Mufakat Firasat cet 2 ed promosi

Page 1





iv | MUFAKAT FIRASAT

Mufakat Firasat

Penjelajahan Sejarah bagi Penghikmahan Gerakan Islam Penulis Yusuf Maulana Perwajahan Sampul & Penata Letak Romadhon Hanafi Sumber foto sampul: Koleksi AramcoWorld Cetakan I, Maret 2017 Cetakan II, Juli 2017 Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved Maulana, Yusuf Mufakat Firasat Bekasi; Muda Cendekia, 2017 xxxii + 425 hlm. ; 15,5 cm x 23 cm ISBN: 978-602-7884-06-9 Diterbitkan oleh Muda Cendekia Grand Galaxy City, Victoria Garden VG 2 No. 35 Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat Bekerja sama dengan: Samben Library Jl. Sakura Gg. Masjid RT 04, Samben, Argomulyo, Sedayu, Bantul, D.I. Yogyakarta


“Meskipun perubahan itu terjadi di depan mata kita, ia tersembunyi dari orang-orang yang tidak menelitinya dengan cermat.� Dr. Christiaan Snouck Hurgronje (The Achehnese Vol. II, 1906: 307)


MUFAKAT FIRASAT | xi

Mendengki Tempat Terindah: Prakata Mufakat Firasat

Sumber: ISTAC Illuminated karya Sharifah Shifa al-Attas (1998) halaman 100.

Keartistikan logo itu jangan ditanya, meski sayangnya tidak mudah untuk diketahui mereka yang awam kaligrafi Arab. Hanya berupa lingkaran berupa tulisan Arab berbunyi al-Ma’had al-’Ali al-’Alami li al-Fikri wa al-Hadharah al-Islamiyyah. Di dalam lingkaran itu dituliskan nama: Muhammad, yang merujuk pada Rasulullah Shalallahu ’Alaihi Wasallam. Logo bersentralkan nama Nabi agung ini tidak lazim lantaran umumnya yang dipakai adalah meletakkan al-Quran.


xii | MUFAKAT FIRASAT

Sang pencipta logo, Syed Muhammad Naquib alAttas, bukan tanpa maksud. “Peletakan Muhammad SAW bagi al-Attas adalah lebih fundamental dan programatis: al-Quran dan agama Islam tak akan bisa difahami dan dipraktek sebenarnya tanpa menerima keunggulan Muhammad SAW dan keutuhan hadits dan sunnahnya,” terang Wan Mohd Nor Wan Daud, sejawat sekaligus murid setia al-Attas dalam Rihlah Ilmiah, dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer (2012: 184). “Menerima Muhammad SAW secara otomatis akan menerima al-Quran, tetapi terdapat semakin ramai kumpulan yang mengaku Islam, mahu menerima al-Quran, tetapi menepikan Muhammad, hadits, dan Sunnahnya.” International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) tidak semata elok di logo. Bangunan kampus yang beralamatkan di 205A Jalan Damansara. Kuala Lumpur, ini juga dirancang al-Attas. Ditubuhkan pada 1 Desember 1987 dan mengawali perkuliahan perdana pada Rabu 1 Mei 1991, ISTAC tidak membutuhkan lama menjadi satu institusi keilmuan prestisius di Asia Tenggara bahkan dunia Islam. Bangunannya mengingatkan orang pada kejayaan kekhilafahan Andalusia dan Dinasti Maghribi, ditambah sentuhan Mediterania. “Kemampuan imajinasi al-Attas dalam menyusun garis dan bentuk sama baiknya dengan kemampuan alAttas dalam memilih kata dan menyusun kalimat dalam setiap tutur katanya,” ujar Gulzar Haider, profesor arsitek dari Universitas Carleton, Ontario, Kanada, sebagaimana dikutip Wan Mohd Nor Wan Daud dalam Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas (2003: 51-52).


MUFAKAT FIRASAT | xiii

Logo ISTAC, sumber: ISTAC Illuminated karya Sharifah Shifa al-Attas (1998) halaman 5.

Sharifah Shifa al-Attas menghimpun dan menuliskan jejak sang ayah dalam merancang ISTAC, termasuk seputar keunggulan kampus ini dalam buku pictorial tour berjudul ISTAC Illuminated (1998). Buku ini memuat sketsa-sketsa tersimpan al-Attas saat merancang gedung di lingkungan ISTAC. Menyimpan sketsa awalnya belum terpikirkan alAttas, sampai akhirnya ia bertemu Gulzar Haider. Bersama sketsa, foto awal pendirian dan peresmian, hingga koleksi langka dan unik yang dimiliki, ISTAC Illuminated menjadi saksi teguh manakala perkembangan yang terjadi di luar kampus sedemikian kuat memengaruhi kampus pencetak intelektual mumpuni dalam, terutama, ranah pemikiran Islam. Selepas al-Attas tidak diperpanjang kontraknya sebagai orang nomor wahid di ISTAC, perlahan-lahan ada pergeseran di tubuh institut ini. Sampai akhirnya para anak didik setia al-Attas berhijrah dan mendirikan institusi baru bernama Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS), Universitas Teknologi Malaysia.


xiv | MUFAKAT FIRASAT

Penyematan nama Syed Naquib al-Attas sebagai nama perpustakaan di lokasi kampus ISTAC menjadi semacam satir tersendiri, mengingat visi, orientasi, bahkan eksistensi ‘mazhab’ ISTAC sendiri sudah beberapa waktu tiada. Satir karena namanya dipakai penuh agung, tapi peranannya dibuang. Pemegang amanah di universitas tempat penaung ISTAC memilih jalan lain. Ada sebagian anak didik alAttas yang menunjuk hidung pejabat dan mantan pejabat universitas sebagai pihak di balik penyingkiran sang guru. Sebagian lagi mengaitkan dengan faktor politik di Malaysia. Menyebut nama ISTAC, akan sukar mengelak dari nama Anwar Ibrahim, selaku Menteri Pendidikan Malaysia saat itu dan belakangan menjadi Deputi Perdana Menteri, yang terlibat langsung pendirian bahkan duduk di posisi pejabat ISTAC. Konflik politik yang menyangkut Anwar Ibrahim rupanya menyeret ISTAC pula. Betapa lagi kenyataan bahwa Anwar muda merupakan anak didik al-Attas. Tak heran apabila penguasa Malaysia memandang ISTAC tak lagi menguntungkan secara politik. DIAGRAM ITU MASIH TERBACA JELAS, dipetik dari halaman Editio Princep. Sebuah manuskrip terbitan 1594 oleh Medicei Press dari kitab berbahasa Arab berjudul Kitab Tahrir Ushul Uqlidis karya Nasiruddin alTusi, seorang ilmuwan yang berada di pusara kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Koleksi ini bernomor 1.148 dimiliki ISTAC per September 1998. Rupanya koleksi ini masih jauh lebih muda dibandingkan Kitab al-Tafhim li Awa’il Sina’at al-Tanjim karya Abu al-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, bertahunkan 1197.


MUFAKAT FIRASAT | xv

Editio Princeps, karya Nasiruddin al-Tusi, sumber: ISTAC Illuminated karya Sharifah Shifa al-Attas (1998) halaman 142.

Dua manuskrip itu masih dalam bentuk asli; bukan salinan kedua ataupun salinan seterusnya. Inilah salah satu keunggulan ISTAC yang tiada bandingannya di negaranegara berpenduduk mayoritas Muslim. Beratus-ratus volume karya langka, dan ribuan manuskrip langka, berjajar siap didedah para intelektual Muslim dari penjuru dunia. Tak terkecuali karya dari rantau sendiri, semisal karya


xvi | MUFAKAT FIRASAT

Nurudin al-Raniri, Sirat al-Mustaqim yang bertanggalkan 9 Ramadhan 1054 Hijriyah, dan Hikayat karya Abdullah bin Abdul Qadir Munsyi (1849). Sayangnya, koleksikoleksi langka dan bangunan eksotik itu kini tinggal kenangan. Akses ke perpustakaan memang masih terbuka bagi siapa saja yang meminati, hanyasanya dengan aura ruang intelektualisme berbeda dibandingkan semasih ISTAC dikelola al-Attas dan anak-anak didik loyalnya. Sering kali dalam beberapa bincang tanya lewat media daring, saya dapati jawaban soal tiadanya adab (the loss of adab) dari fenomena diberangusnya peranan ISTAC bagi umat. Menariknya, mereka enggan sebut nama langsung siapa yang paling bertanggung jawab di balik perusakan ISTAC Tanpa menunjuk hidung satu-dua pihak, mereka sering mengungkit soal adab yang tak dijunjung dalam menghargai karya emas anak negeri sendiri, bahkan saudara seagama pula. Semua kegemilangan yang pernah diciptakan dikikis oleh hasad. Hasad menghancurkan visi emas tentang hadirnya kejayaan di negeri yang sama mereka tempati. Kegaduhan demi kegaduhan yang menyertai perobohan wibawa ISTAC sering membuat mereka amat sangat sedih dan prihatin, semisal diizinkannya penggunaan bangunan ISTAC sebagai lokasi syuting film horor Malaysia. Hamka mengutipkan hadits-hadits Nabi yang diriwayatkan ath-Thabrani saat menafsirkan ayat 12 surat al-Hujurat, “Wahai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan daripada prasangka, karena sesungguhnya sebagian daripada prasangka itu adalah dosa....” Kata Nabi, “Tiga macam membawa krisis bagi umatku; memandang kesialan, dengki dan jahat sangka.”


MUFAKAT FIRASAT | xxxi

Daftar Isi Ucapan Kasih ........................................................................

vii

Mendengki Tempat Terindah ................................................

xi

Bayang-Bayang Kebesaran Guru............................................

1

Tersebab al-Asy’ari & al-Ghazali?...........................................

13

Firasat yang Ditundukkan Visi Khalifah ................................

27

Menggeledah Alpa Copernicus ..............................................

43

Ia, Terberani dari Kokohnya Gunung ....................................

57

Mengusik Niat Baik Conversos .............................................

73

Menggulung Tebaran Hikmah...............................................

85

Sebab Sapaan Luput .............................................................. 103 Firasat-firasat Sayyid Quthb .................................................. 113 Mencabik Setia al-Kindi ........................................................ 125 Barakahkah Memecat Martir Dakwah? .................................. 137 Karya Gemilang usai Terbuang .............................................. 151 Seperti Menghela Attaturk .................................................... 163 Memetik Beda Ibnu Sina ....................................................... 177


xxxii | MUFAKAT FIRASAT

Bila Tergoda Pandirisme ........................................................ 193 Kidung Utang Sultan ............................................................ 201 Hujan Peluru buat Sang Imam .............................................. 213 Jebakan Menganggap Bagian ‘Kita’ ........................................ 227 Berlalu Mendaku Muslim ...................................................... 237 Mata Peneman Wafat Sang Imam .......................................... 255 Berpisah dari Perseteruan ...................................................... 261 Kesumat yang Lama Terawat ................................................. 275 Mencegah Lingkaran Khianat................................................ 289 Menengkar Firasat Kawan ..................................................... 307 Firasat yang Ditaklukkan Airmata ......................................... 323 Jilbab Dua Petarung .............................................................. 355 Pembalasan Si Murid Gagal ................................................... 373 Mengungkai Kemenangan dari Bilik-bilik ............................. 387 Daftar Pustaka ....................................................................... 403 Indeks ................................................................................... 413 Tentang Penulis ..................................................................... 427


MUFAKAT FIRASAT | 1

Bayang-Bayang Kebesaran Guru Ikhlasi kebesaran mereka, agar hikmah terpetik sempurna.

Lelaki itu masuk di Masjid Jamik Granada. Sepasang mata anak muda memerhatikan gerak-gerik lelaki asing itu. Si anak muda yang tengah duduk melingkar menimba ilmu penasaran dengan ulahnya. Selain pertama kali baru dilihat, lelaki itu mengambil jarak yang kian mendekati majelis ilmu, seperti tengah mengawasi. Didekatilah lelaki asing itu. “Apa yang kau bawa, Tuan?” tanya si muda. “Apa ilmu yang telah kau kuasai?” tanyanya kemudian menguji. Jawaban lelaki itu di luar dugaan. “Saya membawa 12 ribu dinar. Saya simpan di ketiak saya.” Beberapa detik kemudian, diperlihatkanlah sebuah mutiara indah di depan mata si muda. Anak muda itu terperangah.


2 | MUFAKAT FIRASAT

“Saya memiliki keahlian dalam 12 keahlian, dan sebagian besar dalam ilmu Arabiyah yang sedang engkau bahas,” lanjut si lelaki asing itu. Lelaki asing yang ‘terdampar’ di Masjid Jamik Granada itu tertulis oleh al-Suyuti, dan dikutip oleh M. Saghir Hasan al-Ma’sumi untuk A History Muslim of Philosophy, karya yang disunting M.M. Sharif (1963). Lelaki yang sepintas disepelekan mata tajam anak muda, juga berabad kemudian diperlakukan serupa oleh seorang genius dari kota Pisa, Italia. BUKU ITU MUDAH DIKENALI DENGAN ilustrasi khas masanya. Tiga lelaki berjanggut lebat, berjubah lebar hingga menyentuh tanah. Ketiganya tengah serius membincang. Buku yang amat berharga, dan pantas diapresiasi sebagai karya yang turut mengubah sejarah manusia. Sayangnya, ada sedikit cela. Ya, ada bagian penting yang luput dituliskan di buku nan bersejarah yang dicetak di Fiorenza pada 1632: Dialogo Di Galileo Galilei Linceo Matematico Sopraordinario Della Studio Di Pisa. Di buku yang populer disebut “Dialog Pisa” (Pisan Dialogue) ini, pada bahasan dorongan dan dinamika, Galileo Galilei, sang penulis, justru tidak menyebutkan penemu rumus yang dipergunakannya. Galileo menolak pendapat Aristoteles soal gerak benda, yang sudah lama diyakini dan diikuti oleh masyarakat Eropa kala itu. Pada gerak peluru, menurut Aristoteles, kecepatan berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan medium penahan. Bila V = kecepatan, P = gaya gerak, dan M = medium penahan, teori Aristoteles ini dapat ditulis V = P / M. Galileo tidak sependapat.


MUFAKAT FIRASAT | 3

“The medium is not essential to natural motion at finite speed, as Aristoteles held, because the speed determined by the difference, and not by the ratio, between the densities of body and medium,� tulis Ernest Addison Moody dalam papernya yang dibukukan dalam Studies in Medieval Philosophy, Science, and Logic (1975: 227).

Sumber: www.smu.edu

Bagi Galileo, yang berlaku adalah V = P — M. Ketika medium penahan tiada (M = 0), V = P. Galileo memakai rumus yang kala itu sudah dikenal kalangan saintis zaman Renaisans. Sungguh sayang, nama Avempace tidak disebut Galileo. Meskipun demikian, luput menyebut nama pemilik rumus tidak berarti Galileo pantas didakwa berdusta, atau sekurangnya menyembunyikan fakta yang sebenarnya ia ketahui. Nama pemilik rumus yang memengaruhi Galileo dalam Dialog Pisa itu bukanlah sosok biasa. Tidak hanya Galileo, keilmuan Eropa masa itu banyak terinspirasi


4 | MUFAKAT FIRASAT

dan terbantu oleh karya-karya lelaki kelahiran Saragossa (Spanyol sekarang) itu. Padahal, karya Avempace tidak ada satu pun yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin kala itu! Jangan pula bayangkan para saintis Renaisans itu membaca langsung karyanya dari bahasa Arab. Karena faktor ini, ditambah diamnya Galileo, bisa dimengerti ketika Ernest A. Moody merilis penelitiannya yang berjudul “Galileo and Avempace: The Dynamic of the Leaning Tower Experiment� pada 1951, sontak dunia keilmuan modern geger. Karyanya ini sampai sekarang jadi rujukan utama para peneliti sains Islam abad pertengahan. Diungkapnya peran Avempace membuka implikasi pertanyaan dan perdebatan berikutnya: apakah temuan abad Renaisans memang memiliki kaitan dengan sains abad pertengahan? Kejadian ini mendahului nyaris enam tahun kemudian ketika Edward Stewart Kennedy, guru besar matematika di American University of Beirut, mengungkapkan peran Ibnu al-Syatir di balik pemikiran Nicolaus Copernicus dalam buku De revolutionibus orbium coelestium. POPULARITAS AVEMPACE TIDAK DITOPANG DENGAN kehadiran karya-karyanya langsung yang diterjemahkan. Amat berbeda dengan saintis Muslim abad pertengahan lainnya. Sebut saja Avicenna (Ibnu Sina) yang karyanya, al-Qanun fi al-Tibb, diterjemahkan, dicetak berkali-kali, dan dirujuk di banyak negeri di Barat dan Timur. Avempace tampaknya cukup hadir dengan karya asli bahasa Arab, dengan diulas dan disebut khusus oleh saintis setelahnya. Tampaknya selubung kesamaran memang sudah jadi pengiring takdir lelaki dari keluarga al-Tujib, Abu Bakar


MUFAKAT FIRASAT | 5

Muhammad bin Yahya al-Sa’igh, yang akrab dikenal orang semasanya sebagai Ibnu Bajjah, atau dalam lidah Latin disebut dengan Avempace. Dua belas tahun menjelang wafatnya, di Cordova terlahir putra Muslim yang kelak menjadi pengulas sekaligus pembawa kebesaran nama Ibnu Bajjah di hadapan para ilmuwan Renaisans Eropa. Sosok yang mewariskan karya-karya tulis dan kupasan terjemah para filosof Yunani: Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, yang dikenal luas sebagai Ibnu Rusyd atau Averroes. Uraian Ibnu Rusyd begitu membekas, terutama saat mengulas filsafat dan sains Yunani, terutama karya Aristoteles. Dari buah karya dan jerih payah Ibnu Rusyd, Eropa tersambung dengan masa lalu sekaligus kian akrab dengan peradaban yang masih begitu kental mendominasi, yakni Islam. Menariknya, pemikiran Ibnu Rusyd justru lebih awal diterima dan mengakar di Eropa ketimbang di negeri-negeri Islam. Tidak berlebihan bila Ibnu Rusyd seolah-olah bagian dari ‘kita’ dalam benak mereka. Rasa kepemilikan ini terlihat jelas dalam dunia akademisi Barat modern, manakala Ibnu Rusyd mendapat tempat tersendiri dengan predikat “filosof Muslim terakhir”. Sebuah pujian yang tentu saja mengabaikan betapa masih bertebaran para filosof Muslim setelah era Ibnu Rusyd, dengan pengaruh yang tidak kalah cemerlang. Ibnu Rusyd memainkan peran penting sebagai penyibak selubung kehebatan saintis pendahulunya, Ibnu Bajjah. Ibnu Rusydlah yang menguraikan dan mengulas karya-karya Ibnu Bajjah hingga dikenal luas masyarakat Eropa masa pra-Galileo. Dengan perantaraan Ibnu Rusyd, karya Ibnu Bajjah populer, termasuk bahasan


6 | MUFAKAT FIRASAT

gerak mekanis yang empat abad lebih sebelum Dialog Pisa Galileo terbit. Dengan popularitas menjulang, Ibnu Bajjah ataupun Avempace mestinya bukanlah nama asing bagi komunitas-komunitas keilmuan di Eropa. Terbukti rumusnya yang ‘dipinjam’ Galileo sudah jamak diketahui. Entah mengapa, kenyataannya bahwa sebuah rumus mampu membawahkan popularitas nama penciptanya, sampai sekaliber Galileo saja luput. Ibnu Bajjah memang tidak dilupakan dalam dunia sains abad pertengahan. Peran penting Ibnu Rusyd selaku pengulas karya-karya Ibnu Bajjah amat pantas dicatat dalam tinta emas. Dalam kebesaran pemikiran dan kesungguhan mengembangkan keilmuan, nama pendahulunya itu senantiasa disebut Ibnu Rusyd. Disebut bukan dengan puja-pujaan tanpa kritik. Sebaliknya, sedari awal sesungguhnya Ibnu Rusyd beberapa hal bertolak belakang dengan Ibnu Bajjah. Bila Ibnu Rusyd menjadi filosof yang pasang badan untuk mengkritik pandangan Imam al-Ghazali soal filsafat, Ibnu Bajjah justru—dalam bahasa Seyyed Hossein Nasr—“mewakili tendensi yang lain dari perspektif al-Ghazali.” Karena intens mengulas karya Ibnu Bajjah, amat mungkin bila ada pertalian lain yang mengetuk gairah keilmuan Ibnu Rusyd. Shams C. Inati (1998) dalam tulisannya tentang Ibnu Bajjah untuk Routledge Encyclopedia of Philosophy menyebut sosok ini sebagai guru Ibnu Rusyd. Murid lain Ibnu Bajjah yang juga terkenal adalah Ibnu al-Imam. Membandingkan tahun wafat Ibnu Bajjah (1138) dan tahun kelahiran Ibnu Rusyd (1126) yang berselisih 12 tahun, begitu terbatas waktu yang didapat sang murid dalam


MUFAKAT FIRASAT | 7

menggali ilmu sang guru, itu pun hanya pada masa kanakkanak. Fakta lain, mereka berdua tidaklah satu kota. Ibnu Bajjah berpindah ke Granada pada masa-masa menjelang akhir hayatnya, sementara Ibnu Rusyd berdomisili di Cordova, kota kelahirannya. Kalaupun pernah bertemu muka, masih perlu ditelusuri kekerapannya. Karena itulah, makna ‘guru’ dalam tulisan Shams C. Inati lebih tepat sebagai aktivitas Ibnu Rusyd menimba ilmu lewat membaca karya-karya langsung dan/atau berguru kepada anak-didik Ibnu Bajjah. TATKALA IBNU BAJJAH DISEBUT SEBAGAI penghubung antara dunia Timur dan Barat lewat karyakaryanya, semua ini tentu tidak bisa melupakan andil Ibnu Rusyd. Melalui kutipan-kutipan Ibnu Rusyd terhadap karya asli Ibnu Bajjah, Eropa mengenal sosok yang digambarkan Ibnu Thufail sebagai sosok yang berpikiran tajam, bernalar kuat, dan beropini sahih. Kita bisa saja berandai-andai, seumpama Ibnu Rusyd tidak aktif mengulas karya Ibnu Bajjah, saintis Renaisans seperti Galileo belum tentu bakal semudah bereksperimen sebagaimana tertulis di sejarah. Menjadi pengulas, pengutip, sekaligus (bila perlu) pengkritik bukanlah aktivitas keilmuan yang lebih rendah dari meneliti, berpikir, lalu menuliskan sendiri hasilnya. Ibnu Rusyd bisa saja memilih sekadar jadi pengutip dan kritikus sejati karya gurunya. Dari sini saja ia bisa populer. Kita salah besar yang mungkin mengenalnya hanya sebagai “pembela filsafat” setelah al-Ghazali menyerang habis filosof lewat karyanya, Tahafut al-Falasifah. Harus diakui, di dunia Sunni, karya al-Ghazali ini masih lebih ‘diterima’ dan dikenal dibandingkan karya pengkritiknya, Tahafut al-


8 | MUFAKAT FIRASAT

Tahafut. Bisa jadi, ini salah satu faktor mengapa nama Ibnu Rusyd kurang bergema dibandingkan di Eropa. Tapi medan pembesaran diri sosok Ibnu Rusyd bukanlah di situ. Ia justru dikenang dan dianggap sebagian “bagian dari kita� oleh peradaban yang kita sebut sekarang sebagai Barat, lantaran andil yang amat luar biasa sebagai pengulas filsafat. Ia tidak mesti selalu sejalan dengan para filosof, tapi ia menjelaskan dengan gamblang dan memberikan catatan kritis mereka. Aktivitas Ibnu Rusyd tidak melewatkan karya gemilang Ibnu Bajjah. Ibnu Rusyd tidak terbujuk untuk menundukkan, menghancurkan tulisan-tulisan gurunya sehingga dirinyalah yang bakal dikenang hebat sepanjang masa. Bukan ini yang ditempuhnya. Ia mengutip, mengulas gagasan gurunya, sembari menuangkan catatan menurut pendapatnya. Dalam rumus V = P — M, misalnya, sudah dipertikaikan sejak abad pertengahan, dengan menempatkan Ibnu Rusyd sebagai kubu penolak. Sementara Thomas Aquinas dan John Duns Scotus malah membela teori Ibnu Bajjah tersebut. Mengulas orang lain memang aktivitas keilmuan yang menghadirkan kesamaran. Ada ruang untuk mengejek, kendati mengatasnamakan kritik ilmiah. Mengulas orang lain sama artinya juga menaikkan orang lain. Dan di sinilah letak ujiannya. Ketika keikhlasan jadi pedoman aktivitas, melonjaknya popularitas sosok yang kita ulang bukanlah sebuah kesempatan mendengki. Bukan untuk mengiba pada Allah, mengapa ia yang justru naik daun sementara kita yang bersusah malah biasa-biasa saja dikenal. Mengulas orang lain bisa saja mengasyikkan bila dilandasi keikhlasan dan kekaguman pada tingginya


MUFAKAT FIRASAT | 9

ilmu. Tidak ada perasaan untuk bersaing dan mengiri hati. Atau setidaknya memiliki perasaan tertekan lantaran menjadi pengulas berarti hanya jadi bayang-bayang sosok yang diulas. Hikmah dari mengkaji lebih penting digapai ketimbang capaian reputasi diri. Kejujuran sebagai adab bagi saintis Muslim meniscayakan perhatian dan penghargaan terhadap karya orang lain. Tidak perlu ada ketakutan untuk ‘ditundukkan’ atau dibawahkan sebagai bayang-bayang sosok yang diulas. Dalam posisi sebagai Galileo, sudah menjadi keharusan setiap Muslim untuk menghargai pencipta rumus yang dipakai. Menampilkan nama pemilik rumus tidak akan menurunkan derajat kita. Menyebutkan nama pencetus dalam standar ilmiah modern malah mutlak adanya. Bagi Galileo, Ibnu Bajjah disebut dalam karyanya tentu tidak akan mengusik kebesaran namanya. Justru ketika tidak disebutkan, ada semacam syak wasangka; mengapa Galileo tidak mau melacak—andai ia memang benar-benar tidak tahu? Kiprah keilmuan Ibnu Rusyd dalam konteks selaku “juru bicara tertulis” sang guru amatlah menarik. Ada keberanian untuk menempuh pilihan sebagai penjelas setia. Ada keberanian untuk tidak takut terbayang-bayangi dari yang dijelaskan. Ada indahnya adab menghargai kelemahan pandangan sang guru. Ada kecerdasan untuk tidak terkungkung pada kekaguman diri terhadap sang guru. Kritik yang dipilih bukan untuk asal membedakan diri, semacam penegas perbedaan aku dan dia. Menjadi setia mengulas bukan untuk membuka keterbatasan, melainkan untuk menyempurnakan luhurnya ilmu guru.


10 | MUFAKAT FIRASAT

Bayang-bayang kebesaran orang dekat memang syubhat yang tidak dimonopoli dalam ruang penimba ilmu belaka. Dalam pergerakan Islam, bayang-bayang kebesaran serupa juga mudah didapatkan. Menjadi penjelas sosok kunci di pergerakan ‘berisiko’ menempatkan kita hanya sebagai sosok tidak dikenal atau bahkan dituding hanya jadi juru bicara. Tudingan fanatikus akan mudah tersemat apabila kita begitu setia menjadi penjelas yang sabar, ditambah berkarib dengan sang tokoh. Inilah risiko-risiko yang menghajatkan kemampuan mengolah keikhlasan. Bayang-bayang kebesaran memang tidak otomatis menjadi problem bagi setiap orang. Bisa saja ia malah jadi kebanggaan untuk menopang gerak dakwah berikutnya. Tidak dapat dimungkiri, kebesaran nama memang jadi modal dakwah sebagaimana pentingnya harta benda. Kebesaran nama jadi alat penggerak dakwah, yang ini kadang menempatkan beberapa orang harus berada di depan saudaranya. Keberadaan di depan inilah yang mudah menaikkan popularitas, dan berikutnya manfaatmanfaat yang berhubungan dengannya. Di sinilah perlu ada antisipasi ke depan, mengajukan firasat bersama visi dakwah menangkal setiap penghambat dakwah. Hambatan itu berasal dari diri sendiri ataupun kalangan sendiri. Salah satu lemah, memudahkan faktor eksternal kian mudah merobohkan tatanan dan bangunan dakwah yang sudah lama diperjuangkan. Kebesaran hakikatnya nikmat. Pegiat dakwah harus menyadari posisi ini. Sebagai nikmat, tidak beradab apabila hendak merebut nikmat yang Allah berikan pada al-akh yang lain; bukan diri kita. Sementara ia populer dan maju dengan kebesaran nama, mengapa aku hanya begini ya


MUFAKAT FIRASAT | 11

Allah? Tidak, sungguh yang demikian tidak menempatkan adab semestinya. Merebut rezeki orang lain dengan mengiri hati, bukanlah ciri orang Islam beradab. Justru belajar dari Ibnu Rusyd, ia lebih sibuk membesarkan sang guru. Dan hasilnya ia mendapat nikmat kebesaran yang bahkan melampaui. Tidak direncanakan. Semua seperti sudah diatur dari Langit. Ini amat lebih mulia ketimbang menyembunyikan ilmu sang guru, walau satu baris rumus, padahal bisa berguna bagi umat manusia. Ibnu Rusyd contohkan apa yang hari ini dinamakan kejujuran akademis, sembari teladankan kebaikan bersabar. Bersabar untuk membesarkan mereka meski dirinya mendapatkan peluang untuk naik panggung dalam pentas intelektual. Ringkasnya, bersabar untuk tetap berfirasat pada andil orang-orang besar yang mengagumkannya. Sebab ia tahu, orang-orang besar itu media tersampaikannya hikmah dalam hati. Dalam pergerakan Islam, rasa cemburu, hasad, iri menjadi bumbu penempa orang-orang yang terlibat di dalamnya. Di bawah bayang-bayang orang lain, meski itu guru kita, tidak selalu menyamankan hati. Saat ada ketidaknyamanan hati akibat menjadi bayangan, prasangka mudah menyeruak. Sebab memandang diri sebagai bayangan, itulah awal prasangka menggulir. Gerak hati mendorong dan menilai, tanpa memberi kesempatan kemungkinan lain. Tak ada firasat bahwa dakuan menjadi bayangan kebesaran adalah hijab hadirnya hikmah lewat orang dekat tersayang. Dan ini yang kemudian senantiasa enggan jadi perhatian: memilih untuk terus keluar dari bayangan tersebut dengan jalan membesarkan diri. []


MUFAKAT FIRASAT | 57

Ia, Terberani dari Kokohnya Gunung Karena keberanian adalah ketegasan mengistiqamahi hikmah, ada firasat menilik hari-hari esok. Hari ketika laku manusia berkuasa tidak seturut perintah agama ini.

Tidak ada yang meragukan kecintaan Khalifah alMa’mun Abu Ja’far bin Harun al-Rasyid pada ilmu pengetahuan. Di eranya berkuasalah terlahir Bayt alHikmah yang tersohor itu. Sebuah institusi prestisius yang disebut oleh peneroka sejarah Islam di Universal School Illinois, Firas Alkhateeb, sebagai tempat universitas, perpustakaan, badan penerjemahan, dan lab penelitian ada dalam satu kampus. Kabarnya, tulis Alkhateeb dalam Lost Islamic History (2014), jika seorang cendekiawan menerjemahkan buku apa pun dari bahasa asli ke bahasa Arab, ia akan mendapat emas seberat buku itu. Cendekiawan terkenal, Muslim dan


58 | MUFAKAT FIRASAT

non-Muslim, dari seluruh dunia berkumpul di Baghdad sebagai bagian dari proyek al-Ma’mun. Kecintaan sang Khalifah pada pengetahuan Yunani mendorongnya sebagai pemimpin yang akrab dengan filsafat. Sudah tentu, filsafat identik dan lekat dengan penggunaan rasio. Karya Aristoteles seperti Categories, Hermeneutica dan Rhetorica mampu bertahan dan dikaji oleh generasi kita sekarang, tidak terlepas dari andil alMa’mun dengan proyek penerjemahan tadi. Dengan keluasan alam berpikir tersebut sang Khalifah diandaikan mudah menenggang ragam pendapat di kalangan cendekiawan ataupun ulama. Sayangnya, yang ada malah paradoks bahkan tragedi keilmuan. Dekat dengan rasio dan filsafat bersama para alim Mu’tazilah yang ditetapkan sebagai rujukan negara, alMa’mun justru jauh dari kata bertoleransi terhadap kalangan ulama yang tidak sepemikiran. Terutama ketika kebijakan tabbani Khalifah dalam soal status al-Quran; kalamullah nan qadim ataukah makhluk? Tema ini malah mendorong al-Ma’mun seperti diktator yang jauh dari kesan mengayomi dunia pengetahuan. Jadi, gambaran Bayt al-Hikmah untuk semua mazhab dikecualikan dalam pemikiran ini. Al-Ma’mun menetapkan keyakinan dirinya tentang kemakhlukan al-Quran sebagai anutan seluruh rakyat negeri. Tidak boleh ada pendapat berbeda. Agar seragam, al-Ma’mun membuat hukuman berat (ta’zir) dan vonis penjara. Di sinilah sikap ironi sang Khalifah yang dalam soal filsafat dan pengetahuan sains begitu menggebu lagi terbuka. Kebijakan, dan apalagi keyakinan, al-Ma’mun sebenarnya ditentang banyak ulama di Baghdad. Namun


MUFAKAT FIRASAT | 59

dera yang berat membuat banyak ulama tidak butuh waktu lama memilih. Dalam terpaksa dan berpura-pura, mayoritas ulama memilih mengikuti kaul al-Ma’mun. Menyatakan bahwa kalamullah adalah makhluk meski isi hati menjerit keras. Dari sekira 3500 ulama Baghdad masa itu, hanya tinggal 4 orang yang masih bertahan dengan keyakinan lama sesuai manhaj para sahabat Rasulullah— bahwa al-Quran itu qadim, bukan makhluk. Empat ulama itu Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Nuh, Ubaidillah al-Qawariri, dan Sujaddah bin Abdullah. Empat ulama itu harus menerima konsekuensi akibat sikap berbeda dengan penguasa. Tapi penjara beserta hukuman penyertanya suatu waktu membuat dua nama tadi berubah. Bukan karena meyakini kebenaran keyakinan al-Ma’mun. Siksa di penjara membuat Ubaidillah al-Qawariri dan Sujaddah bin Abdullah memilih berkompromi. Tapi bukan sertamerta tunduk sebagaimana ribuan ulama di luar penjara. Besarnya siksaan algojo al-Ma’mun di satu sisi, dan keengganan untuk mengubah suara hati di sisi berbeda, menjadikan taktik bermain kata-kata ditempuh. Semata untuk selamatkan nyawa. “Tadi malam sangatlah sulit bagiku,” ujar alQawariri seraya menunjuk ke penjara. “Aku mengatakan apa yang Amirul Mukminin katakan dan semoga Allah mengampuniku.” Alhasil, selamatlah al-Qawariri dari siksaan. Cukup dengan diplomasi kata-kata “Aku mengatakan apa yang Amirul Mukminin katakan”, yakni al-Quran itu makhluk. Apakah ‘mengatakan’ secara otomatis ‘mengikuti’? Tidak mesti demikian. Ini hanya cara bersilat


60 | MUFAKAT FIRASAT

lidah menghindari bahaya besar di depan mata. Namun sadar akan pilihan sulitnya yang bisa jadi ditafsirkan salah oleh umat kelak, al-Qawariri pun tidak lupa menyebutkan “semoga Allah mengampuniku”. Yakni dari cara berdiplomasi demi selamat dari vonis rezim al-Ma’mun. Ketika gilirannya tiba, Sujaddah bin Abdullah mengeluhkan punggungnya yang sakit akibat siksaan. Ia pun mengikuti cara sahabatnya barusan. Di kemudian hari tersingkap alasan yang terpaksa ditempuhnya. “Saya merasa Imam Qawariri mengambil kebolehan yang berasal dari as-sunnah, yakni yang dilakukan oleh Ammar bin Yasir. Dan Rasulullah menerimanya. Tidak ada salahnya bagiku menerima keringanan dari Rasulullah ini.” Tinggal dua nama ulama yang masih memegang pendapatnya meski sudah disiksa. Dua nama yang malah membuat al-Ma’mun kian murka dan beringas. Lahirlah perintah untuk membunuh siapa pun yang menolak pendapat bahwa al-Quran itu makhluk. Naas bagi Khalifah, sebelum melihat dua ulama itu tunduk di hadapannya, ajal lebih dulu menjemput. Kebijakan memusuhi Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Nuh masih berlanjut manakala alMu’tashim bin Harun al-Rasyid naik takhta. Al-Mu’tashim juga amat mencintai ilmu pengetahuan. Di masanya berkuasa, para filosof dihargai sedemikian rupa. Sampai seorang filosof yang namanya harum hingga kini, alKindi, mengucapkan dedikasi pada Khalifah di salah satu karyanya, al-Falsafah al-Ula. Tersanjung di langit istana buat al-Kindi, lain nasib dengan Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Nuh, keduanya masih dicap musuh nomor teratas. Sebelum dihadapkan dalam eksekusi, Muhammad


MUFAKAT FIRASAT | 61

bin Nuh dipanggil Allah saat dalam perjalanan ke istana Khalifah. Tinggal seorang Ahmad bin Hanbal yang jadi lawan mazhab Khalifah. AL-MU’TASHIM AWALNYA MEMILIH JALAN LUNAK. Diutuslah pamanda Ahmad bin Hanbal yang bernama Ishaq. Tujuannya jelas, yakni membujuk sang keponakan agar mengikuti putusan negara. “Mengapa engkau memilih jalan yang sulit? Mengapa engkau tidak memakai jalan taqiyyah?” tanya sang paman. Sekadar menyebut al-Quran itu makhluk dengan niat bahwa yang dimaksud tak lain wujud tercetak di lembaran kertas, sesungguhnya tidaklah salah. Ini bisa jadi celah untuk menyelamatkan diri dari hukuman. Ahmad bergeming. Dalam Ahlus-Sunnah wal Jamaah: Their Belief, Attributes, and Qualities (terjemah Indonesia oleh Ummu Fauzi), Omar Bakri Muhammad (2005), menuliskan jawaban Imam Ahmad berikut ini: “Wahai Pamanku, jika seorang ulama mengatakan dengan lisannya apa yang dibenci hatinya dan orang-orang awam tidak mengetahuinya bagaimana kebenaran akan menang? Bagaimana orang-orang di masa depan kelak belajar?” tanya balik Ahmad, membela putusannya. “Jika aku seorang Rasul,” tambah Ahmad, “aku akan tahu bahwa Allah akan mengirim seorang rasul lain untuk meluruskan umat. Tetapi aku bukanlah seorang rasul, dan tidak ada rasul setelah Rasulullah Saw. Aku berada di masa ketika para ulama berpaling, aku lebih suka menyuruh mereka membunuhku daripada mereka menyuruhku mengatakan kebohongan!”


62 | MUFAKAT FIRASAT

Ilustrasi aktivitas di Bayt al-Hikmah, sumber: Uludağsözlük Galeri.

Upaya al-Mu’tashim untuk ‘menyadarkan’ Ahmad pun berganti. Dihadirkannya para ulama yang menyokong pendapatnya untuk berdebat dengan Ahmad bin Hanbal. Ulama penguasa, Ibnu Abi Dawud tampil ke depan. Sang ulama ini bukan Abu Dawud, nama periwayat hadits yang menjadi rujukan umat hingga kini. Amat menarik akhlak yang ditampilkan ulama al-Mu’tashim ini saat Ahmad masuk ke ruangan. “Telah datang musuh Allah orang yang tersesat. Musuh negara, musuh Khalifah, ini waktu bagimu untuk bertobat. Kalau tidak, kepalamu akan berpisah dari lehermu!” Sungguh tajam, kasar, dan mengintimidasi kata-kata ulama penguasa itu. Sungguh sayang, tajamnya ancaman tidak disertai dengan antisipasi bagaimana lawan debatnya bukanlah sosok sembarangan. Hujah-hujah Ibnu Abi Dawud yang cerdas, logis, dan kokoh ternyata berhasil dipatahkan Ahmad.


MUFAKAT FIRASAT | 63

Al-Mu’tashim masih belum mau kehilangan muka. Kali ini cara halus ditempuh lagi. Dihadirkan Abdurrahman bin Ishaq, sahabat dari gurunda Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i. “Imam Syafi’i akan menyukaimu dan menghormatimu sebagai orang terpelajar di Baghdad. Jangan sampai kamu dipanggil orang-orang sebagai seorang yang mati murtad,” nasihat Ibnu Ishaq, seperti dicatat Omar Bakri dalam karyanya. Ahmad bin Hanbal tentulah menghormati gurunya, apalagi dirinya sering dipandang sebagai murid pilihan juga kesayangan sang Imam. Tapi Ahmad yang menimba langsung ilmu dari Imam Syafi’i tentu mampu membedakan bagaimana sikap guru tercinta atas pilihannya disandingkan dengan kata-kata orang lain yang menyandarkan kepada sang guru. Ahmad tidak beringsut dari sikapnya, meski untuk itu ia tinggal satu-satunya ulama di Baghdad yang berbeda dengan suara penguasa. Mengetahui ketetapan hati lawannya itu, al-Mu’tashim tanpa ragu memvonis murtad dan memerintahkan pertobatan Ahmad bin Hanbal. Kelak dalam penjara selama 28 bulan, Ahmad bin Hanbal melahirkan banyak karya emasnya, termasuk yang menyejarah dan abadi: alMusnad. Dari dalam penjara ini umat mereguk nikmatnya ilmu yang dituliskan dalam karya-karya Ahmad bin Hanbal. Hadits teriwayat hingga jadi pedoman umat menelusuri perjalanan peradaban. Dari kerasnya cambukan algojo, barakah ilmu yang ditinggalkan pewaris sejati para nabi masih bisa dipetiki.


MUFAKAT FIRASAT | 125

Mencabik Setia al-Kindi Menepikan saudara seiman perlu perjuangan. Tidak ringan, karena hajatkan banyak pertimbangan.

Dekat dengan orang-orang besar yang memegang kekuasaan sudah jadi guratan takdir Abu Yusuf Ya’qub al-Kindi. Al-Kindi, atau Alkindus dalam lafal Latin, terlahir dari ayah yang menjabat sebagai gubernur Kufah di era Khalifah Muhammad al-Mahdi hingga Harun alRasyid. Kakek buyutnya, al-Ash’ath bin Qais, terbilang sebagai sahabat Nabi Muhammad Saw. Di samping nasab, kecerdasan al-Kindi amat memadai untuk berada di lingkaran orang-orang besar dan penting dalam sejarah. Terbukti tidak butuh waktu lama bagi al-Kindi untuk menghadirkan kecerdasan luar biasanya. Pada era kekhalifahan Abbasiyah dipegang al-Ma’mun dan al-Mu’tashim, kecakapan intelektual al-Kindi nyaris tak tertandingi. Ia begitu memesona para khalifah,


126 | MUFAKAT FIRASAT

menempatkannya dalam posisi istimewa, terutama di Bayt al-Hikmah. Di tempat legendaris dalam sejarah inilah kelak nama al-Kindi harum berabad-abad kemudian, sekaligus menempatkannya sebagai pemilik gelar “filosof Muslim pertama” yang dikenal luas hingga keluar dari dunia Arab. Tulisannya menjadi penanda bahwa ia memang intelektual produktif. Ibnu al-Nadim, seorang bibliografi terpenting masa itu, menyebutkan ada tidak kurang 240 manuskrip karya al-Kindi yang tersebar dalam beragam disiplin pengetahuan. Satu di antara karya penting al-Kindi adalah fi alFalsafa al-Ula. Yang menarik, dalam pengantar karyanya ini, al-Kindi secara khusus mempersembahkannya kepada Khalifah al-Mu’tashim. Selain bicara tentang objek bahasan dan kedudukan filsafat, dalam kitab tersebut al-Kindi melakukan serangan pada kalangan yang antifilsafat. Akan tetapi, menurut Muhsin Mahdi (1992), gagasan al-Kindi dalam kitabnya ini kurang bergema ke masyarakat luas akibat dominannya kaum fuqaha. Kurang bergemanya ini tentu saja tidak berarti tiadanya dukungan penguasa mengingat al-Kindi merupakan intelektual pilihan istana. Apabila dikaitkan dengan kedekatannya pada para khalifah, al-Kindi mudah disebut bagian dari Mu’tazilah. Baik al-Ma’mun, al-Mu’tashim, maupun al-Watsiq Billah, ketiganya dikenal sebagai penyokong penting meluasnya pandangan Mu’tazilah. Siapa saja rakyat yang berbeda dengan pandangan resmi khalifah, siap-siap berujung penjara dan siksa. Dan kematian bukan sebuah hal mustahil. Beberapa penulis memang tidak secara mantap dan bulat menyimpulkan al-Kindi sebagai Mu’tazilah.


MUFAKAT FIRASAT | 127

Sumber foto: koleksi Arabicbookshop.net

Sekurangnya ia sekadar memiliki beberapa kesamaan dengan Mu’tazilah, terlebih lagi dalam orientasi filsafatnya. Dalam posisi demikian ini, al-Kindi diasumsikan berseberangan dengan kalangan penentang Mu’tazilah, semisal Ahmad bin Hanbal. Menarik untuk dikaji lebih jauh, rasa kemanusiaan dalam pribadi beserta intelektual al-Kindi terhadap siksaan yang diperlakukan penguasa dukungannya terhadap kalangan berbeda pemikiran. Bisa jadi, dan ini yang paling aman untuk memberi hak memprasangka baik, al-Kindi tidak seintim dan seprovokatif intelektual Nasiruddin al-Tusi, intelektual Syiah di lingkaran Khalifah al-Musthasim, yang tega mengenyahkan lawan-lawan politiknya di Baghdad pada 1258, yang berujung runtuhnya ibu kota Abbasiyah ke tangan tentara Hulagu Khan dari Mongol. Al-Kindi memang menjadi filosof dan intelektual istana di masa


128 | MUFAKAT FIRASAT

Kekhilafahan Abbasiyah bercorak Mu’tazilah. Anak alMu’tashim pun dipercayakan untuk dibimbing al-Kindi. Ini menunjukkan betapa dalamnya kepercayaan kepada sang guru istana yang genius ini. NAMUN ZAMAN TIDAK SENANTIASA MENGUNTUNGKAN bagi para pendukung Mu’tazilah. Sikap otoriternya untuk memaksakan pandangan bahwa al-Quran itu makhluk, mendapatkan penentangan rakyat. Para ulama memang bertahun-tahun dipaksa untuk menerima pandangan aneh dan baru tersebut. Titik baliknya adalah naiknya al-Mutawakkil ’Alallah bin alMu’tashim bin al-Rasyid. Al-Mutawakkil justru antitesis dari corak pemikiran para pendahulunya, entah saudaranya sendiri, al-Watsiq, maupun ayahanda dan kakeknya. Pada masanya, filsafat tidak lagi didudukkan sebagai mercusuar umat. Pandangan penentang Mu’tazilah pun mendapat tempat. Pada gilirannya al-Kindi pun harus menerima perubahan ini. Naiknya al-Mutawakkil sebetulnya tidak serta-merta menyingkirkan langsung al-Kindi. Bisa jadi karena alKindi memang bukan bagian dari Mu’tazilah, terlepas dari kedekatannya dengan tiga khalifah pendukung aliran tersebut bahkan adanya kemiripan pemikiran dalam soal rasio dengan Mu’tazilah, sebagaimana disebutkan oleh Charles M Stanton (1990) dalam Higher Learning in Islam. Namun tepa selira untuk tidak berprasangka buruk pada al-Kindi tidak bertahan lama. Ada orang-orang di sekeliling khalifah baru ini yang tidak menyukai kalangan intelektual yang kemudian mengakibatkan al-Kindi terbuang dari istana. Bisa jadi ini masih terkait dengan—


MUFAKAT FIRASAT | 129

seperti dituliskan George N. Atiyeh— pandangan salaf yang dianut al-Mutawakkil. Sementara salaf mementingkan teks di atas rasio, tidak demikian dengan orientasi berpikir alKindi. Ahmed Fouad el-Ehwany, profesor filsafat Islam dari Universitas Kairo dalam A History of Muslim Philosophy (M.M. Sharif [ed.], 1963) menyebut nama Musa bin Syakir sebagai salah satu aktor penting konspirasi menyingkirkan al-Kindi. Al-Kindi dijauhkan dari khalifah dengan intrikintrik tertentu hingga akhirnya al-Mutawakkil pun memusuhinya. Tidak sekadar dipecat dari jabatannya selaku guru istana, al-Kindi harus merelakan koleksi bukunya disita dan diletakkan dalam ruangan terpisah dengan label namanya. Stanton bahkan menuliskan dengan tragis pengusiran al-Kindi dari istana: “Dipecat dari istana, dia meninggal dengan cara yang sedikit kurang jelas setelah menjalani masa akhir hidupnya tanpa perpustakaan pribadinya yang sangat ia sayangi karena dihancurkan ketika penganiayaan.” Sayangnya, Stanton tidak menyebutkan sumber rujukan dari pernyataan di bukunya itu. Betapapun fakta lain dapati ditemui dalam tulisan Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Tarikh al-Islami. Dalam buku Ibrahim dan Saleh ini disebutkan adanya tindakan ‘pembalasan’ Khalifah alMutawakkil kepada pendukung Mu’tazilah yang menghina kalangan salaf. Hanya saja, tindakan Khalifah bisa dilihat sebagai reaksi alih-alih aksi proaktif. Tanpa sepengetahuan Muhammad bin Abdul Malik bin al-Zayyat, Hartsamah, dan Ahmad bin Abi Du’ad,


130 | MUFAKAT FIRASAT

khalifah baru ini merupakan pembenci kebijakan alWatsiq, saudaranya yang memenggal kepala Ahmad bin Nashr (seorang ulama penentang doktrin kemakhlukan al-Quran). Ironisnya, ketiga pejabat pada era al-Watsiq itu dengan dingin membela putusan pemenggalan sembari menyebut Ahmad bin Nashir sebagai sosok kufur. Bagi al-Mutawakkil, pandangan ketiganya tentu menyakitkan. Ujungnya, mereka pun dieksekusi al-Mutawakkil tanpa ampun. Kita bisa berdebat soal corak pemikiran para khalifah era Abbasiyah yang terkadang ujungnya pemaksaan. Sebuah tindakan yang kelak melahirkan pembalasan atau sekurangnya pembersihan pemikiran yang teranggap bid’ah dan penyesatan dari sang lawan. Saya mengajak pembaca untuk merenungbatini kepedihan al-Kindi. Soal pemikiran filsafatnya bisa saja kita tidak setuju. Namun tidak setuju bukan berarti menutup mata atas kerja keras dan budaya ilmu yang dihasilkannya. Dari karya-karyanya terlahir sosok seperti al-Farabi dan intelektual Islam lainnya. Al-Kindi mungkin orang yang setia—bahkan bisa jadi terlalu setia—mengabdi pada dunia ilmu. Bersama tiga khalifah era Abbasiyah, ia reguk banyak kesempatan menerjemahkan karya Yunani, dan mengkajinya untuk kemudian lahirkan sebuah diskursus baru. Kesetiaan pada pengetahuan yang dianut resmi penguasa merupakan pilihan logis. Dengan adanya patron penguasa, aktivitas keilmuan berjalan lancar. Kedekatan dalam cara berpikir yang menonjolkan rasionalitas, menjadi satu keuntungan tersendiri. Inilah yang ditempuh al-Kindi. Mereka yang terbiasa bekerja dalam majelis ilmu; berkutat dengan teks dan peranti observasi; atau pekatnya


MUFAKAT FIRASAT | 131

tinta untuk menuliskan gagasan di lembaran manuskrip— semua ini jadikan sebuah kecintaan amat mendalam. Tiada tergantikan dengan aktivitas keduniaan yang lain. Mereka larut dalam keasyikan menguras pikiran untuk mencapai sebuah hikmah. Tidak semata memecahkan soal teknis keduniaan sehari-hari, namun lebih penting lagi segi kemanusiaan secara luas hingga alam akhirat. Ketika tengah asyik dalam pusara keilmuan seperti ini, tiba-tiba ada penghentian dan bahkan sebuah pengusiran. Menjauhkan sama sekali dari aktivitas yang biasa digeluti dengan khusyuk dan tulus. KITA BISA MENGANDAIKAN POSISI AL-KINDI ketika perpustakaannya disita. Dijauhkan darinya, atau— kalau memang benar—dihancurkan sama sekali beberapa karya yang dianggap sesat. Gara-garanya adalah berbeda pandangan dengan pilihan resmi anutan pemegang kekuasaan yang berjalan. Sungguh kenyataan ini amat menyakitkan. Seorang yang mencintai pengetahuan, mendadak dijauhkan sama sekali dari dunianya. Kalaulah al-Kindi menjadi sosok pesakitan, masih dimaklumi dalam kerangka pembalasan atas kedudukannya sebagai bagian dari khalifah terdahulu. Lalu bagaimana dengan sosok lain pada masa kita sekarang, mereka yang diperlakukan senasib al-Kindi? Mereka yang bersemangat mencintai aktivitas kebajikannya tapi berujung penyingkiran tanpa toleransi dan peka ukhuwah. Inilah tentang orang-orang dengan suara lantang yang dekat dengan orang-orang besar. Tapi ia kini digunting stigma oleh sang ‘khalifah’ baru dan para pendukungnya di kelompok dakwah yang disetiainya. Saat gugatan


MUFAKAT FIRASAT | 403

Daftar Pustaka A. Khudori Soleh, “Mencermati Sejarah Perkembangan Filsafat Islam”, jurnal Tsaqafah volume 10 Nomor 1 Mei 2014 Abdul Hadi W.M., Islam: cakrawala estetik dan budaya, Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2000 Abdul Majid an-Najjar, Kebebasan Berfikir dalam Islam; Upaya Mempersatukan Visi Pemikiran dalam Islam (penerjemah: Hamka), Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2002 Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam (penerjemah: Ahmad Rofi’ Usmani), Bandung: Penerbit Pustaka, 1997 Abu Thalib al-Makki, Buku Saku Hikmah & Makrifat; Mengerti Kedalaman Makna Berilmu da Bertauhid dalam Kehidupan (penerjemah: Abad Badruzaman), Jakarta: Zaman, 2013 Achmad Hasan, “DI/TII Pasca Kartosoewirjo (Studi Kasus Gerakan Komando Jihad 1976-1981)”, Skripsi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011 Agung Pirhantoro (ed.), Jajak Langkah Said Tuhuleley; AktivisPejuang Muslim Sejati dan Bapak Pemberdayaan Kaum Duafa, Yogyakarta: Yayasan Shalahuddin Laboratorium Dakwah, 2015 Ahmad Jamaluddin, Lelaki Penggenggam Kairo (penerjemah: Armansyah), Yogyakarta: Uswah, 2009 Ahmad Suhelmi, The Third Heritage; Kontribusi Islam terhadap Renaisans dan Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Penerbit Indonesia Think Tank Initiative, 2011 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin, Depok: Gema Insani Press, 1996


404 | MUFAKAT FIRASAT

Al-Ghazali, Keajaiban Hati (penerjemah: Nurhickmah), Jakarta: Tintamas Indonesia, 1984 (cet. Ke-8) —————————————, Nasihat bagi Penguasa (penerjemah: Ahmadie Thaha dan Ilyas Ismail), Bandung: Penerbt Mizan, 1994 Anton Haryono, Mewarisi Tradisi Menemukan Solusi; Industri Rakyat Daerah Yogyakarta Masa Kolonial 1830-an - 1930-an), Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2015 Aslam Farouk-Alli, “On life, literature and Palestine, a tribute to Abdelwahab Elmessiri”, https://electronicintifada.net/ content/life-literature-and-palestine-tribute-abdelwahabelmessiri/7649 Audrey R. Kahin, Dari Pemberontak ke Integrasi; Sumatra Barat dan Politik Indonesia (penerjemah: Azmi dan Zulfahmi), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005 —————————————, Islam, Nationalism and Democray; A Political Biography of Mohammad Natsir, Singapore: NUS Press, 2012 Aydin Mehmed Sayili, “Islam and the Rise of the Seventeenth Century Science”, Ankara, Turkey, Bulletin 22 Tahun 1987 Bruce Riedel, The Search for Al Qaeda; Its Leadership, Ideology and Future, Washington, DC: Brookings Institution Press, 2008 C. Snouck Hurgronje, The Achehnese Vol. II, Leyden: E.J. Brill, 1906 Charles M Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam (penerjemah: Afandi dan Hasan Asari), Jakarta: Logos Publishing House, 1994 Daniel S. Lev, Islamic Courts in Indonesia: A Study in the Political Bases of Legal Institutions, Berkeley: University of California Press, 1972


MUFAKAT FIRASAT | 405

Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera, “Penjelasan PKS Tentang Pelanggaran Disiplin Partai yang Dilakukan Saudara Fahri Hamzah”, http://pks.id/content/penjelasanpks-tentang-pelanggaran-disiplin-partai-yang-dilakukansaudara-fahri-hamzah Dhabith Tarki Sabiq, Kamal Attaturk; Pengusung Sekulerisme dan Penghancur Khilafah Islamiah (penerjemah: Abdullah Abdurrahman dan Ja’far Shadiq), Jakarta: Senayan Publishing, 2008 Edward Craig (ed.), Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy volume 4, London: Routledge, 2000 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945; Sejarah Konsensus Nasional antara Nasionalis Islami dan Nasionalis “Sekular” tentang Dasar Negara Republik Indonesia 19451959, Bandung: Penerbit Pustaka, 1981 Ernest Addison Moody, Studies in Medieval Philosophy, Science, and Logic : Collected Papers, 1933-1969, California: University of California Press, 1975 Ewan Stein, Representing Israel in Modern Egypt; Ideas Intellectuals and Foreign Policy from Nasser to Mubarak, London: I.B. Tauris, 2012 F. J. Ragep (ed.), Sources in The History of Mathematics and Physical Sciences Vol. 12, New York: Springer-Verlag, 1993 Firas Alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang; Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim pada Masa Lalu (penerjemah: Mursyid Wijanarko), Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016 Firdaus Ahmad Naqib, Dari Pendjara ke Medja Hidjau, Jakarta: Pustaka Nida, 1967 Gustave E. von Grunebaum, Classical Islam, A History 600 A.D. 1258 A.D, Chicago: Aldibe Publishing Company, 1970


406 | MUFAKAT FIRASAT

—————————————, Islam Kesatuan dalam Keragaman (penerjemah: Effendi N. Yahya), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1983 Gusti Anan, Memikir Ulang Regionalisme; Sumatera Barat Tahun 1950-an, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007 Hamid Algadri, C Snouck Hurgronje, Politik Belanda terhadap Islam dan Keturunan Arab, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1984 Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi, Jakarta: INSISTS, 2012 Hamka, Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao”, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1974 —————————————, Tafsir Al-Azhar Juz XI, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994 —————————————, Tafsir Al-Azhar Juz XXVI, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007 Harley Farnsworth MacNair & Alice M. Atkinson, Introduction to Western History for Chinese Students, Shanghai: The Commercial Press, Ltd., 1933 Hasan Saleh, Mengapa Aceh Bergolak, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992 Henry Kamen, Para Algojo Tuhan; Kisah Perburuan terhadap Orang-orang Kristen Palsu di Spanyol (penerjemah: Dina Oktaviani, Jimmi Firdaus, dan Laila Qadria), Yogyakarta: Penerbit e-Nusantara, 2008 Husnul Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES, 1985 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun (penerjemah: Ahmadie Thoha), Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2001 (cet. ke-3)


MUFAKAT FIRASAT | 407

Jajat Burhanudin (ed.), Ulama Perempuan Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1992 Jonathan Lyons, The Great Bait al-Hikmah (penerjemah: Maufur), Jakarta: Noura Books, 2013 M. Nur El Ibrahimy, Teungku Muhammad Daud Beureueh; Peranannya dalam pergolakan di Aceh, Jakarta: Penerbit Gunung Agung, 1982 M.M. Sharif, A History Muslim of Philosophy Volume One, Lahore: Pakistan Philosophical Congress, 1963 Majid Irsan Kaylani, Kebangkitan Generasi Salahuddin dan Kembalinya al-Aqsha ke Pangkuan Islam (penerjemah: Abdullah Abbas ), Selangor: ABIM & Thinker’s Library Sdn Bhd, 2009 Malik Bin Nabi, Membangun Dunia Baru Islam (penerjemah: Afif Muhammad dan Abdul Adhiem), Bandung: Penerbit Mizan, 1994 Martin Lings (Abu Bakar Sirajuddin), Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (penerjemah: Qamaruddin SF), Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004 Merve Kavakci, Headscarf Politics in Turkey: A Postcolonial Reading, New York: Palgrave Macmillan, 2010 Mohd. Affandi Hassan, Pandirisme dalam Komuniti Dunia, Kuala Lumpur: Himpunan Keilmuan Muslim (HAKIM), 2016 Muhammad bin Abdul Wahab, Surat-surat Bersih Diri (penerjemah: Saiful Islam Jamaluddin), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985 Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (penerjemah: Ali Audah), Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1992 (cet. ke-13)


408 | MUFAKAT FIRASAT

Muhammad Rasyid Ridha, Panggilan Islam terhadap Wanita (penerjemah: Afif Mohammad), Bandung: Penerbit Pustaka, 1986 Musthafa Abd Rahman, “Mengenang Jejak Ibnu Khaldun di Tunisia”, Kompas 06 Agustus 2004 Omar Bakri Muhammad, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Keimanan, Sifat, dan Kualitasnya (penerjemah: Ummu Fauzi), Depok: Gema Insani Press, 2005 P. Sj. Van Koningsveld, Snouck Hurgronje dan Islam; Delapan Karangan tentang Hidup dan Karya Seorang Orientalis Zaman Kolonial (penerjemah: Redaksi Girimukti Pasaka), Girimukti Pasaka, Jakarta, 1989 Panitia Peringatan 75 Tahun Kasman, Hidup Itu Berjuang; Kasman Singodimedjo 75 tahun, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1982 Peter B.R. Carey, Babad Dipanegara; An Account of the Outbreak of the Java War, Kuala Lumpur: The Malaysian Branch of The Royal Asiatic Society, 1981 Peter Dronke (ed.), A History of Twelfth-Century Western Philosophy, Cambridge: Cambridge University Press, 1992 Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam; Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (penerjemah: Zainal Arifin), Jakarta: Zaman, 2014 Radwa Ashour. Granada, New York: Syracuse University Press, 2003 Rahmat Fiansyah, “Perubahan dari Partai Politik Islamis ke Partai Politik Pos-Islamis: Studi Kasus Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkınma Partisi atau AKP) Turki (1983-2011)”, Skripsi, Depok: Universitas Indonesia, 2012


MUFAKAT FIRASAT | 409

Richard Peres, The Day Turkey Stood Still: Merve Kavakci’s Walk Into the Turkish Parliament, Berkshire: Ithaca Press, 2012 Rosihan Anwar, Sejarah Kecil “Petite Historie” Indonesia Jilid 4, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004 Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1981 Samir Abuzaid, “Professor Abdel-Wahab Elmessiri”, http:// www.arabphilosophers.com/English/philosophers/ contemporary/contemporary-names/Abdl-Wahab%20 Elmessiri/Article/E_Elmessiri.htm Sartono Kartodirdjo, “Surat dari Wassenaar”, Kompas, 3 Januari 1982 Seyyed Hossein Nasr, dalam Sains dan Peradaban dalam Islam (penerjemah: J. Mahyudin), Bandung: Penerbit Pustaka, 1997 Shalah al-Khalidiy, Biografi Sayyid Quthb: “Sang Syahid” yang Melegenda (penerjemah: Misran), Yogyakarta: Pro-U Media, 2015 Sharifah Shifa al-Attas, ISTAC Illuminated; A Pictorial Tour of The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur: ISTAC, 1998 Sutomo, Menembus Kabut Gelap, Bung Tomo Menggugat; Pemikiran, Surat, dan Artikel Politik (1955-1980), Jakarta: Visimedia, 2008 Syamsuddin Arif, “‘Transmigrasi Ilmu’: Dari Dunia Islam ke Eropa”, jurnal Tsaqafah volume 6 Nomor 2 Oktober 2010 —————————————, “Filsafat Islam antara Tradisi dan Kontroversi”, jurnal Tsaqafah volume 10 Nomor 1 Mei 2014


410 | MUFAKAT FIRASAT

————————————— (ed.), Islamic Science; Paradigma, Fakta, dan Agenda, Jakarta: INSISTS, 2016 Syarif Taghian, Erdogan; Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki (penerjemah: Masturi Ilham dan Malik Supar), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012 Syed Hussein Alatas, Kita dengan Islam; Tumbuh Tiada Berbuah, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2015 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam; Suatu rangka pikir pembinaan filsafat pendidikan Islam (penerjemah: Haidar Bagir), Bandung: Penerbit Mizan, 1984 —————————————, Islam & Filsafat Sains (penerjemah: Saiful Muzani), Bandung: Penerbit Mizan, 1995 —————————————, Islam dan Sekularisme (penerjemah: Khalif Muammar), Bandung: Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan, 2010 —————————————, Risalah untuk Kaum Muslimin, Kuala Lumpur: IBFIM, 2014 —————————————, Lumpur: IBFIM, 2015

Himpunan

Risalah,

Kuala

T. Alibasjah Talsya, Sepuluh Tahun Daerah Istimewa Atjeh, Banda Aceh: Pustakan Putroë Tjandèn, 1969 Tan Malaka, Islam dalam Tinjauan Madilog, Jakarta: Widjaja, 1951 Tariq Ramadan, Biografi Intelektual-Spiritual Muhammad; Pelajaran Hidup dari Perjalanan Hidup Rasulullah (penerjemah: R Cecep Lukman Yasin), Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2015


MUFAKAT FIRASAT | 411

Taufik Adnan Amal dan Syamsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam: dari Indonesia hingga Nigeria, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004 Tempo edisi 3 Februari 1979; edisi 18-24 Agustus 2003; edisi 9-15 November 2015; edisi 30 September 2001; edisi 4-11 Juni 2001 Ulumul Qur`an Nomor 02 volume XXI Tahun 2012 Vincent J.H. Houben, Keraton and Kompeni; Surakarta and Yogyakarta, 1830-1870 (penerjemah: E. Setiyawati Alkhatab), Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas (penerjemah: Hamid Fahmy, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel.), Bandung: Penerbit Mizan, 2003 —————————————, Budya Ilmu; Satu Penjelasan, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2007 —————————————, Rihlah Ilmiah, dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer, Jakarta: UTM-CASIS dan INSISTS, 2012 Xiaoxin Wu (ed.) Christianity in China: A Scholar’s Guide to Resources in the Libraries and Archives of the United States, edisi ke-2, London: Routledge, 2015


412 | MUFAKAT FIRASAT


MUFAKAT FIRASAT | 413

Indeks A. Khudori Saleh 193-194 Abbasiyah xiv, xx, 18, 27, 30-31, 34-37, 71, 112, 125-130, 169, 265, 304 Abdel-Wahab Mohammad Ahmad Elmessiri 184-190 Abdul Aziz (raja) 97 Abdul Aziz Muhammad Pasha 93 Abdul Fatah el-Sisi 275-284 Abdul Fattah Ismail 118 Abdul Gaffar (lihat: Christiaan Snouck Hurgronje) 241-242, 302-303 Abdul Hadi W.M. 36, 348 Abdul Latip Talib 168 Abdul Majid an-Najjar xxv, 265 Abdul Muthalib 310 Abdul Qadir al-Jailani 17, 268-274 Abdul Wahab al-Buhairi 102 Abdullah bin Abdul Qadir Munsyi xvi Abdullah Gül 376 Abdullah Sungkar 217 Abdurrahman bin Ishaq 63 Abdurrahman bin Munqidz 111 Abduz Zhahir Abu Samah 92-93, 97 Abu Abdullah 153-154 Abu Ahmad Abdillah al-Mustha’shim Billah bin al-Mustanshir 27-30, 34-42, 304 Abu al-Abbas (Konstantin) 154 Abu al-Abbas al-Saffah (Abbasiyah) 36 Abu Bakar 390 Abu Bakar Ba’asyir 217

Abu Bakar Muhammad bin Hassan 152 Abu Dawud xvii, 266 Abu Jandal 388-391 Abu Mus’ab al-Zarqawi 36 Abu Nashir al-Qusyairi 263 Abu Qasim al-Qusyairi 262 Abu Salim Ibrahim 152-153 Abu Thalib al-Makki xxvi, 183-184 Aceh 242, 248, 302, 325, 328-352, 359-360 Achmad Hasan 216 Adab xvi-xvii, xxvi, xxix, 9, 11, 18, 38-39, 50-53, 80-83, 106, 110, 132-136, 182, 196, 199, 230, 278, 320, 399; beradab xxiii, 40, 79, 105, 120, 200, 208, 233, 259; kurang beradab 15; memberadabkan xviii; the loss of adab xvi-xxvii, 169; tidak beradab 10, 156 Adam Malik 357 Adelard Bath 238-241, 249-250 Adnan Menderes 103-105, 376, 381 Adriana Magdalena van Adrichem 289-290, 295 Ahlus-Sunnah wa al-Jamaah 13, 6869, 272 Ahmad Abdul Majid 118 Ahmad Abdurrahman 90-102 Ahmad Azam bin Ab Rahman 149 Ahmad bin Abi Du’ad 129 Ahmad bin Hanbal 59-63, 67-71, 9698, 127, 169, 175, 263-265


414 | MUFAKAT FIRASAT

Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Thayyib 275-285 Ahmad bin Nashr 130 Ahmad Hassan 256 Ahmad Jamaluddin 90, 94-95, 99100 Ahmad Muhammad Syakir 93 Ahmad Rafiq 166-167 Ahmad Suhelmi 88 Ahmad Syafii Maarif 325 Ahmed Fouad el-Ehwany 129 AKP (Adalet va Kalkinma Partisi) 149, 364, 374-381, 385 al-Aqsha (lihat: Palestina) 17, 111, 264 al-Ash’ath bin Qais 125 al-Asy’ari (Abu al-Hasan) 13, 15, 2426, 80, 263-265 Al Azhar (Universitas), ulama 93, 9799, 102, 154, 234, 246, 279-287 al-Biruni xiv al-Daruqutni 263 al-Dhahabi 111 al-Farabi (Alfarabi) 130, 317 al-Farisi 262 al-Ghazali (Imam) xxiii, xxviii, 6-7, 13-18, 24-26, 80, 171, 262-274; Madrasah al-Ghazali 17, 111, 268, 272-274 al-hukama xxvi-xxvii, 183-184 al-Isfiraini 264 al-Jumhurriyah 166 al-Juwaini, Imam al-Haramain 261-262 al-Kindi; Alkindus 60, 125-136 al-Ma’mun Abu Ja’far bin Harun al-Rasyid 37, 57-60, 66-68, 125126, 173

al-Mu’tashim bin Harun al-Rasyid 37, 60-63, 66-68, 125-128, 173 al-Muqtadi bi Amrillah 17 al-Mutawakkil ’Alallah bin alMu’tashim bin al-Rasyid 128134 al-Quran xi-xii, xxviii, 28, 58-61, 67-68, 109, 119, 128, 130, 169, 181, 215, 219-220, 244, 262, 283, 308, 312, 399 Alfonso VI 19-23 Algeciras 20 Ali Ahmad Abduh Asymawi 116-122 Ali bin Abi Thalib 393 Ali bin Yusuf 23 Ali Moertopo 222 Ali Sastroamidjojo 328, 340 aljamiado 75 Aljazair 153-58, 242 Ammar bin Yasir 60 Amuntai 346-347 an-Nawawi 269 Anas bin Malik 397 Andalusia xii, 19-26, 77-78, 86-88, 111-112, 153 Anna Maria de Visser 289-290, 295 Anthony Campbell 33-34 Anthony Reid 248 Anwar Ibrahim xiv Apollonius Pergaeus 43-44 Arab Saudi 96-99 Aristoteles 2-5, 58, 177, 317 Aslam Farouk-Alli 188 Asma Rashid 157-158 astronomi 44, 48-50, 157, 238 ath-Thabrani xvi Audrey R. Kahin 343, 357 Aydin Mehmed Sayili 15-16


MUFAKAT FIRASAT | 415

Badajoz 20-21 Badui 23, 310 Baghdad 27-36, 41-42, 58-59, 63, 112, 127, 169, 264, 267-268 Baitul Maqdis 273 Bandung 256, 297-298, 327 Bani Nashr 77 Batavia 242, 248 Bayt al-Hikmah 57-58, 126 Bediüzzaman Said Nursi 169, 380 Bernard Carra de Vaux 48-50 Bernard Lewis 89-90, 99 BNPT (lihat: Terorisme) 64-71 Bruce Riedel 36 budaya ilmu 15, 50, 130; aktivitas keilmuan 7-8, 27, 35, 91, 130 Bukhari (Imam) 210, 397 Bukittinggi 333, 358 Bülent Arınc 376 Burhanuddin Harahap 346 CASIS xiii Ceuta 19 Charles Michael Stanton 13-15, 128129 Christiaan de Visser 289 Christiaan Snouck Hurgronje v, 241-252, 290-291, 296-299, 302-306 Ciamis 250, 296, 298 Claudius Ptolemeus 43 concordia 76-77 conversos 73-74, 77 Cordova 5-7 dakwah (berdakwah) xx, xxv-xxvi 10, 41, 53, 65, 106-108, 111112, 117, 121, 124, 135-137, 143-149, 159, 173-175, 207, 220, 224, 229, 232, 253, 259,

278, 305, 314, 318-322, 350, 369, 375, 380-385, 396-400; aktivis (pegiat; pejuang; penyeru; pengusung); kader; pedakwah 10, 83, 96, 123, 132-134, 140-141, 146-147, 160, 233, 258-259; gerakan xxv-xxviii, 41-42, 81, 101, 121, 132-133, 145-147, 170-172, 211, 229, 232-233, 397, 400; jamaah (barisan; habitus; kelompok; organisasi) 107, 120, 131-133, 144-149, 159-160, 172, 270, 382; lawan (musuh; pendengki; penghambat) 10, 40, 211-213, 225, 259, 382-384 Damaskus 155 Daniel S. Lev 361 Darul Islam 215, 222, 255 Densus 88 65-69, 220 deradikalisasi 63-64, 68 Dhabith Tarki Sabiq 164-167 Dinas Suci Inkuisisi 74-80, 83-84 Dinasti Fathimiyah 285 Dinasti Umayyah 77 Din Syamsuddin 64-65 Djarnawi Hadikusuma 328, 368 Dokuz-Khatun 27-28 Dulamah Baghjah 165 E.G. Browne 35 Edward Stewart Kennedy 4, 46-50 Edward Wadie Said 185-186 Endang Saifuddin Anshari 325 Ernest Addison Moody 3-4 Eropa 2, 5-8, 15, 43, 111-112, 166, 180, 239-240, 245, 249, 252; orang 238, 298-299; Pengadilan HAM 363-364; peradaban 86;


416 | MUFAKAT FIRASAT

sains/ilmuwan 3, 46-47, 87; Uni Eropa 378 Euclid 49, 240 Ewan Stein 186, 188 ex nihilo 46 F.G. Valck 202-204 F.J. Ragep 35 Fadhil bin Muhammad al-Farmadzi 262 Fahri Hamzah 140-146 fanatisme xvii, xxvi, 17, 39-40, 53, 198, 229-230, 262-264, 267270, 273 Fatin Rüþtü Zorlu 103 fatwa 18, 23, 81-83, 97-98, 173 Fazilet Partisi 361-363, 375, 382 Fazlur Rahman xxvi, 82, 182 Ferdinand II 74-75 Fethullah Gülen 379-381 Fez 152-153 filosof 6-8, 14, 60, 67, 127, 179, 194-196; filosofi 121, 180, 208; filosof Muslim pertama 5, 126; filosof Prancis 238; filosof sosial pertama 157; filosof Yunani 5 fiqih 91, 97, 172, 265, 277, 320, 351, 370 Firas Alkhateeb 57 firasat, berfirasat, memfirasat xvii-xxix, 10-11, 25-26, 29, 37-42, 51-57, 69-70, 81-83, 90, 99-100, 107123, 132-135, 142, 145, 148, 155, 158-159, 167-176, 184, 190-191, 196, 200, 208-211, 224-225, 231-234, 252-253, 258-261, 272, 279-285, 302307, 319-322, 328, 337, 352, 367-370, 383-385, 396, 402;

difirasati 134, 200, 400; kadar 287, 396; kebaikan 270, 400; kekuatan 350; kepekaan 24; ketajaman, menajamkan 107, 230, 252, 260, 328, 371, 399400; ketertundukan 38, 333; kualitas 385; mufakat 224, 400; pemimpin 41, 400 Firdaus Ahmad Naqib 347 Florence Ayscough MacNair 86 Fuad Yasir 114 Gustave E. von Grunebaum 33 Galal Morra 276 Galileo Galilei 2-9, 15 Gamal Abdel Nasser 113-116, 229 Gareth Jenkins 374 George N. Atiyeh 129 George Saliba 45-47, 50, 54 gerakan Islam xxv-xxvi, 40, 52, 100101, 120-122, 132-136, 145, 159, 210-211, 223-224, 233, 369, 384 Ghassan (raja) 147 Ghazali Sjahlan 171 Granada 1-2, 7, 23, 73-77, 153 Gulzar Haider xii-xiii Gusti Anan 366 hadits xii, xvi, 28, 62-63, 68, 91-93, 97, 102, 109, 181, 382 H.O.S. Tjokroaminoto 255-257 Hafizh al-Rahawi 273 Hai’ah Kibar al-Ulama 97 Haji Abdul Karim Amrullah 360 Haji Ismail Pranoto (Hispran) 216 Haji Muhammad Said 360 hak asasi manusia 79, 286, 364, 369, 378 Hakan Yavuz 363


424 | MUFAKAT FIRASAT


MUFAKAT FIRASAT | 425

Dimuat ulang dari buku Palästina Arabien und Syrien; Baukunst Landschaft Volksleben karya Karl Gröber (1925).


426 | MUFAKAT FIRASAT


MUFAKAT FIRASAT | 427

Tentang Penulis Yusuf Maulana lahir di Cirebon pada 21 Mei 1978. Terlibat dalam dunia pergerakan Islam sejak duduk di bangku sekolah menengah. Keterlibatan mendalam dalam aktivisme terjadi tatkala menggapai hikmah berilmu di pendidikan tinggi. Senyampang itu, kian kerap interaksi dengan aktivis pergerakan beragam latar, hingga tertempalah kemampuan menggali cakrawala dan khazanah keumatan. Hasilnya direfleksikan dan dianalisis melalui koran dan internet. Buku-buku yang ditulis adalah Tong Kosong Indonesia Bunyinya (2014); Aktivis Bingung Eksis (2015); Berjamaah walau Tak Serumah (2016); Konservatif Ilmiah (2016). Karya intelektual lain berupa penulisan bersama tematik, dan karya suntingan tidak kurang 250 judul.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.