Tuczine #6

Page 1

TUCZINE Issue #6-August 2011

STAY TOGETHER FOR THE SICK


GAMBAR BESAR

MARK KLOEPELL BERAKSI DI MEDAN DALAM RANGKAIAN TUR ASIA 2011 MISERY INDEX FOTO OLEH POLTAK KWG



BASA-BASI REDAKSI

anyak ilusi terjadi di rumah kita selama pembuatan zine ini. Beberapa teman menjadi lebih peka terhadap ketidak-beruntungannya menjadi tools di instansi dan berusaha mengimbanginya dengan tetap berasimilasi dengan mimpi mereka menjadi sebuah burung berparuh martil. Ada juga yang mulai meracau tentang nurani dan berusaha fokus menjejakkan kaki untuk menjadi impuls sebuah pondasi rumahan bersama pasangan hidupnya. Sebagian ada yang mendefi-

B

nisikan direct action melawan kapitalisme dengan menggemukkan badannya sehingga terlihat seperti kaum kromo lalu mengamini diri menjadi konsumen kelas atas yang menandai buy nothing day action sebagai hari yang membosankan, huff. Edisi ini, adalah edisi yang menghamburhamburkan hasrat, mood, stabilitas nalar, dan timing yang berjubel sekali. Hoho siapa bilang pms hanya datang pada perempuan? Itu terjadi sama kita juga loh, diluar kenyataan bahwa semua manusia ditakdirkan pertama kali

image by T_Kai taken from flickr.com

untuk menjadi perempuan, disamping kami juga sadar dengan kenyataan bahwa kami semakin menua dan berlemak, kasihan sekali. Tetapi sekali lagi akhirnya kami bisa menyelesaikan apa yang sudah kami mulai beberapa tahun lalu. Kami sadar bahwa zine ini kelak akan menjadi manifesto otonom, dan album kenangan keluarga kita, kenangan yang akan menjadi kaliber suatu episode epik yang menarik, episode dalam pojokan hangat tempat kita berafiliasi dari sebutir debu hingga menjadi batu cadas yang mengkristal dari

mimpi-mimpi dan harapan kita yang terus merekah, sehingga rekahan-rekahan itulah yang akan melawan lupa kita untuk mempertajam kembali konstektual pada sebuah arti persaudaran kelak. Sekali lagi, banyak terima kasih kepada kalian yang telah memberi kami bermacam instrumen dan harapan yang menarik untuk zine ini. Semoga bisa dibaca di sela-sela kalian membaca alkitab kalian. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang melaksanakan, dan semoga tetap tendang pantat! STAY TOGETHER!!!

.


CONTENTS

Each of us has a flame inside of us We can choose how big to make this light and how bright it will be A roaring, warm fire is much more wonderful than a small, dim candle flame Some choose to drown it and some choose to suffocate this flame Some people stop tending the fire and it slowly dies down until they forgot they ever had one But we are not! we are the fuel who live inside you and keep it alive

GAMBAR BESAR / BASA-BASI REDAKSI / CONTENTS / WELCOME TO OUR CROWD MEMIMPIKAN SESUATU YANG LEBIH SERIUS TENTANG ‘MENYEBAR WABAH’ / RECLAIMING OUR BOREDLESS BORDERLESS PLANS / ALBUM KOMPILASI TUC: WARISAN UNTUK GENERASI SETELAH KITA ISSUE LONESOME GOD: MASS MEDIA, SOCIAL CONTROL OR JUST ANOTHER POLITIC TOOL? INTERVIEW ODDIE GETAH EVENT STRAIGHT EDGE MOVEMENT: DISKUSI PANEL & EDGE THE MOVIE FILM SCREENING OUR MUSIC BLUES,THE ROOT OF ALL EVIL / CATATAN SINGKAT TENTANG SEJARAH PANJANG BLUES CHICKS INDRI SRIWATTANA SENTILAN DI KALA SENGGANG JELUJUR DALAM JONJOT BAND BERBAHAYA UNREMAINS / BILLFOLD UP CLOSE ESHA SHEDY SF / KOKO HANDOYO / EKO PRASETYO WIBOWO SCENE REPORT BANDAR MADANI BERGERAK #1 PENADAH LUDAH KONSER METAL DI INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH RUSUH METALLICA / WITH GOD ON OUR SIDE / BE A GOOD PEOPLE BY MUSIC, IT IS NOT IMPOSSIBLE / MIMPI POINT OF VIEW ANTARA UNDERGROUND DAN KETAUHIDAN / METAL UNTUK SEMUA MY LIST 10 LAGU YANG JIKA SAYA DENGARKAN AKAN MEMBUAT SAYA FREEZE SEJENAK UNTUK MENGENANG SESUATU GIG REPORT MISERY INDEX HEIRS TO THIEVERY ASIAN TOUR 2011 / STONE TEMPLE PILOTS LIVE IN JAKARTA / IRON MAIDEN THE FINAL FRONTIER WORLD TOUR 2011 / HATEBREED RISE OF BRUTALITY ASIAN TOUR 2010 / JAKARTA BLUES FESTIVAL 2010 / EXODUS LIVE IN JAKARTA INSIDE TUC SELAMAT MENIKAH FAHMI BENYEGH! REVIEW / NEW RELEASES / MUSIC CLINIC GET THE SOUND: DISTORTION FROM THE AMP WTF STYLES OF HEADBANGING GALERI WHEN DEDY GET STRESSED FREE ROAM INGGRIS H8’S NOTES SHUT UP AND PLAY YER GUITAR! HALAMAN BELAKANG


WELCOME TO OUR CROWD

MEMIMPIKAN SESUATU YANG LEBIH SERIUS TENTANG ‘MENYEBAR WABAH’ S

elamat ulang tahun yang ke-3 Tax Underground Community! Semoga tetap jaya di udara. Sebagai sebuah komunitas independen yang bebas dari kepentingan profit apapun, yang pada awalnya para anggotanya merasa senasib hanya karena dianggap aneh, yang selama ini lebih banyak berkomunikasi lewat dunia maya, bertahan sampai usia 3 tahun, bahkan dengan beberapa kemajuan, bukanlah hal yang biasa-biasa saja. Beberapa kemajuan dimaksud, seperti pembentukan susunan pengurus, penambahan anggota, gathering nasional, penerbitan zine dan terakhir pembuatan website resmi di internet, seharusnya tidak membuat kita berpuas diri. Poinnya adalah, apakah kita cukup

sampai di sini saja? Berkutat di wilayah aman kita saja? Suatu komunitas dibentuk untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggariskan atau melaksanakan misi dan berpedoman kepada visi sehingga tetap pada jalur yang telah ditetapkan untuk tercapainya tujuan. Bukankan pada gathering pertama pada 28 Maret 2008 kita sudah merumuskan itu semua? Hal-hal seperti ‘visi’, ‘misi’ dan ‘tujuan’ komunitas ini? Yup, kita memang telah melalui itu, dan alhamdulillah, kemajuan-kemajuan yang telah kita capai, seperti telah disebutkan tadi, sepertinya merupakan manifestasi nyata (meskipun mungkin belum semuanya) dari pertemuan bersejarah 3 tahun lalu itu. Kembali ke pertanyaan, apakah kita puas dan

kemudian berhenti sampai di sini saja? Kami yakin, bahwa kita semua akan berteriak, never! Mari melanjutkan invasi ke wilayah yang lebih ‘liar’. Tunggu sebentar, apakah kita benar-benar sudah siap untuk ini? Tidakkah sebaiknya kita berhenti sejenak dan melihat dulu apakah kita sudah cukup kuat? Solid, itu kata kuncinya. Sebelum melangkah lebih jauh, meskipun TUC ini bukanlah suatu organisasi yang mengikat layaknya partai politik, sepertinya kita masih perlu mempertanyakan ‘komitmen’, kenapa kita berada dan berkumpul di sini? Tidakkah kita ingin TUC ini menjadi sesuatu yang lebih serius? Sebagai komunitas yang dipenuhi berbagai macam manusia dengan berbagai macam latar belakang ide, sepertinya,

sekali lagi, kita perlu menyamakan persepsi, bukan untuk penyeragaman, tapi untuk menampung semua ide-ide liar dan mimpi-mimpi brilian kita selama ini, dan bersamasama berusaha mewujudkannya. Well, kendala utama kita memang adalah waktu. Waktu kita sebagian besar sudah tersita untuk urusan yang sangat penting seperti pekerjaan, keluarga dan pendidikan. Dari itu, sesempit apapun waktu yang kita punya untuk komunitas ini harus benar-benar kita manfaatkan. Belum lagi letak geografis anggota yang tersebar di seluruh pelosok negeri, yang mau tidak mau, sangat berpengaruh pada intensitas berkomunikasi kita. Karena itu, kami berharap, momen gathering dalam rangka


perayaan ultah ke-3 nanti, benar-benar kita manfaatkan untuk kembali merumuskan dan menetapkan ‘visi’, ‘misi’ dan ‘tujuan’ komunitas ini. Alangkah eloknya jika gathering nanti bisa dihadiri sebanyak mungkin anggota, sehingga makin banyak ide dan mimpi yang bisa kita rembukkan. Menurut kami, langkah konkrit pertama yang harus dilakukan adalah kembali menghidupkan apa yang dulu kita sebut sebagai ‘susunan pengurus’, lengkap dengan berbagai macam tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan kompetensi masingmasing ‘pengurus’ di bidangnya. Setelah itu, barulah kita membicarakan apa rencana kita, realisasi awal dari ‘visi’, ‘misi’ dan ‘tujuan’ tadi. Seperti misalnya menetapkan rencana jangka pendek, menengah dan panjang, yang kemudian tidak berakhir menjadi benar-benar hanya rencana, tapi diikuti realisasi nyata di lapangan. Nah, sekarang anggaplah kita selesai dengan urusan konsolidasi ke dalam, apa yang akan kita lakukan berikutnya? Sebelumnya, marilah kita perhatikan dulu nama komunitas kita, Tax Underground Community, Komunitas Bawah Tanah Pajak. Seperti pemahaman kita bersama, ini adalah komunitas yang menghimpun pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kesamaan persepsi di bidang musik non-mainstream, dalam artian tidak disukai kebanyakan orang. Kebanyakan orang yang dimaksud di sini adalah kebanyakan pegawai pajak, ini bukan untuk menciptakan jarak dan memancing permusuhan dengan sesama pegawai, sama sekali tidak. Apa hubungannya dengan memperhatikan nama tadi? Yah bukankah, seperti tagline zine edisi pertama, kita ingin menyebar wabah di DJP? Wabah apa? Kita, yang dianggap aneh oleh orang-orang di sekelil-

ing kita karena pilihan kita, ingin menyebarkan ‘keanehan’ itu kepada mereka? Musik berisik tidak jelas yang dimainkan oleh orang-orang yang tidak jelas, dan didengarkan oleh orang-orang yang tidak jelas pula? Kita ingin menyebarkan dan mempengaruhi orang untuk itu? Hanya sampai disitu? Kami harap tidak demikian halnya. Yah, kita memang beda, tapi tidak hanya sampai disitu, kita adalah orang-orang yang berbeda yang ingin membuat perbedaan! Tidak hanya mengenai idealisme dalam musik, tapi juga idealisme sebagai pegawai pajak! Oh, wabah perubahan? Apakah kita ingin membuat perubahan seperti sesorang yang mengaku dirinya pemberontak pembaharu dengan berkoar-berkoar di internet? Nope! Itu bukan perubahan menuju arah yang lebih baik, tapi malah semakin menghancurkan institusi kita. Kita mungkin setuju dengan beberapa ide reformasinya, tapi tidak dengan caranya. Bukankah kita juga mengaku pemberontak atas situasi di lingkungan kita masing-masing? Yah, tapi kita adalah pemberontak yang bertanggung jawab, yang menyadari bahwa masih sangat banyak pegawai yang bersih di institusi ini. Terus, bentuk pemberontakan kita bagaimana dong? Kembali ke masalah idealisme tadi, betapa baiknya jika idealisme kita dalam musik bisa kita aplikasikan juga dalam pekerjaan kita sebagai pegawai pajak, paling tidak dimulai dari diri kita sendiri. Yah mungkin dengan bekerja penuh tanggung jawab dan dedikasi, tidak melacurkan diri pada uang dengan menerima sogokan atau apapun yang berkonotasi korupsi. Atau mulailah dari hal-hal kecil saja, seperti tidak membuat surat tugas fiktif, dinas sehari hari saja tapi surat tugas dibuat untuk tiga hari. Ini memang bukan perkara mudah, karena, sebelum berkoar-koar

untuk mewujudkan perubahan ini, kita lebih dulu harus bercermin pada diri kita sendiri, apakah kita sudah seperti itu? Tapi kami yakin, kita semua di TUC adalah orangorang yang masih ‘murni’, kita adalah orang-orang yang integritas mereka sama sekali tidak dapat dibeli. Jika sudah demikian, pada akhirnya kita dapat memperkenalkan diri pada bapak-bapak kita diatas; inilah kami, Tax Underground Community, kumpulan pegawai aneh yang mendengarkan musik yang aneh, yang siap mengawal birokrasi reformasi DJP Maju PasTi ini sampai tuntas. Mimpi yang terlalu liar mungkin, tapi tidak ada larangan dalam bermimpi seliar apapun bukan? Dari nama TUC, selain mengaitkan kata ‘pajak’ pada komunitas, kita juga memasukkan kata ‘underground’, ‘bawah tanah’. Underground disini, sepengetahuan kami, merujuk pada musik bawah tanah, non-mainstream, dengan segala genre dan kulturnya. Mau tidak mau, dengan nama ini, kita seperti ingin mengumumkan pada scene, bahwa di DJP juga ada komunitas pecinta musik bawah tanah. Jika tadi, kita ingin menunjukkan pada lingkungan DJP bahwa ada sekumpulan pegawai aneh yang berdedikasi, nah sekarang kita ingin menunjukkan pada scene bawah tanah lokal bahwa pegawai pajak tidak cuma Gayus Tambunan! Kami setuju dengan usul Om Rebel, bahwa mungkin sudah saatnya TUC memperkenalkan diri pada scene underground lokal. Dan kita sedang memiliki momen bagus untuk itu teman-teman. Marilah kita lihat pemberitaan miring yang sedang menimpa intitusi kita belakangan ini dari sisi yang positif, anggaplah itu sebagai suatu promosi gratis, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Itu adalah modal besar kita selain fakta bahwa beberapa dari kita memang sejak dulu sudah

terlibat dalam scene, meskipun mungkin dengan nama pribadi. Well, kita mungkin tidak sadar bahwa setidaknya sejak gathering ultah pertama kita sudah mengarah ke sana dengan mengundang band-band yang notabene berkecimpung di scene, tapi mungkin kita butuh sesuatu yang lebih serius? Mengenalkan Tuczine? Haha, kami dari tim redaksi merasa belum pantas. Maka, ketika ada ide pembuatan album kompilasi TUC yang diisi band-band teman-teman TUC, dengan membawa bendera TUC, kami sangat setuju dan mendukung. Anggaplah album kompilasi ini sebagai langkah awal pengenalan TUC ke scene. Mungkin suatu hari nanti kita bisa terlibat lebih jauh dalam menyemarakkan scene dengan punya band sendiri, record label sendiri, event organizer sendiri, dan bikin metalfest kita sendiri dan seterusnya. Terakhir, setelah itu semua, kita sudah bisa memulai satu lagi mimpi lainnya, yang tidak kalah mulia dan terutama, tidak lebih mudah; mulai terjun ke lapangan sosial, bersentuhan langsung dengan masyarakat. Yah, kami memimpikan suatu hari nanti TUC memiliki semacam yayasan, foundation atau apalah yang bergerak di bidang sosial, mengadakan kegiatan yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, seperti memberi pendidikan gratis bagi anakanak kurang mampu, bakti sosial, donor darah, membentuk tim tanggap darurat bencana alam, atau ikut pelestarian alam dan seterusnya. Sebenarnya beberapa dari kita sudah ada yang bergerak untuk itu, meskipun sekali lagi, masih atas nama pribadi. Yah, kami sadar bahwa ini semua hanya mimpi, yang bahkan untuk Freud sekalipun sepertinya terlalu muluk. But, nevermind, let’s dream and start to work on it, can’t we?

.


WELCOME TO OUR CROWD

RECLAIMING OUR BOREDLESS BORDERLESS PLANS

Selamat ulang tahun para pembangkang! Beberapa dari kita sudah pernah mengungkapkan ide-ide, harapan-harapan, dan mimpi-mimpi brilian kita untuk kemajuan komunitas hebat ini. Kami dari Tuczine, sebagai salah satu media yang dapat dipercaya di TUC, ingin menjadi bagian dari realisasi semua itu. Paling tidak, sebagaimana jargon hebat media-media besar di negeri ini, sebagai pengawal perubahan di TUC. Jadi, kali ini, kami menampilkan kembali apa yang telah diungkapkan teman-teman dulu. Mari menyimak kembali.

ANDRIA SONHEDI “Teman-teman TUC, kemarin ketika saya mengadakan kunjungan dinas ke mas Benyegh di kanpus ada 1 pertanyaan beliau (yang saya ingat) ditujukan ke saya sebagai ketua (atau lebih cocok ‘tetua’) TUC. Inti pertanyaannya adalah, TUC sekarang akan menuju arah mana? Saya sadari kalau

saya sendiri sejak gath ke-2 belum pernah mengumpulkan rekan-rekan pengurus untuk mendiskusikan arah yang akan diambil TUC, baik melalui pertemuan tatap muka atau lewat internet/intranet. Melihat kesibukan kantor, rumah tangga, dan yang jelas jarak, membuat kita selama ini tanpa disadari mengarahkan TUC sebagai tempat

berdiskusi ringan. Mirip kalau kita nongkrong di gardu jaga sore hari habis pulang kantor. Mungkin saat ini satu-satunya kelebihan kita adalah semangat dan dana (mentangmentang DJP), walau tidak melimpah tapi bisa menghasilkan gathering I dan II, kaos serta batik. Ini juga belum menghitung kegiatan nonton konser bareng yang

ternyata juga bisa membuat beberapa teman TUC ngumpul. Untuk berkegiatan lain saat ini mungkin kita terpaksa menerapkan ‘one man show’ atau gabungan beberapa rekan TUC yang kegiatannya direstui untuk dijalankan atas nama TUC. Memang perlu keberanian dan keikhlasan dari kita semua agar kegiatan bisa jalan. Memang sampai


saat ini kita belum menyusun rencana kegiatan satu tahun jadinya belum ketahuan apa yang akan kita lakukan. Saya, yang nun jauh dari ibu kota, mengharapkan maaf dari teman-teman TUC sekalian karena belum bisa berbuat banyak untuk menyatukan semangat teman-teman TUC di seluruh tanah air (paling baru bisa pakai batik TUC di kegiatan kanwil & nasional). Tentang menulis untuk Tuczine saya juga setuju, walau saya tidak bisa memaksakan. Sepertinya Steve Vai dulu juga pernah ngomong kalau vokalis mengandalkan kerongkongannya maka dia mengandalkan tangannya di fret gitar. Mungkin mas Gigih, mas Niko, mas Dhani, mas Rebel dan para pemusik lain lebih mudah mengalirkan ide lewat peralatan musik. Namun kita juga perlu sekalikali menyalurkan ide kita secara tertulis, biar untuk arsip. Siapa tahu ide kita dibajak orang tanpa bisa membuktikan. Saya juga masih latihan dalam menulis, dikiranya tulisan saya bermutu gitu apa? Ada lagi satu, kita sebagai anggota komunitas paling mengherankan di DJP ini mungkin perlu berhati-hati kalau ngajak anggota baru untuk bergabung. Beberapa kritik yang saya terima adalah TUC banyak mengetengahkan & mensuport simbol (baik dalam pilihan lagu, cover art work, artikel maupun aksesori) yang tidak relijius. Secara pribadi saya hanya menganggap semua itu memang bagian dari seni yang tidak lazim namun menarik dan memang pilihan saya itu bakal ‘mengasingkan’ saya dari orang umum. Saya harapkan bakal ada umpan balik yang membangun dari tulisan saya ini. Terima kasih.” ANAK AGUNG NGURAH GOYA YAMADAGNI “Beberapa waktu yang lalu saya sempat diskusi ringan sama Joey masalah

keberadaan TUC di scene underground, karena TUC sendiri mengusung tema underground. Saya sendiri kadang ngerasa seperti ada missing link antara TUC dengan scene undergeround itu sendiri. Maksud saya, apa emang kita bakal selamanya berkutat di intern kita sendiri (DJP)? atau mencoba sedikit berperan di scene underground, at least nama TUC sedikit dikenal di luaran sana. Selama ini mungkin keterlibatan di scene underground hanya diwakili olah pribadi masing-masing tanpa membawa nama TUC. Gak ada salahnya kalo pelan-pelan kita mengenalkan TUC ke scene underground. At least orang-orang bisa tau kalo di DJP itu gak cuma ada orangorang seperti Gayus, tapi di DJP ada juga orang aneh seperti kita-kita ini hahaha. What do you think bro ? Wah keren tuh kalo kita bisa nyebarin Tuczine, minimal buat pengenalan awal. Mungkin kalo urusan propaganda kaya’ penyebaran zine bisa minta bantuan Ayip. Kaya’nya belakangan ini Ayip lebih sering nyemplung di scene. Asal usul nih, gimana kalo kita bikin mini album kompilasi TUC? Kan TUC udah punya beberapa band yang udah punya lagu sendiri, kita jadiin satu album kompilasi aja. Sekalian buat ngenalin TUC ke scene.” ARIEF HIDAYAT ADAM “Selamat pagi teman-teman absurd saya! Saya semakin bersemangat ketika membaca tulisan Pak Ketua diatas, semangat dan sistem kepemimpinan yang memang dibutuhkan untuk keluarga kita. Memang sejak dari pertama benih TUC ditanam , belum ada konsep ‘mau dibawa ke manakah’ keluarga kita, mau menuju tujuan apa. Di AD ART-nya tampak tersirat tujuan mulia kita untuk menyebar wabah underground, tetapi secara

konkrit bagaimana rencana invasinya? Dan apa sebenarnya tujuan dari organisasi kita? Bolehkah saya bermimpi sedikit? Saya rasa cara bepikir kita yang akan menjadi tujuan organisasi kita! Saya bermimpi ajaranajaran rebellion yang diyakini kita dalam artiannya sebagai pemberontak ketidaknyamanan, stagnan situation, pengertian ketidakadilan terhadap rakyat-rakyat kecil bisa men-stimulasi para pegawai DJP untuk menjadi jiwa-jiwa yang bersosial, dan bernasionalisme yang kental, entah itu konsepnya anarkis againts KKN, revolusi gaya hidup hedonis, paham komunisme yang mengajarkan kita arti kebersamaan, atau pemahaman-pemahaman lain yang kita generalisasikan sebagai rebellion yang konteksnya ada pada sistem kerja kita di lapangan. Saya percaya kalian yang mempunyai jiwa rebel, mempunyai hati yang lantang untuk meng-anti-kan hal-hal yang ‘ditabukan’ di instansi kita, such us Gayus fuckinTambunan doin’. Seperti itu, dan akhirnya DJP adalah instansi pertama yang menggunakan materi rebellion dalam beberapa kegiatan bisnis SDM-nya! Tinggal bagaimana meyakinkan kehendak kita kepada para pejabat struktural apa itu rebellion. Ya tentunya point your self to mirror first dulu, setelah itu baru bisa kita terapkan. Bismillah, saya mulai duluan ya! Doakan saya! Ok, tadi malam saya kebagian tugas sebagai motivator asal-asalan hehe, di acara outbond yang digelar kantor saya. Haha you know what? Saya ajak semua teman-teman kantor untuk scream sekencengkencengnya! Kaya’ konserkonser Hatebreed gitu. Dan malamnya ada kesempatan gw ngobrol sama bos gw, pas banget nih untuk sounding boredless borderless plan gw. Fyi, pertama, memang beliau respek dengan TUC, for real!

Pas banget juga ketika beliau bertanya, apa yang bisa TUC berikan untuk DJP? Dan gw gak bohong. Setelah gw deskripsikan sedikit ke KPP Pandeglang I, he ask me, “gimana kalau saya hubungkan ke teman saya di kantor pusat untuk bisa merealisasikan idealisme kalian untuk diterapkan di kehidupan DJP?” dan gw jawab, “nanti Pak,nanti..”, hahah gw belum siap. Nah, ada rencana punya studio band nih! Untuk apa? Ya jelas untuk amunisi gaul-lah hehehe. Secara sosial bisa kita gunakan untuk kumpul-kumpul. Secara ekonomi bisa kita gunakan juga sebagai alat bisnis juga dengan merentalkan studionya rite? Hal-hal diatas bukan hanya mimpi! Toh semua yang ada di hidup kita ini berawal dari mimpi rite? Mari berinvasi!” GIGIH SANTRA WIRAWAN “Plan jangka deket gw: bikin band. Plan jangka menengah: bantuin Afid & Moron bagusin forum. Plan jangka menengah ke atas: bikin tulisan buat zine. Plan jangka panjang: setuju ma Ayip, bikin studio band ramerame. Gw mo niat nulis artikel buat zine gak jadi-jadi. Mo niat perbaikin website gak punya keahlian. Mo aktif di forum tapi bisanya cuma ngejunk, gak bisa nyari bahan yang positif. Maaf ya temanteman. Tapi masalah band, tunggu aja tanggal mainnya. Gw punya ide, kita kan dah punya channel di urusan seni di kantor pusat, gimana kalo pas ultah ke-3 TUC nanti, kita pinjem alat band dan tempat di KPDJP, trus bikin acara penggalangan dana, siapa aja di DJP boleh main tapi gak dibayar, tapi justru dipungut biaya seikhlasnya. Band anak TUC juga main, penonton dipungut sumbangan, dana yang terkumpul buat disumbangin ke yayasan apa gitu.


WELCOME TO OUR CROWD

RISMAULI UGLY “Bagi gw, tujuan utama TUC adalah sebagai penadah ludah bagi jiwa-jiwa underground pegawai DJP! Di tengah arus mayoritas pegawai yang ‘biasa-biasa aja’, kita jadi terlihat ‘luar biasa (atau ‘aneh’ menurut bahasa mereka) dibanding yang lain, dan mungkin kita jadi merasa agak terasing atau mendapat perlakuan yang ‘berbeda’ dari mayoritas, so kita butuh pelampiasan, penerimaan, pengakuan, kenyamanan untuk jadi diri sendiri! Atas dasar itulah kita butuh suatu komunitas yang membebaskan kita untuk berpikir, berpendapat, berbicara, berteriak, meludah, bahkan bertindak atas nama jati diri, menjadi diri sendiri, jujur, tulus, apa adanya, bukan palsu, bukan artificial, bukan pura-pura, bukan ikut-ikutan, bukan asal manut mayoritas, bukan penjilat, bukan munafik, bukan poser, bukan apa pun orang yang melacurkan idealisme atau jati dirinya demi mayoritas! That TUC is!! Nah karena pegawai DJP tersebar di seluruh Indonesia, so komunitas yang bisa menyatukan kita adalah dunia maya alias intranet/ internet. So, forum kita di internet itulah yang seharusnya bisa kita maksimalkan sebagai wadah penadah ludah kita (saran ini sebenernya buat gw juga yang udah lama gak ngeramein forum hihihi). Kalo kegiatan gathering, nonton konser bareng, bakti sosial dll, itu adalah kegiatan yang dikembangkan untuk mempererat tali persaudaraan atau sesuai kebutuhan atau sesuai idealisme TUC, so silahkan aja, monggo dikembangkan lagi, mo lingkupnya regional or nasional, mo dilembagakan or cuma adhoc, yang penting tulus dan sesuai dengan semangat underground. Musik mungkin hanya salah satu dari hobi kita, jadi selain nonton konser bareng, gak menutup kemungkinan

untuk bikin acara nonton film bareng or futsal bareng or cycling bareng or hiking bareng or hunting foto bareng or hunting UFO bareng dll, sesuai hobi/interest lainnya. Soal menyebar wabah atau invasi, gw rasa dengan kita konsisten jadi diri sendiri (yang ‘aneh’) pelan-pelan kita sedang menyebarkan virus underground juga. Kalo Ayip bilang sebutir pasir bisa mematikan putaran mesin, so, sepotong duri juga bisa membusukkan daging! Nah, kalo soal nulis artikel buat Tuczine, ini dia yang rada berat. Gue ngerasa hal nulis-nulis gitu jauh banget dari talenta gw hehe. Yah walaupun pak ketua dan teman-teman lainnya bilang gak harus bagus/mutu dan kita sama-sama belajar nulis, tapi tetep aja gw kok susah banget ya untuk memulainya (mo nulis buat blog sendiri aja males banget hihii). But, kembali gw cuma bisa bilang “gw coba”. Soal band TUC, hanya satu kata, setuju!! Oh ya, mo ngasih tau kabar/rencana gembira juga nih, mudah-mudahan bisa disetujui dan ini bisa jadi berita bagus buat TUC-ers yang seneng ngeband. Dua minggu lalu gw dan Her_dist dihubungi temen untuk menghitung draft biaya pengadaan alat band DJP dan latihan per tahun band pegawai DJP yang akan dibuatkan proposalnya ke BAPORS!! Dan kemungkinan, Her_dist yang nantinya bertanggung-jawab atas band DJP tersebut. Sampe saat ini sih kami belum dikasih tau lagi progresnya udah sampe mana, tapi kami berharap banget bisa disetujui BAPORS, makanya doa’in ya biar bisa disetujui, so ntar TUC band bisa daftar paling duluan hehehe. Katanya mo bikin album kompilasi lagu-lagu TUCers, ayo dong!! Gw setuju banget nih ama rencana ini. Kaos kita udah punya, batik juga udah ada, nah apalagi? Justru lagu-lagu dari TUC ini, yang selain bisa mewakili diri

kita, tapi bisa juga dinikmati oleh banyak orang! Kan lagulagunya juga udah ada sebagian tuh, tinggal yang lainnya yang mau nambah silahkan daftar dan menyerahkan lagunya ke siapa, paling lambat tanggal berapa, dan apa-apa lainnya. Makanya harus ada pimpronya nih, dan ketok palu dari ketua bahwa proyek TUC 2011 ini, ya album kompilasi TUC tadi, biar lebih serius ngerjainnya, gimana? Gw vote Ayip buat pimpro!” MOH HIJRAH LESMANA “Intinya, bagaimana kita bisa ngasih sumbangsih buat kemajuan TUC. Bisa tulisan, bikin merchandise, Tuczine, team futsal dll. Menurut saya, mari kita mulai dengan yang sederhana dulu, misalnya tiap anggota TUC ‘wajib’ membuat artikel/tulisan di Tuczine (kalau rencana masih terbit). Soal urutannya, mungkin bagian editor bisa menentukan. Setiap penerbitan, bisa 2-3 tulisan anggota (boleh tentang apapun, sekalipun di luar musik). Ini juga bagian dari kepedulian dan rasa memiliki, jadi bukan hanya “saya anggota TUC lho”, tapi lebih kepada sumbangsih yang nyata. Kenapa saya menyarankan agar semuanya bisa menulis artikel? Adalah karena posisi kita yang terpencar-pencar, dan hanya bisa disatukan lewat forum. Sementara forumnya juga belum penuh banget, maka sumbangan tulisan bisa menjadi sarana yang efektif untuk tetap menghidupkan denyut nadi. Katakanlah, aku menulis maka aku ada. Saya berharap, terutama yang senior-senior dan yang berpengalaman di bidang apapun, bisa berbagi. Siapa tahu kelak pengalaman itu bisa dimanfaatkan atau diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari bagi anggota yang lain. Bagi yang kotanya berdekatan, mungkin bisa sering-sering gathering atau sekadar kongkow bareng, dan mengabarkan kepada kami yang ada di daerah. Maklum,

banyak anggota TUC yang terpencar-pencar. Kemudian, saya berharap, bahwa TUC punya band tetap (alirannya gak harus metal/UG). Terdengar aneh sih, mengingat kita semua sibuk dengan kerjaan di kantor. Tapi, di luar itu kita pasti punya kehidupan lain, yang mungkin bisa ditransformasikan ke dalam bentuk idealisme bermusik. Yah paling tidak, bisa muncul di panggung-panggung lokal, atau acara-acara DJP. Itu bisa menjadi kebanggan personal, juga komunitas.” FADLI MORON “Kalo menurut saya, paling gak kita ada agenda rutin selain hanya gathering. Bisa berupa bakti sosial, atau juga bisa family gathering yang konsepnya kekeluargaan, seperti outbond atau rafting dll, jadi buat yang sudah berkeluarga bisa sekalian mengikutkan keluarganya, tidak harus diadakan di Jakarta. Dan mungkin tementemen di luar Jakarta yang ingin mengadakan acaraacara sosial atas nama TUC juga bisa, karena setahu saya kegiatan sosial terakhir kita adalah waktu kita nyumbang ke Walhi. Masalah penambahan ‘saudara’ baru, saya setuju sama pak Andria, mending kualitas dari pada kuantitas.” OLAP LINDEI DAMANIK “Yup, gw kira sebagian besar dari kita emang masih punya semangat yang sama, seperti ketika pertama kali kita mutusin buat ikut gabung di TUC. Tapi maaf teman-teman, karena gw gak bisa nyumbangin sesuatu buat TUC, buat kemajuan TUC, gw kehabisan ide. Tapi satu hal yang pasti, gw gak kehilangan semangat. Jadi, gw pasti akan dukung setiap kegiatan TUC, apapun itu.”

.


WELCOME TO OUR CROWD

ALBUM KOMPILASI TUC

WARISAN UNTUK GENERASI SETELAH KITA

T

engkorak manusia berkaus hitam dengan tulisan taxundergroundcommunity mulutnya menganga layaknya berteriak pada sebuah cone yang di pegangi tangan si tengkorak. Sebuah ilustrasi oleh Dedoy yang renyah ketika TUC benar-benar membuat kompilasi music album-nya, ya sebuah music album! Music album yang akan mengantarkan kita pada sebuah kepuasan permanen yang provokatif, imajinatif, modern dan chaos! Proyek ini dimulai dari eksperimen pikiran teman-teman TUC yang terlintas begitu saja dalam pikiran mereka. Pikiran-pikiran abstrak yang mendalam tentang bagaimana menyebar wabah secara acak (dibaca aclak), bebas, tanpa batas dan kekangan, yang lantas

kemudian kumpulan ide serampangan itu diberi nama boredless borderless plan. Beberapa pikiran muncul dengan konsentrasi pengerjaan ide dalam bermusik yang lebih tinggi, estetikanya antara lain adalah bagaimana kita bisa membuat kompilasi lagu dari band-band TUC, DJP dan umum yang tentunya mempunyai kompetensi dan memiliki bisa berbahaya untuk mengisi konsep musik album ini. Ada 3 tahap dalam pengerjaan proyek ini, yaitu; 1. pengumpulan materi album (dan legalisasinya), 2. mastering dan pengerjaan konsep album (cover, kemasan dll), 3. finishing, launching dan distribusi. Sampai pada detik ketika Anda membaca tulisan ini, presentase penyelesaian proyek ini bisa dihitung baru berjalan 28%. Tam-

paknya pengerjaan proyek ini bukan sebuah serendipity layaknya cerita dongeng peri. Pengerjaannya sering sekali mengalami kendala, terkadang, walaupun semangat meluap-luap, tetapi tetap saja biologi kita yang nyatanya suka sekali mempunyai kuasa, maklum, kita sudah mulai menua dan berlemak. Rentetan materi band di album kita akan berasal dari band-band legit bergenre pop kekinian yang lagu-lagunya kemudian pasti dibajak dan dijadikan komoditas pedagang vcd bajakan, dengan lirik-lirik cinta bergaya melayuisme tanpa tedeng aling-aling; band-band yang beranggotakan teman-teman TUC, teman-teman di DJP, dan satu band di luar TUC dan DJP tetapi masih merupakan keluarga besar TUC yang legit dan fenomenal (mer-

eka baru saja meluncurkan their fuckin-nuts new album). Kelak dalam album ini ada 3 band tanpa anggota TUC di dalamnya. Album ini adalah tentang kita, tentang pergerakan yang semakin mendalam ke arah semangat underground yang rasional, balistik dan merekah. Adalah amunisi dan warisan kelak sebagai persiapan kematian kita untuk generasi-generasi baru TUC. Dan tentunya album ini juga didedikasikan untuk our beloved brother up there, Ammar Ihsan. Yah, jadi dukung dan doakan saja semoga cepat rampung dan mendapatkan republik cinta awards untuk kategori kompilasi band melayu terbaik.

.


ISSUE

LONESOME GOD MASS MEDIA, SOCIAL CONTROL

OR JUST ANOTHER POLITIC TOOL? (oleh Andria Sonhedi)

yang akan diberitakan supaya memberikan uang/sesuatu sehingga berita tersebut tak akan dilanjutkan. Dan memang sesungguhnya beritanya sudah cukup sampai di situ saja karena mereka memang tak punya cukup ilmu untuk bisa mengembangkannya. Saat saya kecil dulu siaran Dunia Dalam Berita TVRI pukul 21.00 adalah sebuah tayangan yang ditunggutunggu kedatangannya tiap malam. Lewat acara itu serasa jendela dunia terbuka untuk kita, maklum saat itu emberitaan media itu sebenarnya tak memberi- media massa elektronik cuma di Indonesia lamakan manfaat dibanding berita TVRI. Dari berita perang, lama menyebalkan kecil yang mungkin sangat bencana alam, sampai rilisan juga, terutama bila dibutuhkan masyarakat. awal lagu muncul di situ (sepberitanya ditulis/disiarkan Berita yang (diiklankan ertinya grup God Bless juga apa adanya tanpa ada kesan akan) tajam dan terpercaya pernah membuatnya sebagai cerdas dari para wartawanakhirnya hanya berkutat di sebuah lagu). Sebenarnya ada nya. Seolah-olah bila sudah pernyataan/pengandaian para juga acara Berita Nusantara dilakukan cross check pada narasumber yang sama sekali dan Berita Daerah, namun pihak yang akan dimuat, wa- tidak menyentuh masalah uta- isinya lebih banyak ‘acara lau jawaban masih ngambang, ma, namun berakhir sebagai keluarga’ dari berbagai intetap dianggap layak untuk desas-desus yang tidak berani stansi pemerintahan sehingga diberitakan/disiarkan. Bahdibuktikan secara ilmiah. sangat tidak menarik untuk kan ada infotainment yang Saya berharap para ditonton (kecuali kalo pas mengambil opini dari para wartawan adalah para idealis kita ikut acara tersebut). artis (saya samakan orang yang tetap berupaya meSaat ini dengan banyaknya awam) yang sama sekali nambah ilmu dari berbagai stasiun televisi swasta, berita tidak punya disiplin ilmu yang literatur untuk bisa mengem- tidak lagi dimonopoli TVRI sesuai dengan topik yang bangkan berita yang dia (walau ayah saya masih dibahas. Padahal saya anggap tulis sehingga menjadi suatu sering nonton Dunia Dalam topiknya cukup berat dan pencerahan bagi pembacanya Berita). Semua bisa memtak mungkin hanya dijawab (yang kebanyakan awam). buat berita dan bersaing dengan jawaban pengandaian Sayangnya latar belakang siapa yang bisa paling cepat dari para artis tadi. wartawan kebanyakan bukan menyajikan ke masyara Berita-berita di dari para jurnalis kamkat. Perlombaan kecepatan media seringkali hanya pus (walau itu juga bukan tadilah yang kemungkinan seperti cerpen yang segera menjamin baik), namun dari menjadi penyebab banyak habis begitu berita hari ini berbagai tingkatan strata berita berseri (sering disebut rampung. Peran media massa pendidikan yang ujung-ujung- liputan khusus) yang kehilansebagai pengawal perubahan nya karena daripada belum gan rohnya. masyarakat tidak pernah ter- dapat pekerjaan lebih baik Berita tidak lagi jadi. Nilai jual berita akhirnya menjadi wartawan. Beberapa memberi pencerahan pada memang lebih dikedepankan, memang memiliki keberanian masyarakat, namun malah yang paling menjual akan tapi sebatas cuma untuk membentuk opini masyarakat diprioritaskan dikejar walau menggertak pihak-pihak untuk menyetujui kesimpu-

P

image by resurgere taken from deviantart.com

lan akhir yang mereka buat. Sepertinya kalo sudah dapat menampilkan narasumber dari pengamat, praktisi atau akademisi, maka ada jaminan beritanya akan valid. Sering narasumber yang dianggap sudah tepat tadi sebenarnya cuma punya pengetahuan yang secuil dan hanya berdasar pengalaman dia sendiri saja. Kita juga tidak tahu apakah yang dikatakan narasumber tadi lengkap atau sudah diedit, karena bisa juga dianggap banyak yang tak menarik. Bila ingin membuat berita tentang ular sanca yang mampu memakan manusia, wawancarailah ahli ular, bukannya tukang jual obat yang sering bawa ular untuk promosi, misalnya begitu. Bisa saja orang akan membenci seluruh ular sanca hanya karena mereka diberitakan mampu menelan manusia bila kondisinya memungkinkan. Tidak akan pernah dipikirkan bahwa ular sanca di habitatnya juga berjasa membasmi hama tikus atau babi hutan. Orang kemungkinan justru akan memperhitungkan berapa banyak manusia yang bisa ditelan ular sanca tadi tanpa repot-repot memikirkan jangka waktu ular untuk bisa makan lagi. Padahal awalnya beritanya hanya tentang ular sanca yang karena besarnya ukurannya diperhitungkan mampu menelan manusia. Liputan khusus yang kacau semacam ular sanca tadilah yang banyak mendominasi televisi kita saat ini, tentunya dengan berbagai variasi kasus.

.


INTERVIEW

ODDIE GETAH Getah, band senior yang terbentuk pada 1996, adalah salah satu pelopor genre campuran metal, goth dan alternatif di Indonesia. Debut self titled mereka pada 1997 termasuk dalam daftar 150 Best Indonesian Albums of All Times majalah Rolling Stone Indonesia. Berikut wawancara singkat oleh kontibutor kami, Mardhani Machfud Ramli, dengan vokalis Oddie Octaviadi. Bisa diceritakan apa saja kegiatan Getah saat ini? Hampir setiap minggu ketemuan di studio untuk latihan lagu-lagu lama, nulis lagu-lagu baru, nyicil rekaman, bahas persiapan manggung dan tur keliling, dan lain-lain. Siapa influence terbesar Anda dalam bermusik? Banyak sekali, tidak ada porsi yang lebih besar. Ada lima individu di Getah, masingmasing punya panutan dan kesukaan yang berbeda-beda dalam bermusik. Dari Black Sabbath, Rolling Stones, Nine Inch Nails, Jane’s Addiction, scoring film, musik traditional, ambience, disko dan sebagainya. Lagu dari Getah sendiri telah dua kali mengisi soundtrack film, menurut Anda apakah ‘musik keras’ bisa berjalan beriringan dengan industri perfilman nasional yang pada segmen soundtrack sekarang didominasi musik pop? Bisa saja. Bahkan banyak film yang membutuhkan lebih dari satu genre musik untuk mengiringi adegan-adegan

berbeda dalam film yang sama. Kalau filmnya bertema pop cinta-cintaan nan syahdu, kan susah juga mau nyelipin lagu grindcore? Menurut Anda perlukah melayangkan protes kepada pemerintah-pemerintah daerah yang selalu menolak mentah-mentah pembangunan gedung serbaguna untuk kepentingan bermusik masyarakat? Memprotes pemerintah itu lebih banyak unsur buang waktunya daripada perubahan yang kongkrit. Baiknya dekati saja sektor swasta dan yakinkan mereka bahwa menyediakan gedung serbaguna (venue) untuk kepentingan bermusik masyarakat luas itu bisa dipertanggungjawabkan secara finansial (mendatangkan keuntungan). Apa pendapat Anda mengenai budaya underground yang sekarang secara perlahan muncul menjadi majority di kalangan generasi muda saat ini? Seiring dengan mendominasinya bandband dengan ‘genre bising’ mancanegara melakukan konser berskala besar, atau konser-konser kecil di Indonesia, akankah filosofi

underground menjadi komo- bermutu itu filosofi yang perlu ditas yang menjual? dijunjung. ‘Filosofi underground’ itu apa sih? Underground bukan genre musik, bukan filosofi. DO-IT-YOURSELF mungkin sebuah filosofi dan pergerakan. Kalau underground apa? Arti kata itu sendiri dalam konteks industri musik kan musik yang tidak muncul ke permukaan. Tidak muncul di permukaan kan karena tidak banyak yang kenal. Apa itu filosofi? Kalau bermusik secara serius dan ingin diapresiasi dalam bentuk album dibeli orang, merchandise laku, manggung rajin, dll lalu kenapa ingin tetap ‘tidak muncul ke permukaan? Bersyukurlah band-band luar Indonesia banyak yang mau dan bisa datang bikin konser di Indonesia. Itu bermanfaat tidak hanya untuk fans-nya tapi juga band-band lokal.

Menurut Anda seberapa penting peran komunitas bermusik (khususnya musik underground) itu sendiri? Komunitas yang loyal akan beli cd dan merchandise asli dari band favorit mereka dan nonton tiap band favoritnya manggung. Komunitas yang loyal yang membantu kelangsungan hidup band, terlepas tren musik saat itu apapun juga. Apa pendapat Anda tentang keberadaan orang-orang rebellious yang berkumpul dalam satu komunitas underground pada instansi pemerintahan seperti di Direktorat Jenderal Pajak?

Maksudnya banyak fans musik keras (non-top 40) yang berkerja di instasi Apa sih sebenarnya makna pemerintahan? So what? Unfilosofis musik underground tuk para pemain band, selama di mata Anda? musikmu belum bisa ngasih makan anak istrimu, ya carTidak ada. Bermusiklah tanpa ilah kerjaan yang halal yang dikotak-kotakan sama filosofi mencukupi. Untuk fans, kamu yang menjerat. Tidak perlu doyan musik punk tapi gak anti ini atau anti itu. Tidak boleh kerja sebagai PNS? perlu takut band-mu teranSiapa yang berani ngelarang cam oleh SM*SH atau ST12. itu? Ketawain aja. Cheers! Musik yang original, jujur, dan

.

image taken from wirantokoadirockphoto.wordpress.com


EVENT

STRAIGHT EDGE MOVEMENT DISKUSI PANEL &

EDGE THE MOVIE FILM SCREENING

Rumah Dunia, Serang 12 Juni 2011 (oleh Arief Hidayat Adam)


“

EVENT

Straight Edge adalah sebuah gaya hidup, filosofi dan pergerakan anak muda yang menganut anti penggunaan narkoba, penggunaan minuman beralkohol, merokok dan hubungan sex bebas (casual sex). Straight edge hanyalah sebuah motivasi hidup untuk tidak merusak diri sendiri dengan mengonsumsi zat-zat atau melakukan hal-hal yang dianggap berbahaya untuk diri sendiri dan penyikapannya kembali kepada kontrol individu.

B

ismillah, ini adalah kegiatan pertama Kontak Belati Movement dengan trigger yang baru, setelah sebelumnya zine kita lecet-lecet karena tidak berpelumas. Ini adalah movement dengan konsep belajar diskusi dan pemahaman materi melalui pemutaran film, dengan pembicara berasal dari komunitas/person yang tertuduh berkomitmen dengan movement yang kita diskusikan. Selain itu kita juga mempunyai misi lain dengan rangkaian kegiatan seperti ini, yaitu memperkenalkan Rumah Dunia (rumahdunia.net/rumahdunia.com) sebagai ruang publik dan sarana belajar untuk semua orang di kota kami. Tema Straight Edge Movement (kemudian disingkat menjadi sXe) diangkat sebagai bahan diskusi kita yang pertama. Alasan utamanya adalah, keinginan belajar kita untuk lebih mengenal apa itu sXe, mulai dari history, esensi, sampai pergerakan sXe di Indonesia, bahkan juga tidak menutup kemungkinan movement positif ini bisa diaplikasikan dengan pemahamaan yang utuh oleh para youth of today di daerah kami, tentunya setelah memahami esensi dari sXe itu sendiri dan tidak ada alasan menjadikannya hanya sebagai budaya pop

dan fashion. Narasumber berasal dari komunitas sXe yang aktif di komunitas Kaskus, konsep perhelatan acara kita buat seperti ini : 1. Diskusi panel (dengan pembicara temanteman sXe Kaskus, dibagi menjadi 2 sesi, yaitu presentasi dari pembicara, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang diharapkan akan banyak memicu audiens untuk aktif bertanya dan kritis terhadap materi yang dibawakan. 2. Pemutaran film “Edge The Movie� (fyi, sXe Kaskus mendapatkan movie ini langsung dari produser asal Jerman dengan permohonan secara tertulis), ditemani dengan beberapa suguhan makanan dan minuman (panitia menyediakan free drink berupa bajigur (minuman khas terbuat dari gula), makanan-makanan kukusan, dan kopi hangat dari sponsor pertemanan, dan untuk lebih memperkuat semangat sXe maka di venue kita tempel beberapa poster anti rokok. Audiens kita harap akan banyak datang dari para pelaku, penikmat, pemerhati budaya counter culture dan dari semua kalangan. Telah kami sebar 500 flyers secara sporadis di kota Serang dan sekitarnya, juga dengan mengirimkan undangan secara

personal ke 20-an komunitas youth of today yang ada. Ya kami akan berupaya semaksimal mungkin agar acara ini berlangsung sukses dan banyak dikunjungi teman-teman yang aware. Di hari H, acara diskusi pun berlangsung seru dan meriah, walau di tengah acara mesinnya Frau menyala sebentar (rain maker machine). Visual presentasi apik dan memanjakan mata. Materi yang disampaikan teman-teman pembicara sangat menarik dan gamblang, sehingga memicu banyak pertanyaan juga dari audiens. Hal yang membuat diskusi semakin benar-benar seru adalah ketika tiba saatnya sesi tanya jawab, beberapa audiens yang awam akan pergerakan ini melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang impulsif dan memicu gelak tawa audiens lain. Ada satu pertanyaan yang kemudian saya catat; “Saya seorang pekerja pabrik, di pabrik saya banyak sekali perilaku sex menyimpang terjadi, saya senang sekali bisa mengenal filosofi ini, saya akan dukung sepenuhnya gerakan ini, lalu apakah saya harus menggambarkan tulisan X di lengan saya?�. Saya pribadi semakin paham ketika mendengar pemaparan para pembicara

satu-persatu tentang self description sejarah mereka berfilosofi sXe seperti sekarang, sangat jujur, dan menohok, cool bro! Dari cerita temanteman juga membuat kami paham, betapa filosofi sXe ini menjadi sebuah pride buat mereka. Acara berakhir sekitar pukul 17.00, dan kami sangat puas dengan hari ini, belajar dan bersenangsenang. Ya, kami juga berharap materi yang disampaikan ini bisa benar-benar dipahami oleh para audiens sehingga mungkin efek rekursif pada pemahaman ini bisa diminimalkan, dan tidak dijadikan sebagai budaya poppist (menggelembung lalu tiba-tiba berbunyi pop! Alias meletus). Di hari itu juga kami bertemu teman-teman baru dari beberapa komunitas yang hadir. Ada teman-teman penggiat zine underground dari Pandeglang (Ivan dan teman-teman dari Terror Zine,) Kandang Babi Foundation, FNB Serang Chapter, Summer Edge, Ginjal Babi, dan tentunya semua temanteman yang aware. Thanks to teman-teman sXe Kaskus; Toro (www.toroelmar.com), Tomo, Odoy, Edo, Avin dan Arif, sXemangat!

.


OUR MUSIC

BLUES THE ROOT OF ALL EVIL (oleh Mardhani Machfud Ramli)

B

lues... Well, siapa sih penggiat musik yang tidak pernah mendengar istilah tersebut? Mungkin beberapa waktu lalu nama ‘blues’ sendiri masih asing di telinga masyarakat awam, tapi semenjak mulai menjamurnya band-band atau musisi-musisi lokal yang meramu unsur pop dengan blues (Endah and Reza, Gugun Blues Shelter) maka istilah ‘blues’ telah akrab di telinga kita semua. Blues akhir-akhir ini telah memiliki tempat tersendiri di scene image taken from craccum.co.nz

musik lokal maupun internasional dengan seringnya diadakan event blues, tidak hanya di USA tetapi juga di Indonesia (Jakarta, Jogja dan Bandung). Kesuksesan Gugun Blues Shelter (walaupun musiknya lebih dominan funk) di kancah internasional membuka mata para penggemar musik tanah air tentang keberadaan musik blues, khususnya band blues lokal yang selama ini bisa dibilang masih bergerak di ranah indie label. Warna musik blues sebenarnya dulu pernah sukses dib-

awakan oleh band-band lokal seperti Time Bomb Blues dan Slank, namun ketika masuk di era 2000-an mulai tenggelam oleh dominasi band pop. Pertanyaannya, mahluk apa sih blues itu? Mungkin kesan yang pertama kali melintas di kepala kita ketika mendengar kata ‘blues’ adalah oldies, musik orang tua, musik cafe kelas menengah ke atas, solo gitar yang menusuk-nusuk, dan sebagainya. Tidak semua salah, tetapi juga tidak semua benar. Jika dikaitkan dengan musik orang

tua, kita tak dapat menyangkal jika blues ternyata jenis musik yang dimainkan oleh popstar muda idola jutaan wanita: John Mayer. Demikian juga di dalam negeri, musisi-musisi seperti Endah Rheza, Gugun Blues Shelter, Rama Satria Claproth menyebarkan wabah blues di kalangan generasi muda. Jika dianggap sebagai musik cafe kelas menengah ke atas, dirunut dari sejarahnya, blues (demikian juga dengan jazz) pada hakikatnya adalah musik kelas pekerja kasar; orang-


dengan kesedihan, rasa sakit atau istilah masa kininya, kegalauan. Wajar saja karena dirunut dari asalnya blues berasal dari jeritan hati budak-budak Afro-Amerika yang tertindas oleh tuan tanah mereka. Blues juga memiliki sisi spiritual, bahkan berhubungan dengan dunia mistis. Musisi blues seringkali memasukkan istilah-istilah yang berhubungan dengan hal-hal spiritual atau mistis ke dalam lirik lagunya, misalnya Hoodoo dan Black Cat Bone (contoh pada lagu “Hoochie Coochie Woman”nya Muddy Waters). Demikian juga dengan legenda Crossroads, yaitu kisah ketika Robert Johnson bertemu dengan setan di perempatan Crossroads (Clarksdale, Missisipi) dan menandatangani perjanjian maut dengan sang setan untuk mencapai ketenaran dan diajarkan bermain blues dengan baik. Blues tidak hanya sebuah aliran musik; tidak hanya sebuah 12 bar dengan birama 4/4, tetapi blues adalah pencapaian spiritual bagi orang-orang yang memainkannya, dan bagi siapapun yang menikmatinya. Menurut saya blues adalah musik yang di dalamnya kita gak akan menemukan teori, tetapi lebih didominasi oleh ‘rasa’. Saya sebagai seorang yang bisa bermain gitar gak akan naif mengatakan bahwa blues bisa berdiri tanpa didasari orang kulit hitam di pinggiran oleh teori, tapi kenyataannya teori musik (scale, modes, kota di Amerika. Blues adalah tradisi. dkk) tidak berlaku absolut Kembali ke pertanyaan awal pada musik blues. Anda bisa memainkan scale dorian (mikita, blues itu apa sih? Di sini saya gak akan membahas nor) pada chord dominant 7th atau minor pentatonik pada sejarah blues yang tentunya chord dominant yang secara informasi tentang itu sendiri teoritis itu gak nyambung. banyak tersebar di internet. Di musik blues juga dikeDi sini saya akan sedikit nal major-minor exchange membicarakan blues dari sudut pandang seorang penik- (pergantian major ke minor) yang sering dilakukan oleh mat, dari sisi blues sebagai musisi-musisi blues tanpa sebuah tradisi. didasari teori. Saya yakin jika Blues berhubungan Anda menanyakan kepada BB dengan kata ‘blue’, warna yang seringkali diasosiasikan King tentang pergantian lick

dari major ke minor beliau hanya akan menjawab; “I just play the blues”. Blues adalah spontanitas, bahkan ada yang bilang blues adalah seperti proses ‘jamming’. Seorang musisi blues tampil bukan hanya terbatas sebagai seorang pemain musik atau penyanyi, tetapi juga sebagai seorang story teller. Buddy Guy adalah seorang story teller dengan gitarnya, Howlin’ Wolf adalah seorang story teller dengan suara beratnya. Blues bukan hanya sekedar nyanyian, tetapi juga sebuah ‘percakapan’, seperti pada pola call and response yang menjadi salah satu ciri khas musik blues. Sekali lagi, blues bukanlah musik yang menuntut seberapa cepat dan bersih Anda memainkannya, tetapi tentang bagaimana cara Anda menyampaikan perasaan Anda kepada pendengar. Blues adalah musik sekaligus sebagai sebuah tradisi. Blues adalah root (akar) sehingga untuk mengenalnya Anda harus mencarinya hingga ke bagian terdalamnya. Anda tidak bisa bermain pentatonik minor dengan distorsi kencang dan menganggapnya sebagai blues, karena Anda tidak menghargai tradisinya. Seperti istilah dari Andrie Tidie (musisi lulusan GIT dan Berklee); “Jika musik adalah ‘bahasa’, maka blues ibarat bahasa Inggris dengan logat Bronx”. Anda tidak akan dianggap berlogat Bronx jika Anda merangkai kalimat bahasa Inggris versi Anda sendiri yang ke-melayu-melayu-an tanpa menjadi akrab dengan tradisi logat bicara di Bronx aslinya. Jika Anda ingin mengenal blues, maka Anda harus mengenalnya sebagai musik Americana, bukan sekedar lick-lick sendu yang kadang diselipkan oleh Richie Sambora. Blues adalah tradisinya orang-orang Afro-Amerika, maka kita memandang blues harus dari kacamata orang orang Afro-Amerika pula, bukan hanya sebatas scale

dan modes semata. Blues adalah bahasa dunia. Blues is the root, others are fruits. Blues adalah akar dari musik modern. Dari Delta Missisipi hijrah (atau istilahnya ‘hobo’ing) ke utara tepatnya di daerah Chicago dan berkembang menjadi electric blues (Chicago Blues) yang dipopulerkan oleh Muddy Waters lalu kemudian berkembang dan mempengaruhi aliran musik modern lainnya; terpengaruh dengan musik gospel maka lahirlah musik soul dan R&B, diracik dengan country bertempo cepat sehingga melahirkan musik rock ‘n roll, kemudian melahirkan aliran-aliran musik lainnya seperti funk, psycedelic rock hingga heavy metal. Dari The Rolling Stones hingga Beyonce, dari Chuck Berry hingga Maroon 5, dari Jimi Hendrix hingga Mars Volta. Bahkan cetak biru dari musik turunan Black Sabbath yang berbau tritone itu adalah blues (blue note), jadi bisa dibilang musik underground dan blues punya benang merah yang saling terhubung satu sama lain. Kirk Hammet adalah gitaris metal yang memainkan blues dengan tempo cepat, demikian juga dengan John Mayer, seorang penyanyi pop yang meraung-raung ala Steve Ray Vaughan bersama fender stratnya. Semua diva pop yang terpengaruh oleh Aretha Franklin pastinya terpengaruh oleh blues, demikian juga dengan musik psikedelik dan garage rock yang kembali mewabah akhir-akhir ini yang walaupun didominasi oleh band Eropa (Inggris) tetapi mereka membawakan musik leluhur budak-budak di Missisipi, nothing but the blues! Blues lebih dari sekedar musik, blues adalah rasa, blues adalah sebuah pengalaman spiritual yang bisa dialami oleh siapa saja. So, how blues can you get?

.


OUR MUSIC

CATATAN SINGKAT TENTANG SEJARAH PANJANG BLUES (oleh Mardhani Machfud Ramli)

B

lues berawal dari jaman perbudakan di dataran Amerika abad 19. Pekerja-pekerja dari kalangan kulit hitam di Amerika bagian selatan menyenandungkan dan menyanyikan pantun-pantun yang merupakan curahan isi hati mereka secara silih berganti, diiringi dengan musik perkusif berupa benda apapun yang bisa mereka pukul. Dari cara bernyanyi secara silih berganti inilah pola call and response berasal; yaitu nyanyian berupa sajak yang disenandungkan yang berbentuk ‘tanya jawab’ yang dinyanyikan secara bergantian. Suara rel kereta api yang menjadi teman seharihari bagi para budak yang bekerja di tambang menjadi konsep awal pola dan tempo ritem blues, dari situlah basic pattern dari musik blues. Jika

Anda menyimak lagu blues maka sangat jelas terdengar pola ritem mereka yang menyerupai suara rel kereta api. Pada awalnya budak-budak Afrika tersebut menggunakan alat musik sederhana berupa kayu atau logam yang bisa digunakan secara perkusif, namun tuan-tuan tanah mereka yang berasal dari Eropa secara tidak langsung memperkenalkan musik klasik yang mereka bawa dari tanah kelahirannya. Alat musik kontemporer saat itu berupa gitar (dan kebanyakan memang gitar) dimainkan oleh budak-budak tersebut sesuai dengan apa yang mereka dengar, walaupun terdengar asal-asalan dan keluar dari pakem musik klasik, tapi dari situlah blues terlahir untuk pertama kalinya. Dari musik Eropa itu pulalah blues mengenal kon-

sep tritone dalam musiknya. Tritone adalah interval tiga nada penuh (whole tone) dari not pertama pada suatu chord (contoh: E ke A# pada chord E major). Tritone disebut juga sebagai ‘diabolus in musica’ karena kesan yang ditimbulkannya adalah suram dan bernuansa kelam. Notasi tritone inilah yang menyebabkan Black Sabbath dicap sebagai band ‘gelap’ pada zamannya; tritone adalah dasar dari musik heavy metal. Di sinilah benang merah yang menghubungkan antara blues dan musik bawah tanah. Blues sendiri, walaupun telah dinyanyikan sejak jaman Perang Saudara namun mulai dipopulerkan pada tahun 1912 oleh Hart Wand lewat single berjudul “Dallas Blues” yang kemudian diikuti oleh WC Handy dengan single “The Memphis Blues”. Mu-

sisi dari delta Missisipi seperi Tommy Johnson dan Robert Wilkins kemudian memperkenalkan delta blues di tahun 1928 kemudian disusul oleh Charlie Patton (1929) dan Son House (1930), kemudian Robert Johnson dengan kehidupan penuh mistisnya melakukan rekaman satusatunya di tahun 1936 sampai 1937. Delta blues sendiri memiliki ciri khas berupa slide gitar dan harmonika (blues harps). Album delta blues yang wajib didengarkan adalah “King of Delta Blues Singer” (1961) yang berisi 16 lagu yang pernah direkam oleh Robert Johnson. Blues lalu hijrah ke kota besar dan lahirlah electric blues dengan ciri khas menggunakan alat musik elektrik dan alat musik tiup sebagai pengiringnya. Electric blues ini terbagi-bagi


lagi menurut kota di mana dia berasal, misalnya Chicago Blues dan Texas Blues. Muddy Waters yang bernaung dalam perusahaan rekaman Chess Records adalah notable musician dalam Chicago Blues. Musisi lain seperti Freddie King, Buddy Guy, Koko Taylor, Howlin Wolf turut menorehkan nama dalam daftar musisi Chicago Blues. Album “The Best of Muddy Waters” dan “Anthology” merupakan album yang wajib didengar. Saya juga menyarankan album modern seperti “Skin Deep”-nya Buddy Guy yang rilis di tahun 2008 dimana Buddy Guy berkolaborasi dengan musisi blues modern seperti Eric Clapton, Derek Trucks dan musisi blues cilik, Quinn Sullivan. Blues yang berkembang di daerah Texas disebut Texas Blues dengan ciri khas yaitu musik blues yang nge-swing dan dipenuhi oleh lick-lick gitar yang virtuosoic. Sound Texas Blues juga terkesan lebih kasar, mungkin mengikuti tipikal orang-orang Texas. Blind Lemon Jefferson adalah bapaknya Texas Blues yang menginspirasi musisi seperti Lightin’ Hopkins dan T-Bone Walker. Salah satu musisi Texas Blues yang paling terkenal adalah Steve Ray Vaughan (SRV), seorang musisi yang dikenal karena kepiawaiannnya memainkan lick-lick blues panas di tengah menjamurnya gitaris shredder di saat itu. SRV sendiri adalah gitaris muda yang sangat dipengaruhi oleh Albert King dan Jimi Hendrix. Bahkan Eric Clapton pun harus menepi dari jalanan saat mengemudikan mobilnya dan dari radio mobilnya mengalun lagu “Little Wing” dari sang virtuoso. Gaya permainan yang ‘rude’ dan virtuosoic membuat SRV banyak digemari oleh musisi di luar blues. Lick-lick gitarnya banyak dipelajari oleh gitaris yang ingin belajar bermain blues. Kenny Wayne Sherped, Lance

Lopez, Henry Garza (Los Lonely Boys) dan musisi pop John Mayer adalah musisi yang mengadopsi gaya permainan SRV ke dalam lagulagu mereka. Album “Texas Flood” dan “The Sky Is Crying” (berisi lagu legendaris “Little Wing”) adalah dua album Texas Blues dari SRV yang wajib dikoleksi. Di tahun 1960-an, anak-anak muda asal Inggris memainkan musik blues yang lebih dikenal dengan istilah British Blues. The Rolling Stones, Eric Clapton dan Fletwood Mac dengan gitaris Peter Green-nya adalah musisi-musisi Inggris yang memainkan British blues. British blues ini pula yang kemudian berkembang menjadi psikedelik rock. Psikedelik rock sendiri adalah jenis musik yang berkembang di pertengahan 1960-an yang berupa pengalaman batin saat memakai obat terlarang seperti LSD dan kokain yang dituangkan ke dalam lagu. Band yang membesarkan nama psikedelik rock adalah The Beatles dengan album “Revolver”-nya yang kemudian disusul dengan album full psikedelik “Sgt. Peppers Lonely Heart Club Band”. Musisi-musisi lain seperti The Doors, Janis Joplin, Jimi Hendrix, Country Joe and the Fish, Grateful Dead, 10 Years After, Cream dan deretan musisi lainnya turut membesarkan psikedelik rock, yang sebagian besar adalah musisi yang menentang Perang Vietnam. Musisi blues yang paling menonjol di era ini adalah James Marshal Hendrix atau lebih dikenal dengan nama Jimi Hendrix. Jimi Hendrix adalah tokoh kulit hitam yang diberi gelar ‘dewa gitar’ karena kepiawaiannya dalam memainkan alat petik tersebut. Jimi Hendrix berhasil merebut popularitas Eric Clapton dan Pete Townsend (The Who) sebagai dewa gitar di jamannya. Sampai sekarang

pengaruh blues-rock dari Jimi Hendrix masih terdengar; Lenny Kravitz, Prince, John Frusciante hingga Mike McCready adalah beberapa gitaris yang terinspirasi dari sang dewa. Album yang wajib didengarkan adalah “Electric Ladyland” dari Jimi Hendrix Experience yang menampilkan lagu blues legendaris “Voodoo Child” yang memperlihatkan kepiawaian sang dewa gitar. Album remastered “Valley of Neptunes” bisa menjadi pilihan alternatif bagi Anda yang kurang suka dengan kualitas sound rekaman tempoe doeloe. Saat ini musik blues semakin berkembang dengan pesat. Tak hanya terdengar di kafe-kafe kecil di pinggiran kota di Amerika, musik blues semakin dikenal luas oleh masyarakat umum. John Mayer dengan album “Continum”-nya memperke-

nalkan lagi soul Jimi Hendrix kepada dunia dengan cover version lagu “Bold As Love” dengan solo lick blues yang memukau. Demikian halnya di dalam negeri; Slank dengan musik berbau blues rock ala The Rolling Stones hingga Gugun Blues Shelter dengan style funk-blues atau Rama Satria Claproth yang mengusung kembali nyawa Jimi Hendrix dan Steve Ray Vaughan ke dalam petikan gitarnya adalah musisi-musisi yang mengambil andil dalam mengangkat musik blues ke scene lokal. Indonesia juga sukses menggelar Jakarta International Blues Festival dan event blues lainnya yang menjadi bukti bahwa blues hidup dan bernapas di bumi Indonesia.

.


CHICK

INDSp

INDRI SRIWATTANA

IF OTHERS CAN DO IT, I SHOULD BE ABLE TO DO IT TOO INDSp is my alternate musical ego. I’ve been producing my own songs since June two years ago. A stage name derived from my very own name which is INDri SriwattanA. It all started in June 2009 when I started fiddling around with a DAW; Fruity Loops. Mostly my songs were instrumental, but I only added vocals to my music nearly a year later in March 2010. Little did I know, it increased more listeners and landed me a myspace message from Miike Snow asking if I would like to open their show if they end up touring to Australia (it never happened, but stillMiike Snow dude, are you crazy?). It never occurred to me to really become a producing artist. And I never played anything live. Even my vocals; I record them through a digital voice recorder on my digicam, haha. Making music was just one of the ways of expressing how I felt about what’s happening around me, never really to become big. But now that I’ve fallen madly in love with this pas-

time activity, I am actually considering to share this passion massively to the world. Even with conservative tools and hardware, it all comes down to the music. And music is still music; however weird or crappy it sounds. While my music may lack in its purified sound quality but that’s just the challenge! Turning something simple to something extravagant, like using a pocket digicam for instance. If others can do it; I should be able to do it too, but in my own way.That’s what creativity is all about. Beside making music, I play soccer, I take pictures, edit them, model them, I design my own clothes, I make my own BB themes, I make my own pop songs, I play a little guitar, I drink, I love tattoos, I write, I dance, I laugh, I live, I love, I breathe. Please visit my page at www.myspace.com/indsa and listen to my tracks, at least it’ll make you bop your head. And tell me what you think about it. Many thanks and I hope I’ll be hearing from you guys soon.

.


SENTILAN DI KALA SENGGANG

Alamak jaman sekarang, anak muda bergelora energi melimpah ruah, bikin ulah berkomentar dengan serapah. Lupa dia telinga ada di luar, bukan di dalam dan bisa terjaga. (oleh Moch Syaichudin)

JELUJUR DALAM JONJOT

A

pa itu lagu? Lagu itu harmoni, yang menyelaraskan langkah kaki dengan irama hati. Musik itu bukan jalan hidup, karena kita tidak harus melaluinya, tapi kita bisa melalui apapun dengannya. Musik itu bukan kehidupan, tapi sesuatu yang bisa membuat kita lebih hidup, atau bahkan lebih mengenal hidup. Dengan musik kita bisa memperjuangkan hidup. Musik itu lebih dari sarana, karena di dalamnya ada jutaan rasa yang membalut getaran-getaran perjuangan, atau bahkan rintih kesakitan laknat kesumat. Dengan musik orang bisa semangat, dengan musik juga orang bisa semakin sekarat, meratapi kealpaan masa lalu yang membuat nafas tersendat. Dengannya pula orang bisa merasa dekat dengan Tuhan, atau bahkan sama sekali lupa bahwa dia akan mati. Musik itu energi, yang dengannyalah kakek nenek renta pun mau menggoyangkan pantatnya untuk berpoco-poco. Atau bahkan bokong seksi instruktur aerobik dengan suara khas Mela Berby “kanan, kiri, kanan, kiri, ganti, satu, dua, tiga, empat ganti!!” hahaa. Musik itu pemberontakan. Denganya orang memprotes suatu kebiasaan, bahkan protes kepada Tuhan. Musik itu keterbatasan kreatifitas yang tidak terbatas. Do re mi fa sol la si do’, tujuh nada yang

bisa menerjemahkan milyaran rasa! Musik itu kedamaian, membuat tidur saat terapis membalutkan kasa facial di mukaku. Musik itu keonaran, memaksa beberapa lelaki berseragam dan bersenjata lari kesana-kemari. Musik itu Dolly, kompleks! Di dalamnya ada kenikmatan, kecanduan, obat kuat, keputus asaan, rintih kemaluan, lendir kepuasan, adzan mushola, dan bahkan sholat berjamaah! Musik itu air, tergantung kita sebagai wadahnya mau seperti apa! Pernah dengar balada penjaja suara? Kurang lebih seperti ini; “aalaaah, aku gak perlu belajar alat musik, tidak ada audisi Indonesian Idol untuk pemain gitar, pemain drum, atau penabuh gendang. Uhuyy aku gak perlu belajar vokal, yang penting rekamanku laku, pamer body dan pakaian ketat, sedikit operasi plastik biar nongol body bahenol. Ahaaa aku gak perlu bikin lagu yang susah-susah, cukup yang sendu-sendu, memeras air mata, menguras pedih gulana dan tentu saja, banyak disuka! Cihuuyy aku gak perlu bawa-bawa teman saat konser, cukup instrumen komputer dan bawa payung lalu aku bilang, ela ela ela ae e e e. Hahahaa, bodohnya kalian yang masih berpikir berjuang merubah sistem hanya dengan lagu? sana ikut partai politik, congor buka asal kritik, yang

penting waktu masuk tipi keliatan asyik. Jangan jadi penyanyi sok asyik, bikin lagu menggelitik, yang disindir gak terusik, bikin komunitas baju batik, hahahaaa. Pernah baca celoteh pelawak?Setidaknya seperti ini; “alamak jaman sekarang, budak belang ngomongin arang di muka orang. Muka pelanduk menunjuk badak, badak bersilat mengaku paling mengenal Tuhan. Berdecak cakap bergelut lidah, merasa paling adil, lalu bertingkah. Mencibir orang lain dengan agamanya, padahal sujudpun dia tak pernah. Alamak jaman sekarang, anak muda bergelora energi melimpah ruah, bikin ulah berkomentar dengan serapah. Lupa dia telinga ada di luar, bukan di dalam dan bisa terjaga. Anak muda itu terlalu lemah ternyata. Bibir tak sanggup lafadzkan dzikir, pantat penat duduk tafakur. Otak kemana-mana bukan tasyakur, tapi lebih cari tempat terhibur. Dasar anak muda! Hahahaa. Ucapan anak kecil itu. Dan sore itu aku terpaku, duduk di hadapanku segumpal tanya dalam onggokan daging penyemir sepatu; “abang berbicara tentang Tuhan, debat sana sini seolah paling tahu yang Tuhan mau, emang abang pernah tanya ke Tuhan?” dor!! hahaa. Selama ini, selama 24 tahun, mengikuti kata hati yang aku bilang

suci, mengikuti kata diri yang aku bilang nurani. Nurani yang dibentuk dari ujung aspal, dari sudut pasar, dari derita penjual baju cicilan. Apa benar kata hatiku ini yang paling benar? Bagaimana dengan kata hati orang lain? Dan aku buat syair-syair tentang Tuhan, puisi-puisi mencaci maki ‘pengekor nabi’, yang mengutamakan jubah dan surban, yang mendahulukan takbir dan pedang. Lalu siapa saya? Apa yang sudah saya perbuat untuk KTP saya yang katanya islam? Apakah tuhan menginginkan orang seperti saya? Debat sana debat sini, omong kosong tanpa perbuatan? Kalo debat kuat sampe berjam-jam, tapi untuk sholat cukup sekian salam, kan udah hapal hahahaa. Tapi apakah yang seperti mereka juga yang diinginkan Tuhan? Menyebut-nyebut nama Tuhan dengan senjata di tangan, seolah itu ibadah yang pertama dihisab di alam mizan. Tapi sekali lagi, aku tidak lebih baik dari mereka, aku yakin itu. Dan tentu saja, aku belum berbuat apa-apa untuk jalanku ini, selain berdebat tentangnya bila ada yang meragukan. Preeet banget ternyata aku, seperti sudah sepantasnya kepala ini menghujam ke bumi untuk menyadarkan otak dari mana dia berasal.

.


BAND BERBAHAYA

UP CLOSE

UNREMAINS www.reverbnation.com/unremains

I

nilah Unremains, salah satu band yang patut diperhitungkan di scene underground Makassar. Awalnya band ini bernama Taliban, namun, seiring waktu berjalan pemakaian nama Taliban banyak memicu rasa penasaran dan akhirnya banyak yang salah persepsi sehingga terjadilah pro-kontra di kalangan orang-orang yang tidak tahu sama sekali. Bahkan ada yang mengira dan menyangkut-pautkan dengan organisasi pergerakan Taliban di Afghanistan, yang namanya

sangat dikenal dan diwaspadai di seluruh dunia. Merasa dicurigai sebagai bagian dari simpatisan Taliban Afghanistan, dan untuk mencegah polemik berkepanjangan serta untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, akhirnya dengan berat, nama Taliban yang sudah cukup dikenal di Makassar setelah malangmelintang di berbagai acara seperti Makassar Bersatu #1 dan Makassar Metal Madness diganti dengan Unremains. Band yang dibentuk

dari scene kecil bernama Killer Lab ini beranggotakan Pay (vokal), Lhio (gitar), Nanang (gitar), Luken (bass) dan Darkman (drum). Disini mereka menjawab kejenuhan bermusik dengan sepakat menjadikan hardcore dan metal sebagai benang merah di setiap karya mereka. Mereka pun terbilang berani keluar dari pakem yang monoton dengan mencoba mengeksplor pola–pola old & nu school hardcore, death metal, technical dan ragam Arabian music, dipadukan dengan lirik yang

disajikan dalam bentuk kritikan dengan tema perlawanan, peperangan, lingkungan, sosial dan moral. Dengan nama Taliban, pada tahun 2007, mereka sempat merilis sebuah demo berjudul “No God, No Glory” berisikan tiga lagu; “Into The Victory”, “Kafirun Slave A Satan” dan “No God, No Glory”. Kabarnya, saat ini mereka sedang dalam proses pengerjaan full length pertama mereka, wow, sangat patut untuk ditunggu.

.


BAND BERBAHAYA

BILLFOLD www.purevolume.com/new/billfold

S

ilakan berfantasi mengenai apa saja ketika raungan gitar Angga, cabikan bas Ferrin, dan gebukan drum Pam Alayubi menopang teriakan Gania. sebuah fantasi ranum yang dipicu sajian antara H20, Set Your Goals, dan sedikit Shelter, dalam bungkus vokal Gania yang terdengar fresh, aggressive, dan memancing kita untuk kembali menghujamkan kaki ke atas kepala teman. Dibentuk pertengahan tahun 2010, Billfold

memang berniat memberikan sebuah pemandangan beda di panggung metal kota kembang; Hardcore punk dengan sentuhan vokalis perempuan, ah kita tak harus berangkat ke negeri paman sam untuk menemukan band seperti ini! Hahaha. Tapi, Billfold bukan hanya Gania. Mereka membalut diri dalam sebuah energi konfrontatif, antara hardcore, punk, dan little bit rock. Cobalah tutup mata ketika nomor “It’s Over” atau “Save Them To Save Us” diputar

dengan level volume medium, kita akan dipapah menuju sebuah lorong di jantung New York 90-an. Bagi Gania, Angga, Ferrin, dan Pam, Billfold ibarat sebuah dompet yang bisa membungkus hal paling esensial ketika mereka bermain musik. “Dalam bahasa Inggris, billfold memang berarti dompet,” tutup Gania.

.


UP CLOSE


UP CLOSE

Disini juga gw menyadari, underground tuh bukan sekedar musik keras, atau identik dengan pemberontakan dan kekerasan, underground tuh lebih ke kebebasan, freedom.

ESHA SHEDY SF

G

w lahir 22 tahun yang lalu di Bandung. Hobi gw bekerja keras. Pekerjaan tetap gw, berlibur!!! Gw suka dengerin musik, hampir semua genre. Yang jelas, serasa berdosa kalo sehari aja gak dengerin musik. mungkin karena bokap juga hobi koleksi kaset dulu. Masih inget, dulu waktu SD, pernah buka satu lemari di gudang, isinya kaset semua, mulai dari Panbers, God Bless sampe Judas Priest, ada semua!! Dari mulai SMP sampe SMA, paling seneng ngupingin radio, gak di rumah, di sekolah, di angkot, di wc pun, walkman Sony selalu gw bawa. Malah sampe berkali-kali dirampas guru, soalnya sering ketahuan dengerin radio di pojokan kelas di hampir setiap pelajaran matematika, fisika, PMP, agama (yang ini bukannya gak suka pelajarannya, dari SMP sampe SMA gurunya mesum semua, hehe). Waktu tahun 2004, dari radio gw denger ada gig di salah satu SMA di

Bandung, band yang maen aneh-aneh semua namanya. Yang gw inget waktu itu ada Koil, Savor Of Filth, Rocket Rockers, Jeruji, Sendal Jepit, Komunal, 7 Kurcaci, Burgerkill dll, gak inget semua. Merasa penasaran, berangkat gw ma tementemen dulu. Pertama kalinya gw liat fans setianya Rocket Rockers dan Burgerkill, yang berkostum lengkap dangen atribut band fav mereka, gak kalahlah sama supporter bola. Penasaran pengen tau kaya gimana Burgerkill manggung, gw menyelusup masuk sampe pas depan stage, gak lama para personilnya naik ke panggung bawain intro, abis itu si Ivan naik, tanpa basa-basi, dia langsung megang mik, meludah dan teriak “berkaraatt!!”, gila, apaan nih! Hampir semua orang di sekeliling gw nyanyi bareng, teriak bareng, loncat bareng, moshing, dan banyak yang naek ke stage, trus terjun bebas ke crowd yang lagi moshing!! What the fuck??? They were fcking awesome!!! The bands, the crowd, the

songs, gak akan gw lupain seumur hidup! (I really miss that scene!!) Dari situ, I cross my heart, I bled my nose for those scene. Tiap denger ada gig di Bandung, gak peduli lagi ujian atau pas kebetulan hujan, gw bela-belain dateng. Gw merasa lebih enjoy dengerin jenis musik kaya’ gitu, distorsi gitar, hentakan double pedal, dan kebisingan-kebisingan lainnya bener-bener bikin eargasm. Awal tahun 2008, gw kuliah dan magang di Malang, jauh dari hingar-bingar komunitas underground di Bandung. Satu waktu gw penasaran, di Direktorat ini ada komunitas seperti itu juga ga yah? nah, awalnya gw coba-coba chatting di intranet, nemu nick happy hardcore, ngomongin indie band langsung nyambung, trus dia ngasih link forum TUC, begitu diliat, wow!! gak mikir lama, gw langsung gabung, dan langsung disambut sama member yang lagi online waktu itu, masih inget, greeting pertama dari Pemadam

Kelaparan; “maneh urang Bandung? Hidup Persib!!!” wohohoho, ada supporter from hell juga ternyata di forum ini. ‘dysnomia’, nick ini berasal dari nama salah satu greek myth, goddess of chaos (lho kok dewi??, gw kira dulu god, bukan goddess). Belakangan baru tahu arti lainnya ternyata penyakit speaking disorder, wew! Di forum ini gw kembali merasakan hingar-bingar underground, dapet banyak pelajaran dan wawasan juga seputar underground. Member-membernya juga seruseru, gila-gila, kocak-kocak, dan tersebar dari ujung barat sampe timur Indonesia. Disini juga gw menyadari, underground tuh bukan sekedar musik keras, atau identik dengan pemberontakan dan kekerasan, underground tuh lebih ke kebebasan, freedom. Thanks buat semua member TUC, kalian gilaa dan seru!!! Satu pesan buat TUC, “keep headbangin’ guys!!!”

.


UP CLOSE


UP CLOSE

“

Dan selama 3 tahun ini, saya ngerasa punya rumah, dan keluarga yang baru, yang bisa dibanggakan. Semua anggota punya karakter dan pribadi yang unik, salut untuk kalian semua.

KOKO HANDOYO

P

erkenalkan, nama saya Koko Handoyo, anak pertama dari 3 bersaudara. Asli Jawa, tapi lahirnya udah di Medan dan gak bisa ngomong Jawa. Hobi main game sambil denger musik. Hampir semua jenis musik didengerin, tapi belakangan ini yang paling sering didengerin tuh ya seperti Dream Theater, Lamb of God, Children of Bodom, System of A Down, Nightwish, Muse, Placebo dan sebagainya. Kalau soal pengaruh musik, dari SD udah dicekokin sama yang namanya Guns ‘n Roses, White Lion, bahkan Mili Vanili juga sempet familiar di kuping. Cuma, entah kenapa sewaktu SMP sempat kecantol sama

“

boyband, hahahaha. Untungnya semenjak SMA kembali lagi ke jalan yang benar berkat Korn, Limp Bizkit dan Linkin Park. Pertama kenal TUC dari si Poltak Kid With Gun. Disuruh join waktu masih di Djapra, kebetulan kemaren tuh sekantor dan seseksi sama dia. Saya join dengan nick peep_hole, ngambil dari judul lagunya SOAD. Pertama ketemu dengan beberapa anggota TUC yang lainnya sewaktu ada acara pemecahan data dalam rangka persiapan modernisasi. Ketemu di tempat makan sebelah kantor pusat, dan orang pertama yang saya kenali adalah yang paling aneh yang rupanya seperti alien; Ayip Pemadam Kelaparan, dan Fahmi Be-

nyegh. Setelah itu terjadilah gathering kecil-kecilan yang membahas pembuatan kaos pertama sekaligus menyambut kedatangan saya (katanya sih). Sampai saat ini, setelah 3 tahun lebih, saya masih belum punya sumbangsih apa pun, cuma bisa ngasih komen-komen gak mutu, dan ngerusuhin forum. Dan selama 3 tahun ini, saya ngerasa punya rumah, dan keluarga yang baru, yang bisa dibanggakan. Semua anggota punya karakter dan pribadi yang unik, salut untuk kalian semua. Dan satu lagi, senang punya istri yang punya selera musik yang sama dengan saya. Hail to metal!! Hail TUC!!!�

.


UP CLOSE


UP CLOSE

Emang, kaya’nya selera saya masih mentok di metalcore. Coba deh tementemen rasukin saya dengan musik yang agak death atau brutal..

EKO PRASETYO WIBOWO

S

aya yang bertandatangan di bawah ini, hehe, langsung aja dari lubuk hati yang paling dalem perkenankanlah saya memperkenalkan diri. Nama saya Eko Prasetyo Wibowo, lahir tanggal 21 Januari 25 tahun yang lalu (itung sendiri tahun kelahirann saya yah). Biasa orang memangil saya dengan Eko tapi ndak tau kenapa sejak masih sekolah dasar saya di panggil dengan nama julukan “Menjonk “ (nulisnya begini ya biar agak kerenan dikit). Dari kecil sampai SMU saya habiskan masa indah sekolah saya di kampung halaman bernama Trenggalek, Jawa Timur (small town without traficc jam ). Dari kecil sudah diperdengarkan beraneka ragam musik, dari yang mulai Titiek Puspa sampai Lady Rocker Anggun. Sampai suatu saat pertama kali ngeband jaman SMU (jadi vokalis jadi-jadian) bawain lagu-lagu Creed karena saat itu musik alternative lagi kenceng kali ya. Dan sampai akhir–akhir SMU berubah haluan menjadi ska-reggae (alhamdulillah masih dipercaya jadi vokalis), karena lagi-lagi ikut

arus jaman ska dengan tarian pogo-nya. Masuk ke STAN dengan sedikit keajaiban, musik saya mulai merambah ke rock klasik macam Steel Heart, White Lion, Mr. Big sampai yang agak keras dikit, Metallica. Itupun disebabkan seringnya diajak kakak kelas waktu di STAN ( vokalis lagi vokalis lagi) ngejam di studio rental X-Mongso deket PL (masih ada gak sih studio rentalnya bro?). Sampai akhirnya penempatan pertama di KPP Karawang, saya menemukan teman seperjuangan yang mengajak ke jalan berbeda dari sekedar cuap–cuap jadi vokalis, yah akhirnya les drum. Kenapa drum? karena saya melihat drum adalah instrumen yang menjadi dinamika dan pondasi dari musik (itu kata saya lho). Di tempat les musik itulah saya menemukan anak-anak yang suka musik metal mulai dari Hateebreed sampai Sepultura. Mulailah awal perjalanan karir permusikan metal saya. Tapi waktu pertama dengerin Sepultura kaya’ mo muntah, anjrit nih musik apaan kok temponya cepat banget. Namun lama kelamaan saya

ndak mendengarkan musik itu, turun level aja ke metalcore, mulai Lamb of God, In Flames, Arch Enemy, Shadows Fall, Trivium, Bullet for My Valentine, dan Avenged Sevenfold. Emang kaya’nya selera saya masih mentok dengerin metalcore kali, coba deh teman-teman rasukin saya dengan musik yang agak death atau brutal. Pengalaman nonton konser juga saya dapat dari sini. Mulai nonton Avenged Sevenfold pertama tahun 2007 dan yang 2008 kemaren, bareng anak-anak TUC, sampai nonton konser rock klasik like Hellowen, Megadeth dan Extreme. Dan tak lupa juga sempet nonton Saosin, My Chemical Romance dan Story of the Years (kata anak sekarang nyebutnya musik emo). Oh iya, dari les musik juga saya kenal yang namanya klinik musik. Mulai klinik drum Pat Torpey (Mr. Big), Gregg Bissonette, Simon Philips (Toto), Mike Mangini (Steve Vai), Jimmy De Grasso, Patty Balinas, Thomas Lang , Dave Weckl (nih acara pre Java Jazz Event bareng Mike Stern dan David Sazzbourne) sampai

klinik bass Billy Shehaan (Mr Big). Oh ya, pengalaman seru dan tak terlupakan adalah nonton Jakarta Rock Parade bareng Annaz Nightmare, Niko sama Fahmi Benyegh. Kalo gak salah sebelum nonton, ketemuan sama Fadli Moron, Gigih Monodh dan Pak Andria di lobi kantor pusat. Konser yang harusnya jadi Wacken-nya Indonesia atau minimal Big Day Out, tapi Karena EO yang kacau jadi hambar dan basi nih acara, damn. Akhir kata, saya sudah pindah kantor ke KPP Madya Bekasi sejak 3 tahun yang lalu. Selera ya masih begini-begini aja. Walaupun ndak terlalu aktif di milis, tapi saya rajin menghapus email-email kalian dan mengunduh lagu kirimannya. Oh iya, sampai lupa kalo di milis dan web TUC yang dulu nickname saya ‘Ecko logic’. Terima kasih untuk TUC-ers semua. Salam dari pojok kantor di Jl. Cut Mutia, Bekasi. Keep metal, rock, ska & reggae.”

.


SCENE REPORT

BANDAR MADANI

BERGERAK #1

BUKTI EKSISTENSI SCENE PAREPARE Hari sabtu dan minggu tanggal 26-27 Februari 2011 lalu mungkin saja merupakan hari bersejarah bagi scene bawah tanah kota Parepare. Dua hari itu, sekumpulan anak muda kreatif yang tergabung dalam sebuah komunitas kolektif bernama Pasukan 15 sukses menggelar hajatan, yang mungkin suatu hari nanti bisa dianggap sebagai milestone bagi pergerakan kultur bawah tanah di kota ini, bertajuk “Bandar Madani Bergerak #1�. (oleh Dede Hate)



SCENE REPORT

S

ebuah hajatan yang dimaksudkan untuk menyalurkan bakat, mempererat tali silaturahmi, dan menunjukkan kreatifitas anak-anak muda kota Parepare, yang hebatnya, tidak saja berisi pagelaran musik dari banyak band dari berbagai lintas genre, tapi juga diisi dengan atraksi sepeda low rider, skateboarding challenge, finger board, graffiti, pertunjukan dance dan clothing expo. Tajuk acara “Bandar Madani Bergerak #1� yang diambil dari nama julukan untuk kota Parepare ini, kurang lebih berarti bahwa acara ini adalah semacam ajakan dari anak-anak muda kota yang tenang dan damai ini untuk mulai bergerak menunjukkan kemampuan mereka dengan melakukan hal-hal positif, dan bahwa ini hanyalah awal dari pergerakan mereka. Penggagas acara, Pasukan 15 send-

iri, adalah semacam umbrella community yang menaungi dan menyatukan berbagai macam komunitas kreatif di kota ini; komunitas band (Enam Jari, Ollie Over, Black Hole, Paku Beton, Miranda Incorporation dll), komunitas lowrider, komunitas graffiti, komunitas skateboard dan fingerboard yang tergabung dalam Parepare Skateboard Community (Pasac). Acara yang berlangsung selama dua hari di Pasac Skate Park & CafĂŠ Area di Jl. Pinggir Laut ini sukses mengumpulkan ratusan anak-anak muda dari kota Parepare dan sekitarnya untuk sedikit bersenang-senang. Karena acara diadakan di tempat terbuka, yang pada akhir pekan merupakan wilayah yang cukup ramai dikunjungi dan dilalui, maka acara ini juga cukup mampu memancing rasa penasaran dari orang-orang yang lewat

atau mereka yang tidak mengerti musik bawah tanah untuk sekedar bengong ketika band-band berisik beraksi di panggung. Menurut beberapa teman panitia yang kami temui, acara ini dipersiapkan dalam waktu hanya sebulan dengan berbagai macam kendala yang dihadapi. Yang terutama adalah masalah klasik bagi pagelaran apapun; dana. Meskipun beberapa donatur seperti Suzuki Bau Massepe, Telkom Flexy, MST Oto, Immortal, Miranda Net, dan beberapa distro seperti MMC Shop, Winner dan Sanssouci sukses digaet, dana yang terkumpul belum mencukupi, bahkan dengan perhitungan sehemat dan semimimum mungkin. Untuk mengakali hal ini, panitia akhirnya memutuskan untuk urunan, menjual stiker sampe menggunakan waktu 3 minggu yang tersisa

untuk mengamen! Bagusnya, band-band yang diundang, utamanya yang dari luar kota seperti teman-teman dari scene Makassar (Unremains, NoWayOut, Brainfool dan Manic Depressive) rela bermain tanpa bayaran sepeserpun selain akomodasi selama di kota Parepare. We think that’s what underground brotherhood should means! Yang membuat semakin salut, untuk pertunjukan musik, tidak ada dikotomi tentang genre apa saja yang boleh dan tidak boleh dimainkan dalam acara ini. Tidak hanya tentang metal dan hardcore, disini juga disajikan screamo, punk, rap sampai reggae, bahkan band pembuka panggung di hari pertama membawakan lagu Viera! Jadi sangat senang rasanya melihat anak-anak metal dan hardcore dengan kaos hitam-hitam dan celana army, anak-anak punk dengan


mohawk dan rantai-rantai, anak-anak rap dengan topi kebalik dan kaos double extra large, anak-anak reggae dengan hem santai, bahkan cewe-cewe era informatika masa kini dengan skinny jeans dan tight tshirt berkumpul untuk menunjukkan kekompakan mereka. Acara hari pertama dibuka oleh sebuah band bernama Salvation, yang seperti disebutkan tadi membawakan beberapa lagu dari Viera, semacam buaian mungkin untuk sebuah malam yang akan berisik. Disusul kemudian oleh The Brothers, beranggotakan anak-anak di bawah umur yang beberapa minggu sebelumnya tampil sebagai juara di sebuah festival band pelajar, dan mereka cukup apik memainkan musik rock yang menghentak. Penampil lain pada hari pertama adalah band cukup lawas dari komunitas bawah

tanah Parepare, Ollie Over, yang tampil enerjik dengan musik punk mereka. Ada juga Sragments of Sadness dan satu band muda potensial bernama Hitler yang memainkan tiga lagu dari Lamb of God, salah satunya, “Laid To Rest”, cukup mampu memancing terciptanya moshpit di depan panggung. Selain mereka ada dua band dari scene Makassar; Archisexture dan Unremains yang didapuk sebagai band penutup pada hari pertama. Sebagai band terakhir yang naik panggung malam itu, meskipun diwarnai dengan beberapa insiden teknis, Unremains tampil cukup beringas dan mampu membuat crowd beberapa kali bertubrukan cukup liar di moshpit. Sayangnya, mereka baru menyelesaikan dua lagu ketika akhirnya pak polisi meminta acara dihentikan dengan alasan sudah larut malam dan mungkin

akan mengganggu pengunjung kafe remang-remang di sekitar situ yang justru baru akan memulai aktifitas mereka. Di sela penampilan beberapa band, malam itu juga tampil aksi kelompok dancer Freedom Squad, yang seperti kata mc, sangat ampuh memancing ‘pria-pria hidung belang’ untuk merapat ke bibir panggung, haha. Di bagian lain, skater-skater dari Parepare Skateboarding Community juga menunjukkan atraksi dengan papan seluncur mereka. Sementara itu, seniman-seniman grafitti seperti Lunadash9, Alias3, H-fi (Makassar), Collapse (Jakarta), Monsterspot, dan Antween Qee (Parepare) mulai berkreasi dengan cat pilox mereka di tembok di sebelah kiri panggung. Pertunjukan musik hari kedua menunjukkan pluralitas genre itu ketika NoWayOut dari Makassar

membawakan lagu-lagu hardcore yang agresif, Brainfool yang berisik memainkan grind yang agak cyber, Usis 16 dengan lagu-lagu rock Jamrud, Enam Jari, band tuan rumah dengan lagu bernuansa nu metal, Manic Depressive dengan screamo yang meledak-ledak, Jacuzzy dengan lagu-lagu dari Bullet For My Valentine, Joe Da Flash dan Shuky membawakan lagu-lagu rap yang satir dan kritis (salah satunya tentang Gayus Tambunan sebagai superhero), Pinggir Laut Band dengan lagu santai beraroma reggae, dan D’Prof #1 yang diatas panggung tak lupa mengibarkan bendera berlambang anarki sanggup mengajak crowd ber-oi oi ria dengan tiga lagu dari Marjinal. Sebagai penutup, band tuan rumah lainnya, Black Hole tampil membawakan lagu-lagu dari Slipknot.


SCENE REPORT

Secara keseluruhan, acara 2 hari itu sukses menunjukkan eksistensi pergerakan kultur bawah tanah kota Parepare. Panitia tidak memungkiri masih banyak kekurangan selama berlangsungnya acara. Utamanya masalah set alat di panggung, seperti mik yang tiba-tiba tidak berfungsi, atau sound system yang kurang maksimal. Tapi inti dari acara ini bukanlah tentang seberapa bagus penampilan Anda di atas panggung, tapi lebih ke semangat persatuan. Seperti kata mc saat beberapa band yang akan tampil cukup lama menyetting instrumen mereka; “ini bukan festival, kita main seadanya saja, yang penting kita bersenangsenang”. Untuk acara sejenis, dibanding dengan kota-kota lain di Indonesia, Parepare memang bisa dibilang telat, but better late than never rite? Sebenarnya, dari sejarah panjang scene Pare-

pare, sudah sering diadakan gig-gig underground meskipun dengan skala yang lebih kecil dan tidak cukup terpublikasikan. Untuk memetakan scene bawah tanah Parepare sendiri, sepertinya cukup sulit karena kurangnya dokumentasi visual maupun tertulis. Tapi secara singkat, seperti yang kami telusuri berdasarkan oral history yang dituturkan teman-teman yang terlibat seperti Ewink dan lain-lain, scene bawah tanah kota ini sudah ada sejak pertengahan 1990-an dengan munculnya grup-grup rap seperti State Issue, Survival Crew, HBC Crew, MD Rap, Rapper Boys, dll. Menjelang 2000-an beberapa band black metal seperti Satanic Mantra, Jurassic dan Mukjizat dengan aksi mengerikan di atas panggung tampil dan menarik perhatian publik bawah tanah. Gelombang nu metal yang menyapu seluruh dunia pada pergantian millennium juga sampai di kota

ini dengan munculnya bandband yang memainkan cover Slipknot, Limp Bizkit, System Of A Down, Rage Againts The Machine dll seperti Prosthetics, Junkies, Dr Machine, Paku Beton, Prosthemachine, 9 Koma, Black Hole, Enam Jari dan P-69. Di saat hampir bersamaan, beberapa band punk seperti Cutterphy dan Kue Lapis juga mulai unjuk kebolehan. Dan saat ini, seperti juga di kota-kota lain, geliat scene metal dan hardcore juga telah merambah kota ini dengan munculnya band-band muda potensial. Untuk basecamp, atau lebih tepat disebut tempat kumpulkumpul selama era pertengahan 1990-2000-an adalah di Lapangan Andi Makkasau, kemudian di sebuah gedung tua di depan Hotel Delima Sari di Jl. Andi Makkasau dan di samping Pelabuhan Nusantara. Tahun 2005 tempat yang cukup ramai dijadikan basecamp adalah Studio Vista di daerah Senggol di Jl. Ping-

gir Laut. Dan saat ini, ketika semua pergerakan bawah tanah disatukan dalam komunitas Pasukan 15, Miranda Net, masih di Jl. Pinggir Laut, dijadikan sebagai markas tempat berkumpul. Seperti yang sudah direncakan, Bandar Madani Bergerak #2 insya Allah akan diadakan pada paruh kedua tahun ini dengan harapan akan berlangsung lebih baik dan lebih banyak yang terlibat. Terima kasih untuk teman-teman dari Pasukan 15 atas terselenggaranya acara ini; Ewink, Riri, Amran, Halik, Ibe’, Karmin, Uly, Rudi, Zul, Amme’, Bang Agus, Eta’, Kadir, Erik, Endang, Donking, Sandy, Eko, Rizal, Hendro, Mady, Allink, Anti, Culma, Mizi, Tya, Erlin, Andy, Ade, Nana, Wanto, Illank, Joe, Arif, Eed, Dilla, Andi Reza, Emmank, Ramma’, Dedy, Dahar, Pandi Caliban, Chandra, Uppi’ dan lain-lain. Maju terus scene Parepare!

.


SCENE REPORT


PENADAH LUDAH

KONSER METAL DI INDONESIA

SEBELUM DAN SESUDAH

RUSUH METALLICA (oleh Anak Agung Ngurah Goya Yamadagni)

K

arena kemarin sempet ngomongin masalah konser Sepultura dan Metallica yang chaos, jadi pengen bikin perbandingan konser metal di Indonesia sebelum rusuh Metallica dan setelahnya, karena setelah chaos konser Metallica terjadi kevakuman konser yang cukup lama, kalau gak salah sekitar satu atau dua tahun gitu. Btw, ini cuma opini pribadi saya doang. Lets get start! Pertama, Promotor Konser. Pada era ‘before chaos’ cuma ada sedikit promotor yang menggelar konser metal, itupun rata-rata promotor profesional. Setiawan Jody adalah salah satu promotor besar yang waktu itu aktif menggelar konser metal

(Metallica). Pada era ‘after chaos’, apalagi era belakangan ini, cukup banyak promotor yang menggelar konser metal, dari yang profesional sampe yang kelas patungan. Sisi positifnya, sekarang kita jadi bener-bener dimanja dengan bejibunnya konserkonser metal, setahun bisa empat sampe lima kali, kalau dulu, setahun paling banyak 2 konser metal. Tapi negatifnya, karena banyaknya promotor amatiran yang cuma memperhatikan sisi profitnya doang dan akhirnya ngorbanin kepuasan penonton dengan kualitas sound dan lighting yang asal-asalan. Kedua, Artis (Opening Act). Pada konser-konser metal era ‘before chaos’ opening act lebih banyak

dari band-band rock mainstream seperti Roxx dan Edane, yang kalau dilihat dari lagu-lagu mereka udah terlalu jauh menyimpang dari akarnya (selera pasar minded), rada-rada kurang nyambung dengan genre artis utamanya. Di era ‘after chaos’ saya perhatikan pemilihan opening act mulai lebih teliti, setidaknya genre musik opening act-nya mendekati genre artis utamanya. Dari sini saya lihat promotor atau penonton konser metal era ‘after chaos’ sudah lebih cerdas dalam menentukan siapa yang pantas jadi opening act. Ketiga, Venue. Pada era ‘before chaos’, konserkonser metal lebih banyak diadakan di stadion bola (Lebak Bulus/Jakarta, GOR

10 November/Surabaya). Jadi bener-bener berasa nonton konser. Kalau era ‘after chaos’ sekarang ini sepanjang pengetahuan saya belum ada konser metal yang diadakan di stadion bola lagi. Malah banyak konser metal yang diadain di tempat seadanya. Sampai ada istilah ‘studio gigs’, konser band metal luar negeri yang diadain di studio musik, can you believe it? damn. Demikian sedikit pengamatan dari saya, monggo kalau ada yang mau nambahin.

.


PENADAH LUDAH

WITH GOD ON OUR SIDE (oleh Mardhani Machfud Ramli)

M

ungkin masih banyak diantara kita yang gak mengenal sosok Bob Dylan. Musisi kelahiran Minnesota, 24 Mei 1941 ini menorehkan pengaruh yang besar dalam dunia musik dan bahkan dalam pergerakan politik Amerika Serikat saat itu, turut mempengaruhi beberapa musisi seperti Jimi Hendrix, U2, Guns ‘n Roses, hingga Iwan Fals di tanah air. Ciri khas dari seorang Bob Dylan adalah lirik-liriknya yang puitis dan sarat akan perlawanan. Tokoh panutan Bob Dylan memang adalah seorang penyair yang menjadi cikal bakal pemilihan nama panggungnya, Dylan Thomas. Salah satu lagu favorit saya selain “Like a Rolling Stone” dan “Blowing in the Wind” adalah lagu “With God on Our Side” di bawah ini. Tema dan liriknya benar-benar universal, dan patut untuk dihayati hingga kalimat terakhirnya, “If God in our side, He’ll stop the next war”. Oh my name it is nothin’/ My age it means less/ The country I come from Is called the Midwest/ I’s taught

and brought up there/ The laws to abide/ And that land that I live in/ Has God on its side. Oh the history books tell it/ They tell it so well/ The cavalries charged/ The Indians fell/ The cavalries charged/ The Indians died/ Oh the country was young/ With God on its side. Oh the SpanishAmerican War had its day/ And the Civil War too/ Was soon laid away/ And the names of the heroes/ I’s made to memorize/ With guns in their hands/ And God on their side. Oh the First World War, boys/ It closed out its fate/ The reason for fighting/ I never got straight/ But I learned to accept it/ Accept it with pride/ For you don’t count the dead/ When God’s on your side. When the Second World War/ Came to an end/ We forgave the Germans/ And we were friends/ Though they murdered six million/ In the ovens they fried/ The Germans now too/ Have God on their side. I’ve learned to hate Russians/ All through my

whole life/ If another war starts/ It’s them we must fight/ To hate them and fear them/ To run and to hide/ And accept it all bravely/ With God on my side. But now we got weapons/ Of the chemical dust/ If fire them we’re forced to/ Then fire them we must/ One push of the button/ And a shot the world wide/ And you never ask questions/ When God’s on your side. In a many dark hour/ I’ve been thinkin’ about this/ That Jesus Christ/ Was betrayed by a kiss/ But I can’t think for you/ You’ll have to decide/ Whether Judas Iscariot Had God on his side. So now as I’m leavin’/ I’m weary as Hell/ The confusion I’m feelin’/ Ain’t no tongue can tell/ The words fill my head/ And fall to the floor/ If God’s on our side/ He’ll stop the next war Mungkin ada benarnya poin yang disampaikan Bob Dylan dalam lagu ini. Semua orang menganggap dirinya disertai Tuhan dan melakukan apa saja atas nama Tuhan. Pihak Nasrani disertai Tuhan dalam Perang Salib, begitu juga pihak Mus-

lim. Tentara Irak disertai Tuhan dalam Perang Teluk, dan begitu juga tentara Amerika Serikat seperti pada perang di belantara Vietnam dimana mereka juga disertai Tuhan, dan begitu juga tentara Vietkong. Serdadu Israel disertai Tuhan disisi mereka saat berperang melawan orang-orang Palestina yang juga disertai Tuhan disisinya. Bahkan pelaku terorisme di Indonesia akan mengaku disertai Tuhan dalam misi mereka, dan di sisi lain tim Densus 88 berdoa kepada Tuhan sebelum melakukan penyergapan karena mereka percaya Tuhan berada di sisi mereka. Tapi apa yang terjadi, Tuhan menjadi alasan untuk peperangan, kekacauan, pembakaran, pengeboman, pemerkosaan, pembunuhan. God hates war, i believe that. Tapi mengapa mereka masih merasa Tuhan berada di sisi mereka? Mungkin sekarang saatnya kita berhenti bermain Tuhan dan menjadi lebih bijaksana. Dan sekali lagi mengutip kalimat penutup lagu di atas, “If God in our side, He’ll stop the next war”.

.


PENADAH LUDAH

BE A GOOD PEOPLE BY MUSIC, IT IS NOT IMPOSSIBLE (oleh Nugrahaningtyas Nevi Puspitorini)

A

da beberapa hal ketika saya kembali mendengarkan beberapa musik yang jauh sudah saya tinggalkan when I’m become a mother. Bahkan suami saya yang dulu juga parah sekarang lebih suka dengerin musik yang njawani. Beberapa waktu lalu saya sempat takut ‘terjerumus’ lagi, apalagi pas ketemu TUC, hahahaha. Karena pas kuliah banyak yang ngingetin, bahwa musik haram dalam Islam. Dan sekarang ketika (mungkin karena umur atau karena mulai mencoba sebagai pemerhati masalah anak dan kehidupan, cieee) saya banyak belajar bahwa musik di telinga saya sekalipun musiknya bak ‘setan’, saya mencoba tidak terpengaruh kecuali menikmati saja (jangan terlarut), dan bilang “Subhanalloh, Alloh image taken from djmixtips.com

memberikan kelebihan orang untuk mengeluarkan bunyibunyi itu, sedangkan saya hanya diberi kelebihan untuk mendengar saja”. Dan kebetulan sebagai muslim, saya diajarkan untuk banyak berdzikir, mungkin karena mulai menjadi kebiasaan, maka ketika musik itu mampir ke telinga saya dengan headset sekalipun, saya bisa menikmatinya, bahkan bisa pula dengan berdzikir (maaf, saya ungkapkan ini bukan untuk ‘bersombong ria’). Jadi terus terang ketakutan saya akan terpengaruh dengan musik menjadi sedikit tidak paranoid. Dan saya tidak mengajarkan anakanak saya mendengarkan jenis musik tertentu, saya bebaskan mereka memilih, dan entah kenapa naga-naganya mereka memilih jalur musik yang ibu mereka sukai.

Dan terus terang sebagai penikmat musik suka sedih kalo liat eventevent yang menyebabkan mereka mabuk, tawur, drug, free sex etc. Padahal musik paling ground sekalipun bisa didengarkan dalam diam atau bahkan sebagai pengantar tidur. Jenis musik apapun akan menjadi berbahaya ketika semua perilaku ‘negatif’ dilakukan, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Ya itu tadi, musik jangan dijadikan pegangan hidup, it’s mean mempengaruhi semua tingkah laku dan hidup kita, bahwa “ini lho gw, lu bisa liat tampilan gw kan? kalo gak ngedrug lu bukan bagian dari musik, dengan minuman keras lu bisa nikmatin musik jadi lebih yahud” etc. Kenapa kita gak jadikan musik sebagai rasa syukur kita? penyemangat

kita agar kita lebih berani bertindak dalam kebenaran? Musik bagian dari hidup kita yang bisa membuat hari terasa lebih nyaman, be a good people by music, it is not impossible. Emang bener kalo musik sangat berpengaruh, dalam gaya hidup maupun cara bicara. Tapi, ini tadi dilihat dari sisi muslim kan? Nah, bukankah nabi kita menyuruh kita agar membiasakan diri berbicara baik? Kalo emang bener-bener sebagai muslim, jadikan imbang dong, to be balance antara musik dan keyakinan lu. Tetep dengerin musik, tapi tetep tidak meninggalkan ibadah, sholat tetep, ngaji tetep, bersedekah tetep, that’s all. The point is: heaven can find many ways, and just God the mighty of it. I do believe it!!

.


PENADAH LUDAH

MIMPI

(oleh Andria Sonhedi)

H

ampir setiap buku atau seminar pembangkit motivasi menjadikan mimpi sebagai pendorong kita untuk mau berusaha mencapainya. Tak heran bila banyak musisi yang juga memakai mimpi sebagai judul atau tema lagu-lagu mereka. Dari yang isinya gombal semata sampai yang bermakna mendalam, baik mimpi indah (ingat lagu Eurythmics yang selalu dibawakan Marilyn Manson; “Sweet Dreams”) atau mimpi buruk (“Nightmare”nya Alice Cooper), atau yang agak abstrak seperti lagu Porcupine Tree, “Baby Dream In Cellophane”. Terkadang mereka yang menyebut diri mereka sebagai pemimpi/ dreamer merasa punya kesamaan mimpi dengan orang lain. Ingat lirik lagu

“Imagine” dari John Lennon; “You may say I’m a dreamer. But I’m not the only one”. Kita di sini jelas tidak sedang membicarakan mimpi gaib untuk mencapai jabatan atau derajat kedudukan dalam masyarakat. Mengapa kita sesekali (atau agak sering) harus punya mimpi? Mimpi (dalam makna yang lebih luas dari bunga tidur) adalah harapan. Orang yang mempunyai harapan akan lebih baik hidupnya dibandingkan orang yang hidup tanpa harapan. Kebanyakan orang punya harapan masa datang yang lebih baik dari sekarang (atau bila mimpi buruk berarti sebaliknya) atau mencapai sesuatu yang dianggap mustahil. Cukup banyak orang yang berhasil menggapai mimpi, yang biasanya disebut mimpi

yang menjadi kenyataan. Mereka yang berhasil adalah orang yang bisa membedakan mana mimpi yang bisa direalisasikan dan mana yang 100% hanya khayalan. Mimpi juga bisa berarti tantangan kreatifitas. Kreatifitas seseorang biasanya berawal dari mimpi akan suatu alat atau suatu karya yang selama ini belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Orang-orang yang kreatif banyak bermimpi dan mimpinya harus lebih banyak dibanding orang-orang biasa yang mengerjakan sesuatu sesuai dengan perintah dari atasannya. Alat-alat yang sekarang banyak membantu kehidupan kita sebagian besar adalah buah dari mimpi-mimpi para kreatif tadi. Orang-orang yang tak mau bermimpi (dalam arti

kiasan tentunya) bisa disamakan dengan orang mati. Rachmat Djoko Pradopo (yang kebetulan adalah ayah saya) menegaskan dalam salah satu bait puisinya; “karena mati itu adalah tidur tanpa mimpi”.

.

image by Reografie taken from flickr.com


POINT OF VIEW

ANTARA UNDERGROUND DAN KETAUHIDAN

Kemunculan Komunitas Underground Satu Jari di scene bawah tanah Indonesia memancing kontroversi dan menuai berbagai macam reaksi, pro dan kontra. Bagaimana dengan kita di TUC?

ANAK AGUNG NGURAH GOYA YAMADAGNI “Baru-baru ini saya dapat berita ada gerakan baru di scene underground Jakarta, mereka namain diri gerakan salam satu jari. Gerakan ini dipelopori oleh Ombat motornya Tengkorak. Misinya sendiri adalah membalikkan idiom selama ini yang menyatakan bahwa musik underground atau metal pada khususnya adalah musik pemuja setan. Dengan gerakan ini mereka ingin menyuarakan kalau anakanak underground juga taat beragama, hal ini disimbolkan dengan sign baru yaitu satu jari (Keesaan Allah). Anggota dari gerakan ini tidak semuanya berasal dari bandband metal tapi ada juga kelompok rap dan dangdut. Beberapa hari yang lalu di salah satu thread di kaskus, gerakan ini sempat jadi

perdebatan karena melakukan sholat berjamaah di arena gigs (depan panggung). Gerakan ini juga menjadi perdebatan di kalangan scene metal di Jakarta karena sekarang scene metal di Jakarta sendiri sudah terpecah menjadi 2, yaitu kelompok metal dua jari dan kelompok metal satu jari. Yang lebih parahnya sekarang ada diskriminasi kaya’ band-band dari salam satu jari gak boleh main di gigs metal dua jari, begitu juga sebaliknya. Misi dari gerakan salam satu jari sebenernya cukup mulia yaitu berusaha berdakwah lewat musik yang mereka kuasai tapi mungkin cara dakwahnya aja yang harus dievaluasi. Menurut saya sendiri tidak ada salahnya melakukan dakwah lewat musik baik itu metal, punk, rap atau dangdut (gerakan satu jari tidak

semata-mata kumpulan bandband metal tapi dari beberapa genre termasuk dangdut). Tapi yang salah menurut saya ekslusivisme yang dilakukan ombat dkk dengan mengibarkan sign baru (salam satu jari). Seharusnya dakwahnya bisa dilakukan di semua scene, alangkah mulianya kalau memang dakwah lewat musik yang jadi misi gerakan satu jari ini bisa menyadarkan minimal ngelurusin sedikit orang-orang yang dianggap gak bener di scene metal dua jari. So apapun itu tujuannya, jelas-jelas ekslusivisme pasti akan memancing perpecahan. Harusnya band-band yang tergabung di salam satu jari berkaca ke Soneta Group yang berusaha berdakwah dengan musik tapi tidak merubah sendi-sendi dasar di dangdut dan tidak mengibarkan bendera dangdut satu jari.

Yups memang sebaiknya gak ada ekslusivitas. Kalau emang mau berdakwah ya monggo berdakwah, toh seperti kata mas Hasrullah its about faith jadi balik lagi ke pribadi pendengarnya masing-masing. Kan ada ujarujar yang bilang lebih mulia menyampaikan kebaikan di depan 100 penjahat daripada di depan 1000 orang baik.” ARIEF HIDAYAT ADAM “Wah memang jadi dua kubu ya? (kalau bersaing dalam musikalitas sih it’s ok, asal jangan nantinya jadi perang aqidah). Tampaknya ada penerapan identitas salah kaprah lagi, yang satu seperti hidup di Arab, yang satu seperti hidup di Ireland. Malah yang saya takutkan ini bentuk baru pengkristalan isu-isu SARA, atau malah ditunggangi? Kalau hemat saya, aqidah tidak perlu lantas di


POINT OF VIEW

seru-serukan, it’s just you and God. Iya, gerakan ini dikomporin Thufail demenannnya Fadli sama Dede. Sejarahnya sih, kalo gak salah dulu pernah berkembang polemik Thufail vs Ucok Homicide, perang musikalitas mengenai aqidah. Thufail tampaknya aktifis dalam bidangnya, makanya pas Thufail buat band baru The Roots of Madinah, ya dikembangkan pula scene baru ini. Bukannya Tengkorak dulu tidak seperti ini? Ya untuk fight zionisnya, tetapi tidak secara aqidah ya? Setau saya malah Purgatory duluan. Yes, one finger means one root rite? Toh, we all have the same root, ya root undergroundnya! Gerakan anti tuhan, raelian, satanisme, okultis, metal satu jari, metal dua jari, dan metal-metal atau budaya-budaya pemekaran lainnya what ever, selain itu gak ada juga yang mempermasalahkan, nor ketika gerakan tersebut menjadi boomerang, itu buktinya penolakan gigs untuk metal dua jari, dan satu jari? itu yang harusnya di-wtf-kan, bukan pluralismenya. Nah apa yang akan terjadi di depan bila hal ini terus berlanjut? war! Seperti scene hardcore Bandung vs scene hardcore Jakarta dulu, uuuh ngeri saya. Nah dengan pluralisme, saya yakin semuanya ada pada fase ‘aman’ untuk menyaringkan idealisme-idealismenya. Atau tetap mau dalam kondisi ini? All we need is a brain, not only a faith. Nah perlu ditelusuri nih, siapa yang kemudian menjadi pemantik perpecahan? apa ada history dibalik itu? misalnya dogma individu? kebetulan teman-teman gak ada yang terjun langsung ya? Jujur saya suka ideologi keduanya. Thufail apa lagi, liat historical faith-nya bikin merinding. Lalu siapa ya, metal dua jari? hmmh let see, yang saya kenal secara personal aja, Adi Gembel

Forgotten. Walaupun secara eksplisit dia memakai jargon ‘tuhan’ sebagai objek hujatan tapi kalau ditelusuri lebih jauh, now I know tuhan yang dia maksud itu apa. Nah kalau ditanya setuju atau tidak setuju adanya scene ini? Saya bilang setuju! Toh yang benarbenar berideologi dan bertauhid nanti ketahuan! Islam mengajarkan perdamaian, dan underground mengajarkan perjuangan, freedom dan pluralisme.” FADLI MORON “Masa’ sih memecah? Katanya individu merdeka, bebas memilih, lah kalo ada yang merasa merdeka dengan satu jari, trus apa salah? Trus namanya pengkotak-kotakan, kalo metal ada banyak genre itu pengkotak-kotakan gak? Anggap aja ini genre baru, kaya’ sxe di hardcore yang sebenarnya secara gak langsung juga memunculkan genre baru. Ok, sekarang kenapa sih yang mengeksklusifkan diri? Lah kalo memang di dunia underground itu bebas, trus kenapa kebebasan sendiri dikekang? Bukannya one finger movement merupakan bentuk kebebasan berpikir juga? Kalo menurut gw sih, enaknya jalan sama-sama, metal dua jari tidak menjudge metal satu jari, begitu juga sebaliknya.” OLAP LINDEI DAMANIK “Buat gw sih, terserah muatan musisi metal itu apa, gak ada masalah. Karena buat gw metal itu satu aja, yaitu semangatnya. Sepanjang musiknya bisa gw nikmati, gw akan tetap dengerin. Gak peduli mereka itu aliran setan kek, relijius kek, atau apapun, politik, kemanusiaan. Musik tetaplah musik dan metal tetaplah metal, sangat universal dan fleksibel. Jadi menurut gw, semua tergantung ke konsumen, pendengar, mereka akan memilih yang mana. Walaupun begitu, terus terang gw respek den-

gan gerakan metal satu jari, mereka ingin nunjukin sisi lain dari kelamnya metal, tapi sekarang gw kecewa kalau ternyata gerakan ini malah bikin metal dalam negeri terpecah-pecah, padahal pada saat metal mulai menggeliat lagi akhir-akhir ini, seharusnya seluruh insan metal harus solid, karena itulah kekuatan yang bisa bikin scene metal bisa eksis sampai hari ini. Harapan gw, semoga gejolak ini hanya sementara, dan pada akhirnya, metal kembali seperti semula, perlahan tapi pasti menjadi inspirasi banyak orang di negara ini. Maju terus metal Indonesia. Tapi gw masih metal konvensional, hahaha.

mengajak orang lain memandang TUC dari sisi lain. So, kenapa metal dua jari dan satu jari tidak bisa bersatu? Karena metal satu jari, mungkin menganggap metal dua jari seperti persepsi orang terhadap metal seperti yang sudah-sudah. Kalau yang ini, gw jelas gak terima. Kalau awal pendirian metal satu jari untuk merubah image, maka seharusnya tidak menolak metal dua jari demikian pula sebaliknya. Tetapi adanya dua aliran seharusnya bisa bersama untuk merubah image. Sholat bersama di panggung, kalau memang supaya tidak meninggalkan kewajibannya sholat sebelum konser dimulai, it’s okay menurut saya. Karena kadang lupa kewaNUGRAHANINGTYAS NEVI jiban kan kalau dah nonton PUSPITORINI heheheh. Asal semua diniati “Tentang metal satu dengan niat yang benar, why jari, hmmm sampai sekarang not? Tetapi kalau benar metal dan anak-anak pengmereka menganggap metal gila underground dicirikan lain sesat, nah itu dia, sama terhadap hal-hal yang tidak dengan pernyataan ini; kamu baik. Entah diterima atau mengira bahwa kamu adalah tidak, ciri tersebut masih ada orang baik? Padahal orang sampai sekarang. Ada yang lain belum tentu beranggapan salah dengan metal? Kebetu- kamu baik, nah lu!!! Hehelan TUC diusung oleh anakheh, cuman pendapat.” anak DJP, yang saya yakin temen-temen adalah orang DEDE HATE yang baik hati dan tidak som- “Pertanyaan saya, bong serta suka menabung, bagi yang tidak setuju, keheheheh. Tetapi penggemar di napa perlu resah? memecah luar TUC? Sama juga dengan belah scene metal? seperti persepsi orang tentang gelar yang disebutkan salah satu konser dangdut. Apa yang dedengkotnya, bukankah ada saat itu? Para penyanyi metal (underground) itu dengan pakaian dan goyanbebas? so bebas aja dong gan yang aduhai. Dan apa mo bikin apa dengan musik yang ada ketika konser metal dan attitudenya. Ada yang menyalak? Silahkan dijawab menghujat agama tertentu, sendiri. Dan ketika mulai ada yang membelanya. Wtf banyak penggemar metal is pluralisme? menghargai baik-baik seperti saya (cie) perbedaan? ketika satu jari mulai merah kuping untuk membuat perbedaan, kenapa dicirikan yang sama, bahwa musti dipermasalahkan? Masaya kasar, saya suka mabuk- salah gesekan, itu sih kembali mabukan dan lain-lain, maka ke kalangan grassroot yang mereka mulai ingin menunmudah disulut. So, tidak usah jukkan eksistensinya bahwa terlalu ngotot masalah perbemereka beda. Nah, cara pan- daan.Kalau memang satu jari dang terhadap sesuatu selain dianggap melecehkan simbol dari kacamata kita sendiri, keramat metal dengan geskita juga harus memandang ture satu jari, well sebaiknya dari sisi mereka pula. Sama mereka menggunakan simbol kayak temen-temen TUC yang lain.”


POINT OF VIEW

GIGIH SANTRA WIRAWAN “Kalau boleh ikutan komentar, saya setuju dan gak setuju dengan gerakan metal satu jari. Setuju karena gerakan ini tujuannya bagus yaitu menghapus atau meluruskan stigma buruk dan hitam masyarakat pada musik metal, yang memang tidak bisa dipungkiri hal-hal itu sedikit banyak ada di dunia kita ini. Tidak setuju karena kalau sampai memecah-belah dunia permetalan. Seperti kata bang Olap, lawan kita adalah penindasan dan ketidakbenaran, jadi jangan sampai salah anggap kawan sebagai lawan.” DEDE ZENAL MUTAQIN “Kadang kita harus berisik menyampaikan sesuatu, jika cara lembut dan pelan-pelan tidak bisa diterima atau malah ditolak. Jika berisik yang dipilih adalah berisik mengucapkan takbir tapi sambil destroy (membakar, melukai, bahkan membunuh) itu juga termasuk menyimpang. Saya sendiri bukan fan freak satu jari, tapi pro akan pergerakannya bisa dikatakan iya. Islam mengajarkan keadilan dan sabar. Jika dipukul sekali maka balas pukul sekali, itu adil, jangan dibalas dengan keroyokan, itu zalim namanya. Sabar disini, bahwa kita harus menyadari bahwa sesuatu permulaan pasti awalnya akan ada penolakan, tapi saya yakin nantinya akan menunjukkan progres. Apakah hasilnya satu jari diterima atau malah jadi pemecah, waktu yang menentukan. Metal satu jari sama berisiknya dengan metal biasanya, tapi boleh dong berisik mengikuti zaman sambil membawa kebenaran dan idealisme.” MUSTAFID AMNA “Kalo gw sih tetep gak setuju pelabelan metal satu jari. Mungkin maksudnya baik, cuman pendekatannya salah, kalo gw bilang malah blunder sih. Mestinya

pendekatannya bisa lebih halus. Ya jelaslah yang metal dua jari jadi tersinggung, walaupun mereka gak menjudge secara langsung, tapi dari label metal satu jari itu sendiri udah kerasa kontroversinya. Mungkin yang berpikiran dewasa gak masalah, tapi yang kadang berpikiran pendek justru menimbulkan pertentangan, ujung-ujungnya musik metal di tanah air malah gak maju-maju. Orang juga jadi enggan ngedeketin kalo eksklusif gitu. Kalo mau mengenalkan islam, ya jangan pake cara label-label, tapi attitude yang lebih penting. Salam metal ngepal!”

jari, apakah hal ini salah? Mari kita lihat diri kita, kalau ada pegawai DJP, senin pake putih item, jumat pake batik, terus musiknya adalah underground, metal, ngegrowl, apakah itu suatu kesalahan? tentu saja bukan, karena baik mau dikasih sampul plastik, sampul karton, asal isinya metal, bagi saya, itu adalah metal! Tapi jangan sekalikali kita merasa pantas manjadi hakim yang begitu gampang mengacungkan telunjuk “metal dua jari sesat!”, “metal satu jari salah!” dan sebagainya. Kita memang berbeda, dan gak mungkin kita harus satu langkah, satu MOCH SYAICHUDIN baju, satu kata dan satu otak. “Wow, pengen ikut Justru keberagaman akan berpendapat. Tapi sebelum menciptakan sebuah seni dan saya menyalahkan siapamemicu kreatifitas, bukan siapa, siapa yang melarang, saling olok dan saling tasiapa yang memisahkan diri, brak. Tiada yang salah dalam siapa yang menyulut perpeca- bermusik, kita hargai apapun han, pengen berusaha obyek- itu, bila memang kita satu tif, untuk tidak memihak (bisa visi, pergerakan, perjuangan gak ya? jelas gak bisaa!). dan perbaikan!! kemon man! Tapi sebelum itu harus lebih kita itu punya otak bukan tahu dulu, apakah tujuan dan untuk mempermasalahkan pandangan metal selama ini? perbedaaan, ada lebih banyak Kalo memang metal identipersamaan dalam diri kita. tasnya seperti itu (dua jari) Kita yang di bawah ini jangan dan itu adalah simbol dan mudah tersulut dan saling identitas pokok mereka, yang ngotot bahkan saling debat mana bila dirubah adalah untuk mencari siapa yang bentuk pengkhianatan dan salah dan siapa yang benar. pelecehan, maka lebih baik Kita nikmati, dan kita tunjukkomunitas yang lain bikin kan bahwa metal itu dewasa, ‘nama baru’. Tapi bila metal bukan urakan yang bisanya adalah aliran musik, dan mabuk-mabukan dan tonjokitu murni aliran musik yang tonjokan serta bisa dipecahmempunyai ‘tujuan’ pergerbelah. Hidup metal satu jari!! akan dan perjuangan, maka, hehehe.” mau pake nama apapun itu, harusnya tidak masalah. ANDRIA SONHEDI Sekali lagi, mari kita mulai “Karena saya dari awal lagi, metal itu apa? menyukai metal bukan garaideologi atau aliran musik? gara perlambang, maka saya Bila metal adalah ideologi, tak bisa komentar banyak. so, boleh kalian tersinggung Apalagi sekarang semua bila ada yang bikin metal orang berfoto selalu mengajari tengah, metal jempolan, cungkan dua atau tiga jari atau metal-metal yang lain. walau sebenarnya mereka Dan metal satu jari harus suka D’Massiv dkk. Mungkin menyadari hal ini. Kalau ada simbol diperlukan karena sekelompok orang berpeci, bersifat universal, beda kalau berjenggot, dan memainkan dengan ucapan yang mungkin musik metal, dan mengatakan bisa salah arti (kita menyerumereka adalah metal satu kan “salam metal” pada

orang Kenya misalnya). Kalau berkelahi cuma gara-gara itu sebenarnya sangat tak berguna.” MOH HIJRAH LESMANA “Bagi saya pribadi, metal satu jari itu bagus, terutama karena dua hal. Pertama, mereka tidak hanya bermain musik (underground yang terlanjur ter-stigma negatif), tetapi juga memiliki tujuan-tujuan positif, terutama dikalangan anak-anak muda. Adalah hal yang bagus memiliki generasi penerus yang beragama, bebas korup dan punya rasa malu. Kedua, itu adalah simbol perlawanan terhadap system-sistem yang ada. Sebagai catatan, tidak semua band (metal) memilki karakter seperti itu. Yang penting sih, mereka beragamanya secara baik. Bukan apa-apa, takutnya ntar dianggap sekte tertentu dan dianggap penodaan atau penistaan terhadap agama tertentu, terus difatwakan iniitu, kan gawat. Tiba-tiba saya ingin menciptakan sebuah lagu yang berjudul “Ka-FaRa: The Rise Of Dajjal”.” RISMAULI UGLY “Buat gue pribadi, musik itu adalah media untuk berekspresi! Mau musik metal, rap, dangdut, punk dll. Mau isinya tentang ketuhanan/dakwah, kritik sosial, cinta dll. Mau digunakan untuk pemujaan setan, malaikat, manusia, nabi, tuhan, alien dll. Mau disimbolkan dengan satu jari (tauhid), dua jari (horn), dua jari (cross sign), lima jari (pancasila) dll. Apapun itu, terserah! bebas! silahkan aja berekspresi. Yang penting toleransi! saling menghargai antar perbedaan dan menghindari pertikaian dan perpecahan, itu aja. Salam metal dua jari (peace sign).”

.


POINT OF VIEW

METAL UNTUK SEMUA

S

ehari setelah Urban Garage Festival di Bekasi, sebuah konser bertajuk “Metal Untuk Semua” yang dipersiapkan secara kolektif oleh dedengkot metal ibukota di bawah bendera Bandar Metal digelar di Bulungan Outdoor pada 17 Oktober 2010. Tidak kurang, para sesepuh seperti Roxx, Seringai, Funeral Inception, Siksa Kubur, Noxa, Dreamer, Trauma, Gelap, Panic Disorder dll turun gunung ‘membimbing’ ribuan metalhead yang hadir untuk tetap setia di jalur ini. Seperti dikutip dari Rolling Stone Indonesia, konser ini bertujuan mengkampanyekan perdamaian, menghargai perbedaan dan menjunjung toleransi antar umat beragama yang belakangan mulai terganggu dengan aksi-aksi kekerasan/ teror berkedok agama. Menengok pada konteksnya

sebagai kampanye, maka wajar rasanya bila hari itu para musisi yang tampil terlihat berapi-api dalam menyuarakan aspirasi mereka masingmasing dari atas panggung. Seluruh band yang tampil di acara tanpa sponsor ini tidak ada satu pun yang dibayar, mereka secara sukarela ikut serta di acara ini untuk ikut mengkampanyekan perlawanan terhadap terorisme dan menghargai perbedaan. Sementara keuntungan yang didapat dari acara ini nantinya akan dibagi secara rata bagi seluruh band yang tampil. Soal devil horns atau metal horns, yang sempat jadi polemik di kalangan metalheads Jakarta, hari itu tampaknya menjadi isu seksi yang terus menerus disinggung para musisi yang naik ke atas panggung. Tema acara: “Konser Pro-Pluralisme & Anti-Terorisme” juga seperti-

nya sengaja dirancang untuk merespon propaganda yang coba menggiring subkultur metal menjadi eksklusif hanya bagi satu golongan atau agama tertentu saja. Secara tersirat, tema ini tampaknya telah dipahami dengan baik oleh semua yang hadir, “Pro Prularisme” menjadi pesan: musik heavy metal dan subgenrenya adalah untuk semua yang hadir, yang tidak perlu dipolitisir dengan ajaran-ajaran agama tertentu sehingga berpotensi menyulut perpecahan komunitas di dalam subkultur yang telah sejak puluhan tahun lamanya hidup dalam aneka perbedaan agama, suku, ras, status sosial, dan sebagainya. Tema “Anti-Terorisme” adalah untuk mengcounter upaya infiltrasi doktrin teror dengan kekerasan yang berkedok agama kepada segenap metalheads muda yang mayoritas mudah dipen-

garuhi. Fakta membuktikan bahwa beberapa dari ‘pengantin’ (pelaku terorisme) di Indonesia adalah kalangan abg. Ada indikasi kuat pula bahwa kini para teroris berkedok agama coba menggunakan medium musik metal sebagai salah satu proses rekrutmen ‘pengantin’. “Ada yang bilang ini adalah simbol Zionis. Salah berat. Mereka nggak tahu kalau ini dipopulerkan oleh Ronnie James Dio? Bertahuntahun main musik metal nggak kenal siapa Dio?”, teriak Boni, bassis Deadsquad.

.


MY LIST

10 LAGU YANG JIKA SAYA DENGARKAN AKAN MEMBUAT SAYA FREEZE SEJENAK UNTUK MENGENANG SESUATU

(oleh Mardhani Machfud Ramli)

image by ThisKory taken from flickr.com


MY LIST

M

usik bukanlah sekedar sebuah susunan nada yang menemani Anda saat merasa bete di dalam bus, atau mencairkan kebosanan Anda menunggu antrian di bank, atau mungkin menjadi satu-satunya sahabat Anda saat berharu-biru karena dicampakkan oleh sang kekasih. Musik bukan juga sekedar penambah prestise yang Anda tuliskan di profil fesbuk Anda agar terkesan high class dan jazzy (istilah apa ini?). Bukan juga sebagai pembenaran saat Anda pdkt dengan seorang kembang kampus dengan ngaku-ngaku sebagai anak band ‘rokenrol’ sub-genre malay-pop. Musik, menurut saya adalah refleksi dari setiap sudut kehidupan manusia. Sebagai unsur artistik yang menemani peradaban manusia, musik telah berkembang menjadi lebih dari sekedar entertaining things of life, tetapi musik telah menjadi dimensi tersendiri dalam hidup yang memilki pengaruh besar dalam kehidupan. Salah satu pengaruh itu adalah sebuah lagu. Sebuah lagu bisa merepresentasikan setiap sisi kehidupan Anda yang tersaji dalam sebuah memori yang tersimpan dalam lagu tersebut. Misalnya saat Anda mendengarkan “My Heart Will Go On”-nya Celine Dion, Anda tiba-tiba mengingat saat berduaan dengan sang kekasih di atas kapal nelayan dengan tangan terbentang seakan-akan Anda adalah Rose dari Paotere dan pacar anda gagah bagaikan Jack (Marpaung) bermata coklat. Atau misalnya Anda secara tak sengaja mendengarkan lagu “Girl from Ipanema” dan

tiba-tiba teringat dengan sang mantan kekasih yang kabur dengan pria bule karena bisa menyanyikan lagu-lagu Frank Sinatra dengan lebih fasih. Singkatnya, setiap memori dari perjalanan hidup Anda secara tidak sengaja telah bersatu dengan sebuah lagu tertentu, yang ketika Anda dengarkan kembali, secara tidak sadar (lagi) memori itu akan kembali mampir ke otak Anda. Ajaib bukan?? Sebagai orang yang mendengarkan musik sama banyaknya dengan menyantap makanan, saya memilki memori tertentu dengan beberapa lagu tertentu, yang akan saya paparkan secara lugas dalam catatatan ini (daripada gak bisa tidur, mending gw bikin nih note). Sepuluh lagu yang jika saya dengarkan akan membuat saya freeze sejenak untuk mengenang sesuatu. 1. “SOMETHING” THE BEATLES. Mendengar lagu ini di manapun kapan pun saya selalu meluangkan waktu untuk memuji kehebatan sekaligus kepolosan George Harrison ketika membuat lagu cinta abadi ini. Mengingatkan saya 5-6 tahun kebelakang, jamanjaman pertama kali menyukai The Beatles. Solo melodinya waktu itu terlalu hebat untuk anak SMA seperti saya yang waktu itu kewalahan mengganti chord A ke D ketika bermain gitar. Tapi sampai sekarang, masih terlalu hebat untuk saya mainkan. 2. “MELODY FAIR” - BEEGEES. Mengingat Beegees berarti mengingat kepingan vcd karaoke milik bokap yang sering kami nyanyiin bareng-bareng. Dan lagu “Melody Fair” entah kenapa paling sering saya nyanyikan

dengan suara pas-pasan saat karaokean di rumah. Timeline memorinya 9-10 tahun kebelakang. 3. “DAYS GONE BY” - SLAUGHTER. Mengingatkan saya pada jaman SMA. Kemana-mana bawa kaset kompilasi yang salah satunya ada lagu ini. Lagu ini tentang persahabatan. Inget lagu ini jadi inget jaman-jaman jahiliyah SMA, hehehe. 4. “TAKE ME BACK (DEJAVU)” - VAN HALEN. Lagu Van Halen dari album “Balance” ini emang kurang populer, bahkan albumnya juga bisa dibilang kurang bagus, tapi lagu dari band rock Belanda yang satu ini memiliki memori masa-masa ngeband jaman SMA dulu. Inget banget dulu saya tergila-gila dengan Eddie Van Halen dan selalu bawa-bawa kaset “Van Halen the Best” (yang warna item) kemana-mana, haha. 5.”IRIS” - GOO GOO DOLLS. Lagu sepanjang masa, hahaha. Inget kembali jaman SMA, padahal “Iris” sendiri direkam tahun 1997 untuk menjadi soundtrack “City of Angel” setahun setelahnya. 6. “TEARS IN HEAVEN” - ERIC CLAPTON. Sebelum mendengar Yardbirds, John Mayall Bluesbreakers, Cream ataupun Derek and The Dominoes, saya taunya Clapton itu omom yang nyanyi sambil akustikan, such as Ebiet G Ade gitu. Lucu banget kalo inget lagi ketololan saya waktu itu. Tapi lagu ini emang menjadi trademark sendiri bagi karir bermusik Clapton. Berisi kesedihan ketika ditinggal mati oleh Connor Clapton, lagu ini memiliki sisi sentimentil seorang ayah yang menjadi kekuatan magis tersendiri.

7. “BECAUSE OF YOU” - KEITH MARTIN. Lagu ini saya kenal jaman-jaman setelah kuliah, one of my fav love song. Pokoknya kalo denger lagu ini agak gimana gitu. 8. “KASIH TAK SAMPAI” - PADI. Mundur kembali ke jaman baru pertama kali belajar bermain gitar. Lagu ini terdengar seperti “Bohemian Rhapsody” di telinga anak-anak SMA jaman itu, dan senjata ampuh menghidari sakit hati akibat penolakan cinta mungkin, hahaha. 9. “VIRUS” SLANK. Persetan dengan mereka yang membenci Slank setelah kepergian Bongky Indra Pay. “Virus” adalah lagu cinta yang memiliki sisi magis yang gak bisa dicapai oleh Dewa, Padi, dkk. Slank versi generasi patah hati. Slank yang lebih sentimentil. 10. “I DON’T WANNA MISS A THING” - AEROSMITH. Lagu ini booming jaman SMP, jaman-jaman cinta monyet, jaman-jaman pacaran surat-suratan, jaman-jaman nulis lirik lagu di halaman belakang buku, dan salah satunya adalah lagu Aerosmith ini, bukan “Toys In the Attic”, melainkan lagu melankolis everlasting ini. Saya bahkan masih ingat video klip lagu ini dan kecantikan Liv Tyler tentunya. Apakah Anda memiliki cerita yang sama? Silahkan ditambahkan.

.

Untuk teman-teman yang suka membuat daftar, apapun, tentunya masih tentang musik, kami siapkan rubrik ini. So, we’re waiting for your list.


GIG REPORT

(oleh Mustafid Amna)

MISERY INDEX

HEIRS TO THIEVERY ASIAN TOUR 2011 Bulungan Outdoor, Jakarta 3 April 2011

T

ak mau kalah dengan Dying Fetus, Misery Index pun akhirnya meramaikan musik death metal di tanah air. Tidak tanggung-tanggung 5 kota besar di Indonesia mereka racuni, mulai dari Surabaya, Makassar, Medan, Yogyakarta, dan terakhir Jakarta. Konser yang bertajuk “Misery Index Heirs To Thievery Asian Tour 2011” ini dalam rangka tur promo album mereka yang ke-4 di benua Asia. Indonesia menjadi negara terakhir tujuan mereka, setelah sebelumnya menyambangi Thailand dan Malaysia. Di Indonesia sendiri digelar dari tanggal 30 Maret s/d 03 April.

Band yang dulunya hanya sebagai side project ini merupakan pecahan dari Dying Fetus, kemudian menjadi band seutuhnya dengan menghasilkan 4 album studio sampai sekarang. Misery Index saat ini diperkuat oleh Jason Netherton (bas, vokal), Mark Kloeppel (gitar, vokal), Darin Morris (gitar), dan Adam Jarvis (drum), setelah sebelumnya sempat berganti-ganti personil. Banyak mendapat pujian dari kalangan metalhead di seluruh dunia, sepertinya band ini bakal menyaingi bahkan melebihi Dying Fetus. Lihat saja penjualan album terakhir mereka “Heirs To Thievery”

image taken from rebelzine.wordpress.com

yang dirilis bulan Mei 2010 lalu, telah sukses terjual 1.000 keping di minggu pertama penjualan di Amerika Serikat, serta masuk Top New Artist Albums (Heatseekers) chart di posisi 43. Meskipun gate dibuka pukul 15.00 WIB, namun sampai pukul 16.00 saya tiba masih banyak metalhead yang memilih untuk tidak masuk dan berkeliaran di luar venue, walaupun sekedar nongkrong ataupun mencari-cari lapak aksesoris metal seperti kaos, topi, CD/MP3 album, poster, dan sebagainya. Di dalam sendiri tampak beberapa stand, seperti Art Rock Guitar, Misery Index official

shirt, serta stand makanan dan minuman. Panggung sendiri menghadap ke arah utara dengan didukung sound system yang menurut saya lumayan keren terutama waktu penampilan Misery Index-nya sendiri. Sementara penataan cahaya yang cukup bagus juga menambah kerennya penampilan mereka pada malam hari. Salut buat Revision Entertainment selaku penyelenggara konser Misery Index Heirs To Thievery Asian Tour 2011 kali ini. Konser yang mengambil tempat di Bulungan Outdoor, Blok M, Jakarta Selatan ini juga menampilkan beberapa band sebagai


panggung, tidak menyurutkan band asal Bandung Bleeding Corpse untuk tampil all out. Dengan membawakan lagu-lagu brutal death metal ala Suffocation yang diambil dari album “Resurrection of Murder”, sedikit demi sedikit mereka berhasil merayu massa untuk merapat ke panggung guna ber-headbang ria. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan begitu saja oleh mereka untuk mengambil hati para metalhead Jakarta dan sekitarnya. Hari semakin sore, dan massa hitam pun sudah mulai terkumpul di venue. Cuaca yang cerah di sore hari sepertinya kondisi yang enak untuk ‘bersantai’ dan berkumpul dengan sahabat sambil melihat dan mendengarkan lagu-lagu metal. Sungguh suasanya yang menyenangkan. Ajang konser ini merupakan ajang silaturrahmi sesama metalhead, saling menyapa, dan saling bertukar pikiran. Dari sinilah komunitas terbangun, dan dari sini juga terlihat kebesaran komunitas, komunitas underground indonesia. Setelah penampilan apik dari Bleeding Corpse, MC langsung mengumumkan band pembuka selanjutnya, yaitu Oshiego asal Singapura. Melihat massa yang semakin banyak membuat opening act. Dari setlist yang Oshiego tampil beringas dan ada semestinya band pembrutal. Band yang terbentuk buka pertama adalah Empire di tahun 2004 ini digawangi Gates, namun karena datang Umar pada vokal, Kadir pada telat, saya tidak sempat Vokal, Fauzt pada drum, menyaksikan penampilan Ridhuan pada bass, serta mereka. Saya sendiri masuk Morgan pada gitar. Mereka ke venue sekitar pukul 16.00 menampilkan lagu-lagu death dimana band pembuka yang metal dengan riff-riff gitar tampil saat itu Speed Zero thrash yang diambil dari EP Meter. Band yang terbentuk “Unending Carnage”, seperti di tahun 2008 asal Jakarta “Now Suffer”, “My Legacy”, ini mengajak penonton untuk “Blood Omen”. Namun sankembali ke titik nol dengan gat disayangkan penampilan lagu-lagu death metalcore mereka tidak begitu maksiala SZM. Meskipun terbilang mal. Setting sound yang tidak band baru, penampilan ke-4 tepat membuat sound yang personil ini patut diacungi keluar terlalu melengking dan jempol, dan patut diwaspadai. unbalance. Penonton pun sepWalaupun masih banyak met- ertinya tidak tertarik untuk alhead yang terlihat di depan ber-headbanging ria.

Setelah penampilan Oshiego, band asal Ujung Berung, Bandung, Beside langsung menggebrak dengan lagu-lagu mereka di album “Against Ourselves”. Penonton sepertinya sudah sangat akrab dengan Beside, ini terlihat dari cara mereka mengikuti growl-nya Owank, sang vokalis. Kemampuan skill gitar yang apik dari gitaris mereka membuat penampilan Beside malam itu sangat menghibur. Pertunjukan sempat jeda sebentar untuk memberi kesempatan kepada penonton yang melaksanakan shalat Maghrib. Setelah dihajar habis-habisan oleh Beside, massa kemudian ‘dibius’ oleh penampilan Dead Vertical. Penonton seperti terkesima dengan penampilan mereka. Trio asal Jakarta Timur ini berhasil membunuh penonton dengan serangan-serangan grindcore-nya. Penampilan mereka benar-benar membuat saya terpana. Menurut saya ini penampilan band pembuka terbaik dibanding yang lainnya, terutama dari segi sound yang keluar. Salut buat penampilan mereka. Hari semakin gelap, Setelah massa berhasil dibunuh oleh Dead Vertical, saatnya penyiksaan dilakukan di alam barzah terhadap para pendosa. Siapa lagi yang bisa melakukannya kalau bukan Siksa Kubur. Band yang sudah lama berkiprah di ranah metal Indonesia ini menyuguhkan lagu-lagu yang diambil dari album “Podium”, “Eyecry”, dan “Tentara Merah Darah”, yang pastinya sangat menyiksa. Siksa Kubur menjadi band pembuka terakhir dalam pertunjukan ini. Saat-saat yang ditunggu akhirnya tiba juga, massa yang sempat disiksa di alam kubur tadi mulai dibangkitkan kembali dengan semangat dan energi penuh. Tepat pukul 20.00, tanpa banyak kata, Misery Index langsung menularkan semangat melalui lagu “Embrace

Extinction” yang dilanjutkan dengan “The Carrion Call” dari album terbaru mereka “Heirs To Thievery”. Penonton mengiringi growl Jason dan Mark saat membawakan lagu “Traitors”. Tidak lupa juga mereka membawakan lagu di album pertama “Retaliate”, “The Great Depression”. “Running Class Cancelled” semakin memanaskan suasana malam itu. Dengan komando Jason, massa hitam melakukan brutal big circle tanpa kenal lelah. Total belasan lagu yang mereka bawakan malam itu baik dari album “Retaliate” (2003), “Discordia” (2004), “Traitors” (2008), maupun “Heirs To Thievery” (2010). Mereka juga sempat membawakan lagu lama di album EP “Overthrow” (2001) yaitu “Manufacturing Greed”. Mereka juga tampil sangat atraktif dengan penonton, ajakan Jason ataupun Mark direspon massa dengan melakukan moshing maupun diving. Sungguh penampilan yang total dari Misery Index malam itu. Pertunjukanpun berakhir pada pukul 21.30. Tidak kurang 1.500 lebih penonton memadati pergelaran Misery Index Heirs To Thievery Asian Tour 2011. Tampak kepuasan yang luar biasa dari penonton maupun dari Misery Index sendiri. Audio enginerer mereka pun tampak puas dengan sound system yang ada. Dengan berakhirnya pergelaran di Jakarta ini maka berakhir pula rangkaian tur Asia Misery Index 2011 kali ini. Konser selesai dengan tertib tanpa ada keributan sama sekali. Thanks to Revision Entertainment yang telah membawa mereka ke tanah air. Semoga hadirnya Misery Index ini memancing band-band cadas luar negeri lainnya untuk datang ke Indonesia.

.


GIG REPORT

(oleh Olap Lindei Damanik, foto oleh Poltak KWG)

MISERY INDEX

HEIRS TO THIEVERY ASIAN TOUR 2011

Terminal Futsal Hall, Medan 1 April 2011


GIG REPORT

Hari jumat, 01 April 2011 adalah hari yang udah gw tunggu-tunggu dalam 3 minggu terakhir, setelah jaminan dapat tiket dari teman gw Dika. Temen gw ini ternyata punya akses istimewa ke panitia gigs kematian yang emang adalah hal terpenting buatku di hari pertama April tahun ini. Yup Misery Index datang ke Medan, yang tentunya bukan mau nyobain babi panggang Karo, atau bika Ambon, tentu tidak!! Mereka datang untuk promo album “Heirs To Thievery” yang dirilis bulan Mei tahun lalu itu.

M

isery Index adalah band metal yang mengusung keranda eh aliran musik death metal dengan pengaruh besar hardcore dan grindcore ini diisi oleh Jason Netherton (vokal/bass), Mark Kloeppel (gitar/vocal), Adam Jarvis (drum) dan Darin Morris (gitar). Bukan sembarangan musisi karena mereka ini adalah pecahan dari band death metal legendaris Dying Fetus, yang tentu saja gaungnya udah terngiangngiang di telinga rusak para metalheads dunia. Tentu saja, seperti Dying Fetus, mereka juga berasal dari Maryland, USA dan tidak ada hubungannya dengan daerah Medan yang bernama Marelan!! Kebanyakan dari ide yang dikandung dalam lagu-lagu mereka ini adalah tentang penyakit masyarakat modern dengan penyampaian yang indah dalam balutan musik dan lirik anarkis radikalis berkudis! Misery Index telah berhasil melahirkan tanpa operasi cesar sebanyak 4 album; “Retaliate” (2003), “Discordia” (2006), “Traitors”, ini yang paling gw suka (2008), dan “Heirs To Thievery” (2010). Dan album terakhir ini menjadi tajuk

promo Misery Index yakni “Heirs to Thiever Asian Tour 2011”. Medan adalah kota yang menjadi target penghancuran Misery Index pada tanggal 01 April 2011. Tapi ternyata rencana gw gak berjalan semulus paha Lun* May*, pagi-pagi sekali boss di kantor bikin rapat mendadak dan akibatnya gw gak bisa naik kereta api pagi dari Rantau Prapat, plus konfirmasi batalnya 3 orang teman yang sebelumnya berniat ikut ke gigs busuk ini. Tapi tentu saja hal itu gak akan bikin gw patah semangat, apalagi patah hati. Pada akhirnya gw berangkat sendirian naik mobil travel yang syukurnya hari itu ada dari kota aneh ini. Lalu dalam perjalanan gw dapat kabar dari kawan metal, Kid With Guns (Poltak), memastikan bahwa dia berangkat ke gigs dan kemungkinan tiba sesuai jadwal. Dan yang lebih buruk teman yang dari Medan ngasih kabar kalo Medan sedang dirundung pilu oleh banjir yang tidak tahu diuntung itu. Benar-benar banjir sialan karena ternyata telah memacetkan sebagian besar wilayah Medan. Akibatnya gw telat 2 jam dari jadwal yang kami sepakati dengan Poltak yang hampir 900 kali menelpon gw untuk

memastikan keberadaan gw di mana. Gw pikir beliau ini pasti bosan nungguin, eh ternyata beliau ini sedang enak-enaknya berduaan dengan cewek dengan hotpant, stocking sexy, baju mini serta tattoo manis di lengan dan paha. Dan coba tebak, cewek ini ternyata, adalah MC yang seharusnya udah berada di gigs itu. Sedangkan banjir masih setinggi lutut (bahkan lebih) gak mungkin ditembus dengan dandanan seperti Poltak yang hari itu dengan jins ala koboi kucai. Bijimanpun kami putuskan untuk menyesuaikan dandanan dengan kondisi banjir, transportasi yang lumpuh memaksa kami harus berjalan kaki ke lokasi gigs, dan setelah bersalin pakaian di mesjid terdekat, kami berjalan kaki menembus banjir sambil sesekali ambil foto sedikit narsis. Lalu sampai pada bagian terbaiknya adalah ketika kami berhasil nebeng ke truk molen pengaduk semen yang memang tidak kesulitan meskipun jalanan digenangi air, sedikit menyenangkan juga dengan perjuangan aneh seperti itu, hehhehehehehe. Singkatnya, kami bisa sampai di Terminal Futsal, tempat gigs busuk itu dibakar adrenalin. Si cewek

manis sang MC memisahkan diri dari kami berdua karena tak satupun dari kami yang layak dijadikan suami, jadi dia harus kembali ke kehidupan lamanya dan bersiapsiap menjadi MC. Gw juga langsung ketemu dengan adik temen yang sebelumnya gw udah pesanin tiket, dan hahahahahaha, kami berdua diberi free pass, keren banget! Danil temen gw ini adalah gitaris dari Curse of Lamia yang menjadi salah satu opening act band malam itu, dan gw dan Poltak diposisikan sebagai crew mereka, cocok sih, gw bawa tas ransel berisi baju, Poltak bawa tas berisi laptop dan berkas-berkas kerjaannya, hahahaha, iya crew!! Nafrat adalah performance pertama yang tampil setelah acara molor lebih dari 3 jam. Band dari singapura ini tampil di depan sekitar 100-an metalheads, sedikit memang, tapi tidak mengurangi semangat mereka menghentak panggung. Mengusung death metal, mereka tampil keren dengan lagu yang sungguh sangat gw sukai. Meskipun animo metalheads belum terpancing, tapi mereka adalah salah satu band pembuka yang tampil istimewa malam itu. Keep growing Nafrat!!!


GIG REPORT

Lalu Curse of Lamia mendapat giliran dengan mengusung genre death/melodic death metalnya. Sepertinya band yang mengangkat gw dan Poltak sebagai crew dadakannya, punya massa yang lumayan di moshpit, buktinya jumlah headbangers, dan body surfing semakin intens terjadi ketika mereka tampil. Band yang digawangi anak-anak muda ini memiliki skill yang lumayan, namun jika ditunjang oleh kemampuan berekspresi di panggung tentu akan semakin dahsyat! Dan waktu akan membuat mereka matang, gw yakin itu!!! Band ketiga yang tampil, kalo gak salah adalah Immortal, gak banyak yang gw ingat dari band ini. Selain karena gangguan listrik yang beberapa kali ngadat, juga karena kegamangan yang disebabkan tas ransel yang masih nempel di punggung gw. Sedangkan Poltak sejak Nafrat tampil udah warawiri di frontline dengan kamera mahalnya (buktinya gw gak sanggup beli), dengan badan bongsornya dia adalah salah satu tukang jepret dengan daya tahan yang cukup untuk gigs metal seperti ini. Penampilan berikutnya diusung oleh Djin, band death metal dengan gitaris super culun namun skillfull banget. Yah mungkin gitarisnya yang paling menarik perhatian gw dari band ini, tanpa mengurangi atensi dan respek gw terhadap musik yang mereka bawakan. Mereka bagus!! Foredoom kebagian tugas menghajar crowd yang mulai sedikit memanas, sesekali udah mulai terbentuk circle pit dan body surf. Band death metal dengan pengaruh hardcore ini cukup menghentak malam itu apalagi pada lagu ketiga mereka menampilkan dedengkot metal medan, Vokalis band Val Halla yang cukup menghentak crowd malam itu. Dan man, Cranium, mereka menjadi opening act

band terbaik malam itu. Mereka memiliki sesuatu untuk menjadi band hebat, dan gw yakin mereka salah satu yang teratas di Medan sekarang. Band pengusung death metal ini benar-benar memanaskan crowd, basis massa mereka adalah yang terbanyak malam itu diantara band pembuka. Sepanjang penampilan mereka, yang walaupun (lagi-lagi) diringi mati listrik, crowd sudah mulai menggila, chaos terjadi dengan indah, circle pit terbentuk dengan ganas ditambah benturan lewat body surf dan aksi-aksi gila para metalheads. Sejak malam itu gw menjadi fans Cranium. Dan yang paling ditunggu malam itu Misery Index, energi yang cukup terkuras oleh band-band pembuka seolah-olah kembali lagi ketika melihat Mark dan kawan-kawan terlihat bersiap-siap keluar dari pertapaan kematian. Mark dengan penampilan barunya, dia botak kawan, dan itu membuatnya kelihatan semakin metal dan garang!! Penampilan kepala gundulnya itu hanya bisa dinikmati di Indonesia lho, soalnya di Malaysia dia masih dengan rambutnya yang tak seberapa itu. Ketika kru lagi nyiapin sesajen, eh nyiapin alat dan check sound, sepertinya Mark dan kawan-kawan sedikit menggerutu dengan ketidaksiapan panitia. Sampaisampai soundman Misery Index, Martin, harus lari-lari kesana kemari. Nyaris 10 menit mereka gunakan untuk nyiapin semuanya, mereka sepertinya punya sifat perfeksionis, atau memang mereka udah terbiasa dengan standar yang tinggi dalam memulai sesuatu. Terlihat Mark berkali-kali memberi isyarat agar volume dinaikkan. Massa langsung merapat ke panggung begitu Mark memberi pidato pembuka, dengan wajah yang jauh dari senyum dia menyapa Medan. Dia bilang kalo ini

pertama kalinya mereka ke Indonesia dan tentu saja ke Medan dengan banjirnya yang pukimak itu. Lagu pertama yang mereka bawakan dari album “Heirs To Thievery” langsung menghentak crowd yang sontak kacau balau, delapan puluh persen penonton terlibat dalam kekacauan yang nikmat itu. Sepanjang lagu tak ada ceritanya crowd tenang, tapi penuh dengan gelombang circle pit, headbanging, body surf dan aksi crowd yang tersalurkan oleh hentakan super cepat sang drummer Adam. Dan hei, Mark tersenyum dengan kegilaan metalheads Medan, sepertinya dia menyukai hal itu. Begitu juga ketika lagu kedua yang diambil dari album yang sama, para metalheads semakin menggila saja, banyak yang sudah menanggalkan bajunya, bertelanjang dada menembus crowd, menambah gairah untuk terlibat menambah kekacauan disana. Dan bisa dibayangkan ketika lagu legendaris mereka, “Traitors” dibawakan, crowd bukan lagi kacau, tapi udah brutal, terjangan semakin sering terjadi, tabrakan antar circle pit, body surf yang gak henti-hentinya terjadi. Dan kenapa penonton gigs metal itu keren, ketika ada yang terjatuh, pasti akan ada yang menolong untuk bangkit dan menari bersama lagi, I really love this!! Crowd seperti disihir oleh Misery Index, kompak abis ketika semua serentak melakukan slam dengan hentakan kuat. Dan seketika berubah kacau ketika hentakan drum berubah, crowd tiba-tiba kacau, dan seketika juga berubah menjadi rapi sekali dengan gerakan slam yang sangat kompak. “Traitors” emang gila, dahsyat!!!! Melihat penonton dengan animo luar biasa seperti itu membuat Misery Index semakin menjadi saja. Terlihat dari durasi lagulagu yang mereka bawakan, di beberapa lagu mereka

perpanjang lagi untuk mengiringi kegilaan fans death metal Medan. Tapi hampir saja semua jadi benar-benar ngedrop ketika lagi-lagi listrik mati, bayangin, di acara sekeren itu harus diganggu dengan mati listrik, asem!!! Tapi Mark cukup pintar mengendalikan massa, dia mengajak massa ngobrol, mulai dari ngajak memaki listrik yang mati sampai nanya tentang Burgerkill. Kebetulan salah satu metalhead ada yang make kaos Burgerkill. Dan Mark nyahut “what the fuck is this? Burgerkill?” beberapa orang teriak, termasuk gw. “hei Mark, Burgerkill is the Indonesian death metal band!!” lalu dia nanya lagi “are they awesome?” dengan ekspresi sedikit tersenyum. Mungkin bagi mereka nama Burgerkill agak lucu untuk sebuah band metal, whatever, hahhahahahahaha. Dan kegilaan dilanjutkan kembali setelah masalah listrik teratasi dengan sukses. Massa kembali bersemangat mengikuti Misery Index yang malam itu membawakan lagu dari album “Heirs To Thievery”, “Traitors” dan “Retaliate”!!! Mereka benar-benar berhasil mengguncang crowd. Penampilan yang prima dengan sound yang keren, walau lightingnya menurut bang Poltak Kid With Guns, tidak begitu bagus. Mungkin karena beliau ini adalah tukang jepret jadi lighting menjadi sesuatu yang penting. Apa yang sudah kulakukan demi menonton gigs ini benarbenar terbayar lunas. Terutama ketika Mark melakukan diving ke tengah-tengah crowd dan tangan gw menjadi salah satu yang menahan badannya. Senang rasanya bisa ada dalam kerumunan metalheads malam itu. This band, Misery Index, was capable of being more than just good, but of being great!!!!

.


GIG REPORT

MISERY INDEX

HEIRS TO THIEVERY ASIAN TOUR 2011 Liquid Cafe - Grand Clarion Hotel, Makassar 31 Maret 2011 (oleh Dede Hate)

Y

eah, finally saya berkesempatan nonton gig berkelas internasional di kampung saya sendiri, hehe. Pertamatama, saya mau mengucapkan salut kepada Chambers Entertainment, yang telah berhasil mengajak Misery Index mampir ke Makassar. Untuk ukuran sebuah EO yang baru, mereka cukup hebat, setelah tahun lalu juga menghadirkan legenda black metal Marduk. Untuk Marduk, saya belum angkat topi, karena mereka sudah termasuk band jadul. Tapi Misery Index, wew, boleh dibilang mereka masih hot di scene metal dunia, jadi menghadirkan mereka di Makassar adalah prestasi bagus, sekali lagi salut. Saya cukup kaget waktu lihat berita Misery Index bakal main di Makassar di koran, and then, saya langsung pesan tiket dan bikin surat ijin cuti (seumur-umur jadi pegawai negeri setan, saya baru empat kali ambil cuti; dua kali waktu Bapak sakit, sekali waktu beliau wafat, dan ini!). Sekitar pukul 19.00 wita, dengan mood kurang

enak, saya tiba di lokasi dan belum ada apa-apa, kenapa di flyer musti ditulis “start 16.00” kalau jam segini saja belum dimulai?! Untuk membunuh kebosanan, saya smoking-smoking aja dulu di luar meskipun hujan lagi turun rintik-rintik, liat-liat merchandise juga gak ada yang menarik hati. Sekitar sejam kemudian gate dibuka dan tak lama setelah itu band asal kota Bone, Brutalistrick memulai aksinya. Meskipun crowd belum rame banget, mereka cukup percaya diri memainkan death metal saya rasa. Entah kenapa, mungkin karena moshpit belum penuh, penampilan mereka menurut saya tidak begitu eksplosif. Penampilan berikutnya, oleh band yang cukup disegani di scene Makassar, Critical Defacement. Dengan suara seperti orang teler, sang vokalis cukup komunikatif pada crowd dengan jokejoke ringannya. Memainkan enam lagu berciri brutal death metal dengan sangat mantap, mereka mampu memanaskan suasana dan memancing crowd untuk

meramaikan moshpit, dan terjadilah benturan-benturan itu. Pada saat ini, crowd yang hadir dan turun ke floor sudah cukup rame, mungkin karena mereka band tuan rumah kali ya? Saya sendiri masih duduk angguk-angguk saja di belakang, hehe. Setelah itu, ada jeda cukup lama sebelum band asal Bandung, Aftercoma naik panggung. Dan ketika mc menyebutkan kalau mereka memainkan semacam hardcore metal, saya akhirnya memutuskan untuk turun juga ke floor. Yah, mereka memang cukup keren, cukup komunikatif dengan crowd. Mereka sempat memandu crowd membuat wall of death, walaupun akhirnya berjalan kurang brutal, hehe. Meski tidak familiar dengan lagu-lagu yang mereka mainkan, karena ini ada hardcore-nya, saya cukup tahu bagian-bagian di mana saya musti terlibat. Dan memang, di pertunjukan Aftercoma inilah saya cukup intens beraksi di moshpit. Sebelum lagu terakhir, drummer mereka memainkan solo drum yang keren (yang ‘dibalas’ solo drum keren pula oleh Adam Jarvis saat tiba giliran Misery Index). Jeda untuk orangorang Misery Index mempersiapkan peralatan mereka cukup lama, dan itu saya gunakan untuk cari minum karena kehausan. Tapi, setelah liat-liat di bar sebelah kanan panggung, saya tidak jadi memesan karena saya sangat tidak familiar dengan nama-nama minuman yang ada, tidak ada air putih (karena ini memang tempat dugem bangsat!). Akhirnya, saya

memutuskan duduk-duduk di bar ini saja saat Jason mulai menyapa crowd dan langsung menggerinda dengan “Embrace the Extenction” dari album terbaru “Heirs To Thievery”. Lagu pembuka ini tak pelak langsung memicu crowd untuk meramaikan moshpit yang sempat sepi saat jeda. Lagu berikutnya kalau tidak salah “The Carrion Call”, masih dari album terbaru mereka. Dan saya benar-benar ikut berteriak di lagu ketiga “Traitors”, yeah banyak sekali pengkhianat di luar sana! Saya lupa urutannya, atau judulnya sebagian, tapi kalau tidak salah, malam itu mereka juga memainkan “The Great Depression”, Rulling Class Canceled”, “Retaliate”, “Ghost of Catalonia”, “Heirs To Thievery”, “The Spectator” dan beberapa lagu menggerinda lainnya. Suasana moshpit yang sudah sangat liar sempat didinginkan dengan instrumental favorit saya, “We Never Come In Peace”, sebelum kembali memanas dengan lagu penutup “Theocracy”. Sepanjang penampilan Misery Index, mungkin karena kehausan atau karena ngos-ngosan akibat 36 mg nikotin sehari, saya cuma duduk-duduk saja di bar, mengangguk-angguk, sesekali berteriak dan ngobrol dengan dua ekspatriat Chinese di samping saya, yang cuma bisa bengong dan geleng-geleng liat crowd saling menubrukkan diri di moshpit. Sepertinya mereka mengira malam ini ada dugem, sorry koh, malam ini party-nya anak metal, hehe. Sampai ketemu di konser Unearth!

.


GIG REPORT

(oleh Raden Andriana)

STONE TEMPLE PILOTS LIVE IN JAKARTA Arena PRJ Kemayoran, Jakarta 13 Maret 2011

T

anggal 13 Maret 2011 yang lalu kembali ada konser band rock luar negeri di Indonesia. Kali ini yang konser di Jakarta adalah Stone Temple Pilots, di Kemayoran. Semula Java Musikindo hendak menggelar konser ini di Carnaval Beach, namun mungkin karena jumlah penonton yang gak terlalu banyak maka akhirnya lokasi konser dipindahkan ke Kemayoran. Stone Temple Pilots sendiri adalah salah satu band era grunge dan alternative rock yang sampai saat ini masih bertahan. Personelnya pun masih tetap dan tidak berubah; Scott Weiland (vokal), Robert DeLeo (bass), Dean DeLeo (gitar), dan Eric Kretz (drum). Memang band ini sempat bubar pada tahun 2003 dan kemudian Scott Weiland bergabung dengan Velvet Revolver, namun pada tahun 2008 Stone Temple Pilots kembali reuni, bahkan

mengeluarkan album baru pada tahun 2010. Pada konsernya di Jakarta ini jumlah penonton Stone Temple Pilots memang tidak terlalu banyak, mungkin hanya sekitar 1.000-an orang saja (yang kalau kata gw sih buat sekelas konser yang digelar Java Musikindo, ini jumlahnya kecil). Entah kenapa sebabnya, mungkin karena jarak waktu yang terlalu lama dari saat mereka ngetop pada tahun 19941995 dengan waktu mereka konser di Jakarta. Tapi jujur saja, dengan jumlah penonton yang gak terlalu banyak justru bikin suasana jadi asyik (serasa balik ke jaman gw masih SMA waktu nonton Hulabalo di GOR Saparua, Bandung) dan tampaknya ini justru salah satu konser terbaik di Jakarta di awal tahun 2011 ini. Konser dimulai pada pukul 20.00 dengan band pembuka The Flowers (yang malam itu tampil

kembali bersama Bongky). Membawakan sekitar lima lagu, The Flowers berhasil memanaskan suasana dan akhirnya konser Stone Temple Pilots pun dimulai pada pukul 21.00 dengan lagu “Crackerman” dan “Wicket Garden” yang disambut meriah oleh para penonton, disusul kemudian “Vasoline” dari album “Purple”. Stone Temple Pilots pada konsernya di Jakarta ini membawakan sekitar 17 lagu. Scott Weiland (yang udah gak berjanggut merah lagi) emang tampil enerjik, tapi kurang komunikatif. Mayoritas lagu-lagu yang dibawakan adalah dari album “Core” (1992) dan “Purple” (1994). Penonton dipuaskan dengan hits-hits lama Stone Temple Pilots seperti “Still Remains”, “Big Empty”, “Silvergun Superman”, dan tentu saja “Plush” dan “Interstate Love Song”. Mereka bahkan sempat bawain “Dancing Days”, lagu Led Zeppelin.

Sayang sekali, sampai akhir konser Stone Temple Pilots sama sekali gak bawain “Bing Bang Baby”, walaupun banyak penonton yang minta. Tapi mereka cukup bermurah hati dengan suvenir, rajin lempar pick dan pada akhir konser bagi-bagi frisbee. Minggu malam tanggal 13 Maret 2011 bisa dibilang ada pesta rock anak-anak tahun 1990-an di konser Stone Temple Pilots (dan gw ketemu beberapa temen sekolah dan kuliah di konser ini). Cukup puas dengan penampilan mereka dan berharap selanjutnya ada yang mau mendatangkan Pearl Jam ke Indonesia.

.


MUNAFIK DUSTA INGKAR AROGAN SOMBONG

ANGKUH TAKABUR RIYA BAKHIL KIKIR

IRI DENGKI SIRIK

CURANG HASAD HASUD FITNAH KHIANAT

KEPARAT BICARA SOAL HATI NURANI, RASANYA KITA TAK PERNAH BOHONGI DIRI BICARA TENTANG KATA HATI, RASANYA KITA INGIN TERUS MEMAKI OMONG-OMONG SOAL KEMUNAFIKAN, KITA SEMUA PUNYA KEKURANGAN OMONG-OMONG SOAL HARGA DIRI, KITA SEMUA BELUM TENTU MEMILIKI

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH RAMADHAN 1432 H BUAT TEMAN-TEMAN YANG MENJALANKAN


GIG REPORT

IRON MAIDEN THE FINAL FRONTIER WORLD TOUR 2011 Pantai Karnaval Ancol, Jakarta 17 Februari 2011

Saya sebetulnya bukan penggemar fanatik Iron Maiden, tapi bukan berarti saya gak kenal sama sekali sama lagu-lagu band heavy metal asal Inggris ini. Oleh karena itu ketika saya tahu bahwa Original Production mendatangkan Iron Maiden ke Indonesia sebagai bagian dari The Final Frontier Wolrd Tour 2011 maka saya bertekad harus nonton konser yang satu ini. Lagipula mengingat usia para personel band ini udah 50-an tahun ke atas, jadi saya pikir sih kapan lagi bisa nonton konser Iron Maiden di Indonesia? (oleh Raden Andriana) image by budy_juwono taken from flickr.com


I

ron Maiden sendiri bikin dua konser di Indonesia, yaitu tanggal 17 Februari 2011 di Jakarta dan tanggal 20 Februari 2011 di Bali. Konser Iron Maiden di Jakarta semula direncanakan akan berlangsung di Gelora Bung Karno, Senayan. Namun ternyata kemudian dipindah ke pantai carnaval Ancol dengan alasan GBK mau dipake buat pertandingan sepak bola pra olimpiade (tapi ternyata kemudian pertandingannya sendiri kan dilangsungkan di Palembang, kaya`nya sih ini kerjaaan para pengurus GBK atau PSSI yang gak dapat duit dari konser Iron Maiden ini, fuck!). Walaupun harus pindah venue ke carnaval beach, tapi tetap saja gak menghalangi para penggemar musik rock untuk datang ke konser Iron Maiden. Dan buat saya pribadi sih artinya harus kabur dari kantor jam 4 sore dan langsung berangkat ke Ancol. Sialnya, temen saya ternyata lupa bawa tiket, hasilnya kita dari Cikini harus balik dulu ke Blok S buat ngambil tiket sebelum kemudian menuju ke Ancol. Ah, aya-aya wae lah.. Nyampe di Ancol

sekitar waktu maghrib, ribuan orang dengan t-shirt hitam ternyata udah berdatangan ke Ancol. Gak cuma dari Jakarta sih, tapi para penggemar Iron Maiden dari beberapa kota lainnya seperti Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung juga pada ikutan datang. Dan gak sedikit pula dari mereka yang sehabis konser Iron Maiden di Jakarta kemudian berangkat ke Bali untuk juga ikut nonton konser Iron Maiden di sana (seperti yang dilakukan oleh Arian 13). Dan juga gak sedikit orang-orang DJP yang ikutan nonton, hehehehe. Setidaknya saya ketemu mas Herwin dan mbak Uly tuh sebelum masuk venue. Konser dibuka sekitar pukul 19.30 dengan band pembuka Rise To Remain. Band beraliran metalcore ini tampil cukup enerjik selama sekitar satu jam. Vokalis Rise To Remain ini adalah Austin Dickinson yang tidak lain adalah anak dari vokalis Iron Maiden, Bruce Dickinson. Bukan hal yang aneh sih kalau Iron Maiden itu bisa dikatakan ‘a family bussiness’. Dalam wawancara dengan majalah Rolling Stones Indonesia, Bruce sendiri bilang bahwa selain Austin Dickinson, salah satu anaknya

juga ikutan dalam tour Iron Maiden ke Indonesia dan bekerja di bagian produksi. Bahkan pesawat Boeing 757 Ed Force One yang membawa rombongan Iron Maiden ke Indonesia dipiloti oleh Bruce Dickinson. Iron Maiden sendiri akhirnya baru tampil setelah lewat jam 9 malam dan diawali dengan lagu “The Final Frontier”. Jujur aja, memang sound system-nya agak gimana gitu tapi tetap gak menghalangi penampilamn Iron Maiden. Mereka tetap tampil lincah dan enerjik. Apalagi om Bruce yang seakan gak kenal lelah lari dan loncat di panggung, padahal umurnya udah 52 tahun dan vokalnya tetap terkontrol dengan baik. Sebagian besar lagulagu yang dibawakan emang berasal dari album “The Final Frontier”, termasuk lagu “El Dorado” yang mendapatkan Grammy Awards sebagai Best Metal Performance. Tapi memang sih sambutan meriah itu ketika lagu-lagu lawas Iron Maiden dibawakan seperti “2 Minutes 2 Midnight”, “Fear of The Dark”, dan “The Trooper” yang bikin penonton pada koor massal. Di lagu “The Trooper” (yang kemudian

menjadi sebutan bagi para penggemar Iron Maiden) Bruce bahkan berganti kostum dengan memakai seragam tentara Inggris pada abad ke-19 dan membawa bendera Union Jack. Lagu tersebut memang berkisah tentang Battle of Balaclava, pertempuran antara pasukan Inggris, Perancis, dan Turki melawan pasukan Rusia pada tahun 1854. Konser Iron Maiden sendiri ditutup dengan tiga lagu, yaitu “The Number of The Beast”, “Hallowed By Thy Name”, dan “Running Free.” Cukup puas sih dengan penampilan Iron Maiden di Jakarta, walaupun ada beberapa lagu lama seperti “Aces High” ternyata gak dibawakan. Paling kalau menurut twitter temen saya sih, “udah sah umroh sebagai umat maideniah \m/”. Oh ya, kabarnya setelah sukses dengan Iron Maiden ini, Original Production mau mendatangkan Joe Satriani pada bulan Juli 2011 dan kemungkinan tahun depan mau bikin konser Big Four (Anthrax, Slayer, Megadeth, dan Metallica), jadi sampai berjumpa di konser selanjutnya.

.


GIG REPORT

(oleh Dede Hate)

HATEBREED RISE OF BRUTALITY ASIAN TOUR 2010 Hall Basket GBK Senayan, Jakarta 27 Oktober 2010

image by helmyfu taken from flickr.com


GIG REPORT

Mereka akhirnya datang juga. Lima pegulat semipro dari Connecticut yang tidak pernah berhenti menebar kebencian lewat musik penuh determinasi dan lirik agresif. Ini adalah untuk kalian yang merasa sendiri, diabaikan, dilupakan, dikucilkan, ditinggalkan, ditekan, digencet, diteror, dibenci, dihasut, difitnah, dikhianati, ditenggelamkan, dibebani dengan begitu banyak pekerjaan, dimarahi kakap dst. Bahwa kalian bisa benci, marah, membuang rasa takut dan mulai melawan apapun yang mencoba menjatuhkan kalian. Bahwa kalian bisa facing what consumes you, smash your enemy and tear it down! Cause you’re as they hard as they come!

O

k, langsung saja, menjelang maghrib pada hari H, Ayip dan Moron menjemput saya di hotel dan terpaksa sesi terakhir acara Fuck Kill Operator Console hari itu harus saya tinggalkan. Kita sempat takut ketinggalan acara karena berangkat telat dan jalanan lumayan macet. Belum lagi teman Ayip, yang udah di tkp, terus-menerus sms “udah mulai..”, ya udah duluan aja masuk, eh ternyata tiketnya sama Ayip, mantaplah. Setelah nyampe di Senayan, crowd udah rame, dan syukurlah kita belum ketinggalan apapun. Dan yang lebih bagus, disana udah ada Niko, Abram, Annasz, Agus, Fahmi dan Pak Ketua! Akhirnya kita perkenalan, ngobrol dan foto-foto bentar sama beliau di parkiran. Ternyata pak Andria baru balik dari forum apa gitu dan menyempatkan diri ke Senayan bukan untuk nonton Hatebreed (beliau kurang suka katanya), tapi untuk bertemu salah satu anak buahnya yang paling banyak omong, yang udah dateng jauh-jauh dari kampung (haha becanda Pak, tapi muka saya gak seburuk yang digambarkan Ayip kan Pak?). Di dalam arena, Paper Gangster membuka acara malam itu dengan beberapa lagu andalan mereka yang sayangnya gak satupun saya tahu. Meskipun crowd belum semuanya tumpah ke depan panggung, tapi mereka tampil cukup apik selama kira-kira setengah jam. Rombongan

kita sendiri masih dudukduduk aja di belakang. Kelar Paper Gangster, tibalah saatnya bagi penampil utama. Tapi sebelum Jamey dkk mengambil alih panggung, panitia mengajak semua yang hadir untuk sejenak berdoa bagi korban bencana Merapi, Mentawai dan Wasior. Setelah itu lima personel Hatebreed muncul dan Chris Beattie seperti ingin menunjukkan bahwa anak hardcore juga boleh gondrong dan berewokan, haha. Tiga lagu dari album terbaru mereka yang saya kurang familiar dipilih jadi pembuka moshpit malam itu; “Everyone Bleed’s Now”, ‘”In Ashes They Shall Reap” dan “Hands Of A Dying Man”, memancing crowd untuk mulai saling menubrukkan diri. Sementara yang lain udah bergabung dengan moshpit liar dan brutal di depan panggung, saya masih mengangguk-angguk agak di belakang, haha. Sori bros, badan saya kecil dan sepertinya akan mudah saja bagi kalian dan mereka untuk melempar-lemparkankan saya ke udara, haha. Baru pada lagu berikutnya saya merasa terlibat dalam suasana, ini “Under the Knife” bung! One of my favourites. Salah satu lagu dari masa-masa awal mereka terbentuk, dari ep pertama mereka dengan judul yang sama. Secara tak sadar saya mulai ikut loncat-loncat dan seperti semua yang tahu lagu ini, mulai berteriak dan sing-a-long. Secara pribadi, saya memang mengharapkan Hatebreed mengisi setlist

mereka malam itu dari tiga album pertama; “Satisfaction is the Death of Desire”, “Perseverance” dan “Rise of Brutality”. Tidak saja karena dua album terakhir saya kurang mengikuti, tapi memang karena lagu-lagu lawas mereka sangat nyaman. Saya lupa urutan lagu berikutnya, tapi kurang ajarnya, saya terdesak ikut ke tengah dan akhirnya mau tidak mau ikut berlari dan skanking mengikuti circle pit yang sedang liar mengikuti perintah Jamey, sampai akhirnya terdampar di sebelah kiri panggung dekat speaker (yang membuat kuping saya mendengung beberapa hari), di depan pendingin ruangan. Dan di sinilah saya menghabiskan malam sampai show berakhir, haha. Beberapa kali, saat jeda antar lagu, Jamey menyapa penonton, berterima kasih bisa tampil di Indonesia dan mengungkapkan keprihatinannya atas berbagai bencana yang baru saja menimpa negeri ini. Bersama Wayne dan Frank, Jamey juga mengajak penonton untuk lebih liar membentuk circle pit sambil tetap mengingatkan; “if anyone falls down, make sure you pick him up”. Saya lupa sudah berapa lagu yang digeber sampai saat itu, tapi saya tidak akan lupa saat Frank memulai part gitar di lagu “This is Now”, yeah, inilah saatnya kembali berdansa teman-teman. Dan crowd-pun kembali larut dalam hingarbingar hardcore. Dalam kurang lebih satu atau satu setengah jam,

mereka memainkan sekitar 20-an lagu malam itu. Diantaranya, yang paling saya inget karena cukup memancing saya untuk berteriak sekencang-kencangnya adalah “Empty Promises”, “To The Treashold”, “Perseverance”, “Mind Over All”, “Last Breath”, “Before Dishonor”, “Driven by Suffering”, “Doomsayer”, “Straight To Your Face”, “Proven”, “Give Wings To My Triumph” serta beberapa lagu dari album “For The Lions dan “Hatebreed”. Untuk encore, mereka memainkan “Destroy Everything” dan “I Will Be Heard”, yeah penutup yang sangat pas untuk malam yang makin beringas. Dan crowdpun benar-benar menggila di lagu terakhir itu, chaos all around. Meskipun tidak cukup terlibat di moshpit, saya merasa puas telah menyaksikan secara langsung band yang begitu saya kagumi, yeah they’re finally here (saya jadi kangen sama si leher beton, Sean Martin). Gambaran yang sama saya lihat juga di wajah teman-teman setelah show. Setelah tiba kembali di Makassar, saya musti diopname empat hari di rumah sakit, haha cemen lu! Terima kasih buat temen-temen di Jakarta untuk sambutannya, juga tiketnya, haha. Terima kasih juga buat temen-temen di DTIP, kalian memang yang paling hebat masalah timing. Sampai ketemu di konser Rammstein dan Ramallah.

.


GIG REPORT

(oleh Rismauli Ugly)

JAKARTA BLUES FESTIVAL 2010

Istora Senayan, Jakarta 15-16 Oktober 2010

S

ebenernya gak ada seorang pun anggota TUC yang lebih pantes melaporkan event ini selain Dhani Blues! Tapi, karena kebetulan doi jauh dan gak sempet liat JBF ‘10, plus kaya’nya gak ada anak TUC yang nonton event ini juga, so gue yang awam blues ini dengan keterbatasannya berusaha melaporkan sedikit ‘suasana’ di sana (soalnya kalo tentang musiknya gua kagak ngarti hahaha). Ada 4 stage yang disediakan untuk band performance di Istora Senayan sebagai venue yang dipilih untuk menyelenggarakan JBF pada 15-16 Oktober 2010 kali ini, yaitu black stage dan red stage yang terletak di luar gedung utama, green stage yang terletak di lobby gedung, dan blue stage terletak di dalam gedung. Selain itu, seperti layaknya JRL, di sekeliling gedung pun tampak banyak booth-booth yang antara lain diisi oleh merchandise band, clothings, CDs, instrumen

musik dan asesorisnya (ada art rock guitar dan beberapa guitar luthier dari Bandung, juga revolt/doggie guitar effect), drum school, juga beberapa komunitas blues dan komunitas partisipan lainnya seperti B2W, dan tentu saja booth yang membantu pengunjung bisa bertahan sampai akhir acara yaitu booth makanan hehehe. Tampak di beberapa sudut dan di tengah venue, dekorasi yang khusus disediakan untuk pengunjung berfoto ria dengan gambar idolanya ataupun sekedar berfoto dengan background bernuansa blues. Juga saat menuju gedung utama, tampak gitar-gitar legendaris blues yang dipajang dalam box kaca. Juga sebuah dinding besar yang disediakan bagi pengunjung untuk menulis atau menuangkan apa saja dari lubuk hatinya yang paling dalam, sedalam blues, ke sebentang dinding tersebut (hayyah!). Nah, selanjutnya tentang band-band yang

perform yang tentu saja dinantikan banyak bluesser. Ok, berhubung sabtu dan minggu saya dan ‘soulmate’ sudah ada acara, jadi kami memilih untuk datang pada hari pertama JBF yaitu pada jumat sore sepulang kami dari kantor. Suara musik yang menyambut kami sore itu ternyata sangat akrab dan enak sekali didengar telinga kami. Pantas saja, rupanya band metal di black stage yang dekat dengan gerbang masuk JBF sedang perform untuk mengakhiri penampilannya hihihih. Sepertinya mereka hanya band pembuka di awal festival, karena hari masih terlalu sore dan band inti biasanya mulai perform agak malam. Tapi kenapa ada band metal disini? mungkin diawal perform mereka sedikit memainkan blues? atau mungkin mereka penganut genre metal blues? atau jangan-jangan seperti blues festival tahun sebelumnya yang isinya kebanyakan dari genre lain dibanding bluesnya sendiri? mari kita lihat rundown or set

list band yang bakal perform selama JBF ‘10 ini, mari.. Wow! walaupun kami gak gitu ngerti musik blues tapi nama-nama grup band blues yang cukup populer di kalangan non-blues sekalipun ternyata hadir disini. Sebut saja Rama Satria & The Electric Mojos (with Lance Lopez), Adrian Adioetomo, Andre Harihandoyo & Sonic People, Ina Blues Band (feat. Fonticello), The Jakarta Blues Brothers Band, Abdee Slank & Friends (tapi kok feat. Candil ya?), John Paul Ivan (jadi ngeblues niy sekarang?), Syaharani feat. Donny Suhendra (niy bukannya jazz ya?) plus nama-nama grup band dari luar yang terusterang gue gak kenal karena gak gitu ngikutin genre blues ini; ada Soulmate, Anna Popovic, Matt Schofield, Kara Grainger dan Kevin Borich. Sayang, Gugun Blues Shelter yang justru ingin kami lihat malah akan tampil besok (hari sabtunya), padahal grup blues inilah yang lumayan kami bisa nikmati karena


tidak terlalu ‘pure’ blues tapi ada variasi sentuhan rock, funk, atau jenis musik lainnya. Band lainnya yang akan tampil pada hari sabtu antara lain ada Jakarta River Blues, Emmand Saleh Blues Band, Foxy Train, Bluebird & Skoko, Endah & Rhesa, Oppie Andaresta, Tjahjo Wisanggeni, The S.I.G.I.T (wah kalo band ini mah gue juga suka hihihi) dan band luar yang jumat ini perform akan perform kembali besok. Bermodalkan buklet rundown acara, kami pun mulai bergerak dari satu panggung ke panggung lainnya. Sayang dari jadwal yang sudah ditentukan ternyata banyak yang molor, walhasil kami sering kecele, udah lari-lari ninggalin band yang satu demi mengejar band lainnya, eh ternyata masih lama belom main juga, huuu. Akhirnya kami cukup lama juga nonton Syaharani demi nunggu Rama Satria perform di blue stage. Rela meninggalkan Adrian Adioetomo di green stage, untung masih

sempat liat Soulmate di red stage. Wow! luar biasa performance grup yang katanya dari India ini, vokalisnya perempuan tapi powernya luar biasa banget, sangat ekspresif bahkan sampe narinari segala, seolah-olah bukan hanya soulnya aja tapi seluruh body-nya, dari ujung rambut sampe ujung kuku kaki (dia nyeker alias gak pake alas kaki,) juga ikut ‘trance’ bersama lagu yang dia bawakan. Dan semua penonton seperti tersihir dalam suasana blues yang dia ciptakan. Amazing! Nah, kalo Rama Satria, jujur gue kurang bisa ngerti sama lagu-lagu yang dia bawakan, dan yang gue heran dia bisa langsung ‘trance’ di not pertama dari lagu pertama yang dia mainkan! Hebat kan? Hehehe. Mungkin seperti yang Dhani Blues bilang bahwa ‘soul’-nya blues itu bisa didapat dari not per not lagunya, jadi walaupun baru di not pertama bisa aja toh? Dan mungkin memang hanya penikmat blues sejati yang bisa me-

nikmatinya, karena sekali lagi seperti yang Bung Dhani katakan; “blues terlalu dalam untuk didalami”. Band lainnya yang sempat kami lihat antara lain Andre JJ (Harihandoyo) yang kali ini lebih sering menggunakan gitar akustiknya dibanding gitar elektrik. Sepertinya dia ingin lebih menunjukkan sisi ‘folk’ dan romantisme dari dirinya. Juga sedikit John Paul Ivan dan Abdee Slank. Masingmasing dengan bandnya membawakan nomor-nomor lawas dari grup-grup lawas (clasic rock) juga, seperti Led Zeppelin, Rolling Stones dll. Karena waktu telah menunjukkan hampir tengah malam, dan karena semakin molornya jadwal perform dari semua band pengisi festival blues ini, maka kami putuskan untuk pulang ke rumah walaupun belum sempat melihat penampilan band blues dari luar sebagai puncak festival. Toh kami juga belum tentu bisa menikmatinya, maklum kami bukan penikmat blues

sejati hehehe. Secara umum, dibanding tahun lalu yang hanya menyediakan 1 stage di dalam gedung, dan band pengusung acara yang banyak bukan dari genre blues, jelas tahun ini merupakan kemajuan yang sangat besar. Empat stage dengan band-band blues dalam dan luar negeri, juga suasana yang dibangun dari dekorasi-dekorasi dan booth-booth yang ikut ambil bagian dalam event ini, gak salah rasanya kalo panitia mengambil tag JBF 2010 yaitu “nothing but the blues”, dan gak heran juga kalo event ini bakal dinantikan kehadirannya lagi oleh para pecinta blues di tahun berikutnya. So guys, sampe ketemu di JBF 2011 with Dhani Blues as a reporter! And for all bluesser out there, you’ve got the blues guys!

.


GIG REPORT

EXODUS LIVE IN JAKARTA

Plasa Selatan Senayan, Jakarta 29 September 2010 Exodus, band beraliran thrash metal asal California, AS, baru saja menggelar “Brutality Tour”nya di Jakarta tepatnya 29 September 2010. Bertempat di lapangan selatan Senayan, mereka seakan-akan membakar kota Jakarta. “Let make them noise fuck fuck”, kata Rob Dukes, sang vokalis sambil menunjuk hotel-hotel dan gedung-gedung bertingkat di sekitar.

(oleh Mustafid Amna)

D

ua puluh delapan tahun sudah karir mereka dalam bermusik, serta usia para personelnya yang sudah menginjak usia setengah abad tidak membuat mereka merasa bosan, tapi malah semakin garang dan semakin matang. Lihat saja penjualan album terakhir mereka “Exhibit B” yang terbilang sukses. Salut buat Pentia Quantum yang berhasil membawa salah satu legenda musik thrash metal itu ke Indonesia tanpa sponsor. Konser dibuka dengan penampilan band metal asal Solo, Down For Life. Mereka berhasil menarik massa yang sebelumnya masih berada di luar serta memanaskan venue yang malam itu diguyur hujan rintik-rintik. Mereka bermain sangat rapi, sound gitar dari ampli messa boogie juga terasa enak didengar seakan menyatu dengan gebukan drum serta growl sang vokalis sekaligus

frontman, Aji. Tampil dengan membawakan lagu-lagu di album pertama mereka seperti “Pembusukan Moralitas”, “Tertikam dari Belakang”, “Pasoepati” serta beberapa lagu baru yang rencananya dirilis di album kedua. Dengan lagu-lagu yang beraliran melodic death metal, pasukan babi neraka ini berhasil membius penonton, sehingga tak pelak di akhir penampilan mereka banyak para headbanger menginginkan untuk main lagi. Tidak mau kalah dengan penampilan Down For Life, opening act kedua, band thrash metal asal Jakarta, Oracle juga tampil memukau. Mengusung old skul thrash mereka tampil dengan membawakan lagu-lagu di album “No Truth No Justice” seperti “Blessed in Funeral”, “The Final Anthem”, “Dark Fantasy”, dan “Calo Bangsat”, seakan-akan mengingatkan pada Slayer dan Metallica. Penonton terlihat akrab, sesekali mengiringi sang

vokalis seperti sudah hapal dengan lirik mereka. Bahkan di lagu terakhir yang mereka bawakan “Over the Wall” (Testament cover) berhasil mengajak penonton yang rata-rata sudah berumur untuk bernyanyi bersama. Akhirnya tibalah penampilan yang ditunggutunggu. Setelah check sound yang agak lama tibalah penampilan perdana Exodus di Indonesia, disambut dengan sorakan meriah dan antusias dari ribuan headbanger yang telah merapatkan shaf memadati venue. Sekitar 15 lagu mereka bawakan malam itu dari 13 album yang telah mereka rilis selama ini, beberapa hits seperti “And Then There Were None”, “Strike of The Beast”, “Beyond the Pale”, “Ballad of Leonard & Charles”, “Bonded by Blood”, dan “Good Riddance”. Tampil dengan formasi Rob Dukes (vokal), founder Gary Holt (Gitar), Lee Altus (Gitar), Jack Gibson (Bass) dan Tom

Hunting (Drum), mereka menghipnotis penonton untuk terus-terusan tanpa lelah moshing dan ber-headbanging. Rob Dukes tak hentihentinya selalu menyuruh untuk membuat circle, sehingga jalannya konser agak sedikit liar dan brutal, namun tetap berjalan lancar. Bahkan saat Rob Dukes menawarkan lagu slow biar penonton bisa bernafas, serentak penonton berteriak “no!”, mereka pun meneruskan lagu-lagu thrash yang cenderung cepat dan brutal. Sound system dari three chord memegang peranan penting tampilnya Exodus malam itu. Suara drum, gitar, bass serta vokal terasa keluar semua, keras tapi tanpa terasa dengung walaupun penulis berada pada shaf pertama. Akhirnya tepat jam 11 konser selesai. Demikian FR pertama ane yang singkat ini bro, sori kalo berantakan, maklum masih newbie, all over ane puas bro.

.


INSIDE TUC

SELAMAT MENIKAH FAHMI BENYEGH! (oleh Fadli Moron)

T

anggal 26 Maret 2011, bagi gw sih itu bukan tanggal yang istimewa. Bahkan itu tanggal yang cukup sibuk dan padat. Yes, bulan maret adalah tanggal dimana kita sibuk di kantor masing-masing, dengan hajatan tahunan, SPT tahunan. Tapi tidak bagi Fahmi Benyegh. Hari itu, bendahara terkutuk kita akhirnya menikah. Yup, sabtu itu juga merupakan jadi ajang gath kecil-kecilan dari perkumpulan teraneh yang pernah ada di DJP, setelah cukup lama kita gak pernah kongkowkongkow lagi. Pagi itu dimulai dengan menjemput tetua sekaligus ketua, pak Andria Sonhedi yang memenuhi janjinya untuk menghadiri hari sakral ini, dengan sepeda motor andalan yang paling setia, yang memang gak pernah ngeluh walaupun sering gw bawa muter-muter nyasar tak menentu. Stasiun Gambir

adalah tujuan pagi ini, yup, setelah sedikit sungkem kepada Pak Ketua, perjalanan dilanjutkan dengan mengantar beliau ke Jl. Surabaya. Yes, Jl. Surabaya, dimana banyak cd musik second berkualitas, dengan harga yang menurut Pak Ketua, semakin tidak wajar, haha. Setelah sedikit nyasar, akhirnya sampe juga di tempat tujuan, dan setelah masuk keluar toko, akhirnya ritual suci pun selesai. Pak Andria berhasil membawa pulang sejumlah cd, untuk menambah tumpukan harta karun di rumah. Setelah itu meluncur ke arah kosan gw, dan setelah sempat istrahat dan sedikit makan siang, Niko datang menjemput menuju ke Kantor Pusat. Yup, seperti biasa, Kapus selalu jadi meeting point, buat acara apapun, haha. Di sana udah ada om Andriana dan Dedy. Gak begitu lama, Afid, Galih dan kekasih tercinta, Gigih dan keluarga

tercinta muncul satu-persatu. Tim udah lengkap, tarrrrek lae!! Macet, iya macet, itu adalah musuh pertama yang harus dilewati. Kedua, nyasar, hahaha. Gak dimana-mana, pasti nyasar. Setelah perjalanan yang panjang dan cukup membingungkan akhirnya kita sampe juga di tempat acara. Mbak Uly dan bang Herwin datang gak begitu lama setelah kami. Formasi pun semakin lengkap. Tidak lupa foto-foto dengan kaos kebanggaan, dan pasti paling rusuh, kita pun bisa dipastikan jadi pusat perhatian. Puas fotofoto di depan, kita pun masuk ke tempat acara. Ternyata acaranya baru dimulai, dan stock makanan masih banyak, sambil ngantri buat salaman, tangan pun comot sana-sini, haha. Setelah acara salammenyalam pengantin dan keluarga, kita pun terpisah berdasarkan selera makan masing-masing. Setelah puas

mengisi perut satu-persatu, kita mulai berkumpul lagi, eh, ternyata om Sapto baru sampe di lokasi. Setelah ngobrolngobrol sedikit, TUC pun mendapat giliran buat foto bersama pengantin; “kepada rekan-rekan dari Tax Underground Community Indonesia dipersilahkan untuk foto bersama pengantin�, haha. Dengan formasi yang lumayan banyak, kita foto bersama pengantin. Setelah itu pak Andria ijin pamit, karena udah dijemput oleh saudara beliau. Karena malam itu Pak Ketua nginap di Serpong, dengan itu kita pun bubar jalan. Akhirnya, gw sekali lagi mewakili tim redaksi abal-abal Tuczine mengucapkan selamat menikah buat Fahmi Benyegh. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, amin.

.


50

REVIEW

ALBUM HEAVY METAL TERBAIK 2010


REVIEW

Y

ah, tahun 2010 telah berlalu cukup lama, dan sebagai media yang tidak mau ketinggalan, untuk edisi pertama tahun 2011 ini, Tuczine akhirnya ikut-ikutan membuat daftar album terbaik 2010. Sebenarnya kami ingin membuat daftar album terbaik 2010 berdasarkan poling dari temen-temen TUC, tapi ide yang dirintis Pak Ketua pada awal tahun itu ternyata kurang mendapat respon dari teman-teman TUC, terutama kami sendiri. Ok, kami tahu ini curang, tapi cobalah untuk memafkan kami, karena kami sadar kami memang tidak punya kompetensi untuk memantau dan mengikuti perkembangan album-album apa saja yang dirilis tahun lalu, untuk kemudian menyimak seluruhnya dan akhirnya menyeleksi serta menetapkan daftar terbaik tahun 2010. Kami sangat tidak mumpuni untuk itu teman-teman. Berikut adalah 50 album terbaik 2010 versi Tuczine, yang datanya merupakan olahan dari daftar yang telah dibuat beberapa majalah dan media online yang memang sudah sangat berpengalaman dan secara ilmiah miliki wewenang untuk hal seperti ini. Kami mengkompilasi daftar dari 15 media online yang kami anggap sudah cukup mewakili puluhan bahkan mungkin ratusan media sejenis. Mulai dari yang ‘garis keras’ semacam Decibel, Metal Storm, Thrash Magazine, yang agak mainstream seperti Metal Hammer, Revolver dan Kerrang, sampai yang merupakan media ‘semua umat’ seperti Rolling Stone, Pop Matters dan About. Selain yang disebutkan di atas, kami juga memakai daftar dari Heavy Metal Power, Metalholic, Noise Creep, Spinal Tapdance, The Bad Penny dan Ultimate

Guitar sebagai bahan acuan. Ohya, sepengetahuan kami, media-media tersebut ada yang menyusun daftar mereka melalui semacam ‘tim perumus’ yang bisa terdiri dari anggota redaksi atau beberapa musisi, bisa juga melalui seseorang yang berkompeten yang ditunjuk untuk itu. Ada juga yang membuat daftar berdasarkan poling pembaca atau pengunjung web seperti yang dilakukan situs Metal Storm. Cara kerja kami dalam menetapkan daftar ini mudah saja, dan disinilah mungkin letak kecurangannya (yah, mereka yang membuat, kami yang mengumpulkan, hehe), kami membandingkan 15 daftar dari media-media di atas dan menarik kesimpulan berdasarkan penalaran sederhana tapi kurang cermat bahwa album yang paling sering muncul mungkin yang terbaik. Dan 50 puluh album terbaik ini adalah hasil akhir yang kami peroleh berdasarkan urutan frekuensi kemunculan mereka. Ok, cara itu memang memiliki banyak kekurangan untuk menghasilkan keputusan yang legitimate. Salah satunya, karena kami hanya melihat frekuensi kemunculan album tanpa memperhitungkan urutan di daftar asal mereka. Contohnya seperti ini; album Enslaved “Axioma Ethica Odini” di urutan ke-4 daftar kami muncul 9 kali dari 15 daftar tapi hanya 2 kali berada di urutan pertama di 9 daftar itu. Sementara “Marrow of the Spirit”-nya Agalloch di tempat kelima daftar kami, muncul 8 kali dengan 3 kali sebagai urutan pertama. Kami memiliki 2 alibi untuk itu. Pertama, karena 15 daftar itu tidak memiliki jumlah entry yang sama, misalnya, Decibel membuat sampai 40 urutan, Heavy Metal Power 7, Kerrang dan Revolver 20, Metalholic 30, Ultimate

Guitar 10, Metal Hammer 50 dan seterusnya. Kami bisa saja membuat daftar yang benar-benar memperhitungkan frekuensi kemunculan dengan prosentase urutan, tapi, inilah yang menjadi alibi kedua kami, itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebenarnya, rencana awal kami tidaklah seperti itu. Awalnya 50 besar ini akan kami gunakan hanya sebagai penyortir untuk kami simak satu-persatu dan kemudian kami susun berdasarkan penilaian obyektif kami (Tuczine) sendiri. Tapi ternyata, letak kesulitan utamanya ada disitu. Kami bukanlah musisi, pakar, pemerhati masalah musik atau apapun yang mengerti hal-hal teknis dan sisi musikalitas untuk bisa menentukan baik buruknya suatu rekaman. Kami hanyalah penikmat yang tahunya cuma bilang “oh ini enak nih, itu kurang asyik ah menurut kuping gw”. Dan benar saja, setelah kami coba menyimak satu-persatu album-album itu, yang muncul malah daftar terbaik menurut penilaian dangkal dan subyektif kami masing-masing, haha. Makanya review beberapa album di daftar ini yang ada di halaman berikut sama sekali tidak mencerminkan keadaan sebenarnya dari urutan 50 album terbaik versi Tuczine yang ada di halaman utama rubrik Review ini, haha. Ada beberapa hal yang menarik perhatian kami selama mengkompilasi daftar ini. Comeback Deftones dengan “Diamond Eyes” benarbenar hebat. Bagaimana tidak, untuk ukuran sebuah band yang ‘not so metal’, mereka bisa diterima dan muncul di daftar album terbaik di media-media yang berbasis massa metal cukup fanatik seperti Metalholic dan Noise Creep (urutan pertama). Album comeback hebat lain-

nya adalah “Mechanize”-nya Fear Factory, yang meskipun dirundung banyak masalah tetap mampu menyajikan musik industrial yang apik. Ada juga Kvelertak, pendatang baru yang sangat mencuri perhatian, sangat direkomendasikan. Nah, yang aneh menurut kami adalah album Blind Guardian “At the Edge of Time” yang menjadi nomor satu di daftar Metal Storm dengan jumlah vote sebanyak 557 suara, tidak sekalipun muncul di 14 daftar lainnya! Kenapa hanya heavy metal? Tidak ada daftar punk, hardcore, blues dan lain-lain? Atau, kenapa tidak ada daftar album lokal? Well, itu semua karena kelemahan kami yang tidak bisa membuat daftar sendiri dan harus ‘meminta bantuan’ media lain. Faktanya, daftar album punk, hardcore, blues atau lokal terbaik tahun 2010 sangat terbatas atau malah sangat susah kami jumpai, jadi sekali lagi maafkan kami. Kami yakin akan ada banyak pertanyaan dan rasa tidak puas dari teman-teman atas daftar ini. Ini akan mengundang teman-teman untuk mendebat kami karena mungkin ada album yang teman-teman jagokan ternyata tidak termasuk disini, atau ada album yang overrated atau malah underrated. Pada akhirnya, ini semua hanyalah masalah selera teman-teman. Dan kami yakin, kita semua punya selera sendiri-sendiri untuk menentukan album terbaik menurut kita masingmasing. Daftar ini kami muat kurang lebih hanyalah untuk menyatakan bahwa “ini lho ada beberapa album yang patut disimak” yang mungkin beberapa diantaranya belum teman-teman miliki. Salam metal ngepal!

.


REVIEW

50 39

Sebenarnya, untuk entry #50, ada beberapa album yang memiliki jumlah vote yang sama, tapi karena alasan yang kurang bisa dijelaskan kami akhirnya memilih album Anathema. Yang mengejutkan kami di halaman ini adalah Integrity dengan “The Blackest Curse”-nya, satu-satunya band hardcore yang nyempil di antara band-band metal! Senang juga melihat ada band segala jaman, Melvins, disana.

#50 WE’RE HERE BECAUSE WE’RE HERE ANATHEMA

#49 NO GUTS. NO GLORY. AIRBOURNE

#48 OF SEISMIC CONSEQUENCE YAKUZA

#47 V UNEARTHLY TRANCE

#46 SCENES FROM HELL SIGH

#45 SATURDAY MORNING APOCALYPSE POWERGLOVE

#44 PERIPHERY PERIPHERY

#43 THE BRIDE SCREAMED MURDER MELVINS

#42 THE BLACKEST CURSE INTEGRITY

#41 CRISIS IN UTOPIA HOLY GRAIL

#40 INDOCTRINE BLOOD REVOLT

#39 BEYOND HELL / ABOVE HEAVEN VOLBEAT


REVIEW

Halaman ini yang mungkin paling mengejutkan buat para metalhead ortodoks, “Audio Secrecy” (Stone Sour), “Remember Who You Are” (Korn) dan “Nightmare” (Avenged Sevenfold) ada di daftar ini? Bahkan dengan tempat yang lebih tinggi dari “Blood of the Nations” (Accept)? Kenyataannya memang seperti itu adanya. Kami justru melihat bahwa “Écailles de Lune” (Alcest) dihargai terlalu rendah.

38 27

#38 BLOOD OF THE NATIONS ACCEPT

#37 AUDIO SECRECY STONE SOUR

#36 REMEMBER WHO YOU ARE KORN

#35 OPUS EPONYMOUS GHOST

#34 NIGHTMARE AVENGED SEVENFOLD

#33 THE EPIGENESIS MELECHESH

#32 EXHIBIT B ; THE HUMAN CONDITION EXODUS

#31 PARACLETUS DEATHSPELL OMEGA

#30 ÉCAILLES DE LUNE ALCEST

#29 DUALITAS WITHERED

#28 HELIOCENTRIC THE OCEAN

#27 THE TENANT LUDICRA


REVIEW

26 15

Setelah capek membuat film-film slasher, Rob Zombie akhirnya bikin rekaman lagi, dan melihat daftar ini, sepertinya “Hellbilly Deluxe 2” tidak terlalu buruk. Yang tidak boleh dilewatkan disini; “Valley of Smoke” (Intronaut) dan “Blackjazz” (Shining), dua album dengan tingkat musikalitas tinggi. Selain itu ada irama padang pasir dari Orphaned Land dan jangan lupakan Hail of Bullets yang membawakan soundtrack Perang Pasifik.

#26 VALLEY OF SMOKE INTRONAUT

#25 NUCLEUS DAWNBRINGER

#24 HELLBILLY DELUXE 2 ROB ZOMBIE

#23 BLACK MASSES ELECTRIC WIZARD

#22 HEAVY BREATHING BLACK BREATH

#21 IRONBOUND OVERKILL

#20 THE NEVER ENDING WAY OF ORWARRIOR ORPHANED LAND

#19 MAJESTY AND DECAY IMMOLATION

#18 ON DIVINE WINDS HAIL OF BULLETS

#17 BLACKJAZZ SHINING

#16 POLARITY DECREPIT BIRTH

#15 AGONY + OPIUM CHRISTIAN MISTRESS


REVIEW

Dua belas album di halaman ini rasanya cukup wajar, kalau tidak mau dibilang memang pantas berada di tempat mereka masing-masing. Khusus “Marrow of the Spirit” (Agalloch) dan “Axioma Ethica Odini” (Enslaved), dua album ini memang sangat banyak mengundang pujian. Dua album comeback dengan cerita berbeda dari Fear Factory (perpecahan) dan Deftones (kesetiakawanan) juga pantas berada di 10 besar.

14 3

#14 MOUNDS OF ASH CASTEVET

#13 SPIRAL SHADOW KYLESA

#12 AFTER IHSAHN

#11 ADDICTS: BLACK MEDDLE PT. II NACHTMYSTIUM

#10 LAWLESS DARKNESS WATAIN

#9 MECHANIZE FEAR FACTORY

#8 KVELERTAK KVELERTAK

#7 EPARISTERA DAIMONES TRIPTYKON

#6 OPTION PARALYSIS THE DILLINGER ESCAPE PLAN

#5 MARROW OF THE SPIRIT AGALLOCH

#4 AXIOMA ETHICA ODINI ENSLAVED

#3 DIAMOND EYES DEFTONES


2

REVIEW

di album “Brave New World” (2000) saya sempat mencicipi sedikit, tapi kok rasanya aneh dan saya pun mundur. Karena latar belakang itulah, maka pada awalnya saya memandang sebelah mata terhadap album baru Iron Maiden ini dan gak tertarik sama sekali. Namun setelah baca tulisan di berbagai milis, begitu banyak kawan yang mengagumi #2 album ini, sayapun tergoda THE FINAL FRONTIER untuk membelinya, dengan IRON MAIDEN pikiran kalaupun nanti gak CHRESNO DAROE cocok gampang dilego lewat WARSONO Kaskus. Kalau dilihat susunan Sejak berakhirnya era klasik lagunya, sangat mencengangIron Maiden, yaitu era antara kan, 5 dari 10 lagu beralbum pertama sampai dendurasi di atas 8 menit, wow! gan album “Fear of the Dark” Sepanjang ingatan saya, pada (maaf kalo saya bikin pengera klasik mereka hanya kotakan sendiri), saya kurang punya 3 lagu di atas 8 menit, mengenal Iron Maiden, itupun tersebar di 3 album atau dengan kata lain saya yang berbeda, ini cukup bikin telah memutuskan ‘hubunpenasaran saya. gan pertemanan’ di antara Lagu pertama, kami. Pemutusan ini bukan “Satellite 15... the Final tanpa alasan, musik Iron Frontier”, dibuka dengan Maiden sejak Bruce pergi drum, gitar dan bass yang sudah tidak bisa saya nikmati bersaut-sautan kemudian lagi, meskipun bagi saya dua ditimpa vokal Bruce yang album terakhir dengan Bruce lebih mirip baca puisi, aneh, di periode itu (“No Prayer...” dan ini berlangsung sam& “Fear..”) tidak sehebat pai empat setengah menit. album-album sebelumnya, Hampir saja ini menyurutkan datar-datar saja tetapi masih langkahku, untung setelah itu terasa ke-iron maiden-annya. Iron Maiden yang saya kenal Kemudian ketika Bruce dan segera tampil, jreng, empat Adrian balik ke Iron Maiden menit berikutnya membuat

pikiran saya melayang ke jaman “Powerslave” dan “Somewhere In Time”. Lagu berikutnya, “El Dorado”, juga sangat Iron Maiden. Suara bass Steve, seperti biasa, tidak kenal lelah terus ‘menari-nari’ sepanjang lagu, komposisi yang indah. Tak heran kalo lagu ini berhasil mendapat Grammy Awards. Lagu-lagu berikutnya cukup asyik dinikmati, membawa pikiran saya kembali ke jaman “Sevent Son” sampai “Fear of the Dark”. Hanya saja, tiga lagu berdurasi panjangnya, “Isle of Avalon”, “The Talisman” dan “The Man Who Would Be King”, rasanya terlalu panjang dan sia-sia. Panjang durasinya tidak membawa kenikmatan yang sempurna sebagaimana “Rime of the Ancient Mariner” atau “Alexander the Great”. Bisa jadi perasaan ini muncul karena keseringan dengar lagu-lagu panjang milik Dream Theater, tapi entahlah. Sedangkan lagu terakhir, “When The Wild Wind Blows”, meskipun panjang juga tetapi asyik dinikmati. Irama kalem di awal lagu begitu mengalir, diteruskan nafas rock ala Maiden. Solo gitar yang ciamik di tengah dan diakhiri dengan nada-nada kalem kembali, tak terasa 10 menit 59 detik

telah berlalu. Secara keseluruhan album ini cukup bagus bagi orang-orang seperti saya yang telah lama tidak mengenal Iron Maiden lagi. Dengan album ini kami seakan-akan kembali berteman dan menikmati kebersamaan yang pernah hilang. Album ini sanggup melambungkan jiwa saya ke suasana yang (mungkin) selama ini saya rindukan, walaupun tidak sampai meledakkan jiwa ini dalam sukacita yang mega sempurna. Mungkin satu hal yang agak mengganjal, perpaduan permainan tiga gitaris tidak terasa bagi saya. Sepertinya dua atau tiga gitaris hanya menghasilkan sesuatu yang beda tipis saja, entahlah kalau kuping saya memang kurang peka. Namun satu poin sempurna untuk Nicko yang sepertinya tidak pernah bertambah tua, pukulannya masih gawat, seperti 25 atau 30 tahun lalu. Dari beberapa artikel yang pernah saya baca, warna ‘back to classic’ ini sudah mereka mulai di album sebelumnya, “A Matter of Life and Death” (AMOLAD) tahun 2006, jadi sepertinya pertemanan kembali kami ini perlu diteruskan ke AMOLAD. Kita lihat saja nanti.

.


REVIEW

1

metal; cepat, agresif, brutal, macho dan tidak bertele-tele. Banyak fans abadi trio ini yang sempat waswas ketika tahu bahwa Greg Fidelman akan memproduseri album ini. Dua karya terakhirnya, “World Painted Blood” (Slayer) dan “Death Magnetic” (Metallica), tidak begitu istimewa. Tapi semuanya menjadi lega ketika Greg meninggalkan semua kekuran#1 gannya di dua album thrash SNAKES FOR THE DIVINE itu, dan melakukan yang HIGH ON FIRE terbaik untuk “Snakes for the DEDE HATE Divine” ini. Setelah sebelumnya Well, sepertinya kita musti sedikit bereksperimen di banyak memutar dan me“Death Is This Communion” nyimak album ini untuk yang agak berat, Matt Pike mendapatkan feel bahwa ini dkk kembali ke bisnis di memang album metal terbaik “Snakes for the Divine”. tahun lalu. Saya sendiri sem- Mereka seperti ingin mempat takut akan salah menilai buktikan sesuatu kali ini. Yah, bahwa delapan lagu di album setelah Sleep tidur untuk ini adalah satu kesatuan yang selamanya, jangan pernah membentuk album metal berharap stoner atau sludge paling keren dari sebuah band akan ikut tidur selama masih yang paling metal, murni ada Matt Pike.

Lagu pembuka, sekaligus title track, “Snakes for the Divine”, diawali dengan sebuah intro guitar tapping yang mengejutkan, seperti mendengarkan band-band dengan gitaris virtuoso yang terlalu menonjol sendirian. Tapi setelah itu, semua kembali ke cita rasa asli High On Fire, musik yang cepat dan bergemuruh. Dan itu dilanjutkan di trek “Frost Hammer”, dengan sound tebal yang sangat barbar. “Bastard Samurai” kurang lebih bergaya doomy ala Black Sabbath, berat, lambat, tapi ketika mencapai puncaknya, semuanya kembali intens. “Ghost Neck”, sebuah trek untuk mematahkan leher, saya sangat suka pukulan drum dan rithym guitarnya yang terus mengikuti teriakan Matt. Setelah itu ada trek instrumental “The Path”, seperti untuk memberi istirahat kepada mulut dan tenggorokan Matt, haha. Tapi

ending di lagu itu menjadi pengantar untuk lagu berikutnya, “Fire-Flood & Plague”, yang kembali brutal, kali ini ditambah solo guitar yang cukup menonjol di tengahtengah lagu. Berikutnya ada “How Dark We Pray”, ini memang sebuah trek panjang delapan menitan yang mengalun lambat, tapi simak permainan gitar yang membuai itu. Album ini ditutup “Holy Flames of the Fire Spitter”, dengan pukulan drum yang menderu-deru dan seruan perang primitif di sela-sela bagian verse-nya, ini adalah lagu penutup yang tepat untuk sebuah album yang akan terus membakar. Pada akhirnya, tidaklah salah ketika di banyak list album ini muncul paling sering dibanding yang lain. Bagi saya sendiri, stoner sludge memang tidak pernah sekeren ini, sejak High On Fire menawarkan album ini.

.


REVIEW

ENAM ORANG SINTING DARI NORWEGIA MENGAJAK KITA BERPESTA web dan mulai menyimak satu persatu daftar tersebut untuk kepentingan zine edisi kali ini. Dan itu adalah ketika saya menemukan satu nama asing yang muncul hampir di semua daftar, inilah Kvelertak teman-teman. Semua sepakat bahwa enam pemuda tanggung Norwegia ini adalah pendatang baru terbaik, dan di negeri mereka, awal KVELERTAK tahun ini, Kvelertak akhirnya KVELERTAK memang diganjar dengan DEDE HATE dengan piala Grammy-nya Norwegia untuk kategori Oh yeah, let’s go to the party tersebut, mantap. Musik baby! haha. Sekali lagi saya yang mereka mainkan adalah bersyukur ketika harus dihagabungan dari banyak unsur dapkan pada kenyataan bah- yang sepertinya tidak cukup wa belakangan ini saya harus mudah untuk menjadi sesuatu rajin bolak-balik melihat daf- yang utuh dan enak ketika tar album terbaik di beberapa digabungkan dengan paksa.

Beberapa menyebutnya black ‘n roll (black metal dan rock ‘n roll?), tapi saya kurang setuju karena menurut kuping saya, ada punk, hardcore, heavy metal yang terlibat disini. Yah, mungkin terdiri dari banyak unsur, tapi sebenarnya, lagu-lagu di album self titled ini sangat simple teman-teman, sederhana. Saya malah heran sendiri, kenapa tidak dari dulu ada yang memainkan musik seperti ini yah? Atau cuma mereka yang berhasil melakukannya dengan baik? Nanti coba kita tanyakan pada Erlend Hjelvik, Vidar Landa, Bjarte Lund Rolland, Maciek Ofstad, Marvin Nygaard, dan Kjetil Gjermundrød tentang formula mereka. Kenapa tadi kita

diajak ke pesta? Yeah, dengan nuansa rock ‘n roll yang liar, kita memang seperti sedang menuju party, hehe. Dan ketika sekali lagi saya menyimak lagu “Blodtørst”, saya kemudian membayangkan diri saya adalah seseorang yang cukup hedonis sedang party bersama cewe-cewe seksi yang sudah sangat mabuk, hahahahaha. Ok, terakhir, ini sangat penting, saya meralat pernyataan saya beberapa waktu lalu yang menyebutkan “Heirs to Thievery” adalah album terbaik 2010, dan menetapkan bahwa album terbaik 2010 versi saya di urutan pertama adalah album ini.

.


REVIEW

menit. Empat puluh menit yang dingin, sepi, tenang, sedih. Pengaruh black metal yang masih ada saya rasakan dalam wujud suara vokal high shriek di beberapa bagian. Selebihnya, untuk vokal, lebih banyak dengan suara bersih, rintihan yang sangat halus, desahan, bisikan, erangan tertahan. Saya tidak tahu instrumen apa saja yang ÉCAILLES DE LUNE digunakan, tapi sepertinya ALCEST instrumen standar saja tidak DEDE HATE cukup untuk menciptakan atmosfir dan nuansa hening Menyimak album ini, saya dalam album ini. Meskipun kembali teringat dengan lirik ditulis sepertinya dalam jargon lama saya; “Saya bahasa Perancis, saya bisa sangat bersyukur karena Almerasakan ini bukan tentang lah telah menganugerahi saya depresi atau putus asa. Saya dengan selera musik yang lebih memilih menyebut ini bagus”. Bagaimana tidak, di seperti perenungan (yah, tengah serbuan ratusan jenis lebih untuk didengarkan saat musik dan jutaan band, saya sendiri, di tengah malam lebih seperti selalu diberi ‘petunbaik, mungkin). Coba simak juk’ tentang yang mana yang lagu terakhir, “Sur L’Océan mesti, dan bisa saya nikmati. Couleur de Fer”, dan temanDulu saya menulis itu ketika teman mungkin akan sepakat mendapati diri saya benardengan saya, bahwa ini sepbenar menikmati jika meertinya memang dibuat untuk nyimak hardcore, beberapa mengajak kita merenung, jenis metal, belakangan rap, dan bagi saya, yang terlintas dan sekarang ditambah ini, adalah, sekali lagi; what’s this post/depressive black metal, life for? shoegaze, dark ambient atau apapun mereka menyebutnya. Saya benar-benar baru tentang jenis musik seperti ini, dan itu menyadarkan saya bahwa masih banyak musik keren di luar sana, explore! Alcest dari Perancis, berawal dari black metal tradisional, kemudian bertransformasi menjadi seperti sekarang, yang oleh beberapa orang disebut dengan depressive black metal bercampur shoegaze, sehingga akhSPIRAL SHADOW irnya melahirkan post black KYLESA metal, dunno. Saya tidak tahu DEDE HATE banyak mengenai pelabelan itu, tapi mari saya ceritakan Saya tidak mengerti apa itu sedikit tentang album ini. sludge, stoner, progressive “Écailles de Lune” ini dirilis dan lain-lain yang mereka tahun 2010 lalu (tak pelak deskripsikan ke album ini. lagi, ini adalah album terPengetahuan sempit saya baik kedua tahun 2010 versi membawa saya pada kesimpsaya), berisi 6 lagu dengan ulan singkat yang akan mudah total playing time sekitar 40 saja mengundang perdebatan;

.

Kylesa kurang lebih adalah sejenis Mastodon, dengan gen asal yang sama tapi dengan permutasi akhir yang beda, bingung kan? Sama. Yah, ketika mereka berani memainkan progresi chord dalam berbagai ragam tempo, kita tidak akan mendengar musik yang susah dan njlimet, tapi justru semakin catchy dan enak di kuping. Ini yang membuat banyak kritikus menyebut “Spiral Shadow” bila dibandingkan dengan album sebelumnya adalah perkembangan yang sangat baik dari band asal Savannah ini. Ohya, dua gitarisnya (salah satunya cewe, so what? Haha) sepertinya sudah sangat memahami karakter permainan masing-masing, tidak ada tumpang tindih antara ritem, melodi, dan kulikan-kulikan aneh yang bertebaran hampir di semua lagu. Ujung-ujungnya, setelah menyimak seluruh album, ini memang bukan metal, atau kurang keras untuk disebut demikian, ini lebih ke rock progresif kalau menurut saya yang awam ini. Favorit saya adalah lagu pembuka “Tired Climb”, mungkin karena ada bagian yang cukup meledakledak dengan (lagi-lagi) notasi hardcore-nya, hehe. Album terbaik 2010 versi saya lainnya.

.

MARROW OF THE SPIRIT AGALLOCH DEDE HATE Sepertinya, hari-hari terakhir ini saya memang sedang suka

dengan musik seperti ini. Memang Agalloch cukup berbeda dengan Alcest, tapi secara umum memiliki kesamaan, maksudnya? Yah, sama-sama menghadirkan nuansa hening, dan untuk “Marrow of the Spirit” ini, ditambah dengan suram dan mencekam. Lagu pembuka “They Escaped the Weight of Darkness” langsung menunjukkan hal itu, bunyi gemericik air mengalir, kicau burung-burung kecil dan gesekan cello yang menyayat, mengantarkan kita seperti sedang berada di tengah hutan yang sepi, damai, nan mencekam. Seperti diketahui, Agalloch dan dan band-band sejenis, memang lebih concern mengangkat tema-tema folk tentang keindahan sekaligus kengerian alam, cuaca, rawa-rawa, danau, salju, hutan, lautan, gunung dan lainnya. Lagu kedua, “Into the Painted Grey”, menunjukkan perbedaan Agalloch dengan Alcest, lagu ini masih black metal murni, ditambah melodi yang cukup kentara mengiringi. Lagu berikut, “The Watcher’s Monolith” dengan durasi hampir 12 menit dimulai dengan agak semi akustik disusul vokal shriek kering ditimpali yang chant yang tidak terlalu riuh dan melodi di latarnya. Suasana paling mencekam ada di lagu keempat, “Black Lake Nidstång”, yang dibuka dengan sayatan cello, petikan akustik gitar, drum bertalu pelan, dan bisikan lirih yang awalnya tidak begitu saya dengar, saking lirihnya, hehe. Bagusnya, lagu berikutnya “Ghost of the Midwinter Fires” cukup menenteramkan dengan intro yang bersemangat, dan membuat lagu ini agak berbeda dengan lainnya. Tapi, lagu penutup, “To Drown” kembali menenggelamkan kita dalam suasana yang sama dengan lagu pembuka. Ini adalah album terbaik ketiga tahun 2010 versi saya.

.


REVIEW

OPTION PARALYSIS THE DILLINGER ESCAPE PLAN DEDE HATE

MECHANIZE FEAR FACTORY DEDE HATE

ON DIVINE WINDS HAIL OF BULLETS DEDE HATE

THE BLACKEST CURSE INTEGRITY DEDE HATE

Sebelum “Option Paralysis” ini, rilisan The Dillinger Escape Plan yang cukup bisa saya nikmati adalah “Miss Machine”. Entah mengapa dengan “Ire Works” saya kurang menyatu, terlalu berat mungkin, terlalu mathematic, haha. Entah mengapa juga orang-orang selalu menghubungkan matematika dengan musik orang-orang New Jersey ini, apakah mereka benar-benar menggunakan rumus matematika dalam menentukan tempo mereka yang rumit itu? Sebenarnya, landasan utama musik mereka di album ini masih sama dengan yang mereka bawa sejak kemunculan mereka; tempo dan signatur yang ganjil dalam balutan metal dan jazz. Hanya saja, disini, saya merasa lebih banyak bagian yang bisa saya nikmati. Lebih banyak clean vocal dari Greg Puciato. Di trek pembuka, “Farewell, Mona Lisa”, saya seperti mendengar vokalis-vokalis alternative metal, begitu juga di trek, “Gold Teeth On A Bum”, “Widower” dan di trek penutup, “Parasitic Twins”, saya seperti mendengar, siapa sih vokalis Foo Fighters itu? yang eks Nirvana. Saya juga sangat menikmati permainan jazz yang meskipun rumit tapi ciamik di trek “Endless Endings”. Secara keseluruhan, ini adalah album yang kaya, variatif.

Album comeback dari reuni setengah-setengah yang diiringi banyak masalah. Ketika Dino Cazares dan Burton C Bell berdamai dan sepakat untuk membuat proyek baru dengan mengajak Gene Hoglan dan Byron Stroud, mereka melakukan ‘kesalahan’ dengan memakai nama Fear Factory untuk proyek tersebut tanpa menyertakan Raymond Herrera dan Christian Olde Wolbers, dua personil inti Fear Factory lainnya sebelum hiatus pada 2008. Jadilah dua orang yang disebut terakhir merasa ditinggalkan. Karena merasa turut berandil dan punya saham dalam nama Fear Factory, Herrera dan Wolbers dikabarkan siap meluncurkan tuntutan hukum resmi. Wah, ribet juga. Tapi tinggalkan saja urusan itu pada mereka dan marilah kita nikmati saja sajian terbaru dari band industrial metal terbesar ini. “Mechanize” adalah musik industrial yang keren, lima tahun setelah “Transgression” yang mengecewakan. Ini sama kerennya dengan comeback pertama mereka, “Archetype” pada 2004, tiga tahun setelah “Digimortal” yang juga mengecewakan. Jadi, rumus mereka untuk sebuah album yang keren; album yang mengecewakan, perselisihan dan hiatus, reuni, dan album comeback yang keren, haha.

Setelah menyelesaikan perlawanan Wehrmact di front timur yang dingin dan membekukan lewat “... Of Fronst And War”, para serdadu Belanda ini mengalihkan meriam mereka ke teater Pasifik. “On Divine Winds”, sebelas track death metal yang bergemuruh layaknya dentuman meriam 150 cm battleship Yamato yang mengincar Spitfire dan B-29 Superfortress yang menghujani kapal tempur paling besar di jamannya itu dengan berton-ton bom tepat ke arah lambunganya di Pertempuran Teluk Leyte yang melelahkan. Tidak berlebihan, karena ini adalah soundtrack Perang Pasifik. Sebuah concept album sepertinya, karena melihat dari urutan daftar lagu di tracklist, sepertinya lagu-lagu disusun berdasar urutan kronologis peristiwa sesungguhnya puluhan tahun lalu. “Mukden Incident”, yang memicu serangan awal Jepang ke daratan Asia ditaruh agak di depan. Sementara “Guadalcanal” dan “On Choral Shores” yang sepertinya tentang Pertempuran Midway agak di tengah. Dan “Kamikaze”, ‘angin tuhan’, ketika Jepang mulai kalah ditempatkan di urutan terakhir kedua. Yeah, ini adalah sarana yang tepat guna bagi para metalhead untuk mulai belajar sejarah.

Ini sepertinya kurang adil, ketika melihat Hatebreed semakin besar sementara Integrity seperti terlupakan. Padahal, boleh dikata dua band ini lahir dan tumbuh bersama (mereka sempat membuat split album tahun 1993 kalo tidak salah), malah ada yang bilang debut Integrity pada 1992, “Those Who Fear Tomorrow”, sedikit banyak telah mempengaruhi dan memberi landasan bagi debut fenomenal Hatebreed “Satisfaction Is The Death Of Desire” pada 1998. Well, mungkin ini juga disebabkan oleh Integrity sendiri, yang sejak debut keren itu lebih banyak terlibat dalam album kompilasi dan split. Barulah pada 2010 kemaren mereka akhirnya merilis full length lagi, dan “The Blackest Curse” ini memang tidak mengecewakan untuk para fans yang sudah lama menunggu. Kabar bagusnya, mereka tidak mengendurkan gas dan masih ngebut. Hardcore brutal, cepat, gelap dengan meminjam lead dan ritem Slayer, menghantam kuping dan membuat saya langsung trance, haha. Band-band metalcore masa kini harus belajar banyak pada para penganut sXe ini tentang bagaimana menggabungkan metal ke dalam hardcore tanpa banyak gaya-gayaan tidak penting. Welcome back Integrity!

.

.

.

.


REVIEW

VALLEY OF SMOKE INTRONAUT DEDE HATE

THE NEVER ENDING WAY OF ORWARRIOR ORPHANED LAND DEDE HATE

SATURDAY MORNING APOCALYPSE POWERGLOVE DEDE HATE

BLACKJAZZ SHINING DEDE HATE

Jujur ini adalah jenis musik metal yang tidak familiar dengan kuping saya, sangat aneh awalnya. Tapi akhirnya, menyimak “Valley of Smoke” bagi saya adalah seperti sebuah proses menunggu sesuatu yang sepertinya akan sangat mengerikan, tapi setelah sesuatu itu ada di depan kita, well, ternyata semua baik-baik saja. Ini dimulai setelah saya tahu bahwa Intronaut memainkan sejenis musik yang dinamai oleh entah siapa dengan term post-metal, yang kedengarannya bakal rumit bagi kuping saya yang cukup old school menurut saya, tapi ternyata kemudian tidak seribet yang saya bayangkan. Ok, seperti semua jenis musik yang dilabeli kata ‘post’ di depannya, ini juga mengambil metal sebagai pijakan awal, untuk kemudian mereka tambahkan dan padukan dengan berbagai macam unsur dan instrumen di luar metal, sehingga akhirnya memunculkan bebunyian yang bagi sebagian orang tidak cukup untuk bisa dikategorikan dalam kelompok genre metal konvensional. Di “Valley of Smoke”, semua instrumen punya ruang mereka masing-masing untuk berekspresi. Tidak ada adu balap, atau lomba unjuk kebolehan, atau dominasi satu instrumen, semuanya berjalan beriringan untuk menciptakan bunyi yang padu dan rapi.

Irama padang pasir langsung menyerbu otak saya ketika mulai menyimak opening track di album ini, “Sapari”. Orang-orang Israel ini langsung membawa kita bersafari ke dalam suatu tenda kafilah di tengah padang gurun, dimana seorang penyanyi perempuan sedang bersenandung dengan cengkok khas Timur Tengah diiringi petikan gambus dan tabuhan rebana. Ditambah hentakan drum yang bertalu-talu dan ritem gitar yang membahana, lagu ini memang sangat bersemangat untuk membuat kita ikut larut dalam suasana, dan sepertinya cukup menjanjikan sebagai sebuah lagu pembuka. Saya kemudian berharap lagu-lagu berikutnya paling tidak masih sama asyiknya dengan ini. Lagu berikutnya “From Broken Vessels” masih cukup asyik dengan part-part groovy dan vokal growl-nya, meskipun tidak memiliki semangat yang sama dengan lagu pembuka tadi. Tapi tiga belas lagu berikutnya, sayangnya, malah jadi membosankan dan kurang imajinasi menurut saya. Mungkin karena mereka mencoba memakai formula yang sama di semua lagu; menyelipkan melodi Timur Tengah, sehingga kesannya overused, ditambah lagi dengan durasi beberapa lagu yang cukup panjang dengan irama yang bertele-tele.

Kalau kebetulan temanteman membeli cd album ini lalu melihat daftar lagu di back cover-nya dan belum sempat memutar cakramnya, jangan merasa telah salah membeli cd game yang diangkat dari cerita komik, karena judul lagu-lagu di album ini memang kebanyakan dari tokoh-tokoh komik; X-Men, Batman, Transformers, Inspector Gadget, Winnie The Pooh, The Simpsons dan The Flinstones. Ini murni adalah album musik yang keren, dan teman-teman sudah membeli album yang benar. Bahkan sejak awal, band ini, Powerglove, sudah mengangkat tema-tema game dalam musik mereka. Nama Powerglove sendiri diambil dari nama salah satu jenis stick game keluaran suatu pabrik game konsol. Cover depan “Saturday Morning Apocalypse” ini juga sangat self explanatory; seorang bocah sedang asyik main game tanpa memperdulikan setan-setan di sekitarnya. Tapi jangan apriori dulu, ini bukanlah musik chiptune 8 bit layaknya yang biasa disebut nintendocore itu. Ini adalah power metal murni dengan segala kemegahannya, kecuali vokal yang melengking mengganggu kuping itu. Ah, seandainya saja semua power metal minus vokal seperti ini, saya pasti sangat menikmatinya, haha.

Saya benar-benar tertipu pada awalnya, saya menyangka ini adalah pemainpemain black metal yang sangat depresi (yang saking depresinya sampai-sampai mereka suka mengiris tubuh mereka) itu, iya, orang-orang Swedia itu. Meski sama-sama berasal dari Skandinavia, Shining yang dari Norwegia ini sepenuhnya berbeda. Mereka tidak depresi, hanya orang-orang yang kurang percaya diri (buktinya mereka selalu memakai topeng) dengan tingkat gangguan kejiwaan yang akut. Bagaimana tidak, hanya orang-orang dengan personality disorder parah yang punya imajinasi liar untuk membuat musik seperti ini. Bayangkan saja Anda berada di sebuah ruangan dimana sebuah band jazz dan black metal sedang berlomba untuk lebih berisik dari yang lain, sementara di sudut lain sirine dari sebuah ambulans terus meraung, ditambah bunyi printronix dan suara peringatan dari ups ketika listrik mati, plus teriakan dan erangan kesakitan para tahanan di Guantanamo. Simpelnya, untuk tingkat kesingtingan dalam bermain musik, saya menyamakan Shining dengan The DEP, meskipun lagu-lagu dari yang disebut terakhir ini sedikit lebih easy buat kuping saya.

.

.

. .


REVIEW

UNSILENT DEATH NAILS DEDE HATE

ADDICTS: BLACK MEDDLE PT. II NACHTMYSTIUM DEDE HATE

HEAVY BREATHING BLACK BREATH DEDE HATE

AGONY + OPIUM CHRISTIAN MISTRESS DEDE HATE

Cukup lama sejak terakhir kali saya menyimak musik seperti ini. Hardcore yang berada di satu sisi jurang dan grind di sisi lainnya dan dihubungkan oleh sebuah titian tipis tapi solid bernama dbeat. Sebuah paduan bahaya untuk membuat musik yang aslinya sudah intens menjadi semakin brutal dan mematahkan leher. Ada sepuluh lagu di album ini, yang hampir semuanya memuat segala hal yang dibutuhkan untuk meramu hardcore dan grind menjadi sesuatu yang bisa dinikmati. Agresif, cepat, dengan vokal khas hardcore, pukulan drum d-beat yang sangat rapat ala Discharge dan tempo lagu yang sangat singkat, yeah typically grind. Hanya ada dua lagu dengan durasi diatas 2 menit, sisanya hanya berumur 1 menit ke bawah. Ini benar-benar tidak memberikan waktu bagi solo guitar untuk banyak bertingkah. Baru di dua lagu yang cukup panjang, title track “Unsilent Death” dan “Depth” yang oleh (mungkin) Kurt Ballou secara tepat diletakkan di tengah dan di akhir tracklist, kita bisa sedikit mengendurkan urat leher dengan irama agak groovy untuk menciptakan sejumput breakdown yang asik. Album yang hebat, kekurangannya hanyalah total playing timenya tidak sampai 15 menit!

Dari puluhan rilisan 2010 yang saya simak sampai saat ini, “Addicts: Black Meddle Pt. II” dari Nachtmystium ini mungkin yang paling mengejutkan, unik, lain dari yang lain. Mereka membawa sesuatu yang segar pada black metal, menambah referensi baru dan mendobrak batas tanpa merusak kesakralan genre ini dari arah yang mungkin tidak pernah diduga sebelumnya. Ini adalah black metal, dengan paduan industrial, rock psikadelik dan, Anda mungkin tidak akan pernah menduga, disko! Ya disko. Album ini berisi sepuluh lagu, dengan ciri khas unik masingmasing. Lagu yang masih sangat black metal meskipun tidak terlalu ekstrim adalah “High On Hate”. Hal yang unik muncul di trek “Nightfall”, vokal masih berciri black metal, raspy throat, tapi dengan iringan musik berirama psikadelik yang ringan. Yang paling mengejutkan adalah trek keempat, “No Funeral”, sebuah campuran memabukkan antara black metal dan disko. Irama disko tercipta dari bunyi keyboard dan sampling drum. Hal hampir serupa kita jumpai di trek “Ruined Life Continuum”. Kita juga bisa menyimak depressive black metal yang suram di trek penutup, “Every Last Drop”. Album keren dari sebuah band inovatif.

Lagi-lagi Kurt Ballou. Album keren ini direkam di studio milik gitaris Converge itu, Godcity Studios. Entah disini dia terlibat sebagai produser atau tidak, tapi orang itu telah banyak menemukan talenta-talenta keren. Ini adalah Black Breath, band yang belum cukup lama terbentuk, terdiri dari pemuda-pemuda dari scene hardcore dan punk, yang mencoba peruntungan di dunia metal. Maka tak heran, menyimak “Heavy Breathing” ini, kita perlu menarik nafas berat dan dalam, karena kita mendengar sebuah crossover klasik dan ciamik antara thrash, death dan hardcore, ditambah sound yang terdengar sangat punk. Secara sepintas, meskipun tidak sama persis, mereka agaknya berada di sisi yang sama dengan Municipal Waste dalam hal sound. Coba simak trek kelima, “Virus”, yang diawali thrashy riff, diikuti kemudian dengan ketukan drum yang cepat seperti layaknya di punk, breakdown ala hardcore dan ditutup dengan solo guitar yang melengking. Trek kedelapan, “Fallen” terdengar sangat Sick Of It All pada awalnya, terutama dalam gaya vokal dan gang shouting-nya. Yang unik adalah trek “Unholy Virgin”, yang bergaya southern rock yang lambat dan berat.

Awal mendengar rilisan ini beberapa bulan lalu, saya tidak begitu peduli. Baru setelah menyimak kembali di suatu malam yang dingin karena angin yang cukup kencang menempa melalui jendela kamar beberapa waktu lalu, saya menyimak kembali dan hoho, sepertinya album ini sangat tepat untuk malam seperti ini. Seperti heavy metal liar dalam balutan kental irama rock ‘n roll. Mungkin seperti Hole yang menikah Black Label Society dan berselingkuh dengan Elvis? Tidak tau, penggambaran itu sudah tepat atau tidak, tapi cuma itu yang terlintas di kepala saya saat ini. Faktanya, saya tidak pernah mendengar Elvis! Coba saja simak trek pembuka, “Riding On The Edges”, mungkin temanteman akan paham maksud saya, itu kalo perumpamaan saya sudah benar. Sebuah trek yang sepertinya cocok untuk mengisi soundtrack sebuah film tentang biker-biker urakan. Album ini berisi enam lagu. Lima diantaranya dengan irama yang hampir sama; cepat, urakan dan liar diselingi beberapa solo dan terutama, yang paling gw suka, dikomandoi vokal serak gimana gitu dari vokalisnya yang cewek, hehe. Hanya trek terakhir yang agak berbeda; sedikit lebih kalem pada awalnya.

.

.

.

.


REVIEW

MOUNDS OF ASH CASTEVET DEDE HATE

NECROLOGY DISORDER OPIUM DEDE HATE

BORN TO BE DEATH RUSUAH DEDE HATE

27 JUNE TEXT/TURE DEDE HATE

Sebuah band black metal dari New York? Beginilah jadinya jika tiga pemuda yang tumbuh dari lingkungan hardcore dan thrash mencoba-coba memainkan black metal. Hasilnya adalah “Mounds of Ash” yang brilian ini. Castevet belumlah begitu familiar, dan album ini barulah debut full length mereka, tapi mereka sudah sangat fasih mencampurkan banyak hal ke dalam black metal. “Mounds of Ash” adalah sebuah rekaman yang dinamis, berisi utamanya black metal, dengan paduan unsur tambahan dari thrash, punk dan death metal. Ini bukan black metal tradisional yang rawk sehingga cukup sulit untuk diikuti (terutama oleh saya sendiri). Atmosfirnya memang masih gelap, tapi produksi jitu pada kualitas soundnya yang jernih, bersih dan teratur membuat semuanya menjadi terang dan nikmat untuk diikuti. Personelnya yang cuma tiga orang membuat masing-masing posisi mendapat ruang untuk berkespresi tanpa keluar dari jalur yang disepakati bersama. Saya suka drum patternnya yang konsisten hampir di semua lagu. Jika ada yang pernah menyebut tentang experimental black metal, maka ini mungkin salah satu diantaranya, dunno.

Bleeding Corpse belumlah kehilangan masa jayanya. Mereka, dan generasi mereka juga masih hot ketika generasi setelah mereka mulai muncul. Karena Bandung sepertinya memang tidak pernah kehabisan pemuda-pemuda tanggung dengan masa kecil kurang bahagia yang rela kehilangan keceriaan masa remaja di kota para hippie hanya untuk bermain brutal death metal yang kesetanan. Kalo saya tidak salah ingat, kita pernah memuat profil Opium di Tuczine #3, di bagian Band Berbahaya. Waktu itu mereka hanyalah beberapa remaja menjelang tahun terakhir di sekolah menengah atas dengan penampilan yang masih lugu, dengan satu buah demo mentah di myspace. Sekarang, lihatlah (simaklah mungkin) debut mereka yang dirilis tahun lalu ini, hohoho mereka bermain layaknya para veteran. “Necrology Disorder” kurang lebih sama dengan “Resurrection of Murder”-nya Bleeding Corpse. Brutal death metal yang tanpa ampun menghajar kuping. Tidak lupa mereka menyalurkan cita rasa primordial mereka, seperti yang sedang marak digalakkan di skena bawah tanah Bandung saat ini, dengan menyisipkan bebunyian dari alat musik tradisional Sunda. Kasisit sabit kalengkah panca ucap.

Saat dimana saya begitu penasaran dengan yang namanya depressive black metal, saya cukup beruntung karena di luar sana sangat banyak yang memainkan gaya ini. Bagaimana dengan di negeri sendiri? Saya yakin tidak sedikit yang memainkan gaya ini di Indonesia, tapi untuk perkenalan, saya rasa Rusuah ini cukup mewakili. Meskipun secara kultur jauh berbeda, saya rasa musik band asal Bukittinggi ini tidak jauh berbeda dengan yang dimainkan band-band asal Skandinavia itu. Sound Rusuah memang belum serapi dan sebersih mereka, tapi itu hanyalah masalah proses. Pengaruh kultur yang paling mencolok (dan ini pasti) justru di masalah artwork cd. Kalau band-band Eropa banyak menggunakan gambar landscape hutan pinus berkabut dan bersalju, Rusuah menggunakan gambar landscape yang banyak ditemui di daerah tropis; sawah, ladang tebu dan kebun pisang, hehe. Ada lima lagu di album ini, semuanya menunjukkan rasa depresi dengan tingkat keakutan yang berbeda-beda. Ambil contoh lagu “M.L.G.”, dengan iringan piano, bunyi guntur dan gerimis hujan, dengan vokal mengerang lirih, lalu membaca liriknya, ini jauh lebih putus asa bahkan dibanding D’Massiv sekalipun.

Celakalah orang-orang yang tidak diberkati dengan kenikmatan mendengar bebunyian dan musik olahan komputer, karena text/tuRE ini sangat layak untuk didengarkan ketika sedang menunggu jam pulang kantor. Saya pertama tahu band ini, atau apapun istilahnya, setelah mendengarkan lagunya (waktu itu masih bernama Bersekutu Dengan Disko) “After She Leave Me” di kompilasi “Sympathy For Indonesian Music Industry”. Saya langsung suka lagu itu, sebuah instrumental elektronik yang bersemangat. Album “27 June” ini dirilis pada tahun 2011 via netlabel gratisan. Berisi sembilan trek dengan musik elektronik hasil sampling dan fruity loops mungkin. Mengandung segala bebunyian game watch, nintendo, noise, delay, glitch, drone, field recording dll. Memang tidak ada trek yang ceria seperti “After She Leave Me” tadi, tapi saya sangat suka trek pembuka “Heistac (I Can’t Explain My Tone Before Middle)” yang sendu. text/tuRE ini adalah proyek hasil eksperimen dari Tito Armando. Telah terlibat dalam beberapa kompilasi elektronik lokal. Sebelum ini telah merilis beberapa ep dan album, diantaranya “Arpegio”, “Learn Wave” dan “Encyclo Animals”.

.

.

.

.


REVIEW

YUNA YUNA DEDE HATE Ini adalah bukti sangat nyata bahwa saya tidak hanya mendengarkan musik grindcore yang berisik tidak jelas. Saya juga seorang penikmat musik pop sejati. Musik pop yang mengalun lembut. Ini juga bukti bahwa saya bisa membedakan mana musik pop yang nyeni dan berkualitas dengan yang seadanya, cengeng, jiah haha. Yuna adalah nama panggung dari Yunalis Zarai, penyanyi dan penulis lagu dari negeri tetangga, Malaysia. Dia masih muda, setahun lebih muda dari saya yang masih sangat muda ini. Sudah menyanyi sejak berusia 14 tahun, dan mulai belajar gitar saat berusia 19. Sejak merilis demo dan ep, dia sudah meraih banyak penghargaan dan pengikut setia di negerinya, dan ditambah satu lagi di sini. Dan ini adalah ep yang dirilis pada 2006, berisi lima lagu pop yang sendu dan membuai. Empat diantaranya berbahasa Ingris, satu sisanya dengan bahasa Melayu. Kekuatan utamanya adalah vokal yang dinyanyikan apa adanya, tanpa paksaan, sehingga mendengarnya pun menjadi enak. Ditambah juga permainan gitar akustiknya yang nyaman mengiringi. Yuna sendiri menyebut influence-nya diantaranya Bob Dylan, Coldplay dan The Cardigans, dan menggambarkan

musiknya adalah persilangan antara Coldplay dan Mary Poppins, tapi entah mengapa saya langsung mengingat Dido ketika mendengarkan lagulagu di album ini. Dido yang lebih kalem dan bersahaja mungkin. Entah kebetulan atau memang ditulis untuk saya, tapi lagu pembuka “Backpacking Around Europe” memang sangat mengena bagi saya pribadi. Sebuah nomor sedih, seperti lagu perpisahan menuju sebuah perjalanan panjang dimana saya tidak akan kembali. “After Midnight” mengantar kita ke sebuah penghujung malam yang lengang dengan dentingan piano di awalnya dan iringan band dengan electric guitar yang menonjol di sepanjang lagu. Berikutnya ada “Dan Sebenarnya”, dengan irama agak soul dan lirik cinta-cintaan tapi tidak cengeng; “adakah perasaan benci ini sebenarnya cinta?”. Oh, saya suka sekali mendengar suara lirih Yuna di bagian chorus lagu ini, enak. Dua lagu terakhir, “Blue Sands” dan “Deeper Conversation”, masih sendu dan makin sedih dengan iringan yang berbeda. “Blue Sands” dengan iringan band lengkap dan vokal yang kuat mampu menarik saya untuk ikut merasakan apa yang diceritakan di liriknya. “Deeper Conversation” kembali akustikan dengan lirik retoris tentang kesetiaan, uh so sweet. Meskipun awalnya merilis lagu-lagunya secara independen via Myspace, kini Yuna sudah menembus pendengar Amerika setelah bergabung dengan Fader Label yang pada Februari tahun ini merilis ep keduanya “Decorate”. Yang bikin salut, Yuna tidak meninggalkan budaya timurnya. Di saat banyak penyanyi wanita di negeri kita yang tampil kian seronok, dia tetap menggunakan jilbabnya. Maju terus Yuna.

.

delapan belas lagu dengan benang merah yang saling berhubungan untuk membentuk kesatuan cerita dalam empat bagian dengan durasi total hampir 80 menit. Inti kisahnya adalah pada seorang pekerja pabrik, David Eliade, yang baru saja ditinggal mati cinta sejatinya, seorang radikal sayap kiri bernama Veronica. David kemudian diDAVID COMES TO LIFE penuhi dendam pada pria lain, FUCKED UP Octavio, yang juga menyukai DEDE HATE Veronica. Di tengah kegalauannya David kemudian bertemu wanita lain, Vivian Pernahkah kita membayyang terus menghiburnya angkan bahwa hardcore sampai dia kembali hidup dan punk rock akan menjadi bangkit dari keterpurukannya. sebuah sarana yang tepat Seperti cerita novel memang, untuk mementaskan sebuah tapi yah, kira-kira seperti drama musikal panjang untuk itulah maksud yang bisa saya pertunjukan Broadway? Atau tangkap. Kesedihan, dendam dalam hal lain, pernahkah dan revelasi. terbersit bahwa kita akan Yang keren adalah menemui sebuah konsep ketika konsepnya bukan yang hampir serupa dengan cuma di lirik, tapi juga di kisah 14 episode “Berlin musiknya. Inilah mungkin Alexanderplatz”-nya Fassyang membuat album ini binder dalam musik hardcore berbeda dengan concept punk rock? Green Day pernah album lainnya. Secara umum, membuat kagum dengan semua lagu bergaya hardcore rock opera-nya, tapi ini sama punk, sedikit ala Rancid, sekali berbeda. dengan benturan indie rock di Setelah menampar sana-sini. Setiap lagu, irama khalayak, dengan album ked- dan musiknya seperti dibuat uanya yang kontroversial tapi untuk menyesuaikan dengan mengundang banyak pujian, tema yang diceritakan dalam “The Chemistry of Common lirik. Opening track “Let Her Life” pada 2008, Fucked Up Rest”, yang menggambarkan yang suka mengacau dalam kesedihan David, meskipun artian sebenarnya kembali instrumental, dibuat dengan lagi dengan album terbaru ini. sangat sentimentil. SebaKali ini sepertinya mereka liknya dengan trek penumenjadi sedikit serius. Bukan tup, “Lights Go Up”, ketika saja dengan konsepnya, tapi semua kesedihan hilang dan memang musiknya tidak lagi David menemukan kembali serusuh dan se-tidak teratur hidupnya, dibuat agak bersedi album sebelumnya, meski- mangat. Di sound-nya, ada hal pun tidak kehilangan selera yang akan mengingatkan kita, humor dan rasa fun-nya. meskipun kita sebelumnya be “David Comes To lum tahu bahwa semua lagu Life” adalah sebuah concept di sini saling berhubungan album yang dipersiapkan dan di liriknya, itu adalah guitar digarap dengan sangat serius, work dari dua gitaris yang yang penulisan keseluruhan selalu muncul di semua lagu, ide ceritanya sepertinya menghubungkan satu lagu lebih cocok untuk dijadikan ke lagu berikutnya. Keren, skenario film ketimbang mencerahkan, hardcore punk sebuah album punk. Berisi yang segar.

.


REVIEW

MANKIND UNDER CONDEMNATION SOCIAL BLACK YELLING FAHMI BENYEGH Oke, setelah muak akan segala tekanan pekerjaan dan ujian yang sebulan belakangan ini menyita waktu dan otak saya, dan juga ‘gangguan’ dari tim Tuczine, baiklah saya akan mereview album “Mankind Under Condemnation” dari Social Black Yelling. Masuk ke lagu pertama berjudul “Rudeness Beyond The Wall”, lagu ini memang tepat jadi pembuka album debut dari SBY, dengan tempo yang dibangun pada bagian awal lagu cukup menghadirkan suasana kengerian yang mungkin akan terdengar sepanjang album ini. Well komposisi yang cukup pas untuk memanaskan suasana dan headbang di depan speaker. Karakter suara vokalis SBY sedikit mengingatkan saya akan suara Chuck Billy dari Testament. Masuk ke lagu kedua yang berjudul “Parodi Diorama Kelam”, salah satu dari dua lagu berbahasa Indonesia di album ini, intro lagu ini cukup mengagetkan kuping saya, SBY semakin kencang berteriak! Dengan lirik penuh kemarahan dan geberan beat dari drum, lagu ini benarbenar menunjukkan taring SBY dalam mengeksplorasi seluruh material lagunya, solo gitarnya cukup mengagetkan saya mengingat dua gitaris di band ini masih cukup muda. Pada “Disturbance Territory” tempo sedikit agak menu-

run, sekilas terdengar ‘rasa Metallica’ di lagu ini, masih dengan resep yang sama SBY menghadirkan solo gitar yang cukup menusuk sebagai daya tarik lagu ini, riff gitar cukup catchy terdengar di telinga saya. Lagu keempat “Emosi Distorsi” seakan menasbihkan SBY dalam ranah thrash metal. Lagu kedua berbahasa Indonesia ini sangat kental aura thrash ala Megadeth dan Exodus. Ada satu bagian lirik yang menurut saya cukup menusuk; “drama-drama impian atas nama setan”, sebagai band baru SBY cukup peka menangkap sifat-sifat manusia dalam kehidupannya. Pada bagian akhir lagu saya mendapat kejutan indah, yaitu solo gitar bernafaskan speed metal ! Sekali lagi pujian saya layangkan untuk duo gitaris SBY! “Il Principle” sepengetahuan saya adalah lagu yang pertama kali diciptakan oleh SBY pada saat memutuskan untuk bermain di ranah thrash metal. Judul lagu ini sama dengan judul buku karangan Macchiavelli, bercerita tentang bagaimana seharusnya seorang pangeran itu berkuasa. Yap lagu ini cukup familiar untuk menggambarkan keadaan di Indonesia. Terasa komposisi di lagu ini lebih simple terdengar, mereka memainkan lagu ini dengan malu-malu, tapi di lagu ini sudah cukup bagi SBY untuk berteriak “inilah musik kami!” dan menancapkan kukunya di tanah thrash metal. Di lagu keenam “Feel insanity” kita akan mendengar betapa SBY cukup konsisten meramu musiknya, tempo permainan musik yang cepat menjadi kekuatan yang tidak bisa dipisahkan dengan riff gitar yang cukup manis. “Hexagon” hadir dengan mengagetkan, sepertinya lagu ini mungkin

diciptakan untuk membuat kita headbanging dengan sekencang-kencangnya, di bagian tengah lagu ada rasa catchy yang mengundang kita mungkin untuk membuat circle pit pada saat konser. Lagu penutup album ini yang berjudul “Defiance” mungkin pada awalnya terdengar seakan mengajak kita untuk sedikit beristirahat, tetapi tidak! Lagu terakhir ini benar-benar menunjukkan siapa sebenarnya SBY sebagai sebuah band thrash metal, seluruh komposisi album ini terangkum menjadi satu di lagu ini. Raungan gitar, gebukan drum, hentakan bass dan teriakan suara vokalis benar-benar menyatu. Damn they’re fuckin’ good! Untuk ukuran sebuah band baru di ranah metal Indonesia, SBY bisa menghadirkan kerinduan akan masamasa kejayaan thrash metal di era tahun ‘80an, sebuah kekuatan baru telah hadir di dunia metal Indonesia.

dicapai oleh Eben dkk, yaitu, bukan untuk jadi band nomor satu di Indonesia, tapi untuk menjadi band yang paling berbahaya di Indonesia. Secara keseluruhan di album ini saya melihat Burgerkill mengalami pencapaian setingkat lebih tinggi dari album “Beyond Coma and Despair”. Baik dari sisi aransemen musik yang lebih progresif maupun kualitas rekaman yang lebih matang. Mungkin hadirnya Ramdan dan Vicky di album ini juga memberi pengaruh yang cukup besar. Perubahan yang cukup terasa buat saya terutama di trek “House of Greed” dan “Only the Strong”, disini saya lihat Vicky berusaha keluar dari pattern cara alm. Ivan Scumbag bernyanyi, di beberapa part di dua trek ini saya merasakan aroma Phil Anselmo yang cukup kental. Di lagu “House of Greed” saya rasakan juga gimana Andris ‘Abah’ mengexplore skillnya dikawal ketat betotan bass Ramdan. Tidak salah kalau majalah Rolling Stones menobatkan Andris si cowboy from hell ini sebagai salah satu pemain drum terbaik di Indonesia. “Under the Scars” mungkin bisa menggambarkan keseluruhan isi “Venomous”, trek ini seperti menggambarkan peralihan warna musik VENOMOUS Burgerkill BURGERKILL era alm. ANAK AGUNG NGURAH Ivan GOYA YAMADAGNI Scumbag ke era new Setelah penantian yang cukup squad panjang semenjak Burgerkill seka merilis album “Beyond Coma rang. and Despair”, akhirnya album baru Burgerkill dirilis juga; “Venomous”. Sebuah title album yang mungkin bisa menggambarkan keseluruhan isi album ini. Sebuah album yang benar-benar berbahaya, sejalan dengan apa yang ingin

.

.


REVIEW

tahan sampai saat ini. Setidaknya Uncle Tom berhasil bertanggung jawab menjaga tank thrash Jerman selama hampir 30 tahun dan bertahan dalam menghadapi berbagai perubahan tren musik, walaupun ia sempat meninggalkan Sodom sementara waktu di tahun 90-an dan berkonsentrasi pada band solonya, yaitu bir. Yeah, ketergantungan alkohol IN WAR AND PIECES menjadi problema yang serius SODOM bagi Sodom terutama dirinya MUSTAFID AMNA sendiri. Namun menariknya dari situlah ia menemukan Bersama Kreator dan drummer Bobby SchottDestruction, Sodom diangkowski, setelah sebelumnya gap salah satu dari “The Big Bernd ‘Bernemmann’ Kost Three of Teutonic Thrash masuk menempati posisi Metal”, yaitu scene thrash gitaris. Dari mereka inilah metal asal Jerman yang lahir ditemukan line-up Sodom di tahun 1980an. Sementara yang paling konsisten. Lebih kedua band sebelumnya ban- dari 13 tahun, mulai dari “Til yak terpengaruh sound death Death Do Us Unite” (1997), metal, lain halnya dengan “Code Red” (1999), “M-16” Sodom yang style musiknya (2001), “Sodom” (2006), dan banyak terpengaruh bandterakhir “In War and Pieces” band black metal, terutama (2010) adalah saksi dari diakhir 80-an dan awal 90-an. konsistensi mereka bertiga. Kerap berganti Sesuai judul albganti personil tidak membuat umnya, “In War and Pieces” band ini bubar dan terhenti berisi lagu-lagu yang bertedalam menghasilkan karya makan perang. Tampaknya musik. Sejak terbentuk di Sodom memang berkembang tahun 1981, sudah tercatat pada tema ini, lihat saja 13 album studio yang meralbum “Agent Orange” dan eka buat hingga sekarang. “M-16” merupakan dua Formasi yang berbeda-beda album yang terbaik dan paling membuat warna musik yang populer. Liriknya kerap meberbeda pula di tiap-tiap alnyampaikan kritik terhadap bum mereka. Terlebih mereka otoritas politik dan para penhanya bertiga, dan hanya Tom gambil kebijakan. Di album Angelripper (Vokalis, Bass) ini mereka fokus pada hal satu-satunya yang masih ber- yang terburuk dalam kekua-

saan: arogansi, keserakahan, fanatisme, korupsi, jiwa pengecut, dan penindasan. Seperti kata Tom: “Saya selalu menulis tentang apa yang terjadi di dunia, tentang ketidakadilan dan kesalahan yang terjadi di mana-mana. Saya tahu bahwa Anda tidak dapat mengubah apa pun politik itu, tapi setidaknya saya ingin mengomentari dan membangkitkan kesadaran tentang situasi dan keadaan yang susah. Menjadi penyanyi dalam sebuah band metal memungkinkan saya untuk menyuarakan kemarahan saya kepada audiens.” Sikap tak kenal kompromi ditunjukkan dalam sebelas lagu album terbaru ini, padat, brutal dan penuh kekerasan. Dengan tangan dingin produser/musisi Waldemar Sorychta (Grip Inc., Enemy Of The Sun), Sodom berhasil menambah impuls baru untuk musik mereka tanpa merubah tradisi lama. Sorychta berhasil mengemas album ini tampak megah dan modern dengan gaya klasik Sodom. “Waldemar adalah musisi besar dan dia telah melakukan beberapa pekerjaan yang cemerlang, terutama pada sound gitar,” jelas Tom. Tuning rendah yang merupakan karakteristik dari album metal modern tampak pada permainan gitar Bernemann. Cover art juga terlihat sangat membunuh. Anda benar-benar

ditendang di trek pertama mereka, “In War and Pieces”. Parahnya lagi mereka tidak memberi anda pemanasan terlebih dahulu. Jantung anda langsung dipompa dengan riff-riff gitar cepat Bernemann. Tom langsung melampiaskan kemarahannya dengan teriakan vokalnya yang lantang dan bertenaga. Jangan bermain-main dengan mereka, karena tampaknya mereka menyerang dengan kekuatan penuh. Sungguh opening act yang luar biasa. Masuk ke trek kedua “Hellfire”, anda tetap dipertontonkan dengan thrash yang cepat, kolaborasi yang manis dari Bob Schottkowski dan petikan Bernd Bernemann. Di trek ke tiga mereka “Through Toxic Veins”, anda dibius dengan intro melodi yang indah dari Bernemann. Tapi jangan salah, anda masih di trek yang cepat. Setidaknya di 5 trek pertama album ini sangat agresif, membuat jantung anda berdebar kencang. Akan tetapi mulai trek ke-6 “Feigned Death” tempo agak melambat, dan andapun diberi kesempatan untuk istirahat. Trek ke-7 “Soul Contraband”, walaupun semakin melambat, namun sebaiknya anda tetap waspada hati-hati, Tom Angelripper masih marah. Sepertinya trek ke-7 adalah lagu terjelek di album ini. Menurunnya tempo ini mencapai puncaknya di trek ke-8 “God Bless You”. Dibuka dengan


REVIEW

EKTOMORF REDEMPTION MUSTAFID AMNA opening gitar akustik yang ciamik, sedikit agak ballad memang. Trek ini saya pikir adalah lagu yang terindah di album ini. Setelah itu, mereka akan membangunkan anda di trek berikutnya “The Art of Killing Poetry”. Lagu tercepat ada di trek 12 yang berjudul “Knarrenheinz”. Trek terakhir “Styptic Parasite” agak sedikit berasa rock ‘n roll. Secara keseluruhan album ketiga belas dari Sodom ini sungguh luar biasa, padat, brutal, cepat, namun indah. Karakter sound dan permainan gitar Bernemann membuat album ini sangat berbeda dengan album sebelumsebelumnya. Usia yang menginjak kepala lima sepertinya bukan halangan bagi Tom untuk mengeluarkan kemarahannya, dengar saja di album ini karakter vokalnya masih bertenaga, memberikan energi yang sangat luar biasa. Sayang Bobby Schottkowski mesti keluar dan digantikan Markus ‘Makka’ Freiwald. Dilihat dari musiknya, anda pasti merasa ini pasti bukan band trio. Album “In War and Pieces” ini akan menjadi album terbaik Sodom, setelah “Agent Orange” dan “M-16”. Dan album ini akan menjadi album favorit saya.

.

Coba berhenti sejenak, kemudian bayangkan kalau Sepultura mempunyai bayi. yeah, ceritanya waktu itu Sepultura lagi tur ke Hungaria, ketemu sama wanita pribumi disana dan bercintalah mereka hingga sang wanita hamil dan melahirkan seorang anak. Kini sang anak telah tumbuh dewasa dan mengikuti jejak ayahnya. Maksud ane Ektomorf bros!! Band thrash/groove metal asal Hungaria. Band ini baru saja menelurkan album ke-9 nya dibawah bendera AFM Records (setelah sebelumnya sempat 3 album dibawah bendera Nuclear Blast) yang berjudul “Redemption”, 17 Desember 2010 silam, sekaligus memperingati 17 tahun sudah mereka dalam bermusik sejak tahun 1993 berdiri. Band yang digawangi oleh Zaltan ‘Zoli’ Farkas pada vokal dan gitar, Tamas Schrottner pada gitar, kemudian Szabolcs Murvai pada bass serta Gargely Tarin sang penabuh drum. Sama seperti di album-album sebelumnya, lagu-lagu di album ini tetap powerful dengan riff-riff yang menghentak, serta pancaran energi yang luar biasa yang membuat kita selalu ingin ber-jump da fuck off. Diawali dengan “Last Fight”, seakan-akan mendengarkan Soulfly. Diteruskan dengan “Redemption” dan “I Am In Hate” serta “God Will Cut

You Down” masih dalam style yang sama. Teriakan yang penuh seruan dan provokasi, membakar semangat terlihat di track “Revolution”, “Bring The Fire To Burn It All”, ala Max Cavalera. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa si Zoli sangat mengidolakan Max, sehingga gaya vokalnya ikut terbawa dalam Ektomorf. “Sea of Misery” satu-satunya lagu askutik dalam album ini, agak nge-grunge, hehe. Well, secara keseluruhan tidak ada yang spesial di album ini. Gw masih suka album “Destroy” (2004), “Instinct” (2005) dan “Outcast” (2006) saat mereka di Nuclear Blast. Mendengarkan Ektomorf seperti mendengarkan cover lagu-lagu Sepultura atau Soulfly yang belum sempat dirilis, dengan aksen Hungaria. Kalo memang bukan fans atau pecinta thrash ala Sepultura dan Soulfly, saya sarankan tidak perlu mendengarkan album ini.

ditambah 4 lagu baru. Pozza (vokal & gitar) sendiri bilang album “Human Error.. Global Terror” hanya didistribusikan ke Amerika Selatan melalui sebuah label Brazil dan ke Rusia melalui label Rusia. Baru pada tahun 2010 dirilis di Italia dan Eropa dengan ditambah bonus 4 lagu dengan judul album “Mass Slavery” melalui Jolly Roger Records. Band yang terbentuk pada tahun 2003 di kota Verona, Italia ini bukanlah pemain baru di jagat metal dunia. Sebut saja Pozza (vokal & gitar) dan Manu (drum) yang tidak lain adalah personil band legenda black/speed metal Bulldozer. Karena memiliki visi yang sama mereka akhirnya membentuk Death Mechanism dengan mengajak Simone untuk mengisi bass (terakhir digantikan Pedro) dengan mengusung bendera old school thrash metal. Jika Anda seorang violent revolutioner dan aggressive thrasher, album “Mass Slavery” ini wajib Anda dengarkan. Menggambarkan musik Death Mechanism ini seperti berbicara tentang Kreator dan mungkin Sadus atau Coroner. Jangan harap ada melodi pembunuh ala Metallica disini. Ini hanya berbicara sebuah kehancuran dengan banyak riff gitar langsung dan tidak kompleks, tidak jarang terdengar seperti Slayer. Album ini adalah MASS SLAVERY murni thrash Eropa, keras DEATH MECHANISM dan cepat, sekali-kali dengan MUSTAFID AMNA melodi pendek. Dengan vokal tormentor-nya Mille PetroMestinya ini adalah album zza ataupun Darren Travis kedua dari band thrash metal (Sadus), trio ini menunjukkan asal Italia, Death Mechanism, bagaimana sebenarnya musik tetapi melihat dari seluruh thrash seharusnya dimainlagu yang ada, lebih mirip kan!! Total 47 menit dari 14 seperti sebuah album EP lagu yang ada di album ini yang ditambah bonus track siap merusak dan menghandaripada sebuah album. curkan Anda. Walaupun saya Album “Mass Slavery” ini yakin ini bukanlah album terdiri dari semua lagu yang terbaik mereka, karena ada di album pertama mersemestinya mereka bisa jauh eka “Human Error.. Global lebih baik dari album ini. Ya, Terror” yang rilis tahun 2006 ini adalah thrash!!

.

.


REVIEW

BLUNT FORCE TRAUMA CAVALERA CONSPIRACY MUSTAFID AMNA Tepat 3 tahun setelah mengeluarkan album studio pertama “Inflikted”, yang mana banyak menuai pujian dari kalangan kritikus musik, Cavalera Conspiracy akhirnya resmi merilis album studio kedua pada tanggal 29 Maret 2011 lalu dengan judul album “Blunt Force Trauma”. Dibuka dengan “Warlord”, sebuah permulaan yang memukau, amazing, sedikit groovy memang, namun tetap kuat sound thrash-nya, ditambah vokal Max yang agresif. Lagu tentang perang ini ditutup dengan guitar tapping yang cantik oleh Rizzo. Lagu kedua “Torture” menampilkan beberapa komposisi thrashy yang cepat dengan kemampuan bermain gitar yang luar biasa dari Rizzo. Lagu yang singkat, tapi sangat brutal dan menyiksa. Sepertinya apa yang dikatakan Max tentang kebrutalan album ini benar adanya. Lanjut lagu selanjutnya “Lynch Mob”, menghadirkan kolaborasi vokal Max dan vokal hardcore, Roger Migret (Agnostic Front). Perpaduan beat yang powerfull dari Igor, riff-riff gitar Max, serta alunan melodi yang menakjubkan dari Rizzo membuat lagu ini terasa keras, aggresif, dan thrashy. Tampaknya Rizzo melakukan tugasnya dengan baik. Alunan melodi yang indah ditampilkan di lagu “Killing Inside”, membuat lagu

ini sangat groovy dan enak didengarkan. “Killing inside.. I am the killer.. everyone dies..” yeah, mereka berhasil membunuh semuanya lewat lagu ini. Setelah mendengar melodi indah dari Rizzo, Cavalera Conspiracy kembali brutal lewat lagu “Thrasher”. Style hardcore terlihat di lagu selanjutnya, “I Speak Hate”. Mereka sangat buru-buru dalam mengejar “Target”, memang seharusnya seperti ini musik thrash. Lagu dengan judul agak aneh “Temujin”, eh salah, “Genghis Khan”, sound yang kuat dan menghentak seakan-akan menggambarkan sang penguasa dunia, siapa lagi kalau bukan Amerika. Lagu “Burn Waco” dan “Rasputin” puncak kebrutalan Cavalera Conpiracy di album ini. Seperti biasa, Max mengajak revolusi. Akhirnya album ini ditutup dengan lagu yang sama dengan judul albumnya “Blunt Force Trauma”. Logam metal yang disodorkan Cavalera Conspiracy melalui album ini masuk dan menancap ke dalam tubuh, sehingga meninggalkan trauma yang mendalam. Secara keseluruhan album “Blunt Force Trauma” ini agak sedikit mengecewakan, kebrutalan seperti yang dibilang Max sebelumnya tidak begitu tampak secara keseluruhan, hanya terlihat di beberapa lagu saja seperti “Torture”, “Target”, “Burn Waco”, dan “Rasputin”. Selebihnya hanya kelanjutan dari album-album Soulfly. Para pecinta oldskul Sepultura mungkin agak sedikit kecewa juga karena reuni Cavalera bersaudara ini tidak seperti yang diharapkan. Mungkin mereka masih bisa menerima “Inflikted”, karena besar harapan mereka untuk album selanjutnya bisa lebih bagus. Namun nyatanya album Cavalera Conspiracy ini tidak lebih dari kelanjutan album “Omen”-nya Soulfly. Bergabungnya basis Johnny

Chow juga tidak membawa pengaruh banyak. Namun, bagi Anda pecinta Cavalera, Anda harus memiliki album ini.

.

THE KING IS FAT’N’OLD DESTRAGE MUSTAFID AMNA Singkirin dulu album-album oldskul Anda. Singkirin dulu idealisme musik Anda. Coba tengok album baru dari 5 pemuda gila asal Milan, Italia ini, siapa tahu Anda suka. Band nu metal ini baru saja merilis album keduanya 4 Oktober 2010 silam. Raja yang gemuk dan tua, rakus, dan zalim kepada rakyatnya. Sekelompok pemberontak bernama Destrage telah datang untuk mengkudeta sang raja. Mulai menyebar propaganda dengan lagu “Double Yeah”, mereka langsung menghentak dengan permainan metal progresifnya. Lagu pembuka yang tepat untuk menyampaikan pesan dan menunjukkan niat mereka untuk terus-menerus ke atas melawan sang raja yang gemuk. Kemudian serangan tiba-tiba muncul di “Twice The Price”, diawali dengan part-part akustik Timur Tengah, diteruskan dengan riff-riff yang dingin, yeah lagu ini setimpal dengan harganya. Bersantai dulu dengan lagu ketiga “Jade’s Place”, agak konyol memang, tapi tetap menghentak. Banyak permainan melodi oleh 2 gitaris mereka, Matteo di Gioia dan Ralph Salati. Suara

scream/growl dan cleannya Paolo Colavolpe dapat didengar di lagu “Neverending Mary” dan “Back Door Epoque”. Serangan cepat dan cepat terus dilanjutkan di lagu “Smell You Later Fishy Bitch”, “Collateral Pleasure”, dan “Tip Of The Day”. Saatnya tuk makan, “Home Made Chili Delicious Italian Beef”. Akhirnya pertempuran dimenangkan oleh “Panda…”, sang raja berhasil digulingkan, saatnya mencari “Wayout”. Rilis pada 4 Oktober 2010, album ini merupakan album terbaik 2010 versi gw. Album ini merupakan album kedua dari band asal Italia yang menyebut diri mereka Destrage, di mana sebelumnya pada tahun 2007 telah merilis album pertama “Urban Being”. Kalau dibandingkan dengan album pertama, album kedua ini sangat berbeda sekali, baik dari segi aransemen musiknya maupun dari sisi audio recordingnya. Di album ini sangat tampak sekali kematangan mereka dalam pemilihan nada-nada hingga terciptanya lagu-lagu yang kalau boleh gw bilang sangat jenius. Agak sulit mengelompokkan genre album ini, karena melodic death metal, thrash, progressive, rock ‘n roll semuanya melebur jadi satu. Campuran speed yang luar biasa, core, sickness, alternative, dan tidak jarang terdengar melodi pembunuh, seakan-akan menunjukkan kepada kita bahwa musik metal yang keras dan cepat kalau dikomposisi dengan pas juga bisa menjadi sangat indah. Album yang terdiri dari 12 lagu ini diproduseri oleh Ettore Rigotti dan direkam di The Metal House Studios. Album yang luar biasa, excellent. Komposisi musiknya luar biasa, hampir tidak ada cela, kecuali lagu “Jade’s Place”. Gw kasih nilai 4,5/5 gan.

.


REVIEW

sendiri pada saat rekaman. Personil lainnya adalah Daeng Octav (bass) dan Hendra Zamzami (ritem gitar) yang keduanya dipakai untuk live/on stage. Untuk vokal, seperti tren di album-album Edane sebelumnya, kali ini juga mengalami perubahan. Tren pergantian vokalis ini kelihatannya bukan masalah bagi mereka, dari Eky Lamoh, EDAN Heri Barata, Trison ManuEDANE rung, Robby, sampai yang HERWIN SIREGAR sekarang Ervin Nanzabakri; toh mereka tetap tidak keSetelah menunggu cukup hilangan identitas sepertinya, lama, akhirnya album baru karena sebenarnya the catchy band rock Edane keluar juga thing ‘bout their music is pada 2010 lalu dibawah the guitar itself, jadi Eet-lah label Logiss Record miliknya sebenarnya ikon dari band ini, Log yang juga membawahi he’s the real Edane! Boomerang. Bagi para Edane Secara keseluruhan, freak dan rock enthusiast musik Edane masih tetap me(termasuk saya), inilah nampilkan anger and powersalah satu album yang paling full dari rock music era hard ditunggu-tunggu, apalagi di rock. Kekuatan utama masih kancah permusikan Indonesia tetap di riff-riff gitar dengan yang didominasi oleh grupsound yang fully distorted dan grup rock nanggung, album ini low, sementara untuk lead benar-benar pencerahan dan sepertinya sudah tidak menpenegasan kalau rock music jadi fokus utama lagi seperti is alive, and still loud!!! di album album awal Edane. Kali ini formasi band Hampir keseluruhan lagu metelah berubah, personil lama nyajikan riff-riff yang variatif hanya tinggal Eet Sjahradan keras untuk mendampingi nie dan Fajar Satriatama, vokal dari Ervin Nanzabakri sementara bass yang biasanya yang serak dan kering. Memdipegang oleh Iwan Xaverius perhatikan cara menyanyi (sekarang di band Black Out Ervin, sepintas di beberapa yang punya hits “Join Kopi”) lagu mengingatkan kita pada telah diganti oleh personel vokalis Edane sebelumnya, baru atau dimainkan Eet Trison Manurung. Tidak

jelas apa memang gayanya demikian atau diinstruksikan demikian. Sound gitar Eet di album ini adalah hal yang menjadi perhatian utama saya karena kalau diperhatikan benar ada pergeseranpergeseran kecil dari beberapa album sebelumnya. Di album-album awal, soundnya lebih mid dan semakin ke sini semakin low. Demikian juga di album ini, tapi menurut saya masih lebih low sound di album sebelumnya. Karakter asesori soundnya masih sama, tetap didominasi reverb dan delay yang kuat. Style Eet masih didominasi dengan drop tuning, legato play, alternate picking dan harmonic picking. Jika di album sebelumnya Eet masih menerapkan sistim amplifikasi gitar lengkap (all tube head cabinet) kemudian berubah menggunakan software, di album ini Eet telah menerapkan perangkat gitar baru yaitu Eleven Rack yang merupakan sound processor terbaru yang dapat dipakai untuk recording maupun live. Gitar masih tetap pakai Radix (made in Tangerang) seri GES yang merupakan signature series dari Eet. Dari beberapa bahan yang sempat saya baca, kekuatan musik Edane salah satunya adalah pada mixing, yang se-

lalu dikerjakan oleh Stephan Santoso (Slingshot Studio) yang dianggap sebagai salah satu jawara dalam memixing musik rock. Hal lain yang menarik di album ini adalah diundangnya beberapa gitaris lain untuk mengisi porsi lead di lagu “Said I’m alive” yaitu Baron, Kiki Noval, dan Rio secara bergantian; meskipun menurut saya porsi yang diberikan terlalu sempit, dan akan lebih menarik jika di part akhir ditutup dengan jam bareng! Lainnya yang menarik di album ini adalah ditampilkanya lagu “Tell Me Why” dan “Said I’m Alive” dalam dua versi. Lagu “Tell Me Why” juga ditampilkan dalam versi minus one vocal alias karoke version, dan yang paling menarik terutama untuk para gitaris, lagu “Said I’m Alive” ditampilkan juga dalam versi minus one gitar, jadi kita bisa ngisi nge-jam bareng Edane dan mengisi porsi yang di full versionnya dimainkan Baron, Kiki Noval, dan Rio. Jadi buat teman teman TUC yang sudah sering dengar thrash metal, death metal, alternative, grunge, atau apapun itu, cobalah dengar album Edane ini, salah satu tonggak masih eksisnya hard rock. Jadi bersiapsiaplah, karena ini memang edan!!!!!! Rock On!

.


REVIEW

STALIN, KISAH-KISAH YANG TAK TERUNGKAP SIMON SEBAG MONTEFIORE DEDE HATE Sebelumnya, sebelum membaca buku ini, Joseph Vissarionovich Djugashvili Stalin, dalam benak saya, hanyalah seorang Bolshevik oportunis, bodoh, pengecut, barbar, terbelakang, kejam, yang cukup

memoar yang pernah ditulis, dan memburu sumber-sumber lain yang belum pernah diungkap, buku ini telah mengantarkan pada kita, seorang tokoh, yang suka atau tidak, telah memberikan pengaruh yang tak terhingga, pada generasinya dan generasi setelahnya, bahkan setelah lebih dari lima puluh tahun sejak kematiannya. Montefiore bertutur pada kita bagaimana Stalin, yang ‘tanpa disadari’ oleh orang-orang di sekitarnya, setelah menyingkirkan Trotsky sang pendiri Tentara Merah, tiba-tiba saja menjadi begitu berkuasa sepeninggal Lenin. Setelah menjadi sekertaris Komite Sentral dan Politbiro, Stalin, yang mantap menjadi komunis setelah membaca “The Origin of Spieces”, mulai mengeliminasi orangorang yang dianggap bisa membahayakan kekuasaanya, terutama dari kamerad-kamerad seperjuangannya dalam Perang Saudara yang dia sebut Bolshevik Lama. Gelombang eksekusi, yang bahkan beruntung bisa memenangi menyapu sampai keluarga Perang Dunia Kedua karena memiliki jenderal yang cakap dan lingkaran terdekatnya ini, mencapai puncaknya pada seperti Zhukov, yang kehemasa Pembersihan atau Teror batannya memimpin dan pada 1937-1938. Permainan memotivasi bangsanya sama sekali tidak bisa disetarakan kekuasaan yang kejam membuat orang-orang terdekat dengan Adolf. Well, finally, dalam lingkarannya, terutama setelah menyelesaikan buku dalam Politbito dan NKVD, ini, sepertinya saya harus mereduksi segenap sikap me- saling mencari kesalahan rendahkan saya pada manusia masing-masing dan berlombalomba mengadukannya pada baja dari Georgia ini. sang bos. Sejarawan Simon Tentang kekejamanSebag Montefiore melakukan nya, mungkin saya sudah sesuatu yang sangat hebat dengan menyusun buku tebal dengar dari dulu, tapi sisi ini. Sebuah buku, yang seperti humanis dari orang ini adalah hal yang tidak banyak disebut banyak pihak, akan saya pahami. Di buku ini, terus dibaca dan dijadikan Montefiore, dengan sangat acuan bertahun-tahun yang akan datang. Dipersiapkan se- baik menghadirkan ceritalama beberapa tahun, dengan cerita lain mengenai Stalin. melakukan perjalanan ribuan Ternyata dia adalah seorang pelahap buku, perpustakaanya kilometer untuk wawancara yang memiliki koleksi ribuan dengan orang-orang yang buku lebih dia utamakan terlibat yang masih hidup, untuk diungsikan ketimbang meneliti arsip-arsip lama, dirinya sendiri ketika tentara membaca kembali memoar-

Jerman mendekati Moskow. Dia adalah seorang penyair dan penulis puisi sekaligus kritikus sastra yang baik. Penulis besar Rusia, Maxim Gorky yang akhirnya dieksekusi juga, adalah teman terdekatnya dalam hal ini. Belum lagi minatnya pada teater dan sinema, yang membuatnya menghabiskan malam-malamnya mengajak kamerad-kamerad dan tamu-tamunya untuk menonton teater atau film-film koboi favoritnya sampai pagi. Dari sisi romansa, meskipun diwarnai dengan berbagai pertengkaran dengan istrinya, terutama yang kedua, Nadya, Stalin bisa dibilang seorang gentleman, terbukti dari surat-suratnya kepada istrinya yang merajuk romantis. Sebagai seorang ayah, mungkin bisa dibilang, Stalin hampir sama dengan ayah-ayah yang lain; sangat keras kepada dua anak lelakinya, Yakov dan Vasily, dan sangat menyayangi dan melindungi putrinya, Svetlana. Masih banyak lagi kisah-kisah unik dari seorang Stalin yang diceritakan pada kita dalam buku ini. Meskipun kehidupan masa kecil Stalin tidak banyak dibahas dalam buku ini (mungkin fase ini diceritakan dalam buku Montefiore lainnya, “Young Stalin”), dan lebih banyak tentang perjalanan ‘karirnya’ setelah meraih kekuasaan sampai meninggal, ini adalah sebuah literatur bermutu tentang biografi yang ditulis apa adanya, tanpa tendensi untuk menghakimi mengenai baik atau buruk. Disamping banyak penghargaan lain, pada 2004, dalam British Book Awards, buku ini dinobatkan sebagai buku sejarah terbaik. Buku ini memang cukup menakutkan karena tebalnya, tapi narasinya yang mengalir memukau mampu menarik saya untuk terus mengikutinya sampai tuntas.

.


REVIEW

THE TRUE STORY OF HANSEL AND GRETEL LOUISE MURPHY DEDE HATE

THE PALADIN BRIAN GARFIELD DEDE HATE

NAMAKU MATA HARI REMY SYLADO DEDE HATE

OPERASI FORTITUDE DARMA AJI DEDE HATE

Entah apa maksud dari penulis Lousie Murphy mengambil judul dari sebuah dongeng klasik untuk novelnya yang ber-setting sebuah desa di Polandia menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua di Eropa. Memang ada tema ‘nenek sihir’ yang tinggal sendirian di dalam hutan, tapi Magda di novel ini, yang dianggap ‘nenek sihir’ oleh warga desa sama sekali tidak punya sifat jahat, justru, dia adalah penyelamat bagi dua anak Yahudi, Hansel bocah lelaki 8 tahun dan Gretel gadis 12 tahun, yang ditinggal oleh kedua orang tuanya di hutan demi keselamatan mereka. Untuk mengelabui seorang kolonel Nazi yang mengatur desa dekat hutan, Magda dibantu adiknya yang seorang pendeta dan keluarga yang lain membuat identitas baru bagi kedua anak Yahudi tersebut. Well, saya merasa alur ceritanya datar saja, tidak sampai membuat saya begitu antusias. Seperti semua literatur atau film tentang pengejaran Yahudi oleh Nazi, novel ini tidak lupa menghadirkan kampanye; Yahudi adalah kaum yang sangat tertindas oleh orang-orang Nazi yang amat sangat kejam sekali banget.

Sebuah novel oleh Brian Garfield, seorang penulis Amerika yang cukup banyak menulis tentang sejarah. Christopher Creighton, adalah seorang remaja belasan tahun ketika perang meletus, dan entah ide siapa, dia ditunjuk menjadi mata-mata andalan Winston Churchill; memata-matai persiapan Jerman menyerang Negeri-negeri Rendah di vila penguasa Belgia, melakukan sabotase pada kapal selam Belanda yang menangkap sinyal armada Jepang yang sedang menuju Pearl Harbor, mengawasi hilir-mudik u-boat Jerman di pantaipantai Irlandia yang netral, mengadakan kontak dengan Abwehr untuk misi penyesatan menjelang D-Day. Dengan penceritaan yang cukup bikin tegang, dan pembangunan karakter matamata super hebat yang sepertinya tak terkalahkan, apapun yang terjadi, di sini misalnya semua misi yang dijalankan berakhir sempurnya, maka, ini seperti film-film James Bond juga akhirnya. Meskipun di sampul ditulis ‘kisah nyata’, saya cukup meyakini, kisah dalam novel ini terlalu dilebih-lebihkan. Tapi, sebagai hiburan, cukup seru untuk diikuti.

Siapa yang tidak kenal Mata Hari? Semua literatur tentang sejarah spionase pasti menyebut nama ini. Remy Sylado dalam novel yang secara bersambung pernah dimuat di harian Kompas ini, menyajikan tokoh Mata Hari dengan penceritaan dari sudut pandang orang pertama, aku, Mata Hari. Dengan metode bercerita seperti flashback, Mata Hari, mengenang dan menceritakan kembali kisah hidupnya kepada pendeta yang membimbingnya menjelang eksekusinya. Sudah sangat banyak buku atau novel yang mengupas Mata Hari, entah biografi nyata atau kisah fiksi tambahan, tapi karya Remy ini tetap menarik karena banyak mengangkat fase kehidupan Mata Hari di Indonesia, yang sebelumnya sangat jarang ditemui di buku lain karya penulis luar. Ditambah lagi dengan narasi yang mengalir apa adanya, blak-blakan, agak erotik meskipun tidak vulgar. Oiya, satu hal yang paling ingin saya tahu tentang tokoh ini, belakangan, adalah hubungannya dengan Wilhelm Canaris, seperti disinggung dalam buku “The Paladin” dan “Operasi Fortitude”, sayangnya tidak sekalipun disebut dalam novel ini.

Dengan subjudul “Mengecoh Jerman di Normandia”, buku karya Darma Aji ini memuat segala cerita dibalik operasi penyesatan oleh intelijen sekutu menjelang invasi ke Eropa. Perang tersamar di belakang layar, yang tidak kalah menentukannya dengan pertempuran di medan sesungguhnya, antara M-16 versus Abwehr. Yang satu sangat ingin merahasiakan segala hal tentang D-Day, sementara yang lainnya sangat ingin mengungkap tentang kebenarannya. Banyak sekali hal baru tentang PD II yang saya ketahui dari buku ini; tokohtokoh Resistance Perancis yang dikorbankan, agen-agen Jerman yang berhasil dibelokkan menjadi agen ganda, penyimpangan Abwehr yang sepertinya sudah bisa dianggap pengkhianatan, pertarungan dalam komando Jerman antara Abwehr dan intelijen SS, sampai hubungan Wilhelm Canaris dengan Mata Hari di PD I (bos Abwehr itu sesumbar; dialah yang menjebak Mata Hari dan menyerahkannya ke pihak Perancis untuk dieksekusi). Dengan alur penceritaan seperti novel thriller spionase, buku ini membuat saya sangat antusias, menegangkan.

.

.

.

.


REVIEW

ROTE ARMEE FRAKTION ANAK-ANAK NAZI BANGKIT MELAWAN FASISME GAYA BARU Timur, Demokrasi Liberal dan Komunis, akhirnya membuat bangsa Hun terpecah-belah, oleh ideologi yang sebenarnya tidak mereka inginkan tapi akhirnya harus mereka terima sebagai bangsa yang kalah perang. Dan, sampai dengan runtuhnya tembok rasialis itu pada awal 1990-an, telah terjadi begitu banyak penderitaan, intrik, perlawanan, pembunuhan, teror dan lain-lain. Salah satu masa yang paling mencekam di DER BAADER MEINHOF Jerman (Barat) pada rentet KOMPLEX itu adalah era 70-an, dimana ULI EDEL banyak bermunculan kelomDEDE HATE pok perlawanan yang menghalalkan kekerasan, yang Entah sejak kapan saya oleh pemerintah dan media tertarik dengan film-film kemudian lebih fasih disebut tentang Jerman Barat-Timur, kelompok teroris. Film ini Tembok Berlin dll. Yang pasti, mengangkat kisah Andreas mungkin ini didasari kesuBaader dan Ulrike Meinhof, kaan saya pada Perang Dunia pendiri dan pentolan kelomII yang kemudian membuat pok Rote Armee Fraktion, saya sering bertanya-tanya; dan sepak terjang kelompok what happened in Germany mereka selama dekade itu. after Adolf? Konferensi Rote Armee Fraktion sendPotsdam yang membagi iri adalah kelompok radikal Jerman menjadi Barat dan berhaluan komunis yang lahir

dari pergerakan mahasiswa yang menuntut perbaikan di Jerman Barat setelah masa-masa sulit di awalawal masa setelah perang; susahnya lapangan pekerjaan, meledaknya jumlah kelahiran dan isu-isu kiri lain seperti anti-imperialisme gaya baru yang dipelopori adikuasa baru, Amerika Serikat, dalam hal ini, yang saat itu lagi hot adalah Perang Vietnam. Bisa dibilang, Andreas Baader, Ulrike Meinhof, Gudrun Ensslin (kekasih Baader), Horts Mahler, Holger Meins dan temanteman mereka di RAF, adalah generasi yang lahir di era kekerasan pada masa Hitler, tumbuh melihat kekerasan dan kesulitan di era awal setelah perang, dan akhirnya ingin merubah keadaan di Jerman Barat (yang mereka lihat lebih mirip fasisme gaya baru setelah Nazi) pada masa dewasa mereka di era 70-an, dengan kekerasan. Fakta bahwa RAF membawa ideologi komunis, dengan segala aksi anarkis mereka,

gampang saja menimbulkan kecurigaan bagi pemerintah Jerman Barat (dan pengasuh mereka di seberang Atlantik) bahwa gerakan Baader dkk ini direstui atau bahkan disponsori tetangga mereka di Timur dan tuan besar Uni Soviet. Melihat dari kesiapan dan organisasi mereka dalam merancang perampokan, penculikan, pembunuhan, pengeboman dan kesanggupan mereka mendapatkan senjata yang dibutuhkan serta hubungan mereka dalam hal pelatihan dengan Popular Front for Liberation of Palestine (tahun 1977, ketika PFLP membajak pesawat komersil Jerman Lufthansa, salah satu tuntutan mereka adalah pembebasan tokohtokoh utama RAF yang saat itu sudah ditangkap), well, sepertinya memang ada agen Stasi di belakang mereka. Film ini dipenuhi aksi menegangkan, demontstrasi yang berakhir rusuh, tembakmenembak, pengejaran sampai penangkapan, yang bagi yang belum mengerti


konteks cerita di baliknya, mungkin akan dianggap biasa seperti film-film teroris lainnya (karena memang, adegan demi adegan yang disajikan seperti tidak runut dan loncat-loncat). Untuk acting, para aktor sukses memainkan peran mereka masing-masing dengan sangat menawan, sampai-sampai saya beranggapan bahwa merekalah tokoh-tokoh RAF yang sebenarnya, haha. Moritz Bleibtreu sukses memerankan Andreas Baader yang emosional dan pendendam dengan baik, yang ditimpali dengan sikap yang setipe dari kekasihnya Gudrun Ensslin yang meledak-ledak, hampir tanpa perhitungan, yang diperankan dengan baik pula oleh Johanna Wokalek (perannya yang lain yang paling saya ingat adalah sebagai Ilse dalam film lesbian “Aimée & Jaguar”). Pasangan teroris yang sulit dikendalikan tersebut seperti berhasil ‘diredam’, ‘dibina’ dan ‘diarahkan’ dengan kehadiran Ulrike Meinhof yang dingin, tenang dan intelek,

yang menjadikan dia seperti pemikir bagi kelompok radikal ini (meskipun akhirnya terjadi perselisihan di antara mereka). Tokoh Ulrike Meinhof ini diperankan dengan dingin oleh Martina Gedeck. Satu tokoh lain yang menarik perhatian saya adalah Horst Herold, pimpinan polisi yang mengejar kelompok RAF ini, bukan karena karakternya, tapi karena pemerannya adalah Bruno Ganz, yang memerankan Hitler dalam “Der Untergang”, yang membuat saya berpikir seandainya saja herr Bruno ini lahir pada awal 1900-an, mungkin saja dia menjadi dobel Hitler pada masa PD II, haha. Departemen artistik film ini juga sangat sukses dengan menghadirkan Jerman era 70-an, baik dari segi arsitektur maupun nuansanya. Sehingga yang ada di depan kita seperti visualisasi Jerman periode itu, yang selain dipenuhi kekerasan, juga diwarnai dengan kekebasan mutlak individu (film diawali dengan adegan percakapan

antara Ulrike Meinhof dan suaminya serta dua anak mereka yang sedang liburan di pantai nudist). Film yang dirilis pada tahun 2008 ini mungkin mengangkat tema teroris (dalam hal ini Rote Armee Fraktion), tapi tidak seperti film-film bergenre serupa produksi Hollywood, tidak ada propaganda yang mengajak kita untuk ikut menjustifikasi bahwa mereka memang teroris. Film yang diangkat dari buku Stefan Aust berjudul serupa ini, digarap dengan sangat hati-hati, seperti tanpa pretensi apapun mengenai label apapun yang disematkan pada kelompok ini, yang oleh produser dan penulis skenario Bernd Eichinger serta sutradara Uli Edel dihadirkan kepada kita dengan apa adanya, yang membuat kitalah, penonton, yang pada akhirnya menentukan kelompok RAF ini memang teroris atau cuma orang-orang yang melawan karena tertindas. Nyatanya, di akhir film (seperti juga kenyataannya), setelah semua

tokohnya ditangkap dan mati, RAF malah mendapat banyak simpatisan dan semakin berkembang. Rote Armee Fraktion hanyalah sekumpulan pemuda-pemudi 20-30an tahun yang membaca “The Communist Manifesto”-nya Karl Max dan “Guerilla Warfare”-nya Che Guevara dan mencoba merealisasikannya di jalan-jalan Hamburg, Munich dan kota-kota lain di Jerman. Oiya, belakangan saya baru tahu, ternyata orang-orang di belakang film ini, adalah orang-orang yang sama yang menangani “Der Untergang” yang keren itu. Dan menurut pengamat, film ini, bersama dengan “Der Untergang”, “Das Leben Der Anderen”, Good Bye Lenin!”, “Auf Der Anderen Seite”, dan lain-lain, disebut-sebut sebagai pelopor new wave dalam sinema Jerman, yang mulai bangkit lagi sejak pertengahan 2000an. Bagi yang belum nonton, sangat direkomendasikan.

.


REVIEW

berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Sadar akan jasajasa Rita bagi DDR, Erwin akhirnya bersedia menjadi pelindungnya dari agen-agen Jerman Barat yang masih terus mencarinya. Mungkin disebabkan pergolakan dirinya yang mulai memandang apa yang dilakukan teman-temannya di RAF sudah berlebihan, atau mungkin juga karena ketakutannya akan tertangkap, dia akhirnya berakhir sebagai aktifis feminis Marxist, aktivis proyek-proyek sosial bagi DIE STILLE NACH DEM negara-negara dunia ketiga, SCHUß dan tidak lagi mau terlibat VOLKER SCHLÖNDORFF dengan aksi revolusi komunis DEDE HATE anarkis. Di tempat barunya, Film arahan sutradara Volker Rita berkenalan dan terlibat Schlondorff ini adalah satu cinta sesama jenis dengan lagi visualisasi lain tentang Tatjana (Nadja Uhl, sebagai kelompok Rote Armee FrakBrigitte Mohnhaupt dalam tion. Judul film ini, dalam “Der Baader Meinhof Kombahasa Inggris, sebenarnya berarti “The Silence After the plex) yang menjadi teman serumahnya. Dari Tatjana, Rita Shot”, tapi entah mengapa, untuk audience internasional, berusaha menyembunyikan diberi judul yang cukup aneh, masa lalunya. Tragisnya, di “The Legend of Rita”. Cukup akhir film, pada masa reunifikasi Jerman, setelah Stasi aneh karena, menurut saya, dibubarkan, Tatjana ditangkap pertama, Rita, tokoh utama, polisi dengan tuduhan metidak cukup ‘brutal’ untuk disebut legend. Kedua, tokoh nyembunyikan teroris, yang tidak lain adalah Rita. ini adalah fiksi semata, ah, Film yang dirilis peduli setan dengan judul. Film ini mengisahkan tahun 2000 ini memang tidak sekeren “Der Baader MeinRita Vogt (Bibiana Beglau), hof Komplex”, tidak ada aksi salah satu pentolan RAF yang cukup menegangkan yang setelah melakukan seperti tembak-tembakan aksi merampok bank dan sambil kejar-kejaran, karamembobol penjara bersama kter dari tokoh-tokoh yang teman-temannya di Jerman ditampikan juga tidak cukup Barat, melarikan diri ke ‘ramai’ dengan segala komJerman Timur dan bersempleksitasnya, tapi, sebagai bunyi disana. Konflik terjadi ketika teman-teman lelakinya referensi mengenai kelompok Rote Armee Fraktion ingin kembali ke Barat dan dalam film, cukuplah untuk melakukan aksi lainnya, sementara Rita berniat untuk menambah wawasan. Apalagi, setelah sedikit cari info menetap di Timur. sana-sini, saya akhirnya tahu Dibantu seorang agen Stasi, Erwin Hull (Mar- kalo kisah Rita ini mungkin saja diilhami dari kisah nyata tin Wuttke), Rita menetap Inge Viet. Oiya, frase “That’s di Timur dengan identitas baru, bekerja di pabrik tekstil exactly how it was, more or less” di akhir film dengan nordan beberapa tempat lain, aknya saya maknai; capitalmulai mengurangi aktivitas ism is unbeaten, haha. kirinya, serta mulai belajar

.

DAS LEBEN DER ANDEREN F. H. VON DONNERSMARCK DEDE HATE Bagaimana, jika hidup Anda, sampai ke bagian yang sangat privat, tanpa sepengetahuan Anda, sedang diawasi oleh orang lain? Dan bahwa, hal itu kemudian bisa saja membawa Anda pada kematian Anda? Dan bahwa, orang yang mengawasi Anda jugalah yang akhirnya menyelamatkan Anda? Georg Dreyman (Sebastian Koch, “Der Tunnel”), seorang penulis drama yang sukses di Berlin Timur, bersama pasangannya ChristaMaria Sieland (Martina Gedeck, “Der Baader Meinhof Komplex”) yang seorang aktris, bersama teman-teman mereka, berencana mementaskan sebuah drama yang karena kental dengan aroma subversif, tidak akan bisa dipentaskan di Jerman Timur. Akhirnya mereka berusaha menyelundupkan naskah drama ini ke Jerman Barat untuk dipentaskan disana. Pasangan ini sebenarnya sudah lama dicurigai oleh Kementerian Budaya yang akhirnya meminta seorang kapten Stasi (polisi rahasia Jerman Timur) untuk mengawasi mereka. Setelah memasang penyadap di rumah Georg, sang kapten, Gerd Wiesler, yang diperankan dengan sangat dingin oleh Ulrich Mühe,

akhirnya menghabiskan setiap malam dengan menguping segala hal (percakapan sampai hubungan intim) yang dilakukan Georg dan pasangannya, dari loteng sebuah rumah tidak jauh dari rumah Georg. Wiesler, seorang yang sangat fanatik dan setia pada negaranya, tanpa sadar, akhirnya malah ikut terbawa ke dalam kehidupan dua orang yang diawasinya. Setelah beberapa lama, bukti-bukti percakapan yang ada disertai mesin ketik selundupan, sudah cukup untuk meringkus Dreyman dan Christa, tapi setelah mengalami pergolakan batin yang hebat, yang disebabkan oleh rasa simpati dan bersalahnya, akhirnya Wiesler sendirilah yang menghancurkan bukti-bukti tersebut dan menyelamatkan Georg dari kematian (Christa sendiri akhirnya meninggal karena kecelakaan), hal yang kemudian membuatnya tersingkir dari Stasi. Film karya debut sutradara Florian Henckel Von Donnersmarck ini memenuhi semua kriteria untuk disebut sebagai drama thriller yang mampu mengajak kita ikut berpikir, terlibat dan tersentuh, meskipun sebenarnya, plot cerita di dalamnya sangat simpel. Dan seperti halnya dengan “Der Baader Meinhof Komplex”, film ini sukses menghidupkan kembali masa-masa penuh ketegangan antara dua Jerman di masa lalu. Mungkin bisa dibilang film spionase, tapi bagi Anda pecinta film mata-mata penuh aksi seperti trilogi “Bourne”, film ini akan sangat membosankan, saya jamin. Tapi yakinlah, film yang berjudul internasional “The Lives of Others” ini, sangat, sangat bagus. Ini bukan pendapat pribadi, faktanya, pada tahun 2007, film ini mendapat Oscar untuk kategori film berbahasa asing terbaik, di samping bejibun penghargaan bergengsi lainnya.

.


REVIEW

yang sudah lebih dulu lolos. Akhirnya, bersama Matthis dan tiga teman lainnya; Fred (Felix Eitner), Vittorio (Mehmet Kurtulus) dan Fritz (Nicolette Krebitz) yang juga ingin mengeluarkan keluarga mereka dari Timur, berencana membuat terowongan bawah tanah, dari Barat ke Timur. Sementara para pekerja membangun Tembok Berlin, di bawahnya, mereka menggali terowongan. Setelah setahun, dengan berbagai macam rintangan dan pengkhianatan, DER TUNNEL terowongan sedalam 7 meter ROLAND SUSO RICHTER dan sepanjang 145 meter itu DEDE HATE akhirnya selesai juga, dan yang paling penting, mereka akhirnya bisa mengeluarkan Agustus 1961, Harry Melkeluarga mereka. chior (Heino Ferch, sebagai Kira-kira seperti Albert Speer di “Der Unteritulah inti dari cerita film gang”), juara renang nasional ini. Sebuah kisah perjuangan Jerman Timur, yang sempat manusia menuju kebebasan. dipenjara selama empat Tiga jam yang kita habiskan tahun setelah ikut demo yang untuk menonton film ini tidak berakhir kerusuhan pada akan terasa dengan alur tahun 1953 di Berlin Timur, yang menegangkan dari awal sudah sangat muak dengan sampai akhir. Saya pribadi pengekangan kebebasan di benar-benar merasakan negaranya, dan berencana nuansa thriller di sepanjang melarikan diri ke Barat, dan film ini. Apalagi, kisah di itu harus dilakukan secepatfilm ini diangkat dari kisah nya, karena beberapa hari nyata yang sungguh terjadi. lagi tembok yang memisahkan Selama 28 tahun Tembok Berlin Barat dan Timur akan Berlin berdiri, tidak terhitung segera dibangun. Berbekal berapa jumlah terowongan visa palsu sebagai turis dari yang dibuat, beberapa dianBarat yang berkunjung ke taranya berhasil, beberapa Timur (warga Jerman Barat gagal. Terowongan buatan diijinkan berkunjung ke Timur, Harry dkk yang pada tahun tapi tidak sebaliknya), dia 1962 ditutup oleh pemerintah akhirnya bisa mengelabui Jerman Timur mungkin yang penjaga checkpoint, dan pertama, dan salah satu yang berhasil lolos ke Barat. Tapi paling berhasil. Harry sendiri, ada yang mengganjal hati bersama adik dan iparnya, Harry, adiknya Lotte (Alexsetelah itu, menjadi ‘profesandra Maria Lara, sebagai sional escape helpers’, dan Traudl Junge di “Der Unselama ‘berkarir’, mereka tergang” dan Petra Schelm telah meloloskan kurang lebih di “Der Baader Meinhof 1.000 orang ke Barat. Komplex) bersama suami dan Aslinya dibuat untuk anaknya masih di Timur, dan televisi, tapi, film yang dirilis dia berjanji untuk mengetahun 2001 ini jauh lebih baluarkan mereka. Di Berlin gus dari banyak film bioskop Barat dia berkumpul lagi dengan plot sejenis. Bahkan, dengan temannya Matthis bagi saya pribadi, film ini (Sebastian Koch, “Das Leben lebih hidup dari “The Great der Anderen”) sang arsitek Escape” yang hebat itu.

.

GOOD BYE LENIN! WOLFGANG BECKER DEDE HATE Sebuah komedi tragis, dengan setting Jerman menjelang dan setelah runtuhnya Tembok Berlin di akhir tahun 1989 dan awal 1990-an. Christiane Kerner (Kathrin Sass) adalah seorang ibu paruh baya yang sangat mencintai negaranya Deutsche Demokratische Republik (DDR, Jerman Timur), sangat fanatik pada nilai-nilai sosialis komunis dan sangat benci segala hal yang berbau Barat. Untuk yang terakhir, atau mungkin ketiganya, sepertinya disebabkan oleh fakta bahwa beberapa belas tahun sebelumnya, dia ditinggal suaminya yang melarikan diri ke Jerman Barat dan menikahi wanita lain di sana. Pada akhir 1989, shock setelah melihat putranya Alex Kerner (Daniel Brühl) ikut demo menentang pemerintah, Christiane jatuh koma selama 8 bulan dan baru siuman pada 1990 setelah runtuhnya Tembok Berlin dan menjelang reunifikasi Jerman. Dan kelucuan yang menyedihkan berawal dari sini. Sadar ibunya yang baru siuman akan sangat terpukul jika mengetahui negara Jerman Timur yang sangat dicintainya itu sudah tidak ada, Alex bersama saudarinya Ariane (Maria Simon) berusaha sekuat tenaga menyembun-

yikan kenyataan. Berbagai cara mereka lakukan agar ibu mereka masih merasa hidup di negara sosialis komunis Jerman Timur. Mulai dari dekorasi ulang kamar dengan mengembalikan nuansa komunis, menghadirkan paduan suara anak-anak yang menyanyikan lagu-lagu komunis, sampai ‘membuat berita’ di tv gadungan tentang kehebatan negaranya. Suatu hari, di luar pengawasan kedua anaknya, Christiane berjalan keluar rumah dan sangat terkejut ketika melihat mobil-mobil BMW berseliweran di kota Berlin, melihat iklan Coca Cola di gedung sebelah rumah, dan yang paling parah adalah ketika melihat patung Lenin diangkut helikopter untuk dihancurkan. Tapi dengan segala tipu daya dan cerita karangan, Alex dan saudarinya sekali lagi bisa meyakinkan ibu mereka bahwa negara Jerman Timur masih ada. Lebih dari muatan sindiran atas fanatisme ideologis, film ini mengungkap bagaimana kecintaan anak kepada orang tuanya. Lupakan semua tipu daya dan kebohongan yang Alex dan Ariane lakukan, itu semua tidak lebih dari usaha mereka untuk membahagiakan ibu mereka, yang menurut dokter hanya akan hidup beberapa bulan lagi. Inilah yang akhirnya menjadi tragis, ketika menjelang kematiannya, Christiane secara diam-diam, tanpa sepengetahuan kedua anaknya, dari berita tv sungguhan, akhirnya mengetahui bahwa negara yang sangat dicintainya sudah tidak ada. Hal lain yang membuat saya tersenyum simpul, adalah bagaimana ‘noraknya’ East Berliners ketika menyaksikan Franz Beckenbauer mengangkat trofi Piala Dunia 1990 untuk negaranya yang saat itu masih bernama Jerman Barat. Film yang sangat bagus.

.


NEW RELEASES

DECONSTRUCTION DEVIN TOWSEND THE SCOURGE OF THE LIFE JAG PANZER SLEEP PARALYSES DOTMA DEATH & LEGACY SERENITY TRINITY EDEN’S CURSE GLORIOUS COLLISION EVERGREY BLOOD ALLIANCE POWER QUEST MYGRAIN MYGRAIN AFTERMATH AXENSTAR DAY OF RECKONING DESTRUCTION LOST IN VIOLENCE ESSENCE SOUNDS OF VIOLENCE ONSLAUGHT REV-RAPTOR U.D.O. MY BLOOD ARTILLERY FEAR OF INFINITY WHILE HEAVEN WEPT OMNIVIUM OBSCURA TO HELL WITH GOD DEICIDE THRASING TUCK FROM HELL CIRCLE REGENERATED NORTHER ELYSIUM STRATOVARIUS RAZORBACK KILLERS VICIOUS RUMORS BEAST DEVILDRIVER DESCENT INTO CHAOS LEGION OF THE DAMNED QUARTERPAST MAYAN BLIND RIDE HIBRIA STAND UP AND FIGHT TURISAS THE UNFORGIVING WITHIN TEMPTATION SEVER THE WICKED HAND CROWBAR RELENTLESS RECKLESS FOREVER CHILDREN OF BODOM ALONE IN THE END CEREMONIAL PERFECTION


NEW RELEASES

SURTUR RISING AMON AMARTH FROM CHAOS TO ETERNITY RHAPSODY OF FIRE NEW WORLD SHADOWS OMNIUM GATHERUM REDEMPTION AT THE PURITAN’S HAND PRIMORDIAL BLEED THE WAY ORPHEUS ANGELMAKER OVERDRIVE LEGIONS OF BASTARDS WOLF DARK & SPITEFUL PLECTOR BACK THROUGH TIME ALESTORM THE WANDERING NOTES VEXILLUM SCHEEPERS RALF SCHEEPERS EYE ON THE SKY STARGAZERY REGENERATION EMERALD SUN FIREFIGHT BLACKGUARD TIME IS UP HAVOK UNHOLY CROSS BLOODBOUND SCURRILOUS PROTEST THE HERO KHAOS LEGIONS ARCH ENEMY IN METAL WE TRUST PEGAZUS MARCH ON FIREFORCE MAGNISPHYRICON SONS OF SEASONS ICONOCLAST SYMPHONY X CALL TO ARMS SAXON THE CREATION OF POWER AEVUM THE UNSEEN EMPIRE SCAR SYMETRY THE EYE OF TIME CHRONOLOGY KAIROS SEPULTURA OPUS ARISE LOST IN THOUGHT CRUSADE 1212 DORIAN OPERA KILL ZONE DEMOLITION


MUSIC CLINIC

GET THE SOUND:

DISTORTION DISTORTION FROM THE AMP (PART 1) (oleh Herwin Siregar)

image by kbear65 taken from flickr.com


K

ali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya mengutak-utik efek dan ampli gitar untuk mendapat sound gitar distortion yang sesuai selera saya. Sound gitar distortion di sini yang saya maksud adalah sound gitar yang berciri serak dan kasar yang biasa dipakai di musik rock dan metal. Ada beberapa istilah untuk sound gitar seperti ini; distorsi, lead, crunch, fuzz, saturated, drive. Disini saya pakai istilah distorsi yang paling sering dipakai. Ada beberapa cara mendapatkan sound gitar dimaksud (di studio latihan atau di kamar tidur). Cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan channel ke-2 dari ampli gitar kita (asumsinya kita main pakai ampli gitar, bukan main pakai unit sound system lain seperti tape deck atau mixer ke speaker aktif yang bisa dipakai untuk nonton tv atau vcd). Kebanyakan ampli-ampli gitar sekarang sudah memiliki minimal dua channel, termasuk juga ampli gitar yang berjenis combo (ampli dan speaker yang ada dalam satu boks yang kompak), bahkan yang berdaya 10 Watt juga punya 2 channel. Selain itu banyak juga ampli sekarang yang sudah mempunyai fasilitas efek-efek termasuk distorsi (kadang-kadang istilah yang dipakai amp/cabinet modelling) didalamnya seperti ampli gitar combo Behringer, Rolland Cube, Line6; tapi sekarang coba kita off-kan efek-efek tersebut, kita fokus ke channel ke-2-nya. Perpindahan antar channel ini biasanya lewat switch/ tombol yang ada di panel ampli, untuk ampli yang berdaya besar 50 Watt ke atas biasanya juga ada footswitch, jadi ganti-ganti channel tinggal injak-injak saja. Dengan berganti-ganti channel berarti kita berpindah karakter suara dari yang bersih atau “clean” ke yang serak atau “lead“. Chan-

nel ke-2 itulah yang kita bicarakan sekarang. Cara ini paling sederhana, dan disini kualitas distorsinya sangat dipengaruhi oleh kualitas section preamp dari unit ampli. Meskipun kita sudah punya efek-efek distorsi yang canggih, tidak ada salahnya kita coba dulu kualitas channel ke-2 ampli kita, kalau setelah dieksplorasi terasa kurang baru kita coba mainkan efekefek. Untuk mendapat kadar distorsi yang diinginkan, kita harus melakukan pengaturan pada potensio “volume” dan “gain”. Potensio volume untuk mengatur tingkat kekerasan suara dan potensio gain mengatur tingkat kadar distorsi. Equaliser di-flat-kan dulu semua/ posisi jam 12. Pertama-tama tutup keduanya, kemudian buka perlahan-lahan gain dan diikuti volume, cari kadar distorsi yang diinginkan dengan mendapatkan posisi potensio gain yang pas, baru kemudian atur volume mengikuti tingkat kekerasan yang diinginkan. Mengapa pelanpelan, karena perubahan yang sedikit dari penambahan gain biasanya responsif terhadap peningkatan kekerasan suara. Jadi kuncinya adalah pengaturan kombinasi keduanya, terlalu kencang , darah tinggi pak haji tetangga bisa naik. Kurang distorsi, sound gitar lesu darah. So, take time to set it up! Jika kita menggunakan ampli head-cabinet jenis yang all tubes (section preamp dan amplinya menggunakan komponen tabung hampa), dalam kondisi tabung yang sehat, biasanya mempunyai karakter distorsi yang mantap dari channel ke-2 nya! Jangan sampai tidak mencobanya! Banyak rock player ternama yang menggunakan cara ini, katanya sih pelopor cara ini adalah Eddie Van Halen. Dari pengalaman jam session dengan rekanrekan TUC seperti Mbak Uli Ugly, Moron, Arif Pemadam (man van Pandeglang) ,

Gigih the founding father dll, jika pas latihannya di studio Oddissey, saya selalu menggunakan cara ini. Disana mereka menyediakan ampli head-cabinet yang all tubes yang bagus kualitasnya, sangat sayang tidak memanfaatkan channel distorsi dari ampli-ampli seperti ini. Karakter dari distorsinya biasanya rapat, halus, berdinamika mengikuti picking, dan sustain all day long. Tidak perlu banyak setal-setel lagi, langsung josss!!! Lain cerita waktu latihan di studio Gloria, karena mereka hanya menyediakan ampli combo transistor yang sudah berumur alias uzur, ya kualitas sound channel distorsinya kurang greget, tipis, cempreng, menyakitkan kuping, juga loyo. Jadi ya, di sini perangkat efek-efek distorsi yang dipakai. Kalau tidak begitu, bisa-bisa playernya juga terimbas loyo terpengaruh sound gitarnya. Untuk mendapatkan sound distorsi yang lebih padat dan bertenaga lagi, biasanya untuk membedakan sound untuk ritem dan untuk lead/melodi, para gitaris profesional menambahkan satu pedal yang berfungsi sebagai booster/penguat sinyal suara gitar sebelum dikirim ke ampli, jadi jalurnya; gitar – pedal booster – ampli (channel ke-2) - speaker. Dengan tambahan pedal booster ini maka sound yang sudah distorted tadi akan menjadi semakin fully distorted, menjadi semakin padat dan semakin sustain, tapi noise juga ikut terangkat lho (tapi ingat, ini musik rock yang beringas, bukan jazz yang romantis, so nothing wrong with that!). Sangat cocok buat porsi lead yang liar dan aggresif! Pedal yang sering dipakai untuk booster ini adalah pedal-pedal overdrive seperti Ibanez Tube Screamer TS-9 (Bullet for my Valentine) dan Boss Super Overdrive (Zakk Wylde). Cara standar menggunakan pedal ini seperti ini; volume full buka (posisi jam 5) dan drive/distorsi ditutup

abis (posisi jam 7), jadi pedal hanya mendorong sound saja tapi tidak menambah kadar distorsi. Reaksi ampli dari penambahan gain volume dari pedal booster tadi bukan menaikkan volume gitar, tapi menambah kerapatatan distorsi yang dihasilkan, inilah karakter distorted guitar amp kalau di boost! Sekali lagi yang perlu diperhatikan adalah setting dari potensio volume dan gain di amplinya, dengan memainkan setelan ini banyak alternatif kadar distorsi yang bisa kita pilih. Jadi jangan ragu ambil waktu untuk setal-setel-setol!! Penggunaan booster ini sebenarnya bisa juga dicoba di ampli kita yang combo di rumah yang biasanya solid state (pake transistor, bukan tabung). Tapi, menurut pengalaman saya, sound distorsinya biasanya kurang nendang, cenderung cempreng dan noisenya gila-gilaan, tapi yang ini unwanted noise lho, tapi buat perbandingan boleh juga dicoba. Disini baru terasa bedanya ampli yang tabung dengan yang solid state/transistor. Ampli tabung suaranya, istilah gitaris, lebih ‘warm’ dari ampli solid state. Lebih warm itu kira-kira artinya soundnya cenderung lebih mid atau low tidak trebel alias lebih mendem. Kebalikannya dengan ampli solid state yang lebih trebel dan tajam. Selain itu tube amp juga lebih responsif terhadap perubahan level sound yang diterima, volume dikecilin sound cenedrung semakin clean, volume dibesarin sound semakin terdistorsi. Buat gitaris yang bermain dengan dinamika volume dan picking, this amp is a must! Tapi bukan berarti yang suka solid state tidak ada, gitaris thrash metal seperti Fear Factory awalnya juga pake solid state amp, karena yang dia cari karakter yang cenderung tajam, kasar dan tidak banyak main dinamika sound, just distrotion all the way. Oke, Selamat mencoba, Maju PasTI, rock on!

.


WTF

STYLES OF HEADBANGING Cukup sulit untuk mengetahui sejak kapan istilah “Headbanging” ‘ditemukan’ dan diasosiasikan dengan musik metal, tapi dari sedikit sumber, beberapa diantaranya menyebut bahwa istilah ini pertama kali disebutkan dalam tur pertama Led Zeppelin di Amerika Serikat pada tahun 1968. Sumber lainnya menyebutkan bahwa Lemmy dari Motorhead pernah mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa istilah “Headbanger” mungkin saja berasal dari nama band-nya, “Motorheadbanger”. Ada juga yang berpendapat bahwa aksi ini pertama kali dipelopori oleh Angus Yound dari AC/DC. Meskipun diikuti dengan banyak isu kesehatan seperti stroke, salah urat, sakit kepala dan pusing, kurang sah rasanya mendengarkan musik atau datang ke konser tanpa melakukan gerakan mengayunkan kepala ini.

image by Kiluka taken from flickr.com


WTF

T

ernyata, Headbanging memiliki berbagai macam gaya dan entah siapa yang kurang kerjaan memberi nama untuk gaya-gaya tersebut. Berikut kami sadurkan dari berbagai sumber tentang gaya-gaya dalam headbanging. THE UP AND DOWN, gaya yang paling umum. Yaitu dengan menggoyangkan kepala naik turun (mengangguk). THE CIRCULAR SWING, mengayunkan kepala dalam bentuk putaran. Gaya ini juga disebut dengan gaya Kincir Angin atau Helikopter. Gaya ini dipopulerkan oleh Ian Gillan (Deep Purple), Blackie Lawless (W.A.S.P.) dan George “Corpsegrinder” Fisher (Cannibal Corpse) dan biasa didemonstrasikan oleh personel-personel Slipknot, Meshuggah, Jason Newsted (ex-Metallica, Voivod), Dimebag Darrel, Brian Fair (Shadows Fall), Corey Beaulieu (Trivium), Matt Tuck (Bullet For My Valentine), Jordan Mancino (As I Lay Dying), Joseph Bender, Jacob Clamp, Damien Richardson (Indecent Exposure), James McIlroy (ex-Cradle Of Filth) yang terkenal mengayunkan kepalanya jauh lebih cepat dari siapapun, Charles Hedger (Cradle Of Filth), Marcus Hutchens (Catacomb) dan banyak lainnya. Beberapa personil band juga biasa melakukan gaya ini secara serentak di atas panggung, seperti personilpersonil Amon Amarth, Behemoth dan Dethklok.

THE WHIP, mirip dengan gaya The Circular Swing. Masih dalam bentuk putaran, bedanya, headbanger awalnya memperlambat ayunan kepalanya dan lamakelamaan mempercepatnya. DRUNK STYLE alias gaya mabuk, menggoyangkan/mengayunkan kepala ke arah yang acak. Gaya ini seringkali dipraktekkan oleh Sid Wilson dari Slipknot. THE HALF CIRCLE, mengayunkan kepala dari sisi ke sisi berulangkali, naik turun atau dalam gerakan bandul. Gaya ini dipakai oleh Tom Araya (Slayer) dan Olavi Mikkonen (Amon Amarth). THE FIGURE EIGHT, mengayunkan kepala seakan-akan menulis angka delapan. THE SIDE TO SIDE, menggoyangkan kepala dari sisi ke sisi, yang mengibaskan rambut pada setiap transisi. Gaya ini dipakai oleh Wayne Static (Static-X), Alexi Laiho (Children Of Bodom), James Root (Slipknot), Martin Mendez (Opeth), Shavo Odadjian (System Of A Down) dan Robert Trujillo (Metallica). Gaya ini disebut juga The Nono Banging (menggelengkan kepala tanda ketidak setujuan). THE WHIPLASH, bentuk yang lebih keras dari gaya The Up and Down, membuat rambut headbanger mengibas-ngibas sampai menutupi muka. Gaya ini dipakai Mick Thompson (Slipknot), Cliff Burton (ex-Metallica) dan Michael Maloney (Concrete Lip). THE TWO UP, TWO DOWN, mirip dengan gaya The Whiplash tapi bukan dengan naik turun mengikuti beat, melainkan dengan dua ketukan naik turun. THE BJORKMAN, menggoyangkan kepala ke belakang perlahan-

lahan, seperti ayam atau burung saat berjalan. THE ALL OUT, menahan tangan di lutut dan dengan keras mengayunkan kepala diantara lengan, biasanya sambil berpegang ke meja atau benda lain yang cocok. Vaughan Cook dan Sid Wilson dari Slipknot seringkali mempraktekkan gaya ini saat tampil di atas panggung. THE TANDEM, duet gitaris Judas Priest, K.K. Downing dan Glenn Tipton yang pertama kali mempraktekkan dan menyempurnakan gaya ini, dimana mereka berdiri berdampingan dan melakukan headbanging secara bersamaan. Juga dipakai duet Accept, Wolf Hoffman dan Jorg Fischer. Belakangan ini, personil-personil I Killed The Prom Queen dan Parkway Drive juga sering mempraktekkan gaya ini. THE THRUST, sebuah bentuk anti-sosial dari headbanging, dimana headbanger mengayunkan kepalanya ke depan dan ke belakang, seringkali sambil menanduk orang yang di depannya, atau yang lebih ekstrim, yang di belakangnya. THE HAMMER, sebuah gaya yang dipraktekkan Till Lindemann dari Rammstein, yaitu dengan seakan-akan memukulkan kepala ke arah lutut, seperti gerakan palu. Kecepatan ketukan ‘palu’ biasanya tergantung dari beat drum. THE BREAKDOWN, yaitu saat beberapa personil band (biasanya gitaris dan bassis) melakukan headbanging secara simultan pada bagian yang paling intens dalam sebuah lagu. Personil-personil Korn biasanya mempraktekkan gaya ini ketika memainkan lagu “Blind”. THE LOW PROFILE, sebuah variasi dari

gaya The Up and Down, headbanger menggoyangkan kepalanya naik turun secara pelan. Biasa dipraktekkan oleh ex gitaris Opeth, Peter Lindgren. THE FULL BODY, biasa juga disebut dengan Bodybang. Variasi lain dari gaya The Up and Down, tapi dengan ayunan kepala yang lebih keras dari atas ke arah lutut, dan sebaliknya sehingga menggoyangkan hampir semua anggota tubuh. Gaya ini memerlukan keseimbangan yang baik. Seringkali dipraktekkan oleh Jens Kidman (Meshuggah), Jason Peppiatt (Psycroptic) dan Jonathan Davis, vokalis Korn. Gaya ini juga populer di kalangan band-band metalcore. THE HALF BODY, mirip dengan gaya The Full Body. Ini adalah variasi paling aneh dari gaya The Up and Down, dimana headbanger menjaga kepalanya tetap lurus dan membengkokkan pinggulnya sekitar 45 derajat, biasanya pada bagian yang paling intens dalam sebuah lagu. Seringkali dipraktekkan James Root dan Paul Gray dari Slipknot. THE RUN AROUND, sebuah gaya gila yang diciptakan oleh Angus Young dari AC/DC, yaitu dengan berlari mengelilingi panggung dan mengayunkan kepala mengikuti irama. Berbagai macam gaya ini bisa dilakukan bersamaan tergantung selera, tempo dan intensitas lagu. Bisa dengan mata tertutup atau sambil mengacungkan simbol devil’s horn, bernyanyi, berteriak, berdiri, duduk, crowd surfing dan dalam posisi lainnya. Just play the music and bang your head!

.


GALERI

WHEN DEDY GET STRESSED DEDY FITRIADI loves to eat a lot. But when he get stressed, he just likes to draw. That is effectively reduce his stress. For more drawings, visit his gallery at deydoy.deviantart.com



GALERI



GALERI



GALERI



FREE ROAM

INGGRIS (oleh Indah Pujiati)

Belum lama ini aku menyelesaikan novel “The Railway Children� karya Edith Nesbit yang kudapat dari sebuah lapak buku dekat pasar. Membaca novel ini, aku seperti membaca novel-novel Enid Blyton.

image by daveduke taken from flickr.com


A

ku kenal beliau dari koleksi novel teman sekelasku di SMP, aku tertegun dengan koleksina yang terjajar rapi satu blok lemari ketika satu saat kami mengerjakan tugas sekolah di kamarna. Aku sampai tak bisa konsen dengan tujuan utama, bukan karena wallpaperna yang merah muda dengan gambar-gambar yang cantik dan bukan pula karena meja belajarna yang bagus, aku hanya ingin meminjam koleksi novelna dan melahapna. Begitu aku diizinkan meminjam satu, baca, selesai, kembalikan, pinjam lagi, begitu seterusna hingga terbacalah seluruh koleksi novel Enid Blyton kepunyaan temanku itu, puas banget. Itulah kali pertama aku bersentuhan dengan setting yang khas (pedesaan Inggris), kudapan yang khas (kue dan limun jahe), budaya yang khas (piknik di alam terbuka dengan membawa keranjang bekal dan minum teh di sore hari), dan tak ketinggalan adalah anak-anak yang khas.

Inggris, negara kedua yang ingin kudatangi karena urutan pertama tentu saja Saudi Arabia. Inggris, aku seperti sangat mengenal negara ini, bukan bicara tentang London atau Liverpool atau Manchester, tapi pedesaan nun jauh di sana. Tak lain dan tak bukan adalah karena Enid Blyton. Betapa dalam karya-karyana, beliau telah mampu memberi pengalaman menarik padaku dengan cara penggambaran setting cerita yang sangat indah. Imajinasi yang kupunya ternyata tak jauh beda dengan penggambaran visualna ketika TVRI sempat menayangkan serial Lima Sekawan, aku makin suka dengan Inggris. Satu hal lagi yang menarik adalah aksenna itu lho, ceglak cegluk tapi telingaku suka sekali mendengarna. Pada era 90-an, ketika Sampdoria berkunjung ke Indonesia, aku sempat melihat tayangan wawancara tv dengan salah satu anggota tim yaitu David Platt, di

sepanjang acara yang kunikmati adalah aksen Inggrisna, isi wawancara tak kuperhatikan benar. Sejak itu sepak terjangna kuikuti hingga akhirna beliau datang ke Highbury. Sepakbola. Pengalamanku yang lain tentang Inggris, rela nonton sendirian di larut malam walau keesokan harina harus bangun pagi dan berangkat kerja. Rela menahan jeritan kekesalan atau kebahagiaan supaya tak mengganggu tidur anggota keluarga yang lain. Kalau tayanganna masih terbilang sore, remote tv sudah kupegang duluan bersaing dengan adikku yang pengin nonton sinetron. Alamaaaaak. Betapa dari satu orang itu, aku jadi suka dengan sepakbola dan klub London ini bahkan makin gila. Almarhumah Ibuku sampai geleng-geleng kepala melihat anak gadisna membeli bendabenda berupa replika jersey yang resmi sampai 2, topi (5), pin (belasan), replika pemain inti (saat itu) lengkap satu tim, bola asli (kalo ini hadiah

dari toko), belum pernak pernik yang lain dengan jumlah cukup banyak. Gajiku tiap bulan pasti ada yang untuk belanja belanji barang-barang koleksi. Setelah menikah, hobi ini menyurut dan hilang dengan sendirina, mending belanja belanji untuk anakanak laaah. Jadi, kalo aku ke Inggris, tujuan utamaku adalah ke pedesaanna, terutama yang ada kastil atau reruntuhanna (bener ngga siy punya terowongan rahasia). Tujuan kedua, ke Highbury. Walau sudah bukan berupa stadion (karena sudah dijadikan apartemen) tapi aku yakin pasti ada bagian dari stadion yang ditinggalkan, aku suka warna merahna. Inggris, tunggu aku yaaaaaaa.

.


H8’S NOTES

SHUT UP AND PLAY YER GUITAR! (oleh Andria Sonhedi)

SHUT UP ‘N PLAY YER GUITAR! Bila ditanya majalah apa yang paling saya sukai, maka Guitar World adalah jawaban saya. Dibanding majalah musik lainnya, majalah ini memenuhi selera saya terutama dalam hal tata letak, foto, maupun isi wawancara mereka dengan para musisi. Sebelumnya saya pernah membaca sekilas majalah rock/heavy metal Circus atau Guitar Player tapi baru saat membaca Guitar Player edisi Oktober 1993 saya langsung kesengsem. Berbeda dengan majalah Metal Edge yang berisi wawancara tentang album baru atau keseharian hidup para musisi, isi GW sangat dominan masalah ilmu bermusik sang musisi terutama dari genre heavy metal. Selain itu di bagian belakang dengan jenis kertas yang lebih kasar diberikan bonus trading lick yaitu notasi lagu yang dianggap pantas oleh GW untuk diketengahkan, gitar dan bass sekaligus. Ada juga kolom teknik gitar dari musisi yang sedang terkenal atau memang jagoan, saat itu

yang mengisi Kirk Hammet, Eddie Van Halen dan alm. Dimebag Darell. Guitar World juga mengeluarkan majalah untuk mereka yang memang lebih menekuni teknik gitar dengan nama Guitar School. Saat ini mungkin karena krismon di Amerika majalah GW jadi kelihatan tipis, mungkin karena jenis kertas yang dipakai juga lebih tipis (saya belum cek jumlah halamannya). Saya masih bersyukur belum ada Guitar World yang diterbitkan khusus di Indonesia seperti yang telah dilakukan majalah Rolling Stones. Majalah ini juga pernah mengajak memboikot penjualan album G n’ R “Spaghetti Incident” karena ada satu lagu yang tidak dicetak di kovernya, “Look at Your Game, Girl”, yang merupakan ciptaan Charles Manson. LEGEND OF POWER Bila orang awam atau penggemar heavy metal tapi belum pernah melihat Manowar, anggota grup ini dikira bekas pemain smack down. Maklum penampilam mereka yang berotot dit-

image by xxshawn taken from flickr.com

ambah baju kulit atau bulu lebih membuat mereka tidak mirip musisi. Menurut Eric Adam, vokalisnya, penampilan ini memang disengaja supaya mengesankan back to basic jaman manusia pertama berkeliaran di muka bumi. Ciri lain adalah sang pemain bass, Joey de Maio, menggunakan bass gitarnya seperti pemain gitar biasa (walau tak di semua lagu). Tema cerita di musik mereka memang tentang para dewa Viking atau mitologi Yunani plus cerita rekaan mereka sendiri. Pengamat musik menyebut genre mereka power metal. Perkenalan saya pada Manowar adalah saat tahun 1989, lagunya “Black Wind, Fire and Still” membuat saya sering merinding, bahkan sampai sekarang. Sayangnya di Indonesia kiprah Manowar terhenti di album “Triumph and Steel” padahal setelah itu masih mengeluarkan album sampai sekarang.

sia. Nyatanya sepak terjang kontroversial Manson (alias Brian Warner) selama konser maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak dianggap hal yang serius oleh penerbit kaset di sini. Sekitar pertengahan 90-an berita tentang Marilyn Manson banyak dimuat di majalah-majalah musik Amerika. Setahu saya Hit Parader dan Metal Edge sering memuat artikel plus foto berwarna tentang dia. Saya sempat penasaran juga seperti apa musiknya padahal saat itu belum ada kaset MM yang beredar di Indonesia. Biasanya untuk grup/artis yang sedang bersinar banyak tawaran untuk mengisi soundtrack film yang terkenal juga. Begitu juga MM, lagunya “Rock is Dead” dijadikan soundtrack film Matrix I yang bertema futuristis dan lagu mereka itulah yang pertama saya dengar.

NEVERMIND Sekitar pertengahan 80-an, LORD OF CHAOS The Sex Pistols dianggap tak Pada awal mulanya saya per- bisa diterima di Indonesia, caya bila album Marilyn Man- begitu menurut yang saya son tak akan dirilis di Indone- baca di majalah Vista kala


itu. Punk yang bisa didengar cuma The Police, sambung penulisnya, walau sesungguhnya mereka lebih menjurus ke irama reggae. Pokoknya saat itu cara nyanyi Johnny Rotten cs dianggap tak pantas didengar oleh masyarakat Indonesia yang terbiasa mendengar komposisi yang melodik dan bersuara merdu. Citra musik punk identik dengan musik elektro macam Depeche Mode dan dandanan berpaku serta rambut mohawk. Saya cuma tahu musik The Pistols dari literatur saja, karena berbeda dengan The Clash, kasetnya sangat jarang nongol di toko kaset saat itu. Saya baru tahu kalau jaman dulu kasetnya sudah pernah keluar setelah melihat kaset seken punya teman saya. Satu-satunya album yang pernah dikeluarkan mereka berjudul “Never Mind the Bollocks, Here’s the Sex Pistols”. The Pistols dibentuk terutama untuk menandingi demam progressive rock dan musik pop yang mewabah saat itu. Musik yang njlimet tidak selalu disukai generasi muda Inggris kelas bawah saat itu. Berbarengan dengan Malcolm McLaren (yang akhirnya jadi manajer mereka) dan Vivienne Westwood pemilik butik spesialis produk anti-fashion di distrik Kings Road, terbentuklah embrio punk beserta aksesorisnya. Anggota paling radikal The Sex Pistols adalah John Lydon (Johnny Rotten). Gara-gara dia muncul dengan memakai t-shirt ‘I Hate Pink Floyd’ di butik McLaren-lah yang membuat dia direkrut. The Pistols sendiri cuma bertahan sekitar 3 tahun, namun diantara para anggotanya justru Sid Vicious yang datang belakangan sebagai pengganti bassis Matlock. Fotonya lebih banyak dipasang dibanding anggota The Pistols lainnya. Pada kenyataannya Sid tidak pandai memainkan alat musik, dia direkrut karena citranya sebagai pemberon-

tak muda disukai penggemar The Pistols. Bahkan setelah Johnny Rotten membubarkan The Pistols (kata-katanya yang terkenal adalah “Ever get the feeling you’ve been cheated?”), justru Sid yang berusaha dilambungkan oleh McLaren. Seperti yang diketahui, Sid akhirnya meninggal karena overdosis heroin, saat itu umurnya baru 21 tahun. Berbeda dengan The Ramones yang anggota aslinya sudah meninggal, anggota asli The Pistols masih tetap hidup sampai saat ini.

setan. Bila orang awam melihat dandanan anggota Dimmu Borgir, sebuah grup black metal dari Norwegia, bisa dibilang seperti melihat jelmaan setan secara gamblang. Bila anggota Kiss hanya Gene Simmons yang riasan wajahnya mengerikan maka riasan wajah seluruh anggota Dimmu Borgir benar-benar bikin keder. Belum dengan alunan keyboard Mustis yang memberi kesan suram dan tambah mengerikan lagi bila Sagrath sudah menyanyi. Norwegia dan negara sekitarnya, Finlandia dan Swedia, SEE YOU IN HAIR! adalah pusat extreme metal Sekitar pertengahan era di wilayah utara Eropa. Tidak 80-an mulai bermunculan seperti pendahulunya Venom grup musik yang kemudian dari Inggris yang menganggap akan dikenal dengan sebutan unsur setan dalam musik merHair Metal. Memang ciri eka cuma hiburan dan fantasi, yang mudah dikenali adalah musisi black metal Norwegia tata rambut mereka yang lebih serius menggarap sisi lebih keren dari penampilan black-nya. Mereka menganggrup yang sudah ada saat gap bahwa kepercayaan lama itu, Deep Purple atau Grand dari bangsa Viking tergusur Funk misalnya. Grup Poison dan dibasmi oleh kedatangan katanya dianggap Hair Metal agama kristen katolik. Oleh sesungguhnya karena dankarena itu mereka percaya danan rambut mereka. Konon bahwa memuja kembali Rikki Rocket sang drumer dewa-dewa Viking; Balder, adalah seorang hairdresser, Loki, Thor, dst akan mengemsebagai kerja sampingannya. balikan kejayaan bangsa Mereka juga disebut Glam Norwegia, kira-kira begitu. Metal karena penampilan Dimmu Borgir saat ini sedang glamour mereka, terutama dalam masa kejayaannya terlihat saat sesi foto. Namun karena sudah mulai dikedemikian personil mereka bu- nal di Amerika dan belahan kan orang sembarangan dan dunia lain. Makanya mereka tetap ber-skill tinggi walau serius menggarap album yang sering mengeksploitasi cinta bagus dan mengesampingkan dalam lagu mereka. Bagi saya sensasi, seperti merusak atau suara Jon Bon Jovi sangat membakar lambing-lambang bertenaga. Jake E Lee dari keagamaan. grup Badlands adalah mantan gitaris Ozzy Osbourne, Kip SPEED KING Winger (Winger) adalah “In my band, I create the mantan bassis Alice Cooper. material and I’m the star, and bottom line is; most singers SHOUT AT THE DEVIL can’t deal with that.” Yang Banyak yang percaya musisi saya ingat dari Yngwie J. heavy metal mempunyai gaya Malmsteen waktu pertama hidup semau gue sekaligus kali melihat kasetnya adalah tak mau dikekang norma namanya yang tercetak umum. Ada lagi yang menud- dalam jenis huruf yang penuh ing sebagai pemuja setan, kelokan sehingga menambah walau ini dalam tanda kutip seret saya untuk menyebutkan karena mereka yang melang- namanya. Saat kaset bajakan gar norma adalah abdinya resmi berjaya kaset-kaset Yn-

gwie sudah muncul di Indonesia. Hanya saja karena saat tahun 80-an demam disco merajalela termasuk di Indonesia, maka aliran neo-classical rock (melodic hard rock menurut Yngwie) tidak terlalu ditanggapi, kecuali mereka yang ‘open minded’. Majalah remaja saat itu, Hai, pernah memuat profilnya (edisi Februari 1987), menunjukkan bahwa dia memang gitaris yang patut diperhitungkan. Yngwie Malmsteen (namanya asli Lars Johann Yngwie Lannerback) adalah raja dalam kecepatan memetik dawai gitar, walau sebelumnya banyak gitaris yang skil jarinya cukup cepat namun pada saat itu tak ada mencampurkan rock dan irama klasik dengan kecepatan memetik secepat Yngwie. Saya pernah membaca bahwa saat Yngwie mulai dikenal di Amerika banyak anak-anak di sana yang ingin guru gitarnya mengajarkan teknik cepatnya Yngwie. Sebagaimana tingkah para jenius yang tipikal, Yngwie sering digambarkan sebagai orang yang arogan. Apalagi bila kita menghitung jumlah vokalis yang pernah ‘disewanya’, jarang yang bisa sampai 2 kali di album berbeda. Ada kritikus yang menyatakan kalau Yngwie mempunyai kecenderungan makin cepat saja dalam memetik gitar. Ada pula yang mengklaim bahwa bila melodi klasikalnya cuma tempelan sehingga apabila dihilangkan maka lagunya tetap tidak terpengaruh. Bagi saya sudah jelas bahwa Yngwie adalah salah satu gitaris motivator yang berjasa besar terhadap perkembangan gitar dunia. Sampai saat ini pun banyak gitaris muda dunia yang mengaku mendapat pengaruh dari Yngwie sementara Yngwie-nya sendiri masih tetap aktif mengeluarkan album (dan berganti vokalis) sampai sekarang. Yngwie pernah konser di Indonesia pada bulan Juli tahun 1990 di Solo dan Surabaya.

.


HALAMAN BELAKANG

TUCZINE

TAX UNDERGROUND COMMUNITY MAGAZINE DESIGN & MAINTENANCE BY DEDE HATE, FADLI MORON, ARIEF PMDM KLPRN & ANNASZ NIGHTMARE EMAIL : TUC.ZINE@GMAIL.COM OR VISIT US AT WWW.TAXUNDERGROUNDCOMMUNITY.COM IMAGES & ARTICLES USED IN THIS MAGAZINE ARE COURTESY OF THEIR RESPECTIVE OWNERS



TUCZINE #6

ALIVE YET LIFELESS DON’T WASTE YOUR TIME WAITING FOR THE NEXT ISSUE


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.