Tabloid teknokra edisi 136

Page 1

Halaman 3

Warna dinding GSG juga tak kalah kusam dengan lantai. Coretan-coretan tampak di beberapa bagian dinding.

Halaman 8

Kondisi minimnya RPH yang ada di Lampung dapat membawa kekhawatiran akan kualitas kesehatan daging yang dipasarkan di masyarakat.

Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

“Yang paling membanggakan bagi saya adalah mampu membawa anak didik saya juara nasional!,” ujarnya.

Tetap Berpikir Merdeka!

FB: Teknokra Unila

www.teknokra.com

Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh

@TeknokraUnila

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Teknologi, Inovasi, Kreativitas dan Aktivitas

Halaman 12

POTRET ‘GERSANG’ Kampus Hijau


2 Comment

Salam Kami

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Sejak 2010, Universitas Lampung mengikuti pemeringkatan universitas se-dunia berdasarkan kriteria UI Green Metric World University Ranking. Pemeringkatan ini merupakan inisiatif dari Universitas Indonesia (UI). Greenmetric memilih 95 perguruan tinggi dari 35 negara. Di Indonesia, Universitas Lampung menempati urutan ke-9 dari yang sebelumnya menempati posisi ke-7. Di tingkat dunia, Unila sempat menempati posisi ke52 pada tahun 2010, sedangkan tahun berikutnya Unila turun menduduki peringkat 98. Lantas apa acuan penentuan peringkat tersebut? ternyata mengacu pada hasil korespondensi dan survei serta pemeringkatan langsung yang dilakukan secara online. Indikator dan kriteria penilaian meliputi pengaturan dan infrastruktur. Lokasi kampus , luas area termasuk ruang hijau dan terbuka, luas bangunan, pemakaian listrik, hingga jumlah kendaraan yang dimiliki ikut andil menjadi kriteria penilaian. Jumlah keluar-masuk mobil, sepeda, program lingkungan yang berkelanjutan, sampai keberadaan situs website, terutama kaitannya dengan konten informasi mengenai kampus hijau juga dinilai. Berbagai kebijakan yang diambil pihak kampus, seperti program daur ulang limbah, pengelolaan sampah organik, dan metode pembuangan sampah menjadi hal penting lainnya. Bahkan,peringkat ini menilai hingga system konservasi air, persentasi luas wilayah, serta sistem pipa dan sumber air. Ketersediaan bus kampus, serta kebijakan mengenai jalur sepada dan pejalan kaki menjadi salah satu contoh kebijakan yang dinilai. Melihat semua kriteria penilaian tersebut, tak aneh rasanya jika Universitas Lampung turun peringkat Greenmetriks.Lihat saja, Unila belum memiliki fasilitas yang mayoritas menjadi penilaian. Universitas Lampung juga rasanya masih setengah hati melakukan usaha perubahan peningkatan kualitas sebagai kampus hijau . Saat ini, Unila masih jauh dari kriteria kampus hijau. Pengolahan limbah, sistem drainase, sarana transportasi ramah lingkungan belum tersedia di ‘kampus hijau’ Unila. Memang, mengurusi kampus yang berpenghuni puluhan ribu mahasiswa tak semudah yang dibayangkan. Namun, Unila telah berani mengambil langkah menjadi peserta Greenmetriks sejak empat tahun lalu. Pilihan itu harusnya dibarengi dengan kesadaran untuk terus memperbaiki berbagai fasilitas demi terciptanya kampus hijau yang sesungguhnya. Unila seharusnya segera berbenah, mulai dari kebijakan dari rektorat untuk segera menerapkan program-program kampus hijau yang sejak lama sudah dibuat, sehingga tak sekedar menjadi wacana atau hanya menjadi julukan tanpa makna. Rektorat harusnya berani ambil sikap dan tak nanggung mengambil kebijakan demi perbaikan kampus hijau. Semua upaya tersebut harus dibarengi dengan kepedulian dari semua civitas akademika Unila, Tentu saja, kedisiplinan dari warga Unila menentukan keberhasilan program kampus hijau selanjutnya. Pun kebijakan dan pengawasan dari pihak kampus harus lebih diperketat. Semoga Unila menjaga nama baik kampus hijau. =

Foto Lia Vivi Farida

Unila Harus Berbenah

Fungsi dan Eksistensi “Wah, Kok udah terbit lagi ? Cepet banget ya, Hebat! ”

I

tu adalah kata yang sempat dilontarkan beberapa mahasiswa saat tabloid Teknokra edisi 135 tengah dibagikan. Mendengar kalimat itu, kami amat terharu. Banyak makna yang terkandung dari kalimat yang dilontarkan. Kami selalu berusaha memberikan informasi up to date yang berimbang, berkualitas, sekaligus mencerdaskan pada tiap edisi. Tak mudah rasanya ketika harus dihadapkan dengan jadwal kuliah yang padat. Belum lagi harus menjalankan fungsi sebagai lembaga pers kampus yang ingin tetep menjaga eksistensinya. Sekilas, tak terasa perbedaan mencolok yang terlihat antara kami dan mahasiswa lainnya. Perbedaan baru terlihat saat malam tiba ketika mahasiswa lain mengisi waktu malam dengan menonton televisi atau sekadar duduk santai menikmati cemilan bersama teman dan keluarga di rumah, kami masih setia di kampus dengan jadwal rapat dan aktivitas menulis berita. Dibandingkan empat terbitan sebelumnya, tak berlebihan rasanya jika inilah edisi yang paling banyak menguras energi. Waktu, tenaga, dan pikiran telah tercurah demi membawa tabloid ini ke tangan pembaca sekalian. Tak hanya di-

tuntut deadline terbitan, kami juga harus membagi fokus demi mempersiapkan kegiatan nasional di akhir bulan. Tentu saja time management yang baik menjadi kunci yang harus didapatkan demi suksesnya dua kesibukan ini. Lelah, kantuk, hingga perasaan bosan sering kali menjadi kerikil yang melukai langkah kaki kami. Berkali-kali berhadapan dengan situasi dan kondisi yang berpeluang menjadi penghalang membuat kami terus bangkit dan percaya pada proses. Ya, bagai intan yang hanya mampu tercipta 150 km di bawah permukaan bumi pada tekanan tinggi dan suhu yang tak kurang dari 2.000 derajat Fahrenheit. Kami percaya bahwa suhu tinggi serta tekanan yang menempa kami dari segala arah akan membentuk kami menjadi pribadi yang seindah, sekuat, dan seberharga intan. Kepada para pembaca, dengan penuh kebanggaan kami persembahkan tabloid UKPM Teknokra edisi 136. Edisi kali ini, tabloid Teknokra mengupas tentang Konsep Kampus Hijau Unila yang pada kenyataannya tak terlihat hijau. Pohon yang tua dan rapuh, sampah yang berserakan, penebangan pohon demi pembangunan, hingga pengelolaan limbah yang belum layak. Terimakasih kepada pembaca yang tetap yakin dan percaya pada kami untuk terus memberikan informasi yang bermanfaat.= Tetap Berpikir Merdeka!

TABLOID TRI MINGGUAN diterbitkan oleh Unit Kegiatan ­­ ­­­­­ ­­ Penerbitan Mahasiswa (UKPM) TEKNOKRA Universitas Lampung ALAMAT Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Telp .(0721) 788717 EMAIL ukpmteknokraunila@yahoo.co.id, redaksi.teknokra@gmail.com WEBSITE www.teknokra.com Pelindung: Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, MS Penasihat: Prof. Dr. Sunarto, SH, MH Dewan Pembi­­na: Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc A­ nggota Dewan Pembina: Asep Unik, SE. ME., Drs. M. Toha B. Sampurna Jaya, M.S., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Dr.Yuswanto.SH.,MH., Dr.Eddi Rifai SH.MH., Maulana Mukhlis, S.Sos., MIP., Asrian Hendi Caya,SE.,ME., Dr. Yoke Moelgini M.Sc, Irsan Dalimunte,SE.M.Si,MA., Dr.Dedy Hermawan S.Sos,M.Si., Dr. Nanang Trenggono M.Si., Dr.H.Sulton Djasmi, M.Si., Syafarrudin, S. Sos. MA., Toni Wijaya S.Sos.MA, Rudiyansyah, Rikawati, S,Sos., Rukuan Sujuda, S.Pd.

Cover

Ide & Desain Retno Wulandari

Pemimpin Umum: Muhamad Burhan Pemimpin Redaksi: Vina Oktavia Pemimpin Usaha: Yurike Pratiwi Kepala Pusat Penelitian dan ­Pengembangan: Novalinda Silviana Kepala Kesekretarian: Fitri Wahyuningsih Redaktur Pelaksana: A ­ prohan Saputra, Hayatun Nisa, Yovi Lusiana Redaktur Berita: Ayu Yuni Antika Reporter : Fahmi Bastiar, Siti Sufia Redaktur Foto: ­Kurnia Mahardika Fotografer: Lia Vivi F Redaktur Artistik: Imam ­Gunawan Staf Artistik: Retno Wulandari Kameramen: Kurnia ­Mahardika ­Webmaster: Khorik Istiana Manajer Keuangan: Faris Yursanto Manajer Usaha : Imam Gunawan Staf Keuangan: Yola Savitri Staf Periklanan: Sindy Nurul Mugniati Staf Pemasaran: ­Wawan Taryanto Staf Kesekretariatan: Fitria Wulandari, Staf Pusat Penelitian dan ­­Pe­ngembangan: Hayatun Nisa, Fajar Nurrohmah Magang: Rika A, Yola Septika, Ahmad R, Ana Pratiwi M, Diah Permatasari, Kurnia Dwi P.S, Meri Herlina, M. Erig R, M. Ziea U.A, Nur Kholik, Purwo Kuncoro, Ridha P, Riska Martina.

Fitri Wayhuningsih


Kampus Ikam 3

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Wajah Baru Siakad Unila Oleh Nur Kholik

Unila-Tek: Website siakad.unila.ac.id berubah tampilan. Warna hijau terlihat dominan saat pertama kali membuka beranda website. Selain lebih aman, tampilan baru ini juga memungkinkan para orang tua untuk memasukan nomor seluler yang dapat dihubungi. “Universitas bisa memberikan laporan tentang kemajuan belajar anak mereka melaui SMS gateway,” ujar kepala BAAK Unila, Harsono Sucipto. Sucipto mengatakan sosialisai sudah dilakukan dalam rapat pimpinan, pengelola akademik fakultas, kepala jurusan, dan dosen. Menurutnya, sosialisasi ke mahasiswa tak terlalu penting karena mahasiswa hanya mengisi KRS. “Pengisian KRS tidak mengalami banyak perubahan dari sistem siakad yang lama,” ujarnya. Menurutnya, sudah banyak mahasiswa yang mengetahui perubahan ini. Reza Baharsyah ( Agroteknologi ‘13) mengaku menyukai tampilan baru siakad karena lebih menarik. Sementara, Rizky Ramadiansyah (Kehutanan ‘13) mengaku siakad tidak banyak berubah. “Hanya berubah warna saja,” Ia berharap, siakad juga memberikan info yang lebih lengkap seputar Unila.=

Festival Islam dan Bedah Buku Oleh Wawan Taryanto

FMIPA-Tek: Kerohanian Islam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ROIS FMIPA) mengadakan acara FMIPA Islamic Festival. Kegiatan ini diselenggarakan pada Minggu (11/5) di aula C Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Acara yang mengusung tema Man Jadda Wa Jadda ini dihadiri mahasiswa Unila dan masyarkat umum. Bedah Buku yang direncanakan menjadi acara inti pada festival ini menghadirkan penulis trilogi novel Negeri 5 Menara, Ranau 3 Warna dan Rantau 1 Muara, yaitu Ahmad Fuadi. Tak hanya itu, peserta disuguhi lantunan merdu dari group nasyid GSV dan berkesempatan meraih tanda tangan penulis. Selain bedah buku, kegiatan ini juga diwarnai oleh bazar, berbagi jilbab gratis, talkshow dan launching buku de Orange. Panitia juga mengadakan Rapat Koordinasi Wilayah Jaringan Rois MIPA Nasional (Rakorwil-JRMN) diakhir kegiatan. Ketua pelaksana, Arif Al-Furqopn (Komputer ‘12) berharap acara ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh peserta.=

UKM Kristen Rayakan Paskah Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Jumat (9/5) Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen (UKM-K) menyelenggarakan perayaan paskah di GSG Unila. Acara bertema Mati dan Bangkit Bersama Kristus ini dibuka oleh Pembantu Rektor (PR) I Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin. Ketua pelaksana, Michael Jackson M. (Teknik Mesin’12) mengatakan acara ini digelar demi menghimpun mahasiswa untuk merayakan ibadah paskah bersama. Acara ini juga mengundang jemaat gereja yang ada di Bandarlampung. Michael berharap paskah tahun ini bisa menjadikan momentum untuk menjalani kehidupan yang baru dan lebih baik.=

GSG Unila Tak Kunjung Diperbaiki Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Siang itu (1/5), sepuluh mahasiswa terlihat asyik memainkan games kekompakan di pelataran Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung. Beberapa mahasiswa lainnya terlihat sedang latihan senam. Pedagang kaki lima yang biasa mangkal di GSG tetap membuka lapaknya meski hari itu libur nasional. Sayangnya, sampah juga nampak bertebaran di beberapa sudut. Di bawah tangga pintu selatan, terdapat dua gerobak makanan yang tak digunakan pemiliknya. Lantai keramik GSG terlihat lebih kusam dari warna asli. Di beberapa bagian, terdapat tanah yang membentuk jejak sepatu. Di lantai dua selasar GSG, rumput bahkan dapat tumbuh di tengah keramik yang pecah-pecah. Warna dinding GSG juga tak kalah kusam dengan lantai. Coretan-coretan tampak di beberapa bagian dinding. Bekas kotak nasi berserakan begitu saja. Sebuah kotak pop mie bertengger di salah satu jendela lantai dua. GSG Unila memang kerap kali digunakan mahasiswa dan masyarakat umum. Salah seorang mahasiswa, Eka Maharani (Kimia’13) berpendapat GSG seperti gedung tak terpakai. Menurutnya, toilet kerap tak dapat digunakan. Ia juga mengeluhkan GSG yang tak dapat lagi menampung mahasiswa baru saat melaksanakan Propti. Mahasiswa lain, Meylinda A. (Sekretaris ’13) mengatakan ruangan GSG sangat panas karena AC tidak berfungsi. Selain itu, banyak bangku yang sudah rusak. ”Goyang-goyang

kalo didudukin,” ujarnya. Ia berharap agar fasilitas GSG segera diperbaiki. Suhaesti J. (Pend. Fisika ’13) punya pengalaman tak enak saat mengikuti Propti. Ia terpaksa berdiri karena tak kebagian kursi untuk duduk. Sependapat dengan Eka, ia juga mengeluhkan toilet GSG yang bau dan minim fentilasi udara. Mahasiswa FP, Alawiyah (Agroteknologi ’10) mengatakan kerap merasa malu ketika mengadakan kegiatan di GSG yang melibatkan peserta dari luar kampus. Peserta harus pergi ke toilet di mushola Fakultas Pertanian saat buang hajat. Hal ini terjadi karena hanya ada satu toilet yang bisa digunakan. “Bayangin, ribuan mahasiswa pake toilet itu,” ujarnya. Ia menilai, Unila belum banyak melakukan renovasi gedung. “Sejak saya masuk tahun 2010, sampai saat ini belum ada perubahan yang signifikan,” ujarnya. Ayu Widia P. (Administrasi Negara ’12) juga sependapat dengan empat mahasiswa lain. Menurutnya, kondisi GSG kerap menimbulkan kekecewaan orang tua yang hadir saat acara wisuda. Ia juga mengeluhkan soal dana yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa saat menggelar acara di GSG. “Harus bayar sebesar 6 juta,” ujarnya. Menanggapi keluhan mahasiswa, Aristianto Husin yang menjabat Sekretaris Badan Usaha Unila (BUU) mengatakan perawatan GSG menjadi tanggungjawab Bagian Rumah Tangga Unila. Menurutnya, selama ini BUU hanya mengkoordinir masalah pe-

Kotor. Seorang mahasiswa hendak masuk ke Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung yang kotor karena dicoret-coret dengan pilok. Selain din­ding, lantai keramik GSG juga mengelupas dan ambles. Foto dibidik, Rabu (8/5). Foto Kurnia Mahardika

nyewaan gedung. Ia mengatakan tak semua mahasiswa yang menggelar acara dikenai biaya. Banyak mahasiswa yang menggunakan fasilitas GSG secara gratis atas rekomendasi pimpinan. Padahal, seharusnya mahasiswa dikenai uang sewa sebesar 3 juta rupiah. Ia menjelaskan, dana 6 juta yang mahasiswa berikan digunakan untuk biaya operasional saat kegiatan dan sisanya disetor sebagai uang sewa. “Tiga juta disetor ke kas negara,” ujarnya. Menurutnya, penggunaan hasil sewa baru dapat dipakai tahun berikutnya. Pengurus yang baru bekerja dua bulan ini mengaku dana untuk perawatan GSG berasal dari badan layanan umum dan APBN. Dana itu masuk ke bagian rumah tangga Unila dan digunakan untuk seluruh keperluan Unila, mulai dari universitas, fakultas, maupun jurusan. Aris menambahkan, dana perbaikan GSG tidak terlalu besar. Menanggapi over kapasitas GSG, Aris mengatakan sebaiknya kegiatan Propti tahun depan dibagi dua bagian. Menurutnya, perluasan GSG akan sangat sulit dilakukan karena membutuhkan biaya yang amat besar. Tahun ini, Unila berencana memperbaiki WC dan selasar GSG. Ia berharap perawatan GSG dapat dilakukan tiap tahun dan civitas akademika Unila dapat ikut menjaga kebersihan GSG. Kepala Bagian Rumah Tangga Unila, Sulaemi mengatakan perawatan harian GSG menjadi tanggung jawab BUU. Ia membenarkan pendapat Aris bahwa toilet GSG akan segera diperbaiki pada Juni-Juli mendatang. Ia menambahkan, dana perbaikan toilet mencapai 200 juta rupiah. Menurutnya, sejak 2011 baru kali ini GSG diadakan perbaikan. Sulaemi mengatakan kerusakan yang terjadi di GSG disebabkan oleh pengguna yang tak peduli usai menggelar acara. Kerusakan selasar GSG terjadi akibat aktivitas mahasiswa yang sering bermain skate board. Senada sengan Aris, ia berharap mahasiswa dapat menjaga kebersihan GSG Unila.=


4 Kampus Ikam Geliat Pemira,

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Terkendala Partisipasi Mahasiswa Oleh Rika Andriani

Unila-Tek: Pesta demokrasi di Universitas Lampung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa akan gelar 26 Mei mendatang. Demi suksesi hajatan besar ini, Dewan Perwakilan Mahasiswa Unila (DPM-U) telah membentuk panitia khusus (Pansus) yang telah diresmikan pada (20/4). Usai sosialisasi jadwal Pemilihan Raya (Pemira), Senin (5/5), tim Pansus yang dike­ tuai Fitrizal (THP’12) segera melakukan persiapan lainnya, seperti membuka pendaftaran, verifikasi berkas, hingga berbagai persiapan untuk hari-H. Saat ini, tim Pansus gencar melakukan sosialisasi Pemira melalui berbagai media, seperti facebook, twitter, dan lima buah banner yang akan dipasang di Unila serta kampus lokal. Mengenai pendaftaran, terdapat perbedaan syarat dari tahun sebelumnya. Tahun lalu, kandidat hanya diminta mengumpulkan sejumlah KTM sebagai bentuk dukungan mahasiswa. Namun, tahun ini kandidat juga harus mengumpulkan 200 KTM dan mencantumkan tanda tangan asli pendukung pada fotokopi KTM. Sayangnya, masih banyak mahasiswa yang tak ikut me-

milih saat Pemira. Salah satunya Uce Ajami. Ia mengatakan tidak mengetahui soal Pemira dan tak mengenal calon yang ditawarkan. Ia enggan memilih pada Pemira karena calon Presiden tak berasal dari fakultasnya. Vina Eviana (Ekonomi Pembangunan ’10) juga tidak memilih pada Pemira tahun lalu karena tidak mengetahui jadwal Pemira. “Sampek sekarang aja aku nggak tau Pemira itu kapan,” ujarnya. Lain lagi dengan Bunga Mayang S. yang mengaku tak memilih karena tidak tertarik dengan politik. Berbeda dengan tiga rekannya, M. Fadlan A. (Pend. Geografi ’11) ikut berpartisipasi ingin ikut peduli dengan perubahan yang ada di Unila. “Memilih dalam pemira berarti kita memilih menjadi penyambung lidah mahasiswa ke badan Rektorat,” ucapnya. Ketua DPM-U, Fian ­Kusmardiana membenarkan bahwa kendala yang dihadapi saat Pemira adalah soal partisipasi mahasiswa. Banyak mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilih karena merasa tidak ada calon kandidat yang mewakili aspirasinya. “Susah menarik masa. Jika tidak ada calon dari fakultasnya mereka males

milih,“ ujar mahasiswa Teknik Kimia 2009 ini. Fian mengaku menyayangkan sikap mahasiswa ini karena menurutnya Pemira merupakan ajang pembelajaran politik di kampus. Meski begitu, Fian tetap optimis Pemira tahun ini ramai karena berdekatan dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. “Atmosfer pemilu masih ada,” ujarnya. Pihaknya mengaku terus melakukan pengontrolan kinerja Pansus setiap minggu. Nanda Satriana selaku Presiden BEM U berharap pemira tahun ini berlangsung sportif dan tidak ada keributan. “Supaya dapat melahirkan pribadi dewasa yang lebih demokratif,” ujarnya. Senada dengan Fitrizal, ia berharap banyak mahasiswa yang berpartisipasi. Sependapat dengan Fian dan Nanda, Fitrizal juga optimis Pansus berhasil menggelar Pemira dengan sukses meskipun persiapannya terhitung lebih singkat dari tahun lalu. Apalagi, sudah ada tujuh calon kandidat presiden mahasiswa yang mendaftar. Ia juga berharap lebih banyak mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya pada Pemira tahun ini.=

mengalami kenaikan karena biaya kuliah mahasiswa PMPAP berasal dari SPP mahasiswa yang mendapatkan UKT tinggi. “Jika kuota PMPAP ditambah, bisa jadi UKT mahasiswa sekarang juga bertambah,” Ucap M. Komarudin. Sejak pendaftaran SNMPTN resmi ditutup 31 Maret lalu, sebanyak 28.887 calon mahasiswa telah mendaftarkan diri melalui jalur SNMPTN. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menjadi jurusan yang paling banyak dilirik dengan jumlah pendaftar mencapai 2.885 orang. Posisi kedua diduduki Prodi PGSD dengan 2.810 calon mahasiswa dan di­ susul oleh Kedokteran dengan 2.197 pendaftar. Rencanaya, hasil SNMPTN ini akan diumumkan 27 Mei mendatang. Sementara itu, penerimaan mahasiswa melalui jalur SBMPTN baru akan dibuka 12 Mei-6 Juni mendatang. Peserta dapat melakukan pendaftaran secara online dari daerah ma­ sing-masing. Biaya pendaftaran SBMPTN tahun ini hanya 100 ribu rupiah. Jumlah ini lebih murah dari tahun sebelumnya yang

mencapai 150 ribu untuk pilihan IPA atau IPS serta 175 ribu untuk IPC. Tes SBMTPN sendiri akan dilakukan pada 17 Juni Mendatang. Tiga jalur lainnya akan mulai dibuka setelah pelaksanaan hasil seleksi SBMPTN diumumkan.=

Unila Buka Lima Jalur Pendaftaran Oleh Fajar Nurrohmah

Unila-Tek: Demi menyaring calon mahasiswa yang berkualitas, tahun ini Unila membuka lima jalur pendaftaran. Peserta dapat mendaftar di Unila melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP), Ujian Lokal, atau Penerimaan Mahasiswa Program Diploma (PMPD). Kepala UPT Pusat Komunikasi Unila, M. Komarudin mengatakan kuota penerimaan mahasiswa Unila tahun ini meningkat. Menurutnya, Unila telah mempertimbangkan ketersediaan fasilitas dan dosen Unila sehingga yakin akan kembali menambah jumlah mahasiswa baru. Menurutnya, kuota penerimaan mahasiswa untuk tiap jalur berbeda. Jalur SNMPTN dan SBMPTN mendapat porsi terbanyak, yakni mencapai 50% dan 30%. Sementara 15% disediakan untuk jalur ujian lokal dan 5% sisanya untuk PMPAP dan PMPD. Komar menjelaskan, tahun ini kuota jalur PMPAP tak

PSM Goes to Spanyol Oleh Wawan Taryanto

Unila-Tek: Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Unila akan mengikuti Lomba di Barcelona, Spanyol. Lomba yang diadakan oleh Inter Culture Spanyol ini rencananya dihelat pada 26 Oktober hingga 3 November 2014 mendatang. Meskipun masih lima bulan lagi, namun PSM telah rutin berlatih setiap Rabu dan Jumat. PSM berencana mengirimkan 40 perwakilannya yang akan mengikuti lomba lagu klasik, lagu daerah, dan solo. Peserta yang dikirimkan sendiri terdiri dari mahasiswa angkatan 2011-2013. M. Harowi (Peternakan ‘10), koordinator PSM mengatakan bahwa tujuan pemberangkatannya peserta demi mempromosikan budaya Indonesia dan Universitas Lampung. Menurutnya, kendala yang dihadapi sampai saat ini adalah dana. ”Setiap peserta diwajibkan memberikan iuran sebesar 10 juta rupiah,” imbuhnya. Demi mengumpulkan dana tersebut, anggota PSM mengadakan program usaha dengan berjualan kripik. Nala Tri Kusuma (D3 Keuangan ‘11) yang juga sekretaris umum PSM mengatakan kegaiatan berjualan ini untuk membantu pembayaran dana 10 juta. Salah satu anggota PSM, Haryanti (Ilmu Kmmputer’12) mengatakan sejauh ini persiapan menghadapi lomba berjalan lancar. “Kami telah terbiasa dengan itu,” katanya.=

Mapala Unila Jadi Tuan Rumah TWKM se-Indonesia

Unila-Tek: Temu Wicara dan Kenal Medan (TWKM) merupakan pertemuan tahunan Mahasiswa Pencinta Alam se-Indonesia sejak 1988. Acara ini menjadi wadah yang mampu memfasilitasi dan mengakomodasi pertemuan Mapala seIndonesia. Pada acara TWKM sebelumnya di Ambon, Mapala Unila terpilih menjadi tuan rumah TWKM yang akan digelar Oktober mendatang. Mapala terpilih melalui pemungutan suara karena memperoleh suara tertinggi. TWKM XXV ini mengusung tema “Peran Mapala di Perguruan Tinggi se-Indonesia Sebagai Inisiator dan Penggerak Tanggap Bencana serta Peduli Lingkungan Hidup”. Kegiatan Temu Wicara akan membahas kondisi internal dan eksternal organisasi sekaligus pembahasan isu strategis terkait persoalan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Tujuannya untuk menyatukan persepsi dan gagasan dalam upaya memetakan solusi atas permasalahan yang dibahas. Sementara acara Kenal Medan adalah pertemuan para anggota dalam rangka pengembangan ilmu melalui aktivitas olah raga di alam bebas, berupa pendakian gunung, Rock Climbing, Ca­ ving, Diving, dan Rafting.= (Rilis)

Oleh Kurnia Mahardika

Tak Tertib. Sejumlah mahasiswa baris tidak beraturan dalam upacara memperingati Hardiknas, Jumat (2/5). Selain mengobrol, sejumlah mahasiswa juga datang terlambat.


Kampus Ikam 5

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Perpustakaan Mulai Alternatif Baterai Mobil Listrik Perbaiki Sistem Sel Surya, Oleh Yola Septika

Unila-Tek: Kemunculan mobil listrik yang digadang-gadang sebagai cikal bakal trans­portasi massal membawa ­angin segar bagi dunia IPTEK. Universitas Lampung sebagai salah satu perguruan tinggi negeri mulai melirik pengembangan mobil hemat energi ini. Langkah awal mewujudkan impian itu dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatro) Universitas Lampung dengan menggelar Seminar Mobil Listrik pada (30/4). Acara yang berlangsung di Gedung Serba Guna (GSG) Unila ini menghadirkam pembicara dari Kementerian Riset dan Teknologi serta Dosen Teknik Elektro Unila. Dekan Fakultas Teknik, Prof. Suharno yang hadir dalam

Oleh Ahmad Roihan

acara tersebut mengatakan fakultasnya siap bekerjasama dengan Kemenristek untuk pengembangan mobil listrik. Asisten Deputi Bidang Rele­ vansi dan Produktivitas Kemenristek, Bambang Sutedja yang hadir sebagai pembicara mengungkapkan mobil listrik dapat menjadi alternatif sarana transportasi yang hemat energi dan ramah lingkungan. Namun, menurutnya kendala pengembangan mobil listrik ini terletak pada baterai. Ia menambahkan, Indonesia belum mampu menciptakan baterai mobil yang hemat dan tahan lama. Biaya untuk pembuatan baterai sendiri mencapai 40% dari total biaya produksi. Pembicara kedua yang merupak-

an dosen Teknik Elektro Unila, Noer Sudjarwanto menjawab permasalahan yang di­sampaikan Bambang. Ia menuturkan bahwa sel surya dapat menjadi alternatif bahan penggerak mobil listrik. Selain lebih hemat, sel surya juga mudah dikembangkan. Indonesia sendiri memiliki catatan panjang tentang mobil listrik. Tahun 1977, Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) telah berhasil membuat mobil listrik untuk pertama kalinya. LIPI kembali menciptakan prototipe riset sedan hibrid tahun 2009 dan 2010. Belakangan, Institut Teknologi Semarang (ITS) menciptakan mobil listrik Ezzy ITS 2 yang sudah diuji coba pada acara Tour De Java 2-6 Mei lalu.=

Foto Kurnia Mahardika

Tahap Dua. Seorang pekerja bangunan mengangkut material kerikil untuk merenovasi Aula Fakultas Pertanian. Renovasi tahap kedua ini, memperbaiki atap dan plafon, serta pembuatan tiang penyangga bangunan. Foto dibidik, Jumat (9/5).

Guru Profesional Harus Lewat PPG Oleh Yola Savitri

FKIP-Tek: Kehadiran Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) sempat membawa isu bahwa mahasiswa non FKIP tidak boleh menjadi guru. Isu ini mendapat tanggapan beragam dari mahasiswa. Ahmad Ari Aldino (Matematika ‘12) mengaku tidak setuju jika kebijakan itu diterapkan. Menurutnya, setiap orang harusnya mempunyai peluang yang sama untuk menjadi guru. Ia mengatakan mahasiswa non keguruan mempelajari ilmu yang lebih mendalam dan ilmu mengajar bisa dipelajari secara ototidak. Imam Purnama (Pend. Matematika ’10) tak sependapat. Menurut-

nya, butuh kemampuan dasar mengajar untuk bisa menjadi guru secara profesional. Kemampuan membuat Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan psikologi anak didik juga harus dikuasai. Namun, isu tersebut dibantah oleh Pembantu Dekan (PD) I FKIP Unila, M. Toha B Sampurna Jaya. Menurutnya, sekolah lebih mempertimbangkan kemampuan seseorang yang ingin menjadi guru. “Kita bicara soal kualitas,” ujarnya. Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005 juga menyebutkan bahwa lulusan non keguruan bisa menjadi guru dengan mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Mereka yang mengikuti program terse-

but akan mendapat mata kuliah matrikulasi sebelum mengikuti PPG selama satu tahun. Bahkan, lulusan non FKIP juga masih bisa menjadi guru tanpa melalui PPG. “Namun mereka belum bisa disebut guru professional,” imbuh Thoha. Sayangnya, Unila belum dapat menyelenggarakan program PPG. Lembaga pendidikan yang boleh menggelar PPG harus mempunyai sekolah laboratorium untuk praktek. FKIP telah menjalin kerjasama dengan sekolah anak usia dini, sekolah dasar, dan sekolah menengah atas. Namun, masalah asrama yang belum memadai masih menjadi kendala dalam menyelenggarakan PPG.=

Unila-Tek: Berbagai kritik yang sempat dialamatkan ke Perpustakaan Universitas lampung membuat unit pelayanan ini melakukan perbaikan. Tahun ini, Perpustakaan telah menambah 1.700 koleksi buku dan 6.000 jurnal online yang dapat diakses setiap saat. Tak hanya itu, Perpustakaan juga menambah jam buka sampai melakukan perbaikan sistem pelayanan. Sistem daynik buatan luar negeri yang semula dianggap sebagai solusi untuk manajemen pengelolaan data ternyata memerlukan tenaga ahli yang tak dapat dipenuhi Unila. Perpustakaan lalu beralih pada sistem senayan untuk pengelolaan data, layanan peminjaman, pengembalian buku, serta penelusuran buku dengan mesin pencari. Tak merasa puas, Perpustakaan juga bekerjasama dengan Pusat Komputer Unila untuk merancang sistem baru. Kepala Perpustakaan Unila, Sugiyanta mengatakan bahwa sistem baru ini merupakan kombinasi sistem daynik dan senayan. “Rencananya mau diganti yang senayan ini karena masih banyak kekurangan,” ujarnya. Ia mengatakan pihaknya belum menyepakati nama yang akan diberikan pada sistem baru ini. Selain itu, Perpustakaan akan mulai menerapkan sistem online untuk mahasiswa yang akan menyerahkan skripsi. “Hanya harus

menyerahkan CD beserta upload data,” ujar Sugiyanta. Ide ini muncul karena Perpustakaan tak punya ruang cukup untuk menampung semua skripsi mahasiswa. Selain itu, dengan meng-upload di server yang nanti disediakan, mahasiswa dapat meng­akses kembali jika ada keperluan. “Tinggal download saja,” tambahnya. Perbaikan juga dilakukan pada tempat penitipan barang. Kini, mahasiswa diberikan loker beserta kuncinya untuk me­ nyimpan tas. Salah seorang mahasiswa, Agung Dwi Tamtomo merasa lebih aman dengan adanya sistem ini. “Kalau kita menaruh barang di tas tidak khawatir karena kunci kita yang bawa,” ujar mahasiswa pendidikan geografi 2010 ini. Hal senada disampaikan Nur Safida. Ia merasa terbantu karena tak harus membawa berbagai barang berharga saat masuk ke ruang baca. Menurut Sugiyanta, perubahan ini terinspirasi setelah ia melakukan kunjungan kerja ke Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Ia menambahkan, sampai saat ini pihaknya belum mene­ mui kendala. Ia berharap Unila dapat menyediakan loker lebih banyak. Ia juga meminta mahasiswa untuk memanfaatkan perpustakaan secara maksimal.=

“Career Day”, Buka Kesempatan Kerja Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Pusat Jasa Ketenagakerjaan (PJK) akan menggelar Unila Enterpreneurship Day dan Unila Career Day. Kegiatan yang bersi workshop dan pelatihan kewirausahaan ini akan digelar pada 5-8 Mei mendatang. Peserta dkhususkan untuk 50 orang mahasisswa 2013 yang mendaftar dan telah lolos psikotest. Peserta diperuntukkan untuk mahasiswa 2013. Selain workshop dan pelatihan, akan ada kegiatan outbond di Wira Garden. Acara ini diharapkan dapat menghasilkan calon wirausahawan muda yang selanjutnya akan dididik hingga lulus dari Unila. Acara dilanjutkan dengan membuka bursa kesempatan kerja pada 20-22 Mei 2014 di GSG Unila. Acara sejenis Job Fair ini akan menghadirkaan 40 perusahaan yang siap menerima karyawan baru. Dedi Aprilani selaku penanggungjawab kegiatan mengatakan sampai saat ini sudah ada 10 perusahaan yang

siap bekerjasama. Selain bursa kerja, acara akan dimeriahkan oleh pameran, bazar kewirausahaan, bazar buku, panggung kreativitas mahasiswa, dan pusat kuliner mahasiswa. Ia berharap banyak mahasiswa dan lulusan Unila yang ikut berpartisipasi. “Target peserta dan pengunjung sebanyak 20.000 orang,” ujarnya. Untuk bergabung, peserta dikenai biaya tiket masuk sebesar 20 ribu rupiah. Panitia juga menyediakan potongan harga 50% bagi peserta yang membawa potongan iklan kegiatan tersebut dari koran Radar Lampung. Rencananya, PJK akan kembali menggelar kegiatan serupa tahun depan. Dedi menambahkan, kegiatan ini disupport oleh Bank BNI sebagai bentuk pengembangan pojok BNI. Ia berharap acara dapat berjalan lancar dan sesuai tujuan yang dimaksud PJK. “Untuk menambah pengetahuan dan informasi secara detail bagi para pelamar,” ujarnya.=


6

Reportase Khusus

Potret ‘Gersang’ Kampus Hijau Oleh : Fahmi Bastiar, Ayu Yuni Antika Laporan : Fahmi Bastiar, Ayu Yuni Antika, Siti Sufia

Sejak 2004, Universitas Lampung telah mendeklarasikan diri sebagai kampus hijau. Enam tahun ber­ kutnya, Unila juga telah melakukan sosialisasi dan pelaksanaan Green Matriks UI. Namun, hingga kini penerapan konsep Green Campus di lingkungan Unila masih terkendala komitmen semua pihak.

Ilustrasi Retno Wulandari

Tak jauh dari tugu Universitas Lampung (Unila), ucapan Selamat Datang di Kampus Hi­ jau berdiri tegak bersanding dengan foto Rektor. Di sisi kiri Jalan Soemantri Brodjonegoro No. 1 ini, area pembangunan Rumah Sakit Pendidikan yang belum kelihatan bentuknya menjadi pemandangan harian. Dari situ, pengunjung akan disuguhi pemandangan deretan kantin yang berdiri di sepanjang sisi jalan utama. Tak kurang dari sepuluh kantin berdiri dengan berbagai warna tenda yang ditawarkan. Deretan kantin ini menimbulkan kesan semrawut. Sebuah air mancur yang merupakan salah satu icon Unila dibangun ditengah bunderan Unila. Bersisian dengan air mancur tersebut, terdapat kawasan yang dikenal mahasiswa sebagai Beringin Unila. Di kawasan itu, berdiri dua pohon beringin besar. Banyak mahasiswa Unila melepas lelah di kawasan itu karena disana sengaja dibangun delapan tempat duduk dari semen. Disana juga berdiri sebuah Gazebo seukuran ruang belajar. Hanya ada satu buah kotak sampah yang diletakkan tak jauh dari Gazebo. Seperti siang itu, Kamis (8/5), terlihat dua belas orang mengisi enam tempat duduk yang ada di Beringin Unila. Salah satunya, Mirna Andita Sari (Hukum ’13) yang sedang mengerjakan tugas kuliah bersama satu orang rekannya. Ia mengaku sering mengerjakan tugas di Beringin Unila karena suasana sejuk yang ditawarkan. “Nyaman jika berada di bawah beringin Unila,” ujarnya. Namun, Andita mengeluhkan minimnya kotak sampah yang ada di area itu. Ia mengaku seringkali kesulitan saat akan membuang sampah. Andita lebih memilih menyimpan sampah dan membuangnya saat menemui kotak sampah ditempat lain. Ia menilai, seharusnya kotak sampah disediakan dibanyak sudut sekitar beringin agar mahasiswa mudah membuang sampah. Mahasiswa lain yang dite-

mui ditempat berbeda, Agung Prasetyo (Biologi ’11) menilai Unila masih layak mendapat predikat kampus hijau jika melihat kawasan yang masih banyak ditumbuhi pepohonan. Namun, ia menilai kesadaran mahasiswa belum menunjukkan pribadi civitas yang menerapkan konsep Kampus Hijau. Ketua Himpunan Mahasiswa Biologi ini menilai, akan sulit menerapkan kebijakan kampus hijau jika kesadaran mahasiswa masih kurang. Sementara itu menurut Riska Ayu Pratiwi secara umum Unila masih layak disebut kampus hijau karena masih memiliki cukup banyak lahan terbuka hijau dan pepohonan ujar mahasiswi Administrasi Negara 2013 ini. Namun, dia menuturkan bahwa di fakultasnya cukup gersang karena minimnya pepohonan apalagi dengan lahan yang sempit dan begitu banyak gedung. Seperti saat kuliah di Gedung D yang terasa panas meski di dalam ruangan terdapat Pendingin (AC). Air pun terkadang cukup sulit ditemui saat hendak sholat di mushola ujarnya. Sedangkan saat musim hujan, banjir yang menggenangi pelataran FISIP. Mengenai penanganan sampah dia cukup puas karena di FISIP relatif bersih dan ada tempat penampungan sampah. Fida Al-Hikmah (Geografi ’13) mengatakan bahwa pepohonan di beringin Unila cukup rindang. Namun, ia menilai kebersihan berbagai fasilitas belum cukup terawat. Ia sering kali melihat sampah organik dan non organik bertebaran di berbagai tempat. Se-

lain managemen kebersihan yang kurang optimal, tingkat kepedulian mahasiswa juga minim. “Kalo di Gazebo dise­ diain sapu sih kita nyapu,” ujarnya. Mengenai predikat kampus hijau, ia menilai sudah cukup layak, namun ada beberapa fakultas lainnya yang masih gersang. Menurutnya, kampus hijau idealnya ditumbuhi pepohonan yang merata, memberikan kesejukan, dan tidak banyak sampah. “Disertai dengan kesadaran civitas akademika untuk memperhatikan lingk u n g a n ,”

ujarnya. M. Hanif (Teknik Elektro ‘13) berpendapat bahwa Unila belum layak mendapat predikat kampus hijau. Meskipun di fakultasnya banyak pepohonan, menurutnya sampah daun yang seringkali berserakan menyebabkan lingkungan terlihat kotor. “Walaupun sebutanya kampus hijau bukan berarti harus dibiarkan seperti hutan,” ujarnya. Menurutnya, kampus hijau hanya menjadi predikat tanpa bukti nyata

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014 yang dapat ia rasakan saat berada di Unila. Hanif menilai seharusnya Unila mengadakan program kerja bakti untuk selurih mahasiswa Unila dan mengajak setiap UKM memperhatikan lingkungan. Selain itu, Unila juga perlu memperbanyak lampu surya dan menjalankan program pengolahan sampah dedaunan menjadi kompos. “Setiap fakultas harus menyumbangkan kontribusinya untuk kampus hijau,” ujarnya. Melewati Perjalanan Pan­ jang Konsep Kampus Hijau Unila sebenarnya sudah diterapkan sejak lama. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Satria Bangsawan menjelaskan, tahun 2010 Unila pernah mengikuti pemeringkatan kampus hijau yang diadakan Universitas Indonesia. Dengan mengikuti Greenmatriks ini, Unila dapat posisi Unila dibandingkan perguruan tinggi lain yang menerapkan konsep serupa. Tahun 2010, Unila berhasil menduduki peringkat ke-7 melewati IPB yang hanya ada di peringkat ke9. Satu tahun setelahnya, posisi Unila turun ke peringkat 8. Tahun 2012, Unila kembali menduduki peringkat 7. Namun, posisi Unila kembali tak strategis di tahun 2013 yang turun dua peringkat menjadi urutan ke-9 dari (berapa) PTN yang dinilai. Perjalanan Unila menyandang predikat kampus hijau sebenarnya dimulai pada 1995 sejak terbentuknya Program Studi Kehutanan. Di tahun yang sama, dibentuk pula Arboretum Unila yang merupakan koleksiberbagai jenis pohon yang ada di Indonesia. Tahun 1996, Unila telah mengeluarkan kebijakan terkait pengomposan sampah dan bebas asap rokok. Namun, kebijakan ini belum berjalan dengan baik. Tahun 2003, Unila membangun penangkaran Rusa Sambar ( Cervus unicolor ) untuk menunjang konsep Kampus Hijau. Pada 2004, barulah Unila secara resmi berani mendeklarasikan predikat Kampus Hijau.

Tak Sekadar Hijau Mengenai konsep Kampus Hijau, Satria menganggap kampus hijau seharusnya tak hanya fokus pada pepohonan hijau. Banyak indikator penilaian lainnya, seperti pengolahan sampah, bentuk bangunan, kebersihan, hingga kondisi kampus yang harusnya bebas dari polusi udara. Satria menambahkan bahwa Unila sebenarnya telah berkonsep hijau. Namun, menurutnya civitas akademika masih kurang disiplin menjaga lingkungan. Ketidisiplinan ini tak hanya muncul dari mahasiswa Unila yang ia nilai kurang peduli dengan lingkungan. Dosen dan karyawan juga masih banyak yang merokok ditempat umum dan membuang sampah sembarangan. “Seharusnya seluruh akademika Unila baik itu dosen, karyawan, serta mahasiswa harus peduli terhadap lingkungan,” ujarnya. Ia berharap Unila dapat merealisasikan progam kampus hijau. Ahli bidang kehutanan, Agus Setiawan yang juga Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian mengungkapkan sebenarnya konsep hijau tak harus didominasi pepohonan besar, Jenis pepohonan perdu dan aneka bunga juga dapat menjadi pilihan. Agus berpendapat, pohon yang sudah tua harus ditebang dan diganti dengan yang baru. “Pepohonan besar yang terlihat rapuh bisa membahayakan,” ujarnya. Menurutnya, pohon baru yang sedang mengalami pertumbuhan akan lebih banyak menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen yang lebih baik. “Hal yang terpenting dalam menyukseskan konsep kampus hijau adalah perilaku manusianya, tidak hanya hijau yang menjadi garis besar tapi bagaimana konsep hijau tersebut mampu memberikan fungsi estetika sekaligus edukatif,” ujarnya menjelaskan. Konsep Tak Terealisasi Tahun 2010, Unila telah membuat sebuah kepanitiaan khusus demi mengurus progam kampus hijau yang diketuai oleh Jamalam Lumban Raja. Bersama beberapa dosen lainnya, ia berusaha mewujudkan kampus hijau yang baik di Unila. Dosen fakultas Pertanian Unila ini menjelaskan bahwa sebenarnya prinsip dari kampus hijau itu ialah manajemen kampus yang hemat energi dan bersih lingkungan. Menurutnya, tim kepanitiaan saat itu telah mempersiapkan kebijakan yang pro terhadap lingkungan, namun tidak ada realisasi atas konsep itu. Menurutnya, hal tersebut terjadi akibat kurang berperannya (Lanjut ke halaman 8)


7 Polling Apatisme Menurunkan Citra Mahasiswa No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Oleh : Hayatun Nisa Fahmiyati, Fajar Nurrohmah

Supervisor : Novalinda Silviana Enumerator: Fajar Nurrohmah, Wawan Taryanto, Yola Savitri, Yola Septika, Ahmad Roihan, Diah Permata Sari, Nur Kholik,

Apakah anda mengikuti organisasi?

Apakah menurut anda organisasi penting untuk diikuti mahasiswa?

Poling ini dilakukan pada 8-9 mei 2014. Responden merupakan mahasiswa aktif Unila angkatan 2012 dan 2013 sebanyak 100 responden, yang diambil secara acak dari setiap jurusan atau program studi di delapan fakultas. Survey ini menggunakan metode Multistep Random Sampling yang diolah menggunakan SPSS.

Menurut anda, apakah mahasiswa apatis menurunkan citra mahasiswa? Apakah anda paham tentang mahasiswa apatis?

Kehidupan kampus sangatlah beragam. Banyak sisi kehidupan yang bisa dilihat di kampus, namun apatisme mahasiswa seolah menjadi fenomen tersendiri yang mulai menggeser peranan mahasiswa yang selalu digadang-gadangkan sebagai agen perubahan serta kontrol sosial di lingkungan kampus dan di tengah kehidupan masyarakat. Krisis kepemimpinan dan kepedulian dari mahasiswa sendiri makin terlihat dari pola hedonis yang mulai dianut sebagian besar mahasiswa. Organisasi merupakan sebuah wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya dan kesempatan untuk menjalankan perannya sebagai mahasiswa, bukan hanya berorientasi pada kehidupan kampus yang identik dengan akademik atau menghabiskan waktu untuk berhura-hura selama kuliah. Mahasiswa seharusnya juga peduli dengan dinamika yang terjadi di kampusnya. Divisi Pusat Penelitian dan Pengembangan UKPM Teknokra melakukan survey mengenai “Apatisme Mahasiswa Unila� untuk mengetahui persentase mahasiswa yang aktif dan tidak aktif berorganisasi, alasan mereka memilih untuk mengikuti organisasi, serta tanggapan mereka terkait fenomena mahasiswa apatis. Dari hasil survey yang dilakukan, 86% responden menyatakan mengikuti organisasi tingkat universitas maupun tingkat fakultas, 13% responden menyatakan tidak mengikuti organisasi, sedangkan 1% memilih untuk tidak menjawab. Organisasi juga di nilai penting oleh 97% responden, 1% menjawab organisasi tidak penting, dan 2% tidak menjawab. Responden beralasan mengikuti organisasi menjadi proses untuk mereka belajar dan mengembangkan bakat, sebagian besar menganggap organisasi untuk memperluas jaringan dan menambah pengalaman. Sebagian mahasiswa juga menganggap organisasi terlalu membuang waktu atau menganggap bahwa akademik lebih penting daripada organisasi, 2% memberikan alasan tersendiri dan 84% memilih untuk tidak menjawab. 45% responden merasa mahasiswa apatis menurunkan citra mahasiswa, 24% menyatakan mahasiswa apatis tidak menurunkan citra mahasiswa dan 31% nya tidak menjawab.Mengenai alasan mahasiswa apatis dapat menurunkan citra mahasiswa 40% responden menyatakan bahwa mahasiswa seharusnya menjadi agent of change (agen perubahan), 11% menilai bahwa mahasiswa itu harus memiliki peran kekinian, 8% memberikan alasan sendiri, sedangkan 41% tidak menjawab. Namun, menurut 18% koresponden mahasiswa punya pilihan untuk menjadi tipe apapun, 6% responden menyatakan mahasiwa tak harus selalu berorientasi pada kegiatan kampus, 7% responden memberikan alasan sendiri dan 69% responden tidak memberikan jawaban.

Cegah Andropause dengan Lada Hitam Oleh Retno Wulandari

L

ada hitam atau dalam bahasa latin dikenal sebagai Piper ningrum L ternyata memiliki khasiat lain selain sebagai bumbu masakan. Sutyarso, Dosen Biokimia meneliti lada hitam sebagai anti-aging yang diuji cobakan terhadap mencit. Menurut Sutyarso, dikaitkan dengan angka harapan hidup di negara terutama negara berkembang semakin meningkat, jadi dari titik angka harapan hidup yang semakin meningkat, berbagai macam terkait kesehatan dikaitkan dengan usia lanjut, yang dikenal dengan penyakit degeneratif. Secara kesuluruhan dinamakan proses menua, dan tiap orang mengalami proses penuaan. Di dalam tubuh kita, organ tubuh mengalami penurunan fungsi. Selama ini yang kita ketahui

mengenai penuaan hanyalah mengenai keriput di wajah, dan bertambahnya umur. Dibalik itu semua, Sutyarso meneliti kemampuan lada hitam dalam

mengalami Andropouse, yaitu penurunan fungsi reproduksi. Lain dengan perempuan yang mengalami menopause, yaitu fungsi reproduksi yang ber-

kan pada makanan mencit. Mencit dilihat perkembangannya sejak umur lima bulan hingga Sembilan bulan. Hasilnya diketahui mencit yang

Ilustrasi Retno Wulandari

memperbaiki fungsi reproduksi, khususnya reproduksi pada pria, dengan media mencit sebagai bahan uji coba. Pada pria yang telah berumur 55 tahun keatas akan

henti. Langkah pertama ialah de­ ngan mengekstrak lada hitam, hingga didapatkan senyawa yang diingikan, lalu hasil ekstrak lada hitam dicampur-

mengonsumsi ekstrak lada hitam fungsi reproduksinya tidak seperti mencit seumurnya yang tidak mengonsumsi lada hitam. Dari hasil penelitian diketa-

inovasi

hui Fungsi ekstrak lada hitam yaitu meningkatkan fungsi testosterone, meningkatkan motilitas sperma,dan meningkatkan jumlah sperma yang seharusnya menurun pada usia tersebut. Lada hitam, selain menyebabkan rasa pedas, senyawa di dalamnya juga memiliki khasiat beragam, salah satunya Piperine, piperin ternyata mampu meningkatkan kapasitas pencernaan dan secara signifikan menurunkan waktu transit makanan pada usus. Pada usia lanjut yang tentu saja mengalami penurunan fungsi kerja organ tubuh, salah satunya usus, bisa meningkatkan penyerapan zat-zat dan nutrisi makanan secara lebih optimal. Pada mencit yang diuji coba diketahui lada hitam membantu penyerapan betakaroten, vitamin a, yang diketahui merupakan vitamin untuk mata. Penelitian yang didanai oleh BUPTN ini berlangsung sejak 2013 awal hingga akhir.=


8 Regional

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Tak Ada Jaminan Halal dari Pemerintah

Oleh Kurnia Mahardika

Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1983 mengamanatkan agar setiap daerah memiliki Rumah Potong Hewan (RPH). Minimnya RPH di beberapa daerah yang ada di Lampung membawa kekhawatiran soal kesehatan daging sampai status halal-haram daging yang akan dikonsumsi.

S

uasana Pasar Tugu yang terletak di Jl. Hayam Wuruk, Bandar Lampung disesaki pembeli pada Minggu (24/4). Beberapa pedagang tampak melakukan aktivitas tawar-menawar sebelum barang dagangannya laku dijual. Pasar yang terletak dite­ ngah kota ini memang menyediakan berbagai barang kebutuhan sandang dan pangan. Tak terkecuali da­ ging ayam, kambing, dan sapi yang menjadi konsumsi ­masyarakat. Salah seorang penjual daging, M. Saun Setiawan (51) tengah sibuk menjajakan daging sapi jualannya. Lakilaki paruh baya ini mengaku biasa mengambil daging yang akan dijual dari RPH di Way Laga. Selain tidak jauh dari rumahnya, rumah potong hewan tersebut selama ini mampu memenuhi kebutuhan dagingnya. RPH Way Laga memang kerap kali menjadi tempat pemotongan hewan untuk memenuhi konsumsi da­ ging di Bandarlampung. RPH ini terbentuk berkat kerjasama antara pemerintah Provinsi Lampung dan DKI Jakarta. April lalu, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo bahkan sempat mengunjungi RPH yang terletak di Kecamatan Panjang ini. Namun, tak semua kabupaten di Provinsi ­Lampung memiliki RPH. Saat ini, Lampung hanya memiliki enam RPH yang berlokasi di kabupaten Lampung Barat, Pringsewu, Tulang Bawang, Bandar Lampung, (Lanjutan halaman 6) Unila dalam mewujudkan kampus hijau, kurangnya pengawasan, serta kebiasaan civitas akademika yang sulit berubah. “Faktor utama terhambatnya perwujudan kampus hijau yang sebenarnya di Unila,” ujarnya. Ia juga mengeluhkan banyaknya mahasiswa yang tak memiliki idealisme dan peduli lingkungan. Butuh Penerapan Teknologi Saat ditemui di ruangannya, Jamal mengatakan seharusnya Unila dapat menghemat energi dengan cara memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan. Unila seharusnya mampu menggunakan listrik yang efisien dengan cara mengaudit penggunaan listrik dari setiap gedung yang ada di Unila dan mengatur pemetaan instalasi listrik. Selain itu, Unila juga dapat menekan penggunaan kendaraan bermotor di dalam kampus dan menggantinya dengan kendaraan yang lebih ramah lingkungan seperti sepeda. Lebih lanjut ia menjelaskan, Unila dapat memanfaatkan energi yang terbarukan, seperti panel surya untuk penerangan. Menurutnya, panel surya dapat menggantikan atap-atap bangunan yang ada di Unila. Dengan begitu, penerangan di setiap gedung diperoleh panel surya yang sekaligus menjadi atap bangunan. Kontruksi gedung juga harus lebih efisien dengan mengatur pencahayaan. “Dengan hal itu kita tidak akan memerlukan penerangan lagi di siang hari dan akan meminimalisirkan penggunaan pendingin ruangan,” ujarnya. Harus Memperhatikan Semua aspek Permasalahan Unila yang tak mencerminkan kampus hijau juga termasuk pengelolahan limbah, pengelolaan sampah, hingga pengelolaan air. Jamalam berkeinginan Unila dapat menciptakan proses pengolahan air sendiri sehingga nanti pengolahan air di Unila akan berpusat di satu tempat dan dapat diminum secara langsung. Penanganan limbah juga harus diperbaharui, terutama limbah laboratorium. Unila harus memiliki minimal tiga kotak sampah untuk sampah organik, sampah anorganik, dan sampah kaleng dan kaca. Kotak sampah ini harusnya disediakandalam

Lampung Timur, dan Kota Metro. Kabupaten lainnya, seperti Mesuji dan Pesawaran belum mempunyai RPH. Sementara, RPH yang ada di Kabupaten ­Lampung Selatan belum beroperasi. Salah satu penjual daging di Pasar Natar, Suparyono (52) mengaku tidak pernah membeli daging dari RPH. Dirinya enggan membeli daging di RPH karena lokasi rumah potong di daerahnya masih terbilang jauh. Selama ini ia memilih memotong sapi sendiri untuk memenuhi kebutuhan jualannya. “Ya kalau nggak kuat potong sendiri, beli tempat orang,” terangnya. Ia me­ ngaku bahwa RPH di Lampung Selatan masih minim sehingga pedagang daging seperti dirinya kesulitan mendapatkan daging dari RPH. Kondisi minimnya RPH yang ada di Lampung dapat membawa kekhawatiran akan kualitas kesehatan da­ ging yang dipasarkan di masyarakat. Tak hanya itu, status halal daging tersebut juga dipertanyakan oleh warga Lampung yang mayoritas muslim. Kekhawatiran itu bahkan dikatakan oleh Arsyad yang menjabat Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan ­Masyarakat Veteriner. Menurutnya, keberadaan rumah potong ini penting karena daging yang beredar di ­masyarakat harus berasal dari RPH. Lelaki yang bekerja di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung ini mengatakan status halal da­ging

jumlah banyak dan diletakkan di berbagai sudut kampus. Kampus juga membangun area kantin dalam satu kawasan sehingga nantinya kantin yang ada di Unila terpusat dan dapat terjaga kehigeinisan makanannya. Agar lebih hemat energi, Unila juga perlu menggagas penggunaan bahan-bahan daur ulang, seperti kertas daur ulang. Ia berharap Unila dapat menerapkan kebijakan kampus hijau sebagaimana mestinya dan dapat memberikan contoh penanganan lingkungan yang baik kepada setiap mahasiswa. Dosen Jurusan Teknik Arsitektur, Daud Haniman mengatakan arsitektur Unila berpotensi dikembangkan menjadi lebih baik. Namun, menurutnya hal itu akan tergerus jika masyarakat Unila tidak peduli. Menurut Daud, proporsi ideal untuk suatu bangunan adalah menyisakan minimal 40% lahan untuk tanaman hijau. “Green arsitecture pada dasarnya adalah bangunan dengan arsitektur yang tidak merusak sumber daya alam,” jelasnya. Menurutnya, perilaku civitas akademika yang sering tak peduli dengan kebersihan dan tidak menggunakan barang yang tak dapat didaur ulang menjadi kebiasaan yang harus diubah. Minimnya kesadaran civitas akademika dikarenakan tak adanya format baku tentang konsep kampus hijau. Daud berharap, Unila akan meninggalkan penggunaan jendela-jendela kecil di tiap gedung, dan mengurangi penggunaan AC. Ia juga menghimbau agar dibangun gedung percontohan menerapkan konsep green arsitektur agar bisa menjadi standar bagi pembangunan gedung ke depannya. Terkendala Sistem Pendanaan Rektor Unila, Prof. Sugeng P. Hariyanto mengungkapkan bahwa kebijakan kampus hijau di Unila sesungguhnya telah terprogram. Kebijakan itu yang selanjutnya akan disosialisasikan ke fakultas dan setiap fakultas memiliki wewenang untuk memiliki otonominya sendiri mengenai progam kampus hijau tersebut. “Namun, tak boleh terlepas dari kebijakan kampus hijau yang ditetapkan di kampus,” ujarnya. Sugeng menambahkan, nantinya setiap dua tahun Unila akan mengevaluasi kebijakan tentang kampus

yang tak dipotong di RPH jelas diragukan. “Hewan yang tidak dipotong di rumah-rumah itu, pemerintah tidak menjamin,” jelasnya. Menurutnya, jika da­ging yang berasal dari RPH sudah dipastikan berstatus halal dan aman dikonsumsi karena pemerintah telah memenuhi standar operasional prosedur (SOP). Asyad menjelaskan, Peraturan Gubernur No.36 tahun 2013 tentang sistem keamanan pangan terpadu Provinsi Lampung telah mengatur standar pemotongan hewan. Hewan yang dipotong di RPH akan diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Setelah dipastikan dalam keadaan sehat, barulah hewan boleh dipotong. Selama ini, pihaknya juga aktif melakukan berbagai pelatihan pemotongan hewan kepada masyarakat. Mengenai kebutuhan daging di tiap kabupaten, ­Arsyad mengatakan selama ini satu RPH sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan daging untuk tiap kabupaten. Ia menghimbau agar masyarakat ikut peka terhadap daging yang beredar di Pasaran. “Cek saja dagingnya, kalau ada stempel halal itu dari rumah potong,” imbuhnya. Ahmad Fatoni, salah satu dosen agama di Unila menjelaskan cara penyembelihan hewan ikut menentukan status halal atau haram daging tersebut. Menurutnya, islam mengharamkan memakan daging yang disembelih secara keji, misalnya dicekik atau dipukul. Hewan yang mati karena tertanduk atau dimakan hewan buas juga haram dikonsumsi. Selain itu, bagi masyarakat muslim, hewan juga harus disembelih atas nama Allah agar halal dimakan. Dosen yang akrab dipanggil Toni ini menambahkan, daging yang disembelih dengan tata cara islam pun dapat diharamkan jika memiliki akibat buruk apabila dimakan. Hewan yang terkena penyakit sapi gila jelas dilarang untuk dikonsumsi karena dapat menimbulkan bahaya. Ia menghimbau agar mayarakat memperhatikan daging yang akan dibelinya. “Saat membeli daging harus yakin daging tersebut halal,” ujarnya.= hijau tersebut. Ia menghimbau agar mahasiswa dapat ikut terlibat menjaga lingkungan yang ada di Unila, contohnya dengan mengikuti bersih-bersih yang diadakan setiap hari Jumat. Pihaknya juga akan mengevaluasi progam bersih-bersih tersebut, karena saat bersihbersih tersebut masih banyak karyawan dan staf yang tidak bekerja bahkan dijadikan lahan mengobrol. “Mahasiswa pun tak ada yang ikut terlibat,” ujarnya. Menurutnya, Unila tak bisa disamakan dengan UI karena menurutnya kebijakan kedua PTN ini berbeda. Sugeng menjelaskan, Unila termasuk Badan Layanan Umum, sedangkan UI merupakan perguruan tinggi Badan Hukum Milik Negara. Perguruan tinggi yang berbasis BLU memiliki perencanaan keuangan yang cukup rumit karena perguruan tinggi harus merencanakan anggaran keuangan untuk satu tahun ke depan. Sedangkan perguruan tinggi BHMN dapat dengan mudah mengatur rencana keuangannya karena sistem keuangannya telah sepenuhnya menjadi tanggung jawab perguruan tinggi BHMN. “Dalam proses pencairan anggaran Unila harus menunggu dan mengaturnya terlebih dahulu,” ujarnya. Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu penyebab kebijakan kampus menjadi terbatas. Tak Jadi Prioritas Utama Selama memimpin Unila, Sugeng mengaku lebih mengutamakan norma ketenteraman. Ia tak ingin membuat kebijakan yang menciptakan konflik dengan pemaksaan kebijakan kampus hijau ini. “Fokus kita dalam Tridharma perguruan tinggi,” tutur Sugeng. Mengenai peringkat kampus hijau yang makin turun, menurutnya hal tersebut bukan sebuah masalah besar. “Ke depan Unila akan melakukan perbaiki peringkat tersebut,” ujarnya. Saat ini, ia sedang fokus membenahi masalah sampah yang ada di Unila terutama untuk kebersihan kampus. Dirinya berharap semua warga Unila baik itu dosen, karyawan maupun mahasiswa dapat bersama-sama gotong royong mewujudkan kampus hijau yang baik dan berusaha disiplin serta menjaga lingkungan. “Unila milik kita bersama,” ujarnya menutup pembicaraan.=


Apresiasi

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Mahabah sang fajar

9

PADAM

Betapa indahnya fajar Buat orang-yang bisa melihat fajar Betapa indahnya warna langit yang memerah Untuk orang-orang yang mampu melihat langit

Kematangan kini telah dirasakan Saat makna menyulapnya menjadi dewasa Tumbuh…dan terus tumbuh Menjadi pribadi utuh yang kian tangguh

Ya Allah aku di mabuk rasa dunia terbawa jauh tanpa terasa... terdengar hanya suara bukan laku entah siapa namun ada lagu mengalun merdu di udara

Padam…itu hanya seketika Luruh bersama terpaan angin lalu Meski mereka terus melonglong Bagai anjing yang terikat dalam keranda Namun tekad tak pernah luruh untuk menggapai asa

dari arah jendela suara itu makin kudengar sungguh merdu, mendayu-dayu memacah kesunyian pagi Ya allah… Kenalkan aku dengan lafaz cintaMU Meski gelap duniaku Jangan pula kau hitamkan hatiku..

Wajahnya kian cerah merona Seterang sang raja siang terus menyinari tanpa henti membakitkan jiwa-jiwa yang mati Afri Puspita Sari FLP Bandarlampung FEB Akuntansi 2010

Redaksi menerima kritikan dan saran serta kiriman berupa : Artikel atau opini, surat pembaca, dan informasi seputar Unila (diketik font cambria, ukuran 12 pt). Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi dan redaksi berhak menyunting naskah sepanjang tidak me­ngubah makna tulisan. Redaksi juga membuka rubrik konsultasi. Rubrik ini diasuh oleh dosen Bimbingan Konseling, Diah Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi. Lulusan psikologi UGM ini akan menjawab pertanyaan seputar akademik, kejiwaan, dan pertanyaan lain yang diajukan. Silahkan kirim kritik, saran, dan pertanyaan anda ke alamat email ukpm teknokraunila@yahoo.co.id

Ngekhibas Kuota Mahasiswa Unila akan bertambah Yakin, ruangan kelas cukup menampung? GSG Unila tak kunjung diperbaiki dari dulu juga gitu! Perpustakaan Unila perbaiki sistem Bagus dong, semoga selalu up-date! Peringkat Green Metrik Uila turun Programnya nggak terlalu terlaksana sih Iklan

Suara Mahasiswa Sampaikan Keluhanmu lewat SMS Mahasiswa,dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 08981735868/ 08982252881

Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila

Nur Amalia (Teknik Pertanian ’13) 085658793xxx Teknokra untuk edisi mendatang tolong muat tentang pendaftaran SBMPTN dan PMPAP dong.

Erma Yuswari (Teknik Pertanian ’11) 085768162xxx Transparansi uang Praktik Umum (PU) belum jelas, banyak mahasiswa yang mengeluhkan tentang banyaknya uang yang dipakai untuk

mendaftar, tapi tidak ada kejelasan untuk apa uang itu di pakai. Terus pelayanan perpustakaan yang bukanya telat, tapi tutupnya cepat tidak sesuai dengan jam kerja, Terimakasih. Dini Widyastuti (Pend. Fisika ’13) 085788919xxx Assalamu’alaykum. Afwan saya ingin menyampaikan aspirasi mengenai CD PROPTI. Saya telah membayar CD

PROPTI Rp12000 yang telah dijanjikan oleh BEM Fakultas akan dibagikan setelah kami membayarkannya. Itu kami membayarkannya setelah ada perintah pelunasan bayar CD proptidan dikatakan juga itu wajib harus membayar. Tapi kenyataannya sampai sekarang saya belum menerima CD PROPTI tersebut. Apakah CD PROPTI akan dibagikan saat wisuda? Atau bagaimana? Tolong kejelasannya. TERIMAKASIH


10 Artikel Tema

Bahaya Bullying Bullying bisa terjadi kapan pun, dimana pun, terhadap siapa pun selagi terdapat proses interaksi sosial antar manusia, khususnya di periode kanak-kanak yang memang belum mengerti tata pemilahan dalam bersikap. Terlebih di lingkungan sekolah yang notabene merupakan ruang menimba ilmu bagi begitu ba­ nyaknya siswa dengan latar ­belakang dan jenjang pendidikan yang majemuk. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang nyaman dan aman bagi anak, seringkali menjadi momok menakutkan karena hadirnya fenomena bullying.

OBITUARI

K

epergian Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran Unila, Muhammad Masykur Berawi menyisakan duka mendalam bagi civitas akademika Unila. Duka itu terasa dari banyaknya karangan bunga yang kirimkan keluarga dan kerabat terdekat almarhum. Kediamannya yang berada di Jalan KH. Ahmad Dahlan No. 39 Pahoman Bandarlampung ramai oleh kerumunan orangorang yang melayat. Ucapan belasungkawa datang dari setiap tamu yang mengenalnya. Mereka sengaja hadir demi memberikan penghargaan untuk dedikasinya semasa hidup. Almarhum menghembuskan nafas terakhir pada 22 April 2014 lalu di usia 46 tahun. Ia meninggalkan seorang istri, Yennie Agustin dan dua orang anaknya, Faisal dan Jihan. Masykur dikenal sebagai sosok

Bullying, Duri Dunia Pendidikan Kita Oleh : Hidayatur Rohman* Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sejak JanuariMaret 2014 menemukan 19 kasus bullying terjadi di sekolah. Jumlah ini terkesan sedikit karena hanya berdasarkan laporan langsung yang mereka terima. Kasus bullying sesungguhnya hampir setiap hari terjadi baik dalam bentuk kontak fisik langsung (memukul, mendorong) ataupun kontak verbal langsung (meng­ancam, mempermalukan). Bentuk terakhir ini justru lebih berbahaya meski terkesan le­bih lunak sebab dampak negatif yang ditimbulkan sangat mendalam, selain itu bentuk ini juga akan sulit diidentifikasi dan dicegah karena minimnya bukti perbuatan. Kasus teranyar yang menelan korban jiwa adalah meninggalnya Renggo Khadafi (11), siswa kelas V SD di Jakarta Timur tewas setelah dianiaya kakak kelasnya lantaran korban tak sengaja menyenggol pelaku hingga jajanannya jatuh (2/5). Akhir Maret lalu kita juga sempat dikejutkan dengan tewasnya Muhammad Syukur (6), bocah kelas 1 SD di Makassar yang tewas akibat dikeroyok tiga orang teman sekelasnya saat pulang sekolah. Tak hanya di usia kanak-kanak, kasus bullying yang lebih ter-

struktur juga terjadi di ber­ bagai sekolah kedinasan yang selalu mengedepankan disiplin dan hierarki, contohnya Dimas Dikita Handoko (19) taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di Jakarta Timur tewas dengan luka lebam sekujur tubuh akibat dianiaya seniornya lantaran dianggap bersikap kurang hormat (25/4). Mirisnya, berbagai macam fenomena bullying ini masih belum dianggap serius oleh kebanyakan orangtua maupun tenaga pendidik. Perilaku seperti mengolok-olok masih sering dipandang sebagai hal wajar dari dinamika interaksi sosial anak. Padahal dari peristiwa pelecehan kepribadian yang sederhana seperti itulah kelak akan terakumulasi menjadi konflik fisik atau setidaknya akan sangat mengguncang psikis anak, tentu hal ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan yang ingin menciptakan insan berbudi pekerti luhur yang kelak bermanfaat bagi bangsa. Perspektif Interaksionis­ me Simbolik Dalam ilmu sosiologi, dikenal teori interaksionisme simbolik yang bisa digunakan untuk menguraikan fenomena bullying. Teori ini berusaha

menjelaskan bahwa interaksi antar individu selalu melibatkan penggunaan simbolsimbol untuk saling memahami. Ketika berinteraksi dengan orang lain, kita selalu berusaha mencari simbol yang cocok untuk menyampaikan makna tertentu padanya. Pun sebaliknya, kita akan menginterpretasikan apa yang dimaksud orang lain melalui simbolisasi yang ia bangun (Paramawati, 2013). Dalam perspektif ini, bully­ ing merupakan bentuk interaksi kekuasaan (power) yang dibangun antar siswa dengan menggunakan simbol-simbol kekerasan. Saat praktek bully­ ing berlangsung, para pelaku memberikan simbol pada korban seperti mengancam, mempermalukan, hingga melukai untuk menunjukan kekuatan yang dimilikinya. Motifnya agar eksistensi dirinya sebagai sosok yang patut disegani akan tertanam dalam benak korban yang dianggap lebih lemah. Kor­ban biasanya memberi reaksi berupa perasaan terintimidasi, takut, malu, hingga merasa rendah diri terhadap pelaku. Meski reaksinya malah berbalik berontak pun, akan tetap menimbulkan situasi so­

Ilustrasi Wawan Taryanto

cial disorder atau ketidakharmonisan dalam relasi sosial mereka. Fenomena ini ibarat duri dalam daging dunia pendidikan kita, alih-alih dirasa sepele, secara perlahan tapi pasti bully­ ing terus menggerogoti kualitas pendidikan. Semestinya masalah ini dihentikan secara serius. Tentu kita tak rela jika kelak di iklim globalisasi yang ganas, putra-putri Indonesia justru tumbuh dengan kepribadian yang minder, apalagi jika harus banyak yang tewas sia-sia. Diperlukan komitmen bersama untuk memutus mata rantai budaya kekerasan ini, terutama dengan digalakkannya pemahaman tentang budaya bangsa kita yang ramah, guyub, dan toleran sejak dini.= *) Bergiat di Komunitas Sosiolog Muda Lampung. Mahasiswa Sosiologi FISIP

M. Masykur Berawi,

Selamat Jalan, Pak! Oleh Siti Sufia

yang tak suka mengeluh. Meskipun ia masih dalam kondisi yang kurang sehat, ia acap kali tetap datang ke berbagai acara yang diadakan oleh organisasi mahasiswa di fakultasnya. Sejak setahun lalu, ia memang menderita diabetes yang semakin lama semakin parah. Semasa hidup, Masykur bekerja sebagai dokter di beberapa rumah sakit yang ada di Bandarlampung. Ia juga dosen sekaligus bapak mahasiswa di FK Unila. Ia juga diketahui membuka praktek di Kebidanan Poltekes. Namun, sejak kondisi kesehatannya menurun, almarhum memutuskan untuk mengundurkan diri di beberapa rumah sakit. Meskipun begitu, banyak pasien yang

tetap mencari almarhum untuk berobat karena sosoknya yang ramah dan kompeten di bidangnya. Salah seorang kerabatnya, Yusmaidi mengatakan bahwa almarhum adalah sosok pekerja keras dan aktif di dunia pendidikan. “Dia kan PD III, cocok ditempatkan di sana,” ujar dosen bedah FK itu. Menurutnya, Masykur merupakan salah seorang perintis pendirian FK Unila. Semasa hidup, ia aktif membantu pendirian rumah sakit pendidikan Unila. Sayangnya, harapan itu belum terwujud hingga ia tutup usia. Yennie mengenang suaminya sebagai sosok yang tak tergantikan. Baginya, Masykur adalah imam yang rajin iba-

dah, penyabar, dan penyayang keluarga. “Saya bangga punya suami dia,” ujarnya sembari menangis. Menurutnya, banyak orang yang terkejut mendengar kabar kepergian suaminya. “Apalagi saya istrinya,” ujar dosen Fakultas Hukum Unila itu menahan tangis. Usai kepergian suaminya, Yennie mengaku selalu menjaga amanah Almarhum untuk kedua buah hatinya. Masykur berpesan agar anakanaknya tidak meninggalkan

Ilustrasi Retno Wulandari

M

araknya pemberitaan di media massa terkait dengan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah, nampaknya semakin melegitimasi tuduhan miring soal gagalnya sistem pendidikan di Indonesia. Kekerasan yang terjadi bukan hanya yang kasat mata saja yang bisa diamati seperti tawuran antar pelajar saja. Melainkan, ada bentuk kekerasan lain yang bersifat laten dengan dampak buruk yang jangka panjang namun terus terjadi secara terselubung, yakni bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap pihak lain hingga mengakibatkan keadaan tidak nyaman bahkan terluka secara fisik maupun psikis (Ahmad Prasetyo, 2011).

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

sholat. Ia ingat, Masykur sangat marah ketika anaknya meninggalkan sholat, apalagi suka mengeluh dan cengeng. Yennie ingin membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan pesan suaminya. “Menjadikan mereka anak-anaknya yang sukses,” ujarnya penuh tekad. =


No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014 Mendatar 1. salah satu karakteristik manusia 4. hutan yang lebat sekali 7. deretan 9. terkenal di Jakarta 10. pantulan bunyi 13. alami 15. tingkatan status masyarakat 17. bibi 18. menggali informasi 20. etnis dari jawa barat 21. lampu, pelita 23. teras depan rumah 25. antonym dari kecewa 27. salah satu warna 29. tergelitik 30. perdu yang merambat 31. gas yang membentuk atmosfer 32. angka 33. pergi 35. dan (bahasa arab) 36. lempar; lepaskan; keluarkan; 38. bahan bangunan sejenis semen 40. segolongan manusia yang mempunyai cirri-ciri fisik yang sama 41. binatang jenis anjing 43. kain khas lampung 45. baru 47. pengisahan suatu cerita atau kejadian 48. membuat sesuatu menjadi tidak lancar 49. tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan 50. pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia

Teka-Teki Silang

11

Wiji dan Sikap Anti Kritik Vina Oktavia Pemimpin Redaksi

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!.

Oleh Sindy Nurul Mugniati

Menurun

1. pulau paling barat Indonesia 2. tidak atau bukan 3. pemeriksaan yg teliti; penyelidikan 4. tempat berlabuh (kapal, perahu, pesawat, dsb) 5. air susu ibu 6. adik 8. variasi 9. ungkapan tidak suka 10. kata tanya 11. saya 14. rambut yg sudah putih atau mulai memutih 15. rumah tempat berjualan madat secara legal 16. coba 17. foto jarak jauh 19. tempat tinggal

22. cabang pohon 24. negara di afrika 26. orang yang berkecimpung dibidang seni 28. berdiri berderet 29. penjaga atau pemiara binatang (ternak) 30. kurang percaya; ragu-ragu terhadap sesuatu 34. satu 35. menang 36. tersangka yang dicari 37. gabungan 2 titik 39. melakukan sesuatu secara tiba-tiba) 42. mengatur (bilah, daun pandan, dsb) tindih-menindih dan silang-menyilang (spt membuat tikar, bakul) 44. baris berderet 46. buku keluar masuknya uang

DEADLINE 19 MEI 2014

Kirimkan Jawaban Kamu Ke:

UKPM Teknokra Unila Wajib follow Twitter Teknokra : @TeknokraUnila Pengumuman akan diumumkan di website Teknokra tanggal 21 Mei 2014 Raih bingkisan menarik untuk 3 pemenang Khusus Mahasiswa Unila Iklan

Pojok PKM

Penggalan sajak diatas adalah ruh perjuangan seorang Wiji Thukul. Tentu, ada kegetiran dibalik lirik sajaknya. Ia menggambarkan kegamangan rakyat dan selalu punya jawaban atas kegamangan itu. Lawan! Miris, ia menjadi salah satu daftar orang hilang saat reformasi muncul tahun 1998. Entah siapa pelakunya. Sejak Maret 1998, Wiji lenyap bersamaan dengan penghilangan paksa para aktivis menjelang jatuhnya rezim orde baru. Wiji adalah bukti sikap pengecut segelintir pemimpin yang memilih membungkam suara rakyat. Sajak-sajaknya yang berani mengkritik pemerintahan saat itu menjadi bumerang baginya. Namun, usaha membungkam suaranya dengan Wiji rasanya salah besar. Ia tetap bernyawa dalam sajak-sajaknya. Bahkan, keyakinan ini telah ia tulis dalam sebuah penggalan sajak : Kata-kata itu se足 lalu menagih/ Padaku ia selalu berkata/ Kau masih hidup// Aku memang masih utuh/ dan kata-kata belum binasa// Pagi tadi, saat langit masih gelap, mengenang Wiji membuat saya mengingat sosok Saidhatul Fitriah. Ia adalah fotografer Tek足 nokra yang meninggal pada tragedi UBL berdarah 28 September 1999 lalu. Pun sama, pelaku kekerasan yang menyebabkan Atul meninggal tak kunjung terungkap. Namun, tujuh foto hasil bidikannya pada aksi demonstrasi menolak penerapan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) menjadi bukti kekerasan negara terhadap anak bangsa sendiri. Sejarah mencatat, sikap anti kritik pemerintah negeri ini telah merenggut hak hidup anak bangsa. Kini, saat demokrasi telah berdiri tegak, sikap anti kritik lebih sering kita lihat sebagai perang argumen. Pemegang kekuasaan kerap kali menuding rakyat hanya bisa mengkritik dan berpangku tangan. Aspirasi yang mereka keluarkan seringkali dimentahkan. Padahal, bagi saya, kritik adalah sebuah usaha melawan lupa. Ia adalah bentuk pembebasan pikiran terhadap sebuah keadaan dan kontrol sosial yang baik bagi pemerintah. Tak bijak rasanya, jika rakyat tidak diberikan ruang untuk berkomentar. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentu membutuhkan pandangan rakyat. Pandangan ini akan membuktikan, siapa yang pura-pura bekerja untuk sebuah penghargaan publik dan siapa bersungguh-sungguh membuat perubahan. Tetap Berpikir Merdeka!


12

Ekspresi

No 136 Tahun XIV Trimingguan Edisi Mei 2014

Suci Aprodity,

Meletakkan Mimpi di Sepatu Roda Oleh Yola Septika

Foto Kurnia Mahardika

O

Iklan

n your mark. Ready?Go!,” teriak gadis berambut panjang itu sambil meniupkan peluit. Anak-anak yang sejak tadi sudah bersiap pun mengikuti arahan sang pelatih. Mereka meluncur menggunakan sepatu roda melewati sebelas traffic cones yang disusun berbaris lurus. Beberapa anak terlihat sudah piawai melewatinya.Namun, ada yang memilih berbalik arah sebelum cones yang harus mereka lalui habis karena belum bisa menirukan gerakan berbelok sang pelatih. “Liat kak Popo ya,” ujar gadis itu sekali lagi sembari meluncur zigzag melewati traffic cones. Anak-anak berusia 7-15 tahun itu pun riuh dengan tepuk tangan sembari takzim memperhatikan gerakan pelatihnya. Suci Aprodity, mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara 2011 ini sudah sejak kecil berhasil menaklukkan sepatu roda. Kesulitan permainan ini justru membuatnya tertantang menggeluti dunia sepatu roda. Tekad untuk membuat anak didiknya berprestasi membuat Suci semakin bersungguhsungguh. Kini, ia tak hanya mahir meluncur diatas sepatu roda. Suci juga memberikan waktunya untuk melatih anak-

anak yang punya kegemaran pada sepatu roda. Seperti pagi ini, Minggu (26/4), ia melatih anak-anak meluncur dengan sepatu roda di Lapangan Saburai, Bandar Lampung. Meski sempat vakum beberapa tahun, mahasiswi yang akrab dipanggil Popo ini kembali akrab dengan sepatu roda sejak menjadi mahasiswa baru. Berawal dari ajakan seorang teman yang lebih dulu aktif menggeluti sepatu roda, ia kembali tertarik untuk bergabung. Ia pun mengisi waktu di luar jam kuliahnya dengan berlatih sepatu roda. Wanita bermata sipit ini mengaku sepatu roda bukanlah olahraga yang mudah untuk digeluti. Menurutnya, butuh latihan keras dan keberanian untuk bisa menaklukkan permainan ini. Awalnya, ia seringkali terjatuh hingga lutut dan kakinya memar. Namun, hal itu tak membuat Popo ka­ pok. Satu tahun belajar secara otodidak, ia mahir dalam beberapa teknik bersepatu roda. Tahun lalu, ia mendapat kesempatan untuk mengikuti kejuaraan Semarang Open 2013. Kejuaran sepatu roda tingkat nasional ini mengantarkannya menjadi juara II Classic Slalom Senior Women, juara IV Slide

Slalom Senior Women, dan juara V Screet Cross Slalom Se­ nior Women. Tak lama setelah menyabet semua juara tersebut, di tahun yang sama Popo mengikuti In­ donesia Rookie Championship dan menyabet tiga kemenangan sekaligus. Kemenangan yang ia raih, yakni juara II Speed Slalom Senior Women, juara IV Slide Slalom Senior Women, dan juara VI Screet Cross Slalom Women. Usai kejuaraan perdananya, ia tak ingin medali yang ia dapat sekadar menjadi bukti prestasi. Ia ingin membuat perubahan yang lebih besar. Popo dan kedua temannya, Razi Atthobari dan Febriyanto akhirnya mendirikan club sepatu roda. Club yang mereka beri nama Wheeling Lampung Inline Skating ini resmi berdiri sejak 19 Januari 2013. Popo dan kedua temannya mendirikan Club perkumpulan para pecinta sepatu roda ini demi regenerasi atlet sepatu roda di Lampung. Awalnya, mereka mengumpulkan orangorang yang menyukai sepatu roda untuk berlatih bersama. Latihan dilakukan di sekitar kampus Unila setiap akhir pekan. Rupanya, lebih banyak anak-anak yang tertarik pada sepatu roda. Mereka pun menyewa Gedung Sumpah Pemuda PKOR dan Lapangan Saburai dari uang iuran para murid untuk latihan setiap Sabtu dan Minggu. Anak-anak yang ikut berlatih sepatu roda bersama Popo kini sudah mencapai 50 orang. Bukan tidak ada hambatan bagi putri sulung dari tiga bersaudara ini selama menggeluti hobi olahraganya itu.

Kedua orangtuanya sempat tidak mengijinkan karena ingin Popo fokus kuliah. Berkat usahanya meyakinkan orang tua dan sederet prestasi yang ia raih, Popo berhasil mendapat dukungan atas hobi sepatu rodanya itu. Tahun ini, ia kembali menunjukkan kemampuannya di kejuaraan Semarang Open 2014 yang diadakan Januari 2014 lalu. Popo kembali menyabet tiga juara, yakni juara I Speed Slalom Senior Women, juara V Classic Slalom Senior Women, dan juara VI Skate Classic Cross Slalom Women. Selain aktif di olahraga sepatu roda, Popo juga pernah menjadi penyiar di salah satu stasiun radio lokal. Ia juga aktif sebagai volunteer di beberapa komunitas sosial, salah satunya komunitas berbagi nasi. Meski banyak kegiatan, ia tak kelimpungan soal akademik. Popo masih mampu mempertahankan prestasi belajarnya. Terbukti, ia masih menerima Beasiswa Bidik Misi setiap semester. Kegigihan Popo melatih anak-anak hingga mahir sepatu roda membuahkan hasil. Meski clubnya belum memiliki lisensi, namun 14 muridnya sudah pernah mengikuti kejuaraan tingkat nasional. Bahkan, beberapa anak meraih juara dalam kompetisi yang mereka ikuti. Saat ini, Popo bahkan menjadi atlet perempuan, pengajar, sekaligus pendiri club sepatu roda satu-satunya di Lampung. Ia bertekad terus menularkan ilmunya. Ia ingin atlet sepatu roda yang berkualitas bermunculan di Lampung sebagai penerus perjuangannya. =


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.