Kronologi Kejadian dan Rilis Sikap Aliansi UII Bergerak

Page 4

menjadi terpisah dari interaksi manusia dengan upaya penghilangan kontrol atas otoritas tubuh penyintas. 7. Di dalam masyakat yang seksis tak jarang, penyintas kekerasan seksual justru disalahkan, bahkan bukan hanya itu. Pelaku kekerasan seksual dianggap memiliki posisi yang setara dengan penyintas. Yang akhirnya menjadi landasan para birokrasi pemangku kebijakan untuk melindungi pelaku. 8. Maka, melihat bahwa seksisme adalah budaya yang sudah mendarah daging dan merupakan penyakit sosial kita hari ini, dibutuhkan dukungan penuh terhadap siapapun yang berani menceritakan pengalaman kekerasan seksual (speak up). Kita melihat, perjuangan akan lingkungan yang terbebas dari kekerasan seksual tidak dapat dibebankan oleh individu penyintas. Butuh aksi kolektif untuk menendang para pelaku kekerasan seksual di lingkungan manapun, tak terkecuali institusi pendidikan. Karena di dalam masyarakat yang seksis, perempuan, ditambah dirinya merupakan penyintas atas tindakan kekerasan seksual kebanyakan merasa kecil dan tak punya daya untuk melawan budaya yang sudah tertanam di dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat hari ini.

Analisa Terhadap Kekerasan Seksual yang Dilakukan Ibrahim Malik Ibrahim Malik adalah alumnus Universitas Islam Indonesia Jurusan Arsitektur tahun 2016. Segudang prestasi ia torehkan dalam berbagai bidang perlombaan. Tidak hanya mentereng dalam perlombaanperlombaan, ia juga merupakan salah satu pendiri organisasi CLI (Central Language Improvement), sebuah lembaga yang bergerak di bidang bahasa asing dan dibawahi langsung oleh kampus. Tak cukup berhenti disitu, prestasinya semakin mentereng setelah dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi tahun 2015 oleh UII. Z adalah penyintas kesekian atas kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ibrahim Malik. Kami mendapatkan informasi dari beberapa penyintas bahwa sebelumnya beberapa kasus pernah terjadi dan sudah dilaporkan ke bidang kemahasiswaan. Tetapi, karena saat itu posisi Ibrahim Malik sudah alumni, maka pihak kemahasiswaan menyarankan penyintas untuk melaporkan ini melalui jalur pidana, hanya saja saat itu penyintas belum siap dan sementara memilih untuk konseling secara psikologis terlebih dahulu. Hal yang disayangkan adalah, saat informasi ini sudah sampai ke bagian kemahasiswaan, Ibrahim Malik tetap mendapatkan ruang dalam acara-acara seminar yang diadakan oleh UII.1 Tak hanya itu, pelaku juga mendapatkan ruang untuk menjadi narasumber dalam salah satu program branding kampus yang berjudul Program Inspirasi UII.2 Realitas ini memantapkan analisa kami bahwa ada upaya kampus untuk mengabaikan fakta bahwa ada pelaku kekerasan seksual di lingkungan UII. Ditambah glorifikasi berbagai pihak yang besar terhadap Ibrahim Malik juga dapat mendukungnya untuk melakukan kekerasan seksual kembali. Dalam sub bab “Kenapa Kita Harus Melawan Kekerasan Seksual� kami telah menjelaskan bahwa “Relasi timpang dalam masyarakat hari ini mengamini terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan�. Dalam kasus Ibrahim Malik, luasnya akses pelaku di lingkup kampus dan terbebasnya dia dari kasus kekerasan seksual di masa lalu membuat ia leluasa melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan khususnya di lingkungan UII berulang kali. Ini juga tidak terlepas dari objetifikasi perempuan dikombinasikan dengan timpangnya otoritas antara individu satu dengan lainnya di masyarakat kita hari ini. Karena budaya hari ini mengajarkan untuk 1

https://fcep.uii.ac.id/blog/2018/05/03/arsitektur-ftsp-uii-hadirkan-ibrahim-malik-alumnus-arsitektur-uiijelajahi-ibukota-hingga-eropa/ 2 https://www.youtube.com/watch?v=EhTWF5pJdwc


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.