Koreana Spring 2017 (Indonesian)

Page 1

MUSIM SEMI 2017

SENI & BUDAYA KOREA FITUR KHUSUS

PERNIKAHAN KOREA

JALAN MENUJU IKATAN SUCI Pernikahan Tradisional, Dahulu dan Kini; Pernikahan, Dari Honsu Hingga Bulan Madu; Masa Depan Pernikahan; Pernikahan, Suatu Taman dengan Impian Tua tentang Cinta dan Kebahagiaan; Pernikahan Internasional: Sebuah Pengalaman Personal

PERNIKAHAN KOREA

VOL. 6 NO. 1

ISSN 2287-5565


CITRA KOREA


USIA PANGGILAN DI PUSAT PELATIHAN MILITER NONSAN Kim Hwa-young Kritikus Sastra; Anggota Akademi Seni Nasional

“O

rang tua dan saudara kandung Anda bisa tidur nyenyak, berkat kepercayaan yang diberikan kepada Anda!” Sebuah latar belakang berupa billboard pria muda dengan rambut cepak membentang serupa garis panjang berjalan lima langkah ke depan, menyapa mereka dengan pesan emosionalnya yang mendalam. Mereka tampak tegang. Namun mereka bukanlah tawanan perang atau narapidana yang menenteng harta mereka yang tak begitu banyak dalam tas belanja kecil. Mereka itu kandidat untuk tugas militer, mereka mendaftarkan diri untuk memberikan dua tahun atau lebih dari usia muda mereka demi pelayanan bagi pelindungan masyarakat secara nasional, agar “orang tua dan saudara kandungnya [bisa] tidur nyenyak”. Adegan ini dilakukan secara berulang setiap Senin dan Kamis di Pusat Pelatihan Militer Nonsan, Provinsi Chungcheong Selatan, di sisi barat pantai Korea. Selain billboard ucapan selamat datang bagi anggota baru, terdapat pameran peralatan militer, senjata, seragam tempur, dan peralatan lain yang akan mereka gunakan setelah masuk militer. Di Republik Korea, setiap pemuda sehat yang berusia di atas 18 harus mengikuti ritual ini. Pada hari pelantikan udara dan suasana terasa meriah manakala sekitar 7.000 orang berkumpul di kota: orang tua, pacar, dan kerabat lainnya datang untuk mengelu-elukan 2.000 calon militer. Ketika upacara penerimaan berakhir dan keluarga telah pulang, para rekrutan baru bergabung dengan batalyon mereka dan selama tiga hari ke depan akan menjalani pemeriksaan fisik dan tes bakat, dan menerima perlengkapan militer. Setelah itu mereka mulai menjalani latihan keras selama lima minggu. Dua minggu kemudian, orang tua akan diberitahu melalui telepon mengenai resimen tempat anak-anak mereka bertugas, dan pakaian sipil anak-anak mereka pun dikirim pulang bersama sepucuk surat. Ketika orang tua menerima parsel pakaian tersebut, mereka pun dilanda cemas. Inilah sinyal awal dari sepanjang hampir dua tahun, bahkan bisa lebih lama, tugas militer yang bisa jadi akan menempatkan anak-anak mereka dalam situasi berbahaya. Tapi hampir 60 tahunan sejak pecah Perang Korea pada tahun 1950, orang sudah terbiasa hidup dalam ancaman perang; kekerasan teroris di negara-negara yang jauh tampaknya lebih menakutkan. Pusat Pelatihan Militer Nonsan merupakan salah satu pusat pelatihan militer terbesar di dunia. Terbentang di wilayah seluas 76 kali ukuran Stadion Sangam World Cup di Seoul, kompleks besar ini memiliki populasi masyarakat berupa anggota baru, atau calon militer, dan instruktur yang hampir menandingi kota terdekat yaitu 16.500. Saat ini bertanggung jawab untuk pelatihan dasar ketat terhadap 45 persen dari 125.000 tentara di negara itu yang direkrut setiap tahunnya, dan sejauh ini sudah melatih 7,8 juta tentara baru sejak dibuka pada tahun 1951. Misteri yang tersisa sekarang adalah mengapa terdapat sejumlah besar laki-laki Korea yang berhasil dibebaskan dari ritual ‘usia panggilan’ ini karena dinyatakan gagal dalam pemeriksaan fisik kemudian bisa menempatkan diri sebagai pemimpin masyarakat.


Dari Redaksi

MUSIM SEMI DAN HARAPAN SEBUAH BANGSA Musim semi tiba. Tentu ini amat menggembirakan. Memandangi sakura memutih di pertengahan April, mawar bewarna-warni memulas sudut-sudut kota di bulan Mei, juga kanola yang menguning di tepian Sungai Han acapkali membuat dada berdesir oleh luncuran rasa syukur. Musim semi memang selalu dinanti. Hanya kali ini musim semi tiba tatkala suhu udara masih terasa dingin. Suasana yang mendorong orang-orang harus tetap bergegas mmburu subway dan ruangruang tertutup. Ya, persoalan memang tetap ada dan manusia harus tegar menghadapinya. Berita baik dan berita buruk seringkali datang saling berdampingan. Angka harapan hidup orang Korea meningkat luar biasa. Usia harapan hidup masyarakat Korea sekarang mencapai angka 86. Tentu ini berita baik. Namun, di sisi lain jumlah kelahiran bayi turun hingga mencapai 50%. Di masa depan Korea dikhawatirkan kekurangan penduduk. Mungkin ini bisa dianggap sebagai berita buruk. Padahal dari penduduk usia produktif itulah para lansia akan disokong dan didanai. Inilah pkerjaan rumah besar bagi pemerintah dan seluruh rakyat Korea. Pernikahan, kelahiran, dan usia harapan hidup dibahas tuntas dalam Koreana edisi ini. Antara harapan dan kenyataan berkecamuk bersama. Harapan tentang indahnya pernikahan dan kenyataan mengenai mahalnya hidup dalam rumah tangga menjadi sangat dilematis. Harapan tentang usia panjang sudah dipenuhi namun kenyataan jumlah kelahiran yang amat rendah merupakan kenyataan yang harus dihadapi oleh sebuah bangsa. Ini juga sangat dilematis. Namun, dengan upaya bersama tak ada halangan yang tak bisa dilawan. Selamat membaca Koreana edisi musim semi ini. Temukanlah inspirasi dari setiap halaman. Koh Young Hun Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Indonesia

PEmImPIN UmUm DIREKTUR EDITORIAl PEmImPIN REDAKSI DEwAN REDAKSI

DIREKTUR KREATIF EDITOR

PENATA ARTISTIK DESAINER

PENATA lETAK DAN DESAIN

Lee Si-hyung Kim Gwang-keun Koh Young Hun Bae Bien-u Charles La Shure Choi Young-in Han Kyung-koo Kim Hwa-young Kim Young-na Koh Mi-seok Song Hye-jin Song Young-man Werner Sasse Kim Sam Lim Sun-kun Park Do-geun Park Sin-hye Lee Young-bok Kim Ji-hyun Kim Nam-hyung Yeob Lan-kyeong Kim’s Communication Associates 44 Yanghwa-ro 7-gil, Mapo-gu Seoul 04035, Korea www.gegd.co.kr Tel: 82-2-335-4741 Fax: 82-2-335-4743

Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000. Di negara lain US$9. Silakan lihat Koreana halaman 84 untuk berlangganan. INFORmASI BERlANggANAN: The Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea PERcETAKAN EDISI mUSIm SEmI 2017 Samsung Moonwha Printing Co. 10 Achasan-ro 11-gil, Seongdong-gu, Seoul 04796, Korea Tel: 82-2-468-0361/5

SENI & BUDAYA KOREA MUSIM SEMI 2017

Calon pengantin baru sedang menuju ke tempat upacara perkawinan. Seri lukisan seperti ini menggambarkan kehidupan ideal laki-laki di Dinasti Joseon.

“Perkawinan” Kim Hong-do (1745-1806) Abad ke-18 sampai abad ke-19. Tinta dan warna, 53,9 x 35,2 cm.

© The Korea Foundation 2017 Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.

Diterbitkan empat kali setahun oleh The Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea http://www.koreana.or.kr


FOKUS

30

Kesengsaraan Hebat oleh Inversi Penduduk yang Mulai Terjadi Lee Seung-wook

WAWANCARA

34

Pemain Harmonika Jeon Je-duk dan Suara yang Menenangkan

04

42

Surh Jung-min

TINJAUAN SENI

10

38

Lukisan Pemandangan oleh Maestro Seni Abstrak Korea

“Untuk Nirvana: 108 Puisi Sijo Zen”

Chung Jae-suk

“Surat dari Sejarah Korea, I-V”

DI ATAS JALAN

Puisi Paradoksikal bagi Jalan Panjang Penemuan

46

Angin dan Bebatuan, dan Helaan Waktu di Jeju Selatan

Pernikahan Korea: Jalan Menuju Ikatan Suci

SATU HARI BIASA

04

Pernikahan Tradisional, Dahulu dan Kini Han Kyung-koo

FITUR KHUSUS 2

10

Pernikahan, Dari Honsu Hingga Bulan Madu

Relawan Membantu Menjembatani Kesenjangan Bahasa Para Pengungsi Kim Hak-soon

64

ESAI

54

Dua Sisi Kehidupan Karyawan Minimarket

KISAH DUA KOREA

“Tari Topeng” Charles La Shure, Kim Hoo-ran

SEOUL: Sepintas Kebangkitan Daratan Joseon di Semenanjung Korea Sigit

Kim Seo-ryung

FITUR KHUSUS 1

Sejarah Korea bagi Pembaca Muda

Instrumen Tradisional bagi Musik Hari Ini

Gwak Jae-gu

FITUR KHUSUS

62

BUKU & LAINNYA

58

66

GAYA HIDUP

Puasa Digital Kim Dong-hwan

70

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

Penulis Piawai Kisah Melodrama Choi Jae-bong

SUASANA HATI UNTUK CINTA Gu Hyo-seo

Lee Yoon-jung

FITUR KHUSUS 3

18

Masa Depan Pernikahan Baek Young-ok

FITUR KHUSUS 4

22

Pernikahan, Suatu Taman dengan Impian Tua tentang Cinta dan Kebahagiaan Lee Chang-guy

FITUR KHUSUS 5

Pernikahan Internasional: Sebuah Pengalaman Personal Charles La Shure

26

46


FITUR KHUSUS 1 Pernikahan Korea: Jalan Menuju Ikatan Suci

PERNIKAHAN TRADISIONAL, DAHULU DAN KINI

Han Kyung-koo Antropolog Budaya, Dosen Jurusan Studi Liberal Universitas Nasional Seoul. Ahn Hong-beom Fotografer

Sebuah upacara pernikahan tradisional di Rumah Korea memang sangat tradisional dan pada saat yang sama juga sangat modern. Bukan hanya ruang dan waktu telah yang dipadatkan, orang-orang yang tidak pernah duduk bersama di masa lalu - masingmasing keluarga, kerabat, dan tamu dari mempelai - sekarang berkumpul di tempat yang sama untuk upacara pernikahan dan resepsi yang berlangsung. 4 KoreaNa Musim Semi 2017


S

uatu hari Sabtu siang, hari itu agak dingin tetapi matahari bersinar menyilaukan mata dan langit begitu bersih dan biru. Halaman Rumah Korea di pusat Seoul, yaitu sebuah ruangan budaya yang dioperasikan oleh Yayasan Warisan Budaya Korea, diramaikan oleh banyak orang. Di halaman tengah Rumah Korea terdapat tenda besar dan penahan angin disekelilingnya. Di atas beton yang mengelilingi Rumah Korea, terdapat tujuh orang pemain musik priawanita memakai busana tradisional Korea. Keberadaan pemain musik ini mengubah suasana halaman Rumah Korea menjadi ruang yang formal, tetapi juga meriah. Di atas halaman yang dialasi dengan tikar, berdiri sebuah meja tinggi pernikahan yang sejajar dengan dua buah meja kecil di sebelah timur dan baratnya. Meja di sebelah timur adalah untuk pengantin pria karena laki-laki disimbolkan sebagai yang energi positif), sementara meja di barat adalah untuk pengantin wanita karena perempuan merupakan yin (energi negatif).

Pernikahan di Halaman Gedung Klasik Di atas meja pernikahan yang tinggi itu terdapat beberapa piring makanan seperti jujube (bidara) dan kastanye, juga pohon pinus dan bambu kecil yang ditanam dalam pot, dan di bawah pohon-pohon kecil itu terdapat ayam betina. Makanan-makanan di atas meja pernikahan berbeda di tiap-tiap daerah. Namun beberapa makanan umum seperti jujube (bidara) melambangkan panjang umur, kastanye melambangkan rejeki dan kesehatan, ayam betina untuk kesuburan (karunia anak), sementara pohon pinus dan bambu yang tetap hijau di musim dingin melambangkan kesetiaan. Meskipun masih tengah hari, dua buah lilin berwarna merah dan biru yang melambangkan yin-yang juga terdapat di atas meja tersebut. Pada zaman dulu, pernikahan dilakukan pada malam hari sehingga lilin sangat diperlukan saat itu. Tetapi di zaman modern seperti sekarang yang dilengkapi dengan lampu gantung mewah, kebiasaan ini masih tetap dipertahankan dan sebagai pembuka acara pernikahan, ibu dari pihak mempelai pria dan wanita menyalakan lilin-lilin tersebut. Kembali ke Rumah Korea, di sebelah utara meja tinggi pernikahan terdapat deretan kursi seperti di acara pernikahan lainnya. Di satu sisi duduk orang tua pengantin pria dan tamu-tamunya, dan di sisi lainnya duduk orangtua pengantin wanita dan tamu-tamunya. Selain itu banyak pula orang-orang yang berdiri di sekeliling deretan kursi-kursi tersebut. Mereka berdiri karena kurangnya kursi yang tersedia atau merupakan wisatawan asing, namun kebanyakan dari mereka yang berdiri adalah para tamu undangan yang datang untuk memberikan angpao nikah dan langsung pergi setelah memberi salam kepada para pengantin dan keluarganya. Meskipun semakin banyak para pengantin yang mengadakan acara pernikahan berskala kecil, tetapi dalam masyarakat Korea modern acara pernikahan keluarga kenalan tetap harus dikunjungi dengan membawa angpao nikah. Karenanya, undangan pernikahan terkadang dianggap sebagai tagihan yang harus dibayar. Sepasang pengantin duduk di sebelah barat dan timur dari meja pernikahan yang tinggi dalam balutan busana merah dan biru, saling berhadapan, dalam sebuah upacara pernikahan tradisional yang diadakan di halaman di Rumah Korea di pusat kota Seoul.

SeNI & BuDaya Korea 5


Acara Menyambut Pengantin Wanita Akhirnya pemimpin acara pernikahan muncul dengan busana jubah panjang dan topi hitam, dan berdiri di sebelah utara meja pernikahan. Dewasa ini, dalam acara pernikahan yang tidak dipimpin oleh pastor, biasanya orang yang dihormati seperti guru atau kenalan orang tualah yang menjadi pemimpin acara. Tetapi pada pernikahan tradisional, karena yang diperlukan adalah orang yang dapat membacakan susunan acara, maka biasanya mereka meminta tetua tetangga yang dapat membaca karakter Cina untuk memimpin acara pernikahan. Pemimpin acara hari ini adalah spesialis dari Rumah Korea yang juga menjadi pembawa acara dalam pertandingan ssireum (gulat Korea) tradisional. Akhirnya ia membuka kipas lipat yang tertulis susunan acara, dan membuka acara pernikahan dengan sungguh-sungguh sambil mengatakan “Haeng chinyeongnye ”. Dengan pertimbangan bahwa tidak ada yang dapat mengerti ungkapan Sino Korea tersebut, ia menambahkan penjelasan bahwa pengantin pria akan menyambut pengantin wanita. Di bawah tradisi konfusianisme, chinyeongnye merupakan ritus ketika pengantin pria pergi untuk mengambil istrinya dan membawa ke rumahnya untuk dinikahi. Dalam catatan masa awal pada “Sejarah Dinasti Joseon” dinyatakan: “Dalam tradisi negara kita, pengantin pria pergi untuk tinggal di rumah pengantin wanita dan beranak-cucu di rumah kerabat ibu mereka,” dan “Tidak seperti di Cina, kita tidak memiliki tradisi mengambil pengantin wanita ke kediaman pengantin pria untuk hidup bersama. Karenanya, setiap rumah istri menjadi rumah suami, orangtua istri pun menjadi orangtua sang suami”. Karena Konfusianisme tumbuh dan mempengaruhi Joseon, para cendekia-pejabat Neo-Konfusianisme berpendapat bahwa karena pria itu Yang dan merupakan surga serta wanita itu yin dan mewakili bumi, wanita harus patuh kepada suami mereka dan tinggal di rumah suami mereka setelah menikah. Artinya, pria tidak harus pergi ke rumah istrinya untuk hidup ketika menikah, tetapi membawa istrinya ke rumah keluarga suami. Keluarga kerajaan memulai dan menjadi contoh bagi rakyatnya untuk meniru tradisi ini, dan bahkan mereka pernah menambahkan pemaksaan kepada mereka yang tidak mengikuti chinyeongnye, namun usaha mereka berakhir dengan kegagalan. Penyebab kegagalan tersebut adalah karena pernikahan berhubungan erat dengan kebiasaan hidup, pewarisan harta, ritual peringatan kematian anggota keluarga atau nenek moyang, dan berbagai sistem sosial lainnya. Sebagai hasilnya, muncul istilah ban-chinyeong

(setengah Chinyeong), di mana acara pernikahan diselenggarakan di rumah mempelai wanita, dan setelah menjalani kehidupan bersama selama beberapa waktu di kediaman keluarga istri, pasangan suami-istri akan pindah dan tinggal di rumah keluarga suami. Memang, berbagai kompromi yang diajukan. Pada awalnya mereka tinggal di keluarga istri selama tiga tahun, tetapi dikatakan periode ini kemudian diperpendek menjadi hanya tiga hari. Meskipun pemimpin acara mengatakan chinyeongnye saat pembukaan, namun Rumah Korea nampaknya menyimbolkan rumah mempelai wanita untuk acara pernikahan hari ini. Begitu pemusik memainkan alat musiknya, pemimpin acara mengatakan, “Mempelai pria memasuki tempat upacara, diikuti dengan ayah-angsa” dengan bahasa Sino Korea klasik dan bahasa Korea. Ayah-angsa adalah teman dari pengantin pria yang ikut berjalan di belakang dengan membawa patung kayu angsa dan berperan sebagai asisten dalam ritual jeonanrye , yaitu pemberian patung kayu angsa kepada keluarga pengantin wanita sebagai hadiah perkawinan. Patung kayu angsa digunakan sebagai hadiah perkawinan karena dikatakan bahwa angsa datang dan pergi berdasarkan perubahan musim (atau berdasarkan arus yin-yang). Dan sekali menemukan pasangannya, mereka tidak akan mengganti pasangan sampai mati, sehingga dianggap sebagai simbol kesetiaan. Kemudian teman-teman pengantin pria muncul dari sebuah tempat yang agak tinggi di bagian belakang rumah. Pengantin pria mengenakan jubah merah tua dan topi hitam yang merupakan seragam para pejabat negeri yang tinggi kedudukannya pada zaman Dinasti Joseon. Sebagai kerajaan konfusianisme, laki-laki zaman Dinasti Joseon menganggap bahwa lolos dari ujian negara dan menjadi pegawai negeri adalah kehidupan yang paling ideal. Oleh karena itu, orang biasa sekalipun diperbolehkan mengenakan pakaian pegawai negeri saat menikah. Dua anak kecil berpakaian baju tradisional Korea memandu pengantin pria dengan membawa lantera merah dan biru. Kedua anak kecil ini merupakan adaptasi dari anak-anak penabur bunga di tradisi pernikahan Barat. Pemimpin acara mengucapkan, “Menyambut penganti pria di rumah pengantin wanita…. Pengantin pria berlutut dan meletakkan angsa di atas meja. Pengantin pria berdiri dan membungkuk memberi hormat dua kali….” dan sebagainya. Seperti sebelumnya, ia mengucapkan urutan proses pernikahan dengan bahasa Sino Korea, kemudian menerjemahkannya ke bahasa Korea modern dan juga memberikan penjelasan ramah mengenai makna yang terkandung di dalamnya. Pengantin pria memberikan patung kayu angsa

Dalam pernikahan tradisional Korea, tidak ada sumpah yang diucapkan atau pertukaran cincin. Sepasang pengantin hanya saling berhadapan dan membungkuk, lalu memandang satu sama lain di atas cangkir minuman keras. Dengan cara ini mereka diam-diam berjanji untuk menghabiskan hidup secara bersama-sama. 6 KoreaNa Musim Semi 2017


kepada orang tua pengantin wanita yang duduk di dalam rumah yang terletak di depan mereka, dan membungkuk memberi hormat dua kali sesuai apa yang dibacakan oleh pemimpin acara. Dengan ini usailah ritual pemberian hadiah patung kayu angsa. Pengantin pria akan kembali menuju halaman, dan sesuai instruksi pemimpin acara, pengantin wanita akan muncul dari dalam rumah. Pengantin wanita memakai gaun kuning dengan kolaborasi jaket hijau dan dihiasi dengan mahkota kecil di kepalanya. Pakaian ini juga merupakan tiruan pakaian upacara yang dikenakan oleh para istri golongan atas pada zaman Joseon. Pengantin perempuan juga diperbolehkan mengenakan pakaian ini karena pernikahan adalah hari yang paling penting dan membahagiakan dalam hidup mereka.

Pertemuan Pertama Pengantin Pria dan Wanita Anak-anak pembawa lentera berada di paling depan, lalu pengantin pria, dan kemudian diikuti dengan pengantin wanita yang menuruni tangga batu menuju halaman. Prosedur ini pun merupakan adaptasi dari pernikahan modern yang dimulai dengan kemunculan pengantin pria dan diikuti dengan pengantin wanita. Kedua pengantin pria dan wanita masing-masing menempati meja di sebelah timur dan barat, dan mencuci tangan sebagai simbol penyucian jiwa dan raga. Kemudian ritual gyobaerye (ritual pertukaran hormat) dimulai, di mana kedua pengantin saling membungkuk memberikan hormat sebagai janji untuk hidup bersama sepanjang sisa hidupnya. Dewasa ini pernikahan yang dilakukan setelah hamil atau melahirkan sudah lumrah terjadi, tetapi pada zaman pra-modern di mana pernikahan diatur oleh para orangtua, ritual pertukaran hormat ini merupakan pertemuan pertama antara kedua mempelai pria dan wanita. Dengan bantuan para asistennya, pengantin perempuan membungkuk dua kali memberi hormat dan pengantin pria membungkuk sekali sebagai balasannya. Meskipun pemimpin acara telah menjelaskan bahwa laki-laki adalah angka ganjil yang melambangkan yang , dan perempuan adalah angka genap yang menjadi lambang yin, tetapi para tamu remaja perempuan akan bertanya-tanya mengapa perempuan harus memberi hormat lebih dulu dan mengapa harus membungkuk dua kali lipat dari pengantin laki-laki.

Sepasang pengantin bertukar tiga cangkir minuman keras dalam “ritus mempersatukan cangkir,� yang berarti penyatuan dua orang menjadi satu.

Menyatu dengan Tiga Gelas Minuman Keras Setelah ritual pertukaran hormat usai, barulah bagian utama acara pernikahan ini dimulai: hapgeunrye (ritual penyatuan gelas). Pengantin pria dan wanita meminum tiga gelas minuman keras. Pemimpin acara menjelaskan bahwa gelas pertama melambangkan sumpah kepada langit dan tanah, gelas kedua merupakan sumpah kawin dengan pasangan di hadapan mereka, dan gelas terakhir mengandung arti untuk saling mencintai dan setia seumur hidup. Gelas ketiga yang digunakan adalah labu yang dibelah menjadi dua, dan setelah kedua pengantin telah saling bertukar minuman keras dan memberi hormat, maka kedua belah labu itu disatukan kembali. Maksud dari gelas labu ini adalah untuk menunjukSeNI & BuDaya Korea 7


Sejarah Perkembangan Pernikahan Bagi kalangan orang Korea, pernikahan adalah upacara terpenting. Penyatuan laki-laki dan perempuan, dengan kata lain penyatuan dan pembauran unsur yin dan yang, merupakan bagian dari pandangan dunia dan alam semesta dari sudut pandang syamanisme sejak zaman konfusianisme, sehingga pernikahan adalah suatu hal yang harus dicapai dan dianggap sebagai penderitaan berat jika tidak tercapai. Dalam masyarakat agraris pada zaman Dinasti Joseon, pemimpin daerah sengaja mencari orang-orang yang belum menikah dan menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan. Mereka percaya bahwa jika unsur yin-yang tidak dapat mencapai keharmonian dan menjadi penyesalan atau dendam mendalam, maka penyesalan dan dendam tersebut akan merusak keseimbangan alam dan dapat mendatangkan kekeringan kemarau. Kelaziman yang pernah terjadi di masyarakat modern Korea, yaitu pencarian pengantin wanita dari Asia Tenggara secara berkelompok oleh para petani laki-laki bujangan, juga tidak dapat dilepaskan dari pandangan ini. Terkadang masih ada tradisi upacara pernikahan para arwah pemuda-pemudi yang meninggal sebelum dapat menikah. Bahkan ada pepatah lama yang mengatakan bahwa hantu perawan atau perjaka adalah hantu yang paling kasihan dan juga paling menakutkan. Akan tetapi pemuda-pemudi yang beranggapan bahwa pernikahan tidak diperlukan telah melebihi 50 persen, dan tahun lalu untuk pertama kalinya selama 40 tahun terakhir ini angka pernikahan di Korea hanya mencapai 300 ribu. Dalam masyarakat Korea yang selama ini membenarkan segala peranan dan hubungan antar pria dan wanita melalui konsep yin-yang, kini memiliki pandangan berbeda mengenai pernikahan bersamaan dengan adanya perubahan peranan pria dan wanita dalam masyarakat. Mungkin perubahan semacam ini dapat dikatakan sebagai hal yang sudah semestinya terjadi. Di satu sisi, ada yang mengatakan bahwa pemudapemudi yang memperlambat atau tidak menikah karena permasalahan ekonomi (seperti membeli rumah, dan sebagainya) semakin bertambah, dan usia rata-rata untuk menikah terus meningkat. Selama 15 tahun terakhir, usia para pengantin masing-masing bertambah 5 tahun dari sebelumnya. Istilah “Gadis Tua� atau “usia pas untuk menikah� bagi anak perempuan pun semakin jarang terdengar. Pernikahan di Korea mengalami banyak perubahan seiring perubahan sosial dan meluasnya gagasan konfusianisme yang masuk pada zaman Dinasti Joseon. Kemudian dalam modernisasi, bersamaan dengan masuknya pernikahan ala Kristen, muncul upacara pernikahan

8 KoreaNa Musim Semi 2017

yang mengikuti tradisi Barat yang dipimpin oleh pembawa acara sebagai pengganti pastor. Lokasi pernikahan pun turut beralih dari halaman rumah pengantin wanita menuju gereja atau aula pernikahan. Proses pembahasan mengenai pernikahan (uihon) masih dijalankan antar keluarga, namun kini pendapat dan keputusan para pengantin menjadi jauh lebih penting dan muncul juga perusahaan perantara yang memberikan informasi mengenai pernikahan. Terlepas dari kenyataan bahwa pihak laki-laki yang merupakan pihak utama akan mengirimkan mas kawin (napchae) bersama lamaran kepada pihak wanita serta ramalan kehidupan (mengenai 4 pilar yang meliputi jam, tanggal, bulan, dan tahun kelahiran) pengantin pria, dan sebagai balasannya pihak wanita akan mengirimkan yeongil yang berisikan hari baik untuk menikah. Meskipun kebiasaan semacam ini masih berlangsung, namun pada umumnya tidak banyak lagi dilakukan. Nappye , yaitu sebuah peti kayu berisi mas kawin dan surat lamaran yang dikirim ke rumah pengantin wanita, pada mulanya berisi kain baju yang diberikan oleh pengantin pria kepada pihak pengantin wanita dengan maksud agar ia membuat baju menggunakan kain tersebut dan mengenakannya ketika datang ke rumah pengantin pria. Tetapi di zaman persaingan ekonomi yang ketat seperti seka1 rang, peti kayu tersebut juga dilengkapi dengan cincin, kalung, dan perhiasan lainnya; dan bersamaan dengan mas kawin mereka juga mengirimkan surat lamaran dan ramalan kehidupan sang pengantin pria. Hingga belasan tahun yang lalu kita masih bisa melihat pemandangan di mana teman-teman pengantin pria datang mengunjungi kediaman pengantin wanita untuk menjual ham (peti kayu berisi mas kawin dan surat lamaran). Salah satu teman akan berpura-pura menjadi kuda dengan memakai hiasan dari cumi-cumi kering di kepalanya, sementara temannya yang lain menjadi penunggang kuda itu. Pengantin pria akan mendekati rumah pengantin wanita bersama teman-temannya ini dan mengatakan bahwa mereka kelelahan dan tidak dapat bergerak lagi karena perjalanan jauh yang telah mereka tempuh sambil membawa ham yang begitu berat. Selain itu, ketika acara pernikahan dilakukan di daerah kediaman pengantin wanita, maka para tetangga atau para pemuda-pemudi kerabat keluarga pengantin wanita akan menguji dan menjahili pengantin pria. Tradisi yang disebut “menjinakkan suami� dan dilakukan oleh pihak pengantin wanita ini kemudian berkembang menjadi permainan bagi teman-teman sang pengantin pria.


kan bahwa hanya ada 1 orang yang cocok menjadi pasangan kita di dunia ini, dan dengan bersatunya pria dan wanita ini barulah mereka sempurna sebagai sebuah pasangan. Gelas labu yang digunakan dalam acara pernikahan ini diwarnai dengan warna merah dan biru, dan digantung di langit-langit kamar pengantin baru untuk mengawasi mereka. Suami dan istri dimaksudkan untuk melihat labu ini dan berpikir kembali ketika hubungan mereka retak. Demikianlah dalam pernikahan tradisional Korea tidak ada pengakuan sumpah secara lisan maupun pertukaran cincin kawin. Para pengantin hanya saling menatap muka pasangannya sambil membungkuk memberi hormat, kemudian bertukar pandang sambil meminum segelas minuman keras. Dengan ini mereka berjanji dalam kesunyian untuk hidup bersama sepanjang sisa hidup mereka. Selanjutnya pemimpin acara mengumumkan bahwa pengantin baru akan memberi hormat kepada kedua pihak orangtua dan para tamu undangannya. Proses ini dinamakan seonghollye , yang juga merupakan adaptasi dari pernikahan modern. Kemudian pemimpin acara menyatakan usainya acara pernikahan dan memberi nasehat kepada pengantin baru untuk saling mencintai, melahirkan dan merawat anak mereka dengan baik, berbakti kepada orangtua mereka, dan menjadi anggota yang berguna bagi masyarakat. Kemudian ia juga mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang hadir ditengah kesibukan mereka. Komentar penutup yang pendek ini adalah komentar yang digunakan dalam pernikahan modern. Pernikahan tradisional di Rumah Korea telah usai, tetapi pada pernikahan modern masih ada ritual yang harus dilaksanakan. Dalam ruang terpisah yang memang disiapkan untuk tujuan ini,

hyeongugorye (ritual memberi hormat kepada mertua) berlangsung. Secara tradisional, tradisi ini merupakan pemberian salam oleh pengantin wanita kepada mertuanya setelah malam pertama berlangsung(dalam chinyeong), atau tiga hari setelah menghabiskan waktu di kediaman pengantin wanita (dalam ban-chinyeong ). Tetapi dalam masyarakat Korea modern, ritual ini menjadi bagian tambahan dari acara pernikahan.

Epilog Dalam kehidupan pasangan pengantin baru, hubungan dengan keluarga istri semakin dianggap lebih penting daripada hubungan dengan keluarga suami. Dan bagi pengantin pria, pembedaan antara orangtua dan mertua semakin memudar ketika berurusan dengan ketentuan dan tradisi pemakaman. Diskriminasi laki-laki dan perempuan pun dilarang secara hukum dalam pewarisan harta. Dalam masyarakat modern Korea, pernikahan bukan lagi sumpah untuk hidup bersama seumur hidup, melainkan lebih kepada sebuah performa di mana proses pernikahan dapat diatur atau dibatalkan secara bebas dan dapat dicoba lagi.

1 Disajikan di atas meja pernikahan makanan seperti kurma dan kacang kastanye, miniatur pohon pinus dan tanaman bambu melambangkan kesetiaan dan ketaan, serta lilin merah dan biru. Secara tradisional, ayam jantan dan betina yang hidup masing-masing dibungkus kain merah dan biru, ditempatkan pada meja rendah di bawah meja utama, tetapi hari ini diganti dengan replikanya. 2 Setelah upacara pernikahan, pengantin menghadap orang tua dan tamu mereka membungkuk sebagai ungkapan rasa syukur. Ini merupakan prosedur yang telah dipengaruhi oleh pernikahan modern.

2

SeNI & BuDaya Korea 9


FITUR KHUSUS 2 Pernikahan Korea: Jalan Menuju Ikatan Suci

Lee Yoon-jung Kepala Editor Noblesse Ahn Hong-beom, Kim Dae-hyun Fotografer

PERNIKAHAN, DARI HONSU HINGGA BULAN MADU Ikut kebiasaan umum atau tampil sesuai keinginan pribadi? Ketika mempersiapkan pernikahan banyak calon pengantin wanita dan pria terjebak pada garis tipis antara tradisi dan ekspresi individu. Apalagi hal tersebut berkaitan langsung dengan biaya pernikahan. Hal itu merupakan dilema yang sangat menyiksa.

10 KoreaNa Musim Semi 2017


H

ingga saat saya menikah di akhir tahun 1990-an, tidak banyak pemuda-pemudi yang mandiri dan tinggal terpisah dengan orangtuanya. Jika bukan karena alasan-alasan tertentu seperti jauhnya lokasi sekolah atau tempat kerja, orangorang beranggapan bahwa orang tua dan anak-anaknya baru dapat hidup terpisah dan mandiri apabila mereka telah menikah. Karenanya, saya juga sering menemukan orang yang mendambakan pernikahan karena ingin lepas dari pantauan orang tua. Tetapi kini situasi telah berubah. Di sekitar saya banyak orang berpenghasilan yang belum menikah dan hidup terpisah dari orangtuanya. Dalam hal ini, kemandirian finansial menjadi syarat utama dan tidak ada patokan umur secara khusus untuk hidup mandiri. Perubahan semacam ini menjadi faktor penyebab generasi muda dewasa ini beranggapan bahwa pernikahan bukanlah sebuah keharusan, melainkan sebagai sebuah pilihan. Konsep “usia tepat untuk menikah� pun semakin memudar dan hampir hilang. Akan tetapi, tidak sedikit pula orang-orang yang ingin menikah namun tidak tercapai atau sengaja menghindarinya. Besarnya tanggungan biaya pernikahan menjadi penyebab utama dalam hal ini. Jika tidak mendapatkan bantuan keuangan dari orangtua atau tidak memiliki tabungan dari hasil jerih payah sendiri, pernikahan menjadi beban berat karena memakan biaya yang sulit ditanggung bagi pasangan-pasangan muda zaman sekarang. Berdasarkan data statistik di Korea pada tahun 2015, biaya rata-rata untuk persiapan pernikahan – termasuk rumah – adalah sebesar 250 juta Won (kurang lebih 2,9 milyar Rupiah).

Dewasa ini, pasangan lebih memilih untuk melangsungkan pesta pernikahan bersama teman-teman dekat dan anggota keluarga di sebuah tempat di luar ruangan daripada sebagaimana lazimnya di gedung pernikahan.

Honsu, Rintangan Menuju Pernikahan Sepasang laki-laki dan perempuan yang berpacaran akhirnya memutuskan untuk menikah. Masa-masa romantis pun hanya sampai di sini! Setelah orangtua dari kedua pihak keluarga bertemu dalam lamaran dan menentukan tanggal pernikahan, maka sejak itulah realitas akan terasa. Begitu banyak informasi yang harus dicari dan keputusan yang harus diambil oleh calon-calon pengantin seperti memilih tempat pernikahan, gaun pengantin, dan lain-lain. Masalah lain yang menjadi beban selain persiapan pernikahan adalah honsu, yaitu barang-barang keperluan pernikahan termasuk hadiah yang saling dipertukarkan antar keluarga para pengantin. Hadiah yang diberikan oleh keluarga pengantin wanita kepada keluarga pengantin pria disebut yedan , yang biasanya berisikan seperangkat selimut, peralatan makan dari perak, pakaian, tas tangan, dan uang tunai untuk mertuanya. Jumlah dan ragam hadiah tersebut tergantung pada kondisi keuangan keluarga pengantin wanita. Sedangkan hadiah yang diberikan oleh keluarga pengantin pria kepada keluarga pengantin wanita disebut yemul . Orangtua pengantin pria mengirimkan yemul bersama honseoji (sebuah surat ucapan terima kasih karena telah menyerahkan anak perempuan mereka yang berharga kepada anak laki-lakinya) SeNI & BuDaya Korea 11


yang dikemas dalam peti kayu bernama ham kepada keluarga pengantin wanita. Kemudian teman-teman mempelai pria akan mengunjungi rumah mempelai wanita dengan menjinjing ham beberapa hari sebelum tanggal pernikahan. Sementara itu, pihak mempelai wanita akan menyambut mereka dengan hidangan makanan dan minuman. Di dalam ham tersebut terdapat perhiasan seperti cincin dan jam tangan, tas tangan, pakaian, kosmetik, sepatu, dompet, dan sebagainya, yang variasi hadiahnya tergantung pada tradisi dan kemampuan tiap-tiap keluarga. Pada pernikahan antar keluarga kelas atas, mereka juga sengaja memperlihatkan kemampuan ekonomi keluarganya dengan memberikan jaket bulu atau kulit, perhiasan mahal, dan sebagainya. Demikian tradisi pertukaran hadiah dan uang perkawinan antar kedua belah pihak keluarga dapat menimbulkan konflik yang datang karena ketidaksesuaian harapan terhadap hadiah yang diterima. Dan ketika kerabat keluarga ikut serta dalam masalah ini, bagai menuangkan minyak di api, hal ini dapat berujung pada perselisihan batin antar keluarga. Tradisi formal yang berlangsung dengan penuh sopan santun dan rasa hormat beralih menjadi benih-benih perselisihan, dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan batalnya pernikahan itu sendiri. Oleh sebab itu, untuk mencegah musibah semacam ini, dewasa ini banyak calon pengantin meniadakan tradisi tukarmenukar hadiah perkawinan tersebut. Kekhawatiran terbesar para calon pengantin adalah mendapatkan rumah sebagai tempat tinggal bagi mereka. Pada masa lalu, pihak pria menyiapkan rumah sementara pihak wanita mengisi rumah tersebut dengan perangkat-perangkat rumah. Meskipun pandangan seperti ini masih berlaku hingga sekarang, namun

1

12 KoreaNa Musim Semi 2017

belakangan ini semakin banyak pasangan pengantin yang menanggung biaya rumah bersama karena terlalu tingginya biaya yang harus ditanggung.

Perhiasan pun Memiliki Tren Dulu ketika saya menikah, para orang tualah yang menjadi pengambil keputusan kuat dalam menyiapkan hadiah perkawinan. Kami harus menerima jam tangan dan cincin kawin tanpa komentar, dan biasanya para orang tua memilih merek yang sama untuk masing-masing menantunya. Akan tetapi pasangan pengantin zaman sekarang tidak mau menerima apa yang diberikan oleh mertua mereka apa adanya. Memang mungkin terdapat perbedaan selera, tetapi sudah jarang ada pasangan pengantin yang menerima pemberian mertua mereka begitu saja. Mereka menyatakan pendapat untuk “memilih sendiri barang yang akan saya pakai� kepada orangtua atau mertua mereka dan mengekspresikan selera masing-masing secara aktif. Dengan mempertimbangkan kecenderungan ini, beberapa orangtua memberikan sejumlah uang kepada para pengantin untuk membeli apa yang mereka inginkan. Dahulu umumnya para mempelai wanita menerima seperangkat perhiasan yang disebut “set tiga, lima, tujuh� sebagai hadiah perkawinan. Dengan cincin, anting-anting, dan kalung sebagai dasarnya, jumlah set perhiasan tersebut ditambah dengan emas, safir, batu ruby (mirah delima), dan sebagainya. Akan tetapi pengantin wanita dewasa ini lebih memilih berlian atau mutiara yang lebih simpel untuk dikenakan dibandingkan batu permata berwarna seperti safir dan batu ruby yang memberikan kesan tua. Apabila berada dalam jangkauan harga yang sama, ada pula pengantin yang merelakan perhiasan lainnya dan memilih berlian yang lebih besar. Namun tren cincin dengan berlian raksasa semakin menghilang. Pragmatisme, yang lebih memilih perhiasan sederhana untuk dipakai ketimbang hadiah perkawinan bernilai tinggi yang pada ujungnya hanya menjadi barang simpanan di dalam lemari atau bank, telah menjadi sebuah tren. Sebagai contohnya, pasangan pengantin hanya saling memberikan cincin Cartier. Dahulu, cincin mutiara disegani karena dikatakan mirip dengan air mata. Tetapi kini popularitasnya semakin meningkat karena adanya kecenderungan untuk mengenakan perhiasan yang simpel dan sederhana. Ber-


2

1, 2 Waktu boleh berubah, tetapi setiap pengantin perempuan selalu menginginkan dirinya terlihat paling cantik di hari pernikahannya dengan dandanan yang sempurna serta gaun pengantin yang mewah.

SeNI & BuDaya Korea 13


©Kim Bo-ha

1

14 KoreaNa Musim Semi 2017


dasarkan data statistik industri batu permata, biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk membeli hadiah perkawinan adalah sekitar 5 juta Won (kurang lebih 58 juta Rupiah). Dari total penjualan domestik perusahaan perhiasan ternama, cincin kawin menduduki peringkat utama. Bahkan saat ini pun jalanan di Jongno 5-ga di Seoul, tempat di mana toko perhiasan cincin kawin berkumpul, dikerumuni oleh pasangan-pasangan pria-wanita yang mencari cincin “ala Tiffany”. Dalam pemilihan jam tangan pun mereka tidak berkutat pada keharusan untuk memilih merek, desain, dan harga yang sama. Tetapi terjadi perubahan menarik, yaitu jam tangan yang dianggap tidak terlalu penting dibandingkan cincin dan kalung bagi pengantin wanita, berubah menjadi barang yang sangat penting sebagai hadiah perkawinan. Di masa lalu jam tangan Rolex menempati popularitas tertinggi sebagai hadiah perkawinan untuk pengantin pria. Memang hingga saat ini popularitas tersebut belum dapat dikatakan pudar, namun juga tidak sepopuler dulu. Artinya, sebanyak itulah informasi yang tersedia mengenai jam tangan dan variasi merek –mereknya. Salah satu alasan Korea memasuki peringkat atas dalam penjualan jam tangan mewah di pasar internasional adalah karena tingginya penawaran jam tangan sebagai hadiah perkawinan.

Acara Pernikahan dan Gaun Pengantin Bentuk acara pernikahan di Korea pada umumnya mengikuti gaya Barat. Tetapi pyebaek yang merupakan salah satu tradisi Korea masih dijalankan sebagai acara tambahan. Pyebaek adalah tradisi pemberian salam secara formal kepada para mertua oleh mempelai perempuan dengan memakai pakaian pengantin tradisional seusai acara pernikahan ala Barat berakhir. Tradisi yang pada zaman dahulu dijalankan saat mempelai wanita meninggalkan

2

1, 2 Kebiasaan tradisional teman pengantin pria membawa ham (di dadanya penuh perhiasan dan hadiah lainnya untuk pengantin perempuan) dan “menjual” kepada keluarga pengantin perempuan telah hampir punah.

Semakin berkembangnya Penyelenggara Pernikahan Penyelenggara Pernikahan pertama kali muncul dalam masyarakat Korea kurang-lebih 20 tahun yang lalu, dan kini telah berkembang menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses pernikahan. Dewasa ini semakin banyak orang yang mempercayakan segala proses yang dipersiapkan dan direncanakan satu per satu oleh penyelenggara pernikahan – dimulai dari pemilihan gaun pengantin, tata rias, syuting pra-nikah, hadiah kawin, hingga pemilihan tempat tujuan bulan madu. Lee Mi-ja, direktur perusahaan konsultasi pernikahan di Gangnam, Seoul, mengatakan, “Biasanya orang-orang mendapat rekomendasi perusahaan konsultasi pernikahan dari kenalan mereka yang telah menikah atau kakak-adiknya. Tetapi mereka juga mengecek perusahaan tersebut melalui internet mengenai jalinan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan gaun pengantin, mas kawin, dan sebagainya. Dan mereka mengukur kualitas perusahaan konsultasi tersebut melalui informasi-informasi tersebut. Perusahaan konsultasi pernikahan pada umumnya membantu dan berusaha untuk menyesuaikan bujet para kliennya. Itulah tugas kami.” Direktur Lee yang telah berkecimpung dalam bisnis ini selama 10 tahun, mengatakan bahwa ia merasakan meningkatnya polarisasi dalam industri ini. “Golongan menengah telah menurun drastis. Yang terjadi adalah pilihan antara pernikahan dengan dana tinggi atau pernikahan yang hemat dengan meniadakan opsi-opsi sebisa mungkin. Misalnya dalam masalah cincin kawin. Selain segelintir kecil orang-orang yang mampu membeli beberapa cincin berlian, rata-rata calon pengantin membeli cincin platinum atau emas 18 karat untuk cincin kawin mereka. Karena keadaan seperti ini, bahkan ada perusahaan perhiasan spesialis dalam cincin kawin.” Meskipun dalam jangka waktu yang pendek, para penyelenggara pernikahan secara konstan terus berkomunikasi demi mencapai pemahaman mendalam mengenai kondisi dan selera para klien mereka beserta keluarganya. Karena itu penyelenggara pernikahan kerap kali berperan sebagai konsultan. Sebab, hubungan pria dan wanita yang akan menikah sangat mudah retak oleh perbedaan pendapat kecil yang terjadi di antara mereka sendiri atau dengan orang-orang sekitar. “Ketika saya mendapat ucapan terima kasih dari klien sebelum mereka pergi berbulan madu, atau ketika mendapat oleh-oleh kecil setelah mereka kembali dari bulan madu, maka saya merasakan manisnya buah hasil kerja saya. Tetapi kebalikannya, jika klien saya putus dengan pasangan mereka tepat sebelum pernikahan, hal itu membuat saya sakit hati. Saya harap para penyelenggara pernikahan ke depannya tidak hanya terbatas pada kegiatan memilih gaun pengantin dan menjadi jembatan koneksi antara klien dengan perusahaan persiapan mas kawin, tetapi juga meliputi peran sebagai konsultan yang dapat memberikan masukan tentang pernikahan.” jelas direktur Lee.

SeNI & BuDaya Korea 15


Tradisi pertukaran hadiah dan uang perkawinan antar kedua belah pihak keluarga dapat menimbulkan konflik yang datang karena ketidaksesuaian harapan terhadap hadiah yang diterima. Dan ketika kerabat keluarga ikut serta dalam masalah ini, bagai menuangkan minyak di api, hal ini dapat berujung pada perselisihan batin antar keluarga.

rumahnya seusai acara pernikahan dan pindah ke rumah keluarga mempelai pria, kini langsung dilaksanakan begitu acara pernikahan selesai. Mempelai wanita yang telah mengganti gaunnya dengan pakaian pengantin tradisional Korea, memberi salam dengan membungkuk di hadapan ibu dan bapak mertuanya dan menyuguhkan minuman keras kepada mereka. Sebagai balasannya, ibu dan bapak mertua akan memberikan kastanye dan jujube (bidara) yang merupakan simbol kesuburan. Dalam acara pernikahan, selain sang pengantinnya, gaun pengantin juga banyak menarik perhatian. Dulu, gaun pengantin yang menonjolkan keindahan panjang trainnya menjadi favorit. Namun dewasa ini para pengantin lebih memilih desain yang dapat memperlihatkan kepribadian mereka ketimbang desain yang anggun dan membawa suasana. Disamping mempertimbangkan masukan dari perancang busana, semakin banyak para pengantin wanita berkonsultasi dengan membawa pandangan-pandangan tersendiri berdasarkan data-data yang didapat dari SNS. Oleh karena itu, tidak adanya tren tertentu pada suatu periode tertentu justru menjadi sebuah tren. Hal lain yang patut diperhatikan adalah semakin memudarnya batasan antara fesyen dan gaun pengantin. Kecenderungan untuk memilih gaun yang dapat juga dikenakan di kemudian hari semakin meningkat. Lee Myung-soon, pemilik toko gaun pengantin di Cheongdam-dong (di bagian Selatan Seoul) selama 27 tahun, mengatakan “sejak beberapa saat yang lalu, usaha peminjaman gaun saya ubah menjadi usaha jual-beli gaun pengantin. Alasannya adalah karena semakin banyak para pengantin yang lebih memberi makna pada nilai pakainya dengan menganggap gaun sebagai alat untuk mengekspresikan diri mereka, dan bukan sebagai pakaian mewah yang hanya dikenakan sekali saja sepanjang hidup.” Perubahan gaun pengantin berkaitan erat dengan perubahan lokasi pernikahan. Belakangan ini semakin banyak orang yang ingin mengadakan acara pernikahannya secara khusus di rumah, di luar ruangan seperti taman, dan sebagainya dibandingkan di dalam aula pesta pernikahan yang membosankan.

16 KoreaNa Musim Semi 2017

Pernikahan Sederhana dan Bulan Madu yang Mewah Zaman dulu, pernikahan merupakan kesempatan bagi para orangtua untuk mengumumkan kepada kerabat keluarganya bahwa anaknya telah tumbuh dewasa dan bersatu membangun sebuah keluarga. Dan di sisi lain, pernikahan juga merupakan acara untuk memperlihatkan kemampuan ekonomi keluarga mereka. Oleh sebab itu, semakin tinggi kelas sosial seseorang, dan semakin kuat kemampuan ekonominya, maka mereka akan lebih menyukai acara pernikahan yang mewah. Akan tetapi, anak-anak yang menikah saat itu kini menjadi generasi orangtua, dan seiring dengan pergeseran generasi terjadi pula perubahan persepsi. Di sini, anak-anak mempercepat perubahan yang terjadi secara aktif – di mana anak-anak tersebut berpendapat bahwa bukan orangtua melainkan merekalah yang menjadi subjek dalam acara pernikahan, lebih mementingkan isi daripada formalitasnya, dan mengutamakan selera pribadi daripada tradisi. Berbeda dengan masa lampau – dimana orang-orang memberikan uang selamatan di dalam amplop dan saling menyapa dengan sibuk tanpa melihat upacara pernikahan – inilah alasan semakin meluasnya pesta pernikahan kecil-kecilan menyelamati kehidupan baru para pengantin di depan sekumpulan kecil orang-orang yang ingin berbagi makna dan restu dengan ikhlas. Sementara itu, ada banyak kecenderungan juga untuk mengadakan acara pernikahan dengan sederhana dan sebagai gantinya menggunakan dana mereka untuk berbulan madu. Kepala editor majalah The Wedding, Lim Mi-sook, mengatakan , “Ada cerita lucu yang mengatakan bahwa Republik Maladewa menjadi negara tujuan bulan madu populer hingga saat ini di Korea, karena adanya iklan yang mengatakan bahwa negara tersebut akan tenggelam beberapa tahun lagi. Belakangan ini Hawai-lah yang paling populer. Dengan peniadaan visa popularitasnya semakin meningkat. Orang Korea memiliki hasrat yang kuat untuk menikmati resort dengan fasilitas mewah. Mereka sangat menyukai resort yang dilengkapi dengan pool-villa.” Selain itu, belakangan ini semakin banyak pula pasangan-pasangan yang lebih memilih untuk merencanakan perjalanan mereka sendiri daripada mengikuti jadwal perjalanan yang dirancang oleh penyelenggara.


1

2

1 Dalam pernikahan gaya Barat di Korea, sudah lazim para ibu memasuki lorong di depan pasangan pengantin, dan menyalakan lilin merah dan biru di altar sebelum mengambil tempat duduk mereka. 2 Setelah upacara pernikahan, pengantin mengganti busana pernikahan gaya Barat menjadi busana pernikahan tradisional untuk ritual pyebaek; mereka membungkukkan badan dalam-dalam kepada para penatua keluarga mempelai pria, yang pada gilirannya membuang kacang kastanye dan buah jujube, simbol kesuburan, ke dalam busana pengantin perempuan.

SeNI & BuDaya Korea 17


FITUR KHUSUS 3 Pernikahan Korea: Jalan Menuju Ikatan Suci

MASA DEPAN PERNIKAHAN

Baek Young-ok Novelis

Konsep pernikahan sedang dalam perubahan radikal. Cinta jarak jauh tidak lagi menjadi masalah dalam percintaan, dan keinginan berpacaran sekaligus menghormati kebebasan pribadi semakin besar.

18 KoreaNa Musim Semi 2017


D

i siaran radio FM tengah malam, terdengar konsultasi tentang cinta. Jam 1 pagi ketika hati orang-orang melunak, banyak yang mengirimkan kisah mereka ke radio. Berkat program radio yang saya mulai sejak musim semi lalu, saya menjadi tahu banyak tentang berbagai masalah terkait cinta dan percintaan yang melambangkan “cinta generasi masa kini”.

©TOPIC IMAGES

Konsep ‘jarak’ dalam cinta Hal ini telah memisahkan generasi yang melahirkan istilah “orang dulu”. Dulu, kalau berpisah dengan teman-teman setelah lulus sekolah, kita menjadi jauh dengan teman-teman yang dulu sekaligus juga berarti bergabung dengan komunitas baru dan membentuk satu set hubungan yang baru pula. Tetapi sekarang ‘hampir tidak ada’ perpisahan dengan orang tertentu yang dikarenakan oleh jarak. Bahkan ini juga berlaku untuk pasangan yang sudah putus. Karena algoritma media sosial tidak membiarkan hubungan kita terputus. Saya sering mendengar dari teman-teman yang katanya pernah melihat mantan pacar mereka melalui facebook dan kakaotalk melalui fungsi ‘rekomendasi teman’. Saya juga pernah mendengar ada beberapa yang merasa sebal karena facebook yang merekomendasi teman dari pacar mereka yang sudah putus hubungan. Karena dia merasa (tanpa disadari dan dikehendakinya) telah menjadi stalker (pengikut misterius) terhadap mantan pacarnya yang dikabarkan telah menjalin hubungan baru dan menjadi tahu (padahal sama sekali ia ingin tahu) bahwa sang mantan pacar akan segera menikah. Ada satu lagi konsultasi cinta yang mencerminkan generasi kini. Yaitu tren baru hubungan percintaan jarak jauh. Cerita tentang pasangan yang tinggal berjauhan - di Tokyo dan Seoul, misalnya - sering dikirim ke acara radio. Ada juga banyak pasangan yang salah satu dari mereka harus pergi ke luar negeri untuk belajar atau menghabiskan liburan kerja. Hidup terpisah di Tokyo dan Seoul termasuk mendingan di antara kebanyakan kasus, karena tidak ada perbedaan waktu. Tapi bagaimana pasangan yang tinggal di London dan Seoul? Di Seoul dan São Paolo? Belakangan ini menjalin hubungan jarak jauh seperti ini tidak terbatas pada pasangan yang belum menikah. Saya kenal dengan pasangan yang sudah menikah, dengan suami tinggal di Seoul dan istri di Pohang, atau istri di California dan suami di New York. Salah satu teman saya di Seoul punya pacar yang tinggal di Amsterdam. Suatu hari, dia pergi untuk menemui kekasihnya di sana dan tinggal selama tiga bulan. Saat tanggal kadaluarsa visanya semakin mendekat dan mengharuskannya kembali ke Seoul, di bandara, pacarnya memikirkan cara untuk mereka bisa terus bersama dan menyarankan “visa tunangan”, yaitu perangkat hukum yang setidaknya mencegah deportasi pasangan warga negara setempat yang memiliki kebangsaan yang berbeda. Saat ini, hampir 50 persen pasangan di Eropa dapat dikatakan untuk memutuskan untuk tidak SeNI & BuDaya Korea 19


menikah mengakibatkan garis batas antara pernikahan dan kumpul kebo semakin kabur. Lalu bagaimana dengan Korea? Semua orang sudah sangat mengenal yang disebut orang “3 Hal Penting Dalam Kehidupan” (Mendapat pekerjaan, kekasih, dan menikah). Dan keadaan yang seperti sekarang ini, jika konsep tentang pernikahan tidak berubah, ini akan memperbanyak pasangan kekasih muda untuk memilih tidak menikah. Karena minimal dari segi perekonomian, ‘hampir tidak ada’ yang bisa diandalkan untuk membuat kehidupan pernikahan mulus. Bersamaan dengan pernikahan, pasangan harus rela menanggung pinjaman dari bank beserta bunganya, lalu kalau demikian siapalah yang akan memilih untuk menikah. Pernikahan tidak lagi merupakan satu keputusan akhir dari ‘cinta’ dua insan manusia. Perumahan, keuangan, dan berbagai kebijakan lain turut mempengaruhi pernikahan. Teman saya yang akhirnya tinggal di Amsterdam lebih lama dari yang direncanakannya akhirnya putus dengan pacarnya. Teman lain yang juga berhubungan antara Seoul dan Busan juga mengakhiri hubungan mereka. Saat sedang mengobrol tentang tentang teman-teman ini, seorang teman yang sedang menjalin hubungan dengan seorang pria di New York, dengan mengatasi perbedaan waktu 14 jam, mengatakan kepada saya “Selama menjalin hubungan jarak jauh selama dua tahun, aku menyadari satu hal. Satu-satunya cara untuk membuat seperti sebuah hubungan seperti itu adalah dengan mendua hati!” Teman ini, yang adalah seorang psikiater, tegas dalam pendapatnya. Dia mengatakan berselingkuh adalah satu-satunya jawaban yang tepat untuk mengatasi ‘percintaan tanpa hubungan seksual’. Dia menambahkan bahwa kebijakan terbesar yang diperlukan pasangan jarak jauh saat ini adalah jumlah yang tepat dari ketidakpedulian, tidak berusaha untuk tahu terlalu banyak tentang pasangannya.

Setengah Kumpul Kebo, Jenis Hubungan yang Baru Novelis Jerman Erich Kastner mengatakan “geografis menyebabkan kehancuran cinta”. Hampir setiap negara di dunia memiliki ungkapan yang berarti “jauh di mata, jauh pula di hati”. Kalau begitu, bisa saja dipertanyakan, sejauh mana suatu jarak dapat mempertahankan hubungan cinta? Pada minggu pertama Tahun Baru, topik untuk acara radio saya lagi-lagi tentang hubungan jarak jauh. Dua kekasih yang segera akan terpisah oleh jarak dan perbedaan waktu, belum-belum sudah merasa ketakutan. Mereka ingin menikah, tapi merasa pesimis seolah memprediksi kegagalan dari akhir hubungan mereka. Lalu saya balik bertanya. Apakah pernikahan satu-satunya wujud dari kesempurnaan cinta. Apakah pernikahan berarti selalu berada di sisi pasangan? Pernikahan di zaman sekarang sudah ber-

beda dengan generasi lalu. Karena keadaan hidup kita sekarang tidak sama lagi dengan dulu. Dalam sebuah wawancara dengan wartawan berdarah Korea-Amerika Ann Hee Kyung, Zygmunt Bauman membuat pernyataan yang menarik:“Saya sudah menyebutkan novelis Perancis Michel Houellebecq, kan? Dia adalah orang yang sangat bijaksana, yang menulis tentang ‘distopia’. Bukunya berjudul ‘Kemungkinan Sebuah Pulau’ menggambarkan masa depan menyeramkan yang menanti kita, sebagai lawan ‘utopia’. Ini memberitahu kita bagaimana akhir yang akan kita temui jika hidup dengan kecenderungan seperti saat ini. Jika dilihat dari segi cinta saja, banyak pasangan yang akan hidup hanya tertaut setengah saja dengan pasangannya. Bukan karena jarak saja, tetapi karena kita semua ingin bersama, tetapi juga ingin bebas. Sering kan kita dengar kalimat dalam film Amerika “Aku perlu ruang untuk diriku sendiri!”. Ini artinya meminta orang lain untuk menjauh. Membiarkan diri kita sendiri. Inilah ideologi dalam generasi kita”. Menurut Bauman, “ketergantungan” sudah dianggap memalukan pada zaman sekarang. Artinya, sumpah pernikahan yang berjanji untuk sehidup semati dalam suka dan duka, kaya ataupun miskin, telah menjadi pernyataan yang tidak zaman lagi. Dengan kata lain, generasi kita mengutamakan kebebasan. Sekarang, cinta merespon dari tempat yang berbeda dari sebelumnya. Kita ingin tetap terhubung 24 jam sehari, tetapi kehadiran fisik seseorang adalah semacam benteng bagi dirinya sendiri. Ingin terhubung hanya secara online, dan tetap hidup sendiri-sendiri. Kita ingin tetap terhubung karena kita hidup dalam kesepian mencekam, tapi pada saat yang sama juga bebas ke mana pun kapan pun. Masalahnya adalah bahwa ‘kebebasan’ dan ‘kehidupan mapan’ tidak bisa sejalan. Karena tidak ada kebebasan tanpa risiko, dan kehidupan mapan perlu kebersamaan. Alasan inilah yang melahirkan jenis baru dari hubungan percintaan. Setengah kumpul kebo. Banyak teman-teman internet saya menjaga hubungan mereka dengan cara ini. Tidak hidup bersama, dalam arti tinggal sendiri-sendiri dan bertemu jika diperlukan. Sepasang suami istri yang saya kenal di Pulau Jeju hidup terpisah, suami di Hyeopje dan istri di Pyoseon. Mereka juga bekerja secara terpisah pada hari kerja dan bertemu pada akhir pekan. Tentu saja, mereka menelepon atau saling bertemu setiap saat jika diperlukan. Mereka mengatakan bahwa ini adalah hasil perhitungan emas, yang mereka capai dalam tahun ke-12 setelah mereka menikah. Sebuah angka yang tepat untuk kebebasan dan kehidupan mapan secukupnya, dan juga untuk penyemangat bagi diri masing-masing secukupnya. Mereka menemukan jarak yang tepat untuk menjaga kelestarian cinta mereka. “Lulus dari pernikahan” adalah istilah baru yang berasal dari

Sekarang telah muncul bentuk baru dari pernikahan. Yaitu pasangan setengah kumpul kebo. Banyak di antara teman-teman internet saya yang memilih hubungan seperti ini. Maksudnya, tidak hidup serumah tetapi tinggal di rumah masing-masing dan bertemu jika diperlukan. 20 KoreaNa Musim Semi 2017


Jepang. Sebuah konsep yang berbeda dari perceraian, yang berarti pasangan tetap dalam keadaan menikah tetapi hidup sendiri-sendiri tanpa mengganggu satu sama lain yang fenomenanya muncul di Jepang. ‘Lulus dari pernikahan’ menekankan kehidupan yang jauh lebih mandiri daripada ‘setengah kumpul kebo’.

Ruang untuk Diri Sendiri Sebagian besar dari kita menikah tanpa mengetahui apa-apa tentang pernikahan itu sendiri. Ini seperti jatuh cinta tanpa pernah diajarkan tentang cinta. Sebenarnya apa yang kita ketahui tentang cinta adalah sebagian mitos tentang cinta. Cinta pada pandangan pertama, cinta datang tanpa diundang, cinta ajaib yang dengan begitu alaminya mengatakan bahwa orang inilah ‘si dia’. Namun, ini hanyalah ilusi yang diciptakan oleh film, novel, dan drama televisi.Jika kita mengeksplorasi apakah yang disebut dengan “cinta abadi” setengah saja dari minat kita saat ‘cinta bertunas’, tentunya kita akan mengalami cinta dengan cara yang sangat berbeda. Hal yang sama berlaku juga untuk pernikahan. Mungkin, untuk masalah ini yang paling mendalaminya adalah penulis Alain de Botton. Dalam esainya “Tentang Menikah dengan Orang Yang Keliru”, yang diposting di website berjudul “Book of Life”, ia menjelaskan secara rinci mekanisme bagaimana pria atau wanita yang normal berubah menjadi gila, tidak sabaran dan tidak pengertian:“Kalaupun marah, kalau tidak ada orang yang mendengarkan, kita tidak akan berteriak. Sebelum menikah, saya tidak pernah tahu bahwa manusia berteriak jika marah. Walaupun bekerja sepanjang hari, kalau tidak ada orang yang menelepon untuk makan malam, saya mungkin tidak akan tahu betapa saya tenggelam dalam pekerjaan, dan kalau tidak ada orang yang menahan saya, saya tidak akan bisa menebak neraka apa yang menunggu saya. Walaupun memang rasanya tenteram jika ada orang yang memeluk kita di malam hari, tetapi kalau dihadapkan pada situasi harus berkomitmen satu sama lain, mungkin saya akan bertindak dingin dan aneh. Ilusi sendiri yang menilai bahwa diri sendiri adalah satu pribadi yang cukup pandai berbaur akan mudah muncul jika kita hidup sendiri. Kalau kita tidak tahu diri sendiri, maka tentu saja kita tidak tahu kepada siapa kita harus menanyakannya”. Itulah sebabnya Botton menyatakan dengan tegas bahwa dalam setiap kencan pertama pertanyaan yang seharusnya dilontarkan adalah “Bagaimana kegilaanmu?”. Saya sangat setuju! Jika diminta untuk menyebutkan alasan untuk menikah, saya bisa menjelaskan lebih dari 30 definisi. Tapi di saat ini satu saja jawaban yang ingin saya utarakan, pernikahan berarti mengetahui segala sesuatu, dan gagal secara dini. Apakah itu suatu proses? Bukan. Karenanya, izinkanlah saya memberikan nasehat yang paling riil tentang pernikahan sejauh yang saya ketahui. Pernikahan sebetulnya adalah pilihan untuk menahan penderitaan yang bagaimana. Itu berarti bahwa pasangan hidup kita akan memberikan berbagai bentuk penderitaan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Karena itu pernikahan berarti menimbang apakah calon pasangan adalah seorang yang cukup berharga untuk dibayar dengan penderitaan yang demikian. Selama hidup, siapapun tidak akan bisa lepas dari luka. Tetapi setidaknya kita bisa memilih orang yang akan memberi luka sesedikit mungkin. Karena dengan demikian hidup tidak akan terlalu sengsara. Dalam arti, apa yang saya bisa katakan secara jujur tentang cinta adalah, jika tidak benar-benar mencintai ‘si dia’, maka ‘si dia’ akan membuat Anda lebih sengsara dari apa yang Anda perkirakan. Kalau begitu, haruskah kita menikah, ataukah tidak? Kemudian, apakah kita harus melahirkan anak, ataukah tidak? Lalu satu pertanyaan lagi, apakah dalam hubungan antara pria dan wanita, hubungan persahabatan itu mungkin? Yang saya tahu, melalui kehidupan pernikahan selama 15 tahun, adalah bahwa apapun yang menjadi pilihan kita, tidak ada satupun yang dapat dirumuskan dengan sederhana. Semua jenis pilihan demikian adanya. Karena pilihan bersifat kejam dan eksklusif. Sebab memilih sesuatu sama artinya dengan menanggung resiko terhadap apa yang tidak dipilih. Dan satu lagi yang dapat saya katakan. Yang pasti adalah, orang yang bisa hidup sendiri, pasti adalah orang yang bisa hidup berdua. SeNI & BuDaya Korea 21


FITUR KHUSUS 4 Pernikahan Korea: Jalan Menuju Ikatan Suci

PERNIKAHAN, SUATU TAMAN DENGAN IMPIAN TUA TENTANG CINTA DAN KEBAHAGIAAN

ŠTOPIC IMAGES

Di tengah gejolak sejarah awal abad 20, pengertian tentang sastra baru dan percintaan bebas telah menciptakan dasar penting bagi bahan pembicaraan bagi kalangan intelektual Korea. Selain itu, melewati era modernisasi dan industrialisasi, berbagai novel menggambarkan beraneka ragam kisah cinta dan perkawinan antar individu dengan sikap mengikuti ataupun melawan kebiasaan masyarakat. Lee Chang-Guy Penyair dan Kritikus Sastra

22 KoreaNa Musim Semi 2017


T

ahun 2000, memasuki milennium baru, tahun di mana untuk pertama kalinya setelah perang Korea yang memisahkan utara dan selatan, kedua Korea bergembira dengan diadakannya Konferensi Utara-Selatan dan juga dengan ditandatanganinya Deklarasi 15 Juni Utara-Selatan. Warga Koreapun tak bosan-bosannya menyaksikan tayangan di mana dua kepala negara kedua Korea berjabat tangan dan berpelukan di Bandara Sunan Korea Utara, yang membuat mereka larut dalam keharuan. Satu tema tentang reunifikasi yang menyerap segala harapan penuh semangat mengisi lowongan kosong di sebuah sisi dalam dunia percetakan novel, dan pada saat yang sama menggeser tema-tema lain ke ujung lainnya. “Pernikahan adalah Perbuatan Gila”, sebuah novel provokatif oleh Yi Man-gyo, yang memenangkan <Penghargaan Penulis Hari ini> pada bulan Mei tahun itu rupanya harus terkubur begitu saja. Namun setelah itu pada tahun 2002 sebuah film yang berjudul persis sama dirilis, dan pada tahun 2006 <Istriku Menikah Lagi> oleh Park Hyun-wook, yakni novel lain tentang pernikahan yang lebih dahsyat lagi memenangkan penghargaan sastra, diikuti dengan pembuatan filmnya. Sebuah fenomena sosial yang tentu diikuti dengan berbagai artikel dan kritik.

Pernikahan adalah Perbuatan Gila? Beberapa kritikus menganggap perselingkuhan sebagai “kode baru dari pelarian dan pernikahan”, sementara yang lain dengan sinis dan gamblang menyatakan “novel sastra tentang perselingkuhan itu sampah”. Namun demikian, pembaca terkejut sekaligus terpesona pada bintang utama yang “beruntung” mempunyai suami seorang dokter kaya dan sekaligus bisa menjalin cinta dengan mantan kekasihnya yang bekerja sebagai dosen tidak tetap. Sang bintang utama dalam film <Pernikahan, adalah Perbuatan Gila> itupun berkata, “Semakin lama aku tidak merasa berdosa, rasanya ya hidup sedikit lebih sibuk saja daripada

orang lain”. Dan perkataan lain yang mencengangkan dari <Istriku Menikah Lagi>, “Memangnya aku minta dibawakan bintang atau bulan di langit. Kan aku hanya ingin punya suami satu lagi saja”. Pada poster film <Istriku Menikah Lagi> tertera “Apakah kamu yakin? Apakah kamu percaya bisa tinggal mencintai hanya satu orang saja?” menunjukkan kemunafikan monogami, seakan mempercepat terwujudnya ramalan Jacques Attali, seorang peramal modern, yang meramalkan bahwa monogami akan lenyap di tahun 2030. Banyak pembaca dan penonton kagum dengan cerita ini, mereka dengan cepat membaca dan tenggelam di dalamnya, karena isinya menyeruak kehidupan sehari-hari mereka, seakan mereka sedang membaca catatan harian di tengah medan perang. Tetapi kalau kita berusaha mencari arti yang lebih bersifat akademis, pentingnya karya-karya ini terletak pada kenyataan bahwa mereka diuji apakah masuk akal dari sebuah genre baru yang melibatkan penilaian kembali tentang pernikahan serta memisahkan subjek dari bentukbentuk fiksi tradisional, seperti cerita pertumbuhan pribadi dan novel otobiografi dengan menggunakan tema pernikahan sebagai faktor yang penting. Jika dihitung dari zaman Yi Gwang-su (1892-1950), sastra modern Korea terhitung hampir satu abad untuk memperluas tema tentang pernikahan ke ranah wacana sastra. Dalam lanskap baru yang diciptakan oleh pergeseran paradigm tersebut, pembaca Korea menemukan, walau hanya sebentar, rasa lega dan bebas dari penindasan ketentuan kaku oleh pernikahan yang bagai kulit kedua melekat erat pada tubuh mereka.

Tradisi Pernikahan Kongfucu Dalam budaya Korea, ada empat upacara atau peristiwa yang dianggap penting. Sejak masuk dan mengakar di Korea sejak 600 tahun yang lalu, ideologi Kongfucu tidak hanya dianggap sebagai satu tradisi belaka, tapi lebih terasa seperti tata cara yang sangat berpengaruh dalam kehidupan. Yang mendasari tata cara tersebut adalah

Jujagarye (tata ritual keluarga). Berdasarkan tata ritual tersebut diciptakanlah Gugjoorye-ui (tata upacara ritual resmi kerajaan) setelah disesuaikan dengan kebiasaan dan keadaan Joseon di masa itu. Semua ini dituliskan dalam Gyeongguk Daejeon, yaitu buku hukum tertinggi Joseon. Tata cara ritual kerajaan diterima dan dilaksanakan oleh kalangan atas dalam masyarakat waktu itu, namun hanya tata cara terkait pernikahan saja yang tidak diikuti. Mungkin karena diperlukan persetujuan dari dua keluarga. Terutama ritual penyambutan pengantin wanita yang disebut Chinyeong (yakni ritual pernikahan tradisional Korea yang sering digambarkan dalam lukisan-lukisan) memberi beban ekonomi kepada keluarga pengantin pria karena harus menjemput pengantin wanita dari rumah sang mempelai. Namun demikian ritual ini cukup lama diikuti dalam kebiasaan masa lalu. Untuk sebagian besar dari rakyat jelata yang hidup awal masa Dinasti Joseon, kebiasaan yang terdahulu di masa Goguryeo kuno (37 SM-AD 668), yang memungkinkan mereka untuk memilih dengan bebas pasangan mereka sendiri, dan suami untuk tinggal bersama keluarga istri (sebagai sumber tenaga kerja yang berharga) sampai anak-anak mereka tumbuh, tentunya terasa lebih mudah dan nyaman. Selain itu, hubungan cinta dramatis yang mengharuskan pasangan sejoli mempertaruhkan nyawa mereka juga terjadi di kalangan aristokrat dan bangsawan, seperti yang ada dalam beberapa cerita kuno Korea. Misalnya kisah Putri Pyeonggang dari Goguryeo pada abad 6 yang menolak dijodohkan oleh ayahnya dan memilih untuk menikah dengan Ondal, yang dikenal sebagai pemuda dari keluarga miskin, dan kisah cinta di mana kematian tidak bisa memisahkan Yi Saeng dan gadis dari keluarga Choi dalam novel Geumoh Shinhwa (Legenda Kurakura Emas) yang adalah novel pertama Korea dalam bahasa Cina klasik karya Kim Si-seup (1435-1493). Singkatnya, rakyat jelata dari masa Dinasti Joseon harus menunggu untuk dapat mengikuti ritual SeNI & BuDaya Korea 23


pernikahan Kongfucu yang rumit dan berat sampai abad ke-18, ketika teknik pertanian mulai maju dan perdagangan mulai aktif, memungkinkan mereka cukup makmur untuk melakukannya. Yang menarik adalah, setelah rakyat jelata ini cukup memiliki kekayaan, mereka lantas menolak dibandingkan dengan kalangan aristokrat dan justru lebih ketat menjaga tata cara pernikahan tersebut. Seperti yang terlihat dalam proses perjodohan, rakyat Joseon menganggap pernikahan bukanlah sekedar persatuan dari dua individu tetapi adalah pertemuan dari dua keluarga yang berbeda dan adat istiadat daerah. Dua keluarga yang diperkirakan memiliki status sosial setara harus saling menjaga keharmonisan dan bertenggang rasa sehingga memang terasa sangat serius dan suci, tapi akhirnya saking demikiannya, proses pernikahan memakan waktu yang lama dan berbelit. Tidaklah mengherankan kalau akhirnya beberapa kebiasaan menghilang satu per satu. Yang terutama, belanja mewah sebagai formalitas meningkat karena gengsi masing-masing keluarga mempelai. Yi Deok-mu (1741-1793), seorang sarjana 24 KoreaNa Musim Semi 2017

Dari kiri: “Membayangkan Bahagia (Wanita)” oleh Yang da-hye. 2014. Tinta dan warna pada sutra, 69,5 x 53 cm; dan “Membayangkan Bahagia (Pria)” oleh Yang da-hye. 2014. Tinta dan warna pada sutra, 69,5 x 53 cm.

menunjukkan bagaimana perjodohan yang terfokus pada pilihan orang tua mengakibatkan perceraian dan menyebarkan gagasan cinta romantis melalui novelnya.

filosofis dari Silhak sekolah, menyesalkan “korupsi etika dan moralitas” di kalangan masyarakat umum di abad 18, yang menganggap “kelahiran anak perempuan mendatangkan kemalangan keluarga karena akan memerlukan sejumlah besar uang untuk menikahkannya karena harus membekalinya dengan sejumlah perlengkapan rumah tangga. Sehingga beberapa orang menghibur orang tua yang berdukacita karena anak perempuannya mati dalam usia belia dengan kata-kata hiburan bahwa mereka tidak akan perlu menghabiskan begitu banyak uang di masa depan”. Sasojeol atau Etiket untuk Keluarga Terpelajar juga dianggap bermasalah karena perjodohan sebagian besar adalah berdasarkan keputusan orang tua, bukan pasangan. Novelis Yi Gwang-su, yang disebutkan di atas sebagai penulis awal dalam sastra modern Korea, menyatakan dirinya adalah korban dari perjodohan yang mengabaikan keinginan pihak mempelai sendiri. Ia

Pernikahan di Sastra Modern Korea Dalam esainya yang berjudul "Teori Pernikahan”, Yi Gwang-su mengkritik kebiasaan orang tua di zaman itu yang menikahkan anak-anaknya atas kemauan mereka sebagai berikut. “ ‘Beri anak gadismu sebagai menantuku’. ‘Baiklah. Aku terima anak lelakimu sebagai menantuku’. Kemudian mereka tertawa dan minum semangkuk arak, dan jadilah pernikahan itu berlaku atas kedua anak mereka. Padahal pernikahan itu seharusnya menjadi suatu ikatan janji antara pria dan wanita dewasa atas keputusan mereka sendiri”. Sebagai ‘korban’ dari pernikahan dijodohkan dan menikah tanpa sekalipun pernah melihat siapa calon istrinya, Yi Gwang-su menyuarakan cinta sebagai dasar dari pernikahan, kebebasan hak wanita, dan kesetaraan gender. Novelnya di tahun 1917 yang berjudul <Mujeong> (Tak Berperasaan), menceritakan karakter utama wanita


Park Young-chae yang mempertahankan kesetiaannya dengan nyawanya, yang menekankan kebebasan dari tata cara dan norma-norma tradisional. Novelis lain Kim Dong-in (1900-1951), menggambarkan “gadis modern” tahun 1920-an yang menekankan kesadaran akan seks bebas dan kontradiksi internal yang disebabkannya. Dalam novelnya yang berjudul <Kesedihan dari Mereka yang Lemah> diceritakan cobaan yang dialami oleh seorang gadis modern bernama Kang Elizabeth, seorang yatim piatu yang tidak memiliki tempat bersandar, yang bekerja sebagai pengasuh anak dan memiliki hubungan gelap dengan majikannya.

Luar dan Dalam Pernikahan Kalangan Menengah di Masa Industriliasisasi Era bagi literatur Korea untuk membahas tentang teori percintaan dan meng-

gadis itu bertemu dengan kenyataan dalam masyarakat Korea. Sang putri sulung, Cho-hui, menolak untuk hidup seperti orang tuanya, yang rela menanggung kesulitan apapun untuk bisa terlepas dari kemiskinan, dan memilih “orang kaya kotor” berusia 50-an daripada memilih hidup dengan orang yang dicintainya. Pada akhirnya, kehidupan pernikahannya hancur karena ia berselingkuh dengan mantan kekasihnya. Putri kedua, U-hui, berhasil menikah dengan pria yang dicintainya tetapi menemukan dirinya terikat oleh pekerjaan sehari-hari, seperti mengosongkan pispot ibu mertua, dan mengulang-ulang kata “cinta adalah mantra”. untuk mengatasi masa depannya yang bagai “dunia kumuh dan miskin bak kamar motel”. Sedangkan putri bungsu, Malhui, memandang pernikahan dua kakak perempuannya dengan simpati sekaligus

Dengan rasa takut dan gugup, kawula muda di Korea saat ini berjalan mondar mandir di sekitaran taman dengan papan tua bertuliskan “cinta dan kebahagiaan” sembari sesekali mengintip ke dalamnya. gambarkan kisah pernikahan dalam bentuk yang baru adalah sekitar tahun 1970an, yaitu ketika ekonomi Korea bertumbuh pesat dan stabil berkat semangat masyarakat terhadap pendidikan. sebuah periode yang relatif stabil dan kemakmuran bagi warga Korea yang dibawa oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dalam <Senja yang Goyah> (1976), Park Wan-suh (1931-2011) menggambarkan dengan blakblakan tentang ‘kalangan menengah tak bermoral’, dengan menokohkan seorang direktur yang dulunya tidak memiliki apaapa dan akhirnya menjadi sukses memiliki sebuah perusahaan menengah hanya dengan bersaing untuk mengumpulkan kekayaan dengan latar tahun 1970-an. Ia memiliki tiga orang anak gadis yang memiliki pemikirannya masing-masing tentang pernikahan, dan dalam novel digambarkan secara vulgar bagaimana pemikiran gadis-

antipati. Gadis pintar ini akhirnya menemukan seorang pria baik yang kaya dan akhirnya pergi emigrasi ke luar negeri. Sampai hari ini, “cinta dan ambisi” dari tiga gadis tersebut masih menjadi tema khas drama televisi Korea. Jika Park Wan-suh dikatakan berhasil membuat sketsa kondisi sosial yang bersifat tradisional, Oh Jung-hee (1947) memberikan gambaran yang lebih mendasar dan bijaksana tentang kehidupan pernikahan di novelnya berjudul <Sumur Tua> (1994). Tokoh utamanya adalah seorang wanita setengah baya biasa yang menemukan dirinya tidak lagi “berbicara tentang mimpi semalam” dengan suaminya, tapi hanya berbagi “keprihatinan sepele rumah tangga, makanan, dan seks.” Namun suatu hari, ia menemukan si dia yakni pacar lamanya yang diam-diam dirindukannya, kemudian ia rindu untuk “pergi ke suatu

tempat rahasia dan berbaring di sana dengan tubuh mereka saling berbaur”. Dan akhirnya berpisah dengan lega karena “ada sebuah perahu yang akan mengantar mereka dengan selamat ke tempat asal mereka”. Dan saat secara kebetulan ia mendengar berita kematian sang kekasih, yang bisa dia lakukan hanyalah “melipat cucian, membuat kimchi dengan kubis yang sudah direndam dalam air garam sepanjang sore” dan “menyiapkan kotak makanan untuk anak dan bercengkrama dengan suami saat menonton TV”. Dia kembali ke rutinitas sehari-hari, dan mengenang kembali sumur tua penuh dengan misteri kehidupan serta kematian dan rumah tua yang penuh dengan kenangan yang terlupakan. Akhirnya, dia menangis tersedu-sedu, menyadari takdirnya untuk “terus bertahan di rawa sehari-hari, merangkul bayang-bayang kematian di dunia” sambil menyaksikan “sosok-sosok yang menghilang sesuai dengan mengalirnya waktu”.

Menunggu Wawasan Baru tentang Pernikahan Tidak ada sistem dalam hubungan antar manusia seperti pernikahan, suatu sistem yang tentangnya orang menjadi begitu bodoh dan kikuk, karena pernikahan merahasiakan betapa berbelit dan menyesakkan. Pernikahan dengan begitu kontrasnya memisahkan keluarga, pribadi, aku dan kamu, logika dan emosi, serta pria dan wanita. Dengan rasa takut dan gugup, kawula muda di Korea saat ini berjalan mondar mandir di sekitaran taman dengan papan tua bertuliskan “cinta dan kebahagiaan” sembari sesekali mengintip ke dalamnya. Jika melihat ada berbagai bentuk alternatif dari keluarga telah diusulkan untuk dapat hidup di dalam taman itu, rasanya pernikahan mungkin bukan satusatunya vaksin yang dapat menjaga agar taman tersebut terawat baik. Tetapi setidaknya, jika kesendirian bukanlah jawaban, kita perlu mengetahui lebih banyak tentang satu sama lain, dan selanjutnya tentang manusia. SeNI & BuDaya Korea 25


FITUR KHUSUS 5 Pernikahan Korea: Jalan Menuju Ikatan Suci

Ketika menikah, seseorang melakukan penyesuaian agar pernikahannya berhasil. Pasangan internasional umumnya menghadapi tantangan yang lebih berat dalam hal ini. Tapi penyesuaian ini bisa menjadi sangat mudah, seperti yang saya alami. Selama lebih dari 20 tahun sejak saya menikah dengan perempuan Korea dan menetap di Korea, saya sudah menyaksikan banyak perubahan dalam persepsi mengenai pernikahan internasional di dalam masyarakat Korea.

PERNIKAHAN INTERNASIONAL:

SEBUAH PENGALAMAN PERSONAL Charles La Shure Profesor, Departmen Bahasa dan Sastra Korea, Universitas Nasional Seoul Kim Dae-hyun Fotografer

26 KoreaNa Musim Semi 2017


S

aat itu bulan Maret 1996. Saya sudah tinggal di Korea selama enam bulan. Saya duduk di sebuah rumah makan di luar pintu utama Ewha Womans University, sedang menunggu partner pertukaran bahasa saya datang untuk memulai kegiatan belajar bahasa Korea dan bahasa Inggris. Saya melihat jam tangan saya; dia terlambat 10 menit. Kemudian, seorang perempuan yang belum pernah saya kenal masuk dan duduk di seberang saya. “Maaf saya terlambat,” katanya dalam bahasa Inggris yang terbatabata. Ia menjelaskan bahwa partner saya sibuk dengan urusan sekolah dan memintanya menggantikan. Saya berpikir sejenak tapi lalu memutuskan melihat bagaimana jalannya kegiatan ini nanti. Saya akan belajar dengannya selama beberapa sesi dan akan membuat alasan tidak meneruskan kegiatan pertukaran bahasa ini. Di luar dugaan, partner baru saya ini sangat antusias mengajari saya bahasa Korea. Saya meneruskan belajar dengannya secara informal sampai bisa mendaftar di program bahasa di Yonsei University, dan ia terus membantu selama saya belajar di sana. Tapi ada sesuatu yang lain, sesuatu yang bukan soal belajar bahasa. Tepat satu tahun setelah hari itu, kami menikah di bulan Maret 1996.

Pasangan internasional tersenyum penuh kebahagiaan selama upacara pernikahan mereka di Seoul. Secara umum diasumsikan bahwa pasangan internasional harus lebih banyak melakukan penyesuaian untuk mengatasi tantangan pernikahannya, bukan karena perbedaan kebangsaan tetapi lebih kepada perbedaan pribadi.

Dari Partner Belajar Bahasa sampai Partner Hidup Saat ini sudah hampir 20 tahun sejak saat itu, dan kami masih saling mencintai. Sering kali kami ditanya mengenai tantangan yang kami hadapi dalam pernikahan internasional. Mereka mengira ada halhal yang lebih sulit dibanding pernikahan “normal”. Memang benar penyesuaian budaya penting sekali. Ada hal-hal yang dilakukan dengan cara tertentu di Korea yang berbeda dari kami di Amerika, dan sebaliknya. Penyesuaian budaya ini adalah bagian penting hidup di negara mana pun, tapi menjadi lebih penting jika Anda menikah dengan orang dari negara itu. Tidak semua hal yang kami hadapi sulit dan menjadi kendala. Ada juga kejutan menyenangkan. Misalnya, di Korea, menantu laki-laki biasanya sangat diterima di keluarga istrinya, dan ibu mertua sangat memanjakan menantunya ini. Menantu laki-laki ini dalam bahasa Korea disebut “tamu seratus tahun.” Sebaliknya, hubungan antara ibu mertua dengan menantu perempuan bukan hal yang sederhana. Di Amerika sangat berbeda. Ibu mertua dan menantu laki-laki biasanya tidak akur, sementara ibu mertua dan menantu perempuan di sana tidak seberat di Korea. Saya dan istri saya

mendapat keuntungan dari kedua dunia itu: istri saya dekat dengan ibu saya, dan ibu mertua saya lebih dari seorang mertua buat saya sampai beliau meninggal. Penyesuaian terbesar bagi kami bukan mengenai budaya, tapi lebih pada hal-hal yang bersifat personal, penyesuaian yang wajar dilakukan bagi siapa saja yang ingin pernikahannya berhasil. Anda harus belajar berbagi hidup dengan orang lain. Awalnya pasti berat, tapi berangsur menjadi mudah karena kami pasangan “internasional”. Saya merasa kami beruntung karena sebelumnya mengira segala sesuatunya akan sulit. Kami datang dari dua budaya dan dua latar belakang yang sangat berbeda. Itu adalah tantangan.

Penyesuaian Personal, bukan Budaya Setiap orang menikah dengan orang dari budaya yang berbeda. Pasangan ini bisa dari negara dan budaya yang sama tapi dengan latar belakang budaya yang berbeda, dibesarkan dalam keluarga yang berbeda, dan punya pengalaman hidup yang berbeda pula. Lakilaki dan perempuan memang berbeda, tidak peduli dari budaya mana mereka berasal. Dalam beberapa hal, perempuan Korea lebih mirip dengan perempuan Amerika dibanding dengan laki-laki Korea. Sering kali saya penasaran bagaimana mereka yang menikah secara “intranasional” menjalani hubungan mereka dan menyadari kendala-kendala yang mungkin timbul di dalamnya. Saya dan istri saya menikah dan siap dengan penyesuaian beberapa hal serius, dan ini memudahkan kami menghatasi perbedaan-perbedaan sejak awal. Ketika salah satu dari kami melakukan sesuatu yang mengesalkan, membingungkan, atau menyakitkan bagi lainnya, kami menganggapnya “perbedaan budaya” dan berhasil melewatinya. Seiring dengan berjalannya waktu, masa-masa sulit kami perlahan melunak dan kami belajar hidup bersama dengan damai. Ini pengalaman saya dalam pernikahan internasional, tapi tidak semua orang seperti saya. Saya dari Amerika menikah dengan perempuan Korea, tapi saya bukan pasangan migran, artinya saya tidak datang ke Korea dengan tujuan akan menikah. Saya tinggal di Korea setelah menikah dengan istri saya. Satu hal lain yang membedakan kami dengan pasangan lain adalah kami tidak punya anak. Keadaan itu tentu membutuhkan pemikiran seksama. Bisa dikatakan kami memang tidak lazim dalam hal ini. Menurut data statistik pemerintah tahun 2015 mengenai “pernikahan multikultural,” pernikahan internasional yang paling banyak terjadi adalah antara lakiSeNI & BuDaya Korea 27


Masa depan pernikahan internasional di Korea sangat sulit diprediksi. Tapi, apapun yang terjadi akan menjadi bagian dari perkembangan multikulturalisme di sini … Penerimaan yang makin terbuka atas pernikahan ini akan terjadi secara alami ketika mereka yang tidak lahir di Korea atau bukan etnis Korea dianggap sebagai bagian dari masyarakat Korea.

laki Korea dengan perempuan China atau Vietnam. Barangkali gambaran pernikahan internasional yang paling banyak dikenal di Korea adalah ketika seorang laki-laki muda dari desa menikahi perempuan dari Asia Tenggara. Data statistik tahun 2016 menujukkan bahwa 22,7 persen dari seluruh pernikahan yang terjadi di kalangan petani atau nelayan selama lebih dari lima tahun terakhir adalah pernikahan internasional. (Angka ini menurun dari 40 persen di tahun 2007.) Ketika orang Korea bicara mengenai pernikahan internasional, gambaran inilah yang mereka pikirkan. Fenomena ini punya sisi positif dan negatif. Di satu sisi, fenomena ini menunjukkan isu sosial yang nyata dalam masyarakat pedesaan Korea — yaitu sedikitnya jumlah perempuan — tapi di sisi lain sangat mudah melihat kisah negatif pernikahan internasional ini. Misalnya, sering kali terdengar perempuan dari negara yang lebih miskin lari tidak lama setelah tiba di Korea. Pemerintah terus menertibkan pengatur pernikahan yang melanggar hukum.

Pasangan Migran dan Multikulturalisme Pemerintah Korea mengalami kesulitan mengenai pasangan migran ini — yaitu mereka yang pindah ke Korea dengan tujuan untuk menikah. Dalam First Basic Plan for Immigration Policy (2008–2012), pemerintah mengerahkan seluruh subbagiannya menangani pernikahan migran ini, membantu mereka beradaptasi dalam masyarakat Korea dan mengusahakan kemandirian finansial. Pemerintah juga mengakui bahwa pernikahan migran mengalami diskriminasi dan pelanggaran hak asasi. Banyak hal sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Kementrian Kesetaraan Gender dan Keluarga menerbitkan “Buku Selamat Datang” dalam delapan bahasa untuk memberikan informasi praktis mengenai hidup di Korea, dan aktivitas seperti festival pembuatan kimchi dan program edukasi lain yang dirancang untuk memperkenalkan kepada mereka aspek-aspek penting dalam budaya Korea. Barangkali yang lebih penting dari usaha pemerintah dan istitusi lain dalam hal pernikahan migran dan pasangan internasional lain adalah persepsi masyara28 KoreaNa Musim Semi 2017

kat Korea mengenai pernikahan internasional itu sendiri. Masih ada liputan negatif mengenai pernikahan internasional yang hanya fokus kepada “penipuan dengan kedok pernikahan,” tapi di antara masyarakat Korea persepsi mengenai hubungan dan pernikahan internasional sudah mengalami peningkatan. Dulu, seorang laki-laki asing bergandengan tangan dengan perempuan Korea sangat tidak disukai dan sering kali mengakibatkan pelecehan. Sekarang, masyarakat tampaknya lebih bisa menerima pasangan internasional atau multikultural. Ini menunjukkan meningkatnya penerimaan atas warga asing secara umum di dalam masyarakat Korea, tapi yang terjadi sebenarnya lebih dari itu. Banyak warga asing yang sudah menyatu dengan masyarakat Korea dan bukan hanya sebagai pendatang dalam jangka pendek. Menarik juga disimak bahwa ketika penerimaan sosial dan budaya pernikahan internasional di Korea meningkat, jumlah pernikahan internasional justru menurun. Pernikahan memang secara umum menurun dalam beberapa tahun ini, tapi angka penurunan pernikahan internasional ini sangat besar. Pernikahan internasional mencapai puncaknya pada tahun 2005, tapi sejak saat itu terus menurun, dengan angka crude (jumlah pernikahan internasional per 1.000 jiwa) menurun lebih dari 10 persen dari tahun 2011 ke 2015, dari sebesar 6,6 menjadi 5,9. Pernikahan pasangan China menurun, sementara pernikahan dengan pasangan dari Amerika dan negara OECD lain meningkat menunjukkan bahwa terdapat pergeseran tipe pernikahan internasional, bukan sebuah trend yang akan terus menurun secara terus-menerus.

Perubahan Persepsi mengenai Pernikahan Internasional Masa depan pernikahan internasional di Korea sulit diperkirakan. Pernikahan ini tetap akan menjadi bagian dari perkembangan multikulturalisme di sini. Seperti sudah disampaikan di atas, penerimaan yang lebih terbuka mengenai pernikahan internasional akan terjadi secara alami ketika mereka yang tidak lahir di Korea atau bukan etnis Korea diterima seb-


Perubahan persepsi pernikahan internasional dalam masyarakat Korea telah membawa perubahan pada gagasan Korea sebagai “bangsa etnis homogen”.

agai bagian dari masyarakat Korea. Pernikahan internasional juga mendefinisikan ulang Korea dan artinya “menjadi orang Korea.” Sebagai negara, Korea punya identitas etnis yang sangat kuat. Identitas ini terbentuk selama berabad-abad, tapi periode kolonial Jepang selama paruh awal abad ke-20 mungkin memainkan peran paling besar. Ketika Korea kehilangan statusnya sebagai negara dan masyarakat Korea berada di bawah kekaisaran Jepang, mereka mengembangkan identitas etnis yang kuat ini sebagai mekanisme pertahanan. Identitas Korea dilihat dari etnisnya, bukan karena paspor yang dimiliki seseorang. Inilah alasannya mengapa seorang Korea-Amerika yang lahir dan besar di Amerika dianggap “orang Korea,” sementara seorang berdarah Barat yang dinaturalisasi sebagai warga negara Korea terus dianggap sebagai “orang asing.” Di era baru pernikahan internasional dan keluarga multikultural memiliki persepsi yang berbeda mengenai identitas, karena multikulturalisme juga secara umum berarti multietnisisme. Pemikiran mengenai garis darah atau status Korea sebagai negara dengan “kelompok etnis tunggal” (danil minjok gukga ) harus ditinjau kembali — bahkan sekarang sedang dilakukan — karena populasi Korea yang meningkat menjadi lebih

beragam baik secara budaya maupun secara etnis. Ada hal lain yang harus dipertimbangkan sebagai inti identitas Korea, sesuatu yang dimiliki oleh siapapun yang menjadikan Korea sebagai rumah mereka. Sekilas kita bisa melihat perbedaan paham mengenai multikulturalisme juga terjadi di dunia Barat. Sebagian orang mengharapkan orang-orang dari budaya yang berbeda hidup bersama dengan damai, mencari nilai-nilai yang sama dan menguntungkan semua pihak. Tapi sebagian lagi mengatakan bahwa multikulturalisme adalah eksperimen yang gagal, banyak nilai yang diyakini oleh bangsa Barat berada dalam bahaya dan harus dipertahankan dari tekanan luar. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan multikulturalisme Barat, tapi menurut saya Korea akan menghadapi banyak tantangan jika terus membelenggu jalan menuju multikulturalisme. Akankah Korea bisa mengatasinya? Saya percaya bahwa status pernikahan internasional — peran apa yang dimainkannya dalam mamsyarakat, bagaimana mereka dipandang sebagai anggota masyarakat, dsb. — merupakan indikator mengenai apa yang terjadi. Jika kisah saya ini juga dialami oleh pasangan lain, itu bagus; walaupun saya yakin masih banyak yang bisa ditingkatkan lagi. SeNI & BuDaya Korea 29


FOKUS

KESENGSARAAN HEBAT OLEH INVERSI PENDUDUK YANG MULAI TERJADI Struktur penduduk Korea mengalami perubahan yang dramatis dan cepat karena tingginya harapan hidup dan rendahnya angka kelahiran. Bersamaan dengan menyusutnya jumlah total penduduk, perubahan tiba-tiba komposisi penduduk yang berupa berkurangnya jumlah tenaga kerja dan bertambahnya tanggungan bantuan muncul sebagai masalah serius. Lee Seung-wook Profesor Emeritus, Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Nasional Seoul

ŠTOPIC IMAGES

Meningkatnya harapan hidup merupakan berita baik, tetapi jatuhnya tingkat kelahiran dan tren orang yang menghindari perkawinan meramalkan masa depan yang suram dengan meningkatnya beban dalam mendukung populasi para lanjut usia.

30 KoreaNa Musim Semi 2017


M

asyarakat Korea sejak dahulu menganggap banyak anak sebagai salah satu dari lima karunia. Harapan bahwa anak mereka di masa depan akan memberikan bantuan lebih besar dibandingkan tanggungan mengasuh anak, keluarga dengan banyak keturunan juga dianggap sebagai keluarga sejahtera sehingga memiliki banyak anak dianggap sebagai hal yang membanggakan.

Perubahan Penduduk di Masa Lalu dan Kebijakan Penduduk Setelah perang Korea berakhir, yaitu sejak tahun 1955, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya jauh lebih banyak anak lahir sehingga masa ini disebut sebagai era 'baby boom'. Jika melihat statistik tahun 1960, angka fertilitas total (total fertility rate: TRF jumlah nilai rata-rata anak yang diasuh setiap hari dan dilahirkan oleh wanita yang sudah menikah) mencapai 6.0. Walaupun begitu, situasi perekonomian pada masa itu memburuk dan bahkan penyediaan pangan pun tidak dapat berjalan lancar sehingga pada masa paceklik tidak sedikit orang yang mati kelaparan. Meningkatnya jumlah penduduk pada masa kekurangan pangan ini menyebabkan sulitnya menghadapi kemiskinan. Akhirnya pada tahun 1962, pemerintah menentukan kebijakan pengendalian penduduk sebagai prioritas kebijakan nasional demi masa depan negara dan menyebarluaskan layanan keluarga berencana secara besar-besaran. Kebijakan ini telah memberikan efek yang sangat besar dan kesadaran masyarakat yang menganggap hanya memiliki dua anak saja sebagai perbuatan baik mulai pelan-pelan diterima. Oleh karena itu, pada tahun 1983 angka fertilitas tingkat penggantian penduduk mencapai 2.1. (Jika pasangan suami istri memiliki dua anak, maka jumlah penduduk tidak berubah. Tingkat kesuburan yang mempertahankan keadaan semula dari jumlah penduduk seperti ini disebut tingkat penggantian penduduk, akan tetapi karena pemerintah juga mempertimbangkan kematian prematur, maka dipilihlah tingkat fertilitas 2.1) Setelah mencapai tingkat penggantian penduduk, muncul perdebatan mengenai kelanjutan layanan keluarga berencana di antara para ahli kependudukan, apakah layanan tersebut harus terus dilanjutkan atau tidak. Karena jumlah penduduk sudah berkurang sampai seperti itu, tuntutan yang mengatakan bahwa sudah saatnya untuk mengakhiri kebijakan pengendalian penduduk dan tuntutan yang mengatakan bahwa jika kebijakan tersebut diakhiri maka tingkat kesuburan akan melonjak kembali seperti pegas, dilihat dari sudut pandang jumlah penduduk yang sudah turun sampai tingkat sekarang ini. Oleh karena itu, kedua tuntutan tersebut ditangani dengan serius. Pada kenyataannya tingkat kesuburan setelah itu memang menunjukan kecenderungan meningkat tetapi karena tidak ada seorang pun yang dapat memastikan masa depan, kesimpulan pun tidak dapat dibuat. Di tengah kejadian tersebut krisis ekonomi tahun 1997 melanda, menyebabkan tingkat kesuburan mengarah pada kecenderungan menurun. Pada tahun 2005 tercatat angka kelahiran terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni sebesar 1.03. Tingkat kesuburan 1.03 ini merupakan angka yang menunjukkan kenyataan yang mengejutkan bahwa di masa yang akan datang jumlah penduduk akan berkurang sampai setengahnya. Rendahnya Angka Kelahiran dan Usia Lanjut Korea memiliki lahan yang sempit dengan penduduk yang melimpah. Korea juga menempati posisi ke-3 di seluruh dunia sebagai negara dengan kepadatan penduduk yang rapat setelah Bangladesh dan Taiwan. Walaupun berkurangnya jumlah penduduk merupakan hal yang baik, mengapa angka kelahiran rendah menjadi masalah? Dalam beberapa puluh tahun terakhir usia rata-rata orang Korea meningkat drastis karena perkembangan ekonomi negara, peningkatan standar hidup masyarakat, juga perkembangan ilmu kedokteran. Pada tahun 1970 saja usia rata-rata pria adalah 58.7 tahun sedangkan wanita adalah 65.6 tahun, sehingga ketika orang tua mereka menginjak umur 60 tahun diadakan perayaan besar ulang tahun ke-60. Walaupun begitu, memasuki tahun 2015 usia rata-rata pria menjadi 79.0 tahun dan wanita menjadi 85.2 tahun, menunjukan bahwa usia rata-rata meningkat sebanyak kurang lebih 20 tahun. Untuk kedepannya umur rata-rata orang Korea diperkirakan akan terus meningkat sedikit demi sedikit. Perayaan ulang tahun ke-60 pun telah tergantikan dengan perayaan ulang tahun ke-80. Pada tahun 2015 jumlah penduduk lanjut usia yang berumur lebih dari 100 tahun mencapai 3,159 orang, mendekati SeNI & BuDaya Korea 31


generasi yang disebut dengan ‘generasi 100 tahun’. Standar usia rata-rata seperti ini merupakan standar yang lebih tinggi 1.1 tahun untuk pria dan 1.9 tahun untuk wanita dibandingkan dengan nilai rata-rata OECD. Pada umumnya sebelum usia aktif kegiatan ekonomi secara hukum yaitu usia di bawah 15 tahun disebut dengan penduduk usia muda, sedangkan masa tidak aktif kegiatan ekonomi yaitu di atas 65 tahun disebut dengan penduduk lanjut usia. Bantuan untuk kelompok penduduk tersebut harus bergantung pada kekayaan nasional yang dibuat oleh penduduk usia di atas 15 tahun dan di bawah 65 tahun yang terlibat dalam kegiatan produksi. Kelompok penduduk ini umumnya disebut penduduk aktif ekonomi. Dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang, berapa banyak anak usia muda yang dapat dibantu menggunakan rasio ketergantungan penduduk usia muda (Child-Dependency Ratio) yang merupakan persentase yang membagi penduduk usia muda menjadi penduduk aktif ekonomi, dan dengan kegiatan ekonomi dilakukan seseorang, berapa banyak orang lanjut usia yang dapat dibantu menggunakan rasio ketergantungan penduduk usia tua (Aged Dependency Ratio) yang merupakan persentase yang membagi penduduk usia tua menjadi penduduk aktif ekonomi, kedua hal ini dianggap sebagai indikator. Diantara dua indikator tersebut jika rasio ketergantungan penduduk usia muda tinggi artinya penduduk aktif ekonomi di masa depan juga akan meningkat, sedangkan jika rasio ketergantungan penduduk usia tua tinggi artinya penduduk yang harus mendapat bantuan mutlak meningkat sebanyak itu juga. Rasio ketergantungan penduduk usia muda pada tahun 2015 ditaksir sebesar 18.8 orang sedangkan rasio ketergantungan penduduk usia tua sebesar 17.5 orang. Dua angka ini menjadikan tahun 2017 sebagai titik awal inversi sehingga badan statistik meramalkan bahwa pada tahun 2065 rasio ketergantungan penduduk usia muda akan menjadi sebesar 20.0 dan rasio ketergantungan penduduk usia tua menjadi sebesar 88.6. Fenomena inversi penduduk yang mulai berubah menjadi tipe piramida terbalik dari piramida kependudukan stabil yaitu penduduk muda menyokong penduduk lanjut usia bukanlah masalah yang tiba-tiba muncul melainkan prediksi yang menjadi kenyataan. Sejak awal tahun ini yang merupakan titik pembalikan, media masa menjadikan ‘tahun pertama inversi penduduk’, ‘jurang kependudukan’ sebagai topik utama. Pada tahun 2015 terhitung jumlah penduduk produktif sebanyak 37 juta 440 ribu orang, sehingga di tahun 2065 diperkirakan menjadi 20 juta 620 ribu orang, berkurang pesat

sekitar 55.1% dari jumlah saat ini, ketika mempertimbangkan hal tersebut perubahan drastis struktur kependudukan Korea dalam waktu yang singkat merupakan kenyataan. Kesulitan yang sangat besar dalam pembentukan kebijakan mengenai fenomena usia lanjut dan angka kelahiran rendah yang sedang dialami oleh negara berkembang di sebelah barat juga diakibatkan oleh hal ini.

Penyelesaian Tidak Hanya Melalui Ekonomi Tetapi Juga Melalui Kebudayaan Sampai tahun 1970 saja terhitung lebih dari satu juta orang lahir pertahunnya, dan angka tersebut terus menyusut hingga pada tahun 2015 tidak lebih dari 438 ribu 400 orang dilahirkan. Diperkirakan tahun 2029 angka kelahiran-kematian menjadi sama yaitu sebanyak 410 ribu orang, dan setelahnya akan berbalik sehingga mulai tahun 2031 jumlah penduduk akan mulai menurun. Diperkirakan pada tahun 2065 penduduk lanjut usia akan menjadi 42.5% dari jumlah total penduduk sedangkan penduduk usia muda hanya akan menjadi 9.6%-nya saja. Di masa ini masalah dukungan untuk penduduk lanjut usia akan muncul sebagai agenda serius kebijakan nasional yang bahkan tidak dapat dibandingkan dengan keadaan sekarang. Saat itu penduduk yang memasuki kelompok penduduk lanjut usia adalah para remaja 15 tahun yang hidup pada generasi yang mengalami perubahan tiba-tiba pada kesadaran masyarakat mengenai kelahiran dan pernikahan saat ini. Melalui metode pendekatan masyarakat industri yang dapat mencapai efek pada inversi fertilitas dengan slogan “mari lahirkan dua anak dan rawat dengan baik�, kebijakan peningkatan kesuburan yang merupakan kata kunci utama dari pemecahan masalah inversi penduduk pasti mengalami kesulitan. Walaupun masyarakat Korea memiliki institusi pendidikan atau tempat kerja yang telah terbentuk dengan tepat sebagai pengganti pada penduduk saat ini, dengan kurangnya lapangan kerja rasio pengangguran semakin tinggi. Untuk ke depannya bersamaan dengan berkurangnya bayi yang lahir, fasilitas pendidikan yang sudah ada akan tersisa, dan pekerjaan yang berkaitan dengan pendidikan akan menjadi tidak dibutuhkan sehingga orang akan kehilangan pekerjaan, dampak tersebut akan datang berturutan. Cukup banyak sekolah dasar yang sudah berhenti beroperasi, dan sedikit demi sedikit akan sulit memenuhi bangku di perguruan tinggi. Berkurangnya jumlah penduduk berarti kemampuan membeli pun berkurang dan melemahnya perekonomian. Akan menjadi hal yang sulit bagi setiap tempat kerja untuk menjaga skala ketenagaker-

Diperkirakan pada tahun 2065 penduduk lanjut usia akan menjadi 42.5% dari total jumlah penduduk dan penduduk usia muda akan menjadi 9.6%nya saja. Pada masa ini masalah dukungan untuk penduduk lanjut usia akan muncul sebagai agenda serius kebijakan nasional yang bahkan tidak dapat dibandingkan dengan keadaan sekarang. 32 KoreaNa Musim Semi 2017


Tahun 2017 menandai awal pembalikan populasi di Korea. Diskusi aktif merupakan cara untuk menetapkan kebijakan yang mempertimbangkan perubahan sosial budaya dengan mempromosikan pentingnya kelahiran anak dan kesejahteraan orang tua.

jaan yang sudah ada dan memperhatikan perekrutan tenaga kerja baru. Hal ini akan memberikan pengaruh serius pada struktur atau kegiatan perekonomian. Di sini, skala penduduk lanjut usia sedikit demi sedikit terus bertambah. Para generasi muda yang tidak melahirkan anak juga tentunya akan menghadapi hari tua. Masalah bantuan hari tua untuk kelompok tersebut memang menjadi tugas negara, dan tidak ada pilihan lain bagi negara yang dikelola dengan pajak yang dikeluarkan pekerja selain membantu hari tua kelompok tersebut dengan menggunakan pajak yang dikumpulkan dari hasil kerja orang lain yang melahirkan anak. Dari sudut pandang pengelolaan negara pilihan pribadi berupa tidak melahirkan anak bukanlah hal yang tidak disengaja dan tidak ada bedanya dengan keegoisan karena hari tua mereka mendapat bantuan dari pajak yang dikeluarkan oleh anak yang bahkan tidak mereka lahirkan. Terlebih lagi jika penduduk aktif ekonomi berkurang, maka penerimaan pajak pun berkurang sehingga harus mengumpulkan lebih banyak pajak dari objek pengumpulan yang telah berkurang tersebut. Tidak ada pengumpulan pajak dengan paksa. Dengan begitu konflik antara golongan muda dan golongan tua dengan sendirinya akan terjadi. Dengan kebijakan tambahan tersebut, pemerintah akan tidak punya pilihan lain selain merekrut lebih banyak tenaga kerja industri sedikit demi sedikit dari peringkat dunia ketiga. Masa depan suram seperti itu bersifat aritmatika dilihat oleh ahli kependudukan. Akan tetapi karena berbeda dengan hewan, kelompok manusia merupakan kelompok yang sulit dimengerti, mereka tidak dapat hidup hanya dengan 'makanan'. Menciptakan peradaban dan kebudayaan merupakan ciri khas dari kelompok manusia. Perubahan pada kebudayaan umat manusia berkisar pada naik turunnya jumlah penduduk, dengan kata lain perubahan pada struktur penduduk. Penduduk (인구) dalam aksara Cina memiliki arti ‘mulut manusia’. Kenyataan bahwa untuk bertahan hidup manusia melakukan kegiatan ekonomi ditandai oleh dua kata ini. Walaupun mulut merupakan jalur masuk untuk makanan, mulut juga merupakan jalur keluar untuk kata-kata. Jika makanan merupakan simbol untuk ekonomi maka kata-kata merupakan simbol untuk kebudayaan. Jika ingin mengatasi masalah kependudukan di masa depan, diperlukan kebijakan masa depan yang mencerminkan secara keseluruhan masalah ‘mulut untuk makan’, maupun perubahan kebudayaan masyarakat ‘mulut untuk berkata-kata’.

SeNI & BuDaya Korea 33


WAWANCARA

PEMAIN HARMONIKA

JEON JE-DUK

DAN SUARA YANG MENENANGKAN

Surh Jung-min Penulis Kolom Musik Populer; Representatif Cine Play

Tanpa guru atau sekolah musik, Jeon Je-duk belajar sendiri memainkan harmonika. Sejak debutnya pada tahun ŠMusik JNH

2004, ia terus meningkatkan kemampuan musiknya dan diakui mampu mengubah instrumen musik sederhana ini menjadi instrumen solo mayor. 34 KoreaNa Musim Semi 2017


J

eon Je-duk terserang demam 15 hari setelah ia lahir dan kehilangan penglihatannya. Sejak saat itu ia menjelajahi dunia melalui suara. Ia berkomunikasi dengan dunia melalui harmonikanya. Ketika ia memainkan harmonika, bintang-bintang bersinar, dan bunga-bunga bermekaran, seolah ia terbang ke angkasa. Ia menuangkan ekstasi itu ke dalam lagu dan merangkumnya dalam sebuah album.

Ketika kutiup harmonika, Bintang-bintang bertaburan di hatiku, Bunga bermekaran karena suara indahnya; Mengikuti irama harmonikaku, Haruskah aku menjadi awan sepi di angkasa? – Dari “My Harmonic” dalam album pertamanya Dalam bulan November 2016, tepat 20 tahun setelah pertama kali memainkan instrumen itu, Jeon Je-duk menjadi “Seniman Hohner” Korea pertama. Hohner, yang berpusat di Jerman, adalah merk harmonika terkenal. Pemain harmonika jazz Toots Thielemans, pemain harmonika klasik legendaris Tommy Reilly, penyanyi Bob Dylan, dan John Lennon dari band Beatles adalah seniman Hohner. Di sebuah café di Seoul, saya bertemu Jeon Je-duk, yang kini menjadi musisi kelas dunia.

Kesuksesan dan Kegagalan Surh Jung-min Selamat sudah terpilih menjadi Seniman Hohner! Jeon Je-duk Terima kasih. Pengakuan ini adalah sesuatu yang bagus. Tapi, sebenarnya saya agak sedih. Andai ini terjadi ketika album saya sedang naik daun dan punya banyak pendengar. Pengakuan ini adalah sesuatu yang luar biasa dan layak diterimanya, namun Jeon tampak tidak terlalu bersemangat terpilih sebagai Seniman Hohner. Ia agak kurang senang, karena pengakuan ini baru datang sekarang dan bukan 10 tahun lalu ketika ia punya banyak penggemar. Saya mengenalnya melalui album pertama yang dirilis pada tahun 2004. Saya mendengarkannya dengan penuh kekaguman dan bertanya kepada diri saya sendiri, “Bernarkah ini suara har-

Pemain harmonika jazz Jeon Je-duk belajar sendiri bermain instrumen sematamata berdasarkan telinga, tanpa bantuan guru atau partitur musik.

monika? Bisakah harmonika bersuara funky?” Lebih mengejutkan lagi ketika saya tahu suara itu berasal dari seseorang yang cacat dan berhasil mengatasi kekurangannya dengan membuat album yang sangat indah. Surh Saya ingat album pertama Anda pada tahun 2004 mendapatkan banyak perhatian. Jeon Saat itu tidak ada album lain yang menyuguhkan suara harmonika, dan kebutaan saya juga membuat orang penasaran. Saya diwawancarai oleh sekitar 13 surat kabar, dan menerima penghargaan sebagai crossover dalam musik jazz di Korean Popular Music Awards. Saya sangat bahagia. Membuat saya melambung tinggi. Setelah itu harmonika menjadi alat musik yang banyak dicari. Sungguh menyenangkan. Surh Setelah kesuksesan album pertama, album kedua Anda dua tahun kemudian menunjukkan transformasi besar. Anda memperkenalkan suara elektronik, dan memasukkan rapper dan musisi yang memainkan musik kulit hitam. Sangat trendi dan eksperimental, tapi publik dan media kurang begitu menerima. Jeon Mengapa harmonika harus selalu tampil bersama piano dan bas? Bukankah menarik memadukannya dengan bunyi elektronik? Lalu saya coba. Tapi mungkin perubahan seperti itu adalah sesuatu yang sangat besar. Saya puas, tapi penonton kurang menerima. Musik memang begitu. Bertahan di satu gaya lebih menguntungkan dan lebih menarik di mata publik, tapi sebagai musisi saya tidak ingin terjebak. Saya menawarkan perubahan, tapi sayangnya kurang berjalan baik.

Dari Samulnori ke Harmonika Jeon adalah seorang seniman yang ingin terus bertransformasi baik diri maupun musiknya, tanpa peduli sukses atau gagal. Hidup dan musiknya terus berubah. Sebelum beralih ke harmonika, ia memainkan samulnori, alat musik perkusi tradisional. Di sekolah luar biasa (SLB), salah satu guru memainkan samulnori untuknya dan menyarankan ia belajar memainkannya juga. Surh Anda menerima beberapa penghargaan sebagai pemain samulnori, bukan? Jeon Walaupun buta, saya bisa memainkan gendang jam pasir, janggu , sambil duduk. Saya belajar sendiri dan menjadi juara di sebuah kompetisi. Tapi alat musik itu tidak bisa dimainkan dalam posisi duduk terus-menerus. Di bagian awal penampilan, saya duduk. Tapi di bagian kedua saya harus berdiri dan menari dengan lincah, berputar-putar. Saya tidak bisa. Akhirnya saya berhenti bermain. Surh Apakah Anda tertarik pada musik lain selama memainkan samulnori? Jeon Ketika saya dengar lagu “Superstition” yang dinyanyikan oleh Stevie Wonder, saya sebagai remaja tidak bisa tidur selama beberapa hari. Saya tidak bisa menggambarkan apa yang saya rasakan: musiknya sungguh fantastik. Musik itu seolah berasal dari SeNI & BuDaya Korea 35


Selamat Jalan, Toots Thielemans Setelah kelompok samulnori -nya bubar, Jeon menjadi pemain harmonika dalam musik pengiring drama dan album-album seniman lain. Setelah beberapa tahun, ia bergabung dalam album Malo, seorang vokalis jazz. Saat itulah ada yang menyarankannya merekam album sendiri. Ia lalu memproduksi album solonya yang pertama dan kedua, tapi lalu terhenti. Ia mengesampingkan ambisi musiknya sesaat, dan menawarkan album musik pop untuk menjangkau penonton yang lebih luas. Surh Bagaimana Anda menghabiskan tahun-tahun sebelum 2014, ketika Anda merilis album ketiga? Jeon Membuat komposisi musik tidak mudah. Saya ingin mencoba membuat album yang mengangkat lagu-lagu baru. Karena sangat menikmati bermain musik, saya fokus melakukan hal itu. Saya sangat ingin mengekspresikan perasaan saya mengenai alam dan menuangkan keinginan saya ini di album ketiga. Saya juga mencoba meniru suara Toots Thielemans. Suara penuh kehangatan yang selalu saya inginkan, sampai kapan pun.

Jeon Je-duk tampil bersama band-nya di konser “Jeon Jeduk, Harmonika Saya,” yang diselenggarakan di Pusat Budaya dan Seni Incheon pada tanggal 16 Desember 2015.

©YOO CHANG-HO

dunia lain. Saya penasaran apakah saya bisa memainkan musik seindah itu jika terjebak pada samulnori. Surh Jeon Je-duk yang saya kenal adalah seniman yang sangat antusias. Anda menyukai musik yang ritmis. Kecenderungan itu menyebabkan Anda beralih dari samulnori ke harmonika. Ketika Anda memainkannya, Anda tidak bisa menahan perasaan dan ingin mengajak penonton menari meski dengan harmonika — Saya merasakannya dalam musik-musik Anda. Bagaimana awalnya Anda tertarik bermain harmonika? Jeon Pada tahun 1996, tidak sengaja saya mendengar seniman jazz Belgia dan pemain harmonika Toots Thielemans memainkan musik balada yang hangat dan indah. Suara harmonikanya tidak tajam seperti yang saya kenal. Saya ingin tahu, “Apakah benar harmonika bisa menghasilkan suara seperti itu? Jika musiknya selembut itu, bisakah saya belajar memainkannya?” Kemudian, saya membeli harmonika. Saya tidak bermimpi memainkan lagu dengan ritme cepat, karena lagu yang pelan pun ternyata tidak mudah. Surh Tapi Anda tidak menyerah. Jeon Saya belajar sendiri. Bibir saya bengkak, dan lidah saya menjadi kasar. Saya berlatih memainkan harmonika sepanjang waktu dan berhenti hanya ketika sedang bermain samulnori saja. Pada titik tertentu saya tidak bisa lagi bermain samulnori , dan beralih sepenuhnya pada harmonika.

Surh Dialah yang menjadikan Anda seperti sekarang ini. Pernahkah Anda bertemu dengannya? Jeon Ketika dia mengunjungi Korea pada tahun 2004 dalam sebuah konser, saya bertemu dengannya sebentar di belakang panggung setelah dia tampil. Saya mendapatkan tanda tangannya dan saya katakan bahwa saya juga bermain harmonika. Dia mendorong saya, dan berkata, “Benarkah? Bermainlah dengan sungguh-sungguh. Harmonika itu instrumen yang bagus.” Pertemuan yang sangat singkat, tapi sungguh bermakna. Surh Setelah Thielemans meninggal pada bulan Agustus 2016, pada tanggal 30 Desember Anda mengadakan konser untuk mengenangnya, bukan? Jeon Konser itu berjudul “Selamat Jalan, Toots.” Saya ingin mengucapkan selamat jalan kepada seniman yang saya kagumi dengan cara saya. Saya tidak peduli pendapat orang lain, saya merasa bahwa saya mengantarkan seniman yang saya kagumi itu

“Jika sedang konser, khususnya ketika bermain swing, saya sering kali ingat masa-masa pergi ke kelab musik dan bermain sesuka hati. Ketrampilan saya tidak bagus, tapi saya punya passion. Saat memainkan musik balada, saya biasanya memikirkan alam. Saya bermain seolah-olah saya di bawah sinar matahari yang hangat atau salju yang turun dengan lembut.” 36 KoreaNa Musim Semi 2017


ke surga melalui penampilan saya. Saya bertahan selama 20 tahun memainkan musik Toots Thielemans. Ia akan tetap menjadi inspirasi bagi saya. Surh Apa istimewanya harmonika? Jeon Harmoninya sangat hangat dan lembut, dan dihiasi dengan gambar-gambar yang cantik. Itulah yang diajarkan Toots Thielemans kepada saya. Ketika ia bermain harmonika, saya merasa ia sedang berbisik kepada saya. Pemain harmonika dalam musik blues sangat kuat bahkan lebih menonjol dibanding gitar elektrik. Sebaliknya, Toots Thielemans bermain seolah-olah sedang berbincang hangat dengan pendengarnya. Itulah musik yang saya mau. Surh Bagaimana kondisi emosional Anda ketika bemain harmonika? Jeon Jika sedang konser, khususnya ketika bermain swing, saya sering kali ingat masa-masa pergi ke kelab musik dan bermain begitu saja. Ketrampilan saya tidak bagus, tapi saya punya passion. Lalu, saat memainkan musik balada, saya biasanya memikirkan alam. Saya bermain seolah-olah saya di bawah sinar matahari yang hangat atau salju yang turun dengan lembut Surh Jika Anda bisa melihat, apakah ekspresi musik Anda akan berbeda? Jeon Jika saya bisa melihat, tentu saya akan mendapatkan lebih banyak informasi. Tapi, saya tidak pernah berpikir bahwa semua itu akan membuat musik saya menjadi lebih baik. Musik

saya mengekspresikan apa yang dirasakan tubuh saya, apa yang dirasakan indra saya, dan apa yang saya pikirkan saya sampaikan melalui suara. Surh Apakah Anda akan menjadi pemain harmonika selamanya? Jeon Saya ingin membuat komposisi musik yang bercerita. Bahkan sebuah musik yang hanya sepanjang lima menit dengan pengantar yang jelas, pengembangan, klimaks, dan akhir. Saya ingin masyarakat mendengar cerita pendek atau sebuah adegan drama musikal. Bagi saya, ada suara-suara yang mampu bercerita. Misalnya, ketika terjadi kecelakaan, banyak orang berkumpul dan ada mobil ambulance. Dari peristiwa ini bisa dibuat cerita. Saya ingin mengekspresikan hal-hal filosofis semacam ini melalui musik. Saya ingin menggelar konser musik seperti ini.

Suara yang Bercerita Mata di balik kacamata hitamnya nampak berkaca-kaca. Ia makin bersemangat ketika berbicara tentang mimpinya. Di awal interview, ia nampak sedikit sedih, seolah merindukan masa-masa keemasannya, tapi kini sama sekali berbeda. Bagi laki-laki ini, yang menangis dan tertawa melalui harmonika, nampaknya hanya harmonikalah yang bisa memberinya mimpi dan harapan. Sekali lagi, saya ingat ia bersenandung ketika ia memainkan harmonika, bintang-bintang bersinar, bunga bermekaran, dan ia terbang ke angkasa. Sepertinya ia sedang terbang ke angkasa saat ini. SeNI & BuDaya Korea 37


TINJAUAN SENI

lukiSan Pemandangan oleh maeStro Seni abStrak korea

1 1 “Komposisi dengan Garis Lurus” (1949). Minyak di atas kanvas, 53 x 45,5 cm. 2 “Pagi” (1958). Minyak di atas kanvas, 100 x 73 cm.

Yoo Young-kuk (1916-2002) adalah seniman yang lukisannya menangkap esensi gunung dengan menggunakan elemen dasar titik, garis, permukaan, bentuk dan warna ketika abstraksi masih merupakan konsep yang tidak biasa di dunia seni Korea. Dalam memperingati ulang tahunnya yang ke 100, sebuah acara diadakan di Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer di Deoksugung (tanggal 4 November 2016 sampai 1 Maret 2017). Acara itu bertajuk “Yoo Young-kuk, Absoluteness and Freedom,” dan memamerkan 100 karyanya dari kurun waktu 60 tahun yang memberikan pandangan baru dalam seni abstrak Korea. Chung Jae-suk Penulis Editorial dan Reporter Budaya Senior, The JoongAng Ilbo

38 KoreaNa Musim Semi 2017


©Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer

SeNI & BuDaya Korea 39 2


G

unung yang berwarna merah tua bersinar bagai permata. Dengan sinar merahnya yang seolah akan meletus, gunung itu memenuhi seluruh kanvas. Gunung dengan warna hijau, oranye dan biru memenuhi kanvas, dalam bentuk segitiga sederhana. Bentuk segitiga ini menarik perhatian. Warna yang brilian meleburkan passion dan kesejukan. “Gunung itu bukan di depan saya, tapi di dalam diri saya,” kata Yoo. Ini bertentangan dengan kata-kata pelukis Belanda Piet Mondrian, yang sangat dikaguminya: “Kita perlu membebaskan diri dari obsesi terhadap hal-hal eksternal. Dengan begitu kita akan dapat menghadapi tragedi, berdiri dan berkontemplasi dengan sadar mengenai kekuatan di dalam segala hal.” Bagi Yoo, melukis gunung di dalam dirinya adalah eksplorasi jiwa kemanusiaannya. Gunung itu ditampilkannya dalam banyak warna dan bentuk yang berbeda, dan menampilkan sisi kemanusiaan yang dilihat dan dirasakannya.

Pelukis Gunung Yoo lahir di Uljin, Propinsi Gyeongsang Utara (dulu Propinsi Gangwon) pada tahun 1916, sebuah tempat dengan lembah dan Gunung Eungbong. Gunung itu adalah tempat bermain Yoo. Gunung merupakan bagian dari dirinya, teman-teman bisunya dari masa kecil dan sebuah subjek yang secara konsisten muncul dalam lukisan di sepanjang hidupnya. “Saya membuat lukisan dengan judul ‘Mountain,’ mungkin karena saya tumbuh di pegunungan. Sama halnya, lukisan hutan saya diinspirasi oleh kenangan masa lalu di desa, di hutan tempat saya bermain ketika saya kecil. Matahari bersinar di rerumputan menembus sela daun-daun hijau dan cabang-cabang yang cantik. Saya suka mengekspresikan perasaan mengenai tempat yang saya kenal melalui lukisan, tempat yang selalu bisa saya datangi kapan pun,” kata Yoo. Seperti seniman Perancis Paul Cezanne yang memakai Mont Sainte-Victoire sebagai sumber inspirasi, bagi Yoo gunung adalah subjek yang menawarkan banyak kemungkinan dalam komposisi dan warna. Di tahun 1960an, setelah menetap di Seoul, Yoo sering kali mendaki gunung Dobong, Bukhan and Namhan, menyerap kekuatan gunung-gunung itu, dan menyembuhkan

1

2

1 “Mencairnya Bumi” (1961). Minyak di atas kanvas, 130 x 162 cm. 2 “Karya” (1967). Minyak di atas kanvas, 130 x 130 cm. 3 “Lingkaran-A” (1968). Minyak di atas kanvas, 136 x 136 cm.

40 KoreaNa Musim Semi 2017


Lukisan itu sederhana, hanya esensi subjek saja yang ada di kanvas, yang membawa penikmatnya ke dunia dengan kesunyian, kebebasan dan kedamaian di balik gunung. Permukaan lukisan Yoo mirip dengan seni Barat, tapi secara internal lukisan itu meneruskan tradisi lukisan pemandangan Joseon.

3

ŠMuseum Nasional Seni Modern dan Kontemporer

SeNI & BuDaya Korea 41


42 KoreaNa Musim Semi 2017


luka dengan segitiga kebahagiaan dari ketiganya. Sejarawan seni Lee In-bum mengatakan bahwa karya Yoo “mengangkat derajat manusia dan kebebasan melalui abstraksi.”

Pionir Seni Abstrak Korea Yoo menghadapi kesulitan pembuatan seni abstrak di Korea selama tahun 1950an. Yoo Jin, anak ketiga dari empat anak Yoo dan direktur Yoo Youngkuk Art Foundation, menyampaikan sebuah anekdot dari masamasa ketika ia masih bersekolah. Di sekolah menengah, gurunya mengadakan survei pekerjaan orangtua. Ketika Yoo muda menjawab bahwa ayahnya adalah seniman, gurunya itu bertanya seniman apa. “Saya bertanya kepada ayah saya lukisan apa yang dibuatnya, dan ia menjawab, ‘seni abstrak.’ Saya mengatakan bahwa pihak sekolah menanyakan kepada saya mengenai hal ini, dan ayah saya bilang, ‘Katakan bahwa itu seni modern.’ Kembali saya mengatakan kepadanya tidak seorang pun tahu apa artinya, lalu ia menjawab sambil tertawa, ‘Katakan bahwa saya adalah seniman kelas tinggi.’ Kemudian, ketika seseorang membeli salah satu lukisan ayah saya di pameran tunggalnya, ia tersenyum dan berkata, ‘Lukisan saya laku juga ya?’ Saya tidak akan pernah lupa itu.” Di masa mudanya, Yoo pergi ke Tokyo pada tahun 1935 untuk belajar seni di Bunka Gakuin. Di sana ia bekerja sama dengan seniman abstrak ternama, Saburo Hasegawa, dan bergabung dengan gerakan seni avant-garde. Pada tahun 1938, ia memenangkan hadiah utama dalam pameran kedua Asosiasi Seniman Independen dan aktif dalam kegiatan seni di Tokyo. Ia juga mempelajari fotografi di Oriental Photography School dan ikut mengirimkan foto-foto avant-garde ke pameran, sebuah testimoni mengenai jiwa kreatifnya. Setelah kembali ke Korea pada tahun 1943, Yoo harus merelakan seni selama tahun-tahun pembebasan negara ini dari pendudukan kolonial Jepang dan Perang Korea karena harus menghidupi keluarga besarnya; ia menjalankan bisnis perikanan keluarga, dan lemudian mencoba bisnis pembuatan bir. Tapi ketika menginjak usia 40 tahun, ia dengan mantap mengatakan kepada istrinya, “Saya tidak ingin gunung emas atau sawah emas. Saya ingin melukis,” dan kemudian ia kembali menekuni dunia seni. Yoo aktif berpartisipasi dalam kelompok seni, seperti Neo Realism Group, Modern Art Society, Invitational Exhibition of Contemporary Artists and Sinsanghoe (New Form Group), memimpin gerakan seni abstrak di Korea. Lalu ia secara tiba-tiba memutuskan hubungan dengan semua kelompok seni, dan setelah menyelenggarakan pameran tunggal perdananya pada tahun 1964 ia menyepi, mengabdikan dirinya dalam seni. Seniman Tanpa Legenda Yoo biasa digambarkan sebagai seniman yang pendiam, sederhana, keras kepala dan tekun. Ia adalah seniman tanpa legenda. Jika dibandingkan dengan rekan-rekannya seperti Kim Whanki, Lee Jung-seob,

1

1 “Gunung dan Danau” (1979). Minyak di atas kanvas, 53 × 65 cm. 2 Yoo Young-kuk bekerja di studionya di Yaksu-dong, Seoul. Foto ini diambil oleh fotografer Limb Eung-sik sekitar 1968.

2

SeNI & BuDaya Korea 43


1

1 “Gunung-Merah” (1994). Minyak di atas kanvas, 126 x 96 cm. 2 “Karya” (1989). Minyak di atas kanvas, 65,4 x 91 cm. 3 “Karya” (1994). Minyak di atas kanvas, 66 x 91 cm.

44 KoreaNa Musim Semi 2017

Park Soo-keun dan Chang Ucchin, yang berada di bawah bayangan kelam kolonialisme lalu bangkit menjadi seniman kenamaan atau eksentrik, Yoo memiliki kehidupan yang lurus, monoton dan sederhana. Ia menjalani jadwal yang padat setiap harinya, seperti “pekerja seni,” berangkat ke tempatnya bekerja pada pukul 8 dan melukis sampai pukul 6 petang. Dengan gaya hidupnya yang kaku seperti ini, novelis Kang Sok-kyong mengatakan “ia harus menghapus semua tetek-bengek [hidup] dari pekerjaannya dan menjadi ‘seniman yang baik.’” Yoo menolak konvensi dan kompromi, dan memilih hidup menyendiri dan menyepi dan hanya merasakan “ketegangan di lukisannya.” Seperti gunung dalam lukisannya, Yoo memiliki jiwa yang suci dan luar biasa. Seniman Kim Byung-ki, yang belajar bersama Yoo di Jepang, mengatakan, “Ia orang bebas dengan perangai riang yang menolak konvensi.” Yoo berhenti menjadi pengajar di Seoul National University setelah dua tahun tiga bulan, dan di Hongik University setelah tiga tahun. Ia lebih memilih menyendiri di tempatnya bekerja dan bercengkerama dengan gunung-gunung di dalam dirinya dibanding berbaur dengan masyarakat. “Melukis adalah menunjukkan siapa diri Anda,” katanya. “Sumber gambar saya adalah alam dan lingkungan sekitar saya. Saya ingin belajar melukis sampai usia 60, dan setelah itu kembali ke alam dengan pendekatan yang lebih lembut.” Yoo mengatakan hal yang sama kepada anak-anaknya. “Ayah kami bicara tentang belajar seni sepanjang masa. Ia mengatakan akan fokus belajar hingga berusia 60 tahun. Ketika berusia 70 tahun, ia mengatakan, ‘Usia lima puluh itu masih muda.’ Lalu ketika berusia 80 tahun ia mengatakan, ‘Usia enam puluh adalah masa emas.’ Saya juga ingat ia mengatakan, ‘Saya membuat seni abstrak untuk membuat dunia ini lebih baik.’”

Pelukis Pemandangan Moral Mengagumi karya Yoo yang terpisah di empat galeri sesuai dengan periodenya membuat kita ingat pepatah Asia lama, “Seorang laki-laki yang baik pasti menyukai gunung.” Udara segar dan jiwa yang tinggi dari lukisannya membuat penikmat seni berkontemplasi, meresapi kedalaman makna gunung. “Ia menganggap gunung sebagai jiwa warisan budaaya Korea, dan selalu menciptakan sebuah ‘harmoni.’ Impian seniman ini adalah keseimbangan yang harmoni dalam hidup, seni, dan alam, bukan hanya mengejar harmoni warna dalam karyanya, diyakininya bahwa baginya esensi warna lebih berharga dibanding harmoni itu sendiri. Itulah alasannya mengapa lukisan Yoo tentang gunung-gunung dianggap sebagai ‘pemandangan moral.’” (dari ulasan Chung Young-mok “Yoo Young-guk's Mountains: Moral Landscapes” dalam buku Yoo Youngguk, 2012) Lukisan gunung dalam retrospektif Yoo Youngguk bisa dengan leluasa dilihat oleh siapa saja dari mana pun di seluruh dunia. Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer bekerja sama dengan Google memamerkan 20 dari karya besar Yoo dalam platform pameran seni online Google Arts & Culture. Untuk pertama kalinya di Korea, karya Yoo difoto oleh “Art Camera” yang dikembangkan oleh Google Cultural Institute, mengabadikan detil paling indah dari lukisannya dalam gambar dengan resolusi super tinggi, yang sangat mengagumkan bahkan dalam hal tekstur permukaan lukisannya. Gunung yang gagah menjulang tinggi dalam bentuk geometris dan warna yang kuat dilukis dalam tarikan garis yang tebal dan seragam menyuarakan hati sang seniman yang ingin “hidup bebas tanpa campur tangan apapun.” Lukisan itu sederhana, hanya esensi subjek saja yang ada di kanvas, yang membawa penikmatnya ke dunia dengan kesunyian, kebebasan dan kedamaian di balik gunung. Permukaan lukisan Yoo mirip dengan seni Barat, tapi secara internal lukisan itu meneruskan tradisi lukisan pemandangan Joseon.


2

©©Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer

SeNI & BuDaya Korea 45 3


DI ATAS JALAN

ANGIN DAN BEBATUAN, DAN HELAAN WAKTU DI JEJU SELATAN Gwak Jae-gu Penyair Lee Han-koo Fotografer

Pulau volkanik Jeju berbentuk oval membentang dari timur ke barat dengan gunung Halla tepat di tengah pulau. Separuh pulau di bagian bawah adalah Jeju Selatan, yang berada di bawah yurisdiksi administratif kota Seogwipo. Sebagai bagian paling selatan Korea, wilayah ini adalah tempat pertama yang mengalami musim semi.

©Ko Bong-su, “Musim Semi di Jeju” Kompetisi Foto Internasional Kelima

46 KoreaNa Musim Semi 2017


Tampak di musim semi berlimpah ruah bunga bewarna kuning membentang di laut biru dan Seongsan Ilchulbong, populer disebut “Puncak Matahari Terbit".

SeNI & BuDaya Korea 47


1

H

alo, kata saya ketika saya pertama kali bertemu Anda di jalan itu. Apakah Anda tahu, bahwa kebahagiaan hidup dimulai dengan mengucapkan salam kepada mereka yang Anda sayangi? Bahwa salam di antara kalian akan terus menumpuk dan menjadi cinta. Kebahagiaan itu seperti anggur, ketika kehidupan melewati sungai kekecewaan dan keputusasaan, cinta menawarkan kita kapal kecil dan sepasang dayung. Itulah mengapa kita semua membutuhkan kebahagiaan. Hari itu, saya sedang menuju bagian selatan Pulau Jeju. Saya tidak ingat seberapa sering saya melakukan perjalanan ini, tapi setiap saya memulainya saya mengatakan Halo, seolah saya bertemu cinta pertama saya. Dengan kehangatan yang sama dalam suara Anda, Anda menjawabnya, Halo! Ketika kita bertukar salam seperti ini saya merasakan kehangatan di hati saya dan mata saya bersinar seolah-olah sedang menatap hamparan bunga di alam bebas. Bayangan kebencian dan keputusasaan di hati saya hilang bagai angin. Anda berdiri tersenyum dan melambai kepada saya. Anda — pernahkah Anda berkelana di negara asal Anda? Saya dari Korea. Saya tinggal di Korea dan menulis puisi. Selama enam puluh tahun 48 KoreaNa Musim Semi 2017

saya habiskan di bumi ini, mungkin pantas disayangkan. Hidup saya tidak penuh dengan passion dan nilai-nilai, dan masih belum bisa menulis puisi dari lubuk hati yang paling dalam. Ketika kritikus memuji puisi yang saya tulis semalam suntuk saya sangat bangga, mengira bahwa saya sudah menghasilkan karya bagus. Ketika saya pikir saya hanya menyeberangi kubangan kecil penuh dengan ketidaksabaran dan kecerobohan, hati saya kembali risau.

Mengapa Matahari Terbit Selalu Indah Jalan yang saya lalui adalah jalan lingkar di sekitar Pulau Jeju. Meski lebih dikenal dengan nama lamanya yaitu Jalan Nasional No. 12, jalan ini sebenarnya Jalan Regional No. 1132. Pulau ini punya beberapa fenomena alam misterius yang sangat indah dan tercatat sebagai salah satu situs UNESCO World Heritage di tahun 2007 dengan nama Jeju Volcanic Island and Lava Tubes. Desa-desa yang dikelilingi oleh lava, gua-gua lava yang sangat dalam, air terjun yang langsung mengarah ke laut, dan banyak pulau kecil tersebar di lautan ‌ pada suatu titik semua pemandangan ini terbungkus hamparan bunga berwarna kuning. Untuk sesaat, saya lupa negara tempat saya berasal, dan lupa pekerjaan saya. Dan untuk sesaat, rasa malu juga hilang. Itulah mengapa saya datang ke sini. Kita bisa


2

melupakan kesepian begitu berada di jalan ini, dan sebaliknya jalan ini menjadi lengkap dengan kesepian dan rasa malu kita. Sekarang saya pergi ke tenggara melalui jalan lingkar ini. Di kejauhan ada bebatuan misterius yang berbentuk gajah. Penduduk Jeju menyebutnya Seongsan Ilchulbong, atau Puncak Matahari Terbit Seongsan. Dari tempat yang terletak di bagian timur pulau ini, Anda bisa melihat matahari terbit paling indah di Korea. Batu putih menyerupai corong terbentuk ketika erupsi di bawah laut menyemburkan magma ke atas permukaan air lima ribu tahun yang lalu. Awalnya berupa pulau, kemudian menjadi terhubung dengan dataran utama karena akumulasi sedimen. Matahari terbit menjadi sangat indah di tempat ini karena memancar ke atas cakrawala dengan warna yang mengagumkan. Cahaya matahari menembus padatnya udara pagi dalam warna hijau, merah muda, biru dan kuning. Sangat magis. Matahari terbit dalam warna pelangi. Bayangkan lukisan Gauguin. Warna-warna primitif dalam lukisan “noble savage� yang mengakhiri harinya di pulai Tahiti adalah warna-warni matahari terbit itu. Di atas batuan vulkanik hitam dengan lubang di sana-sini, selimut bunga berwarna kuning di sepanjang kaki gunung sampai ke laut, ombak berwarna biru — di antara nafas panjang haenyeo, penyelam perempuan laut dalam Jeju —

1 Formasi menakjubkan dari basal hitam, tebing berbentuk batang-batang kolom membentang di sepanjang garis pantai Seogwipo. Ini adalah salah satu pemandangan paling spektakuler di vulkanik Jeju. 2 Ketika Anda berjalan di sepanjang jalan pesisir mengarah ke tempat pengasingan Kim Jeong-hui, Anda akan sampai pada sebuah pagoda batu bertumpuk yang di atas terdapat sosok wajah manusia terbuat dari batu. Di sebelah kanan tampak salah satu kerucut Jeju berbentuk bagaikan parasit (Oreum) dengan puncak runcing.

matahari memancarkan sinarnya. Sejenak kita bicara mengenai penyelam ini. Haenyeo adalah simbol kehidupan Pulau Jeju. Tanpa memakai peralatan menyelam atau alat pernafasan, mereka menyelam selama berjamjam dalam air yang sangat dingin puluhan meter di bawah laut memanen kerang abalone, timun laut, keong laut, dan bahan makanan laut lain. Penyelam berpengalaman bisa menahan nafas selama lima menit. Suara hembusan nafas ketika mereka muncul ke permukaan air bukan hanya simbol penyelam itu sendiri tapi juga simbol besarnya tekanan hidup perempuan di Jeju. Sangat menginspirasi bagaimana penyelam perempuan itu menua berjibaku dengan kehidupan laut. Pada tahun 2016, budaya haenyeo Jeju ini dimasukkan ke dalam Daftar Kekayaan Budaya UNESCO (UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). SeNI & BuDaya Korea 49


1

Situs Kunjungan di Jeju Selatan

Seoul

Udo

446km

Puncak Matahari Terbit Seongsan Seopjikoji Gunung Hala Gunung Sanbang

50 KoreaNa Musim Semi 2017

Air Terjun Cheonjiyeon

Museum Seni Lee Jung-seob Air Terjun Jeongbang

Jeju


Saya memarkir mobil di sisi jalan menunggu matahari terbit. Awalnya sinar matahari berwarna kuning dan merah, lalu perlahan menjadi hijau dan biru, dan akhirnya menjadi merah muda yang sangat menawan. Duduk di antara bunga rape (yang mirip bunga kanola) di musim semi dan melihat matahari terbit di Ilchulbong, saya tahu mengapa burung-burung bernyanyi dan mengapa bunga-bunga itu berseri-seri. Dalam perjalanan menuju Seopjikoji saya membelokkan langkah ke arah yang berbeda. “Koji” adalah dialek Jeju yang artinya “tanjung yang sangat kecil.” Ketika pertama kali pergi ke sana tiga puluh tahun lalu saya sedang berbulan madu. Saat itu pemandangannya masih primitif. Hanya ada kami berdua, angin dengan aroma bunga, suara ombak, dan sinar matahari dengan warnanya yang beraneka. Tidak ada apa-apa lagi di sana. Bagi pasangan muda yang sama sekali tidak menyadari pintu menuju kenyataan terbentang di hadapan kami, tempat ini bagai hadiah tak ternilai, yang datang di luar rencana. Sekarang banyak sekali pendatang. Pernahkah Anda mendengar drama seri Korea “All In”? Banyak drama dan film lain mengambil gambar di sini, jadi wajar tempat ini kemudian menarik perhatian banyak orang. Tempat yang dulu sangat sepi tapi indah dan menawan, sekarang kehilangan pesonanya. Banyak sekali orang di sini, termasuk saya. Setiap orang punya keputusasaan, kesedihan dan lukanya sendiri. Mereka datang ke sini untuk melupakan luka itu, karena kita manusia dan berkubang duka.

1 Wisatawan berjalan menyusuri Jalan Pendakian Gunung Sanbang Olle. 2 Bermacam-macam dolharubang, patung-patung batu “kakek tua,” dapat ditemukan tersebar di seluruh pulau.

Seniman Lee Jung-seob dan Pesisir Seogwipo Ada dua orang yang saya temui dalam perjalanan saya ke Jeju. Kini saatnya menemui salah satu dari mereka, Lee Jung-seob (1916–1956), seorang seniman Korea. Saya sangat terpesona oleh karya dan kehidupannya ketika saya berusia sekitar dua puluh tahun. Saya membaca biografinya yang ditulis oleh penyair Ko Un berulang kali sampai sampulnya kusam dan sobek di sana-sini. Saya hanya berhenti membaca ketika ikut wajib militer. Di kota Seogwipo, ada museum seni dan jalan yang diberi nama dengan namanya. Saya tidak tahu harus mulai dari mana. Pada bulan Januari 1951, Lee Jung-seob pertama kali datang di Jeju bagian selatan. Perang Korea sedang sangat panas dan Lee harus harus mengungsi ke pulau itu dengan istri dan dua anak laki-lakinya yang masih kecil. Lee lahir dari keluarga kaya, dan pergi belajar ke Jepang pada usia dua puluh tahun. Di sana ia bertemu Masako, yang kemudian menjadi istrinya. Ketika saya berusia 20 tahun, kisah cinta antara seniman muda Korea dan perempuan Jepang selama periode kolonial itu sangat pilu. Mereka berdua terus berhubungan, menyeberangi laut yang memisahkan Korea dan Jepang, dan mnenikah pada tahun 1945. Tak lama setelah itu, Korea bebas dari pendudukan Jepang. Pasangan ini kemudian hidup dengan damai di Wonsan, yang kini merupakan bagian dari Korea Utara, dan mereka pindah ke selatan ketika kota itu dibom pada tahun 1950 selama Perang Korea. Itulah saat pertama kali Lee datang di Jeju bagian selatan. Setelah melewati kota Busan yang padat pengungsi, keluarga itu sampai ke Jeju dan linggal di pesisir Seogwipo dari bulan Januari hingga Desember 1951. Selama jangka waktu ini, bersama istri dan kedua anak laki-lakinya, Lee hidup dengan menangkap kepiting untuk makan keluarganya. Banyak karyanya berkisah tentang kepiting sedang bermain dengan anak-anaknya. Lee pernah mengatakan bahwa ia sangat prihatin mengenai apa yang dilakukannya kepada kepiting itu. Setelah melepas istri dan anak-anaknya pergi ke Jepang pada tahun 1952, Lee tinggal dalam kesedihan dan menulis surat kepada Masako setiap beberapa hari. Berikut salah satu suratnya. 2 SeNI & BuDaya Korea 51


Jalan antara Ilchulbong dan gunung Sanbang memang sepantasnya disebut Jalan Surga. Keindahan alam di sepanjang jalan ini sangat luar biasa. Di ujung jalan ada tempat yang memadukan aura cendekia dan seniman yang paling disukai masyarakat Korea. 1 “Sehando” (Adegan Musim Dingin) oleh Kim Jeong-hui. 1844. Tinta dan sapuan di atas kertas, 23 x 69,2 cm. Salah satu lukisan sastrawan Korea yang paling terkenal, yang diproduksi oleh para sarjana bukan seniman professional. Karya ini mengungkapkan pandangan Kim sambil merenungkan makna hidup selama tahun-tahun suram tinggal di pengasingan di Pulau Jeju. 2 Pintu masuk ke Galeri Seni Lee Jung-seob di Seogwipo ditandai dengan struktur batu yang diukir dengan gambar wajah seniman.

1

“Seni adalah ekspresi tak terbatas dan paling dalam tentang cinta. Ketika seseorang merasakan cinta sejati, saat itulah hatinya menjadi suci. . . . Aku mencintai Nam-deok-ku seorang, makin dalam, kuat, bergelora, dan tak terbatas. Aku mencintainya, dan mencintainya dan memujanya. Cinta dari dua hati akan menemukan caranya sendiri. Untuk Mister Toe yang lembut dan hangatnya tak berujung, saya mengirimkan cium mesra lagi dan lagi.” Nam-deok adalah nama Korea Masako. Ada bagian dari surat ini yang membuat mata saya tidak bisa berpaling: bagian ia mengirim cium mesra kepada Mister Toe. Ekspresi ini menunjukkan cinta tak terbatas kepada sesuatu dengan rendah hati yang memperlihatkan bagaimana Lee memandang dunia. Lee sangat mencintai jari kaki istrinya. Banyak suratnya menyebut cium mesra untuk jari kaki istrinya itu. Lee Jung-seob suka melukis sapi. Dengan kejujuran dan kesederhanaan sapi ini, ia ingin memberikan gambaran kehidupan Korea yang sesungguhnya. Karena tidak mampu membeli cat dan peralatan seni lainnya di tengah perang, ia menggunakan kertas bungkus rokok sebagai kanvas. Setelah selesai mengepak rokok, ia menggambar di bungkusnya dan mewarnainya dengan cat. Seki52 KoreaNa Musim Semi 2017

tar tiga ratusan lukisan bungkus rokok yang dihasilkan oleh Lee ada di Museum of Modern Art in New York. “Family on the Road” adalah favorit saya, gambar seorang laki-laki dengan istri dan dua anaknya dalam sebuah piknik dengan kereta. Ini menggambarkan impian Lee. Lee mengadakan pameran terakhirnya di Seoul pada tahun 1955 tapi lukisannya tidak terjual. Karena kondisi mentalnya melemah, ia mulai menolak makan dan menghabiskan waktunya dalam bangsal perawatan sampai ia meninggal di rumah sakit pada tahun 1956 dengan tak seorang pun di sisinya. Di Lee Jung-seob Art Museum Anda bisa melihat lukisannya, seni yang ia cintai sepanjang hayatnya, dan surat kepada istrinya. Sangat menyedihkan melihat kehidupan seniman yang hidup dalam kemiskinan. Pesisir Jaguri adalah tempat Lee berjalan-jalan bersama keluarganya. Berjalan sepanjang pantai di hari yang sunyi dan sepi sambil memikirkan kehidupan seniman itu bisa menjadi semacam terapi mental. Hal lain yang bisa dilakukan adalah berjalan ke air terjun Jeongbang atau Cheonjiyeon yang hanya sepuluh atau dua puluh menit jaraknya untuk mendengarkan suara nafas. Mereka berkumpul di sini karena mereka kesepian, bukan? Seorang penyair Korea pernah berkata, “Seseorang menjadi manusia karena ia kesepian.”


2

Kehidupan Pelajar Joseon di Pengasingan Gunung Sanbang terletak di bagian barat Jeju selatan. Gunung ini tampak lembut dan menenangkan. Anda bisa melihat pemandangan kuda-kuda lokal yang sedang merumput. Di sisinya ada sebuah pelabuhan kecil bernama Moseulpo. Setelah menyusuri punggung pegunungan itu, akhirnya saya sampai ke Moseulpo pada saat matahari terbenam dan makan malam dengan ikan herring Pasifik bakar dan nasi di sebuah rumah makan kecil. Menganggap makanan sebagai sesuatu yang meenyenangkan mungkin hal paling bodoh yang saya lakukan. Tapi di hari yang sepi dan penuh keputusasaan, duduk di rumah makan yang nyaman di kota pelabuhan kecil makan sendiri dengan sebotol soju tidaklah begitu bodoh. Orang seperti ini pasti sedang menekuri dan meresapi masa lalunya. Tidak ada alasan ia tidak bisa menemukan jalan baru dalam hidupnya. Pada tahun tahun 1840, seorang laki-laki diasingkan ke Moseulpo. Laki-laki itu bernama Kim Jeong-hui (1786–1856). Pada periode Joseon, pengasingan adalah hukuman bagi mereka yang tidak patuh kepada raja. Ia tinggal di pengasingan di Jeju selama delapan tahun. Ia tinggal di sebuah rumah beratap rumbia yang dikelilingi pagar berduri. Di dunia Timur dan Barat, dulu dan sekarang,

pencapaian tertinggi seseorang sering kali datang di saat ia berada dalam kemiskinan. Di pengasingan inilah Kim Jeong-hui mencapai pembelajaran dan seni tertinggi. Lukisan “Sehando” (A Winter Scene), yang sangat dikenal di seluruh Korea, dibuatnya di sini pada tahun 1844. Semua orang harus melihat lukisannya ini sekali waktu. Lukisan ini terdaftar dalam Designated National Treasure No. 180 . Ada sebuah rumah, pohon pinus tua, dan tiga pohon pinus Korea yang masih muda. Di lukisan ini terdapat tulisan, ungkapan lama dari Confucius: “Ketika musim dingin, pohon pinus adalah pohon terakhir yang kehilangan daunnya.” Menurut saya, maknanya adalah “Setelah hari-hari yang berat akan ada titik terang.” Bersama dengan lukisan itu ada pujian yang ditulis oleh enam belas pelajar Qing dari China, yang menuliskan kesan-kesan mereka atas karya itu. Di rumah pengasingannya itu, Kim Jeong-hui bertanya kepada dirinya sendiri arti kehidupan. Kehidupan itu sungguh bermakna. Jalan antara Ilchulbong dan gunung Sanbang memang sepantasnya disebut Jalan Surga. Keindahan alam di sepanjang jalan ini sangat luar biasa. Di ujung jalan ada tempat yang memadukan aura cendekia dan seniman yang paling disukai masyarakat Korea.

SeNI & BuDaya Korea 53


SATU HARI BIASA

Dua Sisi Kehidupan Karyawan Minimarket Minimarket adalah tempat sambil lalu. Sebagian besar dari mereka yang bekerja di tempat ini memandang pekerjaannya sebagai batu loncatan. Tapi, di pekerjaan ini mereka juga punya mimpi dan cinta.

1

1 “Sungguh tidak cukup hanya berdiri di bagian pencatatan. Tugas penting bagi pegawai seperti saya ialah bolak-balik dari gudang ke toko dan menjaga rak yang dipenuhi tumpukan produk,� kata Lee Deokju. 2 Dari pengalamannya sebagai seorang pegawai toko selama bertahun-tahun, Lee Deok-ju menyadari bahwa pekerjaan membutuhkan bukan hanya tingkat keramahan melainkan tingkat yang tepat dari ketidaktertarikan.

54 KoreaNa Musim Semi 2017

Kim Seo-ryung Direktur, Old & Deep Story Lab Ahn Hong-beom Fotografer

L

ee Deok-ju, mahasiswa tahun keempat yang akan melanjutkan ke program pascasarjana musim panas ini, bekerja di minimarket GS25 dekat Stasiun Bucheon di Propinsi Gyeonggi. Selama tiga tahun terakhir ia bekerja di ruangan sekitar 50 meter persegi dari pukul delapan pagi hingga pukul empat sore pada akhir pekan, saat ia libur kuliah. Upah per jamnya 6.470 won, sesuai upah minimum resmi untuk tahun 2017, sekitar 7,3 persen lebih tinggi dibanding 6.030 won tahun sebelumnya. Jika Anda kalikan delapan, upah hariannya adalah 50.000 won. Jadi, dengan bekerja dua hari seminggu ia mendapat uang saku yang cukup untuk minggu berikutnya. Kasus Lee mungkin tidak berlaku bagi semua karyawan minimarket di Korea. Orangtuanya membayar biaya kuliah, sehingga ia hanya bekerja paruh waktu di dekat rumahnya. Pekerjaan itu sebagai bagian dari rencana besarnya: melamar pekerjaan di GS Retail, perusahaan yang menjalankan franchise minimarket itu. Ia mau diwawancarai, sementara 10 atau

lebih karyawan lain yang saya dekati langsung menolak, atau menolak setelah berbincang selama dua atau tiga jam ketika saya minta ijin mengadakan wawancara formal dan mengambil gambar. Jika dikatakan negara ini menjadi republik minimarket rasanya tidak berlebihan. Minimarket satu dan lainnya hanya berjarak seratus meter. Pekerjaan paruh waktu di minimarket mudah didapat dan penghasilannya sangat tinggi.

Bagi Sebagian Orang, Pekerjaan ini adalah Persiapan Menuju Pasar Kerja Minimarket menjual aneka barang. Lee mengatakan ia tidak tahu pasti berapa lini produk di toko itu. Ia menambahkan di toko itu terdapat beragam kebutuhan seharihari, kudapan, daan makanan siap santap yang sangat laris. Dulu, mi gelas, gimbap, dan kimchi yang dikemas dalam sachet kecl menjadi ciri khas makanan yang dijual di minimarket, tapi beberapa tahun lalu makan siang kemasan mulai dijajakan. Jaringan minimarket bersaing satu sama


2

lain dengan cara memproduksi sendiri merk makan siangnya sendiri, mengembangkan resep-resep baru dan memakai kemasan yang menarik. Di GS25 tempat Lee bekerja, makan siang ini meraup penjualan terbesar. Tahun lalu jaringan minimarket ini meluncurkan juga merk kopi. Iklan kopi Americano dalam ukuran besar, yang dijual dengan harga 1.000 won per gelas, dipasang di tempat strategis di depan toko. Saya menyampaikan beberapa pertanyaan yang sudah saya siapkan sebelumnya kepada Lee dan ia menjawabnya dengan lancar. Apakah ada tipe kepribadian tertentu yang cocok dengan pekerjaan ini? Bagaimana Anda menangani konsumen? Apakah ada cara khusus menyusun produk yang dijual? Apakah ada aturan bagaimana menempatkan barang yang dibeli ke dalam kantong belanja? Siapa konsumen paling rewel? Pernahkah Anda menangkap pengutil? Ketika mempersiapkan artikel ini saya membaca novel Sayaka Murata Convenience Store People,

yang tahun lalu memenangkan Akutagawa Prize, salah satu penghargaan sastra di Jepang. Dalam novel semi autobiografi, yang ditulis dari pengalamannya bekerja di minimarket selama lebih dari 18 tahun, terdapat pemaparan menarik tentang pelatihan selama dua minggu untuk menjadi “karyawan minimarket,” yang oleh Murata disebut “makhluk berseragam.” Misalnya, Anda harus melakukan kontak mata dan tersenyum ketika menyapa konsumen; suara Anda harus riang; ketika ada yang membeli pembalut Anda harus mengemasnya dalam kantong kertas; makanan panas dan dingin harus diletakkan dalam kantong berbeda; ketika ada pesanan makanan siap saji hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mencuci tangan. Tapi dari jawaban Lee, tampaknya banyak hal sangat berbeda di Korea. “Saya tidak melewati pelatihan khusus. Tentu saja sangat bagus jika Anda murah senyum, tapi saya lebih suka menghindari kontak mata dengan konsumen. Mereka juga tidak suka ketika Anda melakukan

kontak mata,” katanya. “Lebih baik pindai barcode dengan benar dan beritahukan total harganya dengan jelas…Tidak ada cara khusus menyusun produk yang dijual, tapi ada satu aturan yang harus dipatuhi. Jual barang yang datang lebih dulu. Pemilik toko selalu menekankan saya menjalankan prinsip ini.” Penempatan produk bisa membuat atmosfer sebuah toko berbeda secara dramatis. Di wilayah ini banyak terdapat apartemen tipe studio yang menjadi tempat tinggal karyawan asing. Banyak konsumen berasal dari negara lain dan mereka membeli kebutuhan sehari-hari di sini. Konsumen yang belum bisa bahasa Korea kadang-kadang meminta bantuan mencari produk yang mereka perlukan. Dalam kurun waktu tiga tahun Lee bekerja di toko ini, baru sekali waktu ada seseorang yang mengatakan sesuatu selain tentang barang yang dibeli. “Saya sedang berada di dalam toko pada pagi hari Tahun Baru China ketika seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun tiba-tiba bertanya SeNI & BuDaya Korea 55


“Saya sedang berada di dalam toko pada pagi hari Tahun Baru China ketika seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun tiba-tiba bertanya kepada saya, ‘Apakah Anda sudah makan sup Tahun Baru?’ Saya tidak percaya apa yang saya dengar. Itulah pertama kalinya ada yang memperhatikan saya ketika saya sedang bertugas di meja kasir. Biasanya mereka hanya membayar dan pergi begitu saja tanpa memandang saya. Selama ini hal seperti itu lebih nyaman buat saya.”

56 KoreaNa Musim Semi 2017

kepada saya, ‘Apakah Anda sudah makan sup Tahun Baru?’ Saya tidak percaya apa yang saya dengar. Itulah pertama kalinya ada yang memperhatikan saya ketika saya sedang bertugas di meja kasir. Biasanya mereka hanya membayar dan pergi begitu saja tanpa memandang saya. Selama ini hal seperti itu lebih nyaman buat saya.” Konsumen yang datang membeli susu dan tisu kamar mandi, belum bercukur dan berpakaian seolah mereka baru saja bangun tidur atau mereka yang datang sore hari membeli gimbap dan mi gelas dan duduk di salah satu meja sering kali tak ingin diganggu. Minimarket bukan tempat bertemunya orang-orang, melainkan tempat mereka berpapasan satu sama lain. Tempat ini kurang tepat bagi mereka yang mencari kenyamanan. Karyawan dilarang makan di dekat kasir. Tapi mereka juga tidak boleh meninggalkan toko untuk makan di luar. Jadi, Lee mencuri waktu makan mi gelas atau makanan serupa ketika sedang tidak ada konsumen.

“Saya pernah memergoki murid sekolah dasar mencuri es krim, tapi belum pernah ada pencuri yang lebih besar. Konsumen laki-laki biasanya menyapa saya, ‘Hei, mahasiswa’. Itu versi ramahnya. Umumnya hanya ‘Oi, kamu!’ Ada juga konsumen yang memakai kata-kata kasar dan yang melempar uangnya ke arah saya. Kadang-kadang saya merasa tidak nyaman, tapi itu konsekuensi pekerjaan. Saya tidak memikirkan apakah konsumen mau menatap saya atau tidak. Saya fokus pada reaksi mereka terhadap barang yang dibeli saja. Tujuan saya adalah mendapatkan pekerjaan di GS Retail,” katanya.

Bagi Sebagian Lainnya, Toko ini Seperti Rumah Orang yang paling banyak bicara dengan saya adalah Mr. Park, laki-laki berusia sekitar awal lima puluh tahun yang bekerja di Seven Eleven di jalan utama dekat Dongdaemun (Pintu Timur). Ia menolak diambil gambar. Situasinya sangat berbeda dari


Untuk mempersiapkan makanan segar yang siap ditambahkan ke bagian toko penjual produk, pegawai lebih sering menerima pengiriman dari truk berpendingin.

Lee. Dengan mempertimbangkan anonimitas, saya menyertakan ceritanya dalam tulisan ini. Bagi Park ini adalah pekerjaan utamanya. Ia bekerja 12 jam sehari. Pekerjaannya memakai sistem dua shift masing-masing 12 jam, bukan tiga shift dengan 8 jam kerja. Park dan pemilik toko bertugas bergantian setiap hari, dan pembagian jam kerja ini berdasarkan pertimbangan pemilik toko mengenai situasi Park. “Ini pekerjaan yang memungkinkan saya bisa makan dan tidur tanpa banyak gangguan. Jam kerja saya panjang supaya saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan sebesar 20.000 won; inilah yang saya perlukan saat ini,” katanya. Park, yang mulai bekerja pukul delapan malam dan selesai pukul delapan pagi, tidak memiliki rumah. Ia berpisah dengan keluarganya

setelah bisnisnya mengalami kegagalan. Ia memilih bekerja di minimarket karena ia bisa bermalam di belakang counter. “Seperti sel penjara yang sempit. Tapi saya bisa pergi kapan pun. Tempat ini menghadap ke timur, jadi setiap pagi saya bisa melihat matahari terbit. Tentu akan berubah sesuai musim, tapi ketika matahari terbit saya tahu itu waktunya saya berkemas,” katanya. Ketika giliran bekerjanya berakhir ia biasanya mencuci muka dan menggosok gigi di kamar mandi umum yang ada di gedung itu, dan jika sangat capek atau sekadar ingin berbaring ia akan pergi ke jjimjilbang (sauna Korea) yang tak jauh dari situ. Targetnya menabung 1,7 juta won setiap bulan. Jumlah itu akan mencapai sekitar 20 juta won per tahun, dan jika ia melakukannya selama tima tahun ia akan punya 100 juta won di bank. Ia tidak minum atau merokok, dan sekarang sudah dua setengah tahun sejak ia bekerja di toko itu, jadi ia sudah separuh jalan mencapai tujuannnya. “Saya berhutang budi kepada konsumen yang datang. Dengan berpikir begitu saya selalu menyapa mereka dengan tulus... dan ada beberapa konsumen yang datang secara rutin karena mereka menghargai itu. Mereka datang meski hanya membeli air minum," kata Park. “Jika berhadapan dengan orang, hal yang paling penting itu bukan uang, melainkan perasaan. Itu sangat berarti bahkan bagi mereka yang tidak berpunya.” Mungkin itu sebabnya ada konsumen yang mengajak makan bersama setelah selesai jam kerja, atau membawakan baju buatnya. Ketika mulai bekerja, ia merasakan segalanya sangat sulit, tapi setelah beberapa waktu ia mulai menikmatinya. Rutinitas harian Park sama sekali tidak seperti mereka yang berjaga semalam suntuk. Ia pergi ke kelas menari di pusat kegiatan masyarakat setempat, yang membuka kursus menari 14 jam sebulan dengan biaya 20.000 won. Ia juga sering ke perpustakaan wilayah. Ia melakukan banyak cara menikmati harinya dengan

produktif tanpa menghabiskan banyak uang. Ia merasa hidupnya lebih bermakna dibanding ketika ia masih menjalankan bisnis dengan beban keuangan. Pemikirannya tentang bekerja di minimarket adalah pandangannya mengenai hidup ini. “Jika dibandingkan dengan para mahasiswa yang bekerja paruh waktu untuk menabung biaya kuliahnya karena harus mandiri lepas dari orangtua, karyawan seperti kami bisa dianggap tidak berhasil. Tapi jika Anda tidak peduli dengan pendapat orang lain, pekerjaan ini sama sekali bukan hal yang buruk. Memangnya hanya karyawan perusahaan yang bisa punya gaji? Upah yang saya masukkan ke rekening saya di bank itu buah dari surga. Saya merasakannya begitu setelah saya kehilangan segalanya,” katanya. Park tahu jumlah produk yang dijual di toko ini, yaitu sebanyak 852 macam. Karyawan paruh waktu memang harus mematuhi aturan, tapi berkeliling dalam sebuah minimarket akan mudah melihat bahwa karakter karyawan yang bekerja di sini punya pengaruh pada atmosfer tempat ini. “Banyak minimarket di sekitar sini tapi toko kami paling bersih dan tempat sampah selalu rapi. Saya tidak tahan melihatnya berantakan,” kata Park. Ia mengatakan tidak perlu mencatat penjualan atau buku saldo karena mesin kas sudah diprogram secara otomatis. Penjualan dan total stok akan muncul di layar, jadi yang perlu dilakukannya hanya berganti giliran bekerja dengan pemilik toko. “Saya merasa senang jika penjualan bagus, dan saya sedih jika sebaliknya, sepertinya itu semua salah saya. Itulah saat-saat berat buat saya,” katanya. Park menutup pembicaraan dengan pemikiran tentang negara ini: “Masyarakat secara individu tidak menjadi masalah. Ekonomi negaralah yang harus ditingkatkan, tapi apakah itu mungkin jika konglomerat mengucurkan dana dalam jumlah besar kepada mereka yang berkuasa? Bahkan seseorang seperti saya yang bekerja 12 jam sehari dengan bayaran 70.000 won tahu itu.” SeNI & BuDaya Korea 57


KISAH DUA KOREA

relawan membantu menjembatani keSenjangan bahaSa Para PengungSi Pusat Pendidikan Global untuk Pengungsi Korea Utara (TNKR) merupakan lembaga swadaya masyarakat nirlaba yang berkomitmen membantu pengungsi Korea Utara bisa belajar bahasa Inggris. Pembelajaran seorang-kepada-seorang oleh para relawan penutur asli bahasa Inggris membantu para pengungsi mendapatkan kesempatan yang sama dalam masyarakat Korea Selatan berdasarkan kemampuan berbahasa Inggrisnya sebagai keunggulan kompetitif. Kim Hak-soon Jurnalis dan Profesor Tamu di Jurusan Media dan Komunikasi Universitas Korea Ahn Hong-beom Fotografer

M

enurut data statistik, kesenjangan bahasa antara antara kedua Korea yang terus berkembang mencapai hampir 40 % sejak terpisah secara nasional. Hal itu makin melebar karena banjirnya kata baru internet dan singkatan yang susah dipahami. Banyak kata asing Korea Selatan yang dipakai tanpa dipikir yang terasa sangat asing dan membingungkan bagi para pengungsi. Menurut hasil riset Kementerian Persatuan Korea Selatan tahun 2014 terhadap para pengungsi Korea Utara yang telah menetap di Korea Selatan, lebih dari 40% penjawab memilih masalah komunikasi karena bahasa asing sebagai salah satu masalah paling serius yang mereka alami di Korea Selatan. Ada cerita bahwa seorang pengungsi Korea Utara yang baru datang ke Korea Selatan masuk ke toko laundry yang berplakat ‘Computer Cleaning’ untuk memperbaiki komputernya.

Sistem Operasional yang Unik Sebuah beban besar dan kuat, yaitu “kompetensi bahasa Inggris” telah menambah daftar kesulitan para pengungsi. Mereka ingin maju dalam studi dan pekerjaan dengan belajar bahasa Inggris. Tapi kebanyakan dari mereka tidak mampu berpikir tentang hal itu karena untuk hidup bertahan di rumah baru mereka sudah merupakan sebuah tantangan. Di tengah kesulitan seperti itu, Pusat Pendidikan Global untuk Pengungsi Korea Utara(TNKR) yang 58 KoreaNa Musim Semi 2017

terletak di 180-8 Dokmak-Ro, Mapo-Gu, Seoul muncul seperti oase di padang pasir. TNKR ialah singkatan yang terdiri atas huruf awal dari Teach North Korean Refugees atau Pusat Pendidikan Global untuk Pengungsi Korea Utara. TNKR yang mengajarkan bahasa Inggris pada pengungsi Korea Utara secara gratis merupakan lembaga swadaya masyarakat yang didirikan oleh Casey Lartigue, seorang Amerika dan Lee, Eun-koo, seorang Korea Selatan pada bulan Maret 2013. Operasional program mereka pun unik. Mereka tidak mengajarkan bahasa Inggris secara langsung tetapi menghubungkan pengungsi Korea Utara yang ingin belajar bahasa Inggris dan sukarelawan yang ingin mengajar mereka. Berbeda dengan institut yang seorang dosen mengajarkan bahasa Inggris kepada banyak orang, seorang guru hanya mengajar hanya seorang siswa. Tempat, waktu, cara, bahan kuliah dan sebagainya terserah pada siswa. Para siswa bisa meminta guru yang lain jika merasa guru pertama tidak sesuai dengan dirinya. Banyak siswa begitu antusias mendaftarkan diri belajar dengan beberapa guru sekaligus. Lartigue berkata, “Hal itu sangat membantu siswa yang belajar dari beberapa guru karena ada guru yang pandai mengajarkan bahasa Inggris lisan, guru lain mengajarkan tata bahasa, dan yang lain lagi mampu memberikan inspirasi bagi para pengungsi.”


Casey Lartigue (berdiri) dan Lee sebanyak 80 pengungsi berada di daftar tunggu Siswa-siswa memilih guru melalui matching Eun-koo (duduk di sebelah kanan), untuk sesi pencocokan. Prioritas diberikan kepasession atau pertemuan pencocokan rutin. Perwakil pendiri Pusat pendidikan temuan sejenis itu untuk membina kepercayaan da anak-anak yatim, mantan korban perdagangan Global TNKR, bertemu dengan relawan pengajar bahasa Inggris. antara guru dan siswa sehingga meningkatkan manusia, dan usia mereka di bawah 25 tahun. Merefisiensi pembelajaran. Pertemuan itu telah diadaeka yang telah belajar atau belajar bahasa Inggris di tempat ini setuju bahwa pendidikan bahasa Inggris yang mereka kan 50 kali sampai akhir 2016. Sebelum dihubungkan dengan guru, jalani di sini sangat membantu mereka dalam mencari pekerjaan para calon siswa mempunyai kesempatan sementara untuk belajar dan beradaptasi dengan masyarakat Korea Selatan. bahasa Inggris di kantor TNKR. “Tampaknya para siswa puas dengan pendidikan bahasa Inggris di sini karena programnya berfokus pada pilihan siswa,” kata Lee, Antusiasme Para Siswa yang menyimpan jurnal umpan balik yang diterima dari siswa. Sampai saat ini, jumlah pengungsi Korea Utara yang pernah Sejak awal sejarahnya, rekam jejak program pengajaran oleh atau sedang belajar bahasa Inggris di TNKR tercatat 250 orang. semua relawan TNKR ini diharapkan akan dipenuhi dengan banDari jumlah tersebut 55% merupakan mahasiswa atau mahasiswa program magister yang mengalami kesulitan untuk belajar bahayak cerita inspirasional dari siswa serta guru. Nama Park Yeon-mi muncul ketika Lartigue berbicara tentang siswa yang paling tak tersa Inggris di universitas atau ingin belajar di luar negeri. Sedangkan 30% merupakan karyawan perusahaan dan sisanya ibu rumah lupakan. “Park tidak terampil berbahasa Inggris dengan baik ketitangga, pencari pekerjaan dan sebagainya. ka ia pertama kali bertemu pada Desember 2012 sebelum TNKR Latigue mengatakan, “Pengungsi Korea Utara yang berhasdibuka. Park kemudian bergabung dengan program TNKR pada akhir 2013. Ketika sebagai mahasiswa program temu-ulang pada rat mendapat pekerjaan lebih baik dengan belajar bahasa Inggris bulan Januari 2014, ia belajar keras selama hampir 40 jam semingsupaya bisa beradaptasi dengan lingkungan hidup Korea Selatan mengetuk pintu TNKR.” Jumlah sukarelawan yang pernah dan gu, belajar dari 18 guru, seorang-kepada-seorang selama delapan sedang mengajar telah mencapai sekitar 470 orang. bulan. Dia memiliki antusiasme yang besar untuk belajar bahasa Ketika saya mengunjungi kantor TNKR, saya mendengar bahwa Inggris dan TNKR memberinya kesempatan,” kata Lartigue.

SeNI & BuDaya Korea 59


Setelah menjadi duta promosi untuk TNKR, Park kini belajar di Universitas Columbia di Amerika Serikat. Yang Che-rie, seorang mahasiswa berusia 30-an, mengatakan, “Terima kasih Tuhan, saya sekarang memiliki keberanian untuk mengekspresikan diri dalam bahasa Inggris selama di kelas. Saya benar-benar berterima kasih kepada TNKR yang telah membantu kami para pengungsi beradaptasi dengan masyarakat Korea Selatan dengan menjalani pendidikan bahasa Inggris secara substantif dalam lingkungan baru dan memiliki kesempatan untuk membangun jaringan manusia.” Eom Yeong-nam, seorang editor dan penerbit di usia 30-an yang belajar bahasa Inggris dengan guru-guru dari Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Selandia Baru, mengatakan, “Saya pikir saya sekarang memiliki alat yang berguna, yaitu kemampuan bahasa Inggris. Saya berharap lebih banyak pengungsi mendapatkan kepercayaan diri di TNKR ini.” Relawan berasal dari beberapa negara. Mereka berada di Korea dalam berbagai profesi. Orang Amerika pada daftar paling atas, diikuti oleh orang-orang dari negara-negara berbahasa Inggris lainnya seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Profesi mereka berkisar dari profesor universitas, guru sekolah, dan guru kursusan hingga tamatan sekolah serta penulis lepas. Sebagai relawan TNKR mereka berkomitmen untuk bertugas sekurangkurangnya: mengajar selama tiga bulan, lebih dari dua kali sebulan, dan lebih dari 90 menit per kelas. Alasan relawan mengikuti TNKR sangat bervariasi. Secara garis 60 KoreaNa Musim Semi 2017

besar ada tiga kelompok. Pertama, mereka ingin tahu Korea Utara dan orang-orang Korea Utara. Kedua, mereka ingin berpengelaman mengajar pengungsi Korea Utara. Ketiga, mereka menikmati pengajaran walaupun tidak begitu meminati pengungsi Korea Utara. Selain itu, ada juga orang yang berharap memiliki pengalaman baru dan ingin mengajar orang dewasa karena sudah bosan hanya mengajar anak-anak. Mattew McGawin, orang Amerika Serikat berusia 20-an dengan bangga mengatakan “Hampir semua siswa pasti memperbaiki kesalahan pengucapan dan tatabahasa mereka sesuai dengan koreksi guru. Saya memutuskan akan mengajar lebih baik setiap saat melihat bahasa Inggris para siswa semakin berkembang.” Ryan Gardener, seorang Inggris yang pernah mengajar 6 pengungsi Korea Utara mengatakan “Keunggulan TNKR adalah sistem yang memungkinkan pengungsi memilih guru yang berasal dari berbagai negara dan mempelajari bahasa Inggris maupun hal lain. Selain itu, saya merasa bahwa mengizinkan siswa belajar di mana saja juga menjadi salah satu faktor yang penting.” Cara peningkatan kemampuan bahasa Inggris di TNKR dibagi dua, yakni Tahap 1 dan Tahap 2. Tahap 1 membantu siswa akrab dengan bahasa Inggris dan belajar dasar bahasa Inggris, tata bahasa, kosa kata, pengucapan, dan sebagainya serta menemukan cara belajar sendiri. Dalam berkomunikasi dengan penutur asli, siswa secara alami belajar cara mendekati orang asing. Sekarang sebagian besar siswa telah mencapai tahap ini. Tahap 2 membantu siswa belajar dan memperkembang-


Sampai saat ini, jumlah pengungsi Korea Utara yang pernah atau sedang belajar bahasa Inggris di TNKR tercatat 250 orang. Dari jumlah tersebut 55% merupakan mahasiswa atau mahasiswa program magister yang mengalami kesulitan untuk belajar bahasa Inggris di universitas atau ingin belajar di luar negeri. Sedangkan 30% merupakan karyawan perusahaan dan sisanya ibu rumah tangga, pencari pekerjaan dan sebagainya. Siswa belajar bahasa Inggris seorang-kepada-seorang dengan guru penutur asli bahasa Inggris asli di bawah Program TNKR (Pengajaran Pengungsi Korea Utara), pendekatan pengajaran yang menarik kebanyakan keluarga pada pendidikan bahasa Inggris untuk anak-anak mereka.

kan kemampuan presentasi termasuk komunikasi lisan di depan umum. Inilah merupakan program khusus untuk melakukan bisnis atau meningkatkan kemampuan untuk pidato di depan umum. Dalam tahap kedua ini, siswa belajar menulis, berpidato, berpresentasi, dan sebagainya. Kontes pidato dalam bahasa Inggris pun diadakan rutin agar pengungsi bisa mengatasi demam panggung dan rasa takut berbahasa Inggris. TNKR berusaha menyelenggarakan kontes pidato bahasa Inggris setidaknya 2 kali setahun, yaitu Februari dan Augustus. TNKR mengajar siswa bahasa lain selain bahasa Inggris. Misalnya, TNKR mengajarkan bahasa Latin yang sering digunakan sebagai istilah hukum kepada siswa yang ingin menjadi pengacara.

Sumbangan Pribadi Setelah memperoleh gelar MA dalam pedagogi dari Universitas Havard, Latigue mengajarkan bahasa Inggris di Universitas Yeonse, Universitas Hanyang, dan lain-lain pada tahun 1990-an. Ketika dia mengunjungi Korea lagi pada tahun 2010, dia mulai memperhatikan pengungsi Korea Utara setelah kebetulan mengetahui keadaan Korera Utara. Pemulangan paksa sekitar 30 pengungsi Korea Utara di Tionghoa pada bulan Maret tahun 2012 sangat mempengaruhi kehidupannya. “Park, Sun-young, seorang anggota DPR partai Kemajuan dan Kebebasan yang melakukan mogok makan di demonstrasi menolak pemulangan paksa di depan kedutaan besar Tionghoa menyarankan membangun sekolah Mulmangcho, sekolah alternatif untuk siswa pengungsi Korea Utara dan saya rela

mengikuti proyek itu sebagai direktur kerjasama internasional. Saya berperan merekrut guru sukarelawan bahasa Inggris di sekolah Mulmangcho.� Di Sekolah Mulmangcho Casey Lartigue bertemu Lee Eun-koo, saling bertemu satu dengan yang lain dalam mencari cara praktis untuk membantu para pengungsi Korea Utara. Mereka sepakat bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan mereka berdasarkan pada jaringan pribadi dan jaringan pengungsi Lee. Ide mereka adalah bagaimana menciptakan jalan sebagai batu loncatan bagi pengungsi dengan membantu mereka memperoleh keterampilan bahasa Inggris sebagai aset penting untuk berkompetisi di Korea Selatan dan masyarakat. Bagi Lartigue hal tersebut untuk dilakukan: setiap pengungsi yang ditemuinya memintanya untuk mengajari mereka bahasa Inggris dan ia tahu bahwa akan sulit bagi mereka untuk mencari pekerjaan di Korea kecuali mereka memiliki kemahiran bahasa Inggris. Setelah mendapat gelar MA dalam studi Korea Utara di Universitas Studi Korea Utara dan MA juga dalam politik internasional di Universitas Sheffield, Lee, Eun-koo bekerja sebagai peneliti selama 10 tahun di Pusat Hak Asasi Manusia Korea Utara dan Pusat Pendidikan untuk Remaja Pengungsi Korea Utara di Lembaga Pengembangan Pendidikan Korea. Dia sekarang bekerja di Asosiasi Sukarelawan Korea Selatan dan merangkap jabatan sebagai wakil direktur TNKR. TNKR dimulai hanya dengan beberapa siswa dan sukarelawan tanpa kantor atau situs web, tetapi kini program itu telah terkenal di kalangan pengungsi Korea Utara. Orang yang mau belajar dan orang yang ingin mengajar saling berkomunikasi secara aktif melalui SNS atau jaringan sosial termasuk Facebook (https://www.facebook.com/TeachNorthKoreanRefugees), Tweeter (TNKR@TeachNKRefugees), Situs web (www. teachnorthkoreanrefugees.org), dan sebagainya. Hambatan yang paling besar adalah masalah keuangan. Hampir selama 4 tahun TNKR terpaksa pindah ke berbagai tempat di sekitar Seoul termasuk Itaewon karena kesulitan keuangan. Akhirnya TNKR menyewa sebuah rumah tunggal kumuh di gang belakang sesuai dengan kemampuan anggaran. Kantor ini merupakan kantor tunggal pertama sejak program TNKR dimulai secara resmi. Biaya pengelolaan TNKR dibiayai oleh donasi pribadi. Banyak guru membelikan siswanya bahan kuliah dengan biaya sendiri atau membayar sumbangan pribadi. Terharu dengan kegiatan relawan para dosen, siswa pun menyumbangkan sejumlah uang walaupun sedikit. Latigue dan Lee, Eun-koo juga menyumbangkan uang sendiri. Mereka berdua menegaskan “Walaupun pekerjaan ini benar-benar sulit, kami tidak akan menghentikan program TNKR karena kami tahu betapa besarnya hasrat para pengungsi Korea Utara untuk belajar bahasa Inggris. SeNI & BuDaya Korea 61


BUKU & LAINNYA Charles La Shure Profesor, Departmen Bahasa dan Sastra Korea, Universitas Nasional Seoul Kim Hoo-ran Editor Budaya, The Korea Herald

62 KoreaNa Musim Semi 2017

Puisi Paradoksal bagi Jalan Panjang Penemuan “Untuk Nirvana: 108 Puisi Sijo Zen” Oleh Cho Oh-hyun, Diterjemahkan oleh Heinz Insu Fenkl, 118 halaman, $ 25,00 / £ 19,00, New York: Columbia University Press [2016]

Dalam beberapa hal, “Untuk Nirvana: 108 Puisi Sijo Zen” merupakan sebuah paradoks. Menurut kritikus sastra Kwon Young-min dalam pendahuluan, puisi Musan Cho Ohhyun berbentuk Sijo dalam. Berbeda dengan bentuk lirik puisi tradisional, terdapat banyak narasi sehingga Kwon menyebutnya dengan istilah baru “Cerita Sijo”. Jadi puisi itu Sijo, namun bukan sepenuhnya Sijo. Dalam catatan penerjemah di kata penutup ditulis, “Puisi Zen secara inheren ironis, berdasarkan prinsip Zen sangat bertentangan dengan teks.” Artinya, Zen Buddhisme berusaha melakukan pencerahan tanpa bantuan kata-kata atau teks, maka terasa aneh menggabungkan Zen dengan puisi. Akhirnya, buku itu sendiri menjadi paradoks dalam strukturnya: 108 puisi dibatasi oleh pengantar yang ditulis oleh seorang kritikus yang profesinya dinilai oleh penyair dirinya sebagai “disiplin tidak berguna” dan penutup ditulis oleh seorang penerjemah yang mengakui bahwa puisi “hampir, menurut definisi, tidak mungkin untuk diterjemahkan”. Beberapa tingkat paradoks jelas terlihat. Cara untuk memahami puisi-puisi tersebut – sebuah pencapaian resensi ini - tidak lurus, tapi berputar. Puisi kedua dari belakang, “Garis hidup saya” mengisyaratkan ini: “puisi merupakan serat kayu, diikat, / & Zen itu serat kayu, lurus.” Hanya melalui banyak liku-liku pikiran bahwa kemajuan dapat dibuat dan perjalanan akan hanya berakhir ketika para pencari berhenti mencari. Ketika kali pertama berhadapan dengan puisi-puisi ini, naluri awal adalah ingin tahu apa maksudnya, mencoba untuk menemukan butir-butir kebijaksanaan yang tersembunyi dan dengan demikian memecahkan teka-teki akan wujud puisi. Dan, memang, tampaknya ada gerbang menuju tempat suci sebagai bagian dari dunia puitik Musan. Rangkaian 10 puisi yang berjudul “Sepuluh Sapi Jantan Musan” mengikuti tradisi Zen menggunakan 10 puisi atau lukisan yang menggambarkan pencarian dan penjinakan banteng liar sebagai metafora untuk kemajuan seseorang menuju pencerahan melalui meditasi. Seri lain dari puisi yang ditulis dengan cara orang kedua membahas karakter Bodhidharma, bapak terpenting dari Zen di Cina. Namun seri lain dari puisi yang berjudul “Berbicara tanpa berbicara,” mungkin menyinggung ketidakpercayaan Zen dan pengakuan bersama-sama perlunya bahasa. Sikap ambivalen ini dapat dilihat di seluruh volume, seperti di “Gelombang” di mana penyair menegaskan, “1000 sutra, 10.000 risalah, / semua hanya gelombang ditiup angin,” atau dalam karya terakhir, disuarakan : “kata-kata ini kumuntahkan hingga sekarang - mereka semua omong kosong.” Pembaca bisa jadi tidak sabar memahami kata-kata penyair, seperti disebutkan di atas, gerbang dan ayat-ayat tidak bisa langsung; puisi tidak memberikan jawaban yang mudah. Sebaliknya, mereka berfungsi sangat banyak seperti koan Zen (atau gong-an di Korea), yang berarti bahwa tidak ada “jawaban” dan tidak ada tujuan akhir. Hanya ada proses penemuan. Kesabaran merupakan suatu kebajikan, agar lebih banyak waktu dihabiskan bersama puisi-puisi ini, semakin banyak hal diungkapkan, bukan hanya filosofi Zen dari orang yang menulisnya, tetapi tentang sifat batin orang yang membacanya juga. Membaca antologi puisi ini hanya kurang dari satu jam, untuk mendapatkan semua pengalaman mereka yang diperoleh sepanjang hidupnya.


Sejarah Korea bagi Pembaca Muda “Surat dari Sejarah Korea, I-V” Oleh Park Eunbong, Diterjemahkan oleh Ben Jackson, 1264 halaman, ₩ 55.000, Seoul: Cum Libro [2016]

Buku sejarah lima volume ini, seperti yang dinyatakan oleh judul, ditulis dalam format serangkaian 70 huruf. Setiap bab dimulai dengan sekitar tiga sampai empat paragraf yang berupa obrolan ramah yang menimbulkan pertanyaan dan mengajak pembaca untuk bergabung dengan penulis untuk menemukan jawaban dan menjelajahi sejarah. Walaupun mungkin tampak seperti tugas yang menakutkan bagi pembaca muda untuk menyelesaikan seluruh seri, Bahasa dan kosa kata yang sederhana membuat sama sekali tidak sulit. Apalagi dibantu oleh ilustrasi, peta, dan diagram yang menyertai teks. Buku ini berguna untuk memahami berbagai periode dalam sejarah, serta memvisualisasikan gaya hidup masing-masing periode yang berbeda. Lima volume berjudul “Dari Zaman Prasejarah Hingga Penyatuan Silla dan Balhae”, “Dari Akhir Tiga Kerajaan hingga Goryeo,” “Joseon dari Pendirian Hingga Tahun-tahun Kemudian”, “Dari Akhir Kekuasaan Joseon Hingga Daehan”, dan “Dari Kerajaan Daehan Hingga Pemulihan Hubungan Utara-Selatan”. Dalam volume yang ambisius ini, penulis berupaya mencatat sejarah apa yang terjadi di semenanjung Korea dari Zaman Paleolitik (sekitar 700.000 SM) sampai 2000 secara mengalir.

Instrumen Tradisional bagi Musik Hari Ini “Tari Topeng” Oleh Black String, £ 17,50, Munchen: ACT [2016]

Geomungo, atau sitar Korea enam-string, merupakan bintang “Mask Dance,” album terbaru oleh band empat anggota Black String. Fakta bahwa band bernama Black String, terjemahan harfiah dari kata geomungo, merupakan indikasi dari peran sentral instrumen kuno, terlahir kembali dari abad ke-7, di sebuah band. Heo Yoonjeong (geomungo), Lee Aram (daegeum, suling bambu), Hwang Minwang (janggu, drum jam pasir), dan Oh Jean (gitar listrik) membuat band empat personil yang terutama menyuguhkan jazz. Pada awalnya alat musik tradisional dan modern jazz tampak berlawanan dengan intuisi, namun paduan sebenarnya sangat baik mengingat karakteristik musik tradisional Korea. Musik tradisional Korea terkenal karena bentuknya bebas, improvisasinya kuat. Menginatkan pada pansori, bentuk nyanyian narasi yang diiringi oleh drum, dan karakter yang berjiwa bebas penuh improvisasi. Dalam musik rakyat Korea, meskipun ada pola beat tertentu, pendengar biasa akan merasakan adanya banyak

Kecuali pembaca merupakan ahli sejarah muda, beberapa bab mungkin memiliki daya tarik kecil. Memang, beberapa rincian tidak mudah diapresiasi ketika kata-kata Korea disajikan dalam bentuk aksara Roma. Namun, karena seri ini ditulis dalam gaya narasi yang menggunakan kosakata yang mudah, membaca kehidupan masa Tiga Kerajaan menjadi menyenangkan. Penggunaan mural kuno, lukisan, dan artefak untuk menggambarkan gaya hidup masyarakat Silla, Baekje, dan Goguryeo membuat sejarah menjadi hidup. Buku ini dapat dinikmati bab demi bab. Mereka kaya cerita dan berguna untuk mereka yang belum tahu, bab yang berfokus pada tokoh-tokoh sejarah menjadi bacaan menarik. Misalnya, cerita tentang Korea peraih medali Olimpiade pertama Sohn Kee-chung, para pelari maraton yang memenangkan emas di Olimpiade Berlin 1936, diceritakan dalam konteks pemerintahan kolonial Jepang di Korea. Penulis memilih untuk mengakhiri buku pada tahun 2000 dengan topik “Deklarasi Bersama Korea Utara-Selatan 15 Juni”. Oleh karena itu judul volume kelima dan terakhir adalah “Surat han hingga Pemulihan Korea Utara-Selatan”.

improvisasi terjadi selama pertunjukan. “Tarian Topeng” merupakan tour de force. Prasangka tentang musik Asia akan terhalau sekaligus. Ini bukan jenis New Age yang halus, musik meditasi yang menenangkan banyak sebagaimana musik Asia yang umum. Geomungo berfungsi lebih sebagai instrumen perkusi dari instrumen string, “Tarian Topeng” secara keseluruhan gelap dan kuat. Gitar listrik menyuguhkan suara metal tajam untuk musik suasana hati yang sedikit beraliran psychedelic. String sutra yang tebal dipukul dengan tongkat kayu untuk menghasilkan timbre yang menguatkan karakter. Terdengar sangat maskulin: Memang, geomungo ini dikenal sebagai instrumen dari seonbi, atau sastrawan. Bagaimana membuat batas tentang musik Black String sepenuhnya terserah pendengar. Tapi janganlah diberi label “musik saling-silang”. Musik Black String mengeksplorasi alam di mana instrumen tradisional Korea dan musik bersenyawa. SeNI & BuDaya Korea 63


ESAI

SEOUL: SEPINTAS KEBANGKITAN DARATAN JOSEON DI SEMENANJUNG KOREA Sigit Calon S2 Universitas Waseda, Jepang

B

erakhirnya perang Korea selama 3 tahun (19501953) mengakibatkan Korea Selatan mengalami keterpurukan di berbagai sektor termasuk ekonomi. Hampir disetiap sudut kota mengalami nasib yang sama dan Seoul sebagai ibu kota negara menghadapi himpitan ekonomi yang sangat parah. Dunia mengklaim bahwa Korea Selatan tidak mungkin bisa bangkit dari kemiskinan, kelaparan, dan perang sipil yang masih berkepanjangan. Apalagi untuk menjadi masyarakat yang beradab, berbudaya dan berpendidikan. Selain itu, pendapatan masyarakat Korea pada masa tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara di Asia tenggara seperti Thailand dan Malaysia. Ini menjadi salah satu asumsi bagi masyarakat dan pakar Internasional untuk mendeskritkan Korea dari komunitas internasional. Mereka dengan lantang beranggapan bahwa “hanya mimpi bagi penduduk yang tinggal di daratan Joseon untuk menjadi negara maju, beradab, dan setara dengan bangsa lain di masa yang akan datang�. Layaknya bangsa lain yang mengalami nasib sama seperti Korea sebagai bangsa yang terjajah, tertindas, dan menghadapi perang sipil ketika perang dunia ke-2. Mereka sangat sulit untuk bisa bangkit dan membangun bangsanya dalam waktu yang singkat. Namun demikian, Dunia dikejutkan dengan kehadiran Korea Selatan dipanggung internasional. Korea tampil dengan gagah ditopang kekuatan ekonomi yang luar biasa bahkan lebih maju dibandingkan dengan negara lain di Asia dan belahan dunia manapun. Di era global, Korea tidak hanya menjadi model pembangunan bagi negara dunia ketiga atau negara berkembang tetapi juga menjadi bagian penting dalam komunitas negara maju sebagai salah satu tumpuan ekonomi untuk bisa membangun bersama dan menyongsong era baru melalui mekanisme perdagangan global. Gagasan dan berbagai pengalaman dari perjalanan kebangkitan ekonomi korea termasuk kebijakan strategis seperti Saemaul

64 KoreaNa Musim Semi 2017

Undong atau New Community Movement secara bertahap diterapkan oleh negara lain di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Berbagai wacana mengenai Korea Selatan sebagai negara maju di era moderan semakin meyakinkan kalangan internasional. Selain sebagai anggota PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sejak tahun 1991, selanjutnya Korea bergabung dengan berbagai Institusi internasional termasuk Institusi bergensi yaitu OECD. Korea merupakan salah satu negara dari Asia yang masuk dalam keanggotaan OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development ) selain Jepang. Keanggotaan Korea dalam OECD, G-20, dan APEC merupakan bukti konkret bagi dunia internasional untuk mengakui kemajuan dan peradaban daratan Joseon. Pamor Korea semakin meluap secara agresif dengan kehadiran Korea dalam berbagai misi perdamaian dan kemanusian di negara manapun. Korea menjadi salah satu negara donor terpenting bagi dunia internasional dan berkontribusi dalam agenda utama dunia. Kebijakan ekonomi Korea menjadi sorotan bagi dunia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan. Secara tidak langsung pembangunan ekonomi dalam negeri Korea Selatan menjadi sumbangsih besar bagi pembangunan masyarakat Internasional. Kemajuan Korea Selatan dalam membangun ekonomi negaranya di era global tidak lepas dari sejarah dengan peletakan dasar-dasar ekonomi oleh President Park Chung Hee selama memimpin daratan Joseon dalam waktu 18 tahun (1961-1979). Presiden Park telah melakukan terobosan besar dalam membangun ekonomi Korea yang sangat parah dan tertinggal melalui berbagai proyek besar. Di bidang Infrastruktur, dilakukan pembangunan jalan tol dari Seoul ke Busan. Setelah sukses membangun infrastruktur jalan raya sebagai penghubung antar kota, Presiden Park melakukan pembangunan Industri automobile


seperti Hyundai dan KIA di Ulsan sebagai produk nasional. Dalam rangka mendukung Industri automobile, dalam waktu yang singkat President Park memutuskan untuk melakukan pembangunan Industri pusat pengolahan besi dan baja dengan nama Perusahaan POSCO di Pohang. Presiden Park membuat beberapa kebijakan untuk menghindari kegagalan pembangunan nasional karena besarnya pendanaan, diantaranya (i) menyetujui tawaran Amerika Serikat untuk mengirimkan sejumlah tentara Korea dalam perang Viet Nam dan sebagai gantinya Korea Selatan akan menerima sejumlah uang, (ii) Pemerintah Korea selatan mengirimkan tenaga kerja sebagai perawat ke Jerman dalam kurun waktu tertentu, dan (iii) menyetujui normalisasi hubungan dengan Jepang tetapi dilakukan dengan syarat Korea akan menerima sejumlah uang sebagai reparasi Perang dan Jepang bersedia mengirimkan insinyur untuk membantu pembangunan Industri nasional Korea seperti POSCO. Kerja keras yang dilakukan oleh Presiden Park tentu tidak berjalan dengan mudah karena terbatasanya sumber daya manusia. Meskipun begitu, presiden Park menekankan pentingnya nasionalisme kepada seluruh warga Korea untuk disiplin dan bekerja keras. Namun demikian, kebijakan Park Chung hee ternyata mendapat kritikan keras dengan adanya protes besar dari kalangan mahasiswa. Akan tetapi sikap presiden Park sangat kuat dan kokoh terhadap pendiriannya untuk membangun Korea menjadi bangsa yang maju dan beradab. Prinsip dan gaya kepemimpinan Presiden Park pada akhirnya diterima dan mendapat dukungan dari kalangan manapun. Dalam masa pemerintahannya, beliau mampu menyatukan hati rakyat Korea untuk kerja keras bersama membangun Korea menjadi bangsa yang sejahtera, aman, dan menjunjung tinggi nilai dan falsafah hidup sebagai masyarakat dari daratan Joseon. Kebangkitan ekonomi daratan Joseon terbukti dengan tingginya mobilitas masyarakat internasional mengunjungi Seoul. Ibu kota Korea Selatan tampil megah dan memikat jutaan turis mancanegara bahkan berdiri kokoh dan setara dengan kota besar lainnya di dunia Seoul hadir dengan kelengkapan fasilitas modern seperti transportasi, pusat perbelanjaan, dan hotel berbintang. Selain itu, tingginya kunjungan turis mancanegara ke Seoul menjadi media dan jembatan bagi Korea untuk melakukan ekspansi budaya ke negara lain. Korea Selatan berhasil menciptakan lingkungan yang fokus terhadap export oriented seperti yang dilakukan pendahulunya Presiden Park. Saat ini produk nasional

Korea seperti Hyundai, KIA, LG, dan SAMSUNG sudah tersebar di berbagai negara yang ada di Asia, Amerika, Afrika, dan Eropa termasuk budaya korea yang sudah diterima oleh masyarakat sipil di negara tersebut. Ini tentu semakin menguatkan predikat bagi Seoul sebagai kota yang modern dan berbudaya di mata dunia. Bahkan saat ini, Seoul tidak hanya menjadi tujuan wisata budaya tetapi juga wisata kesehatan. Masyarakat dunia menilai teknologi kesehatan yang diterapkan di daratan Joseon memiliki standar kelayakan dan kualitas yang sangat tinggi dan terjamin. Pembangunan infrastruktur di Seoul dilakukan secara agresif sampai saat ini untuk terus menunjang tingginya permintaan dari kehadiran Wisatawan mancanegara. Berbagai peningkatan mutu fasilitas untuk publik terus dibenahi dan berorientasi terhadap teknologi moderan. Fasilititas transportasi di Seoul sendiri sangat terintegrasi dan tepat waktu meliputi Bandara Internasional Incheon, Bus, Taksi, dan Seoul metropolitan subway. Transportasi tersebut telah mendukung mobilitas jutaan turis asing yang akan menikmati beragam tempat wisata di Seoul. Selain itu, transportasi lain berupa KTX (Korea Train Express) sebagai kereta cepat penghubung antar kota memiliki peran penting dalam mendongkrak ekonomi masyarakat Korea diluar Seoul. Seperti yang kita ketahui, Seoul memiliki cukup banyak spot pariwisata menarik seperti Istana Dinasti Joseon (Istana Gyeongbokgung dan Deoksugung), Sungai Han, Gangnam Distrik, Jalan Teheran, Itaewon, Insa-dong, Buckhon Hannok Village, Sungai Cheonggyecheon, Pasar Dongdaemun, War Memorial Museum, Namsan Tower, dan Park Chung Hee memorial library. Menikmati Seoul selama 24 jam tentu tidak akan membuat wisatawan semakin bosan, justru mereka akan semakin menikmati dan merasakan kehidupan malam kota Seoul yang biasa dijumpai di distrik Myeongdong. Selain sebagai tujuan pariwisata, Seoul juga dikenal sebagai tujuan pendidikan mengingat beberapa kampus unggulan di daratan Joseon berada di kota tersebut. Masyarakat Korea sering menyebutnya dengan istilah SKY University (Seoul National University, Korea University, dan Yonsei University). Bahkan Seoul memiliki kampus ternama yang fokus mengkaji bahasa yaitu Hankuk University Foreign Studies (HUFS) dengan lebih dari 20 bahasa dan diantaranya Bahasa Indonesia. SKY University dan HUFS memiliki peran besar dalam mencetak sumber daya manusia Korea untuk memajukan daratan Joseon yang beradab dan berbudaya di masa mendatang. SeNI & BuDaya Korea 65


GAYA HIDUP

slide to power off Makin banyak orang yang sadar bahwa telepon pintar menyita waktu berharga mereka. Tapi, mengubah kebiasaan dan menjalani hidup tanpa internet sangat tidak mudah. Kini, ada pelatihan dan aplikasi telepon pintar untuk membantu puasa digital, diperuntukkan bagi konsumen modern yang dihantui rasa bersalah. Kim Dong-hwan Reporter, Redaksi Berita Digital, The Segye Times Shim Byung-woo Fotografer

66 KoreaNa Musim Semi 2017


S

aat itu 30 menit sebelum saya naik pesawat ke London. Saya adalah tipe orang yang terus-menerus mengecek grup di Kakao Talk di telepon pintar saya meski saya tidak punya banyak teman. Saya agak khawatir apakah saya bisa bertahan dengan telepon genggam model lama karena saya tidak memakai fasilitas roaming intermasional. “Saya bisa menghubungi Anda melalui Kakao, bukan?” Telepon itu dari atasan saya sebelum saya melewati bagian keamanan, dan saya menjawab, “Tidak!” Tentu saja saya bisa mengecek pesan masuk di mana pun selama saya bisa mengakses Wi-fi, tapi saya tidak ingin diganggu ketika saya pergi. Karena jika demikian, saya pasti akan tersambung ke perangkat digital dan tidak bisa menikmati kebebasan.

Hidup Terkurung di Dunia Digital Saya tidak ingat kapan awalnya, saya mulai meninggalkan telepon saya selama makan siang. Telepon saya yang berusia tiga tahun itu semakin berat, dan saya memutuskan biarlah perut saya saja yang penuh dengan makanan, bukan kantong saya yang berisi telepon. Saya juga percaya pentingnya kontak mata, setidaknya selama waktu makan. Setelah berkutat dengan telepon pintar dan komputer selama bekerja, saya ingin bebas dari halhal itu selama makan siang dan saat-saat seperti ini memberikan kebebasan kepada jurnalis seperti saya. Tapi saya tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Ada lusinan panggilan tak terjawab di telepon pintar saya. Suatu saat, ada lima panggilan tak terjawab dengan interval masing-masing satu menit. Panggilan ini dari anggota tim senior yang mengajak makan siang bersama jika saya sedang tidak punya janji lain. Mr. Lee, 32 tahun, komuter dari Incheon ke Seoul, mengawali harinya dengan mengecek telepon. Ia membaca percakapan di grup malam sebelumnya dan masuk ke Facebook untuk membaca berita terbaru. Ia merasa harus membacanya. Ketika sampai di kantor, ia menyalakan komputernya dan secara otomatis terhubung dengan layanan pesan. Ia mengecek obrolan di grup bisnis dan grup lain bersama teman-temannya supaya tidak tertinggal berita. Sepanjang pagi perhatiannya tersita pada percakapan yang kerap muncul di layarnya. Hal yang sama terjadi di sore hari. Ia tidak bisa berpisah dengan telepon pintar bahkan setelah jam kerja. Ketika berada di bus atau

kereta bawah tanah, tangannya terus menempel di telepon. Delapan dari sepuluh pekerja sepertinya memakai earphones dan memegang telepon pintar. Ketika sampai di rumah, ia mendengarkan musik di teleponnya, menjelajahi internet dan masuk ke media sosial. Ia mengakhiri hari dengan memasang alarm untuk keesokan harinya. Mari kita lihat Mrs. Choi, 38 tahun, ibu dari seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Setelah suaminya berangkat bekerja, ia sarapan sekitar pukul 8 pagi. Anak laki-lakinya belum bangun dan ia bisa menikmati paginya dengan santai, tapi ia tahu sesaat setelah anaknya bangun ia tidak bisa menjalani harinya tanpa telepon. Mungkin ia bersalah sudah menjadikan anaknya kecanduan. Suatu saat ia membujuk anaknya berhenti menangis dengan memperlihatkan tokoh animasi populer Pororo di teleponnya, dan anaknya ingin tahu lebih banyak. Sejak saat itu, Mrs. Choi mengandalkan Pororo dan teleponnya untuk menenangkan anaknya. Telepon pintar ini berhasil juga ketika mereka di kendaraan umum. Ketika ia memperlihatkan sebuah video permainan, anaknya akan dian dan menurut. Ia tidak bisa lepas dari telepon karena sudah terbukti berhasil menjadi pengasuh yang kompeten. Suatu hari, Mrs. Choi membawa anaknya ke dokter mata karena ia menggosok matanya terlalu sering dan dokter memberitahu bahwa penglihatan anaknya terganggu. Penglihatannya menurun karena terlalu banyak memandang layar yang kecil dan dokter memperingatkan bahwa suatu saat ia harus memakai kacamata. Ibu ini patah hati, membayangkan anak kecilnya yang belum masuk TK harus memakai kacamata.

Aplikasi Puasa Digital Kementrian Ilmu Pengetahuan, ICT dan Perencanaan bersama dengan National Information Society Agency melakukan survei terhadap 18.500 pengguna telepon pintar dan internet berusia antara 3 hingga 59 tahun di tahun 2015 mengenai ketergantungannya akan telepon pintar dan internet. Ketergantungan ini ditunjukkan dengan gejala penurunan kinerja dan tidak mampu melakukan kegiatan rutin sehari-hari karena penggunaan telepon pintar yang berlebihan. Berdasarkan tingkat ketergantungannyaa, pengguna diklasifikasikan menjadi “kelompok beresiko tinggi” dan “kelompok potensial beresiko.” Hasil survei ini menujukkan bahwa 2,4 persen responden termasuk ke dalam kelompok beresiko SeNI & BuDaya Korea 67


“Awalnya saya merasa bebas, tapi tiga hari kemudian saya merasa seperti terputus dari dunia. Sangat mengesalkan tidak bisa memakai internet selama perjalanan ke tempat kerja. Saya akan melakukannya seperti diet, bukan puasa, dan mencoba membatasi durasi saya memakai telepon pintar.”

tinggi, dan 13,8 persen ke dalam kelompok potensial beresiko. Survei yang sama pada tahun 2011 memperlihatkan persentase sebesar 1,2 persen dan 7,2 persen, yang berarti meningkat dua kali lipat dalam empat tahun. Banyak solusi ditawarkan dalam menangani kecanduan telepon pintar ini, dan masyarakat bebas memilih sesuai keinginannya sendiri. Buku mengenai “puasa digital” atau “detoks digital” laku keras, ada pelatihan bagi remaja untuk puasa digital, dan aplikasi telepon pintar yang mengklaim mampu menyembuhkan kecanduan telepon pintar. Ketika detoks digital gagal — dengan kata lain, ketika mereka merasa menghapus SNS (social networking services) dan aplikasi game di telepon saja tidak cukup — mereka bisa memilih tingkat yang lebih tinggi seperti memakai aplikasi khusus untuk puasa digital. Aplikasi ini membatasi penggunaan telepon pintar selama waktu yang ditentukan, dan ada penalti untuk penghentian lebih awal. Banyak publisher program mempromosikan fitur berikut dalam aplikasinya: monitoring, kalkulator indeks kecanduan, kontrol telepon pintar dengan pengatur waktu, dan perlindungan anakanak dengan spesifikasi yang bisa diatur. Fitur yang lebih menarik misalnya alarm yang bisa mati ketika aplikasi teertentu dipakai terlalu lama dan deaktifasi alarm telepon pintar atau koneksi internet selama waktu-waktu tertentu, yang membuat pengguna fokus pada kegiatan offline . Aplikasi yang mengklaim sudah diunduh lebih dari 1 juta kali akan muncul di layar ketika telepon dinyalakan. Hal ini bisa digunakan untuk mengecek jejak rekam penggunaan telepon pintar dan aplikasinya. Terdapat juga ulasan pengguna mengenai aplikasi puasa digital di Google Play Store, dan mereka mengatakan aplikasi ini membantu. Mereka menyadari berapa banyak waktu yang mereka habiskan setiap harinya pada perangkat mereka itu dan bisa diidentiifikasi pola kecanduannya. Beberapa di antara mereka ingin ada fungsi yang lebih kuat. 68 KoreaNa Musim Semi 2017

Menurut saya hal ini tidak masuk akal — mengapa tidak menyimpan telepon pintar di suatu tempat dan tidak memakainya alih-alih memakai aplikasi untuk mencegah kita menggunakan telepon pintar ini?

Tidak Semudah Mengucapkannya Membebaskan diri dari kecanduan digital lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Rekan kerja saya ingin mengikuti langkah saya dan tidak menggunakan telepon pintar sama sekali selama makan siang. Meski ia disibukkan dengan telepon pintar, ia tidak berani menukar teleponnya dengan telepon tanpa koneksi internet. Ia mati kutu, meski hanya sebentar saat makan siang saja. Hal ini tidak berlangsung lama. Ia mengantongi teleponnya selama makan siang beberapa hari kemudian. “Anda serius? Anda tidak bisa bertahan selama itu?” “Saya biasa membaca berita di internet ketika saya menunggu pesanan saya datang, dan rasanya aneh tidak bisa melakukannya.” Ms. Hwang yang berusia 30 tahunan dan bekerja di agensi humas mengakui bahwa ia malu pernah mengatakan akan menjalani puasa digital. Ia menukar teleponnya dengan model lama, tapi beralih kembali ke telepon pintar dalam waktu satu minggu kemudian karena ia frustrasi tidak bisa menggunakan layanan pesan dan internet. Ia mengatakan, “Awalnya saya merasa bebas, tapi dalam waktu tiga hari saya merasa seperti terputus dari dunia. Sangat mengesalkan tidak bisa menggunakan internet selama jam-jam perjalanan ke tempat kerja.” Ia tidak menyarankan untuk menghindari telepon pintar sama sekali dalam puasa digital ini. Ia menambahkan, “Saya akan melakukannya seperti diet, bukan puasa, dan berusaha membatasi durasi saya memakai telepon pintar.” Keberanian Saya yang Hanya Sesaat Saya bebas selama empat hari di London. Saya tidak bekerja, jadi saya bisa mematikan telepon


Teman-teman mencoba taktik terapi kelompok untuk melepaskan diri meskipun sebentar dari kecanduan digital, bersosialisasi selama waktu minum teh dengan menumpuk semua smartphone mereka di luar jangkauannya pada satu sisi meja.

saya. (Saya menghidupkan telepon untuk mengirim pesan kepada orangtua saya bahwa saya baik-baik saja ketika saya kembali ke hotel dengan fasilitas Wi-fi.) Saya bisa tahu waktu dari jam tangan. Saya menikmati perjalanan dan puasa digital ini berjalan sesuai dengan rencana. Bahkan saya tersenyum penuh kemenangan. Tapi di Paris masalah mulai muncul. Sebelum saya meninggalkan Seoul, saya sudah mencari di internet dan menulis tempat-tempat makan di Paris. Tapi, informasi berupa teks punya keterbatasan bagi pelancong di kota baru. Puasa digital saya menjadi masalah ketika informasi selain teks adalah sesuatu yang penting. Saya ingat sudah menyimpan gambar peta di telepon saya, dan saya menyalakan telepon model lama lalu memperlihatkan peta itu kepada seorang pejalan kaki untuk menanyakan arah. Penduduk lokal itu melihatnya di Google map dan memperbesar gambarnya. “Apa …?” “Maaf, saya cuma punya gambar ini. Saya tidak memakai internet.” Saat itu saya harus bertemu seorang turis Korea yang tinggal di hotel yang sama di rumah makan berbintang Michelin tiga. Kami memutuskan bepergian masing-masing pagi harinya dan akan ber-

temu untuk makan siang. Ketika saya tiba di rumah makan itu, rupanya teman saya sudah tidak sabar menunggu. Ia memesan makanan, makan sendiri dan sedang mengelap ujung bibirnya dengan sebuah serbet ketika saya datang. “Mengapa Anda sangat terlambat?” “Mengapa sulit sekali menemukan jalan ke sini?” Saat itu sudah lewat waktu makan siang. Perut melilit sudah hilang, berganti dengan kaki yang pegal dan hati yang kesal. Saya meminta daftar menu. Tapi pelayan memberitahu saya bahwa mereka tidak bisa lagi melayani karena sudah lewat pukul 2:00 siang. Apa? Saya lihat jam tangan saya. Pukul dua lewat enam menit. Terlambat enam menit, dan saya kehilangan kesempatan makan siang di rumah makan berbintang Michelin tiga. Kami keluar mencari tempat lain, dan saya beruntung menemukan rumah makan yang nyaman dengan cepat berkat bantuan telepon pintar teman saya. “Para penumpang yang terhormat, kita akan segera mendarat di Incheon International Airport…” Di tengah-tengah pengumuman dari kapten pesawat, saya menyalakan telepon pintar. Saya bahagia melihat tanda antena LTE di layar. Banyak pesan di Kakao Talk. “Ini yang namanya hidup!” Selamat tinggal, puasa digital! SeNI & BuDaya Korea 69


PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

KRITIK

PENULIS PIAWAI KISAH MELODRAMA

Choi Jae-bong Reporter, The Hankyoreh

“Lelaki dalam cerita saya ini akhirnya tidak pernah mengakui cintanya dan karena itu, membuat cintanya hidup melalui jalan penundaan itu. Bahasanya sama. Bahkan, ketika bahasa mengacu pada sang tercinta yang selalu tergelincir dan menjaga jarak dari sang tercinta.”

J

udul cerita ini berasal dari sebuah film Hong Kong yang terkenal, yang bersumber dari ungkapan tradisi Cina: hua yang nian hua , yang berarti “waktu yang paling indah dalam kehidupan seseorang.” Pokok persoalannya tentang perkawinan yang tak bahagia dari dua orang yang jatuh cinta tanpa harapan, dan kerja luar biasa yang dilakukan Maggie Cheung dan Tony Leung, membuat sebuah film yang kisahnya tetap menempel lama dalam pikiran para penonton. Judul asli dalam bahasa Cina, juga sama dengan film yang terkenal di Korea itu. Namun, ketika dirilis dengan judul dalam bahasa Inggris, “In the Mood for Love,” sebuah judul lagu yang populer tahun 1930-an yang diketahui Direktur Wong Kar-wai selepas pasca-produksinya rampung. Kenangan dari film itu mengingatkan pembaca pada ketidakmungkinan cinta di luar nikah. Agaknya Gu Hyo-seo mengangkat masalah itu sebagai bahan pertimbangan saat ia menulis ceritanya. Dua tokoh utama dalam cerita ini, Song-ju berusia 35 tahun, dan Bong-han, empat tahun lebih tua, menghadirkan persoalan yang melingkari cinta di luar nikah. Tidak seperti dalam film, hanya Song-ju yang menikah, sementara Bong-han masih tetap lajang. Satu tahun, pada pertengahan Februari, dalam perjalanan ke Gwangyang, Korea Barat Daya, Bong-han dengan alasan bahwa ia akan melihat pohon prem saat berbunga, yang menjadikan desa itu terkenal. Sehari sebelum dia pergi, dia telepon Song-ju,

70 KoreaNa Musim Semi 2017


yang tinggal di Gurye, dekat Gwangyang, untuk memberitahukan kedatangannya. Mereka pernah belajar di jurusan yang sama di satu perguruan tinggi dan sekarang Song-ju menikah dan tinggal di Gurye. Hal-hal yang agak rumit disajikan sejak awal. Bong-han belajar di jurusan pendidikan bahasa dan sastra Korea, dan melalui bacaan dalam sastra Korea klasik, ia mengetahui tentang keindahan “bunga prem di bulan kedua.” Di Korea, nama-nama bulan hanya diketahui lewat urutan nomor, baik dalam kalender matahari, maupun lunar, dan bulan lunar kedua, datang sekitar satu bulan setelah bulan kedua kalender matahari (Februari dalam tahun masehi) adalah bulan untuk bunga prem. Tidak ada bunga prem mekar pada bulan Februari. Kesalahpahaman yang tampaknya dirancang untuk membantu pengembangan cerita. Namun ketika ia telepon sebelum datang, ia hanya menegaskan dengan nada bercanda, “Aku akan turun karena aku ingin melihatmu, apa ada alasan lain yang kuperlukan?” Sebagaimana perkembangan cerita, secara bertahap riwayat kehidupan mereka sebelumnya dimunculkan; saat di perguruan tinggi, Bong-Han terobsesi menaksir Songju. Paling buruk, perasaan itu datang pada titik yang menurut pengakuannya sendiri, “tubuhnya lengkap bersatu pada diri Song-ju.” Namun, mereka tidak mendapat kecocokan, terutama akibat sifat takut dan ragu yang berlebihan. Pada dasarnya, ia kemudian mengakui, “Sebuah keragu-raguan setelah muncul perasaan lainnya.” Bahkan setelah menikah pun, Song-ju sesekali masih meneleponnya sekadar curhat atau mengeluh tentang kehidupannya sekarang tanpa alasan tertentu. Dalam cerita ini dikatakan, tersedia “ruang,” yang sepertinya menunjukkan bahwa kemungkinan ruang hatinya belum benar-benar tertutup, ada alasan untuk tetap berharap. Ini membentuk latar belakang keputusan Bong-han pergi ke selatan ingin jumpa Song-Ju, dengan dalih untuk melihat bunga prem. Inilah sebuah kisah yang harus dibaca mengikuti keh-

alusan sebutir hati. Bergerak perlahan mengikuti garis tipis dalam menceritakan kisah seorang lelaki dan seorang perempuan yang, sementara itu, saling mencintai, tetapi tak dapat dan tidak harus mengungkapkan perasaannya. Garis tipis itu mengacu, tidak hanya dalam permainan yang menggoda dan penolakan di antara mereka, tetapi juga dalam perjuangan batin mereka karena keduanya secara halus mengontrol dan menekan munculnya hasrat tertentu mereka. Dua tokoh yang, satu sama lain, tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara terbuka, tetapi bergantung pada retorika berbelitberlit dan ironi, metafora dan paradoks. Akibatnya, jika kita mengatakan bahwa salah satunya adalah “A”, mungkin juga maksudnya justru “bukan A.” Sebagai pembaca, kita seperti sedang menonton dua manusia yang saling menanggapi satu sama lain lewat lelucon dan pernyataan saling menghindar, menyembunyikan perasaan masingmasing yang sebenarnya, mereka tidak hanya merasakan adanya ketegangan yang terasa kejam, tetapi juga merasakan kenyerian dan sakit hati. Karena tidak ada cara lain, mereka bisa melihat bunga prem yang sedang tidak berbunga, secara alami mereka merasa gagal untuk melihat bunga-bunga prem itu, tetapi sebaliknya, mereka melihat bentuk bunga prem yang seperti pada bebatuan di kebun. Dua dari mereka mengamati pola pada bebatuan itu, bukan bunga prem yang sebenarnya, lalu melihat satu sama lain seolah-olah sedang membuat janji dan, meski hanya berlangsung sesaat, tatapan keduanya terasa lebih dalam dan jauh lebih intens dari sebelumnya. “Meski tak ada mekar bunga prem, tawamu membuat dunia lebih cerah.” “Bagaimana jika kita punya affair? Engkau kan belum menikah. . . ” Lelucon itu menghadirkan tawa, segera untuk kedua kalinya, mata mereka bertemu hangat. Bong-Han berkomentar, “Aku akan datang pada bulan Februari dan melihat bunga prem!” Song-ju menanggapi, “Kita bisa datang kapan saja, tokh masih bisa melihat bunga prem,” keduanya kembali ke tautan judul asli cerita, menunjukkan bahwa mereka masih menyimpan rasa cinta sebagai sebuah potensi. Jadi cinta mereka datang terlambat? Kesimpulan yang dipilih oleh penulis tidak begitu sederhana. Gu Hyo-seo, penulis produktif. Karya-karyanya bertebaran luas dengan berbagai tema. Selama 30 tahun karier kepengarangannya, sejak tahun 1987 diakui reputasinya, ia sudah menerbitkan lebih dari 30 karya, termasuk 20 novel, delapan kumpulan novelet dan cerita pendek, satu kumpulan novelet, dua antologi cerita pendek, dan dua serial prosa, serta serial fiksi anak-anak. Cerita pendek ini laksana refleksi singkat prestasinya. Pada April 2016 ia menerbitkan sebuah novel melodramatis, “When the Morning Star Touches My Brow”. Pada kesempatan jumpa pers, dia mengatakan, “Secara pribadi saya suka film melodramatis dan drama, tetapi itu untuk pertama kalinya saya menulis novel melodramatis.” Mungkin sulit juga mengkategorikan cerpen ‘In the Mood for Love’ ini sebagai melodrama, tetapi tidak ada keraguan bahwa itu adalah sebuah karya yang menampilkan kepiawaian penuh seorang penulis dalam menggambarkan perasaan dan hubungan dua manusia yang jatuh cinta. SeNI & BuDaya Korea 71


Informasi Berlanqganan

Cara Berlangganan Biaya Berlanqganan

Isi formulir berlangganan di website (www.koreana.or.kr > Langganan) dan klik tombol “Kirim.� Anda akan menerima faktur dengan informasi pembayaran melalui E-mail.

Daerah

Biaya Berlangganan (Termasuk ongkos kirim melalui udara)

Edisi lama per eksemplar*

Korea

1 tahun

25,000 won

6,000 won

2 tahun

50,000 won

3 tahun

75,000 won

1 tahun

US$45

2 tahun

US$81

3 tahun

US$108

1 tahun

US$50

2 tahun

US$90

3 tahun

US$120

1 tahun

US$55

2 tahun

US$99

3 tahun

US$132

1 tahun

US$60

2 tahun

US$108

3 tahun

US$144

Asia Timur

1

Asia Tenggara dsb 2

Eropa dan Amerika Utara 3

Afrika dan Amerika Selatan 4

US$9

* Pemesanan edisi lama ditambah ongkos kirim. 1 Asia Timur(Jepang, Cina, Hong Kong, Makau, dan Taiwan) 2 Asia Tenggara(Kamboja, Laos, Myanmar,Thailand,Vietnam, Filipina,Malaysia, Timor Leste,Indonesia,Brunei, Singapura) dan Mongolia. 3 Eropa(termasuk Russia and CIS), Timur Tengah, Amerika Utara, Oseania, dan Asia Selatan (Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka) 4 Afrika, Amerika Selatan/Sentral (termasuk Indies Barat), dan Kepulauan Pasifik Selatan

Mari bergabung dengan mailing list kami Tanggapan Pembaca

84 KoreaNa Musim Semi 2017

Jadilah orang pertama yang mengetahui isu terbaru; maka daftarkan diri Anda pada Koreana web magazine dengan cara mengirimkan nama dan alamat e-mail Anda ke koreana@kf.or.kr * Selain melalui majalah web, konten Koreana tersedia melalui layanan e-book untuk perangkat mobile (Apple i-books, Google Books, dan Amazon)

Tanggapan atau pemikiran Anda akan membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana. Kirimkan komentar dan saran Anda melalui E-mail ke koreana@kf.or.kr.


A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION

We Help Asia Speak to the World and the World Speak to Asia.

Learn more and subscribe to our print or online editions at www.globalasia.org

PLUS

Theodore A. Postol & George N. Lewis The Illusion of Missile Defense: Why THAAD Won’t Protect South Korea Russia’s Relations With Japan and China Essays by George Voloshin and Tsuneo Akaha & Anna Vassilieva Zhou Weifeng New Dynamics in Sino-Myanmar Relations J. Berkshire Miller Abe’s Constitutional Change Struggle Rupakjyoti Borah The US-India Logistics Agreement Book Reviews by Taehwan Kim, Chung-in Moon, John Delury, Nayan Chanda and John Nilsson-Wright

THE DEBATE: WHITHER THE SOUTH CHINA SEA DISPUTE?

Aileen S.P. Baviera squares off against Zha Daojiong IN FOCUS: BREXIT’S LESSONS FOR ASEAN

What impact Britain’s recent vote to leave the European Union may have on Southeast Asia’s own club of nations?

US$15.00 W15,000 A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 11, NUMBER 3, FALL 2016

10

N ED IV T IT ER H IO SA N RY

Crucial Moves: The Big Choices for Asia in the Decades Ahead

HOW ASIA MIGHT LOOK IN 20 YEARS: ESSAYS BY

Andrew Sheng, Vinod K. Aggarwal and Min Gyo Koo, Paul Bracken, Kwang-Hee Jun, Yun-han Chu, Mike Douglass, Barbara Norman, Eun-Shil Kim and Jieun Roh

AN

In our latest issue:

The Big Choices for Asia in the Decades Ahead

Crucial Moves Latest issue, full archives and expert analysis at www.globalasia.org

Have you tried our digital edition yet? Read Global Asia on any device with our digital edition by Magzter. Issues are just $5.99 or $19.99 per year. Download the free Magzter app or go to www.magzter.com


Don’t miss out on our latest issue! http://KoreanLiteratureNow.com WINTER 2016 Literary Translation in a Post-Trump World | Seoul International Writers’ Festival 2016 LTI Korea Translation Award | Reviews of latest translations | Book excerpts


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.