cerpen Lelaki yang Menikah dengan Pena Oleh ISD I YO N O KEMARIN istriku lahirkan dua anak “Empat Jari Hamka” de ngan berat 2913 karakter dan “Sayap Lalat” dengan berat badan 1522 karakter. Lha, apakah pena berjenis kelamin? 06:38:07 09-03-11. Entah sudah berapa lama aku mengenal lelaki itu, hingga kini tak berubah sama sekali. Selalu memegang prinsip hi dupnya: “dengan menulis, maka aku ada”. Satu pameo yang digubah dari satire Socrates: “aku berpikir, maka aku ada”. Dalam benaknya, ia pikir telah menjalankan kodrat sebagai seorang manusia yang beradab. Selalu berpikir dan menjadi orang yang tak kenal lelah berjuang untuk sebuah kebenaran. Menjadi seekor burung, terbang di atas awan yang biru untuk menemukan makna kebebasan. Kebebasan seekor bu rung di angkasa, berbeda dengan bebasnya singa yang terlepas dari kandangnya. Burung akan memiliki pandangan yang luas ketika dia terlepas. Sedangkan singa, harus menga um dan mencari pengakuan ketika menemukan daerah ke kuasaan yang baru. Menjadi seliar singa ataukah sebebas burung yang terbang di angkasa, itulah pilihan. Tidak akan menimbulkan kekecewaan. Yang tak biasa baginya adalah ketika orang membicarakan cinta. Asosiasinya merembet kepada urusan-urusan perihal kekasih, pacar, simpanan hingga tragedi para kupu-kupu ma lam. Tak heran jika dia tak merasa tersiksa ketika satu per satu temannya telah beristri atau memiliki kekasih. Dia masih saja belum mengerti dan berusaha berkelit dari takdir. Merangkai kata-kata pelarian dengan terus menulis. Tak pernah sedikit pun berkeinginan mengalihkan seluruh pandangannya tentang dunia. Seolah seluruh nafsunya telah terpenuhi ketika dia lihat koran di pagi buta memuat satu atau dua tulisannya. Bercinta tanpa pernah menyentuh kesu cian seorang pun perempuan. “Siapa termuat hari ini?” sms dia padaku. Dan kuyakin pada teman-teman yang lain juga. Seolah-olah dia sendiri belum membacanya. Padahal, kutebak ia sedang membolak-balik halaman koran di pinggir jalanan dekat alun-alun kota. Baru lah ia sebarkan pada semua orang ketika tak ada seorangpun yang mampu menjawabnya. Terkadang, ada juga teman yang komplain padaku, “Kenapa ya, lelaki itu sms aneh akhirakhir ini?” Aku tertawa kecil di seberang handphone, memba ca sms tersebut. “Seperti anak kecil saja,” katanya kemudian. Bertahun-tahun, lelaki itu masih saja tak juga memutuskan untuk menikah. Padahal, kalau ia mau, materi bukanlah masalah. Cukup sekali dua kali berkirim artikel, dapur pasti mengepul. Masalah agama, tak usah diragukan lagi. Hampir seluruh tulisannya terdapat kandungan nilai keaga42
PEWA R A DIN A MIK A A P R IL 2 0 1 1
maan. Nuansa sufistik tersusun melalui kata-kata yang ter susundenganrapi, mendayu tetapi tak berlebihan, terurai tanpamengurangi substansi dan bobot. Jelaslah jika tuju anutamanya adalah untuk mengajak orang-orang pada kebenaran, lepas dari kebodohan, dan menegakkan keadilan. Pada setiap pertemuan di forum yang ia bangun sendiri, mata sipit akhwat tersenyum-senyum sendiri mencuri pandang. Berharap diperhatikan atau sekedar ingin melihat reaksi ketika tulisannya dibahas. Berharap mendapat kalimat, ”Tulisanmu bagus, coba kirim ke koran Rakyat...” Dan kukira, tak sedikit yang akan rela mendampingi sisa hidupnya untuk terus menyibakkan tirai kegelapan dan menyampaikan kebenaran. Tetapi sekali-kali tidak. Baginya pena adalah sega lanya. Bahkan, dia rela mengabaikan para perempuan surga demi menemani pena, siang dan malam. Hmm, hidup memang terkadang aneh. Hingga pada akhir nya, aku berkesimpulan bahwa kehidupan ini sungguh aneh dengan orang-orang yang aneh, kejadian-kejadian aneh, dan bahkan terkadang kudengar suara-suara alam pun berden-