tampakna Do Rantosna, Rim Ni Tahi Do Gogona I. Sejarah filosofi Sebelum kita mengaplikasikan filosofi “tampakna do rantosna rim ni tahi do gogona”, dalam persfektif pembangunan, maka kita perlu mengetahui akar terciptanya filosofi ini. Jika kita merunut sejarah peradaban suku batak, maka kita akan meretas dari sisi sejarah kehadiran bangso batak/suku batak, yang tepatnya saat ini kita kenal berada di provinsi sumatera utara. Menurut dari beberapa sumber/referensi yang kita dapatkan bahwa bangsa batak pertama sekali membangun peradabannya di sianjur mula-mula, tepatnya “pusuk buhit”. Lokasi /posisi pusuk buhit berada pada daerah yang paling tertinggi di pulau samosir atau yang kita kenal saat ini, lokasinya berada di kabupaten samosir. Atas dasar sejarah ini, maka dinyatakanlah dari sudut kaca mata kepercayaan, bahwa bangso batak berasal dari pulau samosir, tepatnya sianjur mula mulapusuk buhit. Peradaban bangso batak dimulai dari si raja batak, dari silsilah keturuanannya lah sampai detik ini orang batak memiliki marga-marga, yang diyakini sebagai pewaris silsilah keturunannya. Jika kita meretas filosopi tampak na do rantos na rim ni tahi do gogona, maka kita harus memulai dari sejarah sisingamangaraja i, yang di kenal dengan nama raja manghuntal yang tinggal dan hidup dewasa di bakkara- muara. Lokasi muara saat ini berada di kabupaten tapanuli utara. Menurut beberapa sumber, bahwa raja sisingamangaraja i memiliki kesaktian, dan menurut referensi yang kami dapatkan bahwa untuk mendapatkan gelar raja sisingamangaraja bukan lah harus lahir sebagai anak sulung dari raja-raja batak, akan tetapi oleh karena keinginan “debata mula jadi na bolon”, (arti saat ini “orang pilihan”). Semakin dewasa raja manghuntal, dia semakin sakti dan bijaksana, dengan bermodalkan doa dan restu dari ibunya, raja manghuntal berangkat menemui pamannya (tulangnya), yang dikenal dengan nama raja uti. Menurut berbagai sumber raja uti dipercaya suku batak sebagai perantara doa kepada debata mula jadi bolon, artinya dia adalah manusia yang sangat sakti. Raja uti adalah anak sulung dari raja tatea bulan. Raja uti, menurut referensi yang ada dia mengembara ke barus (kabupaten tapanuli tengah saat ini). Kesaktiannya banyak dirasakan masyarakat yang bermukim di sana, salah satu contoh dia mendatangkan hujan di saat musim kemarau agar menyirami tanaman, padi dan tanaman lain, menjauhkan bencana, menyembuhkan orang yang sakit, dan sebagainya. Atas dasar itu lah raja manghuntal mendatangi pamannnya yang sakti mandaraguna itu, guna menyempurnakan kesaktian yang ada pada raja manghuntal. Akan tetapi niat itu tidak lah serta merta seperti membalikkan telapak tangan. Dia banyak menghadapi aral melintang sebelum menemui pamannya itu. Setelah raja manghuntal bertemu dengan pamannya, dia pun mendapatkan syarat-syarat, yakni dia harus pulang lagi ke bakkara dengan membawa pertanda-pertanda dari wilayah toba. Syarat itu dipenuhinya dan dia berhasil mendapatkan gajah putih yang dia dapatkan dari pamannya raja uti sebagai simbol persyaratan menjadi raja. Selain itu raja manghuntal juga mendapatkan pusaka dari raja uti yakni sebagai simbol pusaka kerajaan, yaitu : piso gaja dompak dan sebuah tombak yang ia namai hujur siringis. Menurut cerita legenda batak, bahwa piso gaja dompak tidak dapat dilepaskan dari sarungnya/pembungkusnya kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian, dan raja manghuntal bisa membukanya. Pasca kejadian itu raja manghuntal benar-benar menjadi raja dengan gelar raja sisingamangaraja i. Sampai saat ini masyarakat batak masih mempercayai mitos ini. Sejalan dengan waktu, menurut raja napa-

Diamankan Personal Polwan Polres Tebingtinggi mengamankan penerima kuasa sita barang bukti, Wati yang menghalangi proses eksekusi sita barang bukti di lapangan.

merintah harus bersikap rendah hati, terhadap rakyatnya, menghargai rakyatnya, sehingga akan tercapai pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakatnya. Jika komitmen itu dapat dipegangan maka niscaya pemerintahan akan bermuara kepada pemerintahan yang prima! 2. Parlemen daerah (politic community) ; parlemen/dprd, juga sangat berperan aktif dalam pembagunan daerah kita, tugas dan wewenang yang diamanahkan undang-undang kepada lembaga ini sangat strategis, sebab parlemen memilki hak pengawasan dan hak bertanya secara ptotokoler kenegaraan, jika fungsi ini benar-benar dilaksanakan maka niscaya pengawasan kebijaksanaan pembangunan dapat terukur, dan terproteksi, sebab parlemen lahir secara emosional dari rakyat itu sendiri, artinya dprd adalah representasi masyarakat yang diwaklilinya. Apabila dprd menyadari dan berkomitmen untuk mengawal kepentingan masyarakat banyak, dari pada kepentingan pribadi dan golongan/kelompok maka pembagunan/pemberdayaan dapat terwujud dengan konsep keadilan. 3. Masyarakat/ormas/jurnalis/media/ngo/ lsm (civil society) ; berbicara partisipasi aktif civil society, maka akan berbicara pandangan/persepsi yang beraneka-ragam, artinya lembaga-lembaga-lembaga ini berangkat dari ideologi, motivasi, ketajaman/kecerdasan intelektual dan semangat yang berbeda-beda, seperti “ujung mata piso”. Acapkali terjadi “ vested interest”, akan tetapi semangat itu dapat dilebur, menjadi semangat yang “manunggal”, jika pemerintah, parlemen civil socity, untuk “marnatampak”/duduk bersama, guna menyatukan persepsi, atas tujuan besar bersama, yakni tobasa menjadi daerah panutan daerah-daerah lain, jika hal ini dapat dilakukan, kendatipun harus mengorbankan energi, waktu dan pikiran, bahkan materi maka niscaya tobasa akan menjadi daerah yang kuat, (rim ni tahi do gogona), Masyarakat dan seluruh elemen pemangku kepentingan juga harus memiliki komitmen untuk tidak mendahulukan kpentingan-kepentingan pribadi dan golongan, akan tetapi mendahulukan kepentingan bersama, agara terwujud rasa saling memahami. Sebab konsep “marsiurupan” adalah substansi dari filosofi “tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona”. Contoh peran serta media/jurnalis berada pada potensi tugas panggilannya, yakni harus dapat mensupport pemerintah, melalui tulisan, ide dan gagasan yang sesuai dengan tujuan pembagunan daerah tersebut. Ada tiga fungsi pokok jurnalis yang dapat dilaksanakan untuk mengakselerasi pembagunan daerah, yakni fungsinya sebagai, fungsi edukasi, informasi dan sosialisasi. Ngo-lsm juga berperan aktif dalam pembagunan, yakni fungsi mengadvokasi/mengorganiser untuk mengajak masyarakat lebih berperan aktif untuk meningkatkan taraf hidup melalui ide-ide kreatif, baik juga dengan organisasi masyarakat(ormas) untuk dapat bermitra dalam mengisi pembagunan. Jika dibutuhkan fasilitas dan support dari pemerintah maka hal itu juga dapat dilakukan, guna mengakselerasi program. Sehingga pembagunan daerah bukan saja tanggung-jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung-jawab bersama, sebab tobasa adalah milik kita bersama, baik tidaknya tobasa adalah menjadi masalah kita bersama. Sehingga marilah kita untuk “marsiurupan”(bertolong-tolongan/bergotongroyong”. 4. Market (objek/pasar yang akan yang akan dilaksanakan) : market, atau objek pembagunan terbagi menjadi dua hal besar, dan locus/konsentarasi pembangunan bertitik tolak kepada manusia, dan infrastruktur. a. Sdm, sumber daya manusia/ human resourses adah pondasi pembangunan, sebab pemberdayaan manusia adalah kata kunci

ra," jelas Kajari Fajar Rudi Manurung SH MH saat memberikan sambutan. Disampaikan, pendapat hukum yang diberikan hanya sebagai acuan dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, tujuannya agar terhindar dari perbuatan tindak pidana korupsi, bukan acuan atau pegangan ketika mengahadapi masalah yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. "Mengigat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum masih rendah, akibat rendahnya integritas moral dan profesionalitas dari aparatnya. Untuk itu kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hu-

kum senantiasa berupaya meningkatkan integritas moral, profesional serta meningkatkan peran serta kejaksaan dalam memecahkan berbagai persoalanpersoalan kemasyarakatan hingga dapat menciptakan keadilan dan kepastian hukum sesuai apa yang diharapkan masyarakat," tegas Kajari. Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekretaris Daerah Kota Tebingtinggi Johan Samose Harahap, menyambut baik sosialisasi yang diselenggarakan pihak Kejari Tebingtinggi, Dia meminta seluruh SKPD dan yang berhubungan dengan hal tersebut agar mengikuti dengan seksama. bbs

Oleh : Robert Manurung Harian Mandiri, Kabupaten Toba Samosir

dalam menyukseskan pembangunan yang kita harapkan. Jika human resourses tidak tuntas maka pembangunan akan stagnan, bahkan terjadi krisis pemberdayaan manusianya, sebab manusianya lah menjadi “alat gerak”/ lokomotif dalam pembagunan. Lomotif harus dipersiapkan dengan keahlian/skill interpersonal, sebab dibutuhkan tenaga profesional dalam mneterjemahakan program-progaram/ garisgaris besar kebijakan pembangunan. Sehingga akan tercapai pemerintahan yang baik dan profesional dalam bidang yang diembankan kepadanya. Good governance, dan the right man and the right pleace tidak hanya sebatas “isapan jepol”, akan tetapi komitmen yang harus dilakukan! Integritas dan kualitas personal juga menjadi pokok pembahasan yang harus dituntaskan, artinya pemberdayaan manusianya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya harus memiliki rasa tanggung-jawab (resposibility), dan berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang progres dan hasilnya dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Transparansi juga menjadi instrumen penting dalam menterjemahkan/mengimplementasikan program-program yang berpihak kepada rakyat. Jika ini dapat dilaksanakan maka pemerintah dan seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholders), layak mendapatkan penghargaan (appresiasi) dari seluruh masyarakatnya! Sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan), adalah tujuan besar kita bersama, akan tetapi harus dibangun dengan kesadaran bersama, dengan hati yang tulus, “bukan ada apanya, akan tetapi apa adanya”. b. Sda/infrastuktur, seluruh pemangku kepentingan harus sama-sama bertangungjawab dalam menggali/megeksplorasi sda yang ada. Pemerintah berfungsi sebagai eksekutor untuk mengendalikan sda yang ada, kendatipun harus mengajak/bermitra dengan masyarakat, agar tercapainya tujuan pemberdayaan masyarakat yang aktif. Fungsi parlemen sebagai institusi pengawas, harus benar-benar mendahulukan integritas dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, agar tercapai pengawasan yang berkualitas! Pengelolahan sda oleh pemerintah, harus berpedoman kepada kesejahteraan rakyatnya, baik itu untuk peningkatan pendapatan daerah yang hasilnya nanti akan dilokasikan untuk kepentingan-kepentingan pembagunan yang boleh dirasakan oleh masyrakat banyak! Infrastruktur juga sangat berperan sebagai “tolak ukur” dalam memberikan penilaian atas berhasil-tidaknya pemerintah dalam menjalankan roda pembagunan pemerintahan yang berpihak kepada rakyatnya. Sehingga dibutuhkan duduk bersama pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan guna menetapkan skala prioritas pembagunan dari sudut fisik infrastuktur yang out-put nya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakatnya guna mengakselerasi mobilitas masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat. Jika pemerintah dapat mengoptimalkan “tugas pelayanannya” sebagai “parhobas” bagi rakyatnya maka tercapailah tujuan pembagunan daerah yang berkualitas. Pemimpin batak yang diharapkan para leluhur kita adalah pemimpin/pemerintah yang amanah, bijaksana, cerdas melihat peluang, cerdas mengatasi masalah, dan siap untuk mempertanggung-jawabkan nya dikemudian hari, baik kepada masyarakatnya, maupun kepada tuhan yang dia sembah. Sebab pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang selalu “berkomunikasi”, dengan tuhannya untuk meminta hikmat dan bersyukur atas segala apa yang diberikan kepada dia. Pemimpin harus dapat melakukan “pembatasan diri”, maksudnya adalah jika kebijaksanaan itu belum mengarah kepada kebaikan bersama, maka pemimpin itu harus mengh-

entikan kebijaksanaan itu, dengan kecerdasan dan ketajaman intelektualnya, serta duduk bersama untuk membuat kajian-kajian yang lebih bermanfaat bagi masyarakatnya. Dari penjelasan diatas semuanya bertujuan untuk mengimplementasikan filosofi batak tersebut. Secara jujur memang penuh tantangan untuk dapat mengejahwantahkan prinsip filosofi tersebut, baik tantangan dari diri sendiri, yang mungkin belum siap untuk melaksanakannya oleh karena “virus egosentirs’ masih mengalir didalam hati dan pikiran kita sendiri, sebab orang batak terkenal dengan “kekayaannya”, artinya secara konotasi semiskin apapun keberadaan orang batak dari sudut ekonomi, masih saja memiliki aset “hotel” yang berkelas-kelas “bintangnya”. Ada yang bintang satu, dua, tiga, dan seterusnya. Hotel yang dimaksud di kalimat ini adalah : “hosom, teal, ela, dohot late, (arti bahasa indonesia: cemburu, iri, dengki, sirik, sombong, dsb). Bahkan dari eksternal juga banyak yang mempengaruhi untuk tidak berbuat baik dalam memantapkan langkah untuk pencapaian tujuan pembagunan tobasa yang lebih baik kedepan hari. Akan tetapi sembari memberikan penjelasan dan pencerahan kepada pihak-pihak yang tidak menerrima tujuan pembangunan tobasa yang lebih baik lagi, oleh karena pihak-pihak tersebut semangatnya berangkat dari kepentingan sesaat dan golongan saja, maka seluruh elemen pemangku kepentingan yang ingin mencapai pembagunan tobasa yang lebih baik kedepan, harus duduk bersama untuk memikirkan dan menyatukan persepsi ibarat “sapu lidi yang dikumpulkan dan diikat menjadi satu, niscaya akan dapat menyapu sampah-sampah guna memberikan pemandangan halaman yang lebih asri”. Teruslah “go on”, guna mencapai tobasa yang sejahtera, aman, adil dan bermartabat! Sebab jika usaha diberangkatkan dengan kebersamaan dan semangat gotong-royong maka istilah “ i have a dream”, akan menjadi kenyataan. Terakhir, dengan semangat ulang tahun kabupaten toba samosir yang ke- 16 ini, dapat menjadi moment bagi kita untuk kembali “menapak tilas” perjalanan pemerintahan tobasa dalam kurun waktu 16 tahun. Yang baik diteruskan, lanjutkan, yang tidak baik dijadikan pekerjaan rumah bersama, untuk melakukan penatalayanan kedepan hari agar lebih baik lagi, mulai tobasa menjadi kabupaten maka kita tidak boleh menafikan sejarah, soekarno pernah menyampaikan kata-kata bijak, yakni : jas merah, “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, sebab dalam perjalanan sejarah tanpa atau kita sadari maka akan meninggalkan pesan “legacy”, dan akan menjadi alat ukur untuk melakukan evaluasi kepada kebijaksanaan yang belum tepat sasaran, dan meneruskan serta memodifikasi dengan tidak meninggalkan substansi terhadap kebijaksanaan yang sudah tepat sasaran, kontek sasaran berarti : berpihak kepada masyarakatnya! Maka sesuai dengan motto pemerintah daerah kabupaten toba samosir, “tampak na do rantosna,rim ni tahi do gogona”. Maka kita harus bersama bergandengan tangan untuk memajukan toba samosir yang kita dambakan dan cintai. Secara moral kami juga menyuarakan kepada seluruh bangso batak, baik yang tinggal di bona pasogit, maupun yang berada di “tanah parserakan” untuk ambil bagian bersama-sama memikirkan dan memberikan kontribusi , terhadap kemajuan “tano batak”, terkhusus buat toba samosir. Ada pepatah batak yang mengatakan, “arga do bona ni pinasa’, yang berarti jagan pernah melupakan “kampung halamanmu”. Berbuatlah walau sekecil apapun sebab hal itu juga bermanfaat bagi pembagunan toba samosir yang kita cita-citakan, “small-small is beautiful”. Majulah toba samosir, kami selalu bersamamu. Doa kami untukmu. Horas, horas, horas, bravo toba samosir!


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.