WRITING PORTFOLIO - Wening Vio Rizqi Ramadhani

Page 1


P R O F E S S I O N A L W R I T E R P O R T F O L I O b y W E N I N G V I O R I Z Q I R A M A D H A N I

Hi, I am Vio.

I am an experienced writer with a proven ability of being journalist for around 2 years. I write mostly about articles; news, opinion, feature; for websites and copywrite for social media.

Feel free to review my experiences of writing skils. Please contact me if you are ready to work together!

TABLE OF CONTENTS

HARDNEWS

OPINI FEATURE

COPYWRITING

LESTARIKAN BAHASA DAERAH, MAHASISWA ITS RANCANG APLIKASI AKUNUSA

Berawal dari keprihatinan terhadap punahnya beberapa bahasa daerah di Indonesia, tiga mahasiswa Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang aplikasi bernama AkuNusa. Aplikasi inovatif ini mengajak masyarakat untuk ikut melestarikan bahasa daerah di nusantara. Ketiga mahasiwa tersebut ialah Cornelia Natasha, John Harison, dan Ivander William. Saat ini tercatat sebanyak 709 bahasa daerah di Indonesia. Namun, saat ini dari jumlah tersebut sebanyak 139 bahasa sudah terancam punah. “Globalisasi yang menjamur di kalangan generasi muda Indonesia juga mulai memudarkan bahasa daerah dari kehidupan sehari-hari kita,” ungkap Ivander, salah satu anggota tim.

Ivander berharap, aplikasi ini dapat meningkatkan minat masyarakat Indonesia dalam mempelajari bahasa daerah.

“Diharapkan pula bangsa Indonesia dapat lebih sadar dengan budaya Indonesia karena itu merupakan identitas mereka,” tegasnya.

Untuk pengembangan selanjutnya, mereka ingin mencoba mengaplikasikan fitur dan teknologi terbaru. “Misalnya dengan pemakaian suara, karena tiap daerah memiliki dialek yang berbeda,” tambah John, anggota tim lainnya. Selain itu, tim ini juga berharap bisa mendapatkan dukungan untuk memperoleh hak paten terkait aplikasi edukatif tersebut. Sebelumnya, tim ini juga berhasil mengusung aplikasi AkuNusa tersebut merebut juara dua dalam kompetisi Multimedia and Game Event 4 (MAGE 4) cabang lomba

Application (App) di kampus ITS, pertengahan November lalu.

(vi/gol/HUMAS ITS)

*publishedonhttps://wwwitsacid/news/2018/11/19/lestarikan-bahasa-daerah-mahasiswa-its-rancang-aplikasi-aku-nusa/

Rediscover Your Coping Mechanism — Through Walking Over Your Biggest Fear

Everyone does have their biggest fear. Something that always trigger our insecurity, anxiety, pain, suffer, and sorrow. It often comes from earlier painful experiences and lead us to overthink it would happen again for second time. What makes it so scary is the fact that we are not ready to encounter. Our emotional well-being is still on the same level and is not well-prepared for disaster to come. No one would like it happen. But often, we can’t interfere what we can’t control. Things beyond expectation happened and lead us to engage with our lowest point in unexpected times. This happened to me a while ago. I found out a bitter fact about someone I care about. Yes, it was one of my biggest fear. I won’t go to the details, but it was so bitter that most of my closest relatives whom I told this story to was giving me jaw-dropped reactions. Whats worst was I experienced this two times in a row. It was something I’ve been waiting for and I look forward to. I can’t accept and I can’t resist. I cried loudly. I took time to feel my grief in my natural way. I felt how it impacted on my physical well-being. I felt dissonance on my stomach, heaviness on my head, coldness on my feet, I tried to collect my emotions and process it with patience.

I allow myself to feel negative emotions until it brought me to survival mode. In certain time, it took me to discover my coping mechanism I once did not really aware. How did I know?

Coping mechanisms are the way people often use to help them regulate and adjust difficult emotions while maintaining their emotional well-being. While it varies to everyone, people do have several different mechanism in oneself as they face various problems. Some coping mechanism I once had did not work in another different problem. The more painful emotions I experience, the more it takes to overcome.

When I was on my survival mode, I didn’t really thought about anything because I can’t but my gut told me I need to create something. So eventually, on that sleepless night, I began to write things and post in on my social media account. The next day, my friend talked about my writings as they had scanned it.

On the process of creating it, I realize it took my total attention. All I thought was how to make something beneficial for people to read. It magically allowed me to forget all the feelings I had for minutes. I discover how creating something beneficial could be my powerful coping mechanism as I never thought before. I didn’t think anyone would read my writings.

Creating something has helped me to think clearly and recognize what I’ve been looking for. It wakes me up to keep me on track with my life. I realize things I should prioritize and what bareminimum I take for granted.

It allowed me to acknowledge that what has happened to me was not something special. Many people experienced painful emotions by people they care about.

Therefore, I choose to forgive myself for manifesting this emotions as problem and release memories that holds me back. Yes, my sorrow bucket has not empty yet, but this new discovery told me I have purpose and I have so much more to do. As long as I focus on developing myself and being a better version of me, I believe good things will come.

Rediscover your coping mechanism is not a red herring, it’s a strategy to polish the layers of you and understand whats inside; the true quintessence of you. Rediscover my coping mechanism has helped me to recognize things that really matters and release what’s not. It enables me to see things clearly and acknowledge what I truly seek so that I can take my power back by making choices that are best for me. Everyone has their own coping mechanism. Some people use coping mechanism differently depends on level of problems. In order to discover what works, we need to encounter certain level of problems- and it could be by reaching our lowest point. By rediscover our coping mechanism, we are open to rediscover ourselves, we welcome the greatest change of us, and we acknowledge something we truly need to help us age properly.

*Linkpublikasi:https://mediumcom/@viorizqi99/rediscover-your-coping-mechanism-through-walking-over-your-biggest-fear-2b6b6bc287e5

PROBLEMATIKA MINAT BACA DI INDONESIA

(OPINI HARI BUKU)

Mohammad Hatta mengaku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku dia bebas. Sayangnya tidak semua orang seperti Hatta. Alih- alih merasa bebas dengan adanya buku, mayoritas masyarakat Indonesia saat ini justru merasa dipenjara ketika berada di perpustakaan. Benda yang sama, namun memberikan dampak yang sangat berbeda terhadap penggunanya. Ungkapan, ‘Anda adalah apa yang Anda baca,’ menurut saya bukanlah gurauan belaka. Buku adalah serentetan kalimat yang mampu mengubah perangai dan pola pikir manusia dalam menjalani nilai-nilai kehidupan. Namun, apa jadinya jika seeorang tidak memiliki minat untuk membaca buku apapun?

Hampir semua orang meyakini tentang kebaikan yang dikandung dalam sebuah buku. Namun, tak sedikit orang yang justru menganggap buku sebagai bacaan membosankan dan tidak menarik. Seringkali masyarakat lebih betah memandangi layar ponsel mereka selama berjam-jam daripada membaca buku meskipun hanya satu lembar. Hal ini cukup menjelaskan mengapa buku semakin jauh dari gaya hidup masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian dari Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakat.

Padahal, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa dalam segi penilaian infrastruktur pendukung minat baca (kompas.com). Hal ini menandakan, penyebab utama rendahnya minat baca masyarakat Indonesia memang ditengarai oleh kemauan mereka sendiri.

Disamping itu, terdapat pula problematika pola pikir masyarakat yang membuat mereka enggan membaca. Pola pikir membaca hanya untuk sekadar hobi masih sering terdengar di telinga kita.

Pandangan ini menjadi dalih seseorang tidak mau membaca hanya karena bukan termasuk salah satu hobi atau kegemarannya.

Padahal, tak dipungkiri bahwa membaca adalah kunci dari gudang ilmu yang sudah selayaknya menjadi syarat bagi kemajuan manusia kedepannya.

Kebiasaan membaca telah terbukti menuntun banyak orang menuju jalan kesuksesan, misalnya saja Bill Gates sang pendiri Microsoft.

Disebutkan bahwa Gates terbiasa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca. Bahkan, Bill Gates sendiri mengaku dapat membaca lebih dari 50 buku setiap tahunnya. Lewat kebiasaannya ini, Ia dapat mengubah dunia melalui pemikiranpemikirannya yang visioner.

Dalam kepercayaan saya sendiri, kata pertama yang diturunkan dalam kitab suci berbunyi,“Bacalah!”. Sebuah kata yang sederhana, namun tegas. Perintah ini menegaskan bahwa membaca seharusnya tidak hanya dibatasi sebagai hobi semata, melainkan juga sebagai salah satu kewajiban dalam hidup.

*Linkpublikasi:https://wwwitsacid/news/wp-content/uploads/sites/2/2019/03/ITS-Youth-PDF-Revisipdf

HAEKAL AKBAR, PRESIDEM BEM TERMUDA

PENGGELORA KM ITS

Memikul tanggung jawab sebagai Presiden Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bukanlah suatu hal yang mudah. Kematangan, kesiapan mental, serta memiliki pengalaman yang cukup merupakan suatu keharusan sebelum terjun menjadi pemimpin organisasi terbesar di lingkup

ITS ini. Namun, hal ini ternyata menjadi sebuah batu loncatan bagi

Haekal Akbar Kartasasmita. Mahasiswa yang berasal dari departemen Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ini dinobatkan sebagai Presiden BEM ITS termuda periode 2018/2019.

Pria yang akrab disapa Haekal ini berhasil menyandang gelar yang umumnya di sabet mahasiswa berusia 22 hingga 23 tahun itu di usia 20 tahun. Perjuangan Haekal dalam mencapai kesuksesannya itu ia dapatkan dari pengalamannya berkarir di dunia organisasi sejak tingkat sekolah menengah pertama.

Haekal kecil mulai aktif di berbagai kegiatan seperti menjadi bendahara di Musyawarah Perwakilan Kelas (MPK) pada 2008 serta terlibat dalam komunitas sosial yang dibuat oleh orang tuanya, yakni Lentera Ekonomi dan Sosial (LEDS). “Dulu mulai belajar organisasi dan berbagai kegiatan sosial lewat komunitas tersebut,” ungkap mahasiswa yang dulunya mengikuti program akselerasi di sekolah menengah atas ini.

Selain dukungan dari orang tua, Haekal mulai mencintai dunia organisasi karena merupakan salah satu wadah yang baik untuk belajar mengembangkan diri serta bermanfaat bagi masyarakat luas. Menurutnya, organisasi merupakan pilihan bagi mahasiswa untuk banyak belajar. “Belajar tidak hanya di dalam kelas, justru lebih banyak hal yang bisa di pelajari di luar kelas,” ujarnya.

Pria yang hobi membaca ini banyak terjun ke dunia organisasi kemahasiswaan mulai Lembaga Pers Mahasiswa 1.0 (LPM 1.0), dan staff Divisi Kastrat Himpunan Mahasiswa Teknik Perkapalan.

Kecintaannya terhadap dunia menulis membuatnya berhasil menerbitkan berbagai karya tulis layaknya buku berjudul Ruang

Makna yang rilis pada 2017 lalu. Mahasiswa asal Bogor ini pun sangat menekankan pentingnya membaca dalam ranah kepemimpinan. “Pemimpin adalah pembaca, karena membaca itu membuka pikiran. Banyak literasi membantu kita dalam menganalisis keadaan dan masalah yang ada,” tuturnya.

Lebih lanjut, mahasiswa angkatan 2014 ini juga banyak terlibat di berbagai pelatihan pengembangan diri. Ia telah mengikuti Pelatihan Pemimpin Bangsa 2017, National Leadership Camp 2016, Future Leader Summit 2015, dan banyak pelatihan lainnya. Menurutnya, pelatihan juga merupakan tempat belajar sekaligus praktek kepemimpinan yang baik bagi mahasiswa. Selain bertemu dengan banyak orang, pelatihan juga dapat memperluas wawasan dan mengembangkan pola pikir kita.

Baginya, poin penting dalam kepemimpinan ialah mengawali dari dalam diri. Semua orang, tegas Haekal, adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Kita harus bisa memimpin diri kita baik dalam manajemen waktu maupun prioritas, contohnya membagi porsi setiap kegiatan yang kita ikuti dengan membuat skala prioritasnya. Pemimpin menurutnya bukan tentang jabatan atau kedudukan, tapi tentang perilaku dan sikap. “Tidak harus memiliki jabatan jika kita ingin punya jiwa kepemimpinan,” ungkapnya.

"Great Leader is a Great Follower.."

Great Leader is a Great Follower, tutur Haekal, kita bahkan dapat menjadi pemimpin kendatipun saat memiliki atasan. Dengan menjadi pengikut yang baik, kita dapat melakukan banyak kontribusi dan menghidupkan sebuah organisasi hingga mencapai kesuksesan. Pengikut yang baik juga akan belajar membaca permasalahan dan memahami pengikut lainnya, yang pastinya hal ini dibutuhkan dalam jiwa seorang pemimpin.

Tak lupa, Haekal pun menekankan kewajiban seorang pemimpin untuk memiliki nilai-nilai kepemimpinan. Nilai-nilai itu menyangkut integritas dan loyalitas yang tinggi, serta etos kerja yang baik. Ketika kita sudah menguasai nilai-nilai kepemimpinan tersebut, artinya kita sudah bisa memanajemen diri kita sendiri. “Manajemen diri harus selesai dulu, sehingga kita dapat memimpin orang lain karena urusan pribadi kita sudah siap untuk dikesampingkan,” jelas alumnus Rumah Kepemimpinan (RK) Surabaya itu. Berbekal ilmu dan pengalamannya tersebut, Haekal dipercaya untuk menggenggam banyak kepanitiaan dan organisasi seperti menjadi Koordinator Pengajar ITS Mengajar for Indonesia 2015, Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS periode 2016/2017, hingga akhirnya terpilih sebagai Presiden BEM ITS periode 2018/2019.

Selama menjabat sebagai presiden BEM ITS, pria kelahiran Bandung ini harus menghadapi tantangan normalisasi kepengurusan akibat mematuhi instruksi birokrasi. Selain itu, ia juga harus menunda kelulusannya karena mengambil jabatan tersebut pada semester sembilan. Namun bagi Haekal, kontribusi yang ia berikan kepada ITS belum sebanding dengan apa yang telah diberikan ITS kepadanya. “Saya merasa berhutang budi ke ITS karena sudah memberikan saya banyak pembelajaran. Maka dari itu, saya ingin totalitas mengabdi untuk ITS ini,” tutur mahasiswa berjenggot itu.

Memimpin orang lain artinya aktif dalam menggerakkan orang lain. Salah satu hal yang melatarbelakangi pria berumur 21 tahun ini menjadi Presiden BEM ITS ialah memiliki kemauan untuk menggerakkan keluarga mahasiswa maupun anggota BEM ITS dalam berkontribusi. Kontribusi itu sendiri dapat secara langsung ke masyarakat, melalui kebijakan, pengaderan, maupun keilmiahan. Alhasil, dalam masa jabatannya yang hanya satu semester, kepengurusannya berhasil menyelesaikan Musyawarah Besar (Mubes) V, menginisiasi Aksi Sepuluh Nopember dan grand design di beberapa bidang kerja.

Disamping kesibukannya, Haekal mengungkapkan kewajiban akademik tetap tidak boleh ditinggalkan. Menurutnya, terdapat tanggung jawab moral yang harus disadari mahasiswa terhadap masyarakat. Sehingga, besar kecilnya kegiatan yang kita lakukan harus dapat dipertanggungjawabkan. “Mahasiswa harus punya tingkat pengalaman dan pengetahuan yang tinggi karena kita diberi kesempatan untuk banyak belajar disini,” pungkasnya.

Lebih lanjut, Haekal pun tidak ingin ilmu dan pengalaman yang ia dapat hanya dirasakan sendiri olehnya. Ia kerap berbagi ilmu dengan menjadi pembicara di berbagai pelatihan organisasi, Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM), bedah buku, dan lain sebagainya. Ia berharap, nantinya ITS dapat melahirkan banyak pemimpin-pemimpin bangsa yang menguasai nilai-nilai kepemimpinan dari dalam diri ke luar. (vi)

*Linkpublikasi:https://wwwitsacid/news/wp-content/uploads/sites/2/2019/03/ITS-Youth-PDF-Revisipdf

Hajar Cetak! - @hajarcetak
Hajar Cetak! - @hajarcetak

Helped! - @helped official

Helped! - @helped official

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
WRITING PORTFOLIO - Wening Vio Rizqi Ramadhani by vio_rizqi - Issuu