TABLOID TEKNOKRA EDISI 156 2019

Page 7

SE KHUSUS

Dana Kemahasiswaan Cukup

Tidak

Dua bulan lalu, Bagus Kurniawan (Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia ‘18) bersama tiga temannya mewakili Unila dalam ajang UPI Challenge 2019 yang diselenggarakan oleh UKM Taekwondo Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Tiga temannya ialah Desman (Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia ‘15), Samuel Tagorando Situmorang (Akuntasi ‘17) dan Ahmad Luthfian Sander (Teknik Sipil ‘18). Hanya Bagus yang masuk semi final setelah berhasil mengalahkan 3 lawannya. Namun Bagus berhasil dikalahkan oleh Osanandho Naufal Khairuldin dari perwakilan Kota Solo dengan selisih skor yang sedikit yakni 30-32. Pertandingan ini berakhir 3 ronde. Kerja kerasnya selama 4 bulan berlatih akhirnya terbayarkan dengan membawa pulang medali perunggu. Ketua UKM Taekwondo, Lailatul Mukaromah mengaku sempat menyayangkan hanya bisa membawa 4 atlit saja, padahal ia berencana membawa 8 atlit. Hal ini karena keterbatasan dana. Ia mengaku dana yang dicairkan oleh pihak Unila hanya Rp. 4 juta, sedangkan dana yang dibutuhkan Rp. 10 juta. Dana tersebut digunakan untuk biaya registrasi, transportasi, penginapan, dan uang makan. “Karena dana dari Unila tidak cukup, kami mengajukan ke Walikota Bandar Lampung. Lumayan Rp. 3 juta buat tambahan, sisanya kami iuran,” jelas Lailatul. Hal sama juga dirasakan oleh UKM ESo saat mengikuti ajang Asian English Olympic 2019 pada Februari lalu. Dana yang dibutuhkan sekitar Rp 20 juta, namun yang dicairkan oleh pihak rektorat hanya Rp. 7 juta. “Untuk kekurangannya kami menggunakan dana pribadi dan kas dari UKM ESo sendiri,” ujar Sugi. UKM Tapak Suci juga merasakan hal yang serupa. Pada ajang kejuaraan nasional di Universitas Sebelas Maret (UNS), dana yang diberikan Unila masih kurang.

“Uang makan sama beli-beli obat itu kami tanggung sendiri,” jelas Shara Deka Priyati, Bendahara UKM Tapak Suci. Pencairan Dana Lama Lailatul Mukaromah mengatakan tidak hanya dana kemahasiswaan yang kurang, pencairannya pun terlalu lama. Contohnya saat ajang UPI Challenge 2019, Ia sempat menggunakan dana pribadi untuk melakukan pembayaran registrasi. Ditambah dana untuk kejuaraan Taekwondo Championship 2019 belum juga dicairkan. “Sudah 4 bulan mengajukan, namun belum juga dicairkan. Alasannya masih direvisi. Kami merasa tidak diprioritaskan,” kata Lailatul. Senada dengan Lailatul, Shara Deka Priyati (Agronomi ’17) mengatakan telah mengajukan proposal kejuaraan ke rektorat beberapa bulan lalu. Namun sampai sekarang dananya belum cair. “Kan kita banyak mengikuti kegiatan tuh, seperti Lampung Championship, Kejurnas Perti di Solo dan Kejurnas di IBI Darmajaya. Nah dari tiga kegiatan tersebut dananya belum ada yang turun dari rektorat,” jelas Shara. Permasalahan yang sama juga dirasakan oleh UKM Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) saat mengikuti Kejuaraan Pakubumi Open ke-VII Asia Eropa di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Jumat-Minggu, (23-25/8). Ketua UKM PSHT, Muhammad Abdillah (Kehutanan ‘16) mengaku telah mengajukan proposal dari akhir Juli. Namun sampai keberangkatan, dana dari rekrorat tidak turun. “Sering banget ngecek ke rektorat, namun jawabnnya hanya lagi kosong. Sabar yah pakai dana pribadi dulu. Nanti di ganti,” kata Abdilah mahasiswa Fakultas Pertanian. Tidak hanya itu, beberapa UKM juga mengeluhkan proses pengumpulan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) sebelum pencairan dana. Dengan sistem seperti itu, Shara mengaku kesulitan untuk mengatur biaya operasional kejuaraan. “Pada saat Kejurnas Perti di Solo, kita mendapatkan uang transportasi dari pihak kampus tetapi untuk biaya makan, penginapan dan pendaftaran menggunakan uang UKM dan uang pribadi,” terangnya. English Society atau yang dikenal sebagai ESo juga mengalami hal serupa. Pencairan dana yang dijanjikan setelah menyerahkan LPJ pun tak kunjung terwujud. Belakangan ini, ESo mengikuti kompetisi ALSA yang diselenggarakan di Universitas Indonesia. “Proposal dan LPJ sudah kita serahkan ke pihak universitas agar dapat diproses. Ya karena mengingat dana yang digunakan merupakan dana pribadi. Jadi besar harapan untuk diganti,” kata Rahma Atika (Hukum ’16) selaku Wakil Presidium

ESo. Menurut Agung Yoga Pangestu, pencairan dana setelah penyerahan LPJ sangat memberatkan mahasiswa. “Agak memberatkan mahasiswa karena biasanya biaya yang digunakan itu biaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

dana seluruh kegiatan UKM, baik kegiatan internal maupun kegiatan nasional dipukul rata Rp. 750 ribu. Menurut Naufal Adjie Riantama (Teknik Elektro ’16) peraturan tersebut sedikit mengganggu. “Dana yang cair untuk UKM sedikit. Setiap UKM pun hanya dikasih 8% untuk program yang diajukan,” ujar Naufal.

Dana Internal Tidak di Danai

Dana Kemahasiswaan hanya Stimulan

Tidak hanya dana kejuaraan yang menurun, bahkan kegiatan internal UKM tidak mendapatkan dana. Yunita Irawati Solin (Administrasi Negara ‘15) selaku Ketua UKM Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) mengatakan kegiatan internal seperti diklat dan open recruitment Mapala Unila membutuhkan waktu yang cukup panjang. Sehingga membutuhkan dana yang tidak sedikit. “Diklat dan open

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Karomani mewajarkan keluhan mahasiswa tentang dana yang sedikit. “Wajarlah kurang karena anggaran kita masih terbatas dan mungkin banyak prioritas lain selain dari kemahasiswaan,” ujarnya. Ia menambahkan, penurunan prestasi Unila tidak hanya karena anggaran yang terbatas, namun juga tidak adanya

7

Rohana mengatakan pentingnya pengumpulan LPJ sebagai landasan pembuatan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Jika UKM terlambat mengumpulkan LPJ, maka pembuatan SPJ pun menjadi lama. Hal ini menjadi penyebab lamanya pencairan dana kemahasiswaan. Lantaran, SPJ menjadi bukti untuk pencairan anggaran di bagian keuangan. “UKM yang mengusulkan proposal harus menunggu UKM lain yang belum menyerahkan SPJ, karena dari SPJ itu dana dapat dicairkan kembali. Imbasnya bisa ke UKM yang mengusulkan proposal baru,” jelas Rohana. Hal ini mulai berlaku Januari 2019. Tepatnya sebelum pelantikan pengurus, UKM dihimbau untuk mengumpulkan program kerja kepengurusan ke pihak rektorat. Namun banyak UKM yang tidak

Di Unila ini pendanaan sesuai aktivitas, perencanaan setahun sebelumnya sudah ada, dan semua pendanaan harus ada output-nya Kedepannya saya minta, UKM itu buat aktivitas apa, butuhnya apa, sasarannya apa,

juaran sangat kecil, sehingga kami kesulitan untuk mengikuti ajang perlombaan,” ujar Ketua UKM Taekwondo, Lailatul Mukaromah. Menurutnya, biaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi. “Jika kita ada bakat, tapi gak ada biaya buat nyalurin bakat, jadikan kehambat,” tambahnya. Ketua UKM Penelitian, Agung Yoga Pangestu mengaku terjadi penurunan prestasi pada UKMnya. “Tahun lalu ada dua tim yang menang ditingkat nasional, namun tahun ini hanya 1 yang menang,” ujarnya. Ia menambahkan, penurunan prestasi terjadi karena kurangnya dana dari rektorat. “Apalagi tahun ini sudah tidak ada lagi dana insentif bagi mahasiswa berprestasi,” tambahnya.

No. 156 XV Bulanan | Edisi Agustus 2019

Prof. Hasriadi Mat Akin - Rektor Unila recruitment bisa sampai 3 bulan, kalo itu tidak di dana iya agak susah, karena itu langkah awal kita merekrut sumber daya manusia. Gimana mau buat anggota berprestasi kalo anggotanya aja nggak ada,” ujarnya. Tidak hanya itu, ia juga mengeluhkan tidak adanya anggaran dana untuk pembelian dan perawatan alat petualang. UKM Mapala memerlukan dana yang tidak sedikit untuk pembelian alat-alat. “Perahu belinya Rp. 20 jutaan lebih. Belinya ya, hasil sana-sini. Nggak pernah didanai Unila sepeser pun,” ujar Yunita. Hal yang sama juga dirasakan oleh UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM). Naufal Adjie Riantama selaku Ketua PSM, mengatakan tahun ini PSM tidak mendapatkan dana untuk pembuatan kostum. Padahal kostum juga menjadi salah satu penilaian saat mengikuti kompetisi. “Tahun lalu pembuatan kostum dapat dana dari rektorat, tapi tahun ini tidak. Sekitar Rp. 16 juta dana yang dibutuhkan untuk pembuatan kostum,” kata Naufal. Walhasil, anggota UKM PSM harus mencari dana dengan mengamen, berjualan, hingga galang dana. Tidak adanya dana untuk kegiatan internal ini mulai berlaku pada tahun 2019. Sebelumnya

reward bagi yang berprestasi. Senada dengan Prof. Karomani, Kepala Sub Bagian Minat, Penalaran, dan Informasi, Rohana Sari mengatakan dana kemahasiswaan yang diberikan Unila hanya stimulan untuk modal awal. “Selebihnya mereka harus bisa mencari dana lain atau mensiasati bagaimana dana yang sedikit itu cukup. Unila bantu seadanya sesuai pagu anggaran,” kata Rohana. Prof. Karomani menjelaskan dana kemahasiswaan Unila berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan rupiah murni sebesar 1,8%. Dana kemahasiswaan per UKM dibawah Rp 10 juta per tahun. Lebih rinci, Rohana menjabarkan tahun ini dana kemahasiswaan untuk kegiatan UKM dianggarkan sekitar Rp. 227 juta. Ia juga mengatakan bahwa pembagian dana per UKM besarnya berbeda-beda. Tergantung kebutuhan dan kegiatan yang akan dilaksanakan. UKM berprestasi akan mendapatkan dana lebih sedikit untuk kegiatan. Sebagian besar dana telah digunakan untuk perlombaan, besarnya sekitar Rp 94 juta. “Alokasi untuk kegiatan sekitar Rp 227 juta lebih itu, untuk 37 UKM dan pembagiannya tidak sama,” ucapnya.

mengumpulkannya. “Jadi saya harus membuat akun yang sama dengan kegiatan tahun sebelumnya,” ujarnya. Ia juga menambahkan, program kerja UKM yang telah terkumpul akan diseleksi dan masuk ke dalam sistem perencanaan anggaran. Lebih lanjut, Prof. Karomani mengatakan penganggaran dana proposal kegiatan dilihat dari seberapa pentingnya output kegiatan bukan lagi jatah. Prof. Karomani berharap kedepannya dana kemahasiswaan harus ada penambahan anggaran. “Harus lebih diperhatikan, program harus bagus, anggarannya harus ditambahin supaya ada ruang yang leluasa untuk mencapai prestasi yang diinginkan,” jelasnya. Menangani keluhan mahasiswa, Rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin mengatakan pendanaan yang diberikan kepada mahasiswa harus terencana dan menghasilkan sasaran akhir yang jelas. “Di Unila ini pendanaan sesuai aktivitas, perencanaan setahun sebelumnya sudah ada, dan semua pendanaan harus ada output-nya. Kedepannya saya minta, UKM itu buat aktivitas apa, butuhnya apa, sasarannya apa,” ujar Prof. Hasriadi =


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.