Tuczine #4

Page 1

TUCZINE 4 - NOVEMBER 2009

ISSUE #

PIGS ARE BACK


GAMBAR BESAR

AYIP MEMPERKENALKAN KESENIAN TRADISIONAL DEBUS KEPADA ORANG-ORANG TUA DARI LAMB OF GOD MENJELANG KONSER DI JAKARTA BEBERAPA WAKTU LALU.


BASA-BASI REDAKSI HALLO BROS & SIS, KAMI KEMBALI! AKHIRNYA BISA JUGA KAMI MENYELESAIKAN ISU INI MESKIPUN SADAR BANYAK ISINYA YANG DAH BASI. SEMOGA TIDAK KECEWA. cover image taken from flickr.com

CONTENTS

image by hastingsgraham.flickr.com

GAMBAR BESAR BASA-BASI REDAKSI CONTENTS INTERVIEW DIAZ RAMADHAN WELCOME TO OUR CROWD PANJANG UMUR PARA PEMBANGKANG KOMEN, KESAN TEMAN-TEMAN SETELAH ITU PROGRESS, PAIN AND HOPES OTOKRITIK SETAHUN TUC CHICKS DUA CEWE KANTORAN TENTANG UG

BAND BERBAHAYA ANTIPOP DELAYED DESIRED CARAVAN OF ANACONDA OUR MUSIC THE MUSIC YOU LOVE TO HATE ADE NOXA TENTANG GRINDCORE INDONESIAN GRINDERS SLAVES TO THE GRIND OUR BROTHER IN GRIND, MIESZKO TALARCZYK NO SUICIDE LAGU CINTA DALAM GRINDCORE IPUL PROLETAR GIG REPORT JAVA ROCKIN’ LAND 2009 REVIEW NEW RELEASES PENADAH LUDAH TALES FROM THE THOUSAND LAKES CERITA DARI KONSER METALLICA 16 TAHUN LALU DOMBA-DOMBA TUHAN VERSUS DEBUS POINT OF VIEW TENTANG INDUSTRI MUSIK MAINSTREAM INDONESIA KUBURAN DAN PLAGIARISM MENUNGGU BADAI POP BERLALU SEMUA SAMA, MEMBOSANKAN KITA BUKAN, DAN TIDAK INGIN SEPERTI MEREKA BANYAK DAN TIDAK BERMUTU BUKAN LAGI KARYA SENI UP CLOSE WIKO WINANTO RISMAULI UGLY & HERWIN SIREGAR CHRESNO DAROE WARSONO ANDRIA SONHEDI AWANG DARMAWAN SAPTO SUPRIYANTO ISSUE PENJELASAN DONI IBLIS TENTANG LAGU “SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI ANJING” MENURUT KITA MUSIC CLINIC BOSS LINE SELECTOR GALERI FOTO-FOTO DARI KEMANG, 13 JUNI 2009 FREE ROAM KULINER MALAM HALAMAN BELAKANG


INTERVIEW

DIAZ RAMADHAN

ADMIN FORUM, KEPALA REDAKSI, FOTOGRAFER DAN WARTAWAN GITARIS.COM oleh Mardhani Machfud Ramli Bisa diceritakan bagaimana awal keterlibatan anda menjadi kepala redaksi gitaris.com? Awalnya sih karena saya sudah cukup lama bergabung dengan komunitas Gitaris.com sejak periode awal komunitas ini berdiri pada akhir tahun 2001. Saya mulai diminta untuk membantu komunitas ini pada sekitar bulan September 2004. Alasan kenapa saya yang dipilih menurut Mayzan (pendiri Gitaris.com) karena saya merupakan anggota yang paling aktif di komunitas. Dari awal bergabung hampir tidak pernah absen satu haripun. Sempat bingung juga pada waktu itu karena saya seumur-umur belum pernah nulis artikel atau mengerti dunia tulismenulis. Tapi semua itu akhirnya bisa dipelajari sambil berjalan. Justru karena merasa ada tugas/kewajiban makanya saya terpacu untuk belajar. Kalo orang jawa bilang “learning by doing, trial by error� :D Sebagai seorang kepala redaksi forum musisi terbesar di Indonesia, bisa dijelaskan bagaimana cara jitu membuat sebuah forum dengan scene yang gak popular seperti misalnya underground community bisa tetap eksis? Dan apa yang harus dimiliki sebuah forum agar bisa sukses dan tetap eksis? Kalau ini saya sendiri masih belum cukup kompeten menjawabnya, karena Musisi.com sendiri bisa berkembang sampai sebesar ini karena bertolak dari komunitas gitaris. Kita semua tahu kalau instrumen gitar merupakan alat musik terpopuler di Indonesia, jadi tidak begitu sulit untuk mengembangkan komunitasnya di Indonesia. Tapi dari hasil pengamatan saya selama ini, hal terpenting yang harus dimiliki oleh sebuah komunitas itu pertama spiritnya. Dalam kasus forum underground, Spirit untuk membangun komunitas yang murni dilandasi karena kecintaan dan keinginan untuk memperjuangkan musik2 bawah tanah yang punya kualitas bagus namun tidak mendapat tempat di permukaan. Jika sebuah forum online dibangun oleh seseorang atau kelompok atas dasar ambisi untuk kepentingan keuntungan materi buat mereka, namun menggunakan embel-embel komunitas, biasanya hal tersebut tidak akan berhasil. Saya sendiri mengamati sejumlah forum dalam bidang musik yang seperti itu dan mereka tidak berkembang ke arah yang lebih baik. Hal lain yang diperlukan yaitu komitmen. Dalam sebuah komunitas minimal ada 1 orang yang tetap berkomitmen untuk membangun komunitas ini apapun yang terjadi kedepannya. Kemudian sebuah forum online membutuhkan penyandang dana. Komunitas online (maya) sangat berbeda dengan komunitas offline (real). Komunitas offline tidak membutuhkan biaya rutin untuk operasionalnya. Berbeda dengan komunitas/ forum online yang membutuhkan domain, hosting, programmer, desainer, dan lain-lain, yang mana semuanya membutuhkan biaya. Apalagi kalau komunitas itu sudah mulai berkembang. Untuk forum underground terbilang agak sulit untuk mendapatkan income yang besar dari iklan. Namun forum underground biasanya memiliki spirit berjuang yang luar biasa melebihi komunitas lain. Sepertinya itu yang paling dibutuhkan jika ingin mendirikan perkumpulan ini. Jangan ngebut di awal, tapi kehabisan bensin di tengah jalan, trus mogok alias bubar.


INTERVIEW Apakah menurut anda mungkin seorang solo gitaris hidup layak? Apa bisa muncul G3 versi Indonesia? (yang tentunya laris secara penjualan di pasaran) Sangat mungkin. Tapi seorang gitaris solo yang mau hidup layak dari gitarnya harus punya keberanian, keistimewaan, kecerdasan, kemampuan, dan jaringan. Untuk hal ini mungkin saya akan ambil contoh Balawan. Dari beberapa kategori yang saya sebutkan diatas menurut saya dia punya semuanya. Terutama dalam hal keistimewaan. Di Indonesia dia merupakan gitaris pertama yang bisa main gitar jungkir balik seperti itu. Kemudian dia juga berani untuk mendesain gitar yang spesifikasinya tidak umum. Dengan keistimewaannya itu dia tinggal mencari jaringan yang bisa membawa musiknya ke daerah-daerah atau ke luar negeri. Kalau untuk G3 versi Indonesia sudah ada sih Trisum yang genrenya jazz, kalau untuk musik yang agak rock kayaknya sulit ya. Di Indonesia itu aneh, penggemar musik rock jauh lebih banyak dari jazz, tapi dalam hal penjualan album malah jauh terbalik hahaha‌. Lagipula dengan kondisi pembajakan yang gila-gilaan seperti sekarang, untuk band seperti Ungu atau penyanyi solo aja penjualan albumnya sulit untuk laris seperti zaman Sheila On 7 pertama keluar, apalagi untuk G3 Indonesia yang segmen konsumennya sangat terbatas. Kapan pertama kali anda mengenal gitar? Dan siapa tokoh yang mempengaruhi anda? Kenal gitar sih waktu tahun 1998 kali ya. Waktu itu saya gak jauh beda sama anak SMP kebanyakan yang belajar dari lagu-lagunya Slank. Tokoh yang pertama mempengaruhi saya pada masa-masa awal dulu Scott Moffatts, vokalis dan gitaris band The Moffatts yang hampir seluruh personelnya kembar. Biasalah dulu main gitar itu biar keren di mata cewek, makanya yang diikutin ya yang waktu itu paling disukain cewek-cewek donk hahahha Gitaris yang paling mempengaruhi saya dalam permainan mungkin Bill Leverty (FireHouse) dan Tak Matsumoto (B’z), tapi kalo yang paling saya idolakan itu Yngwie Malmsteen. Menurut saya dia aset terpenting dalam dunia gitar hero.

Menurut anda, bagaimana peta kekuatan/perkembangan gitaris Indonesia di mata dunia musik Internasional? Kita itu punya sumber dayanya, tapi kurang di pemasarannya. Coba seperti Balawan itu tiap tahun selalu diundang main di luar negeri. Yang nonton bule-bule juga, bukan cuma orang Indonesia yang sedang tinggal di luar. Contoh lain mungkin waktu saya nonton klinik Digitech yang menghadirkan gitaris dari Jerman, Ralf Jung. Saat anggota Gitaris.com yang bernama Irvan Askobar (Sectornine) selesai bermain dan turun panggung, Ralf kemudian sempat mendatangi Irvan sambil mengajak kenalan. Dia bilang minta diajari gimana caranya agar bisa main seperti Irvan. Setelah naik panggung Ralf bilang Indonesia beruntung punya gitaris seperti Irvan. Selidik punya selidik, Andy Timmons pernah mengatakan hal serupa pada Irvan tahun sebelumnya. Pernah juga saat Yamaha mengadakan kompetisi gitar berhadiah ngejam dengan Steve Vai di Singapura, gitaris kita yang bernama Firman Al Hakim tampil luar biasa sampai menjadi kontestan terfavorit penonton dan sebagian juri. Bahkan Billy Sheehan (Mr. Big) pun memilihnya sebagai juara, namun yang menang malah gitaris sono yang stylenya mirip Vai. Menurut saya ini sebuah gambaran bagaimana kemampuan gitaris kita bisa begitu istimewa di mata musisi dan pasar internasional. Tinggal bagaimana mengemas dan memasarkannya saja. Bagaimana tanggapan anda tentang komunitas underground yang telah merebak di tanah air? Bagus banget, daripada terus-terusan mengharapkan bantuan pemerintah yang mungkin masih 100 tahun lagi dapat kita nikmati. Setidaknya adanya kelompok-kelompok gerilya seperti ini bisa sangat baik buat perkembangan anak-anak muda kita.

Gitaris.com adalah portal khusus gitaris pertama dan terbesar di Indonesia yang menjadi forum berkumpulnya para gitaris di seluruh Indonesia untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Didirikan oleh Mayzan, seorang shredder asal Pematang Siantar yang sangat menggemari Vanessa Mae pada 2001. Beberapa kali mengalami pasang surut dan sempat akan dihentikan, tapi bergabungnya seorang cewe imut bernama Prisa Adinda membuat forum ini kembali hidup. Merespon semakin banyaknya musisi muda yang tergabung dalam komunitas ini, akhirnya pada bulan Juni 2008 Gitaris.com melakukan gebrakan dengan melaunching desain web baru dengan konsep dan fitur-fitur yang jauh lebih lengkap ditambah dengan domain yang terdengar universal, Musisi.com.

Bagaimana perkembangan musik underground di forum gitaris. com sendiri? Sekarang banyak banget anggota kita yang bergelut di dunia itu. Seneng aja kalo jenis musik dari berbagai aliran bisa maju semua. Dan bagaimana menurut Anda tentang adanya komuniDi Jogja malah ada band underground yang terbentuk dari hasil tas seperti Tax Underground Community ? Kalau Tax ini komunitasnya orang-orang pajak, mestinya bisa kenalan dan ngiklan di forum Gitaris.com, bahkan sampe manggung di event underground terbesar di Jogja, JogjaBrebeg. donk dapet sponsor dari kantornya, ya gak?? Mudah-mudahan dirjen pajak atau presiden mendatang mantan anak Sebagai penutup wawancara ini, silakan mencantumkan pesan underground juga biar kita-kita ini bisa lebih diperhatikan. pesan kepada rekan-rekan di Tax Underground Community, Bagaimana pengaruh predikat sebagai seorang gitaris dalam kehidupan terima kasih sehari hari anda? Apakah anda setuju dengan opini sebagian masyarakat Saya sendiri merasa bahwa saya bukan pemain gitar profesional seperti Eet dan pemerintah mengenai komunitas underground yang Mengelola komunitas itu bisa dibilang seperti membesarkan sebuah band dalam skala yang lebih besar. Membuatnya tidak terlalu sulit, Sjahranie atau Prisa. Kadang diberi predikat gitaris ada enaknya dan ada dinilai cenderung destruktif/anarkis? namun menjaga konsistensi, kesatuan, visi, misi, dan friendshipnya nggak enaknya. Nggak enaknya setiap orang yang mengajak kenalan selalu Mungkin opini itu terbentuk karena peran dari kita-kita itu yang sangat sulit. Penting untuk diperhatikan bahwa komunitas mengira saya ini instruktur gitar seperti Andy Owen hanya karena mereka juga sempat mencoreng nama komunitas bawah tanah offline dan online itu merupakan 2 bentuk komunitas yang berbeda mengenal saya sebagai staff Gitaris.com. Biasanya mereka sering tanya-tanya akibat tewasnya sejumlah penonton waktu nonton konser soal ini dan itu, padahal saya gak ngerti banyak hahaha. Enaknya mungkin di Bandung tahun lalu. Ya mudah-mudahan dengan naiknya sekali, baik pengelolaan, aktivitas, dan lain sebagainya, oleh karena itu wajar bila kedepannya banyak sistem pengelolaan dan aktivitas karena predikat gitaris itu lalu saya bisa dapat endorsement dari produsen sejumlah band metal yang personelnya imut-imut seperti gitar sekaliber Cort untuk menggunakan produk gitar Cort Evl-K6 dan Acc15F Vendetta (band milik Prisa Adinda, red) bisa mereduksi state- yang berbeda antara keduanya. Mudah-mudahan komunitas ini bisa maju terus. [hate] nya.  ment miring seperti itu. Sejauh mana Yngwie Malmsteen mempengaruhi style permainan anda? Wah, sejauh mana ya? Mungkin dalam hal pemilihan nada ya? Biasanya gitaris rock itu kalau main melodi gak jauh-jauh dari pentatonic atau apapun yang terdengar blues. Bill Leverty dan Tak Matsumoto sering sekali bisa lepas dari itu. Mungkin itu yang paling mempengaruhi saya. Tapi harus diakui, susah banget.


WELCOME TO OUR CROWD

PANJANG UMUR PARA PEMBANGKANG JUNE 13, DELIGHT CAFE, KEMANG, JAKARTA OUR VERY FIRST ANNIVERSARY PARTY, YEAH LIL’ FEST TO START FADLI MORON MELAPORKANNYA UNTUK KITA


WELCOME TO OUR CROWD

L

et’s fuckin start, sambil nunggu waktu kuliah (gaya amat yah gw), masih di posisi yang sama dari jam 7.30 pagi tadi, gw coba mengingat saat-saat indah sekali pisan, berkumpul bersama pembangkangpembangkang. Oke sebelum gw masuk ke hari bersejarah itu, gw coba kilas balik dulu. Dimulai dengan gath kecil di rumahnya om Agung Rebel di bilangan bekasi pada 29 maret kemaren dalam rangka memperingati hari jadi pertama TUC yang sebenarnya jatuh pada 28 maret. Kita sepakat harus membuat acara kecil-kecilan dengan panitia kecil-kecilan dan juga dana yang seminimminimnya.

Lagi-lagi di tiga hari menuju hari bersejarah masalah timbul lagi, ternyata TUC All Star yang direncanakan untuk mengisi acara belum terbentuk, dimulai dari hari rabu, mbak U’ul Ugly dan gw mencoba menyusun formasi siap tempur buat menghajar dan memporak-porandakan gath, dan lagi terbentur masalah waktu buat latihan bareng. Segala rencana disiapkan sampai rencana paling sadis yaitu berupa gerakan bolos massal supaya bisa latihan (walaupun akhirnya rencana ini batal dilakukan), dikarenakan keterbatasan waktu dan skill tentunya maka dengan berat hati karena tidak sanggup menanggung nama maka TUC All Star terpaksa diganti dengan TUC Rising Star, hahahahha.

Setelah mengalami beberapa kali pemunduran tanggal maka acara dipastikan diadakan pada tanggal 13 Juni 2009, dan pada akhir-akhir sempat ragu lagi, karena ternyata bertabrakan dengan jadwal Jakarta Metal Fest (yang pada akhirnya acara ini dibatalkan). Tapi kita tetep kukuh ini acara harus tetap jalan. Bukan itu aja, sampai beberapa minggu sebelum acara kita juga masih terhambat masalah dana, sampai gw sama Fahmi Benyegh sepakat untuk menggunakan uang kas, yeah tapi akhirnya dana yang terkumpul cukup untuk memenuhi anggaran belanja gathering.

Jumat malem sekitar jam 10an setelah selesai latihan buat acara besoknya, gw sama Annas Hellblazer menelusuri jalan-jalan Jakarta menuju stasiun Gambir. Setelah menunggu sebentar dan sedikit nyasar-nyasar (karena gw ma Annas nunggunya dipintu keberangkatan, hahahaha) akhirnya ketemu juga sama salah satu sesepuh TUC, yup mas Andria H8red baru aja nyampek setelah menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam dari Tegal. Perjalanan selanjutnya menuju kost-an gw, dan udah disambut dengan tarian hula-hula dari Adi Trofae dan pastinya pecel lele (hahaha, thanks bro).

POLTAK OKTAVIANUS SIMANJUNTAK, RADEN ANDRIANA DAN BANG OLAP, TESTIMONI..

Besok paginya Annas udah cabut balik, dengan alasan mo ke salon Hadisuwarno dulu, biar waktu gath kelihatan lebih kinclong.

TIUP LILIN, HAPPY BIRTHDAY TO US!!! Jam 10an kostan gw didatangin orang gila ga jelas, sebut saja Olap Nyphent, hahaha. Setelah sempet dirampok koleksi lagunya, mas Andria berangkat ke pancoran untuk menjalin tali kasih dengan kawan seperjuangan di dunia permetalan yang sudah 10 tahun lebih tidak bersua. Sekitar jam 1an gw ma Olap berangkat ke tol Kebon Jeruk, menjeput dukun ajaib Ayip Pmdm Klaparan yang katanya lupa jalan ke kostan gw. Ternyata eh ternyata, Jakarta hari sabtu juga macetnya mampus dan juga dikarenakan informasi tempat yang menyesatkan, jam 3 lewat dikit kita (gw, Adi, Olap & Ayip) baru nyampek di Delight. Ternyata udah rame, untung aja kita bawa backdrop dan sticker oleh-oleh dari Serang (thanks bro) kalo ga udah dilempar pake drum.

Jam 4 kurang acara dimulai, diawali dengan pembukaan dari mas Andria H8red, dan sedikit testimoni dari anak-anak TUC yang datang, dan juga perwakilan dari kawan-kawan SUCx. Dilanjutkan pemutaran video amatiran busuk (hahahaha), yang menceritakan tentang perjalanan TUC dari awal, sampai saat kita harus kehilangan salah seorang saudara, kawan, dan sahabat kita (sayang sekali kau tidak ada bersama kami kawan, semoga kau melihatnya dan tersenyum di sana kawan). Dilanjutkan pemotongan kue ulang tahun yang penuh konspirasi busuk yang ternyata mengorbankan seorang yang siap menjadi sasaran empuk lemparan ganas dan biadab anak-anak TUC (thanks bro, perjalanan mu dari Rantau Prapat sana ga sia-sia). Dilanjutkan dengan band

perform pertama dari our new blood, yeah Black Jack, band dari kawan-kawan SUCx yang sangat menggebrak untuk membuka acara ini, dengan permainan yang apik dan skill yang mumpuni mereka menghajar telinga dengan membawakan lagu-lagu dari Koil dan pastinya Metallica. Melihat semangat membara mereka kita semua optimis kalau TUC tidak akan mati dengan adanya generasi penerus seperti mereka ini, hajar terus kawan. Ditengah permainan Black Jack salah seorang personel TUC Dhani Blues yang baru aja mendarat dari Pekanbaru, Riau tiba di Delight dan yang lebih mengejutkan lagi adalah surprise yang sangat membuat anak-anak TUC tersenyum gembira, mas Chresno yang jauh-jauh dari Makassar secara mendadak datang ke acara gath, yeah!!!!


WELCOME TO OUR CROWD Acara didinginkan sejenak dengan penadah ludah yang sebenarnya juga panas dari Ayip Pmdm Klprn. Diiringi musik hasil mixing sendiri, dukun TUC ini mulai membakar ruangan dan membuat semua orang terfokus mendengarkan kata demi kita yang dengan lantang keluar disertai ludah-ludah pembangkangan, penadah ludah ini ditutup dengan aksi menutup mata dengan kain putih bertuliskan NWO, mencoba untuk menyadarkan semua orang dengan New World Order project.

Acara dilanjut dengan isoma, pas anak-anak lagi asik menikmati santapan malam, seorang makhluk misterius bin ajaib yang bernama Awang muncul dengan membawa keluarganya, walaupun cuma sebentar tapi kehadiranmu sangat berarti, halah. Gilran TUC Rising Star menghancurkan telinga (yang ini benar-benar menghancurkan), dengan modal berdoa supaya ga dilempar kursi, TUC Rising Star yang terdiri dari Gigih Monodh (drum), Herwin Herdist (gitar), Uly Ugly (vokal), Galih Bedebah Kematian Begundal Arsenal (bass), Fahmi Benyegh (vokal)

dan Fadli Moron (gitar) mencoba memporak-porandakan Delight dengan lagu-lagu Green Day dan Superman Is Dead. Giliran Dhani Blues mencoba membuat kita kesurupan dengan lengkingan gitar yang benar-benar membuat semua orang nyaris kesurupan, sedikit menggesekkan senar gitar ke stand mic (yeahh), sayang stand mic-nya ga bisa berdiri tegak. Suasan semakin panas dengan naiknya Catastrophe, band death metal Jakarta. Moshpit terlihat sangat panas, pogo, saling bertabrakan, bahkan body surfing memanaskan tempat yang memang panas.

Sementara di belakang sana para senior mencoba menikmati dengan cara mereka masing-masing. Bang Herwin Herdist dan mbak Uly Ugly berdiskusi mengenai sound-sound yang muncul sambil sesekali tersenyum melihat tingkah laku anak-anak yang lagi asik bermoshing ria, ga jauh beda di pojok belakang, mas Andria H8red dan mas Chresno berdiskusi juga tentang sound yang keluar sambil sedikit diselingi dengan gaya permainan band-band yang sedang perform, sekali-sekali mas Andriana ikut menimpali sambil melihat video di hape hasil rekamannya

TUC RISING STARS, FADLI MORON (GITAR), FAHMI (VOKAL), GIGIH (DRUM), MBAK ULY (VOKAL), OM HERDIST (GITAR) DAN GALIH (BASS), SAMA DENGAN GREEN DAY DITAMBAH SUPERMAN IS DEAD!

tadi, mas Sapto Nightwing duduk sambil menggoyanggoyangkan kaki dan berheadbanging kecil mengikuti beat drum dan sekali-kali juga ikut berdiskusi.

Social Black Yelling kembali memacu adrenaline, dengan garang memporak-porandakan Delight dengan membawakan lagu-lagu mereka sendiri dan lagu Metallica. Moshpit terlihat memanas kembali, Abram Mordor terlihat asik ber-bodysurfing, Ayip Pmdm Klprn sempat stage dive dari atas kursi, Olap Nyphent terlihat semakin menggila, Annas Hellblazer nekat tanpa sandal, Poltak Kidswithgun mencoba memporak-porandakan moshpit dengan tubuhnya yang lumayan besar, Adi Trofae bingung nyari sudut yang bagus buat moto sambil headbanging, Galih Bedebah, Medy Severson dan Adam Pomparlin yang duduk sambil headbanging kecil. Semuanya terlihat kelelahan, maka sambil menunggu band selanjutnya, berhubung Mas Chresno dan Dhani Blues belum memberikan testimoni, maka acara dilanjutkan dengan testimonial, kemudian kuis berhadiah dari mas Andria H8red, Fahmi Benyegh dan Andriana adalah dua orang yang beruntung.

Selanjutnya giliran band asal kota kembang Kaguhira membakar Delight CafĂŠ dengan membawakan lagu mereka sendiri, Afid dan Dedy Bloody mulai memanas, sementara yang lain semakin memanas dan sempat terjadi headbangin massal dan beberapa kali body surfing. After All Over didaulat sebagai penutup acara, sukses membawa emosi semua orang yang ada disitu, walaupun sudah kelihatan lelah tapi headbangin, moshing dan bodysurfing terus berlanjut mengikuti hentakan musik. Semua orang ga ada yang mau melewatkan penampilan band ketua TUC ini, semuanya merapat ke arah stage. Dengan permainan yang bersih dan cepat penampilan After All Over pantas diacungin jempol, two tumbs up. Akhirnya sekitar jam 10an lewat, acara ditutup langsung oleh mas Agung Rebel sebagai ketua TUC dan diakhiri dengan foto bersama. Yeah cukup melelahkan tapi secara keseluruhan gw yakin semua yang datang pasti puas dengan acara ini. Semoga next bisa lebih bagus dan lebih besar lagi. PANJANG UMUR PARA PEMBANGKANG !!!!!!!! Thanks berat buat semua yang udah terlibat di acara ini, semua anggota TUC terutama kawan-kawan luar Jakarta yang meluangkan waktunya untuk datang ke acara ini, semua band, kawan-kawan SUCx dan DoF, thanks a lot, cheers. FOTO LAINNYA SILAHKAN LIHAT DI BAGIAN GALERI


WELCOME TO OUR CROWD

ANDRIA SONHEDI

OLAP LINDEI DAMANIK

ULY UGLY

DHANI BLUES

HERWIN SIREGAR

ADI LESMANA

“Terima kasih untuk sambutan teman-teman di Jakarta, lain waktu semoga bisa ketemu lagi (ini yang rada sulit). Bagaikan mengumpulkan kembali tulang-belulang keluarga, walau belum utuh tapi semoga waktu yang akan datang bisa tambah banyak yang datang. Terima kasih pada para panitia kecil yang telah mempersiapkan segalanya dengan segenap tenaga.”

“Hai all, cuma ingin bilang kalo aku senang sekali bisa ikutan 1st anniversary TUC, dengan sedikit surprise jadi korban konspirasi manusiamanusia pembangkang!!! Dan tak masalah jika itu bisa membuat kita bergembira bersama. Thanks buat semua kebersamaan, buat yang jahil-jahil, buat yang gila-gila!! Kalian adalah keluargaku, itu yang kuingin kalian tau!!!”

“Mantep! Top Markotop! Gak nyangka ternyata bisa jadi banyak juga yang dateng, terutama buat temen-temen yang bela-belain datang dari jauh ke Jakarta Gw sebenernya terharu banget, makasih ya udah pada datengg. Sayang ada sebagian yang gak sempet ngikutin acara dari awal, padahal serunya ya dengerin testimoni tementemen semua dan ada pemutaran film tentang kegiatan TUC selama 1 tahun (kalo bisa di upload juga deh). Usul gw, perayaan ultah TUC dijadiin kegiatan rutin tahunan aja yang sekaligus gath nasional. Bentuknya mo kayak apa aja terserah. Bisa pensi anakanak TUC, atau metal fest, atau outbond! Pokoknya dalam rangka ultah TUC sekaligus gath nasional. Nah karena udah pasti digelar so panitianya dari jauh hari udah bisa merencanakan yang lebih bagus lagi, dan kalo bisa ada penggalangan dana juga, gimana?”

“Great moment, fuckin’ great moment! Walaupun mungkin terbatas pada tempat dan waktu tapi acaranya bener-bener hebat. Gw baru masuk kantor hari ini dan baru buka email hari ini juga. Foto-fotonya keren, gak ada videonya yah? Kemaren saya sempet rekam pake hape tapi data-datanya pada hilang semua. Bandnya keren-keren, walaupun sebagian besar gw gak ngerti (kecuali yang bawain “Master of Puppet” dan “Tornado of Soul”) tapi gw salut deh, apalagi bandnya Sucx, lead guitarnya keren. Kapan nih ngumpul lagi? Acara kemaren asik banget, walaupun mungkin masih banyak kekurangan tapi sumpah asik banget, you’re fuckin’ great dudes!! Sorry i’m not talkin’ too much kemaren, soalnya ya gw emang kek gitu, hehehhe. Dan sekali lagi sori klo solo gak jelas 5 menit yang gw sajikan bikin sakit kuping, hehehe maklum dadakan, dan next gathering gw mudah-mudahan datang lagi deh.”

“Acara yang bagus, very good start! Salut buat rekan-rekan yang sudah kerja keras buat terlaksananya acara tersebut, juga buat para member outside Jakarta yang menyempatkan diri hadir, even few came from overseas!!! Cuma rapimnas penerimaan pajak yang bisa mengalahkannya!!! Fahmi, for venue. Moron, excellent documentary film. Mbak Uly, it’s really nice cake!!! Arif Pemadam (the Pandeglang man), umbul-umbulnya mantap, terutama tengkoraknya itu lho! Semua band pengisi acara, semua kita lah. Tanpa kehadiran para TUC-er nggak akan sukses acaranya. Next time, kalo bisa yang ngisi acara diutamakan para member ya! Sebelum kita ngomongin buat next event, buat short term ini yang penting gimana biar forum ini tambah rame lagi, coveragenya semakin luas, ato kali aja beberapa wilayah nusantara kali ada yang belum tau komunitas ini, juga perlu dipikirkan program ekstensifikasi, instead of intensifikasi!! Ok!!”

“Pertama, selamat ulang tahun untuk TUC yang pertama, mudah-mudahan komunitas ini bukan hanya bisa berbicara di DJP saja tapi bisa memajukan musik Indonesia, alaaaahhh dah kaya Panasonic Award aja. Dibayar sama kue tart dan musik dari kawan sendiri itu udah cukup memuaskan. Benar seperti yang dikatakan Pak Andria, acara kemarin bagai mengumpulkan tulang-belulang keluarga. Tak terasa sudah setahun, ketika kami berkumpul di daerah Blok M. Gw merasa sangat senang, ini adalah awal yang bisa diharapkan, dengan kehadiran orang-orang yang mempunyai keinginan dan kecintaan yang sama pula akan musik. Akhirnya acara gathering nasional sekaligus perayaan 1 tahun TUC ini bisa berjalan dengan baik, walau pada awalnya ada rasa pesimis akan acara ini tapi akhirnya semua bisa berjalan dengan cukup lancar. Ditunggu ide dan acara selanjutnya. Jangan pernah mengalah dengan pandangan orang lain!!!”

KOMEN, KESAN TEMAN-TEMAN SETELAH ITU.....


WELCOME TO OUR CROWD

PROGRESS, PAIN AND HOPES oleh Gigih Santra Wirawan

HARAPAN SAYA ADALAH MAKIN BANYAK TEMEN-TEMEN BERJIWA MUDA BAIK YANG LAMA MAUPUN YANG BARU YANG MAU MEMBERIKAN SESUATU UNTUK KEBAIKAN TUC. PARA SENIOR JUGA SANGAT DIBUTUHKAN OLEH TUC DENGAN NASEHAT, PENGALAMAN, MASUKAN...

Happy 1st anniversary TUC !!!!! Sebenarnya momennya kurang pas karena ultahnya sudah lewat 3 bulan ke belakang hehe. Dan juga sebenarnya TUC sendiri umurnya lebih dari 1 tahun karena TUC sudah ada dari tahun 2005, cuma saat itu jumlah anggota, forum dan frekuensi komunikasi masih kembang kempis. TUC baru mulai kuat taun 2007 setelah adanya forum Djapra di portal KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga dengan perantara Uchi, mas Fajar dan Afid Udjo. Setelah TUC punya forum yang tampilannya bagus, forumnya tertata rapi, dan aksesnya lumayan gampang maka pengunjung 10.4.14.215/forum pun meningkat drastis, dampaknya semakin banyak pegawai DJP yang mengenal apa itu TUC. Setelah TUC lumayan dikenal ada efek positif dan efek negatif, efek negatif contohnya sempat ada sedikit ketegangan antara member TUC dengan member forum Islami DSH Net meskipun sebenarnya cuma salah paham, tapi sisi positifnya adalah jumlah anggota TUC semakin bertambah dan persaudaraannya sangat kuat. Dari situlah TUC mulai menunjukkan aktivitas nyata di dunia permusikan khususnya di DJP, dan 28 Maret 2008 jadi saat pertama kali para anggota TUC berkumpul dengan jumlah yang cukup banyak. Hari jumat itu diadakanlah kumpul-kumpul atau gathering anggota TUC untuk pertama kali yang diikuti belasan anggota TUC Jabotabek dan studio musik CK di daerah Bendungan Hilir Jakarta Selatan dipilih sebagai tempat pertemuan. Setelah sekitar 2 jam ngejam di studio, anak-anak TUC melanjutkan kegiatan dengan makan-makan dan ngobrol di daerah Melawai. Di tempat itulah teman-teman TUC berinisiatif untuk lebih membesarkan nama TUC, untuk itulah harus dibentuk kepengurusan dalam rangka pengefektifan kerja TUC. Selain susunan pengurus, malam itu juga disepakati program kerja jangka pendek dan juga penetapan hari itu sebagai hari jadi TUC.

Selama setahun terakhir, banyak hal yang terjadi di TUC. Pertama, hilangnya forum karena kebijakan DJP yang mengharuskan portal kantor digunakan untuk urusan dinas, setelah itu jalur komunikasi dilanjutkan melalui mailing list email pajak. Kedua, hilangnya salah satu saudara, sahabat dan pendekar musik TUC, bro Ammar Ihsan karena kecelakaan. Luka itu meninggalkan kesedihan yang mendalam di dada teman-teman TUC dan rekan-rekan DJP yang ditinggalkan. Ketiga, dibuatnya forum TUC di website internet, tapi ternyata cuma ramai sekitar sebulan. Keempat, terbitnya majalah digital TUCZINE yang dikerjakan oleh tim kreatif TUC yang dipimpin Dede Hate. Banyak progres yang telah dicapai dalam perjalanan TUC setahun ini. Salah satunya merchandise, semua anggota TUC sudah mendapat kaos eksklusif TUC berwarna hitam dan stiker TUC hasil karya kreatif anak-anak TUC sendiri. Lalu nonton konser musik bersama yang dilakukan hampir setiap ada band underground yang tampil di Indonesia. Yang paling heboh tentu saja konser kedua Avenged Sevenfold di Indonesia yang dihadiri 25 anak TUC, konser Lamb of God juga dihadiri beberapa temen TUC dari luar Jakarta. TUC juga berpartisipasi dalam acara sosial donor darah yang digelar oleh pihak lain di Kuningan, Jakarta Selatan. Ke depannya tentu diharapkan TUC akan semakin baik. Semoga TUCZINE bisa lebih sukses, mungkin bisa cetak hardcopy atau bisa juga diedarkan ke luar TUC. Siapa tahu dalam setahun kedepan TUC punya www. taxundergroundcommunity.co.id yang serame www.facebook.com/fessyalwi. Target jangka menengah TUC adalah memperbanyak anggota dan teman, memperkuat persaudaraan, termasuk juga menghubungi teman-teman di forum TUC lama.

Target jangka panjangnya memperkuat organisasi, makin sering melakukan kegiatan seperti gathering, nonton konser, membuat acara sendiri, dll. Selain itu perlu juga direncanakan regenerasi anggota TUC dengan ekstensifikasi darah-darah muda dan segar di DJP. Sedangkan target jangka panjang sekali adalah memajukan musik underground di tanah air, realisasinya mungkin dengan membuat studio musik khusus musik underground, atau membuat distro dan percetakan kaos underground, membuka toko musik underground, atau bahkan membuat record label sendiri khusus musik nonmainstream. Dari sekian banyak rencana ke depan diatas, sangat diperlukan anak-anak muda TUC yang aktif dan kreatif seperti Dede, Fadli, Arief dll. Harapan saya adalah makin banyak tementemen berjiwa muda baik yang lama maupun yang baru yang mau memberikan sesuatu untuk kebaikan TUC. Para senior juga sangat dibutuhkan oleh TUC dengan nasehat, pengalaman, masukan dan lain sebagainya. Saya baru sadar kalau ternyata hidup berkeluarga bisa sangat mengurangi aktivitas lain termasuk juga untuk urusan musik, oleh karena itu saya mengharapkan teman-teman yang belum berkeluarga untuk lebih aktif bergerak. 2 Tahun yang lalu sebelum berkeluarga, saya bisa belajar main gitar setiap malam, latihan di studio band hari sabtu lalu hari minggunya browsing seharian mencari hal-hal tentang musik metal. Sekarang, untuk hal yang penting seperti acara ulang tahun TUC, saya hanya punya waktu 1 hari dalam sebulan untuk persiapan latihan musik di studio. Cukup sekian, terima kasih. Maju terus TUC !!!!!


WELCOME TO OUR CROWD

OTOKRITIK SETAHUN TUC oleh Dede Hate

Meskipun sedikit mengganjal karena gw sepaham sama Gigih bahwa sebenernya komunitas hebat ini sudah eksis sejak 2005 dan mestinya sudah memasuki usia lucu-lucunya yang keempat tahun. Tapi ada benernya juga kalo mempertimbangkan situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan bahwa sampai dengan akhir 2007 jaringan kita terputus yang hampir secara otomatis membuat TUC mati suri, dan baru pada awal 2008 kembali regroup berkat kerja hebat dua orang yang kalo gw bilang adalah dua orang paling berjasa di era ini; mbak Uchi Lunatic dan mas Fajar. Dari situlah TUC yang sekarang bermula, a new beginning dan puncaknya adalah sebuah gathering bersejarah pada 28 Maret 2008 yang menghasilkan konsensus penting; berdirinya TUC sebagai sebuah organisasi utuh lengkap dengan susunan kepengurusan, rencana-rencana jangka pendek, menengah dan panjang serta penetapan hari itu sebagai hari lahir TUC. Setelah itu semua akhirnya gw merasa cocok kalo tiap tanggal 28 Maret mesti diperingati sebagai hari lahir TUC sedunia, raise up your attitude, hang up your attribute, coz’ the beast is reborn. Well, dunno sebenernya gw nulis ini karena lagi boring aja jam 2 pagi ngerjain zine dan mampet, gak tau mo bikin apa lagi dan terus dihantui bahwa besok hari rabu masih hari kerja, musti bangun pagi biar gak dapet potongan dan bahwa besok musti menyelesaikan perekaman spt tahunan 21 yang sebenernya sudah lewat 10 hari dari tenggat terakhir yang diwanti-wanti orang-orang hebat di kanwil, tenang aja bos, udah 98 %. Tapi yang paling parah adalah bahwa saat ini rokok sudah tandas dan hey, kopi ini pahit banget bunda! Fyuuhh jadi kemana-mana deh gw mengeluh mendesah padahal sebenernya cuma pengen ngucapin “Happy fuckin 1st anniversary brothers and sisters! Mohon maaf lahir bathin! It’s our moment to keep move on”.

image by jennyrodriguez.deviantart.com

Oh sebenernya bukan itu yang mau gw curhat karena kita semua sudah tau dan hapal mati segala cerita heroik tentang hari-hari itu. Bahwa setahun belakangan ini ada banyak sekali kemajuan yang telah dicapai seperti telah dijabarkan Gigih di depan yang oleh bro Hijrah katanya tidak pernah dibayangkan sebelumnya akan bisa tercapai, memang benar. Ibaratnya tentara (bener gak nih analoginya?), sampai dengan akhir 2007 itu kita tiarap dan sejak reborn kita berdiri dan berlari kencang banget. But gw kok merasa kita lari terlalu kencang sampai kehabisan tenaga dan belakangan ini malah bisa dibilang tidak produktif dan stagnan? Maksud loh? I mean setelah berapi-api penuh semangat dengan segala rencana dan wacana tapi akhirnya malah bias dan tidak menghasilkan apa-apa.

Gw sebut contoh, kita sempat membicarakan masalah batik dan bahkan sudah sampai tahap tender desain tapi mana follow up-nya? Waktu itu kita juga sudah bersepakat untuk menghidupkan kembali forum internet yang dengan susah payah dibikin om Sapto, but what? Sempat rame sekitar sebulan kemudian sepi lagi. (Well, yang ini sih udah berjalan lagi, hehe) Tapi yang paling merisaukan gw adalah masalah asasi komunitas ini, kita sudah jarang sekali bertukar pikiran dan berbagi pengetahuan tentang isu-isu musik underground; sejarah genre, scene, band, album, teknik bermain musik dst. Itulah dulu yang membuat gw enjoy bergabung disini, membuka wawasan dan sangat menambah ilmu pengetahuan per-underground-an. Gw menemukan banyak sekali hal bermanfaat dan tak ternilai. Makanya gw seneng banget masih ada pak Andria yang rajin posting berita-berita terbaru. Yup, memang tidak sepenuhnya bener, kita masih sering mendiskusikan beberapa hal berbobot tentang musik, tapi apa yang gw rasakan adalah milis kita belakangan ini terlalu banyak didominasi percakapan yang bisa melemahkan keyakian underground kita. Seinget gw TUC aslinya adalah komunitas musik, tapi semakin kesini kok makin campur aduk dengan isu-isu lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan musik? Gw sepenuhnya sadar bahwa apa yang akan gw sebutkan nanti tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari kita, kita membutuhkannya dan bahwa itu meskipun tidak berhubungan dengan musik tapi masih tetap ada manfaat yang bisa kita ambil, but kalo sudah mendominasi dan malah menjadi bahasan utama sampai menyingkirkan hal-hal yang sebetulnya lebih esensi untuk sebuah komunitas musik, apakah itu tidak keluar jalur? Kita terlalu banyak mebicarakan sepakbola, ini terutama oleh Gigih nih, gw sebut nama aja ya biar merasa, hihihihi no offense yo.

Terlalu dipusingkan dengan isu-isu sospolitainment di tv. Terlalu bersemangat ngemengin uzbek dan hayam wuruk, ini terutama Beni. Terlalu banyak mengolok-olok bang Olap yang sepertinya memang sangat menikmati kalo diolok-olok, ini terutama oleh Gigih, Fahmi, Fadli, Ayip, Arad, Beni, Syaecho dan mbak Uly. Dan banyak lagi bahasan tidak urgen lainnya. I know sampai disini sementara banyak yang bertanya-tanya, lah nama lw kok ga disebutin De? Lw kan otaknya semua kekacauan itu? Hehehe lah kan gw yang nulis bos, hihi. Ok hmmm, atau gw aja yang merasa seperti itu karena terlalu bersemangat? Gw kadang-kadang mikir, sepertinya gw terlalu serius tentang TUC things ini. Pikiran itu sering membawa gw pada kesimpulan bahwa TUC ini hanyalah talking shit in cyber world, tidak nyata dan bahwa bagi temanteman, TUC ini hanyalah secuil kecil dari bagian kehidupan mereka yang lebih besar dan kompleks, dan bahwa TUC ini not really mean anything to them. Hey De’, wake up! This is the real world; alket, spt dan bayar utang, heheh. Yup, gw kadangkadang mikir gitu. Hahay temen-temen ga usah mikirin kalimat-kalimat ga bermutu ini, nevermind bros, i always love you all. Lakukan apa yang selalu kita lakukan dan biarkan saja komunitas ini mengalir dengan sendirinya. Ini hanyalah coret-coretan penambah jumlah halaman, hihihihi. Poinnya adalah kembali fokus pada hal-hal yang semestinya, kembali ke khittah kalo seperti istilah ormas-ormas itu. Dan acara 1st anniversary fest inilah momen yang paling cocok untuk itu. Gw mo ngucapin selamat buat acaranya dan terutama buat panitia, Fahmi, Fadli, Ayip, Adi Lesmana dll atas kerja keras mereka merealisasikan sejarah besar ini, very well done motherfuckers! Arghhhhhh hell seandainya aja gw bisa ikut! We never knew, we never knew what was waiting, but i won’t give up.


CHICKS

DUA CEWE KANTORAN TENTANG UG

U

nderground, hmmmm apa sih itu underground?? Orang-orang tau bahwa arti dari kata underground itu bawah tanah. Tapi menurut kacamata saya yang sesuai saya baca di forum internet atau di berbagai artikel (sengaja baca dulu untuk referensi buat tulisan ini hahaha) underground itu merupakan suatu komunitas yang mengikrarkan dirinya anti kemapanan, memperjuangkan kebebasan berekspresi dan kebebasan pendapat. Tapi, kenyataannya gak kayak gitu banget sih, memang tergantung para personnil dari komunitas itu. Ada yang cuma terkadang hanya gayanya aja melalui penampilan yang seremserem yang sengaja cuma bikin takut orang-orang disekitarnya yang tujuannya luntang-lantung gak jelas!! Jatuh-jatuhnya cuma mabok-mabokan atau narkoba, sisi yang ini nih yang bikin jelek arti underground di mata para orang tua pada umumnya.

Tapi ada sisi bagusnya juga kok, ada yang berpenampilan seram tapi hatinya baik, mereka hanya berpakaian seperti itu untuk mengungkapkan salah satu kebebasan berekspresi mereka, sah-sah aja kan kayak gini, rite?? Nah kalo dari lagu-lagu underground, saya dengerin kok beberapa ada yang keren. Ngedengerinnya itu bikin semangat dan menambah keberanian untuk galak sama orang yang mengganggu hahahaha (ini yang saya alamin sendiri loh, terbukti!!).

LENI, JAKARTA [everose181082.blogspot.com]

Tapi ada juga lagu-lagunya yang menurut saya yang kurang jelas di telinga. Hmmm bukan kuping saya yang bermasalah loh, tapi emang lirik lagu yang dibawakan sambil teriak-teriak dengan musik yang keras agak susah dicerna masuk, kata salah satu temen saya mah mesti sambil bawa teks lagunya biar tau tuh orang lagi nyanyi apa hahaha. Jadi kesimpulannya apa pun itu, underground apa bukan, semua tergantung dari diri masing-masing personilnya mau dibawa ke arah mana, rite???

K

lo menurut aku sich secara orang awam yang sedikit so tau heheh, hanya bisa ngeliat dan nyimpulin dari prespektif umumnya aja. Secara etimologis underground artinya di bawah tanah. Sedangkan underground sebagai genre musik berarti musik yang ga biasa atau ga umum, yang ngangkat sisi gelap manusia dan kehidupannya secara radikal baik mengenai kematian, politik ataupun keputusasaan yang biasanya berisi cacian, makian, teriakan dan isu-isu pemberontakan atau pembangkangan terhadap sesuatu. Klo diliat dari segi penampilan, aliran ini memiliki ciri khas yang unik, mulai dari pakaian yang didominasi warna hitam dan aksesoris logam dan ga ketinggalan tindikan dan tato, juga make up dan gaya rambut yang ga biasa. Kayaknya warna hitam ini udah jadi trademark-nya dan ngerepresent underground-nya itu sendiri, dah bisa kebaca kan dari warnanya aja ?!?! Di pikiran aku masih jadi tanda tanya, apa orang yang beraliran musik underground ini memiliki kehidupan yang sama seperti aliran musiknya, keras dan radikal??

NELI, BANDUNG [lynbathory.blogspot.com]


BAND BERBAHAYA

ANTIPOP

A

walnya band asal Bali ini hanyalah band proyekan yang memainkan crust sampai hardcore punk dibentuk pada 2001 dan beberapa kali gonta-ganti personil. Baru pada pertengahan 2002 muncul inisiatif untuk serius dengan masuknya beberapa personil dan arah bermusik baru; grindcore. Sejak saat itu band yang secara musikal terpengaruh oleh Brujeria, Napalam Death, Carscass, Gorefest, Death, Agatochles, Entombed, Suffocation, Kreator, Cannibal Corpse, Godflesh serta Brutalitiy ini telah merilis demo “Antipop Grindcore” (2005), mini album “Abortus Syndromes” (2007) dan full length “Freedoms In Papua” (2008). Memang bukan band grindcore pertama di Bali, tapi band yang tergabung dalam Grindcore Militia Bali ini adalah salah satu yang paling vokal meneriakkan ketidak-adilan dan ketimpangan sosial. Bagi Antipop, grindcore adalah perlawanan. Hebatnya, itu mereka tunjukkan tidak hanya lewat lirik lagu saja, tapi ikut aktif dalam pergerakan politik dan budaya di Bali dengan aksi turun ke jalan menyerukan aspirasi pemuda dan masyarakat Bali. Mungkin karena itu juga beberapa kalangan menganggap band ini subversif. Soal nama, kata Antipop diambil dari buku tebal berjudul “Life Style Ecstasy” dan dipakai untuk menamai sebuah perlawanan terhadap pop culture atau budaya mainstream yang ada di kalangan masyarakat urban sebagai budaya ikut-ikutan, dan sebagai sebuah simbol kecil atas perlawanan sebagai kaum minoritas atas banyaknya dampak negatif yang dihasilkan dan ditularkan ke masyarakat luas dengan cara tidak langsung melalui media yang bersifat massal yang mengkampanyekan diantaranya gaya hidup bebas dan konsumerisme. Mantap! LINE UP : SORROW [GITAR] KUZKUZ [GITAR] DODIK [BASS] AGUS [DRUM] BEBEK [VOKAL] MYSPACE.COM/ANTIPOPBALI


BAND BERBAHAYA

DELAYED DESIRE

M

ungkin sudah banyak diluar sana, tapi di Indonesia band yang memainkan genre seperti ini masih jarang sampai akhirnya Delayed Desire menampar dengan apa yang mereka sebut “Dancukgrind Abrakadabra” alias “Nintendo Grindcore”. Duo asal Surabaya ini hadir dengan perpaduan judul lagu vulgar tanpa mikir ala Anal Cunt, bebunyian cyber elektronik seperti Meinhoff, Atari Teenage Riot, The DEP sampai The Locust dan bunyi 8bit Mario Bros! Delayed Desire awalnya hanya sebuah keisengan dari seorang Phleg (Loop, Synth, Scream) pada awal tahun 2006. Keinginannya membentuk band goregrind sekelas Gorerotted terhalang kekurangan personil yang sepadan dan setaraf dengan ketampanannya. Jadilah dia iseng-iseng bikin pattern di Fruity Loops. Awalnya hanya bass dan drum saja, kemudian ditambah unsur-unsur digital sampai akhirnya pada awal 2007 dimasukkanlah bebunyian 8bit seperti pada game-game Nintendo. Merasa butuh bantuan, Phleg tidak habis pikir untuk memasang iklan jitu di sebuah koran ternama mencari sebuah growler, dan bergabunglah Redisauruss. Pada 2007 itu pula Phleg dan Redisaruss dibantu perangkat komputer akhirnya merilis album pertama “Nintendo Grindcore Is Cummin’” berisi 7 trek secara DIY melalui internet yang cukup ampuh menggugah selera pemirsa. Pada 2008 album kedua “Genital To Genital Connection” dirilis, berisi 11 trek dengan komposisi 8bit yang makin menjadi-jadi plus sebuah cover Motorhead, “The Ace of Spades” sebagai bonus track. Tahun 2009 ini Delayed Desire merilis album kompilasi “Balada Titit Dan Silit” via Yes No Wave berisi lagu-lagu dari album pertama dan kedua plus tiga lagu dari demo awal. Sayang banget kabar terakhir menyebutkan band gokil ini sedang vakum dan diambang kebubaran!

LINE UP : PHLEG [LOOP & SYNTH PROGRAMMER] REDISAURUSS [GROWL & SCREAM] MYSPACE.COM/DICIPOKNOGO


BAND BERBAHAYA

CARAVAN OF ANACONDA Halo bro apa kabar? Siapa nih yang jawab interview? halo halo, hmmm mungkin keadaan kurang baik nih bro, gara-gara lagi bokek sehingga segala keinginan apa yang kita ingin dapatkan jadi rada-rada terbungkam hahaha. Nih yang jawab pemain bassnya a.k.a xIyusx hoho. Ok, pertanyaan membosankan, siapa aja nih yang di band? Bisa ceritakan sedikit sejarah Caravan of Anaconda? Sekarang kita terdiri oleh empat iblis nih haha. xIyusx sebagai pemain bass, Aldead sebagai pemain lead guitar, Kutuk sebagai pemain yang suka teriak-teriak alias vockiller, dan yang terakhir ada Koko sebagai pemain yang gemar memukuli suatu alat haha...! alias drummer. Sebelumnya kami berjumlah lima iblis namun satu personil keluar karena ingin menjadi malaikat hahaha kidding, sebenernya telah berbeda persepsi dan didukung dengan keinginannya keluar, dia pun sekarang telah memiliki band lagi bernama Garpitus. Hmm pertamanya sih, band ini dicetuskan oleh dua orang yaitu saya dan Aldead, karena dirasa bermain band sebanyak dua orang itu tidak cukup maka kami berdua mencari yang lain dan dapatlah Kutuk yang merupakan teman band lamanya Aldead, dia tertarik sebagai vockiller, kemudian dapatlah pula Koko, yang merupakan teman sma-nya Kutuk, dia bersedia sebagai pemain drumer. Terakhir dapatlah seseorang personil lagi yang bernama Ramdhan, dia bermain sebagai pemain bass. Semenjak saat itu kami yakin kami akan solid dengan formasi tersebut, namun seperti yang telah diceritakan di awal cerita, posisi ini berubah karena Ramdhan keluar, dan hingga saat ini kami tetap solid walaupun terdiri empat iblis jantan hahaha. Kenapa milih nama itu? Terasa sangat sulit mencetuskan sebuah nama yang berasal dari dari lima kepala.Tiba-tiba timbulah ide dari Alyuadi sang guitaris untuk melakukan donasi sebuah nama yakni Caravan Full of Anaconda. Ide tersebut dijadikan bahan diskusi untuk semua personil. Dia memerintahkan personil yang lain untuk melakukan audit terhadap ide tersebut. Ternyata dari ke semua personil sepakat untuk memakai Caravan of Anaconda. Dengan alasan membuang kata “Full” akan lebih baik secara estetika. Namun setelah ditinjau ulang, dengan menanyakan lebih lanjut tentang makna yang tersirat dari nama tersebut, sang pembuat justru tidak tahu mengenai makna yang tersirat di balik nama tersebut. Permasalahan nama ini dibiarkan sehingga masih jadi tanda tanya mengenai pemaknaan sebuah band. Beberapa bulan nama itu terpasak, seorang personil yakni Yusuf mendapatkan ide mengenai pemaknaan yang tersirat di balik kata Caravan of Anaconda. Ternyata terdapat dua klausa yang berbeda namun dapat disambungkan maknanya. Nama tersebut merupakan berjenis bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata/klausa yaitu: “caravan dan” “anaconda”. “Caravan” yang mempunyai sinonim dalam bahasa Indonesia yaitu kafilah yang bermakna sekelompok orang yang memiliki tujuan tertentu, dengan melakukan perjalanan dari tempat satu ke tempat yang lainnya, untuk mencapai suatu tujuan. “Anaconda” merupakan suatu nama ular yang pernah dijadikan judul sebuah film layar emas. Ular tersebut memiliki sifat yang unik dibanding ular–ular yang lain sehingga tidak aneh bila ular tersebut dijadikan film layar lebar tersebut. Keunikan ular tersebut ialah ular tersebut tidak berbisa, memiliki perawakan yang besar dan kuat, serta mematikan, hingga binatang sebesar babi pun dapat masuk dalam perutnya. Dari dua frase tersebut dapat diambil garis merahnya sehingga Caravan of Anaconda memiliki makna. Makna yang ditunjukan adalah sekelompok orang yang berusaha belajar, yang rela berpindah dari satu proses satu ke proses lainnya tanpa kata menyerah seperti filosofis dari ular anaconda yakni tak berbisa namun mematikan dan tangguh.


BAND BERBAHAYA Gw dah denger beberapa lagu kalian, keren, somekind of chaotic industrial cyber grind i guess?? Hhmm klo ga salah industrial/cybergrind tuh pake kekuatan loop atau synth untuk menetukan ketukannya, tapi kalo ga salah kami tidak berada pada kondisi tersebut bro, jadi menurut kami masih jauh sih untuk masuk wilayah cyber grind/chaotic industrial gitu. coba lihat band–band seperti Fuck I’m Dead, Wecamewithbrokenteeth, Melt Banana, The Locust. Mungkin itu dapat menjadi parameter pembanding antara musik yang disajikan oleh CoA dengan tipikal genre industrial/cybergrind. Secara umum CoA mencampurkan dua wilayah genre yaitu heavy metal dan speed metal; musik heavy terdengar ketika gitar berteriak pada wilayah drop chord dan musik speed metal terdengar ketika tempo perpindahan chord yang satu dengan yang lainnya, yang relatif bernilai cepat. Secara spesifik CoA berusaha melakukan kostumisasi genre grindcore menjadi newschool grindcore. New school grindcore tersebut merupakan campuran genre pure grindcore/old school grindcore dengan aspek-aspek pattern yang terdapat pada genre pregressive rock, chaotic, groovy death metal, dan math. Karena terjadinya akulturasi subgenre tersebut maka lahirlah new school grindcore. Natalitas new school grindcore tersebut, secara sepihak kami sebut untuk genre yang kami mainkan yaitu Bandung’s Groovy Grindtech. Dengan lahirnya genre baru tersebut, maka kami berharap genre dan deskripsi tersebut dapat diterima oleh audience yang tertarik untuk menikmati karya kami. Influence? DEP? Yeah, The Dillinger Escape Plan masuk juga pada playlist inspirasi kami. Karena susunan/struktur musiknya yang unik, dalam artian kami baru menemukan tipikal band seperti ini dan lagunya pun selain unik, dapat memancing emosi juga untuk melakukan moshing, ya mungkin mereka sukses menciptakan suatu soundtrack untuk pengiring dansa berantakan hahaha. Selain mereka pun ada pula yang sempat menjadi inspirasi untuk mendorong penciptaan karya yang dapat dihasilkan oleh kami yaitu seperti The Number Twelve Looks Like You, The Red Chord, As The Sunsets, Psyopus, The Crinn, Hybrid, See You Next Tuesday, Ed Gein, Ion

Ion Dissonance, Into The Moat, Bedlam of Cacophony, hmmmm banyak lagi, pokoknya setiap subgenre ada pula yang menyumbang inspirasi untuk membuat suatu karya, karena kami tidak membatasi setiap genre menjadi inspirasi, namun roots kami berasa di wilayah new school grindcore. Ok, kenapa milih grind yang kek gini? klo gw liat yang begini belum terlalu laku disini... Hahaha, perspektif kami tidak sepenuhnya sebagai laku atau tidak, mungkin hanya 15% lah itu! Yang kami cita-citakan kami bisa menjadi inspirator dari band-band yang akan berkembang di masa yang akan datang. Jadi kami iri dengan band-band bule, yang notabene banyak menjadi inspirator bagi bandband indie di indonesia. Padahal setelah diamati bahwa para band yang menjadi inspirator tersebut, saya nilai biasa saja hehehe. Dari situ kami tergerak untuk menghidupkan idealisme tersebut, yakni menjadi inspirator, bahkan kami ingin disejajarkan oleh para band yang telah menjadi inspirator kami haha, doakan ya hoho. Dan bagaimana respon scene disana? Hhhmmm respon relatif sangat bagus. Banyak parameter yang yang dapat dijadikan referensi tersebut. Seperti; Penjualan merchandise yang selalu sold out, banyaknya undangan gig, terdapat grupis yang setia mendukung kami, Banyaknya request audience untuk memiliki lagu kami, Banyaknya tawaran kerja sama untuk perilisan kompilasi, bahkan prnah, terlibat Satu kompilasi dengan band yang kami kagumi seperti Fuck the facts, Emeth, No Return, dll, Banyaknya blog yang berminat untuk memasukan lagu kami untuk didownload oleh pengunjung blog tersebut, Dan sebagainya saya lupa lagi hehehe... Selain ngeband, ada kegiatan lain? proyek lain? Kami semua anak kuliahan, jadi rata-rata kami sibuk belajar dan kuliah hehe...!. Secara spesifik saya sedang sibuk mempersiapkan pembuatan suatu gig, membantu kepengurusan band post punk juga yaitu xMADCOWx, trus sibuk cari link sanasini hehe, dan mengerjakan official webnya C.O.A. Kalo Aldead sibuk bermain dengan anak-anak hehe, trus ngurusin band happy hardcore yang baru dia buat yaitu Attack This Town. Kemudian Koko sibuk jualan barang-barang yang penting

halal hehe, dan ngejagain distro temannya yaitu Blaze Distro, dan Kutuk sibuk mencari arti hidup dan giat belajar hahaha... Kegiatan CoA sekarang? rencana dalam waktu dekat? Sekarang lagi menunggu progress kompilasi dari record-record yang berbeda, seperti “MENGAMBIL ALIH”, kompilasi ini akan dirilis oleh Gembong Tengkorak Records, “MAXIMUM ROCK OVERDRIVE “, kompilasi ini akan dirilis oleh nocturnal records, “KOMPILASI KONTRIBUSI Vol.3 n 4”, kompilasi ini akan dirilis oleh Teriak Records, dan “GLOBAL WARMING”, kompilasi ini akan dirilis oleh Supersonic Sound Records. Selain itu juga kami sedang mempersiapkan debut e.p kami, yang rencananya akan dirilis oleh sebuah records lable asal Malaysia yaitu Eastern Glory Music. jumlah track yang telah kami hasilkan 9 buah track, namun hanya 7 lagu yang akan dilibatkan dalam project debut e.p tersebut Rencana dalam waktu dekat, membuat merchandise topi, t -shirt, dan stiker, itu dilakukan karena kami jarang mengeluarkan merchandise dan sekarang kami merencanakan itu dekat-dekat ini. Merampungkan pembuatan official website sendiri. dan sekarang lagi survey untuk menentukan server yang cocok untuk tempat penyimpanan data-data yang dibutuhkan untuk membuat sebuah website, menurut pandangan kami hehe.. Merampungkan pembuatan debut extended play album / e.p album, yang selalu terundur saja waktu pengerjaannya gara-gara masalah finansial juga hahaha... Melihat perkembangan scene grindcore di Indonesia saat ini? Musik grindcore telah berkembang pesat di indonesia, tapi mayoritas yang berkembang di Indonesia adalah seperti Thrash Grind dan Gore grind / Death grind. Untuk grindcore yang brgerak di wilayah Technical Grind, mungkin bisa dihitung dengan jari atau bisa kita sebut masih langka.

Ok deh, sukses terus CoA! last words? Support your local underground scene! Kembangkan terus keratifitasmu setinggi-tingginya jangan malu bila menjadi orang yang berbeda dan jangan takut untuk merepresentasikan kebenaran walaupun teman atau musuh kita mengancam. LINE UP : XIYUSX [BASS] ALDEAD [GITAR] KUTUK [VOKAL] KOKO [DRUM] MYSPACE.COM/CARAVANOFANACONDA


OUR MUSIC

THE MUSIC YOU LOVE TO HATE oleh Dede Hate

P

enghancuran diri secara mekanis melalui riff-riff destruktif yang mengaduk-aduk isi perut seperti sebuah bangsa yang ter-disintegrasi, Grindcore adalah untuk mereka yang tidak mengenal kompromi tentang integritas pribadi dan moral. Secara spesifik, genre grindcore cukup sulit untuk dikategorikan. Beberapa fans dan musisi mungkin sepakat tentang sebuah konsep mengenai genre dan subgenre, tapi ditolak oleh yang lain dengan alasan membatasi atau bahkan tak berguna dan membuat seringkali terjadi persilangan pelabelan pada satu objek yang sama. Pengaruh dari musik diluar metal juga cukup banyak terjadi sehingga membuat cakupan perdebatan semakin meluas. Tapi, suka atau tidak, grindcore yang telah melahirkan banyak anak genre, diantaranya goregrind dan cybergrind, saat ini telah mengakar kuat di scene metal bawah tanah dan telah menghasilkan beberapa aksi metal yang paling eksperimental dan dipuja. Tidak diragukan lagi bahwa yang ‘menemukan’ genre ini adalah Napalm Death yang album debutnya “Scum� pada 1987 bisa dijadikan contoh paling tepat untuk menggambarkan sound genre ini. Di tangan Napalm Death, grindcore adalah seni dan metafora berbunyi tentang kesuraman, kekerasan dan kebusukan masyarakat modern yang bisa dilihat dari lirik-lirik mereka yang berisi komentar sosial penuh kemarahan.

Intensitas grindcore kemudian tidak hanya diterima di dunia bawah tanah heavy metal, tapi juga di lingkaran musik avant-garde dan eksperimental; band noise Jepang seperti Boredoms dan Merzbow menyebut grindcore berpengaruh pada mereka. Begitu juga dengan musisi jazz John Zorn yang membentuk band yang terinspirasi grindcore; Painkiller, yang juga menampilkan eks drummer Napalm Death, Mick Harris. Meskipun aslinya grindcore adalah fenomena Inggris, album-album pertama band death metal Florida, Death memiliki kualitas sound rawk yang membuat dua jenis musik itu sangat mirip. Berikut kami kutip sedikit tentang sejarah grindcore dari Wikipedia dan beberapa sumber lain.


OUR MUSIC

PIONIR Ketika menyebut grindcore, tidak pelak Napalm Death selalu muncul di urutan teratas dalam hal penemu. Meskipun mungkin bukan yang pertama memainkan sound seperti ini, tapi orang-orang Inggris inilah yang pertama kali memukau scene bawah tanah dengan album “Scum” pada 1987 yang disebut sebagai album grindcore murni yang pertama. Mereka kemudian memengaruhi banyak band Inggris lainnya seperti Extreme Noise Terror, Carcass dan Sore Throat. Selain mereka adalah Siege, yang memainkan proto-grindcore sound. Band asal Boston ini terpengaruh oleh sound hardcore Amerika seperti Minor Threat, Black Flag dan oleh band-band Inggris seperti Discharge, Venom dan Motorhead. Tujuan mereka adalah memainkan musik secepat mungkin. “Kami mendengarkan band-band hardcore dan punk yang sangat cepat, dan berkata ‘oke, kita harus membuat lagu yang lebih cepat dari mereka”, sebut drummer Robert Williams.

ASAL-USUL ISTILAH “Grindcore berasal dari kata ‘grind’, satu-satunya kata yang bisa saya pakai untuk menggambarkan musik Swans setelah membeli album pertama mereka pada ’84. Dengan booming hardcore pada ’85, saya rasa kata ‘grind’ benarbenar cocok karena kecepatannya, jadi saya mulai menyebutnya ‘grindcore’.” Itu adalah versi Mick Harris, drummer Napalm Death tentang asal-usul terminologi grindcore, tapi justru dibantah oleh temannya sendiri di Napalm Death, Shane Embury, “Ketika sound ini mulai lahir, kami sangat terpengaruh oleh Celtic Frost, Siege (sebuah band hardcore dari Boston),

banyak band hardcore dan death metal lainnya serta beberapa band industrial seperti Swans. Jadi kami mulai mencampur semua unsur itu.” Bos Earache Records, Digby Pearson menambahkan, grindcore bukan digunakan untuk menggambarkan kecepatan drum, blast beat dll, tapi untuk bunyi gitar yang menggerinda. Setidaknya begitulah genre ini disebut oleh para penemunya. Versi lain adalah bahwa grindcore berasal dari prasa ‘hardcore that grind’. Pada akhirnya, agresifitas yang terbentuk dari awal thrash dan hardcore-lah yang memberikan genre ini nama, istilah dan penyebutannya.

Kemudian ada Repulsion dari Michigan yang terpengaruh oleh berbagai jenis aliran seperti punk (Discharge & Charged GBH), crossover thrash (Dirty Rotten Imbeciles & Corrososion of Conformity), thrash metal (Slayer, Metallica & Sodom), black metal (Venom), death metal (Possessed), hardcore punk (Black Flag) dan band-band hard rock lawas. Repulsion selalu dikreditkan sebagai penemu blast beat grindcore klasik yang dimainkan pada kecepatan 190 bpm, begitu juga dengan sound bass yang jelas. Shane Embury selalu menyebut band ini sebagai salah satu yang sangat mempengaruhi inovasi Napalm Death di kemudian hari. Kevin Sharp dari Brutal Truth menyebut album Repulsion “Horrified” sebagai penjelasan paling sempurna tentang grindcore; perpaduan yang paling tepat antara

hardcore punk dengan gore, kecepatan dan distorsi heavy metal. Band-band Inggris lain yang juga memainkan sound seperti ini diantaranya Insect Warfare, Heresy dan Unseen Terror yang terpengaruh hardcore punk Amerika dan ketukan D-beat Swedia. Sore Throath menyebut Discharge, Disorder, band-band D-beat thrash Eropa serta hardcore Amerika seperti Poison Idea dan DRI. Bolt Thrower banyak terpengaruh oleh Slayer, Crass dan Discharge. Band-band lain yang cukup mempengaruhi bentuk awal sound grindcore diantaranya Amebix, Throbbing Gristle, band post punk seperti Killing Joke dan Joy Division, band-band crust punk seperti Disrupt serta bandband hardcore Jepang semisal GISM. Sementara itu di Amerika, menurut jurnalis Kevin Stewart-Panko, bandband grind negeri itu pada 1990an mengambil pengaruh dari tiga sumber; grindcore Inggris, proto-grindcore di Amerika sendiri dan death metal. Karena album-album pertama Napalm Death tidak didistribusikan di Amerika, kebanyakan mereka baru mengikuti album-album yang dirilis belakangan seperti “Harmony Corruption”. Dari crossover dan thrash metal, mereka lebih sering memasukkan riffage gitarnya. Selain Siege dan Repulsion, band-band grindcore murni pertama di Amerika diantaranya Terrorizer, Assuck dan Anal Cunt. Pada awal 1990an muncul Brutal Truth yang menyulut booming grindcore disana. Kemudian ada Discordance Axis yang lebih menampilkan gaya teknikal ketimbang pendahulunya. Salah satu persona yang paling banyak terlibat dengan scene grindcore di Amerika adalah Scott Hull, otak dari Agoraphobic Noseebleed dan Pig Destroyer. Meskipun berlabel grind, dua band ini memiliki karakteristik sound yang cukup jauh berbeda. Agoraphobic Nosebleed lebih terpengaruh pada

thrashcore dan powerviolence dengan sentuhan techno, dan kemudian dianggap sebagai penemu subgenre cybergrind, selain Anal Cunt. Sementara itu Pig Destroyer lebih banyak terpengaruh death metal seperti Cattle Decapitation, yang membuat sound mereka dijuluki lebih spesifik, deathgrind. The Locust dari San Diego yang muncul dengan seragam unik lengkap dengan topeng (yang membuat mereka dijuluki ‘hipster grind’ oleh fans mereka) juga mengambil inspirasi dari powerviolence, screamo, experimental rock dan death metal. Pionir-pionir grind lain dari Amerika, utamanya dari wilayah utara diantaranya Brujeria, Soilent Green, Cephalic Carnage, Impetigo dan Benumb. Di Kanada ada Fuck the Facts yang memainkan classic grindcore dengan sentuhan sludge. Selain di Inggris, grindcore juga tumbuh di tempat lain di Eropa. Skandinavia selain sebagai produsen aksi-aksi black metal murni, juga banyak melahirkan band grindcore yang melegenda. Di Swedia, grindcore boleh disebut sebagai mainstream di scene underground, selain death metal dan kemudian melodeath. Di negara ini grindcore diperkenalkan oleh Filthy Christians dan kemudian diiikuti oleh Nasum, General Surgery, Regurgitate dan Birdflesh, beberapa contoh dari segala spesifikasi sound yang kemudian mempengaruhi banyak band Eropa lain di kemudian hari. Beberapa pionir lain dari kontinen tersebut diantaranya Rotten Sound (Finlandia), Inhume (Belanda), Last Days of Humanity (Belanda), Agathocles (Belgia), Patareni (Kroasia), Fear of God (Swiss), Haemorrhage (Spanyol), !T.O.O.H! (Republmpat ik Ceska), Cock and the Ball Torture (Jerman) dan Cripple Bastards (Italia). Di Asia, Jepang adalah tempat dimana sound ini berkembang biak. Disini ada Gore Beyond Necropsy yang sangat dihormati di Eropa.


OUR MUSIC

KARAKTERISTIK

PERKEMBANGAN

Ketika pertama muncul pada pertengahan 80an, grindcore dalam bentuknya yang paling murni terdiri dari kebisingan dan kesingkatan yang dimainkan dengan instrumentasi heavy metal standar; distorsi gitar, drum dan bass. Gitar dan bass gitar disetem sangat rendah untuk menghasilkan output berat, selain bunyi distorsi berisik dari gitar untuk menggerinda telinga. Sementara drumming, seperti halnya death metal, kebanyakan menggunakan blast beat, disamping teknik d-beat yang banyak beredar di Eropa. Meskipun grindcore bukan hasil improvisasi serampangan, tapi tetap tidak mengikuti struktur konvensional. Riffage kadang diulangulang tapi grindcore murni hampir tidak mengenal verse, chorus, bahkan melodi. Vokal diteriakkan dengan suara yang menyiksa, dari shriek tinggi sampai rendah, growl berat dan dalam serta teriakan penuh penderitaan. Meskipun lirik diucapkan, sangat sulit untuk mendengar dengan jelas dan menangkap kata-katanya.

Seperti halnya death metal, pada era 2000an grindcore mengalami banyak sekali infiltrasi dan asimilasi dari genre lain (meskipun sebenarnya pada awal-awal kemunculannya juga sudah mengalami hal serupa), dan membuat pengkotak-kotakan sound istilah juga terjadi pada genre ini. Saat ini sangat sulit untuk menentukan band mana yang memainkan grindcore murni, mana death metal dan mana grindcore. Beberapa band pendahulu memang merubah arah sound, dan beberapa lagi memasukkan unsur baru.

Satu karakteristik yang sudah menjadi ciri utama kalau tidak mau dibilang ramuan wajib grindcore, adalah lagulagu berdurasi pendek. Kebanyakan hanya berdurasi di bawah satu menit. Lagu Napalm Death, “You Suffer” tercatat dalam buku rekor sebagai lagu terpendek dengan durasi hanya 1.3 detik. Sementara itu, lagu Brutal Truth yang dibuatkan video klip, “Collateral Damage”, juga tercatat di buku rekor untuk kategori video musik terpendek dengan durasi di bawah 4 detik. Namun demikian, belakangan beberapa band mulai menabrak aturan abstrak ini dengan menciptakan lagu-lagu yang cukup panjang. Ciri khas lainnya adalah tema lirik, sebelum masuknya banyak pengaruh baru, isu utama yang diangkat adalah masalah sosial dan politik yang diteriakkan cukup provokatif.

Carcass misalnya, awalnya sangat kental dengan nuansa grindcore tapi pada album “Heartwork” kemudian berganti dengan apa yang kemudian disebut melodic death metal. Sementara itu sound Napalm Death belakangan lebih banyak memasukkan unsur death metal. Penggabungan itu oleh fans dan media kemudian disebut dengan istilah win-win solution, deathgrind. The Dillinger Escape Plan yang membawa semangat Agoraphobic Nosebleed, Anal Cunt dan The Locust ke tingkat yang lebih ekstrim dengan bunyi synthetizer dan elektronik mendominasi kemudian semakin menguatkan spesifikasi istilah cybergrind. Dua band baru dari Eropa Tengah, Leng T’che dan Jig-Ai juga muncul dengan paduan grindcore, death metal, elektronik dan nuansa oriental yang membuat musik mereka cukup sulit dikelompokkan. Sementara itu, ada powerviolence yang sebenarnya sangat mirip dengan grindcore tapi lebih sering disebutkan terpisah karena asalnya yang dari thrashing hardcore murni, tanpa unsur death metal. Powerviolence lebih mengutamakan kecepatan, kesingkatan, breakdown yang tiba-tiba, dan emosi yang meledak-ledak, yeah, lebih cocok disebut sebagai salah satu turunan dari

hardcore punk. Di Indonesia, mungkin AK47 yang paling keren dalam memainkan aliran ini.

IF DEATH METAL IS SICK, GRINDCORE IS SICKER!

Banyaknya unsur yang membuat sound murni grindcore semakin kabur membuat beberapa kalangan beranggapan bahwa grindcore sebenarnya adalah crust punk. Menurut mereka, pada awalnya grindcore lebih ke evolusi crust punk ketimbang suatu genre yang benar-benar baru. Kalo menurut gw pribadi, salah satu band yang saat ini boleh dibilang memainkan grindcore murni adalah Phobia dari Amerika.

Sementara istilah Grindcore sering dipakai bergantian dengan Death Metal, dua aliran ini sebenarnya berawal dari di basis yang jauh berbeda meskipun sama-sama ekstrim dan akhirnya belakangan terjadi kemiripan.

Selain sound, tema yang diusung juga sangat berpengaruh pada pelabelan suatu band. Tema-tema seperti gore, vulgar, porno, anatomi (well, selain sound, ini adalah pengaruh kuat lainnya dari death metal) tidak sedikit kita temukan, tapi yang paling umum (dan ini sering kita dapatkan ketikan membaca deskripsi tentang grindcore) adalah masalah politik dan sosial. UNTUK LEBIH MENDALAM TENTANG GRINDCORE, SILAHKAN BACA “CHOOSING DEATH : THE IMPROBABLE HISTORY OF DEATH METAL AND GRINDCORE” OLEH ALBERT MUDRIAN.

Seringkali terjadi mislabeling untuk band-band dari dua genre ini, terutama bagi telinga awam yang hanya mendengar kebisingan yang menyiksa. Namun sebenarnya kita masih punya cukup ruang untuk bisa membedakan beberapa bunyi khas dari masing-masing death metal maupun grindcore. Walaupun salah satu pengaruh awal terciptanya sound grindcore adalah death metal, tapi dalam perkembangannya kemudian sebagai sebuah genre baru, grindcore telah berevolusi dengan cukup drastis.

Mungkin dalam hal brutalitas, downtuned guitars, growled vocal dan penggunaan blast beat, agak mirip karena menggunakan pakem yang hampir sama, tapi dalam struktur dan terutama tempo lagu, perbedaan dua genre ini sangat terasa. Riffage dalam death metal bisa sangat kompleks, sangat bergantung pada mood. Pun demikian dengan melodi, beberapa bagian dalam death metal telah memasukkan melodi gitar untuk ikut menentukan ritme, tempo dan durasi lagu. Tidak demikian halnya dalam grindcore, riffage sangat simpel dan repetitif tapi tetap brutal, hal yang membuat kebanyakan lagu grindcore berdurasi lebih pendek. Yeah, if death metal is sick, grindcore is sicker! Belakangan, batas tipis antara keduanya semakin kabur seiring dengan makin banyaknya band yang menggabungkan dua sound ini dalam musik mereka.


OUR MUSIC

PENGALAMAN ADE NOXA BERMAIN GRINDCORE oleh Dede Hate

M

endengar musik ini memang dapat memekakkan dan merobek gendang telinga kita karena kebisingan sound yang dikeluarkan dari cepatnya tempo ketukan drum, bass dan sound guitar penuh distorsi yang dimainkan dengan powerful diikuti oleh emosi vokal scream dan growl yang sangat extreme dan kejam. Tetapi itulah musik grindcore yang telah hadir dan menembus persaingan industri musik di dunia selama kira-kira lebih dari 20 tahunan belakangan ini hingga sekarang. oleh Ade Noxa

Berawal dari era tahun 80an dimana para pendengar heavy metal, thrash metal, death metal dan punk mencoba menggabungkan menjadi satu aliran baru yang akhirnya terbentuklah band-band grindcore. Band-band seperti Napalm Death asal Inggris dan Repulsion asal Amerika telah melahirkan aliran musik baru yang banyak terinfluence dari bandband seperti Discharge (punk d-beat style), Celtic Frost (symphonic gothic metal), Voivod (thrash, progressive metal), Crucifix (hardcore punk), Venom (heavy metal/first wave of black metal), Slayer (thrash metal) dan GBH (punk). Pada masa itu band-band beraliran grindcore itu sendiri mempunyai karakter sound seperti death metal dan crust punk yang dikemas dan dimainkan dengan tempo yand sangat cepat dan padat. Penggabungan ini juga diambil dari style thrash metal, punk dan hardcore yang memiliki ciri vocal scream growl dan dimainkan dengan durasi yang sangat pendek dengan lirik yang banyak berisi tentang protes sosial dan politik.

Musik Grindcore ini memiliki kebebasan yang lebih luas dibandingkan dengan musik metal lainnya seperti thrash metal, death metal dan heavy metal yang kebanyakan band dari aliran musik tersebut mempunyai batasan dan aturan pada patron dan lirik serta teknik permainannya. Teknik permainan aliran musik Grindcore berbeda dengan aliran jenis musik-musik itu, bila disimak dari dari segi drum yang dimainkan mereka menggunakan ketukan yang sangat cepat dengan menggunankan teknik blast beat dan d-beat dimana banyak sekali bandband grind Eropa yang memakai teknik ketukan ini. Untuk gitar dengan tuning yang low dan sound distorsi yang kasar serta banyak mamakai teknik permainan dari penggabungan aliran musik punk denqan death metal. Cara ini membuat gitaris dan bassis band grindcore sangat leluasa untuk mengekspresikan emosi yang dikeluarkan saat memainkannya sehingga kita dapat memiliki style hardcore punk tetapi dengan kualitas sound metal yang tebal pada saat perform. Untuk vokalis mereka juga sangat leluasa dalam membuat lirik tetapi kebanyakan biasanya tema yang mereka buat berisi protes sosial dan politik, juga ejekan dan hujatan terhadap hal-hal yang dibenci dan tanpa aturan yang dikumandangkan secara bebas. Paling yang jadi masalah biasanya bila kita adalah termasuk termasuk player di band grindcore setelah memainkan lagu-lagu aliran ini untuk drummer, bassis dan gitaris hasilnya badan kaki pada pegel, tangan pada kejang, buat vokalis leher dan tenggorokan berasa pedes kering kepala pusing, dah gitu pendengarnya juga jarang lagi apalagi dari anak cewek yang denger, haha.

Sebaiknya untuk bermusik di aliran ini dibutuhkan stamina dan power yang baik dan diperlukan latihan yang rutin dengan frekuensi sedikit dibanyakin sampe kita bisa dapetin soul permainan dan nikmatnya main musik Grindcore ini, jadi kepuasan yang kita dapat benar-benar bisa kita rasain sampe ke ujung pantat dan itu yang gue rasain kalo lagi main sama NOXA, hehe. Kalo ngga percaya lo boleh tanya sama player band-band grindcore lain, rata-rata mereka pasti akan jawab seperti yang gue sampein disini. Gue sendiri pernah tanya secara pribadi sama Mika, gitaris Rotten Sound, band Grindcore rilisan Relapse Records asal Findland, gue nanya dia gimana rasanya main grindcore? Dia bilang dia bisa berekspresi dengan bebas dan berasa sangat puas walaupun harus dengan stamina dan power yang baik untuk memainkannya dan dia bisa sangat menghayati dan nikmatin main Grindcore. Nah jawabannya hampir sama kan? Aliran musik ini dapat lebih bebas mengekspresikan lirik kegilaan, kesenangan, kepedihan dan kebencian. Musik Grindcore ini juga dapat memberi kepuasan dan memenuhi emosi pendengarnya walaupun rata-rata musik ini hanya berdurasi pendek sekitar 1 atau 2 menit. Player band-band grindcore biasanya sebelum ngeband grindcore mereka adalah player dari band metal atau band punk, paling tidak biasanya mereka pernah ngeband di jalur itu atau mereka penikmat musik beraliran metal dan punk. Jadi aliran musik Grindcore ini sangat mudah diterima dan digemari oleh peminat-peminat musik metal maupun punk. Pada Era tahun 90an hingga sekarang musik ini terus eksis. Band-band grindcore selalu digemari di daratan Eropa, Amerika dan Asia. Terbentuknya band-band grindcore seperti Nasum asal Swedia yang dimotori oleh Mieszko Talarczyk (gitar & vokal, R.I.P) dan Anders Jacobson (drum) memberikan warna baru yang membuat penyegaran bagi para musisi band grindcore dan pendengarnya. Nasum memainkan grindcore dengan sound gitar yang ditune sangat low, sound bass yang berdistorsi tebal dan ketukan drum dengan style D-beat dengan tempo yang cepat dan berkecepatan sangat tinggi, serta vocal yang betul-betul ekstrim, cepat dan tajam bikin yang dengerin lagu-lagu Nasum ini seperti kepala kita itu lagi dijedotin ke aspal.

Sayangnya gitaris yang juga vokalis dari band ini, Mieszko Talarczyk sudah almarhum karena tertimpa musibah tsunami di Thailand pada akhir tahun 2006, band ini pun bubar dan mereka telah merilis sebanyak 5 album. Tetapi eks drummer band ini pun membuat band grindcore baru yaitu Coldworker yang dirilis oleh Relapse Record lewat album “The Contaminated Voidâ€?. Band-band grindcore saat ini banyak di kita temukan di negara-negara Eropa dan Amerika. Seperti Regurgitate, Birdflesh, Gadget, Coldworker, asal Swedia, Rotten Sound asal Finlandia, Fuct The Facts asal Kanada, Ingrowing, Grid, Phobia asal Republik Ceska, Retaliation asal Italia, BlockHead asal Perancis, Terrorizer, Pig Destroyer, Misery Index asal asal Amerika, dll. Kini mereka masih terus meramaikan aliran musik Grindcore dan selalu ditemukan di setiap acara-acara festival metal hingga saat ini. Dalam musik Grindcore sendiri telah terjadi perkembangan seperti aliran goregrind, yang lebih memilih tema kearah pembunuhan, pembantaian, mutilasi, dan sejenisnya. Aliran grindcore itu sendiri sebenarnya sangat jarang ditemukan tambahan melodi guitar pada setiap lagunya, paling dari sekian album yang pernah dirilis oleh sebuah band hanya ditemukan 1 atau 2 lagu yang diisi dengan melodi gitar, berbeda dengan Goregrind dimana hampir setiap lagu disisipi dengan melodi gitar tetapi permainan rhythm guitar mereka tetap dijalur punk. Contoh Band goregrind adalah Exhumed (Amerika Serikat) dan General Surgery (Swedia). Di Indonesia berkembangnya musik Grindcore ini bermula pada awal 90an hingga akhir era tahun 90an dimana komunitas anak-anak underground yang ada pada masa itu terinfluence oleh musik dari band-band seperti Napalm Death, Terrorizer, Nasum, Lock Up, Brujeria, Phobia, dll, maka terbentuklah band-band grindcore pada masa itu seperti di Jakarta, ada Noxa, Grausig, Dead Vertical, Tengkorak di Surabaya, Slowdeath di Malang dll. Sampai saat ini band-band grindcore Indonesia masih tetap eksis dan tetap ikut mewarnai aliran musik metal di Indonesia. Demikian sekilas tentang Grindcore, jadi buat yang ingin terjun untuk memainkan aliran ini jangan ragu-ragu untuk maju. Keep grinding‌


OUR MUSIC

SLAVES TO THE GRIND oleh Dede Hate

H

mmm gw sendiri gak bisa menjelaskan kenapa gw bisa sangat teradiksi dengan musik super berisik ini. Awalnya gw cuma menganggap karena ‘demam underground’ sehingga gw langsung suka apa aja yang berisik dan gak disukai kebanyakan orang, bahwa ini loh gw, sangat underground, hihi. But semakin lama gw merasa bukan karena itu, tapi emang karena gw suka musik ini. Adalah lagu-lagu Nasum seperti “Inhale/Exhale”, “Shadow”, “Scoop”, Breach of Integrity” dll yang membuat gw mulai menyukai grindcore. Sebelumnya gw dah pernah dengar tentang stereotip kalo musik ini sangat tidak bisa dinikmati oleh telinga lemah, but setelah menyimak lagu-lagu tersebut ternyata grindcore itu not so bad, lumayan enak dan easy listening.

Apa yang terjadi kemudian antara gw dengan orang-orang Swedia ini adalah seperti koneksi antara gw dengan Hatebreed; very fanatic on all fronts. Gw suka segala hal tentang Nasum, sound, themes, lyric, all of it. Yeah mungkin terdengar hiperbolis, but om Mieszko dkk telah merubah cara pandang dan seleksi gw akan musik cadas, and yeah they surely membuat gw menjadi budak grindcore, hahay. Bahwa musik grindcore bisa dimainkan secadas mungkin tanpa harus mengorbankan ritme dan harmoni sehingga kita nyaman mendengarkannya. Bahwa dalam musik underground masih banyak tema positif seperti isu-isu kemanusiaan, lingkungan dan politik yang bisa diteriakkan tanpa harus ikut-ikutan dengan trend semakin gore, vulgar dan ekstrim tema yang diusung akan semakin underground sebuah band.

Tentang lagu-lagu mereka, sebenarnya sama dengan pola umum dalam grindcore, singkat dan berisik, hanya saja nilai plus mereka adalah tema yang diusung sangat padat dan berisi, not just as heavy as hell. Banyak pesan bijak, pembangkit semangat dan pelajaran moral yang diselipkan dalam setiap lirik mereka. Mereka menyampaikan pandangan dan protes mereka dengan penulisan lirik yang lugas, cerdas, singkat dan tidak bertele-tele. Pemilihan kata-kata, istilah, analogi dll sangat jenius sehingga kita mudah menangkap maksudnya. Mungkin ada beberapa yang menyebut gore, apokalip, kematian, stuffs like that, tapi digambarkan dengan cara yang tidak vulgar dan menghantui. Ini bukan berarti gw antipati dengan band-band gore/porn grind dll, malah gw sangat suka Fuck... I’m Dead.

Tapi bagaimanapun juga band-band cadas dengan musik enak dan lirik-lirik positif seperti Nasum akan selalu gw prioritaskan. Ok, sejatinya grindcore memang seperti itu, politically and socially themed ideology. Kita bisa mafhum dengan itu kalo menyadari bahwa ini adalah evolusi dari anarcho/crust punk dan lahir dari situ. Gw masih sering menemukan tulisan bernada protes, cercaan dan self pride tentang banyak band grindcore (goregrind, pornogrind, deathgrind dll anything grind) yang beredar sekarang yang dianggap telah menyimpang atau lebih parah dianggap bukan band grindcore karena keluar dari jalur itu. Well, bisa ditebak yang menulis seperti itu adalah mereka yang mengaku real old fashioned grindcore dan tidak mau membuka diri bahwa saat ini grindcore telah dirasuki berbagai macam pengaruh baik dalam hal sound maupun tema, utamanya dari death metal. Gw bukan mau memperbesar masalah dari pandangan yang sepertinya terlalu sempit dan subyektif seperti itu, i just wanna say bahwa Nasum adalah band yang memainkan pure grindcore dengan tema sosial politik yang mendidik. Nasum dibentuk oleh dua sekawan Anders Jakobson dan Rickard Alriksson pada 1992 dengan mengambil nama dari film horor jadul Flesh of Frankestein yang berarti ‘hidung’. Tidak lama kemudian bergabung Mieszko Talarzcyk yang kemudian menjadi pusat pergerakan band ini. Awalnya memainkan grindcore yang rawk tapi belakangan menjadi lebih jernih dengan kompleksitas permainan gitar cenderung cempreng dan bunyi simbal yang sangat jelas. Gw tau mereka baru sekitar tiga tahun lalu, yeah jaman-jaman gw tertular penyakit underground fever syndrome. Tidak lama kemudian gw tau klo mereka sudah tidak aktif sejak 2005 sepeninggal om Mieszko, nevermind, karya-karya hebat akan selalu abadi dan disukai.

Gw selalu mikir suatu hari nanti kalo ingin memperkenalkan band ini pada orang-orang baru yang sebelumnya tidak paham dengan grindcore, gw akan lebih dulu menyodorkan liriknya ketimbang lagunya. Kalo pertama mendengarkan lagunya mereka mungkin langsung berkata no way, tapi kalo liat liriknya dulu, mungkin mereka akan menaruh perhatian dan penasaran ingin mencoba musiknya, setidaknya itu kalo mereka termasuk orang yang peka, open minded dan berwawasan luas seperti gw, hahahahahahaha. Pulling the weight On our shoulders Finding the strength The lost will-power Turning the wheel Panting for new air Accepting the deal Staying strong for the slaves Slaves to the grind! Pushing forward inch by inch A slow and painful process Harder and harder, even faster A great and wonderful progress We’re pulling the weight We’re turning the wheel We’re slaves to the grind… We’re finding the strength We’re accepting the deal We’re slaves to the grind


OUR MUSIC

OUR BROTHER IN GRIND, MIESZKO TALARCZYK Mieszko sedang berada di Phuket, berlibur bersama pacarnya (yang selamat meskipun menderita luka parah) ketika gelombang tsunami datang. Menurut Robban Becirovic, editor-in-chief majalah musik ekstrim Swedia, Close-Up, Thailand adalah tujuan utama orang-orang Skandinavia saat liburan natal. “Saya tidak tahu persisnya berapa ratus ribu orang dari Swedia yang kesana tiap tahun, tapi beberapa tempat disana benar-benar seperti perkampungan Swedia. Saya ingat ketika bertemu Mieszko di show terakhir Nasum di Stockholm pada akhir November. Dia mendatangi saya (karena dia tahu saya selalu ke Thailand tiap tahun) dan mengatakan akan berlibur kesana bersama pacarnya. Saya mengatakan padanya sebaiknya jangan ke Phuket atau daerah pesisir barat, terlalu ramai. Sebaiknya ke daerah pesisir timur. He end up on the Phuket side anyway”, ceritanya tentang percakapan dengan mendiang beberapa pekan sebelum bencana.

K

etika gempa paling mematikan dalam 40 tahun terakhir mengguncang dasar samudera Hindia pada 26 Desember 2004, tsunami menggulung banyak tempat di Asia dan menimbulkan tidak kurang dari 300.000 korban jiwa. Salah satu diantara ratusan ribu korban itu adalah Mieszko Talarzcyk, frontman band grindcore Swedia, Nasum. Setelah hampir dua bulan sejak bencana itu, jasad Mieszko akhirnya bisa diidentifikasi pada 17 Februari 2005, berita yang memberikan perasaan lega sekaligus hampa di hati keluarga, teman-teman dan scene underground Swedia.

Bagi kebanyakan fans musik ekstrim, Mieszko hanya dikenal sebagai frontman Nasum. Tapi pengaruhnya pada scene Swedia sudah terasa sejak akhir 80an, beberapa tahun sebelum dia bergabung dengan Nasum bersama Anders Jakobson. “Mieszko sudah melakukan banyak hal jauh sebelum bersama Nasum. Dia selalu hadir di show bersama Anders dan membuat fanzine ekstrim bernama “Scen Kross” pada awal 90an. Dia selalu terlibat dengan band-band metal, punk dll. Dia adalah bagian yang paling bersemangat dari scene tanpa ada yang menyadari hal itu selain baru sekarang”, kenang bassist Jesper Liverod, yang bermain bersama mendiang di Nasum sejak 1999 sampai 2003. “Pertama kali saya bertemu dengannya sekitar 1993, tapi saya belum terlalu mengenalnya waktu itu. Dia datang ke show At The Gates ketika kami main. Saat itu scene belum terlalu besar, tapi ada ikatan kuat diantara beberapa grup; Entombed, Nasum, Disfear dan Nine. Semua orang dalam grup itu saling mengenal dengan baik satu sama lain dan telah sering mengadakan tur bersama.

Tentu saja ada banyak band yang terlibat waktu itu, tapi empat band itu benar-benar dekat, kami berteman baik. Semua orang mengenal Mieszko, jadi kemana pun kamu pergi, atau apapun yang kamu lakukan, semangat Mieszko selalu ada karena dia adalah tipe yang dikenal dan disukai banyak orang”, ujar Tomas Lindberg, eks vokalis At The Gates yang juga frontman Disfear. Seniman-seniman Swedia sudah sangat familiar dengan Mieszko lewat karya-karya studionya yang impresif. Sebagai co-owner Soundlab Studios (bersama Mathias Farm, gitaris Millencolin) di Orebro, Mieszko telah memproduksi dan meng-engineer banyak band Swedia, dari yang hardcore sampai death grind. “Simpelnya, dia adalah produser paling terkenal di Swedia. Studionya belakangan ini terkenal dengan rekaman segala jenis musik berisik”, ujar Liverod lagi. “Di Swedia, dia lebih dikenal sebagai Mieszko sang produser ketimbang sebagai seseorang dari Nasum. Nasum adalah band hebat, tapi tidak terlalu komersil. Tapi siapapun yang terlibat dengan musik cadas pasti tahu Mieszko sebagai seorang produser. Dia melakukan pekerjaan hebat di studio itu. Dia mengerti segala jenis musik cadas, dia bisa meng-engineer album black metal, death metal, hardcore, punk, grind, dia bisa semuanya”, ujar Becirovic kali ini. Namun demikian, karyanya bersama Nasum tetaplah yang terhebat. Dibentuk pada 1992 dengan tujuan memainkan pure grindcore dengan tradisi seperti pada awal Napalm Death, Nasum telah merilis empat full length via Relapse Records; “Inhale/Exhale” (1998), “Human 2.0” (2000), “Helvete” (2003) dan “Shift” (2004). Dan dengan debut mereka “Inhale/Exhale”, Mieszko sebenarnya telah mempengaruhi salah satu band favoritnya, hal yang hanya bisa diimpikan banyak musisi. “Pertama kali saya mendengar Nasum adalah saat di studio pada 1998. Kami baru membeli dua album; “Diabolus in Musica”-nya Slayer dan “Inhale/Exhale”-nya Nasum. Album Slayer kami mainkan sekitar lima menit kemudian kami lemparkan ke tempat sampah, ketika mendengarkan

album Nasum, ini dia! Kami melakukan apa yang dulu selalu kami lakukan ketika mendengarkan album Voivod saat berusia 15 tahun; berjingrak di lantai dan berteriak ‘fuck, i can’t believe this’. Dia memiliki pengaruh besar terhadap saya. Jujur, gaya penulisan saya di tiga album terakhir Napalm Death dipengaruhi olehnya dan Nasum, sesimpel itu. Dia membuat saya sadar Napalm Death harus melakukan yang terbaik. Semua karena dia, sungguh” ungkap bassist Napalm Death, Shane Embury. Mieszko adalah seseorang dengan personalitas yang rumit, kompleks. “Suatu saat dia sangat riang dan fun, tapi bisa saja menjadi sangat arogan mengenai banyak hal. Semua orang di sekitar saya rendah hati, tapi yang satu ini benar-benar sangat percaya diri dengan apa yang dilakukannya. Meski demikian, dia masih sanggup menetralisir arogansinya dengan kerendahan hati, sangat aneh. Kita harus mengenalnya dengan baik untuk mengerti caranya berpikir dan bekerja”, ujar Liverod lagi. “Dia cuma ada satu di jenisnya. Tidak ada yang bisa menggantikannya. Saya tahu, ketika seseorang meninggal banyak yang akan mengatakan hal-hal baik tentang orang tersebut, tapi Mieszko benar-benar sangat berarti bagi semua orang, sangat berarti sebagai sebuah bagian dari scene, pasti ada kekosongan sepeninggalnya”, tutup Tomas Lindberg. In loving memory our brother in grind, Mieszko Talarczyk, Dec 23 1974 - Dec 26 2004 MEMOAR INI ADALAH HASIL WAWANCARA BEBERAPA MUSISI YANG DIRANGKUM OLEH ALBERT MUDRIAN, PENULIS BUKU CHOOSING DEATH. DIMUAT DI DECIBEL MAGAZINE EDISI MEI 2005 DAN DITERJEMAHKAN SEBISANYA OLEH REDAKSI DENGAN PENYUNTINGAN DI BEBERAPA BAGIAN. [HATE]


OUR MUSIC

NO SUICIDE

LAGU CINTA

oleh Buaya Sumur

D

i samping Seringai, yang cukup memotivasi saya adalah band grindcore cadas dari kawasan Jakarta Timur. Ya, siapa lagi kalau bukan Dead Vertical! Trio penggerinda dari timur Jakarta ini adalah band yang bisa menghancurkan gendang telinga anda dengan voltase musiknya sekaligus juga dapat memberi pesan yang sangat dalam dan filosofis lewat lirik-liriknya. Coba dengarkan dan renungkan lagu - lagu seperti, “Buta”, “13 Years In Vietnam”, “Polemik” dan masih banyak lagi pastinya dari album terbaru mereka, Infecting The World. Kembali ke hal DV memotivasi saya. Jadi, dalam album Infecting The World tersebut ada satu lagu yang berjudul “No Suicide”. Lagu tersebut kalau tidak salah hanya berdurasi sekitar enam detik. Hanya berisi instrumen musik ala grindcore yang cepat, kencang, agresif dan satu teriakan vokal, “no suicide!” Tetapi, bagi saya lagu itu sangat memberi semangat. Perlu diketahui bahwa, setiap kali Dead Vertical akan membawakan lagu ini di atas panggung, sang vokalis, Boy, selalu mengingatkan para penonton untuk tidak pernah melakukan bunuh diri dalam kondisi apapun dan dengan beban dan permasalahan seberat apa pun. Kata kata Boy tersebut sangat memotivasi saya untuk menghindari suicide. Jadi, walaupun memainkan musik kencang, cepat, dan buat sebagian orang kesannya sangat mengerikan, musik keras bukanlah musik yang tidak bermakna. Banyak orang menganggap musik yang kita cintai ini hanya berisi

oleh Popshit

anak-anak sesat berambut gondrong yang cuman bisa teriak-teriak. Sayangnya, mereka salah. Musik ini justru musik yang sangat kritis dan penuh semangat. Penuh persaudaraan. Dibanding musik pop era kini yang isinya hanya cinta dan patah hati, menurut saya musik keras lebih layak untuk dinikmati. Dan, saya rasa pelarangan pergelaran acara musik keras di beberapa tempat saat ini tidak lebih adalah tindakan yang tidak adil dan sepihak. Mereka hanya melihatnya dengan sebelah mata, tidak melihat betapa banyak anak muda yang telah tertolong dan termotivasi oleh musik yang mereka katakan musik berbahaya ini. Menurut saya, yang berbahaya justru musik cengeng yang tersebar luas di masyarakat kini, membuat sejuta umat terbuai dan hanya memikirkan betapa sakitnya ditinggalkan pacar. Membuat pikiran dan daya pikir menjadi tumpul. Terbukti. Salah satu yang termotivasi adalah saya sendiri. Pesan Dead Vertical dalam lagu “No Suicide” tersebut sangat dalam bagi saya. Membuat saya berpikir kalau bunuh diri bukanlah jalan keluar suatu masalah. Dan juga Seringai yang membuat saya menjalani hidup ini penuh semangat dan passion. Sehingga, rasanya sudah saatnya para oknum yang memandang musik keras sebagai sebuah bencana, untuk melihat lebih dalam lagi seperti apa jelasnya musik kita ini. Jangan langsung main hakim sendiri dengan mengecap musik keras sebagai sebuah hal yang nista. Lihat dulu, baru bicara. Sehingga, bila mereka sudah mengerti apa maksud musik kita, beberapa hal bisa menjadi lebih baik.

Untuk Dead Vertical, terima kasih sebesar-besarnya karena telah memotivasi dan mengingatkan saya bahwa segala permasalahan pasti bisa diatasi, dan bunuh diri bukanlah solusi untuk keluar dari sebuah masalah. Dan juga membuktikkan bahwa musik keras bukanlah musik tanpa isi dan makna. Melainkan musik penuh arti dan semangat. Sukses selalu buat kalian. Pada akhirnya kesimpulan saya adalah, untuk selalu mensyukuri hidup dan menjalani hari-hari dengan sebaikbaiknya. Penuh semangat dan tanpa takut akan segala masalah yang menghadang. Karena, semua masalah pasti ada jalan keluarnya bila mau berusaha keluar dan memohon pertolongan Tuhan. Sehingga, untuk ke depannya, bila ada teman atau siapa saja yang ingin keluar dari masalah dengan mengakhiri hidupnya, saya akan berkata, “NO SUICIDE!!!” Background : Xasthur “All Reflections Drained” Cover

FUCKIN’ SAY SOMETHING? SILAHKAN KUNJUNGI SUMURBUAYA.BLOGSPOT.COM

K

enapa lirik dalam musik grindcore kebanyakan mengambil tema sosial politik? kenapa ngga coba diolah dengan tema cinta atau lirik yang bisa membangkitkan semangat. Saya agak bingung, kenapa itu tidak bisa dimunculkan dalam musik yang ‘berisik’. Jujur, saya tidak terlalu paham tentang musik, saya tidak tahu bagaimana mendengarkan musik yang memakai otak dan mana musik yang hanya asal bunyi. Tapi saya dapat menyukainya karena saya merasa ada kecocokan dalam hati saya, serasa seperti rantai roda dan jari-jarinya, ketika rantai copot dari salah satu jari-jarinya tentu roda tidak dapat berputar dengan sempurna bukan?? Sebelum saya membicarakan persoalan ini, saya ingin meminta maaf jika mungkin ada salah satu dari kalian tidak suka dengan artikel ini, saya hanya meluapkan apa yang ada di pikiran saya. “Kebanyakan lirik musik grindcore adalah tema sosial politik melulu. Kenapa hampir tidak ada tema cinta di dalam genre musik ini? Tema cinta di grindcore?! Haha, kayaknya susah tuh mengemasnya dalam grindcore. Lagipula sudah menjadi ciri khas, bahkan mungkin norma, bahwa tema utama musik grindcore adalah sospol. Tapi sebenarnya bisa kok mengangkat tema lainnya seperti horor, iblis, sadisme dan permabukan ke dalam genre grindcore. Banyak band mancanegara yang melakukan itu seperti Pigsty, Mummakil, Coldworker, Rotten Sound, Jigsore Terror, Leng T’Che dan lainnya.” (Dead Vertical)

Yup, memang susah mengemas tema cinta dalam musik grindcore, tapi apa salahnya mencoba? Walaupun hasilnya terlalu memaksakan, dan ketika suatu hari nanti saya mendengar tema cinta dalam musik grindcore, saya hanya bisa bilang “sick!” Grindcore memang musik yang gelap, mencekam, dan mungkin menakutkan. Pertama kali saya menyukai grindcore, saya mendengar suatu band yang bernama Birdflesh. Saya menemukan musik yang beda di dalamnya, saya merasakan kesenangan, saya sangat bersemangat ketika saya mendengarkan lagu-lagunya, saya bisa membedakan dengan musik grindcore yang lain. Mungkin karena mereka (Birdflesh) dapat mengemas grindcore dalam suasana yang riang, they are the creator of the music that intelegent!! Person? Lain lagi personnya. Ketika saya mengenal person yang mengatakan dirinya adalah ‘grindcore’, saya hanya tertawa karena saya berpikir “apa sih yang ada di otak lo?? lo bilang diri lo critism, ngga percaya agama, hah!! jangan terlalu banyak baca buku lo!! lo mau aja di doktrin sama buku” dan akhirnya gue cuma bilang “tuhan lo ngumpet di balik buku-buku lo”. Saya hanya membicarakan salah satu dari yang saya tahu, dan saya tidak membicarakan semua pendengar grindcore itu seperti itu. FUCKIN’ SAY SOMETHING? SILAHKAN KUNJUNGI POPSHIT.BLOGSPOT.COM


OUR MUSIC

IPUL PROLETAR

GRINDCORE IS PASSION, PROTEST, FREEDOM AND NO RIP OFF! Halo bro, nih bang Ipul ya? Apa kabar? Hallo juga bang Dede, yup Ipul disini! Kabar baik-baik disini. Sebelumnya, gimana pendapat kalian tentang album-album ini; “Grind Is Protest” (Agathocles), “22 Acts of Random Violence” (Phobia), “Time Waits For No Slaves” (Napalm Death), “Cycles” (Rotten Sound), “Traitors” (Misery Index), “Agorapocalypse” (Agoraphobic Nosebleed), “Evolution Through Revolution” (Brutal Truth), “Infecting The World” (Dead Vertical) & “Back To Hatevolution” (Proletar) heheh... “Grind Is Protest” (Agathocles) ; 40 trek lirik protes, sinis, straight to the point. Album yang didedikasikan untuk almarhum Tony (bass), yang mengisi trek bass untuk terakhir kalinya di album ini. Jadi ini adalah album yang benarbenar berarti untuk mereka. “Grind Is Protest is dedicated to our noise comrade Tony who died on 1st August 2008, make more noise then ever before Tony, wherever you might be now.” –AG –. “22 Acts of Random Violence” (Phobia) ; sorry saya belum dapet album ini. “Time Waits For No Slaves” (Napalm Death) ; Album ini saya suka groovy-groovy partnya di banding album “Smear Campaign”, sound-nya masih bertahan seperti album sebelumnya, si Mitch Harris benar-benar keluarin semua kemampuannya, lebih variatif. “Cycles” (Rotten Sound) ; Blastinnggg...! ”colonies” saya suka!! Mungkin lebih asik liat mereka di Tuska Open Air dvd kali ya????? “Traitors” (Misery Index) ; Nice artwork, variatif & great sound output tentu. Semuanya dapet kena, drumnya rapet padet gak kalah sama pantat Aura Kasih. Masingmasing personilnya bener-bener all out. Di album ini chord-chord-nya saya lebih menikmati, gak bosenin lah!!! “Agorapocalypse” (Agophobic Nosebleed) ; Ramuan yang pas dibungkus dalam satu album ini, gitar yang melengking kesana kemari menambah keren di setiap lagu. Mantabs, tapi emang vokalnya kurang gahar kali ya? Hehe.

“Evolution Through Revolution” (Brutal Truth) ; Arrrggghhh album ini bener-bener gokil, walaupun gak terlalu variatif tapi tetep inspiratif!! Apa karena dari Brutal Truth-nya ya??? Hahaha. “Infecting The World” (Dead Vertical) ; Album yang menggemaskan, untuk local grindcore saya pegang mereka hahaha, salute!! Kita tunggu album berikutnya! “Back To Hatevolution” (Proletar) kumpulan tembang kenangan untuk si kecil hehehe. Proletar lagi sibuk apa nih? Rencana dalam waktu dekat? Gak terlalu sibuk karena gak ada deadline. Kami sedang kumpul-kumpul materi baru untuk full length album, sama lagi matengin materi tuk recording buat split 7” w/ Diorrhea dalam waktu dekat ini (www.diorrhea.com, www.myspace.com/ diorrhea). Siapa aja nih sekarang yang di band? Bisa ceritakan sedikit sejarah Proletar? Firman (Vox/Bass), Levoy (Vox/Drum), saya Gitar. Terbentuk tahun 1999. Line up awal 5 orang, beberapa kali bongkar pasang. Terakhir tinggal kami bertiga. Kenapa milih nama Proletar? Sepengetahuan gw nama itu agak-agak berbau sosialis? Hahaha, whatever-lah. Pelabelan sah-sah aja. Kami tahu, kami suka, kami pakai. Dah merilis berapa album dan main dimana aja nih bro? Untuk rilisan silahkan liat di www.myspace.com/ proletar. Kalau untuk show hmmm...... bingung jawabnya gak hafal satu persatu bro, tapi yang pasti main di Makasar kami blom pernah hehehehe. Bagaimana kalian menggambarkan musik kalian? Mincecore? Kata-kata Mincecore kami memang suka, tapi bukannya mincecore cuma sebuah nama untuk membedakan dengan band-band grindcore yang lirik-liriknya sexism, gore dan sejenisnya?? Jadi sepertinya mincecore jadi pilihan kami.


OUR MUSIC Influence siapa aja nih? Sampai sejauh mana mereka mempengaruhi kalian? Apa sekedar dalam musik, lirik, ideologi atau bahkan sampai gaya hidup? Influence jujur banyak sekali dari ke 3 kepala di Proletar. Untuk lirik di Indonesia terlalu banyak isu yang bisa diangkat untuk dijadikan lirik, terlalu banyak masalah di negara ini. Jadi untuk lirik sosial politik band-band lokal lebih kuat liriknya dibanding negara-negara lain. Ideologi & gaya hidup kami bertiga punya masing-masing untuk masalah ini. Siapa nih yang nulis lirik? Tentang apa? Yang nulis lirik kebetulan lebih banyak saya, lirik seputar sosial politik sampai scene. Kenapa mainin grindcore? Bukan yang lain? Dan menurut kalian apa sih grindcore itu? Apa Cuma sekedar musik berisik serampangan beberapa detik? It’s all about passion. Grindcore is passion, grindcore is protest, grindcore is freedom, grindcore no rip off!!! Apa kalian juga mendengarkan musik lain selain grindcore? Pasti! Saya suka Mocca hahaha. Tentang grindcore Amerika dan Eropa, apa ada karakteristik tersendiri? Phobia atau Nasum? Mungkin dulu iya, tapi untuk sekarang band-band Amerika dan Eropa sudah gak terlalu menggambarkan karakteristik masing-masing daerahnya. Seperti band-band Swedia yang sound-nya malah Amrik sekali, coba denger Jigsore Terror, Exhale, dan beberapa band lain. Amrik banyak yang gila dengan Japcore, bulak balik jadi gak bisa lagi ngomongin karakteristik musik negara-negara besar. Album-album favorit sepanjang masa? Agathocles “Razor sharp daggers”, Terrorizer “World downfall”, Soultice “s/t” 1992 Spv, Sodom “in the sign of evil”, Ash “1977” Tentang “Back To Hatevolution”, album keren, apakah itu semacam album the best? puas dengan rilisan itu? Dah terjual berapa kopi tuh bro? Album discography, kumpulan materi-materi Proletar dari awal recording sampai terakhir “Physical And Mental Torture”! Lumayan puas untuk distribusi walaupun cuma 1000 copy. Lagu favorit gw disitu “Stigma”, tentang apa? “Stigma” itu yang nulis Bowo (vox awal). Do you ever know what you hate? You just know what

they’ve done, all the think you know just hegemony you must know, what you hate? Stigma! Dulu sempat terlibat split bareng Extreme Decay, Dead Vertical & Gory Inhuman Genocide, bagaimana bekerja dengan band-band itu? Seru kerjasama dengan band-band keren seperti mereka. Dan bagaimana melihat Dead Vertical sekarang? Weh! Yup Dead Vertical sangat keren bagi kami! Bagaimana dengan Relationshit!? Klo gw liat, musik, ideologi dan pesan kalian sama? Relationshit! band bagus, gak ada yang bisa menyangkal! Musik dan ideologi sama??? Untuk scene grindcore Indonesia secara umum, apa kalian melihat ada perkembangan? Bandband baru yang musti diwaspadai? Yup sedikit banyak kami tahu perkembangan genre ini. Informasi dan komunikasi lebih mudah didapat dengan akses internet. Keren untuk bisa tahu dan kenal dengan banyak band grindcore lokal yang ternyata banyak membludak keren! Yang harus diwaspadai, Amerika, bukan band grindcore lokal hehehe. Komentar mengenai band-band ini; Tengkorak, Noxa, Extreme Decay, Mesin Tempur, Gory Inhuman Genocide, Dead Vertical, Rajasinga, AK 47, Relationshit!? Tengkorak keren, Noxa mantabs, Extreme Decay bahaya, Mesin Tempur ganas, Gory Inhuman Genocide brutal, Dead Vertical sadis, Rajasinga menggila, AK47 edan, Relationshit kueren!! Bagaimana menurut kalian kalo musik grindcore masuk tv di acara-acara musik bareng band-band pop? Apa itu mungkin? Atau kalian lebih suka jika grindcore bener-bener cuma untuk underground? Bisa jadi. Satu majalah sudah, satu stage juga sudah, kita tunggu aja nanti di acara Dashyat-nya si Olga. Gak ada yang gak mungkin di dunia ini selain menjilat kepala sendiri hahaha, tapi jujur itu mah masing-masing aja mau dibawa kemana band-nya. Masing-masing punya argumen, ego dll. Kalo kami?? Hrmmm mending bisa tour Eropa daripada masuk tv hahaha. Jadi dah terjawab ya pertanyaannya??? Ada komentar mengenai industri musik mainstream di Indonesia saat ini? Mungkin sudah beda dunia nih, tapi serulah banyak keluar band-band baru yang gak bermutu!!

Selain ngeband ngapain aja nih bro? Ada yang terlibat dengan proyek lain? Kami semua bekerja. Saya dan Levoy sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Untuk proyek selain di Proletar hanya Firman yang punya band lain, tapi itu juga sudah gak keurus, jadi totalitas semua di Proletar. Oiya bro, gw dari TUCZINE, majalah ga jelas yang gw bikin untuk komunitas gw, Tax Underground Communiy, komunitas pegawai negeri sipil direktorat jenderal pajak yang ‘mengaku’ suka musik underground. Menurut kalian apakah pns yang terkungkung disiplin dan serba formal seperti kami ini bisa sejalan dengan

ideologi dan gaya hidup ug yang oleh banyak orang dicap urakan dan semau gw? Setau saya PNS lebih santai disbanding kita yang kerja di swasta. Namanya perusahaan lebih banyak asshole-nya. Jujur pengen banget bisa cukupin kebutuhan hidup dari ngeband, jalanin records label, distribusi stuff, mudah-mudahan nanti kita bisa ke arah sana. Makasih banget bro atas waktunya, sukses terus Proletar!! Kami tunggu karya-karya hebat berikutnya! Terakhir, ada pesan untuk teman-teman? Terimakasih juga untuk kesempatan kita ada di zine keren ini. Long live D.I.Y!!

10 YEARS MINCING THE SCENE Proletar boleh dibilang sebagai salah satu band grindcore terbaik yang pernah ada di Indonesia. Awalnya memainkan crustcore tapi belakangan lebih ke mincecore yang straight forward tanpa babibu meneriakkan kepedihan kaum tertindas, kesewenangwenangan tirani, kebodohan manusia serta isu-isu sosial politik lainnya.

Terbentuk di Jakarta pada pertengahan tahun 1999 dengan line-up awal Udinoise (vokal), Bowo (vokal), Ipuletar (gitar), Acut (bass) dan Anto (drum). Line-up ini bertahan hingga mengeluarkan demo tape “Massive Resistance” pada 2000 dan full length “Rakyat Jelata” pada 2001, kemudian Bowo memutuskan untuk keluar karena sibuk

dengan urusan zine-nya. Berempat, Proletar sempat membuat split ep dengan Satellite pada 2002. Karena jarangnya komunikasi antar personil disebabkan kesibukan dengan kuliah masingmasing, akhirnya Udinoise, Acut dan Anto memutuskan untuk keluar, menyisakan Ipuletar sendirian dan membuat band ini sempat vakum beberapa bulan. Proletar kembali aktif dengan masuknya Firman (vokal & bass) serta Diyan (drum) dan kemudian mengeluarkan split “War Against The New World” bersama Extreme Decay dan ep “Universal Ideas”. Karena adanya ketidak cocokan, akhirnya posisi drummer digantikan oleh Levoy dari Extreme Hate dan formasi ini bertahan sampai sekarang. Dengan line-up terakhir ini Proletar telah merilis ep “Physical & Mental Torture”, diskografi “Back To Hatevolution”, beberapa split bareng band-band lokal, regional dan dunia disamping beberapa album kompilasi. Belum lama ini mereka mengadakan show di Malaysia dengan tajuk “10 Years Mincing The Scene”. [hate]


GIG REPORT

JAVA ROCKIN’ LAND 2009 oleh Uly Ugly Okay, here it is, report from Java Rockin’ Land... Pertama, terdapat 8 panggung di sekitar Pantai Carnaval Ancol yang cukup luas, dengan susunan yang lumayan tidak saling mengganggu antar suara performance dari setiap panggungnya. Delapan panggung tersebut terdiri dari 1 panggung utama dengan watt yang pasti gede banget karena dari radius jauh juga masih kedengeran, dan panggung inilah yang digunakan untuk perform grup besar such as Mr.Big, Vertical Horizon, Andra & The Backbone, /rif dll. Kemudian 1 panggung indoor/dome, 2 panggung sedang, 2 panggung kecil dan 2 panggung di wilayah resto di pantai untuk performance band-band lainnya. Kedua, booth-booth yang ada disana, selain merchandise resmi yang menjual kaos, tas, bandana, gelang, magnet, gantungan kunci dll, juga ada para sponsor yang sebagian juga membuat beberapa permainan seperti lomba teriak paling

kenceng dari salah satu stasiun radio apa (lupa gue) dengan menyediakan microfon dan software pengukurnya lewat komputer hehe. Juga ada yang nyediain box transparan dimana kita bisa bebas main gitar di dalamnya. Oiya ada juga disediain kayak studio foto lengkap dengan alat-alat musiknya so kita bisa foto bareng temen dengan gaya ala pemain band, dll yang kayaknya gue belom sempet liat semua hehe. Day #1, gara-gara nikahan sodara yang pake adat Batak lama banget (bete!!), gue jadi gak sempet liat Dead Squad! gue cuma sempet nonton Andra & The Backbone, Seringai, Drew, Netral dan Vertical Horizon. Andra & The Backbone juga Vertical Horizon yang maen di panggung utama dengan sound yang udah pasti bagus banget, so mereka tampil maksimal dan cukup membius audience. Demikian juga Seringai di panggung sedang, karena pengaturan soundnya cukup bagus so mereka juga bisa tampil keren banget malam itu.

Netral, nah ini dia band yang bela-belain gue tonton dengan mengorbankan gak nonton band lainnya, ternyata kembali gue harus dikecewakan lagi, mereka selalu kurang bagus kalo live. Gue gak ngerti deh mereka itu ngatur soundnya gimana, mesti aja kalo gak volume bassnya yang over, kadang hilang atau yang parah berubah tunenya, akhirnya tabrakan sama tune gitar, bener-bener gak nyambung alias fals. Tambah lagi akhirnya si om Bagus juga jadi fals nyanyinya. Hmm, tapi emang dasar mereka udah punya penggemar setia, jadi ya tetep aja stage ini cukup ramai dipenuhi penonton, apalagi waktu om Bagus minta kami membuat lingkaran besar dimana di tengahtengahnyanya bisa dipakai untuk moshpit, wah bener-bener gokil!! Nah, yang gue gak sangka, Drew band yang gue liat cuma sekedar iseng aja (gara-gara panggung utama lagi perform Melee ternyata lagunya gue gak suka) walaupun mereka perform di panggung kecil dan penontonnya juga dikit banget, tapi mereka tampil keren banget malam itu. Dan gue suka banget sama vokalisnya, cewek berpenampilan santai dengan suara khas, powerful, dan sangat ekspresif dalam menyanyi juga maen gitar, bener-bener Alanis Morissette wannabe deh, mirip banget, gue suka!! Day #2, kali ini gara-gara macet dan antrian pengunjung yang dateng, terpaksa gue kelewatan nonton The Sigit dan Endank Soekamti, apes!! Akhirnya gue nonton She yang agak deket panggungnya, trus /rif, Siksa Kubur, Superglad, Roxx, Komunal, Mother Jane (semua dikit-dikit karena beda stage), dan terakhir Mr.Big!! Karena nontonnya cuma separoh-separoh, kecuali Mr.Big yang tentunya dari awal sampe akhir donk, akhirnya gak bisa menyimak full, tapi ya lumayanlah yang penting bisa menikmati performance mereka semua hehe. Nah, cuma kembali gue surprise nemu band keren lagi niyy. Gak gue sangka-sangka, band asal India, Mother Jane, ternyata performance mereka luar biasa banget!! Dengan musik progressive rock kadang ditambah dengan sedikit unsur musik India, juga skill mereka yang oke-oke banget itu, mereka bener-bener bisa jadi Dream Theater-nya India (The Miracle yang mau jadi DT-nya Indonesia mah masih jauh deh hehe). Warna vocalnya udah mirip James Labrie, dann sound gitarnya juga

Petrucci abis, bass-nya juga kayaknya mirip Myung, dan drummernya juga walaupun tampangnya gak meyakinkan, hihi, tapi oke juga mainin tempo dan dinamika sulit kayak Portnoy. Pokoknya oke banget deh!! cuma bedanya sama DT, mereka gak pake keyboard/synthesizer, tapi double guitar, mungkin jadi kurang bisa lebih progresif atau variatif lagi. Tapi justru gue suka begitu, karena pada dasarnya gue lebih suka yang double guitar daripada pake synth hehe. The last, yang ditunggu-tunggu adalah... Mr.Big!!! Kayaknya kalo yang ini gak usah diulas kali ya, semua juga pasti tau kalo Mr.Big pasti keren banget hehe. Vokal Eric Martin yang khas dan tetep ga berubah itu, juga kepiawaian Paulo Gilberto dalam bermain gitar yang diimbangi dengan permainan bass-nya Billy Sheehan, wah pokoke top banget deh!! Lucunya, mereka buat performance seolaholah seperti ada jor-joran skill antara gitaris dan bassis. Paul Gilbert bikin riff gitar, trus Billy Sheehan ngikutin dengan sound bass-nya, trus Paul Gilbert ngeluarin double neck guitar dan pamer skill-nya, trus abis itu nongol Billy Sheehan bawa double neck bass guitarnya juga dan pamer skill hahaha, pokoknya seru abis deh. Oiya kelupaan, di awal performance mereka juga menggebrak panggung dengan membawakan lagu “Daddy, Brother, Lover, Little Boy (Drill Song)” lengkap dengan bor kayak yang di video dan konser-konser mereka biasanya. Di bagian encore mereka mengajak semua penonton nyanyi bareng lagu “To Be With You” dan terakhir ditutup dengan “Colorado Bulldog”, kalo gak salah. Catatan dari Herdist sebagai gitaris dan fans beratnya Paul Gilbert (karena kalo gue mah gak gitu denger perbedaannya heheh), sound gitarnya Paul sejak pake ampli Marshall terasa beda terutama pas dia bawain lagu-lagu lama yang dulu dia bawakan pake ampli Laney. Sesuai dengan karakter amplinya, makanya lagu-lagu yang dulu dibawakan pake ampli Laney walaupun distorsi tapi masih bisa terasa beningnya, tapi kalo sekarang distorsinya terasa lebih kotor, itu aja katanya. Kalo skill mah gak usah ditanya lagi katanya hahah. Day #3, tidur terus sampe puas di rumah heheh. Okay, that’s all my report, sori kalo kurang lengkap atau kurang memuaskan, mungkin yang lain yang kemaren ikut nonton juga mau menambahkan?


GIG REPORT oleh Mardhani Machfud Ramli Mother Jane sempat liat bentar, abis itu kabur liat Komunal. Mother Jane soalnya banyak gw temuin di festival-festival rock Sumatera yang bawain Dream Theater 15 menitan. Komunal asik, bener kata mbak Uly, metal plus punk plus blues. Soundnya kayak Pantera yang kebanyakan denger Led Zeppelin dan Sex Pistols. Beatnya punk, riffnya cutting edge rock ‘n roll, walaupun soundnya lebih berat. Gw cuma nonton sehari, tanggal 8, telat masuk gara-gara nungguin temen, jadi gak bisa nonton Time Bomb Blues dan The Sigit, kampret!!! Pas masuk langsung ngejar /rif, abis itu langsung nonton Beside dan sempat menjadi penyebab aksi dorong-dorongan dan walhasil perut gw kena tendang dan jatoh terkapar di tanah dengan suksesnya, untung gak nindih orang. Abis itu beli minum, cuma sekali, gw cuma bawa 50an soalnya, wekekek. Trus langsung nonton tribute to Immortal, ada Sherina, Kikan, vokalisnya Ten To Five, ama klo gak salah, Ayu Ratna. Abis itu gw nonton Bite dan Roxx di dome, ketemu ama Fahmi, Poltak, Moron, mbak Uly dan Herdist. Abis itu liat press conference-nya Mr.Big dari jarak dekat bareng Fahmi dan Moron, ditambah dengan cewe rese yang nanya-nanya gak jelas; “Itu yang paling kanan siapa namanya?? gitarisnya yang dulu pernah keluar yang mana? Paul Gilbert yang mana yah? yang paling kiri itu siapa? gitarisnya mana???”, dan walhasil celah tenda tempat kami ngintip dan ngambil gambar ditutup ama panitia. Pas nonton Mr.Big sebelum mereka nampil, para penonton diajak bersama-sama menyanyikan “Indonesia Raya”, dan hanya sedikit yang mau menyanyikan lagu sakral itu secara bersama-sama, yang lain tuh gengsi apa gak apal gak tau dah. Mr.Big nyaris perfect, sayang aja menurut gw sound-nya kok rada aneh, maennya Paul Gilbert juga gak seperti yang gw liat di dvd-dvd konser lainnya. “Green Tinted” kok temponya rada gak pas, untung si Billy Sheehan walaupun, as always, pakaiannya norak minta ampun, tapi dia yang jadi “The Man of the Show”-nya. Eric Martin udah jauh vokalnya ama yang dulu-dulu.

oleh Mustafid Amna Sedikit review konser Java Rockin’ Land (gak rock semuanya ah). Gw cuma nonton tanggal 9, hari terakhir. Sebelumnya tanggal 7 gak bisa karena ada rakor ma persiapan kunjungan dirjen. Tanggal 8 udah mo berangkat, mo beli tiketnya Niko, tapi gak jadi coz’ mantan gw minta ditemenin jalan, sory Ko, tapi dah kejual juga kan?. Sebenarnya agak malas juga coz’ liat list yang maen gak ada yang gw suka; Slank, The Flowers, Killed by Butterfly, Free of Mine, Mew, Pee Wee Gaskins, The Upstairs, Mike’s Apartement, Dvd Boy, The Sabotage, Third Eye Blind, Gigi, dan SID. Berhubung gak ada acara dan bingung mo ngapain, akhirnya berangkat juga sendirian naek motor, tiket beli beli ma calo 150rb. Nyampe disana ketemu ma Moron dan Poltak, malamnya baru ketemu ma Niko. Sory yang gw review cuma Speedkill coz’ dari semuanya hanya ini satusatunya band yang sangat ingin gw tonton, satusatunya band thrash yang maen. Tampil di stage Jimbaran pukul 20.30 dengan formasi utama, gw gak nyangka orang-orangnya culun-culun. Diawali dengan lagu baru, lupa judulnya, band ini tampil langsung menghentak, kemudian “Simulasi Tempur”, trus “New Image Molotov”, mengingatkan pada Slayer. Massa yang mulai banyak dihajar lagi dengan “Parade Kanibal Utopis”, mengingatkan era album “Kill’em All”-nya Metallica, riff-riff gitarnya sangat thrash sekali, sangat menyatu dengan pukulan drumnya, ditambah lagi vokal Ambon (sory kalo salah nama) ala Ndaru Betrayer dan Mille Petrozza Kreator. Lirik-liriknya kuat, gila nih band mantep banget, salut buat band lokal ini, ditengah serbuan band-band melayu total ternyata masih ada yang mengutamakan kualitas musik daripada ngikutin pasar. Hampir semua lagu dari album “Metallium AD” dibawakan; “Kendali Generasi” yang bercerita tentang semangat hidup, “Generasi Alkohol Dan Rock ‘n Roll”, “Lacur”, “Join the Bronx”, “Infeksi Kultural”, “Eksekusi Kanan Kiri”, band yang sangat cerdas, two thumbs up! Sayang penampilan mereka malam itu gak didukung oleh sound system yang bagus, kalah kenceng sama Mew. Tapi secara keseluruhan gw sangat puas. Sekian dan terima kasih.


REVIEW LACUNA COIL SHALLOW LIFE oleh Dede Hate Kenapa jadi begini Lacuna Coil? Sebelumnya, sejak pertama tahu Lacuna Coil beberapa tahun lalu, band ini punya tempat tersendiri di hati gw. Mereka memainkan musik yang ringan tapi berisi. Memang tidak seganas Arch Enemy, ini konteksnya lain, alternative metal yang dibungkus nuansa gotik, meskipun tidak seserius Epica. Metal yang easy listening tapi menggigit dan berkualitas. Makanya ketika tahu mereka akan segera merilis album baru berisi 13 lagu ini gw sangat excited. Dan begitu menyimak trek pertama, “Survive”, sepertinya kesenangan gw tidak akan bertepuk sebelah tangan. Some gothic chant intro, gitar yang meraung-raung, kombinasi vokal melodis Scabbia dan beast male vocal-nya yang berat seperti dulu, belum lagi beberapa double pedal kicking oleh drummer di beberapa bagian yang intens. Lagu ini masih membawa semangat “Karmacode” dan album-album sebelumnya, masih sangat Lacuna Coil. Memenuhi ekspektasi dan penantian gw. Memasuki trek kedua, “I Won’t Tell You”, semuanya runtuh! What is this? Berubah total. Memang lebih ngebeat dengan tempo agak cepat, tapi vokal Scabbia yang cenderung cengeng dan vokal Andrea yang sangat bersih seperti vokalis-vokalis alternative rock post grunge era serta bunyi efek-efek elektronik itu?! Gw mikir mungkin mereka ingin mencoba eksperimen kecil di lagu ini. Setelah mendengarkan sampai lagu terakhir, itu bukan hanya eksperimen kecil, tapi perubahan besar-besaran. Kenapa bisa jadi begini? Ini lebih seperti rekaman band rock biasa, tidak ada kesan metal yang meraung-raung. Bukannya merendahkan musisi atau band-band yang akan gw sebut nanti, tapi ini benar-benar tidak bisa diterima. Trek ke-3 dan ke-5, “Not Enough” dan “I Like It”, beberapa bagian mengingatkan pada t.A.T.u.. Trek ke-4 “I’m Not Afraid” sangat Linkin Park, terutama pada intro, struktur lagu dan male vocal-nya yang kedengaran meniru style Chester Benington ketika menimpali Mike Shinoda di bagian reff lagu-lagu LP. Begitu juga di trek ke-6 dan ke-7, “Underdog” dan “The Pain” yang terlalu banyak memasukkan bebunyian elektronik. Bahkan ketika mendengar intro trek ke-12, tittle track “Shallow Life”, gw langsung ingat salah satu grup techno disco, gw lupa namanya, musik ajep-ajep gitu, meskipun setelah itu lagu menjadi sangat pelan dan lambat. Lagu lain yang juga sangat pelan adalah “Wide Awake” dan bonus track “Oblivion”. Di trek ke-10 dan ke-11, “The Maze” dan “Unchained”, hampir tidak ada bedanya ketika mendengarkan Evanessence dan Seether. Satu lagu tersisa, “Hellbound” yang dijadikan single pertama bisa dibilang masih sanggup menetralisir semua kekacauan di 11 lagu lainnya, dan bersama dengan opening track tadi menegaskan ini masih Lacuna Coil. Sangat kecewa gw, i mean, tidak masalah bereksperimen dengan sound-sound baru, itu adalah hal biasa bagi para musisi, tapi jangan juga identitas dan ciri khas utama band dihilangkan. Tidak ada masalah dengan alternative rock, hanya saja Lacuna Coil tidak cocok memainkan itu. Pun dengan lagu-lagu pelan dan melankolis, asal jangan kebanyakan dan overused sehingga jadinya malah membosankan, apalagi ketika semua tone-nya hampir sama. Kenapa jadi begini Lacuna Coil? Atau ini perasaan gw aja karena sudah lumayan lama gak mendengarkan lagu-lagu mereka? Hopefully. Ketika mengetahui orang di balik produksi ini adalah Don Gilmore, gw langsung mafhum. Orang ini juga yang ada dibalik multi platinum Linkin Park dan Good Charlotte. Musik Lacuna Coil dibawa menuju arus utama dengan harapan akan diterima lebih banyak kalangan dan audience yang lebih gemuk. Jika anda adalah penggemar Evanessence, Linkin Park, P.O.D dan band-band alt rock, “Shallow Life” ini boleh dicoba. Bagi fans lama Lacuna Coil, mungkin lebih cocok bila diputar ketika sedang menyetir sendirian dalam perjalanan jauh supaya tidak merasa sepi. Bagi gw, ah gw bernostalgia dengan “Heaven’s A Lie” dan “Swamped” aja deh, hihi. [hate]


REVIEW

SUFFOCATION BLOOD OATH oleh Fahmi Benyegh Putar volume speaker ke tingkat yang loe rasa kuping loe masih bisa bertahan, karena seberapapun kecilnya volume speaker loe, Suffocation akan tetap menghancurkannya. Kemudian pencet tombol play untuk mulai mendengarkan album terbaru “Blood Oath”, prepare for the worst coming!!!!

MASTODON CRACK THE SKYE oleh Aditya Arad Wicaksono Di album “Crack The Skye” Mastodon semakin mengukuhkan diri sebagai rajanya progressive metal. Bukan saja karena musikalitas mereka yang semakin matang, tetapi dikarenakan tidak seperti band-band progressive metal lain, mereka tak pernah berhenti untuk progress. Adanya penggunaan keyboard dan unsure-unsur elektronik lainnya sangat terasa di album ini, mungkin untuk menambah suasana mistis yang selalu meraka sajikan dalam musik-musiknya. Hal ini mungkin yang menyebabkan musik “Crack The Skye” ini sendiri lebih catchy (I hate to say this). Mereka tampaknya mulai berusaha memperluas pendengar musik mereka, Brent Hinds lebih banyak bernyanyi disini, raungan-raungan khasnya tidak lagi terlalu mendominasi, efek dari gegar otak ringan yang diterimanya setelah berkelahi denga Shavo System Of A Down-kah?

Entah mengapa, di telinga saya, rilisan Mastodon kali ini lebih ‘bersih’. Riff-riff-nya tidak terdengar kotor seperti album-album terdahulu. Entah memang ini dikarenakan kualitas rekaman yang membaik, atau memang inilah mixing yang mereka hasilkan. Seperti biasa Mastodon selalu membawa tema-tema mistis dan fantasi dalam lagu-lagunya. Dari trek-trek yang ada semua yang ditampilkan Mastodon pada album ini ‘terangkum’ dalam 1 trek pamungkas “The Last Baron”, sebuah trek yang menceritakan “jiwa yang terlepas untuk melihat akhir dari dunia ini”. Dimulai dari melodi nan lembut dengan nyanyian Brent Hinds (oh tidak!!!), yang akhirnya meledak dalam raungan Hinds (finally..), tabuhan drum yang ‘sakit’ dari Brenn Dailor, duet gitar yang penuh fantasi dari Brent Hinds & Bill Kelliher dan tak lupa penjagaan ritme yang ketat dari Troy Sanders (tidak seperti album-album terdahulu, tampaknya Troy Sanders tidak banyak menampilkan raungan-raungannya), Benar-benar sebuah trek yang mengatakan “this is Mastodon!!”.

Trek lain yang cukup menyita telinga yaitu “The Czar”, pure progressive metal classic style music. Musik yang mereka tampilkan di trek ini membawa kita untuk mengenang music-musik progresif klasik. Jadi klo baru aja dengerin Mastodon dan pengen tau secara ‘kilat’ langsung aja dengerin trek terakhir “The Last Baron”, hehe. Overall, album ini tidak seganas “Blood Mountain” yang mencuatkan nama mereka. Tetapi album ini memberikan sesuatu yang baru dalam musik Mastodon (yang tidak menghilangkan ciri khas mereka, menghentak dengan tempo yang penuh kejutan, permainan musik nan liar dan brutal) yaitu vokal yang lebih ‘bernyanyi’ sehingga membawa suasana psychedellic ke dalam musik Mastodon. For new fan, segera cari album lama mereka.

Mulai trek pertama yang berjudul “Blood Oath”, hentakan drum dari Mike Smith udah mulai menghujam jantung loe, drum, gitar, bass n vokal terasa sangat rapat. Yap inilah lagu yang loe semua bisa harapkan dari band legendaris pencipta aliran brutal death metal, melodius tapi tetap penuh dengan energi yang ngebuat loe gak bisa berhenti dari headbangin. Album ini bener-bener membuat gw berharap mereka bakalan bisa balik lagi ke Indonesia. Dengan idealisme bermusik mereka, Suffocation adalah legenda hidup. Cuma sekedar ngingetin kalian semua, mereka udah gak muda lagi, kebanyakan mereka udah berumur hampir kepala empat, tapi coba loe dengerin keseluruhan album tersebut, dan apakah terlintas pertanyaan bahwa mereka udah mulai kehabisan energi? Jawaban absolutnya adalah tidak!!! Semenjak dari album pertama mereka “Effigy of The Forgotten”, mereka tetap powerful. Tidak banyak yang berubah dari mereka, hanya mungkin di album “Blood Oath” ini cukup terdengar petikan gitar yang lebih melodius, vokal Frank Mullen tetap terdengar jelas dan kalimat terakhir penutup review gw ini adalah Suffocation akan terus membuat loe sesak napas!!!


REVIEW HATEBREED FOR THE LIONS

EARTH CRISIS TO THE DEATH

BURY YOUR DEAD IT’S NOTHING PERSONAL

Scott Ian bilang Hatebreed adalah contoh paling tepat untuk melihat penggabungan hardcore dan metal. Di album ini Jamey dkk mengaransemen ulang lagu-lagu dari 18 band hardcore dan metal yang telah mempengaruhi mereka selama ini; Agnostic Front, Sick Of It All, Madball, Subzero, Misfits, Suicidal Tendencies, Judge, Black Flag, Negative Approach, Merauder, D.R.I., Cro Mags sampai Bad Brains, yeah hardcore legends. Sementara dari metalnya ada Slayer, Metallica, Sepultura, Crowbar dan Obituary. Well, semua sudah tau bagaimana musik Hatebreed, mungkin yang bikin sedikit penasaran karena ini adalah album cover. Secara global setelah mendengar sepintas, untuk lagu-lagu hardcore dibawain dengan tempo cepat dan yang metalnya lebih lambat dan ada solo gitar! Vokal Jamey lebih berat dan tidak sebersih di album “Supremacy”, gw lebih suka yang ini. Untuk sound gitar gw belum menemukan perbedaan berarti setelah pergantian dari Sean ke Wayne, eh ga tau juga sih di album ini masih Sean apa udah Wayne. Soalnya album ini dikerjakan saat Sean masih di band, Wayne sendiri baru masuk saat menjelang finishing, tapi di kredit album ditulis Wayne Lozinak, dunno. Ada 2 lagu yang bikin gw langsung jatuh cintrong saat pertama kali denger, langsung enak di kuping, mengena di hati, masuk ke otak yang langsung membuat kepala otomatis mengangguk-angguk geleng-geleng; “Boxed In”, cover Subzero, yeah very Hatebreed, mungkin karena musically dasarnya mereka emang udah mirip. Satunya lagi “Hatebreeders”, cover The Misfits, mantap! Tempo cepat, irama punk ceria, dan gangs vocal sebagai latar, definitive hardcore punk sound. Untuk lagu-lagu lainnya mungkin gw butuh beberapa kali muter. Overall, album ini not bad, setidaknya tidak mengecewakan setelah menunggu sekitar 2 tahun sejak Jamey berjanji akan membuat cover album.

Butuh keberanian besar untuk menghidupkan kembali sesuatu yang telah lama mati, dan Karl dkk melakukannya sekali lagi. Menarik menunggu apa yang bisa mereka lakukan setelah 9 tahun berpisah. Gw tau Earth Crisis sekitar 3 tahun lalu dan setahun kemudian gw baru tahu klo band ini ternyata dah lama bubar, heheh. Terakhir merilis “Last Of The Sane” pada 2001, sebuah cover album untuk band-band yang telah mempengaruhi mereka. Bagi yang sebelumnya belum pernah tau Earth Crisis pasti akan mengira ini adalah sebuah rekaman metal, yeah more metallic edge on everything than ever. Satu-satunya yang menyisakan bahwa band ini adalah band hardcore adalah root mereka di New York dan ideologi serta life style vegan sxe mereka. Karl Bruckner sendiri tidak mempermasalahkan musik mereka yang oleh beberapa orang dianggap terlalu jauh memasukkan bebunyian metal ke dalam hardcore, “mungkin terdengar seperti metal, tapi Earth Crisis selamanya adalah hardcore”, kira-kira seperti itu kata Karl. Kembali ke “To The Death”, satu hal yang menunjukan perubahan paling kentara adalah gaya vokal Karl yang lebih sangar, bertenaga dan mengerikan. Gabungan hardcore barking ala Jamey Jasta, sepintas ada juga yang terdengar mirip karakter Randy Blithe, bahkan di salah satu lagu ada high shriek yang otomatis membuat gw mengingat…. Dani Filth!!!. Selain musik, hal yang paling ditunggu lainnya adalah ideologinya. Masihkah setia dengan vegan sxe dan Animal Liberation Front themes? untuk yang ini gw belum tau karena belum mendapat liriknya. Tapi melihat judul-judul lagunya setidaknya masih tentang struggle, perseverance and fight. One song to kill you all adalah trek kelima, “When Slaves Revolt”, gw masih terus memutar lagu ini, ganas!!! Album ini adalah proklamasi kembalinya Earth Crisis. Pernah denger “Venom and Tears” oleh Throwdown? yang ini jauh lebih garang.

Sucks!!! This piece of shit is sucks!! Sangat mengecewakan. Tidak ada lagi breakdown dahsyat dan ketukan-ketukan drum unik ciri khas Bury Your Dead yang dulu. Gw akui, terhadap Bury Your Dead gw gak sefanatik seperti pada Hatebreed, Throwdown atau First Blood, tapi gw masih respek dan mengikuti mereka, meskipun gak semuanya, gw masih suka beberapa lagu mereka, terutama dari album “Cover Your Tracks”.

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

CHIMAIRA THE INFECTION oleh Dede Hate

Salah satu band utama di era New Wave of American Heavy Metal, bersama Lamb of God. Di album baru ini Mark Hunter dkk kembali menegaskan hal itu. Sebelumnya gw sempat menyangka mereka akan terjebak dalam kutukan metalcore; semua band seperti ini setelah 2000an akan dianggap metalcore. Sepintas musik mereka sekarang agak-agak mirip Lamb of God dan Devil Driver klo gw perhatikan. Tetap dengan Pantera styled goove mereka, cuma di album ini menjadi lebih ganas klo gw denger, bau Masih hardcore memang, tapi sudah melemah dan Scandinavian melodeath juga sangat terasa. terlalu banyak melodic dan clean singing. Mungkin ingin berubah arah menjadi melodic hardcore Lagu favorit gw adalah opening track, “The seperti Poison the Well, tapi mereka gagal, Venom Inside”, no doubt, uhhh what lovely intro, hardcore-nya tanggung, melodic-nya tanggung, melodi gitar yang menyayat hati. Gw sih maunya jadinya malah cengeng. Eksperimen yang gagal. Ini sampai ujung lagu begitu aja, hihi, apa mau dikata, bukan lagi moshcore yang enak buat moshing tapi selanjutnya lagu berubah menjadi sangat heavy. malah seperti band-band post hardcore baru yang Bagian reff-nya yang paling gw suka, drummingterlalu emosional dan meledak-ledak gak jelas. nya Herrick gila! Disini dia menumpahkan semua Malah gw ada mendengar di bagian verses-nya kekuatannya, kaki dan tangan dalam menggebuk seperti Korn atau Slipknot???!!! Gw terutama paling drum; snare, twin pedal sampai blastbeat. Gaya gak suka mendengar nyanyian cengeng vokalis vokal Hunter juga semakin ganas dan tinggi. Hal barunya, Mike Terry yang baru join setelah cabut baru yang paling kentara disini adalah background dari Cassius. Belum lagi kalo liat style panggungnya vokal dengan style death metal deep growl, di dengan rambut gondrong seperti fashion pemuda- salah satu lagu malah dijadikan main vocal. Lagu pemuda tanggung yang tidak mencerminkan keren ini ditutup seperti waktu dimulai, kembali though guy hardcore. Well mungkin karena dia melodi yang menyayat hati meskipun ga selama juga secara keseluruhan konsep Bury Your Dead waktu opening. harus dirubah. Album gagal ini adalah album kelima BYD, berisi 12 trek yang gak ada satupun yang Dari intro itu sampai lagu penutup, “The Heart of enak didengar, dirilis oleh Victory Records pada It All” yang panjang banget, 15 menitan (sebuah 26 Mei lalu. Sebenernya gw cukup berharap pada instrumental yang sangat brilian, penutup yang paltrek ke-delapan, “The Forgotten” karena featuring ing tepat setelah intro yang juga brilian), kita disuFrankie Palmeri dari Emmure, but setelah menyiguhi groove, long breakdown (gw merasakannya di mak gak ada bedanya dengan yang lain. Bagi yang lagu “Frozen In Time”), permainan melodi dan semi dulu suka Bury Your Dead silahkan kecewa, dan gw, akustik yang enak, bebunyian synthetiser, berbagai lebih memilih menunggu dan terus berharap pada macam teknik drumming dan vokal yang semuanya Throwdown yang juga akan merilis album baru digabung menjadikan album ini tidak hanya cepat mereka sometime this summer. dan heavy tapi juga melodis dan menyayat.


REVIEW PROLETAR BACK TO HATEVOLUTION oleh Dede Hate

AGATHOCLES GRIND IS PROTEST oleh Dede Hate

Rasanya tidak perlu lagi Ampun!!! Klo belum menjelaskan siapa merpernah merasakan yang eka. Band ini adalah salah namanya gendang satu nama besar di scene telinga pecah, coba setel grindcore di Indonesia. album ini dengan volume Kenyang pengalaman maksimal dan dengarkan di berbagai macam lewat headset, mungkin panggung. Beberapa kali bisa membunuhmu!! membuat split dengan Wakakak, mungkin gw band-band ganas lainnya, diantaranya, Extreme hiperbolis, but kenyataannya mungkin memang Decay, Dead Vertical dan Gory Inhuman Genocide. akan seperti itu. Dari semua jenis grindcore, yang inilah yang gw paling ga kuat, musik yang mereka Ada 59 lagu di album ‘the best’ ini. Dirangkum sebut “mincecore” ini benar-benar menyiksa lahir dari demo dan EP; “Massive Resistance” (2000), dan batin. Karena ini adalah album baru, dan keb“Rakyat Jelata” (2001), “Universal Ideas” (2004) dan etulan gw punya, dan lagi karena band ini adalah “Physical And Mental Torture” (2005). Ini adalah legenda di jenisnya, gw memaksakan diri mengikuti grindcore yang sebenar-benar grindcore, tanpa lagu-lagunya untuk mencoba mereview sebisa gw. embel-embel deathgrind, goregrind atau apapun. Trek pertama langsung diisi dengan tittle track Menurut beberapa orang this is what grindcore “Grind Is Protest”. Penyiksaan belum dimulai, hanya supposed to be. Personil Proletar sendiri sepertinya dua pria mabuk bercakap ngalor-ngidul dalam lebih suka menyebut musik mereka mincecore. bahasa Belgia dan Inggris dengan latar belakang Well, hanya ada satu nama kemana istilah ini musik yang samar kira-kira selama 2 menit sampai merujuk; Agathocles, klo gw sebut, godfather of tiba-tiba dihantam dengan drum, mungkin mereka mincecore, hahay. make drum beneran (tong, hihi), dua vokal masuk, satu growl satunya lagi gw ga tau istilahnya, disertai Menyimak lagu-lagu yang disajikan, kita akan gitar yang fully distorted dan bass yang disetem menemui kata-kata protes sosial yang dibungkus sangat rendah dan menciptakan bunyi yang sangat dengan musik yang lumayan enak. Klo dibandrawk, anjir gw kaget setengah mati! Cukup, gw ingin, musik Proletar masih lebih masuk telinga ga kuat, hihi. Pokoknya sampai lagu ke-40, lagu ketimbang musik Agathocles. Tidak sekedar berisik terakhir, semuanya seperti itu, hanya satu lagu yang serampangan beberapa puluh detik kemudian cukup merdu di kuping gw, trek ke-7 “Worthless”, selesai, masih ada yang bisa membuat kita angguk- lumayan groovy dan mungkin yang paling bisa angguk. Dalam beberapa part kita akan menemui dinikmati di album ini. kesamaan dengan sound Relationshit! Sepertinya mereka memang berkawan, musik dan ideologi. Tentang Agathocles, mereka sudah ada di Belgia Ada satu lagu yang paling gw suka, trek terakhir, sejak 1985. Mungkin yang paling banyak membuat “Stigma”, i just enjoy this song. split dengan berbagai macam band yang sejenis. Mereka telah mempengaruhi banyak sekali band Kelemahan utama rilisan ini adalah produksinya setelah mereka. Sangat sering mengadakan tur yang ga jernih dan rawk, mungkin supaya benerdi Eropa Timur bareng band-band seperti Unholy bener berjiwa DIY. Seandainya saja dikerjakan di Grave, My Minds Mine, Malignant Tumour dan studio yang lumayan baik dengan enginering yang grinder Jepang, SxOxB. Dalam kadar ekstrimitas, baik pula, mungkin “Back To Hatevolution” ini ada mereka bisa disamakan dengan Extreme Noise di daftar teratas album paling sering gw puter. Terror dan Assuck.

AGORAPHOBIC NOSEBLEED AGORAPOCALYPSE

BRUTAL TRUTH EVOLUTION THROUGH REVOLUTION

Enam tahun sejak “Altered States of America” pada 2003, penantian panjang fans setia band ini sepertinya tidak sia-sia, “Agorapocalypse” benerbener tokcer, mantap! Gw aja yang sebelumnya tidak begitu menikmati karya mereka di “Frozen Corpse Stuffed With Dope” terpana dengan yang ini, keren. Masih dengan tipe grindcore mereka yang memakai drum machine, bebunyian elektronik, chaotic guitar riffs, signature waktu yang ganjil naik turun dan tiga vokal, satu diantaranya cewe. Cybergrind, beberapa orang menyebutnya demikian. Album ini adalah karya hebat dari musikalitas dan intelegensia tinggi. Lihat saja bagaimana hebatnya mereka memadukan drum machine dan alat-alat elektronik yang menciptakan ‘bunyi cyber’ dengan skill mereka memainkan instrumen; gitar dan bas serta vokal. Kredit paling tinggi tentu saja buat Scott Hull, gitaris, drum programmer dan otak band ini. Dari satu lagu ke lagu lainnya kita tidak bisa menebak apa yang akan kita dengar berikutnya. Bahkan dalam satu lagu kita bisa saja disuguhi berbagai macam tempo dan ritme, kadang lambat dan tiba-tiba naik lagi. Di saat kita tengah asik mengikuti part gitar yang cepat tiba-tiba saja musik berhenti dan berganti dengan ketukan satu dua dari drum dengan sangat tenang. Biasanya gw ga terlalu suka dengan musik yang cepat sekali berubah, chaos, dan fully experimented seperti ini, but untuk yang ini gw takluk. Salah satu penyebabnya mungkin karena riffage gitarnya yang catchy, groovy, nyaman dan di beberapa bagian menyertakan sedikit solo. Vokalnya shriek serak cewenya juga menjadi kenikmatan tersendiri buat gw, hahay. Cuma satu yang ‘hilang’ bila dibandingkan dengan album-album sebelumnya; kesingkatan lagunya. Album ini ‘cuma’ berisi 13 trek, sementara sebelumnya bisa sampai 40 trek. Rupanya mereka sudah tidak terlalu peduli dengan batasan “grindcore is micro songs”, buktinya hanya ada dua lagu yang berdurasi di bawah satu menit.

Inilah band yang paling ditunggu karyanya setelah menyatakan reuni. Brutal Truth perlu 12 tahun untuk merilis album lagi sejak “Sounds of Animal Kingdom” (1997). Meskipun oleh banyak orang album itu dianggap masterpice, gw lebih menikmati ”Extreme Conditions Demand Extreme Responses”. Bagaimana dengan “Evolution Through Revolution” ini? Ini adalah album yang baik meskipun jujur ga sesuai dengan ekspektasi gw. Seperti mendengar album grindcore kebanyakan, memang intens dan brutal, tapi dimana ciri khas Brutal Truth-nya? Dibuka dengan lagu “Sugardaddy”, kita langsung diserbu segala jenis ‘ramuan wajib’ grindcore. Menyusul kemudian “Turmoil”, “Daydreamer”, “On The Hunt” dan “Fist In Mouth”. Lagu berikutnya, “Get A Therapist Spare The World”, agak lambat dengan part sludge di beberapa bagian. Setelah itu kembali intens dengan “War Is Good”, “Evolution Through Revolution”, Powder Burn” dan “Attack Dog”. Tidak lupa mereka menyisipkan satu lagu wajib grindcore, lagu singkat berdurasi tujuh detik, “Branded” disusul lagu bertempo lambat lainnya “Detached”, bahkan vokalnya terdengar bersih, kind of hardcore barking i guess. Lagu-lagu berikutnya tetap intens dan berisik, kecuali trek instrumental “Semi Automatic Carnation”. Gw mencoba menebaknebak kenapa gw ga begitu excited dan sedikit kecewa setelah menyimak seluruh album ini. Musik mereka masih tetep sama klo gw denger, cuma gw ga menemukan feel-nya, rasa Brutal Truth-nya ga ada, gw sendiri ga bisa menggambarkan apa itu, hihi. Mungkin karena mereka udah lama ga main bareng, udah pada tua, adanya ‘orang baru’ di posisi gitar, ekspektasi gw yang sangat tinggi atau mungkin saja gw perlu waktu untuk lebih memahami album ini? Gw kangen dengan lagu-lagu semacam “Birth of Ignorance”, “III Neglect”, “Denial Existence” dll. Anyhow, one of the world greatest grindcore act is back!!

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate


REVIEW SLAVEBREED PAIN SYNDICATE

LOOKING FOR AN ANSWER EXTINCION

PARENTAL ADVISORY THE WITHER PROCESS

JIG-AI KATANA ORGY

Satu lagi band baru yang keren. Tidak banyak yang gw tau tentang band yang entah berasal dari mana ini. Lupakan namanya yang jelek, Slavebreed menyuguhkan deathgrind yang enak. Drumnya seperti death metal kebanyakan, tapi guitar works-nya sangat tidak biasa. Vokalnya gabungan growl berat dan shriek tinggi. Album ini dimulai dengan lumayan cepat, trek pertama “Scorned” dibuka dengan ritme gitar dan pukulan drum yang tidak biasa, ada nuansa rock n’ roll klo gw denger. Setelah itu disusul growl dan shriek yang sahut menyahut dan barulah kemudian blast beat drum. Sesekali melemah untuk memberi waktu pada pada melodi untuk ambil bagian. Sampai akhir lagu gw seperti mendengar Rajasinga, yeah ini adalah analogi yang paling pas. Trek kedua dan ketiga, “Detention Revolution” dan “Slavebreed” masih meneruskan kecepatan lagu pertama tapi pada trek keempat, “Choke”, tempo agak menurun. Pada lagu berikutnya,“Spitting In Society’s Face”, tempo naik lagi. Dibuka dengan genjreng gitar disusul double blast beat dan geraman growl, ganas. Setelah masuk di lagu gw mulai headband dan tersadar, gw sepertinya pernah mendengar bunyi ritme yang mirip ini, yeah agak mirip dengan lagu “Enemy” oleh Static X. Berikutnya “Youth Fabric”, lagu singkat, 14 detik, ‘hanya’ blast beat disusul growl penuh penderitaan di ujung lagu. Lompat ke trek kedelapan, “Pain Syndicate”, rasanya cukup pantas dijadikan tittle track, setidaknya cukup mewakili keseluruhan album. Berikutnya “Misguided Prophets”, tetep dengan guitar works yang tidak biasa untuk death metal. Sampai lagu terakhir “153 Years”, Slavebreed memainkan musik yang seperti ini. Seperti yang gw bilang tadi, ini seperti mendengarkan Rajasinga versi berbahasa Inggris. Tidak dengan tipikal deathgrind pada umumnya yang ngebut melulu, ada saat dimana kita mungkin akan merasakan nuansa rock n’ roll, setidaknya menurut pendengaran gw.

Seluruh dunia lagi waspada terhadap virus flu babi yang mematikan, sebenarnya tidak ada hubungan antara H1N1 dengan band ini. Hanya saja cover album yang bergambar tiga ekor babi dengan tumpukan tengkorak manusia di sekelilingnya ditambah judul “Extincion” membuat gw menarik analogi, musik band ini mungkin cukup mematikan dan bisa membuat punah telinga orang-orang yang lemah, hahahay. Awalnya gw cukup under estimate karena namanya yang sebenernya keren tapi terlalu trendy dan over usage, sehingga yang pertama muncul di kepala gw adalah tons of so called deathcore things. Perkenalan gw dengan band ini baru-baru aja sih, dimulai dari ketidak sengajaan ketika sedang browsing Deviant mencari gambar-gambar babi. Oleh si user dikasih komen, “best grindcore act in Spain”. Wew! Sense of grind gw langsung muncul dan segera saja mencari dan menemukan rilisan ini. Mungkin yang paling membuat gw penasaran adalah asal band ini yang di Spanyol. Kita tau bahwa episentrum grindcore di Eropa hanya ada di tiga tempat; Inggris, Eropa Tengah dan Skandinavia, selain itu adalah daerah minor. Tidak banyak yang gw tau tentang scene ug di Spanyol, kecuali dari sebuah bacaan singkat mengenai salah satu band yang disebut cukup ganas di Madrid, gw lupa namanya.

Gw pertama tau band ini lewat forum Indonesian Death Metal. Band yang berasal dari Austria ini terbentuk pada akhir 90an. Sejak itu telah merilis beberapa demo yang lumayan laris disana. Sempat beberapa kali terlibat tur dan festival-festival metal besar seperti Hell On Earth bareng Immolation dan Darkest Hour. “The Wither Process” ini adalah karya terbaru mereka yang dirilis Nice To Eat You Records pada 20 September tahun lalu.

Setelah Leng Tch’e, satu lagi band grind Eropa yang mengambil nama, tema dan imagery dari literatur oriental; Jig-Ai. Kalau Leng Tch’e mengambil nama dari Lingchi, sebuah bentuk hukuman kuno di Cina, menyiksa si terhukum dengan mengikatnya hiduphidup dan mengiris sedikit demi sedikit dagingnya sampai meninggal, maka Jig-Ai mengambil nama dari Jigai, sebuah ritual bunuh diri oleh wanita dari budaya Jepang. Bisa ditebak alasan dibalik pemakaian nama-nama itu; biar terkesan sadis. Well, musik dua band ini memang lumayan sadis.

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

Gw lagi tergila-gila dengan sound seperti ini. Sinergi brutalitas death metal dengan intensitas grindcore. Bukan blast beat dan growl melulu yang gw maksud, justru ritme dan melodi yang teratur yang tercipta dari paduan ciamik riff gitar diikuti ketukan drum yang tidak terkesan tergesa-gesa dinaungi berbagai macam vokal growl. Orang-orang ini sangat pintar menyelipkan jeda sebelum berganti ritme sehingga kita tidak sulit untuk menebak kapan musti headbang naik turun, geleng-geleng atau diam. Gotcha! Ini agak-agak mirip dengan sound Fuck... I’m Dead! Ini yang gw maksud easy listening. Album ini bener-bener sesuai dengan nama band-nya, musti dengan bimbingan orang tua, atau klo ga, cuma boleh didengarkan orang yang sudah dewasa dan mempunyai kadar kemampuan pendengaran yang memadai, hihi. Berisi 12 trek dengan durasi total 42:54 menit. Ga usah Dan sepertinya tinggal menunggu waktu saja bagi membahas satu-persatu karena menurut telinga Looking For An Answer untuk membuat penikmat gw semua bunyinya sama. Ada satu lagu yang grindcore di tempat lain untuk mulai melirik mermembuat gw penasaran setengah mati; trek ketiga eka, dan scene mereka. Seperti yang gw harapkan, berjudul “Allah Akbar”. Tetap brutal tapi intro album ini memang cukup nikmat dan termasuk dan outronya suara adzan! Berbagai macam situs dalam selera gw. Intensitas grind yang menderulirik gw kunjungi untuk mencari liriknya tapi ga deru dan pengaruh brutal death yang sangat terasa ketemu juga. Apa yang mereka tulis? Apa maksud terutama di gaya vokalnya dengan lirik berbahasa orang-orang Austria ini? Temen-temen di Forum Spanyol di semua lagu. Dari 19 trek, lagu kesukaan Indonesian Death Metal berasumsi isinya pasti gw adalah yang ke-18, “Revulsivo”, i just love the menjelek-jelekkan. Well, daripada ragu-ragu, lagu way they end it. ini gw hapus dari playlist dan kompi gw, hihi.

oleh Dede Hate

Tentang musik Jig-Ai, mereka memainkan kombinasi grindcore dan death metal dengan tema gore, goregrind. Seperti kebanyakan, blast beat, setem gitar dan bass rendah serta vokal babi dan growl berat. Ciri khas utama band ini sesuai dengan namanya adalah adalah penggunaan audio clip sebagai background berupa suara wanita Jepang yang sedang disiksa, phisically and sexually. Album ini sendiri berisi 20 lagu dengan judul-judul yang berbau Jepang; “Wasabi Chicks”, “Bonsai Bukake”, “Katana Orgy”, “Samurai Gay Party”, “Emperor Bloody Cum”, Shu-Lin” dll. Hampir di seluruh album ini, dari awal sampai akhir kita hanya mendengar bunyi yang itu-itu saja dan suara “ah uh ah uh yes no” (tentunya dalam bahasa Jepang) berulang-ulang. Karena itu juga gw menamai sound band ini dengan istilah Miyabi goregrind, hihi. Meski demikian ada beberapa lagu yang cukup merdu di telinga gw, diantaranya “Wasabi Chicks” tadi dan trek ke-8, “Retching by P*nis”. Yang terakhir ini sound brutal death dan pig squeals-nya cukup mantap untuk membuat gw headbang. Overall, “Katana Orgy” ini musically sih lumayan enak, cuma repetisi itu yang membuat gw merasa album ini membosankan dan finally cuma jadi koleksi dan pengobat rasa penasaran.


REVIEW MISERY INDEX TRAITORS

PHOBIA 22 ACTS OF RANDOM VIOLENCE

Orang-orang sakit hati eks Dying Fetus ini merilis sesuatu yang banyak disebut sebagai salah satu rilisan terbaik tahun 2008. Kategori must have, buy or die! Tidak berlebihan, karena ini adalah album yang brilian. Paduan grind, death metal, sedikit hardcore, dan agak progresif klo gw rasa dengan musikalitas tinggi. Cepat, meskipun tidak melulu ngebut, growl and deep guttural sometimes clean vocals, with cathcy guitar riffs diselingi solo yang mengingatkan gw pada Mastodon di “Blood Mountain”, ketukanketukan yang groovy dan struktur lagu yang tidak membosankan. Baru denger intronya, “We Never Come In Peace”, kita sudah bisa merasa lagu-lagu berikutnya bakal enak. Di intro ini aja kita sudah disuguhi permainan instrumental catchy bercita rasa tinggi yang sangat cocok dijadikan menu pembuka. Setelah itu baru masuk ke menu utama; “Theocracy”, “Partisans of Grief”, “Traitors”, “Ghost of Catalonia”, “Occupation”, “Rulling Class Cancelled”, “The Arbiter”, “American Idolatry”, “Thrown Into The Sun” dan “Black Sites”. Gw akan sedikit mengomentari “Ghost of Catalonia”, semua lagu enak, tapi yang ini mempunyai tempatnya sendiri. Ini adalah lagu berdurasi paling panjang di album ini, 5 menit. Temponya tidak terlalu cepat, bahkan di awal lagu terkesan lambat. Intronya lumayan lama sebelum masuk ke vokal yang dinyanyikan dengan growl yang tidak terlalu berat, cukup bersih. Setelah itu baru bagian yang paling kenceng, serbuan ultra blastbeat. Klo tadi gw menyebut Mastodon “Blood Mountain”, maka di lagu inilah gw menemukan itu. Gw meliatnya dari segi progresivitas, dimana lagu dimulai dengan lambat kemudian cepat, lambat lagi dan seterusnya. Perubahan tempo dan kunci yang seperti tiba-tiba tanpa mengejutkan, belum lagi permainan gitar solo yang nyaman menyayat membuat kepala ini berayun-ayun. Album ini diakhiri dengan “Black Sites” yang akan membuat kita memainkannya sekali lagi, dan lagi.

Setelah 18 tahun malangmelintang, amunisi Phobia belum habis dan sepertinya tidak akan habis. Mereka masih saja terus meneror dengan serangan grindcore agresif penuh kebencian. Lirik-lirik anti kapitalis penuh kemarahan agak kekiri-kirian yang sudah menjadi ciri khas kaum anarcho punk ditumpahkan ke muka kita tanpa basa-basi. Band sekampung Avenged Sevenfold ini tumbuh di era Disrupt dengan crust core sebagai sarapan pagi. Dari itu pula mereka berangkat dan berprogresi, crust punk to core to grind to kill your bad taste.

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

GAZA - I DON’T CARE WHERE I GO WHEN I DIE oleh Dede Hate

Ok, begitu mendengarkan trek pertama gw langsung teringat Norma Jean, mirip banget, terutama pada jaman sebelum “O God, The Aftermath”. Chaos, tempo tidak tentu, key changes yang sangat tiba-tiba, style vokal, technically progressive, semuanya sangat Norma Jean. Hal yang sangat membingungkan gw, why? Karena gw adalah orang yang amat sangat senang sekali mengelompokkan dan melabeli band sesuai dengan soundnya, tentunya berdasar labeling oleh artikel-artikel di internet, meskipun kadang-kadang gw bikin pelabelan sendiri, hihi. Kenapa bingung? Karena selama Personally, menurut gw inilah grindcore Amerika ini dan sepertinya akan selamanya begitu, gw bercita rasa Eropa. Tidak seperti kebanyakan grind mengelompokkan Norma Jean ke dalam mathcore, act di Amerika, Phobia memainkan grindcore yang metalcore yang teknikal bla bla bla, sedangkan tanpa embel-embel dan penamaan tak berguna. Gaza ini ditulis beraliran grind. Kalo soundnya mirip Namun demikian, mereka tidak terjebak dalam kenapa pengelompokannya beda? Bingung sendiri dogma grindcore is fast and loud as possible, gw, wakakakaka. Well, setelah gw selami, jiaaah, mereka masih memperhatikan musicianship, kalau ditarik ke atas, benang merah titik temunya kualitas produksi, ritme dan tetap terbuka terhadap adalah The Dillinger Escape Plan, yang kalau ditarik kemungkinan baru. Bagi pendengar baru yang lebih ke atas lagi akan berakhir pada Agoraphobic menyimak album ini untuk beberapa saat mungkin Nosebleed. Ok, kita sampai di The DEP aja, yang tidak akan mengenali kalau band ini adalah sering dilabeli tumpang tindih, ada yang menyebut dedengkot grindcore Amerika, bagaimana tidak, mathcore, grindcore dan technical metal. Tidak kita akan menemukan banyak sekali pengaruh yang ada yang salah sebenarnya, karena Gaza, Norma cukup kentara dari berbagai macam genre lain; Jean dan The DEP mengandung semua unsur itu. death metal, hardcore, punk sampai metalcore! Hmmm, perbedaan label itu mungkin juga dari Coba simak trek ke-21, “Depression Is A Killer”, basic scene mereka. Teman-teman tidak usah ikut kita mungkin akan lupa sedang mendengarkan bingung dengan pergulatan pemikiran oleh orang lagu grindcore karena begitu enteng, jernih dan kurang kerjaan kek gw, atau just say; “peduli sefamiliarnya sound di lagu tersebut. Sementara itu tan!”. Trus kapan review albumnya? Hihi, itulah tadi lagu-lagu lainnya masih mempertahankan dual review-nya. Kalo belum punya album ini dengarkan vocal yang dianut, punk sing-a-long dan audio saja Norma Jean “Bless The Martyr and Kiss The clip di awal atau di akhir lagu. Bagi gw, ini adalah Child”. Sedikit tambahan, album dengan judul sansalah satu album grindcore terbaik yang pernah gat nihilistik ini berisi 11 lagu. Trek terakhir, “Blank”, dihasilkan band Amerika dalam beberapa tahun mungkin tidak bisa disebut lagu, bener-bener cuma terakhir. “22 Acts of Random Violence”, 22 lagu ‘berisi’ kekosongan senyap tanpa bunyi apapun yang penuh kekerasan, tidak ada istirahat untuk selama 7 menit 7 detik, kecuali bunyi tembakan sekedar menarik nafas. senapan otomatis pada detik terakhir.

PIGSTY PIGS ARE BACK oleh Dede Hate

Apa hubungan musik grindcore dengan babi? Jawabannya adalah Pigsty. Para pecinta babi ini kembali lagi dengan “Pigs Are Back”. Sebelumnya tidak banyak yang gw tahu tentang band ini kecuali sebuah performer grindcore yang cukup berbahaya. Setelah menyimak album ini, rasa-rasanya sound band ini tidak cukup hanya dengan label grindcore. Ada banyak sekali pengaruh musik dari berbagai macam genre yang gw dengar. Selain sound tradisional grind yang menurut gw agak mirip Dead Vertical, ada bunyi industrial, techno, hardcore, chant background seperti musik gotik dengan berbagai macam teknik vokal; pig squeals yang dilakukan dengan sangat lambat lebih seperti berkumur-kumur, death growl normal, scream tinggi, hardcore barking, clean vocal, suara sengau dan lain-lain yang gw ga tau istilahnya. Kita sebut beberapa, trek pertama “Sensitive People Love Music” adalah intro dengan bunyi techno, seperti intro di album Dead Vertical, “Infecting The World”. Trek ke-5, “Angels” diawali dengan chant mencekam seperti di lagu-lagu gotik. Trek ke-8 dan ke-9, “Tabalabadach” dan “Farret”, sangat industrial seperti layaknya Static X, vokalnya juga clean dan mirip banget dengan suara salah satu vokalis yang namanya gw lupa, hihi. Sementara itu, pengaruh hardcore sangat terasa di trek terakhir, “Blind Lambs”. Kekayaan influence ini yang membuat musik Pigsty unik dan tidak membosankan. Ada 13 lagu di album keren ini, beberapa diantaranya memiliki judul yang cukup menggelitik gw; “Sensitive People Love Music”, “The Universe Pig + Monkey = Essence of Existence”, “Pigs Are Back”, “Pig Football” dan “Tabalabadach”. Entah apa pesan dari lagu-lagu tersebut, yang pasti album ini sangat direkomendasikan, bahkan jika anda bukan penyuka musik grindcore.


REVIEW NAPALM DEATH TIME WAITS FOR NO SLAVE

SAYYADINA MOURNING THE UNKNOWN

GADGET THE FUNERAL MARCH

AK 47 - BARRICADES CLOSE THE STREET BUT OPEN THE WAY

Sebelumnya, meskipun mengaku penikmat musik grindcore, actually i’m not really into Napalm Death. Dunno, musik mereka masih terlalu berat buat kuping gw. Butuh konsentrasi dan kesabaran tinggi dengan gempuran sound yang menderu-deru, tidak seringan ketika mendengarkan Nasum, Phobia atau Dead Vertical, it just too loud for me. Mungkin itu juga yang membuat koleksi album Napalm Death gw sebelum yang ini cuma “The Code Is Red... Long Live The Code”, itupun gw cari karena featuring Jamey Jasta di dua lagu, hihi. But rilisan terbaru ini mau tidak mau membuat gw berpikir ulang, sepertinya gw perlu menyiapkan waktu untuk mulai menikmati musik om-om ini. Napalm Death tidak mengenal kata rem, musik mereka masih tetep kenceng. Beberapa review menyebut yang ini lebih baik dari “Smear Campaign” pada 2006. Gw ga punya “Smear Campaign”, tapi membandingkan dengan “The Code Is Red....”, yang ini memang lebih top, sound dan kualitas produksinya. Trek pertama, “Strongarm”, kita langsung digempur dengan bunyi drum yang menderu cepat. Vokal om Barney masih dengan growl seperti orang keselek penuh kemarahan diselingi beberapa teriakan seperti suara orang yang disiksa, full of pain. Selain itu, sound gitar yang mengiris menjadi sangat dominan dalam mengawal keseluruhan album. Ada yang sedikit berbeda pada tittle track “Time Waits For No Slaves”, temponya agak lambat dan paduan suara diantara reff –nya. Seperti iblis yang sedang berkhotbah yang kemudian diikuti doa amin oleh budak-budaknya, hahayy. Satu lagi, menjelang akhir lagu, ada jeda yang kemudian dipecahkan dengan riff gitar dan komando “ here we go!..”. Hey! Gw mulai menemukan ritme yang gw sukai, some nice catchy thrashy riffs, salah satunya di trek penutup “De-Evolution Ad Nauseum”, headbang deh naik turun. Sisanya kurang lebih sama, fast paced grind from beginning to the end, no brakes.

Setelah bubarnya Nasum menyusul meninggalnya om Mieszko yang menjadi salah satu korban tsunami 2004 lalu saat berlibur bersama pacarnya di Thailand, Sayyadina seperti ditakdirkan untuk mengambil alih dan meneruskan kejayaan grindcore Swedia. Entah kenapa, tapi band-band grind asal negeri Skandinavia tersebut memang memiliki satu kesamaan dalam hal sound. (gw lebih suka menyebutnya “sounds like Nasum”, maklum, favorit gw tuh, hihih). Semuanya bertumpu pada permainan gitar yang sepertinya disetting treble sehingga menghasilkan output cempreng tapi menggigit, bunyi simbal yang sangat jelas dan terpisah yang menghasilkan bunyi perkusi yang cukup tajam, dan penulisan lirik yang socio-politic centris namun tetap dinamis. Band Swedia lain yang juga gw temui memainkan karakter seperti ini adalah Gadget dan anak-anak baru, The Arson Project. Album kedua Sayyadina ini berisi 21 lagu dengan total playing time sekitar setengah jam. “Stolen Identity” sebagai trek pembuka cukup ampuh menggugah sense of grind gw dengan intro sayatan melodi gitar yang seakan mengajak “are you ready?”. Intro hampir serupa juga gw rasakan di trek kelima, “My Say Shall Be The Last” dan trek kesembilan, “In Process”. Sementara itu kecepatan dan intensitas sejak lagu dimulai sampai selesai gw temui di lagu-lagu “I Dare”, “Hunt Me” dan “Hostage”. Well, sebenernya semua lagu cepat sih, cuma di lagulagu lainnya masih ada jeda. Dan diantara semua itu yang menjadi kesukaan gw justru yang paling lambat; “Solitary Confinement”, trek terakhir. Disini, Eriksson dkk menurunkan tempo dengan memberi banyak ruang bagi gitar untuk memainkan riff yang cukup melodik, style vokalnya juga ga segarang di lagu lainnya. Sepertinya lagu ini memang dirancang untuk mendinginkan kepala dan mengistirahatkan telinga setelah digempur habis-habisan di 20 lagu sebelumnya.

Kita masih belum sembuh benar setelah merasakan Sayyadina, sekarang dilanjutkan dengan fellow Swedish, Gadget, another Nasum’s fever. “The Funeral March”, 17 trek berdurasi sekitar 30 menit yang mencekam dengan serbuan skill dan kecepatan diatas rata-rata yang bisa mematahkan leher. Drum yang membabi-buta, gitar dan bass yang mengiris dengan growl yang kedengarannya cukup tenggelam ditelan bunyi instrumen yang menggerinda, ganas. Dari opening “Choke” disusul “Feed on Lies”, “Requiem”, “I Am”, “H5N1” dan “Tristessens Fort”, tidak ada pit stop. Trek berikutnya bisa membuat kita sedikit beristirahat, “Everyday Ritual” sebuah instrumental dengan tempo menengah. Di tengah-tengah album ini, hanya disitu kita bisa berleha-leha karena berikutnya kecepatan di lanjutkan, “Day of The Vulture”, “God of Led”, “Vagen Till Graven”, “Illusions of Peace”, “Black Light”, “Out of Pace”, “Let The Mayhem Begin”, dan “Bedragen”, sembilan lagu yang bener-bener bisa mematahkan leher. Setelah 15 trek gw baru menyadari tidak menemukan tempat untuk headbang. Well, gw biasa melakukannya jika menemukan ritme yang nyaman dan groovy, gw hanya bisa menggelenggeleng sambil bergumam, “anjir! orang-orang ini bener-bener cepat”. Even George Corpsegrinder mungkin tidak akan bisa melakukannya disini karena semuanya memang sangat cepat, hihi. Baru di trek 16 gw menemukan ritme gw, “The Anchor” memang sama cepatnya dengan yang lain, tapi riffage gitarnya yang catchy dan groovy mampu menetralisir bunyi yang menggerinda. Dalam menyusun lagu-lagu di album ini sang enginering sepertinya memang tidak memberikan waktu istirahat di sela-sela pergantian lagu. Kita baru bisa bener-bener beristirahat di trek terakhir, “Tingens Forbanneise” yang cukup lambat, sebuah lagu pendingin suasana di trek terakhir, seperti halnya Sayyadina di “Mourning The Unknown”.

Ini dia legenda grindcore asal Semarang. Lahir dari scene hardcore punk dengan membawa semangat perlawanan yang ditumpahkan dalam lagu-lagu singkat dan mudah dicerna. Tentang soundnya, klo gw denger ini adalah hardcore yang menggerinda, benerbener cocok dengan istilah “hardcore that grind”. Sangat tipikal hardcore tapi semuanya dimainkan lebih cepat; drum yang seperti tidak mau berhenti, riff cepat padat dan vokal yang shouting serak cempreng tapi masih cukup bersih untuk menangkap lirik yang dinyanyikan. Belakangan gw tau ada juga yang menyebut sound seperti ini dengan nama power violence. Mereka sendiri menyebut musik mereka adalah penggabungan Swedish grind dan New York hardcore, i see and uh, i really love both scene. Whatever, band yang berdiri sejak 1999 ini kembali ke telinga kita dengan album terbaru mereka ini, ga baru-baru amat sih, 2007, i mean album terakhir yang mereka rilis dan belum ada follow up-nya. Produksinya lebih baik dan jernih dari split mereka bareng A Frind For Life dan Life For Anything Else beberapa waktu sebelumnya.

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

oleh Dede Hate

Selain musiknya, lirik adalah kekuatan utama album ini. Sejak dulu AK 47 memang setia dengan tema perlawanan pada ketidakadilan, revolusi, kritik pada pemerintah, isu-isu sosialis, kesewenang-wenangan aparat dll. Lihat saja judul beberapa lagunya; “Yang Muda Yang Melawan”, “Sound of Revolution”, “And Ode To Election Day”, “Slaves That Wears Brown Uniform” dan “This War Is Among You And Me”. Ini adalah protes dan demonstrasi yang dilakukan dengan elegan. Di salah satu web tentang introduksi band ini menulis, “AK 47 dimanifestasikan sebagai media dan alat analisa semiotik dalam proses dialektika tiap personil maupun di band. Seperti esensi AK 47 sendiri, bahwa segalanya tidak mesti sistematis, namun juga bisa otomatis dalam menyikapi segala sesuatu”.


REVIEW DELAYED DESIRE BALADA TITIT DAN SILIT

TOTAL ANAL INFECTION BEAST THE BITCH

Wakakakak gokil abis!! Scene musik bawah tanah Indonesia boleh dibilang semakin kaya variasi dengan hadirnya duo asal Surabaya ini. Sekarang kita juga sudah punya band nintendo grindcore yang mumpuni! Bagi kebanyakan orang mungkin akan merasa aneh dengan musik produk komputer seperti ini, tapi bagi gw yang suka dengan hal-hal baru yang unik benar-benar terkesima. Seperti ditulis di review-review, ini adalah musik chiptunes yang menampar. Berikut review dari Halim Budiono (Cranial Incisore) yang gw kopas dari web Yes No Wave.

Vulgar porn and gore dijejalkan ke dalam deathgrind yang meledak-ledak, itulah Total Anal Infection yang biasa disingkat TAI. Diluar sudah banyak sekali yang seperti ini, tapi kalo disini, trio asal Blitar ini boleh dikedepankan. Tentang background tidak usah diragukan karena mereka sudah sepuluh tahun malang-melintang di scene bawah tanah Indonesia dari fest ke fest, dari kompilasi ke kompilasi dan juga karena mereka dibacking oleh Lost In Chaos Mediazine, zine (dan kemudian webzine) ekstrim asal Jatim yang sudah ada dan tetap setia di jalur underground sejak 1995.

oleh Dede Hate

“Balada Titit Dan Silit” adalah kompilasi berisi 3 album dari Delayed Desire asal Surabaya. Cukup mengagetkan waktu mendengar mereka pertama kali, sekaligus juga bikin ngakak, it’s so funny music. Mereka muncul dengan musik 8bit/chiptunes yang menampar, karena ini bukan 8bit biasa seperti kebanyakan band/proyek musik 8bit di Indonesia (atau bahkan di dunia), yang hampir 80% berada di area pop/disco atau kadang malah seperti band electronik biasa yang di “sound” kan menjadi 8bit yang memaksa, di sini Delayed Desire memainkan 8bit di wilayah grindcore!! Dan ini bukan musik grindcore yang mendadak di rubah menjadi 8 bit, tapi benar-benar dari pengambilan nada, output sound (funny tunes yang khas), vocal growl, serta part-partnya utuh menyatu dan tidak terlihat memaksa, bukan riff grindcore yang dirubah menjadi chiptunes, konsep mereka matang. Vokal mereka di sini terdengar semacam Avulsed “Cybergore”, tapi dengan musik 8 bit. Durasi lagu yang pendek, rata-rata berkisar 1 menit, dan judul-judul lagunya yang “spektakuler” menambah ke-extrem-an mereka. Beberapa sound game legendaris seperti Mario Bros atau Legend of Zelda mendominasi 11 lagu dalam album mereka ini. Putar kencang album mereka ini dan segera kita seperti berada dalam ruangan memainkan Atari/Nintendo jadul dengan Napalm Death “Scum” sebagai soundtracknya. Mari merayakan May Day dengan yelyel anti-kemapanan!”

oleh Dede Hate

Awalnya gw sempat gak terlalu peduli untuk mulai menyimak karena perasaan gw ini bakalan seperti genre kebanyakan, asal porno dan vulgar. And as you guys know gw gak bisa langsung suka musik dengan pedoman asal undeground dan ekstrim, gw selalu mengedepankan etika enak didengar, easy listening dan catchy. Begitu mulai mendengar, hell yeah! Not so bad bahkan terdengar sangat merdu di kuping, bukan karena potongan audio clip berisi desahan penuh kenikmatan seperti dalam film-film bokep, tapi memang karena musiknya nyaman dan sanggup membuat gw mengangguk-angguk. Album ini “Beast The Bitch” ini berisi 16 trek, dua diantaranya adalah live recording plus sebuah instrumental. Tentang musiknya, seperti gw sebutkan tadi ini adalah death metal meet grindcore dengan beberapa bagian yang sangat hardcore, terutama dari ritmenya yang cepat. Vokal gogorowok plus shriek cempreng, permainan drum meskipun ada blast beat tapi tidak terlalu mendominasi, malah sangat hardcore klo menurut pendengaran gw. Gitar dan bass cukup bersinergi meskipun sepertinya disetem untuk tidak terlalu kentara mendikte seluruh lagu.Gw suka semua lagunya, mungkin karena seperti yang udah gw singgung berkali-kali, nuansa hardcore yang sangat terasa.

ROTTEN SOUND CYCLES oleh Dede Hate

sebagai senjata utama.

Finest Finnish grind act kembali lagi dengan full length ke-7 mereka yang untuk ketiga kalinya dirilis via Spinefarm Records. “Cycles” adalah gambaran dari grind yang banyak beredar di Eropa; cepat dan agresif. Delapan belas lagu dalam rentang kurang lebih setengah jam siap menjamu kita dengan drum yang seperti machine gun dan gitar yang mengiris tiada henti

FUCK THE FACTS DISGORGE MEXICO oleh Dede Hate

Sebuah karya hasil perjalanan selama 2 minggu di negeri telenovela tersebut. Actually, ini adalah jenis grindcore yang tidak terlalu berisik, cenderung melodis di beberapa bagian dengan akustik gitar. Dan ya, ketika performer grind paling utama dari Kanada ini menyebut sound mereka dengan istilah “bastardized grindcore” & “mullet-core”, kita akan segera mengerti setelah menyimak album ini.

MARUTA IN NARCOSIS oleh Dede Hate

Like others, death metal meet grindcore. Hanya saja, disini menurut gw yang dieksploitasi adalah kemampuan dual vokal, growl berat dan terutama, throat screaming-nya yang mendominasi. Meskipun drumming dilakukan dengan sangat cepat, secara keseluruhan gw mendengar lagu-lagu di album ini cenderung lambat. Mungkin karena nuansa sludge yang diciptakan bass dan gitar yang agak teknikal.


NEW RELEASES

SOME HOT STUFFS TO HUNT

LEFT TO RIGHT STRATOVARIUS POLARIS BLACK LABEL SOCIETY SKULLAGE VOMITORY CARNAGE EUPHORIA THE DEVIL WEARS PRADA WITH ROOTS ABOVE AND BRANCHES BELOW NEAERA OMNICIDE CREATION UNLEASHED GREEN DAY 21ST CENTURY BREAKDOWN PRIMAL FEAR 16.6 BEFORE THE DEVIL KNOWS YOU’RE DEAD KULT OV AZAZEL DESTROYING THE SACRED 1349 REVELATIONS OF THE BLACK FLAME HEAVEN & HELL THE DEVIL YOU KNOW MAROON ORDER DEVOURMENT UNLEASHED THE CARNIVORE BLOOD TSUNAMI GRAND FEAST FOR VULTURE ZAO AWAKE? THE CHARIOT WARS AND RUMORS OF WARS SOULFLY BLOOD FIRE WAR HATE THE COLOR OF VIOLENCE YOUTHANIZE DAATH THE CONCEALERS EPICA THE CLASSICAL CONSPIRACY LACRIMOSA SEHNSUCHT DEVIN TOUSEND KI NOFX COASTER SWORN ENEMY TOTAL WORLD DOMINATION BLOOD RED THRONE SOULS OF DAMNATION THE GATHERING THE WEST POLE DARKEST HOUR THE ETERNAL RETURN ISIS WAVERING RADIANT GOD DETHRONED PASSIONDALE OLD MAN’S CHILD SLAVES OF THE WORLD XASTHUR ALL REFLECTIONS DRAINED COALESCE OX RANCID LET THE DOMINOES FALL


PENADAH LUDAH

TALES FROM THE THOUSAND LAKES oleh Andria Sonhedi

F

inlandia termasuk wilayah utara Eropa yang mempunyai banyak pulau dan danau. Bangsa Finlandia (atau Suomalaiset) merupakan bangsa asli Finlandia, tidak heran bila nama-nama mereka terdengar aneh untuk telingan kita yang terbiasa mendengar nama Barat. Bahasa suomi adalah satu dari bahasa resmi Finlandia (yang satunya lagi adalah bahasa Swedia Finlandia) oleh karena itu sama dengan nama-nama mereka yang aneh bahasa mereka tidak kalah anehnya lagi. Orang awam juga tidak banyak yang tahu sepak terjang permusikan di Finlandia sampai dengan tahun 2006, saat untuk pertama kalinya perwakilan Finlandia meraih juara pertama Eurovision Song Contest, beritanya pun masuk ke koran. Tidak seperti para pemenang sebelumnya yang berwajah tampan atau cantik, kali ini pemenangnya justru grup berdandanan monster yang bernama Lordi. Bahkan keikutsertaan Lordi, yang dipimpin oleh Tomi Putaansuu (Mr. Lordi) yang mengusung lagu Hard Rock Hallelujah, diusulkan untuk dibatalkan oleh beberapa kelompok keagamaan di Finlandia dengan tudingan satanis. Untungnya tanpa harus mengubah penampilan serta lagu mereka pun para pemilih tetap memberi nilai total 292 untuk kemenangan mereka. Pada tahun 2008 dikirim lagi grup metal ke Eurovision, kali ini grup bernama Terasbetoni dengan lagu Missä Miehet Ratsastaa (= Where The Men Ride). Berbeda dengan Lordi yang berdandan cukup rumit, grup yang sealiran dengan Manowar ini cuma memakai celana kulit doang dan kali ini hanya menduduki nomor 22. Heavy metal mungkin sesuatu yang bersifat musiman di negara lain, tapi kenyataannya merupakan sesuatu yang mainstream di Finlandia. Di Helsinki sendiri banyak ditemui bar karaoke heavy metal, metal clubs dan banyak gig yang mapan. Untuk mewadahi gairah akan heavy metal diadakan Tuska Open Air Metal Festival yang dimulai pada tahun 1998 dengan peserta dari Finlandia maupun negara tamu, termasuk grup kondang semacam Anathema, Celtic Frost, Opeth, Sodom, Venom dan Noxa dari Indonesia turut serta di tahun 2008.

Bahkan sekarang pun ada misa metal di sana yang disebut Metallimessu, yang menggunakan hymne yang dinyanyikan berirama heavy metal. Tentu saja para anak-anak muda yang mengikutinya, walaupun bukan program resmi gereja. Kegiatan tersebut bermula tahun 2006 di Tuska (Pain) Metal Music Festival di Helsinki yang dimulai oleh lima remaja penggemar metal dan sejak itu dengan dukungan sebuah bus misa metal merambah keliling wilayah-wilayah di Finlandia. Tentu saja tak semua senang dengan penggabungan tadi, baik para pemuka agama maupun fans heavy metal dengan alasan mereka sendiri-sendiri. Di Indonesia apabila menyebut Finlandia yang diingat oleh orang awam selama ini adalah telpon Nokia, pemain sepak bola Sami Hyypia atau Pembalap F1 Kimi Raikkonen. Padahal bila anda melihat di internet posisi pertama album heavy metal terbaik tahun 2008 diduduki oleh Opeth, Death metal dari Finlandia dengan album Watershed. Sayang sekali di Indonesia distributor grup asal Finlandia,seperti Nightwish, Sentenced, atau Children of Bodom dan itupun hanya 1 album, ada pada perekam indie (namun resmi) sehingga mengurangi kesempatan lebih banyak orang untuk dapat mendengarnya. Bisa dibilang nama-nama semacam Nightwish, Opeth, Stratovarius, Children of Bodom, atau Amorphis hanya dikenal oleh mereka yang mempunyai minat khusus di wilayah musik yang belum banyak diketahui oleh orang awam dan banyak membuka situs extreme metal di internet. Bila anda membuka situs www.metalfromfinland.com anda akan menemukan bahwa ada sekitar 600-an band heavy metal beragam jenis di Finlandia. Sebelumnya pernah ada tulisan di bagian muka yang menyatakan bahwa band metal dari Finlandia barangkali adalah yang salah satu dari yang terbaik di dunia. Dan saya khawatir kalau pernyataan mereka memang benar demikian. Kiitos, terima kasih. [hate]


PENADAH LUDAH

CERITA DARI KONSER METALLICA 16 TAHUN LALU oleh Chresno Daroe Warsono

Sebagai catatan, jaman itu hari sabtu masih merupakan hari kerja. Dari Surabaya langsung cari bis malam tujuan Jakarta. Sampai Jakarta masih pagi buta, aku langsung menuju Blok M, masjid Faletehan. Sehabis sholat subuh masih sempat numpang tidur dan mandi di masjid itu. Tepat jam sepuluh, jam buka toko, aku langsung menukarkan voucher dengan tiket konser, begitu tiket di tangan, panggung Metallica serasa sudah di depan mata. Untuk killing time, aku berburu kaset dan CD yang sulit aku temukan di Jawa Timur. Karena akhirnya barang bawaan jadi bertambah, dengan pertimbangan kepraktisan, aku putuskan untuk mengirim semua barang termasuk tas, peralatan mandi dan baju yang dipakai semalam ke Mojokerto lewat pos, sehingga hanya pakaian yang menempel di badan saja yang tersisa. Setelah dhuhur, karena gak ada kegiatan lagi, aku putuskan untuk menuju venue, stadion Lebak Bulus. Sampai sana sudah banyak teman sejawat, berkerumun dan sudah membentuk garis antrian. Menjelang sore, jam 4 atau 5, kami sudah diperbolehkan masuk setelah melewati pemeriksaan ketat pihak kepolisian. Sebagian, termasuk aku, menjalani pemeriksaan bau mulut, untung gak makan jengkol hari itu, heheh.

S

atu hari enam belas tahun lalu, tepatnya 10 April 1993, bisa jadi merupakan salah satu hari yang tak terlupakan dalam hidupku. Hari itu aku nonton konser Metallica di Lebak Bulus. Jaman itu jarang sekali ada band yang sedang top berat di dunia manggung di Indonesia, mungkin itu yang membuat konser itu begitu istimewa, setidaknya bagiku. Waktu itu aku sudah bertugas di Mojokerto, Jawa Timur. Tiket konser kelas festival masih berupa voucher aku beli di sebuah toko kaset di Tunjungan Plaza Surabaya sebulan sebelum hari konser. Tanggal 9 Mei, hari Jumat, sehabis jumatan aku langsung kabur ke Surabaya setelah ijin ke ketua tim dengan alasan ada kepentingan keluarga (keluarga besar metalhead hehehe).

dia ingin sekali datang dan melihat Indonesia). Menjelang mahrib, belum ada tanda-tanda kehidupan di atas panggung, saat itu kami sempat melihat asap tebal di luar stadion dan para kru bule berjajar di pinggir panggung sambil melihat ke arah luar stadion, wajah mereka menunjukan kecemasan. Sedangkan kami yang gak bisa melihat apa yang ada di balik tembok hanya bisa menduga-duga apa yang sedang terjadi di luar. Akhirnya jam 8-an pertunjukan dimulai dengan penampilan Rotor, yang disambut adem ayem oleh penonton. Seingatku suara Djodi si vokalis gak kedengaran sama sekali sedangkan suara gitar sangat dominan, sempat kuatir juga jangan-jangan sound seperti ini juga akan terjadi di pertunjukan Metallica nanti.

belok kanan ke arah Fatmawati, itu pun gak boleh lewat jalan raya tapi tanah kosong di antara dua jalan arteri itu (yang sekarang sudah jadi jalan tol) dan sepanjang perjalanan kami diharuskan lari-lari, gak boleh jalan. Ada beberapa yang kena tendang karena coba-coba jalan. Setelah sampai perempatan Fatmawati sudah aman, gak ada polisi. Jalan Fatmawati Raya malam itu lengang banget, tidak ada yang lewat, tidak juga angkot dan metro mini, terpaksa aku jalan kaki ke Blok M, disini aku baru merasakan bahwa keputusan untuk mengirim semua barang bawaan lewat pos siang sebelumnya merupakan keputusan yang tepat. Sampai Blok M sudah jam 2 malam, untung masih ada bis yang ke Pulo Gadung, satu-satunya bis yang ada di terminal malam itu.

Akhirnya Metallica pun tampil. Jrenggggg... aku gak ingat urutan lagu-lagu yang dibawakan, yang pasti lagu-lagu yang asyik buat lonjak-lonjak dan ber-head banging dimainkan semua; “Enter Sandman”, “Harvester of Sorrow”, “Seek and Destroy”, “Sad But True”, “Master of Puppet” dan lain-lain. Kekuatiranku terhadap sound system tidak terbukti, soundnya oke punya. Rasanya energi begitu berlimpah di stadion itu dan kami begitu larut di Di dalam stadion, panggung masih kosong, kami dalam lautan energi itu. Aku pun hanya duduk-duduk di rumput sambil nunggu udah nggak tahu lagi kemana jam pertunjukan. Untung di saat itu aku ketemu te- si Maradona, rupanya karena man lama yang aku kenal ketika nonton Sepultura sangat menikmati suasana Juli 1992 di Surabaya sehingga masa menunggu sampai nggak sadar kalo kami tidak terlalu menjemukan. Pertama kami cuma sudah saling terpisah. saling lihat, trus kata konfirmasi yang muncul dari mulutku “sepultura?”, dia menjawab, “iya… Suraba- Selesai pertunjukan, di luar ya kan?”, ha ha ha, seperti bahasa sandi 2 orang stadion aku baru menyadari agen rahasia saja. Teman yang satu ini memang apa yang telah terjadi di luar. tidak gampang dilupakan karena postur tubuhnya Masih aku lihat puing-puing yang mirip sekali Diego Maradona. Akhirnya kami berasap dari bekas warung ngobrol kesana kemari seputar musik yang kami yang tadi siang masih ada di sukai ini, termasuk isu-isu konser yang akan datang depan stadion. Polisi sudah (saat itu memang sedang santer isu Anthrax akan berjajar membentuk pagar datang ke negeri ini setelah seorang penyiar radio betis, keluar stadion kami di Surabaya sempat berwawancara via telepon diarahkan ke kanan (ke arah dengan Frank Bello, si Franky ini bilang dia punya Pondok Indah), sesampai di tante yang kawin sama orang Indonesia, makanya perempatan arteri diarahkan

Dari Pulo Gadung aku langsung melanjutkan perjalanan ke timur, karena bis malam yang terusan udah gak ada terpaksa dengan cara estafet; Pulo Gadung-Cirebon, Cirebon-Semarang, SemarangSolo dan Solo-Mojokerto. Menjelang Mahrib sudah sampai Mojo, benar-benar melelahkan perjalanan ini. Tetapi jika dibandingkan dengan kepuasan dan energi yang aku rasakan selama nonton konser itu, segala kelelahan itu gak ada artinya. [hate]


PENADAH LUDAH

DOMBA-DOMBA TUHAN VERSUS DEBUS oleh Arief Hidayat Adam CERITA LAIN DARI KONSER LAMB OF GOD DI JAKARTA BEBERAPA WAKTU LALU. BAHKAN SAAT MASIH DI BANDARA RANDY BLITHE DKK SUDAH BERTANYATANYA KE PANITIA TENTANG KESENIAN TRADISIONAL INDONESIA. PIHAK SOLUCITES AKHIRNYA MEMILIH DEBUS DAN MEMINTA DUKUN KITA, AYIP, UNTUK MEMPERSIAPKAN BEBERAPA AKTRAKSI EKSTRIM. FOTO-FOTO OLEH KRU SOLUCITES.

Para domba telah datang. Ini adalah pengalaman yang benar-benar fuckin bad ass!! Seorang teman dari Solucite meminta gw untuk menyediakan debus ektrim sebagai riders dari Lambers ( hahah am i fuckin right for the name?), hihi. Memang sejak pertama menginjakkan kaki di bandara Soekarno Hatta, Randy Blythe sang vokalis katanya udah banyak nanya-nanya panitia tentang berbagai kesenian tradisional Indonesia, dan debuslah yang terpilih, entah kenapa, apakah karena sangat gore?? Panitia pun merancang pertunjukan debus yang akan sangat sangat ekstrim, we will perform chopin head!! Hmmm, tetapi sayang karena waktu , syarat, mystical things, dan sebagainya yang tidak memungkinkan untuk menampilkan apa yang dimaksud, maka kami hanya menampilkan debus yang bisa dibilang ngga terlalu ‘gore’. Rencananya para Lambers akan menonton aksi debus kita berbarengan dengan check sound mereka. Setelah menunggu dari pagi, dan bertemu teman-teman sialan dari TUC, hey, ada muka baru! Arad! muka lw kompeten banget buat jadi gigolo, hahah, akhirnya sekitar pukul 14.00 WIB, setelah kami bersiap menempati arena pembantaian, dan Lambers telah siap dengan alat dokumentasi mereka (Happy Tree Friends themes playing on).

Pembantaian pun dimulai. Saya bertugas sebagai MC dadakan sok tau, hahah, niatnya sih mau baca mantra-mantra pembukanya yang gw translate ke English yang kacau (mangkanya gw bawa-bawa kertas hihi), taunya jadi kebablasan ngocehin yang lain walau blepetan, sampe- sampe gw akhirnya berhasil nantangin si Randy buat nginjekin pecahan kaca, hahahaha, rasakan itu Randy, fuck you! Jadi inget videonya “Walk With Me In Hell”, liat si Randy kakinya diperban di salah satu scene. Kalo pas adegan nginjek kaca dia cidera, gimana ceritanya ya??? Bahkan si John Campbell sempet ikutan meragain chop chop tubuhnya anggota debus pake golok, hahaha. Setelah menampilkan beberapa lagi atraksi tambahan setlist debus ditutup dengan atraksi membakar motor, dan motor yang akan di pakai adalah.... motor si primate Abram, hahahahhaha. Tapi mengingat motornya Abram ini brand new, jadinya atraksi dicukupkan hanya sampai mengendarai motor melewati rintangan dengan mata tertutup. Oh ya, di akhir sesi itu, ketika lagu outro dari gamelan yang dimainkan, gw sedikit berbisik sama Randy, “Rand, hear that Sunda gamelan song? awesome isn’it? how ‘bout slip ‘em to your next damn song? it would be fuckin’ awesome..” Randy said, “mmmh yeah yeah..” Fuck you Randy!!! [hate]


PENADAH LUDAH


POINT OF VIEW ANAK AGUNG NGURAH YOGA YAMADAGNI Belakangan ini kembali muncul pelaranganpelarangan peredaran album atau ring back tone hanya karena judul lagu atau lirik lagu yang dianggap kontroversi. Album Forgotten “Tiga Angka Enam“ dan Album Funeral Inception “H.A.T.E.“ sempat diberitakan akan ditarik dari pasaran karena lagu-lagu mereka yang kontroversial. Beberapa lagu Funeral Inception oleh beberapa operator selular juga tidak diperkenankan untuk dijadikan ring back tone. Hal ini bikin saya berpikir betapa dangkalnya cara orangorang kita menyimak pesan suatu lagu, mungkin juga karena kita sudah terlalu lama dicekokin lagu-lagu bertema cinta jadi begitu denger lagu dengan judul yang agak aneh kita langsung phobia hahaha, sedikit curhat tentang industri musik kita, hehe. FADLI MORON Yup gw juga inget tuh ceritanya waktu Superman Is Dead mau main di acara Dahsyat RCTI. Pertamanya main hari selasa trus dicancel sepihak dari RCTI karena katanya Dahsyat belum bisa menerima musik kayak musik Superman Is Dead. Akhirnya pihak Sony BMG turun tangan langsung. Akhirnya SID dapet maen hari rabu tapi di ujung acara, itupun cuma satu lagu. Dan yang parahnya anak-anak Outsiders yang nonton yang pake kaos black market love, yang gambar tengkorak, harus make bajunya kebalik supaya gambar tengkoraknya ga kelihatan, kalo ga gitu ga boleh masuk nonton. Gw masih ga ngerti maksudnya apa, sempit banget yah pikirannya. www.flickr.com.fyonkah

TENTANG INDUSTRI MUSIK MAINSTREAM INDONESIA ACARA-ACARA MUSIK YANG MENAMPILKAN BAND-BAND SECARA LIVE DAN VIDEO KLIP TERBARU LAGI MARAK DI TV-TV SWASTA. SETELAH SATU TV SUKSES DENGAN ACARA ITU, TV-TV LAIN IKUT-IKUTAN BIKIN ACARA SERUPA, LATAH. SEPERTI TERLAHIR KEMBALI SETELAH SEMPAT BOOMING BEBERAPA TAHUN LALU. HAL YANG MEMBUAT LABEL-LABEL MAJOR GIRANG KARENA PROMO BAND-BAND KARBITAN MEREKA SEMAKIN GENCAR YANG BERARTI KEMUNGKINAN DUIT MASUK LEBIH BANYAK. BAND-BAND ITUPUN KECIPRATAN ENAKNYA, SELAIN DUIT, LEBIH CEPAT TERKENAL DAN LEBIH GAMPANG MENGGAET CEWE-CEWE. STASIUN TV JUGA MENDAPAT PEMASUKAN BESAR DARI IKLAN. BAGI PENGGEMAR, AKAN LEBIH SERING MELIHAT IDOLA MEREKA DI TV. SEMUA SENANG. SATU LAHAN BARU YANG GAK KALAH BESAR MENJANJIKAN DUIT ADALAH KERJA SAMA DENGAN OPERATOR SELULER DALAM HAL RING BACK TONE, NADA SAMBUNG PRIBADI, YOU NAME IT. LAGU CINTA YANG BASI DAN MEMUAKKAN DENGAN MUSIKALITAS SEKENANYA MENJADI HIT MESIN PENCETAK UANG DARI TELINGA ORANG-ORANG INDONESIA YANG MENERIMA APAPUN YANG DIJEJALKAN KE MUKA MEREKA. ITULAH INDUSTRI MUSIK MAINSTREAM INDONESIA; DUIT, DUIT, DUIT, KUALITAS NOMOR SEKIAN, AJI MUMPUNG, JUAL TAMPANG, LIPSYNC, PLAGIAT, MENYE-MENYE, THEN GONE. TEMAN-TEMAN TUC MENCOBA MEMBERIKAN OPINI MEREKA. KAMI JUGA MEMUAT PENDAPAT BEBERAPA TEMAN BLOGGER. [HATE]

MOH. HIJRAH LESMANA Namanya juga jualan. Pasti yang dijual tuh pertama, bagus, rapih, bersih, fresh dan kedua, pasar mintanya begitu. Artinya, industri musik sekarang cenderung tunduk kepada selera pasar. Makanya gw salut sama komunitas indie, sayang mereka kurang wadah untuk mengekspresikan kreativitasnya, beda dengan band-band pop mainstream yang punya banyak tempat untuk berekspresi seperti Inbox, Dahsyat, Derings, dll. Tapi gw yakin suatu saat dalam industri musik mainstream yang sekarang booming akan ada titik jenuh dan menurun, sesuai teori ”The Law of Deminishing Return“, sebab penonton selalu disuguhi musik, lirik dan tampang yang itu-itu saja, setiap hari.


POINT OF VIEW ULY UGLY

GIGIH SANTRA WIRAWAN

Kebanyakan orang emang lebih suka menilai dari tampilan luar doang. Sama aja kayak bang Rebel, pasti sering dikecam orang masalah tatoonya, iya gak bang? Padahal kan yang penting personalitynya, hatinya, kelakuannya, tul gak? Biar rapih juga kalo hatinya sirik, dengki, culas, munafik, dll kan gak bener!!!! Trus sekarang ada lagi yang bikin gue bete abisss, kenapa sih artis-artis sinetron itu sekarang pada berlomba-lomba bikin album lagu?? Pada pindah pengen jadi penyanyi semua?? Kalo emang ada potensi sih oke-oke aja, lha ini??? Modal tampang cakep sexy dan ngetop doang..!! Trus emangnya kalo manggil guru les vokal privat gitu udah cukup apa??? Kalo perform bisa dengan tenangnya bergaya karena udah pasti lipsink, huuuu, dasar gak tau maluuu...!!! Dasar kau muka tebaaalll..!! (contoh: Titi Kamal, Intan Nuraini, Asmiranda, Dini Aminarti, Aura Kasih, Shireen Sungkar & cowoknya, Aldi Taher, dll yang kayaknya gue gak kenal). Tapi yang herannya ya biar ancur tetep aja laku. Nah itu juga pasti karena orang-orang masih seneng liat tampilan luarnya kan? Bukan isinya!! Miris.

Memang sekarang semuanya tentang duit. Duit jadi juragan bagi para bos, produser & sponsor. Sedangkan bos & produser adalah juragan band-band yang ada. Berarti band-band itu adalah pembantu dari pembantu, tapi kok penggemarnya banyak banget ya, fans pembantu kuadrat. Sebenernya kalo ada orang kaya yang suka sama musik cadas bisa aja masukin band-band keras ke layar tv, apapun alasan pihak media. RCTI misalnya, mereka tetep aja lebih butuh sponsor (baca: duit). Jadi kalo ada yang berani bayar mahal dengan beli 30 menit siaran di RCTI dengan menanggung semua biaya iklan, dalam hal gak ada yang mau ngiklan di acara itu, bisa aja kita bikin acara musik underground di RCTI. Dan semakin sering terdengar maka orang Indonesia akan makin suka, karena orang Indonesia suka dengan apa yang ditumpahkan ke muka mereka. Kalo kita kan suka karena kita emang suka, musiknya kita searching sendiri. Log Zhelebour sebenernya masuk golongan orang kaya yang suka sama musik keras, tapi dia kayaknya masih kalah kaya sama bos major label lain, dan juga selera musik Log ‘agak kurang sama’ dengan selera kita hehe. Om Rebel mungkin mau bikin label khusus underground? hihi. Di Indonesia kreatifitas dalam musik semakin tak berarti. Di luar negeri juga, musik yang laku adalah musik produk komputer & sampler, umbrrreella ella ella ee.

OLAP LINDEI DAMANIK Disini omong kosong lebih disukai daripada kejujuran yang vulgar, menyedihkan memang. Yang pasti musik komersil Indonesia masuk angin, makanya suka terasa kembung dengerinnya, suka pedih mata ngeliatnya!!! DEDE HATE Klo gw justru good music never ends. Musik yang berkualitas & bermutu sesulit apapun mendapatkannya pasti akan selalu dicari, pasti akan selalu ada yang suka dan fanatik. Justru musik buruk itu, yang dibuat atas permintaan selera buruk pasar dan industri yang cepat berakhir. Bertahan beberapa bulan di tv dan radio setelah itu ditinggalkan dan digantikan musik buruk lainnya. Tentang industri musik pop di Indonesia, males ngomonginnya, bebal. Label-label besar dan band-band top teriak-teriak anti pembajakan tapi mereka plagiat boleh aja. Gw jadi penasaran kira-kira apa komentar pihak penyelenggara A Mild Live Wanted saat tahu band juara mereka tahun lalu hampir semua lagunya hasil menjiplak lagu orang. We spot your talent kata mereka.

www.flickr.com/airbags

RADEN ANDRIANA Yup, that`s sucks! Bukannya bermaksud menghina selera musik orang lain, tapi kita juga butuh perbedaan kan? butuh pilihan. Kalo di Amerika sih mungkin masih bisa milih-milih. Dulu gw suka nonton MTV karena masih bisa dapetlah video musik luar, paling ngga masih ada MTV ALternative Nation, MTV Headabagers Ball, sekarang? MTV juga Kangen Band sama ST 12. Makanya gw udah hampir ga pernah dengerin musik Indo dan nonton MTV lagi, capek dengernya, muak. ANDRIA SONHEDI Yang saya takutkan generasi muda hanya mendapat produk industri musik yang mengikuti selera pasar. Para grup atau pencipta musik mulai asal membuat lagu dengan harapan mendapat untung dari penjualan ringtone dan konser mereka sebelum dilupakan orang. ADITYA ARAD WICAKSONO That’s industry...

KOKO HANDOYO Sucks! ARIEF HIDAYAT ADAM Ya inilah industri musik, pain in the ass sih. Dan ini dah lumrah kok, banyak yang spasial ketika satu pandangan hidup mulai banyak dinaungi, ya seperti yang terjadi sama beberapa jenis musik yang di anggap cemen sekarang ini, karena banyak spora seperti poseur style atau garis keras yang mulai menentang. Bukankah semua tribe musik pernah merasakan hal yang sama? Ketika hair metal digusur grunge, punk & hardcore tergeser hip metal & ska pada era 90an juga terkena sistem ini. Itu semua lumrah saja toh bukan juga bukan salah objektifitas kalian, karena semua ini hanyalah sistem untuk membuat falsafahnya semakin berakar. Gw harap ga ada yang mengkotak-kotakkan genre musik, ‘coz we are one, satu visi, satu hati, satu misi, satu arah menuju mati. AWANG DARMAWAN Norak, sama kek sinetronnya.

ROMI SAPUTRA Klo menurut saya, industri musik Indonesia sekarang bisa dibilang lagi rame-ramenya. Itu bisa dilihat dari banyaknya band-band baru yang bermunculan, baik yang nyiptain lagu sendiri maupun yang cuma mendaur ulang lagu orang lain buat jadi tenar. Satu hal yang masih disayangkan, musik underground masih kurang bisa diterima oleh penikmat musik di Indonesia. Para pemilik uang lebih suka mengorbitkan band-band beraliran pop ketimbang band-band underground, karena memang bisa dibilang khususnya di Indonesiaband-band pop tersebut lebih menjual dan lebih menguntungkan buat mereka. MOCH. ALVARUBI Industri musik mainstream Indonesia sekarang jarang memperhatikan kualitas. Yang penting selera pasar nomor satu.


POINT OF VIEW MARDHANI MACHFUD RAMLI

SAPTO SUPRIYANTO

Mainstream, mainstream, mainstream. Yah namanya juga showbiz, ada show ada bussiness, di satu sisi show must go on dan di sisi lain harus menghasilkan uang. Industri menganggap orang-orang berpenampilan seram dengan musik yang sulit diterjemahkan telinga ga akan bisa menghasilkan uang, berbeda dengan orang-orang dengan skill yang sebenarnya bagus dengan musik yang gampangan, cheesy dengan lirik murahan lebih bisa mengeruk keuntungan. Makanya di dunia showbiz orang-orang seperti itulah yang berjaya. Sebenarnya musisi Indonesia namanya besar banget di luar sono. Paling gak gw taunya di dunia Riverside yah. Misalnya Rama Satria Claproth. Gw pernah iseng-iseng nyari namanya di Wikipedia (bukan id.wikipedia yah) dan ternyata dia masuk di jajaran ‘list blues guitaris modern era’ setara dengan Eric Clapton, Peter Green, Steve Ray Vaughan, Jeff Beck yang bahkan di situ nama terkenal seperti John Mayer dan Lance Lopez aja gak ada, coba aja search di wikipedia pake keyword: list of blues guitarist. Profilnya juga lengkap dengan gelar; blues musician from Indonesia. Belum lagi I Wayan Balawan yang diakui kehebatannya oleh gitaris-gitaris papan atas seperti Jenifer Batten, Steve Morse bahkan Stanley Jordan. Atau mungkin Gugun and Blues Shelter yang di penghujung 2008 kemaren tur di Eropa barengan sama blueser dari penjuru dunia. Trus band Discuss-nya Iwan Hasan yang udah populer kemana-kemana. Atau mungkin yang lebih mainstream ya The Sigit yang cd-nya sempat dibeli ama bassisnya JET waktu mereka manggung di Aussie. Trus ada lagi Krakatau yang kabarnya baru aja dapat penghargaan di luar sono. Band-band berprestasi seperti itu malah dilupakan di negeri sendiri. Ironisnya, ST 12 memperoleh penghargaan ‘Album Terbaik’ di ajang AMI kemaren.

Setelah menuai sukses, maka sebuah album pop berbau blues dikeluarkan, “Continuum“, dengan satu lagu penghormatan terhadap mendiang Jimi Hendrx, “Bold As Love“, dan menyusul lagi album blues fusion sadis dengan format band trio ala Hendrix/SRV, John Mayer trio dengan album “Try“!!!

Seperti kata Marc Ferrari di buku yang pak Andria kirimin, musisi kadang terjebak dalam keinginan sukses secara finansial (mengikuti pasar) dan kejujuran terhadap diri sendiri (idealis). Tapi coba kita lihat strategi penjualan yang diterapkan John Mayer. Pada album-album awal, “Room For Squares“ & “Heavier Things“, John Mayer cenderung mengikuti pasar. Format pop akustik disajikan dengan sasaran generasi muda dan kaum hawa.

MUSTAFID AMNA

Kemaren sempat chatting sama temen lama. Dia punya band namanya Bluey, pernah jadi jawara di Nubuzz. Dulu bandnya Art 2 Tonic, mungkin ada yang pernah denger. Jadi gw nanyain ke dia kenapa gak go major aja, padahal lagu-lagunya bagus, dia bawain aliran Ragtime, trus dia bilang susah buat nembus major label, soalnya orientasi mereka yah another ST 12, hehehe. Seperti kata RHCP, throw away your tv! Kuburan band? Gw kemarin nonton mereka di tv, minus one gitu, shit! The are like stupid moron acting like Kiss but playing such a ‘gak jelas’ music. Gw gak suka gaya-gayaannya. Bukannya mau menghujat atau gimana, tapi gw emang gak suka band-band lawakan yang seakan-akan mengejek spirit of rock, mending kek Teamlo atau Project Pop aja sekalian. Mereka emang menghibur, lucu tapi gak perlu pake wardrobe yang seakan-akan mau merendahkan suatu genre musik. Klo Serieus, mereka emang make gaya 80an karena musik mereka spiritnya 80an, atau Naif misalnya, tapi Kuburan? What the fuck is that! MOCH. SYAICHUDIN Yah, seperti itulah kita, termasuk saya. Saya adalah sebagian dari sekian banyak orang yang ga tau ‘prestasi-prestasi anak negeri’ karena cekokan media setiap saat setiap waktu, halah.

Kek Kuburan gitu ya? Menurutku mereka itu cukup kreatif. Ada peluang lain selain di industri musik meskipun basic-nya di musik. SURYA ISNAWAN Cukup 2 kata, fuck them!

Saya sih asik-asik aja, gak masalah bahwa yang mainstream itu tidak sesuai dengan selera saya. Soalnya saya kadang malah jadi gak suka sama sesuatu yang tadinya minoritas terus jadi mainstream. Seperti motto di metalundergroun.com: some music meant to stay underground. UCHI FAUSIAH Membosankan ANGGA KRISTIANTO

GALIH WIBOWO NUSANTO

Industri musik saat ini memang begitu strategi pemasarannya. Berlomba-lomba mencetak bintang dengan hanya bermodalkan satu dua lagu yang enak, bagus dan komersial. Setelah itu para bintang karbitan ini diperas dengan cara terusmenerus digilir mengisi acara-acara di tv secara lipsync dengan lagu yang itu-itu saja, dan mereka harus mau karena terikat kontrak sepihak yang mereka tandatangani di awal karier. Cara ini bisa berhasil karena memang pasar di Indonesia sangat luas, dari satu kota ke kota lainnya. Penjualan kaset dan cd udah ga bisa diharapkan lagi. Sekarang industri musik meraup untung lewat ringtone, sms, hasil iklan di tv di acara musik, dan tentu saja bagian sekian persen setiap kali si artis tampil. Saya pernah liat tayangan yang menampilkan beberapa band yang di karantina, salah satunya Kangen Band, di sebuah rumah, mereka hidup bersama, disuruh nyiptain lagu, hiks. Sebenernya si artis dan kawan-kawannya sih gak salah-salah amat. Mereka jualan ngikutin pasar, kalo ternyata laku berarti ada yang salah sama pasarnya. Klo mau plagiat secukupnya aja, dan kalau memang berbesar hati mau mengakui bahwa lagu yang kita ciptakan terinspirasi dari hasil karya orang lain cukup dengan mamberi sedikit keterangan dibawahnya; lagu ini terinspirasi dari bla bla atau lagu ini merujuk pada bla bla.

Menurutku, mereka terlalu dominate dan jeleknya, terlalu berorientasi pada profit. Sehingga asal sensasional dan kira-kira laku mereka jual ke pasar padahal kualitasnya belum tentu bagus. Sedang yang di bawah alias indie, masih banyak yang bagus. Jadi, no comment buat mainstream, sucks!

DAVID BENI PRIBADI Biasanya setelah kontrak berakhir sekitar 2 atau 3 tahun, setelah band-band baru tersebut mulai tidak laku, maka akan ‘dimatikan’ perlahanlahan.

TANGGUH DEWANTARA Sekarang ini lagi banyak artis sinetron jadi penyanyi, saya hanya tanggapinnya begini, itu hak mereka buat jadi penyanyi, mau suara bagus, suara jelek, gak masalah. Kalo gak suka tinggal matiin aja tv. Ini industri musik, biar mekanisme industri yang ngatur, kalo gak laku berarti rugi, kalo untung, berarti lanjut terus. “Gak tahan suaranya jelek”, kalo untuk masalah ini gw komentar gini bos, dulu zamannya masih aktif di ug, gw manggung gak peduli suara gw fals ato gak enak didenger, gw gak peduli, yang gw peduli itu ‘massa’ gw tetep setia ngikutin kemana gw maen. Dan kepuasan saya kalo ditengah-tengah manggung gak bisa campur aduk dengan yang nonton dan gw gak peduli siapa yang ngisi suara gw (vocal) selama gw turun, karena bagi gw sendiri kepuasan adalah pada saat kita dipedulikan oleh orang, dan gw mempedulikan orang-orang tersebut. Dan juga selama itu notabene gw gak pernah menyanyi, hanya menyuarakan ide gw, mau dengan teriakan, tingkah polah, yang penting mereka mengerti dan mereka mendukung. Do it yourself, do what you want teenage rebels, today your love, tomorrow the world. Wake up! Come on babe light my fire. So, it’s my job to keep punk rock elite. Plagiat? No problemo, do what you want, titik sagede onde.


POINT OF VIEW

KUBURAN DAN PLAGIARISM Pop aja sekalian. Mereka emang menghibur, lucu tapi gak perlu pake wardrobe yang seakan-akan mau merendahkan suatu genre musik. Klo Serieus, mereka emang make gaya 80an karena musik mereka spiritnya 80an, atau Naif misalnya, tapi Kuburan? What the fuck is that!”, komentar bro Dhani, salah satu pakar musik kita. Whatever, itu adalah hak mereka, tapi apa perlu melakukan itu? Menurut pendapat gw, just my opinion, itu mereka lakukan untuk bisa menembus industri musik mainstream Indonesia. Mungkin sadar lagu-lagu mereka sudah umum, mereka perlu sesuatu yang bombastis dan menarik perhatian. Dan mereka mendapatkannya. Hampir tiap hari kita bisa melihat mereka tampil di tv. Baik di acara musik, talk show, infotainment sampai berita pagi. They’re the spotlight now. Sayangnya, mereka melakukannya dengan cara yang sepertinya mengolok-olok trademark genre lain. “Fuck it bro! I don’t care about them! Shit for them!” serapah seorang teman dengan nick 666 dari myspace Indonesian Black Metal Community ketika gw minta komentar mereka. kapanlagi.com

Salah satu fenomena paling kini dari sirkus industri musik mainstream Indonesia adalah sesuatu yang disebut Kuburan Band. Apa yang pertama yang terlitas di benak anda jika mendengar kata “kuburan” dipakai sebagai nama sebuah band? Yang jelas di kepala gw langsung terlintas black metal, atau paling nggak, death metal. Apalagi ketika pertama melihat mereka di tv, fashion bondage dan corpsepaint! Bener-bener black metal look! Atau paling ga, Kiss. Makanya gw sempat sedikit shock, kok band black metal dengan dandanan seram seperti itu bisa masuk tv dan tampil di acara musik komersil???!!! Ketika mereka mulai memainkan lagu mereka, shit! Gw tertipu! Musik mereka sama sekali jauh dari dandanan mereka; lagu pop yang dibuat lucu tapi garing dengan tingkah polah yang norak. They’re some kind of jokes band i think. What an asshole.

“Dulu kami sempat memainkan musik keras juga, tapi kami sebenarnya memainkan all genre. Kami tidak ingin mengotak-kotakan musik. Dan misi kami adalah membangkitkan aura kreatif. Makanya kami bukanlah band lawakan,” terang Priya, vokalis. Band yang mempunyai motto “the 2nd most gothic band in the world” ini menyebut musik mereka “metal hidrolik”, metal naik turun dan mengaku bahwa dandanan mereka sebenernya terinspirasi oleh kelompok humor Ria Jenaka. “Kuburan band? Gw kemarin nonton mereka di tv, minus one gitu, shit! The are like stupid moron acting like Kiss but playing such a ‘gak jelas’ music. Gw gak suka gaya-gayaannya. Bukannya mau menghujat atau gimana, tapi gw emang gak suka band-band lawakan yang seakan-akan mengejek spirit of rock, mending kek Teamlo atau Project

Yang tidak kalah parah adalah plagiarism yang dituduhkan kepada band pop paling laku saat ini, D’Masiv. Well, sebenarnya topik ini sudah basi dan sudah sejak dulu kala terjadi, di Indonesia dan di luar. Tidak tanggung-tanggung, band pemenang ajang pencarian bakat ini dituduh menjiplak lagu musisi luar di 8 lagu alias hampir di seluruh album mereka. Karena penasaran, gw mengikuti link yang berakhir di Youtube dan melihat penjelasan lagu apa dan bagian mana saja yang dijiplak; intro “Diam Tanpa Kata” sangat mirip dengan “Awakening”(Switchfoot), reff dari single “Dan Kamu” mirip dengan “Head Over Wheels” (Switchfoot), single “Lukaku” mirip dengan “Drive” (Incubus), “Cinta Ini Membunuhku” mirip dengan “I Don’t Love You” (My Chemical Romance), “Sebelah Mata” mirip “The Take Over, The Break’s Over” (Fall Out Boy), “Dilemma” mirip Soldier’s Poem (Muse), “Tak Pernah Rela” mirip “Is It Any Wonder” (Keane)

dan “Cinta Sampai Disini” mirip “Into The Sun” (Lifehouse). Setelah gw simak, bener-bener mirip, terutama pada lagu “Dilemma” dengan “Soldier’s Poem” yang sepertinya cuma diterjemahkan ke lirik berbahasa Indonesia. Bukan itu saja, bahkan cover album mereka sangat mirip dengan salah satu cover album Aerosmith. “Itu adalah asli hasil karya kami, kemiripan itu hanya kebetulan yang tidak disengaja.”, kira-kira begitu komentar sang vokalis yang keren banget itu. Klo menurut gw, itu adalah imbas dari iklim buruk industri musik pop saat ini. Ketika satu band sedang laris dan banyak digemari, mereka dituntut oleh label atau produser untuk secepatnya merilis album dan sebanyak mungkin mencetak lagu hits. Karena hanya berbekal tampang disertai skill dan musikalitas seadanya, mereka tidak mampu menjawab tuntutan tersebut dan akhirnya mengambil jalan pintas, menjiplak lagu orang. Kapan disebut plagiat? Seperti dikutip dari Pasarmusik.com, musisi senior yang juga ketua bidang teknologi informasi dan apresiasi seni PAPPRI, James F. Sundah menyebutkan bahwa sebelumnya sebuah lagu dianggap menjiplak jika memiliki kesamaan baik lirik maupun notasi musik dengan lagu lain sebanyak 8 bar, tapi dengan beredarnya Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002, sebuah lagu sudah bisa dianggap menjiplak lagu lain jika memiliki kesamaan ‘substansial part’, yaitu bagian terpenting yang paling dikenal orang dalam sebuah lagu. “Klo mau plagiat secukupnya aja, dan kalau memang berbesar hati mau mengakui bahwa lagu yang kita ciptakan terinspirasi dari hasil karya orang lain cukup dengan mamberi sedikit keterangan dibawahnya; lagu ini terinspirasi dari bla bla atau lagu ini merujuk pada bla bla”, Angga Kristianto. [hate]


POINT OF VIEW

MENUNGGU BADAI POP BERLALU Persaingan industri musik pop saat ini sudah sangat sesak. Penyanyi dan grup band papan atas langsung berhadapan dengan penyanyi dan grup band paling anyar sekalipun. Efek yang terjadi, penyanyi dan grup band anyar harus bersaing ketat untuk dapat diterima masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ajang AMI Award 2009 lalu.

Yovie mengaku berpendapat sama dengan komposer Erwin Guttawa, “Mengutip dari Mas Erwin Guttawa, senior saya, bahwa musik kita memang tidak bisa dipungkiri seperti 30 tahun mundur.”

oleh Hielmy Zainun Nafsi

Kedua grup band ini memang seperti role model bagi band-band sekarang untuk mengikuti pola lirik dan musiknya. Tapi saya kira ini tidak akan lama bertahan kok, asalkan ada gebrakan baru di bidang musik,” tandasnya.

Suatu hari saya bosan juga ‘berkelana’ bagai seorang nomaden, hari itu saya ingin menghabiskan seharian di kost-an. Seperti biasanya satu-satunya hiburan yang ada hanya sebuah compo ‘multifungsi’ yang biasa saya geber buat memutar kaset, cd, mp3 dan mendengarkan radio. Semua kaset dan cd sudah sering diputar, satu-satunya alternatif ya mendengarkan radio. 99ers menjadi radio favorit saya, rasanya sudah lama sekali tidak mendengarkan radio, jadi banyak lagu baru yang sama sekali baru saya dengar, memang sesekali diputar lagu yang familiar di telinga saya, tapi selanjutnya banyak yang baru saya dengar. Tapi dari sekian lagu yang saya dengar sepertinya ada hal menarik yang perlu saya bahas disini.

Bagaimana dengan band-band rock? Dua vokalis, Khrisna J Sadrach (Suckerhead) dan Andi (/Rif) mengaku band mereka sebenarnya telah menyiapkan materi untuk album baru tapi belum berniat merilisnya karena situasi yang tidak mendukung. “Namanya meluncurkan album itu harus memikirkan juga bagaimana pasar musik saat ini, jadi meskipun sudah ada materinya tapi kondisi belum memungkinkan, ya tahan diri dulu lah,” ujar Khrisna. “Menunggu badai pop berlalu,” tambah Andi sambil tersenyum. [hate] DISADUR (COPAS) DARI PIKIRANRAKYAT.COM, DETIKHOT.COM DAN MEDIAINDONESIA.COM

image by vovkas.deviantart.com

Tentang booming band pop yang sedang merajai industri musik Indonesia saat ini, pengamat musik Denny Sakrie “Makanya, kalau grup band atau mengatakan harus ada gebrakan baru penyanyi itu biasa-biasa, jangan harap untuk menggeser musik ‘pop selingkuh’ dapat masuk persaingan industri musik tersebut. Gebrakan yang dimaksud pop saat ini,” ujar pemilik label Target Denny adalah langkah nyata dari para Pop, Seno M. Hardjo pada workshop penyanyi, musisi, dan pelaku di bidang “Kiat-kiat Masuk Industri Musik Pop musik misalnya meluncurkan lagu Indonesia” yang diadakan sebagai atau album yang tidak sekedar mudah rangkaian dari ajang AMI Award 2009. dicerna dan diterima di telinga penDia juga menambahkan, band atau pe- dengar. Menurut pengamatannya saat nyanyi yang ingin dilirik produser harus ini lambat laun masyarakat akan jenuh memenuhi dua kualifikasi dalam musik dengan musik yang ditawarkan grup mereka; kualitas dan kemasan. band tersebut. Publik akan menunggu sesuatu yang baru dan segar. Denny Well, standarisasi yang baik untuk men- mengatakan belantika musik pop tanah jaga persaingan tetap sehat, tapi meli- air sudah cukup lama didominasi hat ternyata band-band yang tembus munculnya band-band baru dengan dan berhasil masuk industri kemudian lirik lagu yang hampir mirip dan konsep adalah band-band seperti Kangen Band, musik yang mengekor band-band yang ST 12, D’Masiv, Hijau Daun, Wali dll, sudah sukses sebelumnya. Grup band dimana kualitasnya? Masalah kemasan tersebut kebanyakan melejitkan hanya mungkin relatif, tapi kualitas masih satu lagu saja, menjadi hit, lantas membisa diukur. Bagaimana bisa band buat album, dan meledak di pasaran yang lagu-lagunya begitu-begitu saja dalam waktu sesaat saja. Ia mencontohdengan skil bermusik pas-pasan disebut kan munculnya band-band baru macam berkualitas? Atau band yang hampir Wali, Merpati, Kangen, Matta, dan ST semua lagunya adalah hasil menjiplak 12, mengandalkan lagu-lagu dengan lagu orang? Atau standar mereka lirik dan jenis musik easy listening yang dalam menentukan kualitas memang hampir mirip dengan band lain. cuma segitu? Sepertinya kata kualitas dalam kamus mereka adalah berarti: “Musik memang tidak bisa dinilai bagus laku dijual. atau tidak, itu relatif. Tapi saat ini memang diperlukan musik yang memberi Pentolan band Yovie & Nuno, Yovie kesegaran dan tidak seragam. Hampir Widianto angkat bicara seputar kondisi semua band-band baru mengekor musik Indonesia sekarang. kesuksesan Ungu dan Peterpan.

SEMUA SAMA, MEMBOSANKAN Oh iya sebagai alternatif saya sekarang lebih banyak menyukai lagu-lagu dari band atau artis indie, karena yang saya lihat musik mereka itu fresh di telinga saya. Namanya juga independen, tidak terikat apapun, mereka bebas berekspresi tanpa terlalu memperdulikan apakah masyarakat menyukai lagu-lagu mereka atau tidak, yang ada hanya idealisme bermusik. Walaupun penggemarnya terbatas, namun komunitas indie punya ikatan dan loyalitas yang kuat. Antara artis dan fans biasanya punya hubungan lebih dekat, tidak seperti pada artis-artis major yang seolah untouchable. Begitupun loyalitas fans sangat kuat, kemana pun band idolanya manggung pasti diburu apalagi jika masih di kota tempat asalnya. Keterkaitan sesama artis indie pun Saya akui memang para musisi pop sangat kuat, antar sesama artis seperti Indonesia sangat brilian hingga bisa ada link yang saling berhubungan, membuat lagu yang bisa disukai oleh kalau digambarkan seperti link-nya di ribuan orang seantero Indonesia, friendster-lah, setidaknya itu yang saya diputar di puluhan radio, albumnya lihat di kota Bandung. Secara pribadi laku puluhan ribu kopi dan klipnya saya appreciate terhadap musisi indie ditayangkan di beberapa stasiun TV, Bandung, mereka sangat kreatif dalam namun yang saya dengar lagu-lagu pop bermusik, sehingga tidak sedikit band yang beredar sekarang seperti ‘kurang indie dari kota ini menjadi terkenal bernyawa’, kurang orisinil. Maksud saya se-Indonesia. disini bukan artinya lagu tersebut itu lagu jiplakan, akan tetapi sangat mirip Semoga musik Indonesia makin maju dengan lagu-lagu sebelumnya dari dan semakin kreatif serta berkualitas, musisi yang sama. Menurut pendenjangan hanya market oriented, tapi garan saya lagu-lagu mereka sekarang bolehlah sedikit beridealisme walaupun polanya hampir mirip dengan lagu-lagu resikonya ditinggalkan pasar, yang mereka terdahulu, hanya sedikit dimodi- penting berkualitas. Saya punya keyafikasi dan berganti lirik, tapi rasanya kinan kalau masyarakatnya lebih cerdas seperti begitu-begitu saja. Resikonya pasti akan lebih memilih musik yang lagu-lagu tersebut akan mudah bosan lebih berkualitas. untuk didengar. Terus terang saja sekarang ini saya tidak terlalu tertarik KOMENTAR DAN TANGGAPAN? dengan musik pop major seperti itu, SILAHKAN KUNJUNGI sudah bosan rasanya seperti mendengar HIELMY.WORDPRESS.COM lagu itu-itu lagi.


POINT OF VIEW

KITA BUKAN DAN TIDAK INGIN SEPERTI MEREKA oleh Andy Gilang

Bandingkanlah dengan konser musisi mainstream macam Ungu, Peterpan, ST12, yang jadwal konser meraka tak sepadat jadwal konser band Obituary misalnya, namun mereka selalu bermasalah tiap kali selesai menggelar konser. Vokalis Ungu dan Masyarakat kita telah teracuni!!!! Peterpan pernah menginap di rumah sakit garaYa, masyarakat kita telah teracuni oleh produkproduk budaya massa yang melemahkan dan men- gara tak mampu bernyanyi. Demikain pula dengan personel lainya yang kerap keluar- masuk rumah gandung selubung ilusi di dalamnya. Celakanya, justru ilusi inilah yang diimani oleh sebagian besar sakit selepas konser. Padahal antara musik kami masyarakat kita lebih mempercayai dan mengikuti dengan musik mereka sangat jauh tingkat kesulitan maupun kualitas serta energi yang dibutuhkan. para pengkhotbah baru yang sebenarnya lemah tersebut.L antas, siapakah pengkhotbah baru yang Sungguh tak sepadan bila di buat pertandingan. Kita bisa memainkan musik mereka, tetapi mereka melemahkan namun diimami oleh sebagian besar tidak akan pernah bisa memainkan musik kita!!! masyarakat kita? Mereka adalah para musisi yang memproklamirkan dirinya sebagai seniman yang Dari sinilah penyakit itu muncul. Masyarakat kita meracik musik kualitas rendahan dengan aroma yang sebagian besar wataknya masih imitatif, cinta yang menjijikkan. Ya, menjijikkaan karena senantiasa meng copy habis setiap hal yang mereka tidak bisa mengeksploitasikan tema lain datangnya dari MUSISI CENGENG tersebut. Kita selain cinta yang melemahkan, dan menggiring akan coba untuk membedahnya. Dari segi lirik generasi kita pada sebuah kecengengan massal. lagu misalnya, mereka mengajarkan caranya untuk mendapatkan pasangan, mengajarkan trik-trik Kelompok ini di punggawai oleh band-band yang perselingkuhan, bagaimana mengatasi kemarahan kemampuan mengekploitasi musiknya sangat dangkal macam Peterpan, Ungu, Kangen, ST12, dan pasangan tatkala ketahuan selingkuh, menggambarkan tersayatnya perasaan manakala putus band-band pengusung tema sejenisnya. Simaklah cinta, dan lain-lain tema yang rendah. Semua hal lagu-lagu mereka (meskipun kita..eh, sori aku, tersebut dapat membuat kaum laki-laki BANCI alias sebenarnya sangat jijik menyimaknya ). Dari segi musikalis, kita patut menggugat, apa yang hendak BENCONG. Naifnya, musisi-musisi tersebut selalu berlindung di balik kata “Cinta�. Alibinya, cinta ditawarkan oleh mereka dengan kemampuan adalah tema yang universal dan dirasakan oleh kita dangkalnya tersebut? Kemampuan yang serba minim mengekploitasi kedalaman musik, sehingga semua. Alasan tersebut tidak salah. Namun yang berakibat dangkalnya permainan mereka, membuat menjadi kesalahan pokok mereka adalah; bahwa kita merasa muntah jika berlamaan mendengarnya. makna cinta telah tergerus hakikatnya dan telah didangkalkan ketika mereka menggumbar makna Untuk membutikan bahwa pernyataan ini bukan cinta yang dangkal. Cinta dimaknai hanya sebatas sekedar omong kosong, bandingkanlah kemampada pertemuan, perselingkuhan, dan pemujaan puan antara musik mainstraem dengan musik fisik kekanak-kanakan dan tak bersubstansi. Cinta metal di saat menggelar konser. Kita bisa melihat yang lebih luas adalah proses keintiman antara jadwal konser metal yang sangat padat, bahkan manusia dengan lingkungan sosialnya. hampir tak ada jeda dalam tournya. Ditambah dengan tensi permainan yang ekstrem, baik musik maupun vocalnya, belum pernah kita jumpai kasus Tema-tema semacam inilah yang ditabukan dalam khazanah bermusik kekinian, baik di barat maupun musisi metal mengalami kecapekan, gangguan di negeri kita. suara, atau bahkan gangguan serius lainya.

Mengapa Musik Metal Idealis? Dengan segala kerendahan hati, kita harus memberikan apresiasi yang tulus kepada para musisi yang mengetahui dan mengimami proses kreativitas yang mengeksplorasi kedalam realitas. Sehingga dalam ekspresi bermusiknya, lahirlah musik yang begitu dalam,baik dari segi musikalitas ataupun dari segi liriknya. Kalau mau menyebut siapa yang mempunyai kemampuan yang mendalam untuk mengeksplorasi realitas melalui sarana musik, kita harus jujur menyebut, para musisi metal-lah yang mempunyai kemampuan untuk itu. Pernyataan ini bukanlah pernyataan yang mengada-ada atau karena subyektivitas kita dikarenakan semangat korps metal kita. Musik metal, lahir ditengah-tengah kepungan budaya pop (uler). Namun, di sinilah kehebatan musik metal. Dia(musik metal) tidak lantas mengikuti arus utama budaya tersebut, namun sebaliknya mencari identitas bermusik sendiri yang jauh berbeda dengan budaya massa tersebut. Ini menjadi penegas bahwa, musik metal menjadi pendobrak bagi kebisuan dan kebekuan budaya yang ada saat itu. Generasi metal bukanlah kaum imitatif seperti kamu penjiplak band- band mainstream. Bukti penegasannya adalah, mereka bisa menciptakan budaya tandingan dalam banyak aspek. Dari aspek bermusik, terciptalah musik yang mengalami lompatan jauh ke depan. Semua alat musik dimainkan dengan tensi yang jauh berbeda dengan permainan musik sebelumnya. Demikian pula dari segi lirik. Sebuah kejujuran, keberanian, cinta yang universal, pembongkaran ilusi kehidupan, dan beragam tema realita sosial yang diusung oleh musikus metal.Hal ini tentunya jauh berbeda dengan band-band mainstream yang tidak mempunyai kemampuan untuk menerjamahkan realita kompleksitas kehidupan dalam bahasa bermusik mereka. Jiwa yang bebas, berpengetahuan (kecukupan referensial), kepekaan yang dalam memaknai realitas, merupakan prasyarat lahirnya sebuah orisinalitas bermusik.

Kebebasan berekspresi tanpa kehilangan jati diri, menjadi ciri yang melekat pada para kreator metal. Bandingkanlah dengan generasi sekarang yang berupaya untuk mengekspresikan kehendaknya namun dengan jalan menjiplak habis kreasi orang atau kelompok lain. Bukti konkretnya adalah, fashion. Baju serba hitam yang dulunya menjadi trade mark kaum metal, sekarang malah di jadikan identitas kebanggan mereka yang sama sekali tidak mengerti akan metal. Banyak band-band menjijikkan sekarang ini yang mengambil alih dan membajak identitas metal. Acungkan tiga jari, sekarang diadopsi oleh anak-anak band-band mainstream yang pernah bersentuhan dengan metal. Sound-sound ala metal doadopsi juga oleh band seperti Tangga dan Coklat. Kalian telah membajak kreasi kami, namun pantang bagi kami membajak kreasi kalian!!! (Ya iyalah, secara musik pop kagak ada yang bisa dibajak‌all of that is fully pirate product) Realitas itu tidak tunggal, Bung! Pun demikian dengan tema lagu. Tema lagu bukan melulu tentang cinta rendahan, Bung! Kalau kita mencermati tema lagu, musik metal, di dapati pluralitas tema yang diusung. Mulai dari aliran Heavy Metal sampai Death Metal, semua menunjukkan tema-tema yang beragam. Mulai dari tema lagu kritik sosial, politik, pembantaian bahkan sampai istilah-istilah kedokteran seperti yang di usung oleh Carcass. Di sini para metalheads menulis lirik tentang apa yang mereka ketahui, rasakan, senangi, jadi apa yang mereka tulis adalah sesuatu yang asli orisinil keluar dari hati nurani yang murni. Terserah orang mau suka atau tidak yang penting mereka sudah memainkan musik seperti yang mereka inginkan. Mungkin orang lain menyebut kita terlalu idealis, tetapi justru itulah kita tak bisa di jual atau tidak laku seperti halnya band-band mainstream. Anggapan seperti ini adalah sebuah anggapan yang salah besar, banyak dari band-band metal yang angka penjualan album mereka bisa menyaingi band-band mainstream atau band-band televisi.


POINT OF VIEW Kesuksesan mereka memang tidak pernah dipublikasikan seperti halnya band-band cenggeng yang hampir tiap hari nongkrong di televisi. Mulai dari acara musik sampai gosip. Lihat saja betapa media ramai memberitakan ketika ada salah satu band–band televisi itu yang diundang main di luar negeri, padahal kalau kalian mau tau band-band tersebut bisa main di luar negeri karena diundang oleh orang-orang bangsa kita sendiri yang mungkin sedang bertugas di negara tersebut atau belajar dan bekerja. Jadi bukan asli orang negara orang yang bersangkutan yang mengundang band-band televisi tersebut, beda dengan band-band extreme metal (underground) yang di undang main di luar negeri, band-band tersebut benar-benar diundang main asli oleh orang negara tersebut karena apresiasi mereka dan penghargaan mereka terhadap kualitas musik serta idealisme band-band extreme metal tersebut. Band-band lokal Indonesia yang pernah diundang dan ditawari main di luar negeri antara lain; band Jasad pernah ditawari main di jepang, Malaysia, Thailand, Singapura. Prosatanica, Brutal Corpse, Bloody Gore juga adalah merupakan contoh kecil band-band exstreme metal (underground) lokal negeri ini dan masih banyak lainnya yang pernah ditawari dan di undang main di luar negeri. Hebatnya lagi, banyak sekali band-band exstreme metal negeri ini yang go internasional. Ini terbukti dengan banyaknya album-album band metal negeri kita tercinta, Indonesia, yang dilisensi dan dirilis oleh label dan record luar negeri. Suatu prestasi luar biasa bahwa kita yang lebih minoritas lebih maju dan progress dari kaum mayoritas yang di dukung oleh segala media di negeri ini tetapi cuma jago kandang doank. Berbanggalah kalian dan tetaplah idealis dan survive pada jalur kalian, karena sesungguhnya musik yang bagus adalah musik yang benar-benar ingin kita mainkan serta keluar murni dari hati nurani kita. Percayalah bahwa segala sesuatu yang exist dan konsisten semua akan ada hasilnya. Teruslah mainkan musik kalian sekencang-kencang dan sekeras-kerasnya. Selamat berkarya dan terus berjuang untuk kebanggan diri kalian sendiri. KOMENTAR DAN TANGGAPAN? SILAHKAN KUNJUNGI TOPIJERAMI17.WORDPRESS.COM

BANYAK DAN TIDAK BERMUTU

BUKAN LAGI KARYA SENI

Berapa banyak band pop di Indonesia? Jawabannya: Banyak! Dari banyaknya band pop Indonesia, berapa yang berkarakter? Jawabannya: sedikit. Itulah kesimpulan dari obrolan pemuda-pemuda yang berlagak jadi pengamat musik, di gardu pojok sebuah gang dekat pohon pisang. Dan kira-kira demikianlah gambaran band-band pop tanah air yang bisa kita jelaskan dari tayangan televisi yang kita tonton sehari-hari.

Dulu kita sering dengar lagu-lagu Dewa 19, Padi, Kla Project, dimana lagu-lagunya sangat luar biasa. Baik dari segi musik dan liriknya yang sangat dalam.Tapi sekarang sungguh ironis, mereka seakan hilang ditelan bumi. Mereka cuma sesekali muncul tidak sebanding dengan banyaknya acara musik di tv sekarang ini. Mereka seakan dilupakan karena munculnya band-band baru yang kualitasnya (maaf) patut dipertanyakan. Mungkin anda semua pernah mendegar nama Kangen band, Angkasa Band, Wali, Marvell, Republik dan band-band baru lainnya (sampai saya sendiri tidak bisa hapal semua nama band nya)? Secara pribadi saya suka lagu-lagu mereka tapi hanya suka dan jarang memberikan inspirasi buat diriku sendiri. Dan untuk saat ini untuk pendatang baru secara kualitas saya hanya salut sama Nindji yang kualitas musiknya lumayan.

oleh Andre Rastafara

Banyak sekali band-band pop bermunculan. Bak jamur di musim penghujan, bak baliho para caleg di musim pemilu. Dan yang membuat saya bingung tujuh keliling, tak ada yang berbeda dari mereka. Semua terdengar sama. Konsep band serupa, tema lirik lagu serupa, harmoni musik serupa, bahkan dandanan rambut dan gaya berpakaian mereka juga serupa. Mereka cari aman. Label cari aman, band juga cari aman. Mereka tidak mau ambil resiko dan gagal total di pasar. Lebih baik mengikuti yang sudah ada (mainstream), ketimbang create a niche or being different. Toh banyak band-band yang berhasil menjual kaset, cd, ring back tone dan juga live performance (live concert, ngisi Pensi, nongol di Inbox, nongol di Dahsyat, dan nongol-nongolan) dengan musik dan penampilan seperti itu. Seperti yang telah Pandji tulis di artikelnya dengan judul “How I Sold 1000 CDs in 30 Days“. Bahwa apa

yang dilakukan band-band pop Indonesia sekarang itu relevan kalau di industri musik Indonesia hanya ada sekitar 5 band yang berpikiran seperti itu. Tapi kalau ada lebih dari 1000 band berpikiran seperti itu, maka yang akan terjadi adalah munculnya 1000 band dengan musik, lirik dan gaya rabut yang sama. Dan setiap hari mereka bakal muncul di layar TV kalian, bisa dibayangkan?. Dan akhirnya, bersiaplah jika mimpi menjadi ikon akan sirna karena ada banyak band-band pop lain yang serupa. Bersiaplah jika mimpi menjadi legend akan hilang karena band pop ini tak ada yang berbeda dari band-band pop yang lain. Dan bersiap-siaplah untuk tidak seperti Slank dan Dewa yang mampu eksis lebih dari satu dasawarsa dengan tetap menciptakan karya-karya yang luar biasa karna semuanya sama. Ilustrasinya adalah: Suatu ketika kalian sedang mengendarai mobil melewati sebuah peternakan dimana ada sekitar 100 sapi dengan warna corak pada tubuhnya hitam dan putih. Diantara semua sapi, ada seekor sapi yang warnanya ungu. Ketika anda sampai dirumah, sapi mana yang akan anda ingat? Being different is better than being better. Create a niche is cool than follow the mainstream. KOMENTAR DAN TANGGAPAN? SILAHKAN KUNJUNGI MUSIKPRIBUMI.WORDPRESS.COM

oleh Henki Gunawan Tampubolon

Yah, bisa dibilang perkembangan musik Indonesia sangat cepat. Tapi sekarang perkembangan hanya dari segi kuantitas bukan kualitas. Lihat aja, tahun ini saja sudah banyak band-band baru yang muncul. Tapi pertanyaannya, apakah band-band yang tergolong baru di dunia musik Indonesia ini akan bertahan? Apakah mereka dapat bersaing dengan band-band yang sudah lama eksis di dunia permusikan Indonesia? Apa yang terjadi sekarang sungguh ironis. Penyanyi yang harusnya mengutamakan kualitas suara bagus tidak lagi syarat mutlak.

Yang penting modal fisik, jaringan kuat, dan yang pasti modal kuat maka semuanya bisa jadi penyanyi. Makanya ga heran Olga, Luna Maya, Ruben bisa ngeluarin album atau paling gak single. Bahkan juara Indonesia Idol yang kualitas suaranya tidak perlu dipertanyakan lagi hilang dari banyaknya acara-acara musik di tv. Yang saya lihat musik sekarang dianggap suatu investasi yang mengutamakan keuntungan melalui RBT, NSP dll yang lagi booming. Yang penting cukup satu lagu saja yang lumayan diterima masyarakat pendengar maka band/penyanyi itu akan sering wara-wiri di acara musik di tv. Sampai-sampai lagu-lagu lama didaur ulang hanya untuk mempercepat lagu itu bisa diterima pendengar. Memang semua kembali pada kita selaku pihak pendengar (konsumen). Sejauh mana kita menilai lagu-lagu itu. Dan kita berharap perkembangan musik di negara yang kita cintai ini tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri tapi bisa bersaing di internasional paling gak di Asia. KOMENTAR DAN TANGGAPAN? SILAHKAN KUNJUNGI HANDQTAMPUBOLON.WORDPRESS.COM


UP CLOSE

WIKO WINANTO Nama pemberian ortu Wiko Winanto. Lahir di Gombong tahun 1976. Dari kecil gw seneng segala jenis musik. Dari pop, hip hop rap, rock sampe metal. Gw dulu seneng banget dengerin chart-chart Top 40 yang disiarin di radio; Casey’s Top 40, Rick Dees Weekly Top 40 sampe American Top 40. Awalnya gw demen sama rock/metal waktu dengerin lagunya Metallica “Enter Sandman” di Casey’s Top 40. Dan album Metallica itu jadi album metal pertama gw. Kemudian mulailah beli-beli kaset seperti Van Halen album “F.U.C.K”, Guns ‘N Roses “Use Ur Illusion I&II”, Kreator “Coma Of Soul”, Entombed “Clandestine”, Pantera dll. Gw kerja di pajak tahun 2005 akhir, tepatnya bulan november. Penempatan pertama di KPP Gambir, trus sekarang di KPP Pratama Palmerah. Gw kenal Tax Underground Community belum lama, yaitu pas punya forum di Djapra, dan kemudian bergabung dengan nick Arkheen sampe sekarang. Gw ngerasa seneng aja bisa sharing banyak hal dengan temen-temen yang satu selera dan rasa, walaupun gw lebih sering jadi pendengar, karena ternyata pengetahuan gw tentang musik ataupun alat musik masih sangat minim.


UP CLOSE

RISMAULI UGLY & HERWIN SIREGAR Meet the ugly Uly. Uly Ugly means; uly is “cantik” in batak and ugly, you know ugly, hehehe. My life need to be balance, like yin and yang. I love metal, but sometimes need ‘pop’ to heal a broken hearted, cieee. That’s why i’m not realy an undergrounder anyway. I’m just a person who loves music, music maniac, can’t live without it. Actually, my life is like a rhythm of music itself, halah. But since i’m a free spirited, open minded and dare to be different in this liar hypocrite fake fuckin’ world. Panjang umur para pembangkang! I thought it would be great for me to join this community. I love all the person who are in it, especially madam Ayip, hehehe. At least, they are honest and care for each other. We almost like brotha and sista here. So, on this very very special event, the 1st anniversary of TUC, let me wish for a long live TUC. God bless our community. Not only in cyber world but also in the real world. Hail TUC!

Salam kenal seluruh anggota TUC. Nama saya Herwin Siregar, berkantor di Kanwil DJP Banten, Serang. Tentang musik, saya suka dengan modern & progressive rock, rock guitar instrument album (by virtuoso only), shredding guitar skill & alternating chord, electric guitar (top branded only, or made by Indonesian luthier), guitar effect & sound processor (especially distortion generator), digital home recording dan sekarang lagi seneng bikin efek gitar sendiri. My favourite guitarist are Paul Gilbert, Yngwie Malmsteen and Eric Johnson.


UP CLOSE

CHRESNO DAROE WARSONO Saya Chresno Daroe, the oldest man in the community, penyuka musik-musik klasik rock, termasuk di dalamnya, maaf bikin grouping sendiri, hard rock, art rock dan heavy metal, yaitu dari era akhir 60-an sampai dengan awal 90-an. Seperti layaknya anak muda yang suka musik, sejak SMP diawal 80-an saya ‘mengikuti’ perkembangan musik rock dari hard rock dan art rock (Led Zeppelin, Yes, Deep Purple), kemudian heavy metal (Iron Maiden, Judas Priest), balik lagi ke hard rock (Mr Big, GNR, LA Guns) yang berbarengan dengan Trash Metal (Metallica, Testament) dan sempat juga mencicipi death metal di awal 90-an, tapi hanya ada 2 nama di sini yang sempat saya sukai; Dismember & Dishamonic Orchestra. Ketika Seattle sound menguasai bumi menjelang pertengahan 90-an, saya sudah merasa jenuh dengan pengembaraan ini dan kembali ke musik ‘yang kemaren’ serta sangat selektif mengenal band baru, setelah era ini hanya Dream Theater, Spock Beard dan Flower Kings yang masuk.

Bergabung dengan TUC sedikit banyak membantu saya mengenal musik rock & metal yang diminati anak muda masa kini, mode sok tua on, dan memahami missing link antara era yang saya nikmati dengan era baru ini. Dan satu hal yang penting, saya menjadi yakin bahwa saya tidak edan sendirian di muka bumi ini. Kenapa edan? Entahlah, tapi itu yang sering terlontar dari mulut teman-teman yang melihat koleksi saya, karena untuk beberapa album saya memiliki lebih dari satu format. Ambil satu sampel; Led Zeppelin ”Physical Graffity”, saya menyimpan kaset dari era bajakan legal (Team Record), kaset lisensian, cd remastered, cd LP replika dan piringan hitam. Kenapa sampai 5 untuk satu album yang sama??? Saya sendiri juga heran. Mungkin mereka benar, saya edan.


UP CLOSE

ANDRIA SONHEDI Wajah saya tidak sinkron kalo dibandingkan dengan nama atau tempat kelahiran. Ka KPP saat di Mojokerto malah mengira saya keturunan arab. Tentu saja salah besar apalagi nama saya saja tidak mencerminkan tipikal nama yang relijius, lebih lagi nama seorang jawa sebagaimana sebenarnya diri saya berasal. Tempat kelahiran saya yang di Korea Selatan juga sering membuat banyak orang salah sangka bakal bertemu sosok berwajah oriental yang ternyata malah sebaliknya, mata lebar kulit gelap. Saya yang mengambil nickname dari salah judul lagu grup Anthrax, kenal rock dan heavy metal awalnya cuma dari melihatlihat katalog cover kaset saat mencari kaset baru Queen. Kegemaran membaca turut berperan dari iseng membaca artikel hard rock/metal dari majalah musik & film bekas yang saya beli di kaki lima Malioboro (dalam rangka mencari artikel Queen tentunya). Dari yang semula cuma penggemar berat Queen perlahan-lahan mulai mencoba grup rock lain pada awalnya karena kehabisan stok kaset Queen baru. Saat kasetkaset bajakan lokal hilang dari pasaran tahun 1988 maka mulailah saya mengoleksi segala macam jenis musik rock dan metal yang ada di penjual kaset seken sampai sekarang ini. Saat kelas III SMA seorang penjual kaset langganan saya meramalkan bahwa saya akan pindah ke jazz saat kuliah nanti karena begitulah tren yang sering terjadi, dan ramalan tadi diucapkan pada pertengahan tahun 1990 lalu.

Secara umum saya tidak suka musik yang dimainkan musisi Indonesia, tidak tahu kenapa, mungkin karena saat SMP saya menetapkan diri menyukai Queen, saya tak memperhatikan musik barat yang lain, apalagi yang Indonesia. Namun demikian saya tetap menghargai musik dan musisi Indonesia yang bagus walau tetap tidak mengikuti perkembangan seserius grup Barat. Kegemaran lain adalah mendengarkan album gitaris heavy metal, terutama karena tak ada liriknya maka tak perlu repot menghapalkan. Perkenalan dengan TUC berawal dari ketidaksengajaan. Pada awal tahun 2008, saat sedang melihat-lihat website KPP se-tanah air untuk mencari e-book maupun game, ada ajakan untuk mengunjungi website D’japra milik mas Fajar Kraton. Dari awal saya sudah menyadari kalau komunitas di website ini lain dari yang sebelumnya pernah saya kunjungi. Musik para PNS DJP lebih condong ke arah easy listening atau lagu-lagu joget. Di D’japra tidak hanya karena alasan jenis musik yang beragam, terutama rock dan metal, yang membuat saya merasa cocok dengan mereka yang perlahan mulai mendominasi D’japra dan akhirnya justru menjadi wadah TUC. Menurut saya dalam TUC sudah mulai tumbuh iklim saling menghargai dan menolong satu dengan yang lain, baik dalam hal musik atau pekerjaan kantor, serasa masuk dunia baru yang sayang untuk ditinggalkan, apalagi bila sudah akhir pekan. Dengan menjadi underground kita berharap untuk bisa menjaga idealisme hidup kita.


UP CLOSE

AWANG DARMAWAN Gw Awang Darmawan, sulung dari 4 bersaudara. Gw orangnya biasa aja, paling bini gw yang bilang klo gw istimewa, heheh. Hobi main game sama internet di rumah, atau keluar sama bini cari tempat makan yang unik dan enak. Di kantor lagi sibuk ngrekam SPOP PBB dan SPT tahunan. Dari SD sampe SMP gw suka dengerin lagu-lagu rock tahun 80-90an. Gw gak bisa mainin alat musik. Dulu pernah ikutan ngeband belajar jadi drummer cuma bentar, abis itu lupa lagi, apalagi sekarang, heheh. Baru SMA mulai kenal temen-temen band yang kebetulan aliran metal, jadinya sering ikut-ikutan jadi kru penggembira saat tementemen ikut festival musik underground lokal. Kepala pusing juga pertama dengerin lagu-lagu underground, lama-lama jadi terbiasa kuping gw. Pas SMA taunya Sepultura sama Slipknot doang, sempet ngoleksi Marilyn Manson tapi sekarang lagi demen sama black metal Eropa. Gw suka gaya mereka, orisinil banget dan ternyata lirik-lirik yang mereka buat bukan cuma sekedar gaya-gayaan macam band Amrik. Apa yang mereka tulis itulah yang mereka jiwai. Saat ini di playlist gw ada Dimmu borgir, Gorgoroth, Mayhem dan Narjahanam. Anak gw dah mulai ketularan metal, apa yang di playlist dia ikutan liat, lama-kelamaan jadi terbiasa dia sama musik metal, jadi ketagihan juga. Musik pengantar tidurnya dia sekarang Yngwie Malmsteen “Orchestra New Japan Philarharmonic�, hehehe. Klo bini sih cuek aja cuma kadang protes klo speakernya kegedean volume. Gw tau TUC sejak Djapra, awalnya iseng gabung lalu keterusan, temen-temen disini asik-asik semua. Kesan mengenai TUC, hmm.. i’m not feel, hehehe, gw susah terkesan sama apa aja, susah sedih dan susah gembira. Klo suka dukanya, sukanya dapet link download yang lagi dicari sama info baru seputar dunia underground. Dukanya, forum mati beberapa kali sampe mati total sampe sekarang. Untuk ultah pertama ini, TUC semoga langgeng komunitasnya meski jarang ketemu langsung, semoga gak mati muda, mailistnya aja jangan mati, hehehe. Hail TUC!!!


UP CLOSE

SAPTO SURPIYANTO Gw Sapto Supriyanto, anak ketujuh dari delapan bersaudara. Lulus dari DIII Pajak tahun 1994 dan sekarang ngantor di KPP Pratama Jakarta Menteng Tiga sebagai AR Waskon III. Klo gak ngantor paling juga nonton tv, dvd, ngajarin anak, kalo libur jalan-jalan sama keluarga, itu aja. Hobi, selain dengerin musik dan nonton, baca buku, novel, dan komik. Gw orangnya cuek, suka gak ambil pusing sama apa yang ada di pikiran orang lain, tapi selalu berusaha yang terbaik (kalo lagi gak males), paling gak bisa basa-basi, sering dicap sombong sama orang-orang yang baru kenal, karena saya paling susah untuk memulai percakapan apalagi kalau minatnya sudah gak nyambung. Gw suka musik dari zaman SD dulu, tapi mulai seneng metal sejak kelas dua SMA, telat banget. Preferensi musik gw selalu berubah-ubah. Waktu SD sukanya dangdut sama musik Indonesia yang menye-menye (pengaruh lingkungan, hihihi), SMP mulai suka lagu barat, SMA suka lagu disko, sampai pas kelas dua dipinjemin temen kaset album pertama White Lion “Pride”, sejak saat itu suka metal. Saat kuliah dengerinnya alternative/grunge, classic rock, rap-metal, nu-metal dan sekarang balik lagi ke metal. Untuk band yang belakangan ini paling sering gw dengar adalah Dream Theater, Opeth, dan Dark Tranquillity. Sedangkan subgenre yang sedang gw suka sekarang ini adalah progressive (death) metal dan melodic death metal atau Gothenburg, karena menurut gw, subgenre itulah yang sesuai dengan usia gw, hehehe. Yang ada di playlist gw saat ini Dream Theater “Greatest Hits”, Opeth “Ghost Reveries”, Dark Tranquillity “Fiction”, Green Day “21st Century Breakdown”, Linkin Park “Minutes To Midnight” sama Michael Buble dan Secondhand Serenade, buat ngademin kuping. Gw tau TUC sejak dulu, waktu setiap kantor di DJP bisa membuat website yang bisa diakses kantor lain, ada forum, kalau nggak salah di Kepegawaian trus pindah-pindah, yang membahas tentang musik, lalu gw gabung disitu kira-kira di tahun 2005/2006. Dan ternyata forum itu menjadi cikal bakal yang sekarang ini dikenal sebagai TUC. Waktu itu sempet pake nick x-07 trus Nightwing. TUC yang dulu sama dengan yang sekarang, gak berubah dari segi asik-asiknya. Perubahannya, adalah sekarang sudah mulai lebih terbentuk format organisasinya. Buruk dan dukanya sama sekali gak ada, eh iya, ada sih, yaitu sekarang gak punya forum di intranet. Baik dan sukanya? Manteblah, tadinya saya sudah hampir putus hubungan dengan metal. Menurut gw, metal itu gak hanya sekedar musik, tapi juga bagian dari kehidupan, jadi kalo gak ada temen atau komunitas, lama-lama bisa hilang semangat juga buat dengerin metal. Dengan adanya TUC, semangat itu muncul lagi. Tapi sorry nih jarang nimbrung di milis. Sebenernya sibuk sih enggak, cuma karena sering diajak jalan keluar sama temen seruangan jadinya jarang punya kesempatan baca dan balas imel, jangan bilang-bilang orang Kitsda yah, hahaha. Tentang 1st anniversary, selamat hari jadi TUC dan juga salut untuk para member yang secara aktif terus menghidupkan TUC melalui berbagai macam aral dan rintangan. Harapannya sih bisa punya forum intranet sendiri, paling nggak nanti, pada saat salah satu membernya ada yang jadi kepala kantor, hehehe dan semakin banyak membernya yang solid, yang gak sekedar member kayak gw ini. Pererat persaudaraan kita.


ISSUE

PENJELASAN DONI IBLIS TENTANG LAGU “SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI ANJING” Apa yang terbersit di otakmu – perlakukan tuhan seperti babu Perintah sana dan perintah sini, menghela seperti kerbau Mendikte dia dan mengarahkan seperti busur panah Hormat dan pujimu yang kau tuangkan dalam doa yang mengiris Ibadah yang tanpa cela Ibadah yang searah Menuding moral penyebab kerusakan Menghempaskan logika memuliakan nafsu belaka Melangkah gagah dengan keserakahan … Umbar nafsu gila tololmu – bercak dalam janji Hancurkan tatanan, mengurai kuasamu Kendalikan arah kemana angin akan berhembus Sirnalah dosa sirnalah nista Ledakan jiwa – yang bergolak disana Mengiris harapan – menjadikan polusi Cerai kan berai nurani – melumatkan visi Tiada tersisa –terasa membakar !! Surga yang kau cipta kini terbentang lega Hati nurani yang terjagal hati nurani menggelepar Infiltrasi kesesalan yang tersisa didalam hatimu Gumam doa bersenandung bersama nista… Berperanglah kepada sesamamu dan basmilah mereka Dan Kepada siapakah tuhan kalian kan meratap Persetan dengan keyakinan dan tuhanmu yang kau kebiri Tonggak kebebalan religi Kekalahan hati dan nurani Takkan ada lagi naluri Semua telah tewas kau basmi Tak terkira perih yang akan kau tuai Seakan tak akan pernah ada balasnya Buat udara ini terasa sesak Hanya benci yang terserak dan menggelegak Surga di bawah telapak kaki anjing

M

elihat banyaknya respon dari berbagai pihak, dan sepertinya ada celah untuk terperosok lebih dalam ke arah pemahaman yang buta akan lirik dari lagu ini, saya sebagai penulis lirik lagu tersebut, tergerak untuk menceritakan apa sebenarnya maksud dari lirik lagu tersebut, dan ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya, saya harus menjelaskan lirik dari lagu yang saya buat. Disini saya akan mengangkat beberapa kutipan pembahasan tentang hadits yang saya temukan, dan sedikit artikel dari kawan saya Riki. Hmmmmmmm…… let’s get it started. Ada yang mengangkat lirik ini menjadi bahasan di salah satu milis, yang pada intinya mereka yang berdebat dalam milis ini setuju dengan inti lirik ini, tapi ada yang sedikit gusar karena dihubungkan dengan hadis nabi yang berbunyi “‘al-jannatu tahta a’damil umahat”, artinya surga dibawah telapak kaki ibu. Berikut kutipan yang saya dapat dari internet : “ ‫ تاهمألا مادقأ تحت ةنجلا‬، ‫ نلخدأ نئش نم‬، ‫” نجرخأ نئش نم و‬ “Surga berada di bawah telapak kaum ibu. Barangsiapa dikehendakinya maka dimasukannya, dan barangsiapa dikehendaki maka dikeluarkan darinya” Hadits ini hadits maudhu’ (palsu). Telah diriwayarkan oleh Ibnu Adi (I/325) dan juga oleh al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa dengan sanad dari Musa bin Muhammad bin Atha’, dari Abul Malih, dari Maimun, dari Abdullah Ibnu Abbas radhiallahu’anhu.. Kemudian al-Uqaili mengatakan bahwa hadits ini munkar. Bagian pertama dari riwayat tersebut mempunyai sanad lain, namun mayoritas rijal sanadnya majhul. Dalam masalah ini, saya kira cukup dengan riwayat yang di keluarkan oleh Imam Nasa’i dan Thabrani dengan sanad hasan, yaitu kisah seseorang yang datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam seraya meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama beliau shalallahu ‘alaihi wa

wa sallam seraya meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bertanya, “Adakah engkau masih mempunyai ibu?”, orang itu menjawab, “Ya, masih.” Beliaupun kemudian bersabda, “ ‫”اهيلجر تحت ةنجلا نإف اهمزلاف‬ “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya.” Kutipan diatas, untuk memperjelas bersama, mana hadits yang sekiranya akan menjadi substansi pertanyaan saudara-saudara, jika pembahasan lirik ini diarahkan ke pelecehan sabda Nabi dsb. Hell fucking No. Read on, kawan saya, Riki Paramitha, yang seorang karyawan di perusahaan ternama, memberikan satu kesempatan kepada lagu ini untuk diserap dan dicerna oleh orang yang kebetulan bukan metalheads, here it is ; “Sebuah track metal “Surga di bawah Telapak kaki Anjing.” Sebuah track yang belakangan jadi populer dan kontroversial karena pake acara di-banned segala. Saya sempat meminta pendapat 2 orang rekan saya (yang juga konsultan SAP, satu di Malaysia; satu di Singapore) untuk menilai track ini (kebetulan dua-duanya ngerti bahasa, dan duaduanya ngga ngerti metal, jadi fair yah.“ Pendapat dari konsultan Singapura ; “Ini adalah track yang dilatarbelakangi oleh kebencian yang sangat eksplisit. Kebencian tersebut begitu dalam, sehingga mengabaikan banyak hal di seputaran norma (norm) yang ada, terutama dalam bertutur. Terkesan hanya mencari aspek sensasi saja dengan brutalism yang ditampilkan; dan di lain pihak mencerminkan bahwa penulis dari track ini adalah seorang yang sangat radikal, akan tetapi jauh dari kesan cerdas.” Pendapat dari konsultan Malaysia ; “Penulis berusaha menampilkan fenomena sosial yang cukup sensitif; yaitu penggunaan nama

agama (in the name of religion, in the name of God) untuk pembenaran beberapa tindakan yang justru berada di luar norma agama itu sendiri. Dan dalam hal ini secara praktek justru yang terjadi adalah pemerkosaan terhadap agama itu sendiri dan pemutarbalikan definisi antara ‘mulia’ dan ‘hina.’ Kalau semua sudah diputarbalikkan, maka surga tentunya berada di bawah telapak kaki anjing, bukankah begitu? Ini adalah sebuah kritik dengan cara yang satir, seperti yang biasa ditampilkan di teater-teater kontemporer. Penulis track ini pastilah orang yang luar biasa cerdas dan brilian. Apakah dia seorang budayawan (man of culture) di Indonesia?” Hah? Ternyata untuk hal yang relatif terukur seperti ini bisa menghasilkan 2 pendapat yang secara kontras berbeda. Padahal topiknya cukup sempit; hanya mengenai sebuah lirik; dan belum membahas masalah musikalitas. Tapi sudah menghasilkan 2 pendapat yang contrary different. Apalagi kalau kita mau membahas mengenai halhal yang bersifat infinity dan sangat tidak terukur seperti God, satan, heaven, & hell. (karena beyond rationality, dan tidak dapat dipecahkan dengan logika matematika atau logika empiris yang biasa dipakai di science). Dan tools serta basic logic yang dipakai oleh manusia pada umumnya belum dapat mencapai kesimpulan yang commonly agreed untuk hal ini. Jadi sangat tergantung dari persepsi, paradigm, sudut pandang/ perspektif. Tony Sotello dkk di “…And Time Begins” mengkedepankan prinsip fisika dan Generatio Spontanea untuk proses penciptaaan. Well, barangkali begitulah kesimpulan yang dihasilkan menurut pencarian Tony Sotello dan kawan-kawan. Respect for that. Glen Benton & Dave Suzuki lebih sangar lagi. Dengan deskripsi pembantaian terhadap seseorang yang sedang beribadah, Glen bertanya “Where is Your God, Now?” Ada benarnya juga; intervensi Tuhan (Divine Intervention) terhadap kegiatan sehari-hari memang susah didefinisikan.


ISSUE Lord Ahriman dkk malah menampilkan keberpihakan atau sympathy for the devil lewat “Diabolis Interium.” Kurang lebih sama dengan material yang ditampilkan Shagrath & friends di “The Serpentine Offerings.” Dimana hal ini ada benarnya, kalau kita menilik sejarah masuknya ajaran Trinitas di jazirah Viking. Nergal & his Polish terror squad malah konsisten di jalur ancient god/ paganism; dan malah punya agenda yang mirip eksperimen (research) untuk mencari pembenaran terhadap hal yang sedang dipelajarinya atau obsessed with. Well, barangkali begitulah ‘konsep Tuhan’ menurut Mr. Nergal, kalau dilihat dari latar belakang yang bersangkutan dan pergaulannya dengan orang-orang seperti Krzysztoft Azarewicz. Jadi semuanya dikembalikan ke persepsi masing-masing. Karena sesungguhnya kita semua dalam proses pencarian kok. Dan yang harus dihindari adalah kalau kita mulai merasa yang paling benar dan merasa lebih mulia karena pemahaman kita yang (menurut kita) lebih terhadap Tuhan dan hal-hal yang related dengan-Nya. Ini malah menyesatkan. Secara etika adalah salah, dan secara norma agama justru lebih salah lagi. Agama dan praktek agama serta pengakuan terhadap eksistensi Tuhan adalah sebuah proses; dan bukanlah sebuah output. Output-nya mana dunk? Output-nya adalah tercermin dari tindakan kita sehari-hari. Kalau istighfar segudang, shalat rajin, atau rajin kuliah minggu, tapi masih nyolong dan banyak berbuat curang; yah artinya Surga berada di bawah telapak kaki anjing. Bukankah begitu? Tanpa banyak bicara lagi, sudah mulai terbukakah kawan-kawan, yang mungkin pernah terbersit, bahwa saya menghina sabda Rasulullah SAW ? Hell fucking no. Sama sekali tidak.

Sekali lagi, semua lirik yang saya ciptakan, adalah refleksi kritis saya atas apa yang terjadi di sekitar saya. Tentunya, bukan saya saja yang muak akan fenomena tolol ini, dimana orang berkoar-koar bertindak atas nama tuhan, tapi tingkah lakunya tidak mencerminkan orang yang mengedepankan ketuhanannya, yang mana semua agama tidak pernah memerintahkan tindakan kekerasan, penghancuran, pemaksaan apalagi membunuh dalam nama tuhan. Saat ini, jika kita terjun bebas ke dalam ranah bawah tanah musik Indonesia, baik itu Metal, Hardcore dan Punk sekaligus, kita akan melihat, mendengar protes mereka yang mungkin senada. Mungkin hanya momentum yang belum memungkinkan suara mereka untuk terdengar. Jadi, jangan kaget ketika gelombang protes dan penolakan atas kekerasan yang dilakukan atas nama agama yang diusung oleh berbagai ormas itu meledak melalui suara-suara parau mereka bersamaan dengan musik bising yang mereka usung. Kami sadar, bahwa kami adalah sekelompok kecil musisi, minoritas yang mungkin tidak layak untuk dipandang sebelah mata. But this is reality. Terlepas dari benar atau salah kami bertindak, adalah manusiawi kami mencari titik tolak perlawanan dalam bentuk apapun, walau sekecil apapun. And this is what we can do for our society. Hopefully we can do something bigger and bigger next time …. Hormat untuk semua kalangan, yang telah memberikan perhatian terhadap lirik lagu ini, baik yang pro dan kontra. Junjung tinggi etika berdebat tanpa otot. Perbedaan bukanlah alasan untuk bermusuhan dan menghancurkan. Regards, Doni Funeral Inception

MENURUT KITA...

ANAK AGUNG NGURAH YOGA YAMADAGNI

“Untuk lagu “Surga Di Bawah Telapak Kaki Anjing”, secara pribadi gw pernah nanya maksud lagu tersebut sama Doni Iblis, pencipta lagunya. Menurut Doni lagu itu merupakan bentuk kekecewaan dia karena di jaman sekarang ini kata “anjing” lebih sering disebut-sebut daripada kata “tuhan”. Memang kadang bentuk kecintaan seseorang pada suatu hal entah itu benda, orang, nabi, agama atau apapun itu bisa dalam berbagai bentuk. Menurut gw diciptainnya lagu “Surga Di Bawah Telapak Kaki Anjing” juga bentuk lain dari cintanya Doni Iblis kepada tuhan. Salah satu contoh lain, salah satu lagu Forgotten, “Tuhan Telah Mati” menurut gw juga masuk kategori bentuk cintanya Adi Gembel kepada tuhan, karena disitu dia mengutarakan protesnya terhadap kondisi sekarang dimana orang lebih mengagungkan materi dibanding hal-hal yang lain.” MOH. HIJRAH LESMANA “Saya yakin judul dan isi lagunya sama sekali tidak menyudutkan agama atau kepercayaan tertentu, sebab begitulah cara underground menyuarakan isi hatinya (kebetulan lagu ini sudah menyebar kemana-mana). Hanya saja, di Indonesia yang masyarakatnya belum terlalu terbuka dengan kebebasan berekspresi, hal ini tentu saja mengundang pro-kontra. Kalau boleh menyamakan, lagu ini sama kontroversinya dengan “God is A Girl” (ini menurut saya sangat keblinger, bagaimana kalo muncul lagu berjudul god is a gay?) oleh duo vokal yang dua-duanya lesbi, atau “God is on the TV”-nya Marylin Manson (kalo arti lagu ini jelas, bahwa televisi sudah di ‘tuhan’-kan oleh manusia). Entah ini ‘kebablasan’ atau ‘cara berpikir yang sedikit lain’, saya berharap penulis lagu tidak punya niat selain berekspresi atas nama seni agar pendengar, baik yang well educated maupun tidak, bisa memahaminya.” MOCH. SYAICHUDIN “Hmm, untuk yang laennya sih saya ga masalah, tapi untuk yang satu ini secara pribadi klo ada yang bilang “Surga Di Bawah Telapak Kaki Anjing” jelas saya ikut tersinggung. Itu adalah sabda Nabi Muhammad SAW yang mana teks aslinya adalah “al jannatu tahta akdamil ummahat”. Klo ucapan seseorang yang sangat saya agungkan diselewengkan (yang saya tangkap adanya pelecehan) maka saya sangat kecewa. Lagian itu kan posisi “ibu” diganti dengan “anjing, weww. Tapi ga tau ya, belum liat isi lagunya, mungkin berisi sindiran terhadap sikap kita terhadap ibu atau gimana. Yah, saya pribadi sih belum nangkep segi positifnya.” ANDRIA SONHEDI “Saya tidak terlalu masalah dengan lirik dari atas sampai sebelum teriakan di bawah, karena itu memang kebebasan mas Doni menyatakan pendapat. Cuma masalahnya mas Doni memakai istilah agama yang sudah menjadi kepercayaan yang menganutnya bahwa itu adalah salah satu sabda nabi. Dan kalimat tadi menurut saya tidak nyambung dengan keseluruhan lirik dari atas sampai bawah, seandainya kata-kata tadi dihilangkan, makna utama lagunya tetap utuh. Maksud saya kalau dibalik yang semua dihilangkan kecuali lirik “Surga Di Bawah Telapak Kaki Anjing” yang dinyanyikan berulang-ulang (mirip “Something in the Way”-nya Nirvana) maka orang tidak akan tahu inti yang mau di-share oleh mas Doni. Malah dianggap benar-bener menghujat agama. Tadinya saya mempekirakan inti lagunya adalah seorang bawah (yang disamakan dengan anjing) yang sangat mulia dalam akhlak namun berada di antara orang-orang yang dianggap masyarakat mulia tapi kenyataannya sebaliknya. Kalo mas Doni memang muslim, sebaiknya tidak menggunakan argumen yang didasarkan kesamaan ide dengan Deicide, Behemoth, Vital Remains, atau Dimmu Borgir (menurut Silenoz agama itu cuma mitos) karena mereka memang nyata-nyata tidak percaya pada yang bersifat ketuhanan. Jelas naif kalo sampai mempertanyakan tuntunan moral dalam lagu mereka, “Hello, we’re Black Metal, remember”. Bila mas Doni tetap mempertahankan judul dan kalimat akhirnya tadi mungkin lagu itu memang ditakdirkan selamanya berada di tataran underground. Bagaimanapun untuk menarik orang agar memperhatikan yang kita mau perlu sesuatu yang kontroversial. Namun memelesetkan suatu istilah yang sudah umum jadi sesuatu yang ironi (atau sarkastis sekalian) tentunya ada seninya, yang membuat orang yang membaca (atau mendengar) nyengir, bukan malah melotot walau yang membuat grup black metal sekalipun. Cuma pendapat.”


MUSIC CLINIC

BOSS LINE SELECTOR OK, INI KOLOM WAJIB BUAT OM HERDIST, KAK ULY, DHANI BLUES DAN TIDAK MENUTUP KEMUNGKINAN BAGI TEMAN-TEMAN LAIN UNTUK TURUT MEMBAGI ILMU DAN PENGALAMANNYA TENTANG INSTRUMENTASI ALAT MUSIK, TEKNIK BERMAIN MUSIK, NGEBAND, REVIEW GEAR, BEDAH TABLATUR, NGULIK LAGU ATAU APA AJA TENTANG ART OF PLAYING MUSIC. DI ISU INI KAMI PUNYA ULASAN TENTANG BOSS LINE SELECTOR OLEH OM HERDIST, ENJOY. oleh Herdist Ini pengalaman saya make alat ini. Boss Line Selector ini bentuknya ya seperti stombox efek-efek Boss lainnya, yang ini warnanya putih. As the name says, alat ini fungsinya adalah sebagai pengatur jalur-jalur efek, jadi tidak memberikan pewarnaan sound apa-apa, tetapi justru dengan variasi rangkaian efek yang bisa diatur alat ini, sound-sound baru bisa diperoleh. Ide make line selector ini saya dapat dari baca di salah satu thread di guitaris.com tulisannya Balawan yaitu bagaimana dia bisa dapat sound yang hard distorsi tapi clarity-nya juga dapat, kan kita tau kalau semakin besar kadar distorsi sound gitar kita, semakin kabur juga kejelasan not per not-nya. Solusinya dia memakai Boss Line Selector ini. Jadi dia menggabungkan chain distorsi dengan chain clean melalui line selector ini. Jadi kesimpulannya mengapa dia dapat sound hard distorsi dengan kejelasan not-nya, karena didalam sound distorsinya ada sound clean, good idea!!! Dengan kebaikan mbak Uly saya akhirnya memiliki barang ini. Ide pertama saya adalah mencoba sound clean yang range freq-nya luas, jadi soundnya lebar karena mengandung bass-mid-trebel yang tegas. Saya coba combine spt ini: chain 1 untuk freq rendah pakai Boss Super Chorus + Boss Compressor; chain 2 untuk freq tinggi pakai Boss Eq + Boss Super Overdrive Keduanya dicombine pake pilihan ‘mix’, disambung ke Squier Stratocaster, Ampli combo channel clean plus reverb agak besar, hasilnya? mantabbbb pisan euyyyy!!! Mengingatkan saya sama sound cleannya Eric Johnson. Soundnya sangat gemuk, saya belum pernah dapat sound seenak ini, apalagi sound clean dari ampli combo rata-rata kan freq-nya rapat kan. Next time saya mau coba gabung-gabung untuk cari sound distortion. Udah terbayang sih beberapa skema, tapi belum sempat coba. Masalahnya paling cuma ketersediaan kabel efeknya aja, karena untuk rangkaian mix seperti ini perlu kabel efek yang agak sedikit lebih panjang. Selain mode mix ada mode-mode lain yang sangat menarik buat eksperimen. Jadi, buat yang sudah punya beberapa efek stompbox, alat ini bisa dicoba, karena ternyata variasi sound bisa didapat selain dari menggabung-gabung efek secara linear seperti yang selama ini kita gunakan.


GALERI

FOTO-FOTO DARI KEMANG, 13 JUNI 2009


GALERI

DOA BERSAMA DAN POTONG KUE, GAYA LW BRAM! - POTONGAN PERTAMA UNTUK PAK WAKIL KETUA - BANG OLAP DAN CAKE TERENAK DALAM HIDUPNYA


GALERI

PEMUTARAN SLIDESHOW DAN DOKUMENTER - SERIUS MENYIMAK PAK KETUA - FAHMI & FADLI, DUA ORANG YANG CUKUP BEKERJA KERAS UNTUK ACARA INI, SALUTE!


GALERI

TUC RISING STARS


GALERI

BAND-BAND PENGISI ACARA BERAKSI, DAN SEMUANYA GILA!!


GALERI

INSANE MOSHPIT


GALERI

CROWD SURFING


GALERI

KETIKA PARA FISKUS BERKUMPUL BUKAN UNTUK NGOMONGIN MASALAH PAJAK


GALERI

GENERASI PENERUS DARI SUCX IKUT MEMERIAHKAN ACARA - BERSAMA PASANGAN MASING-MASING. DEDY, OH SO SWEET....


GALERI

DHANI, HANYUT DALAM BLUES


GALERI

AKSI TUTUP MATA OLEH DUKUN KELAPARAN


FREE ROAM

KULINER MALAM oleh Moch. Syaichudin

“kenapa berhenti?” “makan dimana kita?” Selalu seperti itu. Setiap malam, sehabis Isya’ kami terhenti di pertigaan depan kompleks dengan posisi motor perseneling satu. Selalu seperti itu. Kami jenuh, bosen, malas atau apalah itu. Kami mencapai titik kulminasi abstrak yang membosankan. Bingung mo makan malam apa, dimana. Ngomong-ngomong soal semen, eh nyamuk, eh makan maksud gw, pernah beberapa kali gw tersedak sehabis makan. Yaitu pas momenmomen paling ga enak, istilahnya klo kita makan sop buntut, saat itu adalah saat buntutnya, yaitu nemuin kasir.heheheeee. Suatu malam, gw udah ditinggal makan ma kedua temen gw. Sms pun datang; “di Sukarasa”. Okey, gw langsung jalan ke KTP, eh TKP yang jaraknya cuman 300 meteran dari kostan. Nyampe di Sukarasa, gw langsung menuju kedua temen gw yang udah duluan. “eeh, kalian pesen paan?” “ikan lebam bakar ma es campur” “ooh..ikan bakar ya? jadi pengen, tapi doyan ga ya?” Pelayanpun datang nanyain gw. “pesen paan mas?” “ikan bakar yang paling enak apa mbak?” “semua enak mas..” “pasti adalah yang paling enaaakk..selar, lebam atau apa gitu?” “yaa..semuanya enak mas, tergantung orangnya..” “ya udah, nasi goreng seafood aja deh,heheheheee”, jawab gw. Datanglah pesanan, ikan lebam bakar, sepiring penuh, dengan bumbu kuning khas melayu. Gw nyoba dikit, rasanya basah, dan saya lebih suka dengan yang kering-kering, untung ga pesen ikan lebam bakar. Pesananpun datang, nasi goreng seafood, lengkap dengan udang, cumi, dan bakso ikan, mantaaabbsss!!

Makan selesai, tiba giliran bayar. Gw cuman bawa duit 100 ribu. Untuk 4 orang biasanya paling sekitar 80 ribuanlah klo makan di Sukarasa. Jadi dengan PD-nya gw langsung ke kasir untuk urusan buntutnya nasi goring seafood ma ikan lebam bakar ini. “meja 13 ya mas? hmmmm..146 ribu...” Setdah!! “boleh minta bonnya bu?” “ooh..yaa mas..jadi ini yang mahal ikan lebamnya mas, bakarnya susah, harus dua kali...jadi ini ikan lebamnya saja 86 ribu mas...” Setdah lagi!! Untung tadi gw ga pesen ikan lebam juga. Bisa-bisa gw keselek makanan yang gw ga doyan, hahaha. ........... Lagi-lagi karena bosen banget dengan menumenu selama ini, saya berinisiatif untuk makan di Rumah Makan Jawa Timur di Jl. Raja Ali Haji. “Rumah Makan Jawa Timur, Menyediakan Makanan Khas Jawa Timur”. Sebagai seorang Jawa Timur, saya merasa penasaran, setidaknya bisa mengobati rasa kangen masakan Jawa Timur. Kami masuk berlima, kaya power ranger aja ya.. hehe. Seorang mbak manis mempersilakan kami masuk. Saya langsung ambil tempat duduk paling strategis, yang bisa ngeliat ke sekitar ruangan dan posisi ngadep pintu masuk, jadi klo ada yang datang bisa liat (naluri razia satpol PP nih) heheh. “ini mas menunya, silakan dipesan“, ucap mbaknya sambil cengengesan, mungkin seneng kali ya liat lima cowo kece,haha. Aku liat menunya, aku balik lagi ternyata list minuman. Ikan bakar, udang tepung, cumi kering, cah kangkung, tempe goreng, tahu goreng, dst... “mbak, makanan khas Jatimnya apa nih di sini?“ “ada ayam goreng ma tempe goreng mas” “mantabhs!!”, jawabku cekikikan

“menu lainnya?” “ada ketam, cumi, cah kangkung, udang” Ini mah makanan khas Tanjung Pinang embaaak!!!! batinku. Dalam bayanganku, masakan khas Jawa Timur itu seperti tahu thek, lonthong balap, lonthong kikil, kupang, tahu campur, rawon dkk. “ya udah pesen udang seporsi, ayam ini seporsi berapa ekor mbak?” “satu mas, di potong jadi 8 potong”, jawab mbaknya yang putih manis juga klo senyum mbak yang satu itu..hehehehee. “okey, ayam goreng seporsi, udang, cah kangkung, nasi putih untuk berlima, tahu tempe, trus minumnya teh O 3, lemon tea, ma juice melon”. Makanan datang. Ayamnya kecil-kecil banget, rasanya ga kenyang, rencana mo nambah lagi ayamnya, cah kangkungnya semangkuk, lumayan enak, biasanya aku ga doyan kangkung, tiba-tiba doyan. Abis makan, di kasih air putih segelassegelas, terus di kasih buah-buahan semangka dan nanas sepiring...aku sikat abis..hehehee, pencuci mulut! Tiba sesi buntutnya... “mbak, minta bill nya!” Datanglah mbak yang manis tadi. “nih mas, 237.000 semuanya” Aku buka dompetku, cuman ada 150 ribu, terpaksa bongkar dompet yang lain. Setelah nyampe kosan, aku cek, temenku yang pesen udang kayak anak kecil, mewek-mewek. “gilaaa..masa udangnya 65 ribu??”.

Udah gitu kami itung-itunganan, yang ambil udang sebiji dihargai 6 ribu..hahahahaha. gw ambil 2 bji terpaksa bayar ke dia 12 ribu..hahahahaaa Wakakakakakakaaa’ semua ketawa. Setelah aku liat-liat; cah kangkung 20.000, ayam goreng 68.000 (murah juga di bandingkan cah kangkung.. heheheheh), lainnya males ngeliat... Yach, karena aku ga bakat jadi boos, maka aku minta sumbangan yang lain. Nasib anak kos. Bener-bener tersedak gw. Bener-bener rumah makan yang “Unpredictable”. Baik menunya ataupun harganya. Tanjung Pinang panas banget hari ini. Gelas es teh manis gw sampe keringetan!! RUBRIK INI KAMI PERUNTUKKAN BAGI TEMAN-TEMAN YANG INGIN MENGIRIM TULISAN APAPUN YANG TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN MUSIK. KAMI TUNGGU.


HALAMAN BELAKANG

image by hastingsgraham.flickr.com

TUCZINE

TAX UNDERGROUND COMMUNITY DIGITAL MAGAZINE DESIGN & MAINTENANCE BY DEDE HATE, FADLI MORON & ARIEF PMDM KLPRN EMAIL : TUCZINE@YAHOO.COM IMAGES & ARTICLES USED IN THIS MAGAZINE ARE COURTESY OF IT’S RESPECTIVE OWNERS


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.