Tabloid Teknokra Edisi 132

Page 1

Hal. 4 Maraknya kasus pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di Unila membuat warga Unila geram

Hal. 11 Tiffany mengaku sering lupa waktu ketika bermain dengan gadgetnya.

Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

Tetap Berpikir Merdeka!

@TeknokraUnila

FB: Teknokra Unila

www.teknokra.com

Teknologi, Inovasi, Kreativitas dan Aktivitas

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Hal. 12 Laki-laki bertubuh tinggi ini selalu ingin membahagiakan orang tua...

PUKUL NILAI

suka-suka

Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh


2 Comment

Salam Kami

Cover

S

eminggu silam, seorang narasumber Teknokra datang ke sekretariat kami. Ia meminta redaksi meralat pemberitaan di salah satu edisi. Permintaan itu lantaran tekanan dari oknum yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh pemberitaan redaksi menolak permintaan itu karena tak ada pihak yang protes secara resmi. Sementara, Teknokra juga telah melakukan peliputan sesuai etika jurnalistik. Pembaca, cerita diatas mungkin pernah dialami oleh Anda yang sekarang sedang memegang tabloid 132 ini. Anda yang mungkin pernah menjadi narasumber Teknokra dan mendapat tekanan dari berbagai pihak. Mungkin, oknum yang berani mengancam seseorang yang berpendapat di media itu sedang lupa pasal 28 Undang-undang Dasar tentang kebebasan berpendapat. Dan anehnya, mahasiswa yang seharusnya kritis justru gentar dengan gertakan. Tabloid ini adalah karya perdana kami di tahun 2014. Jika mau mengamati, banyak kesamaan tahun ini dengan tahun 1997. Bahkan, kalender tahun 1997 dapat digunakan sebagai kalender 2014 karena penanggalannya sama. Sejarah 1997 seperti terulang tahun ini. Sekadar mengingatkan, satu tahun setelahnya, Indonesia mengalami peristiwa besar. Kerusuhan massal pecah di

Kyay

Foto KUrnia Mahardika

Tak Ingin Berbohong Untuk Unila

Jakarta yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti. Kerusuhan itu ­disinyalir sebagai aksi protes warga terhadap ketidakadilan yang terjadi negeri ini. Praktek KKN, pembredelan terhadap kebebasan berpendapat di media, dan jatuhnya perekonomian Indonesia membuat rakyat naik pitam. Jadilah, bom atom yang tertimbun lama itu pecah pada Mei 1998. Andai sebelum itu media di Indonesia tidak dibredel dan diizinkan memberitakan berbagai kecurangan yang terjadi, mungkin warga Indonesia bisa tahu lebih dini. Pihak yang berwajib bisa turun tangan menyiduk para koruptor, dan ekonomi Indonesia bisa diselamatkan karena koruptor telah diciduk. Namun, sayangnya, media tak diberi ruang. Masyarakat dibiarkan buta informasi. Pihak-pihak yang berani bersuara dicari dan ditakut-takuti. Bahkan, media dipaksa tutup. Sejarah membuktikan, peran media terhadap kontrol sosial terlalu besar. Jika universitas diibaratkan sebuah miniatur negara, Teknokra adalah media kontrol

sosialnya. Teknokra tak ingin berbohong untuk Unila saat mahasiswa di luar sana masih belum menikamati fasilitas memadai atau terjebak dalam praktek kecurangan. Teknokra bersuara untuk kebenaran dan keadilan yang terpenjara. Teknokra bersuara saat pihak yang seharusnya berjalan pada rel kebenaran justru memilih keluar. Sungguh, tak mudah menjalani tanggungjawab ini. Saat waktu luang kami setelah kuliah harus diberikan untuk lebih dai 25.000 mahasiswa yang menunggu karya Teknokra. Teknokra tetap berusaha berada dijalurnya sebagai kontrol sosial. Menyajikan informasi yang mengajak mahasiswa untuk berani berpendapat. Karena jika tahun ini kami memilih diam, mahasiswa tak mendapat informasi dan kontrol sosial terhadap jalannya kebijakan kampus menghilang. Berbagai praktek kecurangan bisa saja dilakukan dengan leluasa. Dan kemungkinan pecahnya bentuk mencari keadilan bisa saja terjadi di kampus ini setahun ke depan. Seperti terulangnya sejarah 1997 di tahun 2014 ini. Tetap Berpikir Merdeka! =

m o

Jika kampus hanya mampu mengajarkan seseorang membaca, menulis, atau menghafal teori, mungkin anggapan orang untuk tak kuliah bisa jadi benar. Apalagi jika kampus justru mengajarkan orang untuk berperilaku tak terhormat. Di tengah mengejar status Top Ten University, beberapa oknum dosen justru masih sibuk mengejar rupiah untuk kantong sendiri. Jabatan guru tanpa tanda jasa menjadi terbalik. Buku yang katanya jendela dunia dijadikan alasan demi tercapainya niat itu. Bahkan, oknum dosen lain memilih kedok menggelar seminar “seadanya” bahkan terkesan “mengada-ada”. Alih-alih mengajak mahasiswa untuk gemar membaca, oknum malah tak kunjung memberikan buku yang sudah dibayar. Jika mau berhitung, bisa jadi kerugian yang ditaksir mencapai jutaan rupiah. Jika satu angkatan kita patok ada 100 mahasiswa saja dengan harga buku 40 ribu rupiah, maka sang dosen sudah dapat membawa pulang uang 4 juta rupiah diluar gaji mengajar. Dan hal ini ternyata sudah terjadi beberapa tahun belakangan. Gila! Itu baru berhitung dari satu buah buku. Bagaimana jika buku yang dibeli harus lebih dari satu? Atau kedok lain yang meminta nominal lebih banyak? Kerugian lebih besar yang harus ditanggung mahasiswa tentu tak bisa dipungkiri. Apalagi setiap tahun Unila menambah kuota mahasiswa baru tanpa mempertimbangkan penambahan fasilitas kampus. Nilai yang harusnya diraih dengan usaha dan kerja keras, diajarkan untuk didapat dengan kedipan mata. Mudah sekali digantikan dengan sejumlah rupiah. Mahasiswa diajarkan UUD; Ujung-ujungnya duit. Tak ada pembelajaran etika, moral, kejujuran, tanggungjawab, integritas. Sebaliknya, mahasiswa dicontohkan perilaku tak terhormat. Maka, wajar saja jika sebagian koruptor di negeri ini di penuhi deretan nama-nama orang berpendidikan? Gayus Tambunan, Anas Urbaningrum, dan deretan nama lainnya sudah cukup menjadi bukti. Apabila harus menilai siapa yang benar atau siapa yang salah? Mungkin akan terjadi perbedatan “lucu”. Boleh jadi akan ada yang mengatakan bahwa dalam konteks ini mahasiswa juga patut disalahkan. Mahasiswa yang harusnya idealis justru tak menolak saat ditawari. Namun, jika kita bertanya apakah kasus ini terjadi oleh “kesalahan mahasiswa” atau “dosen yang bermasalah” tentu kita sampai pada akhir perdebatan. Kejadian menggemaskan juga terjadi di Unila saat oknum dosen sampai hati tak pernah bertatap muka. Padahal tanggungjawab mengajar jelas ada di pundak dosen. Status PNS dengan tunjangan pasti tak dibarengi dengan pengabdian. Fenomena mangkirnya dosen dari jadwal mengajar ini bisa jadi sering mampir ditelinga kita. Namun, jangan sampai karena terlalu sering, perilaku hobi bolos ini dianggap biasa. Mahasiswa yang berperan sebagai agent of change mayoritas diam, takut bicara, dan hanya berani mengeluh di belakang layar. Melakukan pembicaraan tanpa adanya perubahan. Mungkin inilah moral mahasiswa sekarang. Tak sedikit mahasiswa yang bertindak masa bodoh dan merelakan rupiah hasil keringat orang tuanya untuk memperkaya oknum tersebut. Mahasiswa harusnya dapat lebih kritis. Kebebasan berpendapat sesungguhnya adalah hak pribadi seseorang yang diatur dalam UUD 1945. Keberanian mahasiswa untuk mengkritisi fenomena ini tentu harus mendapat dukungan dari pihak rektorat. Pejabat tinggi Unila harusnya mampu turun lapang “bersih-bersih” oknum dosen yang melanggar. Apalagi Unila telah berani memproklamirkan layanan prima. Jangan sampai, fakta yang sudah terang-benderang ini sekadar menjadi wacana pembenahan. Atau hanya sampai diatas meja sidang pembahasan. Kita semua mungkin harus segera turun tangan! Atau mimpi Top Ten University hanya akan benar-benar menjadi “mimpi”. =

Ja

UUD? Ujung-ujungnya “Duit”

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Adien

TABLOID TRI MINGGUAN diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) TEKNOKRA Universitas Lampung ALAMAT Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Telp .(0727) 788717 EMAIL ukpmteknokraunila@yahoo.co.id WEBSITE www.teknokra.com

Pelindung: Prof.Dr.Ir.H.Sugeng P.Harianto,M.S Penasihat: Prof.Dr.Sunarto,SH,MH Dewan Pembina: Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo,M.Sc. ­Anggota Dewan Pembina: Prof. Dr. , Asep unik SE.ME., Drs.M.Toha B Sampurna Jaya.MS., Ir.Anshori Djausal,MT., M.A., Dr.Yuswanto.SH.,MH., Dr.Eddi Rifai SH.MH., Maulana Mukhlis, S.Sos., MIP., Asrian Hendi Caya,SE.,ME., Dr. Yoke Moelgini M.Sc, Irsan Dalimunte,SE.M.Si,MA., Dr.Dedy Hermawan S.Sos,M.Si., Dr. Nanang Trenggono M.Si., Dr.H.Sulton Djasmi, M.Si., Syafarrudin, S. Sos. MA., Toni Wijaya S.Sos.MA, Rudiyansyah, Rikawati, S,Sos, Rukuan Sujuda.

Ide & Desain Imam Gunawan

Pemimpin Umum: Muhamad Burhan Pemimpin Redaksi: Vina Oktavia Pemimpin Usaha: Yurike Pratiwi Kepala Pusat Penelitian dan ­Pengembangan: Novalinda Silviana Kepala Kesekretarian: Fitri Wahyuningsih Redaktur Pelaksana: Aprohan Saputra, Fitri Wahyuningsih Redaktur Berita: Yovi Lusiana, Reporter : Khorik Istiana, Ayu Yuni A, Lia Vivi F Redaktur Foto: Kurnia Mahardika Fotografer: Fitria W Redaktur Artistik: Imam Gunawan Staf Artistik: Retno Wulandari Kameramen: Kurnia Mahardika Webmaster: Faris Yursanto Manajer Keuangan: Faris Yursanto Manajer Usaha : Hayatun Nisa Staf Keuangan: Ayu Yuni A Koord. Periklanan: Sindy Nurul M Koord. Pemasaran: Fahmi Bastiar Staf Kesekretariatan: Fitria W, Staf Pusat Penelitian dan Pengembangan: Hayatun Nisa Magang: Cherli Medika, Ramon M S, Suci Tri, Harianto Agusman, Anzanis M,Fajar N,Indra B, Mita W, Prayoga DP, Rika A,Siti Sufia, Sri Lestari, Wawan Taryanto, Wulan Sumiar, Yasrifa FA, Yola Savitri, Yola Septika


Kampus Ikam 3

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Unila Masih Kotor Oleh Retno Wulandari

Unila-Tek: Wahid Priyono, mahasiswa Pendidikan Biologi ’09 ini acapkali risih melihat kondisi kampusnya. Melewati halte, ia disambut dengan pemandangan angkutan umum yang ngetem setiap hari. Belum lagi sampah yang berserakan dipinggir jalan. Pemandangan ini kontras ia rasakan saat bertandang ke Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Disana, ia disambut pemandangan yang asri. Banyaknya pepohonan di UI dan UGM tak dibarengi dengan banyaknya sampah yang berserakan. Wahid yang pernah menjabat sebagai ketua bidang pengelolaan media di UKM Birohmah mengungkapkan sangat prihatin dengan kondisi ini. Menurutnya, sejak ia menjadi mahasiswa Unila tak pernah mengetahui berapa jumlah pasti petugas kebersihan. Ia juga mempertanyakan alasan petugas kebersihan memakai pelepah kelapa untuk menyapu jalanan. Sebagai mahasiswa, ia telah menghimbau dan memberi contoh kepada teman-temannya untuk menyimpan sampah setelah makan dan membuangnya di kotak sampah. Aviy Ryshadiyanta (Biologi ‘10) juga menuturkan kekecewaannya terhadap kebersihan dan fasilitas tempat sampah yang layak di FMIPA. Menurutnya, sebagai mahasiswa biologi,ia maklum melihat sampah dedaunan dan ranting

yang merupakan sampah organik. Ia dan teman-temannya yang tergabung dalam UKM Anemon sering membersihkan dan membakar sampah yang ada di sekitar sekretariat Anemon karena tak ada tempat pembuangan sampah di sekitar situ. Menanggapi hal tersebut, Jefri, selaku Humas Unila mengungkapkan bahwa himbauan jum’at bersih yang dilaksanakan oleh seluruh civitas akademik seharusnya dilaksanakan di setiap fakultas. Kegiatan ini dirasa sangat berpengaruh terhadap kebersihan Unila. Sementara, ia menilai petugas kebersihan Unila sudah cukup untuk mengcover wilayah Unila. Ia menambahkan, kebersihan Unila bukan hanya tanggung jawab petugas kebersihan, melainkan juga mahasiswa, “Sampah yang paling banyak mengotori itu kulit permen dan tisu, banyak itu ditangga-tangga,” tuturnya. Sejalan dengan pendapat Jefri, Sudarmi, dosen FKIP menuturkan bahwa kebersihan Unila sudah cukup bagus. Begitu pula dengan petugas kebersihan di FKIP khususnya, sudah cukup baik. Menurutnya, kebersihan di Unila cukup signifikan. “Hanya saja tongtong sampah masih menjadi masalah,” ujarnya ­menanggapi minimnya tong sampah di Unila. Sulaimin, bagian rumah tangga menuturkan petugas kebersihan di Unila sebanyak 20 orang staf dan seorang

koordinator. Mereka membersihkan Unila setiap hari. Menanggapi penggunaan pelepah kelapa sebagai sapu, Sulaimin menjelaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan alat-alat kebersihan seperti sapu, alat pembabat rumput, penyemprot rumput, hingga gergaji mesin untuk memotong pohon yang tumbang. Namun, para petugas kebersihan memang lebih memilih pelepah kelapa sebagai sapu karena alasan keefisienan dalam menyapu dedaunan di jalanan. Untuk masalah tong sampah, Sulaimin juga merasa tong sampah di sekitar Unila kurang. Nantinya, tong sampah ini akan ditambah, khususnya ditempat-tempat strategis dan banyak kerumunan mahasiswa. Di sekitar beringin, rencananya akan disediakan enam tong sampah, namun tong sampah tersebut tidak dipisah antara organik dan anorganik. Sebab, menurutnya masih banyak mahasiswa yang sembarangan membuang sampah di tong-tong tersebut. “Dulu disana ada tong sampah, tapi entah kemana,” tutur Sulaimin. Ia menambahkan, di Unila ada dua motor dengan bak yang siap mengangkut sampahsampah setiap hari. Bak Motor tersebut beroperasi sekitar jam setengah delapan, baik di jalan-jalan utama maupun di fakultas. Pihaknya sebenarnya sudah menghimbau warga Unila untuk lak lagi membuang sampah ­sembarangan.=

Foto Kurnia Mahardika Alih Fungsi. Salah satu bakal gedung Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik (FISIP) yang terletak di depan Mushola Tarbiyah beralih fungsi menjadi lahan parkir. Puluhan sepeda motor mahasiswa terlihat parkir. Foto dibidik (8/1).

Foto Fitria Wulandari Penambahan daya. Dua orang teknisi listrik memperbaiki jari­ngan listrik di gardu dekat Perpustakaan Universitas Lampung. Perbaikan ini dilakukan untuk mengantisipasi turunnya daya listrik di Universitas Lampung (Unila). Foto dibidik Jumat (10/1).

Lemlit Unila Terbitkan 14 Judul Buku Oleh Sindy Nurul Mugniati

Unila-Tek: Selama 2013, Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Lampung telah menerbitkan 14 judul buku karya dosen unila. Buku ini terdiri buku hasil referensi dan hasil penelitian yang dicetak mencapai 3650 eksemplar. Tiga judul buku dicetak sebanyak 300 eksemplar. Sebelas judul buku sisanya dicetak sebanyak 250 eksemplar. Sekertaris lembaga penelitian Unila, ­Damanhuri Warganegara, S.H.,M.H., menuturkan sebenarnya anggaran dana dipersiapkan untuk 20 judul buku. Namun, pihaknya hanya menerima draft tulisan sebanyak 14 judul. Anggaran dana untuk 6 buku yang tidak jadi terbit digunakan untuk kegiatan lainnya. Proses cetak sendiri dilakukan secara kolektif dari semua judul yang telah terkumpul. “Setelah itu baru dilauching,” ujarnya. Ketua lembaga penelitian unila Dr. Eng. Admi syarif ­ ­mengatakan tujuan dari program penerbitan ini adalah untuk mentransfer ilmu ­pengetahuan kepada para pene­liti, mahasiswa, dan ­masyarakat umum. Selain itu, program ini juga sebagai wahana bertukar pikiran antara ilmuwan serta untuk memperkaya khasanah pengetahuan khususnya hasil-hasil riset terkini. “Tujuan utamanya untuk mendorong dosen-

dosen untuk menulis,” tambah Admi. Damanhuri mengatakan, sosia­lisasi penulisan buku kepada dosen dilakukan melalui website Unila dan surat tertulis yang diki­rim pada dekan fakultas. Penulis dapat mengajukan draft karya tulisan yang ingin diterbitkan ke pihak lembaga penelitian untuk kemudian diseleksi oleh viewer. Proses tersebut berjalan selama 6 bulan. “Penyeleksian ­untuk melihat originalitas karena pa­ling utama” ujar Admi menimpali. Damanhuri menambahkan semua buku yang diterbitkan dapat dipertanggungjawabkan karena telah melalui editor. Lembaga penelitian Unila mendapat dana pencetakan dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk tiga judul buku. Sementara Badan Layanan Umum (BLU) menyumbang biaya cetak 11 judul lainnya. Hasil penerbitan kemudian didistribusikan kepada perpustakaan Unila sebanyak 20 eksemplar per judul. Penulis buku mendapat jatah sebanyak 50 persen dari total eksemplar yang dicetak. Sisanya dikirim ke lembaga penelitian luar dan departemen. Buku hasil terbitan juga disiapkan untuk acara launching pada 31 Desember 2013 lalu.=


4 Kampus Ikam

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Terbengkalai. Terhentinya pemba­ngunan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Universitas Lampung membuat pondasi bangunan terbengkalai. Area tersebut kini ditumbuhi pepohonan yang menutupi tiangtiang pondasi . Foto dibidik Rabu (8/1).

Foto Kurnia Mahardika

Mereka Residiis,

Peringkat Webometriks Unila Turun Tangga Oleh Mita Wijayanti

Bukan Sindikat Oleh Ayu Yuni Antika

Unila-Tek: Maraknya kasus pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di Unila membuat warga Unila geram. Kekesalan ini dilampiaskan saat Sigit H. (23 th) tertangkap basah melakukan aksi pencurian sepeda motor milik Adi Praseyo (18 th) pada Kamis (2/1). Pelaku yang saat itu hendak membawa kabur motor milik Adi yang terparkir di halaman masjid Al-Wasi’i dipergoki korban. Sontak, pelajar SMK N 2 Bandarlampung yang baru selesai solat ashar itu meneriaki pelaku. Menurut pengakuan komandan Satpam Unila, Safe’i, sore itu, ia mendengar teriakan maling dari korban. Seketika itu, mahasiswa dan warga sekitar melakukan pengejaran hingga akhirnya pelaku terjatuh dan berusaha melarikan diri. Namun, satpam yang dibantu beberapa warga sigap menangkap pelaku. Pelaku sempat mendapat beberapa kali pukulan dan nyaris dihakimi masa sebelum satpam mengamankannya di pos satpam. Dengan luka parah di kepala, pelaku langsung di boyong ke Polsek Kedaton untuk ­ditindak. Sebenarnya, aksi pencurian

ini dilakukan oleh dua orang pelaku. Namun, seorang teman Sigit berhasil kabur dan masih dalam pengejaran (DPO). Ditemui di PLN Rajabasa, Kapolsek Kedaton, Kompol Yohanes Agustiandaru mengemukakan bahwa pelaku adalah residivis di daerah Metro. Kompol Yohanes mengatakan bahwa pelaku pencurian bukanlah sindikat Curanmor yang kerap aksi di kawasan Unila. Dari hasil penyelidikan, Sigit yang sehari-hari bekerja sebagai supir mengaku baru kali itu melakukan aksi. Hari itu, setelah mendapat telepon dari rekannya, Sigit dijemput temannya di Tugu Raden Intan,

Bandar Lampung. Setelah sampai di sekitaran masjid Al-Wasi’i, kedua pelaku berbagi tugas. Sigit bertugas mengambil motor dan temannya mengawasi di seputaran masjid. Dari tangannya, polisi berhasil menyita satu unit sepeda motor Honda Supra X 125, warna merah hitam tahun 2011 dengan plat BE 4858 DE. Selain itu, polisi juga menyita satu lembar STNK atas nama Yuwono dan satu buah kunci leter T. Akibat aksinya itu, Sigit ditahan di Polsek Kedaton dan dikenai pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara. =

Foto M. Burhan

Unila-Tek: Peringkat webometriks Unila pada riset terakhir Juli 2013 menempati peringkat ke-43. Hasil peringkat ini disampaikan oleh Kepala Puskom, M. Komaruddin saat ditemui. Padahal, satu tahun sebelumnya, peringkat Unila ada di tangga nomor 28. Peringkat tiga besar masih diduduki oleh ITB, UGM, dan UI. Beberapa waktu lalu pihak puskom telah mensosiaisasikan kepada dosen untuk memposting bahan ajar mereka di website Unila. Dengan begitu, ada harapan data-data tersebut mampu menambah kuantitas konten website. Banyaknya data yang tersedia akan meningkatkan rating website. “Semakin banyak dan bermanfaat data yang dipostingkan, dapat berpengaruh terhadap peringkat Unila di Indonesia pada webomatriks,” ujar Komaruddin . Tahun ini pihak Puskom telah menyerahkan pengelolaan webometriks ke bagian perpustakaan. Perpustakaan dipercayai memiliki banyak data ilmiah yang diharapkan dapat dipublikasikan pada website Unila supaya lebih mudah diakses oleh masyarakat. Menurut Komarddin, manfaat masuknya Unila di jajaran webometriks ini adalah dapat menciptakan daya saing. Selain itu, masuknya Unila di jajaran lima puluh besar dapat membangun citra baik. “Masyarakat akan menyimpulkan bahwa sistem informasi dan komunikasi di Unila sudah semakin membaik,” ujar Komar. =

Gelar Wisudawan Terbaik Tak Sekadar IPK Oleh Suci Tri Kumalasari

Unila-Tek: Ada yang istimewa dari dua mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Niaga Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Tahun 2013 lalu, dua mahasiswa dari jurusan tersebut berhasil menyabet gelar wisudawan terbaik pertama. Mahasiswa tersebut adalah Supriyanto (2008) dan Bayu Pramono (2009). Menjadi wisudawan terbaik dengan IPK 3,87 membuat Bayu merasa bersyukur dan lega. “Menjadi wisuda merupakan amanah dari ibu saya, karena uang untuk membayar kuliah pertama kali adalah uang dari ibu saya,” ungkap mahasiswa yang banyak mengikuti kegiatan tingkat nasional ini. Kriteria penetapan wisudawan terbaik dilihat dari organisasi yang diikuti, IPK yang tinggi dan prestasi yang didapatkan di luar kampus. Seringnya menjuarai berbagai perlombaan dan kegiatan nasional dapat menjadi poin tambahan dalam penilaian. “Harapan saya bukan hanya terbaik saat lulus, namun bisa terbaik di dunia luar setelah lulus,” ungkap Kajur Ilmu Administrasi Niaga dan Bisnis, Dr. Suripto.=


Kampus Ikam 5

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Website Unila Tak Update Info Beasiswa Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Eli Ulfasari, mahasiswa Ekonomi Pembangunan ’09 yang merasa kesulitan mendapatkan informasi tentang beberapa beasiswa, seperti BUMN dan PGN. Sedangkan untuk beasiswa yang lain seperti PPA, BBM, dan Bidikmisi dirinya mengaku tidak bermasalah karena menurutnya beasiswa ini sudah diketahui banyak mahasiswa. Sosialisasi yang tidak menyeluruh ini dianggapnya sebagai akibat dari minimnya kuota beasiswa tersebut. Novi Setaiwati (Pendidikan Ekonomi ’10) pun mengeluhkan hal yang sama. Tidak me­ ratanya sosialisasi beasiswa ini menyebabkan banyak maha-

siswa yang kurang mendapat informasi beasiswa. Misalnya beasiswa Super Semar dan beasiswa Bank Mandiri. Novi pun ragu apakah beasiswa tersebut masih ada. Meskipun begitu dirinya tetap mendapat info beasiswa dari brosur di dekanat FKIP. Novi juga menganggap website unila kurang update info beasiswa. Padahal menurutnya tidak semua mahasiswa membaca brosur di dekanat. Mahasiswa cenderung lebih senang membuka internet. “Kalo bisa, update setiap ada pembukaan beasiswa,” ujarnya. Novi pun mengharapkan Unila akan mengadakan lebih banyak lagi kerjasama beasiswa dengan

­pihak ­eksternal. Menanggapi hal tersebut, Pembantu Rektor III Universitas Lampung, Prof. Dr. Sunarto, SH. MH mengatakan memang tidak semua beasiswa rutin diadakan. Beasiswa BUMN Peduli memang dibuka sekitar lima tahun yang lalu dengan dana satu milyar setengah dan mayoritas diterima oleh mahasiswa angkatan 2010. Dalam hal ini Pihak rektorat langsung mengumumkannya ke setiap fakultas dalam bentuk surat. Setiap fakultas mendapat kuota yang sama, kecuali FKIP yang mahasiswanya jauh lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Beasiswa ini bersifat temporer dimana akan dibuka

kembali setelah angkatan 2010 lulus. Mengenai ketidaktahuan mahasiswa tentang pengumuman yang ada, itu sudah menjadi urusan fakultas. Selain itu, Sunarto mengatakan terhentinya informasi ini juga karena ulah mahasiswa yang tidak bertanggungjawab. Misalnya merobek pengumuman yang ditempel sehingga sosialisasi ini pun terhenti. “Pengumuman di rektorat pun baru 4 hari sudah hilang,” katanya. Mengenai website unila, Rektor pun membenarkan tidak adanya informasi beasiswa yang bersifat temporer seperti PGN di tahun 2010. Untuk ke depannya, Sunarto akan beru-

saha memasukkan informasi beasiswa temporer tersebut. Sedangkan persoalan kerjasama, pihak universitas sudah mengusahakan, namun terkendala oleh alumni yang tidak mau memberi informasi terkait hal tersebut. Sunarto berharap mahasiswa lebih sering ke rektorat. Menurutnya, semenjak adanya teknologi canggih, mahasiswa lebih senang dengan barang tersebut dan menjadi acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu, ia juga berharap agar mahasiswa tidak hanya reaktif dan menuntut, tetapi juga proaktif, datang ke kampus untuk menjalankan kewajiban, saling mengenal, dan bersosialisai. =

Nilai B untuk S1 PGSD Oleh Fajar Nurrohmah

Foto Kurnia Mahardika

Dibongkar. Kantin fakultas hukum dibongkar. Lahan tersebut rencananya akan dibuat gedung Ikatan Keluarga (IKA) alumni fakultas hukum dan Pusaat kegiatan mahasiswa. Foto dibidik Rabu (8/1).

Baru Terpilih, Enam Nahkoda Baru Siap Pimpin UKM-U Oleh Yola Savitri

Unila-Tek: Tahun Baru se­ pertinya akan menjadi sema­ ngat baru bagi setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di Universitas Lampung (Unila). Pasalnya, di awal tahun 2014 ini beberapa UKM tingkat Universitas telah memilih dan menetapkan pemimpin melalui Musyawarah Besar (Mubes) yang diselenggarakan Desember lalu. Aprohan Saputra (Pendidikan Ekonomi ‘09) yang menjabat sebagai Koordinator Forum komunikasi (Forkom) UKM di Unila menjelaskan UKM yang baru saja ­menetapkan kepemimpinan baru ­diantaranya Teknokra, Rakanila, ­Taekwondo, English Society (Eso), dan UKM-­ Katholik. Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) ­Teknokra,

Unila-Tek: Sejak 20 Juli 2013, program studi PGSD Unila resmi menyandang akreditasi B. Status ini muncul setelah penetapan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT). Tahun 2011, Prodi ini sempat mendapatkan akreditasi C. Demi mendapat akreditasi tersebut, program studi telah mengajukan peningkatan akreditasi sejak April 2013. Penilaian dilakukan tiga bulan setelahnya di kampus PGSD Metro. Menurut Dr. H. Darsono, M.Pd, selaku Kapodi PGSD salah satu alasan PGSD mampu menaikkan akreditasi adalah banyaknya hibah yang pernah diperoleh. Prodi ini pernah memperoleh program hibah kompetisi nasional sejak 2006 sampai 2010. PGSD unila juga pernah memenangkan Dana Intensif Akreditasi Bermutu. Pihaknya akan berusaha meningkatkan akreditasi menjadi A. Ia melanjutkan pembangunan S2 PGSD yang sempat terhenti akan kembali digalakkan dan pembangunan beberapa fasilitas tambahan. “Pembangunan fasilitas untuk PGSD selanjutnya adalah asrama, aula, dan menambah ruang belajar,” ujar Darsono. Salah seorang mahasiswa PGSD, Mohamad Sainer berharap jurusannya dapat lebih baik. Ia menambahkan, PGSD harus mampu menjaga identitasnya sebagai prodi yang berseragam, selalu mengadakan upacara, dan meningkatkan prestasi di semua bidang. =

Natal, Dipersatukan oleh Kasih Oleh Yola Savitri

telah memilih dan menetapkan Muhammad Burhan (Pendidikan Ekonomi ’10) sebagai Pemimpin Umum. UKM lain yang bergerak di bidang Bahasa Inggris ESo(Engliah Society) juga telah menetapkan Vianna Maria Ursula (FKIP Geografi 11) ­sebagai President dan Fadlan Satria (Agribisnis ’11) sebagai Vice President . UKM PSM menetapkan na-ma Ria Anisa sebagai ketua umum yang baru. Senada dengan UKM lainnya UKM Radio Kampus Unila (Rakanila) juga telah memutuskan Direktur baru yaitu ­Dyanti ­M ahrunnisya (Pendidikan Ekonomi ’11). Dari segi teknis Direktur baru ini telah merencanakan tentang ­perubahan frekuensi Rakanila dari 107,9 FM menjadi 107,7 FM diikuti pembaharuan alat peny-

iaran serta mengganti pemancar yang lama . Taekwondo, UKM yang bergerak dibidang olahraga juga telah menetapkan Eko ­Sujatmiko (Ilmu Komunikasi ’11) sebagai ketua umum. Sedangkan UKM Katholik juga telah menetapkan D. Septian Probo K. dari (Akuntansi ’11) sebagai pemimpin barunya. Masing-masing pemimpin UKM yang baru terpilih berharap amanah yang mereka pegang dapat terlaksana. Selain itu, mereka juga menjalin hubungan yang baik di lingku­ngan internal maupun eksternal. Aprohan sendiri berharap agar semua UKM yang tergabung di Forkom dengan pemimpin dan kepengurusan barunya dapat mempererat tali silaturahmi dengan sesama UKM.=

Unila-Tek: Perayaan Kelahiran Yesus Kristus yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen (UKM-K) disambut baik oleh penganut agama kristen di Universitas Lampung. Berbeda dengan tahun lalu, acara natal kali ini mengusung tema “Dipersatukan oleh kasih”. Acara yang dihadiri oleh sekitar 726 peserta itu berlangsung di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung (10/01). Rektor Unila, Sugeng P. Hariyanto didampingi Pembantu Rektor (PD) III Unila, Sunarto terlihat hadir dalam acara tersebut. Selain itu, ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) wilayah Lampung, anggota dewan komisi II Provinsi Lampung, dan beberapa UKM Unila juga menhadiri undangan natal. Perhimpunan Mahasiswa Kristen dari gereja, instansi, dan civitas akademia kristiani juga tak mau ketinggalan gelaran tahunan ini. Dalam sambutannya, rektor Unila mengingatkan peserta untuk saling menghargai antar umat beragama. Selain itu, ia juga memberikan semangat bersaing dalam berprestasi secara sehat. “Perayaan natal diperuntukan untuk seluruh umat kristiani dan acara ini terbuka untuk siapapun yang ingin hadir,” tutur Daniel Sitanggang selaku ketua UKM-K. Mahasiswa Teknik Sipil Yance Y.D Warikar yang juga ketua pelaksana berharap acara ini dapat mempererat kekerabatan antar umat kristiani.=


Reportase Khusus

Pukul Nilai Suka-Suka

Oleh Khorik Istiana

J

anuari 2014, Unila genap lima bulan menyandang sertifikat layanan prima. Sayangnya, bentuk konkret pelayanan itu belum menyentuh seluruh mahasiswa. Keluhan tentang kinerja dosen yang tak sesuai diungkapkan oleh beberapa mahasiswa. Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) misalnya, beberapa mahasiswa mengeluhkan tentang dosen yang tak pernah datang mengajar sama sekali. Seperti diungkapkan oleh Erika Widi A., mahasiswa Jurusan Ilmu Komuikasi 2013 ini mengaku bahwa pada mata kuliah hubungan Masyarakat (Humas) salah seorang dosen tak pernah datang mengajar sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Mata kuliah ini sebenarnya diampu oleh dua orang dosen, Yaitu Ana Agustina dam Tina Kartika. Namun, pasca Tina Kartika menyelesaikan tugas mengajar sampai Ujian Tengah Semester, dosen kedua tak kunjung hadir. “Bahkan bertatap muka pun tak pernah,” ujar Erika. Padahal, setidaknya ada delapan kali pertemuan yang menjadi tanggungjawab yang harus ia penuhi. Pendapat Erika dibenarkan oleh teman satu jurusannya, Diwangkara R Yoscar. Diwang mengaku sudah menghubungi dosen tersebut melalui SMS dan telepon tiap kali ada jadwal mata kuliahnya. Namun, SMS dan telepon tersebut tak pernah mendapat tanggapan. Menurut Diwang saat menemui dosen tersebut mengaku jarang memegang handphone karena sibuk dan jarang berada di jurusan. Diwang juga sempat menanyakan alasan ketidakhadiran sang dosen. Ia mendapatkan jawaban bahwa sebenarnya dosen tersebut ingin mengajar, namun selalu terbentur urusan yang lebih penting. “Kesannya seperti makan gaji buta, karena tidak pernah mengajar sama sekali dan tugas hanya diakhir itu pun sebagai UAS,” ujarnya. Kewajiban mahasiswa yang wajib hadir minimal 80% dari jadwal tatap muka hanya berpacu pada absensi tanpa kehadiran dosen. Prayoga Danu juga membenarkan pendapat dua rekannya. Menurutnya, dosen pengampu mata kuliah yang sama tersebut memang bisa dihitung keinstenan masuknya. Namun, absensi kehadiran tetap berjalan dan dilakukan oleh ketua angkatan. Menurut penuturan Danu, dosen yang bersangkutan memang sibuk dan susah untuk ditemui. Pendapat hampir sama dilontarkan Rizki kurniawan (Ilmu Komunikasi’12). Ia menjelaskan bahwa dirinya pernah mendapat mata kuliah pengantar hubungan masyarakat saat semester I. Menurutnya, dosen tersebut sibuk sehinga beberapa kali terkendala tidak masuk. Apalagi, dosen tersebut menjabat ketua prodi Humas. “Biasanya ketua kelas hanya menginformasikan bahwa sang dosen berhalangan hadir,” tutur Rizki. Ia menambahkan dosen yang bersangkutan harus tetap memenuhi kewajibannya meski ada kepentingan diluar. Tak hanya masalah dosen yang tak pernah hadir. Saat semester satu, Erika dan kawan-kawan merasakan ada penyelewengan pada mata kuliah Sosiologi. Mata kuliah ini diampu oleh Gunawan. Menurut Nur Aida P.S, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ’13, Diwang (ketua kelas, Red) pernah mengintruksikan untuk membeli buku dari dosen tersebut. Diwang sendiri mengaku instruksi tersebut ia lakukan setelah adanya percakapan dengan Gunawan. Buku yang dijanjikan

Gunawan akan digunakan untuk tugas merangkum sebagai perbaikan nilai. Merasa hal tersebut penting, akhirnya mereka mematuhi intruksi pembelian buku seharga 40 ribu rupiah itu. Diwang lalu meminta Alea Nadira (Ilmu Komunikasi ’13) mengkoordinir pembayaran. Alea mengatakan bahwa ada sekitar 50 mahasiswa yang sudah membeli buku dan 10 orang yang belum melunasi pembayaran buku tersebut. Namun, setelah uang diberikan, buku yang dijanjikan tak kunjung ada. Alhasil, rangkuman yang harus dikerjakan diganti dengan rangkuman lain yang berkaitan dengan materi ajar. Diwang juga pernah menanyakan keberadaan buku yang mereka beli, namun sang dosen hanya menjawab “Ya nanti ya,” ujar Diwang menirukan. Sebelum UAS, Diwang juga mendapat instruksi untuk membeli buku untuk setiap dua orang. Dua mahasiswa diminta patungan membeli buku seharga 25 ribu rupiah. Buku tersebut harus mereka beli dengan alasan akan menjadi tugas rangkuman sebagai pengganti UAS. Uang buku tersebut pun dibayarkan pada Alea. Bersama dengan Diwang, mereka menghadap sang dosen untuk menyetorkan sejumlah uang yang terkumpul. Hingga kini kedua buku yang dijanjikan tak kunjung ada. “Orientasi yang didapat mahasiswa itu buruk. Maksudnya, ya mahasiswa bakalan berpikir tinggal bayar aja buat beli buku. Masalah bukunya dapat atau tidak yang penting nilainya bagus,” ujar Erika yang ada bersama Diwang menimpali. Sementara itu, menurut Arif S. (Sosiologi ’11) mengaku dirinya tak merasa dirugikan. Mahasiswa semester lima tersebut mendapat mata kuliah Sosiologi Pedesaan dan Teori Sosiologi Modern saat semester tiga. Dari Siakad Unila, diketahui dosen pengampu mata kuliah ini adalah dosen yang sama, yaitu Gunawan. Menurut penuturan Arif, ia tidak menyalahkan jika ada dosen yang menyarankan untuk membeli buku. Baginya, dosen tersebut berarti memperhatikan peserta didik agar gemar membaca. Ia menilai, Gunawan merupakan dosen yang memberikan nilai secara objektif. Namun, Arif juga membenarkan bahwa ia tak kunjung menerima satu buah buku dari dosen tersebut. Ia hanya mendapatkan buku sosiologi. “Sempat juga tanya kepada ketua kelas namun tidak ada tindak lanjut. Kalo ditanyain nggak tau, jadi ya udahlah,” ujarnya. Mahasiswa Sosiologi 2008, M. Saddam Solihin S.D.C juga bicara mengenai hal ini. Dirinya mengaku bahwa ia juga pernah mengalami hal yang sama saat semester tiga. Saat itu, ia mendapat mata kuliah Sosiologi Komunikasi. Mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah wajib. Menurut Saddam, dosen yang mempraktekkan hal tersebut tidaklah baik. Ia menambahkan, intruksi pembelian buku harus menjadi penawaran paling akhir jika sang mahasiswa tidak mampu mendapatkan nilai baik. “Harusnya dosen yang baik adalah dosen yang mengajar dengan kompeten, rajin masuk. Ada standar nilai yang menjadi acuan seperti nilai latihan, kuis, UTS, maupun UAS,” ujar mahasiswa yang kerap menulis opini di berbagai media ini. Menurutnya, dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Komunikasi tersebut rajin mengajar, bahkan hampir tidak pernah absen. Menurutnya, mahasiwa juga salah dalam memanfaatkan sikap sang dosen. Ia menilai, mahasiswa malah berpangku tangan melihat kebaikan dosen yang gampang memberi nilai. “Biasanya mahasiswa dari awal sudah berniat tidak baik dan ingin nilainya bagus,” tambahnya bercerita. Ketika Saddam ditanya mengenai sistem penilaian, dia mengaku bahwa dosen tersebut memang tidak transparansi

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

dengan nilai mahasiswa. Dosen tetap memberi tahu nilai kepada mahasiswa, namun memberitahu bahwa nilai seluruh mahasiswa jeblok. Menurutnya, teknik dosen mengintruksi pembelian buku adalah menggunakan kode. “Ada yang

trasi Imam Gunawaan

6

mendapat instruksi ngasih tau kalau nilainya anjlok dan mahasiswanya langsung nyambung,” Saddam bercerita. Mereka tidak diberi tahu judul buku yang dibeli. “Kita disuruh bayar 50 ribu, tapi buku tersebut nggak ada,“ ujar Saddam. Seingat Saddam, hampir 30% teman angkatannya menuruti intruksi untuk membeli buku. Namun, menurut Saddam, terdapat mahasiswa yang tidak membeli dan nilainya tetap bagus. “Mereka yang membeli buku nilai terendahnya adalah B. Yang mengkoordnir biasanya ada anak per angakatan yang diberi tahu,” lanjut Saddam. Saat ditanyai soal mahasiswa, Saddam mengatakan mahasiswa juga salah yang memanfatkan situasi. Tingkat kesadaran mahasiswa yang semakin menurun, ingin cepat lulus, dan ingin nilai bagus menjadi alasannya. “Ketidakpedulian kepada proses dan hanya mementingkan hasil dengan jalan yang tidak bagus juga menjadi alasannya,” tutur Saddam. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ades Marsela mahasiswa Pendidikan Ekonomi 2012 mempunyai pengalaman yang berbeda saat mengikuti mata kuliah umum Aerobik. Dari Siakad Unila, diketahui bahwa penanggungjawab mata kuliah tersebut adalah Dr. Martha Dinata, M.Pd. Ia menuturkan mata kuliah tersebut banyak menghabiskan uang. Di awal perkuliahan, ia diminta membeli seragam olahraga dan satu buah buku. Selanjutnya, ia juga dihimbau untuk mengikuti lomba aerobik yang telah dijadwalkan dosen dengan biaya 30 ribu rupiah. Ia dan teman-temannya juga pernah diminta mengikuti seminar olahraga yang pembicaranya adalah dosen pengajar aerobik. Tiket seminar itu seharga 70 ribu rupiah. “Ini ada seminar keolahragaan. Katanya wajib diikuti,” ujarnya mengingat ajakan mengikuti seminar. Ades selalu mengikuti instruksi dosen dan mengaku mendapatkan nilai bagus. Kurnelia Mustika Dewi, membenarkan pendapat Ades. Saat itu, ia sempat diminta mengikuti kegiatan seminar di Auditorium Perpustakaan Unila dengan membayar 70 ribu rupiah. Intruksi itu ia terima ketua kelompok di masing-masing program studi. “Pokoknya dijanjikan bakalan nilainya A,” ujar Dewi. Namun, saat datang di acara seminar, ruangan yang hanya berkapasitas 150 orang itu tak dapat menampung 300an mahasiswa yang datang. Dewi mengaku tak mengikuti seminar sampai akhir karena ruangan bagitu padat. “Sumpek, ngampar dan yang didapat tak Lanjut ke halaman 10...


Inovasi

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Pengering Ikan Sistem Hybrid

7

Oleh Ayu Yuni Antika

P

ulau Pasaran yang terletak dalam kecamatan Teluk Betung Timur, merupakan sentra industri pengeringan berbagai hasil laut. Ratusan ton ikan segar yang dijemur secara tradi­ sional di bawah terik matahari merupakan pemanda­ngan khas daerah ini. Daerah ini juga pernah didatangi oleh konsumen dari negara tetangga untuk membeli langsung macam-macam olahan pengeringan ikan segar. Tetapi calon konsumen itu gagal membeli lantaran meng­ anggap hasil produk olahan di Pulau Pasaran tidak higienis. Melihat hal tersebut, M.Irsyad dosen matematika teknik dan perpindahan panas, Teknik Mesin mempunyai ide untuk menciptakan alat penge­ring ikan bagi masyarakat Pulau Pasaran sebagai bentuk ­pengabdiannya. Melalui ide dari dosennya, enam orang mahasiswa fakultas teknik merancang alat pengering ikan asin dengan menggunakan teknologi ­system hybrid. Alat ini merupakan alat yang diciptakan dengan menggunakan dua sumber tenaga, yaitu dari kolektor surya dan reaktor uap panas. ­Tujuannya, agar dapat membantu masyarakat yang memiliki usaha pengolahan ikan dapat lebih cepat melakukan proses ­pengeringan. “­Adanya inovasi ini diharapan dapat meningkatkan kualitas hasil olahan ekspor menjadi lebih ­higienis dengan warna yang lebih alami,” ujar ­Andreassa salah seorang anggota tim. Tim yang membantu penger-

jaan alat ini diketuai oleh Rizal Ahmad Fedil .Lima orang anggota lainnya yaitu, ­Andreassa, Iqbal, (S1 Teknik Mesin ’09) dan Mifta, Mihdad, serta Jono (D3 Teknik Mesin ’11). Pembuatan alat ini memakan waktu 50 hari. Selama proses pembuatan, tiga orang anggota berperan mengkonsep alat. Sementara, tiga anggota lainnya melakukan kerja teknis. Biaya yang dihabiskan ­untuk proses pembuatannya alat mencapai angka delapan juta rupiah. Diakui Andreassa dana ini sepenuhnya di biayai pihak jurusan. Alat ini dibuat de­ngan tujuan ­pe­ngabdian bagi masyarakat di Pulau Pasaran. Pengering ikan system hybrid ini terdiri dari beberapa komponen seperti, kolektor surya, ruang pengering, dan blower. Penggunaan blower bertujuan untuk membantu sirkulasi udara didalam ruang penge­ ring. Selain itu, komponen radiator uap panas juga terdapat dalam alat ini. ­Penggunaan radiator ini untuk mengantisipasi kekurangan panas saat matahari tertutup awan mendung atau saat hujan turun. Nantinya, radiator ini yang menjadi sumber tenaga utama pada kolektor surya. Radiator ini dijalankan dengan uap panas hasil rebusan air yang ­dimasak dengan menggunakan kayu ­bakar ataupun gas.

Andreassa mengakui dalam prosesnya memang terdapat kendala yang menjadi fokus perhatian mereka, yaitu masalah sumber pengapian. Pengujian pertama yang dilakukan menggunakan kayu bakar, ternyata tidak dapat menghasilkan panas yang optimal. Hingga akhirnya dilakukan pengujian dengan bahan bakar

Ilustrasi Retno Wulandari

gas dan nyatanya, panas yang dihasilkan memang sesuai dengan harapan. Namun, biaya yang dibutuhkan memakan rupiah yang jauh lebih tinggi. Beberapa kelebihan yang dimiliki alat ini diantaranya dapat mengoptimalkan efisensi waktu dan hasil produksi yang lebih baik. Waktu penge­ ringan yang dibutuhkan sangat singkat karena hanya dengan 4 jam ikan dapat langsung kering. Selain itu, jika diban­ dingkan, panas yang dihasilkan oleh kolektor surya hanya 59o C. Tetapi, jika mengguna­ kan dua sumber tenaga maka suhunya akan mencapai 60o70o C. Untuk membuat satu alat pengering, bahan yang dibu-

BPJS untuk Rakyat Indonesia

tuhkan diantaranya kayu, tripleks sepanjang 15 meter, plat alumunium sepanjang 20 meter,kaleng lem aibon sebanyak 10 buah, paku, kaca, besi menara untuk blower, radiator, fan, dan kolektor surya, Nantinya, bahan tersebut dirancang untuk membuat alat berbentuk bersegi panjang berukuran 4 meter dengan luas ruang pengering 2x2 meter. Ada beberapa tahap pembuatan alat ini, pertama, membuat kerangka ruang p e n g e ­r i n g menggunakan kayu b e r ­u k u r a n 2x2 m terlebih dahulu. Kemudian, rangka dilapisi dan ditutup menggunakan tripleks. Setelah itu, lapisan tripleks tersebut diisi dengan sekam dengan ketebalan sekitar 10 cm. Kemudian, alat masih ha­ rus dilapisi lagi dengan tripleks dan plat alumunium di dalam dan di luar ruang ­pengering untuk menghindari panas keluar. Kedua, membuat saluran untuk menghubungkan radiator dan blower. Di dalam ­saluran tersebut ­dipasang alat bernama fan terlebih dahulu. Ketiga, pemasangan kolektor surya yang diletakkan di atas ruang pengering. Keempat, dilakukan penyambungan sa­ luran dari kolektor surya ke dalam ruang pengering. Kelima, pemasangan blower untuk

menjaga suhu agar tetap stabil dan menjaga sirkulasi udara dalam ruang pengering. Ter­ akhir, meletakkan rak di dalam ruang pengering yang terbuat dari kayu dan jaring-jaring alumunium agar terhindar dari karat. Setelah selesai dibuat ke enam orang ini sempat kebingungan untuk membawa alat ke lokasi. Hal itu disebabkan akses jalan yang tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan roda empat. Hingga akhirnya, pada Desember lalu mereka berinisiatif mengundang masyarakat Pulau Pasaran ke Unila untuk memberikan penyuluhan dan penjelasan tentang alat pe­ ngering ikan tersebut. Tanpa disangka, inovasi ini mendapat apresiasi yang sangat baik dari masyarakat pulau pasaran. Masyarakat sangat kagum dan antusias mengetahui telah diciptakannya alat yang akan membawa banyak perubahan pada industri pengeringan olahan laut mereka. Sayangnya, biaya produksi untuk pembuatan satu buah alat tergolong lumayan mahal. Apabila diterapkan untuk seluruh masyarakat, dana yang dihabiskan bisa dirasa memberatkan bagi para pelakon industri di Pulau Pasaran tersebut. Selain itu, masyarakat juga sempat mempertanyakan kelanjutan pengolahan hasil laut mereka. Mereka juga sempat merekomendasikan pada mereka agar kiranya dapat dibuat alat dengan teknologi baru yang akan membantu me­ reka dalam proses packing. =

peserta mandiri perorangan, badan uasaha atau perusahaan baru, serta peserta Jamkesda. Imam melanjutkan, peserta ­Jamkesda tak secara otomatis menjadi peserta BPJS. Apabila pemerintah Kota Bandarlampung ingin terdaftar sebagai peserta JKN, pemerintah harus mengintegrasikan program Jamkesda ke BPJS Kesehatan. “Nantinya, masyarakat yang sudah mendaftar Jamkesmas akan diintegrasikan ke BPJS,” terang Imam. Sedangkan, status perpindahan peserta yang telah mem-

punyai Jamkesda ­tergantung komitmen dan kemauan pemerintah kota. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber pendanaan, yaitu melalui APBN untuk JKN dan APBD untuk BPJS. Mengenai cara pendaftaran, masyarakat harus yang ­belum terdaftar dapat langsung ­mengunjungi BPJS terdekat dengan membawa data diri, diantaranya KTP dan kartu ­keluarga. Selanjutnya, masyarakat dapat langsung menggunakan kartu BPJS ke 19 rumah sakit yang telah bersedia mendukung program ini.=

Regional

Oleh Faris Yursanto

Pemerintah Indonesia mem­ buka lembar tahun 2014 ­dengan memberi kado jaminan kesehatan untuk rakyat. Jaminan kesehatan ini dinamai Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS). Semua rakyat Indonesia berhak mendapatkanya, namun tak semua diberikan begitu saja secara gratis. Lampung juga kebagian ­jatah ini. Sejak 2 Januari 2014, BPJS Kesehatan Kota Bandarlampung telah membuka pendaftaran peserta. Menurut Imam Subekti yang menjabat Kabag pemasaran cabang Ban-

darlampung, kantornya ­selalu didatangi calon pendaftar. “Ratarata per hari 200 orang,” ujarnya. Imam mengaku pihaknya telah melakukan sosialisasi melalui berbagai media. Selain media cetak dan elektronik, BPJS juga melakukan ­sosialisasi melalui ke berbagai lembaga advokasi, perusahaan, BUMN, dan BUMD. Sosialisasi ke instansi militer juga sudah dilakukan agar pengumuman mengenai BPJS dapat menyeluruh. Dari berbagai instansi militer yang ada, BPJS telah menyentuk Komando Resimen

Militer (Korem), Brigif Militer, Lanal, Polisi Republik Indonesi (Polri), serta Polisi Daerah (Polda). Ia menambahkan, untuk saat ini prioritas BPJS kesehatan mengacu pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Peserta yang diprioritaskan diantaranya Askes Sosial, ­Tentara Republik Indonesia (TNI), Polri, peserta Jamkesmas, dan peserta pengalihan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Selanjutnya, apabila semua prioritas telah terlaksana, BPJS akan fokus melayani


8 Artikel Tema

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

IDEALNYA SEORANG MAHASISWA Nanda Satriana I. P. *

D

Ilustrasi Retno Wulandari

unia dibangun atas dasar berbagai pemikiran para intelek yang mencurahkan semua daya pikirnya untuk terus berkarya. Tak terasa, 1155 tahun sudah dunia ini diisi oleh para mahasiswa. Universitas Al-Qarawiyyin tercatat sebagai universitas pertama yang berdiri di dunia. Milyaran intelek muda telah lahir di dunia ini, namun tidak semua dari mereka mampu menjalankan perannya sebagai mahasiswa dengan baik. Sejarah membuktikan perubahan besar dalam diri seseorang ba­nyak terjadi ketika mereka menapaki bangku perkuliahan. Mahasiswa menjadi posisi strategis bagi seseorang yang ingin mencari jati diri dan melompat menuju kesuksesan dalam hidupnya. Di era globlalisasi sekarang ini, sering kita jumpai lulusan sarjana yang susah mendapat kesempatan bekerja. Gelar sarjana tak menjadi jaminan seseorang untuk sukses. Semakin banyak orang kuliah, maka semakin banyak orang menganggur. Kualitas mahasiswa sekarang banyak mengalami penurunan dibanding dengan mahasiswa pada zaman dulu. Hal itu karena adanya pergeseran nilai-nilai etika yang mempengaruhi budaya kita. Semakin banyaknya wadah pencetak sarjana yang berdiri, maka akan melahirkan lulusan yang bermacam-macam juga ­­ku­­alitasnya, meski dengan status yang sama sebagai seorang sarjana. Sosok mahasiswa ideal secara singkat dapat dirangkum dalam tiga kata, yaitu berprestasi, berorganisasi, dan berbudi pekerti. Tak dipungkiri, mendapatkan nilai Indeks Prestasi (IP) yang baik menjadi prestasi yang dinanti oleh hampir sebagian besar mahasiswa. Penafsiran prestasi mahasiswa inilah yang pada akhirnya akan menjadi orientasi. Ketika ses-

Iklan

eorang berpikir bahwa mahasiswa berprestasi adalah mereka yang nilai akademiknya tinggi, maka terbentuklah pola sikap seorang mahasiswa yang lebih mengedepankan perkuliahan dan nilai akademik sebagai aktivitas pertama dan utamanya di kampus. Orientasi ini akan terus berlanjut manakala prospek akademiknya terjaga dan potensial. Kisah ini akan mulai berubah ketika setiap harapan akan nilai akademik yang tinggi mulai tidak terlihat di depan mata. Ketika Indeks Prestasi yang didapat jauh dari harapan dan tidak ada peluang merubahnya. Ba­nyak para mahasiswa yang me­ngalami hal tersebut dengan mudah merubah orientasi dan mencari batu loncatan dengan masuk ke organisasi atau mencari aktivitas di luar kampus. Hal ini dilakukan untuk menjaga prospek masa depannya yang dirasa sulit didapat dengan potensi nilai akademik yang ia miliki. Aktivitas rutin inilah yang nanti­­nya akan membentuk karakter mahasiswa hingga mengarahkannya kepada aktivitas pra-profesi yang akan digeluti. Maka persepsi ‘prestasi’ di sini adalah pencapaian dari mahasiswa dari apa yang ia lakukan di kampus dengan kategori pencapaian maksimal dengan parameter yang jelas dan orang lain mengakuinya. Seorang mahasiswa dengan IPK 3,2 namun menjadJuara Nasional OSPTN secara de jure akan akan diakui prestasinya daripada mahasiswa yang mendapat IPK 4,00 tapi hanya sebatas itu pencapaiannya. Artinya prestasi di sini membutuhkan pengakuan. Menjadi mahasiswa berprestasi berarti ketika mahasiswa tersebut mampu memiliki pencapaian maksimal dengan parameter yang diakui bersama sehingga hal tersebut menjadi pengakuan atas prestasi yang didapat. Semakin luas tingkat pengakuannya, maka semakin tinggi prestasinya. Selain akademik, organisasi menjadi warna tersendiri bagi mahasiswa menjalani kehidupannya di kampus. Luasnya teritorial kampus dapat berubah menjadi sempit sebesar ukuran sekretariat organisasi yang menjadi ruang belajar dan karyanya. Akan tetapi dari ruangan sekian meter ter­sebut menghasilkan kemampuan dan wawasan yang luas. Maka orga­nisasi menjadi jembatan bagi seorang mahasiswa mengenal dunia masyarakat. Pengalaman berorganisasi ­mem­­berikan bekal kepada lulusan perguruan tinggi dalam ber­bagai hal, antara lain kemampuan dan berkomunikasi, kemampuan perpikir logis-sistematis, kemampuan menyampaikan gagasan di muka umum, kemampuan melaksanakan fungsi manajemen, serta kemampuan memecahkan permasalahan. Dengan pengalaman dan kemampuan yang terbentuk ini, maka ketika aktivis memasuki dunia kerja akan lebih tanggap, terampil, cekatan, dan mampu menyesuaikan dengan keadaan. Selain itu, ia

akan lebih mampu me­ngurai permasalahan yang dihadapi dalam setiap penugasan. Sejarah membuktikan banyak orang-orang besar di negeri ini berawal dari para mahasiswa yang sukses di dunia organisasi. Idealnya seorang mahasiswa bagaimanapun juga ia harus merasakan manisnya dunia organisasi sebagai bagian dari pembentukan dirinya di kampus. Poin ketiga adalah budi pekerti. Budi pekerti hanya dapat di­bangun secara perlahan yang kemudian menjadi karakter sesorang. Secara prestasi akademik seorang mahasiswa ia baik, lalu juga punya posisi strategis di organisasi, namun secara afektif sikapnya buruk dan tidak disukai orang lain. Maka dengan posisi tersebut, dia belum memasuki kategori mahasiswa ideal karena dinamika kampus membutuhkan mahasiswa yang fleksinal dalam bersosialisasi dan memiliki penerimaan yang baik di masyarakat. Ketika kampus disebut ­seb­agai miniatur negara, maka­ ­­benar­ ­adanya bahwa mahasiswa yang ada adalah miniatur masyarakat. Karena kelak ketika mereka lulus akan menjadi bagian dari ­masyarakat secara sosial. Maka pelajaran dalam bersosialisasi itu juga akan terjadi di kampus. ­Beragamnya karakter mahasiswa, dosen, serta civitas akademika lainnya menjadi objek pembentukan komunikasi sosial mahasiswa. Maka, menjaga budi pekerti inilah yang menjadi kunci dalam menghadapi beragamnya karakter ­masyarakat kampus itu sendiri. Setiap mahasiswa hen­daknya benar-benar bisa mengolah diri­ dan waktunya. Ia harus ­mengetahui bagaimana caranya meraih prestasi yang tinggi dan melaksanakannya dengan penuh kesungguhan. Ini yang harus diprioritaskan. Ia juga harus me­nyisihkan waktunya untuk berlatih berorganisasi. Ia bisa memilih di antara organisasi yang ada, baik intra maupun ekstra kampus. Yang terakhir ia harus belajar tentang sopan-santun dan tata karma, baik dalam bertutur maupun berperilaku. Ia harus bisa menempatkan diri di hadapan atau kepada siapa ia berucap dan bertindak. Setiap orang hendaknya tahu, bahwa makin tinggi status orang yang dihadapi, maka makin dibutuhkan kehalusan budi pekerti. Ketiga kriteria ini hakikatnya tidak terpisahkan bagi keberhasilan hidup mahasiswa di masa depan. Kaitan ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut prestasi mengantarkan lulus seleksi dalam mendapatkan pekerjaan, pengalaman organisasi menjadikan sukses melaksanakan pekerjaan, dan budi pekerti membuat diterima dalam setiap pergaulan. Demikianlah tiga kriteria mahasiswa yang ideal. Dengan tiga kriteria ini, serta dilandasi nilai-nilai religi, maka ke­suksesan hidup akan mudah menghampiri.= * FKIP Geografi 2009 Presiden BEM U KBM Unila ‘13-’14

Info Redaksi Redaksi menerima kritikan, dan saran serta kiriman berupa : Artikel atau opini, surat pembaca, dan informasi seputar Unila (diketik font cambria, ukuran 12 pt). Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi dan redaksi berhak menyunting naskah sepanjang tidak mengubah makna tulisan.


Apresiasi

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

PUISI

9

GEBRAKAN BARU SETAHUN RINDU

Kami disini bukan untuk berdiam Termenung dan tergilas perubahan Kami juga tidak hanya sekedar berkicau Atau mematung dengan realita yang ada Kami bergerak, Memberi semangat perubahan

Ayah…… Pedulimu hangat menyelimuti kehidupanku Marahmu tanda kasih sayangmu padaku Setahun sudah kau pergi, kini hanya rindu menemani Do’aku kan slalu ada disini, menemani mu menghadap illahi

Bukan hanya dengan kata sumbang Atau dengan tindakan tanpa harga Kami datang untuk merubah peradaban Merubah pola pikir yang telah usang Mendekati mereka yang ingin berjalan bergandengan Bukan pada mereka yang memberi halangan

Ayah….. Air mata ini menetes tak henti, menyesali segala salahdiri Terbuang waktu mengabdi, sampai akhirnya kau tlah dipanggil Illahi Rasa acuhku menyayat hatimu Rasa egoku memporak-porandakan harapanmu Kini setahun sudah q menyimpan sesal dan rindu Padamu Ayah pahlawan hidupku

Kami datang dengan gebrakan baru Membawa perubahan nyata Bukan hanya dikata Namun dengan senjata berupa bukti bermakna Kami tak perlu omong kosong Tak perlu mereka yang apatis

Andai ada mesin waktu yang membawa kupadamu Kan ku peluk erat tubuh gagahmu Kan ku cium kerut keningmu yang slalu bersujudpada NYA Kan ku jalan kan segala pinta mu dengan tulus Tapi itu semua telah berlalu setahun lalu

Meski dengan nyawa kami tetap berjuang Menggenggam pena dan kertas untuk melawan Melawan pikiran yang telah kumuh Kami membawa gebrakan baru. Memperbarui yang telah lama. Nengah Okta Yuliani FMIPA, Fisika 2012

Ngekhibas Beli buku nilai jadi bagus?

Dosen salah atau mahasiswa bermasalah tuh

Unila kotor?

Wacana lama, kapan mau bersih?

Satpam tangkap maling?

Akhirnya ada yang ketangkap juga

Website Unila tidak update info beasiswa?

Padahal internet jadi konsumsi sehari-hari

Ayah…. Masih terngiang jelas saat kita bercengkrama Berjuang bersama menggapai asa

Canda tawa itu kini t’lah tiada Setelah setahun lalu kau dipanggil oleh-NYA Berjuang demi cinta tak membuatmu lelah Bersabar demi masa depan anakmu yang cerah Tak ingin kau terlihat lelah Walau mata tirusmu terlihat memerah

Ayah begitu besar pengabdianmu demi anakmu Begitu besar peranmu untuk kesuksesanku Tanpa sepeser pun kau menghapkan imbalan Dan kini ku telah kau tinggalkan Selamat jalan ayah……. Aku tak kan pernah lelah mendo’akanmu Agar ampunan Allah selalu mengiringi perjalananmu

Pengabdianmu, pengorbananmu, semangat dan cintamu Kan ku bawa menemaniku menuntut ilmu Ku yakin bahwa Allah punya rencana baik untuk ku dan untukmu Ayah……. Setahun kau t’lah pergi Dan ku tetap disini Merindukanmu...

*Imam Gunawan Redaktur Artistik UKPM Teknokra Periode 2013-2014

Suara Mahasiswa

w

Sampaikan Keluhanmu lewat SMS Mahasiswa,dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 08981735868/ Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila Rahmatullah (Pendidikan Matematika ‘09) 0821179368xxx

Kampus unila yang bergelar kampus hijau perlahan-lahan berubah menjadi bangunan terutama di fakultas hukum, ekonomi, dan fisip. ditambah lagi dengan birokrasi dan manajemen kampus yang kurang baik. dosen fisip juga banyak yang suka memaksa mahasiswanya untuk memberikan uang pelicin skripsi dan seminar dengan berbagai alasan pribadi, namun mahasiswa banyak yang takut wisudanya diperlama dan dipersulit.

Alwi Karya Sasmita (Teknik Geofisika’11) 085789551xxx

Ke Pak rektor, gini Pak, masalah gedung teknik geofisika, kapan bisa dibangunnya? terus, kok Unila jadi tempat pembuangan sampah, yang tidak jauh dari gedung teknik kimia?


10 Zona Aktivis

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Himasylva,

Rumah Bagi Pecinta Hutan Oleh Sindy Nurul M.

Banyak cara mengungkapkan kepedulian terhadap lingku­ngan. Sekelompok mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung memilih Himasylva se­bagai sebagai wadahnya. Lembaga mahasiswa tingkat fakultas ini merupakan rumah bagi segenap mahasiswa Jurusan Kehutanan. Kebersamaan mereka disatukan oleh alam. Sapaan “Salam Rimba!” mereka gunakan sebagai bentuk seruan menjaga hutan. Himasylva sudah menjalankan roda organisasinya selama enam belas tahun. Ibarat manusia, Himasylva menginjak usia remaja. Semangat para anggota Himasylva mengajak mahasiswa lain juga meremaja setiap hari. Seperti Sore itu (11/01) para rimbawan Himasylva berkumpul dan saling bercengkrama di sekretariat yang mereka sebut Camp Rimbawan. Intensitas bertemu yang tinggi di tempat itu memperat solidaritas antar anggota. Lanjutan...

sepadan dengan yang dibayar . Hanya snack, seminar kit, dan kalender,” curhat Dewi. Setelah menjalani semua instruksi dosen, Dewi mengaku mendapat nilai A. “Ya memang dia ngasih nilai A, tapi dikitdikit duit,” ujar Dewi kesal. Menurutnya, ia tak dapat menolak permintaan dosen karena semua teman di program studinya juga ikut. Ia berharap agar dosen yang berperilaku demikian mendapat teguran agar tidak menjadi budaya. Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Lampung, Prof. Sugeng P. Hariyanto angkat bicara. Menurutnya, jika ada dosen yang melakukan pelanggaran yang bertanggungjawab lapor adalah pihak jurusan Jika ada laporan, kemungkinan tunjangan personal dosen akan dicabut. Sugeng mengaku belum pernah mendapat laporan mengenai kinerja dosen. Menurutnya, tahun ini akan mulai dilakukan pengecekan tentang kinerja dosen. Selanjutnya, dekan atau pihak jurusan akan mengecek kebenarannya. “Betul tidak dosen tersebut telah melaksanakan dan memenuhi kewajibannya,” tutur Sugeng saat ditemui di GSG. Untuk dosen yang terbukti melakukan pelanggaran, sudah ada undang-undang yang mengatur. Jika dianggap fatal, dosen tersebut dapat diberhentikan,” tambahnya.

Organisasi yang berdiri sejak 25 Juni 1997 ini dinahkodai oleh Jazuli, mahasiswa Jurusan Kehutanan 2010. Himasylva berusaha mencapai tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang cinta hutan lestari. Himasylva mempunyai lima bidang dalam menjalankan roda organisasi. Bagian komunikasi, informasi, dan pengembangan masyarakat menjadi bidang yang konsentrasi mengurusi kegiatan lingkungan. Mereka tak jarang mengadakan kegiatan demi menghidupkan kembali kepedulian terhadap alam. Sesuai dengan jurusannya, rimbawan Himasylva mempu­ nyai tanggungjawab besar untuk menjaga hutan dan lingkungan hidup. Tak sekadar perkumpulan mahasiswa jurusan, Himasylva banyak melakukan aksi konkret untuk keberlangsungan hutan dan lingkungan. Mereka melakukan perbaikan lingkungan, kampanye, diskusi dan peng-

Solusi yang disampaikan oleh Sugeng adalah menindak oknum dosen yang melanggar undang-undang. “Jika memang ada praktek yang sedemikian, maka yang salah jelas dosennya. Tapi, mahasiswa juga jangan mau, harus membantu dengan cara bicara,” tegas Sugeng. Untuk mahasiswa, seharusnya dia mau melapor. Jika tidak berani, bisa bicara dengan Pembimbing Akademik (PA), tapi jangan saling memojokkan,” tambah Sugeng. Sanksi dan aturan yang akan diterapkan ini merupakan peraturan Unila dan bukan badan hukum sehingga dosen hanya dibina. “Kecuali memang dosen tersebut sudah tidak bisa dibina dan dibimbing, apa boleh buat akan ditindak lanjuti sesuai perundang-undangan yang berlaku. Dosen tersebut juga dapat dipecat, namun belum tentu dipecat sebagai PNS. Jadi, pegawai negerinya tidak dipecat,” ujarnya. Menurutnya, wewenang tertinggi untuk memecat dosen dipegang oleh menteri. Rektor menghimbau warga Unila bekerja sesuai aturan. “Ingat bahwa dosen adalah seorang abdi negara, bersedia menjadi dosen yang tugasnya adalah tri darma perguruan tinggi. Kalau tidak mau jadi dosen bilang saja, masih banyak yang mau menjadi dosen kok,“ tukasnya. Sementara itu, saat dikonfirmasi ke kepala Jurusan Sosiologi, Drs. Susetyo, M. Si

kaderan pecinta hutan. “Jenis kegiatan yang Himasylva lakukan itu berbeda, karena ada satu hal dalam kegiatan yang diperjuangkan yaitu konservasi hutan,” ujar Jazuli. Sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap hutan Indonesia, setiap peringatan hari bumi tanggal 22 April, Himasylva menggelar hari bebas kendaraan bermotor. Mereka juga pernah mengadakan aksi menanam pohon Indonesia. Operasi Pohon di Unila juga digelar dengan membersihkan atribut yang dapat merusak pohon. Tahun ini, Himasylva juga mengadakan diskusi lingkungan yang membahas pengelolaan dan pemanfaatn ruang terbuka hijau di Kota Bandarlampung. Saat itu, panitia menghadirkan lima pembicara dari berbagai instansi, diantaranya Bappeda, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan,

mengaku belum mengetahui masalah ini. Mengenai buku fiktif tersebut, ia tak dapat memberikan pendapat banyak karena hal itu adalah urusan pribadi dosen dan tidak terkait kelembagaan. Menurut Sus, jika dosen terbukti tidak memberikan buku yang menjadi hak mahasiswa, hal tersebut merupakan pembohongan publik. “Kalo fiktif nggak dapat buku, uang sudah diterima, ya diminta saja,” ujar Sus. Saat ditanyai mengenai kebijakan yang akan diambil, Sus mengaku akan menyelidikinya terlebih dahulu. Agus Hadiawan, Dekan FISIP berpendapat dosen yang bersangkutan akan ditindak setelah ada laporan masuk. “Untuk pemberian sanksi pun tidak bisa begitu saja memecat karena hubungan antar dosen pun kerabat, mungkin lebih pada pola pembinaan,” ujar Agus. Saat ditemui Sabtu (11/01) di Gedung B lantai 3 FISIP, Drs. Gunawan Budikahono bersedia memberikan tanggapannya. Ia membenarkan bahwa dirinya adalah dosen pengajar Sosiologi di Jurusan Ilmu Komunikasi serta pengajar Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Modern di Jurusan Sosiologi. Gunawan membenarkan pernah menyarankan mahasiswa untuk membeli buku pada dirinya dan buku tersebut wajib. “Dengan adanya buku tersebut, setidaknya mahasiswa

Dok

serta Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kota Bandarlampung. Mereka juga mengundang Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (LSM Walhi) dan Ketua Jurusan Kehutanan. Berbagai kegiatan yang telah mereka lakukan membuat Himasylva mendapat kepercayaan besar. Himasylva pernah menjadi pengurus pusat ikatan mahasisawa kehutanan Indonesia yang bernama Sylva Indonesia tahun sejak 2008 hingga 2010. Selama enam tahun Himasylva juga rutin melaksanakan pendidikan konservasi lingkungan bagi siswa SMA se-Lampung.

dapat belajar. Tapi apa boleh buat, sampai UAS bukunya juga belum datang,” ujarnya. Gunawan memberi informasi, bahwa dengan membeli buku tersebut, setidaknya mahasiswa mempunyai nilai tambahan. Kepada reporter Teknokra, ia meminta maaf atas kejadian dan berjanji akan bertanggung jawab dengan memberikan buku yang belum datang. Jika dalam satu bulan buku tak kunjung datang, maka dia akan mengembalikan uang. Sedangkan mengenai uang 25 ribu rupiah yang ia tarik dari mahasiswa, Gunawan mengatakan uang itu untuk pengadaan buku berupa materi demi menunjang mata kuliah. Namun, buku tersebut juga belum didapat. Akhirnya, ia memutuskan untuk melakukan ujian take home. Sementara itu, Ana agustina membenarkan bahwa dirinya adalah pemegang mata kuliah Pengantar Hubungan Masyarakat. Mengenai keluhan mahasiswa, ia merasa dirinya merasa keteteran di semester ini. Menurutnya, ia sempat hadir sebanyak tiga kali dan memberikan materi. Ia membenarkan jadwal mata kuliah yang ia ampu sering kosong lantaran ia jarang masuk. Dia mengakui kewajiban mengajar mahasiswanya telah ia lalaikan. Ia bercerita, saat pergantian jadwal, dirinya sedang dalam kondisi berduka pasca

Saat ini Himasylva sedang menggalakkan program desa ­ binaan di Desa Talang Padang, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten ­Tanggamus. Program ini digadang demi peningkatan pengelolaan ­potensi ekowisata. “Kerja sama yang ­paling erat dengan balai konservasi sumber daya Alam Provinsi Lampung, tiap event selalu ­disupport,” ujar Jazuli. Anggota Himasylva berharap berbagai aksi yang mereka lakukan dapat membawa perubahan. Keringat dan tenaga yang mereka keluarkan untuk menggelar setiap acara akan terbayar saat hutan Indonesia kembali mendapat perhatian. =

meninggalnya sang ayah. Disaat yang bersamaan, ia juga sedang menjadwalkan umroh sehingga meninggalkan jadwal perkuliahan. Saat ini dia menyandang status sebagai dosen tetap. Menurutnya, kesalahan yang ia lakukan adalah tidak berkomunikasi dengan anak mahasiswa. Saat diklarifikasi tentang kesibukannya diluar kampus, dirinya mengaku tidak sedang sibuk. “Biasanya Mahasiswa menghubungi lewat SMS atau By Phone. Kadang mereka telepon dan saya jawab kok,” ungkap Ana. Jika masalah nilai , Ana mengaku terbuka kepada mahasiwanya. “Saya berusaha menilai secara fair, terbuka untuk mahasiwa. Mereka boleh tanya kepada saya, misalnya kenapa mahasiswa dapat D. Kan ada presentase yang jelas. Bukan berarti saya kenal Si A atau Si B, nanti nilainya bagus,” ujar Ana yakin. Ketika dimintai konfirmasi melalui telepon, Marthadinatha membenarkan bahwa dirinya adalah dosen mata kuliah Aerobik. Ia yang sedang di luar kota menjelaskan seminar diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Olahraga yang terbuka untuk umum. “Saya hanya menyarankan kepada mahasiswa untuk mengikuti seminar itu, tidak mewajibkan dan tidak berpengaruh pada nilai mahasiswa,” jelas Martadinatha menjawab keluhan mahasiswa.


No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Life Style

Pojok PKM

Hati-hati dengan Teknologi

11

Oleh Fitri Wahyuningsih

G

adget, dikutip dari wikipedia bahasa indonesia, dianggap dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibanding teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya. Dewasa ini penggunaan gadget di kalangan mahasiswa meningkat pesat. Perkembangannya pun pesat, begitu pula rancangan teknologinya yang cepat mengalami pembaruan. Sehingga munculnya produk baru pun menjadi lebih cepat. Dimata sebagian mahasiswa, gadget menjadi barang yang wajib dibawa. “Tiada hari tanpa gadget,” kata Ovita Indah Pangesti, mahasiswa Administrasi dan Bisnis 2013. Bagi Ovita gadget adalah pacar. Pagi-pagi, sebelum melakukan aktifitas lainnya, Ovita rajin mengecek gadgetnya terlebih dahulu. Sehari-hari, Ovita menggunakan gadgetnya sebagai sarana pembelajaran dan hiburan, mulai dari mendengarkan musik, games, browsing untuk tugas, dan media sosial seperti twitter, dan facebook. Hal yang sama juga diungkapkan Tiffany Anandhini Putri Ramli , mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2010. “Nggak bisa pisah. Apalagi kalau lagi nunggu, pasti pegang gadget,” kata Tiffany, sapaanya. BagIklan

inya gadget telah merubah kebiasaanya. Sebelum ini, Tiffany biasanya menghabiskan waktu untuk menonton TV. Semenjak memiliki gadget, Tiffanny beralih. Tidak hanya untuk browsing atau media sosial, Tiffanny juga hobi bermain games di gadgetnya. Tiffanny mengaku sering lupa waktu ketika bermain dengan gadgetnya. Bergadang, menjadi hal yang biasa saat bersama gadget. Selain games dan musik, media sosial seperti twitter yang biasanya jadi teman tiffanny pada malam hari bahkan subuh. “Sampai isinya sendiri,” ungkap tiffany. Biasanya kalau sudah lelah, Tiffany pun pergi tidur dengan lagu yang masih diputar dari gadgetnya sebagai pengantar tidur. Tiffany pun senang berkomunikasi dengan temantemannya melalui gadget. Menurutnya fasilitas voice talk yang ada di gadget sudah cukup untuk berkomunikasi dengan teman-temannya. Ketika kuliah pun Tiffany tidak bisa lepas dengan gadgetnya. Meskipun menyadari resiko dari kegiatan malamnya, Tiffany tetap tidak bisa lepas dari gadget. Berat badannya yang menurun tidak menjadi alasan untuk beralih dari gadget. Uring-uringan saat paket data habis, atau tidur menjadi tidak nyaman pun dialami. Meskipun begitu, gadget tetap menjadi teman yang tak tergantikan ketika jenuh dan sendiri. Berbeda dengan Tiffany dan Ovita, Syamsul Ma’arif, mahasiswa Teknik Geofisika 2011 menemukan hal lain yang menarik baginya. Dengan alasan menghilangkan kebosanan, Syamsul sering menggunakan gadgetnya sebagai media untuk browsing. Ketertarikannya jatuh pada kemajuan teknologinya. Untuk membayar rasa penasarannya, Syamsul rela

menghabiskan waktu bermalam-malam dengan gadgetnya. Bermain games pun menjadi konsumsi malamnya. Syamsul mengaku pernah bermain semalaman hingga bangun kesiangan. Akibatnya ia datang terlambat ketika UAS. Rasa jera pun sempat dirasakan, tetapi semuanya kembali seperti semula seiring berjalannya waktu. Menanggapi kegiatan mahasiswa yang kecenderungan dengan gadgetnya, Ratna Widiastuti, Dosen Psikologi Pendidikan Bimbingan Konseling FKIP Unila menyatakan tidak setuju meskipun gadget dimanfaatkan sebagai fasilitas pembelajaran. Mencari informasi untuk tugas atau informasi pembelajaran hanya melatih memori jangka pendek, sedangkan untuk dunia kerja, mahasiswa dituntut untuk memiliki memori jangka panjang yang menurutnya didapat dari membaca buku. Menurutnya ada sekitar 5-10% mahasiswa dalam satu kelas yang ketergantungan gadget. Ketergantungan ini dapat nampak dari perilakunya yang berubah. Pertama cemas ketika berpisah sebentar dengan gadget. Cemas ditandai dengan perut mulas, bekeringat, dan pikiran yang selalu khawatir. Kedua obsesif, seperti melakukan hal yang berulang-ulang, seperti cek media sosial. Ketiga, menjadi sering melamun dan gelisah. Ratna mengatakan setahun yang lalu, penggunaan internet yang berlebihan ini (internet disorder) akan dimasukkan dalam kategori gangguan jiwa. Internet disorder ini akan menimbulkan kerusakan pada otak limbik, sehingga sulit menyampaikan emosi. Ratna menyarankan untuk menggunakan internet secukupnya dan tetap memperhatikan jam tidur yang seharusnya. =

M. Burhan Pemimpin Umum

Resolusi “Pokoknya tahun ini gue harus lulus, cari kerjaan terus ­ ikah deh,” ujar seorang mahasiswa. “Kalau gue sih mau men nikmati liburan dulu ke Malang atau Jogja, sebelum garap skripsi,” ujar mahasiswa lainnya. “Intinnya tahun ini kita ­harus lulus,” timpal mahasiswa lainnya lagi. Percakapan tiga mahasiswa tersebut terjadi selepas ­perayaan tahun baru 2014. Perayaan tahun baru saja usai. Tidak sedikit orang menggantungkan harapannya demi tercapainya keinginan yang “katanya” dapat mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Awalnya, tradisi sekuler ini pada umumnya berlaku di dunia barat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman yang didukung teknologi modern, tradisi serupa banyak kita temui di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Asal muasal tradisi tahunan ini bermula dari penduduk Babilonia Kuno yang berjanji kepada para dewa yang mereka sembah. Setiap awal tahun mereka akan mengembalikan benda-benda yang telah mereka pinjam dan membayar seluruh hutang mereka. Bangsa Romawi memulai awal tahun dengan berjanji kepada Dewa Janus yang namanya diabadikan menjadi nama bulan Januari. Mungkin kata resolusi tidaklah asing lagi bagi kita. Kini, resolusi jadi satu kata yang sering diperbincangkan ­ketika tahun baru. Biasanya, banyak program di stasiun ­televisi yang ramai meliput mengenai resolusi mulai dari artis ­ sam­­­pai ­pejabat negara . Namun apakah sebenarnya arti dari kata resolusi itu? Re­ solusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat, pernyataan tertulis. Biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal. ­Definisi tersebut terurai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kalau kita merujuk arti atau makna dari kata tersebut, ­berarti resolusi adalah hasil rapat yang berisi tuntutan. ­Namun kata tersebut telah mengalamai perluasan makna. Makna dari resolusi sekarang dapat diartikan harapan-­ harapan yang sungguh-sungguh dari pribadi seseorang. Kita sebagai golongan intelektual muda sudah seharusnya menjadikan resolusi yang kita susun baik ini menjadi tumpuan kita untuk melangkah ke depan. Caranya dengan mengimplementasikan ke dalam dunia nyata untuk perubahan . Hal ini karena pada dasarnya resolusi identik ­dengan perubahan dimana perubahan bukanlah menerapkan metode, teknologi, struktur atau manajer baru. Perubahan adalah cara mengubah manusia dalam berpikir dan berprilaku. Akan tetapi tidaklah mudah untuk mengimplementasikannya. Ketika resolusi yang sudah susun itu sangat baik, namun kita sendiri masih bingung apa yang akan kita lakukan tentu akan menjadi buruk. Hal itulah yang membuat segudang resolusi kita tidak maksimal bahkan gatot (gagal total). Menurut Frank Ra(penulis buku resolusi tahun baru “ A course in Happiness) menyatakan bahwa resolusi akan lebih berkelanjutan jika kita berbagi, baik dalam hal dengan siapa anda berbagi manfaat dan resolusi anda, dan dengan siapa anda berbagi jalan untuk menjaga resolusi anda. Kemampuan kita sebagai mahasiswa sangatlah kompleks yang dapat memberikan sumbangsih kepada masyarakat, lingkungan, dan bangsa. Sudah seharusnya resolusi seorang mahasiswa berpedoman dengan hakikat, peran, dan fungsi mahasiswa itu sendiri yang di gadang-gadang sebagai agent of change,moral force, social contro,l dan iron stock. Itu semua merupakan bentuk impelementasi nyata mahasiswa, untuk mewujudkan yang namanya resolusi karena jika mahasiswa sendiri sadar akan perannya dalam masyarakat sewajarnya mahasiswa menjadi harapan masyarakat bukan sekadar penganut hedonistik. Tetap berpikir merdeka! =


12

Ekspresi

No 132 Tahun XIV Trimingguan Edisi Januari 2014

Fadlan Satria,

Memulai Mimpi dari Semangat

Foto Kurnia Mahardika

Oleh Ayu Yuni Antika

U

dara bulan Desember ­daerah Prague, Republik Cheko baru kali itu ia rasakan. Kedatangannya ke negara di Eropa Tengah itu demi mewakili Indonesia di ajang scrable internasional 2013. Fadlan Satria, mahasiswa jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian menjadi satu-satunya peserta asal Indonesia. Kecintaannya kepada permainan kosa kata bahasa inggris itu membawa mahasiswa semester lima itu ke keliling beberapa negara. Pemuda asal Kabupaten Tulang Bawang itu tak pernah memba­ yangkan dapat berkunjung ke Malaysia, Thailand, dan Cheko. Sejak kelas dua sekolah dasar, ia dan kedua orang tuanya menetap di Desa Gunung Sari. Kepindahannya bersamaan dengan pemindah tugasan ibundanya yang berprofesi sebagai PNS. Saat itu, ia benarbenar merasakan sulitnya akses pendidikan. Tak hanya itu, desa­nya

Iklan

bahkan belum tersentuh listrik. Untuk ke pasar saja, ia harus berjalan cukup jauh. Tetangga sekitar rumahnya yang berkomunikasi dengan bahasa Jawa juga membuat pemuda keturunan lampung ini kesulitan beradaptasi. Namun, keadaan itu membuat semangat Fadlan menuntut ilmu meruah. Apalagi, saat hari raya Idul Fitri, ia mendengar saudaranya lancar bertutur dalam bahasa inggris. Dari situ, ia seperti jatuh cinta pada bahasa internasional itu. Padahal, di sekolah tempat ia belajar belum ada mata pelajaran bahasa inggris untuk anak SD. Anak pertama dari dua bersaudara ini mantap meminta izin kepada orangtuanya untuk hijrah ke Bandarlampung. Di ibukota provinsi inilah ia mulai giat mempelajari bahasa ­inggris. Semangatnya begitu besar. Ia memulai langkah dengan banyak bertanya pada saudaranya

mengenai bahasa inggris. Menge­ lilingi toko buku untuk membeli buku-buku bahasa inggris juga sudah ia lakukan. “Sangking antusiasnya, setiap gambar binatang dan lainnya yang ada di kamus atau buku saya hafalin kata-katanya,” ungkapnya. Fadlan mulai mengenal scrable sejak duduk dibangku sekolah menengah atas. Kala itu, ia bergabung dengan English Club di sekolahnya. Bahkan lulusan SMA N 5 Bandarlampung ini pernah dipercaya menjadi ketua komunitas pecinta bahasa inggris itu. Dari situ, Fadlan mulai banyak mengikuti berbagai kompetisi scrable. Tak kurang dari 50 kali kemenangan kompetisi scrable tingkat daerah pernah ia raih. Ditingkat nasional, ia juga telah meraih 10 kali kemenangan. Laki-laki bertubuh tinggi ini selalu ingin membanggakan orangtuanya. Hidup menumpang membuatnya harus ikut membantu meringankan beban sang nenek. Berkat hobi bermain scrabble, ia sudah mampu membeli LKS dan buku-buku pelajaran dari uang hadiah kemenangannya. Ia pun tak sungkan membagi ilmu dengan teman-teman, saudara, dan tetangganya. Kemenangan yang acap kali ia dapat juga memberikannya kesempatan sebagai pengisi acara seminar dan pengajar mengajar bahasa inggris di beberapa sekolah di Lampung. Menurutnya, ia bukannya tak pernah kalah. Fadlan bahkan

­ engaku sering kali mengecap pam hitnya kekalahan. Namun ­Fadlan selalu memegang moto “to be an expert learn from the expert”. Ia justru belajar dari lawan yang telah mengalahkannya. Ia pun tak memilih putus asa. Dari setiap kekalahan, ia justru penasaran dan mencari tahu penyebab ia kalah. Berkali-kali kalah, berkalikali pula Fadlan berbenah diri dan strategi untuk menghadapi lawannya di lain pertandingan. Baginya, tak sekadar hadiah yang ia dapatkan, namun juga kenalan orangorang hebat. “Bener kalau diatas langit, masih ada langit. Jadi kita jangan sampe sombong”, ujarnya. *** Semangat berjuang yang selalu ia tanamankan sejak SMA sempat pupus saat ia akan berangkat ke Cheko. Ajang dunia Scrabble Championship Tournament telah menjadi impiannya sejak lama. Namun, saat ia telah mendapatkan kesempatan itu, impiannya tersandung urusan rupiah. Biaya tiket sebesar 25 juta rupiah harus ia tanggung untuk dapat terbang ke Cheko. Dana itu harus Fadlan sediakan dalam kurun waktu tak kurang dari dua bulan. Keluarganya yang sederhana membuatnya sanksi dapat me­ ngumpulkan uang sebanyak itu. Ibu yang berprofesi sebagai guru bimbingan konseling dan ayah yang bekerja sebagai buruh membuatnya harus berpikir keras mendapatkan biaya. Sempat, ia mengirimkan proposal kepada pemerintah kota Bandarlampung. Akses ­kementerian nasional juga ia tembus. ­Fadlan mengaku pernah bolak-balik Lampung–Jakarta untuk me­ngirim proposal ke Kemenpora dan Kemendikbud Republik Indonesia. Tapi sayang, ia belum berhasil mendapatkan bantuan dana satu rupiah pun. Satu bulan menjelang keberangkatan, ia belum juga mendapat bayangan dana. Kedua orangtuanya bahkan sempat pesimis. Jika hanya me­ ngandalkan kantong pribadi tentu saja sangat sulit. Keajaiban mulai muncul saat Fadlan mendapat tawaran bantuan dari beberapa temannya yang ia kenal lewat jejaring facebook. Saat itu rekannya, Riky Purnomo

asal Singapura dengan senang hati membantu biaya tiket. Selain itu, rekannya dari Australia Alastair Richards dan ibunya juga memberikan tiket dan tempat menginap saat dia mengikuti perlombaan di Thailand sebelum event dunia di Cheko. Menurutnya, kemudahan itu berkat do’a dan dukungan orang tuanya. Ia juga mencoba menceritakan kesulitan dana kepada dosen jurusan dan pihak dekanat di fakultasnya. Dari situ, ia dibantu untuk bertemu dengan petinggi rektorat. Menurutnya, Unila membantunya menyebarluaskan masalah itu melalui website dan media massa. Perlahan jalan pun ­terbuka. Ia mendapat kucuran dana dari pemerintah kota Bandarlampung dan pihak dekanat FP. Saat pertandingan, ia sempat melawan perwakilan dari negara Perancis, Amerika, Oman, ­Thailand, dan Scotlandia. ­Menjalani 31 ronde, dengan 15 kali menang dan 16 kali kalah, ia mampu membawa Indonesia menempati peringkat 75 dari 110 negara. Meski belum menempati puncak teratas, ia tetap bangga karena dapat ambil bagian mengharumkan nama Indonesia. Ia juga mengaku mendapat teman, sahabat, dan pengalaman yang amat berharga. Salah satunya ia berhasil mengalahkan runner up piala dunia scrabble tahun 2011, Andrew Fisher. Kini, melalui hobi bermain scrabble-nya, ia tengah menjalankan usaha penjualan alat scrabble di wilayah Lampung. Bulan depan, ia berencana meluncurkan toko yang ia namai “Satria Scrabble Shop”. Nantinya, toko itu akan banyak menjual pernak-pernik yang berhubungan dengan scrabble. Selain mencoba peruntungan di bidang bisnis, ia pun menargetkan untuk mendapatkan beasiswa S2 di Luar negeri. Menurutnya, niatan baik dan kemauan yang keras akan ­membuka jalan kesuksesan. ­“Sekarang banyak orang yang cuma menulis mimpinya, tapi tidak tau apa yang harus dilakukan untuk mewujudkannya,” tuturnya. “Satu lagi, Hidup mudah itu patut ­dicurigai,” ujarnya mengakhiri perbincangan. =


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.