Story Behind The Leprosy - Makassar

Page 1

STORY BEHIND THE LEPROSY stop discrimination against people affected by leprosy

FHENY ANGGRIYANI



STORY BEHIND THE LEPROSY stop discrimination against people affected by leprosy


STORY BEHIND THE LEPROSY stop discrimination against people affected by leprosy

Susunan Redaksi Koordinator Buku

: Fheny Anggriyani

Naskah

: Fheny Anggriyani

Fotografer

: Fheny Anggriyani

Tata Letak

: Fheny Anggriyani Yohanis Kiding

Desain Sampul

: Yohanis Kiding

Editor Naskah

: Drs. Abdul Gafar, M.si

Kurator

: Hasbullah Mathar

Kontributor

: Eko Ardiyanto

Tim Penguji

: Dr. H. Muh. Farid, M.Si (Ketua Penguji) Alem Febri Sonni, S.Sos., M.Si. (Sekretaris) Drs. Abdul Gaffar, M.Si. (Anggota) Muliadi Mau, S.Sos., M.Si. (Anggota)

Kritik dan saran : Fheny Anggriyani Fheny.anggriyani@gmail.com

STORY BEHIND THE LEPROSY


M

enikmati indahnya senja di Pantai

jarak berpuluh-puluh km tiap harinya demi

L osari Makassar membuat

bertahan hidup untuk hari esok.

mataku tak ingin berkedip

“ To Kandala” inilah sebutan

sedetikpun. Ada rasa tak rela jika keindahan ini

terhadap sesosok tersebut. Mereka dijauhi,

akan berakhir begitu saja. sungguh luar biasa

diasingkan bahkan dianggap kotor oleh

Mahakarya Sang Pencipta. Aku adalah diantara

masyarakat karena penyakit kusta yang

dari berjuta-juta makhluk ciptaan-Nya. Hal

menjangkitinya. Stigma negatif seakan tak

yang patut disyukuri karena hingga saat ini

pernah luntur dari anggapan masyarakat sejak

masih diberi kesehatan dan umur yang panjang

berpuluh tahun yang lalu.

untuk menyaksikan keindahan di setiap sudut

FHENY ANGGRIYANI Photographer in Chef Fheny.anggriyani@gmail.com

kota tersebut.

Sebuah problematika sosial yang cukup serius dan memerlukan perhatian lebih

Hati bergejolak ketika mata berhenti

dari pemerintah dan masyarakat. Oleh karena

pada satu titik yang memilukan. Kemudian

itu, dibutuhkan sebuah media penyalur

timbul sejuta tanya dalam hati “Apakah ini satu

informasi dan itu adalah fotografi. ”Aku ingin

diantara Mahakar ya Sang Pencipta?”.

memperlakukan fotografi sebagai media untuk

Pertanyaan demi pertanyaan terus saja

mengungkapkan pesan dengan harapan para

menggerogoti pikiran tiada akhir.

pembaca dapat membantu publikasi maupun

Ditengah pesatnya pembangunan

sosialisasi pencegahan dan penyembuhan

kota Makassar yang konon katanya akan

penyakit kusta sehingga mereka tidak dikucilkan

menjadi “Kota Dunia” masihkah pemerintah

lagi oleh masyarakat sekitarnya”.

menutup mata dan menyuguhkan pemandangan yang memilukan ini?

Alasan inilah yang mengetuk pintu hatiku untuk membantu mereka. Sebuah

Kota Makassar disulap dalam

perjalanan yang cukup panjang, penuh

sekejap menjadi kota metropolitan menyaingi

pertimbangan dan rasa takut tak luput mengisi

Jakarta. Gedung-gedung pencakar langit, pusat

hari-hariku namun karena tekad yang kuat, aku

perbelanjaan dan tempat hiburan malam ada

bisa tersenyum dengan bangga telah

disetiap sudut kota tapi pernahkah pemerintah

mempersembahkan sebuah karya sederhana

melirik sosok manusia yang kurang beruntung di

untuk membantu saudaraku yang kurang

tepi jalan?

beruntung. D uduk diatas papan dengan

beralaskan roda. Topi sederhana berbentuk kerucut selalu setia menemani dan melindunginya dari panas terik matahari dan hujan. Tanpa kenal lelah sosok itu menempuh

STORY BEHIND THE LEPROSY


Sekilas Tentang Kusta

S

ebagai negara kepulauan Indonesia memiliki iklim tropis dengan berbagai macam kekayaan alam. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang pesat di kawasan Asia Tenggara, namun seiring perkembangan sosial ekonomi yang pesat tidak dibarengi dengan pertumbuhan sosial ekonomi yang merata di segala aspek. Hal ini dapat terlihat dengan tingginya angka kemisikinan di negara Indonesia. Tingginya angka kemiskinan menyebabkan munculnya berbagai macam masalah salah satunya adalah masalah kesehatan. Makin rendah tingkat sosial ekonomi maka semakin berat pula tingkat kesembuhan penyakitnya, sebaliknya jika tingkat sosial ekonomi tinggi sangat membantu dalam proses penyembuhan. Salah satu contoh yang sangat jelas terlihat yaitu munculnya penyakit kusta (leprosy). Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae, yang pertama kali

STORY BEHIND THE LEPROSY

menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, system retiko-endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Di indonesia penularan penyakit kusta mengalami peningkatan dalam kurun waktu antara tahun 1954 – 1974. Pada masa pemerintahan Orde Lama (1954) dilaporkan sebanyak 22.000 penderita kusta dari 79.025.881 jiwa penduduk Indonesia. Sekitar 12% atau sebanyak 3.095 penderita kusta ada di Sulawesi dari total penduduk 5.930.251 jiwa. Dua puluh tahun kemudian, masa pemerintahan Orde Baru (1974), jumlah penderita kusta di Indonesia sebanyak 93.395 orang dari jumlah penduduk 129.083.000 jiwa. Prevalensi baru bisa diturunkan jumlahnya setelah diperkenalkan pegobatan dengan Multidrug Therapy (MDT) pada tahun 1982. Di Indonesia, tercatat 19 provinsi telah mencapai eliminasi


kusta dengan angka penemuan kasus kurang dari 10 per 100.000 populasi, atau kurang dari 1.000 kasus per tahun. Sampai akhir 2009 tercatat 17.260 kasus baru kusta di Indonesia dan telah diobati. Saat ini tinggal 150 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi. Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brasil. Di Sulawesi Selatan sendiri pada tahun 2008 sebanyak 2.770 orang yaitu penderita PB (Pausi Basiler) sebanyak 839, penderita Multi Basiler (MB) sebanyak 987 orang dan penderita RFT PB sebanyak 486 orang dan RFT MB sebanyak 458 orang. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.495 penderita yang terdiri dari penderita PB sebanyak 451 dan MB sebanyak 1.044 orang. Sedangkan pada tahun 2010 bila di bandingkan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan yaitu penderita Kusta PB sebanyak 143 penderita, penderita MB sebanyak 539 penderita.

Di Makassar, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Dinas Kesehatan Kota Makassar untuk tahun 2011 ditemukan sebanyak 144 jumlah penderita baru. Sedangkan seksi rehabilitasi sosial Dinas Sosial Kota Makassar menyebut bahwa saat ini jumlah mantan penderita kusta di Kota Makassar sebanyak 1485 jiw dan sebanyak 933 jiwa diantaranya bermukim di kompleks pemukiman kusta Jongaya.

STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY


DAFTAR ISI BAB I

Kusta Dari Perspektif Medis

BAB II

Kusta Sebagai Status Sosial

1 15

37

BAB III

Rehabilitasi

BAB IV

Profil Mantan Penderita Kusta

65

STORY BEHIND THE LEPROSY



BAB I KUSTA DARI PERSPEKTIF MEDIS


A. Gambaran Umum Penyakit Kusta Istilah kusta berasal dari bahasa sanskerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama penemu kuman kusta yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874. Basil kusta (lepra) sifatnya mirip dengan basil TBC, yakni sangat ulet karena banyak mengandung lilin (wax) yang sukar ditembus obat, tahan asam, dan juga pertumbuhannya yang sangat lambat. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini akibat dari keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Hal ini juga ditegaskan oleh Direktur WHO untuk Asia Tenggara, Jai Narain yang mengatakan bahwa penyakit tropis merupakan masalah besar bagi masyarakat yang miskin, marjinal dan masyarakat pedesaan. Masalah utamanya adalah sanitasi lingkungan dan gizi yang buruk, diskriminasi dan stigmatisasi dari lingkungan sosial penderita kusta (Tempointeraktif, 15/02/2007). “Semakin minimnya pasokan gizi, semakin mudah orang yang sering berinteraksi dengan penderita kusta menjadi tertular. Sebaliknya jika pasokan gizi baik, kemungkinan penularan tidak terjadi�, kata Mohammad Wahyu Surya Putra (Kompas, 11/08/2008). Penderita kusta tersebar di seluruh dunia, namun awal kemunculan penyakit kusta ini tidak dapat diketahui dengan pasti. Ada yang berpendapat penyakit ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika dan Amerika serta daerah tropis dan subtropis. Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain tampaknya

3 | STORY BEHIND THE LEPROSY

disebabkan oleh perpindahan penduduk akibat perang, penjajahan, perdagangan antar benua di pulau-pulau yang terinfeksi penyakit tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan pada abad IV sampai V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta posisi ke- 3 di dunia yaitu sebanyak 17.260 setelah India (127.295) dan Brasil (33.955) . Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.260 kasus baru dan 1.822 kasus (10,71%) di antaranya ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%) ditemukan pada anak-anak. Keadaan ini menunjukkan, penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan keterlambatan penemuan kasus masih terjadi. Di Indonesia penularan penyakit kusta mengalami peningkatan dalam kurun waktu antara tahun 1954 – 1974. Pada masa pemerintahan Orde Lama (1954) dilaporkan sebanyak 22.000 penderita kusta dari 79.025.881 jiwa penduduk Indonesia. Sekitar 3.095 kasus (12%) penderita kusta ada di Sulawesi dari total penduduk 5.930.251 jiwa. Pada masa pemerintahan Orde Baru 1974 jumlah penderita kusta di Indonesia sebanyak 93.395 orang dari jumlah penduduk 129.083.000 dan pada tahun 1982 terjadi penurunan setalah diperkenalkan pegobatan dengan Multidrug Therapy (MDT). Pada awal tahun 1990-an, penderita kusta di Indonesia masih berkisar 60.000 orang. Meskipun angka pastinya simpang siur, pemerintah meyakini penurunan drastis terjadi dalam kurun waktu 1994 – 2004 yakni 16.000 penderita. Sebanyak 14.554 penderita kusta ada di Indonesia Timur. Pada tahun 2005 terjadi kenaikan menjadi 19.695 penderita kusta.


STORY BEHIND THE LEPROSY | 4


Pada tahun 2008, diperkirakan penderita kusta 22.000 orang berdasarkan proporsi penduduk sekitar 220 juta jiwa. Angka ini sama besarnya dengan penderita kusta pada masa Orde Lama tahun 1954. Tercatat 19 provinsi telah mencapai eliminasi kusta dengan angka penemuan kasus kurang dari sepuluh per 100.000 populasi, atau kurang dari 1.000 kasus per tahun. Sampai akhir 2009 tercatat 17.260 kasus baru kusta di Indonesia dan telah diobati. Saat ini tinggal 150 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi (www.bppsdmk.depkes.go.id) Di Sulawesi Selatan sendiri pada tahun 2008 sebanyak 2.770 orang yaitu penderita PB (Pausi Basiler) sebanyak 839, penderita Multi Basiler (MB) sebanyak 987 orang dan penderita RFT PB sebanyak 486 orang dan RFT MB sebanyak 458 orang. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.495 penderita yang terdiri dari penderita PB sebanyak 451 dan MB sebanyak 1.044 orang. Sedangkan pada tahun 2010 bila di bandingkan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan yaitu penderita Kusta PB sebanyak 143 penderita, penderita MB sebanyak 539 penderita. (http://dinkes-sulsel.go.id) Di Makassar, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Dinas Kesehatan Kota Makassar untuk tahun 2011 ditemukan sebanyak 144 jumlah penderita baru. Sedangkan seksi rehabilitasi sosial Dinas Sosial Kota Makassar menyebut bahwa saat ini jumlah mantan penderita kusta di Kota Makassar sebanyak 1485 jiw dan sebanyak 933 jiwa diantaranya bermukim di kompleks pemukiman kusta Jongaya. Karena masih tingginya kasus kusta di Sulawesi Selatan, maka perlu adanya akselerasi kegiatan dengan perencanaan pelayanan kesehatan terpadu, penyuluhan yang intensif dan

5 | STORY BEHIND THE LEPROSY

penemuan penderita secara aktif oleh petugas Puskesmas maupun Kabupaten. Untuk itu, peningkatan pengetahuan pengelola kusta di Puskesmas dalam mendiagnosis dan memberi terapi/pengobatan perlu ditingkatkan sehingga cakupan penemuan penderita dapat lebih ditingkatkan dan kebijakan program dalam upaya memutus mata rantai penularan penyakit dapat tercapai.


STORY BEHIND THE LEPROSY | 6


7 | STORY BEHIND THE LEPROSY


B. Penularan Penyakit Kusta Penyakit kusta disebabkan oleh kuman mikrobakterium, dimana kuman mikrobakterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga dinamakan basil “tahan asam� yang menyebabkan penyakit menahun. Kusta atau lepra adalah penyakit menular tetapi tingkat penularannya paling rendah dibandingkan penyakit menular lainnya. Hal ini dikarenakan proses pembelahan kuman kusta atau lepra memakan waktu yang lama yaitu 12.21 hari. Diluar tubuh manusia, kuman kusta atau lepra hanya bertahan 9 hari dan reaksinya akan muncul pada 2-5 tahun serta proses penyembuhannya juga memakan waktu 18 bulan lamanya. Dari jumlah 100 orang, 95 orang tidak tertular dikarenakan sistem kekebalan alami tubuh manusia sendiri, 3 orang dapat sembuh sendiri juga karena sistem imun, dan hanya 2 orang saja yang tertular dan butuh pengobatan. Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa penularan kuman kusta bisa disebabkan karena adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Dengan kata lain, penyakit ini sering dipercaya menular melalui kontak fisik orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat. Namun menurut hasil klinis, ternyata kontak lama dan berulang-ulang bukan menjadi faktor yang penting. Banyak hal-hal yang tidak bisa diterangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukumhukum penularan seperti halnya penyakit terinfeksi lainnya. Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka. Menurut Rees (1957), penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan dari bakteri mikrobakterium leprae dan daya tahan tubuh penderita.

Penyakit kusta dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 walaupun ada beberapa daerah yang menunjukkan jumlah yang hampir sama bahkan ada daerah yang menunjukkan penderita wanita lebih banyak. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Namun demikian, jarang dijumpai pada umur yang sangat muda. Penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan sekitar 13 %, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang terkena penyakit ini. Frekuensi terbanyak adalah umur 15-29 tahun, walaupun penyebaran hampir sama pada semua umur. Faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini : 1. Faktor Kuman Kusta Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menyebabkan penularan daripada kuman yang tidak utuh lagi. Mycobacterium leprae bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh saja dapat menimbulkan penularan (Depkes RI, 2002). 2. Faktor Imunitas Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang yang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan pengaruh pengobatan (Depkes RI, 2002).

STORY BEHIND THE LEPROSY | 8


3. Keadaan Lingkungan Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup dan perbaikan imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.

menjadi tipis dan mengkilat. 4. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit. 5. Alis rambut rontok. 6. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa).

4. Faktor Umur Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Incidence Rate penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun. 5. Faktor Jenis Kelamin Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita, kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor fisiologis seperti pubertas, monopause, kehamilan, infeksi dan malnutrisi akan mengakibatkan perubahan klinis penyakit kusta.

C. Tanda-Tanda Penyakit Kusta Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut yaitu: 1.Adanya bercak tipis seperti panu pada b ad a n / t u b u h m a n u s i a . Pad a b e rc a k p u t i h i n i awalnya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak. 2. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus. 3. Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit

9 | STORY BEHIND THE LEPROSY

D.Gejala-Gejala Umum Pada Kusta Gejala-gejala umum pada kusta / lepra, umumnya memiliki reaksi sebagai berikut : 1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil. 2. Noreksia. 3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus. 4. Cephalgia. 5. K adang-kadang diser tai ir itasi, O rc hitis dan Pleuritis. 6. K a d a n g - k a d a n g d i s e r t a i d e n g a n N e p h r o s i a , Nepritis dan hepatospleenomegali. 7. Neuritis.


STORY BEHIND THE LEPROSY | 10


E. Bentuk-Bentuk Penyakit Kusta Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk yakni : 1. Lepra Tuberkoloid (LT) T idak bersifat menular dan agak mudah disembuhkan. Seseorang mempunyai daya tahan tubuh yang masih mampu sedikit melawan Mycobacterium leprae, bakteri tidak sempat menjadi terlalu banyak. Dia disebut “Pausibasiler” (sedikit bakteri) atau disebut golongan PB. Secara klinis, seseorang diklasifikasikan sebagai penderita kusta golongan PB apabila mempunyai 1-5 bercak saja pada kulitnya. Bercak itu mirip panu, tetapi tidak gatal, malah tidak terasa kalau di sentuh. Tidak ada saraf yang tebal atau terganggu, dan BTA negatif. Mempunyai 1-3 bercak pada kulitnya dan/atau maksimum satu saraf yang tebal atau fungsinya terganggu. 2. Lepra Tuberkoloid (LL) Disebut juga multi bacillair. Bentuknya tersebar, bersifat menular, lebih sukar dan lebih lama disembuhkan. Bentuk ini bersifat benjol kemerah-merahan kecil yang infeksi. Kalau daya tahan tubuhnya tidak melawan serangan Mycobacterum lepraesama sekali, bakteri itu akan berkembang biak dengan bebas sampai ada banyak sekali. Seseorang yang begitu disebut “Multibasiler” (banyak bakteri) atau disebut golongan MB. Secara klinis, seseorang diklasifikasi sebagai penderita MB kalau dia mempunyai salah satu ataupun kombinasi dari yang berikut: • Lebih dari 5 bercak di kulit, yang mirip panu tetapi tidak gatal semakin banyak bercak, semakin tidak terganggu perasaannya • Lebih dari 3 bercak di kulit, kalau disertai 1 saraf

11| STORY BEHIND THE LEPROSY

yang tebal atau fungsinya diganggu • Lebih dari 1 saraf yang tebal ataupun fungsinya terganggu • Kelainan kulit mirip alergi, tetapi tidak mendadak dan tidak juga gatal • Infiltrat (penebalan/pembengkakan serta kemerahan) pada kulit, terutama muka dan daun telinga, yang tidak gatal atau sakit • Benjolan-benjolan seperti jerawat batu tetapi tidak sakit dan tidak gatal • BTA positif (dengan tidak mengidahkan tanda klinis) 3. Lepra borderline (LB ) Kombinasi dari lepra tuberkuloid dan lepra Lepromateus yang dapat dibagi lagi dalam 3 bentuk peralihan,tergantung dari cirinya masing-masing, yaitu : Tuberculoid borderline (LTB) Lepromateus borderline (LLB)




STORY BEHIND THE LEPROSY | 14



BAB II KUSTA SEBAGAI STATUS SOSIAL


Kompleks Penderita Kusta Jalan Dangko Lr. 3, Kel. Balang Baru, Kec. Mariso - Kota Makassar

17| STORY BEHIND THE LEPROSY





21| STORY BEHIND THE LEPROSY


P

enyakit Kusta pada dasarnya merupakan penyakit yang menimbulkan suatu masalah yang sangat kompleks baik dari segi medis bahkan meluas sampai masalah sosial, ekonomi sosial budaya bahkan sampai ke rana agama. Sampai saat ini penyakit kusta masih “ditakuti� oleh sebagian besar masyarakat. Bukti ketakutan masyarakat tersebut ditunjukkan oleh adanya pemahaman bahwa dukun dan petugas medis yang dianggap sebagai orang pintar terkadang tidak memiliki daya menghadapi kusta. Belum lagi pandangan yang menganggap kusta sebagai penyakit kutukan sehingga penderita dan orang yang pernah mengidap kusta harus dijauhi. Keadaan ini terjadi karena pengetahuan yang kurang dan pemahaman yang salah serta kepercayaan yang keliru tentang penyakit kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya. Masalah psikososial yang timbul pada penderita dan orang yang pernah mengidap kusta lebih menonjol dibandingkan masalah medis itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya stigma dan leprophobia yang banyak dipengaruhi oleh berbagai paham dan informasi yang keliru mengenai penyakit kusta.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 22



Kecacatan penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian orang sehingga muncul perasaan takut berlebihan terhadap kusta atau leprophobia. Walaupun terkadang penderita cacat karena kusta atau Orang Yang Pernah Menderita Kusta (OYPMK) dalam tubuhnya tidak terdapat lagi kuman kusta karena sudah diobati (sembuh). Tetapi leprophobia masih tetap berurat akar dalam seluruh lapisan masalah masyarakat. Sikap dan perilaku masyarakat yang negatif terhadap penderita dan orang yang pernah mengidap kusta seringkali menyebabkan mereka merasa tidak nyaman, tidak mendapat tempat di keluarga serta lingkungan masyarakat. Kemudian menyebar ke ruang-ruang publik seperti hotel, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, tempat kerja bahkan angkutan umum. Keadaan seperti ini membuatnya menjadi pribadi yang mudah curiga, tidak percaya diri, dan semakin terpuruk karena meyakini bahwa penyakit kusta adalah suatu kesalahan ataupun takdir yang harus dideritanya. Akibatnya, mereka cenderung memilih hidup menyendiri, mengurangi kegiatan sosial dengan lingkungan sekitar dan merasa tertekan serta malu untuk berobat.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 24




Dampak sosial kusta ini ternyata bukan hanya berpengaruh terhadap penderita, nmun juga berdampak pada keluarganya bahkan terhadap nama baik kampung yang ikut memberikan tekanan kepada mereka yang terkena kusta. Tidak jarang dalam lingkungan masyarakat awam menganggap penyakit kusta adalah sebagai penyakit yang berasal dari guna-guna. Hal ini dipengaruhi adanya kepercayaan magis yang masih kental dan realitas sosio-kultural masyarakat yang menempatkan dukun “orang pintar” sebagai orang yang bisa melakukan apa saja. Disisi lain kusta juga dianggap sebagai penyakit kutukan dari Tuhan karena adanya pemahaman dan keyakinan bahwa doktrin agama yang menyiratkan tentang penderita kusta harus dijauhi. Bahkan dalam pemahaman agama, ada seorang nabi sebagai utusan Tuhan harus menghadapi ummat yang menderita kusta. Jadi tidak heran jika masyarakaat menganggap penyakit ini merupakan “penyakit kuno” yang merupakan warisan yang diturunkan dari ummat terdahulu sekaligus “siri” bagi penderita dan keluarganya. Tidak sedikit keluarga penderita kusta menutup diri rapat-rapat jika diantara anggota keluarga mereka ada yang terjangkit kusta karena dianggap aib yang tidak boleh diketahui oleh masyarakaat. Alhasil para penderita kusta dianggap sebagai beban sosial dan tidak lagi memiliki hak sosial untuk berinteraksi karena tidak akan bisa disembuhkan. Pihak keluarga pun memiliki alasan dan pandangan yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya, bahwa mereka harus dijauhkan dan pergi meninggalkan rumah dan keluarganya. Padahal dalam konteks kemanusiaan, semua orang memiliki hak untuk berkumpul bersama keluarga dan masyarakat meskipun dia telah menjadi penderita kusta.




Ada sederetan “peristiwa luar biasa� yang dialami orang yang terkena kusta sepanjang hidupnya, terutama yang berlangsung antara tahun 1950-an sampai 1970-an baik itu berupa pengucilan, ejekan, pelemparan, pemecatan, perusakan properti, sampai pembedaan pelayanan. Peristiwa-peristiwa itu “menggiring� mereka dalam situasi yang sangat terasing dalam kesendiriaan bahkan kekejaman dalam bentuk stigma dan diskriminasi yang kini tak kunjung berakhir. Masyarakat seolah memiliki kesepakatan bersama, jika ada orang yang terkena kusta harus disingkirkan, diasingkan bahkan mengejek dan mengolok-ngoloknya sehingga tidak jarang jika diantara keluarga yang terkena kusta merasa malu dan sulit menerima kenyataan tersebut. Salah satu jalan yang biasa ditempuh adalah dengan membuatkan gubuk sebagai tempat tinggal di kebun yang jauh dari perkampungan dengan tujuan agar tidak diketahui oleh masyarakaat jika mereka mempunyai keluarga yang terkena kusta. Dari segi ekonomi, orang yang terkena kusta cenderung mengalami keterbatasan ataupun ketidakmampuan dalam bekerja. Bahkan seringkali diperlakukan tidak sewajarnya untuk mendapatkan hak dan kesempatan mencari nafkah. Akibat dari kondisi ini membuat mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Padahal orang yang terkena kusta memerlukan biaya yang besar untuk perawatan lebih lanjut. Jadi tidak heran jika diantara mereka banyak yang bekerja sebagai kuli bangunan, supir mobil, tukang becak, juru parkir, pemulung bahkan menjadi pengemis ditengah-tengah keramaian kota pun rela dilakukan demi mendapatkan uang untuk melanjutkan sisa hidupnya.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 30


Sederet peristiwa memilukan tersebut tidak membuat para penderita kusta untuk berhenti berjuang melanjutkan hidupnya. Mereka meninggalkan tempat tinggal lama dan mereka memilih hidup dengan sesama orang yang pernah mengidap kusta di lingkungan sosial yang menerima mereka yaitu di perkampungan kusta. Tempat ini menjadi satu-satunya pilihan mereka agar dapat menghindari ejekan tetangga bahkan dari keluarganya sendiri. Bagi mereka di tempat yang baru itu mereka menemukan kenyamanan, tempat dimana mereka bisa bergaul, bertetangga dan saling menerima keadaan satu sama lain. Tidak penting dengan siapa dan bagaimana mereka bisa bertahan hidup karena hanya pilihan inilah yang dianggap tepat jika mereka ingin tetap hidup bermasyarakat. Ditempat yang baru ini tekanan mental si penderita kusta perlahan pulih meskipun hanya dalam kompleks perkampungan dan sesama penderita kusta juga. Namun hal postif inilah yang memunculkan pemenuhan unsur empat sehat lima sempurna untuk bertahan hidup dengan mengandalkan bantuan berupa jaminan kesejahteraan sosial dari Dinas sosial pemerintah setempat.

31| STORY BEHIND THE LEPROSY





Di tempat itu pula mereka perlahan membangun keluarga, pekerjaan, dan organisasi. Karena adanya dorongan perasaan senasib, satu keadaan yang sama, dengan persoalan yang sama sehingga memunculkan solidaritas di antara mereka. Lalu pelan-pelan mereka bermasyarakaat layaknya masyarakaat pada umumnya, saling membantu, gotong royong serta membangun kesepakatan nilai-nilai yang dibawa dari asal mereka sebelumnya. Sesungguhnya mereka itu adalah orangorang tangguh dan luar biasa yang mendalami arti kehidupan dengan suatu keyakinan yakni memperbaiki keturunan dan menciptakan stigma positif bagi mereka.

35| STORY BEHIND THE LEPROSY




BAB III REHABILITASI




U

mumnya orang beranggapan rehabilitasi ditujukan untuk seseorang yang telah cacat. Namun sebenarnya rehabilitasi itu dibutuhkan ketika awal penderita kusta di diagnosa, karena pada saat itulah yang bersangkutan akan mengalami shock dan mental break down. Penderita kusta akan mengalami beberapa perubahan-perubahan kepribadian, seperti perubahan sikap terhadap keluarga, teman dan masyarakat sekitarnya. Apabila tidak ditanggulangi secara dini akan berakibat pada hal-hal yang lebih parah hingga pengucilan terhadap mereka dari masyarakat. Penderita Kusta yang telah selesai menjalani pengobatan medis dan dinyatakan bebas dari penyakit tersebut, sebenarnya belum sepenuhnya bebas dari kusta. Hal ini dikarenakan oleh aspek sosial, sebagian besar masyarat belum dapat menerima penderita kusta, banyak penderita kusta yang sulit untuk dipulangkan ke tempat asalnya karena takut ditolak oleh penduduk setempat. Tidak mengherankan jika mereka tetap berada di lingkungan rumah sakit atau balai pengobatan. Penanggulan penyakit kusta telah dilakukan di berbagai tempat, dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri, produktif dan percaya diri. Oleh karena itu diperlukan adanya sistem pemberantasan secara terpadu dan menyeluruh yang meliputi penemuan penderita sedini mungkin, pengobatan penderita yang tepat, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, hingga rehabilitasi karya mantan penderita kusta dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi. Metode-metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sebuah harapan ingin dicapai agar penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri.

41| STORY BEHIND THE LEPROSY



1. Rehabilitasi Medis Cacat pada penyakit kusta merupakan hal yang paling ditakuti, namun dengan pengobatan yang benar dan teratur penyakit kusta dapat disembuhkan. Makin berat keadaan untuk penderita kusta, maka makin cepat pula keadaan memburuk. Pencegahan cacat sejak dini disertai pengelolaan yang baik dan benar perlu dilakukan. Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu, mulai dari pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan bedah septik, pemberian alas kaki, protese atau alat bantu lainnya, serta terapi okupasi. Terdapat dua penanganan kasus, yakni penanganan kasus dini dengan upaya rehabilitasi medis yang lebih bersifat pencegahan kecacatan dan penanganan kasus lanjut dengan upaya rehabilitasi difokuskan pada pencegahan handicap dan mempertahankan kemampuan fungsi yang tersisa.




Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien adalah: A. Pemeliharaan kulit harian 1. Cuci tangan dan kaki setiap malam sesudah bekerja dengan sedikit sabun (jangan detergen) 2. Rendam kaki sekitar 20 menit dengan air dingin 3. Jika kulit sudah lembut gosok kaki dengan karet busa agar kulit kering terlepas 4. M e n g g o s o k k u l i t d e n g a n m m e n g g u n a k a n minyak 5. Memeriksa kulit secara teratur (adakah kemerahan, hot spot, nyeri, luka dan lain lain) B. Proteksi tangan dan kaki 1. Tangan: - Pakai sarung tangan waktu bekerja - Stop merokok - Jangan sentuh gelas/barang panas secara langsung - Lapisi gagang alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut 2. Kaki - Selalu pakai alas kaki - Batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan - Meninggikan kaki bila berbaring

STORY BEHIND THE LEPROSY | 46


C. Latihan fisioterapi Tujuan latihan adalah: -

Cegah kontraktur

-

Peningkatan fungsi gerak

-

Peningkatan kekuatan otot

-

Peningkatan daya tahan (endurance)

Tahapan latihan : - Latihan lingkup gerak sendi: secara pasif meluruskan jari-jari menggunakan tangan yang sehat atau dengan bantuan orang lain. Pertahankan 10 detik, lakukan 5 – 10 kali per hari untuk mencegah kekakuan. Frekuensi dapat ditingkatkan untuk mencegah kontraktur. Latihan lingkup gerak sendi juga dikerjakan pada jari-jari ke seluruh arah gerak. - Latihan aktif meluruskan jari-jari tangan dengan tenaga otot sendiri - Untuk tungkai lakukan peregangan otot-otot tungkai bagian belakang dengan cara berdiri menghadap tembok, ayunkan tubuh mendekati tembok, sementara kaki tetap berpijak. - Program latihan dapat ditingkatkan secara umum untuk mempertahankan elastisitas otot, mobilitas, kekuatan otot, dan daya tahan. D. Bidai Pembidaian dapat dilakukan untuk jari dan pergelangan tangan agar tidak terjadi deformitas. Bidai dipasang pada anggota gerak fungsional saat timbul reaksi penyakit. Bidai dapat mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan saraf. Dianjurkan memakai bidai yang ringan yang dipakai sepanjang hari, kecuali pada waktu latihan lingkup gerak sendi. E. Dapat di buat sepatu khusus, sesuai dengan deformitas yang terjadi

47| STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY | 48


49| STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY | 50


F. Program terapi okupasi Adalah program yang sangat penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan menolong diri, tetapi perlu diingat hal-hal yang harus diperhatikan untuk melindungi alat gerak dari bahaya pekerjaan rumah tangga. Alat bantu khusus dapat dibuat untuk kemudahan bekerja, sesuai dengan deformitas pasien. 1. Latihan reedukasi motorik - Diawali dengan latihan lingkup gerak sendi dan latihan peregangan. - Memanfaatkan alat bantu kerja, melakukan gerakanmotorik tangan dan jari-jari, sekaligus melatih koordinasi gerak dengan bagian ekstremitas yang sehat. - Gerak terampil tangan dan jari - Latihan posisi dan postur pasif dan aktif. 2. Latihan reedukasi sensorik - Latihan ini akan meningkatkan kualitas sensori pasien, dan menolong pasien untuk mencari alternatif lain untuk meningkatkan sensibilitas sehingga kapasitas fungsional juga meningkat - Latihan sensorik bertahap, mulai dari sentuhan kasar, sampai halus, dingin dan hangat. - Latihan pengenalan bentuk berbagai benda. 3. Latihan aktivitas menolong diri 4. Latihan aktivitas rumah tangga 5. Latihan aktivitas kerja 6. Latihan daya tahan kerja G. Dukungan psikososial Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus dilaksanakan. Bila ada masalah evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.

51| STORY BEHIND THE LEPROSY



53| STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY | 54



2. Rehabilitasi Nonmedis Penyakit kusta tidak menyebabkan kematian akan tetapi penyakit ini termasuk penyakit yang paling ditakuti diseluruh dunia. Masalah psikososial yang timbul pada penderita kusta lebih menonjol dibandingkan dengan masalah medisnya sendiri. Hal ini disebabkan adanya stigma leprofobi terhadap kecacatan fisik yang dialami oleh penderita atau yang pernah mengidap kusta. Pengobatan penyakit kusta sangat penting untuk memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya cacat fisik. Bila pengobatan tersebut tidak diimbangi oleh rehabilitasi mental, maka akan sulit dicapai partisipasi aktif dari penderita agar berobat teratur dan menyelesaikan secara tuntas program pengobatan yang telah dianjurkan.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 56


A. Rehabilitasi Mental Setiap penderita yang dinyatakan menderita penyakit kusta akan mengalami kegoncangan jiwa dan masing-masing mempunyai cara sendiri untuk bereaksi terhadap keadaan ini. Ada yang segera dapat menerima keadaan ini dan segera mancari pertolongan medis, ada juga yang berusaha menolak kenyataan dengan mencari pertolongan alternatif termasuk berobat pada dukun, tabib dan sebagainya. Dan ada pula yang merasa rendah diri sehingga dapat mengalami depresi, menyendiri, menyembunyikan dirinya karena malu bahkan ada yang berfikir untuk melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini merupakan dasar bagi setiap petugas kesehatan dalam melakukan penyuluhan kusta. Dengan menekankan bahwa sebenarnya penyakit kusta bila diobati secara dini dan benar akan dapat mengurangi risiko terjadinya cacat semaksimal mungkin. Penyuluhan kesehatan berupa bimbingan mental, harus diupayakan sedini mungkin pada setiap penderita, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya, untuk memberikan dorongan dan semangat agar mereka dapat menerima kenyataan ini.. Walaupun pengobatan medis kusta dan upaya rehabilitasi ini berhasil dilakukan, tetapi dengan adanya stigma dan leprofobi akan timbul banyak kendala dalam memasyarakatkan kembali penderita dan bekas penderita kusta. Tetapi, dengan memberikan informasi yang benar tentang penyakit kusta serta menanamkan pengertian yang baik, maka stigma dan leprofobi dapat dikurangi dan ditekan hingga seminimal mungkin. Dengan demikian penyakit kusta dapat dianggap sama seperti penyakit menular lainnya dan penderita kusta dapat diterima dan diperlakukan secara wajar oleh masyarakat dengan hak yang sama seperti orang sehat yang lain.

57| STORY BEHIND THE LEPROSY



59| STORY BEHIND THE LEPROSY


B. Rehabilitasi Karya Tidak semua penderita kusta bila sembuh kembali bekerja seperti semula, apalagi bila pekerja terlanjur mengalami cacat fisik. Walaupun telah diupayakan rehabilitasi medis dan dinyatakan sembuh dari penyakitnya, mantan penderita tidak datang melakukan pekerjaan yang sama seperti sedia kala. Dalam banyak hal adanya stigma atau leprofobia akan menyebabkan penderita (mantan) sulit menghadapi kendala sosial, sehingga perlu mengganti jenis pekerjaan untuk memugkinkan mencari nafkah bagi diri dan keluarganya.

Karena itu diperlukan adanya suatu upaya rehabilitasi karya ini dilakukan agar penderitayang sudah terlanjur cacat dapat kembali melakukan pekerjaan yang sama, atau dapat melatih diri terhadap pekerjaan baru sesuai dengan tingkat cacat, pendidikan dan pengalaman bekerja sebelumnya. Disamping itu penempatan di tempat kerja yang aman dan tepat akan mengurangi risiko berlanjutnya cacat pada penderita kusta.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 60



C. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi penderita. Hal ini sangat sulit dicapai oleh penderita sendiri tanpa partisipasi aktif dari masyarakat di sekitarnya. Rehabilitasi sosial bukanlah bantuan sosial yang harus diberikan secara terus menerus, melainkan upaya yang bertujuan untuk menunjang kemandirian penderita. Upaya ini dapat berupa: 1. Memberikan bimbingan sosial. 2. Memberikan peralatan kerja. 3. Memberikan alat bantu cacat, misalnya kursi roda atau tongkat jalan. 4. Memberikan bantuan penempatan kerja yang lebih sesuai dengan keadaan cacatnya. 5. Membantu membeli/memakai hasil-hasil usaha mereka 6. Membantu pemasaran hasil-hasil usaha mereka. 7. Memberi bantuan kebutuhan pokok, misalnya pangan, sandang, papan, jaminan kesehatan, dan sebagainya. 8. Memberikan pemodalan bagi usaha wiraswasta. 9. Member bantuan pemulangan ke daerah asal. 10. Memberikan bimbingan mental/spiritual. 11. Member ikan pelatihan ketrampilan/magang kerja dan sebagainya. Dari segala upaya tersebut, sangat diharapkan peran serta masyarakat dalam menunjang keberhasilan resosialisasi mereka. Semua akan dapat terlaksana dengan baik apabila stigma dan leprofobi dapat ditekan hingga seminimal mungkin. Dengan demikian kehadiran mereka dapat diterima oleh masyarakat, hasil karya dan usaha mereka mau dibeli serta dipakai oleh masyarakat. Tanpa partisipasi, maka segala usaha tersebut tidak akan berhasil.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 62


63| STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY | 64



BAB IV PROFIL MANTAN PENDERITA KUSTA


67| STORY BEHIND THE LEPROSY


1. Saya Kusta Bukan Karena Miskin “Saya kusta bukan karena saya miskin tapi saya miskin karena kusta. Karena kusta semuanya hilang, karena kusta saya tidak bisa bekerja, karena kusta saya dijauhi masayarakat, karena kusta pula harta milik keluarga saya lenyap demi menyembuhkan saya”. Petikan kalimat yang keluar dari mulut Al Qadri (42), seakan mewakili ungkapan perasaannya saat mendapat perlakuan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya. Dia yang kini aktif sebagai relawan dalam Yayasan Tranformasi Lepra Indonesia (YTLI) cabang Makassar menuturkan bahwa penyakit kusta mengjangkitinya saat berumur 6 tahun. Tak ada yang pernah menyangka bahwa bercak putih sebesar uang logam yang mati rasa itu adalah awal dari perjalanan hidupnya yang sangat memilukan. Mengetahui anaknya menderita kusta, kedua orang tua Al Qadri mencoba berbagai macam alternatif pengobatan demi menyembuhkan buah hati mereka. “Jika harus keliling dunia untuk mendapatkan obat biar saya sembuh, orang tua akan melakukan itu karena sangat sayang dengan saya. Namun sangat disayangkan, pengobatan yang tidak tepat sasaran karena dulu masih kurangnya informasi dan ketidaktahuan membuat harta orang tua saya habis terjual. Masa-masa itu adalah masa yang paling sulit dan hancur.” kalimat itu meluncur pelan dari bibirnya dengan mata yang berkaca-kaca.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 68


Menjalani kenyataan pahit ini, Ayah dari dua anak ini merasa sangat beruntung karena memiliki keluarga yang sepenuh hati menerima keadaannya. Sangat berbanding terbalik dengan lingkungan sekitarnya, dia harus dikeluarkan dari sekolah karena divonis kusta saat baru duduk di bangku kelas 1 SD. Tidak hanya itu, cibiran dari teman-teman atau tetangganya, bahkan siapa saja yang ditemui sudah tidak bersahabat lagi. Al Qadri mengkui hal yang paling menyedihkan ketika mendapatkan perlakuan diskriminasi dari dirinya sendiri. Hingga akhirnya dia tidak kuat menahan beban mental dan memutuskan tidak melanjutkan pendidikan karena malu terkena kusta. Menurut penuturan pria kelahiran 1971 ini, pada saat itu fenomena di masyarakat menganggap bahwa penyakit kusta adalah penyakit orang kumuh, penyakit keturunan bahkan penyakit yang dianggap aib dan menular yang tidak bisa disembuhkan. Akibat dari pemahaman sosial ini, orang-orang yang terkena kusta mustahil bisa disembuhkan sehingga harus dijauhi dan asingkan.

69| STORY BEHIND THE LEPROSY



71| STORY BEHIND THE LEPROSY


Al-Qadri menuturkan bahwa awal dia menetap di kompleks kusta Jongaya sulit untuk mengakses transportasi, terlebih lagi jika melihat orang yang berjalan pincang dari dalam kompleks. Banyak masyarakat yang enggan masuk di wilayah tersebut karena menganggap tempat itu adalah penampungan bagi orang yang terkena penyakit menular dan tempat pembuangan penderita kusta. Masyarakat pun enggan bergaul dengan warga penampungan tersebut bahkan terkadang anak-anak mereka dijauhi. Seiring waktu berjalan, fenomena tersebut perlahan menghilang. Sikap masyarakat terhadap penderita kusta mulai berubah. Perubahan itu seiring dengan intensitas sosialisasi seputar penyakit kusta oleh petugas kesehatan dan lembaga sosial.

bertemu dengan mereka, sebab setelah bergabung di yayasan ini banyak mendapat pelajaran dan pengalaman. Saya merasa derajat sebagai mantan penderita kusta terangkat karena berkat teman-teman dari YTLI saya bisa bertemu dengan orang-orang penting dan mempunyai jabatan tinggi� demikian cerita Al Qadri. Pengetahuan dan pengalaman advokasi yang diperoleh setelah bergabung di yayasan kemudian diaplikasikan kepada orang-orang terdekatnya yaitu dimulai dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Yayasan Tranformasi Lepra Indonesia (YTLI) adalah salah satu yayasan yang peduli terhadap para penderita kusta. Yayasan ini didirikan sejak tahun 2007 dengan visi misi yaitu memperjuangkan hak orang yang terkena kusta dengan melakukan kegiatan penyampaian informasi yang benar soal kusta dengan tujuan menghilangkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Karena visi dan misi yang mulia Al Qadri tertarik untuk ikut terlibat sebagai relawan. Saat bergabung di yayasan ini dia banyak belajar dan merasa sangat termotivasi sebab temanteman dari yayasan antusias untuk berbagi ilmu terutama ilmu advokasi yang sangat bermanfaat. Disamping itu, YTLI juga memberikan fasilitas-fasilitas kepada relawan untuk menunjang pengembangan skill seperti pelatihan komputer dan menjahit. “Jika mengingat kondisi beberapa tahun yang lalu saya tidak ada apa-apanya, hanya bekerja sebagai tukang parkir. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari saja tidaklah cukup dari hasil bekerja sebagai tukang parkir. Suatu keberuntungan buat saya

STORY BEHIND THE LEPROSY | 72


2. Mantan Penderita Kusta Menjadi Tenaga Honorer Rumah Sakit Tidak ada yang menyangka ditengah keterbatasan yang dia miliki sebagai mantan penderita kusta, Rasyid diangkat menjadi tenaga honorer di Rumah Sakit Tadjuddin Chalid. Saat itu Rasyid yang masih menjadi pasien di rumah sakit mendapat tawaran dari Yusna, Kepala laboratorium yang menjabat pada waktu itu memerlukan tenaga bantuan. Karena merasa keadaannya sudah membaik dia pun menerima tawaran itu. Rasyid mengakui bahwa tahun 1960 adalah awal dari kisah memilukan dalam sejarah perjalanan hidupnya. Pertama kali mengidap kusta ditandai munculnya bercak putih dibagian lengan dan juga bercak merah dibagian muka. Pada waktu itu dirinya masih duduk di bangku kelas 2 STPN (Sekolah Menegah Pertama) yang terletak di jalan Banda. Dia sendiri sempat merasa heran ketika bermain cubitcubitan namun tidak merasakan apa-apa. “Lucunya waktu saya masih besekolah ada lomba cubit-cubitan dengan teman dan saya dianggap kebal oleh teman-teman jika bagian lutut saya di cubit tidak merasakan apa-apa� demikian cerita Rasyid. Mengetahui dirinya sakit, Rasyid bersama keluarga mencari jalan pengobatan seperti penderita lainnya, yakni pengobatan alternatif dukun. Usaha pengobatan itu ternyata tidak membuahkan hasil bahkan semakin parah dan hampir meninggal. Beruntung kala itu Rasyid bertemu dengan seorang mantri yang mengetahui bahwa penyakit yang menjangkitinya itu gejala kusta. “Saat bertemu dengan seorang mantri saya diberi beberapa jenis obat kusta dan setelah berapa lama mengkomsusmsi obat itu keadaan saya pun semakin memburuk. Keluarga saya sempat heran melihat reaksi obat yang diberikan tapi sebelumnya saya sudah diberi tahu jika hal itu akibat reaksi

73| STORY BEHIND THE LEPROSY



dari virus kusta yang ada dalam tubuh saya” Ungkap Rasyid dengan nada suara melemah. Sejak saat itu Rasyid mulai minder dan sensitif terhadap lingkungan sekitar terlebih lagi jika ada orang yang meludah di dekatnya. Akhirnya dia pun memutuskan untuk berhenti bersekolah. “Waktu itu jika ada orang yang meludah di sekitaran saya langsung merasa tersinggung walaupun saya tidak tahu pasti apakah orang itu meludah karena tahu saya penderita kusta atau memang kebetulan saja ingin meludah. Rasanya saya langsung mau bunuh diri saja tapi takut mati” Rasyid menambahkan. Pada tahun 1986 mantri dan audit kesehatan datang untuk membawa Rasyid berobat ke rumah sakit namun sempat melarikan diri karena takut dan tidak mau berpisah dengan orang tua. “Sangat bersyukur dipertemukan dengan dokter Budi dan dokter Rahmat. Kedua dokter ini yang merawat saya selama diopname di RS. Tadjuddin Chalid”. Walaupun kondisi Rasyid perlahan membaik dan virus yang ada dalam tubuhnya sudah tidak bereaksi lagi namun dia masih diwajibkan untuk tetap tinggal di rumah sakit menjalani pengobatan. Tak terasa dalam hitungan bulan dan tahun, Rasyid menjadi betah di rumah sakit sampai saat dia menerima tawaran untuk menjadi relawan di laboratorium rumah sakit. Tidak selang berapa lama, Rasyid kemudian ditawari lagi sebagai tenaga honorer di Protesa. Dalam catatan ingatan Rasyid sudah 20 tahun lebih dia bekerja di Protesa. Awal dia bekerja sebagai pembuat kaki palsu dan sendal tidak digaji hanya diberi makan dan pakaian saja. Gaji yang diperoleh dari hasil keringatnya tidak terlalu banyak tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan bersama istri ke duanya yang juga mantan penderita dan anak perempuannya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD.

75| STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY | 76


77| STORY BEHIND THE LEPROSY



3. Tokoh Penggerak Masyarakat Salah satu tempat pemukiman kusta yang ada di Sulawesi selatan adalah di Kompleks kusta Jongaya tepatnya di Jl. Dangko. Seperti halnya pemukiman kusta yang ada di daerah lainnya, kompleks jongaya merupakan warisan dari kebijakan lokalisasi para penderita kusta pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Mustari (77 tahun) adalah satu diantara mantan penderita kusta yang berhasil bertahan hidup menjalani takdir sebagai orang yang pernah mengidap kusta. Dia bersama istrinya yang juga mantan penderita dan kelima anaknya memilih menetap di pemukiman kusta jongaya. Lelaki yang kini menjabat sebagi kepala RW-04 di pemukiman kusta jongaya, sehari-harinya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah rumah makan di Makassar. Hal ini dilakukan karena bantuan dari dinas sosial yang selama ini diandalkan sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga Mustari mencari alternatif mata pencaharian dengan menjadi juru parkir. Awal dia bermukim di kompleks ini sangat sedih karena harus meninggalkan kampung halaman dan keluarga yang sudah begitu akrab di Polmas. Tempat dimana dia dibesarkan dan belajar memahami makna kehidupan bersama keluarganya harus rela ditinggalkan untuk menjalani pengobatan. Hari demi hari dilalui Mustari di kompleks jongaya. Perlahan rasa bosan datang mengahampiri. Namun dia kembali menemukan semangat hidupnya setelah bertemu dengan sesama penderita kusta. Di tempat yang baru ini, Mustari memulai hidup mandiri tanpa keluarganya lagi bahkan di tempat ini juga dia menemukan seorang pendamping hidup yang juga penderita kusta

79| STORY BEHIND THE LEPROSY



81| STORY BEHIND THE LEPROSY


Para mantan penderita kusta termasuk Mustari menganggap kompleks jongaya sangat penting sebagai rumah masa depan untuk anak cucu mereka. Bagi mereka kompleks pemukiman ini adalah tempat yang paling aman dan merasa saling memiliki dengan yang lainnya sehingga mereka akan berjuang untuk mempertahankan tempat ini. Pada tahun 1992 Pemerintah Kota Makassar berniat untuk memindahkan lokasi para penderita kusta di kompleks jongaya ke Gowa dengan alasan pengalihfungsian Rumah Sakit Kusta menjadi Rumah Sakit Haji. Namun rencana tersebut di batalkan karena adanya penolakan keras dari masyarakat di kampili Kabupaten Gowa karena takut tertular penyakit kusta dari para penderita. Rencana tersebut memicu warga penderita kusta di Komplek Jongaya untuk tetap bersisikukuh mempertahankan keberadaan Rumah Sakit Kusta yang berada dalam area yang sama dengan kompleks pemukiman kusta. Mustari dan Arif bersama warga lainnya tetap bertahan di komplek Jongaya karena dilatarbelakangi pengetahun sejarah bahwa tempat yang mereka tempati itu merupakan warisan dari raja gowa yang diperutukkan bagi penderita kusta. Dan hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Gubernur Sulawaesi Selatan yang menjabat saat itu bahwa tanah tersebut adalah warisan dari Raja dan Bangswan Gowa kepada penderita kusta dan itulah hak mereka sehingga tidak siapapun yang boleh mengambilnya. Akhirnya Mustari dan warga lainnya melakukan pertemuan tiap malam untuk menyusun strategi perlawanan. Segala upaya untuk melobi tidak membuahkan hasil sehingga mereka mendatangani kontraktor untuk segera memberhentikan pembangunan rumah sakit agak tidak terjadi peperangan.

STORY BEHIND THE LEPROSY | 82


Tidak hanya itu, warga juga melakukan aksi protes di kantor DPRD Porvinsi Sulawesi Selatan terhadap kebijakan pemerintah yang ingin menggusur tempat tinggal dan rumah sakit mereka. Aksi tersebut membuahkan hasil dengan tawaran solusi rumah sakit kusta tetap dibangun untuk dialihfungsikan menjadi rumah sakit haji dan kompleks kusta jongaya tetap berada di sana. Tawaran itu diterima oleh warga meskipun akhirnya mereka mengalami kesulitan saat mau berobat karena satu-satunya rumah sakit yang tersedia hanya ada di daya yang jaraknya berjauhan dari kompleks kusta jongaya. Namun mereka tetap bersyukur dengan keberdaan kompleks kusta jongaya yang masih dipertahankan hingga kini bahkan sekarang sudah banyak orang luar yang tidak menderita kusta tinggal dan berbaur di sana.

83| STORY BEHIND THE LEPROSY


STORY BEHIND THE LEPROSY | 84


THE END



COPYRIGHT

C

2014


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.