FLIPBOOK KONSUMERISME, GENDER, DAN LINGKUNGAN: MENAVIGASI
MEDIA DI ERA MODERN

Dosen Pengampu: Abu Amar Bustomi, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
SURABAYA
2024
PENDAHULUAN
Di era modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan digitalisasi, media sosial telah menjadi platform yang sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir, perilaku, dan nilai-nilai masyarakat. Dalam konteks ini, isu konsumerisme, gender, dan lingkungan menjadi tema sentral yang sering diangkat dalam berbagai bentuk media, termasuk iklan.
Iklan tidak hanya berfungsi sebagai alat promosi produk, tetapi juga sebagai medium yang mencerminkan dan membentuk persepsi sosial tentang gender dan konsumerisme.
Artikel-artikel dalam flipbook ini mengeksplorasi berbagai aspek representasi gender dalam iklan, seperti yang terlihat dalam iklan Pantene dan Pocari Sweat, yang berupaya mendobrak stereotip tradisional dan mendorong kesetaraan gender. Selain itu, peran influencer media sosial dalam membentuk pola konsumsi dan kritik terhadap konsumerisme juga menjadi fokus penting, di mana teori kultivasi menjelaskan bagaimana paparan konten media dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap realitas sosial. Krisis lingkungan yang semakin mendesak juga menjadi perhatian, dengan media berperan sebagai jembatan untuk menyampaikan informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu lingkungan. Melalui gerakan sosial yang dipelopori oleh generasi muda di platform digital, diharapkan dapat mendorong perubahan positif dan menciptakan masyarakat yang lebih sadar akan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Flipbook ini tidak hanya menyajikan analisis kritis terhadap representasi gender dan konsumerisme dalam iklan, tetapi juga menggambarkan bagaimana media sosial dapat menjadi alat untuk perubahan sosial yang lebih luas. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang isu-isu ini, diharapkan pembaca dapat lebih kritis dalam menyikapi konten media dan berkontribusi pada perubahan yang lebih baik di masyarakat.
Representasi Gender dalam Iklan Digital “Pantene”
Windy Agnesia Yoza / 04020522095
Video yang dianalisis adalah iklan shampoo merk Pantene yang menampilkan Keanu Angelo sebagai bintang utama. Kehadiran Keanu Angelo dalam iklan ini mencerminkan suatu inovasi dalam strategi pemasaran Pantene, yang selama ini dikenal dengan branding yang dominan menggunakan sosok perempuan cantik berambut panjang dan halus. Perubahan ini menunjukkan bahwa Pantene berupaya untuk membangun realitas baru, di mana penggunaan shampoo tidak eksklusif untuk wanita.
Dengan menampilkan sosok pria dalam iklan, Pantene menegaskan bahwa perawatan diri adalah kebutuhan universal yang melampaui batasan gender. Hal ini mencerminkan perubahan paradigma dalam pandangan masyarakat terhadap perawatan diri, yang kini diakui sebagai penting bagi semua individu, baik pria maupun wanita. Iklan ini tidak hanya berfungsi sebagai promosi produk, tetapi juga sebagai upaya untuk mendobrak stereotip gender yang telah lama ada, mengajak audiens untuk memahami bahwa perawatan rambut dan kecantikan adalah aspek yang relevan untuk semua orang, tanpa memandang gender.
Perubahan strategi pemasaran ini ternyata direspon baik oleh masyarakat di kolom komentar akun youtube pantene, dari akun @aimbuzz menyatakan “salut buat tim produksi, kreatif, idenya cemerlang dan pantene sangat pandai melihat pasar, Keputusan memilih Keanu tepat karena ingin gaet segmen anak muda, cowok dan cewek.” Dengan menampilkan Keanu Angelo, iklan ini memberikan pesan bahwa pria juga memiliki hak dan kebutuhan untuk merawat diri mereka. Hal ini dapat menjadi pelopor pertama agar pria bersikap lebih terbuka dalam melakukan perawatan diri, yang sebelumnya dianggap kegiatan yang identic dengan wanita. Representasi gender pria dalam iklan ini dapat dilihat sebagai langkah normalisasi perawatan diri di kalangan pria, yang membantu mengurangi stigma yang melekat pada pria apabila melakukan perawatan diri. Sejatinya, iklan ini tidak hanya mempromosikan produk, namun juga sebagai pendidikan dan perubahan sosial.
Dalam sudut pandang kritik sosial, iklan ini menunjukkan pergeseran representasi gender dalam suatu iklan serta menantang stereotip tradisional yang melekat bahwa merawat diri hanya untuk wanita. Tentunya iklan ini mendorong kesetaraan gender di industri kecantikan dan tidak menimbulkan standar ganda bahwa hanya wanita yang diagungkan dalam kesetaraan gender namun pria juga perlu.
Iklan ini mengajak masyarakat untuk memahami bahwa perawatan diri adalah kebutuhan universal yang relevan bagi semua individu, tanpa memandang gender. Respons positif dari audiens menunjukkan bahwa perubahan ini diterima dengan baik dan dapat mendorong kesetaraan gender dalam industri kecantikan. Secara keseluruhan, iklan ini berfungsi sebagai alat pendidikan dan perubahan sosial, menantang stereotip tradisional dan mendorong pemahaman yang lebih inklusif mengenai perawatan diri.
Peran Influencer Media Sosial dalam Membentuk Pola Konsumsi dan Kritik terhadap Konsumerisme dengan Teori Kultivasi
Surya Andini E (04020522089)
Pengantar: Media Sosial dan Konsumerisme
Dalam era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Platform-platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan Facebook, yang awalnya diciptakan untuk memfasilitasi komunikasi dan berbagi cerita antarindividu, kini telah berevolusi menjadi saluran utama pemasaran dan promosi. Media sosial tidak lagi hanya menjadi tempat orang berbagi pengalaman pribadi, tetapi juga menjadi pusat bagi aktivitas komersial. Melalui konten yang menarik dan terkurasi, media sosial menjadi alat ampuh untuk mempengaruhi opini, perilaku, dan pola konsumsi masyarakat modern. Salah satu fenomena yang berkembang pesat berkat media sosial adalah konsumerisme. Konsumerisme, dalam pengertian yang paling dasar, adalah sebuah sistem ekonomi yang menjadikan konsumsi barang dan jasa sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Sistem ini secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk terus membeli dan memiliki barang-barang baru sebagai tanda kemajuan atau kesuksesan. Sayangnya, konsumerisme sering kali tidak hanya berdampak pada peningkatan standar hidup, tetapi juga menimbulkan tekanan sosial, psikologis, bahkan ekologis.
Melalui media sosial, konsumerisme mendapatkan dorongan baru. Influencer, sebagai salah satu elemen kunci di media sosial, memainkan peran besar dalam mempercepat laju konsumsi masyarakat. Mereka menciptakan konten yang mengemas produk dan layanan sedemikian rupa sehingga terlihat menarik, aspiratif, dan sering kali dianggap sebagai kebutuhan. Gaya hidup yang dipamerkan di media sosial sering kali menjadi patokan atau standar baru bagi banyak orang. Tanpa disadari, masyarakat mulai mengadopsi pola pikir bahwa memiliki barang tertentu atau mengikuti tren terbaru adalah jalan menuju kebahagiaan atau penerimaan sosial. Namun, efek dari konsumerisme yang berkembang melalui media sosial ini tidak sepenuhnya positif. Di satu sisi, konsumsi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong inovasi. Tetapi disisi lain, konsumsi yang berlebihan sering kali membawa dampak negatif, seperti pemborosan sumber daya,
penumpukan limbah, dan ketidakseimbangan dalam kehidupan individu. Orang-orang mulai merasa terjebak dalam siklus konsumsi yang terus-menerus, yang tidak hanya membebani kondisi finansial mereka tetapi juga kesehatan mental mereka. Dengan kata lain, media sosial telah menjadi ruang di mana konsumsi diromantisasi dan dipromosikan secara besar-besaran.
Dalam konteks ini, memahami hubungan antara media sosial dan konsumerisme menjadi sangat penting. Hal ini bukan hanya untuk mengevaluasi dampak ekonomi dari pola konsumsi masyarakat, tetapi juga untuk memahami konsekuensi sosial dan lingkungan yang lebih luas.
Teori Kultivasi dan Media Sosial
Teori kultivasi adalah konsep dalam studi komunikasi yang pertama kali diperkenalkan oleh George Gerbner dan Larry Gross pada tahun 1976. Teori ini berfokus pada bagaimana paparan berulang terhadap konten media dapat membentuk persepsi individu terhadap realitas sosial. Menurut teori ini, semakin sering seseorang terpapar konten media tertentu, semakin besar kemungkinan mereka menerima konten tersebut sebagai representasi nyata dari dunia di sekitar mereka. Dalam konteks teori ini, media tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai agen yang secara perlahan dan konsisten mempengaruhi pemahaman, nilai, dan keyakinan individu. Media sosial, sebagai bentuk media baru, adalah contoh nyata dari penerapan teori kultivasi di era digital. Berbeda dengan media massa tradisional seperti televisi, media sosial memungkinkan keterlibatan yang lebih aktif antara pengguna dan konten. Dalam ekosistem media sosial, influencer memainkan peran penting sebagai penyedia konten yang sering kali menggambarkan gaya hidup, nilai, dan norma tertentu. Konten-konten ini secara konsisten disajikan kepada pengikut mereka melalui unggahan visual, video, atau cerita sehari-hari, menciptakan eksposur yang berulang. Proses ini dimulai ketika pengguna media sosial melihat gaya hidup influencer yang sering kali menampilkan kemewahan, kesuksesan, dan kebahagiaan. Seiring waktu, paparan yang terus-menerus terhadap konten seperti ini menciptakan persepsi bahwa kehidupan seperti yang ditampilkan influencer adalah norma atau standar ideal yang harus dicapai. Akibatnya, konsumen mulai merasa tertekan untuk meniru gaya hidup tersebut, baik melalui pilihan pakaian, produk kecantikan, hingga gaya hidup sehari-hari. Dalam hal ini, teori kultivasi menjelaskan bagaimana media sosial dapat mengubah cara individu memandang dunia dan mempengaruhi keputusan konsumsi mereka.
Media sosial juga membentuk realitas sosial yang terkonstruksi, di mana norma dan nilai yang diciptakan oleh influencer menjadi panduan perilaku bagi banyak orang. Misalnya, jika seorang influencer mempromosikan produk tertentu sebagai simbol status atau gaya hidup, para pengikutnya cenderung percaya bahwa memiliki produk tersebut adalah bagian dari mencapai kehidupan yang diinginkan. Ini menciptakan pola konsumsi yang tidak hanya berfokus pada fungsi produk, tetapi juga pada citra yang melekat pada produk tersebut. Lebih jauh, teori kultivasi menunjukkan bagaimana media sosial dapat mengarahkan masyarakat untuk mengadopsi nilai-nilai tertentu yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan nyata mereka. Norma-norma ini mencakup prioritas pada konsumsi, kesuksesan material, dan citra diri yang dikonstruksi secara digital. Dengan kata lain, media sosial, melalui mekanisme kultivasi, mengarahkan individu untuk menginternalisasi nilai-nilai yang sesuai dengan logika konsumerisme. Dalam konteks ini, teori kultivasi memberikan wawasan penting tentang bagaimana media sosial mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Ia mengungkap bahwa media sosial tidak hanya mencerminkan dunia nyata, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menciptakan dunia yang baru—sebuah dunia yang dibangun berdasarkan konten, persepsi, dan pengaruh yang terus-menerus diperkuat melalui paparan rutin.
Peran Influencer dalam Membentuk Konsumsi
Dalam ekosistem media sosial yang terus berkembang, influencer menempati posisi yang sangat strategis. Mereka bukan hanya sekadar pengguna media sosial biasa, tetapi individu yang memiliki pengaruh besar terhadap opini publik, terutama dalam hal pola konsumsi. Dengan jumlah pengikut yang signifikan, seorang influencer mampu menciptakan dampak yang meluas melalui konten yang mereka bagikan. Peran ini menjadikan mereka sebagai "agen kultivasi" yang mampu membentuk persepsi masyarakat tentang produk, merek, dan gaya hidup. Melalui konten yang menarik dan estetis, influencer mampu menciptakan daya tarik visual yang kuat. Konten ini tidak hanya sekadar informatif, tetapi juga sering kali disajikan secara personal, memberikan kesan kedekatan dengan para pengikutnya. Dengan gaya penyampaian yang santai, ramah, dan relatable, influencer dapat menciptakan hubungan emosional yang mendalam. Pengikut mereka merasa terhubung secara personal, seolah-olah mereka mengenal influencer tersebut secara langsung. Hal ini membuat setiap rekomendasi produk yang diberikan influencer tidak hanya dianggap sebagai iklan biasa, tetapi lebih seperti saran dari seorang teman yang dapat dipercaya. Selain itu,
influencer juga sering kali menampilkan gaya hidup yang menjadi idaman banyak orang. Mereka memamerkan kehidupan yang terlihat sempurna dari pakaian yang mereka kenakan, makanan yang mereka konsumsi, hingga destinasi liburan yang mereka kunjungi. Semua ini menciptakan aspirasi bagi pengikut mereka. Banyak orang yang kemudian ingin meniru gaya hidup tersebut, seringkali dengan membeli produk-produk yang digunakan atau direkomendasikan oleh influencer. Hal ini menunjukkan bagaimana influencer tidak hanya menjual produk, tetapi juga gaya hidup yang menyertainya.
Rekomendasi yang diberikan oleh influencer juga memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan dengan iklan tradisional. Dalam banyak kasus, pengikut cenderung mempercayai bahwa influencer memilih dan menggunakan produk tertentu karena pengalaman pribadi, bukan semata-mata karena kontrak promosi. Rasa kepercayaan ini membuat pengikut lebih termotivasi untuk mencoba produk yang sama. Bahkan, banyak pengikut yang langsung membeli produk berdasarkan rekomendasi tanpa melakukan riset tambahan. Peran influencer ini semakin diperkuat oleh strategi media sosial yang memungkinkan mereka menjangkau audiens dalam skala besar dengan cepat. Melalui algoritma platform seperti Instagram, TikTok, atau YouTube, konten influencer dapat dengan mudah menjadi viral, mencapai ribuan hingga jutaan orang dalam waktu singkat. Ini memberikan kesempatan bagi influencer untuk memperkenalkan produk baru atau menciptakan tren konsumsi yang benar-benar baru di pasar. Namun, di balik peran positif ini, ada juga tantangan yang perlu diperhatikan. Pengaruh besar yang dimiliki influencer seringkali memicu pola konsumsi yang tidak sehat, seperti pembelian impulsif atau dorongan untuk selalu mengikuti tren, bahkan jika tidak benar-benar diperlukan. Gaya hidup yang mereka tampilkan juga dapat menciptakan tekanan sosial bagi pengikut yang merasa harus "mengejar" standar tertentu agar dapat merasa setara. Dalam ekosistem media sosial modern, influencer adalah simbol kekuatan media digital dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Mereka tidak hanya menjual produk, tetapi juga harapan, aspirasi, dan gaya hidup. Dengan memahami peran mereka secara mendalam, kita dapat lebih bijak dalam menyikapi dampak yang mereka bawa terhadap pola konsumsi kita sehari-hari.
Kritik terhadap Konsumerisme: Sebuah Refleksi Mendalam
Konsumerisme sering kali dianggap sebagai motor penggerak ekonomi modern, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan memberikan akses kepada berbagai produk yang sebelumnya tidak terjangkau. Namun, di balik manfaat
ekonomi ini, terdapat dampak negatif yang sangat signifikan yang memengaruhi individu, masyarakat, dan lingkungan secara keseluruhan. Di tingkat individu, konsumerisme menumbuhkan ketergantungan yang berlebihan pada barang-barang material. Masyarakat mulai mengasosiasikan kebahagiaan dan kesuksesan dengan kepemilikan barang-barang tertentu, seperti gadget terbaru, pakaian bermerek, atau kendaraan mewah. Akibatnya, nilainilai yang sebenarnya lebih penting, seperti kebahagiaan emosional, hubungan antarpribadi, dan kesejahteraan spiritual, sering kali diabaikan. Pola pikir ini mendorong masyarakat untuk terus membeli barang yang mungkin tidak mereka butuhkan, hanya untuk memenuhi ekspektasi sosial atau merasa diterima dalam lingkungan tertentu.
Konsumerisme juga menciptakan budaya pemborosan. Barang-barang yang dibeli karena impuls atau tren sering kali hanya digunakan dalam waktu singkat sebelum akhirnya ditinggalkan atau dibuang. Hal ini tidak hanya membebani keuangan individu tetapi juga menciptakan limbah yang menumpuk, memperparah masalah sampah di berbagai belahan dunia. Barang yang tidak terpakai menjadi bukti nyata dari pola konsumsi yang tidak efisien dan tidak bertanggung jawab. Dampaknya tidak berhenti di situ. Di tingkat global, permintaan yang tinggi terhadap barang konsumsi memicu produksi massal yang sering kali mengabaikan prinsip keberlanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat, banyak perusahaan memanfaatkan metode produksi yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan baku berlebihan, praktik pertanian yang merusak ekosistem, serta pembuangan limbah industri yang mencemari air, tanah, dan udara. Kerusakan lingkungan ini menjadi semakin serius seiring dengan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim dan kebutuhan mendesak untuk melindungi bumi bagi generasi mendatang. Selain itu, konsumerisme juga berkontribusi pada ketimpangan sosial. Sementara beberapa kelompok masyarakat dapat menikmati akses tak terbatas pada barang-barang mewah, kelompok lain terjebak dalam lingkaran kemiskinan, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Fenomena ini menciptakan kesenjangan yang semakin besar, di mana konsumerisme tidak hanya menjadi gaya hidup tetapi juga simbol eksklusivitas dan stratifikasi sosial. Kritik terhadap konsumerisme menjadi semakin relevan dalam era digital, di mana media sosial memainkan peran besar dalam mendorong pola konsumsi. Melalui konten yang dibuat oleh influencer, masyarakat terus-menerus dihadapkan pada gambaran ideal yang sering kali tidak realistis. Pengaruh ini mendorong perilaku konsumtif yang semakin memperparah dampak negatif dari konsumerisme.
Upaya Bijak dalam Menghadapi Fenomena Influencer
Di era modern ini, kehadiran influencer media sosial telah membawa perubahan besar dalam cara kita melihat dunia, terutama dalam hal konsumsi. Influencer memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari gaya hidup, tren fashion, hingga pilihan makanan. Namun, di balik popularitas dan daya tarik konten yang mereka hadirkan, terdapat tantangan besar bagi konsumen untuk tetap kritis dan bijak. Dalam menghadapi fenomena ini, langkahlangkah yang strategis dan mendalam sangat diperlukan agar kita dapat memanfaatkan media sosial secara positif tanpa terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak sehat. Langkah pertama adalah meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat, terutama generasi muda yang menjadi pengguna utama media sosial. Literasi media tidak hanya sebatas kemampuan menggunakan platform digital, tetapi juga mencakup kemampuan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diterima. Kita perlu menyadari bahwa tidak semua konten yang dibuat influencer adalah representasi jujur dari kebutuhan mereka sendiri. Sering kali, konten tersebut dibuat sebagai bagian dari kerja sama komersial dengan merek tertentu, yang bertujuan untuk memengaruhi keputusan pembelian pengikut mereka. Dengan literasi media yang baik, konsumen dapat mengenali pola ini dan menjadi lebih kritis dalam menerima informasi. Misalnya, kita dapat mempertanyakan apakah produk yang dipromosikan benarbenar relevan atau hanya hasil dari kontrak iklan semata.
Selanjutnya, konsumen juga harus mengembangkan kebiasaan untuk mengevaluasi kebutuhan pribadi sebelum membeli produk yang direkomendasikan. Dalam budaya konsumsi modern, sering kali keinginan dikaburkan sebagai kebutuhan. Influencer memanfaatkan teknik pemasaran yang membuat pengikut merasa bahwa produk tertentu adalah hal yang wajib dimiliki untuk mencapai gaya hidup yang ideal. Dalam menghadapi situasi seperti ini, konsumen harus belajar untuk memisahkan antara kebutuhan yang nyata dan keinginan yang timbul karena dorongan emosional. Salah satu cara praktis untuk melakukannya adalah dengan bertanya pada diri sendiri: Apakah saya benar-benar memerlukan produk ini? Apakah produk ini akan meningkatkan kualitas hidup saya secara signifikan? Jika jawabannya tidak jelas, maka mungkin pembelian tersebut hanya akan menjadi pemborosan. Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan kemampuan finansial sebelum melakukan pembelian. Media sosial sering kali menampilkan gaya hidup mewah yang tidak realistis bagi sebagian besar orang. Membeli produk hanya untuk meniru gaya hidup influencer bisa menjadi beban finansial yang berat. Konsumen harus memastikan
bahwa setiap pembelian sesuai dengan anggaran mereka dan tidak mengorbankan kebutuhan yang lebih mendesak. Mengadopsi kebiasaan seperti menyusun anggaran belanja atau menunda pembelian untuk mempertimbangkan kembali manfaatnya dapat menjadi langkah bijak yang membantu menghindari pembelian impulsif.
Langkah berikutnya adalah membangun kesadaran akan dampak jangka panjang dari pola konsumsi yang berlebihan. Membeli produk yang tidak benar-benar diperlukan tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berkontribusi pada pemborosan sumber daya dan kerusakan lingkungan. Dalam banyak kasus, produk yang dibeli karena dorongan impulsif hanya akan berakhir sebagai barang yang tidak terpakai. Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap barang-barang konsumsi dapat mendorong produksi massal yang berdampak negatif pada ekosistem. Oleh karena itu, konsumen perlu mengambil langkah aktif untuk mempraktikkan konsumsi yang lebih berkelanjutan. Hal ini bisa dimulai dengan mendukung merek yang mengutamakan praktik etis dan ramah lingkungan, atau dengan mengurangi pembelian produk yang tidak benar-benar dibutuhkan. Di samping upaya individu, ada juga langkah kolektif yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menghadapi pengaruh influencer secara bijak. Edukasi tentang literasi media harus menjadi prioritas, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun komunitas. Dengan membangun pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana media sosial bekerja, masyarakat dapat mengurangi dampak negatif dari konten yang mendorong konsumsi berlebihan. Selain itu, organisasi dan pemerintah juga dapat berperan dengan memberikan regulasi yang lebih ketat terkait transparansi dalam promosi produk di media sosial. Misalnya, mengharuskan influencer untuk secara jelas menyatakan ketika mereka mempromosikan produk sebagai bagian dari kerja sama berbayar. Pada akhirnya, menghadapi fenomena influencer memerlukan kombinasi antara kesadaran pribadi, kemampuan kritis, dan tanggung jawab sosial. Kita tidak bisa sepenuhnya menghindari pengaruh media sosial, tetapi kita bisa memilih cara untuk meresponsnya. Dengan menjadi konsumen yang lebih kritis, kita dapat memanfaatkan manfaat positif dari media sosial, seperti inspirasi atau informasi baru, tanpa terjebak dalam dampak negatifnya. Mempraktikkan pola konsumsi yang bijak bukan hanya akan meningkatkan kualitas hidup kita, tetapi juga membantu menciptakan masyarakat yang lebih sadar akan nilai-nilai keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Fenomena influencer bisa menjadi peluang untuk pembelajaran, asalkan kita mampu menghadapinya dengan sikap yang tepat.
Representasi Gender Dalam Iklan Pocari
Toriq Naufil N / 04020522092
Isu gender merupakan salah satu topik yang terus relevan dalam berbagai diskusi sosial, akademik, maupun budaya. Isu ini mencakup konflik atau permasalahan yang muncul akibat kesenjangan gender yang sering kali berujung pada diskriminasi terhadap salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan. Kesenjangan ini tidak hanya membatasi kesempatan, tetapi juga memengaruhi persepsi tentang peran dan kontribusi setiap gender dalam masyarakat.
Oleh karena itu, isu gender menjadi perbincangan yang panjang dan kompleks di berbagai forum, menghasilkan berbagai spekulasi, perspektif, dan pendekatan untuk menciptakan kesetaraan. Media, termasuk iklan, sering menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya kesetaraan gender, seperti yang terlihat dalam iklan Pocari Sweat.
Iklan Pocari Sweat menyajikan visual yang menarik perhatian dengan menampilkan aktivitas laki-laki dan perempuan, memberikan gambaran tentang bagaimana peran gender sering kali diasosiasikan dengan kegiatan tertentu. Namun, iklan ini memiliki pendekatan yang berbeda.
Fokus utama cerita adalah pada seorang perempuan yang menjadi tokoh sentral. Perempuan tersebut digambarkan sebagai individu yang berani mengambil langkah awal untuk meraih mimpinya dan bahkan membawa perubahan bagi dunia. Pesan-pesan dalam iklan, seperti "diri yang aku inginkan selalu ada di seberang sana" dan "walaupun jalan sulit ditemukan, tapi hanya dengan satu langkah awal, mungkin dunia akan kuubah," memberikan inspirasi dan motivasi kepada perempuan untuk percaya pada kemampuan mereka.
Makna mendalam dari iklan ini adalah ajakan untuk melihat peran gender dengan sudut pandang yang lebih progresif. Iklan tersebut mengingatkan bahwa perempuan, meskipun sering dihadapkan pada tantangan yang lebih besar, memiliki potensi yang sama dengan lakilaki untuk mencapai mimpi mereka. Melalui langkah-langkah kecil namun penuh tekad, perempuan dapat menunjukkan bahwa mereka mampu melampaui batasan yang sering kali dikonstruksi oleh norma sosial. Pesan ini menggugah kesadaran bahwa kesetaraan gender bukan hanya tentang memberikan peluang yang sama, tetapi juga meruntuhkan stigma yang selama ini membatasi perempuan untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal.
Iklan Pocari Sweat dengan cermat memanfaatkan narasi tersebut untuk mendorong perubahan pola pikir, tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga masyarakat luas agar lebih mendukung kesetaraan gender.
Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial Pada akun YouTube Pandawara Grup
Ade irnanda (04040522102)
Pandawara Grup kembali dengan misi mulianya, kali ini berkolaborasi dengan Bobon Santoso dalam kegiatan bersih-bersih pantai yang penuh semangat. Mereka memilih sebuah pantai yang dipenuhi sampah sebagai lokasi utama, menunjukkan betapa pentingnya kesadaran menjaga kebersihan lingkungan. Sejak awal, kolaborasi ini tidak hanya soal aksi, tetapi juga pesan inspiratif untuk menggerakkan hati banyak orang agar peduli terhadap bumi. Dengan peralatan sederhana, mereka memulai langkah kecil untuk perubahan besar.
Proses bersih-bersih pun dimulai dengan menyisir pantai yang dipenuhi sampah plastik, kayu bekas, hingga limbah lainnya. Semua anggota tim, termasuk Bobon, ikut turun tangan mengumpulkan sampah yang berserakan. Di tengah aktivitas tersebut, suasana tetap ceria dengan candaan khas Bobon yang memotivasi semua orang untuk terus bekerja. Kegiatan ini menjadi momen refleksi bersama, menyadarkan bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab semua pihak.
Setelah selesai membersihkan, Pandawara Grup dan Bobon tak berhenti di situ. Sampahsampah yang terkumpul dipilah untuk melihat mana yang bisa didaur ulang dan mana yang harus dibuang dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa aksi bersih-bersih bukan hanya soal mengangkat sampah, tetapi juga memahami cara pengelolaan yang benar. Momen ini semakin bermakna ketika semua pihak sadar, setiap langkah kecil seperti ini dapat memberikan dampak besar bagi kelestarian lingkungan.
Sebagai penutup, mereka mengadakan sesi diskusi singkat di pantai yang kini jauh lebih bersih. Bobon pun memberikan pesan inspiratif, mengajak masyarakat untuk lebih peduli pada kebersihan lingkungan. Kolaborasi ini tak hanya berhasil mengubah wajah pantai, tetapi juga membawa semangat positif yang diharapkan dapat menginspirasi banyak orang. Pandawara Grup dan Bobon Santoso menunjukkan bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama, dan aksi kecil seperti ini bisa menjadi langkah awal untuk perubahan besar.
Gerakan Sosial Online
Rian Fahardhi di Akun Tiktok @rianfahardhi
Selly Tiara Amanda Hasibuan (04030522100)
Di era digital ini, media sosial bukan sekadar tempat berbagi cerita atau hiburan, tetapi juga menjadi alat yang kuat untuk mendorong perubahan sosial. Melalui konten yang penuh makna, seorang pemuda mampu menggerakkan generasinya untuk berpikir, bertindak, dan berubah. Dalam video yang disajikan, dapat dilihat bagaimana gerakan sosial online dapat menciptakan dampak nyata bagi masyarakat.
Rian Fahardhi, seorang pemuda yang dijuluki 'Presiden Gen Z', adalah salah satu contoh inspiratif. Melalui akun pribadinya, ia konsisten menyajikan konten edukatif, motivasional, dan penuh nilai. Konten-konten ini tidak hanya menghibur tetapi juga memantik diskusi, menyadarkan, dan menggerakkan banyak orang untuk peduli pada isu-isu penting.
Rian menggunakan pendekatan kreatif dalam menyampaikan pesan. Dari isu politik, kesehatan mental, hingga kampanye toleransi, ia berhasil menjangkau hati jutaan pengikutnya. Dengan gaya komunikasinya yang ringan namun berbobot, Rian menunjukkan bahwa gerakan sosial tidak selalu harus dimulai di jalanan tetapi bisa dimulai dari layar ponsel kita.
Perubahan sosial yang dihasilkan dari gerakan ini terlihat nyata. Banyak pengikutnya yang terinspirasi untuk berkontribusi di komunitas, memulai gerakan kecil, hingga mengubah pola pikir mereka tentang isu-isu yang awalnya mereka abaikan. Konten yang dibuat Rian membuktikan bahwa satu unggahan bisa menjadi percikan kecil yang melahirkan gelombang perubahan.
Gerakan sosial pemuda melalui media sosial adalah salah satu bukti kekuatan generasi kita. Seperti yang dilakukan Rian Fahardhi, kita pun dapat menggunakan media sosial untuk halhal positif, memanfaatkan teknologi untuk membawa perubahan sosial, dan menginspirasi orang lain. Karena sejatinya, setiap tindakan, sekecil apa pun, memiliki potensi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Krisis Lingkungan dan Media dalam Dalam Menyampaikan Informasi
Aiko Vania (04040522105)
Apa yang dimaksud dengan krisis lingkungan?
Krisis lingkungan adalah gangguan keseimbangan ekosistem yang menurunkan daya dukung ekosistem tersebut terhadap kehidupan aneka organisme yang hidup di dalamnya. Krisis lingkungan mengacu pada serangkaian masalah serius yang mengancam ekosistem bumi, keberlanjutan kehidupan manusia, dan makhluk hidup lainnya. Masalah ini muncul akibat aktivitas manusia yang merusak lingkungan dan mengganggu keseimbangan alami bumi.
Apa Saja Faktor Penyebab Krisis Lingkungan?
A. Faktor Alam
1. Gempa Bumi
2. Banjir
3. Gunung Meletus
B. Faktor Manusia
1. Membuang Sampah Sembarangan
2. Polusi Udara
3. Menebang Hutan Secara Liar
Media dalam Dalam Menyampaikan Informasi
Saat ini dunia mengalami darurat lingkungan serta menimbulkan ancaman besar bagi generasi sekarang dan mendatang. untuk itu masyarakat perlu mengetahui hal ini. semua manusia berperan penting dalam memberikan informasi dan mendidik masyarakat tentang pencegahan kerusakan lingkungan.
Media memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan informasi mengenai krisis lingkungan. Melalui pemberitaan yang konsisten, media mampu meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai urgensi permasalahan lingkungan, seperti perubahan iklim, deforestasi, pencemaran.
Dalam menyampaikan informasi, media berperan sebagai jembatan antara pengetahuan ilmiah dan masyarakat luas. Tidak semua orang memiliki akses atau kemampuan untuk
memahami studi-studi ilmiah yang kompleks, tetapi melalui laporan media yang dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami, masyarakat dapat mengerti dampak dari krisis lingkungan. Media juga mampu menggugah emosi dan rasa tanggung jawab melalui liputan yang menyoroti dampak nyata dari krisis ini—misalnya, kehidupan masyarakat di wilayah terdampak bencana iklim atau kisah-kisah mengharukan mengenai spesies yang terancam punah.
Cara Mencegah Krisis Lingkungan?
1. Membuang sampah pada tempatnya
2. Menanam pohon
3. melakukan daur ulang sampah
Representasi Cantik dalam Iklan Wardah Feel the Beauty
Tyar Putri Diniar (04020522093)
Iklan wardah feel beauty benar-benar merepresentasikan perempuan cantik dan anggun dalam penampilan hijab maupun tidak berhijab. Iklan Wardah Feel the Beauty membawa tema sosial yang kuat dengan menekankan pada penerimaan diri, keberagaman, dan pemberdayaan perempuan. Dalam iklan ini, Wardah tidak hanya mempromosikan produknya sebagai kosmetik, tetapi juga sebagai sarana untuk merasakan keindahan dalam diri masing-masing, mengusung konsep kecantikan yang inklusif.
Melalui narasi dan visualnya, iklan ini menekankan pada gagasan bahwa kecantikan adalah kekuatan yang dapat mendorong perempuan untuk lebih percaya diri dalam mengejar impian dan meraih potensi mereka. Ini berupaya menginspirasi perempuan untuk merasa nyaman dan bangga pada diri sendiri, terlepas dari apa yang dianggap ‘ideal’ dalam masyarakat.
Sebagai salah satu merek kosmetik yang banyak digunakan di Indonesia, Wardah menggunakan iklan ini untuk mempengaruhi pandangan publik terhadap kecantikan. Alihalih menekankan pada perubahan penampilan fisik, Wardah mengajak masyarakat untuk melihat kecantikan sebagai sesuatu yang dapat mendukung peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Secara keseluruhan, iklan Wardah Feel the Beauty membawa perubahan dalam paradigma kecantikan di Indonesia dengan pendekatan yang lebih humanis dan berdaya guna secara sosial, mencerminkan semangat inklusivitas, pemberdayaan, dan kebebasan berekspresi bagi perempuan dari berbagai latar belakang.
Pembentukan Peran Gender Dalam Iklan Sunsilk Hijab
Syafira Azizah NurHidayah (04020522091)
Iklan Sunsilk Hijab Recharge berusaha untuk menantang persepsi tradisional tentang wanita berhijab dengan menampilkan mereka sebagai individu yang aktif, modern, dan percaya diri.
Iklan ini menunjukkan bahwa hijab tidak menjadi penghalang bagi wanita untuk mengejar impian dan menjalani kehidupan yang aktif, serta menekankan aspek kecantikan dan perawatan rambut bagi wanita berhijab, menunjukkan bahwa hijab tidak menghalangi mereka untuk merawat diri dan tampil menarik.
Citra Wanita Berhijab dalam Iklan Sunsilk Hijab
Iklan ini menggambarkan wanita berhijab yang dapat melakukan aktivitasnya dengan bebas dan nyaman. Ini menunjukkan bahwa hijab tidak menjadi penghalang bagi wanita untuk mengejar impian dan menjalani kehidupan yang aktif. Iklan ini juga menekankan aspek kecantikan dan perawatan rambut bagi wanita berhijab, menunjukkan bahwa hijab tidak menghalangi mereka untuk merawat diri dan tampil menarik.
Peran Gender dalam Iklan
Iklan, secara umum, memiliki peran besar dalam membentuk persepsi gender di masyarakat. Iklan seringkali menampilkan citra perempuan yang ideal, yang didasarkan pada standar kecantikan yang relatif dan dikonstruksi oleh masyarakat. Iklan Sunsilk Hijab, dalam hal ini, berusaha untuk menantang citra tradisional wanita berhijab dan menampilkan mereka sebagai individu yang modern, aktif, dan berdaya.
Analisis semiotika terhadap iklan Sunsilk Hijab dapat membantu memahami pesan yang ingin disampaikan dan bagaimana citra wanita berhijab dikonstruksi. Analisis ini melibatkan tiga elemen utama: Sign (tanda), Object (acuan tanda), dan Interpretant (pengguna tanda).
• Sign: Tanda dalam iklan Sunsilk Hijab dapat berupa model wanita berhijab, produk shampo, dan pesan yang disampaikan.
• Object: Acuan tanda dalam iklan ini adalah wanita berhijab yang aktif, modern, dan percaya diri.
• Interpretant: Pengguna tanda adalah target audience iklan, yaitu wanita berhijab yang ingin merawat rambut mereka dan tampil menarik.
Representasi Gender dalam Iklan Digital Seiring Perkembangan
Uliya Syakira (04020522094)
Pernahkah teman² memperhatikan bagaimana iklan di media sosial menggambarkan laki-laki dan prempuan? iklan sering kali terlihat hanya mempromosikan produk, tetapi sebenarnya mereka juga mempengaruhi cara kita melihat peran gender di masyarakat. Sebelumnya apa sih kritik sosial itu? kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem atau proses Masyarakat. Teori kritik sosial, khususnya dalam konteks iklan membantu kita memahami bagaimana iklan membentuk dan mempengaruhi persepsi kita tentang gender. Seperti yang dikatakan tadi, iklan bukan hanya alat promosi tetapi juga media yang mempengaruhi persepsi sosial kita tentang gender, dengan menjadi lebih kritis terhadap iklan yang kita lihat kita bisa mendorong perubahan kearah representasi gender yang lebih adil. Berdasarkan video iklan nasi goreng sajiku(2019) memperlihatkan seorang ibu rumah tangga yang membangunkan serta mempersiapkan sarapan dan kebutuhan keluarga lainnya dan iklan extra joss(2023) yang memperlihatkan laki-laki yang kuat dan gentle.
Representasi gender yang tidak adil dalam iklan memiliki dampak besar pada kita semua, khususnya bagi anak² dan remaja yang sering terpapar iklan sejak dini. Ketika perempuan terus menerus diperlihatkan hanya dalam peran rumah tangga/domestik, hal ini menciptakan persepsi bahwa tanggung jawab rumah adalah tanggung jawab prempuan, dan peran prempuan yang terbatas. Sebaliknya laki² yang selalu digambarkan sebagai sosok kuat dan maskulin, mungkin akan merasa tertekan untuk memenuhi ekpektasi tersebut, meskipun itu bukan sifat asli mereka, hal ini bisa membuat laki² merasa harus menjadi dominan atau agresif agar dianggap jantan.
Namun beberapa iklan digital mulai mengubah pemikiran dan pandangan mereka dengan menampilkan prempuan dan laki² dalam peran yang tidak biasa atau netral gender, hal ini membantu dalam mengedukasi masyarakat bahwa gender tidak membatasi peran. Oleh karena itu mari kita dukung iklan dan perusahaan yang peduli pada kesetaraan gender, bersama² kita bisa menciptakan lingkungan media yang lebih sehat dan lebih inklusif bagi semua orang.
Peran Generasi Muda
dalam Gerakan Sosial di Era Digital Mazayatun Nissa'ul Wachda (04030522099)
Di era digital yang semakin berkembang pesat, generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan gerakan sosial. Dengan akses yang mudah terhadap teknologi informasi, anak-anak muda saat ini memiliki kesempatan yang luas untuk berkontribusi dalam perubahan sosial secara efektif. Media sosial, blog, dan platform digital lainnya telah menjadi alat yang ampuh bagi mereka untuk menyuarakan pendapat, berbagi informasi, serta menggerakkan aksi-aksi sosial yang memiliki dampak nyata di masyarakat.
Salah satu peran utama generasi muda adalah sebagai agen perubahan atau change maker. Dengan kreativitas dan inovasi, mereka mampu menciptakan konten yang menarik dan informatif, yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai isu-isu penting, seperti lingkungan, hak asasi manusia, pendidikan, dan kesehatan mental. Generasi muda juga lebih mudah beradaptasi dengan teknologi digital, sehingga mereka mampu menggunakan platform digital untuk menyebarkan pesan dengan cepat dan luas. Misalnya, melalui kampanye di media sosial, mereka dapat menggalang dukungan masyarakat untuk mengatasi masalah sosial tertentu.
Selain itu, generasi muda memiliki kemampuan untuk membangun jaringan atau komunitas yang solid di dunia maya. Mereka mampu menghubungkan orang-orang dari berbagai latar belakang dan lokasi untuk bersama-sama mendukung sebuah gerakan sosial. Fenomena ini menciptakan solidaritas global yang kuat, di mana setiap orang bisa berpartisipasi dalam menyuarakan isu-isu penting, bahkan tanpa harus berada di tempat yang sama. Dalam hal ini, generasi muda berperan sebagai penggerak kolaborasi antar individu dan organisasi yang memiliki tujuan serupa.
Namun, dalam menjalankan peran tersebut, generasi muda juga dihadapkan pada tantangan, seperti penyebaran berita palsu, ujaran kebencian, dan sikap apatis masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk mengembangkan kemampuan literasi digital dan berpikir kritis agar dapat menyaring informasi secara bijak dan menjaga kualitas dari gerakan sosial yang mereka bawa. Mereka juga perlu menunjukkan keteguhan dan konsistensi dalam menjalankan gerakan tersebut, meskipun terkadang menghadapi hambatan dan resistensi.
Secara keseluruhan, generasi muda memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam gerakan sosial di era digital ini. Dengan memanfaatkan teknologi secara bijak, mereka mampu membawa perubahan positif yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Masa depan gerakan sosial ada di tangan mereka, dan dengan semangat serta inovasi yang mereka miliki, generasi muda dapat terus menjadi pendorong bagi terciptanya masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan berdaya.
Pada saat ini indonesia menghadapi ancaman serius terhadap perubahan iklim yang terjadi secara signifikan. Apakah teman” tau perubahan iklim? Nah yuk kita bahas bersamasama. Perubahan iklim disebut sebagai fenomena pemanasan global dimana terjadi peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda serta menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia.
Pak jokowi menyatakan bahwa perubahan iklim menjadi isu yang paling serius bahkan lebih dari perang. Perubahan iklim menyebabkan terjadinya krisis lingkungan yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan baik air, udara, maupun tanah. Permasalahan lingkungan kini menjadi krisis global peningkatan emisi carbo dari industri, kendaraan bermotor dan pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan pemanasan global dan pola cuaca ekstrem hingga menyebabkan krisis pangan dan ekonomi.
Pembabatan hutan menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat seperti banjir, dan tanah longsor yang menyebabkan kerusakan infrastruktur yang nantinya akan berujung pada krisis sosial. Penyelesaian krisis lingkungan ini memerlukan tindakan yang kolektif dan berkelanjutan dilakukan secara konkret dan kolaboratif dengan menggunakan sistem atas ke bawah.
Dari atas dimulai dari menetapkan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan, regulasi yang jelas dan pengawasan yang rutin sehingga pemulihan krisis lingkungan dapat dikendalikan
.Di Tengah industri harus bertanggung jawab atas produknya dengan mengurangi limbah yang diproduksi dari pabrik dan menyaringnya agar tidak merusak lingkungan.
Dibawah mendorong masyarakat mengadopsi budaya zero waste dengan Reduce, Reuse, dan Recycle. Serta menghindari plastik sekali pakai.
Mari menjadi bagian dari orang orang yang berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan untuk masa depan yang lebih baik