Waspada, jumat 10 januari 2013

Page 29

Mimbar Jumat

C6

Peringatan Maulid Perspektif Sosiologi Hukum Islam Oleh H.M. Nasir, Lc, MA Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara, Wakil Sekretaris Dewan Fatwa Pengurus Besar Al Washliyah.

I

slam diyakini sebagai agama yang universal, untuk seluruh umat manusia, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Alqur’an sendiri menyatakan bahwa ajaran Islam berlaku untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Islam seharusnya dapat diterima oleh setiap manusia, tanpa harus ada pertentangan dengan situasi dan kondisi di mana manusia itu berada. Islam dapat berhadapan dengan masyarakat modern, sebagaimana ia dapat berhadapan dengan masyarakat tradisional. Islam senantiasa cocok untuk umat manusia kapan pun dan dimanapun. Pada dasarnya, ajaran Islam dapat dibedakan menjadi dua kelompok ajaran, qath’iyyat dan zhanniyat. Pertama, ajaran Islam yang bersifat absolut, universal dan permanen, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Termasuk kelompok ini adalah ajaran Islam yang tercantum dalam Alqur’an dan Hadits muta-watir yang penunjukannya telah jelas (qath’i al-dalalah). Kedua ajaran Islam yang bersifat relatif, tidak universal dan tidak permanen, dapat berubah dan diubah yang berakar pada nash yang zhanniyat yang membuka ruang berijtihad. Ranah ini memberikan kemungkinan epistemilogis hukum bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam dapat menerapkan hukum Islam secara berbedabeda karena faktor sejarah, sosiologis, situasi dan kondisi yang berbeda yang melingkupi para mujtahid. Menurut saya, peringatan maulid Nabi SAW masuk dalam kategori ini. Imam al-Suyuthi di dalam kitab beliau, Hawi li al-Fatawa Syaikhul Islam tentang maulid serta Ibn Hajar al-Asqalani ketika ditanya mengenai perbuatan menyambut kelahiran Nabi Saw, beliau memberi jawaban secara tertulis: Adapun perbuatan menyambut maulid merupakan bid’ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para salafush-shaleh pada 300 tahun pertama selepas hijrah. Namun perayaan itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, meski tidak jarang cacat oleh perbuatan-perbuatan yang tidak

sepatutnya. Jika sambutan maulid itu terpelihara dari perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tergolong dalam perbuatan bid’ah hasanah. Akan tetapi jika sambutan tersebut terselip perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tidak tergolong di dalam bida’ah hasanah. Memahami peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW

waktu dan tempat, perayaan yang dibuat untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW mengalami modifikasi berdasarkan asas kebiasaan yang dianggap baik masing-masing wilayah umat Islam. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa modifikasi ini menunjukkan perayaan ini bukan ibadah baru karena tidak memiliki rukun atau syarat

Sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeda. dengan pendekatan sosial akan memberikan alternatif lain sehingga dapat memberikan gambaran lain tentang peringatan ini, yakni tidak hanya berkisar pada apakah acara peringatan semisal ini termasuk perbuatan yang dibolehkan atau terlarang. Meskipun begitu, agaknya argumentasi yang mempertimbangkan bahwa peringatan Maulid bukanlah sebagai ritual wajib yang memiliki ketentuan rukun atau syarat sahnya dirasa cukup dijadikan dalil bahwa mengadakan maulid bukan perkara ibadah mahdhah. Kedudukannya sama dengan se-orang yang menulis buku tentang kisah Nabi. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada perintah atau anjuran untuk membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masamasa berikutnya belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau. Dengan demikian kita dapat memahami mengapa mayoritas muslim, khususnya di Indonesia, tetap berkesinambungan dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn al-Jauzi, Ibn Katsir, al-Hafizh al-Sakhawi, alHafizh al-Suyuthi dan lainnya telah bersepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan alMuzhaffar pada awal abad ketujuh Hijriyah, bukan sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Seiring perkembangan

sahnya. Eksistensi maulid hingga saat ini adalah karena pertimbangan psikologi umat Muhammad yang menganggap peringatan Maulid akan membawa kemaslahatan untuk membangkitkan kecintaan kepada Rasul. Dengan kata lain, momentum hari lahir Nabi dijadikan sebagai salah satu sarana (bukan satu-satunya) yang diharapkan dapat menyegarkan memori akan adanya sosok yang semestinya dijadikan teladan sukses dunia dan akhirat. Dengan kerangka pemikiran seperti di atas, maka dari sisi niat tentu ini dapat dikategorikan sebagai kebaikan. Namun patut digarisbawahi bahwa niat yang baik harus didukung dengan cara yang benar. Dengan paradigma ini maka kita harus menjaga peringatan Maulid tidak berisi perkara-perkara yang justru bertentangan dengan ajaran syariat seperti khurafat atau kesyirikan. Oleh karena itu kewajiban para dai adalah mengawasi isi acara Maulid agar tidak berisi perkara yang melanggar prinsip Islam. Tentu kita semua berharap esensi Maulid Nabi tidak kehilangan maknanya di tengah-tengah masyarakat yang semakin menggandrungi entertain atau hiburan semata. Kita memang mengkritisi peringatan ini agar tidak hanya sekedar seremonial saja dan tanpa hasil akhir yang diharapkan. Kadang paradigma sebagian umat Islam

perlu diluruskan tentang konten materi acara ini, sehingga ukuran segala sesuatunya adalah “menghibur”. Termasuk para penceramah yang diundang hadir adalah mereka yang paling banyak unsur humornya. Bila penceramah tidak mampu mengeluarkan humor saat ceramah, dipastikan penceramah tersebut tidak akan dihadirkan lagi pada perayaan maulid tahun-tahun mendatang. Kita memaklumi tradisi maulid lahir dan berkembang dalam rahim kalangan sebagian muslimin yang mempersepsikan baik peringatan ini. Oleh karena itu, perbedaan pendapat terkait hal ini dapat diminimalisir apabila kita menggunakan perspektif sosial dalam hal ini. Namun kita prihatin bila ada segelintir orang yang lebih toleran dengan seremonial atau ritual agama lain, seperti ikut serta hadir dalam acara seremonialnya atau sekedar memberikan ucapan selamat merayakannya saja. Sementara terhadap saudaranya yang memperingati Maulid nabi Muhammad justru bersikap apatis sehingga terasa berat memberikan ucapan selamat apalagi menghadiri undangan acara panitia Maulid. Sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeda. Kalau pun kita mendukung salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya untuk menjadikan perbedaan pandangan ini sebagai bahan baku saling menjelekkan, saling caci dan saling menghujat, saling merendahkan. Bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban berislam hanya lantaran masih saja meributkan perbedaan pendapat terhadap masalah furu’iyyah tersebut. Kita justru harus saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masingmasing. Perbedaan pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita terjebak untuk terus bertikai, maka para musuh Islam akan semakin gembira. Semoga Allah selalu merahmati dan meridhai kita semua.

Selaraskan Ucapan Dengan Perbuatan Oleh Muhammad Hidayat Alumnus Pascasarjana IAIN SU/ Dosen STIK “Pembangunan” Medan.

S

ering kita mendengar orang bilang; “aku orangnya bla, bla....”. Ada juga orang mengungkapkan, “Nanti, saya akan melakukannya”. Ucapan itu disampaikan untuk menunjukan jati diri. Sayangnya, pernyataan itu dibantah sendiri. Bukan dengan ucapan, tapi dengan perbuatan. Bukankah kita sering berbuat sesuatu yang tidak selaras dengan penyataan. Kita bisa bilang diri kita itu sebagai orang yang begini begitu, tetapi perbuatan menunjukkan hal yang berbeda dengan ucapan itu. Ingatlah, manusia itu diukur dengan perbuatannya bukan dengan cakapnya. Allah memerintahkan orang beriman agar menyelaraskan perkataannya dengan ucapannya. Allah membenci orang yang tidak menyesuaikan ucapannya dengan perkataannya. Anjuran itu termaktub dalam surah Ash Shaf ayat 2 – 3. Redaksinya berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak

kamu kerjakan”. Ayat ini menggunakan kata taf ’aluun yang berbentuk fi’il mudhori’. Dalam bahasa Arab, fi’il mudhori’ adalah kata yang menunjukkan pekerjaan yang sedang dilakukan atau akan dilakukan. Maka dari kata taf ’aluun dapat disimpulkan, selaras perkataan dengan perbuatan ini dapat dikelompokkan dalam dua sikap. Pertama; mengerjakan perbuatan yang dijanjikan akan dilakukan. Kedua; tidak bercerita tentang perbuatan yang tidak pernah dilakukan. Janji adalah bagian kehidupan manusia. Kita selalu mengucapkan kata “saya akan” dengan mudah. Sayangnya, jarang dipikirkan konsekuensi dari ucapan itu. Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut tanpa pertimbangan matang. Akibatnya, kita tidak serius melakukan perbuatan yang telah kita janjikan itu. Mungkin, saat berbicara kita mengganggap perkataan itu biasa aja. Namun lawan bicara menilai pernyataan itu sebagai sebuah komitmen yang akan dipenuhi. Hal ini membuat kepercayaan lawan bicara

Konsultasi Alquran Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah & Hafizh Hafizah (IPQAH Kota Medan) KONSULTASI AL-QURAN adalah tanya jawab sekitar Alquran, yang meliputi: tajwid, fashohah, menghafal Alquran, Ghina (lagu) Alquran, Hukum dan ulumul Alquran. Kontak person. 08126387967 (Drs. Abdul Wahid), 081396217956 (H.Yusdarli Amar), 08126395413 (H. Ismail Hasyim, MA) 0819860172 (Mustafa Kamal Rokan).

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Ustadz, dirumah ada kitab fiqh dan kitab lainnya yang berisi juga ayat-ayat Alquran, bolehkan saya membawa atau menyentuhnya kalau saya tidak ada wudhuk? Syukron. Dari Ibu Eli di Medan Jawab : Terima Kasih atas pertanyaannya. DR.Ahmad Salim menyatakan Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini: 1. Orang yang berhadas boleh menyentuh kitab fiqh, hadis atau kitab lainnya yang memuat ayat-ayat Alquran. Ini adalah pendapat fuqoha mazhab Maliki. Dalil mereka adalah hadis Nabi yang mengirim surat kepada Heraclius yang memuat surat Ali ‘imran ayat 64. Selain itu, meskipun kitab hadis, fiqh dan lainnya yang memuat ayat-ayat Alquran tidak bisa disebut mushaf sehingga orang yang berhadas dibolehkan menyentuhnya. 2. Orang yang berhadas boleh menyentuhnya, hanya disunnahkan bersuci terlebih dahulu. Ini pendapat mazhab Hanafi. 3. Orang yang berhadas makruh menyentuh kitab hadis, fiqh yang memuat ayat-ayat Alquran. Ini pendapat sebagian fuqoha Syafi’i. 4. Orang yang berhadas haram menyentuh kitab-kitab hadis dan lainnya yang memuat ayat-ayat Alquran. Menurut pendapat ini membo-lehkan orang yang berhadas menyentuh kitab-kitab yang memuat ayat-ayat Alquran sama dengan tidak memuliakan Alquran. Kami sependapat dengan pendapat pertama yang membolehkan menyentuh kitab-kitab yang berisi ayat-ayat Alquran. Wallahu A’lam Al-ustadz H. Ismail Hasyim, MA.

Allah mengingatkan itu dalam surah Al Isra ayat 34, redaksinya; “penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya” kita hilang ketika pernyataan itu tidak dipenuhi. Kondisi paling parah, kita dicap sebagai pembohong. Nah, kalau label pembohong telah menempel pada diri seseorang maka ia akan sulit membangun hubungan dengan manusia lainnya. Dalam surah Al-Maidah ayat 1, Allah memerintahkan orang beriman supaya memenuhi janjinya. Redaksi ayat; “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. Para ulama mengatakan kata aqadaqad dalam ayat ini bermakna janji setia hamba kepada Allah serta perjanjian sesama manusia dalam pergaulan sesamanya. Orang yang berjanji akan mempertanggungjawabkan janjinya di hadapan Allah dan manusia. Allah mengingatkan itu dalam surah Al Isra ayat 34, redaksinya; “penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya” Selain menepati janji, orang beriman dilarang bercerita tentang perbuatan yang tidak pernah dilakukan. Orang yang mengatakan berbuat sesuatu tapi tidak melakukannya adalah perbuatan bohong. Ada orang yang suka bercerita tentang sesuatu perbuatan padahal pekerjaan itu tidak pernah dilakukannya. Hal ini dipicu dua hal. Pertama; menilai cerita tersebut cuma guyonan. Saat bercerita sering kali tanpa kesadaran. Ia menilai semua uca-pannya hanya sebagai candaan tanpa makna. Orang seperti ini baru memikirkan ucapannya jika menimbulkan dampak buruk bagi dirinya. Kedua; sebagai upaya menarik simpati orang lain (lawan bicara). Lazimnya, orang seperti ini mengisahkan pekerjaan yang sulit dikerjakan orang kebanyakan. Termasuk juga pekerjaan yang bisa menimbulkan kemaslahatan masyarakat. Harapannya, lawan bicara memberikan penilaian positif. Kalau penilaian positif itu telah didapat, maka ia akan mudah mengendalikan lawan bicaranya. Korelasi Iman Dengan Ucapan Bohong atau ingkar janji adalah aktivitas lidah. Dalam Alquran banyak memuat perintah menepati janji dan larangan berbohong. Kalau diperhatikan ayat tersebut, ada kolerasi iman dan ucapan. Con-

tohnya; ayat yang bercerita tentang janji lazimnya dihubungkan dengan kata iman. Alquran menyebutkan menepati janji merupakan indikator orang yang bertakwa. Hal itu diterangkan dalam surah Al-Baqarah ayat 177. Dalam ayat itu dimulai dengan kata “bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan”. Pada lanjutan ayat, dijelaskan beberapa kreteria kebajikan itu, salah satunya adalah menepati janji jika berjanji. Akhir ayat ditutup dengan kalimat “mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” Kadar keimanannya dapat diukur dari komitmennya menepati janji yang telah diucapkan. Jika seseorang, selalu melanggar janjinya maka kadar keimanannya masih rendah. Alasanya, pada akhir ayat Qur’an menyebut menepati janji adalah indikator orang yang shiddiq (benar imannya). Ayat-ayat tentang perintah menyeleraskan ucapan dengan perbuatan itu ditujukan kepada semua mukmin. Semua orang yang beriman harus berkomitmen menepati janji yang telah diucapkan. Selain itu, seorang mukmin tidak boleh mengakui-ngaku berbuat sesuatu padahal itu tidak pernah dikerjakannya. Saat ini masa kampanye Pemilu 2014. Pada masa ini janji bermunculan. Para Caleg dengan mudah mengumbar janji dan berita keberhasilannya. Pada baliho dan spanduk, Caleg memuat program kerja yang akan dilakukan kalau terpilih. Hal ini biasanya dilakukan oleh Caleg yang belum terpilih. Sebaliknya, Caleg yang sedang menjabat di legislatif menonjolkan program kerja yang dibuatnya. Sebagai Caleg muslim seharusnya menghindarkan diri dari dari slogan kampanye yang tidak dapat dipenuhi. Bagi Caleg yang sedang menjabat di legislatif seharusnya tidak menceritakan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Siapa pun–Caleg atau bukan–seharusnya seorang Mukmin berkomitmen menyelaraskan perkataan dengan perbuatan. Karena hal itu menjadi indikator keimanan.

WASPADA Jumat 10 Januari 2014

Bekerja Dan Beramal Ikhlas Mendapatkan Dua Pahala (1) Para ulama selalu mengingatkan jamaahnya (umat Islam) menjadi kaya harta dan kaya pula dalam mendermakan hartanya di jalan Allah SWT. Yang tercela adalah mencari kemasyhuran, tahta, dan kedudukan, serta sangat bercita-cita mendapatkannya, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Misalnya menzalimi hak orang, melakukan tindakan represif, agar bisa menjadi pemimpin dan setelah itu membentuk raja-raja kecil. Memang sebaiknya jika kita ingin membantu atau bersedekah, berinfak, berzakat sebaiknya jangan sampai riya (ingin dipuji - dilihat orang lain). Bisa-bisa tidak ikhlas dan tidak ada pahalanya sama sekali. Tapi, jika niatnya positif. Seseorang mendermakan hartanya, walau memperlihatkan kedermawaan atau diberitakan media massa pemberian sedekah kepada publik yang memerlukan boleh-boleh saja dengan niat agar orang lain melakukan hal yang sama, berlombalomba berbuat baik di jalan-Nya. Jadi, semua tergantung niatnya. Kalau semata demi Allah SWT maka apa yang dilakukannya sah (positif) dan insya Allah memperoleh pahala dari Sang Pencipta Allah Azza Wazallah. Tapi, kalau tujuan dan niatnya karena ingin dipuji, pamer kekayaan atau riya, jelas tidak memperoleh pahala alias sia-sia di mata Allah SWT. Dalam sebuah kajian disebutkan bahwa kemasyhuran itu sendiri bukanlah suatu yang tercela. Tiada yang lebih masyhur dari para Anbia’, Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin, dan imam-imam mujtahidin. Tetapi yang tercela adalah mencari kemasyhuran, tahta dan kedudukan, serta sangat bercita-cita mendapatkannya dengan menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi. Ambisius. (Sumber kumpulan buku hadist shahih.

Rasulullah Dan Teologi Cinta Oleh Muhammad Qorib Staf Pengajar FAI UMSU dan Ketua Majelis Pustaka Informasi PDM Medan

R

asulullah adalah pribadi yang paling mengangumTeologi cinta Rasulullah itu sebenarnya kan untuk diteladani dan bersifat progresif dan jauh melampaui tokoh historis yang paling menarik untuk dikaji. Rangkaian hidup masanya. Karena itu dapat dikatakan bahbeliau dapat dilihat dari berbagai karya akademik yang tersebar luas wa teologi cinta Rasulullah bersifat modan tidak ada yang bersifat ahidern bahkan demikian modern kala itu. toris. Para islamis seperti Michael Hart, Karen Armstrong, E.F. Peter, telah mencurahkan atensi yang demikian besar un- “Kamu tidak akan mendapat kebajikan yang tuk menguak babakan kehidupan yang dilalui Ra- sempurna (al-birr) sebelum kamu menginfakkan sulullah. Belum lagi para pengkaji Muslim yang harta yang kamu cintai…” (QS. Ali-Imraan/ 3: 92). jumlahnya cukup banyak untuk dipaparkan. Menarik- Dapat dicermati, teologi cinta dalam ayat tersebut nya, mereka terhantar pada sebuah konklusi jujur dan diekspresikan melalui berbagai upaya tak kenal lelah berani bahwa Rasulullah merupakan manusia untuk membahagiakan orang lain. Dan yang terdepan di panggung sejarah yang kuat secara etis dan terpenting, upaya itu dilakukan dengan memberikan lontaran-lontaran pemikirannya menjadi spirit tak sebagian harta yang dicintai dan disayangi. Dengan menjadikan Alquran sebagai pedoman, Rasulullah pernah padam untuk pencerahan peradaban. Beliau dilahirkan pada 571 Masehi di Mekah, se- melakukan konkritisasi teologi cinta dalam ruang buah daerah yang secara geografis amat gersang. Via praksis. Ternyata, teologi cinta itu cukup dekat dengan perspektif peradaban, Mekah meskipun ramai dan pembelaan terhadap kaum marjinal dan tertindas. Salah satu peran teologi cinta yang dipaktikkan dikenal orang namun belum berperadaban (uncivilized). Secara sosial politik, Mekah dikuasai oleh para Rasulullah adalah pembebasan terhadap status budak. bangsawan dan raja-raja yang memiliki kebijakan Melalui lisannya yang suci beliau meyampaikan bahwa sosial politik tak terbatas. Dalam konteks demografi, perbedaan tidak boleh dilihat dari warna kulit, Arab dan ‘ajam, kaya dan miskin, kecuali melalui Mekah dihuni oleh pluralitas kabilah namun kerap prestasi ketakwaannya kepada Allah. terjadi peperangan untuk mempereBahkan salah satu ayat butkan atau mempertahankan Alquran menjelaskan bahsumber-sumber ekonomi. wa “bukit perjuangan” diSecara teologis, masyaaktualisasikan dengan rakat Mekah penganut membebaskan budak dari politeisme. perbudakan. Dengan teologi Kala itu terjadi tirani cinta itu pula status kaum minoritas di mana komuperempuan yang cukup nitas kecil dengan berbarendah disejajarkan degai kekuatan sosial, politik ngan kaum pria. Dalam perdan ekonomi, atas mayoritas spektif modern, sesungguhmasyarakat yang lemah nya Rasulullah telah melakudalam banyak hal. Perbukan gerakan feminisme, badakan dianggap sebuah gaimana peran kaum petradisi dan mirisnya para burempuan memainkan dak setara dengan barang daandil di berbagai ruang gangan yang diperjualbelikan di pasar-pasar secara publik sebagaimana yang bebas. Kala itu, terminologi cinta merupakan sebuah dimainkan kaum pria. kata yang dirasakan aneh dan oleh pihak-pihak tertentu Teologi cinta terhadap lingkungan juga dapat kita cukup dibenci. Kehadiran Rasulullah saat itu justru mempromosikan teologi cinta. Tentu saja misi tersebut lihat dari perintah Alquran agar berinteraksi dengan bertentangan dengan arus utama yang telah menjadi alam secara harmonis. Misalnya Alquran menjelaskan, hegemoni tersendiri. Konsekuensi dari misi Ra-sulullah “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat itu mewujud pada tindakan ekskomunikasi dan pen- ulah tangan manusia. Allah merasakan akibat dari cekalan berbagai kegiatan dakwah yang beliau lakukan. aktivitas destruktif mereka agar mereka kembali ke Demikian kelamnya masyarakat Arab kala itu jalan yang benar.” (QS. Al-Ruum/ 30: 41). Ayat tersebut sehingga kedatangan Rasulullah dengan teologi kental dengan nuansa cinta terhadap alam. Artinya cintanya berada pada momentum yang tepat. alam juga merupakan mahluk Allah dan sahabat Tentunya ini merupakan sekenario dari Allah sendiri. manusia yang juga mesti dirawat dengan baik. Seperti Teologi cinta tersebut berisi kasih sayang (affection), yang dilakukan manusia, alam menurut Seyyed persamaan (egalitarianism) bahkan pembebasan Hossein Nasr juga berzikir, namun alam memiliki style zikir tersendiri. Karena keterbatasan indera manusia, (liberation).. Dalam teologi cinta terdapat tiga elemen senyawa maka aktivitas zikir alam tak terlihat kasat mata. Bahkan yang menjadi kekuatan teologi itu. Tiga elemen dengan teologi cintanya Rasulullah mengajarkan para tersebut adalah elemen vertikal kepada Allah, elemen sahabat untuk tetap melakukan konservasi terhadap horizontal kepada sesama umat manusia dan elemen alam kendatipun dalam suasana perang. Tak sampai di situ, teologi cinta yang dicontohkan interaksi positif dengan alam. Jika selama ini relasi yang dikenal luas memadukan elemen vertikal dan Rasulullah dapat diamati dari sabda beliau kepada paelemen horizontal saja sebagai substansi dalam ra sahabat bahwa berbuat baik kepada setiap yang teologi cinta, ternyata elemen ketiga tidak kalah bernyawa (hewan) mendatangkan ganjaran dari Allah. pentingnya yaitu bagaimana cinta juga Bahkan Rasulullah menaruh rasa hormat yang cukup didistribusikan kepada alam secara luas. Teologi cinta tinggi terhadap hak-hak hidup hewan (semut) yang Rasulullah tersebut bergerak dari filosofi rahmatan menempati lubang-lubang tanah dengan melarang lil ‘aalamiin (rahmat bagi semesta alam). Dengan umat Islam buang air di dalamnya. Jika di banyak filosofi ini cinta yang tumbuh dan berkembang dalam perguruan tinggi baik di Amerika maupun Eropa, mata diri Rasulullah adalah cinta yang utuh, memadukan kuliah animal rights (hak-hak hewan) menjadi kajianunsur sakralitas, humanitas dan moralitas semesta. kajian intensif, maka Rasulullah jauh-jauh hari sudah Unsur sakralitas menjadi spirit yang bermuara pada menjadi teladan dalam hal itu. Meskipun kemudian yang berkembang di kebanyakan dunia Islam masalah anihumanitas dan moralitas terhadap alam. Teologi cinta Rasulullah itu sebenarnya bersifat mal rights kurang mendapat apresiasi. Demikianlah, teologi cinta yang dibawa Rasulullah progresif dan jauh melampaui masanya. Karena itu dapat dikatakan bahwa teologi cinta Rasulullah bersifat mod- menjadi suluh penerang dan sumber pencerahan ern bahkan demikian modern kala itu. Tentu yang cukup kehidupan. Teologi cinta itu kaya akan nilai-nilai ilamenarik teologi cinta tersebut mencakup semua paham hiyah sekaligus peka terhadap masalah kemanusiaan, yang belakangan digaungkan masyarakat modern seperti: hewan, tumbuhan dan lingkungan alam semesta. teosentrisme, antroposentrisme, feminisme, yang kerap Inilah sesungguhnya poin-poin penting yang terkanberjalan secara ekstrim dan tak jarang saling menegasikan. dung dalam Diinul Islam itu. Jika teologi cinta RasuDi sinilah inklusivisme dan universalisme teologi cinta itu. lullah difungsionalisasikan lagi bukan tidak mungkin Ini pula yang menjadi nilai lebih teologi cinta itu jika dunia Islam dapat kembali menjadi mercusuar dan rahim bagi lahirnya kehidupan yang berperadaban dibandingkan dengan isme-isme modern tersebut. Dalam Alquran teologi cinta ditemukan misalnya, dalam bingkai ilahiyah. Wallaahu a’lam.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.