Tabloid 149

Page 1

Halaman 6

Halaman 10

Halaman 6

Meskipun tak mengantongi izin berjualan di kawasan kampus. Pedagang liar tetap menggelar barang dagangan dengan harapan ada pemasukan rupiah setiap harinya.

I Putu Dharma Adiwijaya (Teknik Mesin ’13) dan tiga belas rekannya berhasil merancang dan membuat mobil irit bahan bakar dan ramah lingkungan.

Hana memilih terjun ke pedesaan lantaran baginya di desa amat mi­nim bahan bacaan. Jika dibiarkan terus-menerus maka jumlah buta huruf akan semakin meningkat.

Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

Teknologi,Inovasi,Kreativitas dan Aktivitas

Tetap Berpikir Merdeka !

Ilmiah Bisa,Populer juga Boleh


2

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

KOMITMEN

Butuh Jalan Keluar

TABIK PUN

P

edagang gerobak atau acap dikenal sebagai peda­gang kaki lima semakin banyak dijumpai di area kampus Unila. Trotoar jalan dan parkiran menjadi peluang menggelar barang dagangan. Begitu bebas keluar masuk kawasan pendidikan, membuat Unila menjadi objek yang menguntungkan untuk membuka lapak usaha. Sadar akan status ilegal tak membuat pedagang urung berjualan di area kampus. Ibarat karcis masuk wahana. Jika sudah berikan uang maka izin masuk berada dalam genggaman. Tanpa pikir panjang lapak dagang pun semakin luas dibentangkan. Larangan berjualan hanya dijadikan sebagai sebuah hiasan yang terpampang jelas di trotoar dan perempatan jalan Lap. Sepak Bola Unila akan adanya penertiban untuk berdagang. Akan tetapi, tetap ada yang membuka lapak dan memarkirkan gerobak-gerobak untuk berjualan. Jika ilegal dan dianggap liar. Mengapa masih terdapat oknum yang meminta pungutan dengan dalih sebagai uang kebersihan dan keamanan. Meski tak banyak yang dikumpulkan. Jika terus-terusan akan semakin menambah pemasukan. Green campus yang selama ini digadang akan semakin jauh dari pandangan. Sampai kapan masalah pedagang berkaki lima terus menjarah kawasan pendidikan. Tumpang tindih tugas dan wewenang acap menjadi sebuah alasan klasik. Tak ingin menertibkan pedagang liar lantaran bukan wewenang Satpam. Sedangkan petugas yang bertanggung jawab menertibkan malah memanfaatkan keadaan. Rupiah demi rupiah ditarik setiap hari sebagai uang kebersihan dan uang salar. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari atasan membuat penyimpangan yang dilakukan bawahan terus berkelanjutan. Akibatnya, apa yang diperintahkan lain dengan apa yang dikerjakan. Sampah yang berserakan serta kemacetan sudah menjadi makanan. Unila tak lagi sedap dipandang dan tak nyaman untuk bercengkrama. Unila butuh tata kelola dan tindak yang menghasailkan sebuah perubahaan bukan saling lempar dari masalah yang ada. Resmi me­nyandang akreditasi A. Bukan berarti Unila jauh dari permasalahan-permasalah yang ada. Pejabat Unila yang bertanggung jawab menangani pedagang harus duduk bersama mencari solusi perihal menertibkan pedagang liar. Pro dan kontra pun datang dari kalangan mahasiswa. Merasa tak perlu jauh mencari makan ketika lapar menjadi keuntungan tersendiri bagi mahasiswa karena tempatnya strategis. Namun, berkurangnya lahan parkir lantaran digunakan untuk membuka dagangan juga ikut dikeluhkan oleh mahasiswa dan civitas akademika. Unila butuh langkah nyata demi menyelesaikan persoalan yang ada. Supaya tak ada lagi oknum yang memanfaatkan keberadaan pedagang liar dengan mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk kepentingan pribadi saja. Rencana pembangunan kantin yang dapat menampung seluruh pedagang diharapkan menjadi sebuah solusi. Sebab, agar tidak merusak Green campus yang digadang-gadang selama ini. Para pemangku kepentingan harus duduk bersama mengengatasi, mencari solusi terbaik bagi permasalah pedagang liar.Bukan lagi rencana atau konsep semata di atas kertas. Melainkan tindakan nyata membentuk gebrakan baru untuk membenahi Unila.=

Menjaga Eksistensi

G

airah baru di tahun baru. Kami kembali hadir menyapa pembaca setia Teknokra di ­ke­­­pe­­­­­­­­­n­gurusan yang baru. Konsistensi untuk melanjutkan estafet kepe­ mimpinan kami hadirkan dalam tabloid edisi pertama di tahun ini. Usai resmi dilantik oleh Prof. Karomani sebagai anggota Teknokra periode 2016-2017 pada Kamis (12/1). Pada hari itu juga kami kembali menggarap tabloid edisi pertama di tahun ini. Semangat baru dalam me­ nyongsong kepengurusan baru harus terus mengalir dalam aliran darah kru Teknokra. Rasa cemburu dan iri ter­kadang muncul melihat mahasiswa lain yang sudah menikmati awal libur semester ganjil. Namun, mengacu pada semangat profesionalisme coba kami buktikan untuk tetap bermalam di pojok PKM memproduksi data menjadi informasi yang dibutuhkan mahasiswa. Berbicara mengenai kerja redaksi, organisasi Teknokra kini hadir de­ngan warna baru yang berbeda di kepemim­ pinan tahun ini. Hasil Musyawa­ rah Besar XXVI, dengan tema “Mening-

katkan Kompetensi dan Eksistensi untuk Menjaga Kredibilitas Teknokra”, menetapkan Fajar Nurrohmah sebagai pemim­pin umum Teknokra. Dinahkodai kaum hawa menjadi sebuah sejarah pertama bagi Teknokra. Kaum hawa adalah kaum lemah! Kami buktikan bahwa prestige tersebut salah. Bukan berarti, dipimpin kaum hawa membuat kami lemah. Inilah yang menjadi titik parameter kami untuk terus meningkatkan api semangat yang harus terus berkobar. Walau jujur rasa ketakutan dan kegalauan sering hadir, namun dalam mempertahankan profesionalitas alasan tersebut tidak boleh menghambat kinerja kru Teknokra. Dengan berbagai macam pertimbangan lewat ­Mu­­­s­y­awarah Besar XXVI, akhirnya tabloid kembali kami hadirkan. Tak hanya tabloid ­tri­­­­­m­­ing­­­guan yang kami hadirkan d ­engan 12 halaman tersaji, produk terbitan lainnya kami suguhkan lewat majalah tahunan dan majalah edisi khusus mahasiswa baru. Lewat tabloid edisi 149, kami berusaha untuk meliput berbagai peristiwa mau-

pun masalah yang terjadi minggu-minggu ini. Salah satunya untuk reportase khusus, kami menyoroti pungutan liar yang dibiarkan begitu saja melenggang bebas di Universitas Lampung. Bentuk praktik korupsi kecil ini memberikan kesempatan pada pe­ dagang kaki lima untuk tetap berdagang walau tetap berstatus ilegal. Selain itu, aklamasi yang terjadi dalam pemilihan Presiden BEM dan juga pe­ numpukan sampah di fakultas Teknik menjadi headline yang kami sajikan. Lewat e­ kspresi, kami menyorot kumpulan orang yang menggalakkan gemar membaca di kalangan anak-anak, dan masih banyak lainnya. Kami berusaha membuka mata mahasiswa dalam menyikapi peristiwa-peristiwa yang terjadi di Universitas Lampung dengan produk-produk yang kami hasilkan baik lewat tabloid, majalah, Teknokra.com hingga Teknokra TV. Berharap agar menjadi pers mahasiswa yang idealis dan berintegritas. Dari pojok PKM di Grha Kemahasiswaan tidak bosan kami ingatkan untuk,

Tetap Berpikir Merdeka!=

KYAY JAMO ADIEN

Oleh Retnoningayu Janji Utami

Judul : Lahan Basah Pundi-Pundi Rupiah

Ide & Konsep : Retnoningayu Janji Utami

PELINDUNG Pr. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. PENASEHAT Prof. Dr. Karomani, M. Si., DEWAN PEMBINA Prof. Dr. Muhajir Utomo, M. Sc., ANGGOTA DEWAN PEMBINA Dr. M. Thoha B. Sampurna Jaya, M. S. Asep Unik SE., ME., Dr. Eddy Riva’I SH., M.H., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.H., Prof. Dr. Yuswanto , SH., M. Hum, Asrian Hendi Caya, SE., ME., Dr. Yoke Moelgini, M. Si., Irsan Dalimunte, SE., M.Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S. Sos., M. Si., Maulana Mukhlis, S. Sos., M.P. Dr. H. Sulton Djasmi, M. Si., Syafaruddin, S. Sos., MA., Toni Wijaya, S. Sos., MA., Kurnia Mahardika, Ayu Yuni Antika, Fitria Wulandari PEMIMPIN UMUM Fajar Nurrohmah PEMIMPIN REDAKSI Rika Andriani REDAKTUR PELAKSANA Retno Wulandari REDAKTUR BERITA Faiza Ukhti Annisa REDAKTUR FOTO Arif Sabarudin REDAKTUR ARTISTIK Retnoningayu Janji Utami REDAKTUR DALAM JARINGAN Ariz Nisrina KAMERAMEN Silviana FOTOGRAFER Trias Suci Puspa Ningrum STAF ARTISTIK Kalista Setiawan REPORTER Alfanny Pratama Fauzy, Tuti Nur Khomariah, Rohimatus Salamah PEMIMPIN USAHA Yola Savitri MANAJER USAHA Arif Sabarudin MANAJER KEUANGAN Ariz Nisrina STAF IKLAN DAN PEMASARAN Faiza Ukhti Annisa, Luvita Willya Hendri STAF KEUANGAN Tuti Nur Khomariah KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Yola Septika STAF ANALISIS DAN PERPUSTAKAAN Alfanny Pratama F STAF PENGKADERAN DAN SDM Wawan Taryanto KEPALA KESEKRETARIATAN Riska Martina STAF KESEKRETARIATAN Kalista Setiawan MAGANG : Hendri M, Rahmad H, Abdul Aziz R, Andi S, Ardah M, Deny P, Erik L, Fahimah A, Irfanuris K, M. G. Aji S.

MAJALAH TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung. Alamat Grha Kemahasiswaan Lt 1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No 1 Bandarlampung 35145 Telp.(0721) 788717 Website www.teknokra.com email: ukpmteknokraunila@yahoo.co.id


No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

3

KAMPUS IKAM

Sampah Masih Menjadi Masalah Oleh Silviana

FT-Tek : Siang itu, Kamis 12 ­Januari tercium bau menyengat hingga ke dalam Gedung L Fakultas Teknik Unila. Tak jauh dari sana, terlihat tumpukan sampah menggunung sampai menyentuh bibir jalan. Puluhan lalat dan burung berebut sisa makanan yang mulai membusuk. Sudah menjadi hal biasa, bau busuk sampah basah terhirup oleh ratusan mahasiswa Teknik. Jika sedang proses pembakaran sampah, asap hitam mengepul di udara sampai masuk ke ruang kelas perkuliahan. Merasa tak nyaman kuliah, protes pun mereka lontarkan. Berawal dengan pemasangan spanduk bertuliskan dilarang buang sampah atas nama Aliansi Gedung L di lahan lokalisasi pembuangan sampah akhir yang berasal dari delapan fakultas tersebut. Tak sampai di situ, mereka juga menutup jalan motor sampah Unila menuju bak sampah yang sudah tak dapat menampung sampah yang kian bertambah. Clara Armiliyani (Teknik Geofisika ’16) merasa kurang nyaman ketika memasuki area gedung perkuliahan langsung disambut bau busuk yang mengganggu pernapasan. “saya harap cepat dibersihkan, kan kalau bersih dilihatnya enak terus enggak ada bau-bau sampah lagi. Apalagi ini kan lingkungan kampus. Kata­ nya Unila kampus hijau,” keluhnya. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika, R ­ achman Malik mengaku sudah pernah menunjukan foto sampah-sampah tersebut kepada Rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin. Namun sampai sekarang belum juga ada tindakan untuk mengatasi masalah sampah Unila. “Sebelumnya dari saya pribadi itu sudah tiga kali mengikuti eksekutif meeting di dekanat bersama BEM FT dan jajaran pimpinan dekanat. Pernah sekali bersama rektor Unila. Tapi belum ada respon sama sekali

padahal saya sudah menyodorkan foto-fotonya,” terang Mahasiswa Teknik Geofisika ’14 ini. Jika tak kunjung ada tindakan penanggulangan sampah. Tak menutup kemungkinan akan ada aksi mahasiswa menuntut langkah tegas dari pejabat rektorat. “Akreditasi Unila ini sudah A. Apa perlu kita bikin malu dengan keadaan kampus yang seperti ini. Banyak hal yang bisa kami lakukan karena sudah banyak yang mengeluh. A ­ palagi Teknik ini UKT paling mahal setelah Kedokteran kenapa masih ada hal yang tidak mengenakan se­ perti ini. Kalau panas dibakar asapnya sampai masuk kelas, kalau hujan baunya sampai kelas,” akunya. Hal senada juga disampaikan oleh Ahmad Zaenudin, Ketua J­urusan Teknik Geofisika ini berharap ­tidak ada lagi tempat p ­ embuangan sampah akhir di lingkungan kampus. Menurutnya meskipun ­pengelolaan sampah secara umum adalah wewenang dari Unila, tetapi sangat tidak tepat jika kampus dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah akhir. “Di perumahan-perumahan saja kan ada mobil yang membuang sampah ke TPA luar. Saya juga masih kurang tahu kenapa Unila me­ngambil kebijakan untuk membuang sampah di sini. Yang akhirnya orang-orang di sekitar sinilah yang terkena imbasnya,” ujarnya. Sebagai Dekan Fakultas Teknik, Prof. Suharno juga mengaku tidak mengetahui mengapa lingkungan Geofisika menjadi tempat pembua­ngan sampah. Menurutnya tidak hanya sampah Unila saja yang di buang di sana melainkan para ­pedagang kantin dan orang-orang luar Unila pun sengaja ikut membuang sampah di tempat itu. “Bahkan pernah ada bangkai sapi yang ­dibuang di pembuangan sampah itu,” k­ atanya. “Kabag Rumah Tangga ­Universitas bersama Kabag TU dekanat juga sudah meninjau langsung ke tempat pembuangan sampah. Buat surat

Foto Faiza Ukhti Annisa

Pemeriksaan. Satpam Unila melakukan pemeriksaan STNK kendaraan di pintu terpadu depan Pos Satpam Unila. Pemeriksaan dilakukan untuk kendaraan yang keluar masuk pada pukul 17.00-22.00 WIB. Foto dibidik Jumat (6/1).

resmi sudah, ngomong ke Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan juga sudah. Nanti dalam rapat akan saya tegaskan lagi,” tambahnya saat ditemui di ruang kerjanya , Kamis (12/1). Saat dimintai ke­ terangan Efendi selaku Kasubag Rumah tangga mengatakan belum dapat membe­ rikan solusi untuk mengatasi sampah yang semakin menumpuk di wilayah Teknik Geofisika. Menurutnya dari awal tempat itu sudah dijadikan tempat pembu­ angan sampah akhir. “Solusinya kan sudah dikeruk sampah-sampahnya. Kalau untuk solusi selanjutnya belum ada,” ujarnya saat ditemui di ruang kerja, Selasa (17/1).=

Renovasi Besar-Besaran Galang Dana Miliaran Oleh Riska Martina

Unila- Tek : Resmi berdiri pada 14 November 1985 silam, Masjid Al-Wasi’i Unila belum pernah direnovasi secara besar-besaran. Daya tampung yang tak sebanding dengan jumlah jamaah yang terus meningkat, membuat Prof. Karomani selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila menginisiasi adanya “Gerakan Infak Bersama”. Gerakan yang diperuntukan untuk tenaga pendidik (red. Dosen) dan pegawai Unila ini bertujuan untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk merenovasi masjid. Lewat launching rencana renovasi Masjid Al-Wasi’i di Ruang Sidang Rektorat Lantai II pada Kamis, 8 Januari lalu, menjelaskan besaran dana yang dibutuhkan berkisar Rp36,69 miliar. Rencananya sumber pendanaan berasal dari sumbangan sukarela dari pejabat rektorat, dekan, dosen, dan karyawan Unila. Sebel-

umnya penyumbang akan mengisi formulir sebagai surat persetujuan. Selain itu, Unila akan mengajukan propo­ sal pendanaan yang akan diajukan kepada gubernur, bupati dan pejabat publik lainnya. Ikatan Alumni Unila juga akan diikut sertakan sebagai donatur pendanaan. Selaku Ketua Pelaksana renovasi, Sulton Djasmi mengatakan akan adanya penambahan tempat salat dengan kapasitas 7-8 ribu jamaah. “Rencanya akan ada perluasan ba­ngunan ke belakang dan ke samping kanan. Selain itu akan ada penambahan gedung hingga lantai 2. Tempat parkir dan kantin akan dibuatkan tempat tersendiri,” terangnya saat ditemui pada Rabu, (11/1). Dosen Manajemen Pendidikan S2 Unila ini juga berharap dengan adanya renovasi yang dapat menampung ratusan jamaah akan menghasilkan hafiz Qur’an dari kalangan sivitas akademika Unila. Rencana renovasi masjid juga

mendapat sambutan baik dari ber­ bagai pihak. Prof Karomani merasa sudah waktunya masjid Unila tersebut direnovasi. Tak lupa ia mengajak seluruh civitas akademika memberikan infak sebagai tabungan akhirat. “Rektor, Wakil Rektor, dan Dekan harus membe­rikan contoh dengan mengisi formulir partisipasi pendanaan,” tambahnya. Sama halnya dengan Prof. Yuswanto, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum Unila ini, setuju dengan rencana renovasi masjid Al-Wasi’i demi kenyamanan jamaah salat. “Kalau bisa tiga kali lebih besar dari sekarang,” katanya. Dosen Ekonomi Pembangunan FEB Unila, Irma Febriana mengatakan tidak keberatan dengan adanya sumbangan sukarela untuk renovasi masjid. “Selama itu sukarela tidak masalah, tetapi jika potong gaji saya keberatan,” akunya. =

Ujian Lewat Pagelaran Seni Oleh Faiza Ukhti Annisa, Kalista Setiawan

FKIP-Tek : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unila melangsungkan gelaran seni pertunjukan bertajuk “Kewawaian Anjak Bumei Ruwai Jurai” di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung, Kamis (5/1). Acara ini merupakan salah satu puncak mata kuliah wajib Seni Pertunjukan Indonesia (SPI) oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2014. Pertunjukan yang dibuka de­ ngan arak-arakan mahasiswa me­ nyanyikan mars seni pertunjukan indoneisa ini dihadiri oleh Kepala Bagian Kemahasiswaan, M. Soleh Anom; Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Dr. Muhammad Fuad; Ketua Program Studi Bahasa dan Seni, Munaris; Ketua Jurusan PBSI, Mulyanto Widodo; serta orang tua mahasiswa. Pertunjukan seni ini menampilkan pementasan teater, musik ansamble, serta tari tradisional kontemporer dengan lakon Canguk Ghacak yang akan dinilai langsung oleh Eka Sofia Agustina dan Rian H selaku dosen mata kuliah SPI. Kedua dosen tersebut akan menilai pertunjukan teater dari segi gestur, wirasa, dan wiraga pemain. Sedangkan pertunjukan musik dinilai dari tempo dan harmonisasi nada. Ketua Pelaksana, Kharisma Ega Juliansyah (Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia ’14) mengaku sudah mempersiapkan pertunjukan tersebut selama tiga bulan. Demi menyukseskan acara, dari 73 mahasiswa masing-masing dipungut iuran sebesar Rp500.000. Uang itu akan digunakan untuk membayar

biaya sewa sound system, lampu sorot, kostum, make up, dan peralatan penunjang lainnya. Menurutnya ada beberapa mahasiswa yang mengeluhkan dana yang dibebankan terlalu besar nominal­ nya, terutama mahasiswa bidikmisi. Sebelumnya dosen sudah pernah menyarankan untuk pendanaan mahasiswa sebaiknya mencari kerjasama dengan perusahaan agar sedikit meringankan. Namun, karena persiapan yang mendadak membuat mahasiswa terpaksa merogoh kocek sendiri. “Bagi mahasiswa Bidikmisi, ya kita harus hemat. Jadi kalau mau beli sesuatu, mikir dulu nanti uangnya untuk bayar UAS,” terang Kharisma yang juga mahasiswa bidikmisi itu. Berbeda dengan Sri Rahayu (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ’14) tidak merasa diberatkan dalam pendanaan. Namun, ia mengeluhkan waktu persiapan yang terlalu cepat membuat porsi latihan semakin sering dilakukan. Ia yang menderita mag, sempat jatuh sakit karena terlalu sering latihan. “Tapi saya merasa puas, akhirnya segala rasa capek dapat terbayarkan,” ujarnya. Selaku juri sekaligus dosen, Eka Sofia Agustina mengatakan untuk uang iuran mahasiswa langsung dikelola sendiri oleh mahasiswa. Ia mengaku bangga mahasiswa dapat menyuguhkan penampilan yang begitu apik di atas panggung dengan memuat nilai sejarah dan budaya lokal lampung. “Semoga tahun depan pertunjukan seperti ini tidak lagi mengeluarkan banyak dana,” ujarnya.=


4

KAMPUS IKAM

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

Aklamasi (Masih) Terjadi Oleh Kalista Setiawan

Foto Arif Sabarudin

Pembangunan. Beberapa pekerja bangunan mengerjakan pembangunan wc dan tempat wudhu baru di Mushola FKIP. Pembangunan tempat wudhu dan wc ini khusus untuk pria. Foto dibidik Senin (9/1).

Keliling Dunia Lewat Pertukaran Pemuda Oleh Andi Saputra

FISIP-Tek : Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) bersama Social Political English Club (SPEC) mengadakan Roadshow Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) di Gedung F42 Fisip, Unila, Sabtu (14/1). PPAN adalah program tahunan hasil kerjasama antara Peme­ rintah Republik Indonesia dengan negara tetangga, seperti Tiongkok, Jepang, India, Australia, Kanada, Malaysia, dan Korea Selatan sejak tahun 1973. Program pertukaran pemuda ini dikelola oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan mengirimkan duta muda terbaik Indonesia di berbagai program pertukaran pemuda. Pada tingkat provinsi, pengelolaan program ini secara resmi ditangani oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Ma­sing-masing provinsi bekerjasama de­ngan PCMI yang sudah berdiri sejak tahun 1977 sebagai orga­

nisasi perhimpunan alumni PPAN di setiap provinsi. Peserta yang mendaftar akan mengikuti empat tahap seleksi; seleksi berkas, tes tertulis, tes wa­ wancara, dan tes regional. Pertama, untuk seleksi berkas harus mengisi formulir dengan melampirkan fotocopy KTP/SIM, fotocopy piagam dan sertifikat tes bahasa inggris, melampirkan social project, dan surat ke­terangan belum menikah. Kedua, tes tertulis berupa tes kemampuan berbahasa inggris, pengetahuan daerah, pengetahuan nusantara, dan pengetahuan dunia. Ketiga, tes wawancara berisi tes speaking, seni budaya, kepribadian, kepemimpinan dan kepemudaan, pengetahuan umum, dan pengetahuan tentang PPAN. Terakhir, seleksi regional yang berisi Focus Group Discussion (FGD), kepribadian, dan kepemimpinan. Hendry Yosua Rolos, pria yang

Kebakaran Telan Kerugian Jutaan

pernah mengikuti pertukaran pemuda ke Tiongkok lewat Indonesia-China Youth Exchange Program (IChYEP) ini mengatakan, siapa pun dapat mengikuti program pertukaran meski kurang mahir dalam berbahasa inggris. “Ketika ada kemauan yang kuat pasti sesulit apa­ pun akan terasa mudah,” katanya. Acara yang terbuka untuk umum ini dihadiri oleh Drs. Pairul Syah (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) sekaligus membuka acara. Ia berpesan agar mahasiswa saling berlomba dan berkompetisi dalam hal prestasi agar dapat mengikuti program PPAN. “Persiapkanlah diri kalian dari sekarang. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depan,” ujarnya. Mutiara Kurnia Rachma (Admi­ nistrasi Bisnis ’14) mengaku termotivasi untuk mengikuti program ini. Menurutnya PPAN merupakan ajang memperkenalkan Lampung di kancah Internasional. Muhammad Naufal Firinua (D3 Hubungan Ma­ syarakat) mengatakan untuk menjadi duta Indonesia harus me­ ngenal budaya, adat, dan seni nenek moyang. “Banyak ilmu yang kita dapatkan dari roadshow ini. Saya jadi tahu apa saja persyaratan untuk mengikuti program PPAN,” ujarnya. =

Unila-Tek: Rabu 11 Januari, Prof. Karomani (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) melantik presiden dan wakil ­pres­i­den mahasiswa terpilih periode 2017-2018 di Ruang Rektorat Lantai 4, Unila. Herwin Saputra (Pend. Fisika ’13) terpilih sebagai Presiden Mahasiswa Unila, menggandeng Edius Pratama (Hukum ’13) sebagai Wakilnya untuk kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Unila (BEM U) satu tahun ke depan. Tahun ini euforia Pemilihan Raya (Pemira) tak juga dirasakan mahasiswa. Presma kembali terpilih secara aklamasi tanpa adanya pemilihan oleh civitas akademika. Panitia khusus (Pansus) Pemira dirasa tidak mampu membang­kitkan semangat mahasiswa untuk berlomba me­ mimpin BEM Unila. Kurang adanya sosialisasi akan diadakannya Pemira kerap menjadi tabir ketidaktahuan mahasiswa terhadap pentingnya kesehatan demokrasi di kampus. Meski aklamasi sudah dianggap hal yang wajar belakangan ini. Ke­ tua UKM Bidang Seni, Ayu Kartika (Administrasi Negara ’13) merasa kurang setuju jika aklamasi terus saja terjadi. Menurutnya aklamasi terkesan tidak ada calon yang mendaftar dan nantinya presma yang terpilih akan asal mengadakan kegiatan yang penting program kerja terlaksana. “Masa tau-tau ada dialog publik. Tanpa tahu siapa calonnya. Kurang gembar-gem­bornya,” keluhnya menilai kinerja pansus. Ia juga mengatakan dengan ada­ nya aklamasi, mahasiswa tidak dapat menilai kesiapan dan kualitas calon pemimpinnya, karena tidak adanya pembanding. “Semoga aja pimpinan yang baru dapat membuat inovasi dalam menunjang kesejahteraan mahasiswa, terlebih untuk aktivis mahasiswa yang se­ring nongkrong di Grha Ke-

mahasiswaan,” harapnya. Berbeda dengan Silviyah, Ketua Umum Paduan Suara Mahasiswa (PSM) ini tidak mempermasalahkan adanya aklamasi Presma. Menurutnya aklamasi tidak penting asalkan calon terpilih dapat membuktikan kinerjanya dengan merealisasikan lewat program kerja yang melibatkan mahasiswa. Menanggapi berbagai keluhan tentang kerja-kerjanya, Ketua Pansus, Anis Purnomo (Ilmu Komputer ’14) mengatakan aklamasi sudah sesuai dengan UU KBM Unila nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Raya. Penjadwalan yang dilakukan Pansus pun sudah tertera dalam tata tertib Pemira Universitas Lampung 2016. Ia juga mengatakan ada satu calon lagi yang mendaftar untuk menjadi calon presma yaitu Naufal A. Caya (Ilmu Komunikasi ’14). Namun sampai waktu yang sudah ditentukan calon tersebut tidak juga melengkapi berkas. “Kami sudah menghubungi pasangan calon yang lain. Namun mereka tidak dapat dihubungi,” terangnya. “Pansus juga sudah menyebarluaskan informasi pemira lewat media cetak dan media sosial. Kami sudah pasang satu banner dan beberapa pamflet di setiap fakultas,” tambah Anis. Dalam kesempatan yang sama, Prof. Karomani mengungkapkan aklamasi bukan lagi menjadi hal yang tabu dalam sistem demokrasi. Baginya aklamasi adalah bagian dari proses demokrasi setelah melewati musyawarah bersama. “­Mu­ngkin memang ada kesalahan pada sistem. Kalau memang ada pihak yang bosan karena aklamasi terus. Nanti kita bersama-sama akan memperbaiki,” ujarnya. Terpilih secara aklamasi, Herwin Saputra akan membuktikan kinerjanya lewat program yang benar-benar dibutuhkan mahasiswa. Ia optimis programnya akan mendorong mahasiswa untuk tidak bersikap apatis. =

Oleh Tuti Nurkhomariyah

FK-Tek : Rabu (4/1) sekitar pukul 6.20 Anggi, Petugas kebersihan Fakultas Kedokteran Unila membersihkan ruang kerja dekan mulai dari menyapu, mengepel, dan menghidupkan Air Conditioner (AC). Setengah jam kemudian ia beralih ke ruang kerja Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. Sedang sibuk membersihkan ruangan, terdengar suara ledakan dari ruang dekan. Sontak Anggi berlari mencari tahu apa yang sedang terjadi. Ia terkejut melihat kobaran api semakin membesar sampai kaca ruangan pecah tak kuat menahan panasnya api. Tanpa pikir panjang Anggi berlari mencari bantuan kepada petugas kebersihan, karyawan serta satpam. Anggi mengatakan, kebakaran diduga terjadi karena adanya ledakan yang berasal dari AC. “Hampir setengah jam api baru bisa dipadamkan dengan menghabiskan

sepuluh tabung yang ada di FK,” akunya. Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. Muhartono yang pada saat kejadian tidak berada di lokasi mengira hanya terjadi kebakaran kecil saja. Namun setelah bertandang ke ruang kerjanya semua barang hangus terbakar. “Kebakaran ini memang parah. Tapi Alhamdulilah tidak ada berkas-berkas penting yang terbakar,” katanya. “Kerugian mencapai Rp10 juta karena harus mengganti wallpaper, kursi, AC, kaca, gorden. Rektor sudah berkunjung langsung ke sini. Untuk sementara perbaikan ruang dari sum-suman (red. patungan) dekan bersama ketiga wakil dekan FK. Karena belum ada dana untuk renovasi ruang lantaran belum adanya kontrak perihal kebakaran,” lanjut Muhartono. “Ini kan murni kecelakaan, untung saja api tidak sempat membesar,” ujar Amalia widya, mahasiswa kedokteran Unila ini.=

Foto Retnoningayu Janji Utami

Menggunung. Sampah menumpuk hingga menyentuh bahu jalan di halaman gedung L Teknik Unila. Bau busuk yang menyengat mengganggu kenyamanan mahasiswa mengikuti perkuliahan. Foto dibidik (14/1).


No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

KAMPUS IKAM

FKIP Terapkan E-parking Oleh Fahimah Andini

FKIP-Tek : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila resmi menerapkan kartu e-parking sejak 6 Januari lalu. Kartu E-parking yang diperuntukan untuk mahasiswa, ­do­­­sen, dan karyawan FKIP yang memiliki kendaraan diberikan secara gratis. Caranya cukup mendaftar ke dekanat FKIP dengan membawa fotokopi KTM, Slip UKT, STNK, serta SIM yang diserahkan ke pegawai dekanat, maka petugas akan mem­roses pembuatan kartu e-parking tanpa memungut biaya. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Drs. Supriyadi berharap dengan diterapkannya e-parking dapat mengurangi tindak krimininalitas dan memberikan rasa aman dan nyaman di FKIP Unila . “Pendanaan pembuatan kartu

e-parking itu di back up oleh fakultas bukan dana yang dipungut dari mahasiswa. Bukan hanya mahasiswa, karyawan dan dosen juga mendapat­kan hak yang sama untuk menggunakan fasilitas e-parking,” kata Drs. Supriyadi. Ia juga berencana akan mendata dan membuat kartu tanda identitas pe­ngelola kantin untuk para pedagang di FKIP Unila. Kartu tersebut akan digunakan para pedagang untuk masuk ke lingkungan FKIP Unila. “Pada saat ini kita sedang negosiasikan kepada pengelola kantin. Pedagang akan dibuatkan kartu identitas yang bisa ditunjukan ke Satpam supaya dapat dibukakan portalnya dan diizinkan masuk ke lingkungan FKIP,” tambahnya. Niluh Titi Sari (Pend. ­Bimbingan Konseling ’15) merasa tidak

Teknologi Ramah Lingkungan Oleh Rohimatus Salamah

FP-Tek : Alat penangkap ikan tuna dan ikan cakalang otomatis dengan kapasitas 200–300 kg, berhasil membawa Fakultas Pertanian Unila masuk empat besar dalam ajang Pertamina Technopreneur Challenge 2016 pada 27-28 Desember lalu. Ari Widodo (Perikanan dan Kelautan ’13) dan ketiga rekannya, M. Agung Hardiyanto (Teknik Pertanian ’13); Etika Oktaviani Suryo (Budidaya Perairan ‘15); dan M. Yasin (Teknik Elektro ’13) akan menerima bantuan dana dari PT. Pertamina sebesar Rp75 juta atas teknologi yang diciptakannya. Ari Widodo (Perikanan dan Kelautan ’13) selaku ketua tim mengatakan bahwa ide mereka dianggap gila karena selain ramah lingkungan dan dapat menarik perhatan ikan di laut, alat terse-

but akan dilengkapi sortasi otomatis sehingga sangat memudahkan penggunanya. “Inovasi teknologi ini juga berpotensi meningkatkan produktivitas nelayan sehingga akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan perekonomian di Indonesia,” harapnya. Ari mengatakan selama persiapan mereka dibantu oleh Dekan Fakultas Pertanian, Prof. Irwan Sukri Banuwa; Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan, Siti Hudaidah; dan dosen pembimbing, Wardianto. “Biaya akomodasi selama di sana kami dapatkan dari kantong pribadi dekan pertanian,” akunya saat ditanya perihal pendanaan. Bersama tim, Ari berencana untuk merealisasikan alat dari dana yang didapat dan langsung diaplikasikan ke laut. Jika hasil survey

k­hawatir lagi karena sudah ada e-parking. Sekarang ia memilih untuk berangkat ke kampus lebih pagi untuk menghindari kemacetan saat ada peme­riksaan e-parking. Berbeda dengan Ferry S­ epriyanto, mahasiswa Pend. Bahasa Inggris ’14 ini mengaku e-parking sudah efektif guna mengurangi a­ngka pencurian motor. Meski baginya persyaratan yang harus melampirkan SIM kurang tepat karena ba­nyak mahasiswa yang belum memiliki SIM. “Nyaman itu tidak berbanding lurus dengan aman. Kalau mau aman sedikit kurang nyaman. Kok bisa? Karena biasanya orang mau masuk asal selonong kalau sekarang harus menempelkan kartu dan harus m­e­ngantri. Banyak mahasiswa mengeluh katanya lama, ya itu kalau mau aman harus sabar dan tertib,” pungkas Drs. Supriyadi menanggapi keluhan mahasiswa. Satpam FKIP, Makmun Murot menghimbau agar mahasiswa tidak meminjamkan e-parking ke orang lain, karena jika ada kerusakan atau kehilangan petugas keamanan dan fakultas tidak akan bertanggung jawab.= mengatakan layak diproduksi secara massal, maka tim akan memproduksi dan memasarkannya. “Pemuda dan mahasiswa harus memiliki inovasi, ide, dan gagasan baru yang membangkitkan jiwa kreativitas,” pesan Ari kepada civitas akademika. Dekan Fakultas Petanian, Prof. Irwan Sukri Banuwa mengaku sangat bangga dengan prestasi yang diraih anak didiknya. Ia berharap hal ini akan menjadi contoh bagi mahasiswa lain untuk meraih prestasi. “Pertanian dulu yang mengawali, biar fakultas lain yang mengikuti,” katanya. Saat ini, Fakultas Pertanian sedang mempersiapkan penyambutan untuk Tim Survey dari PT. Pertamina yang akan mengecek secara langsung kesiapan alat yang diproduksi. Acara bertema Teknologi Multi Fungsi Berbasis SFCM (Sophisicated Fish Catcher Machine) yang digelar di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini di­ ikuti oleh 105 mahasiswa dari universitas se-­ ­ Indonesia. =

Foto Tuti Nurkhomariyah

Pembangunan. Pekerja bangunan sedang menggali tanah untuk membuat pondasi guna memperluas Mushola Fakultas Pertanian Unila. Foto dibidik (17/01).

5

UKM Kosong Undang Pembobol Oleh Rahmad Hidayatulloh

Unila-Tek : Minggu (31/12), sekitar pukul 6.30 gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unila terlihat sepi tanpa lalu lalang mahasiswa. Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Suka Rela (UKM KSR), Andre Sofyandi yang pada saat itu ingin ke toilet merasa curiga melihat pintu seketariat UKM Katolik dalam keadaan setengah terbuka. “Saya lihat gerendel pintu rusak dan di dalamnya gak ada orang. Saya langsung chat grup WhatsApp Forkom Unila,” terang mahasiswa Hukum 2013 itu. Setelah mendapat informasi bahwa sekretnya kebobolan, Katarina Noviana (Pend. Matematika ’13) langsung menyampaikan informasi itu ke grup pengurus UKM Katolik. Ketua Umum demisioner itu mengaku pada saat kejadian UKM Katolik dalam keadaan kosong lantaran akan mendekati hari raya natal. “Saya hanya sekali-kali melihat keadaan se­k­ retariat,” ujarnya. Pasca kejadian, Ia menjelaskan kondisi barang di kesekretariatan masih sama seperti beberapa hari sebelumnya. Namun, dalam lemari yang berisi printer dan LCD, hanya menyisakan printer saja. “Sepertinya pembobol sudah mengetahui dimana posisi barang yang akan diambil,” ungkapnya. Sampai berita ini diturunkan, Katarina mengaku tidak melaporkan kejadian tersebut kepada Satpam Unila. =

Bergerak Bersama Wujudkan Karya Oleh Rahmad Hidayatulloh

Unila-Tek : “Bersama luar biasa mewujudkan karya sebagai inspirasi gerak Indonesia” sepenggal visi dari pasangan Presiden dan Wakil Pre­ siden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Unila (BEM U), Herwin Saputra (Pend. Fisika ’13) dan Edius Pratama (Hukum ‘13). Terpilih secara aklamasi pada 9 Desember lalu, Herwin merasa optimis akan dapat membangun kampus hijau menjadi lebih baik lagi. Lewat Gerakan Aku Cinta Unila (GACU), Herwin akan membentuk anggota internal yang kokoh dan professional untuk merumuskan program kerja (progja) dengan melibatkan aspirasi dari masing-masing fakultas. “BEM U ingin membuat suatu program kerja (progja) yang bermanfaat,” terang mahasiswa yang pernah menjabat Gubernur BEM FKIP itu. Sadar masih banyak pekerjaan rumah di Kampus Hijau, Herwin bertekad akan terus mengawal permasalahan keamanan, ketertiban, kebersihan, asuransi mahasiswa, Uang Kuliah Tunggal (UKT), serta Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Tak lupa mempertahankan dan melestarikan budaya daerah khususnya Lampung ikut menjadi target dalam kepemimpinannya. Ahmad Nurhidayat (Hukum ’12) mengatakan bahwa walaupun terpilih secara aklamasi, tetap harus menunjukkan sebuah prestasi. “BEM Unila sudah besar maka tugas yang harus diemban juga besar untuk perbaikan Unila dan mempersatukan gerakan di Lampung,” terangnya.=

Pengabdian Berbasis IT Oleh Faiza Ukhti Annisa

Unila-Tek : Universitas Lampung kembali menurunkan 2.711 mahasiswa untuk mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN), Kamis (19/1). Ribuan mahasiswa ini akan menjalankan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian masyarakat di Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari. Mahasiswa KKN yang berasal dari delapan fakultas di Unila ini akan dibagi menjadi 382 kelompok dan akan menempati 304 desa yang ada di Lampung Tengah. Berbeda dengan tahun sebelumnya, KKN tahun ini mengusung tema “Pemberdayaan Kampung Berbasis IT.” Ketua Badan Pelaksana KKN (BPKKN) Unila, I Gede AB Wiranata berharap dengan tema tersebut, mahasiswa dapat membantu memu­ blikasikan data kependudukan kampung yang bersangkutan. “Jadi nanti kalau kita klik nama kampung akan muncul hasil dari KKN mahasiswa kita,” kata Dosen Pascasarjana Hukum ini. Ia berpesan mahasiswa dapat memanfaat waktu yang hanya 40 hari untuk membentuk progja yang berguna bagi masyarakat. Selain itu, BPKKN juga mewajibkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melanjutkan S1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila de­ngan beasiswa State Accountability Revitalization (STAR) Project dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga mengikuti program KKN. “Total 42 mahasiswa STAR BPKP akan melaksanakan KKN di Kampung Jati Agung, Lampung Selatan. Berbeda dari mahasiswa KKN lainnya, mahasiswa STAR BPKP hanya turun lapangan pada hari libur kerja, yakni setiap sabtu-minggu. Mereka juga wajib menginap seperti yang lainnya,” tambahnya. Retno Utami (Manajemen ’14) mengaku sudah menyusun program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN karena sebelumnya ia sudah mengikuti pra-KKN. Hal yang sama juga dilakukan oleh Dwiyan Ramdhani Putra (Sosiologi ’14) mengatakan sudah menyiapkan program kerja, membuat banner kelompok, dan apa saja keperluan yang akan dibawa. “Sudah lokakarya jadi tinggal menunggu tanggal keberangkatan,” ujarnya. =


6

LAPORAN UTAMA

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

Lahan Basah Pundi-Pundi Rupiah Oleh Alfanny Pratama F Foto-foto Alfanny Pratama F

P

edagang kaki lima (PKL) atau akrab disebut pe­ dagang liar kini semakin membeludak di area Universitas Lampung. Mulai pe­dagang gerobak batagor, bakso, es dawet, siomay, pempek-pempek bakar, es kacang merah, hingga makanan ringan bebas masuk menjajakan dagangan kepada khalayak ramai. Keberadaannya acap dianggap mengganggu lantaran menempati ruang publik seperti trotoar dan pelataran parkiran. Suara khas “Tahu bulat digoreng dadakan lima ratusan anget-anget” mulai akrab di telinga civitas akademika yang melintasi area parkir Perpustakaan Unila. Kini lahan parkiran tersebut telah berbagi fungsi, tempat parkir sekaligus tempat berlabuhnya gerobak pedagang liar. Sampah yang berserakan pun tak luput dari pandangan. Asal buang sampah kini sudah menjadi kebiasaan yang tak terelakkan. Apalagi jika ada acara wisuda di Gedung Serba Guna (GSG) Unila, pedagang liar tumpah ruah di pintu masuk gedung. Mulai pedagang buket bunga, souvenir wisuda, makanan ringan, kacamata, bahkan pedagang pakaian dalam wanita bebas menggelar barang dagangan. Jika dibiarkan terus-menerus hal ini akan menggerus predikat

green campus yang selama ini digadang-gadang Unila. Maraknya pedagang liar semakin menjauhkan Unila dari kata bersih, indah, dan rapih. Begitu bebasnya siapapun keluar masuk Unila, menarik penjaja gerobak ini semakin bertambah setiap harinya. Sudah menjadi hal yang lumrah pejalan kaki harus menyingkir karena trotoar dijadikan lapak dagang. Meskipun ada banner bertuliskan dilarang berjualan, tak mengurangi jumlah pedagang di kampus hijau. Alasannya satu, adanya pungutan sejumlah uang menandakan adanya izin untuk berjualan. Kemacetan juga sering ­ terjadi di jalan Unila-Kampung Baru saat mendekati jam makan siang. Hiruk-pikuk kendaraan ditambah banyaknya kendaraan pembeli yang parkir di bahu jalan mengakibatkan kemacetan tak dapat terhindarkan. Tak dipungkiri memang keberadaan pedagang yang berjualan di area kampus memudahkan mahasiswa men­ cari makanan ketika lapar. Namun, tak jarang juga keberadaan­nya malah meresahkan mahasiswa. Seperti yang dialami Egip Tian (­Budidaya Perairan ’14), berniat untuk memarkirkan kendaraanya tetapi ada gerobak pedagang yang mengha­ langi. Tak ingin bertanya atau bahkan mengusir pedagang, Egip memilih parkir

di pinggir jalan. Ia juga merasa sampah di sekitar tempat berjualan menambah kumuh kampus hijau. “Harapan­nya dibangunkan kantin yang lebih strategis untuk mereka dan takutnya kalau parkiran perpustakaan sangat ramai pedagang, akibatnya membuat bi­ngung pemilik kendaraan,” keluhkan. Dalam kesempatan yang sama Herwin Saputra (Pend. Fisika ’13) merasa perlu adanya tindakan pe­ nertiban pedagang liar di Unila. Menurutnya, pedagang yang berjualan sudah tak ada lagi di jalan masuk Unila Z.A Pagar Alam, tetapi mereka pindah di samping FH, parkiran Perpustakaan, dan trotoar kandang Rusa. Oleh karena itu, butuh ada­nya pintu terpadu yang boleh masuk, hanya mahasiswa dan civitas akademika, sedangkan pengamen, pedagang, dan penjual koran tidak diperbolehkan. “Jadi, gak mungkin Top ten university itu kampusnya banyak sampah gara-gara banyak pedagang yang dapat menggangu kenyaman. Kalau pun ada kantin, pihak rektorat menyediakan tempat jadi terlihat rapi dan strategis,” pungkasnya. Ilegal Namun Berbayar Meskipun tak mengantongi izin berjualan di kawasan kampus. ­Pedagang liar tetap menggelar barang dagangan dengan harapan ada pemasukan rupiah setiap harinya.

Sebagai pedagang liar, bukan b­erarti mereka dapat secara gratis berjualan di kawasan pendidikan ini. Ada beberapa pungutan yang harus mereka bayarkan setiap hari­ nya. Mulai dari uang kebersihan setiap Senin-Jumat sebesar Rp2.000 uang salar (red. pajak pasar yang di­ pungut dari pedagang keliling) se­minggu tiga kali sebesar Rp5.000. Meskipun terbilang bukan no­ minal yang besar. Pedagang sering mengeluhkan ketidakjelasan penggunaan uang setoran tersebut. Pasalnya setoran yang dikatakan sebagai uang kebersihan tak juga menuai pembuktian. Ratih Lestari (25) salah satunya, pe­dagang cilok di samping Gedung Fakultas Hukum Unila ini mengaku sudah setahun berjualan di trotoar jalur dua arah Kampung Baru. Meskipun dilarang oleh pihak rektorat, Ratih terus berjualan dengan alasan sudah memberikan sejumlah uang mulai dari uang kebersihan dan uang salar. Wanita ini meng­aku sudah membayar uang sebesar Rp2.000 setiap harinya kepada M. Hasan yang diketahui sebagai pegawai Unila. Sesekali ia menanyakan perihal digunakan untuk apa uang tersebut. Uang kebersihan menjadi jawaban yang ia terima dengan rasa pasrah. “Nama­nya kan uang kebersihan. Tapi kenapa sampah-sampah da-

gangannya dibersihkan sendiri, jarang juga dibersihkan oleh petugas,” keluhnya. “Petugas kebersihan pun seharusnya membersihkan, tetapi tidak sampai membersihkan ke tempat jualan ci­lok saya,” lanjut­ nya sambil melayani pembeli, Senin (2/1). Ia juga mengaku selalu membe­ rikan uang salar seminggu tiga kali. “Gak tahu sih buat apa sebenarnya. Pingin nanyain tapi sudahlah yang penting bisa lancar jualan di sini. Kata pedagang-pedagang lain juga memang sudah dari zaman dulu orang itu (red. Mukhlis) yang me­ ngurus tempat sini,” akunya. Hal yang sama juga dialami oleh Mansyur. Pedagang siomay yang sering mangkal di depan Kantor Pos Unila ini mengatakan sudah membayar uang sebesar Rp2.000 setiap hari kepada M. Hasan sejak dua bulan lalu. Mendengar uang tersebut akan diberikan kepada petugas kebersihan, Mansyur rela memberikan uang secara cuma-cuma selama masih dalam jumlah yang wajar. Meskipun ia tak menampik, bahwa sampah dagangannya selalu diber­ sihkan sendiri. Keluhan yang sama juga datang dari Bram Ibrahim (32). Pedagang bakso yang sudah dua tahun berjua­lan di depan SMKN 2 Bandarlampung ini memilih untuk mangkal di Unila saat siang hari


LAPORAN UTAMA

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

lantaran pagi sepi pembeli. Saat ditanya tentang pungutan uang salar, Ibrahim me­ngatakan uang tersebut sebagai uang keamanan. “Saya berharap pedagang yang sudah membayar uang–uang (red. kebersihan dan salar) ada yang tanggungjawab jika terjadi apa-apa,” katanya. Tak adanya peraturan yang jelas. Tak satupun pedagang yang mengetahui perihal untuk apa dan kemana uang itu bersarang. Sudah sepuluh tahun berjualan, Suripman penjual es doger masih penasaran siapa yang memiliki izin resmi dari rektorat untuk menarik setoran kepada pe­ dagang. Ia menegaskan tidak akan menolak untuk memberikan setoran jika memang resmi peraturan rektorat Unila. “Kalau memang itu peraturan dan utusan dari pihak rektoran, kami tak keberatan untuk membayar dan harus jelas digunakan untuk apa,” terangnya. Terpaksa Bayar daripada Rupiah Hilang Tak memiliki pilihan lain itulah yang dirasakan Saiful (27). Pedagang pempek-pempek bakar yang sudah berjualan selama 3 tahun di depan SMKN 2 Bandarlampung ini mengaku rela berikan setoran karena takut dilarang berjualan. Ia pernah mendengar cerita dari rekan dagangnya perihal pernah ada yang diusir karena menolak untuk membayar uang setoran. “Saya juga bayar karena temanteman pada bayar dan takut aja susah berjualan di sini lagi. Saya bayar Rp2.000 setiap hari ke Pak M. Hasan yang katanya untuk uang kebersihan. Katanya uang kebersihan, harapannya dijelasin uang­nya itu kemana karena pingin tahu, tetapi tak berani menanyakannya,” aku­nya. Berbeda dengan Erlan. Pedagang tahu bulat yang baru beberapa hari berjualan di pelataran parkiran Gedung Perpustakaan Unila ini menolak untuk membayar uang kebersihan. “Saya belum mau bayar karena belum dapat penghasilan dan masih baru. Saya minta izin ke M. Hasan untuk dipindahkan ke depan pintu masuk Unila Bypass, tetapi tidak diperbolehkan, sehingga saya ditempatkan di dekat perpustakaan. Di sini belum terlalu ramai berbeda kalau berjualan di depan SMKN 2 Bandarlampung. Lebih laris di sana,” terangnya. Pungut Setoran Inisiatif Sendiri Sesuai pantauan Teknokra pada 13 Januari sekitar pukul 12.45 terlihat M.Hasan (Staf Bagian Hukum Tata Laksana) sedang meminta uang kebersihan ke pedagang somay di pelataran parkiran Gedung Perpustakaan Unila. Dengan mengendarai motor M. Hasan meminta pungu­ tan uang kebersihan sampai ke depan SMK 2 Bandarlampung dan Kantor Pos Halte Unila. Ketika ditemui di ruang kerjanya pada 9 Januari lalu, M. Hasan tak menampik bahwa dirinya mengambil pungutan kepada beberapa pedagang. Ia menjelaskan nantinya uang itu akan disimpan untuk dibelikan makanan, minuman, dan snack untuk petugas kebersihan yang akan membersihkan area jualan. “Setiap hari meminta uang kebersihan di depan perpustakaan lima pedagang, Fakultas Hukum empat orang, dan depan Kantor pos dua orang. Paling sedikit saya minta

kira-kira Rp20.000 perhari. Saya juga menyapu dan bersih-bersih tempat pedagang,” akunya. M.Hasan juga mengatakan tak hanya dirinya yang mengambil setoran dari pedagang. Menurutnya ­Mukhlis juga sudah memungut setoran sejak tahun 1998 setiap pedagang Rp5.000 perhari. Dari keterangan M. Hasan, Mukhlis bukanlah pegawai rektorat Unila melainkan hanya pedagang es. Ia me­ngaku pernah bertemu Mukhlis yang sedang meminta uang salar kepada pedagang. “Kegunaan uang salar tidak jelas, tetapi kalau masuk kas Unila tidak menjadi masalah yang penting transparansinya,” ujar M. Hasan kala itu. Ia juga membenarkan bahwa tidak ada Surat Keterangan (SK) Rektor tentang kewajiban pedagang memberikan setoran uang kebersihan. Semua itu atas inisiatif sendiri untuk meminta pungutan kepada pe­ dagang liar. Juanda, Koordinator pengurus pedagang Unila mengaku diperintahkan oleh Amdan untuk menertibkan pedagang liar di sekitar GSG Unila. “Pak Amdan sudah minta tolong. Karena ada rasa jiwa sosial makanya saya mau untuk mener­ tibkan warga-warga saya. Mengurus ini tak mudah, saya tak bisa kasar di wilayah lingkungan pendidikan. bisa-bisa saya dituntut balik,” aku Juanda, Jumat (20/1). Ia juga tak menampik perihal pungutan uang salar menggunakan karcis yang sudah dilakukannya

ke rektorat agar resmi berjualan di Unila,” kata Mukhlis mengenang. Mukhlis juga menjelaskan sejak Januari 2017 dirinya bukan lagi pengurus pedagang Unila, karena Unila sudah membentuk pengurus pedagang. “Susah mengurusi pedagang liar ini, tak bisa sembarangan karena ada aturan. Kalau tidak bisa ribut. Sebab itu, saya mau tenang, sehingga mengundurkan diri sejak setahun lalu,” akunya. Namun ia membantah uang yang ditarik dari pedagang sebesar Rp2.000 sampai Rp5.000 sebagai uang salar melainkan uang pembinaan pedagang. Ia mengaku dalam sehari mendapatkan uang sekitar Rp150.000 dari 20 pedagang di FKIP, Perpustakaan Unila, dan FEB. Hasil uang pembinaan itu dipergunakannya untuk membina para pedagang supaya meningkatkan kualitas makanan yang sehat. “Ada buku pedoman pengurus pe­ dagang yang disahkan rektor Unila saat itu. Saya mengumpulkan uang itu dan untuk pedagang lagi yang dibina, supaya makanannya layak karena dulu banyak makanan yang sudah dua hari masih dijual,” kata­ nya, Selasa (24/1).

gedung Perpustakaan sampai Lapangan Futsal. Petugas kebersihan Unila itu sering mengeluhkan pe­ dagang yang sering meninggalkan sampah hasil dagangan di sekitar gedung parkiran. “Saya sering tegor aja, beri peri­ ngatan pedagang yang berjualan di parkiran itu. Yang penting kan kita jaga bersama-sama kebersihan. Saya beri mereka pengertian lagi kalau ada sampah yang berserakan, biar enak dipandang juga enak kalau bersih tempatnya,” akunya. Ia juga mengatakan sampah pe­ dagang menjadi tanggungjawab pedagang itu sendiri karena bukan bagian dari tugasnya. “Selama ini saya bekerja gak ada yang minta bantuan untuk membersihkan sampah pedagang. Selain itu, tak ada yang pernah kasih upah selain gaji, se­perti minuman, makanan, atau es. Akan tetapi, kalau ada saya ambil,” tambahnya.

Sampah Dagangan TanggungJawab PKL Menjadi petugas kebersihan sudah selayaknya menjaga kebersihan sam­ pah di lingkungan kampus untuk menciptakan rasa nyaman. Namun, tak lantas semua menjadi tanggung jawab petugas kebersihan.

Tak Ada Perintah Pungut Uang Sebagai petugas yang bertugas untuk menertibkan pedagang Unila, Amdan selaku Kepala Bagian Hukum Tata Laksana Barang Milik Negara dan Umum membenarkan bahwa diri­ nya memerintahkan Juanda, Mukhlis, dan M. Hasan untuk mengurus pedagang. Tugas mereka (red. Juanda, Mukhlis, dan M. Hasan) sebatas menertibkan para pedagang resmi, yaitu pedagang yang menempati kantin-kantin yang sudah disediakan oleh Unila dengan memba-

sebesar Rp5.000 setiap Sabtu dan Minggu. “Penarikan ini sebagai uang untuk yang nyapu saya dan kawan, sehingga dibagi dua. Bentuk karcis ini bukan aturan rektorat dan tak ada perintah untuk menariki retribusi, tetapi untuk menandakan sebagai petugas,” terangnya. “Uang ini sebagai uang lelah dek setelah bersih-bersih, sekadar untuk beli es atau minum. Menertibkan ini berat, sedangkan tidak digaji. Lagi-lagi terdorong karena sosial tadi makanya dari awal tak membahas gaji dengan Amdan,” lanjutnya. Lain halnya dengan Abdul A. Mukhlis, pengurus pedagang dari tahun 1998 ini mengaku telah diperintahkan oleh Unila sebagai perantara kepada pedagang yang ingin berjualan di kawasan kampus. “Zaman Rektor Unila Alhusniduki Hamim harus izin terlebih dulu

Masing-masing petugas kebersihan memiliki areal kerja yang sudah ditentukan. Baru lima bulan bekerja, Tri Marcel (22) yang sedang mem­ bersihi Gazebo FH itu mengaku tugas­ nya membersihkan sampah dan me­nyapu Gedung B Fakultas Hukum dari pagi hingga sore hari. Selama ini Ia hanya bertanggungjawab akan kebersihan fakultas Hukum saja. “Saya gak pernah diperintahkan oleh orang untuk menyapu tempat pedagang dan tidak pernah mendapatkan imbalan apa pun kecuali gaji yang sudah ditetapkan,” ungkapnya. Lain halnya dengan Seproni. Petugas kebersihan yang sedang membabat rumput saat pagi hari (12/1) di sekitar Perpustakaan Unila ini mengaku tugasnya membersihkan sampah dan merapikan taman dari

yar biaya sewa. Menurutnya, pedagang gerobak tergolong sebagai pedagang liar karena tak memiliki tempat dan tergolong berjualan di area yang dilarang. Ia juga mengatakan ketiga orang tersebut harus mengusir pedagang liar tanpa toleransi. “Saya perintahkan Senin-Jumat bersih tidak ada pedagang liar yang berjualan di jalan masuk Unila, trotoar, GSG, dan area yang dilarang. Tetapi tidak ada perintah untuk menarik retribusi ke pedagang. Unila tidak sama sekali menerima uang apapun dari penjual,” jelas Amdan. “Selain itu tidak ada sama sekali perintah resmi untuk memu­ ngut uang itu, jika memang mereka melakukan itu, itu keluar kontrol, perintah, dan instruksi dari kami. Jika memang benar mereka menariki uang. Oknum-oknum yang ter-

7

libat akan dipanggil karena sudah menyimpang dari yang diperintahkan,” tambahnya. Unila Harus Bersih dari Pedagang Liar Menanggapi maraknya pedagang liar, Prof. Mahatma Kufepaksi selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi, Informasi, Komunikasi Unila mengatakan semua pedagang akan difokuskan ke kantin yang akan di bangun di dearah RSPTN dekat lampu merah Unila. Sehingga, semua pedagang tidak ada lagi ada yang berjualan di trotoar maupun parkiran. “Perma­ salah pedagang liar akan dibuatkan kios-kios di sebagian tanah RSPTN sekitar 100 kios. Semua pedagang belum dapat ditempatkan di sana. Kita yang bikinkan kios dan pedagang yang bayar sewa tempat. Duit yang terbatas pedagang liar cukup bisa diakomodasi. Kita upayakan semua pedagang yang berada di fakultas kita tempatkan semua di situ,” terangnya. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini juga mengaku tidak tahu adanya pungutan yang diberikan kepada pedagang liar di Unila. Secepatnya ia akan membersihkan Unila dari pedagang liar. Saat diminta pendapat dalam mengatasi oknum-oknum yang menarik retribusi ke pedagang liar, Ia menyarankan langsung ke Amdan saja. Bukan Ranah Satpam Permasalahan pedagang liar tidak bisa diatasi sendiri perlu adanya kordinasi dengan berbagai pihak. Kepala Satpam Unila, Safe’i me­ ngatakan selalu memerintahkan satpam yang lain untuk berjaga di pintu masuk Unila setiap hari untuk mengamankan pedagang liar, agar tidak berjualan di trotoar di dekat RSPTN. Ia juga megaku ada beberapa pe­ dagang yang menolak untuk diter­ tibkan. Tak jarang pedagang tersebut balik memprotes Satpam dengan alasan yang kuat karena sudah bayar setoran seperti uang salar. “Seharusnya yang mengurus pedagang itu kan ada pengurusnya, jadi pe­ nguruslah yang menertibkan. Tugas mereka kan itu. Buat apa dibentuk pengurus, seperti Muklis, Hasan, dan Juanda?” keluh Safe’i. Safe’i pun menyayangkan adanya penarikan uang kepada sejumlah pedagang liar mengakibatkan pe­ dagang semakin menjamur. “Satpam tidak bisa langsung mengusir karena bukan tugas Satpam itu. Akan tetapi, kalau ada surat pe­ rintah dari pengurus pedagang baru bisa mengusir,” tambahnya. “Mari kita tertibkan bersama-sama. Saya bingung Satpam melarang, tetapi mereka dagang di situ ada yang mungut. Alasan pedagang ngomong pengurus aja mengizin­ kan masa bapak mengusir, jadinya Satpam kerja percuma,” akunya. Safe’i pun berharap agar masalah pedagang liar dapat segera ditemukan jalan keluarnya. Ia juga me­ ngajak orang-orang yang bertugas menertibkan pedagang liar dapat duduk bersama dengan Satpam Unila membahas rencana penertiban pedagang liar agar Unila aman dan nyaman.=


8

ARTIKEL TEMA

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

Peran Pemuda

Memenangi Masa Depan Indonesia

Oleh Herwin Saputra (Pend. Fisika ’13) Presiden Mahasiswa BEM U KBM Unila 2017

embela rakyat adalah membela Tuhan. Karena Tuhan mencintai kebenaran.” Dulu mahasiswa berkumpul dan bersatu membela rakyat. Totalitas ­ perju­ a­ ngan yang tulus tanpa embel-embel akal bulus. Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda memiliki peran besar terhadap kemajuan bangsa. Kaum muda adalah kaum steril yang bebas dari intrik-in­trik busuk kaum pragmatis. Kaum muda adalah kaum yang kritis de­ngan mengedepankan hasil analisis. Kaum muda itu adalah kita. Masa reformasi telah membawa kampus menjadi medan kompetisi yang lebih terbuka. Kompetisi ini tentu saja suatu hal yang sangat wajar dan menunjukan dinamika kemahasiswaan yang sehat selama konflik yang terjadi berupa konflik fungsional dan disfungsioanal. Dinamika pergerakan kemahasiswaan berjalan secara normal ketika para aktivis pergerakan mahasiswa memiliki penguasaan teoritis, penguasaan praktis dan penguasaan organisional yang terkait dengan pergerakan mahasiswa. Indonesia harus diurus orang baik, bersih dan kompeten. Republik ini didirikan para pemberani. Bung Karno dan generasinya membuat bangsa bergerak. Semua merasa ikut memiliki Indonesia. Semua berjuang dan berkorban tanpa syarat

Ilustrasi Kalista Setiawan

“M

demi tegaknya bangsa merdeka nan berdaulat. Banyak yang rela berkorban tenaga, pikiran, uang, barang, bahkan nyawa. Kita membutuhkan pemimpin yang menginspirasi, membukakan perspektif baru, menyodorkan kesadaran baru, dan menyalakan harapan lebih terang. Pemimpin yang membuat semuanya merasa terpanggil. Pemimpin yang kata-katanya dan perbuatannya menjadi pesan solid yang dijalankan secara kolosal. kita memerlukan pemim­ pin yang menggerakan. Saat ini pemimpin negeri ini mulai bermain-main dengan peraturan dan rakyat menjadi korban kebijakan yang diterapkan. Di tahun 2017, dagelan politik ini mulai ditampilkan oleh aktor-aktor yang seharusnya berpihak kepada rakyat. Pertama, Kenaikan Harga BBM,

melalui Surat Keputusan Direktur Pemasaran PT Pertamina Nomor Kpts-002/F00000/2017-S3 dan 003/F00000/2017-S3 tanggal 4 Januari Kedua, keputusan untuk mencabut secara bertahap subsidi lis­trik untuk pelanggan rumah tangga 900 volt ampere juga dianggap mencekik bagi sebagian masyarakat. Masyarakat yang tidak berhak mendapatkan subsidi listrik yakni sebesar sekitar 18,8 juta pelanggan, dan hanya 4,1 juta pelanggan yang berhak. Akan tetapi pencabutan bertahap ini tentu secara makro akan bertentangan de­ ngan Peraturan ­Perundang-­un­da­ngan yang berlaku. Dalam Perpres No 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Pasal 14, dijelaskan bahwa Harga Dasar dan Harga Eceran BBM (dalam

hal ini meliputi BBM Tertentu, BBM Khusus Penugasan, dan BBM Umum/Non Subsidi) ditetapkan oleh Menteri ESDM. Namun apa yang terjadi sekarang ialah, penetapan harga dilakukan oleh Badan Usaha, dalam hal ini oleh Direktur Pemasaran Pertamina. hal ini akan mendorong pe­ ningkatan inflasi selain memperluas ruang fiskal, dan secara mikro akan melemahkan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah yang menjadi pelanggan utama listrik berdaya 900 VA. Ketiga, kenaikan harga STNK, TNKB dan BPKB yang efektif mulai berlaku pada tanggal 6 Januari 2017. Dinilai memberatkan ma­ syarakat. Kenaikan tarif yang hingga 2-3 kali lipat ini, dinyatakan sebagai langkah praktis untuk mendongkrak penerimaan pendapatan negara terutama yang bersumber dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Akan tetapi me­ ngatasi kebocoran APBN dengan membebankan biaya tinggi kepada masyarakat tidaklah terdengar sebagai cara yang bijak untuk menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang pro rakyat . Terakhir, mengenai rencana Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM RI, Wiranto terkait Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional. Menambah lengkap lelucon yang hadir ditengah-tengah masyarakat, setelah empat bagian diatas menyoal rencana pemerintah untuk mendongkrak pemasukan APBN, ini Menkopolhukam, malah membuat rencana pengeluaran yang tidak perlu! Struktur baru berbentuk Badan yang tergolong kepada Lembaga Non Kementerian Negara tentu dalam logika sederhana akan

berdampak pada menambahnya biaya birokrasi yang dibebankan dalam APBN. Untuk menyikapi permasalahan bangsa yang beragam maka gene­rasi baru Indonesia perlu mengembangkan pola pikir yang tepat , yang setidaknya memiliki 4 komponen utama. 1. Arsitektual. Pola pikir pertama yang harus dimiliki adalah kesadaran bahwa manusia adalah subyek dan pelaku utama dalam peradaban. Sebagai pelaku utama maka manusia bertanggung jawab untuk membuat sebuah grand design yang akan menjadi platform untuk segala aktivitas kehidupan. 2. Fungsional. Proses perwujudan ini bergantung pada kemampuan kita untuk menilik segala yang ada di sekitar kita sebagai ksempatan dan sumber daya yang dapat difungsikan untuk mewujudkan design kita. 3. Eksperimental. Keadaan saat ini adalah keadaan dimana daya konektivitas dan perubahan itu sangat cepat terjadi. Tingginya kompeleksitas dan perubahan yang sangat cepat berimplikasi sulitnya melakukan prediksi dan betapa setiap solusi yang ditemukan akan memiliki waktu kadaluarsa yang sa­ ngat pendek. Akibatnya, mau tidak mau kita harus memiliki pola pikir yang selalu terbuka dan berani me­ ngambil resiko. 4. Kreatif . Adakalanya jalan buntu tetap menghadang meskipun segala daya upa­ya telah dikerahkan. Pada situasi ini, yang akan menyelamatkan kita adalah kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan untuk memulai ketika yang lainnya berhenti =

RESENSI

TEKA-TEKI Silsilah Keluarga

B

rigitte Nicholson, dikenal sebagai sosok wanita yang semangat dan ceria. Dirinya menganggap tak perlu ada yang berubah dalam hidupnya. Semua sudah sempurna; karier, pendidikan, serta asmara berjalan sesuai keinginannya. Namun semua berubah ketika ia memasuki usia 38 tahun. Usia yang cukup matang untuk membina rumah tangga. Ted Weiss, kekasih yang selama ini ia puja tiba-tiba pergi meninggalkannya untuk waktu yang cukup lama. Rencana membina mahligai bersama harus putus di tengah jalan. Ia kehilangan arah. Ketakutan tak bisa menikah dan memiliki keturunan menghantui hari-harinya. Belum sembuh luka di hatinya. Pemecatan kerja harus diterima. Mau tak mau ia menjadi pengangguran tanpa arah tujuan. Tak ingin terpuruk berlama-lama. Brigitte memutuskan untuk membantu ibunya menyelesaikan sebuah penelitian garis keturunan keluarga mereka. Penelitian silsilah keluarga berhasil membuatnya

sibuk dalam waktu yang lumayan lama. Tanpa sadar ia berhasil melupakan luka lama yang diderita. Di sela-sela penelusuran ‘pohon keluarga’ Brigitte menemukan sebuah nama dengan garis keturunan Sioux Indian, Wachiwi. Rasa penasaran menyelimuti otaknya. Bagaimana mungkin seorang gadis biasa menikah dengan leluhurnya yang seorang bangsawan di Prancis. Penelusuran kebenaran di balik petunjuk-petunjuk menggoda dalam catatan sejarah berumur beberapa abad menjadikan hidup Brigitte yang datar berubah penuh petualangan. Wachiwi sosok pemberani dan penuh semangat berhasil mengubah hidup salah satu keturunannya. Kisah perjalanan Wachiwi semasa muda amat mengerikan. Bagaimana tidak dirinya sempat menjadi tahanan bersama puluhan pria saat terjadi perang Indian. Teriakan, amukan, bahkan perlakuan kasar sudah biasa diterima semasa berada dalam tahanan. Bukan menyerah atau

pasrah. Wachiwi malah bangkit dan memberontak hingga berhasil melarikan diri dari tahanan. Perjuangan yang amat berani dengan nyawa sebagai taruhannya, berhasil membawa Wachiwi bertemu dengan sosok pria berkulit putih keturunan keluarga Brigitte. Cerita tersebut berhasil membuka mata Brigitte bahwa hidupnya tidak akan berhenti hanya karena kejadian-kejadian buruk yang sempat mewarnai hidupnya. Buku ini menunjukan kepada pembaca bahwa banyak jalan yang bisa dilalui untuk menemui kebahagiaan. Setiap jalan tak selamanya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bahagia dan duka selalu hadir beriringan. Tetap berusaha dan percaya adalah hal yang harus dilakukan. Namun, buku ini juga memiliki kelemahan. Pembaca harus berulang kali membaca dan memaknai kalimat demi kalimat, karena buku ini adalah buku terjemahan. Selain itu butuh konsentrasi penuh demi menangkap sebuah makna yang tercantum di dalamnya =

Foto Alfanny Pratama Fauzi

Oleh Alfanny Pratama Fauzi

Judul Pengarang Penerbit Penerjemah Tahun Terbit Tebal Harga Buku

: Legacy : Danielle Steel : Gramedia Pustaka Utama : Lanny Murtihardjana : Juni 2013 : 448 halaman; 18cm : Rp. 39.000.


APRESIASI

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

Satu Jenjang Uluran Tangan

9

Kami adalah satu Satu untuk mengobarkan semangat Satu untuk menerjangkan pundi kekufuran Satu untuk selamanya Saat petir itu menggelegar Mencekam kami saat menjerit Menyeru nama-nama yang dapat membantu Mengangkat jemari-jemari kami Ketika mengais sampah demi sesuap nasi Di kolong langit biru yang luas

Jalean

Uluran tangan mereka itu Membangun semangat dijejak asa Menjawab hati kami yang menjerit

Tolong... Satukan kami dengan jenjang mereka Agar jiwa semangat uluran tangan Menghempas kemiskinan Membongkah kenistaan Tetap menerjang pundi kekufuran Anita Resita (KOSAKATA) FKIP, Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia ‘15

Di lorong-lorong sunyi legam Mulut-mulut menganga tak bisa bersuara Kemerdekaan kata dipreteli Oleh buaian pasien bangsawan Di lorong itu... Ale menyusun paragraf tuli Tapi, itu tak mudah Ada kode panutan yang dijunjung Jika tidak, siap-siap diganyah Belum lagi, Memupuk idealisme sangat sulit Bila, dihadapkan usus melilit Kopi pun masih pahit Tapi itu, hanya arloji Saat rubrik rindu mewartakan nurani sakit Lewati titik Hadapi kalimat Terus susun huruf Penuhi kolom sunyi di relung hati Kematian tak memisahkan dari lumuran tinta Ia akan terus menyala di lorong itu. Alfanny Pratama Fauzy (Kosakata) FKIP, Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia ‘15

NGEKHIBAS

SUARA MAHASISWA Sampaikan keluhanmu lewat SMS Mahasiswa, dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 082279346978/082281870900 Line : Faizaua Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai Identitas lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokannya dengan data siakad Unila.

Silahkan kirimkan kritik,saran,dan pertanyaan anda ke alamat e-mail Teknokra

ukpmteknokraunila@yahoo.co.id

Katanya pedagang liar? Kok harus bayar setoran! Presiden Mahasiswa aklamasi? Pada takut nyalonin diri tuh! Kampus numpuk dengan sampah? Kuliah gak bakal konsentrasi nih! KKN berbasis IT? Semoga aja fasilitas memadai!

Ilustrasi Kalista Setiawan

Tolong... Ingatkah saat desah nafas kami Tertahan di bawah kaki tak beralas Mengemis dengan wajah usang Sekali lagi, Ingatkah ketika kami mengais sampah demi sesuap nasi?


10

INOVASI

No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

Kedua mobil tersebut memiliki kelebihan yang berbeda. Prototype Raden Intan 1 berbahan bakar listrik memiliki jarak tempuh 90 km/kWh. Sedangkan prototype Raden Intan 2 berbahan bakar mesin memiliki jarak tempuh 120 km/ jam. Mesin yang digunakan pun bukan murni mesin konvensional, melainkan modifikasi mesin Astrea Grand 98 dengan sistem bahan bakar karburator menjadi injeksi otomatis. Ruang tempat bahan bakar juga

didesain lebih kecil sehingga semakin mengurangi proses pembakaran yang terjadi, dan otomatis mengurangi pemakain bahan bakar. Mobil yang hanya memiliki kapasitas untuk satu orang ini sangat mudah dalam mengoperasikannya, tak perlu mengoper gigi layaknya motor matic. Modifikasi juga dilakukan pada zat hasil pembakaran. Terdapat penambahan zeolit dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan asap kendaraan. Mi­ neral zeolit yang berasal dari alam dimanfaatkan untuk mengurangi konsentrasi gas beracun dengan cara mengadsorpsi gas CO dari kendaraan bermotor. Gas keluaran kendaraan berbahan bakar bensin, karbon monoksida (CO), mudah diikat oleh hemoglobin dan menghambat pengikatan oksigen oleh darah sehingga tubuh kekurangan oksigen. Hal ini juga turut menjadi perhatian terhadap modifikasi pengeluaran zat buang. Zeolit sebagai mineral alam dipilih karena dapat menekan pengeluaran kadar CO sekitar 40 persen dari kadar CO yang dikeluarkan kendaraan pada umumnya. Dari segi lingkungan, modifikasi ini memberikan sumbangsih besar terhadap gerakan go green dan mengurangi dampak polusi udara jika diproduksi secara massal. Menghabiskan dana sebesar Rp89 juta , Prototype ini pernah mewakili Unila dalam Kontes Mobil Hemat Energi (KMHE) yang diadakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan tinggi (Ristekdikti) di Universitas Gadjah Mada (UGM) November lalu. “Tentunya ada keinginan untuk diproduksi secara massal dan dipakai sebagai city car untuk wilayah Lampung terlebih dahulu,” harap Putu.=

suatu organ, dalam perjalanan selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga membentuk massa tumor. Kanker dapat menyerang siapa saja baik pria maupun wanita, anak-anak ataupun dewasa. Salah satu penyebabnya adalah gaya hi­ dup yang tidak sehat. Banyaknya masyarakat yang kurang mengonsumsi buah dan sayur, tetapi cen­ derung mengonsumsi makanan fast food (siap saji). Kurangnya pengetahuan atau wawasan tentang penyebab penyakit kanker berdampak terhadap peningkatan penderita kanker setiap tahunnya, tak terkecuali Lampung. Berawal dari kepedulian terhadap penderita kanker yang kesulitan dalam biaya pengobatan. Inang Kurniawan dan Ganang berinisiatif untuk mendirikan Komunitas Peduli Kanker Pringsewu (KPKP). Komunitas yang terbentuk pada 15 Desember 2016 ini baru beranggotakan enam orang. Meski dengan anggota yang seadanya, Inang yang pernah bekerja sebagai Perawat di Rumah Sakit Surya Asih Pringsewu itu tak mau tinggal diam. Saat ini, Ia dan keenam rekannya sedang sibuk mencari donasi yang akan diberikan kepada Agus (40) penderita kanker usus. Divonis tidak dapat sembuh dari kanker usus yang diderita selama beberapa tahun. Membuat Agus, warga Pringsewu hanya bisa pasrah

dengan keadaan. Jangankan untuk membayar biaya pengobatan untuk makan sehari-hari pun kesulitan. Bukannya simpati beberapa warga sekitar malah mengucilkan. Melihat hal itu, KPKP hadir memberikan uluran tangan. Ber­ bagai cara mereka lakukan, mu­lai dari mengumpulkan buku-buku, meminta donasi recehan, sampai menjual kerajinan tangan. “Dana yang terkumpul baru Rp600.000,00. Nanti uang itu akan kami alokasikan untuk pasien pertama kami (red. Agus),” aku Inang selaku ke­tua KPKP. Tak ingin dianggap tak serius membantu penderita kanker, KPKP menggandeng dr. Rifki Vinoza yang salah satu dokter di Pringsewu untuk membantu memberikan penyuluhan tentang penyebab kanker dan cara mengatasinya. Ia akan terus membantu semampunya untuk menyembuhkan penderita kanker. Baginya sebuah kebahagiaan tersendiri jika pasien yang ditangani sembuh dari penyakit yang mematikan tersebut. “Tak ada persyaratan untuk menjadi anggota KPKP, mereka yang mendonasikan hartanya untuk penderita kanker dianggap sebagai anggota,” lanjut Inang. Dewi Lidia mengaku tertarik untuk bergabung lantaran selain berbagi kebaikan juga menambah wawasan tentang hidup sehat dari kanker.=

Prototype Solusi

Foto M. G. Aji Satriantara

Mobil Hemat Energi

Oleh Rohimatus Salamah

B

ahan Bakar Minyak (BBM) adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dalam waktu yang singkat. Pemakaian yang berlebihan secara terus-menerus akan mengurangi keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan. Keadaan yang seperti ini akan mengakibatkan kelangkaan bahan bakar. Tingginya permintaan yang tak sebanding dengan ketersediaan akan berakibat naiknya harga BBM. Belum lagi pertumbuhan pen-

duduk yang semakin meningkat dengan semakin besarnya industri di berbagai negara menjadikan konsumsi BBM tidak dapat ditekan. Selain itu penggunaan bahan bakar yang berlebihan juga akan menyebabkan masalah lingkungan yang serius. Kendaraan bermotor seperti mobil dan motor menjadi penyumbang terbesar dari pencemaran udara yang terjadi di belahan dunia. Sebenarnya bukan disengaja, namun kebutuhan akan alat transportasi seperti ini semakin meningkat setiap

tahunnya. Asap kendaraan (karbon monoksida) amat berbahaya bagi kesehatan bahkan dapat menjadi racun yang mematikan. Hal inilah yang mena­ rik minat I Putu Dharma Adiwijaya (Teknik Mesin ’13) dan tiga belas rekannya berhasil merancang dan membuat mobil irit bahan bakar dan ramah lingkungan. Prototype mobil tersebut diberi nama Raden Intan 1 dan Raden Intan 2 sebagai bentuk penghargaan kepada pahlawan Lampung.

KOMUNITAS

Dok.

KPKP, Komunitas Peduli Kanker Prinsewu

Oleh Tuti Nurkhomariyah

K

anker masih menjadi salah satu penyakit mematikan di Indonesia. Penyakit yang tidak menular ini ditandai dengan ada nya sel atau jaringan abnormal

yang bersifat ganas, tumbuh cepat tidak terkendali, dan dapat menyebar ke tempat lain dalam tubuh penderita. Sel kanker ini dapat menginvasi serta merusak sel-sel normal di sekitarnya sehingga

merusak fungsi jaringan tersebut. Penyebaran sel kanker dapat melalui pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel penyakit kanker dapat berasal dari semua unsur yang membentuk


No.149 Tahun XVII Edisi Januari 2017

POJOK PKM

EKSPRESI

Membuka Jendela

11

Dunia Anak-Anak

Fajar Nurrohmah

Oleh Retnoningayu Janji Utami

“B

uku adalah jendela du­ nia” sepenggal pepatah yang hingga kini te­ rus diyakini oleh Tri Hana Pratiwi. Baginya tak butuh mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk berke­ liling dunia, cukup membaca buku ia akan tahu seisi dunia. Membaca buku sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Dulu, Hana kecil dan saudaranya sering bertukar bahan bacaan. Hana amat bersyukur dilahirkan dari keluarga yang gemar membaca. Memiliki kesempatan membaca ratusan buku hingga ke bangku kuliah. Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fisip, Unila 2011 ini merasa prihatin melihat nasib anak-anak nelayan desa Umbul Asem, Teluk Betung, Bandarlampung. Mereka terpaksa putus sekolah lantaran tak memiliki biaya. Walhasil Hana dan rekan-rekannya membangun sekolah non-formal di sana agar anak-anak tak kehilangan semangat membaca dan menulis. Setiap Jumat dan Minggu, Hana selalu menyempatkan untuk hadir dan berkunjung ke sekolah yang didirikannya. Bukan hanya baca tulis yang diajarkan. Pemahaman akan pentingnya kebersihan lingkungan ikut ia tanamkan ke anak-anak di sana. Setiap tiga bulan sekali anakanak diajak untuk member­sihkan pantai dari sampah-sampah yang berserakan. Sampah yang sudah terkumpul akan mereka pisahkan antara yang dapat didaur ulang untuk dimanfaatkan kembali. Tak ­ingin membuat anak-anak bosan dan jenuh. Hana acap me­

ngajak anak-anak untuk bernyanyi, berkreativitas, dan bersenang-senang di sela-sela belajar. Kepedulian akan kegemaran membaca bagi anak-anak mempertemukan Hana dengan Organisasi Indonesian Future Leader (IFL). Ba­ginya dengan berorganisasi, imajinasinya dapat terbang liar menambah wawasan yang tidak didapatkan di bangku kuliah. Lewat kemenangan dalam perlombaan yang diadakan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Hana bersama ILF berhasil mendirikan lima shelter book yang tersebar di Bandarlampung. Kelimanya terletak di tempat yang berbeda, Universitas Lampung; IBI Darmajaya; SMA AlKautsar; Sekolah Menengah Tinggi Industri (STMI); dan IAIN Raden Intan. Di Unila sendiri shelter book bisa kita jumpai di samping Kopma Mart yang terletak di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Grha Kemahasiswaan, Unila. Siapapun dapat menyumbangkan buku-buku untuk diberikan kepada anak-anak yang membutuhkan. Shelter book yang digagas bersama dengan teman-temanya ini cukup mendapatkan dukungan dari ma­ syarakat. Dalam satu bulan shelter book tersebut dapat mengumpulkan ratusan buku. Buku-buku yang terkumpul tersebut akan dikla­ sifikasikan sesuai dengan genre­nya. Setelah terkumpul selanjutnya bukubuku tersebut akan disalurkan ke Taman Bacaan yang telah terbentuk. Sampai hari ini telah terdaftar delapan taman baca di desa-desa

terpelosok. Walau bukan menjadi orang pertama yang menggagas taman baca ini, Hana tetap konsisten dalam mencerdaskan anak-anak lewat membaca buku. Ia memilih terjun ke pedesaan lantaran baginya di desa amat mi­ nim bahan bacaan. Jika dibiarkan terus-menerus maka jumlah buta huruf akan semakin meningkat. Berawal dari satu taman baca pertama di Margo Rejo, Lampung Selatan, kini taman baca semakin meningkat dan tersebar di beberapa desa, seperti desa Cilimus, Kabupaten Pesawaran; Desa Basungan, Lampung Barat; desa Sendang Rejo, Kabupa­ten Lampung Tengah; Desa Mulyo Aji Kabupaten Tulang bawang; Desa Umbul Asem, Bandarlampung; Desa Way Tenong, Kabupa­ ten Lampung Barat; Desa Tri Mulyo, Lampung Barat; Desa Sungai Langka, Gedung Tataan; dan Desa Kuripan, Lampung Tengah. Hana pun menargetkan dapat mengadakan 12 taman baca dalam waktu dekat ini. Bagi mahasiswa yang pernah tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR) ketika sekolah mene­ngah pertama (SMP) ini, anak-anak adalah tunas yang masih akan terus berkembang. Sama seperti tanaman, anak-anak akan tumbuh dengan baik jika diperhatikan de­ngan baik. Anak-anak akan tumbuh seperti apa yang mereka konsumsi. Bahan bacaan inilah yang menurut Hana dan teman-temanya harus diadakan. “Berbagi itu Indah. Selagi kita masih muda selalu berpikirlah apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain,” kata mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsinya ini.=

Pemimpin Umum

PEMIMPI(N) “Pemimpi dan Pemimpin” dua kata yang hampir sama yang hanya dibedakan oleh satu huruf N, namun memiliki arti yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemimpi adalah orang yang suka bermimpi meskipun tidak tidur, dua orang yang suka berkhayal. Mimpi dalam hal ini adalah sebuah cita-cita, visi, rencana hidup ke depan. Sedangkan pemimpin adalah orang yang memimpin. Dua kata yang kita pahami memiliki perbedaan yang mencolok, namun memiliki kesamaan yaitu pelakunya. Tidak ada yang salah dari sebuah mimpi besar. Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat dalam pidatonya di Kongres AS pada 25 Mei 1961 mengatakan, Ia ingin memberangkatkan manusia ke bulan dan mengembalikannya dengan selamat. Bukan berdecak kagum, para pendengar pidatonya justru menertawakan mimpi tersebut. Progam Gemini menjadi langkah awal yang dilakukan untuk mencapai mimpi presiden AS ke 35 tersebut. Tak berhasil di satu program, diluncurkan kembali program Mercury. Kegagalan mencapai mimpi ini masih berlanjut, sampai disusunnya program Apollo pada masa kepemimpinan Presiden Dwight D. Eisenhower. Program Apollo merupakan misi luar angkasa berawak yang didedikasikan untuk mimpi Kennedy. Misi yang dilaksanakan pada tahun 1961-1975 itu, akhirnya sukses mendaratkan enam astronot di Bulan. Bukan tanpa kegagalan, terdapat banyak kegagalan yang terjadi dalam mencapai mimpi besar ini. Salah satunya mengakibatkan tewasnya tida astronot yaitu Virgil Grissom, Ed White, dan Roger Chaffee dalam peristiwa kebakaran landasan peluncuran Apollo 1. Dari sejarah ini, dapat kita pahami bahwa sebuah mimpi yang bisa disebut sebagai mission impossible dapat diwujudkan jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak mengalah pada kegagalan. Adanya mimpi tersebut, terjadilah sebuah transformasi yang mampu mengubah seseorang yang biasa menjadi orang yang luar biasa. Pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah kita memiliki keberanian untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang kita buat sendiri? Seorang pemimpi atau pemimpinkah kita? Ada beberapa orang yang dilahirkan dengan sebuah takdir sebagai pemimpin, Born As A Leader. Namun, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi seorang pemimpin. Perlu usaha, kegagalan, kesuksesan, pengalaman, kerendahan hati untuk menjadi seorang pemimpin. Keberhasilan dari setiap mimpi-mimpi para pemim­ pin berasal dari kualitas kepemimpinan yang sukses pula. Sehingga muncul istilah superleadership, yaitu pe­ mimpin yang mampu mengarahkan bawahan­nya untuk memimpin dirinya sendiri (self leadership). Pemim­pin dengan sifat superleadership akan selalu bertanya apa yang akan dilakukan untuk memimpin orang lain agar orang tersebut dapat memimpin dirinya sendiri. Pe­ mimpin akan mengarahkan bawahannya ke arah know­ ledge leader yang sebenarnya untuk mengakumulasikan pengetahuan bawahan sehingga mereka dapat memutuskan apa yang dibutuhkan bawahan dan bagaimana pemimpin memfasilitasinya. Konsep self leader membantu setiap orang untuk bertindak efektif tanpa pe­ rintah dan petunjuk dari orang lain untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Kitalah yang memilih, “menjadi pemimpi yang tidak mampu memimpin mimpi-mimpi kita atau menjadi pemimpi yang mampu memimpin mimpi.”= Tetap Berpikir Merdeka!



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.