Mengenal Proses Pembentukan Perundang-undangan

Page 1

Mengenal Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Ditulis oleh: Merina Puspita Sari

A. Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Menurut Bagir Manan pengertian

Perundang-undangan memiliki esensi yaitu sebagai berikut:1

A. Peraturan perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis. Keptusan tertulis merupakan peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum tertulis (geschrevenrecht,writtenlaw)

B. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan, organ) yang mempunyai wewenang membuat "peraturan" yang berlaku atau mengikat umum (algemeen)

C. Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan harus selalu mengikat semua orang. Mengikat umum hanya menunjukkan bahwa

Peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkret atau individu tertentu.

Mengenai adanya suatu perundang-undangan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen tidak disebutkan mengenai tata cara pembentukan PerundangUndangan di Indonesia. Namun, sebelumnya diatur dalam UUD 1945 Amandemen I-

IV pada pasal 5 ayat (1) bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.2 Kemudian, dalam Pasal 20 ayat (1) bahwa tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat dan kemudian pada ayat (2) bahwa “jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak

boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.”

Selanjutnya, pada undang-undang yang sama disebutkan juga pada Pasal 21 ayat (1)

bahwa Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan

1 Mahendra Putra Kurnia, Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif, 1st ed. (Yogyakarta: Yogyakarta Kreasi Total Media, 2007). hlm 5

2 Lihat, Undang-Undang 1945 sebelum amandemen I-IV, Ps. 5 ayat (1)

1

undang-undang dan kemudian pada ayat (2) jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh

Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.3

Pengaturan terperinci mengenai proses pembentukan undang-undang mulai

dijelaskan dalam Konstitusi RIS tahun 1950 bagian II pada pasal 127 sampai dengan pasal 143 memuat tentang ketentuan mengenai perundang-undangan, sedangangkan di dalam Undang-Undang Dasar sementera (UUDS) 1950 pengaturan mengenai perundang-undangan secara lengkap diatur sebanyak 11 pasal yaitu dari pasal 89 sampai dengan pasal 100.4 Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang

menyatakan bahwa UUDS Tahun 1950 tidak berlaku lagi maka segala ketentuan yang terkait dengan pembentukan undang-undang kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 30 Agustus 1959 kemudian pemerintah mengatur mengenai bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan dalam surat Presiden kepada Ketua DPR-GR

Nomor 2262/HK/59. Sedangkan untuk meninjau kembali mengenai produk produk

Legislatif Negara di luar produk MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945 sekaligus

Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia maka dikeluarkan Ketetapan MPRS Nomor

XX/MPRS/1966 mengenai jenis peraturan perundang-undangan yaitu:5

a. UUD RI 1945

b. Tap MPR

c. UU/Perpu

d. PP

e. Kepres

f. Peraturan pelaksana lainya seperti

g. Peraturan Menteri

h. Instruksi Menteri

3 Ibid Ps. 20 dan Ps. 21

4 Moh.Mahfud MD, PerdebatanHukumTataNegaraPascaAmandemenKonstitusi, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pres, 2010). hlm 43

5 Lihat, Majelis Permusyawaratan Rakyat, No. XX/MPRS/1996 Tahun 1996 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indoesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia.

2

i. Dan lain-lain

Pada tahun 2000 Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang

Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan yang mencabut Tap MPRS Nomor

XX/MPRS/1966. Pencabutan Tap MPRS Nomor XX MPRS/1966 disebabkan bahwa

Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan peraturan perundangundangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966

menimbulkan kerancuan pengertian sehingga tidak dapat lagi dijadikan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam TAP MPR No. III/MPR/2000

ditetapkan juga mengenai jenis perundang-undangan menjadi:6

a. Undang-Undang Dasar 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

c. Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);

e. Peraturan Pemerintah;

f. Keputusan Presiden;

g. Peraturan daerahh

Pada tanggal 24 Mei 2004 dalam rangka memenuhi amanat Pasal 22A

Undang Undang Dasar 19545 yaitu adanya undang-undang organik yang

mengatur tentangtata cara pembentukan undang-undangmaka dibentuk Undang-

Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga

ketentuan dalam Tap MPR Nomor III/MPR 2000 tidak berlaku lagi. Dalam

Penjelasan Umum Alinea 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa Pada dasarnya

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai tata cara

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.7 Undang-Undang tentang

6 Lihat, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, No. III/MPR/2000 tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ps.2

7 Lihat, Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang, pada Penjelasan Umum Alenia 6 (enam).

3

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak hanya mengikat Pemerintah, Pemerintah Daerah, DPR, MPR saja, tetapi juga mengikat Mahkamah Agung, BPK, Bank Indonesia, Mahkamah Konstitusi, Menteri, lembaga dan komisi yang setingkat dalam tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu

UU ini juga menjadi landasan bagi kebijakan unifikasi pembentukan peraturan perundang-undangan di seluruh Indonesia, sehingga proses penyusunan dan pembahasan RUU dan Raperda makin lebih sederhana karena sudah ada pedoman mengenai proses yang harus ditaati.8 Dengan demikian, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, maka jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah sebagai berikut:9

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden

e. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud meliputi:10

a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.

b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota

c. Peraturan Desa peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

UU No.10 Tahun 2004 kemudian diubah dengan UU No.12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Perubahan terhadap UU No.10 Tahun

2004 dilakukan karena Undang-Undang ini banyak mengandung kelemahan-

8 Abdullah, Abdul Gani, “Pengantar Memahami Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan,” JurnalLegislasiIndonesia 1, no. 2 (2004): 5.

9 Lihat, Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 7 ayat (1)

10 Ibid, Ps 7 ayat (2)

4

kelemahan seperti yang disebutkan dalam Penjelasan Umum UU No.12 Tahun 2011

yaitu:11

a. Materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hokum.

b. Teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten

c. Terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang undangan

d. Penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika.

Sehingga jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku hingga saat ini adalah sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.12 yaitu

terdiri atas:12

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi

g. Peraturan Daerah Kabupaten

B. Jenis Perundang-Undangan di Indonesia

Sesuai denganUndang-Undang No.12Tahun2011 tentangPembentukan Peraturan

Perundang-undangan maka jenis Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang. Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi: dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

1. Undang Undang Dasar Negara Republik 1945

11 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada Penjelasan Umum Alenia 3 (tiga).

12 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 7 ayat (1)

5

Kedudukan Undang-UndangDasar 1945 dalam hierarki jenis Perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mempunyai kedudukan yang tertinggi, sehingga artinya adalah peraturan yang berada dibawahnya harus berdasar atau bersumber

pada UUD Tahun 1945. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa:13

“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Yang dimaksud dengan hukum dasar adalah norma dasar bagi Pembentukan. Peraturan Perundang-undangan yang merupakan sumber Inkum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Eksistensi UUD Tahun 1945 sendiri diakui dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Tahun

1945 yang menyebutkan bahwa MPR berwenang mengubah dan menetapkan atau mengesahkan Undang-Undang Dasar.14 Materi muatan yang diatur dalam UndangUndang Dasar adalah mengenai jaminan Hak Asasi Manusia bagi warga negara.prinsip-prinsip dasar negara tujuan negara dan sebagainya.15 Menurut Maria Farida Undang-Undang Dasar tidak tepat jika dikatakan sebagai peraturan perundang-undangan dikarenakan UUD 1945 memiliki dua kelompok norma hukum yaitu:16

a. Pembukaan UUD1945 yangmerupakannormafundamental negara merupakan norma hukum tertinggi yang bersifat pre-supposed dan merupakan landasan dasar filosofis yang mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut. Sifat norma hukumnya masih secara garis besar, masih bersifat umum dan merupakan norma hukum tunggal dalam arti tidak dilekatkan oleh norma hukum yang berisi sanksi.

b. Batang tubuh UUD 1945 merupakan Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara yang merupakan garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan

13 Ibid Ps 3 ayat (1)

14 Ibid

15 Lihat, Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 45)

16 Maria Farida Indrati S., IlmuPerundang-Undangan (Yogyakarta: PT.Kanisius, 2007). hlm 75-76

6

menggariskan cara negara membentuk Perundang-Undangan yang mengikat umum untuk Peraturan

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)

Ketetapan MPR merupakan hasil dari rapat majelis Permusyawaratan Rakyat

sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.

Sedangkan yang dimaksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam

UU No. 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan

Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7

Agustus 2003.17 Dalam hal ini beberapa ketentuan berupa 8 ketetapan MPRS/MPR

yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 3 Ketetapan MPRS/MPR dinyatakan

berlaku dengan ketentuan. 8 Ketetapan MPRS/ MPR dinyatakan berlaku sampai

dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004, 11 Ketetapan MPRS/MPR

dinyatakantetapberlaku sampaidibentuknyaundang-undang,5ketetapan MPRS/MPR

dinyatakan masth berlaku sampai ditetapkannya peraturan tata tertib yang baru oleh

MPR hasil pemilu 2004 dan 106 Ketetapan MPRS/MPR yang tidak perlu dilakukan

tindakan hukum lebih lanjut. Oleh sebab itu, Tap MPR dianggap memiliki legitimasi

tinggi. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Tap MPR tidak dapat dikatakan merupakan bagian dalam jenis peraturan perundang-undangan dilatar belakangi oleh adanya perubahan sistem ketatanegaraan pasca amandemen.18 Setelah amandemen, kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, namun diganti menjadi lembaga tinggi negara yang sejajar dengan Presiden, MA, MK. BPK, DPR, dan DPD. Kedaulatan juga tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR tetapi dilaksanakan

17 Lihat, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1960 sampai Tahun 2002.

18 Zaka Firma Aditya and Muhammad Reza Winata, “Rekonstruksi Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia (Reconstruction Of The Hierarchy Of Legislation In Indonesia),” Negara Hukum: Membangun Hukum untukKeadilandanKesejahteraan 9, no. 1 (2018): 91.

7

berdasarkan Undang-Undang Dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD

1945 yang menetapkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan di laksanakan menurut Undang-Undang Dasar.19 Selain itu, Pasal 3 UUD 1945 juga telah menghilangkan kewenangan MPR dalam menetapkan Garis-Garis Besar Haluan

Negara (GBHN) yang memberikan konsekuensi bahwa aturan dasar negara hanya bertumpu pada UUD 1945.20

Meskipun demikian, MPR masih dapat menerbitkan ketetapan yang bersifat menetapkan (beschiking) seperti ketetapan pengangkatan Presiden/Wakil Presiden, ketetapan memberhentikan Presiden Wakil Presiden, dan ketetapan menetapkan UUD

NRI 45.21

3. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti (Perpu)

Undang-Undang dalam arti formil (wet formele zin) adalah apabila pemerintah

bersama dengan parlemen mengambil keputusan dalam hal untuk membuat UndangUndangsesuaidenganprosedur.SedangkanUndang-Undangdalam artimateriiladalah jika suatu lembaga yang mempunyai kewenangan membentuk peraturan perundangundangan mengeluarkan suatu keputusan yang isinya mengikat masyarakat secara umum. Dalam hal ini Undang-Undang dalam arti formil dilihat dari segi bentuk dan pembentukannya sedangkan Undang-Undang dalam arti Materiil melihat UU dari segi isi, materi dan dan substansinya.22

Sedangkan arti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam

Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.23 Perpu ditetapkan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan hanya dapat

19 Lihat, Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Ps 1 dan Ps 2

20 Ibid, Ps 3

21 Irwandi, “Kedudukan TAP MPR Dan Implikasinya Terhadap Hierarki Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia,” Inovatif 6, no. 2 (2013): 95–96.

22 I Gde Marhaendra Wija Atmaja Made Nurmawati, “Jenis, Fungsi Dan Materi Muatan Peraturan PerundangUndangan,” Fakultas Hukum Universitas Udayana (2017): 52, https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/21d72bd373564110789e3846d9e74f45.pdf.

23 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 1 ayat (4)

8

dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, sebagaimana yang sebelumya telah

diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 45.

4. Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Pemerintah atau kemudian disingkat PP memiliki beberapa karakteristik yaitu:24

1) PP tidak dapat lebih dulu dibentuk tanpa ada UU yang menjadi induknya.

2) PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila UU yang bersangkutan tidak mencantumkan sanksi pidana

3) Ketentuan PP tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan UU yang bersangkutan.

4) PP dapat dibentuk meski ketentuan UU yang bersangkutan tidak memintanya secara tegas.

5) Ketentuan-ketentuan PP berisi peraturan atau gabungan peraturan dan penetapan. PP tidak berisi penetapan semata-mata.

Keberadaan Peraturan Pemerintah terdapat pada Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun

1945 yang menyebutkan bahwa Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.25 Peraturan Pemerintah yang

dimaksud adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang.26 Perencanaan penyusunan Peraturan

Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.27 Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

Rancangan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri kepala lembaga

24 Maria Farida Indrati S., IlmuPerundang-Undangan. hlm 99

25 Lihat, Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Ps 5 ayat (2)

26 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 5 ayat (1)

27 Lihat, Undang-UndangRepublikIndonesia No 15 tahun2019 tentang Perubahanatas Undang-UndangNo 12Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 26 ayat (1)

9

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.28

5. Peraturan Presiden Peraturan (Perpres)

Presiden (Perpres) keberadaannya tidak diatur dalam konstitusi seperti peraturan perundang-undang yang sudah dibahas sebelumnya. Namun, sejak awal kemerdekaan presiden sudah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 1946 tentang Pemberian. Ampunan kepada Hukuman. Peraturan Presiden merupakan kaidah hukum tertulis yang dibuat oleh Presiden untuk menjalankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, yang merupakan kewenangan asli Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana diamanatkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.29 Menurut A. Hamid S. Attamimi, frasa Presiden memegang kekuasaan pemerintah berarti bahwa Presiden berwenang untuk memutuskan (helissende bevoegheid) dan mengatur (regelende bevoegheid).30 Dalam hal ini. Perpres merupakan kewenangan Presiden untuk mengatur agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan lancar, sehingga keberadaan Perpres merupakan atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, pemrakarsa membentuk panitia antar kementerian dan/atau antar nonkementerian, pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RancanganPeraturanPresidendikoordinasikanolehmenteriatau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan.31

Muatan materi Perpres yaitu materi yang diperintahkan oleh undang-undang, dan materi untuk melaksanakan perintah peraturan pemerintah, atau materi untuk

28 Ibid 54

29 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 1 ayat (6)

30 Maria Farida Indrati S., KUMPULAN TULISAN A. HAMID S. ATTAMIMI: “GESETZGEBUNGSWISSENSCHAFT

SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENANGGULANGI HUTAN BELANTARA PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021). hlm 186-187

31 Lihat, Undang-UndangRepublikIndonesia No 15 tahun2019 tentangPerubahanatas Undang-UndangNo 12Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 55 ayat (1)

10

menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.32 Namun, Jimly Asshiddiqie menyampaikan beberapa hal yang dapat menjadi pembatasan Perpres, yaitu:33

1. Adanya perintah oleh peraturan yang lebih tinggi.

2. Perintah dimaksud tidak harus bersifat tegas dalam arti langsung menyebutkan bentuk hukum penuangan norma hukum yang perlu diatur, asalkan perintah pengaturan tersebut tetap ada.

3. Dalam hal perintah tersebut memang sama sekali tidak ada maka Perpres itu dapat dikeluarkan untuk maksud mengatur hal hal yang benar-benar bersifat teknis administrasi pemerintahan dan semata-mata dimaksudkan untuk tujuan internal penyelenggaraan ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah.

6. Peraturan Daerah (Perda)

NegaraKesatuanRepublikIndonesiadibagiatasdaerah-daerahprovinsidandaerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dalam daerah maka pemerintah daerah berwenang dalam mengeluarkan

Peraturan Daerah. Materi muatan peraturan daerah ini mengatur dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan pelaksanaan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus daerah yang bersangkutan.34 Kewenangan dalam membentuk peraturan daerah adalah berlandaskan pada pasal 18 ayat (6) Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.35

Sehingga hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi, sedangkan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

32 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang undangan UU No.12 Tahun 2011, P.13

33 Jimly Asshiddiqie dalam Ni'matul Huda dan R. Nazriyah. Teori dan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan (Bandung: Nusamedia, 2011), hlm. 109

34 MahendraKurniawan,etal,PedemanNaskah AkademikPERDAParisiant(Yogyakarta:KreasiTotalMedia,2007), him. 20.

35 Undang Undang Dasar 1945, Ps. 18 ayat (6).

11

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur dilaksanakan oleh

kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.36 Materi muatan Peraturan Daerah

Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi.37

C. Kekuasaan Pembentukan Undang-Undang

Kekuasaan pembentukan Undang-Undang telah diatur dalam Undang-Undang

Dasar 1945. Dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dikatakan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.38 Sedangkan

dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.39 Sehingga lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang sesuai dengan amanat konstitusi adalah presiden dan DPR. Kemudian Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama, Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama. Rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu, tetapi apabila disetujui maka presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang, dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang- undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.40

Ketentuan Pasal 20 ayat (2) menyebutkan secara tegas kata 'presiden' sebagai pejabat ataupun lingkungan jabatan yang membahas bersama dan menyetujui bersama

DPR suatu rancangan undang-undang (RUU), ketentuan tersebut mendapat kritik dari

36Lihat, Undang-Undang Republik Indonesia No 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 58 ayat (1) dan (2)

37 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 14

38 Lihat, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Ps 5 ayat (1)

39 Lihat, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Ps 20 ayat (1)

40 Ibid Ps 20 ayat (2) dan Ps (5)

12

kalangan akademisi yang mengatakan bahwa dalam praktik pembahasan suatu RUU tidak pernah presiden yang langsung hadir dalam rapat pembahasan.41 Namun apabila ditelaah

memang akan sangat sulit bila presiden secara pribadi yang harus hadir dalam rapat-rapat pembahasan RUU di DPR mengingat pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang akan

menyita waktu yang sangat banyak sedangkan presiden memiliki tugas pemerintahan

lainnya justru lebih banyak lagi. Sehingga dalam hal ini presiden diwakili oleh menterimenteri yang bertugas membantu dalam berbagai urusan pemerintahan.42 Oleh karena itu muncul saran bahwa seharusnya Pasal 20 ayat (2) lebih tepat menyebut dengan istilah pemerintah bukan presiden karena menteri dilekatkan sebagai bagian dari pemerintahan.43

Proses pembentukan suatu UU setidaknya meliputi kegiatan pengusulan suatu

RUU. Pembahasan, persetujuan, dan pengesahan. Sebuah RUU baik itu yang diusulkan oleh DPR maupun oleh presiden harus dibahas bersama DPR dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Dalam proses pembahasan suatu RUU, kedudukan

DPR dengan presiden adalah sejajar yang memungkinkan salah satu pihak tidak memberikan persetujuannya atas suatu RUU yang diajukan.44

D. Proses Pembentukan Undang-Undang

Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundangundangan disebutkan bahwa sebagai negara yang mendasarkan pada

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.45 Sehingga untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang ajeg dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan termasuk teknik penyusunan peraturan perundang-

41 Rahayu Prasetianingsih, “Menakar Kekuasaan Presiden Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Menurut Undang-Undang Dasar 1945,” PADJADJARANJurnalIlmuHukum(JournalofLaw) 4, no. 2 (2017): 270.

42 Undang Undang Dasar 1945, UUD 1945, P 17 ayat (1) dan (3)

43 Rahayu Prasetianingsih, “Menakar Kekuasaan Presiden Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Menurut Undang-Undang Dasar 1945.” hlm 270

44 Ibid

45 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada Penjelasan UU No. 12 Tahun 2011

13

undangan yangdiatursecaratumpangtindih baik peraturan yangberasal dari masakolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, yaitu:46

1. AlgemeeneBepalingenvanWetgevingvoor Indonesie yang disingkat AB (Stb. 1847 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan.

Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan. Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal.

4. Selain Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah

b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang

Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara

c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara

Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata

Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang

TeknikPenyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang. Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan

14
Presiden 46
Maria Farida, “LAPORAN KOMPENDIUM BIDANG HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN” (2004): 28.

Kemudian setelah terbentuknya Dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tersebut, maka pembentukan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan harus mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Dalampembuatansuatu Perundang-undanganterdapatbeberapakomponenutama yang saling terkait dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu Pertama adalah lembaga pembentuk undang-undang yaitu lembaga pejabat negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan daerah (DPD) serta Presiden.47 Di lingkungan pemerintah (eksekutif) pusat yangmembantu Presiden membentuk membahas RUU adalah para menteri kepala LPND dan pejabat struktural yang dibantu oleh para pejabat fungsional, sedangkan di lingkungan pemerintah daerah adalah kepala daerah (gubernur bupati/walikota) dan pejabat struktural yang dibantu para pejabat fungsional peneliti dan perancang peraturan perundang-undangan daerah. Peraturan perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum, jika dibuat oleh lembaga pejabat yang tidak berwenang. Atribusi pembentuk undang-undang yang ditentukan dalam UndangUndang Dasar Negara RITahun 1945 adalah DPR-RIdan Presiden. Sedangkan atribusi pembentuk perda yang ditentukan dalam UndangUndang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah. Untuk pembentukan PP. telah diatribusikan kepada Presiden berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-UndangDasar Negara RI Tahun 1945. Untuk pembentukan Perpres, telah diatribusikan kepada Presiden berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Kedua, prosedur atau tata cara pembentukannya.48 Dalam hal ini termasuk pula pelaksanaan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

15
47 Ibid hlm 22 48 Ibid

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut I.C. van der Vlies dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving dibagi dalam dua kelompok yaitu:49

Asas-asas formil:

a. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling) yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk apa dibuat

b. Asas organ/lembaga yangtepat (beginselvanhetjuisteorgaan), yakni setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan perundagundagan yang perundang-undangan tersebut berwenang. Peraturan dapat dibatalkan (vermietegbaar) atau batal demi hukum (van rechtswege nieteg), bila dibuat oleh lembaga atan organ yang tidak berwenang

c. Asas kedesakan pembuatan pengaturan (hetnoodzakelijkheidsbeginsel)

d. Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het beginsel van uitvoerbaarheid), yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada perhitungan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara efektif di masyarakat karena telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis sejak Tahap penyusunannya;

e. Asas konsensus (hetbeginselvandeconsensus).

Asas-asas materiil:

a. Asas terminologi dan sistematika yang benar (thet beginsel van duidelijke terminologieenduidelijkesystematick):

b. Asas dapat dikenali (het beginselvandekenbaarheid).

c. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (hetrechtsgelijkheidsbeginsel)

d. Asas kepastian hukum (hetrechtszekerheidsbeginsel);

16
49 A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara” (Universitas Indonesia, 1990). hlm 321-331

e. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel vandeindividuelerechtsbedeling)

Ketiga adalah substansi yang akan diatur dalam undang-undang.50 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) telah mengingatkan kepada pembentuk undang-undang agar selalu memperhatikan asas pembentukan peraturan perundangundangan dan asas materi muatan. Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:51

a. kejelasan tujuan

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

d. dapat dilaksanakan

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan

f. kejelasan rumusan dan

g. Keterbukaan.

Sedangkan materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:52

a. Pengayoman

b. Kemanusiaan

c. Kebangsaan

d. Kekeluargaan

e. Kenusantaraan

f. Bhinneka tunggal ika

g. Keadilan

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,bidang hukum

50 Maria Farida, “LAPORAN KOMPENDIUM BIDANG HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN.” hlm 22

51 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 5

52 Ibid Ps 6

17

Asas lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Dalam proses pembentukan Perundang-undangan terdapat tahap perencanaan dan penyusunan. Tahapan ini menentukan penting atau tidaknya suatu undang-undang untuk dibentuk, di sinilah suatu rancangan undang-undang ditentukan prioritas atau

tidaknya untuk dibentuk. Tahap perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden serta DPD terkait RUU tertentu menyusun daftar RUU yang akan disusun yang

kemudian dikenal dengan istilah penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Prolegnas terbagi atas Prolegnas jangka menegah yang disusun untuk jangka waktu 5 tahun dan juga Prolegnas Prioritas Tahunan yang disusun untuk jangka waktu tahunan.

Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa

keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, sebelum menyusun dan menetapkan Prolegnas jangka menengah sebagaimana DPR, DPD, dan Pemerintah melakukan evaluasi terhadap Prolegnas jangka menengah masa keanggotaan DPR sebelumnya,kemudianProlegnas jangkamenengahdapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan.53

Sebelum sebuah RUU dapat masuk dalam Prolegnas tahunan, DPR dan Pemerintah sudah harus menyusun terlebih dahulu Naskah Akademik dan RUU tersebut. Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan

Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan

Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.54 Dalam ketentuan Pasal 47 Undang Undang No. 15 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup

tugas dan tanggung jawabnya, kemudian dalam penyusunan Rancangan UndangUndang, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait

53 Lihat, Undang-UndangRepublikIndonesia No 15 tahun2019 tentangPerubahanatas Undang-UndangNo 12Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps 3, 4, 5

54 Lihat, Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Ps 20 ayat (6)

18

membentuk panitia antar kementerian dan atau antar nonkementerian, lalu pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan UndangUndang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.55 Mengenai Rancangan Undang-Undang dari DPR diatur dalam pasal 49 Undang Undang No. 15 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu Rancangan Undang-Undang oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden, kemudian Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undangbersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima lalu Menteri mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.56

Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dilakukandenganmempertimbangkanusulan darifraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat, Sedangkan penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.57 Rancangan undang-undang (RUU) yang telah disusun dalam Prolegnas Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas tahunan diurutkan prioritas pembahasannya.

Pimpinan DPR akan memberitahukan adanya RUU dan membagikan RUU kepada seluruh anggota DPR dalam rapat paripurna, DPR dalam rapat paripurna berikutnya memutuskan RUU tersebut berupa persetujuan, persetujuan dengan perubahan, atau penolakan. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.

Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat

55 Lihat, Undang-UndangRepublikIndonesia No 15tahun2019 tentangPerubahan atas Undang-UndangNo 12Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undanga, Ps 47 ayat (1), (2), (3)

56 Ibid Ps 49 ayat (1), (2), (3)

57 Ibid Ps 21

19

Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. Kegiatan dalam

pembicaraan tingkat I dilakukan dengan pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini fraksi.

Pembicaraan tingkat II kemudian dilakukan dalam rapat paripurna yang berisi:

1. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I

2. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripuma

3. Pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.

Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak. Rangkaian proses pembahasan rancangan undang-undang ini merupakan suatu rangkaian yang juga dilakukan dalam pembuatan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Gubernur/Walikota bersama dengan DPRD dalam menyusun Program Legislasi Daerah. Rangkaian ini seringkali memakan waktu yang lama tanpa adanya kepastian waktu pengesahan. Hal ini tidak jarang mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum menjadi terbengkalai.58 Melalui perdebatan politik yang menyangkut kepentingan terhadap suatu ketentuan yang akan diatur, terkadang membuat tidak mudah untuk mendapat suatu kesepakatan diantara pembahasan undang-undang. Ketidaksatuan atau perbedaan pendapat inilah turut mempengaruhi cepat atau lambatnya pembentukan suatu undang-undang.

20
58 Ibid

Daftar Pustaka

A.Hamid S. Attamimi. “PerananKeputusanPresidenRepublik IndonesiaDalamPenyelenggaraan Pemerintahan Negara.” Universitas Indonesia, 1990.

Abdullah, Abdul Gani. “Pengantar Memahami Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.” JurnalLegislasiIndonesia 1, no. 2 (2004): 5.

Aditya, Zaka Firma, and Muhammad Reza Winata. “Rekonstruksi Hierarki Peraturan PerundangUndangan Di Indonesia (Reconstruction Of The Hierarchy Of Legislation In Indonesia).”

NegaraHukum:MembangunHukumuntukKeadilandanKesejahteraan 9, no. 1 (2018): 91.

Irwandi. “Kedudukan TAP MPR Dan Implikasinya Terhadap Hierarki Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.” Inovatif 6, no. 2 (2013): 95–96.

Made Nurmawati, I Gde Marhaendra Wija Atmaja. “Jenis, Fungsi Dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan.” Fakultas Hukum Universitas Udayana (2017): 52. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/21d72bd373564110789e3846d9e7 4f45.pdf.

Mahendra Putra Kurnia. Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif. 1st ed. Yogyakarta: Yogyakarta Kreasi Total Media, 2007.

Maria Farida. “LAPORAN KOMPENDIUM BIDANG HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN” (2004): 28.

Maria Farida Indrati S. IlmuPerundang-Undangan. Yogyakarta: PT.Kanisius, 2007.

KUMPULAN TULISAN A. HAMID S. ATTAMIMI: “GESETZGEBUNGSWISSENSCHAFT SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENANGGULANGI HUTAN BELANTARA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021.

Moh.Mahfud MD. PerdebatanHukumTataNegaraPascaAmandemenKonstitusi. 1st ed. Jakarta: Rajawali Pres, 2010.

Rahayu Prasetianingsih. “Menakar Kekuasaan Presiden Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Menurut Undang-Undang Dasar 1945.” PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum(JournalofLaw) 4, no. 2 (2017): 270.

Undang-Undang dan TAP MPR

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 45)

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1960 sampai Tahun 2002.

21

3. Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Indonesia

4. Undang-Undang Republik Indonesia No 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas UndangUndang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

22

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.